I. Mekanisme Mastikasi
Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam
mengigit, mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalam
berbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari otot rahang dalam merespon
aktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan mandibular
yang mengontrol hubungan antara gigi rahang atas dan bawah.
Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidah
dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan laring.
Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot
rahang bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir
secara bilateral. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan
penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif merupakan
pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak.
Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleks
dan tidak hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple yang
mana merupakan pengurangan ukuran makanan. Selama mastikasi,
makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai tahap
awal dari proses digesti.
1
Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan
kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200
pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan
untuk memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling
makanan.
Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial
ke lima dan proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi
dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan menyebabkan
pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di
hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan
area sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan
pengunyahan.
Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi
refleks penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahang
bawah turun.
2. penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks
melonggarkan otot rahang memimpin untuk mengembalikan
kontraksi.
3. secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi
juga menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat
otot rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal
(rebound) di lain waktu. Hal ini berulang terus menerus.
4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua
makanan, khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran
berserat karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidak
tercerna di sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan
sebelum makanan dapat dicerna.
2
Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan
alasan sebagai berikut:
- enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan,
sehingga tingkat pencernaan bergantung pada area permukaan
keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi pencernaan.
- Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah
penolakan dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan
untuk mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil,
kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus.
I.1.1 Pergerakan
Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka
dan menutup. Tingkat dan pola pergerakan rahang dan aktivitas otot
rahang telah diteliti pada hewan dan juga manusia. Pola pergerakan
rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan
pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan dan penelanan.
Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat
bergantung pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat
dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan ditransportasikan
ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam
periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode
yaitu sebelum penelanan. Pergerakan rahang pada ketiga periode ini
dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama
periode reduksi terdapat fase opening, fast-opening dan slow-opening.
Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang
membuka dan dua fase selama rahang menutup.
Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam
mengontrol pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk
makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan
otot buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang
padat dan cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Selama
3
fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan
memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali
tertarik selama fase fast-opening dan fase-closing, membuat gelombang
yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada rongga
mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut,
akan berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan dari
lidah. Lidah amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran makanan
yang bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih
dalam potongan besar ke bagian oklusal untuk pereduksian lebih lanjut.
Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai
pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini.
4
I.2.1 Nukleus Trigeminal Sensorik
Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada
di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi
rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik principal
(kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama) dan sisanya
adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral ke
kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis.
Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus.
Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending,
atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk
traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori
utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus
spinal trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson
kolateral meninggalkan traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori
untuk membentuk sumbu terminal pada beberapa nucleus dengan tingkat
yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut dan wajah berakhir
di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih lateral.
Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit
neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi
neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain;
dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik.
Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi,
subnukleus oralis terdiri dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial,
dan garis batas. Divisi ventrolateral terdiri dari interneuron dan 2 populasi
neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang
mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi
dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan
grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal
medullar.
Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal
motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial, serta oleh
5
akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat dibedakan
dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan
rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal,
panjang, dan lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus
utama adalah adanya sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus
spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan electron menunjukkan
adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar pada nucleus
sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit
primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung
dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi
batas nucleus.
6
berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang
berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan intraselular dan
ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi menunjukkan bahwa input
sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda.
Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup
rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas
neural yang memulai mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan
menghambat otot penutup rahang dan meningkatkan aktivitas otot
pembuka rahang.
Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit
dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas
nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara dendrite
motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial nucleus motorik.
Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro
nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme
reflek mastikasi.
7
dalam nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai
motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot
bibir bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-
otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuron pada
kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara
motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas
berada di subdivisi yang sama yang mengandung soma, tapi terkadang
meluas di luar batas nucleus fasial motorik.
8
mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh
stimulasi dari strukur orofacial.
Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam,
termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam
gerak refleks orofacial ini terdapat sekurang-kurangnya satu motor
nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila
dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai
contohnya proses penelanan).
Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak
refleks pada jaw-closing dan refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan
mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujung dagu ini, muscle spindle
pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input sensori yang
akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6
detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi
pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output
berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu
terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak
knee-jerk refleks dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks
monosynaptic). Input refleks jaw-closing selain muscle spindle adalah
stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan refleks jaw-
closing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan
anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang bawah menurunkan
input tapi tidak menghentikan refleks.
Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament
periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan
eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing. Proses ini
tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurang-kurangnya satu
interneuron bekerja.
Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang
menyokong otot jaw-closing dan jaw-opening. Begitu kompleks proses
terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi dihasilkan dari
9
generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat dibantu dengan
input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan
frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi.
Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti
menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron α yang mengontrol otot
masseter (jaw-closing) dan digastrics (jaw-opening). Motoneuron
masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (inhibisi) saat
fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan
tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing.
II Penelanan
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai
proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process
of taking food into the body through the mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi
dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama
yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang
otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari
rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada
deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus
makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.
10
untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran
yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Proses ini
bertahan kira-kira 0.5 detik
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring
segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan
bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah
terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah
menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding
posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring
terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
11
Peranan saraf kranial fase oral
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Bibir n. V.2 (mandibularis), n.V.3n. VII : m.orbikularis oris, m.levator
(lingualis) labius oris, m. depressor labius,
m.mentalis
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII
sebagai serabut efferen (motorik).
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X
dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat,
kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup
daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan
aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
12
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.
Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor
faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah
yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus
esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan
bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal
esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk
menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.
13
m.konstriktor faring sup, m.konstriktor
ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
n.rekuren (n.X)
Laring n.IX :m.stilofaring
n.X
Esofagus n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen.
14
m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot
longitudinal esofagus bagian superior.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun
karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-
otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
15
1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke
dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan
perintah.
2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang
otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi
utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus
ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor
neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah
16
III Berbicara
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk
menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian
penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang
berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang
dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic
bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem
percakapan.
17
cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi.
Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial
dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara
yang dikenal sebagai bicara
18
III.1.2 Vocal Tract
Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section
dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross
section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang,
lidah, dan velum(soft palate). Perangkap (trap-door action) yang dibuat
sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity yang
berpartisipasi dalam speech production- nasal tract. Nasal cavity memiliki
panjang sekitar 12 cm dan luas 60 cm3.
Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara
yang melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai
filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan
resonansi akustik dari vocal tract
19
Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut
dimodifikasi untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses
resonansi dan artikulasi
Dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi suara
dasar disaring. Kualitas akhir dari suara tergantung dari ukuran dan
bentuk berbagai cavitas yang berhubungan dengan mulut dan hidung.
Bentuk dari beberapa cavitas ini bisa diubah oleh berbagai macam
aktivitas bagian yang dapat bergerak dari pharynx dan cavitas oral.
Cavitas yang berhubungan dengan dengan hidung adalah cavitas nasal,
sinus, dan nasopharynx. Nasopharynx dengan cepat berubah-ubah dan
variasi ini dihasilkan oleh kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari
palatum lunak.
Cavitas yang berhubungan dengan mulut adalah cavitas oral dan
oropharynx. Kedua cavitas ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari otot-
otot. Semua cavitas ini mengambil dan memperkuat suara fundamental
yang dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi ini dikenal dengan
sebutan resonansi. Pergerakan dari palatum lunak, laring, dan pharynx
membuat manusia dapat mencapai keseimbangan yang baik antara
resonansi oral dan nasal yang akhirnya menjadi karakteristik dari suara
tiap-tiap individu.
Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh
pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal
dalam kordinasi dengan respirasi dan phonasi
Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah
bentuk dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga
mulut. Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang
ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk
dari gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan.
Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf “p” dan “b”.
Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat
pengucapan huruf “t” dan “d”.
20
Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan
hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang
hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika
kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke.
Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja
dengan sedikit konsonan.
Disamping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat
menghasilkan dua macam suara-suara yang tak terdengar: fricative
sounds dan plosive sounds.
Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s,sh, f, dan th, yang
dihasilkan ketika traktus vokal setengah tertutup pada beberapa titik dan
udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi
untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan
sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tidak
sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture.
Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika traktus
vokal tertutup seluruhnya ( biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan
tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka dengan
tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v dan z yang
terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara.
Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan
dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan
mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang respiratosy,
laringeal, dan sistem orofacial.
III.2 Vokalisasi
21
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring
ke arah tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya
oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri.
Gambar 37-10B menggambarkan pita suara. Selama pernapasan
normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama
fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara
mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama
ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan
pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya.
Gambar 37-10A memperlihatkan irisan pita suara setelah
mengangkat tepi mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat
ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini
melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang
menonjol dari permukaan anterior leher dan (Adam’s Apple”). Di posterior,
ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago
aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini kemudian berartikulasi
pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago krikoid.
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan
atau oleh rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot-
22
otot dari kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid.
Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligamen
vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke
arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara.
