Anda di halaman 1dari 11

PENETAPAN KADAR CRP SECARA KUALITATIF

Oleh : Nama NIM Kelompok Rombongan : Korrie Salsabila : B1J011108 :2 : IV

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2013 I. PENDHULUAN

A. Latar Belakang Peradangan atau inflamasi adalah proses patologis yang merupakan respon dari sel dan dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Neutrofil merupakan garis pertahanan pertama dalam tubuh apabila ada kerusakan jaringan atau ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Peradangan merupakan suatu reaksi pelindung jaringan ikat vaskuler terhadap rangsangan yang bersifat merusak, termasuk infkesi (Suryanto, 2002). CRP termasuk golongan protein pentraxsin karena protein ini mempuyai lima sub unit identik yang dikode oleh suatu gen pada kromosom nomor 1, bergabung membentuk suatu struktur pentamer berbentuk piringan yang stabil. CRP juga merupakan protein yang berekasi dengan polisakrida C somatik dari Streptococcus penumoniae dan ditemukan oleh Tillet dan Frances pada tahun 1930. Mc Leod dan Avery pada tahun 1941 menyebut protein tersebut sebagai C- Reaktif Protein (CRP). Mc Carthy pada tahun 1947 telah berhasil melakukan kristalisai CRP. Word pada tahun 1953-1954 telah berhasil memurnikan CRP, Kristal CRP berbentuk jajaran genjang yang simetris. Berdasarkan analisis kimia didapatkan hasil bahwa kristal CRP mengandung 14,60% nitrogen dan tidak tidak mengandung fosfat. Kristal CRP memiliki kelarutan yang sangat rendah pada keadaan tanpa garam dan mengendap pada suhu dingin (Suryanto, 2002). CRP merupakan protein abnormal yang muncul dalam darah pada stadium akut berbagai kelainan inflamasi. CRP termasuk protein fase akut yang dihasilkan oleh hati ketika konsenterasinya meningkat di dalam darah setelah terjadi infeksi, peradangan atau kerusakan jaringan dalam waktu 6 jam. Konsenterasi di dalam plasma dapat meningkat 2 kali lipat setiap 8 jam dan mencapai puncak setalah 50 jam. CRP terdapat dalam serum pada orang sehat dengan kadar yang rendah, yaitu antara 0.03-4,94 mg/L. Diantara beberapa jenis protein fase akut, CRP merupakan jenis yang paling sensitif dan bermanfaat dalam klinik karena dapat menunjukkan adanya demam ataupun infeksi (Suryanto, 2002).

B. TINJAUAN PUSTAKA CRP adalah protein fase akut yang dikeluarkan dalam sirkulasi sebagai respon terhadap peradangan dan kerusakan jaringan. CRP disintesis oleh hepatosit di bawah kontrol transkripsi sitokin inflamasi, khususnya interleukin 6 (IL-6). Gen CRP manusia terletak pada kromosom 1. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Protein C-Reaktif (CRP) memainkan peran penting dalam perkembangan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. CRP mungkin tidak hanya menjadi biomarker peradangan seperti yang telah ditemukan pada plak aterosklerotik dan terbukti dapat menyebabkan disfungsi sel endotel, stres oksidatif dan intima hipertrofi dalam model eksperimental. Gen CRP dalam hepatosit dikontrol oleh IL-6 dan dan pada tingkat lebih rendah dikontrol oleh interleukin 1b (IL-1b) dan Tumor Necrosis Factor (TNF) (Nakou et al., 2010). Penelitian terbaru telah menetapkan bahwa perubahan dalam tingkat serum CRP tidak hanya respon terhadap perubahan lingkungan, tetapi juga merupakan konsekuensi dari variasi genetik pada gen CRP. Protein C-reaktif (CRP) dapat distimulasi karena adanya peradangan fase akut termasuk infeksi, reaksi kekebalan, trauma, hipoksia prosedur pasca-bedah, dan keganasan. Nama CRP berasal dari kemampuan protein Creaktif untuk bereaksi dengan polisakarida C yang diisolasi dari dinding sel Pneumococus (Nakou et al., 2010). CRP bertindak sebagai opsonin untuk bakteri, parasit, dan kompleks imun, mengaktifkan komplemen jalur klasik. CRP juga merupakan indikator yang sensitif dari adanya peradangan. Hasilnya sangat mendukung adanya peradangan tetapi tidak memiliki spesifisitas diagnostik. CRP bila digunakan dengan benar memiliki peran penting dalam identifikasi peradangan dan infeksi dalam pengelolaan pasien medis akut. (Kelly et al., 2009).

