Anda di halaman 1dari 31

Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Kerja

Rudy Hermawan Cokro Handoyo 102010097-B2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510 Email: Rudy_hermawan0492@yahoo.co.id

Abstrack Every Job that exist in this world always has a physical aspect, biology, chemistry, ergonomics and psychology. These aspects are very closely related to the Occupational Health and Safety. If these aspects are ignored then any accidents can not be avoided. Health and Safety levels are also influenced by the personal protective equipment used in the workplace. Abstrak Setiap pekerjaan yang ada di dunia ini selalu memiliki aspek fisik, biologi, kimia, ergonomis dan psikologi. Aspek-aspek tersebut sangat erat kaitannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3). Apabila aspek-aspek ini diabaikan maka kecelakaan kerja pun tidak dapat dihindari. Tingkat Kesehatan dan Keselamatan Kerja juga dipengaruhi oleh alat-alat pelindung diri yang dipakai di tempat kerja. Pendahuluan Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 2,6 milyar pekerja dan tenaga kerja yang terus-menerus berkembang. Sekitar 75% nya merupakan pekerja di negara sedang berkembang yang risiko di tempat kerjanya jauh lebih parah. Setiap tahun terdapat sekitar 250 juta kasus cedera akibat kerja yang mengakibatkan 330.000 kematian.1 Jika kita masukkan juga kasus penyakit akibat pekerjaan, kira-kira 1,1 juta orang di seluruh dunia meningeal setiap tahunnya. Setiap tahun sekitar 160 juta kasus baru penyakit terkait pekerjaan terjadi di seluruh dunia. Semua perkiraan itu tentu saja berada di bawah angka sebenarnya karena laporan dari berabgai wilayah di dunia tidak dapat reliabel.Tenaga manusia sebagai salah satu faktor produksi di perusahaan, merupakan satu kesatuan biologis yang mempunyai peran sama dengan faktor produksi lainnya (dana permodalan, alat produksi, dan sebagainya). Karena itu pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia, memerlukan perhatian khusus di samping perhatian terhadap faktor produksi lainnya. Tanpa pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia, pemeliharaan dan pengembangan faktor produksi lainnya, tidak akan punya arti apa-apa ditinjau dari produktivitas kerja di perusahaan. Kecelakaan kerja pada manusia bukan terjadi, tapi disebabkan oleh kelemahan di sisi majikan, pekerja, atau keduanya. Akibat yang ditimbulkannya dapat memunculkan trauma bagi keduanya:
1

bagi pekerja, cedera dapat berpengaruh terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidupnya, sedangkan bagi majikan, berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk penyelidikan, dan yang terburuk biaya untuk proses hukum.1 Skenario Seorang laki-laki, Tn. B, 40 tahun datang dengan tungkai kanan tidak dapat digerakkan. Diagnosis Klinis Anamnesis 1. Identitas: a. Nama: Tn. B b. Usia: 40 tahun c. Pekerjaan: Cleaning Service d. Status pernikahan: Menikah e. Alamat: Rawamangun f. Pendidikan terakhir: SLTA g. Agama: Islam 2. Keluhan utama: tungkai kanan tidak dapat digerakkan sejak 6 jam yang lalu. 3. Riwayat penyakit sekarang: apakah nyeri? (nyeri), apakah nyerinya terus menerus? (Ya, nyeri terus menerus), apakah terasa kaku? Apakah bengkak? Bagaimana kondisi tungkai sebelah kiri? Pencetus: tiba-tiba terjatuh saat membersihkan kaca luar gedung di lantai 4. Ditanyakan juga: Bagaimana jatuhnya dan posisi saat jatuh? apakah ada luka? Apakah kepala pasien terbentur sesuatu? Apakah pasien sempat pingsan? Apakah pasien mengalami sesak napas? 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Apakah pernah mengalami hal yang sama dulu? (ya, keluhan serupa beberapa kali, berobat ke poli RSP 3x (September 2010, November 2011, Januari 2013). Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), Asma (-), sakit jantung (-), Stroke (-) 5. Riwayat penyakit keluarga: Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), Asma (-), sakit jantung (-), Stroke (-) 6. Riwayat Sosial dan Pribadi Sudah berapa lama bekerja sebagai Cleaning Service? (10 tahun), Apakah saat bekerja menggunakan Alat Pelindung Diri? (tidak), Bagaimana kebersihan pribadi pasien? merokok? olahraga? minum alkohol?

Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran: Compos Mentis 2. Keadaan umum: Tampak sakit berat 3. Tanda-tanda vital: Nadi 72x/menit, Napas 16x/menit, Tekanan Darah 120/70 mmHg, suhu 36oC 4. Status gizi: BB 30 kg, TB 150 cm, IMT 13.33 (Severe Thinness < 16) 5. Pemeriksaan Kepala inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.

6. Mata endo/eksoptalmus, strabismus, nistagmus, fungsi otot gerak mata. Kelopak Mata: ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok, lesi. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata Konjungtiva, sclera dan kornea: anemia / pucat. ( normal : tidak anemis ). Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan ( normal : putih ) Pupil: menggunakan pen light lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan dan kiri. Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm. Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis. Pemeriksaan tekanan bola mata tajam penglihatan: snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien. Pemeriksaan lapang pandang

7. Telinga daun telinga: bentuk, adanya lesi atau bejolan. Lubang telinga: lesi, cerumen, dan cairan yang keluar. Menggunakan othoskop amati lubang telinga dan catat adanya serumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang. membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh ) fungsi pendengaran: Rinne test (letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar memberitahu bila tidak merasakan getaran. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar memberitahu mendengar suara getaran atau tidah. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada lubang telinga.

Weber test getarkan garputala, Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien, Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri. Scwabach Test Getarkan garputala, letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien, kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa. Test Audiometri Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan Test Romberg Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus kesimetrisan, adanya benjolan, tanda radang, adanya nyeri tekan. Inspeksi hidung bagian dalam benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi. Masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi. 9. Mulut dan Tonsil Bibir merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing Mulut kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa, kebersihan gigi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu. Lidah kesimetrisan, warna, lesi. Uvula kesimetrisan dan tanda radang. tonsil pembesaran dan tanda radang tonsil

8. Hidung -

10. Toraks dan Paru Inspeksi: simetris? Bentuk dada? Gerakan dada saat bernapas? Tampak sesak napas? Palpasi: Nyeri? Benjolan? Gerak napas simetris? Simetris? Vokal fremitus? Perkusi: Batas paru hati, batas paru jantung, perkusi paru Auskultasi: suara napas

11. Jantung Inspeksi: Bentuk perkordial, Denyut pada apeks kordis Auskultasi: irama dan frekuensi jantung, Bising bunyi jantung Palpasi: tekanan ringan, palpasi daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis adanya pulsasi? (Normal tidak ada pulsasi), meraba ictus cordis Perkusi: Tentukan batas-batas jantung

12. Abdomen Inspeksi: datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi, bentuk perut simetris? Auskultasi: peristaltic usus?
4

Perkusi: timpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati ), batas dan tanda pembesaran hepar.

