Anda di halaman 1dari 523

HUKUM PIDANA PERBANDINGAN BAB I PENDAHULUAN Umum.

Sebagai akibat dari perkembangan teknologi maupun peradaban masyarakat bangsa di


RPC dunia, rasanya dunia ini semakin sempit, jarak-jarak semakin dekat, hubungan komunikasi semakin

cepat, sehi.igga tidak satu pun negara di dunia dapat mengucilkan diri atau dikucilkan dari pergaulan dunia. Kelanjutannya ialah masyarakat bangsa atau negara yang satu cenderung

memperbandingkan dirinya terhadap yang lain, baik sebagai perwujudan dari nalurinya untuk menyatakan "kelebihannya setidak-tidaknya dalam suatu bidang, atau untuk memelihara keseimbangan, maupun dalam arti memelihara saling pengertian atau saling menghormati. Selain dari pada itu, dengan cara atau usaha memperbandingkan sesuatu itu diharapkan dapat meningkatkan diri sendiri dengan mengambil nilai-nilai yang maju dan mengemuka dari dunia luar tanpa menghancurkan kepribadian sendiri. Dalam ilmu hukum pidana lajim dikenal tiga sistem hukum pidana di dunia yang paling mengemuka, vaitu 1. sistem Eropa Kontinental, 2. Sistem Anglo Saxon dan 3. Sistem negara-negara sosialis . Ciri-ciri yang paling mengemuka dari sistem hukum pidana tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut. Pertama mengenai pengkodifikasiannya, kendati dalam perkembangannya sukar untuk menentukan mana yang lebih terkodifikasikan. Pada umumnya dikatakan bahwa sistem kontinental adalah terkodifikasi karena diundangkan sekaligus yang diatur dalam satu Kitab. Contohnya KUHP Belanda (yang semula berasal dari Code Penal Perancis), terdapat dalam satu Kitab yang terdiri dari tiga buku. Hal yang sama kita saksikan juga di Indonesia. Dalam perkembangannya ternyata perundangan hukum pidana atau perundangan yang di dalamnya terdapat materi hukum pidana, semakin lama semakin menumpuk juga. Di Indonesia misalnya dapat dikatakan bahwa materi hukum pidana di luar KIJ1IP justru lebih banyak diatur. Perhatikan lah Hukum Pidana Khusus y:mj telah kita bicarakan pada semester pertama tahun kuliah ini. Di negeri Inggris (negara AngloSaxon), sumber utama hukum pi- iIhiiii nilalah hukum
24 hukum "yurisprudensi (Commonlaw) dan Undang-undang (statute, act) atau umum atau lebih tepat

perundangan (delegated legislation). Sumber-sumber ini berkembang terus dan bertambah tahun demi lahun, sehingga untuk mempelajarinya harus mengumpulkan dulu jurisprudensi dan perundangan yang bersangkutan. Usaha untuk mengkodifikasi- kannya baru bagian demi bagian yang sudah tercapai, seperti misalnya; un- ilang-undang tentang kejahatan terhadap orang (Offences

against the Person Act 1861), kejahatan seksual (Sexual offences 1956), Pencurian (Theft Act 1968) dan lain sebagainya. Namun untuk mengkodifikasikan keseluruhannya dan mengunifikasikannya belum berhasil (L.B. Curzon, Criminal Law 1977). Di Soviet Rusia pada dasarnya dianut sistem kodifikasi, namun apabila dikaitkan dengan konsep kejahatan/tindak pidana yang diatur dalam pasal 7 dari Fundamental of Criminal legislation for the U.S.S.R. and the Union Republics yang mengatakan bahwa "kejahatan adalah tindakan atau kelalaian yang membahayakan masyarakat, maka dalam penerapannya dapat berkembang pengaturan-pengaturan atau jurisprudensi-jurispradensi tentang tindakan apa saja yang merupakan kejahatan. Hal ini akan juga sekaligus menggoyahkan asas kepastian hukum. Kedua mengenai kepastian hukum. Dengan telah tertulisnya semua ketentuan tentang hukum pidana, dikatakan bahwa dalam sistem ini teijamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang terkandung di sini adalah yang bernilai formal. Kedua mengenai kepastian hukum. Dengan telah tertulisnya semua ketentuan tentang hukum pidana, dikatakan bahwa dalam sistem ini teijamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang terkandung di sini adalah yang bernilai formal. Pada hal perundangan selalu ketinggalan oleh perkembangan peradaban atau kesadaran hukum. Karenanya di negara-negara Eropa Kontinental yang menganut sistem inipun, sudah semakin berkembang kepastian hukum yang bersifat material. Bandingkanlah dengan ajaran dari Paul Van Scholten yang mengutarakan Het open sisteem van het recht yang pada garis besarnya mengakui kesadaran hukum yang berkembang baik di kalangan penegak hukum maupun dalam masyarakat. common law juga merupakan salah satu sumber hukum di Inggris dan ditambah lagi dengan sistem juri yang dianut dalam pelaksanaan peradilan, dari padanya mudah difahami betapa besarnya penghargaan sistem ini kepada kesadaran hukum masyarakat yang berkembang. Karenanya dalam sistem seperti ini dapat disimpulkan bahwa kepastian hukum secara material yang lebih menonjol. Namun dalam perkembangan hukum di negara ini seperti diutarakan di atas telah menjurus ke arah peraturan tertulis alias perundangan. Ketiga mengenai cara melaksanakan peradilan. Negara Inggris memakai sistem juri. Artinya dalam suatu persidangan perkara pidana, para jurilah yang menentukan apakah terdakwa (tertuduh) bersalah (guilty) atau tidak bersalah (not guilty) setelah pemeriksaan sidang dinyatakan cukup (selesai). Jika juri menentukan bersalah, barulah hakim berperan menentukan berat/ ringannya atau jenis pidananya. Dalam hal juri menentukan tidak bersalah, maka hakim harus membebaskan terdakwa (tertuduh). Di negara-negara Eropa Kontinental dan juga di Uni Soviet tidak menganut sistem juri, melainkan hakim atau para hakim yang mengadili perkara tersebutlah yang menentukan terdakwa

bersalah atau tidak, dan sekaligus menjatuhkan putusannya berupa pemidanaan atau pembebasan. Indonesia sebagai bekas jajahan dari salah satu negara Eropa kontinental di mana Kitab Undang-undang Hukum Pidananya sampai kini masih merupakan "warisan dari penjajahan tersebut, kendati di sana-sini sudah ditam- bal-sulam, sudahbarang tentu dapat digolongkan sebagai termasuk dalam sistem Eropa kontinental tersebut. Namun sebagai negara merdeka yang mempunyai kepribadian sendiri dalam rangka mewujudkan (membuat) Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau perundangan di bidang hukum pidana sudah barang tentu harus memilih atau mendptakan yang paling sesuai dengan dirinya. Untuk mendapat hasil yang sebaik-baiknya perlu persiapan yang matang baik mengenai para cendekiawan di bidang hukum pada umumnya, hukum pidana khususnya, maupun penyiapan materi hukum yang menyeluruh dan pengetahuan tentang perkembangan kesadaran hukum masyarakat serta politik hukum pemerintah. Maksud dan tujuan. Setelah selesai mempelajari asas-asas hukum pidana di tingkat II, tindak pidana yang terdapat dalam KUHP (dan KUHPM) yang disebut dengan Hukum Pidana I di tingkat III dan Hukum Pidana khusus pada semester pertama di tinj;k;t IV, maka untuk memperluas cakrawala di bidang hukum pidana dan untuk mengembangkan diri dalam pergaulan internasional khususnya di bidang hukum pidana perlu mempelajari dan mengetahui perkembangan hukum pidana di luar Indonesia. Kesemuanya ini pertama-tama ditujukan untuk mempermantap diri dalam penugasan meladeni masyarakat yang gandrung "mohon keadilan serta menjauhkan diri dari kepicikan. kalaupun dalam tulisan ini ada diperbandingkan dengan negara Rusia RRC, sama sekali tidak dimaksudkan untuk mencari penyakit, melainkan justru sebaliknya. Sudah umum diketahui bahwa ideologi komunisme Diluluh merupakan bahaya laten bagi negara Pancasila. Karenanya khusus di hidung hukum pidana, apabila kita mengetahui secara garis besar bagaimana pengaruh ideologi tersebut di bidang hukum pidananya, maka kita akan lebih yakin dan mantap untuk mencegahnya karena benar-benar bertentangan dengan ideologi Pancasila dan keyakinan kita. Dengan demikian, sebagai tujuan kedua dari tulisan ini ialah untuk mempertebal keyakinan kepada hukum Indonesia yang bersumber kepada Pancasila dan mempertebal imunitas terhadap bahaya komunisme yang selalu mengancam. Sebagai tujuan yang ketiga ialah, dalam rangka menyongsong pembaharuan hukum pidana di Indonesia dan menjadikannya sebagai Hukum Pidana Indonesia yang bersumber kepada hukum yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, perlu sekali mengetahui hukum pidana di sekitar kita sekedar sebagai bahan perbandingan. Ruang lingkup. Ruang lingkup yang terutama dalam tulisan ini ialah: hukum pidana di negara Asia

Tenggara (South East Asian Nations) ditambah dengan dua negara "Sosialis. Setelah mengutarakan pelbagai perbandingan dan manfaatnya, barulah diutarakan perbandingan hukum pidana Negara Pancasila Indonesia berturut-turut dengan negara Philippina, Korea, Rusia, Malaysia dan RRC. Dengan demikian sistematika penguraiannya adalah sebagai berikut:

BAB I. BAB II. BAB III. PIDANA

PENDAHULUAN. PELBAGAI PERBANDINGAN DAN MANFAATNYA. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM

PHILIPPINA. BAB IV. PIDANA REPUBLIK KOREA. BAB V. PIDANA SOVIET RUSIA. BAB VI. MALAYSIA. BAB VII. REPUBLIK RAKYAT CINA BAB VIII. KESIMPULAN DAN PENUTUP. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DENGAN HUKUM PIDANA PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DENGAN HUKUM PIDANA PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM

4. Metode Pendekatan. Dalam rangka mengadakan perbandingan ini, terutama sekali terlebih dahulu harus benarbenar memahami dasar, cara berfikir dan bekerja serta tujuan bangsa Indonesia, khususnya di bidang hukum pidana. Dan setelah itu mempelajari Undang-undang hukum pidana dari negaranegara luar yang dijadikan objek, secara garis besarnya saja. Karenanya apabila hendak memperdalam lagi, tidak bisa lain harus lebih banyak lagi membaca kepustakaan untuk itu. Bahkan apabila hendak lebih memperdalam lagi, haruslah mengadakan penelitian dan pengamatan mengenai penerapan hukum pidana tersebut dan penerimaan atau penjunjungan dari rakyat yang bersangkutan.

BAB II PELBAGAI PERBANDINGAN DAN MANFAATNYA. Hukum Perbandingan.

Istilah Hukum Perbandingan masih merupakan istilah baru di kalangan para ahli hukum. Bahkan literatur mengenai hukum perbandingan ini dapat dikatakan belum ada yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu penulisan ini adalah merupakan studi awal dari suatu penelitian literatur mengenai berbagai sistem hukum (dalam hal ini berbagai sistem hukum pidana) yang berlaku di pelbagai negara. Dalam hubungan ini perlu dipertanyakan lebih dulu, apakah hukum perbandingan merupakan disiplin ilmu tersendiri atau merupakan bagian, atau cabang dari ilmu pengetahuan hukum. RC. Gutteridge dalam bukunya comparative law edisi kedua yang diterbitkan oleh ( cambrigde University Press tahun 1949 mengatakan the phrase companitive law denotes a method of study and research and not a distinet brancli of departement of the law (ungkapan hukum perbandingan merupakansuatu metode dan penelitian dan bukan cabang yang terpisah atau lapangan ilmu yang tersendiri dari hukum). Di samping itu ada saijana lain mengatakan seience (n bianch of criminal law) jadi hukum comparative law is a braneh of legal perbandingan merupakan calung ilmu

pengetahuan hukum. Meskipun RC Gutteridge memandang bahw.i i uinparative law hanya sebagai suatu metoda pelajaran dan penelitian dalam lapangan ilmu hukum dan belum melihatnya sebagai cabang yang terpisah, namun demikian penulis lebih cenderung pada pendapat yang kedua di atas yang memandang hukum perbandingan sebagai cabang dari ilmu pengetahuan hukum, yang dengan demikian mengikuti metode dan asas- asas ilmu hukum pada umumnya. Untuk kebutuhan praktis dan dalam rangka menggali dan merumuskan identitas hukum (pidana) Nasional, maka hukum perbandingan i.c. HUKUM PIDANA PERBANDINGAN dapat dijadikan sebagai mata kuliah tersendiri. Memperbandingkan berbagai sistem hukum dapat dilakukan dari berbagai sudut peninjauan antara lain: Memperbandingkan: Hukum tertulis dengan hukum tidak tertulis. Hukum Hukum Hukum dan lain-lain. Dalam hubungannya dengan mata kuliah ini, yang dijadikan sebagai publik dengan hukum perdata. Nasional dengan hukum Internasional. masa lalu dengan hukum masa kini.

bahan perbandingan adalah sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia dengan sistem hukum Pidana yang berlaku di berbagai negara. Telah diutarakan pada nomor 1 bahwa pada prinsipnya sistem hukum pidana dapai digolongkan dalam 3 jenis yaitu: Sistem Anglo Saxon. Sistem Eropa Kontinental Sistem Negara-negara Sosialis. \ Dalam rangka tulisan ini untuk tersebut a diutarakan KUHP Malaysia dan Philippina. Untuk tersebut b: KUHP Korea dan sudah tentu KUHP Indonesia termasuk dalam golongan ini. Akhirnya untuk tersebut c: KUHP Rusia dan RRC. 6. Hubungan Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara. Sebagaimana diketahui menurut pembagian Ulpianus, hukum publik terbagi tiga jenis yaitu hukum tata negara, hukum pidana dan hukum administrasi. Hukum Pidana merupakan serangkaian ketentuan-ketentuan yang mengatur: tingkah laku yang dilarang atau diharuskan di mana terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana, jenis dan macam pidana dan cara-cara menyidik, menuntut, pemeriksaan persidangan serta melaksanakan pidana. Hukum Tata Negara merupakan serangkaian ketentuan-ketentuan yang mengatur: bangunan negara, hubungan badan negara sesamanya dan bagaimana cara melaksanakan tugasnya. Sedangkan Hukum Administrasi adalah serangkaian ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana caranya badan-badan pemerintahan dan badan-badan peradilan administrasi menjalankan tugasnya. Dari pembagian dalam jenis-jenis, maupun dari uraian pengertian jenis- jenis tersebut, seakan-akan masing-masing jenis tersebut terpisah satu sama lainnya. Namun apabila didalami masing-masing jenis, akan ternyata hukum tata negara yang antara lain berupa Undang-undang Dasar menempati tempat yang lebih tinggi. Artinya pada dasarnya, tiada suatu perundangan dalam suatu negara yang bertentangan dengan Undang-undang Dasarnya atau konstitusinya. Dengan perkataan lain perundangan di bidang Hukum Pidana harus menyesuaikan diri dongan Undang-undang Dasar yang bersangkutan. dengan demikian terlihat adanya jalinan antara hukum pidana dengan hukum atta negara sebagai suatu mekanisme ( pola ) ketata negaraan dari setiap negara. apabila undang-undang dasarnya bermaknakan liberalisme atau komunisme, maka hukum pidananya menjujnjung dan melindungi " isme " yang berpadanan. oleh karena itu hukum idana indonesnia harus menjunjung dan melindungni pancasila dan undang-undang dasar 1945 yang harus terbaca dalam perumusannya. yang sekarang berlaku, harus ditafsirkan sedemikian itu.

Manfaat memperbandingkan hukum pidana berbagai negara. Ingin lebih atau setidak-tidaknya sama dengan yang lain adalah merupakan sifat dan naluri manusia. Karenanya ia membanding bandingkan yang ada padanya dengan yang lain itu. Jika ia berpendapat bahwa yang ada padanya itu perlu ditingkatkan, maka ia akan berusaha ke arah itu. Kemajuan peradaban manusia yang sudah sedemikian hebatnya sekarang ini adalah juga sebagai kelanjutan dari kegiatan memperbandingkan itu. Kegiatan memperbandingkan itu juga berlaku di bidang hukum, dalam hal ini di bidang hukum pidana. Apabila kita memperbandingkan hukum pidana kita dengan hukum pidana dari negaranegara lain, terutama dari negara-negara tetangga beberapa manfaat akan dapat kita petik. Manfaat itu antara lain ialah: Kita akan dapat melihat dan merasakan kekuatan dan kelemahan dari hukum pidana kita sendiri. Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa hukum pidana kita yang berlaku dewasa ini adalah warisan dari penjajahan Belanda dan resminya masih berbahasa Belanda. Sekalipun sudah ditambal-sulam di sana-sini, namun masih perlu pembaharuan. Dengan lebih mengenal kekuatan dan kelemahan itu niscaya akan timbul gagasan-gagasan untuk memperbaiki kelemahan itu yang jika perlu mempelajari "kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam hukum pidana asing itu,lalu dinilai kesesuaiannya dengan kebutuhan kita. Dengan mempelajari jiwa dari hukum pidana asing itu dalam perbandingannya dengan yang kita miliki, juga akan meningkatkan 'YHii rasa hukum dan sekaligus memperluas cakrawala pandangpn kita Dalam banyak hal, hukum pidana itu bersifat universal. Artinya suatu tindakan yang kita pandang sebagai kejahatan, juga dipandang sebagai kejahatan di luar negeri. Namun dalam beberapa hal, yang kita pandang sebagai kejahatan, belum tentu di negara asing itu dipandang demikian. Misalnya menyebarluaskan ajaran komunisme adalah merupakan kejahatan di Indonesia, tetapi di negara-negara komunis justru sebaliknya. Nah, dalam hal ini manfaat perbandingan itu ialah untuk mengetahui tindakan apa saja di luar negeri itu yang tidak dipandang sebagai kejahatan, tetapi di Indonesia dipandang sebagai kejahatan. .. Dengan semakin meningkatnya volume peijalanan antar negara, terutama dari negara

tetangga, apabila mereka sedang berada di Indonesia, kita sudah mengenalnya dari sudut hukum pidana. Sebaliknya apabila kita yang berada di negara asing itu, sedikit banyak kita dapat mengerti mengenai pandangan mereka di bidang hukum pidana. Dalam rangka penerapan dan pengayunan hukum pidana, semakin luas pengetahuan kita dan semakin banyak perbendaharaan kita di bidang hukum pidana, akan semakin dapat dicurahkan pemikiran untuk menjamin perseorangan, masyarakat dan negara dalam keseimbangannya di

bidang keadilan dan ketertiban. Dan yang tidak kurang pentingnya ialah pengetahuan dalam langka perbandingan itu dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaharui hukum pidana kita (i.c. KUHP) yang sekarang ini. Sudah barang tentu dalam rangka mempelajari hukum pidana negara asing, kita harus selalu berhati-hati, terutama mengenai dasar dan sumbernya. Namun apabila kita selalu mendasari PANCASILA dan UUD1945 dan selalu berpijak di Negara Indonesia, kekhawatiran itu tidak perlu dibesar-besarkan. Sehubungan dengan penulisan ini, harus diakui keterbatasan kemampuan penulis untuk membuat tafsir yang tepat terhadap KUHPKUHP dari ne- gara-negara yang kita jadikan Obyek pembahasan. Karenanya tulisan ini mungkin akan memancing kritik-kritik yang tajam. Dan sekaligus kritik- kritik tersebut memperlihatkan kelemahan dari tulisan ini. Dalain hal ini, penulis hanya berharap semoga untuk penulisan selanjutnya dapat disempurnakan. Posisi penulis yang sekaligus mengkuliahkannya berprinsip "lebih baik ada kendati hanya setetes, dari pada tiada sama-se- kali. karena dari yany, lidak ada, tidak mungkin ada yang dapat dibuat atau diperbaiki".

BAB PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA PHILIFPINA

Berlakunya ketentuan pidana. Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku. Seperti halnya Indonesia adalah bekas jajahan Belanda yang karenanya mewarisi KUHP dari Belanda, maka Republik Philippina juga adalah bekas jajahan Amerika Serikat yang karenanya juga mewarisi THE REVISED PENAL CODE (R.P.C.) yang dapat diteijemah- kan sebagai Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dibaharui. (Selanjutnya akan disebut saja R.P.C.). Sudah barang tentu RPC ini telah disesuaikan seperlunya sehubungan dengan kemerdekaan dari Republik Philippina. Dalam rangka pembedaan sistem-sistem hukum pidana, apabila KUHP termasuk pada sistem hukum pidana Eropa Kontinental, maka RPC termasuk sistem Anglo Saxon. RPC mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1932 (Pasal 1 RPC). Kodifikasi. Telah diutarakan bahwa semula salah satu ciri khas dari sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah dikodifikasikannya hukum pidana itu, sedang di negara-negara Anglo Saxon tersebar di berbagai perundangan bahkan juga dalam putusan-putusan hakim (jurispru- densi). Namun dalam perkembangannya, di negara-negara yang menganut sistem kodifikasi itu ternyata semakin banyak juga perundangan di bidang hukum pidana yang bermunculan. Bahkan perundangan yang bermunculan itu memuat materi hukum pidana yang tidak kalah banyaknya dibandingkan dengan materi yang dikodifikasikan itu. Bandingkanlah di Indonesia materi-materi tindak pidana ekonomi, korupsi, lalu lintas, senjata api, narkotika dan lain sebagainya yang diatur di luar KUHP. Sebaliknya yang dapat kita saksikan atau dapat kita simpulkan yang terjadi di Philippina, yaitu bahwa pada tahun 1932 berbagai perundangan tersebar yang mengatur hukum pidana telah dicabut karena materinya telah dimasukkan dalam R.P.C. Hal ini jelas terbaca pada pasal 367 RPC yang berbunyi antara lain: Judul dari perundangan yang dicabut oleh RPC adalah: Undang-undang No. 277. Hukum mengenai penghinaan (libel) dan pengancaman untuk mengumumkan penghinaan. Undang-undang No. 292. Hukum tentang definisi dan pemidanaan kejahatan pengkhianatan (treason), pemberontakan (insurrection), perlawanan kepada penguasa (sedition). Undang-undang No. 480. Hukum tentang adu-ayam. Undang-undang No. 518. Hukum tentang penyamunan di jalan raya atau perampokan

(brigandage).

5 sampai dengan 30. Pada No. 30 tersebut, disebutkan beberapa perundangan yang merubah Code Penal yang lama. c. Sistematika. Apabila KUHP terbagi dalam 3 buku yang masing-masing buku dibagi berturutan dengan 9 Bab, 32 Bab dan 10 Bab dan kesemuanya terdiri dari 569 pasal (menurut penomerannya, karena sudah ada pasal- pasal yang dicabut dan sebaliknya ada yang ditambah berupa bis, terr dan terakhir dengan pasal 479 a sampai dengan 479 r) maka RPC terbagi dalam: Dua buku, buku pertama berisi Ketentuan Umum dan kedua tentang kejahatan dan pidana, berarti tidak dikenal Buku ke III/ Pelanggaran seperti pada KUHP. Lima Bab untuk buku pertama dan 15 Bab untuk Buku II. 367 pasal, di mana pasal 1 sampai dengan 113 termasuk Buku I dan 114 sampai dengan 367 termasuk Buku II. Selain dari pada itu masih terdapat Hukum Pidana Khusus yang jumlahnya dalam RPC ini dilampirkan tidak kurang dari 23 perundangan (Act law, Presidential Decree) yang antara lain berupa: Perundangan tentang Spionase, Perundangan tentang Anti Subversi. Perundangan tentang Anti penyadapan berita kawat, Perundangan tentang Anti perampokan dan lain sebagainya.

Dalam rangka kuliah ini, yang paling diutamakan pembahasannya ialah mengenai Ketentuan Umumnya. Jika dalam KUHP secara berturut-turut diatur tentang: Berlakunya hukum pidana (Bab I). Pidana (Bab II). Peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana (Bab III). Percobaan (Bab IV). Penyertaan (Bab V). Perbarengan (Bab VI). Pengaduan (Bab VII). Penghapusan hak penuntutan dan sebagainya (Bab VIII) Pengertian otentik (Bab IX). maka dalam RPC secara berturut ditentukan:

Bab Pendahuluan (Pasal 1,2). Bab I. Tentang Kejahatan dan hal-hal yang mempengaruhi pertanggungjawaban pidana, (pasal 3 sampai dengan 15). Bab II. Tentang Subjek yang dapat dipertanggungjawabkan pidana, (pasal 16 sampai dengan 20). Bab III. Tentang Pidana dan pemidanaan. (Pasal 21 sampai dengan 88). Bab IV. Tentang Penghapusan pertanggungjawaban, (pasal 89 sampai dengan 99). Bab V. Tentang Pertanggungjawaban Perdata. (Pasal 100 sampai dengan 113).

Apabila diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam RPC ini, ternyata pada Bab I sampai dengan IV sudah mencakup semua materi utama dari Buku I KUHP. Bahkan beberapa materi Hukum Pidana yang tidak terdapat dalam KUHP, akan tetapi penting yang biasanya dipelajari melalui ilmu pengetahuan hukum pidana, di RPC sudah diatur secara tegas. Selain dari pada itu mengenai Bab V RPC dapat dipandang sebagai lebih maju. Di Indonesia baru pada akhir 1981 diatur hal seperti itu dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidananya. Hal ini memang agak lucu, karena bukankah KUHAP merupakan ketentuan pelaksanaan bagi KUHP (Hukum Pidana Material)? konsep kejahatan. Dalam RRC dicantumkan juga tentang pengertian kejahatan (felony, erime, delietos,

oflence atau misdemeanors) yang pada garis besarnya dapat diutarakan sebagai berikut: Kejahatan adalah perbuatan dan kelalaian yang diancam pidana oleh perundangan. Dan kejahatan sempurna bilamana semua unsur-unsur yang ditentukan untuk penyelesaiannya telah dipenuhi (pasal 3 dan 6 RPC). Seseorang yang melakukan suatu kejahatan kendati yang terjadi itu berlainan dengan yang dikehendaki oleh petindak. Dalam Asas-asas Hukum Pidana kita perbuatan seperti ini dikenal sebagai Percobaan yang dikuaJifikasikan. Pengaturan seperti ini tidak terdapat dalam KUHP. Seseorang yang melakukan suatu kejahatan, namun alat yang digunakan atau objek/sasarannya tidak wajar. Hal inipun kita kenal ketika membahas materi PERCOBAAN sebagai Percobaan yang tidak wajar (ondeugdelijke poging). Tindakan-tindakan yang layak ditindas menurut pandangan pengadilan, kendati belum diancam dengan pidana dalam perundangan. Jika hal seperti ini terjadi hakim yang bersangkutan harus segera melaporkan kepada Kepala negara melalui Departemen Kehakiman. Kejahatan tercegat adalah apabila petindak melakukan semua tindakan pelaksanaan agar teijadi kejahatan itu, namun tidak dapat selesai karena sebab-sebab di luar kehendak sipelaku. (pasal

6 RPC). Percobaan kejahatan adalah jika tersangka memulai pelaksanaan suatu kejahatan secara langsung dan terang-terangan, tetapi belum melakukan semua tindakan pelaksanaan karena beberapa sebab di luar kehendaknya sendiri, (pasal 6 RPC).

Kejahatan ringan adalah pelanggaran suatu ketentuan Undang- undang untuk mana diancamkan penahanan ringan atau denda maksimum 200 pesos atau kedua-duanya, (pasal 9 RPC). Petindak hanya dapat dipidana apabila kejahatan tersebut telah sempurna dilakukan (pasal 7 RPC). Dibandingkan dengan yang diuraikan pada no. S) dan 6) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa percobaan untuk melakukan kejahatan ringan tidak dipidana. Selain dari pada kejahatan ringan dikenal juga kejahatan sedang dan berat. Kejahatan sedang adalah yang diancam dengan pidana perbaikan dalam periode maksimumnya. Sedangkan kejahatan berat adalah jika diancamkan pidana utama dan pidana penjeraan. Jelas bahwa ukuran pembedaan kejahatan ringan (light fe- lony), sedang (less grave felony) dan berat (grave felony) terletak pada pengancaman pidana yang ditentukan. Permufakatan-jahat dan perencanaan jahat hanya pada kejahatan tertentu saja yang diancam dengan pidana, (pasal 8 RPC). Bandingkanlah dengan pasal 87 dan 88 KUHP yang memberi pengertian untuk makar dan permufakatan jahat. Jelas terlihat di sini bahwa di RPC soal permufakatan jahat merupakan bagian atau uraian dari kejahatan, sedangkan dalam KUHP hanyalah merupakan bagian dari pengertian otentik. Kejahatan di luar RPC tidak tergantung kepada RPC. Namun RPC merupakan pelengkap terhadap perundangan khusus itu sepanjang di sana tidak diatur yang sebaliknya. Berbicara mengenai kejahatan atau suatu tindak pidana, telah diketahui bahwa dalam Asas-asas Hukum Pidana dianut bahwa ia ter diri dari 5 unsur yaitu: Subjek Kesalahan Bersifat melawan hukum. Tindakan yang dilarang/diharuskan oleh Undang-undang yang untuk pelanggarannya diancam dengan pidana. Waktu, tempat dan keadaan.

Di KUHP tidak ada diatur dalam Buku I tentang unsur kedua tersebut, pada hal unsur tersebut tidak kurang pentingnya untuk menentukan dapat dipidananya seseorang petindak. Di RPC dalam Buku I, jadi di Ketentuan Umum, sudah diatur mengenai unsur tersebut. Dengan tegas dicantumkan bahwa kejahatan harus dilakukan dengan sengaja atau alpa (pasal 3 RPC). Bahkan

pada pasal 12 ke-4 ditentukan lagi bahwa pertanggungjawaban pidana ditiadakan bagi seseorang jika waktu ia melakukan suatu tindakan sudah secara cermat, namun menyebabkan kerugian, semata-mata karena kecelakaan tanpa kesalahan atau kehendak untuk itu. Ditentukan juga mengenai bilakah dipandang ada kesengajaan dan kealpaan. Dikatakan ada kesengajaan jika tindakan itu dilakukan dengan niat yang direncanakan, sedangkan kealpaan dikatakan ada jika tindakan itu teijadi sebagai akibat dari ketidak hati-hatian, kealpaan, kurang penglihatan ke depan atau kekurangmampuan.

e. Asas-asas berlakunya ketentuan pidana. Mengenai berlakunya ketentuan pidana biasanya diperbedakan antara berlakunya dihubungkan dengan waktu dan berlakunya dihubungkan dengan tempat dan orang. Untuk yang pertama dibahas tentang asas legalitas, berlaku surutnya suatu ketentuan dan masalah penggunaan analogi dan untuk yang kedua dibahas tentang asas-asas territorialitas, personalitas, perlindungan dan universalitas. Di KUHP hal tersebut diatur dalam pasal 1 sampai dengan 9. Dalam RPC, ternyata hal tersebut tidak diatur dalam satu Bab dan rupanya asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poe- nali tidak dipandang peiiu diatur dalam pasal yang pertama. Setelah dalam pasal 3 ditentukan tentang definisi dari kejahatan yang pada pokoknya tidak mencantumkan unsur subjektifnya melainkan hanya unsur objektifnya saja, baru pada pasal 21 dan 22 RPC dicantumkan ketentuan Nullum delictum tersebut. Ketentuan pada pasal 21 RPC dapat dikatakan sebagai mirip dengan pasal 1 ayat 1 KUHP. Ketentuan pasal 22 RPC sudah lebih luas cakupannya dibandingkan dengan pasal 1 ayat 2 KUHP. Jika dalam membahas pasal 1 ayat 2 KUHP dipermasalahkan nasib seorang terpidana apabila suatu perundangan berubah di mana perubahan itu lebih menguntungkan, maka dalam pasal 22 RPC dengan tegas dicantumkan bahwa perubahan yang menguntungkan itu berlaku bagi terdakwa maupun bagi terpidana yang sedang menjalani pidananya. Khusus bagi terdakwa/terpidana yang melakukan kejahatan tersebut sebagai kebiasaan (residiv) dalam hal ia telah melakukan kejahatan tersebut dan dipidana untuk itu lebih dari dua kali, maka ketentuan yang menguntungkan tersebut tidak diberlakukan kepadanya. Mengenai asas-asas berlakunya hukum pidana menurut tempat dan orang dicantumkan dalam pasal 2 saja yang dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa RPC menganut: Asas territorialitas, dengan menentukan RPC berlaku kepada seseorang yang berada di dalam kepulauan Philippina, daerah angkasanya, daerah perairan dalam dan daerah lautnya serta juga bagi seseorang yang sedang di atas sebuah kapal atau kapal udara Philippina yang berada di luar wilayah Philippina. Asas personalitas, namun terbatas hanya untuk:

Kejahatan pemalsuan liang Philippina, pemalsuan surat obligasi dan surat jaminan yang diterbitkan oleh Pemerintah (yang dilakukan di luar Philippina); Pengedaran tersebut a) di atas ke Philippina; Kejahatan terhadap keamanan negara. Ini berarti apabila seseorang Philippina mencuri di luar negeri, lalu kembali ke Philippina, Hukum pidana Philippina tidak dapat diterapkan kepadanya. Asas personalitas secara khusus berlaku bagi pegawai negeri jika melakukan suatu kejahatan dalam pelaksanaan fungsinya di luar negeri. Asas perlindungan, untuk kejahatan-kejahatan tersebut no. 2) b) dan c) di atas, karena subjeknya ditentukan barangsiapa di luar negeri, yang berarti juga siapa saja dan bukan hanya warga negara Philippina. Dari perumusan pasal 2 RPC ini sukar dapat disimpulkan bahwa RPC menganut asas Universalitas. Karena uang yang dilindungi itu hanyalah uang Philippina. S eperti diketahui Indonesia menganut asas ini di KUHP di bidang pemalsuan uang, pembajakan laut dan udara (di bidang narkotika, diatur secara tersendiri). Kiranya hal seperti ini dicukupkan saja penyelesaiannya melalui peijanjian-peijanjian Internasional. Apabila Indonesia menjunjung tinggi hukum internasional di bidang hukum pidana sebagaimana dapat ditafsirkan dengan penentuannya dalam satu pasal tersendiri yaitu pasal 9 KUHP, kiranya di RPC cukup disenafaskan saja dalam pasal 2 RPC dengan antara lain menentukan: Kecuali yang telah ditetapkan dalam peijanjian-peijanjian dan Undang-undang tentang penerapan yang diutamakan. Dari ketentuan inilah dapat disimpulkan antara lain imunitas dari Kepala Negara, duta- duta dan sebagainya terhadap RPC. Pidana dan pemidanaan. Jenis dan macam pidana. Jenis pidana dalam KUHP Indonesia diatur dalam pasal 10 terdiri dari: Pidana pokok: Pidana mati. Pidana penjara. Kurungan. Denda. Pidana tambahan: Pencabutan hak-hak tertentu. Perampasan barang-barang tertentu. Pengumuman putusan hakim. Dalam RPC Philippina penggolongan pidana diatur dalam pasal 25 yakni:

Pidana Pokok: Pidana Utama: Pidana mati. Pidana penjara (afflictive penalty): Pidana penjara mandiri seumur hidup (reclusion per- petua). Pidana penjara mandiri sementara (reclusion temporal). Pidana penjara berat (prison mayor). Pidana perbaikan: Pidana penjara untuk perbaikan (prison correctio- nal). Penahanan berat (arresto mayor). Skorsing (suspension). Penahanan kota (destierro). d) Pidana ringan: Penahanan ringan (arresto menor). Tegoran (public censure). e) 0 Denda (fme). Wajib tertib (bond to keep the peace).