C. Tujuan Tujuan praktikum penetapan kadar CRP secara kualitatif adalah menetapkan kadar CRP dalam serum secara kualitatif dan mengidentifikasi keberadaan CRP dalam serum.

II. MATERI DAN METODE A. Materi Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu CRP latex test kit produk Ance manufactured UK (kontrol positif, kontrol negatif dan CRP antibody) dan serum darah. Alat yang digunakan yaitu mikropipet dan tipnya, CRP plate dan batang pengaduk. B. Metode Cara Kerja praktikum kali ini yaitu: 1. Satu tetes kontol positif 40 l ditetesakan pada CRP plate, ditambahkan CRP antibody 40 l kemudian dihomogenkan. 2. Satu tetes kontrol negatif 40 l diteteskan pada CRP dalam lingkaran yang berbeda kemudian ditambahkan 40 l CRP antibody lalu dihomogenkan dengan batang pengaduk, apabila belum, apabila belum tercampur maka plate digoyangkan. 3. Serum darah 40 l diteteskan pada lingkaran yang lain dalam plate kemudian ditambahkan 40 l CRP antibody, dihomogenkan dengan batang pengaduk kemudian plate digoyangkan. 4. Hasil pada plate dilihat dan interpretasi hasil adalah apabila terjadi aglutinasi maka kadar CRP>6mg/L dan terbentuk butiran seperti pasir yang berwarna putih. Apabila tidak ada aglutinasi maka CRP<6mg/L dan tidak terbentuk butiran pasir berwana putih. Mengetahui ada atau tidaknya aglutinasi pada serum darah maka diuji di bawah mikroskop.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Gambar 1. Kontrol Positif

Gambar 2. Kontrol Negatif

Gambar 3. Sampel (Serum Darah)

B.

Pembahasan

Praktikum yang dilakukan pada acara CRP adalah pertama disiapkan terlebih dahulu bahan dan alat yang dibutuhkan seperti CRP test yang terdiri dari kontrol positf, kontrol negatif dan antobodi CRP. Selain itu disiapkan pula CRP plate, batang pengaduk dan serum darah. Kemudian 40 l kontrol positif diteteskan pada CRP plate di lingkaran pertama, ditambahkan 40 l antibodi CRP dan diaduk dengan menggunkaan batang pengaduk. Kemudian plate digoyangkan agar pencampuran merata. Setelah itu ditunggu beberapa saat hingga akhirnya terbenuntuk aglutinasi yang ditandai dengan adanya butiran seperti pasir berwarna putih. Selanjutnya adalah 40 l kontrol negatif ditambahkan pada lingkarang kedua di dalam plate, ditambahkan 40 l tetes CRP antibodi dan kemudian diaduk dengan batang pengaduk, kemudian plate digoyangkan. Kontrol negatif tidak menunjukkan adanya aglutinasi. Plate pada lingkaran ketga diisi dengan 40 l serum darah yang kemudian dicampur dengan 40 l antibodi CRP dan diaduk dengan menggunakan batang pengaduk. Plate kemudian digoyangkan agar tercampur sempurna, untuk melihat ada atau tidaknya aglutinasi, serum yang telah dicampur dengan antibodi CRP harus diamati dibawah mikroskop. Berdasarkan hasil praktikum bahwa pada serum darah terjadi aglutinasi setelah diamati di bawah miksokop, sehingga hasilnya positif. Kontrol positif menunjukkan adanya aglutinasi yang ditandai dengan terbentuknya butiran seperti pasir berwarna putih pada plate. Hal ini dikarenakan terbentuk kompleks antigen-antibodi antara antigen pada larutan kontrol postif dengan antibodi CRP. Sedangkan kontrol negatif tidak terjadi aglutinasi karena tidak terbentuk ikatan antara antigen pada larutan kontrol dengan antibodi CRP. Hal ini disebabkan tidak adanya zat asing seperti bakteri atau virus yang dapat menyebabkan peradangan akut, sehinga kadar CRP masih dibatas normal, yaitu CRP<6 mg/L. Tidak adanya peradangan akut juga tidak memicu interleukin untuk menghasilkan protein ini. Peningkatan kadar CRP>6 mg/L menandai adanya infeksi atau peradangan akut karena CRP akan dihasilkan oleh interleukin pada sel parenkim hati ketika terjadi peradangaan atau infeksi akut. Sehingga, CRP ini dijadikan sebagai indikator terjadinya infeksi akut akibat bakteri maupun virus. Hal ini sesuai dengan

