Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Kehamilan pada manusia merupakan kejadian fisiologis luar biasa, dimulai dengan penerimaan allograf janin, pemenuhan nutrisi dan

perkembangan janin, serta bila suatu saat sudah mampu bertahan hidup di luar uterus, timbullah proses persalinan untuk melahirkan janin tersebut. Persalinan merupakan hasil kerjasama yang kompleks faktor ibu dan janin
(Cunningham 2008)

Dalam kehamilan, progesteron berada dalam keseimbangan dinamis dengan estrogen dalam mengendalikan aktivitas uterus. Penelitian dewasa ini menemukan bahwa estrogen melawan kerja progesteron dengan memicu perubahan fisik dan biokimia pada uterus dan selaput ketuban yang diperlukan untuk persalinan dan kelahiran. Secara umum, estrogen meningkatkan kapasitas kontraktil dan eksitabilitas miometrium dengan cara meningkatkan ekspresi gen protein yang berhubungan dengan kontraksi (CAPs) serta merangsang pembentukan gap junction dan sintesa reseptor oksitosin dalam miometrium. Konsentrasi reseptor oksitosin menentukan sensitivitas miometrium terhadap oksitosin.( Michael, 2007, Mesiano, 2009) Perubahan endokrin dan metabolik yang terjadi selama kehamilan merupakan akibat langsung dari sinyal hormon yang dihasilkan unit plasentajanin. Permulaan dan perkembangan kehamilan tergantung dari interaksi neuronal dan faktor hormonal. Pengaturan neuroendokrin di dalam plasenta, pada janin dan kompartemen ibu sangat penting dalam mengarahkan pertumbuhan janin dan perkembangannya.(Anwar 2005) Konsep fetus, plasenta, dan maternal sebagai suatu unit fungsional telah dimulai sejak tahun 1950-an. Dikenal sebagai fetal-plasental unit, yang membentuk suatu sistem endokrin yang unik yang memproduksi sejumlah besar hormon, termasuk hormon estrogen dan progesteron. Hormon-hormon

ini disintesis dan dimetabolisme dalam jalur yang kompleks melibatkan janin, plasenta dan ibu. Hormon progesteron adalah hormon steroid wanita yang terutama dibentuk di dalam folikel dan plasenta. Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, dan juga berfungsi untuk mempertahankan (maintenance) kehamilan.
(Kristanto 2004)

Mengingat pentingnya peran progesteron pada reproduksi manusia, maka tidak mengherankan jika suplemen progesteron eksogen menjadi elemen regimen terapi yang lazim pada infertilitas, terutama dalam kaitannya dengan teknologi reproduksi berbantu. Suplementasi progesteron paling penting adalah pada 5 minggu pertama kehamilan (kehamilan 7 minggu) dan hampir dipastikan tidak diperlukan pada 7 minggu setelah konsepsi (kehamilan 9 minggu). (ASRM 2008) Penulisan refrat akan menjelaskan dan memberikan pemahaman mengenai peranan hormon progesteron dalam kehamilan awal.

BAB II HORMON PROGESTERON


Semua hormon-hormon steroid pada dasarnya memiliki struktur yang sama, hanya saja mempunyai sedikit perbedaan kimiawi yang

mengakibatkan terjadinya perbedaan aktivitas biokimiawi. Struktur dasarnya adalah molekul siklopentanolperhidrofenantren, molekul ini terdiri dari 3 buah cincin dari 6 atom karbon dan sebuah cincin dari 5 atom karbon. Cincin dasar ini ditandai dengan huruf A,B,C, dan D, sedangkan atom karbon diberi angka (gambar 1). (Speroff 2000)

Gambar 1. Struktur dasar molekul siklopentanolperhidrofenantren

Hormon steroid seks dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan jumlah atom karbon yang dimiliki (gambar 2). 1. Seri karbon 21, struktur dasarnya adalah nucleus pregnane, termasuk disini kortikoid dan progestin 2. Seri karbon 19, struktur dasarnya adalah nukleus androstane termasuk disini hormon androgen 3. Seri karbon 18, struktur dasarnya adalah nukleus estrange termasuk disini hormon estrogen. (Kristanto 2004 , Anwar 2005, )

