{}3
Pengertian Syakal
Syakal: lambang penulisan yang menetapkan harakat huruf-huruf atau yang menunjukkan bunyi akhir suatu kata (Irab). Syakal pertama kali dilakukan dengan menempatkan nuqthah (titik) di atas awal huruf sebagai tanda untuk fat-hah, di bawah akhir huruf untuk kasrah, dan titik di akhir untuk dhammah. Sedangkan bulatan kecil di atas huruf untuk sukun, dan garis rangkap untuk tanwin.
Pengertian Ijam
Al-Ijam dari segi bahasa berarti menguji dan menyeleksi. Bila dikatakan ajamtu al-awd, maka kalimat tersebut artinya: saya mencoba menguji kekuatan tongkat. Dalam penulisan, al-ijam berarti membedakan bentuk huruf-huruf yang mirip satu sama lain, seperti ba, ta, tsa, kha, jim, sin, syin, dll. Pembedaan bentuk huruf-huruf ini dilakukan dengan menempatkan satu titik atau lebih di atas atau di bawah suatu huruf.
Latar Belakang
Bangsa Arab terbilang lambat dalam belajar menulis. Mereka mengenal tulisan melalui kontak-kontak individual dengan orang-orang Irak dan Syam. Tulisan yang berkembang saat itu adalah tulisan Siryani, suatu bentuk tulisan yang tidak memiliki titik, yang kemudian dikembangkan dalam versi Kufiy seperti yang dikenal sekarang. Karena terkenal dengan kefasihan dan kejelasan artikulasi, maka bangsa Arab tidak membutuhkan syakal dalam bacaan atau tulisan mereka. Kodifikasi al-Quran di masa Rasulullah saw dan penulisannya dalam bentuk naskah pada masa para sahabat dan para khalifah, dan juga penulisannya dalam bentuk mush-haf induk Usmani, semuanya tidak menggunakan syakal dan Ijam.
Latar Belakang
Setelah Islam tersebar luas ke luar Jazirah Arab, dan bangsa Arab berhubungan dengan bangsa lain, muncullah kerusakan dalam bahasa Arab. Kerusakan tersebut terjadi bahkan pada orang-orang Arab yang dikenal sebagai ahli bahasa yang fasih.
Tulisan al-Quran kemudian disempurnakan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 175 H) dengan mengganti titik kecil dengan tanda fat-hah, kasrah, dhammah, dan sukun. Usaha tersebut dilanjutkan oleh Sahl bin Muhammad, yang dikenal dengan panggilan Abu Hatim al-Sijistaniy (w. 248 H), dengan menulis kitab tentang syakal dan Ijam al-Quran. Pada penghujung abad ke-3 H, penulisan khath al-Quran mencapai puncak keindahan dan kecermatannya, yang pengaruhnya meluas pada penulisan-penulisan naskah al-Quran, hingga mencapai bentuknya seperti sekarang.
Argumentasi
Boleh: karena tersebut termasuk kategori pemeliharaan al-Quran dari salah baca dan kemungkinan terjadinya perubahan Irab yang dapat mengubah makna al-Quran. Dilarang: karena pembubuhan syakal dan Ijam dalam mus-haf kadang-kadang menyebabkan tidak bisa dibedakannya huruf-huruf al-Quran dan non-al-Quran, yang pada gilirannya menyebabkan adanya perubahan huruf al-Quran. Sikap tengah: karena dikhawatirkan tertukar dengan naskah aslinya, dan agar dapat diketahui mana tulisan al-Quran yang asli dan yang tidak.
Selanjutnya?
Ketika telah hilang kekhawatiran terjadinya percampuradukan huruf-huruf al-Quran dengan syakal dan Ijam-nya yang dibubuhkan, maka tidak ada lagi orang yang menentang pembubuhan syakal dan Ijam dalam al-Quran. Abu Amr al-Daniy mengatakan, Kemudian sepakatlah kaum Muslimin di seluruh penjuru negeri tentang kebolehan dibubuhkannya syakal, baik dalam mush-haf induk maupun mush-haf lainnya. Dialek dan bahasa yang dimiliki kaum Muslimin (di seluruh dunia) sudah berbeda-beda, dan karenanya syakal dan
Rasm Usmani
Yang dimaksud dengan rasm Usmani adalah bentuk tulisan (khot) AlQuran hasil kerja beberapa sahabat Nabi pilihan dalam suatu panitia penyalin mushaf Al-Quran yang diketuai oleh Zaid Bin Tsabit atas penunjukan Khalifah Usman. Mengenai penulisan Al-Quran dengan rasm Usmani ini ada beberapa pendapat :
1. Rasm (bentuk tulisan) dalam mushaf Usmani adalah tauqifi yang wajib dipakai dalam penulisan Al-Quran. Ini pendapat Ibnul Mubarak dan gurunya Abdul Azis ad-Dabbag. 2. Rasm Usmani bukan tauqifi, tapi cara penulisan yang diterima dan menjadi Ijma umat dan wajib menjadi pegangan seluruh umat dan tidak boleh menyalahinya. 3. Rasm Usmani hanyalah istilah dan tatacara. Tidak ada dalil agama yang mewajibkan umat mengikuti satu rasm tertentu dan tidak ada salahnya jika menyalahi bila orang telah mempergunakan rasm tertentu untuk imla dan rasm itu tersiar luas diantara mereka. Ini adalah pendapat Abu Bakar AlBaqilani.
Jumhur ulama, diantaranya Imam Malik, Imam Ahmad melarang penulisan Al-Quran yang menyalahi rasm Usmani.
Sekian
Selamat belajar Tetap Semangat!