Anda di halaman 1dari 13

2

DAFTAR GAMBAR

Nomor 1. 2. 3. 4.

Judul dalam Teks

Halaman

Gambar struktur umum Phycomycetes......5 Gambar struktur umum Ostiole......6 Gambar perkembangbiakan aseksual (a) dan seksual (b) Rhizopus sp. ... 7 Gambar Rhizopus sp .......8

iv

RINGKASAN

Jamur adalah kumpulan tumbuhan eukariotik berthalus. Jamur juga tidak memiliki kormotofora, sehingga umumnya tidak memiliki warna. Sebab jamur tidak berklorofil, jamur menyerap zat organik dari lingkungan (heterotrof) kemudian disimpan menjadi glikogen melalui haustoria (modifikasi hifa). Jamur memiliki hifa bersekat dan tidak bersekat. Hifa tidak bersekat memiliki banyak inti di dalamnya. Phycomycetes merupakan kelompok jamur yang memiliki hifa tidak bersekat. Phycomycetes hidup di dalam air umumnya sebagai saprofit atau parasit pada hewan maupun tumbuhan air, namun ada juga yang hidup di darat. Phycomycetes memiliki bentuk tabung berisi plasma dengan banyak inti. Hifa Phycomycetes bersifat soenositik. Phycomycetes berkembangbiak dengan aseksual dan seksual. Secara aseksual, hifa Phycomycetes akan membentuk spora di dalam sporangium pada ujung hifa. Sporangium disokong oleh sporangiosfor. Sporangium yang matang akan pecah mengeluarkan spora. Dibantu oleh angin maupun air, spora terbawa jauh dari kelompoknya. Spora yang keluar akan tumbuh menjadi Phycomycetes baru bila terbawa pada lingkungan yang sesuai. Perkembangan seksual Phycomycetes dengan cara konjugasi. Hifa-hifa yang berlainan jenis akan membentuk gametangium (n) kemudian melakukan penggabungan hingga menghasilkan zigospora (2n). Zigospora lebih resisten terhadap lingkungan. Zigospora akan berkecambah bila cocok dengan lingkungan dan menjadi hifa-hifa. Hifa tersebut membentuk sporangium kemudian menghasilkan spora. Hal itu menyebabkan fase haploid cenderung lebih panjang dibandingkan fase diploidnya. Phycomycetes memiliki peran bagi manusia yaitu Rhizopus oryzae bermanfaat untuk pembuatan tempe dan sake. Verticillium spp. bermanfaat sebagai entomopatogen (patogen serangga). Hampir semua jamur entomopatogen tergolong jamur Phycomycetes dan Deuteromycetes. Pertumbuhan jamur entomopatogen memerlukan lengas nisbi udara tinggi dan lebih efektif di daerah tropika. Phytophtora infestans memiliki peran dalam munculnya penyakit hawar daun dan busuk daun pada umbi tanaman kentang. Oipidium brassicae penyebab penyakit damping off pada kubis.

Kata kunci : Phytophtora, Jamur alga, entomopatogen, Phytophtora infestans

SUMMARY

Fungi are group of thallophyte plant. Fungi dont have a chromotophore,so its dont have a colour. Because of colourless, fungi absorb organic substances in environment then stored as glycogen by haustoria (hyphae modification). Fungi have aseptae hyphae and septae hyphae. Aseptae hyphae have a lot of core there. Phycomycetes are group of fungi who have it. Phycomycetes usually live in water as saprophyte or parasite in animal or water plant, but there are in land also.Phycomycetes have a tube fill by plasm with much core. The hyphae as coenocytic. Phycomycetes reproduct by sexual and asexual. By asexual, hyphae will form a spore inside in top of there. Sporangium based on sporangiosphore. Matured Sporangium will crush and provide a spore. By the wind and water, it will deliver far from the group. The new spore will become a new Phycomycetes in a favorable environment. The sexual Phycomycetes develop with conjugation. The hyphae from different genre will form a gametangium (n) then fuse a zygospore (2n). Zygospore resistant with environment. The zygospore will hatch with favorable environment and become a hyphae. The hyphae will form a sporangium then produce a spore. It make a haploid phase longer then diploid phase. Phycomycetes have a role to human, for example Rhizopus oryzae for make a fermented soybean and alchohol. Verticillium spp. as an entomopathogen. Almost the entomopathogen group in Phycomycetes and Deuteromycetes. The fungi development need a high air and optimum in tropic area. Phytophtora infestans has a role in inducing sheath blight and leave rot in potato. Oipidium brassicae also induce damping off in cabbage.