Penamaan dari hormon steroid ini menggunakan jumlah atom karbon yang ada, nama dasarnya didahului dengan jumlah yang menunjukkan posisi dari ikatan rangkap, nama-nama tersebut menunjukkan posisi dari ikatan rangkap, nama-nama tersebut menunjukkan apakah terdapat 1, 2 atau 3 ikatan yaitu : - ene, dan diene, -triene. Derivat estrange memiliki 3 bentuk, yaitu estron, estradiol, dan estriol. Setelah nama dasar diikuti dengan nama kelompok hidroksi yang ditunjukkan dengan jumlah rantai karbon yang terikat, 1, 2 atau 3 kelompok hidroksi yaitu : - ol, - diol, - triol. Kemudian group keton menyusul dipaling akhir dengan nama sesuai jumlah karbon yang terikat 1, 2 atau 3 yaitu : one, - dione dan trione. (Speroff 2000) Selama kehamilan, sejumlah besar hormon steroid diproduksi oleh plasenta. Dua hormon steroid utama adalah progesteron yang berfungsi mempertahankan kehamilan dan estrogen yang berguna untuk pertumbuhan organ-organ reproduksi.

Gambar 2. Sintesis hormon steroid Dikutip dari Wikipedia

Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid dengan 10 atom C yang secara fisiologik sebagian besar diproduksi oleh kelenjar endokrin sistem reproduksi wanita. Estrogen terdiri dari estron (E1), estradiol (E2), dan estriol (E3). Bentuk utama pada kehamilan adalah estriol. Pada wanita tidak hamil estriol tidak disekresi oleh ovarium, tapi 90% bentuk estrogen ini ditemukan dalam urin wanita hamil dalam bentuk terkonjugasi dengan sulfat dan glukuronad. Kadar serum estriol maternal meningkat 12 sampai 20 mg/ml saat kehamilan aterm. (Cunningham 2008 , Creasy 2009) Didalam sirkulasi darah, estrogen terdapat dalam bentuk terikat dan tidak terikat, sebagian besar estrogen terikat pada globulin (69%), sebuah karier protein yang diketahui sebagai seks hormon binding globulin (SHBG), 30% bagian lainnya terikat globulin dan sisanya sekitar 2-3% terlepas bebas.
(Malik 2007)

Hormon progesteron adalah hormon steroid wanita dengan 21 atom C yang terutama dibentuk di dalam folikel dan plasenta. Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, sehingga merupakan syarat mutlak untuk konsepsi dan implantasi. Progesteron terutama dihasilkan oleh korpus luteum sampai usia kehamilan 10 minggu. Pada masa awal kehamilan (6-7 minggu) progesteron dari korpus luteum ini sangat diperlukan untuk mempertahankan kehamilan, sehingga jika pada masa ini dilakukan ablasi korpus luteum misalnya dengan ovariektomi maka akan terjadi penurunan steroidogenesis dan akan berakhir dengan abortus. Setelah masa transisi (antara minggu ke 7 dan 11), dalam mengasilkan

plasenta mengambil alih peran korpus luteum progesteron.( Kristanto 2004 , Anwar 2005, Cunningham 2008)

Gambar 3. Pergantian produksi progesteron dari korpus luteum ke plasenta Dikutip dari Creasy & Resnik 2009

Sintesis progesteron plasenta sangat tergantung dari hubungan antara maternal dan plasenta tetapi sama sekali tidak tergantung prekursor dari janin. Sumber utamanya adalah kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein). Kolesterol LDL ini masuk ke dalam sitoplasma sel-sel tropoblas dengan cara endositosis setelah sebelumnya berikatan dengan reseptor membran sel yang spesifik. Vesikel yang mengandung kompleks kolesterol LDL-reseptor ini kemudian bergabung dengan lisosom dan mengalami hidrolisis sehingga kolesterol dilepaskan dan reseptor kembali menjalankan fungsinya lagi (recycled). Di dalam mitokondria, kolesterol dipecah dengan cara hidroksilasi oleh enzim P450 sitokrom (P450scc) menjadi pregnenolon yang kemudian dibentuk menjadi progesteron oleh 3-hidroksisteroid dehidrogenase.
2004 , Cunningham 2008, Creasy 2009)

(Kristanto

Sebagian besar (90%) progesteron yang dihasilkan akan disekresikan ke dalam sirkulasi maternal tetapi kadar dalam sirkulasi maternal ini lebih rendah bila dibanding dengan kadar progesteron plasma janin. Sebagian besar progesteron pada sirkulasi maternal dimetabolisme menjadi

pregnanediol dan diekskresikan dalam bentuk glukuronid melalui urin.