Pidana tambahan: a) b) c) d) e) Pencabutan hak mutlak seumur hidup atau sementara. Pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara. Skorsing. Pembayaran ganti-rugi. Perampasan atau penyitaan peralatan dan barang-barang hasil kejahatan. f) Pembayaran biaya perkara. (Pasal 25 RPC). Pidana denda pada dasarnya dapat dijatuhkan secara mulatif dengan pidana lainnya. Baca pada no. 13 berikut.

Tindakan yang tidak dipandang sebagai pidana. Di dalam KUHP beberapa tindakan dipandang bukan sebagai pidana kendati diputuskan oleh hakim yaitu: Pengembalian seseorang anak di bawah umur yang melakukan suatu kejahatan tertentu kepada orang tuanya (pasal 45). Anak tersebut 1) diserahkan kepada pemerintah untuk dididik- paksa (pasal 45). Mengirimkan seorang gila ke rumah sakit gila (pasal 44). Di RPC ketentuan seperti ini diatur dalam pasal 24 yang disebut

sebagai tindakan pencegahan/pengamanan yang terdiri dari: Penangkapan/penahanan sementara tertuduh. Penangkapan/penahanan sementara karena penyakit syaraf atau dungu. Penyerahan seseorang anak di bawah umur kepada Pemerintah, pribadi, yayasan sosial atau yayasan kemanusiaan untuk dirawat/ dididik. Pemberhentian dari pekeijaan atau jabatan umum selama pemeriksaan sidang. Denda dan denda-koreksi. Pencabutan hak-hak yang dalam hukum perdata dapat ditetapkan dalam bentuk pidana. Pemberian ganti rugi.

Straf-minima dan straf-maxima. Dalam KUHP dikenal pidana minimum umum dan pidana maksimum umum untuk pidana penjara dan kurungan, sedangkan untuk pidana denda hanya dikenal pidana denda minimum. Kemudian secara khusus pidana maksimum (yang tidak boleh melewati pidana maksimum umum) ditentukan pada pasal-pasal tindak pidana. Pidana minimum untuk "perampasan kemerdekaan adalah satu hari. Di RPC hanya untuk pidana penahanan ringan saja dikenal pidana minimum yang lamanya satu hari. Selanjutnya semakin tinggi derajat pidananya, semakin lama pula minimumnya (Pasal 27 RPC). Perhatikanlah metrik berikut: No. 1. 2. 3. Nama pidana Minimum Maksimum

Penahanan ringan

1 hari 30 hari 6 bulan

Penahanan berat 1 bin + 1 hari a. Penjara perbaikan ) b. Skorsing ) 6 bin + 1 hari

6 tahun

c. Penahanan rumah ) 4. a. Penjara berat ) 6 thn + 1 hari b. Pencabutan hak sementara) 5. lenjara sementara 12 thn + 1 hari 20 tahun 12 tahun

Kemudian dalam rangka mengancamkan pidana kepada suatu kejahnlin lam pasal kejahatan), dibuka juga kemungkinan untuk mengadakan periodlsas' pada garis besarnya diatur sebagai berikut (pasal 76 RPC). Nomor nama

pidana

Periode

Keseluruhan Periode Minimum Menengah Maks,i 1. 2. 1 h. s/d 30 h. 1 h. s/d 10 h. 11 h. s/d 20 h. 2 bin + 1 h. s/d. 4 bin. 2 thn. + 4 bin. + 1 h. s/d 4 th th. ] 0 th s/d 1 i 11 tlr. bin + 20 th. 21 h s 4 bin. s/d. 4 thn +1 Periode Peri

1 bin + 1 h. s/d 1 bin. s/d 2 6 bin bin

3.

6 bin + 1 h s/d. 6 bin + 1 h. 6 thn s/d 2 thn + 4 bin.

4.

6 thn + 1 h. s/d 6 thn. + 1 h. 12 thn. s/d 8 thn.

8 thn + 1 h. s/d 10 thn. 14 thn.+ 8 bin. + 1 h. s/4 17 thn. + 4 bin.

5.

12 thn + 1 h s/d 12 thn. + lh.. 20 thn. s/d 14 thn. + 8 bin.

Dengan demikian apabila diancamkan pidana untuk Pengkhianatan: Penjara sementara sampai dengan pidari' ini berarti untuk pidana penjara tersebut minimumny- 12 tahun dan 1 hari dan maksimumnya adalah 20 tahun. Permufakatan jahat untuk pengkhianatan: Penjara berarti; arti minimumnya adalah 6 tahun + 1 hari dan maksimal adalah 12 tahun. Pemalsuan uang: Penjara perbaikan dalam periode mim am, berarti minimumnya adalah 6 bulan + 1 hari dan maksm m: adalah 2 tahun + 4 bulan. Selain dari pada ketentuan pidana minimum dan maksim n ) sebut, juga ditentukan bahwa jika suatu macam pidana pokok diti kan maka berbarengan dengan itu ditentukan juga secara defmi dana tambahan yang harus dijatuhkan. Misalnya berbarengan dengan pidana penjara seumur hidup harus dicabut hak-hak perdatanya seumur hidup atau selama ia menjalani pidananya (jika teijadi pengurangan setelah 30 tahun). Misal lain, jika dijatuhi pidana penahanan, maka berbarengan dengan itu ialah penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan haknya untuk tetap sebagai pegawai dan untuk memilih dalam suatu pemilihan selama ia menjalani pidananya.

Penerapan pidana. Pidana yang dapat dijatuhkan hanyalah pidana yang diancamkan. Ancaman pidana yang

ditentukan dalam suatu pasal harus diartikan diancamkan bagi tindak-piuana sempurna yang ditentukan (pasal 46 RPC). Sehubungan dengan ketentuan ini, maka jika hanya teijadi percobaan yang

dikualifikasikan, percobaan terccgat atau percobaan, maka cukup ditentukan secara umum ancaman pidananya yaitu diturunkan tingkat/derajat pidana satu atau dua tingkat dibandingkan dengan pidana yang diancamkan pada pasal yang bersangkutan (pasal 49-51 RPC). Sistem penurunan derajat pidana juga diterapkan bagi pelaku peserta atau pembantu (pasal 52 58 RPC). Pada dasarnya sistem penaikan derajat pidana, terutama dalam rangka derajat/tingkat periodisasi juga diterapkan dalam hal terjadinya keadaan-keadaan yang memberatkan bagi sitersangka (pasal 62 dan seterusnya RPC).

Pelaksanaan dan Menjalani pidana. Pidana hanya dapat dijalankan apabila ia telah merupakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pidana yang dijatuhkan hanya yang diancamkan dalam pasal yang bersangkutan (pasal 78 RPC). Penundaan pelaksanaan pidana dapat teijadi apabila terpidana gila. Hal yang sama juga berlaku kepada petindak di bawah umur apabila hakim memutuskan untuk dirawat/dididik oleh pemerintah, perseorangan atau suatu badan swasta, (pasal 79,80 RPC). Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan kursi listrik. Apabilaterpidana menghendaki untuk dibius sebelum dilistrik harus dipenuhi. Selanjutnya pemberitahuan pelaksanaan pidana mati harus dilakukan pada siang hari keija dan setelahnya paling lambat 8 jam sudah harus dilistrik. Pelistrikan itu tidak boleh dilakukan setelah matahari terbenam. Penguburannya harus sederhana oleh keluarganya jika diminta. Jika tidak diminta maka jenazah tersebut diserahkan kepada badan peneliti ilmiah dan yang kemudian harus menguburkannya.

Peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana. Peniadaan pidana. Dalam mempelajari peniadaan pidana yang terdapat dalam KUHP juga kita perbedakan menurut doktrin penyebab dari peniadaan tersebut. Penyebab pertama adalah karena tidak ada sifat melawan hukum dari tindakan tersebut atau ditiadakan bersifat melawan hukumnya (alasan pembenaran/justifying circumstances). Penyebab kedua ialah karena tidak ada kesalahan atau ,ditiadakan kesalahan tersebut oleh Undang-undang. Pembedaan seperti ini tidak secara tegas terdapat dalam KUHP. Di RPC ternyata pembedaan itu sudah secara tegas dicantumkan. Pada pasal 11 RPC diatur

tentang peniadaan pidana karena bersifat melawan hukumnya tidak ada/ditiadakan. Yans ditentukan ialah: Mempertahankan diri sendiri. Mempertahankan diri/hak dari isteri/suami atau keluarga. Membela orang lain. Menghindarkan suatu kejahatan. Melaksanakan suatu tugas atau hak. Mematuhi suatu perintah dari yang berwenang. Pada pasal 12 diatur peniadaan pidana karena kesalahan petindak tidak ada/ditiadakan yaitu: Yang dungu atau sakit syaraf. Usia di bawah 9 tahun. Usia antara 9 tahun dan 15 tahun akan tetapi belum bisa membe dakan yang baik dan yang buruk. Tanpa kesalahan atau kehendak. Bertindak di bawah pengaruh daya paksa. Bertindak di bawah pengaruh ketakutan. Gagal melakukan suatu keharusan menurut Undang-undang karena dicegah oleh suatu kekuatan yang luar biasa.

Pengurangan pidana. Penguiangan pidana diatur dalam pasal 13 RPC. yang pada garis besarnya adalah: Melakukan suatu tindakan, akan te'api tidak sepenuhnya bersilat melawan hukum atau kesalahannya tidak ada/ditiadakan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 11 dan 12 RPC. Usia di bawah 18 tahun atau di atas 70 tahun. t) Tidak mempunyai kehendak untuk melakukan suatu kejahatan

berat sebagaimana yang terjadi, (terjadi akibat di luar kehendaknya). Terdapat cukup provokasi (tantangan) atau ancaman dari fihak lainnya. Tindakan tersebut adalah dalam rangka pembelaan segera untuk mempertahankan diri/keluarganya. Terangsang sangat sehingga'sewajarnya ia menjadi sangat marah. Tersangka menyerah secara sukarela. Tersangka tuh/dungu dan sebagainya yang membatasi panca inderanya untuk bertindak. Berpenyakit yang mengurangi kemampuan bertindak.

Setiap keadaan lain yang menyerupai secara alamiah analoog dengan yang tersebut di atas.

Pemberatan pidana. Pemberatan pidana diatur dalam pasal 14 RPC yang jumlahnya tidak kurang dari 21 keadaan, yang pada garis besamya adalah: Menyalahgunakan jabatan. Tindak pidana yang dilakukan berbarengan dengan merugikan/ menghina Pemerintah. Penghinaan dilakukan di tempat kediaman dari penderita. Dengan menyalahgunakan kepercayaan. Dilakukan di Istana Kepala Negara atau di tempat menunaikan kegiatan agama. Dilakukan pada malam hari, atau di tempat yang tak berpeng- huni, atau oleh suatu gerombolan/3 orang atau lebih bersama- sama dengan bersenjata. Pada waktu terjadi suatu kebakaran besar, kapal karam, gempa bumi, epidemi, bencana atau kecelakaan lainnya. Dilakukan dengan bantuan orang bersenjata atau dijamini oleh seseorang bahwa ia akan bebas dari pemidanaan. Residivis. Pengulangan. Karena mengharapkan mendapat upah (penjahat bayaran), Tindak pidana dilakukan dengan cara pembanjiran, pembakaran, peracunan, peledakan, mengandaskan kapal, melepas lokomotip dari rel dan sebagainya. Direncanakan terlebih dahulu, Dengan menggunakan kelicikan, penyamaran, keakhlian. Menyalahgunakan kesempatan atau alat-alat yang diperoleh dari penguasa atasan. Tindak pidana dilakukan dengan cara pengkhianatan. Bahwa alat-alat yang digunakan menambah noda/kerusakan pada akibat yang sewajarnya. Tindak pidana dilakukan dengan "memanjat. Memasuki tempat tindak pidajia dengan menggangsir. Menggunakan alat pembantu berupa anak di bawah umur, kendaraan bermotor (darat, air atau udara) dan lain sebagainya. Dalam melaksanakan tindak pidana juga melakukan tindak pidana lain yang berlebihan. Ternyata yang diatur dalam RPC tersebut jika diperbandingkan dengan Bab III Buku I KUHP, jauh lebih luas. Bahkan apa yang biasanya kita pelajari melalui ilmu pengetahuan hukum pidana, dalam RPC sudah menjadi ketentuan tertulis.

Percobaan. Mengenai percobaan di KUHP diatur secara tersendiri di Bab III Buku I. Yang secara tegas diatur adalah Percobaan terhadap kejahatan (pasal 53) dan Percobaan terhadap pelanggaran pasal 54. Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana-lah kita mempelajari bentuk-bentuk percobaan lainnya seperti percobaan tercegat, percobaan yang tidak wajar (ondeugdelijk) dengan teori percobaan subjektif dan objektifnya dan percobaan yang dikualifikasikan. Di RPC mengenai percobaan ini diatur di bawah judul Bab 1^ KEJAHATAN, Dengan demikian untuk menguji apakah telah teijadi suatu perco-

suatu kekuatan yang luar biasa.


b.

Pengurangan pidana. Pengurangan pidana diatur dalam pasal 13 RPC. yang pada garis besarnya adalah:
1)

Melakukan suatu tindakan, akan tetapi tidak sepenuhnya bersifat melawan hukum atau kesalahannya tidak ada/ditiadakan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 11 dan 12 RPC.

2) 3)

Usia di bawah 18 tahun atau di atas 70 tahun. Tidak mempunyai kehendak untuk melakukan suatu kejahatan berat sebagaimana yang terjadi, (terjadi akibat di luar kehendaknya).

4) 5)

Terdapat cukup provokasi (tantangan) atau ancaman dari fihak lainnya. Tindakan tersebut adalah dalam rangka pembelaan segera untuk mempertahankan diri/keluarganya.

6) 7) 8) 9) 10)

Terangsang sangat sehingga'sewajarnya ia menjadi sangat marah. Tersangka menyerah secara sukarela. Tersangka tuli/dungu dan sebagainya yang membatasi panca inderanya untuk bertindak. Berpenyakit yang mengurangi kemampuan bertindak. Setiap keadaan lain yang menyerupai secara alamiah analoog dengan yang tersebut di atas.

c.

Pemberatan pidana. \/ Pemberatan pidana diatur dalam pasal 14 RPC yang jumlahnya tidak kurang dari 21 keadaan, yang pada garis besarnya adalah:
1) 2)

Menyalahgunakan jabatan. Tindak pidana yang dilakukan berbarengan dengan merugikan/ menghina Pemerintah.

.1) Penghinaan dilakukan di tempat kediaman dari penderita.


4) 5) 6)

Dengan menyalahgunakan kepercayaan. Dilakukan di Istana Kepala Negara atau di tempat menunaikan kegiatan agama. Dilakukan pada malam hari, atau di tempat yang tak berpeng- huni, atau oleh suatu gerombolan/3 orang atau lebih bersama- sama dengan bersenjata.

7)

Pada waktu terjadi suatu kebakaran besar, kapal karam, gempa bumi, epidemi, bencana atau kecelakaan lainnya.

8)

Dilakukan dengan bantuan orang bersenjata atau dijamini oleh seseorang bahwa ia akan bebas dari pemidanaan.

9) 10) 11) 12)

Residivis. Pengulangan. Karena mengharapkan mendapat upah (penjahat bayaran), Tindak pidana dilakukan dengan cara pembanjiran, pembakaran, peracunan, peledakan, mengandaskan kapal, melepas lokomotip dari rel dan sebagainya.

13) 14) 15) 16) 17)

Direncanakan terlebih dahulu, Dengan menggunakan kelicikan, penyamaran, keakhlian. Menyalahgunakan kesempatan atau alat-alat yang diperoleh dari penguasa atasan. Tindak pidana dilakukan dengan cara pengkhianatan. Bahwa alat-alat yang digunakan menambah noda/kerusakan pada akibat yang sewajarnya. Tindak pidana dilakukan dengan "memanjat. Memasuki tempat tindak pidajia dengan "menggangsir. Menggunakan alat pembantu berupa anak di bawah umur, kendaraan bermotor (darat, air atau udara) dan lain sebagainya.

18) 19) 20)

j 21)

Dalam melaksanakan tindak pidana juga melakukan tindak pidana lain yang berlebihan. Ternyata yang diatur dalam RPC tersebut jika diperbandingkan dengan Bab III Buku

I KUHP, jauh lebih luas. Bahkan apa yang biasanya kita pelajari melalui ilmu pengetahuan hukum pidana, dalam RPC sudah menjadi ketentuan tertulis. 11. Percobaan. Mengenai percobaan di KUHP diatur secara tersendiri di Bab III Buku I. Yang secara tegas diatur adalah Percobaan terhadap kejahatan (pasal 53) dan Percobaan terhadap pelanggaran pasal 54. Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana-lah kita mempelajari bentuk-bentuk percobaan lainnya seperti percobaan tercegat, percobaan yang tidak wajar (ondeugdelijk) dengan teori percobaan subjektif dan objektifnya dan percobaan yang dikualifikasikan. Di RPC mengenai percobaan ini diatur di bawah judul Bab 1^ KEJAHATAN, Dengan demikian untuk menguji apakah telah terjadi suatu perco-

baan atau tidak dilihat/diukur dari unsur-unsur tindak-pidana, maka unsur ke-4-Lah (tindakan/pelalaian yang diharuskan/dilarang oleh Undang-undang) yang menentukan dalam hubungannya dengan kehendaknya yang dihentikan fihak luar. Artinya unsur ke-4 itu hanya sebagian saja yang sudah terselesaikan, sedangkan sebagian lainnya terhenti karena dicegah/dihentikan atau tidak dimungkinkan oleh fihak luar. Ketentuan-ketentuan mengenai Percobaan iiii dapat dibaca pada pasal 4 dan 6 RPC. Akan tetapi tentang ancaman pidana terhadap Percobaan tersebut diatur di Bab III PIDANA pasal 49 (percobaan dikualifikasikan), pasal 50 (percobaan tercegat), pasal 51 (percobaan), pasal 59 (percobaan yang tidak wajar); serta pasal-pasal 54, 55, 56 dan 57 dalam hubungannya dengan pelaku peserta dan pembantu. Jadi tidak seperti di KUHP, diatur dalam pasal 53 itu juga kendati dalam ayat yang berbeda. Selanjutnya dalam pasal 7 RPC ditentukan bahwa untuk dapat memidana kejahatan ringan hanyalah jika telah sempurna semua unsur-unsurnya. Ini berarti bahwa percobaan terhadapnya tidak dipidana. Bandingkan dengan pasal 54 KUHP. Penyertaan. \J KUHP mengatur penyertaan dalam Bab V Buku I. Dalam mempelajari penyertaan ini yang pertama sekali diutarakan antara lain ialah bahwa yang menjadi pokok persoalan dalam ajaran penyertaan adalah untuk menentukan bentuk hubungan antara peserta-peserta tersebut yang kemudian menentukan pula pertanggungjawaban - Pidana masing-masing peserta. Masalah persoalan pokok inilah rupanya yang mengilhami pembuat Undang-undang di Philippina, sehingga diperlukan untuk mengatur dalam Bab tersendiri dengan judul "ORANGORANG YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN PIDANA. Untuk kejahatan berat ditentukan ada 3 golongan yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu: h IV tindak (principal). IVIaku-peserta (accomplice).

c. IVmbantu (accessory). Sedang untuk kejahatan ringan hanya ada 2 golongan yaitu:
a.

Pctindak dan b. IVlaku peserta. Dari ketentuan terakhir ini dapat disimpulkan bahwa membantu

melakukan kejahatan ringan tidak dipidana. Apa yang dimaksud dengan kejahatan ringan (lihat no. 8 d ke 7).

Yang dimaksud sebagai petindak ialah:


yang berperan serta secara langsung, yang langsung memaksa atau menggerakkan orang lain. yang melakukan suatu tindakan lain dalam rangka kerja sama untuk mewujudkan suatu tindak pidana. (Tindakan lain itu dalam hal ini adalah merupakan conditio sine qua non dalam perwujudan tindak pidana tersebut).

Jelas kiranya di sini tidak diperbedakan antara penyuruhan dan penggerakan, seperti yang terdapat dalam KUHP. Hal ini dapat difahami karena dalam hal penyuruhan justru hanya penyuruh itulah yang merupakan petindak, sedangkan yang disuruh hanyalah merupakan alat. Dalam hal penggerakan (ala KUHP) si penggerak termasuk golongan petindak kedua RPC dan yang digerakkan termasuk dalam golongan pertama RPC. N Khusus mengenai pembantuan, selain dari peniadaan pidana untuk melakukan kejahatan ringan seperti disimpulkan di atas, maka juga apabila pembantuan itu terjadi dalam hubungan suami/isteri, leluhur, keturunan, saudara sekandung laki-laki/perempuan yang sah menurut Undang-undang, sekandung atau yang diadopsi, keluarga semenda dalam derajat yang sama juga ditiadakan pidana, kecuali dalam satu hal seperti diatur dalam pasal 19 ayat 1 RPC. Mengenai ancaman pidana kepada masing-masing golongan petindak tidak diatur dalam Bab ini, melainkan BAB III tentang PIDANA. Perbedaan ancaman pidana bagi petindak, peserta dan pembantu diperbedakan dalam gradasi pidana. Jadi tidak seperti pada KUHP, misalnya untuk pembantu ditentukan dikurangi dengan sepertiganya. Dalam RPC diatur juga tentang masalah kepribadian yang hanya berlaku bagi yang bersangkutan. (Pasal 62 RPC). Bandingkanlah dengan pasal 58 KUHP. Perbarengan dan pengulangan. Z$-Q(o 99^ Di KUHP, perbarengan diatur secara tersendiri di Bab VI Buku ke I, pengulangan (residiv), untuk kejahatan tertentu pada pasal 486,487 dan 488 dan pengulangan untuk pelanggaran diatur pada Bab atau pasal-pasal yang bersangkutan di Buku III. Di RPC materi perbarengan-tindakan dan perbarengan pidana tidak diatur secara tersendiri dalam satu Bab. Demikian pula mengenai pengulangan. Rupanya pembuat Undangundang lebih cenderung untuk menempatkannya di bawah judul BAB I KEJAHATAN dan BAB III PIDANA sesuai dengan hakekat

13.

dari perbarengan itu sendiri. Karenanya, yang sehubungan dengan perbarengan-tindakan (kejahatan) tersimpulkan sebagai diatur pada pasal 14 seperti tersebut pada nomer: 2 (melakukan tindak pidana sambil menghina pemerintah). 10 (sebelumnya, tersangka telah pernah dihukum untuk kejahatan lain). 12 (melakukan tindak pidana dengan pembanjiran dan lain sebagainya). / 17 (akibat tindak pidana yang dilakukan menambah penodaan). Ps 5- < 'M P 21 (sambil melakukan tindak pidana lain yang tidak diperlukan). Ketentuan pidana diatur pada pasal-pasal : 48, 63 dan 64 yang dapat disimpulkan sebagai penerapan "stelsel penyerapan atau stelsel penumpukan. ;

14.

Hapusnya hak penuntutan dan penjalanan pidana. Mengenai materi seperti tertera dalam judul no. 14 ini, diatur pada Bab VIII Buku I KUHP. Di RPC, juga diatur dalam Bab tersendiri, hanya nama Babnya bertitik berat kepada masalah pertanggungjawaban pidana. Yang mengemuka dan berbeda dari ketentuan KUHP dalam Bab IV Buku I RPC ini ialah:
a. b.

Ditentukannya dalam RPC tentangpemberian amnesti. Pemberian maaf seluruhnya oleh fihak yang dirugikan. Dalam agak berbau hukum perdata jadinya. hal ini

c.

Dengan nikahnya wanita yang dirugikan dalam hal terjadi tindak pidana seksualitas seperti perjinahan (adultery), pergundikan (concu- binage), percabulan (seduetion), melarikan wanita (abduetion), perkosaan (rape), kesucian (chastity) dan tindakan menggairahkan (act ol lasciviousness) (pasal 89 jo 344 RPC). Soliiln dari pada itu diatur pula penghapusan sebahagian pertanggungjawaban

pldiiiui dalam hal terjadi: a IVmimlun bersyarat. -MIKOHP


b. c.

Poii^uriin^in luikuman dan Pcinhaiaii " karenakelakuan yang baikselama menja lani pidana, (pasal 94 RPC).

15.

Kesalahan, Bersifat melawan hukum dan sebab -akibat.

Dalam rangka mempelajari KUHP khususnya, mengenai kesalahan, Bersifat melawan hukum dan sebab-akibat kita pelajari dalam ilmu pe- ngeiahuan hukum pidana. Dalam pasalpasal tindak pidana ditemukan istilah-istilah kesengajaan atau culpa/alpa (sebagai perincian dari kesalahan), bertentangan dengan hukum, bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kepatutan/kebiasaan (sebagai perincian dari Bersifat melawan hukum) serta istilah-istilah sebab dan akibat apabila tindak-pidaiia tersebut merupakan tindak-pidana material atau sebab dan akibat itu dikaitkan sebagai syarat pemidanaan, namun tidak dijelaskan apa artinya dan apa fungsinya dalam suatu tindak pidana. Justru ilmu pengetahuan hukum pidanalah yang menunjukkan fungsi tersebut yaitu bagi kesalahan dan bersifat melawan hukum masing-masing merupakan unsur, yang jika tidak hadir, maka tidak telah terjadi suatu tindakan yang dapat dipidana alias tindak pidana. Fungsi sebab-akibat dalam suatu hal ia merupakan syarat pemidanaan, di lain hal sebagai pembentuk unsur kesengajaan (i .c. sebab), serta dalam hal- hal tertentu menunjukkan hubungan antara sesama bagian-bagian dari tindakan itu sendiri, menunjukkan hubungan antara kesalahan dengan tindakan serta hubungan bersifat melawan hukum dengan tindakan yang bersangkutan. Di RPC, seperti telah diutarakan pada nomor 8 d ke-9, tentang kesengajaan dan kealpaan telah dicantumkan di dalamnya. Mengenai bersifat melawan hukumnya suatu tindakan, dengan penafsiran a contrario tersimpulkan diatur pada pasal 11. Lihat pada no. 10 a. Sedangkan mengenai sebab-akibat seperti juga pada KUHP tidak secara jelas diatur.

16.

Pertanggungjawaban perdata.1^ Dengan Undang-undang no. 8 tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 tentang KUHAP telah diatur tentang penyidangan pertanggungjawaban perdata oleh penguasa yang

menyalahgunakan kewenangannya di bidang hukum acara pidana. Namun sampai sekarang di dalam KUHP sendiri belum diatur dan juga belum ditambahkan mengenai

pertanggungjawaban perdata dari seseorang yang merusak sesuatu benda yang mengakibatkan kerugian di fihak ketiga. Di RPC, hal ini telah diatur dalam satu BAB tersendiri dengan judul BAB V PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA. Ketentuan-ketentuan ter-

penting yang diatur antara lain adalah sebagai berikut:


a.

Bahwa setiap orang yang dipertanggungjawabkan pidana karena suatu kejahatan, juga dipertanggungjawabkan perdata karena kejahatan tersebut.

b.

Untuk kasus kasus tertentu, kendati hapus atau dihapuskan pertanggungjawaban pidana, tidak dengan sendirinya juga menghapuskan per- tnnggungjawaban perdata. K .IMIs kasus tersebut adalah:
1)

Jika terdapat kesengajaan atau kelalaian pada seseorang dungu/ gagu, gila, anak di bawah umur yang melakukan suatu kejahatan, maka pertanggungjawaban perdata dibebankan kepada mereka yang secara sah menguasai/mengawasi mereka.

2)

Jika dalam rangka menghindari suatu kejahatan, seseorang melakukan suatu tindakan, di mana tindakan itu juga merugikan fihak ketiga, maka pertanggungjawaban pidana baginya hapus karena tindakan itu dibenarkan, namun pertanggungjawaban perdata tidak hapus akan tetapi dibebankan kepada seseorang yang terhindar dari kejahatan tersebut.

3)

Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana karena ia dipaksa atau ditakuti oleh orang lain, maka pertanggungjawaban perdatanya dibebankan kepada sipemaksa/orang yang menakuti itu (pasal 101 RPC).

c.

Diaturnya pertanggungjawaban ganti rugi bagi para pengusaha atas kejahatan yang terjadi dalam perusahaan tersebut. Misalnya, apabila seseorang tamu hotel menitipkan barangnya yang ada di kamar kepada penguasa hotel, lalu kecurian, maka pemilik hotel wajib menggantinya.

d.

Diaturnya pertanggungjawaban ganti rugi untuk keseluruhan jumlah yang ditentukan oleh hakim sesuai dengan quata masing-masing pelaku, namun jika ada yang tidak mampu membayar maka diterapkan pertanggungjawaban rentang.

c.

IVrtanggungjawaban perdata dapat dihapuskan dengan cara yang di- atiu dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Civil Law). Kesimpulan, ini berarti adanya kaitan RPC dengan Civil Law. *** BAB IV.

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA D E N G A N H U K U M P I D A N A K O R E A 07 'q *

17.

Berlakunya Ketentuan Pidana. a. Kodifikasi dan Sistematika. Hukum Pidana Korea sudah dikodifikasikan sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Korea (Criminal Code of the Republic of Korea yang selanjutnya disebut C.C. saja) yang diundangkan berdasarkan Undang-undang N0. 239 tanggal 18 September 1953. Hukum Pidana Indonesia dikodifikasikan dalam KUHP (Undang-undang N0. 1 Tahun 1946. yo Undang-undang N0. 73 Tahun 1958). Sistematika Hukum Pidana (KUHP) Indonesia berbeda dengan sistematika C.C. Korea. Sistematika KUHP terdiri dari tiga buku yaitu:

Buku I yang memuat Ketentuan Umum. ~ Buku II yang memuat Kejahatan. ^ Buku III yang memuat Pelanggaran,v

sedangkan C.C. terdiri dari dua buku saja yaitu:


Buku Pertama: Ketentuan-ketentuan Umum Buku Kedua: Ketentuan-ketentuan Khusus yang memuat tindak pidana. Jika diperbandingkan sistematika KUHP dengan CC., maka perbedaan yang sangat

menyolok yang dapat dilihat dalam hal ini adalah bahwa C.C. tidak membedakan antara Kejahatan dengan Pelanggaran, sedangkan KUHP masih membedakannya. Kejahatan dan Pelanggaran dalam C.C. disatukan dalam satu buku, dalam hal ini buku kedua yang memuat tindak pidana. Selanjutnya berbeda dengan Buku I KUHP yang dibagi dalam IX BAB + Aturan Penutup, maka Buku I C.C. dibagi dalam 4 (empat) BAB saja yang terdiri dari: BAB I. Batas berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana. BAB II. Tindak Pidana (Crime) BAB III. Pidana (punishment) BAB IV. Penghitungan waktu. Menurut waktu. Berlakunya hukum pidana menurut waktu dalam KUHP Indonesia diatur dalam pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), sedangkan dalam C.C. Korea diatur dalam pasal 1 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). Asas-asas yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP juga dianut oleh C.C.

Sebagaimana diketahui asas-asas yang terdiri dalam pasal 1 ayat (1) KUHP Indonesia adalah: ^
1. 2. 3.

Asas legalitas Asas tidak berlaku surut Asas tidak menggunakan analogi.

Pasal 1 ayat (1) C.C. Korea berbunyi: "Kriminalitas dan keterpidanaan dari suatu tindakan harus ditentukan dengan Undang-undang yang mendahului saat pelaksanaan tindakan itu. Dari perumusan pasal 1 ayat (1) C.C. tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga asas yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dianut oleh C.C. Dalam pasal 1 ayat (2) KUHP diatur suatu ketentuan yang merupakan pengecualian terhadap asas tidak berlaku surut, demikianpun dalam pasal 1 ayat (2) C.C. diatur hal yang sama. Hanya perbedaannya terletak pada apakah berlaku bagi terpidana atau hanya bagi tersangka/terdakwa. Yang diatur dalam KUHP mengenai berlaku surutnya suatu ketentuan yang menguntungkan, hanya berlaku untuk tersangka/terdakwa atau dengan perkataan lain bagi mereka yang belum dijatuhi pidana, sedangkan menurut sistem C.C. berlaku juga bagi terpidana tetapi terbatas. Terbatasnya dalam hal ini ialah hanya terhadap terpidana yang telah mempunyai putusan hakim yang tetap dan apabila pada Undang-undang yunp, bnru tidak merupakan tindak pidana, maka pelaksanaan pidana luput dikurangi (lihatpasal 1 ayat3C.C.). Memiiul tempat dan orang. SobuKiilinunn diketahui bahwa berlakunya Hukum Pidana menurut tempat ilan , Sccara Umum dikenal empat asas yaitu:
1. 2. 3. 4.