Palpasi: ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces yang mengeras, pemeriksaan organ hati, Lien, Ginjal.

13. Muskuloskeletal - Otot: Bentuk, ukuran, kesimetrisan, atrofi, kontraksi, tremor, spasme - Tulang: kelainan bentuk, deformitas, massa abnormal (besar, konsistensi, mobilitas), tanda radang, tanda fraktur. Inspkesi tulang: catat adanya deformitas, tanda radang, benjolan abnormal Palpasi tulang: tentukan kwalitas benjolan, nyeri tekan, krepitasi Persendian: Tanda radang, krepitasi, kaku, keterbatasan gerak

14. Kulit Inspeksi: warna kulit, tekstur, lesi-lesi kulit Palpasi: Tekstur, konsistensi, suhu kulit, turgor, anastesi, nyeri tekan CR ( capillary Refill ): Tekan Ujung jari berarapa detik, kemudian lepas, catat perubahan warna. Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik. Abnormal : > 3 detik gangguan sirkulasi Edema: Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan ( pitting ). Normal : tidak ada pitting. Abnormal : terdapat pitting ( non pitting pada beri-beri ) 15. Kuku warna kuku, bentuk kuku, elastisitas kuku, lesi, tanda radang Sensasi taktil (kapas Anestesia, hipestesia, hiperestesia) Sensasi Nyeri superficial jarum salah satu runcing dan tumpul. Menilai: Analgesia, Hypalgesia, hiperalgesia. Pemeriksaan sensasi suhu: Termastesia, termhipestesia, termhiperestesia, isotermognosia Sensasi Gerak dan posisi: Pasien memejamkan mataBagian tubuh ( jari-jari ) digerakkan pasif oleh pemeriksa. Minta pasien menjelaskan posisi dan keadaan jari Pemeriksaan Fungsi motorik: o Posisi Tubuh postur hemiplegia, decorticate, deserebrate. o Gerakan involunter tremor, chorea o Tonus otot Spastis, kekakuan, flasid o Koordinasi Tunjuk hidung jari : perintahkan pasien menyentuk hidung dan jari bergantian dan berulang-ulang, catat adanya kegagalan.
5

16. Saraf -

- Refleks Fisiologis: Bisep, trisep, patella, Achilles, Babinsky - Refleks Meningeal: Kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinsky - Saraf kranial o I ( olfaktorius ): pemeriksaan fungsi penghidu o II ( Optikus ): periksa fungsi penglihatan dan lapang pandang o II, III ( Optikus dan Okulomotoris ): periksa reaksi pupil terhadap cahaya o III, IV, VI ( Okulomotoris, trokleal, abdusen ): periksa gerakan bola mata o V ( trigeminal ): Raba kontraksi temporal , Periksa gerakan mengunyah otot maseter, Periksa reflek kornea, Uji sentuhan dan nyeri pada wajah o VII ( fasialis ): Periksa gerakan otot wajah tersenyum, mengkerutkan dahi, cemberut o VIII ( akustik ): Periksa fungsi pendengaran o IX, X ( Glusofaringius dan vagus ): Amati kesulitan menelan, Dengarkan suara, Amati naiknya langit-langit dg bunyi ah , Amati gangguan refleks. o XI ( Aksesoris ): Kaji kemampuan mengangkat bahu, Kaji gerakan berputar wajah o XII ( Hipoglosal ): Dengarkan artikulasi pasien, Julurkan lidah, amati adanya atropi, asimetris. Pemeriksaan Penunjang Foto Polos Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis: Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

Darah Rutin
-

Hemoglobin / Haemoglobin (Hb) Hematokrit (Ht) Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count) dan hitung jenis (differential count) Hitung trombosit / platelet count Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR) Hitung eritrosit

Working Diagnosis Fraktur Distal Femur Fraktur distal femur melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah ini mencakup 8-15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan sendi. Sistem klasifikasi AO yang diperbaharui oleh Muller diterima secara

luas.Sistem ini mencakup pembagian fraktur menjadi ekstra-artikular (tipe A), unikondilar (tipe B), dan bikondilar (tipe C).klasifikasi ini
Gambar 1. Fraktur distal femoris.2

kemudian dibagi lagi menjadi 3 subtipe pada masing-masing kelompok.derajat keparahan

fraktur semakin meningkat dan prognosisnya semakin buruk sejalan dengan peningkatan tipe dari A ke C, juga 1-3. Pasien dengan fraktur distal femur mengalami pembengkakan jaringan lunak sekitar, kekenyalan, dan deformitas pada daerah bagian distal paha dan lutut.Kulit harus diinspeksi untuk kemungkinan adanya fraktur terbuka. Meskipun luka arterial di daerah ini
Gambar 2. Fraktur caput femoris.2

jarang terjadi daripada fraktur proksimal tibia, diperlukan pemeriksaan neurovascular secara cermat.Hadirnya dan kuatnya denyut nadi kaki dan fungsi dari nervus peroneus communis dan nervus tibialis posterior harus diperiksa.Penggunaan ultrasonografi Doppler dapat mengarahkan penilaian sirkulasi pada tungkai. Nervus peroneus lebih dimungkinkan untuk mengalami luka karena fraktur distal femur daripada nervus tibialis posterior. Nervus peroneus mungkin rusak karena gaya langsung dari sisi posterolateral lutut (disebabkan oleh hantaman bemper mobil) atau dari luka peregangan yang mengenai saraf ini saat fraktur mengalami angulasi dan displacement.
7

Evaluasi ekstremitas bawah terus-menerus sangat penting saat beberapa hari pertama setelah fraktur sehingga sindrom kompartemen yang sedang berkembang dapat dideteksi.Tekanan kompartemen harus diukur jika tanda-tanda klinis dan gejala dari sindrom kompartemen terjadi, meskipun adanya nadi yang utuh. Foto radiologi posisi AP dan lateralpada ujung distal femur dapat mengungkap fraktur. Dengan kemungkinan adanya fraktur pada beberapa tulang, radiografi terhadap seluruh tulang dapat dilakukan, termasuk sendi yang berada di atas atau di bawah titik luka. Demikian, radiografi seluruh femur, termasuk sendi panggul dan lutut, harus dilakukan ketika pasien dimulai untuk dievaluasi.2 Differential Diagnosis a. Fraktur Proximal Femur Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur. Capital Subcapital Transcervical Basicervical : uncommon : common : uncommon : uncommon
Gambar 3. Fraktur collum femoris.2

