Anda di halaman 1dari 20

BAB I LAPORAN KASUS A.

IDENTITAS PASIEN
Nama Umur

: Tn. WJ : 80 tahun : Laki - Laki : Kajoran, Magelang :: Menikah : 28 Januari 2013 : 07- 92 - 62

Jenis Kelamin
Alamat Pekerjaan

Status Menikah

Tanggal Masuk Poli

Nomor RM B. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RST Dr. Soedjono Magelang. Keluhan Utama Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri kabur. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli mata untuk memeriksakan mata kirinya. Mata sebelah kiri dirasakan kabur sejak 9 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengeluh seperti melihat kabut dan makin lama dirasa makin kabur. Pasien juga mengeluh mata sebelah kiri berair dan terasa gatal. Keluhan ini dirasakan semakin berat sejak satu bulan yang lalu. Mata merah dan riwayat trauma pada mata disangkal. Nyeri pada mata, cekotcekot, mual/muntah, dan melihat pelangi (halo) di sekitar lampu juga disangkal oleh pasien. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter sebelumnya. Pasien hanya membeli obat tetes mata di warung, namun keluhan tidak berkurang. 5 tahun yang lalu pasien mengeluh mata sebelah kanan terasa sangat sakit dan cekot-cekot. Pasien juga mengaku melihat pelangi (halo)

di sekitar lampu, mual/muntah, mata merah dan nrocos. Riwayat trauma disangkal. Pada saat keluhan ini berlangsung, pasien tidak pernah memeriksakan diri ke dokter dikarenakan tidak ada biaya. Riwayat Penyakit Dahulu
o o

Riwayat hipertensi disangkal Riwayat diabetes mellitus disangkal

o Riwayat adanya trauma pada mata seperti mata terkena bahanbahan kimia, terbentur benda tumpul atau benda tajam disangkal o Riwayat alergi disangkal o Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata disangkal Riwayat Penyakit Keluarga o Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa
o o

Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamkesmas. Kesan ekonomi kurang.

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata


Tanggal pemeriksaan : 28 Januari 2013 Kesadaran Aktivitas Kooperatif Status gizi

: Composmentis : Normoaktif : Kooperatif : Cukup

Vital Sign
TD

: 140/80 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 36,50C


2

Nadi RR
Suhu

Status Ophthalmicus No. 1. 2. 3. Pemeriksaan Visus Bulbus Okuli Palpebra Edema Hematom Hiperemi Entropion / Ektropion Blefarospasme Nyeri tekan 4. Konjungtiva Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar Sekret Bangunan patologis Perdarahan 5. subkonjungtiva Kornea Kejernihan Infiltrat Keratic precipitates Ulkus (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Oculus Dexter 0 Baik ke segala arah Oculus Sinister 1/60 NC Baik ke segala arah

Jernih (-) (-) (-)

Jernih (-) (-) (-)

Sikatrik Pannus 6. COA Kejernihan Kedalaman Isi (Hifema / Hipopion) 7. Iris Kripte Sinekia 8. Pupil Diameter Reflek pupil Bentuk 9. Lensa Kejernihan Iris Shadow 10. Corpus Vitreum Kejernihan 11. 12. Fundus Refleks TIO

(-) (-)

(-) (-)

Jernih Dangkal (-)

Jernih Cukup (-)

(+) (-)

(+) (-)

5mm (-) Bulat

2 mm (+) Bulat

Jernih (-)

Keruh (+)

Jernih (-) N (-)

Jernih (+) sangat suram N

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 108 mm/dL

E. DIAGNOSIS BANDING

Oculus Dexter 1. OD Atrofi Bulbi Dipertahankan karena dari hasil anamnesis tidak ada riwayat trauma. 2. OD Ptisis Bulbi Disingkirkan karena tidak ada riwayat trauma, tidak ada riwayat operasi sebelumnya, dan tidak ada riwayat infeksi.