Key search : Phytophtora, Algal fungi, entopathogen, Phytophtora infestans

vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Jamur merupakan kelompok tumbuhan eukariotik berthalus. Jamur berbeda dengan tumbuhan pada umumnya. Jamur tidak memiliki akar, daun, dan batang layaknya tumbuhan. Jamur juga tidak memiliki kormotofora, sehingga umumnya tidak memiliki warna. Sebab jamur tidak berklorofil, jamur menyerap zat organik dari lingkungan (heterotrof) kemudian disimpan dalam bentuk glikogen melalui benang-benang halus sebagai struktur vegetatif (hifa) yang termodifikasi menjadi haustoria. Kumpulan hifa akan membentuk miselium. Jamur memiliki spora yang beragam. Spora adalah produk aseksual jamur. Spora jamur umumnya multiseluler, namun ada sebagian bersifat uniseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual dapat terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa. Sedangkan, reproduksi secara seksual pada jamur terjadi melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap, tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan meiosis (Mahendra and Pridge, 2009). Jamur memiliki memiliki berbagai peran bagi manusia. Contoh peran merugikan jamur seperti Phytium sebagai hama bibit tanaman yang menyebabkan penyakit rebah semai, dan Albugo merupakan parasit pada 1

tanaman pertanian. Tidak semua jamur memiliki peran merugikan bagi manusia. Ada juga jamur yang menguntungkan dalam kehidupan manusia. Jamur yang menguntungkan meliputi berbagai jenis antara lain, Volvariella volvacea (jamur merang) berguna sebagai bahan pangan berprotein tinggi, Rhizopus dan Mucor berguna dalam industri bahan makanan, yaitu dalam pembuatan tempe dan oncom, khamir Saccharomyces berguna sebagai fermentor dalam industri keju, roti, dan bir, Higroporus, dan Lycoperdon perlatum berguna sebagai dekomposer. Berdasarkan berbagai sifat dan peran jamur yang sangat beragam, penting bagi manusia untuk mengidentifikasi jamur secara lebih intensif dari sebelumnya. Upaya tersebut akan mengakibatkan semakin luasnya

pengetahuan yang dimiliki dan pemanfaatan jamur secara tepat bagi kebutuhan manusia. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada makalah Phycomycetes yaitu: 1) Apakah yang dimaksud Phycomycetes ? 2) Bagaimana karakteristik Phycomycetes ? 3) Apa peran dari Phycomycetes ?

C. Tujuan Makalah ini memiliki tujuan : 1) Mengetahui karakteristik jamur secara umum 2) Mengetahui karakteristik Kelompok Jamur Phycomycetes

II. PEMBAHASAN

Berdasarkan pada cara dan ciri reproduksinya terdapat empat kelas cendawan sejati atau berfilamen di dalam dunia Fungi yaitu: Phycomycetes (Jamur ganggang), Ascomycetes (Jamur kantung), Basidiomycetes (Jamur buah) dan Deuteromycetes (Jamur imperfek). Anggota kelas Phycomycetes seringkali disebut sebagai cendawan tingkat rendah. Ciri yang umum pada spesies ini adalah tidak adanya septum di dalam hifa yang membedakan dengan tiga anggota yang lain. Phycomycetes mempunyai talus miselium yang berkembang dengan baik. Hifa fertil menghasikan sporangium pada ujung sporangiospora. Pada talus Rhizopus, disamping hifa vegetatif dan sporangium terdapat juga hifa seperti hifa pendek dan bercabang banyak yang disebut rizoid (Pelczar, 1986). Phycomycetes memiliki hifa tidak bersekat, berbentuk tabung yang berisi plasma dengan banyak inti. Phycomycetes menggunakan haustoria untuk meyerap zat organik dari lingkungan. Haustoria merupakan perkembangan lanjutan dari hifa. Hifa memiliki fungsi sebagai propagule (pemicu infeksi) karena untuk menembus dinding sel tanaman lain perlu adanya penembus yang mampu diuraikan oleh enzim dan berkembang membentuk apresoria. Apresoria akan membentuk tabung penetrasi kemudian menjadi vesikel, sehingga setelah masuk ke dalam jaringan membentuk haustoria. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma.