Entracapsular fraktur termasuk trochanters (Intertrochanteric , Subtrochanteric) b. Fraktur Collum Femur Tingkat kejadian yang tinggi karena faktor usia yang merupakan akibat berkurangnya kepadatan tulang. Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra- (suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan Intracapsular

berdasarkan

anatominya.

dibagi kedalam subcapital, transcervical

Gambar 4. Fraktur collum femoris.

dan basicervical. Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric. Biasanya pada wanita dewasa; dibawah usia 60 tahun, laki-laki lebih sering terkena (biasanya extrakapsular fraktur). Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide. Kebanyakan hanya berkaitan

dengantrauma kecil. Fraktur Intracapsular diklasifikasikan: Grade I Grade II :Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak angulasi
8

Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada kontinuitas tulang

Gambar 5. Fraktur collum femoris.2

c. Fraktur Batang Femur Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.2 Etiologi dan Mekanisme Terjadinya Fraktur Fraktur terjadi ketika kekuatan yang diterima tulang melebihi kekuatan tahanannya. Pola fraktur berhubungan terhadap kekuatan tulang dan kekuatan yang menyebabkan fraktur.Individu yang aktif dan muda mempunyai tulang yang kuat.Tulang anak-anak dapat mengalami plastic deformation dan dapat bengkok tanpa patah.Pada orang tua yang osteoporosis tentu saja mempunyai tulang yang lemah.Defek tulang fokal dapat melemahkan tulang secara signifikan sehingga dapat terjadi fraktur patologis. Penyebab fraktur patologi antara lain tumor, infeksi, atau dysplasia, dapat pula karena kondisi umum yang menyebabkan kelemahan tulang parah, seperti osteoporosis. Banyaknya energi yang menghasilkan fraktur dinilai dari anamnesis pasien dan pola fraktur.Remuk (adanya lebih dari dua fragmen fraktur) mengindikasikan luka berenergi tinggi yang menghasilkan garis fraktur multiple. Pindahnya dan adanya kerusakan lokal jaringan lunak juga merefleksikan banyak energi yang terserap. Fraktur spiral terjadi karena gaya torsional tak langsung. Kerusakan jaringan lunak yang ringan umumnya ada, tetapi fraktur spiral comminutiva yang parah dapat terjadi karena tenaga yang menyebabkan setiap fragmen seolah-olah menjadi misil internal berkecepatan tinggi, menghasilkan kerusakan yang signifikan pada jaringan
9

sekitar. Fraktur distal femur paling sering disebabkan oleh gaya langsung ke sisi anterior atau lateral paha atau jatuh dari ketinggian. Trauma langsung femur distal dapat terjadi dari trauma kendaraan, jatuh dengan kaki terfleksi, atau saat aktivitas olahraga. Pada anak-anak kurang dari 4 tahun, terutama yang kurang dari 1 tahun, berhubungan dengan kekerasan terhadap anak. Kurangnya penjelasan yang beralasan dari luka tersebut, penundaan mencari bantuan medis yang tak masuk akal, atau adanya luka tambahan membuat kekerasan terhadap anak menjadi bukti kuat. Fraktur plastis berbentuk busur pada metafisis distal femur yang telah digambarkan dapat pula menyerupai subluksasi kongenital lutut. Pada anak yang lebih tua, fraktur dislokasi atau fraktur stress dapat terjadi. Pasien tersebut yang mengalami nyeri lokal dan kekenyalan, dan radiografi membuktikan tulang periosteal baru. Kemungkinan dari fraktur patologis dapat diasumsikan pada pasien ini. Fraktur distal femur juga dilaporkan berasosiasi dengan beberapa kondisi musculoskeletal, sepertiosteogenesis imperfecta, spinal muscular atrophy, dan hemofilia.Trauma tak langsung disebabkan karena gaya varus/valgus atau hiperekstensi/hiperfleksi; menghasilkan kompresi simultan terhadap satu aspek fisis dengan distraksi ke yang lain. Yang paling khas, patah tulang Salter-Harris tipe 2 merupakan yang tersering. Luka sekunder pada kelahiran sungsang atau arthrogryposis dapat menyebabkan fraktur ini.2 Epidemiologi Fraktur distal femur merupakan kejadian fraktur yang jarang terjadi. Data yang telah diambil dari beberapa laporan menyebutkan bahwa pria lebih sering mengalami fraktur distal femur, dengan kejadian penyebab fraktur terbanyak adalah jatuh dan kecelakaan lalu lintas. Dilaporkan pula bahwa orang tua lebih sering mengalami fraktur, mungkin disebabkan karena proses degeneratif yang menyebabkan berkurangnya BMD orang tua, seperti osteoporosis. 2/3 dari kasus fraktur merupakan fraktur Salter-Harris tipe 2 dan terjadi pada remaja. Pajanan yang Berkaitan Tabel 1. Pajanan yang terjadi.
Bahaya potensial Urutan kegiatan fisik Panas Hujan Bising kimia Polusi Debu Asap biologi Serangga Bakteri Virus Jamur Membersihkan dan membereskan Panas Lembab Dingin Debu Desinfektan Sabun Karbol Serangga Bakteri Virus Jamur 3. stress 1. 2. Posisi statis Posisi sulit atau janggal. Melakukan gerakan psikis Stress 1. 2. Ergonomi Vibrasi Posisi yang statis Potensial gangguan kesehatan Risiko kesehatan kerja Berangkat dan pulang kerja - Radang pada mata, kulit, telinga, radang saluran pernafasan - Gangguan muskulo-skeletal -Radang pada mata, kulit, telinga, radang saluran pernafasan -Gangguan muskulo-skeletal -Jatuh terpeleset -Trauma -Tertimpa -Kecela-kaan lalu lintas

10

berulang

Hubungan Pajanan dengan Diagnosis Klinis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali. Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan. Untuk menentukan sebab dari suatu kecelakaan dilakukan analisis kecelakaan. Contoh analisis kecelakaan kerja adalah sebagai berikut. Seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja dikarenakan oleh kejatuhan benda tepat mengenai kepalanya. Sesungguhnya pekerja tidak perlu mengalami kecelakaan itu, seandainya ia mengikuti pedoman kerja yang selalu diingatkan oleh supervisor kepada segenap pekerja agar tidak berjalan di bawah katrol pengangkat barang. Jadi dalam hal ini penyebab kecelakaan adalah faktor manusia. Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan (manual), menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi, maupun di tempat datar. Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksakan untuk bekerja, sangat besar kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja, gangguan kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau sekedar merasa hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan terjadi. Apabila ditelaah lebih dalam, kecelakaan kerja yang terjadi dapat dibagi berdasarkan faktor dari tempat kerjanya dan faktor individu. Yang dimana faktor tempat kerja dapat dibagi lagi menjadi fisika, kimia, biologik, ergonomic dan psikologis (lebih ke arah individu) dan industrial hygene.