Asas territorialitas Asas personalitas Asas perlindungan Asas universalitas. Apakah keempat asas tersebut dianut oleh KUHP Indonesia dan C.C. Korea?

Untuk menjawab persoalan ini berikut ini akan ditinjau masing-masing asas tersebut, baik di KUHP maupun di C.C.
1)

Asas territorialitas. Asas ini dalam KUHP diatur dalam pasal 2 dan perluasannya dalam pasal 3 (Kendaraan Air/Pesawat Udara Indonesia), sedangkan dalam C.C. asas ini diatur dalam pasal 2 dan

perluasannya dalam pasal 4 (Perahu Korea dan lain-lain). Dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal dari masing-masing KUHP tersebut dapat dilihat bahwa baik KUHP maupun C.C. sama-sama menganut asas territorialitas, bahkan sa- ma-sama memperluas kepada perahu/pesawat terbang di luar negeri.
2)

Asas personalitas. r Sebagaimana halnya asas territorialitas, asas personalitas- pun dianut oleh KUHP dan juga oleh C.C. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 5, 6, 7 dan 8 KUHP, sedangkan dalam C.C. dapat dilihat dalam pasal 3. Asas personalitas menurut KUHP ada yang dibatasi dan ada yang diperluas. Yang dibatasi yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 dan ke-2, di mana ditentukan bahwa hanya tindak pidana tertentu saja atau di Indonesia harus merupakan kejahatan, sedangkan di luar negeri (tempat melakukan) harus diancam dengan pidana, barulah Hukum Pidana Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia di luar Indonesia. Sedangkan yang diperluas adalah sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (2), mengenai pelaku yang menjadi warga negara sesudah melakukan tindak pidana atau pejabat Indonesia di luar Indonesia yang melakukan kejahatan jabatan. Di C.C. Korea, asas personalitas dianut sepenuhnya karena dalam pasal 3 C.C. disebutkan bahwa: Kitab Undang-undang ini harus diterapkan kepada warga negara Korea yang melakukan

tindak pidana di luar perbatasan negara Republik Korea. Di dalam pasal 3 ini ada katakata "harus yang berarti wajib diterapkan kepada setiap warga negara Korea yang melakukan tindak pidana di luar perbatasan Korea.
3)

Asas perlindungan. Dalam KUHP asas perlindungan termasuk asas yang dianut secara terbatas, artinya sudah ditentukan secara limitatif, tentang tindak pidana-tindak pidana yang merupakan perlindungan terhadap kedaulatan negara Indonesia, seperti apa yang diatur dalam pasal 4 ke-1, ke-2 sebagian (meterai dan merek) dan pasal 4 ke-3 KUHP. Demikian juga halnya dalam C.C. hanya terhadap tindak pidana-tindak pidana tertentu saja yang dinyatakan sebagai perlindungan terhadap kedaulatan negara Korea. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 5 C.C. Dalam pasal 6 C.C., tindak pidana terhadap warga negara Korea juga dimasukkan sebagai asas perlindungan, kecuali apabila tindakan itu tidak merupakan tindak pidana di tempat dilakukan.

4)

Asas universalitas. KUHP menganut asas universalitas sebagaimana diatur dalam pasal 4 ke-2 sebagian (mata uang atau uang kertas) dan pasal
4

ke-4 (pembajakan laut dan udara).

Asas ini juga dianut oleh C.C., hal mana dapat dilihat dalam pasal
5

ke-4 tentang tindak pidana tentang mata uang. Perbedaan antara KUHP dengan C.C. dalam

asas universalitas adalah: bahwa di KUHP tersimpulkan bahwa kejahatan pembajakan di laut
d

dan udara menganut asas universalitas, sedangkan di C.C. tidak.

Ketentuan penutup. Dalam KUHP dikenal adanya ketentuan penutup, sebagaimana ilnitui dalam pasal 103 yang berbunyi: "K r ton tuan ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII Buku ini |iip,n lirilal.ii bagi tindakan56 tindakan yang oleh ketentuan perundang-

lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika

oleh Undang-undang dltoiitukan lain. Ketentuan yanf sama ditemukan juga dalam C.C., hal mana dapat

dilihat dalam pasal 8 yang berbunyi: pewcjl^kacuj baku ?cruu.a^ l "Ketentuan-ketentuan umum di dalam Kitab Undang-undang ini juga r'c dapat diterapkan untuk tindak pidana yang pemidanaannya dicantumkan dalam Undang-undang lain kecuali hal itu telah diatur oleh Undang- undang bersangkutan. Sepintas lalu ketentuan yang terdapa! dalam pasal 103 KUHP dan pasal 8 C.C. adalah sama, akan tetapi jika diperhatikan benar-benar apa makna dari masing-masing ketentuan tersebut, di samping ada persamaannya juga ada perbedaannya. Persamaannya ialah sama-sama memberlakukan ketentuan umum yang terdapat dalam masing masing KUHP tersebut terhadap tindak pidana yang diatur di luar masing-masing KUHP tersebut. Perbedaannya: N
1)

Pasal 103 KUHP berada di bawah judul Aturan Penutup dari ketentuan umum, sedangkan pasal 8 C.C. berada di bawah judul Batas berlakunya Kitab Undangundang Hukum Pidana.

2)

Pasal 103 KUHP merupakan pasal terakhir dari Buku I, sedangkan pasal 8 C.C. merupakan pasal yang berada di bawah judul BAB I Buku I (bukan pasal akhir Buku I).

3)

Pasal 103 KUHP membatasi ketentuan umum yang berlaku untuk tindak pidana di luar KUHP ic. Bab I sampai dengan Bab VIII (Bab IX tidak termasuk), sedangkan pasal 8 C.C. tidak terbatas, yang berarti semua ketentuan umum yang ada dalam C.C. berlaku bagi tindak pidana di luar C.C. tersebut.

18.

Pidana. a. Jenis-jenis pidana. Jenis-jenis pidana dalam KUHP diatur dalam pasal 10 (lihat uraian no. 9 a ke-1 dan ke-2 yang pertama).
57

Dalam C.C. jenis pidana diatur dalam pasal 41 yang terdiri atas:
1) 2) 3)

Pidana mati (Death penalty) Pidana penjara (Penal servitude) Pidana kurungan (Imprisonment)

4) 5) 6) 7) 8) 9)

Pencabutan hak-hak tertentu (Deprivation of qualifications)

Penskorsan hak-hak tertentu (SuSpention of qualifications). Denda (Fine) Penahanan (Detention) Denda ringan (Minor Fine) Perampasan (Confiscation). Dengan melihat jenis-jenis pidana yang diatur dalam KUHP

dan jenis-jenis pidana yang terdapat dalam C.C. dapat diperbandingkan bahwa:
1)

KUHP membedakan adanya pidana pokok dengan pidana tambahan, sedangkan di C.C. tidak secara tegas membedakannya, namun pada pasal lain (i.c. pa^al 49) ditentukan bahwa perampasan bersifat sebagai pidana tambahan.

2)

KUHP (setelah adanya Undang-undang No. 20 Tahun 1946) mengenal pidana tutupan, sedangkan C.C. tidak mengenal jenis pidana tutupan.

3)

KUHP mengenal adanya pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim. Di C.C. hal ini diatur dalam pasal 58 di mana pengumuman putusan hakim hanya akan dijatuhkan atas permintaan dari fihak yang dirugikan. Dalam hal ini biaya ditanggung oleh

terdakwa/terpidana.
4)

KUHP mengatur pidana penskorsan hak-hak tertentu sebagai pidana tambahan, sedangkan di C.C. tidak diperbedakan sebagai pidana pokok atau tambahan.

5)

KUHP tidak mengenal penahanan sebagai jenis pidana, sedangkan C.C. mengatur sebagai salah satu jenis pidana.

6)

Pidana denda dalam KUHP hanya satu jenis saja (yang merupakan pidana pokok), tetapi C.C. mengenal adanya pidana denda dan denda ringan.

Sisiri penjatuhan pidana. Menurut sistem penjatuhan pidana yang dianut oleh 58 KUHP adaluli aebigli borikut:
1)

Terhadap satu tindak pidana, hanya boleh dijatuhkan satu pi dana pokok sebagaimana diancamkan secara alternatif terhadap

tindak pidana tersebut.


2)

Terhadap satu pidana pokok dapat ditambahkan satu atau lebih pidana tambahan. Sistem penjatuhan pidana yang diatur dalam C.C. dapat dijatuhkan dua jenis pidana

terhadap satu tindak pidana. Hal yang demikian dapat disimpulkan dari:
1)

Pasal 43 (1): Untuk seseorangyang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidupatau kurungan seumur hidup, dapat dicabut hak-haknya.

2)

Pasal 43 (2) : Untuk seseorang yang dijatuhi pidana penjara untuk masa terbatas atau kurungan untuk masa terbatas dapat diskors hak-haknya.

3)

Pasal 49 tentang pidana perampasan

(lihat penjelasan di atas).

c.

Maksimum dan minimum pidana. Maksimum dan minimum pidana, baik dalam KUHP maupun dalam C.C. ditemukan, namun mempunyai perbedaan-perbedaan seperti terlihat dalam uraian-uraian berikut ini:
1)

Maksimum pidana:
a)

Menurut KUHP:

Pidana penjara maksimum 15 tahun, yang dapat menjadi 20 tahun apabila ada pemberatan atau diancam secara alternatif dengan pidana mati/penjara seumur hidup.

Pidana kurungan maksimum satu tahun, yang dapat menjadi satu tahun empat bulan apabila ada pemberatan.

b)

Menurut C.C.:

Masa pidana penjara maupun pidana kurungan dapat seumur hidup. Masa pidana penjara maupun pidana kurungan terbatas maksimum 15 tahun, yang dapat men59

jadi 25 tahun apabila ada pemberatan (pasal 43).


Denda: minimum 500 Hwan, maksimum tidak dibatasi (pasal 45). Penahanan maksimum tiga puluh hari, (pasal 46). Denda ringan maksimum di bawah 500 Hwan atau Won (pasal 47).
CC

Dai i uraian-uraian di atas jelas kelihatan bahwa maksimum pidana yang diatur dalam KUHP berbeda dengan yang diatur dalam C.C. Dalam C.C. maksimum pidana penjara disamakan dengan maksimum pidana kurungan, sedangkan dalam KUHP dibedakan. Selain dari pada itu, jangka waktu maksimum apabila ada pemberatan, di KUHP adalah 20 tahun, sedangkan di C.C. adalah 25 tahun. Hal lain yang berbeda adalah pidana denda.
2)

Minimum pidana.
a)

Menurut KUHP.

Pidana penjara/kurungan minimum satu hari. Pidana denda Rp. 0,25 x 15 = Rp. 3,75.

b)

Menurut C.C.

Pidana penjara/kurungan minimum satu bulan. Pidana denda minimum lima ratus Hwan. Penahanan minimum satu hari. Pidana denda ringan minimum lima puluh Hwan.

Dengan memperbandingkan minimum pidana yang diatur dalam KUHP dengan C.C., dapat dikemukakan perbedaan-perbedaan- nya yang diatur antara lain:
a)

KUHP menentukan bahwa minimum pidana untuk pidana penjara/kurungan adalah satu hari, sedangkan C.C. menentukan satu bulan.

b)

Minimum pidana denda menurut KUHP adalah Rp.3,75,- sedangkan C.C. menentukan 500 Hwan, atau 50 Hwan untuk denda ringan.

d.

Berat ringannya pidana. Urutan berat ringannya pidana, baik di KUHP maupun di C.C. diatur tersendiri. Urutan
60 berat ringannya pidana menurut KUHP diatur pada pasal 69 yang intinya sebagai berikut: 1)

Perbandingan berat ringannya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut uruturutan dalam pasal 10 KUHP.

2)

Perbandingan berat ringannya pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.

Sedangkan berat ringannya pidana menurut C.C. diatur pada pasal 50(1) yang intinya sebagai berikut:
1) 2) 3)

Beratnya pidana ditentukan menurut urutan seperti tercantum dalam pasal 41. Pidana kurungan seumur hidup dapat dipandang lebih berat dari pidana penjara CC terbatas. Pidana kurungan terbatas yang lamanya lebih panjang dari pada pidana penjara terbatas, maka pidana kurungan yang lebih berat.

4)

Jika pidananya sama maka yang mempunyai minimum pidana yang lama/besar yang lebih berat.

5)

Mendasari sifat-sifat dan keadaan-keadaan tindak pidana dapat ditentukan berat ringannya pidana. KUHP menentukan berat ringannya pidana yang didasarkan kepada urut-urutan yang

terdapat dalam pasal 10 KUHP jika pidananya tidak sejenis, dan maksimumnya jika pidananya sejenis. Di C.C. selain menentukan menurut urut-urutan pasal 41 juga masih memberikan pengecualian-pengecualian sebagaimana telah dikemukakan pada no.
2) e.

sampai dengan 5) di atas.

Pemidanaan bersyarat. Ketentuan mengenai pemidanaan bersyarat dalam KUHP diatur dalam pasal 14a sampai dengan 14 f. Pemidanaan bersyarat pada prinsipnya adalah suatu putusan hakim

tentang pemidanaan, hanya tidak dijalani, asal dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim (maksimum tiga tahun bagi kejahatan dan pelanggaran tertentu dan dua tahun bagi pelanggaran lainnya), tidak melanggar syarat-syarat umum (tidak melakukan tindak pidana) atau syarat-syarat khusus. Pemidanaan bersyarat dapat berupa pidana penjara atau pidana kurungan asal saja sang hakim tidak akan menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun.
61

Dalam C.C. dikenal penundaan penjatuhan pidana dan penundaan pelaksanaan pidana, yang masing-masing merupakan suatu judul yang berdiri sendiri-sendiri di bawah judul pidana. Penundaan penjatuhan pidana tidak dikenal dalam KUHP namun mirip dengan "pemidanaan bersyarat" Sedangkan penundaan pelaksanaan pidana hampir sama dengan "pemidanaan bersyarat. Penundaan penjatuhan pidana diatur dalam pasal > ' ) s/d. <>l (.C. yang pada pokoknya

mengatur: I) lik.i pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara atau pidana kuningan yaiif, iidak melebihi satu tahun, atau pidana penskorsan alun hak hak tei tentu, atau pidana denda maka penjatuhan pidana Ittpnl ditunda.
CC

') Syaiul syaiat penundaan penjatuhan pidana adalah petindak ke- lahaian menunjukkan penyesalan dengan sungguh-sungguh, ke- i nali bila sebelumnya didakwa dan dijatuhi pidana penskorsan' t m yung lebih berat.
i)

IVnundaan dapat juga dilakukan apabila pidana-pidana dijatuhkan * aia bei

barengan.
I)

lt.ii.i-. waktu penundaan penjatuhan pidana adalah dua tahun. Jika balas waktu itu dilewati, maka akibatnya adalah pembebasan ditil tuntutan.

. > IViiundaau penjatuhan pidana menjadi batal, jika selama masa penundaan itu, terdakwa/terpidana dijatuhi pidana penskorsan aiau y a n j lebih berat karena suatu tindak pidana lain. Itcihieara mengenai penundaan pelaksanaan pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 62 sampai dengan 65 C.C. ada miripnya dengan pemidanaan bersyarat dalam KUHP, hanya ada perbedaannya dalam hal- hal sebagai berikut:

62

1)

Di C.C. diatur bahwa pidana yang dijatuhkan merupakan pidana penjara atau pidana kurungan maksimum 3 tahun. Di KUHP diatur apabila hakim akan menjatuhkan pidana penjara maksimum l tahun atau pidana kurungan.

2)

Masa percobaan di C.C. adalah minimum satu tahun dan maksimum 5 tahun. KUHP mengatur bahwa lamanya masa percobaan adalah maksimum 3 tahun untuk kejahatan pelanggaran tertentu atau 2 tahun untuk pelanggaran lainnya.

3)

Masa percobaan batal, jika ada putusan hakim yang tetap bagi terpidana karena melakukan suatu tindak pidana selama masa percobaan. KUHP mengatur bahwa pemidanaan bersyarat dapat dicabut jika yang dipidana bersyarat itu melanggar syarat umum/ khusus.

Pelepasan bersyarat. Pelepasan bersyarat harus dibedakan dengan pengampunan (grasi/ remisi). Pelepasan bersyarat dalam KUHP diatur dalam pasal 15 sampai dengan 17, sedangkan pengampunan (grasi/remisi) diatur dalam ketentuan perundangan lain. Yang diatur dalam pasal 72 sampai dengan 75 C.C. Korea yang judulnya Pembebasan Bersyarat, setelah meneliti satu persatu yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut, tersimpul adanya persamaan dengan pelepasan bersyarat sebagaimana diatur dalam KUHP, yaitu jika tidak melanggar persyaratan yang ditentukan, maka terpidana tersebut bebas. Perbedaan yang dapat disimpulkan antara lain adalah:
1)

Pelepasan bersyarat menurut KUHP diberikan jika dua pertiga dari masa pidananya telah dijalani yang sekurang-kurangnya sembilan bulan. Pembebasan bersyarat C.C. diberikan jika waktu sepuluh tahun dari pidana seumur hidup atau sepertiga dari masa pidana terbatas telah dijalani.

2)

Lamanya masa percobaan pelepasan bersyarat KUHP adalah sisa pidana ditambah satu tahun, sedangkan masa percobaan untuk pembebasan bersyarat C.C. adalah sepuluh tahun untuk pidana seumur hidup atau sisa jangka waktu untuk pidana terbatas.

3)

Pelepasan bersyarat KUHP dapat ditarik kembali apabila melanggar syarat-syarat umum/khusus, demikian juga pembebasan bersyarat C.C. dapat ditarik kembali bila melanggar ketentuan- ketentuan pembebasan bersyarat dalam rangka pengamatan/pengawasan.

Pelaksanaan pidana. Pelaksanaan pidana yang diatur dalam KUHP tidak ditempatkan di bawah satu judul tersendiri melainkan diatur bersama-sama dengan jenis-jenis pidana yang bersangkutan. Dalam ('.C. ditempatkan di bawah satu judul yaitu pelaksanaan pidana (pasal 66 sampai dengan 71). Yang diatur adalah hal-hal sebagai berikut:
1)

Pidana mati. IMdana mati dilaksanakan di dalam suatu rumah penjara dengan cara digantung. Ketentuan tersebut sama dengan yang iliaiin dalam pasal 11 KUHP. Namun sekarang ketentuan tersebut tidak dianut lagi dengan keluarnya Undang-undang No. 2 Pnps tahun 1%4 di mana ditentukan bahwa pelaksanaannya dengan ditembak mati.

2)

Pidana penjara. Pidana penjara terdiri dari penempatan secara tertutup dalam rumah penjara dan melakukan pekerjaan yang ditentukan. Ketentuan ini dianut pula oleh KUHP.

\ ) Kuningan dan penahanan. Kurungan dan penahanan terdiri dari penempatan secara tcitutup dalam rumah penjara. Ketentuan ini dianut pula oleh KUHP akan tetapi masih ditambah diserahi pekerjaan yang lehih ringan dari terpidana penjara.
4)

Denda dan denda ringan. Denda dan denda ringan dapat dibayar dalam waktu tiga puluh hari sejak putusan hakim menjadi tetap. Untuk pidana

denda dapat ditempatkan secara tertutup dalam satu rumah keija sampai denda tersebut dibayar seluruhnya. Seseorang yang tidak membayar denda dapat ditutup dalam suatu rumah kerja selama tidak kurang dari satu bulan dan tidak lebih dari 3 tahun atau dalam denda ringan, satu hari sampai 30 hari.
CC

Pidana denda dapat dinyatakan dalam putusan hakim untuk ditetapkan masa penggantian untuk pemenjaraan jika denda tidak dibayar. Dalam KUHP juga dikenal adanya pidana kurungan peng* ganti yaitu jika denda tidak dibayar yang lamanya enam bulan atau paling lama delapan bulan jika ada pemberatan.
h.

Pidana pencabutan hak-hak dan penskorsan. Pidana pencabutan hak-hak dan penskorsan termasuk jenis-jenis pidana yang diatur dalam C.C. dengan tidak membedakan adanya jenis pidana pokok dengan pidana tambahan. Berbeda dengan KUHP, membedakan pidana pokok dengan pidana tambahan, di mana pencabutan hak-hak tertentu termasuk jenis pidana tambahan. Karenanya tidak dapat dijatuhkan berdiri sendiri tanpa adanya pidana pokok. Hak-hak yang dapat dicabut menurut ketentuan C.C, adalah sebagai berikut:
1) 2) 3)

Hak-hak untuk menjadi pegawai negeri. Hak-hak memilih dan dipilih berdasarkan hukum publik. Hak-hak yang berhubungan dengan perdagangan berdasarkan hukum publik, yang untuk itu diperlukan persyaratan yang telah ditetapkan dengan Undang-undang.

4)

Hak-hak untuk menjadi direktur, editor atau menejer suatu kooperasi yang nyata atau pengawas atau perwalian yang berhubungan dengan suatu perdagangan dari kooperasi yang nyata.

Pencabutan hak-hak tersebut dapat dijatuhkan apabila seseorang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara/kurungan seumur hidup. Untuk penjatuhan pidana yang masanya terbatas tidak dijatuhkan pencabutan hak-hak melainkan dapat dijatuhkan penskorsan hak-haknya, itupun hanya untuk hak-hak tersebut . 65 1) sampai dengan 3). Pencabutan hak-hak yang diatur dalam C.C. tersebut pada umumnya dianut juga oleh KUHP. Bahkan oleh KUHP diperluas kepada hak- hak menjalankan kekuasaan bapak, perwalian atau pengampuan atas anak sendiri. Pencabutan hak-hak menurut C.C. dapat

ditambahkan pada pidana yang masanya terbatas. Lamanya pencabutan hak-hak menurut C.C. tidak ditentukan kecuali untuk penskorsan, yaitu minimal satu tahun dan maksimum 15 tahun. Lamanya pencabutan hak menurut KUHP adalah sebagaimana diatur dalam pasal 38.
i.

Perampasan barang-barang tertentu. Menurut KUHP barang-barang yang dapat dirampas adalah ba- rang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Menurut C.C. barang-barang yang dapat dirampas adalah:
1)

Suatu benda yang telah digunakan atau terlibat digunakan untuk pelaksanaan suatu tindak pidana.

2) 3)

Suatu benda yang dihasilkan oleh atau diperoleh dengan cara berbuat kejahatan. Suatu benda yang diperoleh dengan pertukaran suatu benda yang tersebut padu ud 1) dan 2).

Hai ai i c II.IIIIII}', teisebut tidak harus merupakan kepunyaan terpidana. ir tapi dupiil |iig<i kepunyaan orang lain yang mgngetahui keadaan se- trl.di i Induk pidana dilakukan. Selain dari pada itu ditentukan bahwa ap.il>ila hnidu benda tersebut tidak dapat dirampas, maka sejumlah huip.u yunp. sama dapat dipungut dari padanya (hargajawan). keiontuun yang terdapat dalam C.C. ini berbeda dengan apa yunp, dlului dalam KUHP yang menentukan barang-barang tersebut iiduluh kepunyaan terpidana. Tidak ditentukan pula dalam KUHP Indonesia lonlung pungutan harg3 lawan. Pcniuduini, IViigiirangan dan Penambahan Pidana,
a.

Ioninduun pidana. Menurut sistematika KUHP, peniadaan, pengurangan dan penambahan pidana ditempatkan di bawah satu judul Bab, dalam hal ini Bab III. Namun dalam ketentuan umum (Buku I) KUHP, selain yang terdapat dalam Bab III di sana sini masih diatur peniadaan, pengurangan dan penambahan pidana di bawah judul Bab tertentu. Peniadaan, pengurangan dan penambahan pidana menurut siste66

matika C.C. tidak ditempatkan di dalam satu Bab tersendiri, melainkan diatur secara tersebar, ada yang di bawah judul BERLAKUNYA HUKUM PIDANA dan ada yang di bawah judul TINDAK

PIDANA, serta ada pula yang di bawah judul PIDANA. Peniadaan pidana yang diatur dalam KUHP jika diperbandingkan dengan peniadaan pidana dalam C.C. adalah sebagai berikut:
1)

Ketidak mampuan bertanggung jawab karena jiwanya cacad dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit (pasal 44 KUHP). Peniadaan pidana karena tidak mampu bertanggung jawab, dianut oleh C.C., namun memperbedakan antara: aj Seseorang yang karena cacad jiwanya tidak dapat membedakan atau mengendalikan kehendaknya, yang tidak dipidana dan
b)

Seseorang yang cacad jiwanya kurang mampu membedakan atau mengendalikan kehendaknya, yang diperingan ancaman pidananya.

Selain dari pada itu dalam C.C. ditentukan bahwa ketentuan peniadaan pidana tidak berlaku bagi mereka yang dengan sengaja melakukan kejahatan dengan sengaja membuat jiwanya cacad.
2)

Daya paksa. Dalam KUHP diatur dalam pasal 48, hal yang sama diatur juga dalam pasal 12 C.C.

3)

Pembelaan paksa. Pembelaan paksa diatur dalam pasal 49 KUHP, dan diperinci syarat-syaratnya. Dalam pasal 21, 22 dan 23 C-. yang mengatur tentang bela-paksa ditentukan bahwa tindakan itu dilakukan seseorang untuk mencegah ancaman dan perusakan yang bertentangan dengan hukum terhadap kepentingan yang sah dari seseorang atau orang lain jika alasan-alasannya masuk akal, tidak dipidana. Demikian juga pembelaan paksa yang melampaui batas, tidak disebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sese-

67

orang (pasal 21 ayat (2) C.C.). Selain dari pada itu pembelaan paksa melampaui batas hanya diperingan ancaman pidananya. Selanjutnya ditentukan juga bahwa suatu tindakan yang dilakukan karena rasa takut, pendadakan, perasaan tergugah atau
CC

bingung di waktu malam atau dalam keadaan lain luar biasa tidak dipidana. Hal seperti ini tidak diatur dalam KUHP. Pembelaan paksa yang diatur dalam pasal 21, C.C. ditujukan untuk mencegah ancaman dan perusakan terhadap kepentingan yang sah dari seseorang atau orang lain, sedangkan pasal 22 C.C. mengatur bahwa tindakan itu dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan bahaya yang mengancam kepentingan yang sah dari diri sendiri atau orang lain. Selanjutnya pasal 23 C.C. mengatur bahwa jika keadaan tidak

memungkinkan pada saat itu untuk mengadakan klaim melalui prosedure hukum, maka tindakan yang dilakukan untuk menghindari ketidakmungkinan atau kesukaran yang tidak menentu untuk pelaksanaannya tidak dipidana. Ketentuan dalam pasal 23 tersebut mengisyaratkan bahwa jika masih ada kesempatan untuk bela diri dengan meiiKKunakan "tangan penguasa, dilarang melakukan pembelaan sendui. Kalau benar-benar hal itu tidak mungkin dilakukan dan masuk diakal, barulah boleh melakukan bela paksa. Syarat syaratnya yang diatur dalam KUHP ialah, harus ada serangan seketika yang ditujukan terhadap diri sendiri atau orang lain. Selain dari pada itu pembelaan paksa harus seimbang dan juga seketika itu. Khusus mengenai pembelaan paksa melampaui batas menurut KUHP Indonesia disyaratkan bahwa harus disebabkan karena kegoncangan jiwa yang sangat hebat.
4)

Melaksanakan ketentuan Undang-undang. Baik KUHP maupun C.C. menganut ketentuan peniadaan pidana karena melaksanakan ketentuan Undang-undang. Hal mana dapat dilihat dalam pasal 50 KUHP, dan pasal 20 C.C.

5)

Melaksanakan perintah jabatan.

Dalam C.C. tidak diatur tentang peniadaan pidana karena melaksanakan perintah jabatan. Hal ini diatur dalam KUHP (pasal 51).
6)

Percobaan terhadap pelanggaran dan membantu melakukan peCC

46
1 p

langgaran.

Menurut pasal 53 KUHP percobaan terhadap kejahatan dipidana, sedangkan pasal 54 menentukan bahwa percobaan terhadap pelanggaran tidak dipidana. Demikian juga dalam pasal 56 ditentukan bahwa membantu melakukan kejahatan dipidana, sedangkan membantu melakukan pelanggaran tidak dipidana (pasal 60).
CC

Karena C.C. tidak mengadakan pembedaan delik seperti yang dianut oleh Buku II dan III KUHP, maka tidak diatur peniadaan pidana untuk percobaan atau pembantuan tindak pidana. Yang diatur adalah pengurangan pidana untuk percobaan dan pembantuan (lihat No. 19 b berikut).
7)

Syarat penuntutan. Menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP ada tindak pidana-tindak pidana tertentu yang baru dapat dituntut apabila syarat-syarat penuntutan dipenuhi. Apabila syarat- syarat penuntutan tidak dipenuhi, maka ini berarti pelakunya tidak dapat dituntut yang akhirnya tidak sampai kepada pemidanaan. Tindak pidana tertentu yang dimaksud adalah delik pers (delik pers: pasal 61, 62 KUHP; delik aduan: pasal 72, 75 KUHP). Ketentuan yang demikian tidak diatur dalam ketentuan umum C.C. Delik aduan menurut C.C. ditentukan secara khusus pada tiap-tiap delik. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 52 ayat (2) yang menyatakan...... pengakuan suka rela dilakukan ke pada pihak yang dirugikan dalam hubungan tindak pidana yang tidak dapat dituntut berhubung keberatan dari pihak yang dirugikan.

8)

Anak di bawah umur 14 tahun. Menurut pasal 45 KUHP anak di bawah umur 16 tahun dapat dipidana atau dikembalikan kepada orangtua atau dimasukkan dalam pendidikan paksa jika melakukan suatu tindak pidana. Menurut pasal 9 C.C., suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang belum mencapai umur 14 tahun tidak dipidana. Ketentuan ini sangat berbeda dengan KUHP karena anak yang berumur di bawah 14 tahun ada kemungkinan untuk dipidana.
47

9)

Kekeliruan mengenaTalah satu unsur tindak pidana.

Dalam KUHP tidak ada ketentuan yang menyatakan bah- wa kekeliruan mengenai salah satu unsur tindak pidana tidak di- ". ^ b' wvp pidana. Di pasal 13 C.C.

disebutkan bahwa tindakan yang dflaL

CL-

't *f*Dkukan karena tidak mengetahui unsur-unsur

esensial dari suatu \a p, b U. Of t

cj ik'wLra. i r e a i(As tindak pidana tidak dipidana, kecuali jika sebaliknya ditentukan tu^a&iou, y -dengan Undang-undang. Ketentuan seperti tersebut dalam C.C. tersebut hanya kita kenal melalui ilmu pengetahuan hukum pidana. Untuk kemantapannya dalam praktek hukum, kiranya perlu mendapatkan tempat dalam penyusunan

KUHP yang akan datang. ^ 10) Kekeliruan hukum, Dalam KUHP juga tidak mengenal peniadaan pidana karena kekeliruan mengenai hukum atau melakukan suatu tindak pidana karena salah pengertian bahwa tindakannya tidak merupakan suatu tindak pidana
50

berdasarkan Undang-undang. Hal ini hanya diketahui melalui ilmu

pengetahuan

hukum

pidana.

Ketentuan

tentang "kekeliruan mengenai hukum, diatur dalam pasal 16 C.C. yang menyatakan: Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana karena salah pengertian bahwa tindakannya bukan merupakan suatu tindak pidana

berdasarkan Undang-undang yang ada, dia tidak dapat dipidana hanya jika

kesalahpengertian itu didasarkan pada alasanalasan yang masuk akal. Hal seperti ini kiranya juga perlu mendapatkan tempat dalam penyusunan

KUHP Indonesia yang akan datang.


11)

Persetujuan korban. Peniadaan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana atas persetujuan korban, tidak diatur/tidak

ditentukan dalam KUHP. Hal seperti ini hanya dapat disimpulkan dari delik aduan (-mutlak atau relatif), di mana masalah penuntutan
51

tergantung kepada fihak yang dirugikan. Menurut pasal 24 C.C. suatu tindakan yang bertentangan dengan kepentingan hukum

dengan persetujuan dari seseorang yang mempunyai wewenang untuk mewujudkan

kepentingan hukum itu tidak dapat dipidana kecuali sebaliknya ditentukan oleh Undangundang.
12)

Pelaksanaan pidana yang dijatuhkan di luar

negeri.

52

Menurut pasal 76 KUHP putusan pengadilan luar negeri yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan telah dijalani seluruhnya, tidak boleh dituntut/diadili untuk kedua kalinya. Dapat diadili di Indonesia apabila putusan tersebut baru dijalankan sebagian atau belum dijalankan sama sekali lalu lari ke Indonesia dengan ketentuan bahwa pidana yang sudah dijalani sebagian di luar negeri tetap

diperhitungkan.

Berbeda dengan ketentuan pasal 7 C.C., di mana ditentukan bahwa: jika tertuduh telah menjalani pidana yang dijatuhkan padanya di luar negeri dikarenakan suatu tindak pidana, seluruhnya atau sebagian, pemidanaan baginya di Korea dapat diperingan atau dihapuskan. Dengan melihat ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa putusan hakim luar negeri walaupun telah dijalani seluruhnya (atau sebagian) masih ada kemungkinan untuk disidangkan kembali dan dijatuhi pidana. Jadi untuk yang telah dijalani seluruhnya pidananya tidak langsung bebas berdasarkan asas non bis in idem.
13)

Penyesalan dan pengakuan sukarela.


53

Dalam KUHP hal seperti ini tidak dianut/tidak dicantumkan. Dalam pasal 52 C.C., penyesalan dan pengakuan secara sukarela dapat meniadakan pidana jika:

Pernyataan penyesalan itu dilakukan di hadapan seseorang pejabat yang berwenang yang

mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan penyidikan suatu tindak pidana, atau;

Pengakuan sukarela itu dilakukan kepada pihak yang dirugikan dalam hubungan tindak pidana yang tidak dapat dituntut berhubung keberatan dari pihak yang dirugikan.

b.