pustaka yang menyatakan bahwa kadar CRP yang berlebih merupakan tanda adanya peradangan akut. Respon peradangan berhubungan dengan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, pembentukan sel-sel peradangan (terutama neutrofil pada peradangan akut), pelepasan mediator peradangan s)eperti amina vasoaktif, prostanoid dan intermedier oksigen reaktif) dan pelepasan sitokin. Sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan Interluekin-6 (IL-6) terutama dihasilkan sebagai respon akut, suatu perubahan produksi protein plasma oleh sel-sel hati. Peningkatan CRP di sel-sel parenkim hati diuga dicetuskan oleh IL-1, yang berasal dari makrofag yang testimulir (Suryanto, 2002). Menurut Saxtad et al., (2012), tingkat normal CRP dapat ditemukan pada orang dewasa dan anak-anak yang dalam kondisi sehat. substansial. Interpretasi hasil pada praktikum kali ini adalah apabila hasil positif ditandai dengan terjadinya aglutinasi yang terlihat dari terbentuknya butiran seperti pasir berwarna putih. Hal ini berarti kadar CRP>6 mg/L, yang menandai adanya infeksi atau peradangan akut. Sedangkan hasil negatif tdaik terjadi aglutinasi, butiran berwarna putih tidak terbentuk. Hal ini berarti kadar CRP<6 mg/L. CRP telah terdeteksi pada lesi aterosklerotik arteri koroner manusia serta jaringan jantung, ginjal dan adiposa. Pasien dengan sindrom koroner akut, CRP akan terlokalisir di dinding pembuluh darah dan tingkat yang lebih tinggi dalam sinus koroner daripada di aorta, menunjukkan sumber kardiak CRP. Banyak kemungkinan mekanisme dari tindakan langsung CRP pada sel-sel vaskular. CRP menginduksi ekspresi molekul adhesi oleh sel endotel, seperti intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan E-selectin, yang memainkan peran penting dalam migrasi monosit dan sel T ke dinding pembuluh dalam pengembangan aterosklerosis. CRP mampu menginduksi apoptosis pada pembuluh darah koroner sel otot polos manusia, sehingga mempromosikan aterosklerosis. CRP juga dapat meningkatkan kerentanan sel endotel untuk perusakan oleh lisis sel, mekanisme yang dapat menyebabkan erosi plak dan memicu sindrom koroner akut (Nakou et al., 2010). Pasien sirosis hati, telah terjadi kerusakan struktur pada hati. Perubahan struktur hati tersebut akan menimbulkan perubahan kapasitas fungsi sintesis hati. Gangguan hati (liver insufficiency) akan terjadi penurunan sintesis dari protein fase akut. Kondisi gagal Tingkat CRP dapat meningkat secara signifikan (> 10 kali lipat) di atas nilai normal dengan timbulnya stimulus inflamasi