11

Faktor lingkungan kerja Di dalam tempat kerja akan banyak dijumpai faktor-faktor pajanan yang apabila diabaikan akan sangat membahayakan keselamatan ketika bekerja. a. Fisika Banyak pajanan yang berupa fisik yang dapat dijumpai di tempat kerja manapun. Pajanan bahaya potensial faktor fisik antara lain : kebisingan, suhu panas dan dingin, getaran, pencahayaan dan radiasi elektromagnetik. Kebisingan Bising adalah suara atau bunyi yang tidak dikehendaki. Kualitas bising ditentukan oleh : frekuensi bunyi(Hz) dan Intensitas bunyi(db). Dengan NAB (Nilai Ambang Batas) : 85 db per 8 jam/hari. Dampak kesehatan yang terlihat : kerusakan auditorik dan non-auditorik. Kerusakan auditorik : trauma akustik, ketulian sementara(Temporary Threshold Shift), dan Ketulian menetap(Permanen Temporary Shift ) dan akan menjadi NIHL (Noisy Induction Hearing Loss) apabila dibiarkan dan tidak ada upaya pencegahan/preventif. Kerusakan non-auditorik : gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan juga gangguan perilaku. Untuk gangguan perilaku akan timbul paranoid dan depresi. Upaya pencegahan : Program konservasi pendengaran (Hearing Conservation Program) dan penggunaan sumbat telinga(earplug), penutup telinga(earmuff) dan helm pelindung telinga(ear protektif helmet).3,4 Suhu panas dan dingin Terdapat mekanisme kontrol yang terlihat yakni : evaporasi, konveksi, radiasi dan juga vasodilatasi. Lalu dapat menciptakan tekanan panas yakni kombinasi dari suhu udara, radiasi, kelembaban dan pergerakan udara. Satuan : Indeks suhu basah dan bola (ISBB). Apabila tekanan panas secara terus-menerus terpajan maka akan mempengaruhi kesehatan pekerjanya , antara lain : heat fatique, heat rash, heat syncope, heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Sedangkan untuk tekanan dingin yang terpajan terus-menerus juga dapat mempengaruhi kesehatan pekerjanya antara lain: Hipoterm, Frosbite, Trenchfoot dan Chillblain.4

12

Getaran/vibrasi Suatu fenomena dimana terjadi peningkatan dan penurunan dimensi terhadap suatu nilai dasar secara berulang-ulang sesuai waktu. Dimana dimensinya adalah jarak, kecepatan dan akselerasi. Unit akselerasi : m/s2. Dengan NAB : 4 m/s2. Sumber vibrasi : segmental dan juga seluruh tubuh(kendaraan forcliff) Efek getaran terhadap tubuh : Motion sickness, penglihatan kabur, kelelahan dan ketidaknyamanan dan Hand-Arm Vibaration (HAV) yang dimana memiliki beberapa gangguan. Gangguan pada sirkulasi darah berupa Vibration induced White Finger (VWF) yang dimana gejalanya seperti Raynuads syndrome : blanching, numbness, tingling dan Cyanosis.3

Pencahayaan Faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik dimana nantinya akan menimbulkan suasana nyaman dan tentunya meningkatkan produktivitas pekerja. Ada 2 jenis faktor yang mempengaruhi pencahayaan, yakni : Intensitas cahaya (luks) dan juga tingkat kesilauan (brightness) Dan juga terdapat 2 kategori cahaya yang menyilaukan, yakni : Discomfort glare (sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman tapi belum menimbulkan keluhan organ) dan juga Disability glare(sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan juga keluhan organ sudah timbul).3,4

Radiasi elektromagnetik Radiasi sinar ultraviolet, sumber : sinar UV , las. Dan dapat menimbulkan penyakit kulit yakni iritasi kulit dan mata. Terdapat upaya pencegahan yakni dengan menggunakan kacamata kobal saat las. Radiasi sinar infra merah, Sumber : peleburan baja, peleburan gelas, dan bara logam. Tentunya dapat meningkatkan beban panas tubuh. Dan juga mempunyai efek terhadap mata yaitu katarak. Radiasi gelombang mikro, dapat mengakibatkan penyakit : konjungtivitis, gangguan sistem saraf, dan gangguan reproduksi. Radiasi pengion dan partikel berenergi tinggi, efek radiasi berupa : efek stokastik dan non-stokastik. Memiliki efek akut : eritem, depresi sum-sum tulang, penurunan fertilitas sementara/permanen. Efek kronis : kemandulan, kanker, cacat kongenital dan juga katarak.3

13

b. Biologik Pajanan biologi adalah bahan biologi yang ada si sekitar manusia, dalam bentuk mikroorganisme(virus, bakteri, jamur, parasit), tumbuhan(debu organic), dan binatang. Pajanan biologi di tempat kerja sering tidak dapat dihindari. Harus dapat dibedakan : penyakit akibat pajanan biologi di tempat kerja atau yang biasa terjadi di masyarakat luas. Penggolongan pajanan biologi : Pajanan biologi akibat kerja Pajanan yang dialami akibat bekerja langsung dengan bahan biologi atau merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja. Pajanan biologi lingkungan kerja Pajanan yang dialami akibat tercemarnya lingkungan kerja, dan merupakan akibat tidak langsung akibat proses kerja, seperti higine dan pemeliharaan tempat kerja yang kurang baik. Pajanan biologis alamiah/bukan akibat kerja Pajanan biologi yang secara alamiah berada di wilayah lingkungan tempat kerja, yang banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat di tempat tersebut, seperti malaria, demam berdarah. Penyakit akibat pajanan biologi : Penyakit Legionaire Terjangkit melalui pernapasan dalam(menghirup) udara ber-aerosol yang tercemar. Tidak menular dari orang ke orang. Kuman ini dapat ditemukan di danau sungai tapi juga dapat pada alat-alat maupun tempat-tempat tertentu, seperti : system buatan manusia seperti menara pendingin pada AC, humidifiers, system sirkulasi air hangat, kamar mansi system semprot, kran air, alat pembangkit uap, air mancur hias, peraltan pengobatan saluran pernafasan. Gejala : demam Pontiak(gejala seperti flu), infeksi yang lebih serius termasuk pneumonia. Penyakit di sektor pertanian : Misalnya antraks. Merupakan PAK (Penyakit Akibat Kerja) pertama menurut ILO. Transmisi melalui udara, makanan dan kontak. Penyebabnya adalah Bacillus anthracis. Avian flu: Menyebabkan pneumonia berat dan progresif dan transmisinya melalui udara dari unggas ke manusia.4 c. Kimia Yang terpenting untuk mencegah PAK (Penyakit Akibat Kerja) karena bahan kimia diperlukan suatu kriteria yang dikatakan wajib ada pada bahan kimia tersebut. Hal yang
14