Pengurangan pidana. Pengurangan pidana secara umum diatur pada BAB III maupun di luar Bab III Buku I KUHP. Perbandingan pengurangan pidana yang diatur dalam KUHP dan C.C. adalah: 1) Belum berumur 16 tahun.

54

berumur 16 tahun hakim dapat menentukan dikembalikan kepada orang tua aiau dimasukkan pendidikan paksa atau dijatuhi pidana. Jadi ada kemungkinan dipidana atau tidak dipidana (dikembalikan kepada orang tua/dididik paksa). Jika dipidana, maka pidana yang dapat dijatuhkan adalah maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga. Dalam C.C. tidak mengenal pengurangan pidana karena usia belum dewasa, C.C. malahan menentukan peniadaan pidana bagi incieka yang belum berumur 14 tahun. Hal ini berarti bahwa bagi -seoiang yang berumur 14 tahun ke atas dapat dipertanggung- jawabkan secara penuh. Iercobaan kejahatan. Menurut pasal 53 KUHP percobaan melakukan kejahatan dipidana dengan ketentuan maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga. Ketentuan percobaan terhadap tindak pidana diatur dalam pasal 25 C.C. Menurut pasal 25 ayat (2): Pidana untuk percobaan melakukan tindak pidana dapat dikurangi lebih rendah dari tindak pidana sempurna. Pembantuan melakukan kejahatan.

55

Dalam pasal 56 KUHP ditentukan bahwa membantu melakukan kejahatan dipidana dengan ketentuan maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga. Membantu melakukan tindak pidana menurut ketentuan dalam pasal 32 ayat (2) C.C. juga dipidana dengan ketentuan dapat diperingan sehingga lebih ringan dari petindak. Perubahan perundang-undangan. Pasal 1 ayat (2) KUHP Indonesia menentukan bahwa apabila terjadi perubahan perundang-undangan diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Ketentuan yang menguntungkan tersebut dapat berupa pidananya diringankan atau dihapuskan sama sekali, ataupun normanormanya yang diringankan, yang hanya dapat diterapkan kepada terdakwa. Dengan demikian untuk terpidana tidak ada pengaruhnya laKetentuan yang hampir sama diatur juga dalam C.C. Perbedaan terletak pada: kepada siapa diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan. Menurut KUHP ketentuan yang menguntungkan itu hanya berlaku terhadap terdakwa, tidak dibedakan apakah ketentuan yang menguntungkan itu meringankan atau
56

meniadakan pidana. Dalam C.C. diperbedakan ketentuan yang meringankan dengan yang meniadakan pidana. Untuk terdakwa, kedua ketentuan tersebut berlaku sama seperti yang dianut oleh KUHP. Akan tetapi bagi terpidana, bila ketentuan tersebut merupakan peniadaan pidana dapat mengurangi pidana baginya, jika putusan itu sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (pasal 1 ayat (3)). Mungkin yang dicegah oleh pembuat Undang-undang, ialah dalam hal perubahan suatu tindak pidana menjadi bukan tindak pidana, agar terpidana tidak minta ganti rugi selama ia menjalani pidana sejak perubahan undang-undang itu berlaku.
5)

Penjatuhan pidana di luar negeri. C.C. membuka kemungkinan untuk mengadili tindak pidana yang terjadi di luar Korea,-yang sudah dilaksanakan seluruhnya atau sebagian dengan ketentuan pidananya dapat diperingan atau dihapuskan (pasal 7). Ketentuan seperti itu tidak dianut oleh KUHP, kecuali pidana yang dijatuhkan di luar negeri belum dijalani seluruhnya lalu lari ke Indonesia baru dapat diadili dan tidak ditentukan dapat dikurangi atau dihapuskan.
57

6)

Cacad jiwa yang kurang mampu membedakan atau mengendalikan kehendaknya. KUHP meniadakan pidana bagi orang-orang yang cacad jiwanya dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, jika melakukan tindak pidana. C.C. juga meniadakan pidana bagi orang yang "cacad jiwanya yang tidak dapat membedakan atau mengendalikan kehendaknya, jika melakukan suatu tindak pidana. Akan tetapi apabila yang melakukan adalah orang yang "cacad jiwanya yang kurang mampu membedakan atau mengendalikan kehendaknya, tidak ditiadakan pidananya, melainkan hanya dapat diperingan (pasal 10 ayat (2)).

7)

Tuli bisu. Ketentuan KUHP tidak mengatur tentang

pertanggungjawaban dari pada seseorang yang tuli-bisu. Pertanggungjawaban dari pada orang yang tuli-bisu menurut C.C. harus dikurangi.
8)

Pembelaan paksa melampaui batas. lelah diutarakan di atas bahwa pembelaan paksa melanipaui batas menurut pasal 49 (1) KUHP tidak dipidana.
58

Berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 21 ayat 2 C.C. di nian:: dinyatakan bahwa pembelaan diri melampaui batasbaias normal, pidananya dapat

dikurangi atau ditiadakan sepadan iln^an keadaankeadaan yang meringankan. Jadi ada kalanya pembelaan paksa melampaui batas itu dipidana tetapi dikurangi, dan ada kalanya tidak dipidana tergantung kepada keadaan, (lihat No. 19 a ke-3)
9)

Penyesalan dan pengakuan secara sukarela. Dalam C.C. dapat merupakan hal yang meringankan pidana atau meniadakan pidana, gkan tetapi dalam ketentuan umum KUHP tidak diatur hal yang demikian. (Lihat No. 19 a ke-13).

10) Sistem pengurangan pidana. Sistem pengurangan pidana yang diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut:
a) b)

Maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga. Jika tindak pidana diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara maksimum 15 tahun.

Ketentuan tersebut diberlakukan untuk usia belum 16 tahun,


59

percobaan terhadap kejahatan dan membantu melakukan kejahatan. Sistem pengurangan pidana yang diatur dalam C.C. adalah sebagaimana dicantumkan dalam pasal 55 yang intinya adalah sebagai berikut:
a)

Jika tindak pidana diancam dengan pidana mati dapat dikurangi menjadi pidana penjara/kurungan seumur hidup ataupun tidak kurang dari 10 tahun.

b)

Untuk pidana penjara seumur hidup dapat dikurangi menjadi pidana penjara/kurungan terbatas minimum 7 tahun.

c)

Untuk pidana penjara/kurungan terbatas dapat dikurangi dengan

60

seperdua dari ancaman pidana.


d)

Untuk pidana pencabutan hak-hak tertentu dapat dikurangi menjadi pidana penskorsan hak-hak minimum 7 tahun.

e)

Untuk penskorsan hak-hak dapat dikurangi dengan setengah dari masa maksimal pidananya.

f)

Untuk pidana denda dapat dikurangi dengan setengah dari jumlah maksimumnya.

g)

Untuk penahanan dapat dikurangi dengan setengah dari masa maksimumnya.

h)

Untuk pidana denda ringan dapat dikurangi dengan setengah dari jumlah maksimumnya. Selain dari pada itu dalam C.C. ditentukan pula apabila ada

beberapa alasan untuk mengurangi pidana menurut hukum, diperbolehkan bemlang kali dilakukan. Penambahan pidana. Penambahan pidana dalam C.C. diatur secara tersebar. Ada yang ditempatkan di bawah judul penyertaan dan ada yang di bawah judul pengulangan serta ada pula yang di bawah judul perbarengan tindak pidana. Perbandingan penambahan pidana yang diatur dalam

CC

KUHP dengan penambahan pidana yang diatur dalam C.C. adalah sebagai berikut:
1)

Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan. Dalam KUHP diatur dalam pasal 52, sedangkan dalam C.C. tidak dikenal tentang penambahan pidana karena adanya pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan.

2)

Menggunakan bendera pada saat melakukan tindak pidana. Pasal 52-a KUHP menentukan bahwa bilamana pada waktu melakukan "kejahatan digunakan bendera

kebangsaan Republik Indonesia, pidana dapat ditambah sepertiga. Ketentuan seperti ini tidak diatur dalam C.C.
3)

Perbarengan tindak pidana. Perbarengan yang diatur dalam KUHP dan CC adalah merupakan penambahan pidana. Perbedaannya hanya terletak pada besarnya jumlah yang harus ditambahkan. Menurut KUHP, pidana yang terberat ditambah sepertiga, sedangkan menurut C.C. yang terberat ditambah setengah (pasal 38).
4)

Pengulangan (Residive). Pengulangan menurut KUHP dan C.C. sama62

CC

sama merupakan penambahan pidana. Bedanya, kalau menurut KUHP ditambah dengan sepertiga,

sedangkan menurut C.C. diancam dua kali maksimum pidananya, (pasal 35).
5)

Menghasut, pembantuan dan pemberian bantuan kepada orang yang berada di bawah pengawasan dan bimbingannya.

, Suatu kekhususan dari C.C. mengenai penambahan pidana, ialah dengan adanya penambahan pidana kepada orang yang menghasut, membantu atau memberi bantuan kepada orang yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya untuk melakukan suatu tindak pidana (pasal 34 ayat 2). Penambahan pidana tersebut adalah dengan setengah dari masa maksimum pidana yang ditentukan bagi penghasut. Dalam hal teijadi pengurangan dan penambahan pidana pada saat yang bersamaan, maka harus diterapkan ketentuan-ketentuan berikut ini (pasal 56):
1)

Pemberatan yang berhubungan dengan pasal-pasal yang mengatur ketentuan tentang itu secara khusus.

2) 3)

Pemberatan dengan pasal 34 ayat (2). Pemberatan untuk pengulangan tindak pidana.
63

CC
4) 5) 6)

Ketentuan-ketentuan pengurangan. Pemberatan karena perbarengan. Pengurangan karena hal-hal yang meringankan

kesalahan.
d.

Tindak pidana keharusan. Dalam ketentuan umum KUHP tidak dikenal

ketentuan yang mengancam pidana kepada seseorang karena tidak melakukan suatu tindakan keharusan. Hal seperti itu hanya dapat ditemukan dalam perumusan delik, misalnya pasal 164,165,224,530 dan lain-lain. Dalam ketentuan umum (pasal 18) C.C. diatur bahwa: Sese: orang yang mempunyai kewajiban^mTuklmencegah terjadinya bahaya, atau penyebab terjadinya bahaya, kepadanya akan dijatuhkan pidana yang sepadan dengan akibat dari bahaya itu. ,4) Percobaan.
a.

Jenis percobaan. KUHP hanya mengenal 2 jenis percobaan yaitu percobaan untuk melakukan kejahatan diancam pidana dan percobaan untuk melakukan pelanggaran yang tidak diancam dengan pidana (pasal 53, 54 KUHP). Bentuk64

CC

bentuk percobaan lainnya hanya dikenal dalam ilmu pengetahuan hukum pidana. Dalam pasal 25 sampai dengan 28 C.C. diatur ada 4 macam bentuk yang dimasukkan dalam percobaan yaitu:
1)

Percobaan tindak pidana, yang hampir sama dengan percobaan ala KUHP. Bedanya ialah percobaan pada C.C. adalah untuk melakukan tindak pidana (bukan kejahatan). Yang terpenting lagi ialah bahwa : tidak terselesaikannya tindak pidana itu atau terhentinya pelaksanaannya, tergantung atau tidak kepada

kemauan sipetin- dak, tidak dipersoalkan. Pokoknya telah dimulai, kemudian tidak diselesaikan atau tidak terjadi akibat yang diperlukannya.
2)

Tindak pidana yang dihentikan secara sukarela, yang lebih dekat lagi persyaratannya dengan percobaan ala KUHP, karena di sini dipersyaratkan kehendak sendiri dari petindak untuk memberhentikan tindakannya atau mencegah akibat dari tindakannya.

3)

Percobaan yang tidak waiar. Sama dengan yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan hukum pidana.

4)

Permufakatan jahat dan makar.


65

CC
b.

Ancaman pidana. Ancaman pidana bagi tersebut 20a ke-1 sampai dengan ke-4 di atas, tidak ada yang ditiadakan ancaman pidananya.Yang ditentukan hanya kejnungkinan

pengurangan yang secara khusus ditentukan pada pasalpasal tindak pidana yang bersangkutan, (pasal 29). ! I Penyertaan.
a.

Bentuk penyertaan. Bentuk penyertaan yang dikenal dalam Ketentuan Umum C.C. ialah:
1)

Pelaku peserta (Co-principals), yaitu dua orang atau lebih bersama-sama melakukan suatu tindak pidana (pasal 30).

66

2)

Penghasut (Instigator), yaitu seseorang yang menghasut orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana (pasal 31).

3)

Pembantu (Accessories), yaitu mereka yang membantu atau memberi bantuan kepada orang lain yang melakukan suatu tindak pidana (pasal 32).

4)

Penghasut yang gagal (pasal 30 ayat 3). Untuk tersebut a 1) di atas dapatlah diperbanding-samakan

dengan bersama-sama melakukan atau turut serta melakukan a la KUHP, tersebut a 2) dengan penggerakan kendati alat atau cara menggerakkan itu dalam C.C. tidak diatur; tersebut a 3) dengan pembantuan pasal 56 KUHP; dan a 4) dengan yang ditentukan pada pasal 163 bis KUHP. Yang paling menarik di sini ialah: 'N
a)

Tidak

ditentukannya

secara

definitif

caranya

menggerakkan (menghasut) atau membantu sebagaimana diatur dalam KUHP. Kupunya hal ini cukup dipercayakan kepada tafsir atau "kemampuan hakim saja.
b)

Diatumy.i pengusutan yang gagal dalam ketentuan umum, yang berarti berlaku pada umumnya bagi setiap tindak pidana.

CC
b.

Ancaman pidana. Ancaman pidana bagi pelaku peserta ditentukan sama dengan pelaku-utamanya; bagi penghasut dipandang, sebagai pelaku yang sebenarnya, yang dengan demikian

pertanggungjawaban pidana dari penghasut tergantung pada pelaku yang dihasut; bagi penghasutan yang gagal baik bagi penghasut maupun jahat yang atau dihasut dipandang sebagai untuk perencana-perencana

"permufakatan

melakukan tindak pidana tersebut; bagi pembantu ancaman pidananya dapat dikurangi; sedangkan bagi penghasut yang memperalat orang lain yang tidak bersalah atau yang alpa dipersamakan dengan ancaman pidana bagi penghasut. Selanjutnya ditentukan pula bahwa jika seseorang peserta tidak memenuhi status dari unsur subyek, maka iapun diancam dengan pidana yang sama, kecuali ditentukan lain oleh perundangan yang bersangkutan. Perbarengan dan pengulangan (Residive).
a.

Tempat. Menurut sistematika KUHP perbarengan diatur dalam Bab VI Buku I (Ketentuan Umum), sedangkan

pengulangan ada yang diatur dalam Buku II (pasal 486

68

CC

sampai dengan 488) dan ada pula yang diatur pada tindak pidana yang bersangkutan. Menurut sistematika C.C. perbarengan diatur dalam Buku I Bagian II seksi V (perbarengan tindak pidana) pasal 37 sampai dengan 40. Selain dari pada itu ada juga yang diatur tersendiri dalam pasal 19. Pengulangan diatur dalam Buku I Bagian II seksi IV (pengulangan tindak pidana) pasal 35 sampai dengan 36. Dari fakta singkat ini dapat disimpulkan bahwa:
1)

Perbarengan baik menurut KUHP maupun C.C. merupakan ketentuan umum.

2)

Pengulangan menurut C.C. merupakan ketentuan umum, sedangkan menurut KUHP merupakan Ketentuan Khusus.

b.

Bentuk perbarengan. Baik bangunan perbarengan-tindakan, maupun

perbarengan an- caman-pidana sama-sama dianut oleh KUHP dan C.C. Perbarengan tindakan yang berupa:
1)

Perbarengan tindakan tunggal (concursus idealis)

69

CC
2) 3)

Perbarengan tindakan jamak (concursus realis) Perbarengan berupa tindakan berlanjut,

berturut-turut tercantum dalam pasal 40, 37 dan 19 C.C. Perbarengan ancaman pidana sebagai kelanjutan dari adanya perbarengan tindak- pidana diatur dengan suatu sistem atau stelsel untuk penerapannya. Sistem yang digunakan oleh KUHP dan C.C. tersebut ialah:
a) b) c)

Sistem penyerapan (sistem absorsi) Sistem penjumlahan (sistem komulasi) Sistem antara,

hanya bervariasi caranya sehubungan dengan perbedaan jenis/macam ancaman pidana yang digunakan oleh KUHP dan C.C. i ' L I l">
c.

Delik tertinggal.

/1

Yang diatur dalam pasal 71 KUHP mengenai delik tertinggal dianut pula dalam C.C. sebagaimana

dicantumkan dalam pasal 39 ayat (1). Dengan demikian kedua-duanya sama-sama memperhitungkan pidana yang sudah dijatuhkan kepada tindak pidana yang tertinggal yang akan diadili, seolah-olah perkara tersebut bersamaan
70

CC

diadili.
d.

Jenis-jenis pengulangan. Secara umum ada dua jenis pengulangan yang dikenal dalam hukum pidana yaitu:
1)

Pengulangan umum (tidak dipersoalkan jenis/macam tindak pidana yang diulangi).

2)

Pengulangan khusus (tindak pidana yang diulangi itu sejenis atau sama).

Dari kedua jenis pengulangan tersebut yang dianut KUHP adalah jenis yang kedua (pengulangan khusus), karena dalam pasal 486 sampai dengan 488 dikelompokkan jenisjenis tindak pidana yang dipandang sejenis yang

dimasukkan dalam kategori pengulangan apabila dilakukan dalam tenggang waktu 5 tahun. Yang dianut oleh C.C. adalah pengulangan umum, karena diatur dalam ketentuan umum dan tidak dipersoalkan tentang tindak pidana yang terjadi apakah sejenis atau tidak, (pasal 35 ayat 1).
e.

Jangka waktu pengulangan (residive). Jangka waktu pengulangan yang dicantumkan dalam KUHP tidak seragam. Ada yang lima tahun (pasal 486 sampai dengan 488, pasal 155, 157 dan sebagainya), dua
71

CC

tahun (pasal 137, 144 dan lain- lain), ada pula yang hanya satu tahun (pasal 489, 492, 495, 536, 544 dan lain-lain). Jangka waktu pengulangan menurut C.C. adalah 3 tahun untuk semua tindak pidana, tanpa membeda-bedakan yang satu dengan yang lain.
f.

Ketentuan pidana pengulangan. Dalam KUHP pada umumnya pemidanaan

pengulangan adalah pidana pokok ditambah sepertiga, akan tetapi dalam pasal-pasal tertentu bukan pidana pokok yang ditambah melainkan dapatnya pidana tambahan tertentu dijatuhkan. Dalam KUHP Korea pidananya didua-kalikan. Rupanya di Korea, masalah residive ini dipandang lebih membahayakan kepentingan umum ketimbang concursus. Hal ini dapat diterima akal, karena seseorang itu sudah pernah dipidana karena tindak pidana yang sejenis, kok tidak jera. Tentunya dalam hal ini harus pula diperhitungkan masalah sosial ekonomi dan masalah-masalah politik. 23. Hapusnya hak penuntutan dan hapusnya hak pelaksanaan pidana.
a.

Hapusnya hak penuntutan.

72

CC

Menurut Buku I KUHP hak penuntutan hapus apabila terjadi:


1) 2) 3) 4)

Ne bis in idem (pasal 76) Tersangka/terdakwa meninggal (pasal 77) Daluwarsa (pasal 78) Penyelesaian di luar

sidang (pasal 82). Dari keempat ketentuan tersebut tidak ada yang diatur secara tegas dalam C.C. Yang dikenal (disinggung) adalah amnesti, yang dapat disimpulkan dari pasal 39 (3) C.C. yang berbunyi: Jika seorang yang telah dipidana untuk perbarengan tindak pidana menerima Amnesti atau rendsi untuk pelaksanaan pidana itu, maka pidana bagj tindak pidana yang tersisa dapat ditentukan secara de novo. Dengan perkataan lain hapusnya hak penuntutan tidak diatur dalam C.C.
b.

Hapusnya hak pelaksanaan pidana. Hapusnya hak pelaksanaan pidana menurut KUHP dapat ditemukan dalam pasal 83 sampai dengan pasal 85, antara lain:
1) 2)

Terpidana meninggal (pasal 83) Daluarsa (pasal 84).


73

CC

Yang menghapuskan pelaksanaan pidana menurut ketentuan umum C.C.:


1) 2) 3)

Daluarsa (pasal 77 sampai dengan 80) Pembatalan putusan (pasal 81) Pemulihan hak-hak (pasal 82).

Perbandingan mengenai ketentuan-ketentuan yang menghapuskan pelaksanaan pidana antara KUHP dan C.C. dapat dikemukakan sebagai n berikut:
1)

Meninggalnya terpidana rupanya tidak dipandang perlu diatur dalam C.C. (Kemungkinan hal itu dipandang sudah dengan sendirinya).

2)

Pembatalan putusan. Pembatalan putusan tidak dianut oleh KUHP. Pasal 81 C.C. menyatakan bahwa: Bagi seseorang yang dipidana skorsing alas hak-hak tertentu atau pidana yang lebih berat, jika telah menjalani 7 tahun, atau setelah memberi ganti rugi pada korban alas kerusakan-kerusakan yang dideritanya; tanpa dijatuhi lagi pidana penskorsan atau yang lebih berat, maka dia dapat mengajukan pembatalan putusan secara langsung atau lewat penuntut umum.

74

CC
3)

Pemulihan hak-hak. Pemulihan hak-hak juga tidak dianut oleh KUHP. Pemulihan hak-hak dianut dalam pasal 82 C.C. yang beibunyi: Dalam hal separoh dari masa percobaan pidana telah dilewati, seseorang yang telah dipidana skorsing atas hak-hak tertentu tanpa pidana skorsing lebih lanjut atau pidana yang lebih berat, setelah memberikan ganti rugi pada sikorban atas kerusakankerusakan yang dideritanya, pemulihan hak-haknya dapat diberikan atas permohonannya sendiri, atau lewat penuntut umum.

c.

Kedaluarsaan hak penjalanan pidana. Hak menjalankan pidana dapat daluarsa. Masa

(tenggang/periode) kedaluarsaan itu dalam pasal 85 KUHP pada dasamya ditentukan berdasarkan berat/ringannya pidana yang diancamkan dikombinasikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan. Masa daluarsa tersebut diatur sebagai berikut:
1) 2)

Untuk semua pelanggaran, setelah 2 tahun. Untukkejahatan yang dilakukan dengan alat pencetak, setelah 5 tahun.

Untuk kejahatan yang diancam dengan denda, pidana kurungan atau pidana penjara paling lama 3 tahun, setelah 8 tahun. 3) Untuktindak pidana yang diancam dengan pidana penjara le
75

CC

bih dari 3 tahun, setelah 16 tahun. Namun bagi mereka yang dijatuhi pidana penjara lebih dari 16 tahun, seumur hidup dan pidana mati, tenggang/masa daluarsa itu ditentukan berdasarkan pidana yang dijatuhkan yaitu:
1)

Untuk pidana penjara lebih dari 16 tahun, setelah minimal sama dengan yang diputuskan/dijatuhkan itu;

2) 3)

Untuk pidana penjara seumur hidup, sah setelah habis hidupnya; Untuk pidana mati, tidak mungkin daluarsa. Dalam hal tersebut 2) dan 3), hanya mungkin jika pidana tersebut

berobah atau diampuni sebelum habis tiidupnya atau sebelum ditembak mati. Masa daluarsa yang diatur dalam pasal 77 C.C., ternyata tidak didasarkan kepada berat/ringannya pidana yang diancamkan, melainkan kepada berat/ringannya pidana yang diputuskan/dijatuhkan sebagai berikut:
1) 2) 3)

Untuk pidana mati, setelah 30 tahun, Untuk pidana penjara/kurungan seumur hidup, setelah 20 tahun. Untuk pidana penjara/kurungan yang tidak kurang dari 10 tahun, setelah 15 tahun.

4)

Untuk pidana penjafa/kurunean yang tidak kurang dari 3 tahun, atau untuk pidana &dari hak-hak tertentu yang tidak kurang dari 5 tahun, setelah 10 tahun.
76

CC
5)

Untuk pidana penjara atau kurungan yang kurang dari 3 tahun atau untuk pidana penskorsan dari hak-hak tertentu yang tidak kurang dari 5 tahun, setelah 5 tahun.

6)

Untuk pidana penskorsan hak-hak tertentu yang kurang dari 5 tahun, denda penyitaan atau pemungutan dari pengadilan, setelah 3 tahun.

7)

Untuk penahanan atau pidana denda ringan, setelah 1 tahun. Perbedaan yang mengemuka dari kedua ketentuan tersebut ialah,

bahwa KUHP mendasarkan periodisasi/tenggang waktu/masa daluarsa itu pada berat/ringannya pidana yang diancam dan dijatuhkan pidana penjara lebih dari 16 tahun, seumur hidup, atau pidana mati. Sedangkan C.C. mendasarkan periode tersebut kepada berat/ringannya pidana yang dijatuhkan.

77

CC

Kiranya yang ditentukan dalam C.C. ini adalah lebih tepat atau bahkan lebih manusiawi, karena:
a)

Seseorang

yang

dituntut

melakukan

tindak

pidana

pembunuhan (pasal 338 KUHP, ancaman pidana maksimum 15 tahun), dapat saja dijatuhi penjara 2 tahun. Apakah masa daluarsanya harus 16 tahun?
b)

Nyawa seseorang berada di tangan Tuhan. Seseorang dapat hi<lii|> sampai berumur lebih dari 100 tahun. Apakah seseorang liimman yang dijatuhi pidana seumur hidup atau pidana mati huiui menjadi buronan setua itu? liukankah ketidaktertangkapan itu bukan semata-mata karena kelihaiannya, melainkan juga karena faktor "kegesitan penyidik?

, lU-rsifat melawan hukum dan sebab-akibat Mi4i(icnai materi seperti tersebut dalam judul nomor ini, pada garis teluh diutarakan pada nomor 15 sepanjang yang diterapkan di IlldtHMNlM. I'mla piinsipnya hal yang sama juga kita temukan dalam mempelajari ( lu dalam perumusan pasal-pasal di Ketentuan Umum tidak secara
i.

i'iii irilihal alau tidak secara tegas dipisahkan pengaturannya mengenai:

"TMaiiyu kesalahan/ditiadakannya kesalahan sebagai dasar peniadaan

CC

pi- iliiiin .I ni demikian pula tiadanya bersifat melawan hukum atau ditiada- k iiiiii y ii bniMlIat melawan hukum sebagai alasan peniadaan pidana. Nuiiiiiii C.C. dalam beberapa bidang sudah lebih maju, karena bebe- in|mi miilpil yang kita pelajari melalui ilmu pengetahuan hukum pidana, sudah ton unimu dalam C.C. Periksalah antara lain ketentuan dalam pasal 9 (tentang annk <ll bawah umur 14 tahun), pasal 13 (tentang kehendak jahat), pasal 14 (tontuiiK kealpaan), pasal 15 (tentang kekeliruan fakta), pasal 16 (tentang ke- kohimin hukum), pasal 20 (tentang praktek kegiatan dagang). I >'iiiikiiiii juga merupakan suatu kemajuan dengan menegaskan bahwa suatu "akibat yang teijadi harus ada hubungannya dengan penyebabnya (pasal 17) dan Icn lunya dikaitkan pula dengan kejiwaan sipelaku. (Cau- saal verbaml). Dibandingkan dengan ajaran Pompe, maka suatu "kejadian harus selalu dapat dikaitkan dengan tindakan seseorang yaitu tindakan yang bersifat melawan hukum dan dikaitkan dengan kejiwaan seseorang yaitu dilakukan dengan kehendak atau kealpaan. ***

FC

BAB V PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA SOVIET RUSIA.

25.

Berlakunya ketentuan pidana.


a.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana y<mg berlaku. Di Indonesia yang berlaku adalah KUHP (WvS) yang secara formalnya masih berbahasa Belanda dan yang kita warisi dari penjajahan Belanda, kendati di sana-sini sudah disesuaikan. Di Soviet Rusia yang terdiri dari 16 negara bagian itu terhimpun dalam satu kesatuan atau Uni, sepanjang mengenai ketentuan-ketentu- an dasar (fundamental) di bidang- hukum pidana yang berlaku adalah FUNDAMENTALS OF SOVIET CRIMINAL LEGISLATION for the USSR and the Union Republics (selanjutnya disingkat FCL) yang diundangkan pada tanggal 25 Desember 1958, sebagai pengganti dari BASIC PRINCIPLES OF CRIMINAL LEGISLATION 1924. Ciri Khas yang sangat mengemuka dari FCL ialah ketentuan dalam pasal 1-nya yang pada garis besarnya menentukan bahwa tujuan dari perundangan hukum pidana di

FCL

USSR dan Republik-republiknya adalah untuk melindungi secara keseluruhan:


1) 2) 3) 4) 5)

Sistem kemasyarakatan Soviet. Sistem kenegaraan Soviet, kekayaan masyarakat, Orang-orang dan hak penduduk, dan perundangan sosialis (komunis),

dari tindakan-tindakan berupa kejahatan. Dengan lain perkataan perundangan hukum pidana harus seirama bahkan mendukung hakekat dan cita-cita komunisme. Ini berbeda dengan KUHP yang lebih menonjol kepastian hukum bagi individu, kendati dalam pelaksanaan/penerapannya kepentingan negara/masyarakat tetap menjadi perhatian. Pada ayat berikutnya juga ditentukan bahwa yang diklasifikasi sebagai tindak pidana (kejahatan) adalah tindakan-tindakan yang membahayakan masyarakat sosialis untuk mana dicantumkan pidana.
b.

Kodifikasi. Di bidang ketentuan-ketentuan dasar hukum pidana

dikodifikasi- kan pada l;CI.. Demikian juga di bidang kejahatan tertentu dikodifi- kasikim dalam ALI. UNION CRIMINAL LAWS
64

FCL

yang menentukan ,jawaban pidana mengenai kejahatankejahatan terhadap ne- gina, kc|;Jialan-kejahatan yang berhubungan dengan laut dan militer dan italain hal diperlukan juga kejahatankejahatan yang merugikan kepentingan USSR. Tetapi di bidang kejahatan-kejahatan lainnya ternyata tiap nega- ta (bagian) atau setiap republik mempunyai CRIMINAL CODE (Undang-undang Hukum Pidana).
c.

Sistematika. Apabila Buku I KUHP yang merupakan ketentuan umum terdiri dari IX BAB ditambah dengan KETENTUAN PENUTUP yang terdiri dari 103 pasal, maka FCL yang juga ketentuan umum, hanya terdiri dari 4 BAB yaitu: Bab I. Prinsip umum (pasal 1 s/d Bab II. Kejahatan (pasal 7 s/d 19) Bab III. Pidana (pasal 20 s/d 31) Bab IV. Penjatuhan Pidana dan Pembebasan dari pemidanaan (pasal 32 s/d 47). Perinciannya adalah sebagai berikut: Bab I. Prinsip Umum
65

6)

FCL
1. 2. 3. 4.

Tujuan Hukum Pidana (pasal 1). Perundangan Hukum Pidana di USSR (pasal- 2) Basis pertanggungjawaban pidana (pasal - 3) Berlakunya Hukum Pidana USSR menuruttem pat (pasal 4,5).

5.

Berlakunya Hukum Pidana menurut waktu (pasal 6).

66

FCL

Bab II. Kejahatan.

67

1. 2.

Konsep kejahatan (pasal 7) Kejahatan yang direncanakan (pasal 8) 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kejahatan alpa (pasal 9) Pertanggungjawaban pidana dari remaja Non Compos mentis (pasal 11). (pasal 10). Pertanggungjawaban pidana orang mabuk Bela-paksa (pasal 13). (pasal 12). (pasal 14). Daya-paksa Persiapan kejahatan dan percobaan 15). kejahatan (pasal 10 "Percobaan dikualifikasikan (pasal 16) 11 Penyertaan (pasal 17). . 12 Menyembunyikan penjahat/kejahatan (pasal . 13 Kegagalan melaporkan kejahatan (pasal 19). . 18). .Pidana. 1. Tujuan pemidanaan (pasal 20). 2. Jenis pidana (pasal 21) 3. Uraian pidana pokok (pasal 22 s/d 28). 4. "Pengalihan pidana bagi anggota Angkatan senjata (pasal 29). Ber 5. Uraian pidana tambahan (pasal 24, 26, 27, Penjatuhan Pidana dan Pembebasan dari Pidana. 29, 31). 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 . . Prinsip umum penjatuhan pidana (pasal 32). Hal-hal yang meringankan sal 33,37). pertanggungjawaban (pa Hal-hal yang memberatkan sal 34). pertanggungjawaban (pa Perbarengan (pasal 35). Penyertaan (pasal 36). Pidana bersyarat (pasal 38). Penundaan pelaksanaan pidana waktu 39). perang (pasal Penahanan pendahuluan (pasal 40). Batas hak penuntutan (pasal 41). Batas hak pelaksanaan pidana (pasal 42) Peniadaan pertanggungjawaban dan pidana (pasal 43).

12. 13.

Pembebasan bersyarat (pasal 44 s/d 46) Dipandang tidak dipidana (pasal 47).

d.