A. Sejarah Phycomycetes Phycomycetes secara harfiah berarti jamur ganggang (Algal Fungi). Hal ini disebabkan adanya kemiripan secara morfologi dengan alga hijau. 3

4 2

Menurut para ahli mikologi dan algologi merupakan turunan alga. Alga tersebut diasumsi memiliki sifat parasit dan saprofit, sehingga kehilangan kemampuan untuk membentuk klorofil. Pringsheim (1858) menyisipkan kelompok tersebut diantara Alga hijau. Dalam pengelompokan oleh Sachs, Chytridiales dikelompokkan dengan Protococcoideae, Oomycetes dengan Oosporeae, Zygomycetes dengan Conjugatae, Ascomycetes and Basidiomycetes dengan Florideae

(alga merah). Peneliti merasa organisme tersebut telah berubah menjadi parasit dan saprofit dalam gaya hidupnya berdasarkan hilangnya kemampuan membentuk klorofil. Mereka yakin beberapa jenis dari bentuk non-klorofil dengan tegas telah dimulai. Konsekuensinya, disana tidak ada kenampakan yang logis berdasarkan penyusunan filogenetik untuk memisahkan bentuk organisme tidak berwarna tersebut dalam grup terpisah. Pandangan ini umumnya diterima dari waktu ke waktu namun masih diragukan oleh beberapa orang. De bary (1881), mengajukan pembetulan atas fenomena tersebut dan beberapa ahli mikologi menyetujui untuk menyisipkan bentuk tak berwarna ke dalam alga hijau. Namun dia ragu akan pengangkatan sistem alamiahnya. Dia percaya setiap prinsip subdivisi dari jamur dan alga memiliki bentuk yang lebih rendah dan tinggi serta dia berpendapat bahwa anggota dari grup itu memiliki hubungan kekerbatan baik dibawahnya maupun diatasnya. Proses fisiologi organisme berklorofil jauh berbeda dengan organisme satu ini, kenampakannya seperti ada perubahan dari satu bentuk metabolisme menjadi lain dan telah terjadi pada beberapa poin berbeda di sepanjang turunan alga. Dia menyimpulkan akhirnya ganggang dan jamur mungkin akan lebih jelas dipisah menjadi uniselular klorofil dan uniselular nonklorofil. Pada kebanyakan standar taksonomi berlaku ketentuan de bary tersebut dengan pemisahan ganggang dan jamur berbeda grup (Fitzpatrick, 1930). Di Amerika, Pengajaran oleh Sachs dilanjutkan oleh Charles Bessey (1907;1914) di University of Nebraska dan jamur memiliki hubungan kesamaan dengan ganggang yang mendasari menonjolnya ciri dalam sistem

5 2

klasifikasi yang digunakan pada Bessey School of Botanists. Menurut Volk (2001) kelompok Oomycota sudah tidak termasuk dalam jamur, karena karakteristik komponen dinding selnya terdiri dari selulosa tidak seperti jamur lainnya yang memiliki kitin dan Oomycota tidak menyimpan makanan dalam bentuk glikogen layaknya jamur namun sebagai pati. Namun karena kandungan selulosa masih terlalu kecil, Oomycota masih cenderung dikelompokan ke dalam jamur.

B. Struktur dan Morfologi Phycomycetes memliki miselium yang berwarna putih dan tidak mempunyai sekat-sekat, jika setelah tua akan berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan. Phycomycetes memiliki sel yang telanjang dan cenderung berpisah-pisah. Hifanya bersifat senositik atau tidak bersepta

sering disebut thalus soenositik yang dapat hidup di darat atau pada medium tertentu. Phycomycetes memiliki chlamydospora sebagai bentuk baru dari hifa/miselium untuk bertahan pada lingkungan suboptimum. Sebagian Phycomycetes juga mempunyai ostiole yaitu berupa lubang saluran

sporangiospora untuk keluar saat matang. Lubang ini cenderung lebih efektif karena mampu mengetahui kecocokan sporangiospora terhadap lingkungan, berbeda dengan sporangiospora yang langsung pecah dari sporangium secara keseluruhan.

Gambar 1. Struktur umum Phycomycetes

6 2

Ostiole Gambar 2. Ostiole

C. Habitat Phycomycetes hidup dalam air umumnya sebagai parasit atau saprofit pada hewan maupun tumbuhan air, namun ada juga yang hidup di darat.

D. Cara Perkembangbiakan dan Klasifikasi Perkembangan jamur ini terjadi secara aseksual dan seksual. Pada perkembangbiakan secara aseksual akan dibentuk spora dalam sporangium yang terletak pada ujung hifa. Hifa-hifa yang tumbuh tegak pada medium dan terdapat sporangium pada ujung-ujungnya disebut sporangiosfor. Sporangium yang matang akan pecah dan menghasilkan spora, kemudian dengan bantuan angin (anemokori) spora akan terbawa jauh dari kelompoknya. Spora yang terbawa angin bila jatuh di tempat yang sesuai akan tumbuh menjadi jamur baru (Sparrow, 1960). Perkembangan seksual pada jamur ini berlangsung secara konjugasi, yaitu terjadi perpindahan materi yang berbeda muatan. Proses konjugasi terjadi pada tubuh-tubuh hifa yang berlainan jenis. Pada ujung-ujung hifa akan terbentuk gametangium yang bersifat haploid (n), kemudian

gametangium yang berlainan jenis akan melakukan fusi (penggabungan) sehingga menghasilkan zigospora bersifat diploid (2n). Phycomycetes saat

keadaan zigospora akan resisten terhadap perubahan kondisi lingkungan. Bila kondisi lingkungan kembali menjadi normal, maka zigospora akan berkecambah dan membentuk hifa-hifa haploid (n). Hifa-hifa yang tumbuh akan membentuk sporangium, kemudian menghasilkan spora. Hal itu menyebabkan fase haploid cenderung lebih panjang dibandingkan dengan fase diploidnya.