terpenting tersebut adalah MSDS (Material Safety Data Sheet). Dari MSDS tersebut maka akan langsung diketahui semua informasi mengenai bahan kimia tersebut. MSDS adalah suatu Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) memberikan informasi yang penting yang dapat digunakan perusahaan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan kimia dan meningkatkan standar kesehatan dan keselamatan tempat kerja. MSDS meliputi : nama bahan kimia, informasi tentang komposisi bahan, sifat-sifat fisik dan kimiawi, kestabilan dan daya reaktif, identifikasi bahaya, tindakan P3K, tindakan pemadam kebakaran, tindakan penyelamatan kecelakaan, metode penanganan dan penyimpanan yang tepat, pengawasan dan perlindungan diri yang diperlukan, informasi tentang toksikologi (keracunan), informasi tentang ekologi(lingkungan), pertimbangan pembuangan, informasi tentang angkutan, informasi tentang peraturan, informasi tambahan.4 d. Ergonomik Ilmu yang mempelajari kemampuan dan karakteristik manusia yang mempengaruhi rancangan peralatan, system kerja dan pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan dan kesejahteraan tenaga kerja. Definisi lain : Ilmu seni dan penerapan teknologi untuk meyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Unsur-unsur ergonomik yakni : 1. Anatomi: Antropometri (dimensi tubuh manusia) dan biomekanik (aplikasi tenaga). 2. Fisiologis Fisiologis kerja : pengeluaran energi. Fisiologis lingkungan : efek lingkungan fisik. 3. Psikologis Psikologi ketrampilan proses informasi dan pembuatan keputusan. Psikologi kerja meliputi training, usaha dan perbedaan individu. Manfaat data antropometrik : merupakan data statistik mengenai ukuran manusia, massa dan bentuknya, yang dapat digunakan di tempat kerja, membuat tempat duduk serta untuk keperluan desain peralatan. Kriteria antropometrik : o Jarak ruangan: Ruang untuk kepala, ruang kaki, ruang siku termasuk kemudahan melalui rintangan o Jangkauan: Termasuk lokasi control atau penyimpanan material, serta pelabgai situasi menjangkau melalui rintangan. o Postur/sikap tubuh: Termasuk lokasi display dan control ditempat ketinggian.
15

o Kekuatan Dikatakan pada kasus di atas, stager yang dipakai pastinya juga memenuhi standar ergonomik suatu alat, namun sayangnya stager mungkin tidak di periksa secara

berkala(rapuh termakan usia). Ditambah pula unsafe action yang dilakukan oleh pekerja tersebut yang tidak memakai tali pengaman untuk menghinfari kecekalakaan yang terjadi tiba-tiba. Lebih kearah unsafe action yang dilakukan oleh pekerja tersebut.3 Faktor individu Untuk faktor individu ini lebih mengarah ke arah psikologi seseorang pada saat melakukan pekerjaannya sehari-hari. Psikologi kerja ini merupakan bagian dari unsur ergonomik (anatomi, fisiologis, psikologi). Stress akibat kerja adalah gangguan perilaku dan jiwa yang terjadi karena berbagai faktor seperti : kepribadian, stress di lingkungan kerja yang dialami, coping mechanism dan mekanisme pertahanan. Stress di lingkungan kerja berkaitan dengan lingkungan fisik tempat kerja, bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihn, bekerja monotonic, mutasi dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, konflik dengan teman kerja dan lain-lain. Yang dapat lebih mudah mengalami stress dan akibat lainnya yaitu penyakit jantung adalah orang yang memiliki kepribadian tipe A. Kepribadian tipe A adalah tipe kepribadian dengan ciri seperti dorongan kompetisi yang tinggi, ketaatan yang tinggi akan waktu, ambisius, agresif, bekerja untuk pencapaian kinerja, selalu tergesa-gesa, dan relative tidak sabar. Jenis kepribadian tipe A selalu dalam keadaan stress dan tegang. Sehingga orang yang memiliki kepribadian seperti ini sangat rentan sekali. Stress akibat kerja adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisikondisi di tempat pekerjaan yang berdampak negative pada kinerja seseorang dan atau kesehatan fisik dan jiwanya. Stress merupakan problem kesehatan kerja yang penting karena secaraa signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Stress kerja mempunyai aspek fisik, aspek perilaku dan emosi. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan stress kerja, 2 hal diantaranya adalah : Gaya management (diri) yang buruk dan juga adanya faktor psikososial. Gaya management (diri) yang buruk , diantaranya : a. Kurangnya partisipasi pekerja untuk pengambila keputusan. b. Komunikasi yang uruk di tempat kerja. c. Tidak ada/kurangnya kebijakan yang peduli keluarga. d. Hubungan interpersonal/ lingkungan sosial yang buruk. e. Jenjang karir yang tidak jelas. f. Kondisi lingkungan : sesak, bising, polusi udara, masalah ergonomic. g. Kurangnya dukungan dari rekan kerja maupun atasan. Adanya faktor psikososial juga dapat mengakibatkan stress kerja, antara lain:
16