Oculus Sinister 1. OS Katarak Imatur Dipertahankan karena dari hasil anamnesis didapatkan penglihatan kabur, mata merah (-), cekot-cekot (-), iris shadow (+), melihat pelangi disekitar lampu (-), pusing (-) dan belum pernah diobati. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lensa keruh, TIO normal, COA cukup dan visus pasien 1/60.
2. OS Katarak Insipien

Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan kekeruhan telah menutupi sebagian lensa (+), iris shadow (+) dan COA dangkal.
3. OS Katarak Matur

Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan hanya sebagian lensa yang mengalami kekeruhan, selain itu didapatkan pula iris shadow (+) dan COA dangkal.
4. OS Katarak Hipermatur

Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan lensa keruh (+) namun tidak bersifat masif, iris shadow (+) dan COA dangkal. 5. OS Katarak Akibat Terinduksi Obat Disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan adanya pengobatan tertentu yang dapat mengakibatkan kekeruhan lensa, seperti penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

6. OS Katarak Akibat Trauma Disingkirkan karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat adanya trauma pada mata. 7. OS Retinopati Disingkirkan karena pada pemeriksaan funduskopi didapatkan hasil dalam batas normal.

F. DIAGNOSIS OD Atrofi Bulbi OS Katarak Senilis Imatur G. TERAPI Tetes : R/ Gentamysin ED BT I S 3 dd gtt I ODS Oral : R/ Sohobion No. X S 1 dd tab I H. EDUKASI
6

Kontrol secara teratur Meminum obat secara teratur sesuai resep dokter Menjelaskan bahwa visusnya berkurang disebabkan karena adanya kekeruhan pada lensa mata pasien

Memberi penjelasan bahwa kekeruhan yang ada pada lensa semakin lama akan semakin berat seiring berjalannya waktu, sehingga penurunan visus dapat terus terjadi

I. PROGNOSIS Prognosis Quo ad visam Quo ad sanam Quo ad functionam Quo ad vitam Quo ad kosmetikam J. GAMBAR OD ATROFI BULBI Oculus Dexter Malam Malam Malam Malam Malam Oculus Sinister Dubia ad Bonam Bonam Dubia ad Bonam Bonam Bonam

OS KATARAK SENILIS IMATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATARAK SENILIS IMATUR 1. DEFINISI Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya.Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan (Ilyas, 2010).

Gambar 1. Mata dengan katarak Katarak imatur adalah kekeruhan pada sebagian lensa. Katarak ini belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur akan bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan ini lensa akan mencembung sehingga akan menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2010).

2. EPIDEMIOLOGI Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan (Khalilullah,2010).

Tabel 1. Persentase Penyakit Mata (Khalilullah, 2010).


9

Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan katarak jenis-jenis lain lebih jarang ditemukan (Vaughan et al, 2010).

3. ETIOLOGI Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga multifaktorial, diantaranya antara lain (James et al, 2006) : o Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik; o Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuatmempunyai efek buruk terhadap serabut-serabut lensa; o Faktor imunologik o Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari, miopia tinggi; o Gangguan metabolisme umum, yaitu Diabetes Mellitus, Galaktosemia, Hipokalsemia, Distrofi miotonik; o Trauma; o Pengobatan topikal jangka panjang, yaitu steroid dan klorpromazin. 4. PATOFISIOLOGI Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein yang dapat larut dan protein yang tidak dapat
10

larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein. Perubahan biokimiawi, fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan / degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan. Dengan bertambah lanjut usia seseorang maka nukleus lensa mata akan menjadi lebih padat dan berkurang kandungan airnya, lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya (optic zone) sehingga kemampuan memfokuskan benda berkurang (Ilyas, 2010).

5. MANIFESTASI KLINIK Berikut merupakan gejala-gejala yang dapat timbul pada penderita katarak (Faradila, 2009) : 1) Gejala Subyektif : a. b. c. Bila kekeruhan tipis, kemunduran visus sedikit atau Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan sebaliknya. bergerak. yang disebabkan oleh karena refraksi dari lensa sehingga bendabenda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau. d. Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi power mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh di muka retina. 2) Gejala Obyektif : a. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.
11

b. c.