Cunningham 2008, Creasy 2009

Gambar 4. Sintesa progesteron Dikutip dari Speroff

Pada usia kehamilan aterm plasenta menghasilkan progesteron + 210 mg/hari. Kadar progesteron plasma maternal meningkat secara linier dari 40 ng/ml (trimester 1) sampai lebih dari 175 ng/ml (trimester 3). Sebagai perbandingan, pada fase folikular, produksi progesteron mencapai 2,5 mg/hari. Pada fase luteal 25 mg/hari. (Kristanto 2004 , Creasy 2009)

Gambar 5. Kadar progesteron selama kehamilan Dikutip dari Speroff

Progesterone adalah hormon steroid yang paling penting pada proses implantasi embryo manusia sampai berfungsinya placenta, sementara estrogen berperan sebagai faktor pendukung, bukan merupakan faktor yang esensial (Chek, 2002). Maka dari itu pada terapi dukungan fase luteal (luteal phase support) untuk stimulasi ovarium, progesterone sering digunakan sebagai preparat tersendiri tanpa estrogen. Pendekatan tersebut tidak dapat menunjukkan peran yang petensial dari estrogen pada periode preimplantasi. Pada wanita hamil telah terjadi perubahan hormonal yang sangat signifikan, ditunjukkan dengan kenaikan kadar estradiol dan progesteron segara terjadinya fertilisasi dan implantasi. Kenaikan kadar estradiol dalam kehamilan akan menyebebkan terjadinya hipertrofi uterus dan perkembangan placenta serta fetus. Sedang kenaikan kadar progesrteron sangat penting

dalam proses adesi dan implantasi pada awal kehamilan serta mencegah laktasi dan kontraksi myometrial pada kehamilan. Pada kasus-kasus dengan abortus spontan didapatkan kadar

estrogen, progesteron, fibrinogen dan antigen faktor VII rendah dibandingan dengan kontrol, namun demikian hubungan antara faktor-faktor coagulasi dengan abortus spontan menurun setelah di-just dengan progesteron. Hal ini membuktiokan bahwa progesteron menjadi modulator hubungan antara konsentrasi yang rendah dari faktor-2 coagulasi dengan abortus spontan, sehingga progesteron tampaknya menjadi marker utama untuk terjadinya

abortus spontan pada wanita ( Nelson et al, 2002). Plasenta bergantung pada kolesterol ibu sebagai substratnya untuk produksi progesteron. Enzim-enzim plasenta memisahkan rantai samping kolesterol, menghasilkan pregnenolon yang selanjutnya mengalami

isomerisasi parsial menjadi progesteron; 250-350 mg progesteron diproduksi setiap harinya sebelum trimester ketiga dan sebagian besar akan masuk ke dalam sirkulasi ibu. Kadar progesteron plasma ibu meningkat progresif selama kehamilan dan tampaknya tidak tergantung pada faktor-faktor yang normalnya mengatur sintesis dan sekresi steroid. Jika hCG eksogen meningkatkan produksi progesteron pada kehamilan,maka hipofisektomi tidak memiliki efek. Pemberian ACTH atau kortisol tidak mempengaruhi kadar progesteron, demikian juga adrenalektomi atau ooforektomi setelah minggu ketujuh.

BAB III FUNGSI PROGESTERON


A. Prakonsepsi dan Implantasi Proses implantasi blastokis dalam endometrium menyangkut serangkaian kejadian yang kompleks. Implantasi membutuhkan

perkembangan konseptus yang sinkron dengan reseptivitas uterus, dimulai dengan aposisi, adesi dan invasi yang diikuti dengan transformasi endometrium ke jaringan disidua, sampai terbentuknya placenta yang sempurna. Proses implantasi tersebut merupakan kejadian yang paling kritis dalam pertumbuhan kehamilan. (Cunningham 2008) Pada manusia diperkirakan antara 30-70% konseptus atau hasil konsepsi hilang sebelum atau saat terjadinya implantasi tanpa wanita menyadari bahwa dirinya sudah hamil. Konseptus yang hilang tersebut 50% disebabkan oleh karena terjadinya defect genetik pada sedangkan yang 50% lagi tidak diketahui sebabnya. Pada berbagai macam spesies telah dibuktikan bahwa kebutuhan sinkronisasi antara perkembangan embrional dan perkembangan