a. Gaji yang lebih kecil dari Upah Minimum Regional(UPR)/Upah Minimum Provinsi (UMP) b. Beban kerja yang berat/banyak secara mendadak. c. Tidak prospek dalam jenjang karir. d. Kemampuan pekerja yang tidak digunakan secara optimal. e. Kurang penghargaan.4 Jumlah Pajanan yang Dialami Berdasarkan keterangan pasien, pasien telah bekerja selama 10 tahun dan selama bekerja tidak pernah menggunakan alat pelindung diri. Lingkungan tempat pasien bekerja cukup besar karena terdiri dari beberapa tingkat dan berisiko untuk terjadinya kecelakaan kerja. Peranan Faktor Individu Penyakit akibat kerja bisa juga ditimbulkan karena faktor dari individunya sendiri, sepertinya adanya kelainan genetik atau turunan dari keluarganya. Yang perlu diperiksa untuk mengetahui adanya faktor peran adalah adanya alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan berolahraga, status kesehatan mental, dan juga higiene perorangan. Kesehatan fisik umumnya sangat mempengaruhi dan tingkat pengetahuan yang kurang, serta kesadaran akan perlunya pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) yang kurang,sangat meningkatkan resiko kecelakaan kerja. Dalam kasus ini, Pasien tidak memiliki faktor individu seperti riwayat atopi atau alergi maupun penyakit kronis dalam keluarga. Faktor Lain Di luar Pekerjaan Faktor lain di luar pekerjaan adalah hobi dan pekerjaan sambilan lain yang dapat mengurangi waktu tubuh untuk beristirahat dan memperberat kerja tulang dan otot untuk menopang dan menjaga keseimbangan tubuh. Berdasarkan keterangan pasien, tidak terdapat faktor lain di luar pekerjaan pasien yang turut berperan menimbulkan risiko fraktur femur. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) atau bukan PAK Berdasarkan diagnosis klinis dan bukti yang didapatkan dari referensi mengenai faktor kecelakaan kerja, maka dapat ditegakkan diagnosis okupasi Tn. B ialah fraktur tertutup femur 1/3 dextra et causa kecelakaan kerja. Definisi Kecelakaan Kerja Yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak disengaja seperli kejadiankejadian yang tidak diharapkan dan tidak terkontrol. Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan luka fisik dan kematian. Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan peralatan dan material dan khususnya yang menyebabkan luka perlu mendapat perhatian terbesar. Semua kecelakaan tanpa melihat apakah itu menyebabkan kerusakan ataupun tidak perlu mendapatkan perhatian.

17

Kecelakaan yang tidak menyebabkan kerusakan peralatan, material dan kecelakaan fisik dari personil kerja dapat menyebabkan kecelakaan lebih lanjut. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Dan tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber cahaya. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian muncul dua permasalahan: a. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau; b. Kecelakaan terjadi saat mclakukan pekerjaan. Adakalanya ruang lingkup keeelakaan kerja diperluas, sehingga meliputi kecelakaan tenaga kerja pada saat perjalanan dari dan ke tempat kerja. Kecelakaan di rumah, atau pada waktu rekreasi dan cuti berada di luar makna kecelakaan kcrja, sekalipun pencegahannya sering disertakan dalam program keselamatan kerja/kesclamatan perusahaan. Keeelakaan demikian, termasuk kecelakaan umum yang mcnimpa tenaga kcrja di luar pekerjaannya.5 Teori Kecelakaan Kerja a. Teori Domino Heinrich Heinrich (1931) dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya Teori Domino. Teori itu menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu: kebiasaan/situasi, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tak aman (hazard), kecelakaan, serta cidera. Heinrich mengemukakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan rangkaian sebab-akibat. Misalnya, dengan membuang hazard, satu domino di antaranya. Birds (1967) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumbcr penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds itu mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Praktek di bawah standar atau unsafe acts dan kondisi di bawah standar atau unsafe conditions merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan, dan penyebab utama dari kesalahan manajemen.
18

Beberapa contoh tipikal penyebabnya adalah: Situasi kerja o pengendalian manajemen yang kurang o standar kerja yang minim o tidak memenuhi standar o perlengkapan yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi. Kesalahan orang o keterampilan dan pengetahuan yang minim o masalah fisik atau mental o motive yang minim atau salah pencrnpatan o perhatian yang kurang Tindakan tidak aman o tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui o mengambil jalan pintas o menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja. Kecelakaan o kejadian yang tidak terduga o akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya o terjatuh o terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya. Cedera/kerusakan o terhadap pekerja: sakit dan penderitaan & kehilangan pendapatan kehilangan kualitas hidup o terhadap majikan: kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi kerugian produksi, kemungkinan proses pengadilan. b. Teori Multiple Causation Teori ini menyebutkan bahwa kecelakaan kerja terjadi karena adanya banyak penyebab. Penyebab kecelakaan tersebut adalah kondisi yang tidak aman (unsafe condition) dan tindakan yang tidak aman (unsafe action). c. Teori Gordon Menurut Gordon (1949), Kecelakaan terjadi karena adanya kontak diantara 3 (tiga) hal yaitu korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan dan lingkungan yang kompleks. Untuk itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab terjadinya kecelakaan, harus diketahui karakteristik dari korban kecelakaan, perantara dan lingkungan secara detail.
19

d. Teori Domino Terbaru Teori Domino yang terbaru berkembang sekitar tahun 1969. Dalam teori tersebut diungkapkan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan adalah adanya ketimpangan manajemen. Teori tersebut merupakan pengembangan dari Teori Heinrich yang menunjukkan bahwa manajemen juga ikut berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Dampak kecelakaan kerja Kecelakaan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan baik bagi pekerja maupun bagi pengusaha. Bagi pekerja, kecelakaan yang terjadi dapat mengakibatkan penderitaan baik merupakan kematian, luka/cidera berat maupun ringan, maupun penderitaan bagi keluarga mereka bila pekerja meninggal dunia atau cacat. Sedangkan bagi pengusaha, kecelakaan yang terjadi dapat menimbulkan kerugian berupa biaya langsung dan biaya tak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya kompensasi pekerja, biaya perawatan medis dan rumah sakit, santunan untuk pekerja yang menderita cacat, santunan kematian, serta premi asuransi yang dikenakan atas kebakaran, kehilangan, atau kerusakaan properti, serta atas tuntutan dari masyarakat sekitar. Sedangkan biaya tak langsung misalnya biaya untuk mengganti peralatan yang rusak, biaya tambahan karena pekerjaan terhenti, biaya yang timbul karena waktu yang terbuang untuk mencari tenaga kerja pengganti, untuk membersihkan lokasi pekerjaan dan untuk memberikan pertolongan, dan sebagainya. Selain itu biaya tak langsung yang timbul juga dapat berupa penurunan kualitas pekerjaan, penurunan produktivitas pekerja, dan penurunan nama baik perusahaan. Besarnya biaya tak langsung dapat mencapai 4-7 kali biaya langsung. Oleh karena itu, terlihat bahwa kecelakaan kerja berpengaruh terhadap biaya, waktu, mutu pekerjaan, produktivitas pekerja dan nama baik perusahaan.5 Penatalaksanaan Fraktur secara Umum Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.2