Konsep kejahatan. KUHI* tidak mengatur pengertian atau konsep kejahatan. Apa yang dimaksud dengar, kejahatan

berhadapan dengan pelanggaran, kita ketahui melalui ilmu pengetahuan hukum pidana. Dalam KUHP kendati tidak diatur pengertiannya, tetapi macam-macam kejahatan dan pelang- gaian itu dialui masing-masing dalam satu buku, yaitu kejahatan di buku ke II dan pelanggaran di buku keIII. 1(1 hanya mengenal kejahatan (Crime) dan

dirumuskan pengertian atau konsepnya pada pasal 7. Pada pokoknya yang dibataskan sebagai kejahatan adalah suatu tindakan (aktif/pasif) yang bertentangan dengan sistemsistem: kemasyarakatan, kenegaraan, ekonomi, yang bertentangan dengan hak-hak tertentu, atau yang

bertentangan dengan perundangan yang kesemuanya itu merupakan tindakan yang membahayakan masyarakat. Namun pada ayat berikutnya ditentukan bahwa jika tindakan itu demikian remehnya sehingga tidak merupakan

bahaya

bagi

masyarakat,

tidak

dipandang

sebagai

kejahatan. Dua hal yang menarik dari ketentuan tersebut di atas yaitu: "tindakan yang membahayakan masyarakat

ditentukan sebagai kejahatan dan "tindakan yang tidak merupakan bahaya bagj masyarakat tidak dipandang sebagai kejahatan. Ukurannya, tentunya harus di-

kembalikan kepada sistem kemasyarakatannya, sistem kenegaraannya, sistem sosialis (komunis)nya, dan sistemsistem lainnya atau kepada hak-hak rakyat dalam rangka sistem-sistem tersebut. Mudah dimengerti bahwa semua tindakan yang mendukung sistem tersebut pada akhirnya tidak akan dipandang sebagai kejahatan. Masalahnya ialah, jika suatu sistem lain ada di negara itu di luar sistem-sistem mereka itu apakah akan mendapat perlindungan. Misalnya, suatu sistem yang mendasari salah satu agama atau kebudayaan. Kiranya sudah diterka jawabannya. Selanjutnya dalam Bab yang berjudul KEJAHATAN diatur sekaligus tindakan-tindakan yang ada kaitannya dengan kejahatan yaitu:
1)

Kejahatan yang direncanakan atau juga kejahatan

sengaja (pa-

sal 8) dan kejahatan alpa (pasal 9).


2)

Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang dikaitkan dengan pertanggungjawaban pidananya seperti:
a) b) c)

Remaja {vide no. 27 a ke-1) Orang gila, gila sementara, dungu (Vide no. 27 a ke-3) Orang mabuk (Vide no. 27 a di bawah ke-5).

3)

Tindakan yang dilakukan dalam keadaan tertentu:


a) b)

Bela-paksa. Daya-paksa.

Selanjutnya baca penjelasan nomor 27 a ke-4 dan ke-5.


4)

Tindakan kejahatan yang tidak sempurna:


a) b) c)

persiapan kejahatan. percobaan kejahatan. percobaan "dikualifikasikan

Selanjutnya baca penjelasan no. 28.


5)

Tindakan di mana terlibat dua orang atau lebih:


a) b)

Penyertaan (Vide no. 29). menyembunyikan penjahat/kejahatan.

6)

Kejahatan berupa kejahatan pelaporan. Bandingkanlah hal ini dengan pasal 164, 165 KUHP yang hanya

mencantumkannya Ketentuan Umum).

dalam

Buku

II.

(Bukan

dalam

Asas-asas berlakunya ketentuan pidana. Mengenai materi pada judul ini di KUHP diatur pada pasal 1 yang dihubungkan dengan waktu, dan pasal 2 sampai dengan 9 yang dihubungkan dengan tempat dan orang. Di FCL hal ini diatur pada:
1)

Pasal 4 yang dihubungkan dengan tempat di dalam wilayah USSR dan orang yaitu: pada prinsipnya menganut asas territorialitas, kecuali bagi para perwakilan diplomatik, berdasarkan persetujuan internasional diselesaikan melalui saluran diplomatik.

2)

Pasal 5 yang dihubungkan dengan tempat di luar wilayah USSR dan orang yaitu pada prinsipnya menganut asas personalitas. Dan sebagai tambahan dalam rangka asas ini ialah bahwa mereka yang stateless yang berdomicili di USSR dipersamakan pertanggungjawaban pidananya

dengan warga negara USSR. Sedangkan mengenai orang asing yang melakukan suatu kejahatan di luar wilayah USSR dikaitkan dengan

persetujuan persetujuan internasional (asas universalitas). Ketentuan dalam FCL ini, kiranya tidak memandang perlu mengatur asas perlindungan seperti halnya dengan tegas diatur di pasal 4 KUHP. Ini dapat difahami karena memang dalam praktek adalah hampir tidak mungkin diharapkan untuk meminta diekstradisikan seseorang penjahat yang berkewarganegaraan asing yang melakukan kejahatan di luar wilayah sendiri.
3)

Pasal 6 yang dihubungkan dengan waktu yaitu: pada prinsipnya dianut asas nullum delictum. Ditentukan bahwa pertanggungjawaban pidana harus didasarkan pada

perundangan yang berlaku pada saat tindakan terjadi* Sedangkan suatu tindakan sebagai kejahatan juga harus sudah diatur terlebih dahulu dalam perundangan. Namun dengan konsep kejahatan tersebut pasal 7 ketentuan ini dapat "diterobos karena adanya ukuran "tindakan yang membahayakan masyarakat dan "tindakan yang tidak merupakan bahaya bagi masyarakat. Kesimpulan ini diperkuat oleh pasal 43 yang menentukan bahwa seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana, apabila pada saat penyidikan atau penyidangannya,

terjadi perobahan keadaan sedemikian rupa sehingga tindakan yang dilakukan tersangka dipandang tidak bersifat berbahaya lagi terhadap masyarakat atau pelaku tersebut dipandang tidak berbahaya kepada masyarakat. Bahkan ditentukan lagi, apabila terdakwa terbukti di persidangan bahwa kelakuannya tidak tercela dan jujur bekerja serta tidak berbahaya lagi kepada masyarakat, maka pemidanaan baginya ditiadakan. Sudah barang tentu bahwa yang menentukan berbahaya atau tidak adalah penguasa/pejabat yang tunduk kepada sistem- sistem yang berlaku di USSR. Dengan memperhatikan sejarah perundangan hukum pidana di USSR, maka pada jaman pra-revolusi dianut kebolehan menggunakan ANALOGI. Demikian juga ketika diadakan pembaharuan pada tahun 1924 di "Basic Principles of Criminal Legislation 1924, kebolehan

menggunakan analogi itu masih dianut. Dalam rangka penerapan analogi dimungkinkan bagi hakiin untuk menentukan suatu tindakan sebagai tindak pidana, kendati hal itu tidak secara tegas dirumuskan dalam perundangan hukum pidana. Sudah barang tentu ada caranya yang sudah diatur. Lebih jauh lagi dalam

FCL

rangka

analogi

tersebut

dimungkinkan

pula

menjatuhkan suatu hukuman-pidana yang belum/tidak diatur dalam perundangan. Dalam hal ini diceriterakan bahwa sejak tahun 1924 sampai dengan 1958, sebenarnya dalam praktek hukum di USSR hampir tidak ada penerapan analogi tersebut. Karenanya dalam FCL sudah tidak dianut lagi.
26.

Piuana dan pemidanaan. a. Jenis dan macam pidananya. Jenis dan macam pidana diatur pada pasal 10 dan seterusnya. Di FCL hal ini diatur dalam Bab III mengenai pidananya sedangkan sistem pemidanaannya berikut

pertanggungjawaban pidana diatur pada Bab IV berikutnya. Ada dua jenis pidana di FCL yaitu: Pidana pokok yang terdiri dari:
1)

Pidana mati sebagai suatu tindakan luar biasa, dan diharapkan pada suatu waktu mendatang akan dihapuskan? (seperti halnya di negara-negara Eropa

75

FCL

Barat).
2)

Perampasan kemerdekaan yang dilaksanakan di penjara atau yang lajim kita baca di koran-koran dipekerjakan di perkampungan- perkampungan (Siberia).

3)

Transportasi yaitu pemindahan terpidana dari tempat kediamannya dan penempatan wajib di suatu daerah yang ditentukan;

4)

Pengasingan yaitu pemindahan terpidana dari tempat kediamannya dengan larangan untuk tinggal di tempat-tempat tertentu;

5)

Kerja-bakti tanpa perampasan kemerdekaan, namun dalam perjalanan pidana ini, upah terpidana dipotong maksimum 20% untuk negara;

6)

Pencabutan hak untuk menduduki suatu jabatan tertentu atau berada pada suatu kegiatan tertentu;

7)

Denda, yang ukuran maksimumnya dikaitkan dengan kekayaan terpidana. Dalam hal ini ditentukan pula bahwa denda tidak mungkin digantikan dengan kurungan/penjara atau sebaliknya;

8)

Pengawasan masyarakat yang diumumkan melalui pers atau dengan cara lain, agar masyarakat turut mengadakan "pengawasan.

76

FCL
9)

Pendisiplinan adalah merupakan hukuman-pengganti bagi anggo- l a-anggota Angkatan Bersenjata yang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan, dan penahanan di ruangan penjagaan bagi yang dijatuhi pidana keija-bakti. Bandingkanlah hal ini dengan kemungkinan/kebolehan penyelesaian suatu perkara (ringan) secara hukum disiplin bagi Anggota ABRI.

Pidana tambahan yang terdiri dari :


1)

Perampasan kekayaan dapat dilakukan meliputi sebahagian atau seluruh kekayaan terpidana, kecuali barang-barang yang sangat dibutuhkan untuk kehidupannya dan keluarganya/tanggungannya. Pidana ini hanya diterapkan kepada kejahatan terhadap negara, atau kejahatan berat lainnya yang menguntungkan perseorangan.

2)

Pencabutan pangkat militer atau pangkat khusus lainnya termasuk medali-medali.

3) 4) 5)

Transportasi,

\ selain merupakan pidana pokok, dapat

Pencabutan hak tertentu .f berfungsi sebagai pidana tambahan Denda. kepada pidana lainnya.

Selain dari pada dua jenis pidana tersebut di atas dengan segala macam-macamnya itu, maka di Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau perundangan Hukum Pidana di Republik-republik USSR dapat diatur macam pidana lainnya asal saja tidak menyimpang dari
77

FCL

prinsip-prinsip yang diatur dalam FCL ini. Dalam FCL juga dikenal:
1) 2)

Pidana bersyarat (pasal 38). Pembebasan bersyarat (pasal 44).

yang pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan yang diatur di KUHP, kecuali masa percobaannya.

78

Tindakan yang tidak dipandang sebagai pidana. Ada dua tindakan yang tidak dipandang sebagai pidana yaitu:
1) 2)

Pendidikan paksa bagi remaja di bawah18 tahun (pasal 10). Pengobatan wajib bagi orang gila (pasal 11).

Selain dari itu FCL menentukan juga bahwa kendati seseorang telah dijatuhi pidana, dapat dipandang sebagai tidak pernah dipidana da lam hal-hal sebagai berikut: (pasal 47).
1)

Anggota-Angkatan Bersenjata yang pidananya diganti dengan pendisiplinan atau penahanan di ruang jaga;

2)

Seseorang yang dijatuhi pidana bersyarat, asalkan tidak melakukan suatu kejahatan baru dalam periode pidana bersyarat tersebut;

3)

Seseorang yang dijatuhi jJidana pengawasan masyarakat atau perampasan kemerdekaan jika dalam waktu yang ditentukan pada pasal 47, tidak melakukan suatu tindak pidana baru.

4)

Seseorang yang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan dan telah menjalani pidananya itu, ternyata selama menjalani pidana tersebut ia telah "pulih kembali karena keteladanannya dan ke -

jujurannya. Straf-minima dan Straf-maxima. KUHP mengatur tentang ancaman pidana terendah

(strafminima) dan tertinggi (straf-maxima). Lihat uraian pada no. 9 c. FCL hanya mengatur Straf-maxima pada umumnya. Rupanya mengenai straf-minima itu diserahkan pengaturannya di dalam perundangan Republik-republik. Ancaman pidana tertinggi yang diatur dalam FCL adalah sebagai berikut:
1)

Untuk pidana perampasan kemerdekaan adalah10 yang

tahun

jika kejahatan tersebut berupa kejahatan berat atau penjahatnya bersifat jahat (subjektif) dapat menjadi 15 tahun;
2)

Untuk pidana transpouasi dan pengasingan adalah Untuk pidana keija-bakti adalah satu tahun.
4)

5 tahun;

3)

Untuk

pendisiplinan

anggota

Angkatan

Bersenjata

minimum 3 bulan dan maksimum 2 tahun.


5)

Untuk |>enahanan di ruang penjagaan bagi anggota

Angkatan

Bersenjata 2 bulan. Calatan: tersebut no. 4) dan 5) ini, tidak dipandang sebagai pidana (Straf).
d.

Penerapan pidana. Dai


MU

rangka penerapan pidana sesuai dengan tujuan

hukum piii.m.i Hi USSR, maka hakim-hakim dalam penentuan pidana harus bn |n|.iI, kepada keadilan berdasarkan konsep sosialis (socialist concepts > >1 |iisluc). Juga harus diperhatikan bahwa penjatuhan pidana tidak lianya dimaksudkan untuk hanya menghukum saja melainkan juga untuk membentuk dan mendidik (kembali) terpidana dan untuk mencegah terjadinya kejahatan baru. Dimaksudkan pula bahwa pertanggungjawaban pidana adalah bersifat piihadi, walaupun dibuka kemungkinan untuk

mendengar suara dari ui|',.inis.iNi organisasi tertentu yang dapat berfungsi memberatkan atau meringankan penjatuhan pidana. Suatu hal ya..g paling menarik dalam FCL ini ialah dimungkin- kannya liagi hakim untuk menggantikan pidana penjara menjadi "hukuman pendisiplinan" atau mengganti pidana keija bakti menjadi "hukuman penuhanan dl ruang penjagaan bagi anggota Angkatan Bersenjata, apabila hakim

berpendapat bahwa yang sedemikian itu adalah lebih memenuhi tujuan pemidanaan ala konsep sosialis. TcUipi sebaliknya bagi mereka yang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan dimungkinkan pula "pemanfaatan tenaganya yang pelaksanaannya melakukan "pekerjaan seperti yang sering kita dengar dilakukan di Sibcria. Peniadaan, penguningan dan pemberatan pidana.
a.

Peniadaan pidana. Dalam hubungannya dengan ajaran terbaru mengenai peniadaan pidana yaitu peniadaan pidana karena tidak ada/ditiadakan kesalahan; atau peniadaan pidana karena tindakannya tidak/ditiadakan bersifat melawan hukumnya, di KUHP tidak secara tegas dipisahkan. Hal ini hanya dapat diketahui dari ilmu pengetahuan hukum pidana. Demikian juga di FCL tidak sccara tegas hal tersebut di atas diperbedakan seperti halnya yang dapat kita pelajari RPC Philippina.

Dari perumusan ketentuan-ketentuan di FCL dapat disimpulkan peniadaan pidana sebagai berikut:
1)

Yang melakukan suatu tindakan tanpa kesalahan (kesengajaan atau kealpaan). Dengan menggunakan interpretasi memperten-

tangkan (argumentum a contrario) terhadap pasal 3, kita akan sampai kepada kesimpulan tersebut.
2)

Remaja di bawah umur 14 tahun, atau jika ia berumur antara 14 tahun 16 tahun, melakukan suatu tindakan yang bukan perkara pembunuhan, melukai orang dengan sengaja,

perkosaan, perampokan, pencurian, perkelahian dengan maksud jahat, pcrusakan/penghancuran kekayaan negara atau

masyarakat atau perseorangan warganegara yang mempunyai akibat yang berat serta dengan sengaja merusak kereta api. Namun kepada remaja.yang berumur di bawah 18 tahun, jika kejahatan tersebut tidak merupakan bahaya yang sungguhsungguh terhadap masyarakat dibuka kemungkinan untuk tidak dipidana, melainkan diterapkan tindakan pendidikan paksa (pasal 10). Periksa juga ketentuan pada pasal 45 yang memungkinkan pembebasan bagi remaja, setelah dia mengalami minimal sepertiga dari pidananya.
3)

Pelaku yang tidak dapat menyadari atau menguasai tindakannya karena sakit jiwa, lemah jiwa atau ketidakwarasan lainnya (pasal 11).

4)

Seseorang yang melakukan perlawanan paksa terhadap suatu serangan. Perlawanan paksa/pembelaan paksa terhadap serang-

an yang ditujukan kepada kepentin^n negara Soviet atau masyarakatnya juga termasuk dalam cakupan ketentuan ini. Mudah dimengerti betapa luasnya cakupan pasal ini (pasal 13).
5)

Seseorang yang melakukan suatu tindakan dalam keadaan daya paksa. Juga di sini dicakupkan, malahan diutamakan tindakan menghindari suatu bahaya yang mengancam kepentingan negara Soviet dan kepentingan masyarakat. Barulah kemudian dirumuskan tindakan menghindari tubuh atau hak orang (pasal 14).

Dalam rangka peniadaan pidana ini, keadaan mabuk tidak termasuk keadaan yang meniadakan atau meringankan pidana. Selanjutnya perlu dicatat beberapa hal sehubungan dengan ketentuan tersebut no. 4) dan 5) di atas, yaitu dicantumkannya:
a)

Kebolehan

pembelaan

yang

dilakukan

oleh

seseorang apabila terjadi serangan terhadap kepentingan negara Soviet atau kepentingan masyarakat, dan l>) Kebolehan seseorang melakukan suatu tindakan untuk menghindarkan suatu bahaya yang

mengancam kepentingan negara Soviet atau kepentingan masyarakat. Ketentuan ini sangat berbeda dengan ketentuan pasal 48 dan 49 KUHP yang hanya mengaitkan dengan pribadi-pribadi termasuk hak atau hartanya. Dari ketentuan FCL tersebut di atas dap^t disimpulkan betapa besar peranan perundangan hukum pidana untuk mendorong warganya membela negaranya. Hanya yang menjadi masalah dalam hal ini, ialah ukuran untuk menentukan adanya suatu serangan dan bahwa

serangan itu telah dihadapkan kepada kepentingan negara atau masyarakat. Dalam rangka peniadaan pidana ini perlu pula diutarakan ketentuan-ketentuan lain yang pada

akhirnya dapat dirasakan sebagai peniadaan pidana yaitu:


6)

Terpidana yang ditangguhkan pelaksanaan pidananya karena ia dikirim ke medan perang dan ternyata kemudian bahwa ia adalah seorang pembela tanah air yang tangguh (pasal 39).

7)

Terjadinya perubahan keadaan yaitu yang tadinya tindakan itu dipandang berbahaya, tetapi pada saat penyidikan/penyidangan tidak lagi dipandang

berbahaya bagi masyarakat; atau sipelaku tidak lagi dipandang membahayakan masyarakat. Bahkan juga apabila dipandang bahwa sipetindak selama

penyidikan/penyidangan dipandang telah berubah jadi baik dapat membebaskannya dari pidana (pasal 43).
8) b.

Amnesti atau penyampingan (pasal 46). Pengurangan pidana. Ketentuan mengenai pengurangan pidana agak lebih terperinci pada no. 19 b. (halaman 49) dalam

rangka memperbandingkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP terhadap CC Korea. Pada dasarnya pengurangan pidana dalam KUHP dikaitkan dengan: 1) 2) 3) 4) 5) Umur yang belum dewasa, Percobaan, Pembantuan, Perubahan perundangan, atau Penjatuhan pidana di luar negeri. Untuk tersebut . 1), 2) dan 3) ditentukan pula sekaligus pengurangan pidana itu, yaitu maksimum ancaman pidana dikurangi dengan sepertiganya. Dengan perkataan lain sistem yang dianut ialah pengurangan maksimum ancaman pidana dalam perundangan. Sistem yang dianut di pasal ^3 FCL dalam rangka pengurangan pidana ialah diakuinya keadaan-keadaan yang dapat diperhitungkan ketika penjatuhan pidana oleh hakim yaitu:
1)

Kegiatan sitersalah untuk mencegah kesakitan sebagai akibat dari tindak pidana yang ia lakukan. Demikian juga kesukarela- annya memberi ganti rugi atau memperbaiki kerusakan yang dilakukannya.

2)

Adanya alasan yang mulia sehingga melakukan

tindak pidana. Bandingkan dengan ketentuan pada Undang-undang no. 20 Tahun 1946 di mana pidana penjara dapat diganti dengan pidana tutupan.
3)

Pelaksanaan tindak pidana karena keadaan yang memaksa. Tentunya sifatnya lebih ringan dari pada daya paksa yang sudah diutarakan di atas.

4) 5) 6) 7)

Pengaruh refleksi atau emosi yang mendadak. Bela paksa yang berlebihan. Tindak pidana dilakukan oleh remaja. Tindak pidana dilakukan oleh wanita hamil.

8)

Pengakuan secara jujur. Kesukarelaan untuk menyerah. Ketentuan-ketentuan lain yang diatur dalam perundangan Republik -republik USSR.

9) 10)

11)

Keadaan keadaan lain yang dipandang oleh hakim yang menyidangkan perkara, kendati tidak ditentukan dalam perundangan. Dalam rangka ini, perlu pula ditambahkan ketentuan-ke- Icniuan lain yang pada akhirnya dapat dirasakan sebagai pengu- i angan pidana, yaitu:

l ') Kebolehan pengadilan mempertimbangkan karakter terdakwa unluk menjatuhkan pidana yang lebih ringan atau jenis pidana yang lebih ringan dari pada yang diancamkan (pasal 37). I i) Seseorang terpidana yang ditunda pelaksanaannya karena ikut perang, kemudian terbukti kepahlawanannya, (pasal 39). Ii mberatan pidana. Pemberatan pidana di KUHP, baca no. 19 c. IVmberatan pidana di FCL pada dasarnya diatur pada pasal 34, juga menganut sistem yang berbeda dengan KUHP, yaitu memperhitungkan keadaan-keadaan pada saat penjatuhan pidana. Keadaan-keadaan tersebut adalah sebagai berikut:
1) 2) 3)

Potindak adalah residivis, letindak-petindak merupakan kelompok terorganisasi, lelaku tindak pidana untuk memperoleh keuntungan

pribadi,
4) 5)

Tindak pidana yang berakibat kematian, Objek tindak pidana adalah anak-anak, orang lanjut usia atau yang tidak berdaya.

6)

Membujuk atau melibatkan anak-anak untuk melakukan suatu tindak pidana.

7)

Tindak pidana dilakukan dengan kekejaman atau

sambil menista,
8)

Tindak

pidana

dilakukan

sambil

mengambil

keuntungan ketika bencana alam,


9)

'

Tindak pidana dilakukan dengan menggunakan sarana

yang berbahaya.
10)

Keadaan lain yang ditentukan dalam perundangan Republikrepublik USSR.

28.

Percobaan. Percobaan diatur pada pasal 53 dan 54 KUHP, persiapan untuk melakukan suatu tindak pidana tidak diatur dalam KUHP. Di FCL pada pasal 15 dan 16 diatur tiga bentuk yang dapat digolongkan sebagai percobaan yaitu:

FCL a.

Penyiapan untuk melakukan kejahatan. Yang dimaksud ialah apabila seseorang sebelum melakukan suatu tindak pidana, ia telah menyesuaikan sarana yang akan dipergunakan atau ia telah menciptakan atau merencanakan suatu kondisi dalam rangka pelaksanaan tindak pidana itu nantinya. Ancaman pidana untuk tindakan ini ditentukan dalam perundangan dan dalam rangka penjatuhan pidana terhadap petindak, hakim harus

mempertimbangkan sifat dari kejahatan itu demikian pula tingkat dari kehendak-jahat dari sipetindak dan alasan-alasan mengapa tindak pidana itu tidak terselesaikan/diselesaikan. Tindakan ini dapat diperbandingkan dengan MAKAR dalam pasal 86 KUHP. Bedanya terutama ialah, bahwa pasal 86 adalah merupakan pengertian otentik.
b.

Percobaan kejahatan. Yang dimaksud hampir sama dengan pasal 53 KUHP. Sedangkan mengenai ancaman pidananya, sama dengan tersebut no. 28 a di atas.

c.

Dengan sukarela tidak melanjutkan kejahatan. Bentuk ini sering dikenal dengan percobaan dikualifikasikan. Yang dimaksud ialah apabila seseorang telah memulai suatu kejahatan namun sebelum sempurna diselesaikan ia telah mengurungkan melanjutkannya atas kemauan sendiri. Namun jika dengan tindakan yang sudah terjadi itu telah terjadi suatu tindak pidana yang sebenarnya bukan yang dikehendaki, ia tetap dipertanggungjawabkan kepada tindak
78

FCL

pidana yang ternyata sudah terjadi itu.


29.

Penyertaan. Dalam pasal 17 FCL; penyertaan atau keterlibatan didefinisikan sebagai pengambilan peran-serta dari dua orang atau lebih untuk melakukan kejahatan. Mereka yang berperan-serta itu terdiri dari organisator, penghasut dan pembantu-pembantu. Organisator adalah yang mengorganisasikan pelaksanaan dari suatu kejahatan, penghasut adalah yang menghasut orang lain untuk melaksanakan, sedangkan pembantu adalah yang membantu pelaksanaan tersebut. Bandingkanlah organisator dengan penggerak pada pasal 55 KUHP. Bedanya ialah bahwa bagi organisator tidak dipermasalahkan mengenai sarana yang digunakan seperti diatur dalam pasal 55 KUHP. Demikian pula bagi penghasut hal tersebut tidak dipersoalkan (vide pasal 160 KUHP). Selanjutnya mengenai ancaman pidana kepada peserta-peserta tersebut dalam FCL hanya ditentukan agar dalam penjatuhan pidana dipertimbangkan oleh hakim tingkat dan sifat penyertaan masingmasing peserta. Jadi tidak tegas ditentukan seperti pada pasal 55 dan 57 KUHP.

30.

Perbarengan dan pengulangan.


79

FCL

Perbarengan dan pengulangan diatur di bawah BAB IV yang berjudul PENJATUHAN PIDANA ...... pada pasal 34, 35 dan 36. Apa yang dimaksud dengan perbarengan atau pengulangan tidak ditentukan. Justru yang ditentukan adalah ketentuan pemidanaannya. Namun dalam rangka memperbandingkannya dengan materi yang sama yang terdapat di KUHP, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a.

Salah

satu

keadaan

yang

diatur

sebagai yang memperberat tindak pi dana adalah jika seseorang yang pada waktu diadili mengenai suatu tindak pidana, ia telah juga pernah melakukan tindak pidana lain sebelumnya. Berapa lama periodenya tidak ditentukan. Karenanya untuk menentukan apakah hal tersebut perlu diperhitungkan, maka oleh pasal 34 (1) diserahkan kepada hakim. Di KUHP hal seperti itu disebut sebagai pengulangan (residivis).
b.

Pasal 35 FCL menentukan, jika seorang bersalah melakukan dua

atau lebih dalam tindak pidana yang diatur

pasal-pasal yang berbeda dan

belum dijatuhi pidana terhadap tindak pidana-tindak pidana tersebut, maka hakim dapat menjatuhkan pidana yang diperberat
80

FCL

pada waktu memutus perkara-perkara tersebut. Materi seperti ini di KUHP disebut sebagai perbarengan (concursus).
c.

Dalam pasal yang sama juga diatur "delik tertinggal seperti yang kita kenal pada pasal 71 KUHP. Yaitu, jika tersalah telah dijatuhi pidana karena suatu tindak pidana, ternyata tersalah itu juga telah melakukan tindak pidana lain sebelumnya, maka dalam pemidanaan karena tindak pidana yang kedua ini berlaku pemberatan pidana, namun pidana yang sudah dijatuhkan harus dipertimbangkan.

d.

Di pasai 36 FCL ditentukan lebih lanjut, jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian telah melakukan tindak pidana baru sebelum selesai dijalani pidana yang pertama, maka dalam penjatuhan pidana yang kedua, hakim harus menambah

seluruhnya atau sebahagian dari pidana yang tersisa kepada pidana yang kedua.
31.

Hapusnya hak penuntutan dan penjalanan pidana.


a.

Hapusnya hak penuntutan pidana. Kedaluarsaan hak penuntutan diatur dalam pasal 41 FCL. Kiranya ukuran penentuan masa daluarsa yang diatur dalam pasal ini dikaitkan dengan maksimum ancaman pidana. Misalnya, terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana penjara maksimum 2 tahun, 5 tahun, lebih dari 5 tahun, masa daluarsa
81

FCL

masing-masing secara berurutan adalah 3 tahun, 5 tahun dan 10 tahun. Ukuran lainnya ialah bahwa si tersangka tidak

menyembunyikan/melarikan diri dan tidak melakukan kejahatan baru lagi. Apabila tersangka yang menyembunyikan/ melarikan diri itu kemudian tertangkap atau secara sukarela menyerahkan diri, maka saat tertangkap/menyerahkan diri itu menjadi awal penghitungan masa daluarsa. Namun bagaimanapun juga

maksimum masa daluarsa adalah 15 tahun. Sedangkan apabila melakukan kejahatan baru, maka masa daluarsa itu dihitung mulai dari saat pelaksanaan kejahatan yang kedua. Masa daluwarsa kepada suatu kejahatan yang diancam dengan pidana mati maka masa daluarsanya diserahkan kepada hakim untuk

menentukannya.
b.

Hapusnya hak menjalankan pidana. Hapusnya hak menjalankan pidana diatur pada pasal 42 FCL. Pada dasarnya ukurannya sama saja dengan pasal 41. Namun apabila terpidana menghindari pelaksanaan pidana, maka masa daluarsa hak penjalanan pidana itu terhenti sampai terpidana itu tertangkap atau menyerah secara sukarela. Tetapi bagaimanapun juga hak menjalankan pidana itu daluarsa sete-

82

lah lewat 15 tahun. Jadi apabila seseorang dijatuhi pidana misalnya 2 tahun perampasan kemerdekaan, dan telah mempunyai kekuatan yang tetap; dan apabila tidak langsung dijalankan berdasarkan putusan tersebut dan berlarut-larut sampai 3 tahun, maka hak menjalankan pidana menjadi daluarsa. Kesalahan, bersifat melawan hukum dan sebab-akibat.
a.

Kesalahan. Pada no. 25 d dan no. 27 a (1) telah disinggung tentang kesalahan yang pada pokoknya dapat disimpulkan bahwa FCL juga menganut asas Actus non facit reum, nisi mens sit rea (an act does not constitute itself guilt unlcss the mind is guilty). Perhatikanlah pasal 3 yang berbunyi antara lain bahwa hanya seseorang yang melakukan suatu kejahatan dengan sengaja atau alpa yang

dipertanggungjawabkan pidana. Sedangkan bagaimana definisi dari kejahatan sengaja atau kejahatan alpa diatur masing-masing pada pasal 8 dan pasal 9.
b.

Bersifat melawan hukum. Jelas bahwa FCL ini juga mendasari unsur "bersifat melawan hukum. Hal ini tersimpulkan baik dari tujuan perundangan hukum pidana USSR (pasal 1), atau dari konsep kejahatan (pasal 7), peringanan penjatuhan pidana (pasal 37) ataupun dari penghapusan

PC
pidana (pasal 43), di mana ditentukan bahwa ukuran penentuan kejahatan adalah "apakah tindakan itu berbahaya atau masih berbahaya bagi masyarakat, atau apakah terdakwa masih berbahaya atau tidak. Juga perubahan keadaan dijadikan ukuran untuk penjatuhan pidana.
c.

Sebab-akibat. Secara tegas, tidak diatur dalam FCL tentang sebab-akibat atau tentang hubungan yang harus ada antara penyebab dengan akibat yang terjadi. Ukuran mana yang digunakan untuk menentukan penyebab dari suatu akibat, kiranya diserahkan kepada praktek hukum dan perkembangannya. BAB VI

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA MALAYSIA Oii


33.

Berlakunya ketentuan pidana.

* X?'

a.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku. Pada tahun 1824 Straits Settlements dibentuk yang terdiri dari Malaca, Penang dan Singapore. Pada tahun 1871 bagi
84

PC
"negara tersebut berlaku Penal Code yang dibuat berdasarkan Indian Penal Code. Pada tahun 1895 berdiri "Federated Malay States yang terdiri dari Negeri Sembilan, Pahang, Perak dan Selangor, sedangkan Johore, Kelantan, Kedah, Perlis dan Trengganu berada di luar Federasi tersebut. Pada tahun 1946, kesembilan "negara tersebut ditambah den^n Penang dan Malakka membentuk Malayan Union (Persatuan Tanah Melayu) yang kemudian pada tahun 1948 menjadi Federation of Malaya. Pada tahun 1963 terbentuk' MALAVSIA yang terdiri dari Federasi Malaya, Singapore, Sabah dan Serawak, namun pada tahun 1965, Singapore memencilkan diri. Penal Code Negeri-negeri Malaya diatur dalam Cap. 45 (Capi- tularia 45) dari Perundangan dari F.M.S. tahun 1935. Penal Code ini tidak kurang dari 20 kali telah di amandemen sampai tahun 1967. Dan yang digunakan dewasa ini adalah yang dicetak oleh Pemerintah Kuala Lumpur pada tahun 1971 (no. 2). Penal Code of the States Malaya atau Penal Code of the Federation of Malaya States (selanjutnya disingkat P.C.F.M.S. atau PC saja) merupakan bagian dari perundangan Federasi Malaya dan merupakan "himpunan" (Cap) no. 45. P.G. ini yang meniru model dari Hukum Pidana India, dapat
85

PC
digolongkan pada perundangan Anglo-Saxon, karena semula berasal dari ketentuan-ketentuan tersebar yang kemudian

dihimpun dan disiste- matisir. Namun demikian P.C. ini juga telah dipengaruhi oleh Code Napoleon. P.C. Malaysia dengan P.C. Singapore pada dasarnya sama, terutama sebelum tahun 1965 saat Singapore memencilkan diri. Karenanya apabila mempelajari literatur dari Singapore, tidak terlalu berbeda, atau hampir sama saja.
b.

Kodifikasi d uh sistematika. l)i Nc)',ua Inggris sampai dengan tahun 1977 telah diusahakan untuk incnukodifikasikan beberapa aspek dari perundangan (Statute) hukum pidana dan peraturan-peraturan hakim yang sudah merupakan juih|tnulcnsi atau preseden (case law) seperti misalnya Offences if iinsi tlic Peibon Act 1861 dan belakangan ini the Theft Act 1968. Namun sampai sekarang belum berhasil sepenuhnya. Hukum pidana liiKKiin sampai kini masih ditemukan di berbagai perundangan seperti di "( oiunion law, perundangan dan pelaksanaan perundangan.1) (Pen- lolainn: Common Law adalah putusan-putusan dari 3 jenis pengadilan yang bedaku untuk seluruh negeri sejak tahun 1066).2)

1 2

Criminal Law. L.B. Curson. h.4. General Principles of law, Ciive Davies. h.4.