endometrium diperlukan. Untuk keberhasilan implantasi, interaksi atau sinkronisasi antara embrio dan endometrium telah dimulai pada saat embrio dan endometrium mencapai perkembangan pada stadium yang optimal yaitu embrio pada stadium blastokist dan endometrium pada stadium reseptivitas. Pada penelitian-penelitian binatang yang dilakukan percobaan embrio transfer menunjukkan secara jelas bahwa angka implantasi tertinggi didapatkan bila siklus reproduksi dari embrio donor sinkron dengan siklus penerima. Sinkronisasi uterus dan blastokis dapat dicapai melalui pengaruh hormon ovarium progesteron dan estrogen. Progesteron akan memacu terjadinya pre-reseptive stage yang responsif terhadap estrogen. Dalam uterus, estrogen atau estradiol akan terikat pada reseptornya dan
10

menyebabkan terjadinya reseptivitas uterus. Hal tersebut akan menjadi pendorong uterus untuk memproduksi growth factors seperti epidermal growth factors (EGF), heparin-binding EGF (HB-EGF), dan leukemia inhibiting factor (LIF). (Gilbert, 2003). Estrogen berfungsi sebagai perangsang sintesis DNA melalui RNA, pembentuk mRNA (messenger RNA), sehingga terjadi peningkatan sintesis protein. Selain itu terhadap endometrium, estradiol memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot uterus. Produksi estradiol yang kian meningkat pada fase folikuler akan meninggikan sekresi getah serviks dan mengubah konsentrasi getah pada saat ovulasi menjadi encer dan bening, sehingga memudahkan penyesuaian,

memperlancar perjalanan spermatozoa dan meninggikan kelangsungan hidupnya. Pada vagina, estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan produksi getah dan meningkatkan kadar glikogen, sehingga terjadi peningkatan produksi asam laktat. Nilai pH menjadi rendah, dan memperkecil kemungkinan terjadi infeksi. Pada ovarium, estradiol memicu sintesis selain reseptor FSH di dalam sel-sel granula, juga reseptor LH di sel-sel teka. Estradiol juga merangsang pertumbuhan dan menambah aktivitas otot-otot tuba fallopii, dan menyebabkan pertumbuhan sebagian lobuli-alveoli dan saluran glandula mammae. (Cunningham 2008) Progesteron berfungsi mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, sehingga merupakan syarat mutlak untuk konsepsi dan inplantasi. Semua fungsi progesteron terjadi karena ada pengaruh estradiol sebelumnya, karena estradiol mensintesis reseptor progesteron. Terhadap endometrium, progesteron menyebabkan perubahan sekretorik. Perubahan ini mencapai puncaknya pada hari ke 22 siklus haid normal. Di bawah pengaruh peogesteron selama fase luteal, jumlah getah serviks berkurang dan molekul-molekul besar membentuk jala tebal, sehingga merupakan sawar yang tidak dapat dilintasi spermatozoa. Bersamaan dengan itu, portio dan serviks menjadi sangat sempit, getah serviks

11

menjadi

kental

dan

daya

membenang

menghilang.

Progesteron

menurunkan tonus miometrium, sehingga kontraksi berjalan lambat. Dalam kehamilan bermanfaat karena membuat uterus menjadi tenang.

Peningkatan suhu basal badan segera setelah ovulasi disebabkan oleh adanya fungsi termogenik progesteron terhadap pusat pengaturan panas di hipotalamus. Progesteron merangsang pertumbuhan asini dan lobuli glandula mammae, mencegah pengaruh prolaktin dalam sentesis laktalbumin, merangsang natriuresis dan sebaliknya menambah produksi aldosteron. (Anwar 2005) Progesteron yang dihasilkan konseptus berpengaruh pada motilitas tuba pada saat konseptus dibawa ke uterus. Progesteron dengan pengaruh katekolamin dan prostaglandin dipercaya melemaskan otot utero-tuba. Lebih jauh lagi, progesteron diduga memegang peranan penting pada saat transportasi embrio tuba uterus ke rongga uterus karena ditemukan adanya reseptor progesteron dalam kadar yang tinggi pada mukosa 1/3 distal tuba fallopi. Estradiol, juga dihasilkan oleh struktur ini, bisa menyeimbangkan pengaruh progesteron pada keadaan motilitas dan tonus tuba tertentu yang diharapkan. Progesteron mengantagonis estrogen meningkatkan aliran darah pada uterus melalui penurunan reseptor estrogen dalam sitoplasma. Anwar 2005

B. Kehamilan Awal Progesteron perlu untuk pemeliharaan kehamilan. Produksi

progesteron dari korpus luteum yang tidak mencukupi turut berperan dalam kegagalan implantasi,15 dan defisiensi fase luteal telah dikaitkan dengan beberapa kasus infertilitas dan keguguran berulang. Lebih jauh, progesteron juga berperanan dalam mempertahankan keadaan

miometrium yang relatif tenang. Progesteron juga dapat berperan sebagai obat imunosupresif pada beberapa sistem dan menghambat penolakan jaringan perantara sel T. Jadi kadar progesteron lokal yang tinggi dapat