20

Penatalaksanaan Kedaruratan Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.2 Prinsip Penanganan Fraktur Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya
21

tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan Metode reduksi : o Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. o Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Tabel 2. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan

o Reduksi terbuka, pada fraktur memerlukan terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan tertentu reduksi

Tulang Fraktur.5

untuk mempertahan kan fragmen posisinya tulang dalam sampai

penyembuhan tulang yang solid terjadi. b. Imobilisasi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan
22

reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll). c. Rehabilitasi Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas.2 Komplikasi Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pafragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini. Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi.2

Prognosis Prognosis dari fraktur distal femur bergantung terhadap penanganan yang dilakukan serta tipe fraktur yang dialami. Jika penaganan dilakukan segera secara tepat, maka tingkat kesembuhan akan besar. Risiko terjadinya sindrom kompartemen dapat diatasi dengan melakukan tinjauan terus-menerus pada pasien setelah penanganan trauma diberikan. Secara umum, dengan penanganan yang tepat prognosis dari fraktur ini baik. Penatalaksanaan Okupasi Yang dilakukan untuk mengatasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yaitu: Primer 1. Penyuluhan a. Penyuluhan gizi kerja Melakukan penyuluhan tentang gizi dan kesehatan terhadap semua pengusaha, karyawan, termasuk staf dan petugas kantin serta pihak manajemen. Dengan tujuan agar adanya
23

perubahan kesadaran karyawan akan pentingnya makan pagi, kesadaran pengusaha akan makanan sehat dan bergizi untuk karyawan, menigkatkan pengetahuan karyawan tentang makanan-makanan yang sehat dan bergizi. Gizi kerja adalah pemberian gizi yang diterapkan kepada masyarakat pekerja dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, efisiensi, dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Pemenuhan kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan syarat keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat kurangnya motivasi kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi serta meningkatkan produktivitas kerja. Metode yang biasa digunakan untuk pengukuran kecukupan gizi adalah indeks massa tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibahagi dengan (tinggi badan x tinggi badan dalam meter). Kebutuhan gizi terutama energi dipengaruhi oleh : Usia, Ukuran tubuh, Jenis kelamin. Faktor lain penentu kebutuhan gizi yaitu Jenis pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan sehari-hari dam keadaan fisiologis seperti: kehamilan, selama menyusui, anemia, kelebihan berat badan. Tabel 3. Status gizi berdasarkan IMT.5

Kebutuhan energi selama bekerja (8 Jam) adalah 40-50% dari kebutuhan sehari. Bila diterjemahkan kedalam menu menjadi kebutuhan untuk 1 kali makan dan 1 kali snack. Kebutuhan energi dan protein selama bekerja seperti tercantum dalam tabel di bawah ini. Tabel 4. Kebutuhan energi dan protein selama bekerja (8 jam).5

24

Tabel 5. Kebutuhan Gizi Per Hari bagi Pekerja Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Aktivitas Fisik. 5

Tabel 6. Contoh Menu Makanan Bagi Pekerja Selama Bekerja (8 jam).5

Penilaian kesehatan: Penyuluhan macam-macam alat pelindungan dan manfaatnya untuk menyadarkan pekerja akan bagian tubuh yang rawan kecelakaan dan pentingnya alat pelindung diri untuk mencegah kecelakaan tersebut. 2. Perubahan perilaku

25

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan merubah gaya hidup pekerja menjadi lebih sehat dan terkontrol. Misalnya pekerja yang dulunya sering merokok dapat diberikan dorongan untuk tidak lagi merokok 3. Olahraga Berolahraga adalah cara yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh pekerja. Pekerja yang bekerja dalam suatu perindustrian lebih rentan terkena penyakit baik yang ditularkan oleh orang lain maupun yang terpapar ditempat kerja itu sendiri. Cukup dengan berolahraga secara rutin 4-5 kali seminggu selama 20-30 menit akan menurunan angka kesakitan dan meningkatkan jumlah produksi.5

Sekunder 1. Alat pelindung diri. Pada saat melaksanakan pekerjaan yang resiko terjadi kecelakaan agar terlindungi diri dari resiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan, maka pekerja perlu menggunakan alat-alat pelindung ketika malksanakan suatu pekerjaan. 2. Atmosfer ruangan tempat kerja. Untuk suhu ruangan yang panas, dibutuhkan ventilasi yang baik agar udara dapat bertukar dan angin dapat masuk untuk mengurangi suhu panas didalam ruangan. Ventilasi juga penting untuk menghindari tumbuhnya jamur yang suka pada keadaan lembab, hal ini tentunya akan membuat jamur tidak dapat tumbuh karena kondisi ruangan tetap terjaga. Udara didalam ruangan yang juga terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia berbahaya akan dapat dikurangi apabila ventilasi dalam ruangan itu diatur dengan baik sehingga bisa terjadi pergantian udara dalam ruangan. Pemasangan kipas angin dan air conditioner (AC) juga dapat membantu suhu dan sirkulasi ruangan tetap terjaga. Ventilasi yang baik harus memasok udara bersih lebih dari 5-8 liter/detik/pekerja. 3. Isolasi. Ruangan yang terkontaminasi berlebihan oleh zat-zat kimia berbahaya harus diisolasi dan dibersihkan udaranya. Para pekerja tidak diperkenankan masuk dalam ruangan itu selama masih dalam keadaan yang berbahaya. Udara juga perlu di uji kontaminasi secara berkala agar kondisi udara tetap sehat untuk proses industri. 4. Sistem komunikasi yang baik dan terintegrasi, seperti bunyi alarm atau tanda bahaya lain serta kalau memungkinkan dilengkapi dengan radio komunikasi. 5. Sistem pengamanan terpadu dalam suatu rangkaian kegiatan proses produksi. 6. Modifikasi dan perbaikan peralatan produksi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja, seperti menutup peralatan mesin yang terbuka.
26