Gambar 3. Perkembangbiakan aseksual (a) dan seksual (b) Rhizopus sp. Pengklasifikasian Phycomycetes sebagai berikut : Domain : Eukarya Kingdom : Fungi Divisio : Eumycota Kelas : Phycomycetes Ordo : 1. Myxochytridiales (Oipidium brassicae) 2. Chytridiales (Rhizophidium pollinis) 3. Blastocladiales (Blastocladia) 4. Monoblepharidales (Monoblepharis sphaerica) 5. Zygomycetales (Mucor mucedo) Phycomycetes memiliki peran contohnya adalah Rhizopus oryzae yang memiliki manfaat pada pembuatan tempe serta sake. Telah diketahui kira-kira 400 spesies jamur yang dapat menyerang serangga dan tungau. Hampir semua jamur entomopatogen (patogen serangga) tergolong dalam kelompok jamur Phycomycetes dan Deuteromycetes. Jamur entomopatogen yang sudah banyak dikenal adalah Beauvaria bassiana dan Metarhizium

28

anisopliae. Oleh

karena pertumbuhan jamur-jamur entomopatogen

memerlukan lengas nisbi udara yang tinggi maka prospek penggunaannya sebagai mikoinsektisida akan lebih efektif di daerah tropika. Beberapa jenis jamur juga dapat menyerang dan hidup sebagai parasit nematoda, di antaranya Verticillium spp., Meria spp., Harposporium anguillulae dan Paecilomyces lilacinus (endoparasit), Arthrobotrys dactyloides, Dactylella bembicoides dan Dactylaria bronchopaga (hifa penjerat), Dactylella tylopaga, Pagidospora amoebophila dan Nematoctonus sp. (tonjolan hifa bulat yang lengket) dan A. oligospora (jejaring tonjolan- tonjolan hifa lengket yang kompleks). Phytophtora infestans memiliki peran dalam munculnya penyakit hawar daun dan busuk daun pada umbi tanaman kentang. Oipidium brassicae juga sebagai penyebab penyakit damping off pada kubis.

Gambar 4. Rhizopus sp.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Jamur secara umum memiliki sifat heterotrof, memiliki hifa, bereproduksi aseksual dengan spora dan seksual dengan gametangium melalui konjugasi. 2. Jamur memiliki peran merugikan maupun menguntungkan bagi manusia. 3. Kelompok jamur Phycomycetes bercirikan hifa tak bersekat (septa). 4. Phycomycetes memiliki hifa vegetatif dan bercabang disebut rizoid. 5. Sejak tahun 1993 Phycomycetes telah diklasifikasikan dalam fungi. 6. Phycomycetes memiliki habitat umumnya di dalam air baik parasit atau saprofit, namun ada juga yang di darat. 7. Phycomycetes berkembangbiak aseksual dengan membentuk sporangium yang berisikan spora. 8. Phycomycetes berkembangbiak secara seksual dengan konjugasi. 9. Phycomycetes seperti Rhizopus oryzae yang memiliki manfaat pada pembuatan tempe serta sake dan Metarhizium anisopliae sebagai pengendali serangga. Phytophtora infestans memiliki peran dalam munculnya penyakit hawar daun dan busuk daun pada umbi tanaman kentang. Oipidium brassicae penyebab penyakit damping off pada kubis. 10.Jamur perlu dipelajari lebih intensif sehingga semakin diketahui peranannnya bagi manusia.

B. Saran 1. Perlu adanya pembelajaran yang memfokuskan Phycomycetes lebih intensif . 2. Sebaiknya ada praktikum yang membahas Phycomycetes secara khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Fitzpatrick HM. 1930. The Lower Fungi Phycomycetes. McGraw-Hill Book Company. New York Mahendra R and Bridge PD. 2009. Applied Mycology. British Library. UK. Pelczar MJ. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta Sparrow FK. 1960 . Aquatic Phycomycetes. The University of Michigan Press. USA. Volk TJ. 2001. Phytophtora infestans cause of late blight of potato and the irish potato famine. http://TomVolkFungi.net. Acessed March, 10th 2013.

Anda mungkin juga menyukai