86

PC
Negara Malaysia cukup lama dijajah Inggris. Karenanya tidak aneh jika pengaruh hukum Inggris cukup besar di sana. Bahkan hukum pidananya masih tertulis dalam bahasa Inggris. Namun pada saat ini dongan telah dihimpunnya perundangan di bidang hukum pidana se- IK'ili telah digambarkan di atas, dapat dikatakan telah dikodifikasi- knn hukum pidana di Malaysia. Seperti juga di Indonesia beberapa perundangan lainnya seperti antara lain: the Emergency Regulation 1948, the Food Control Proclamation, the Food stuffs Movement Restriction Oidor 1945, the Public Order and Safety Proclamation, the Women and (iiils lrotection Ordinance, dan lain sebagainya. Jika dibandingkan dengan KUHP, suatu perbedaan yang paling meugemuka ialah bahwa banyak materi yang diatur di KUHP (kendati hoihuu hukum acara pidana) di P.C. hal ini dengan tegas diatur di CRI- MINAI. PROSEDURE CODE MALAYSIA (F.M.S. Cap. 6) seperti misalnya:
1)

Pidana dan pelaksanaannya. Chapter XXVII CPSFMS Cap. 6, pasal 281 sampai dengan 299.

2)

Penundaan, peniadaan (pengampunan) dan pengurangan pidana, Chapter XXVIII pasal 300 sampai dengan 301.

87

) Asas Non bis in idem. Chapter XXIX (pasal 302 sampai dengan

303). ' Dengan demikian dari 23 BAB yang diatur dalam P.C. (hanya satu buku saja), dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya ada 7 BAB yang mengatur tentang "ketentuan umum yaitu Bab-bab I sampai dengan V A dan XXIII. Selainnya merumuskan tindak pidana dan ancaman pidananya. Namun dalam Bab-bab inipun diatur juga pengertian-pengertian atau penjelasan-penjelasan khusus yang berlaku pada dasarnya untuk Bab yang bersangkutan. Selanjutnya ilustrasi-ilustrasi selalu dirumuskan

mengikuti pasal- pasal yang dipandang perlu diberikan percontohan di samping adanya penjelasan-penjelasan. Jadi tidak diatur secara tersendiri setelah pasal-pasal

perundangan. Namun penjelasan-penjelasan tersebut juga mengikat untuk pasal-pasal lainnya, sepanjang bersesuaian dengan yang dijelaskan itu. Untuk jelasnya judul dari Bab-bab yang terdapat dalam P.C. ini adalah sebagai berikut:

88

PC
Bab Bab I. Pendahuluan (pasal 1 s/d 5). II. Penjelasan Umum (pasal 6 s/d 52).

Bab III. Pidana (pasal 53 s/d 75). Bab IV. Pengecualian Umum (pasal 76 s/d 106) Bab V. Penggerakan (Pasal 107 s/d 120). Bab V a. Permufakatan jahat, (pasal 120 a s/d 120 b). Bab VI. TentangTindak pidana terhadap negara (pasal121 s/d 130 A). Bab VII. Tentang Tindak Pidana yang berkaitan dengan Angkatan Bersenjata, (pasal 131 s/d 140 B). Bab VIII. Tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum (pasal 141 s/d 160). Bab IX. Tentang Tindak Pidana oleh atau yang

berhubungan dengan pejabat umum (pasal 161 s/d 171).

Bab X. TentangKetercelaan terhadap kewenangan yangsah dari pejabat umum (pasal 172 s/d 190). Bab XI. Tentangbukti palsu dan tindak pidana terhadapkeadilan
89

PC
umum, (pasal 191 s/d 229). Bab XII. Tentang Tindak Pidana yang berhubungan dengan mata uang dan benda-benda pos pemerintah, (pasal 230 s/d 263). Bab XIII. Tentang Tindak Pidana yang berhubungan dengan timbangan dan ukuran, (pasal 264 s/d 267). Bab XTV. Tentang Tindak Pidana yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, keamanan, kesejahteraan, kesopanan dan moral. (pasal 268 s/d 294). Bab XV. Tentang tindak pidana yang berhubungan dengan agama (pasal 295 s/d 298). Bab XVI. Tentang tindak pidana yang mempengaruhi badan manusia. (pasal 299 s/d 377 A). Bab XVII Tentang tindak pidana terhadap harta benda (pasal 378 s/d 462). '

Bab XVIII. Tentang tindak pidana yang berkaitan dengan dokumen dan mata uang kertas dan surat bank, (pasal 463 s/d 489 D) Bab XIX. Tentang kejahatan peningkatan pelaksanaan kontrak (pasal 490 s/d 492).
90

PC
Bab XX. Tentang tindak pidana yang berhubungan dengan perkawinan. (pasal 493 s/d 498). Bab XXI. Tentang Fitnah (pasal 499 s/d 502). Bab XXII. Tentang kejahatan intimidasi, penghinaan dan penggang- guan. (pasal 503 s/d 510). Bab XXIII. Tentang percobaan melakukan tindak pidana, (pasal 511).
c.

Actus Reus dan Mens Rea. Sesuai dengan perkembangan hukum pidana di bidang unsur "Perbuatan pidana (actus Reus) dan "pernyataan kehendak (mens rea), di Malaysia juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan ini. Dalam hubungannya dengan P.C. maka actus reus itu dinyatakan dalam beberapa pasal yaitu:

Pasal 32

Pada setiap Kitab Undang-

undang ini, kecuali ada sua tu kehendak yang sebaliknya yang dapat disimpulkan dari hubungan kalimatnya, maka kata-kata yang menunjukkan

tindakan, diperluas juga untuk kelalaian yang tidak sah menurut Undang-undang.

91

PC

Pasal 33

Perkataan

"tindakan

menunjukkan suatu rangkaian tindakan/perbuatan tunggal. Perkataan maupun "kelalaian atau tindakan berarti kelalaian

serangkaian tunggal.

kelalaian

Pasal 43

Perkataan "tindakan yang

tidak sah (fllegal) dapat diterapkan pada setiap tindak pidana, mu setiap hal yang dilarang oleh Undang-undang, atau setiap tindakan yang mempunyai dasar bagi suatu tindakan sipil: dan seseorang dikatakan terikat untuk melakukan suatu tindakan yang sah, apabila baginya merupakan tindakan yang tidak sah jika diabaikan. Mens rea juga dinyatakan dalam beberapa pasal yaitu:
-

Pasal 23 :

"Perolehan yang tidak sah adalah memperoleh

se suatu harta benda dengan cara yang tidak sah, dan seseorang yang sedang memperolehnya itu tidak menjadi pemilik yang sah menurut Undang-undang.
92

PC
"Kehilangan yang tidak sah adalah suatu kehilangan harta pemilik yang sah menurut Undang-undang. Seseorang dikatakan memperoleh secara tidak sah, jika orang tersebut menguasai secara tidak sah, demikian pula jika orang itu

mendapatkannya secara tidak sah. Seseorang dikatakan kehilangan secara cidak sali, jika harta benda itu disembunyikan atau cicabut dari orang itu.
-

Pasai 24 : Bai^ngsiapa

melakukan

sesuatu

dengan

maksud untuk menyebabkan perolehan yang tidak sah bagi satu orang, atau kehilangan yang tidak sah bagi orang lain dikatakan melakukan "ketidakjujuran.
-

Pasal 25 :

Seorang

dikatakan

melakukan

perbuatan

"kecurang an" jika ia melakukan perbuatan itu tidak lain dengan maksud untuk memperdaya.
-

Pasal 26 :

Seorang dikatakan mempunyai "alasan untuk

mem
93

PC
percayai sesuatu hal jika ia mempunyai cukup penyebab dan tidak lain dari cara itu untuk mempercayainya.
-

Pasal 39 :

Seseorang dikatakan menyebabkan suatu akibat

de ngan sengaja jika ia menyebabkan hal itu dengan sarana yang dikehendakinya untuk menyebabkan akibat itu, atau dengan menggunakan sarana yang pada saat ia melakukan tindakan itu ia mengetahui dan mempunyai alasan untuk percaya bahwa hal itu akan menyebabkan akibat tersebut.3) Hal tersebut di atas dihubungkan dengan suatu asas yang berbunyi:

Actus non facit reum nisi mens sit rea (an act does not consti- tute itself guilt unless the mind is guilty)4)

Actus non facit nisi mens sit rea (proof of guilt depends

on a
3 4 The Penal Codes of Singapore and States of Malaya, Koh Kheng Lian. h. Criminal law.L.B. Curson. h. 17.

dst.

94

o guilty mind) ) Karenanya seperti halnya asas geen straf zonder schuld hanya tersirat dalam KUHP, demikian pula di PC. Malaysia asas itu tersirat di dalamnya. Selanjutnya perlu diketahui, seperti juga di Inggris pembagian Crimes dalam: treasons (pengkhianatan), misdemeanours (tindak pidana yang tergolong ringan) dan felonies (tindak pidana yang tergolong berat) sudah dipandang obsolete (kuno), demikian juga Malaysia sudah tidak menggunakan pembagian itu. Yang digunakan adalah istilah OFFENCE (tindak pidana) yang pada dasarnya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dapat dipidana berdasarkan perundangan.
d.

Tentang berlakunya menurut waktu, tempat dan orang. Apabila diteliti ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 PC. yang menyatakan antara lain: "Seseorang

dipertanggungjawabkan pidana hanya berdasarkan PC. ini terhadap setiap tindakan atau kelalaian yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan di dalamnya.... dihubungkan dengan pasal-pasal 32, 33 dan 43 yang sudah disebut di atas
95

dan pasal 40, maka dapat disimpulkan bahwa tindakantindakan yang dilarang atau diharuskan itu untuk mana diancamkan pidana sudah diatur terlebih dahulu dalam perundangan. Ketentuan tersebut sesuai dengan The principle of legality, nullum Crimen sine lege (No erime except in accordance with the law). Dengan demikian sudah tidak dianut lagi asas Crimina extra ordinaria atau kejahatankejahatan di luar peraturan perundangan. Dari pasal 2 ini juga dapat disimpulkan bahwa PC. menganut asas teritorialitas, karena ketentuan dalam PC berlaku bagi setiap orang di negara-negara Malaysia (the States of Malaya). Pasal 3. PC. menganut asas personalitas yang dapat dikatakan lebih luas dari yang diatur dalam KUHP. Apabila dalam KUHP pada dasarnya hanya menerapkan asas personalitas untuk kejahatan (tidak termasuk pelanggaran) saja, yang berarti hanya untuk sebagian tindak pidana yang diatur di KUHP, maka PC. menerapkannya untuk seluruh tindak pidana dalam PC. Sedangkan mengenai cakupan asas perlindungan dan asas universalitas, tidak jelas diatur dalam PC.

96

34.

Pidana dan pemidanaan.


a.

Jenis dan macam pidana. Judul dari Bab III PC. adalah Tentang pemidanaan yang diatur dalam pasal 53 sampai dengan 75". Dari 23 pasal ini yang masih berlaku hanya 4 pasal saja. Dari pasalpasal yang masih berlaku ini, tidak ditemukan tentang pembagian jenis dan macam pidana. Namun apabila dipelajari pasal-pasal 121 sampai dengan 511 PC. dan dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan pada Bab XXVII CPC. (Criminal Proce- dure Code) "Tentang pidana dan pelaksanaannya dan Bab XXVIII CPC. 'Tentang Penundaan, Peniadaan dan Pengurangan pidana, dapat disusun beberapa macam pidana yang tidak tegas diatur apakah merupakan pidana pokok atau tambahan sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Pidana mati, Pidana penjara (imprisonment) seumur hidup atau Pidana denda dan sementara, Pidana pencambukan (whipping). Wajib bertingkah laku yang baik. Wajib lapor atau di bawah pengawasan polisi. Perampasan.

b.

Pelaksanaannya. Pidana mati dilaksanakan dengan


97

menggantungkan leher terpidana sampai mati (pasal 277 CPC).


-

Pidana mati baru dapat dilaksanakan jika MENTERI BESAR sudah menyatakan persetujuannya.

Pidana mati yang dijatuhkan kepada seseorang wanita yang temyata hamil, harus dirobah menjadi pidana penjara seumur hidup (pasal 275 CPC).

Pidana penjara dilaksanakan di ramah penjara. Dapat seumur hidup atau sementara. Maksimum secara umum tidak ditentukan, melainkan yang ditentukan adalah khusus yang tercantum dalam pasal-pa- sal yang bersangkutan. Pidana denda ada dua macam. Dalam hal diancamkan tanpa menyebut maksimumnya, maka hakim dapat menjatuhkan besarnya secara bebas yang pada dasarnya dikaitkan dengan kemampuan terpidana. Dalam hal diancam dengan maksimum, hakim terikat pada ketentuan tersebut (pasal 283 CPC). Pidana denda dapat diganti dengan pidana penjara maksimum 6 bulan untuk'tindak pidana tertentu, apabila terpidana tidak
98

mampu membayarnya, (pasal 283, 284 CPC).

Pidana denda dapat dijatuhkan berbarengan dengan pidana mati, pidana penjara atau pencambukan (antara lain pasal 121,121 A, 121 D, 384 PC).

Pidana pencambukan diancamkan untuk tindak-pidana tertentu seperti dalam pasal: 324,364,376,384,390,453.

Pencambukan maksimum 24 kali untuk orang dewasa, 10 kali untuk anak-anak dan diameter dari rotan yang digunakan tidak boleh lebih setengah inci untuk yang dewasa, sedangkan kepada anak-anak digunakan yang lebih kecil (pasal 286 CPC dan sebagainya).

Wajib bertingkah laku yang baik dapat diberikan oleh pengadilan kepada seseorang terdakwa apabila dipanding lebih tepat.

Keterikatannya untuk wajib tertib dapat ditambah dengan keterikatan lainnya misalnya harus menjauhkan diri dari minuman keras, harus berada di bawah pengawasan seseorang dan lain sebagainya. (Pasal 294 A CPC). 14J
6)

Wajib di bawah pengawasan polisi, dijatuhkan kepada seseorang apabila ia ternyata telah juga melakukan suatu tindak pldanu la in, selain dari yang

99

diperkarakan. Kewajiban ini dilaksanakan sc telah terpidana selesai menjalani 3 tahun pidananya setelah dan selesai

maksimumnya

adalah

menjalani pidana tersebut, (pasal 295 CPC).


7)

Perampasan ditujukan kepada barang-barang yang digunakan atau direncanakan untuk melakukan tindak pidana pembinasaan/perusakan. (pasal 126 PC) dan tindak pidana lainnya yang berpa- danan. Apabila diperhatikan ketentuan pada pasal 302 PC yang berbunyi: Barangsiapa melakukan pembunuhan (murder) diancam dengan pidana mati, dan adanya pidana pencambukan, dapat disimpulkan bahwa pidana ini dipengaruhi oleh pidana dalam hukum Islam.

35.

Peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana. a. Peniadaan pidana. Mengenai peniadaan pidana sepintas kilas di KUHP lihatlah uraian pada no. 10 a, 19 a dan 27 a. Di P.C.,Tidak kurang dari 19 pasal pada Bab IV PENGECUALIAN yang menentukan bahwa suatu

tindakan tidak merupakan tindak pidana, jika persyaratan

tertentu dipenuhi. Karena bukan merupakan tindak pidana berarti pula ditiadakan pidana. Pasal-pasal tersebut adalah pasal-pasal: 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 87, 88, 89,92,93, 94, 95, 96 dan 98. Untuk memudahkan memperbandingkan dengan KUHP dapat disusun sebagai berikut:
1)

Peniadaan pidana karena yang melakukan itu:


a) b)

dungu. tidak mampu mengetahui hakekat dari

tindakannya.
c)

tidak mampu mengetahui bahwa ia melakukan sesuatu yang salah atau bertentangan dengan hukum (pasal 84 PC). Bandingkan dengan pasal 44 KUHP.

2) a)

Peniadaan pidana karena yang melakukan itu: Seorang 82).


b)

anak yang berumur di bawah 7 tahun, (pasal

Seorang tahun

anak yang berumur antara 7 tahun dan 14

yang belum mempunyai cukup kematangan untuk mempertimbangkan keadaan dan konsekuensi dari perbuatannya. Belum mampu membedakan yang baik dan yang jahat (pasal 83).

c)

Seorang berfikir

yang muda usia tetapi tidak punya kematangan dan seterusnya, (pasal 98). Bandingkan dengan

pasal 45,46,47 KUHP.


3)

Peniadaan pidana jika tindakan dilakukan karena:


a)

Menghadapi suatu bencana atau musibah tanpa kehendak jahat (pasal 80).

b)

Dipaksa dengan suatu ancaman yang serius (pasal 94). Bandingkan dengan pasal 48 KUHP.

4)

Peniadaan pidana jika tindakan dilakukan karena:


a)

Untuk melindungi orang lain atau harta benda dari kerugian lainnya (pasal 81).

b)

Untuk melaksanakan hak bela diri (pasal 96,97). Pembatasan dan ketentuan mengenai hak bela diri diatur dalam pasal 99 sampai dengan 106. Di sana ditentukan hal-hal yang membatasi yaitu:
i.

"Serangan itu tidak mengkhawatirkan akan menyebabkan kematian atau luka bagi sipembela. (pasal 99).

ii.

"Serangan itu datangnya dari pejabat, kendati dipandang kurang tepat/salah, tetapi tidak dikuatirkan menyebabkan kematian atau luka (pasal 100).

iii.

Sipembela diri, sebenarnya cukup waktu untuk memperoleh pertolongan dari pejabat (pasal 99).

Dalam

pasal-pasal

selanjutnya

diatur

cakupan

dan

perluasan hak bela diri. Bandingkan dengan pasal 49 KUHP.


5)

Peniadaan pidana, jika tindakan dilakukan:


a)

Berdasarkan kekuasaan Kehakiman oleh hakim (pasal 77) atau mengira seperti itu (pasal 78).
b)

Sesuai dengan perundangan (pasal 79). Bandingkan dengan pasal 50 KUHP.

6)

Peniadaan pidana karena sipelaku:

dibuat mabok oleh orang lain (pasal 85,86).

^ 7) Peniadaan pidana karena:

Kekeliruan faktor, bukan karena ketidaktahuan mengenai hukum/perundangan, (pasal 76).

8)

Peniadaan pidana karena:

Kerugian yang diakibatkan tindakan itu relatif sangat kecil, (pasal 95).

9)

Peniadaan pidana karena telah ada persetujuan dari sipenderita terlebih dahulu, yaitu:

a)

Permainan/olah raga: anggar, tinju, dan lain sebagainya (pasal 87).

b) c)

Di bidang pengobatan/operasi (pasal 88). Suatu tindakan di mana sipenderita di bawah perwalian, dan wali telah memberi persetujuan (pasal 89).

d)

Tindakan dilakukan sebenarnya tanpa persetujuan, tetapi karena keadaan darurat ditolong dengan itikad baik. Misalnya seseorang yang sedang sekarat perlu segera dioperasi (pasal 92).

10)

Peniadaan pidana, karena pengumuman yang dilakukan itu justru dimaksudkan untuk keuntungan sipenderita (pasal 93).

Pengurangan pidana. Mengenai pengurangan pidana seperti:


Karena usia muda (pasal 293 CPC), Karena wanita pelaku sedang hamil (pasal 275 CPC), Karena kewenangan yang diberikan kepadapenguasa untuk

mem peringan suatu pidana (pasal 300 CPC).

Karena pertimbangan hakim,

pada umumnya diatur di Criminal Procedure Code. Dalam CPC ini

pula diatur tentang penundaan pelaksanaan pidana, yang dapat memperingan pidana. Ketentuan yang juga merupakan pengurangan pidana yang diatur dalam PC adalah pengurangan pidana karena percobaan, sepanjang dalam pasal yang bersangkutan tidak ditentukan lain. Ancaman pidananya adalah setengah dari maksimum yang ditentukan bagi tindak pidana tersebut. Satu hal yang menarik di PC. ialah ditentukannya asas In dubio pro Reo pada pasal 72, di mana ditentukan jika hakim ragu-ragu mengenai tindak pidana manakah yang sebenarnya telah dilakukan oleh terdakwa, maka hakim wajib memilih yang ancaman pidananya lebih rendah.
c.

Pemberatan ancaman pidana. Pemberatan ancaman pidana sebagaimana diartikan dalam pembahasan KUHP, kiranya dalam PC ini tidak begitu banyak diatur. Di pasal 75 dalam rangka ketentuan mengenai "pengulangan ditentukan stel- scl komulasi atau pelipat gandaan pidana yang diancamkan, namun pada akhir perhitungan dibatasi dengan tidak boleh melebihi pidana penjara 10 tahun. Jadi kalau seseorang melakukan

lagi suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana 7 tahun setelah ia dipidana misalnya 5 tahun karena tindak pidana lain, maka pidana keseluruhannya tidak boleh lebih dari 10 tahun. Kiranya "pemberatan ancaman pidana ini sudah dicakupkan dalam kewenangan hakim, yang boleh menjatuhkan maksimumnya. pidana sepanjang tidak melebihi

36.

Percobaan. Dalam banyak pasal-pasal P.C. suatu tindakan sempurna dan percobaannya disenafaskan, yang dengan demikian ancaman pidananya adalah sama. Pada umumnya ketentuan ini terdapat pada tindak pidana yang berat dan diancam dengan pidana yang cukup berat. Berikut ini diutarakan beberapa pasal dari Bab bersangkutan: a. Bab VI. Tindak pidana terhadap Negara. Pasal 121. Berperang melawan Yang di Pertuan Agong. "Whoever wages war against the Yang diPertuan Agong or against any of the Rulers or yang

Govemors, or attempts to

PC

wages such war, or abets the wagjng of such war, shall bc punished with death, or imprisonment for life, and shull also be liable to fine. Pasal 125. Berperang melawan Pemerintah dan sebagainya. Bab VII. Tindak pidana terhadap Angkatan Bersenjata. Pasal 131. Menggoda Anggota Angkatan Bersenjata untuk berontak. Bab VIII. Tindak pidana terhadap ketertiban Umum. Pasal 152. Menghancurkan pegawai/pejabat yang sedang memberantas perkumpulan yang tidak sah. Pasal 162,163,165 Penyuapan. Bab XI. Tindak pidana terhadap keadilan umum. Pasal 196. Menggunakan bukti palsu. Whoever corruptly uses or attempts to use as true or genuine evidence any evidence which he knows to be false or fabricated, she be punished in the same marmer as if he gave or fabricated false evidence. Pasal 198. Menggunakan sertifikat palsu. Pasal 213. Menerima upah karena menyembunyikan petindak yanp.

PC

diancam pidana berat. Bab . Tindak pidana mengenai uang. Pasal 254. Membujuk seseorang untuk menerima uang palsu seakun akan tak palsu. Bab XVI. Tindak pidana yang mempengaruhi tubuh. Pasal 307,308,309. Pembunuhan. Pasal 309: Whoever attempts tocommit suicide, nu^j wards the commission of such offem with imprisonment for a term wlilcl year, or with fine, or with both Bab XVII. Tindak Pidana terhadap luiilit I Pasal 385,387,389 PC Pemerasan Pasal 391,394,397 PC Penyamunan Pasal 438 PC Perusakan dengan upl atuti Pasal 460 PC Memasuki rumah daill

PC h.

Bab XXII. Undak pidana intimidasi, penghinaan dan sebagainya. Pasal 508 PC Memaksa untuk berbuat/tidak berbuat. Namun apabila tidak ditentukan seperti tersebut di atas, maka percobaan terhadap suatu tindak pidana diancam dengan pidana setengah dari maksimum yang ditentukan untuk tindak pidana tersebut. Dikatakan ada percobaan jika : Tindak pidana itu tidak sempuma bukan karena kehendak sipelaku atau di luar kemampuan sipelaku.

37.

Penyertaan.
a.

Penyertaan di KUHP. Di KUHP mengenai penyertaan dirumuskan secara padat. Dalam rangka perbandingan dapat diuraikan sebagai berikut: Pada pasal 55 dan 56 KUHP ada 3 golongan besar penyertaan yaitu:
1)

Bersama-sama melakukan yang dapat dibagi dua yaitu:


a)

Tiap-tiap peserta memenuhi tiap-tiap unsur

tindak pidana.
94

PC
b)

Tidak setiap peserta -memenuhi setiap unsur, asfil saja dalam rangka keija sama secara fisik dan sadar.

2)

Peserta yang satu mempengaruhi yang lain, yang dapat dibagi dua yaitu:
a)

Si A menyuruh si B (B yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana).

b)

Si K menggerakkan si M, dengan sarana tertentu, di mana kedua-duanya bertanggungjawab.

3)

Peserta yang satu membantu yang lain. Selain dari pada itu, masih dalam rangka perbandingan ini terdapat pula ketentuan di luar Bab V KUHP yaitu:

4)

Peserta yang satu menggerakkan yang lain, tetapi yang lainnya itu tidak melakukannya. (Pasal 163 bis KUHP).

5)

Si A yang mengetahui suatu permufakatan jahat atau suatu perencanaan, tidak melapor kepada yang berwajib semasih dapat dicegah. (Pasal 164 dan 165 KUHP).

6)

Si Q menyembunyikan penjahat atau menghancurkan


95

PC
barang bukti. (Pasal 221 KUHP).
7)

Si Z menghasut X atau masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana (pasal 160,161 KUHP).

b.

Penyertaan di PC. Di PC. rupanya mengenai penyertaan ini lebih mendetail dirumuskan di bawah judul: BAB II. PENJELASAN UMUM yang tercantum pada pasal-pasal 33 sampai dengan 38 minus 36 PC. BAB V. PENYERTAAN, yang tercantum pada pasal-paj4l 107 sampai dengan 120. Hal tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1)

Ketentuan yang bernaung di bawah Bab II.


a)

Semua peserta yang mempunyai kehendak yang sama, masing-masing dipertanggungjawabkan secara mandiri. (Pasal 34 PC).

b)

Semua peserta yang mempunyai pengetahuan atau kehendak yang sama, masing-masing

dipertanggungjawabkan secara mandiri sesuai dengan pengetahuan kehendak tersebut (pasal 35 PC). Yang kedua ini (b), dapat disimpulkan mencakup ketentusn
96

PC
seperti tersebut pada pasal 56 KUHP.
c)

Berapa tindakan estafet yang menimbulkan atau mengakibatkan suatu tindak pidana yang dilakukan beberapa pe- tindak dalam rangka keija sama, masing-masing dipandang melakukan tindak pidana tersebut.

d)

Beberapa orang yang melakukan suatu tindakan dengan motif yang berbeda dapat dipersalahkan dengan tindak pidana yang berbeda, kendati akibat yang terjadi sama (pasal 38 PC).

2)

Ketentuan yang bernaung di bawah Bab V.:


a)

Yang

dimaksud

dengan

tindakan

penggerakan

(abetment) ialah:
i. ii.

Membujuk (investigate) seseorang, Terlibat dalam suatu permufakatan jahat (Conspi-

97

PC

racy).
iii.

Berkehendak membantu (aid). (Pasal 107 PC).

b)

Yang dimaksud dengan penggerak (abettor) ialah: Seseorang yang mampu bertanggungjawab yang

menyerakkan orang lain untuk melakukan atau melalaikan suatu tindakan (pasal 108 PC). Apabila diperhatikan perumusan dan penjelasan/ ilustrasi untuk tersebut 2 a) dan 2 b) di atas, maka pada pasal 107 PC dicakupkan penyesatan turut-serta melakukan dan pembantuan. Sedangkan pada pasal 108 tercakup pula tindak pidana seperti yang dikenal pada pasal 163 bis KUHP, penyuruhan oiang dungu atau anak kecil kendati tidak dilaksanakan, menyuruh seseorang yang waras untuk mengambil sesuatu barang seolaholah barang itu milik sipe- nyuruh dan kemudian ternyata pencurian. Bahkan juga penyuruhan bersambung termasuk dalam cakupan pasal 108 PC ini.
c)

Penggerakan suatu tindak pidana di luar negeri, dipandang dilakukan di dalam negeri, (pasal 108 A PC).

d)

Ancaman pidana bagi tindakan penggerakan, jika tidak ditentukan dalam pasal yarg bersangkutan secara tegas, sama dengan ancaman pidana bagi tindak pidana itu sendiri (pasal

98

109 PC).
e)

Ancaman pidana bagi penggerak sama saja, kendati yang digerakkan itu (sitergerak) melakukannya dengan kehendak yang lain dari penggerak, (pasal 110 PC).

f)

Ancaman pidana bagi penggerak sama saja, kendati yang dilakukan sitergerak tindak pidana lain, asal saja tindakan yang dilakukan tersebut berdasarkan penggerakan itu dan tindak pidana yang terjadi merupakan suatu konsekuensi yang logis (pasal 111 PC). Termasuk pula akibat-akibat lainnya

dipertanggungjawabkan kepada penggerak. (Pasal 112,113 PC).


g)

A yang menggerakkan B untuk melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, apabila tidak terwujud tindak pidana itu dan tidak ditentukan ancaman pidananya dalam pasal yang

bersangkutan, maka ancaman pidananya adalah 7 tahun. Demikian pula secara berurutan ditentukan ancaman pidananya, apabila B digerakkan untuk melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara; apabila tindak pidana mengakibatkan luka bagi seseorang; apabila si penggerak atau sitergerak adalah pejabat, (pasal

115,116 PC).
h)

Termasuk pula dalam pengertian penggerakan apabila seseorang melakukan penghasutan agar masyarakat atau suatu kelompok orang minimal 11 orang melakukan suatu tindak pidana, yang diancam dengan pidana penjara maksimum 3 tahun dan/atau denda, kendati tindak pidana itu tidak dilakukan oleh orang-orang itu.

i)

Menyembunyikan suatu rencana kejahatan atau menyesatkan pejabat penyidik agar tidak dapat mencegah suatu pelaksanaan tindak pidana, diancam dengan pidana. Dalam hal ini diperbedakan ancaman pidananya yang dikaitkan dengan terlaksana atau tidaknya tindak pidana tersebut dan status dari pelaku tersebut (pejabat atau orang awam). Pasal 118,119,120 PC.

j) Sebagai tambahan untuk judul Bab V ini, dimasukkan juga permufakatan jahat untuk melakukan:
i.

Suat

u tindakan tidak sah (illegal act), atau


ii.

Suatu tindakan yang sah, tetapi dengan sarana yang illegal. (pasal 120 A dan 120 B PC).

38.

Perbarengan dan pengulangan.


a.

Perbarengan. Mengenai perbarengan tindak pidana, tidak banyak diatur dalam PC. Dari pasal-pasal 33, 36 dan 71 yang mengatur tentang hal ini dapat disimpulkan adanya ketentuan mengenai:
1) 2)

Tindakan berlanjut, Suatu tindak pidana diatur dalam pasal-pasal tindak pidana yang berbeda, (Bandingkan dengan Concursus idealis).

3)

Beberapa tindakan termasuk dalam beberapa pasal tindak pidana, (bandingkan dengan Concursus realis). Stelsel pemidanaan yang digunakan adalah sebagai

berikut: Bagi tersebut a. 1): Hanya dipakai satu ancaman pidana saja. (Misalnya bagi 50 kali pencambukan, hanya

digunakan satu ancaman pidana saja, bukan 50). Bagi tersebut a. 2) dan 3) digunakan stelsel absorbsi mumi. (Pasal 71 PC). Selanjutnya baca lagi no. 37 b. 2) sub e) dan f).
b.

Pengulangan. Materi ini diatur dalam pasal 75 tanpa ditentukan periode waktu antara yang silam dengan yang kedua, ketiga dan selanjutnya. Mengenai stelsel pemidanaannya digunakan stelsel komulasi terbatas.

39.

Hapusnya hak penuntutan dan penjalanan pidana. Mengenai materi ini tidak diatur dalam Penal Code. Yang ada hubungannya atau yang mencakup maksud penghapusan seperti itu, diatur dalam Cri- minal Procedure Code. Misalnya pembebasan seseorang terdakwa remaja setelah diperingati (pasal 293 CPC); penjatuhan pidana bersyarat bagi yang dewasa (pasal 294 CPC); adanya kewenangan penguasa negara bagian untuk menangguhkan, melonggarkan, memperingan pidana atau mengampuni terpidana (pasal 300 CPC); sirnanya usaha banding jika terpidana pembanding meninggal, (pasal 320 CPC) dan sebagainya.

40.

Kesalahan, Bersifat Melawan Hukum dan Sebab-Akibat. Mengenai kesalahan yang berbentuk sengaja atau alpa merupakan "pernyataan kehendak (mens rea) dari sipetindak. Hal ini telah diutarakan pada pasal-pasal mana hal itu diatur dalam PC. (lihat no. 33 c). Kehendak itu tidak terpisahkan dari tindakan aktif atau passif (actus reus) dari sipelaku. Hal ini juga sudah diutarakan secara ringkas (no. 33 c). Tindakan itu sendiri, berhubungan dengan kepentingan negara/pemerintah atau masyarakat atau sipetindak itu sendiri sebagai individu yang tunduk kepada perundangan. Artinya apakah tindakan itu dapat diterima oleh kepentingan tersebut di atas atau tidak. Dengan perkataan lain apakah tindakan itu bersifat berten-

tangan dengan kepentingan tersebut atau bersifat melawan hukum. Dengan demikian hubungan "pernyataan kehendak dengan "tindakan yang bersifat melawan hukum dalam rangka pemidanaan adalah ibarat mata uang yang mempunyai dua muka. Di satu flhak, tiada pemidanaan tanpa pernyataan kehendak kendati telah terjadi suatu "peristiwa yang seyogyanya pelakunya dapat dipidana, dan sebaliknya juga tiada pemidanaan apabila tindakan itu tidak bersifat melawan hukum atau dibenarkan kendati "Peristiwa itu dengan pernyataan kehendak dilakukan.