Pemisahan otot-otot ini juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi
pita suara, menajamkannya untuk menghasilkan bunyi dengan nada tinggi
dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass).
Akhirnya, masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot laringeal
kecil yang terletak di antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid, yang
dapat merotasikan kartilago ini ke arah dalam atau ke arah luar atau
mendorong dasarnya bersama-sama atau memisahkannya, untuk
menghasilkan berbagai konfigurasi pita suara.
23
buta kata-kata (disleksia). Studi dari afasia ini mempunyai peran penting
pada pemahaman neural basis dari bahasa. Penyebab paling sering ialah
trauma kepala (head trauma). Penyebab selanjutnya ialah stroke: 40%
major vascular events pada hemisfer cerebral yang mengakibatkan
language disorders.
Afasia anomik (Anomic aphasia)
Pada afasia ini, satu-satunya gangguan ialah pada
kemampuan untuk menemukan kata-kata yang benar. Ini
merupakan bentuk afasia yang tidak biasa. Akan tetapi, biasanya
merupakan lesi pada aspek posterior dari lobus temporal inferior
kiri, dekat dengan garis temporal-occipital.
Afasia Wernicke dan Afasia Global
Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan
ataupun kata-kata yang dituliskan namun tak mampu
menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan walaupun saat
mendengar music atau suara nonverbal akan normal. Biasanya
pasien berbicara sangat cepat baik ritme, grammar, dan artikulasi.
Apabila tidak benar-benar didengarkan, akan terdengar hampir
normal. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang
terdapat di bagian posterior hemisfer dominan girus temporalis
superior mengalami kerusakan. Oleh karena itu, tipe afasia ini
disebut afasia Wernicke.
Bila lesi pada are Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke
belakang ke region girus angular, (2) ke inferior ke area bawah
lobus temporalis, (3) ke superior ke tepi superior fisura sylvian dari
hemisfer kiri, maka penderita tampak seperti benar-benar
terbelakang secara total (totally demented) untuk mengerti bahasa
atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia
global.
Transcortical sensory aphasia
24
Merupakan pemutusan area Wernicke dari posterior parietal
temporal association area. Hal ini menyebabkan fluent aphasia
dengan kurangnya pemahaman dan juga kecacatan saat berpikir
ataupun mengingat arti dari suatu tanda atau kata-kata. Pasien
tidak dapat membaca, menulis dan juga ditandai dengan
kesusahannya mendapat kata-kata, tetapi dapat mengulang apa
yang telah dibicarakan dengan mudah dan fasih.
25
fasial premotorik korteks (kira-kira 95% kelainannya di hemisfer
kiri). Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk
mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya
yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.
Artikulasi
Berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan
sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan
perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Regio fasial dan
laryngeal korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum,
ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu
mengatur urutan dan intensitas kontraksi otot, dengan mekanisme
umpan balik serebelar dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan setiap
regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atatu total
untuk berbicara dengan jelas.
Lesi yang tidak mempengaruhi cerebral cortex, khususnya lesi
vascular pada basal ganglia dan thalamus, dapat juga menyebabkan
afasia yang disebut afasia subcortical.
Lesi kecil pada otak dapat merusak kemampuan untuk membaca
dan/atau menulis, tanpa menganggu bicara ataupun fungsi kognitif
lainnya. Alexia (ketidakmampuan untuk membaca) dengan agraphia
(ketidakmampuan menulis) berhubungan dengan lesi kortex pada lobus
parietal kiri, dibelakang cortex area auditorik. Alexia tanpa agraphia
berhubungan dengan lobus occipital kiri.
26
dalam nucleus ambiguus. Neuron yang bertanggung jawab untuk kontrol
pergerakan artikulator terlokalisasi dalam nukleus motorik trigeminal,
nukleus facial, rostal nucleus ambiguus, nucleus hipoglosal, dan corda
spinalis servical atas. Demikian, bahkan pada tingkat kontrol efferen
kontrksi otot (jalur final) yang umum, vokalisasi melibatkan suatu satuan
ekstensive pada motoneuron yang bersambung dari pons ke corda
spinalis.