12

membantu toleransi imunologik uterus terhadap jaringan trofoblas embrio yang menginvasinya. (Anwar 2005) Secara fisiologik dua minggu setelah terjadinya fertilisasi, konseptus akan mensisntesis dan mengsekresikan hormone hCG (hormone

chorionic gonadotropi) yang akan memelihara aktivitas progestogenik dari Corpus luteum; dan dalam 2-3 minggu berikutnya konseptus juga akan mensintesis semua hormon steroid yang diperlukan untuk kehamilan. Meskipun corpus luteum tetap aktip selama kehamilan, fungsinya sangat menurun setelah kehamilan 4-5 minggu dan dalam pengeluaran progesteron total fungsinya menjadi tidak signifikan. Namun demikian masih didapatkan kadar progesteron dalam darah yang tinggi pada wanita hamil oleh karena adanya sekresi progesteron yang exklusif dari komponen extra embrionaldari konseptus. Hal ini ditunjukkan pada kehamilan yang patologk , misalnya pada mola hydatidosa, meskipun tanpa adanya jaringan embrional masih terdapat progesteron walaupun kadarnya sedikit lebih rendah dibanding pada kehamilan normal. Penelitian klinik menunjukkan bahwa pada pasien-pasien yang telah diangkat ovariumnya pada kehamilan awal oleh karena sebab tertentu menunjukkan bahwa placenta mampu mensintesis progesteron yang cukup untuk menyokong kehamilan 5-6 minggu. Tampaknya trofoblas sendiri juga merupakan sumber penghasil progesteron. (Kristanto 2004) Sekresi progesteron pada akhir kehamilan mencapai 200 mg/hari dan konsentrasinya dalam darah meningkat. Meningkatnya konsentrasi progesteron tersebut berkaitan dengan kenaikan transcortin sampai 3

kalinya sehingga akan meningkatkan proporsi progesteron yang terikat dalam plasma darah. Sedang kenaikan transcortin sendiri dipicu oleh efek langsung estrogen di hepar. Akibat kenaikan transcortin juga akan menyebabkan terjadinya kenaikan kadar kortisol dalam kehamilan. Pada kehamilan normal terdapat periode plateau (luteal-placental shift) yaitu sedikit penurunan konsentrasi progesteron dalam darah pada

13

kehamilan 6-9 minggu. Keadaan plateau tersebut disebabkan oleh karena turunnya kadar 17-hydroxy progesterone yaitu pgesteron yang dihasilkan oleh ovarium digantikan dengan progesteron yang dihasilkan oleh plasenta. Maka dari itu setelah kehamilan 6-9 minggu placenta akan mengambil alih dukungan utama progestogenik dalam kehamilan. Pregnenolone dan progesteron melalui plecenta masuk dalam sirkulasi darah ibu sehingga konsentrasinya dalam pembuluh darah tali pusat fetus dan ibu meningkat. Hasil metabolit utama dari progesteron adalah pregnandiol, namun demikian pemeriksaan kadar prenandiol pada urine wanita hamil tidak dapat dipakai sebagai indikator untuk

menunjukkan kesehatan janin oleh karena janin sendiri tidak berperan dalam sintesis progesteron. (Anwar 2005) Konseptus tidak hanya mensekresi progesteron selama kehamilan, tetapi juga mensekresi estrogen dalam kadar yang tinggi, namun demikian estrogen pada kehamilan bukanlah dalam bentuk estradiol 17 tetapi dalam bentuk estriol yaitu sutau estrogen yang potensinya lemah. Dalam hubungannya dengan kehamilan, estrogen berfungsi untuk meningkatkan sintesis progesteron melalui peningkatan uptake LDL dan aktifitas P450scc sinsisiotrofoblas. kardiovaskuler uteroplasenter, Estrogen maternal stimulasi juga berpengaruh terhadap sitem sirkulasi dan

yaitu

menyebabkan

vasodilatasi

sistem

ReninAngiotensin-Aldosteron

(kemungkinan) neovaskularisasi plasenta. Estrogen juga meningkatkan kontraktilitas uterus dan mempunyai efek mitogenik terhadap pertumbuhan dan perkembangan glandula mammae.
(Kristanto 2004 , Cunningham 2008)