Dua unsur tersebut di atas di negara-negara Anglo Saxon, sangat ditonjolkan dalam penguraian hukum pidananya. Sedangkan mengenai soal sebab-akibat, walaupun tidak secara tegas diatur dalam perundangan, seperti juga dalam KUHP, namun dari perumusan perundangan, jelas dapat disimpulkan hubungan antara sebab dan akibat dihubungkan dengan pernyataan kehendak. Misalnya motif sebagai pembentuk pernyataan kehendak, dan juga apakah suatu akibat termasuk yang dikehendaki. Antara sebab dan akibat harus ada hubungan kausal. (Causaal- verband). Di lain flhak juga sering menjadi pertimbangan mengenai suatu tingkat "peristiwa yang dapat disebut sebagai sebab, dihubungkan dengan "Peristiwa berikutnya yang merupakan akibat dari yang pertama. Misalnya seorang kusir yang kehilangan kudanya (karena dicuri orang) menyebabkan matinya anak kusir yang sedang sakit, karena kusir itu tidak mempunyai penghasilan lagi untuk membeli obat. Jelas baik sipencuri maupun Sang Kusir tak mempunyai kehendak untuk matinya anak itu. Namun hal seperti ini dalam pertimbangan pentingnya. *** hakim untuk menjatuhkan pidana tidak kurang

CLC

3) The English Legal System. Charles Conway. h. 36. BAB VII PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA REPUBLIK RAKYAT CINA.

41.

Berlakunya ketentuan pidana.


a.

Perundangan hukum pidana yang berlaku. Undang-undang hukum pidana yang berlaku di RRC dewasa ini pada dasarnya dapat dibagi dua bagian yaitu:
1)

Kitab Undang-undang Hukum Pidana RRC yang terbaru yang diundangkan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1980. KUHP ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh penulis dari bahasa Inggris The Criminal Law Code of the Peoples Republic of China, yang selanjutnya disingkat C.L.C.

2)

Berbagai perundangan yang mengatur tentang hukum pidana luar CLC RRC tersebut 1) di atas. Apabila yang tersebut a. 1) kita sebut sebagai hukum di

pidana umum, maka tersebut a. 2) dapatlah disebut sebagai hukum pidana khusus. Ketentuan umum yang tercantum dalam hukum pidana umum juga berlaku untuk

Perundangan hukum pidana khusus sepanjang tidak disimpangi, (pasal 89).

Seperti juga FCL USSR, CLC RRC ini sangat ketat dikaitkan dengan ideologi komunisme yang

CLC

dinyatakan pada pasal 1 dan 2. Secara gamblang dapat diuraikan bahwa CLC - RRC :
1)

Berpedoman kepada ajaran-ajaran MARX, LENIN dan MAOTSE- TUNG;

2) 3)

Berdasarkan Undang-undang Dasar; Bersesuaian dengan kebijaksanaan pimpinan/diktatur kelaspro letar.

Karenanya tugas dari CLC adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Melakukan perjuangan terhadap kontra revolusi; Melindungi hak milik rakyat sosialis dan kelompokkeija; kelompok Melindungi hak milik pribadi dan umum dan lain-lain; Mempertahankan berbagai program (produksi, kerja, penghidupan rakyat); ilmiah, Mempertahankan revolusi sosialisme dan Melaksanakan pembangunan sosialis.

Kodifikasi dan sistematika. Dari ketentuan pada pasal 89 CLC, ternyata bahwa materi hukum pidana secara keseluruhan belum dapat atau tidak dikodifikasikan di RRC. Kenyataannya yang dikodifikasikan dalam CLC ini baru yang bersifat umum saja, kendati di dalamnya sudah dimasukkan kejahatankejahatan yang

berhubungan/mengenai kejahatan:

CLC

Subversi/kontra revolusi (pasal 90 dan seterusnya); Di bidang perlindungan hutan (pasal 128); Di bidang perburuan (pasal 130); Di bidang pemilihan umum (pasal Di bidang korupsi (pasal 155); Di bidang agama dan adat-istiadat Di bidang senjata api (pasal 163); Di bidang narkotika (pasal 171); Di bidang imigrasi (pasal 176) dan lain-lain. (pasal 147); 142);

CLC terbagi dalam dua buku, di mana Buku 1 mengatur KETENTUAN UMUM dan Buku II mengatur tentang KEJAHATAN. Pem-BAB-annya dapat disusun sebagai berikut: BUKU I. KETENTUAN UMUM. BAB I. PEDOMAN TENTANG AJARAN, TUGAS DAN CAKUPAN PENERAPAN UNDANG-

UNDANG HUKUM PIDANA. BAB II. MELAKUKAN TINDAK PIDANA.

gungjawaban pidana.

CLC

Bagian II. Persiapan, Percobaan atau Pengunduran diri untuk melakukan suatu tindak pidana. Bagian III. Penyertaan untuk melakukan suatu tindak pidana. BAB III. PEMIDANAAN. Bagian I. Jenis pidana. Bagian II. Pidana pengawasan. Bagian III. Pidana kurungan. Bagian IV. Pidana Penjara Sementara dan Pidana Penjara Seumur hidup. Bagian V. Pidana mati. Bagian VI. Pidana denda. Bagian VII. Pencabutan hak-hak politik. Bagian VIII. Perampasan harta benda. BAB IV. KEGUNAAN PENERAPAN PIDANA. Bagian I. Ukuran penjatuhan pidana Bagian II. Residivis. Bagian III. Penyerahan. Bagian IV. Perbarengan tindak pidana untuk dipidana bersama-sama. Bagian V. Penangguhan pidana.

103

CLC

Bagian VI. Pengurangan pidana. Bagian VII. Pembebasan Bersyarat. Bagian VIII. Batas-batas Kedaluarsaan. BAB V. KETENTUAN LAIN-LAIN DAN DEFINISI. BUKU II. KETENTUAN KHUSUS. BAB I. TINDAK PIDANA KONTRA REVOLUSI. BAB II. TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN UMUM. BAB III. TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ORDE EKONOMI SOSIALIS. BAB IV. TINDAK PIDANA TERHADAP HAK-HAK ORANG ATAU HAK-HAK DEMOKRASI WARGA NEGARA. BAB V. TINDAK PIDANA TERHADAP HARTA BENDA. BAB VI. TINDAK PIDANA TERHADAP PEMELIHARAAN KE-

104

CLC

TERTIBAN UMUM. BAB VII. TINDAK PIDANA TERHADAP PERKAWINAN DAN KEKELUARGAAN. BAB VIII. PENYALAHGUNAAN JABATAN.
c.

Berlakunya menurut waktu, tempat dan orang. Dari ketentuan pasal 10 dihubungkan dengan pasal 57, 58 dan 59 CLC dapat disimpulkan bahwa Undang-undang ini pada dasarnya meng-

anut asas legalitas, karena di sana ditentukan bahwa pelaku suatu tindak yang diatur dalam Undang-undang ini (harus) diadili menurut Undang-undang (pas , setimpal

dengan kesalahannya (pasal 57), diputus dalam waktu yang pasti (pasal 58, 59). Namun demikian kepada Hakim diberi juga kebolehan menyimpang dari ketentuan Undang-undang untuk

menjatuhkan pidana lain yang pasti dan yang lebih berat, kendati Undang-undang menentukan yang lebih ringan. Selanjutnya dengan dianutnya kebolehan penggunaan analogi (pasal 79), maka bertambah kaburlah penerapan asas

CLC

legalitas tersebut. Pada pasal 79 antara lain ditentukan jika terdapat tindak pidana yang tidak jelas diatur dalam CLC, maka dapat digunakan ketentuan- ketentuan yang paling mirip. Kemudian ditambah dengan klausula: "tetapi harus dipertimbangkan dan disetujui oleh Mahkamah Agung Rakyat. Mengenai kemungkinan berlaku surutnya penerapan Undang- undang ini di pasal 9 ditentukan, jika suatu tindakan di KUHP lama tidak ditentukan sebagai tindak pidana tetapi dalam CLC baru ini ditentukan sebagai tindak pidana, maka untuk tindakan tersebut yang dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 1980, diterapkan KUHP-lama. Jadi di sini jelas diatur tentang "ketidak-bolehan berlaku surut tersebut. Dan apabila pada KUHP-lama suatu tindakan dipandang sebagai tindak pidana maka diterapkan Ketentuan Umum lama, Bab IV pasal 8. Selanjutnya ditentukan pula di pasal 10, penggunaan asas in dubio pro re o dalam hal terjadi keragu-raguan mengenai suatu tindakan apakah merupakan tindak pidana atau tidak. Ukuran yang ditentukan ialah apabila kejadian merupakan kesembronoan atau

CLC

mengakibatkan kerusakan yang kecil, maka tindakan itu tidak dipandang sebagai tindak pidana.

CLC

Berbicara mengenai penerapan asas-asas territorialitas, personalitas, perlindungan dan universalitas yang diatur di CLC ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)

Asas territorialitas dianut dengan pengecualian bagi mereka yang mempunyai hak khusus berdasar hukum Internasional. Mereka

^ ini yang mempunyai hak kekebalan diplomatik diselesaikan melalui saluran diplomatik. Selanjutnya ditentukan pula berlakunya CLC kepada setiap petindak yang berada di atas suatu perahu atau pesawat udara RRC. Mengenai tindak pidana yang dilakukan di atas perahu/pesawat udara yang sedang berada di luar wilayah RRC, apabila pelakunya itu adalah warga negara RRC, tunduk kepada CLC (pasal 4, 5, dan 7). Sedangkan apabila pelakunya bukan warga negara RRC diterapkan ketentuan pasal 6 yang menitik beratkan pada kerugian rakyat atau negara RRC.
2)

Asas personalitas yang cukup luas dianut dalam CLC ini. Pasal- pasal yang mendukung kesimpulan ini ialah:
a)

Pasal 4. Warganegara RRC yang berada di luar wilayah RRC melakukan salah satu tindak pidana berikut:

Tindak pidana Kontra revolusi.

104

Tindak pidana pemalsuan uang nasional/suratsurat berharga.

Tindak pidana korupsi, menerima suap atau membocorkan rahasia. negara.

Berlagak sebagai pegawai negeri untuk melakukan tindak pidana tertentu (antara lain penipuan).

b)

Pasal 5. Warga negara Cina yang melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara minimum 3 tahun, di luar wilayah RRC, kecuali di negara asing itu bukan merupakan kejahatan. Sehubungan dengan penggunaan asas personalitas ini,

perlu diperhatikan ketentuan di perundangan hukum tata negara Cina di mana setiap orang Cina di perantauan (Hoa Kiau) tetap dipandang sebagai warga negara RRC. Ketentuan seperti ini sudah barang tentu tidak dapat diterima oleh negara luar. itiAu Ut ^AfA O K (CLf

_6-*4*- ^- '^Jb-i feHc Ai~A^CLX-'/ A-fZ.


Vt Vl

f-j

-' MP 3) Asas perlindungan. Ketentuan mengenai penganutan asas

ini

105

'^~

^ diatur dalam pasal 6 CLC di mana ditentukan berlakunya

CLC '^^yang meru gikan rakyat atau negara RRC di luar wilayah RRC, kecuali jika tindakan tersebut di negara asing itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Asas perlindungan ini diperluas oleh pasal 7 dengan menentukan berlakunya CLCRRC kepada setiap tindak pidana di luar wilayah RRC kendati sudah diadili di luar negeri tersebut. Jika terdakwa tersebut sudah dipidana, maka pemidanaan tersebut .diperhitungkan sebagai pengurangan pidana atau pembebasan. Ketentuan ini sekaligus membatasi asas non bis in idem untuk putusan hakim luar negeri. Perluasan selanjutnya tersimpulkan dari ayat 2 pasal 3 yang menentukan bahwa setiap akibat dari suatu tindak pidana yang terjadi di RRC harus dipandang sebagai telah terjadi di wilayah RRC. Apabila hal ini dilihat dari sudut ajaran mengenai locus delicti, maka di antara empat ajaran itu, yang digunakan adalah ajaran penentuan tempat menurut bekerjanya alat/instrumen.
4)

bagi orang asing yang melakukan suatu tindak pidana

Asas Universalitas. Per.srapan asas ini tidak diatur


106

secara tegas dalam CLCRRC. Apabila untuk penyelesaian perkara-perkara dari orang-orang yang berstatus diselesaikan diplomat menurut secara saluran tegas ditentukan maka

diplomatik,

kiranya untuk penyelesaian perkara pemalsuan uang, pembajakan dan narkotika dikaitkan dengan perjanjian internasional yang mengatur hal itu yang tentunya sepanjang RRC mengikatkan diri.
d.

Konsep kejahatan dan pertanggungjawaban pidana. Sejalan dengan hakekat dan tujuan hukum pidana RRC, maka yang dipandang sebagai tindak pidana adalah setiap tindakan seseorang yang:

Membahayakan kedaulatan penguasa dan integritas wilayah.

Membahayakan sistem kediktatoran proletar. Merusak revolusi sosialis dan pembangunan sosialis. NJengganggu ketertiban umum. Melanggar harta benda kepunyaan dari seluruh rakyat atau harta benda kepunyaan bersama dari massa buruh.

Melanggar harta benda yang sah kepunyaan pribadi dari seseorang warganegara atau melakukan

kekerasan terhadap hak seseorang, hak demokrasi atau hak lainnya dari seseorang warganegara.
107

Lainnya yang membahayakan masyarakat. Dari urut-urutan konsep tindak pidana ini,

dihubungkan dengan hakekat dan tujuan hukum pidana RRC, dapat terbaca betapa sangat diutamakannya

kepentingan komunisme di atas segala-galanya. Dan konsekuen kepada konsep tindak pidana ini, di Buku II tentang KETENTUAN KHUSUS sangat gamblang

ditentukan pengutamaan konsep tindak pidana ini. Pertanggungjawaban pidana dari seseorang dalam CLC ini secara tegas diatur bahwa petindak harus memenuhi unsur kesengajaan, sedangkan untuk memenuhi unsur culpa saja dipertanggungjawabkan jika Undangundang mengancamkan pidana (pasal 11 dan 12). Pertanggungjawaban ini diperluas, diperberat, dikurangi atau dihapuskan dalam hal-hal tertentu seperti yang akan diutarakan pada paragraf berikut.

42.

Pidana dan pemidanaan.


a.

Jenis dan macam pidana. Jenis dan macam pidana diatur pada pasal 27 sampai dengan 29. Ada dua macam pidana yaitu pidana utama dan pidana tambahan. Pidana utama dibagi dalam 5 (lima) jenis yang disusun dari yang ter- ringan sampai kepada yang

108

terberat yaitu:
1)

Pidana pengawasan: minimum 3_by,lan, maksimum 2 tahun.

2)

Pidana kurungan: minimum 15 hari, maksimum 6 bulan.

3)

Pidana

penjara

sementara:

minimum

bulan, 15

maksimum tahun.
4) 5)

Pidana penjara seumur hidup. Pidana mati.

Pidana tambahan dibagi tiga jenis yaitu:


1) 2)

Denda, Pencabutan hak-hak berpolitik dan

109

CLC 3)

Perampasan harta-benda. Di samping kedua macam pidana tersebut di atas dikenal pula

beberapa hukuman yang tidak ditentukan sebagai pidana yaitu:


1) 2) 3) 4) 5)

Ganti-rugi, (Pasal 31 & 32). Tegoran (Pasal 32). Mengikatkan diri untuk bertobat (pasal 32). Wajib mengajukan permohonan maaf, (pasal 32). Hukuman administrasi (penjatuhan hukuman oleh Kepala Lembaga Pemerintahan), (pasal 32). Ditentukan juga bahwa pidana tambahan denda, dapat dijatuh-

kan secara mandiri, (pasal 29). Sedangkan mengenai perampasan, harus dibedakan antara yang dikualifikasikan sebagai perampasan hak milik, yaitu perampasan atau sebagian/seluruh harta-benda milik si- petindak sebagai pidana (pasal 55), dan perampasan yang diatur pada pasal 60. Pada pasal 60 ditentukan perampasan harta benda:

yang diperoleh dari suatu tindak pidana, yang digunakan melakukan suatu tindak pidana, selundupan/barang-barang gelap.

Jadi dalam hal yang diutarakan terakhir ini tidak dipermasalahkan apakah barang itu hak miiik terdakwa/terpidana atau tidak. Pelaksanaan pidana tersebut secara lebih terperinci diatur
110

dalam:

CLC

pasal 33 36 pasal 3739

: untuk pidana pengawasan, : untuk pidana kurungan,

pasal 40 42 : untuk pidana penjara sementara atau seumur hi dup, pasal 4347 : untuk pidana mati. pasal 48-49 : untuk pidana denda. pasal 50 54: untuk pidana pencabutan hak berpolitik, pasal 5556: untuk pidana perampasan hak milik. Beberapa hal terpenting tentang pelaksanaan pidana-pidana

tersebut dapat dituturkan sebagai berikut:


a)

yang dijatuhi pidana pengawasan, pidananya dilaksanakan di masyarakat. Masyarakat akan mengawasinya di mana ia diwajibkan aktif dalam produksi keija kelompok. Dalam pekerjaan ini ia diberi upah.
b)

Yang dijatuhi pidana kurungan, dilaksanakan di dan oleh Badan Keamanan Umum. Ia ikut bekeija, boleh berdiskusi dan berkonsultasi.

c)

yang dijatuhi pidana penjara sementara atau seumur hidup dimanfaatkan dalam pembangunan sesuai dengan kemampuannya.

d)

yang dijatuhi pidana mati diberi kesempatan membela

111

CLC

diri. Pelaksanaannya dapat segera atau ditunda setelah disetujui oleh Mahkamah Agung Rakyat. Penundaan dapat dilaksanakan selama 2 tahun. Dalam masa penundaan ini diadakan penelitian. Apabila terpidana berkelakuan baik, pidananya dapat dirubah menjadi pidana seumur hidup setelah lewat 2 tahun. Bahkan jika kemudian ternyata tetap berperangai baik dapat dirubah menjadi pidana penjara minimal 15 tahun dan maksimum 20 tahun (pasal 43 sampai dengan 46). Dalam hal terpidana kemudian memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik lagi, ia mendapat remisi sehingga pidananya tinggal 10 tahun. (Pasal 71). Bagi kaum remaja (di bawah umur 18 tahun) pada dasarnya tidak dijatuhkan pidana mati. Namun jika karena melakukan kejahatan yang sangat berat dijatuhi pidana mati, maka pelaksanaannya harus ditunda selama-lamanva 2 tahun. Demikian juga bagi seorang isteri yang sedang hamil tidak dijatuhi pidana mati. Selanjutnya dalam rangka judul ini tidak kurang

pentingnya diutarakan tentang PIDANA BERSYARAT (pasal 67 dan seterusnya) dan PEMBEBASAN BERSYARAT
112

CLC

(Pasal 73 dan seterusnya). Pidana bersyarat tidak dikenakan kepada kejahatan kontra revolusi. Masapercobaan untuk pidana kurungan bersyarat minimum satu bulan, maksimum 1 tahun. Untuk pidana penjara bersyarat masa percobaannya minimum 1 tahun, maksimum 5 tahun. Pembebasan bersyarat diberikan pada umumnya setelah terpidana menja- lani setengah dari pidananya.

43.

Peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana.


a.

Peniadaan pidana.

113

CLC

Peniadaan pidana pada dasarnya ditentukan karena:


1)

Umur remaja, Anak di bawah umur 14 tahun tidak dipertanggungjawabkan pidana. Anak yang berumur antara 14 dan 16 tahun, hanya dipertanggungjawabkan pidana dalam tindak pidana berat saja (pasal 14).

2)

Sakit ingatan: Namun keluarga atau walinya wajib melakukan pengawasannya dan pengobatannya (pasal 15).

3) 4)

Tuli, bisu dan buta (pasal 16). Alasan-alasan yang tidak dapat dielakkan, sehingga menimbulkan akibat yang merugikan. (Pasal 13).

5)

Turut serta melakukan suatu tindak pidana karena dipaksa atau karena kecurangan (Pasal 25).

6)

Untuk kepentingan umum ia mencegah suatu pelanggaran (pasal 17).

7)

Untuk kepentingan umum ia mencegah timbulnya suatu bahaya. Tidak ada alternatif untuk menghindarAari dan tidak dibebani tugas untuk menanggulangi bahaya seperti itu, (pasal 18).

8)

Padanya tidak terdapat unsur kesalahan, sebagaimana dapat disimpulkan dari pasal 11 dan 12.
114

CLC 9)

Percobaan dalam tingkat, sifat tindakan lertentu (pasal 19, 20, 21). Selanjutnya pada pasal 15 ayat terakhir ditegaskan bahwa kemabokan tidak menghilangkan/mengurangkan pertanggung- jawaban pidana.

10)

Adanya penyerahan diri dalam hal tindak pidana ringan (Pasal 63).

b.

Pengurangan pidana. Ketentuan mengenai pengurangan pidana dapat diutarakan sebagai berikut:
1)

Dalam hal terjadi in dubio pro Reo, dikenakan aturan yang paling menguntungkan bagi terdakwa (pasal 10).
2)

Dalam hal unsur culpa yang hadir dan sesuai dengan ketentuan Undang-undang (pasal 12).

3)

Jika tindak pidana tersebut dilakukan remaja (pasal 14). Jika petindaknya orang yang tuli, bisu dan buta (pasal 16). Dala

4) 5)

m hal terjadi daya paksa (pasal 25).


6)

Dala

m hal terjadi belaj)aksa (pasal 17 & 18).


7)

Dala

115

CLC

m hal siterhasut baru untuk yang pertama kalinya (pasal 26).


8)

Dalam hal terjadi persiapan untuk melakukan tindak pidana (pasal 19).

9)

Dala

m hal terjadi percobaan (pasal 20 & 21).


10)

Dala

m hal terjadi pembantuan (pasal 24).


11)

Dalam hal terjadi penyerahan diri dalam perkara biasa atau pengakuan dalam perkara berat dan diikuti dengan perangai yang baik, (pasal 63).

12)

Dalam hal diberi remisi (pasal 71).

c.

Pemberatan pidana. Ketentuan mengenai pemberatan pidana diatur di:


1)

Pasal 23, karena tindak pidana dilakukan secara berkelompok dan terorganisir.

2) 3)

Pasal61, karena pengulangan/residiv. Pasal64, karena melakukan 2 atau lebih tindak

pidana./pfffc,^,-^^
44.

Percobaan. Persiapan dan percobaan untuk melakukan suatu tindak pidana diatur pada Bagian kedua BAB II di bawah Judul
116

CLC

MELAKUKAN TINDAK PIDANA. Mengenai persiapan untuk melakukan tindak dalam pasal 19 yaitu:Untuk tujuan melakukan suatutindak pidana, seseorang yang mempersiapkan peralatan atau menciptakan keadaan!! Ancaman pidananya dapat diperingan atau dikurangi bahkan mungkin juga dibebaskan. Ketentuan ini dapatlah diperbandingkan dengan "makar (Aanslag) pada pasal 87 KUHP-RI. Kiranya "permufakatan jahat yang dikenal pada pasal 88 KUHPRI, tercakup dalam pengertian persiapan untuk melakukan kejahatan. Di CLCRRC tidak diatur secara tersendiri mengenai permufakatan jahat. Mengenai percobaan dalam CLC-RRC diperbedakan antara "tindak pidana yang tidak sempurna di luar kehendak sipelaku dan "tindak pidana tak sempuma karena pengunduran diri secara sukarela. Untuk yang pertama diancamkan pidana yang lebih ringan atau diperkurangkan dibandingkan dengan apabila tindak pidana itu dilakukan sepenuhnya (Pasal 20). Untuk yang kedua diancamkan pidana yang lebih ringan atau ditiadakan pemidanaan, apabila tindak-pidana itu belum mengakibatkan kerugian. Juga apabila ia kemudian mencegah
117

pidana ditentukan

CLC

terjadinya tindak pidana itu, misalnya i setelah mengadakan pembakaran rumah, lalu ia sendiri yang memadamkan- j nya. Dalam hal ini kepadanya diancamkan pidana yang lebih ringan atau dapat juga ditiadakan.

45.

Penyertaan. Berbeda dengan sistematika KUHPRI di mana inti penyertaan diatur dalam BAB V tersendiri, maka di CLC-RRC penyertaan diatur sebagai bagian dari BAB II MELAKUKAN TINDAK PIDANA. Ada lima macam bentuk penyertaan diatur dalam pasal 22 sampai dengan 26 yaitu: Dua orang atau lebih bersama-sama melakukan suatu tindak pidana dengan sengaja. Dalam hal dilakukan karenaalpa, penyertaan, melainkan tiap-tiap pelakudipertanggungjawabkan pidana sesuai dengan kesalahan masing-masing peserta f pasal 22).
b.

tidak

dipidana

karena

Pelaku-pelaku berkelompoksecara terorganisir untuk melakukan suatu tindak pidana. Dalam hal ini pemimpinnya disebut sebagai pelaku utama dan pemidanaan baginya lebih berat. (Pasal 23).

c.

Seseorang pelaku baru ikutserta pada bagian tindakan berikutnya


118

CLC

ataupun hanya sekedar ikutsaja, pembantu.

disebut

sebagai

pelaku

Baginya diperingan ancaman pidananya, bahkan dalam hal tertentu dapat ditiadakan (pasal 24).

119

CLC d.

Peserta yang terpaksa ikut serta karena dianiaya atau ditipu. Bagi peserta yang terpaksa ini harus dipertimbangkan taraf kesalahannya, yang karenanya pidananya dapat diperingan atau malahan dibebaskan. (pasal 25).

- Penggerak dipertanggungjawabkan pidana sesuai dengan hasil dari yang digerakkan itu. Apabila yang digerakkan tidak

melaksanakan yang dikehendaki itu, maka sipenggerak tetap dipertanggungjawabkan, kendati dengan pemidanaan yang lebih ringan. Bandingkan dengan pasal 163 bis KUHP - RI.

46.

Perbarengan dan pengulangan. Mengenai perbarengan tindak pidana diatur di pasal 64, di mana ditentukan adanya beberapa tindak pidana diadili sekaligus. Ketentuan ini dapat ditafsirkan sebagai mencakup Concursus idealis maupun Concursus realis. Stelsel pemidanaan yang digunakan ialah:
a.

Untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup digunakan stelsel absorbsi mumi.

b.

Untuk yang diancam dengan pidana pengawasan, kurungan dan penjara sementara, digunakan stelsel yaitu bagi: absorsi dipertajam,

pidana pengawasan, maksimum 3 tahun, pidana kurungan, maksimum 1 tahun dan


120

CLC

pidana penjara, maksimum 20 tahun. Dalam semua hal di atas jika dijatuhkan juga pidana tambahan, maka pidana tambahan tersebut tetap dilaksanakan. Dalam hal terjadi delik-tertingeal. maka stelsel pemidanaan seperti diutarakan di atas diterapkan, (pasal 65). Bandingkan dengan pasal 71KUHP- RI. Demikian juga jika seseorang dijatuhi pidana dan sedang menjalani pidana itu, lalu melakukan kejahatan lagi, maka stelsel pemidanaannya dianut juga seperti yang ditentukan di pasal 64 di atas (pasal 66). Pengulangan (residiv) terjadi jika seseorang yang dijatuhi pidana penjara sementara, kemudian:

setelah selesai menjalani pidana tersebut atau.

121

CLC

setelah ia dibebaskan

melakukan lagi suatu tindak pidana yang layak dijatuhi pidana penjara sementara dalam jangka waktu 3 tahun. Bagi seseorang yang melakukan tindak pidana kontrarevolusi, jangka waktu3 tahun itu tidak dipersyaratkan. Berarti kapan saja ia melakukan lagi tindak pTdanalcontra-revolusi setelah menjalani y2ng pertama atau setelah dibebaskan maka ia telah melakukan pengulangan. c
47.

Hapusnya hak penuntutan dan penjalanan pidana. Di pasal 7 Buku I BAB I ditentukan bahwa jika seseorang melakukan suatu tindak pidana di luar negeri, kendati untuk itu ia telah diadili dan menjalani pidananya di luar negeri, masih dapat diadili berdasarkan CLC di RRC. Pembatasannya ialah, penjatuhan pidana luar negeri tersebut dapat dijadikan

pertimbangan untuk mengurangi pidananya atau bahkan pembebasannya. Ketentuan ini sekaligus berarti bahwa KUHP RRC tidak menganut asasAfe Non bis in idem secara mutlak. Apabila diperbandingkan dengan KUHP-RI yang juga tidak menganut asas Non bis in idem secara mutlak, namun perbedaannya~masih terasa sangat tajam, terutama dengan menghubungkannya dengan dasar negara yang menjadi landas dari KUHP tersebut. Di RRC, kendati pidana yang dijatuhkan di

122

CLC

luar negeri itu sudah dijalani se1"

ruhnya, masih dimungkinkan untuk diadili, hal mana di RI tidak dimu kinkan. Selanjutnya lagi apabila di RI suatu tindakan dipandang bukan merupakan suatu kejahatan untuk mana terdakwa dilepas dari penuntutan (ontslae van rechts

vervolging), perkara tersebut masih dapat diadili di RRC. Hal yang sebaliknya tidak dibenarkan oleh pasal 76 KUHPRI. Artinya jika yang memutus pertama adalah pengadilan RRC dengan putusan ontslag van rechtsvervolging, tidak

dimungkinkan lagi untuk diadili di RI. Secara~ekstrim dapat diutarakan bahwa penumpasan komunisme di Indonesia bukan suatu kejahatan, melainkan sebaliknya adalah suatu kewajiban, sedang di RRC justru komunisme itu adalah dasar utamanya. Mengenai kedaluarsaan diatur pada pasal 76 CLC-RRC yang dikaitkan hanya untuk pi3ana penjara sementara, seumur hidup dan pidana mati. Tidak jelas pengaturannya apakah untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana lainnya ada kedaluarsaannya atau tidak. Bahkan juga tidak diatur apakah kematian tersangka/terdakwa/terpidana juga merupakan

penyebab dari hapusnya hak penuntutan/penjalanan pidana.

123

CLC

Selanjutnya

juga

tidak

diatur

di

CLC-RRC

mengenai

kedaluarsaan atau hapusnya hak penjalanan pidana. Ini akan berarti bahwa sekali seseorang dijatuhi pidana lalu melarikan diri dari tempat menjalankan pidana itu, tidak akan pernah daluarsa sampai kapanpun.
48.

Kesalahan, Bersifat melawan hukum dan Sebab Akibat. Dalam Bab terdahulu telah disinggung mengenai unsur "kesalahan yang diatur pada pasal 11 dan 12 CLC-RRC ini. Di Pasal 11 ditentukan bahwa "tindak pidana dengan sengaja adalah apabila seseorang petindak:

Mengetahui dengan jelas bahwa tindakannya itu dapat menimbulkan suatu akibat yang berbahaya bagi masyarakat;

Mengharapkan akibat tersebut, atau Berkenan supaya akibat tersebut terjadi.

Untuk semua tindak pidana dengan sengaja, maka sipetindak harus dipertanggungjawabkan pidana. Di pasal 12 ditentukan tentang 4tindak pidana alpa yaitu apabila sipetindak karena:

Lalai memperkirakan bahwa tindakannya akan membahayakan masyarakat;

Ketidak-acuhan sehingga gagal memperkirakan akibat tersebut; Sudah memperhatikan tetapi ia percaya bahwa akibat yang akan membahayakan masyarakat dapat dihindarkannya, namun
124

CLC

tindakannya masyarakat.

menimbulkan

akibat

yang

membahayakan

Tindak pidana alpa baru dipertanggungjawabkan pidana apabila dalam Undang-undang ditentukan keterpidanaannya. Sengaja dan alpa adalah merupakan bentuk kesalahan. Dan dengan adanya ketentuan pada pasal 11 dan 12 tersebut, dapat ditafsirkan bahwa CLC- RRC ini sudah lebih tegas menganut asas, actus non facit reum nisi mens sit rea. Berbicara mengenai bersifat melawan hukum apakah dianut secara material atau formal, tidak jelas diatur dalam CLC-RRC ini. Namun dari hakekat dan tujuan hukum pidananya maupun dari sudut konsep tindak pidananya mudah difahami betapa luasnya cakupan ketentuan tersebut. Jelasnya karena pada prinsipnya didasarkan kepada dasar dan pandangan di bidang kenegaraan i.c. komunisme, maka bersifat melawan hukum dari suatu tindakan tentunya yang menjadi ukurannya adalah "kehidupan komunisme itu pada penguasa proletariat. Tafsir ini tentunya lebih tepat lagi jika dihubungkan dengan adagium tujuan menghalalkan alat, yang sudah lajim di belakang tirai besi atau tirai bambu. Kendati tidak ada pasal yang mengatur secara tegas mengenai penerapan hubungan antara sebab dan akibat dalam CLC RRC ini, namun ajaran sebab-akibat juga berperan dalam penerapan hukum pidana ini.
125

CLC

Mengenai hal ini juga dikembalikan kepada hakekat dan tujuan dari hukum pidana yang sudah diutarakan di depan. Dengan perkataan lain apabila sesuatu akibat yang merugikan itu adalah sebagai akibat dari untuk "mempertahankan hakekat dan tujuan dari hukum pidana tersebut, mudah difahami jika hal ini mengarah kepada peniadaan pidana atau setidak-tidaknya pengurangan pidana. Perhatikanlah bi'nyi pasal 90 sebagai berikut: Barang siapa dengan maksud menumbangkan kekuasaan diktator kias proletar, sistem sosialisme atau melakukan perbuatan yang merugikan RRC, semuanya itu adalah kejahatan kontra revolusi. Dengan menggunakan penafsiran secara argentum a contrario, maka barang siapa melakukan suatu tindakan untuk "mencegah kejahatan kontra revolusi, bukanlah suatu tindak pidana. Lebih jauh perhatikanlah bunyi pasal 131 yang berbunyi antara lain: Barangsiapa mempertahankan hak-hak pribadi-umum, hak-hak

demokrasi atau hak-hak lainnya tidak dapat dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum oleh siapapun atau lembaga apapun. Jelas kiranya peranan dari ajaran sebab-akibat. Mungkin yang menjadi masalah ialah, di antara sekian banyak ajaran tentang "sebab-akibat yang mana yang lebih dicenderungi. Jawabannya tentunya sesuai dengan ulasan di atas ialah, ajaran yang mana yang lebih menjamin hakekat dan tujuan tersebut. *** BAB VIII KESIMPULAN DAN PENUTUP

126

49 KESIMPULAN.
a.

Umum.