Transeksi pusat otak diatas nucleus motorik trigeminal pada hewan
mengakibatkan hewan” ini bisu. Karena itu, pertukaran informasi sraf
antara nuclei motor cranial, motoneuron respiratorius spinalis, dan
informasi somato sensorik yang memasuki batang otak bawah dan corda
spinalis tidak cukup u8ntuk menginisiai vokalisasi. Input koordinasi dari
pusat cerebral yang lebih tinggi diperlukan. Dengan beberapa penelitian
behavioral yang hati” pada produksi bahasa, para neurologis telah
mendeskripsikan beberapa aphasia yang biasanya terlibat dalam area
berbeda di hemisver otak. Salah satu aphasia yang paling awal,
wernicke’s aphasia, yang mana pasien dapat berbicara sangat cepat,
tanpa peduli irama, pola kalimat, dan artikulasi. Kata”, jika tidak
didengarkan secara baik”, dapat terdenga hampir normal. Pasien gagal
menggunakan kata” yang benar dan justur menggunakan frase
circumlacutory. Karakteristik lain parafrasia, yang mana satu kata atau
frase disubsitusi untuk yang lain, terkadang pada makasud yang terkait,
ataupun tidak terkait. Pasien ini dapat memiliki kehilangan percakapan
yang parah walaupun pendengaran suara non verbal dan musik bisa jadi
sepenuhnya normal. Lesi saraf ini berhubungan dengan gangguan
linguistik asosiasi seperti ketidak mampuan membaca (aleksia) dan
ketidak mampuan menulis (agrafia).
Pada Broca’s apasia , kata-kata terjadi secara perlahan, artikulasi
tidak rapi, dan kata” gramatikal kecil dan akhiran huruf mati dan kata kerja
bersambung jadi kata-kata diucapkan memiliki gaya telegrafik. Lesi ini
terlokalisasi dalam zona bahasa anterior, dan bukan lesi kombinasi.
27
Conduction aphasia, menyerupai Wernicke’s aphasia pada
keberadaan kata” yang kebanyakan normal dan lancar tapi repetisi yang
buruk, juga kompensasi auditori yang baik. Lesi ini mengkompromisasi
struktur yang cecara normal mentransfer informasi auditori ke sistem
motor, langkah fisiologis diperlukan untuk tindakan mengulangi kalimat.
Pasien dengan global aphasia tidak dapat berbicara atau
memahami bahasa. Mereka tidak dapat membaca, menulis, mengulangi,
atau menyebutkan nama barang-barang. Lesi ini ektensive dan yang
secara esensial di suplai oleh cabang cortical pada arteri tengah otak
mengarahnkan semua perisylvian territory pada hemisver kiri.
Pada anomic aphasia, satu-satunya gangguan adalah dalam
menemukan kata” yang tepat. Ini adalah bentuk aphasia yang tidak biasa
yang secara khas mengikuti lesi di aspek posterior lobus temporalis
inferior kiri, dekat border temporal-occipital.
Transcortical motor aphasia dihasilkan dari lesi yang memutuskan
hubungan area broca’s dari cortex motori suplementer. Pasien akan
melakukan percakapan tapi hanya dapat mengucapkan sedikit syllables.
Transcortical sensory mengikuti diskoneksi dari Wernicke’s area
pada area asosiasi temporal parietal posterior. Ini menyebabkan aphasia
lancar dengan pemahaman yang defektif, dan defek dalam berfikir atau
mengingat maksud sinyal dan tanda-tanda.
Pasien tidak bisa membaca dan menulis dan juga memiliki
kesulitan dalam menemukan kata-kata tapi dapat mengulangi kata-kata
verbal secara mudah dan lancar.
Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral, biasanya lesi
vaskuler dalam ganglia basalis dan talamus, dapat juga dihasilkan dalam
aphasia yang biasanya disebut subcortical aphasia.
28
Kerusakan di area korespondensi di sisi lain otak meninggalkan
kemampuan berbahasa yang utuh. Hanya sedikit keruskan di hemisfer
kanan otak menyebabkan kerusakan bahasa. 97% dari mereka memiliki
kerusakan di hemisver kiri otaknya. Kontrol unilateral pada fungsi tertentu
disebut dominasi cerebral.
Tanda bahasa juga menyediakan pengertian untuk produksi
bahasa. Tidak seperti kata-kata, penandaan terdiri atas serangkaian
bahasa tubuh yang di interpretasikan oleh sistem visual daripada sistem
auditorial. Pengertian tanda juga dilokalisasi dihemisver kiri. Lesi pada
otak kiri menyebabkan individu tuli menjadi aphasic pada bahasa tanda.
29
yang meninggalkan hanya satu keutuhan. Area-area terpisah ini juga
dijelaskan sebagai yang memegang taspek-aspek tata bahasa berbeda.
Berdasarkan penelitian ini yang lainnya, teori para connectionist telah
digantikan oleh teori moduler dimana bahasa diproses secara paralel
dengan banyak area berbeda yang bertanggung jawab untuk tugas-tugas
kognitif yang berbeda.
30