Selama kehamilan, ukuran uterus meningkat untuk mengakomodasi perkembangan hasil konsepsi yang dilakukan dengan jalan hiperplasia (meningkatkan jumlah sel), hipertrofi sel otot (meningkatkan ukuran sel) dan meregangkan uterus. Selama kehamilan, uterus tumbuh dari berat 60 gram sampai 1200 gram (20x lipat dibanding wanita tidak hamil), sedangkan volumenya meningkat dari 10 cc sampai 2-10 liter cairan. Speroff

14

Mekanisme kerja progesteron adalah berikatan dengan reseptor spesifik yang kemudian berinteraksi dengan DNA genom. Reseptorreseptor ini telah dikenali dan ditemukan pada inti dan sitoplasma sel sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas serta sel-sel endotel desidua pada awal kehamilan. Reseptor progesteron juga ditemukan pada sel limfosit wanita hamil (tetapi tidak pada limfosit wanita tidak hamil), sel natural killer (NK) dan limfosit T CD8 plasenta sehingga diketahui bahwa progesteron juga mempunyai fungsi imunosupresif tetapi fungsi ini lebih mempunyai efek lokal pada uterus dari pada efek secara sistemik. (Kristanto 2004 , Malik 2007) Progesteron juga diduga berperan dalam mempertahankan rasio Th 1/ Th 2 helper T-lymphocyte. Rasio yang tinggi umumnya dikaitkan dengan keberhasilan kehamilan sedangkan rasio yang rendah sering dihubungkan dengan abortus berulang dan penyakit autoimun. Progesteron juga meningkatkan produksi faktor-faktor uterus yang menghambat

blastogenesis limfosit dan produksi sitokin, mengatur populasi limfosit fetoplasental dan meningkatkan prekursor limfosit B sumsum tulang yang mengalami pengurangan akibat pengaruh estrogen.
(Kristanto 2004 , Malik 2007)

Fungsi progesteron yang lain adalah terhadap otot polos yaitu terutama mempertahankan keadaan tenang (quiescence) uterus dengan cara mempertahankan keadaan afinitas adrenergik miometrium sehingga yang tinggi dari reseptor 2cAMP meningkat dan

produksi

menghambat fosforilase myosin. Progesteron juga berpengaruh pada muskuler tuba seperti halnya berpengaruh pada motilitas gastrointestinal. Juga berpengaruh terhadap otot polos arterioler sehingga kapasitas vaskuler meningkat dan tahanan perifer menurun. Progesteron plasenta juga berperan selaku substrat bagi produksi glikokortikoid dan mineralokortikoid oleh adrenal janin. (Anwar 2005) Pengukuran kadar progesteron dapat digunakan sebagai prediktor yang reliabel untuk menentukan viabilitas kehamilan bila terjadi ancaman abortus pada usia kehamilan kurang dari 77 hari. Kadar terendah

15

progesteron pada awal kehamilan yang diperkirakan dapat menjaga kelangsungan kehamilan adalah 5,1 ng/ml. Jika pada pengukuran kadar serum progesteron lebih dari atau sama dengan 25 ng/ml, maka angka ini menunjukkan 97% kehamilan viable intrauterin. Tetapi jika pada kehamilan trimester pertama kadar progesteron kurang dari 18,9 ng/ml maka risiko terjadinya kegagalan berlanjutnya kehamilan sebesar 4,6 kali lebih tinggi.
(Anwar 2005 , Abadi 2005)

16

BAB IV SUPLEMENTASI PROGESTERON

Suplementasi progesteron eksogen merupakan elemen yang biasa diberikan pada regimen penatalaksanaan infertilitas, terutama dalam kaitannya dengan teknologi reproduksi berbantu. Efek modulasi dari progesteron terhadap struktur dan fungsi endometrium penting bagi keberhasilan reproduksi manusia. Setelah ovulasi progesteron diproduksi oleh korpus luteum menginduksi maturasi sekresi dari endometrium, termasuk rangkaian kejadian molekuler yang terjadi pada penerimaan endometrium terhadap implantasi embrio. Setelah nidasi, stimulasi

progesteron terus menerus diatur oleh peningkatan secara cepat dari konsentrasi hCG, stroma endometrium yang telah menjadi desidua dan mendukung pertumbuhan dini embrio. (ASRM 2008) Mengingat pentingnya peran progesteron pada reproduksi manusia, maka tidak mengherankan jika suplemen progesteron eksogen menjadi elemen regimen terapi yang lazim pada infertilitas, terutama dalam kaitannya dengan teknologi reproduksi berbantu.

A. PENTINGNYA PROGESTERON PADA AWAL KEHAMILAN Sejumlah penelitian telah dilakukan selama lebih dari 3 dekade lalu, telah menunjukkan bahwa sekresi progesteron oleh korpus luteum sangat dibutuhkan untuk keberhasilan awal kehamilan pada manusia. Eksisi bedah dari korpus luteum (luteectomy) sebelum kehamilan 7 minggu (menggunakan metode tradisional untuk menandai kehamilan yaitu melalui haid terakhir) memicu penurunan konsentrasi progesteron secara

mendadak diikuti dengan abortus. Ketika luteectomy dilakukan pada kehamilan lebih dari 27 hari setelah haid tidak datang (kehamilan sama atau lebih dari 8 minggu), kadar progesteron menurun sedikit dan

17

bertahap, dan kehamilan berlanjut. Sehingga, pemberian progesteron pengganti dari eksogen setelah luteektomi dini (sebelum kehamilan 7 minggu) mencegah abortus yang tidak diinginkan. Penelitian lain yang berkaitan menunjukkan dengan jelas bahwa keberhasilan kehamilan dini tergantung pada progesteron yang dihasilkan primer oleh korpus luteum sebelum kehamilan 7 minggu, dan hampir seluruhnya berasal dari trofoblas setelah kehamilan 9 minggu, dan dari kedua sumber untuk variasi perkembangan waktu diantaranya, dikenal sebagai peralihan lutealplasental. (ASRM 2008)

B. METODE PENUNJANG LUTEAL Progesteon dapat diberikan secara oral, vaginal, maupun injeksi IM. Pemberian progesteron oral merupakan metode paling sedikit digunakan karena dua randomized controlled trials menunjukkan angka implantasi dan angka kehamilan yang lebih rendah, angka keguguran tinggi, atau keduanya, pada wanita yang mendapat suplementasi progesteron termikronisasi, dibandingkan dengan wanita yang mendapat injeksi IM atau pemberian progesteron vaginal. Progesteron intramuskuler dalam bentuk minyak (50 mg/hr) memicu konsentrasi progesteron yang beredar pada rentang nilai fisiologis normal atau melebihi nilai normal. Pemberian progesteron vaginal menghasilkkan kadar serum yang lebih rendah, namun mencapai konsentrasi pada jaringan endometrium yang mencapai 30 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian intramuskular.
(ASRM 2008)

Progesteron dapat diberikan secara vaginal dalam bentuk gel 8%, sediaan suppositoria, atau dalam bentuk tablet yang mengandung progesteron termikronisasi. Dampak terapi dengan supositoria vaginal

atau tablet dalam rentang dosis 200 hingga 600 mg/hari ternyata sebanding pencapaiannya dengan pemberian gel yang mengandung 90 mg progesteron, namun penelitian diarahkan pada pembandingan

18

efektivitas dari bentuk pemberian progesteron vaginal yang berbeda-beda ini terbatas pada penelitian cohort skala kecil saja. (ASRM 2008) Efektivitas relatif dari pemberian vaginal dan intramuskular dari suplementasi progesteron masih kontroversial. Angka keguguran pada trimester pertama secara signifikan lebih rendah pada wanita yang mendapatkan suplementasi progesteron vaginal, walaupun konsentrasi plasma dari progesteron vaginal lebih rendah dibandingkan dengan yang mendapat terapi progesteron intramuskular. Pentingnya suplementasi progeseron ataupun durasi optimal pemberiannya sampai saat ini belum ditetapkan dengan tegas. Bukti yang didapatkan dari penelitian luteektomi klasik yang dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa suplementasi progesteron paling penting adalah pada 5 minggu pertama kehamilan (kehamilan 7 minggu) dan hampir dipastikan tidak diperlukan pada 7 minggu setelah konsepsi (kehamilan 9 minggu).
(ASRM 2008)

C. RISIKO SUPLEMEN PROGESTERON Bukti yang ada terkait dengan suplementasi progesteron dengan sediaan yang ada saat ini selama kehamilan menunjukkan risiko yang tidak bermakna baik bagi ibu maupun janin. Satu penelitian retrospective case control study telah meneliti hubungan antara paparan progesteron eksogen pada ibu selama kehamilan dan meningkatnya risiko hipospadia pada bayi mereka (OR 2.2, 95% CI 1.0-5.0). Namun demikian, untuk 30 dari 42 kasus yang ditunjukkan dalam laporan, tipe dan durasi pemberian progesteron tidak diketahui secara spesifik. Karena progesteron tertentu merupakan androgen lemah dan preparat antiandrogenik, sangat mungkin bahwa hasil yang didapatkan berkitan dengan paparan progesteron yang dini pada ibu dan risiko hipospadia bisa terjadi, walaupun tidak seluruhnya, untuk menggunakan progestin yang terikat dengan reseptor androgen. Tidak terdapat bukti langsung yang menunjukkan bahwa suplementasi

19

dengan progesteron itu sendiri selama kehamilan dini menyebabkan risiko yang bermakna untuk terjadinya hipospadia atau kelainan kongenital lainnya. Meningkatnya risiko hipospadia pada bayi yang diteliti, dihasilkan dari kehamilan melalui injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI), sehingga paling memungkinkan untuk berkontribusi terhadap faktor genetik yang berkaitan dengan subfertilitas paternal. (ASRM 2008) Pada tahun 1999, FDA (US Food and Drug Administration) melakukan tinjauan berdasarkan data ilmiah yang menghasilkan temuan berikut: Controlled studies menunjukkan tidak terdapat peningkatan anomali kongenital, termasuk abnormalitas genital pada bayi laki-laki maupun perempuan dengan ibu yang mendapat paparan terhadap progesteron atau 17alfa hydroxyprogesterone (17-OHP) selama kehamilan dini. Analisa terhadap literatur yang telah dipublikasikan sehubungan dengan paparan progesteron maternal selama kehamilan dan virilisasi dari genitalia pada bayi perempuan menunjukkan bahwa sebagian besar kasus termasuk pemberian progestin dosis tinggi yang diambil dari androgen, terutama ethisterone dan

norethindrone. Sebagian besar kasus maskulinisasi bayi perempuan berkaitan dengan paparan ibu terhadap methyltentosterone, methandriol dan danazol. FDA menyimpulkan bahwa klasifikasi label untuk seluruh progesteron yaitu peringatan terhadap meningkatnya risiko defek lahir tidaklah sesuai karena dapat diberikan tanpa ragu dengan indikasi dimana obat tersebut akan diberikan. FDA juga mencatat bahwa penggunaan progesteron untuk menunjang fase luteal pada siklus IVF menjadi suatu hal yang rutin, dan lembaga itu sendiri telah menyetujui bahwa penggunaan gel progesteron pada wanita infertil dalam terapi teknologi reproduksi berbantu. (ASRM 2008)

20

BAB V KESIMPULAN
1. Selama kehamilan, terjadi perubahan hormonal dengan tujuan untuk menjaga hasil konsepsi. Perubahan endokrin dan metabolik yang terjadi selama kehamilan merupakan akibat langsung dari sinyal hormon yang dihasilkan unit plasenta-janin. 2. Hormon progesteron adalah hormon steroid wanita yang terutama dibentuk di dalam folikel dan plasenta. Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, dan juga berfungsi untuk mempertahankan (maintenance) kehamilan. 3. Mengingat pentingnya peran progesteron pada reproduksi manusia, maka suplemen progesteron eksogen menjadi elemen regimen terapi yang lazim pada infertilitas, terutama dalam kaitannya dengan teknologi reproduksi berbantu. 4. Suplementasi progesteron paling penting adalah pada 7 minggu pertama kehamilan.

21

DAFTAR PUSTAKA

ASRM

(American

Society

for

Reproductive

Medicine,

Progesteron

Suplementation during the luteal Phase and in early pregnancy in the treatment of infertility, Brimingham Alabama. 2008

Anwar R. Endokrinologi kehamilan dan persalinan. Bandung: FK Unpad; 2005.

Kristanto H, Hadisaputro H. Endokrinologi plasenta. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Edisi perdana. Surabaya. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004.

Speroff L, Glass RH, Kase NG. The endocrinology of pregnancy. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2000

Animous. Progesteron and Estrogen. Available at http://www.wikipedia.com. Accessed on August,19, 2010.

Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, et al. Williams Obstetrics. ed. New York: Appleton & Lange; 2008.

Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR, editors. Creasy and Resniks maternal-fetal medicine: Principles and practice. 6th edition. Philadelphia: 2009.

22

Malik S, Regan. Should progesteron supplements be used?. In: Carp HJ. Recurrent pregnancy loss. India: Replika Press Pvt; 2007.

Guyton A. Fisiologi kedokteran. Edisi 2000 . Jakarta: EGC.

Abadi A, Baziad A, Hestiantoro A. The benefits of progesteron therapy in imminent abortion. Med J Indones, 2005.

23

Anda mungkin juga menyukai