7. Setiap karyawan yang bekerja pada bagian yang berisiko tinggi selalu diberikan pelatihan, pemeriksaan kesehatan dan makanan ekstra seperti susu dan lainnya. 8. Pencahayaan juga harus memadai dan mencukupi. Jika memungkinkan manfaatkanlah cahaya alami. Lampu darurat (emergency lighting) harus disediakan untuk berjaga-jaga seandainya lampu utama mengalami kegagalan dan menimbulkan bahaya. 9. Perawatan (housekeeping). Seluruh ruangan pabrik dipastikan harus tetap bersih. Memeriksa penumpukan debu di atas permukaan datar terutama pada struktur gedung, balok girder penopang atap, dan sebagainya agar dapat menghindari terhirupnya debu oleh para pekerja. Dinding yang dicat harus dibersihkan dan dicat ulang secara berkala atau setelah dilakukannya perombakan pabrik atau gedung. Sampah jangan sampai menumpuk karena dapat menimbulkan resiko kesehatan dan kebakaran. 10. Tempat duduk. Di manapun pekerjaan dilakukan, tempat duduk harus tersedia. Tempat duduk harus sesuai untuk jenis pekerjaannya dan memiliki sandaran punggung dan penumpu kaki (foot rest). Harus dalam kondisi baik dan setiap kerusakan harus di perbaiki atau diganti. 11. Lantai. Harus rata, mulus, tidak berlubang, bergelombang atau rusak yang mungkin menyebabkan bahaya sandungan. Tidak licin dan bebas hambatan. 12. Pasokan air minum harus mencukupi dan dapat diminum. Mudah dijangkau dan selalu tersedia. Dilengkapi dengan gelas atau wadah minum lainnya. 13. Ruang istirahat. Disediakan atau diganti dengan area istirahat. Dilengkapi dengan fasilitas P3K dan toilet serta dipasangi tanda dilarang merokok. 14. Kantin. Terpisah dari area kerja. Dilengkapi meja dan kursi yang nyaman. Dilengkapi dengan bak cuci atau tempat pencucian peralatan makan. Harus selalu rapi dan bersih. Dilengkapi juga dengan lemari pendingin untuk mejaga agar makanan tetap segar. Memiliki alat untuk memanaskan makanan.1,5 Tersier Yang masuk dalam pencegahan tersier adalah surveilans kesehatan kerja. Dalam surveilans kesehatan kerja dilakukan pemantauan terhadap kondisi kesehatan pekerja dan lingkungan pekerja. Manfaat program surveilans bagi kesehatan pekerja, yaitu8 Mengukur besarnya masalah kesehatan dan pajanan Mengidentifikasi kelompok yangg beresiko Memonitor waktu dan trend masalah kesehatan dan pajanan Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan faktor resiko dari masalah kesehatan Sebagai sumber data untuk menemukan hubungan sebab akibat yang sebelumnya tidak dapat diidentifikasi.5
27

Sistem Manejemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) SMK3 diatur dalam Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan Sistem Manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Tujuan Umum K3 sesuai gdn UU No.1 th 1970 adalah: a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktifitas kerja. b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja yang selalu dalam keadaan selamat dan sehat c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar di capai secara aman dan efisien. Tujuan khusus: 1. Mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja kebakaran, peledakan dan PAK (Penyakit Akibat Kerja). 2. Mengamankam mesin, instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil produksi. 3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau antara manusia dengan pekerjaan. Alasan Penerapan SMK3 Karena SMK3 bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi industri antara lain: Manfaat Langsung: a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja. b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja. c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja. Manfaat tidak langsung : a. Meningkatkan image market terhadap perusahaan. b. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.

28

c. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama Dasar Hukum SMK3 menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970 Pasal 3 ayat 1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk: a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan d. Memberi pertolongan pada kecelakaan e. Memberi alat-alat pelindung diri kepada pekerja f. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, pskikis, keracunan, infeksi dan penularan g. Dan lain-lain Sesuai Pasal 3 Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal 100 tenaga kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan SMK3.5 Alat Pelindung Diri Peralatan Perlindungan Diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang disekelilingnya. Alatalat demikian (APD) harus memenuhi persyaratan: 1. Enak dipakai 2. Tidak mengganggu kerja 3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya Jenis-jenis Peralatan Perlindungan Diri dan Kegunaannya: 1) Alat Pelindung Kepala a. Topi Pelindung, Pengaman (Safety Helmet) atau topi proyek Melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus listrik. b. Alat Pelindung Muka & Mata berfungsi untuk melindungi muka dan mata dari: i. Lemparan benda-benda kecil. ii. Lemparan benda-benda panas. iii. Pengaruh cahaya. iv. Pengaruh radiasi tertentu. c. Alat Pelindung Telinga (ear plug). Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
29

2) Alat pelindung pernapasan Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti: a. kekurangan oksigen b. pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam) c. pencemaran oleh gas atau uap 3) Alat Pelindung Tangan Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di esuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan. 4) Alat Pelindung Kaki Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya. 5) Pakaian Pelindung. Berfungsi melindungi tubuh dari percikan air, bunga api, dan sebagainya saat bekerja. 6) Safety Belt Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler dan harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg. Jenis- jenisnya : a. Penggantung unifilar b. Penggantung berbentuk U Gabungan penggantung unifilar dan bentuk U c. Penunjang dada (chest harness) d. Penunjang dada dan punggung (chest waist harness) e. Penunjang seluruh tubuh (full body harness) Kesimpulan Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja bisa muncul dalam suatu perusahaan apabila tingkat keamanan, sanitasi, gizi pekerja, dan pengetahuan dari pekerja buruk. Hal ini perlu ditinjau kembali agar tingkat produktivitas dalam suatu perusahaan bisa meningkat. Yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan surveilans, mengontrol berbagai hazard yang bisa saja terjadi dalam perusahaan, memberikan gizi yang baik bagi para pekerja, dan mengatur komunikasi yang baik. Pengetahuan dari dokter perusahaan sangat dibutuhkan dalam bidang ini, agar masalah dalam perusahaan tersebut dapat ditangani sehingga angka kecelakaan dan absensi pekerja dapat diturunkan dan produktivitas perusahaan bisa meningkat.

30

Daftar Pustaka 1. McKenzie, F James. Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dalam Kesehatan Masyarakat. Dalam: McKenzie, F James. Kesehatan keselamatan kerja. Edisi ke-4. Jakarta: EGC;2007.h.615-20. 2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Penerbit PT Yarsif Watampone; 2009.h.355-361. 3. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes). Dalam: Editor: Jonathan Oswari, ed. Medika;2003.h.71-8. 4. Ridley J. Kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga, 2008.h.84-95. 5. Suardi R. Sistem manajemen K3 dan manfaat penerapannya. Dalam: Suardi R. Manajemen Keselamatan dan Kesehatam Kerja. Jakarta: Penerbit PPM, 2007. h.15-24. Sistem Materi-materi pokok ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Widya

31

Anda mungkin juga menyukai