hati akan terjadi gagguan produksi CRP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar CRP pada pasien gangguan fungsi hati lebih rendah dibandingkan dengan pasien tanpa gangguan fungsi hati, pada keadaan adanya infeksi bakteri. Hal ini menunjukkan pada sirosis terjadi keadaan inflamasi kronis. Kadar CRP yang lebih rendah pada pasien sirosis dibandingkan pasien yang tidak sirosis yang mengalami infeksi kemungkinan karena pasien sirosis memproduksi lebih sedikit CRP selama periode infeksi (Mariadi dan Wibawa, 2008). C-reactive sebagai penanda inflamasi sistemik pada keadaan inflamasi akut. High-sensitivity C-reactive protein merupakan penanda pada kejadian serangan asma berat. Asma merupakan merupakan inflamasi kronik pada saluran nafas yang didasari oleh imunitas seluler seperti sel limfosit T dan sel eosinofil. Kadar hs-CRP normal pada dewasa normal 0,8 sampai 3 mg/dl, namun bila terjadi inflamasi akut dapat mencapai 500 mg/dl. Mekanisme yang mendasari hubungan antara inflamasi saluran nafas dan sistemik inflamasi belum begitu jelas. Namun demikian diduga dengan peningkatan produksi interleukin yang merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi CRP. Selain itu diduga faktor lingkungan dan genetik turut berperan (Santika dan Suryana, 2011). PFA (protein fase akut) merupakan bahan bahan antimikrobial dalam serum yang meningkat dengan cepat setelah sistem imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut juga disebut APRP yang berperan dalam pertahanan dini. Macam macam protein fase akut yaitu C-Reactive Protein (CRP), Lektin, 1-anti-tripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9, faktor B dan fibrinogen yang juga berperan dalam peningkatan laju endap darah akibat infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat dibandingkan dengan CRP (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Proses peradangan terjadi aktivitas IL-1 dan IL-6 yang dapat meningkatkan sintesis protein fase akut. C-Reaktif Protein (CRP) terdapat dalam serum merupakan salah satu protein fase akut sebagai indikator peradangan atau kerusakan jaringan yang paling sensitif. Protein ini meningkat pertama kali dengan kadar mencapai lebih dari seribu kali sebelum infekesi. Proses radang akut kadar CRP serum meningkat dalam waktu 4-6 jam dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam. Kadar CRP selama kehamilan lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil (Suryanto, 2002). Menurut Nakou et al., 2010 bahwa CRP mencapai konsentrasi maksimum dalam plasma dalam

waktu sekitar 50 jam, menurun setelah stimulus inflamasi hilang dan memiliki waktu paruh 18 jam.

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum penetapan kadar CRP secara kualitatif dapat disimpulkan bahwa: 1. Penetapan kadar CRP secara kualitatif dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya aglutinasi. Apabila terjadi aglutinasi maka kadar CRP>6mg/L dan menandakan adanya peradangan akut karena interleukin menghasilkan CRP dalam kadar yang tinggi. Apabila tidak ada aglutinasi maka CRP<6mg/L karena tidak terjadi infeksi akut, sehingga interleukin tidak menghasilkan CRP dalam kadar tinggi. 2. Mengetahui keberadaan CRP dalam serum dapat melalui uji CRP menggunakan CRP latex test kit, setelah itu hasilnya dilihat di bawah mikroskop.

DAFTAR REFERENSI Baratawidjaja K.G. dan Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar Edisi ke-8. Balai penerbit FKUI, Jakarta. Kelly., P.A, Murphy., A.M dan Hughes., R. 2009. A Retrospective Analysis of the Use of C-Reactive Protein Assays in The Management of Acute Medical Admissions. The New Zealand Medical Journal 122(1293):36-40. Mariadi I.K., dan Wibawa I. D. N. 2008. Hubungan Antara Interleukin- 6 dan CReactive Protein pada Sirosis Hati dengan Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas. J Peny Dalam 9(3):194-202. Nakou., E.S, Elisaf., M.S dan Liberopoulus. 2010. High-Sensitivity C-Reactive Protein: To Measure or not to Measure? The Open Clinical Chemistry Journal, 3:10-18. Santika., W.A.J dan Suryana., K. 2011. Hubungan antara Kadar High Sensitive-C Reactive Protein dengan Derajat Asma Bronkial Akut. Jurnal Penyakit dalam 12(3):175-180. Saxtad J, Nilsson LA and Hanson LA 2012. RapidTex CRP Latex Test Technology Vancouver, Canada. Genix

Suryanto. 2002. Kesesuaian antara Kadar CRP Terhadap Jumlah Neutrofil dan Kadar Fernitin Serum pada Wanita Hamil Trimester Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai