Anda di halaman 1dari 7

NAMA NPM

: RIA APRIANA DEWI : 10140089

GERAKAN SOSIAL MENENTANG KAPITALISME DAN DEOLOGI BARAT DI NEGARA NEGARA ASIA, AFRIKA DAN AMERIKA

Pergerakan Sosial adalah suatu bentuk perlawanan terhadap kepada kaum penjajah yang dilaksanakan tidak dengan menggunakan kekuatan bersenjata, tetapi menggunakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik. Demikian halnya dengan Pergerakan Sosial yang terjadi di Indonesia. Pada awalnya, berdirinya organisasi ini tidak ditujukan untuk perlawanan terhadap kaum penjajah, tetapi organisasi-organisasi tersebut pada dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mengalami penderitaan akibat penjajahan, namun pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan. a. Faktor Ekster 1. Munculnya kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan, semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari cengkeraman imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. 2. Fase tumbuhnya anti imperialisme tersebut berkembang bersamaan dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan terpelajar yang memperoleh pengalaman pergaulan internasional serta mendapatkan pemahaman tentang ide-ide baru dalam kehidupan bernegara yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme melalui pendidikan formal dari negara-negara Barat. 3. Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa pentingnya persamaan derajat semua warga negara tanpa membedakan warna kulit, asal usul keturunan, dan perbedaan keyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan dibawa oleh tokoh-tokoh Belanda yang berpandangan maju, golongan terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan Barat, serta alim ulama yang

menunaikan ibadah haji dan memiliki pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.

4. Perang Dunia I (1914-1919) telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah bahwa negara-negara imperialis telah berperang di antara mereka sendiri. Perang tersebut merupakan perang memperebutkan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan nasional di Asia, Afrika dan Amerika Latin telah menyadari bahwa kini saatnya telah tiba bagi mereka untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah yang sudah lelah berperang. 5. Munculnya rumusan damai mengenai penentuan nasib sendiri (self determination) Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson pasca perang dunia I disambut tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia sebagai pijakan dalam perjuangan mewujudkan kemerdekaan. 6. Lahirnya komunisme melalui Revolusi Rusia 1917 yang diikuti dengan semangat anti kapitalisme dan imperalisme telah mempengaruhi tumbuhnya ideologi perlawanan di negara-negara jajahan terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat. Konflik ideologi dunia antara kapitalisme atau imperialisme sosialisme atau komunisme telah memberikan dorongan bagi bangsa-bangsa terjajah untuk melawan kapitalisme atau imperialisme Barat.

7. Munculnya nasionalisme di Asia dan di negara-negara jajahan lainnya di seluruh dunia telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 telah memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa bangsa kulit putih Eropa dapat dikalahkan oleh kulit berwarna Asia. Demikian juga, model pergerakan nasional yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi di India, Mustapha Kemal Pasha di Turki, serta Dr. Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inspirasi bagi kalangan terpelajar nasionalis Indonesia bahwa imperialisme Belanda dapat dilawan melalui organisasi modern dengan cara memajukan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan politik pada bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum memperjuangkan kemerdekaan.

b. Faktor Intern 1. Penjajahan mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat Indonesia yang tidak

terkira. Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan manusia Indonesia serta sewenang-wenang terhadap warga pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme Barat yang menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif). 2. Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada umumnya menyadari bahwa mereka pernah memiliki negara kekuasaan yang jaya dan berdaulat di masa lalu (Sriwijaya dan Majapahit). Kejayaan ini menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu, rakyat Indonesia berusaha untuk mengembalikan kebanggaan dan harga sebagai suatu bangsa tersebut. 3. Lahirnya kelompok terpelajar yang memperoleh pendidikan Barat dan Islam dari luar negeri. Kesempatan ini terbuka setelah pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20 menjalankan Politik Etis (edukasi, imigrasi, dan irigasi). Orangorang Indonesia yang memperoleh pendidikan Barat berasal dari kalangan priyayi abangan yang memiliki status bangsawan. Sebagian lainnya berasal dari kalangan priyayi dan santri yang secara sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji serta memperoleh pendidikan tertentu di luar negeri. 4. Lahirnya kelompok terpelajar Islam telah menyadarkan bangsa Indonesia terjajah yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Kelompok intelektual Islam telah menjadi agent of change atau agen pengubah cara pandang masyarakat bahwa nasib bangsa Indonesia yang terjajah tersebut tidak dapat diperbaiki melalui belas-kasihan penjajah seperti Politik Etis misalnya. Nasib bangsa Indonesia harus diubah oleh bangsa Indonesia sendiri dengan cara diri

memberdayakan bangsa melalui peningkatan taraf hidup di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya. 5. Menyebarnya paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme di negeri jajahan (Indonesia) yang dilakukan oleh kalangan terpelajar. 6. Muncul dan berkembangnya semangat persamaan derajat pada masyarakat Indonesia dan berkembang menjadi gerakan politik yang sifatnya nasional. Tindakan pemerintah kolonial yang semakin represif seperti pembuangan para

pemimpin Indische Partiij pada 1913, ikut campurnya Belanda dalam urusan internal Sarekat Islam, dan penangkapan tokoh-tokoh nasionalis telah

menimbulkan gerakan nasional untuk memperoleh kebebasan berbicara, berpolitik, serta menentukan nasib sendiri tanpa dicampuri pemerintah kolonial Belanda. Gerakan Anti Globalisasi (gerakan Anti Globalisasi Kekuasaan Modal) saat ini mulai bangkit baik di negeri-negeri imperialis maupun di negeri-negeri terbelakang, seiring dengan krisis global sistem kapitalisme- merupakan momentum yang sangat tepat bagi kaum sosialis revolusioner, untuk kembali membangkitkan perlawanan massa secara masif, menaikkan kesadaran politik massa, memajukan propaganda anti tirani modal, dan memajukan sosialisme sebagai solusi. Strategi revolusioner dalam situasi krisis sistem kapitalisme global saat ini dan kebangkitan perjuangan melawan praktek-praktek neolib ada baiknya, penting kita sedikit melihat perkembangan kapitalisme saat ini: Krisis demi krisis yang terus terjadi secara periodik dalam cara produksi kapitalisme adalah suatu yang tak terelakkan pada cara produksi yang berdasar pada pelipatgandaan modal. Over produksi, over modal, -yang aneh bagi zaman sebelumnya- menjadi ciri khas dari cara produksi kapitalisme. Semuanya ini disebabkan berkembangnya tenaga-tenaga produktif yang tidak mampu lagi hidup dalam syarat-syarat masyarakat borjuis. Dalam setiap

krisis yang terjadi kita saksikan jutaan rakyat pekerja dilemparkan ke jalanjalan menjadi pengangguran, naiknya harga-harga barang kebutuhan, turunnya standar-standar hidup manusia, kelaparan dan kemiskinan yang terus menjadijadi hingga mengantarkan kematian jutaan rakyat dan anak-anak di seluruh dunia. Suatu kekejaman yang sangat tidak patut terjadi di masa peradaban manusia yang telah mencapai tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini. Sejumlah perusahaan-perusahaan besar di negeri-negeri imperialis mulai melakukan investasi dalam produksi manufaktur di negeri-negeri terbelakang. Perusahaan-perusahaan TNC di negeri-negeri imperialis terus bergerak ke negeri-negeri terbelakang. Sejak tahun 1960-an fenomena ini menjadi

gambaran umum bagi modal besar di semua negeri kapitalis maju yang dengan cepat membentuk kerangka internasional untuk kompetisi modal. Tetapi kebutuhan akan pasar ini, dirasakan dihambat dengan adanya sejumlah proteksi negara (negara-negara terbelakang yang menjadi sasaran modal dari negeri-negeri imperialis) dalam kegiatan ekonomi. Sejak tahun 1970-an, negeri-negeri imperialis menyadari bahwa yang mereka butuhkan adalah adanya tatanan ekonomi dunia yang lebih bebas dari campur tangan negara. Solusi ini kemudian menjadi kesepakatan dalam pertemuan tahunan tujuh negara-negara imperialis utama (G7) pada tahun 1976. Dimana isi kesepakatan ini berisi untuk mereorganisasi ekonomi negara-negara Dunia Ketiga melalui pembukaan pasar dunia yang ditujukan untuk adanya: pembukaan inventasi asing (negeri-negeri imperialis) yang lebih besar, kemudahan masuknya barang-barang impor dari negara-negara imperialis, privatisasi BUMN-BUMN, dan pemotongan pos-pos anggaran negara yang tidak produktif (penghapusan berbagai macam subsidi negara kepada rakyat). Seluruh kebijakan neoliberal yang dihasilkan dalam pertemuan G7 tahun 1976 kemudian dipaksakan untuk diterapkan secara global ke seluruh negeri. Kekuatan untuk memaksakan praktek kapitalisme neoliberal secara global terutama dilakukan melalui dominasi dan kontrol mereka atas institusi-institusi keuangan (ekonomi) dan perdagangan dunia semacam IMF, World Bank dan WTO. Misalnya, proporsi suara di IMF didasarkan atas besarnya setoran saham mereka atas sumber keuangan. Pada tahun 1990, 23 negara-negara imperialis memiliki 62,7% suara sebagai tandingan 35,2% suara yang dimiliki 123 anggota lainnya. Lima pimpinan Dewan Eksekutif Permanen IMF dicalonkan oleh lima besar pemilik saham --AS, Inggris, Perancis, Jerman dan Jepang. . Dalam kenyataannya, kebijakan neo-liberal yang dipraktekkan disejumlah negara telah terbukti gagal menaikkan pertumbuhan ekonomi dan standar kehidupan masyarakat di negeri-negeri tersebut. Resesi ekonomi dunia yang berkepanjangan sejak tahun 1970-an, krisis hutang negara-negara Asia di tahun 1980-an yang dilanjutkan dengan krisis ekonomi di paruh kedua tahun