Jika mata diberi sinar dari samping: lensa tampak keruh Pada fundus reflex dengan opthalmoskop : kekeruhan

keabu-abuan atau keputihan dengan latar hitam. tersebut tampak hitam dengan latar oranye. Dan pada stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar oranye, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya. d. Kamera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut kamera anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma sekunder.

Tabel 2. Perbedaan Klinis Stadium Katarak Senilis (Ilyas, 2010)

6. KLASIFIKASI Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. 1) Katarak Insipien Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercakbercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior
12

dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2010). 2) Katarak Imatur Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat bayangan iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+) (Ilyas, 2010). 3) Katarak Matur Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensayang keruh, sehingga uji bayangan iris negative (Ilyas, 2010).

4) Katarak Hipermatur Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji
13

bayangan iris memberikan gambaran pseudo positif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena dianggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata (Ilyas, 2010).

7. DIAGNOSIS Diagnosis dari katarak senilis dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainankelainan harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan katarak (Setiohadi, 2006). Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika pasien mengeluh silau, harus diperiksa di kamar dengan cahaya terang (James et al,2006). Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn dan defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan difus macula. Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain (konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan) (James et al, 2006). Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus diperiksa hati-hati (James et al, 2006).
14

Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil (James et al, 2006). Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur (Ilyas, 2010). Kepentingan ophthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan penglihatan. (Ilyas, 2010). Tabel 3. Gambaran Bentuk Katarak Senilis (Khalilullah, 2010).

8. PENATALAKSANAAN Tidak ada satupun obat yang dapat diberikan untuk

menyembuhkan katarak senilis. Penggunaan obat-obatan selama ini


15

bertujuan untuk memperlambat penebalan katarak. Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olahraga yang dapat menghindari atau menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Akan tetapi melindungi mata terhadap sinar matahari yang berlebihan dapat memperlambat terjadinya gangguan katarak. Kacamata gelap atau kacamata reguler yang dapat menghalangi sinar ultraviolet (UV) sebaiknya digunakan ketika berada di ruangan terbuka pada siang hari (Setiohadi, 2006). Pengobatan katarak senil yang pernah dipakai adalah aldose reductase inhibitor, obat ini diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, pengobatan sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E (Vaughan et al, 2010). Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi (Vaughan et al, 2010).
1) Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

16

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata melalui insisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan (Khalilullah, 2010). 2) Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder (Khalilullah, 2010). 3) Phakoemulsifikasi Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
17

lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu (James et al, 2006).

9. KOMPLIKASI Adapun komplikasi tindakan operatif katarak (Ilyas, 2010) : 1) Hilangnya vitreous. 2) Prolaps iris. 3) Endoftalmitis. 4) Astigmatisma pasca operasi. 5) Edema makular sistoid. 6) Ablasio retina. 7) Opasifikasi kapsul posterior. 8) Glaukoma

10. PROGNOSIS Dengan teknik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%.
18

Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart (Khalilullah, 2010).

DAFTAR PUSTAKA Faradila, N. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Pekanbaru : Faculty of Medicine University of Riau. Available at http://www.Files-ofDrsMed.tk Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. 205-216 James, B., Chris C., Bron A. 2006. Lecture Notes : Oftamologi Edisi Kesembilan. Jakarta : Penerbit Erlangga. Khalilullah, S. A. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan Pada Katarak Senilis. available at www.emedicine.com/ last update 22 November 2010 Miranti, A., Arjo SM., 2002. Deteksi dini glaukoma, Medisinal, Vol. III, Jakarta. Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta. Setiohadji, B., 2006. Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept of Ophthalmology Medical Faculty of Padjadjaran University. Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas
19

Kedokteran

Universitas

Gadjah

Mada.

Vaughan, D, Riordan-Eva P. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14.Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology. Jakarta: Widya Medika; 2010. 220-232.

20

Anda mungkin juga menyukai