1990-an menjadi bukti kegagalan resep-resep neo liberal dan memperdalam krisis dalam sistem kapitalisme global. Oleh karena itu, kemudian dibutuhkan perjuangan ideologis untuk mendukung praktek kebijakan kapitalisme neo-liberal tetap dijalankan. Muncullah kemudian ideologi globalisasi, -sebagai alat pembenaran bagi penerapan kapitalisme neoliberal-, yang menggambarkan situasi ekonomi dunia yang telah global, dimana tak ada satupun pemerintahan di suatu negeri atau gerakan kaum buruh yang dapat melawan tuntutan global bagi penerapan kapitalisme neo-liberal. Suatu gambaran yang jauh dari kenyataan sebenarnya. Fakta bahwa fenomena globalisasi hanyalah merupakan senjata ideologis kapitalisme neoliberal. Tidak ada loncatan yang signifikan dalam perkembangan kapitalisme global. Pasar global telah muncul sejak awal abad 19. Komunikasi dan keuangan memang telah menjadi global pada saat ini. Tetapi globalisasi dalam produksi masihlah terbatas, walaupun kartel-kartel seperti TNC yang berusaha untuk dapat menempatkan produksi dan kapitalnya pada negara-negara yang menguntungkan memang menjadi fenomena saat ini. Tetapi salah bila kita menggeneralisasikan semuanya telah menjadi global. Dalam propaganda globalisasi, tuntutan global bagi penerapan kapitalisme neoliberal ditujukan untuk merangsang berkembangnya kapital dalam suatu negeri dengan cara memotong berbagai macam biaya sehingga tingkat keuntungan akan naik. Oleh karena itu pemerintah harus menjalankan kebijakan upah rendah, pengurangan pajak-pajak, pembatasan gerakan serikat buruh dan juga

menghindari faktor-faktor yang menyebabkan larinya modal. Perlawanan kaum buruh menjadi faktor menentukan dalam melawan kebijakan neoliberal untuk dapat dijalankan. Dalam kasus Indonesia misalnya maraknya gerakan buruh dalam beberapa tahun belakangan ini berhasil memaksa pemerintah untuk tetap tidak memotong hak-hak yang telah diperoleh kaum buruh (seperti kenaikan upah minimum), mengeluarkan kebijakan perburuhan yang sedikit lebih

menguntungkan kaum buruh. Tetapi tindakan ini ditentang oleh asosiasi-asosiasi pengusaha bahkan mengancam akan melarikan modalnya ke negeri lain. Mereka menyalahkan pemerintah yang tidak mampu meredam gejolak aksi buruh, tetap menaikkan upah minimum, dan adanya peraturan tentang phk dan ganti rugi

buruh yang terphk yang dianggap merugikan pengusaha (kepmenakertrans no. 150). Dalam kasus Kepmenakertrans no. 150, asosiasi-asosiasi pengusaha dan juga kabinet (Megawati dan menteri perekonomian serta menteri perindustrian) mendesak Menakertrans untuk mervisi peraturan ini. Akhirnya kepmen 150 diganti dengan Kepmen no. 78 yang memotong hak-hak ganti rugi buruh yang terphk yang ada dalam kepmen sebelumnya. Tindakan ini kemudian, menyulut aksi-aksi ribuan kaum buruh yang terus marak hingga saat ini.

Krisis ekonomi Asia merupakan kelanjutan dari over produksi kapitalisme global yang telah berjalan di pertengahan tahun 1970-an. Krisis hutang Asia di tahun 1980-an, dan krisis ekonomi yang manifest ditahun pada tahun 1997 dimana IMF berperan sebagai dokter memberikan jalan keluarnya dengan resep-resep/reform neoliberal. Bantuan mengatasi krisis dilakukan dengan sejumlah syarat dijalankannya reformasi neoliberal. Bantuan yang diberikan IMF (yang ditujukan agar krisis tidak bergerak lebih jauh ke negeri-negeri imperialis) terbukti tidak berhasil mengatasi krisis. Imbas krisis, kini juga mulai menjalar ke negeri-negeri imperialis (walaupun serangannya masihlah kecil tetapi mulai dirasakan).

Anda mungkin juga menyukai