Dari sekian banyak yang telah diutarakan pada Bab-bab I sampai dengan VII akan dicoba mengambil kesimpulan secara menyeluruh yang semoga bermanfaat untuk pemantapan:
1)

Penguasaan

materi

nukum negara

pidana luar,

dalam terutama

perbandingannya

dengan

negara-negara tetangga.
2)

Penerapan dan/atau pengayunan (rechtshantering) hukum pidana di masyarakat kita yang sedang membangun dan

3)

Perencanaan dan persiapan-persiapan dalam rangka pembangunan hukum pidana nasional sesuai dengan aspirasi dan kesadaran hukum masyarakat. Titik-titik terpenting yang akan disimpulkan dalam

Bab ini pada garis besarnya berkisar pada:


1)

Manfaat memperbandingkan hukumpidana di berbagai negara.

2) 3) 4)

Hakekat dan tujuan hukum pidana, Konsep tindak pidana, Asas-asas tentang berlakunya hukum pidana,

127

5)

Asas-asas dan ketentuan-ketentuan tentang peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana,

6) 7)

Pidana dan pemidanaan, Kemungkinan penyelesaian di luar hukum acara pidana,

8)

Perbarengan penyelesaian di bidang hukum perdata dan hukum administrasi,

9) 10) 11) 12) 13) b.

Percobaan, Penyertaan, Perbarengan dan pengulangan, Penerapan asas non bis in idem dan kedaluarsaan, Tafsir.

Manfaat perbandingan. Sebagaimana telah diutarakan pada no. 7, manfaat dari perbandingan ini pada garis besarnya ialah:
1)

Untuk mengenal dan merasakan kekuatan dan kelemahan hukum pidana sendiri, untuk kemudian mencetuskan gagasangagasan untuk memperbaikinya. Dengan demikian juga akan meningkatkan Cita-rasa hukum dan memperluas cakrawala pandangan di bidang hukum pidana.

2)

Untuk mengetahui pandangan orang di luar negeri mengenai suatu tindakan yang dipandang sebagai kejahatan

128

atau tidak dalam perbandingannya di negeri sendiri. Dan sekaligus untuk menghayati nilai-nilai luhur yang tersirat dan tersurat dalam hukum pidana sendiri.
3)

Untuk meningkatkan pengayoman kepada perseorangan, masyarakat dan negara dalam keseimbangan, agar terhindar dari tindakan jahat atau dari kesewenang-wenangan.

4)

Untuk

meningkatkan

keijasama

internasional

untuk

menanggulangi kejahatan.
5)

Untuk dijadikan bahan dalam rangka memperbaharui hukum pidana i.c. KUHP.

c.

Hakekat dan tujuan hukum pidana. Hukum pidana adalah suatu sarana untuk menjamin pengayoman terhadap perseorangan, masyarakat dan negara dalam keseimbangannya berlandaskan DASAR NEGARA, yang untuk Republik Indonesia berdasarkan PANCASILA dan Undang-undang Dasar 1945. Karenanya asas ini harus dengan tegas dicantumkan dalam KUHP, yang untuk sambil menunggu terbentuknya KUHP-nasional, harus dijiwai dan dihayati oleh setiap warganegara Republik Indonesia. Sudah barang tentu dalam hal terjadi suatu keadaan di mana hakekat negara yang menjadi taruhannya perlu diatur penggeseran sementara mengenai keseimbangan tersebut.

129

d.

Konsep tindak pidana. Pada dasarnya, tindak pidana sebagai singkatan (elliptis) dari suatu tindakan yang diancam dengan pidana atau seseorang petindak yang dapat dipidana, adalah merupakan suatu tindakan tercela sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat dalam hubungannya dengan politik hukum pemerintah yang mendasari PANCASILA dan Undang-undang Dasar 1945 beserta

Penjelasannya. Hal ini perlu ditegaskan agar tafsir dari setiap rumusan dalam perundangan hukum pidana tidak menyimpang dari hakekat dan tujuannya.
e.

Asas-asas tentang berlakunya hukum pidana. Untuk kepastian hukum harus tetap dianut asas legalitas, kendati tidak berarti secara mutlak. Artinya dalam rangka penerapan asas legalitas ini, maka tetap harus selalu diperhitungkan kesadaran hukum masyarakat demikian juga kepentingan negara. Dalam hal terjadi lebih dari satu ketentuan yang mengatur suatu "masalah atau dalam hal terjadi keraguraguan harus diterapkan yang paling menguntungkan bagi terdakwa dan/atau terpidana. Bandingkanlah dengan C.C. Korea. Penggunaan asas analogi seyogyanya hanyalah

dimungkinkan dalam keadaan-keadaan yang luar "biasa saja, yaitu apabila tantangannya kegoncangan perasaan keadilan

130

dalam masyarakat luas. Bandingkan dengan pasal 79 CLC RRC. Mengenai berlakunya KUHP dihubungkan dengan tempat dan orang, dalam kaitannya dengan asas bertimbal-balik terhadap dunia luar, perlu pula diperhitungkan ketentuanketentuan di luar negeri agar kita tidak dirugikan. Misalnya saja: Sejauh mana sesuatu negara menghormati asas exterri- torialitas, dalam rangka menentukan locus delieti ajaran mana yang diterapkan, demikian juga tentang perluasan wilayah berlakunya hukum pidana bagaimana ketentuannya. Dalam hal terakhir ini, apakah setiap kendaraan angkutan laut dan udara sendiri di manapun ia berada dipandang sebagai teritor; atau setiap kendaraan, negara manapun pemiliknya, pokoknya berada di suatu negara maka di kendaraan tersebut berlaku hukum pidana dari negara tersebut. Perlu pula mendapat perhatian tentang mereka yang berdwike- warganegaraan dan kaum statesless yang berdomisili di Indonesia, apakah bagi mereka diterapkan asas personalitas. Bandingkanlah dengan pasal 5 F.C.L. Rusia.
f.

Asas-asas dan ketentuan tentang peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana.

131

Kendati perumusan yang relatif lebih singkat dan padat namun cukup elastis, sering dapat lebih memenuhi kebutuhan hukum, namun karena perkembangan hukum sudah sedemikian rupa majunya, maka sudah waktunya untuk lebih memperinci penentuan keadaan-keadaan yang menjadi dasar dari peniadaan, pengurangan atau pemberatan pidana. Di bidang tidak adanya atau ditiadakannya unsui kesalahan, demikianpun di bidang tidak adanya atau ditiadakannya bersifat melawan hukum dari suatu tindakan, tidak lagi sepadat yang terdapat dalam KUHPRI yang "perluasannya diserahkan kepada doktrin atau putusan hakim, melainkan perlu lebih diperinci. Sebagai perbandingan, perhatikanlah pasal 11 dan 12 RPC Filippina, pasal 76 dan seterusnya P.C. Malaysia, pasal 9,13,16 dan seterusnya C.C. Korea. Masalah peniadaan, pengurangan dan pemberatan pidana ini sudah barang tentu dalam banyak hal ada kaitannya dengan kepentingan negara. Perhatikanlah ketentuan pidana pada Undang-undang no. 20 tahun 1946, di mana hakim dapat menjatuhkan pidana tutupan sebagai pengganti dari pidana penjara, apabila sipetindak itu dalam rangka, itikad baik melakukan suatu kejahatan.
g.

Pidana dan pemidanaan. Aneka ragam pidana yang ditentukan di KUHP negara-

132

negara yang diperbandingkan tersebut di atas. Tentunya hal itu dikaitkan dengan tujuan pemidanaan yaitu sebagai pembalasan, pendidikan atau kombinasi dari padanya dengan titik berat kepada salah satu dari tujuan tersebut. Ragam pidana itu tentunya sudah disesuaikan dengan kebutuhan dari negara yang bersangkutan. Di Indonesia yang ber- Pancasila, sudah barang tentu pada dasarnya bertitik berat kepada pendidikan. Namun demikian, pidana mati masih perlu dipertahankan. Hanya penjatuhannya harus sehemat mungkin dan sebaiknya hanya dijatuhkan apabila sudah diyakini bahwa penjatuhan itu adalah yang terserasi pada saat penjatuhan tersebut. Dan apabila sejak dijatuhkan pidana itu, tidak dilaksanakan dalam waktu tertentu, misalnya 5 (lima) tahun, hendaklah ditentukan dengan sendirinya berobah menjadi pidana perampasan kemerdekaan seumur hidup. Sebaliknya untuk memperhalus perasaan justisiabel

(termasuk terpidana) sudah selayaknya dibuka pintu, untuk lebih memperluas penjatuhan pidana bersyarat atau pelepasan bersyarat bagi mereka yang baru satu kali terjerumus dalam kejahatan. Dalam keadaan perang dibuka pula pintu untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk turut serta dalam usaha bela negara dan apabila memperlihatkan "kepahlawanan dapat dijadikan sebagai alasan untuk pembebasannya.

133

Sedangkan apabila mereka gugur dalam medan perang, harus diperlakukan sebagai bunga-bangsa. Kemungkinan penyelesaian di luar hukum acara pidana. Dari suatu sudut, pandangan sistem ini dapat dikatakan sebagai memberi angin bagi mereka yang berduit. Dari sudut pandangan lain dapat dikatakan sebagai penyederhanaan penyelesaian suatu perkara, balikan juga untuk memperbesar uang masuk ke kas negara dan memperkecil biaya pengacaraannya. Tetapi apabila sistem ini dibatasi misalnya hanya diberlakukan kepada mereka yang tidak merupakan penjahat/pelanggar kebiasaan atau berulang dan baru untuk pertama kalinya dalam waktu 7 tahun, serta hanya untuk kejahatan rin^in/pclanggaran tertentu saja, kiranya dapat diterima. Hal ini sekaligus dapat meningkatkan respek terhadap hukum. Sudah barang tentu penegak hukum yang melaksanakannya harus dengan penuh kejujuran. Karenanya ketentuan seperti yang diatur dalam pasal 82 KUHP perlu diperluas sesuai dengan kebutuhan. Perbarengan penyelesaian di bidang hukum perdata atau di bidang hukum administrasi. Di Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undangundang No. 8 Tahun 1981), sudah diatur tentang kemungkinan

134

penyelesaian perkara pidana sekaligus dengan penyelesaian perkara perdatannya, yaitu di bidang ganti rugi. Kiranya lebih tegas lagi apabila ketentuan tersebut juga dicantumkan dalam KUHP di mana diatur selain pertanggungjawaban pidana dari seseorang, juga tentang pertanggungjawaban perdatanya. Tentunya hal ini dimaksudkan untuk lebih menyederhanakan penyelesaian perkara, lebih murah dan lebih cepat. Selanjutnya juga penyelesaian perkara yang sama itu ditangani oleh suatu majelis Hakim, yang dengan demikian akan menggunakan ukuran yang sama. Bahkan jika fihak-fihak tidak setuju dengan putusan tersebut sekaligus dapat diselesaikan yang pada tingkat terakhir di Mahkamah Agung. Untuk ini bandingkanlah dengan pasal 100 sampai dengan 113 RPC Philippina. j. Percobaan. Di KUHP mengenai percobaan diatur pada pasal 53 dan 54. Namun dalam praktek hukum dan dalam doktrin banyak permasalahan di bidang percobaan ini. Misalnya saja, percobaan yang tidak wajar (relatif atau mutlak) karena alat yang digunakan atau sasarannya tidak memenuhi syarat. Demikian pula seseorang yang ingin membunuh melalui pembakaran rumah, namun setelah rumah calon korban dibakar, timbul kesadaran sendiri untuk mencegah terbunuhnya calon korban.

135

Ditinjau dari sudut tidak selesainya pembunuhan itu, sematamata adalah tergantung kepada kehendak sipelaku, timbul persoalan, apakah kehendak sipelaku untuk membunuh dapat dialihkan untuk hanya membakar rumah saja? Selain dari pada itu timbul juga permasalahan di bidang kapan dipandang dimulainya suatu tindakan pelaksanaan permulaan. Agar masalah ini lebih tepat dalam penerapannya, sudah waktunya untuk mengaturnya secara tegas dalam perundangan. Bandingkanlah dengan RPC. Philippina pasal: 4, 6, 49, 50, 51, 59 dan seterusnya; C.C. Korea pada pasal 25 sampai dengan 28; FCL Rusia pada pasal 15 dan 16. k. Penyertaan. Ada banyak ragam mengenai penyertaan ini misalnya saja:

bersama-sama melakukan (semua unsur), turut serta melakukan (secara sadar dan fisik), menyuruh melakukan, penghasutan, penggerakan yang gagal, bertindak sebagai perencana atau organisator, bertindak sebagai pemimpin di belakang tabir, masing-masing melakukan suatu tindakan dalam suatu rangkaian kegiatan, (lesbian, cabul, berjinah, bersetubuh dan lain sebagainya),

136

pengedaran suatu kejahatan, penyertaan dalam rangka penyidikan, pembantuan dan lain sebagainya. Apabila diperhatikan pada 6 (enam) KUHP tidak yang di

perbandingkan

Bab-bab

terdahulu,

terdapat

kesamaan untuk perumusannya. Bahkan penentuan ancaman pidananya juga tidak sama. Seperti misal' nya di RPC. Philippina tidak diancam dengan pidana tindakan pembantuan terhadap kejahatan ringan. Dan juga tidak diancam pidana bagi seseorang pembantu yang merupakan keluarga dekat dari sipelaku dalam kejahatan-kejahatan tertentu. Kiranya perlu juga dipikirkan untuk lebih memantapkan ketentuan di bidang penyertaan ini, agar lebih sesuai dengan kebutuhan. Perbarengan dan pengulangan. Mengenai perbarengan (Concursus) dan pengulangan (recidive) dari 6 (enam) KUHP yang diperbandingkan itu, di RI dan Korea yang diatur lebih terperinci. Seperti diketahui dalam hal Perbarengan ada dua permasalahan pokok yaitu bentuk perbarengan tindakan dan sistem penjatuhan pidana. Bentuk perbarengan pada dasarnya dapat dibagi tiga yaitu:

137

1)

Perbarengan tunggal (concursus idealis), yaitu tindakan yang dilakukan hanya 1 (satu) saja atau satu rangkaian saia, akan tetapi memenuhi unsur-unsur dari dua/lebih pasal tindak pidana.

2)

Perbarengan jamak (concursus realis), yaitu dua atau lebih tindakan atau rangkaian-tindakan yang dilakukan dan memenuhi unsur-unsur dari dua/lebih pasal tindak pidana.

3)

Berlanjutnya tindakan yang sama atau sejenis sebagai perwujudan dari satu kehendak.

Semua tindak pidana tersebut 1), 2) dan 3) belum ada yang disidang . kan dan akan disidangkan sekaligus. Dalam hal ini termasuk pula delik tertinggal. Karena tindak pidana tersebut . 1) dan 2) memenuhi unsurunsur dari pasal tindak pidana yang berbeda, pada dasarnya ancaman pidananya juga berbeda. Sedangkan pada no. 3), karena sesuai dengan kenyataan, setiap kali dia melakukan tindakan itu sudah merupakan pelanggaran pasal tindak pidana. Timbul persoalan dalam rangka penjatuhan pidana, yaitu: apakah tiap-tiap ancaman pidana itu dijumlahkan lalu dipandang sebagai ancaman pidana maksimum, ataukah cukup salah satu ancaman pidana saja yang dipandang sebagai ancaman pidana maksimum, untuk itu dikenal 3 (tiga) bentuk yaitu:

138

1) 2)

Bentuk penjumlahan, Bentuk penyerapan, atau


3)

Bentuk pertama yang dibatasi atau bentuk kedua yang

diperberat. Dalam hal PENGULANGAN, setelah seseorang dijatuhi atau menjalani pidana, dalam waktu tertentu melakukan tindak pidana lagi. Di sini juga timbul masalah penjatuhan pidana, yaitu apakah perlu maksimum ancaman pidananya diperberat dan jika; ya, bagaimana ketentuannya. Dilihat dari sudut keberbahayaan dari sipelaku ataupun keberbahayaan dari kepentingan hukum baik pada

perbarengan terutama pada pengulangan, perlu mendapat perhatian bahwa selain dari pada pemberatan maksimum ancaman pidananya, perlu pula diatur cara penjatuhan pidana yang lebih berat. Misalnya sama dengan yang pernah dijatuhkan ditambah sepertiganya. m. Penerapan asas Non bis in idem dan kedaluarsaan. Dalam hubungannya dengan putusan hakim luar negeri pada dasarnya semua negara tidak menganut asas non bis in idem. Hal ini dapat difahami apabila kejahatan yang dilakukan itu di luar negeri dipandang sebagai kejahatan ringan atau

139

malahan tidak merupakan kejahatan, sedang di negeri sendiri merupakan kejahatan. Karenanya perlu pengaturan yang lebih tegas, dalam hal tersebut di atas, sejauh mara pembatasan asas non bis in idem. Selain dari pada itu perlu pula dipikirkan, dalam hal hakim lain itu menjatuhkan pidana tetapi ditunda pelaksanaannya atau belum dilaksanakan, ataupun baru sebahagian dilaksanakan, ternyata ia sudah berada di Indonesia. Sejauh mana pembatasan non bis in idem dalam hal ini. Perlu diingat bahwa ancaman pidana maupun cara pelaksanaan pidana di luar negeri tidak selalu sama dengan di Indonesia ini. Misalnya apabila seseorang warga Indonesia dijatuhi pidana "pencambukan (whipping) di Malaysia, atau pidana transportasi di Rusia, tetapi sebelum dilaksanakan ia sudah berada di Indonesia, sejauh mana pembatasan asas tersebut, karena macam/jenis pidana seperti itu tidak dikenal di Indonesia. Ukuran kedaluarsaan untuk penuntutan kiranya sudah tepat jika didasarkan kepada jenis dan/atau lamanya pidana yang diancamkan dalam perundangan. Namun untuk

penjalanan pidana, dapat dikaitkan kepada maksimum ancaman pidana yang ditentukan dalam perundangan dan dapat pula dikaitkan dengan jenis dan lamanya pidana yang dijatuhkan. Jelas kiranya bahwa kendati untuk suatu kejahatan sudah

140

ditentukan maksimum ancaman pidananya, jarang dijatuhkan maksimum ancaman pidana tersebut. Ini sekaligus berarti bahwa keberbahayaan dari sipetindak atau keberbahayaan dari kepentingan hukum yang telah teijad' tidak sama, jadi ditinjau dari sudut penjatuhan pidana apabda seseorang dijatuhi pidana 2 (dua) tahun penjara karena tindak pidana korupsi, sedangkan orang lain dipidana 2 (dua) tahun penjara karena penganiayaan, maka sama saja keberbahayaan mereka atau yang ditimbulkan. Apabiia pendirian ini menjadi pedoman, maka sudah selayaknya apabila masa daluarsa itu didasarkan kepada lamanya pidana (banyaknya denda) yang dijatuhkan. Jadi seiring dengan ketentuan bahwa kedaluarsaan untuk pidana seumur hidup (yang dijatuhkan) tidak mungkin. Tafsir. Untuk mengurangi kekelinianpenerapan hukum diadakan tafsir-resmi. Bahkan juga dicantumkan dalam penjelasan Undangundang beberapa pengertian atau maksud dari sesuatu istilah atau ungkapan. Lebih jauh lagi dapat dicari di jurisprudensi. Dan jika dalam Tafsir- otentik, Penjelasan Undang-undang dan Jurisprudensi tichk ditemukan pengertian atau penjelasan dari sesuatu istilah atau ungkapan, digunakanlah tafsir meiiurui ilmu pengetahuan hukum pidana (doktrin).

141

Yang paling mengikat adalah Tafsir-otentik. Karenanya untuk lebih menjamin kepastian hukum, adalah lebih baik jika lebih diperbanyak tafsir-resmi tersebut. Bandingkanlah dengan PC. Malaysia, yang selain ada BAB Penjelasan Umum, di Bab-bab kejahatan juga terdapat pengertian-pengertian khusus. Bahkan juga untuk pasalpasal tertentu diadakan penjelasan dan illustrasi yang juga dapat berlaku untuk pasal lainnya yang berpadanan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam rangka

meningkatkan pengetahuan, memperluas cakrawala pandangan, kemantapan penerapan dan pembaharuan serta pembangunan hukum pidana kita, selain dari pada menggali dan mewujudkan identitas kita di bidang hukum pidana, tidak kurang pentingnya mempelajari hukum pidana negara- negara luar. Hal ini juga sekaligus memperlancar kerja-sama internasional di bidang penegakan hukum (i .c. hukum pidana). 50. Penutup. Sebagaimana telah diutarakan pada awal penulisan ini (No. 7 akhir) tentang keterbatasan kemampuan penulis, maka dalam mengakhiri tulisan ini, penulis akan dengan senang hati menerima tegur sapa yang membangun. Berikut pada tulisan ini penulis juga melampirkan terjemahan tidak resmi dari yang berbahasa Inggris tentang

142

KETENTUAN HUKUM

UMUM yang

KITAB

UNDANG-UNDANG Juga mengenai

PIDANA

dibicarakan.

teijemahan tersebut, apabila kurang mengena, maka mudahmudahan di had mendatang dapat diperbaiki. Akhirulkalam, tidak lain harapan penulis semoga tulisan ini dapat dipandang memperkaya perbendaharaan kita di bidang hukum pidana. ***

143

DAFTAR^PUSTAKA^

1.

CELlA HAMPON, Criminal Law And Procedure in a nutshell, Sweet &Maxwell Limited, 13th Edition, London, 1968.

2.

CHARLES CONWAY, MA, LLB, The English Ixgal System in a nutshell, Sweet & Maxwell Limited, London, 1972.

3.

CLIVE DAVIES, MA, LLB, General Principles Of Law in a nutshell, Sweet & Maxwell Limited, Second Edition, London, 1972.

4.

CURZON. L.B., B. Com., Dip. Ed. Criminal Law, Macdonald And Evans, Second Edition, Plymouth, 1977.

5.

FOREIGN LANGUAGES PUBLISHING HOUSE, Fundamentals Of Soviet Criminal Legislation, The Judicial System And Criminal Court Procedure, Moscow, 1960.

6.

KANTER. E.Y., SH dan SIANTURI S.R., SH. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.

Alumni AHMPTHM, Jakarta 1982.


7.

KOH KHENG LIAN, LLM, Pn.D., The Penal Codes Of Singapore And States Of Malaya. Law Book Coy Of Singapore & Malaysia, Vol.I, First Publication, Singapore, 1974.

8.

LEGAL RESEARCH DIVISION, Malaysia, Penal Code (F.M.S. Cap. 45) The Law Publishers (M) SDN. BHD, Kualalumpur, 1980.

9.

MALAYSIA, CRIMINAL PROCEDURE CODE, (F.M.S. Cap.

6), Kualalumpur, 1971. 10- NATIONAL BOOK STORE EDITORIAL STAFF. The Revised Penal Code With Special Laws. NBS Inc, Revised Edition, Philippine, 1977.
11.

THE JUDGE ADVOCATE GENERALS SCHOOL, U.S.

ARMY. Comparative Law, 1960.


12.

THE KOREAN LEGAL CENTRE. Laws Of The Republic Of Korea (The Criminal Code).

Third Edition, Seoul Korea, 1975.


13.

YU MAN-KING, A full translation of the Criminal Law Code. Criminal Proceedings Code Organizations of the Peoples Courts Code. Organizations of the Peoples Public Prosecutions. Departments Code of the Peoples Republic of China. Great Earth Book Company, Libra Press Limited Hongkong, 1980.

***

RPC

Terjemahan tidak resmi.

131

RPC

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG DIPERBAHARUI (UNDANG-UNDANG N0. 3815 SETELAH DIRUBAH). 'U/^ 1 -

SUATU

UNDANG-UNDANG

YANG

MEMPERBAHARUI

KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA LAINNYA. Disahkan oleh Senat dan Dewan Perwakilan Filippina dan Pemerintah dalam Sidang Legislatip. Pasal Pendahuluan Undang-undang ini dinamakan The Revised Penal Code (Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diperbaharui).

BUKU KE SATU Aturan-aturan Umum tentang hari berlakunya dan penerapan ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang ini, dan tentang Tindak Pidana-Tindak Pidana, orang-orang yang bertanggung jawab dan hukuman-hukuman Pidana.

BAB PENDAHULUAN
Terjemahan tidak resmi. 132

RPC

Hari berlakunya secara efektip dan penerapan ketentuan-ketentuan dalam kitab Undang-undang ini.

Pasal 1 Saat berlakunya Undang-undang ini. Kitab Undang-undang ini berlaku secara efektif pada hari pertama bulan Januari, seribu sembilan ratus tiga puluh dua.

Pasal 2 Penerapan ketentuan-ketentuan. Kecuali yang telah ditetapkan dalam peijanjian-peijanjian dan Undangundang tentang penerapan yang diutamakan, ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang- undang ini harus diberlakukan tidak hanya di dalam kepulauan Philipina, termasuk daerah angkasanya, daerah perairan dalam dan daerah lautnya, tetapi juga di luar ju- risdiksinya, terhadap barangsiapa yang:
1.

Melakukan suatu Tindak Pidana pada saat ia sedang di atas sebuah kapal atau kapal udara Philipina.

2.

Memalsukan atau meniru sesuatu uang logam maupun uang kertas wilayah Philipina atau surat-surat obligasi dan jaminan-jaminan yang diterbitkan oleh Pemerintah wilayah Philipii.a;

3.

Bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan yang berkenaan dengan


133

Terjemahan tidak resmi.

RPC

pengedaran surat-surat obligasi dan surat-surat jaminan yang disebutkan pada nomor sebelumnya, ke dalam kepulauan ini.
4.

Sebagai pegawai-pegawai negara atau karyawan-karyawan melakukan tindak pidana dalam pelaksanaan fungsi-fungsi mereka; atau.

5.

Melakukan salah satu tindak pidana terhadap keamanan Nasional dan terhadap hukum bangsa-bangsa yang dirumuskan dalam Bab satu Buku dua Kitab Undang-undang ini.

BAB SATU KEJAHATAN DAN KEADAAN-KEADAAN YANG MEMPENGARUHI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA Bagian Satu KEJAHATAN-KEJAHATAN Pasal 3 Pembatasan Tindakan-tindakan dan Pelalaian-pelalaian yang diancam dengan pidana oleh Undang-undang adalah kejahatan (delik). Kejahatan-kejahatan tidak hanya dilakukan dengan sengaja (dolus) tetapi juga karena kealpaan (Culpa).f d - ' V-uv-vP .
11

' ^ I . J ^ \ ^ ^ * ' ^ ^ . . "

Dikatakan ada kesengajaan bila tindakan itu dilakukan dengan niat yang direncanakan, dan dikatakan ada kealpaan bila tindakan yang salah itu adalah akibat dari ke- tidak-hati-hatian, kealpaan, kurang penglihatan ke depan atau kekurang-mampuan.
Terjemahan tidak resmi. 134

RPC

Pasal 4 Pertanggungjawaban Pidana. Pertanggungjawaban Pidana akan dikenakan kepada:


1.

Seseorang yang melakukan suatu kejahatan kendati tindakan yang salah dilakukan itu berlainan dengan yang dikehendakinya.

2.

Seseorang yang melaksanakan suatu tindakan yang dapatmerupakan

suatu serangan terhadap orang-orang atau harta benda, kendati terdapat ketidak mungkinan yang tidak dapat terpisahkan, untuk penyelesaiannya, atau dilakukan dengan alat-alat yang tidak seimbang atau tidak wajar. Pasal 5 Kewajiban pengadilan sehubungan dengan tindakan-tindakan yang harus ditindas akan tetapi tidak tercakup dalam Undang-undang, dan dalam hal-hal penjatuhan pidana yang berlebihan. Bilamana pengadilan mengetahui suatu tindakan di mana ia memandang layak ditindas namun tidak diancam dengan pidana dalam Undang-undang, ia dapat memberikan keputusan yang berpadanan, dan harus melaporkan kepada Kepala Negara melalui Departemen Kehakiman, alasan-alasan yang mendorong pengadilan itu berkeyakinan untuk menyatakan bahwa
135

Terjemahan tidak resmi.

RPC

tindakan tersebut harus dijadikan sebagai subjek dalam ketentuan hukum pidana. Dengan cara itu pengadilan harus menyampaikan pernyataan yang layak seperti itu kepada Kepala Negara, melalui Departemen Kehakiman, tanpa menunda pelaksanaan pidana, apabila penerapan langsung dari ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang ini akan diikuti dengan pengenaan pidana yang benar-benar berlebihan, setelah

mempertimbangkan tingkatan niat jahat dan kerugian yang diakibatkan serangan itu. Pasal 6 Kejahatan-kejahatan sempurna, tercegat dan percobaan. Kejahatan-kejahatan sempurna, demikian juga kejahatan tercegat dan percobaan, diancam dengan pidana. Kejahatan adalah sempuiana bilamana semua unsur-unsur yang ditentukan dalam pelaksanaan dan penyelesaiannya dipenuhi; dan adalah tercegat bilamana sipenyerang melakukan semua tindakan-tindakan pelaksanaannya yang dapat menghasilkan kejahatan itu sebagai

konsekwensinya, namun ia tidak terselesaikan dikarenakan sebab-sebab di luar kehendak sipelaku. Adalah suatu percobaan bilamana sitersangka memulai pelaksanaan kejahatan itu secara langsung dengan tindakan terang-terangan, tetapi
136

Terjemahan tidak resmi.

RPC

belum melakukan semua tindakan-tindakan pelaksanaannya yang akan dapat menghasilkan kejahatan itu dikarenakan beberapa sebab atau kejadian di luar kehendaknya sendiri yang secara spontan

menghentikannya. , / l A VoJV'f Pasal 7 <?M Dalam hal mana kejahatan ringan dapat dipidana. Kejahatan-kejahatan ringan dapat dipidana hanya apabila ia telah sempurna dilaksanakan, dengan pengecualian apabila ia dilakukan terhadap orang atau harta benda. Pasal 8
YJ&O

P U

Permufakatan jahat dan Perencanaan untuk melakukan kejahatan. Permufakatan jahat dan Perencanaan untuk melakukan kejahatan dapat dipidana hanya dalam kasus-kasus di mana Undang-undang secara khusus menentukan suatu pidana padanya. Suatu permufakatan jahat ada, bilamana dua orang atau lebih bersepakat untuk bersama-sama melakukan suatu tindak pidana dan menetapkan untuk melakukannya. Perencanaan dikatakan ada bilamana seseorang yang telah

menetapkan untuk melakukan suatu kejahatan merencanakan pelaksanaan kejahatan itu terhadap seseorang atau orang-orang lainnya.
Terjemahan tidak resmi. 137

RPC

\<-<><$ f C4 Pasal 9 J-. - 4} W'

Kejahatan-kejahatan berat, kejahatan sedang dan kejahatan ringan. Kejahatan-kejahatan berat adalah tindakan yang untuknya oleh Undangundang diancamkan pidana utama (mati) atau pidana-pidana penjeraan dalam masa mana ada penderitaan, sebagaimana dimaksud pada pasal 25 Kitab Undang- undang ini. Kejahatan-kejahatan sedang adalah tindakan yang untuknya oleh Undangundang diancam dengan pidana-pidana sebagaimana dalam dimaksud periode pada

maksimumnya

berupa

perbaikan,

pasal.tersebut di atas. Kejahatan-kejahatan ringan adalah pelanggaran-pelanggaran Undangundang yapg melarang suatu tindakan, untuk mana ditentukan diancamkan pidana penahanan ringan atau suatu denda yang tidak melebihi 200 pesos atau kedua-duanya.

Pasal 10 Kejahatan-kejahatan yang tidak bergantung kepada Kitab Undang-undang ini. Kejahatan-kejahatan yang kini atau pada masa depan dapat dipidana

Terjemahan tidak resmi.

138

RPC

dalam Undang-undang khusus, tidak bergantung kepada ketentuanKetentuan Kitab Un- dang-undang ini. Kitab Undang-undang ini dapat menjadi pelengkap terhadap Undang-undang seperti itu, sepanjang yang terakhir tidak secara khusus menentukan hal yang sebaliknya. Bagian Dua. KEADAAN-KEADAAN YANG MEMBENARKAN DAN KEADAANKEADAAN YANG MENIADAKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA. Pasal 11 Keadaan-keadaan yang membenarkan. Untuk yang berikut ini tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana:
1.

Barangsiapa yang bertindak mempertahankan diri sendiri atau hak-

haknya, dengan syarat bahwa berbarengan dengan itu terjadi: Pertama : Kedua untuk penangkisan. : Penyerangan yang bertentangan dengan hukum. Penggunaan alat yang wajar untuk pencegahan atau

Terjemahan tidak resmi.

139

RPC

Ketiga :

Tidak

ada

unsur

provokasi

dari

fihak

yang

mempertahankan diri.
2.

Barangsiapa yang bertindak mempertahankan diri atau hak-hak suami/isteri- nya, leluhurnya, keturunannya, atau saudara-saudara lakilaki atau perempuannya yang sah menurut Undang-undang, baik sekandung atau angkat atau keluarga semenda dalam tingkatan yang sama, dan keluarga sedarah sampai tingkat keempat, asalkan syarat pertama dan kedua yang disebutkan pada keadaan seperti tersebut di atas dipenuhi dan pada syarat selanjutnya dalam hal provokasi dilakukan oleh orang yang diserang, orang yang bertahan itu tidak turut ambil bagian.

3.

Barangsiapa yang bertindak mempertahankan diri orang lain atau hakhak orang lain itu, dengan syarat-syarat pertama dan kedua seperti yang disebutkan dalam keadaan pertama pada pasal ini dipenuhi dan bahwa orang yang mempertahankan itu tidak digerakkan oleh rasa pembalasan, amarah, ataupun motip jahat lainnya.

4.

Barangsiapa yang dalam hal menghindarkan suatu kejahatan atau luka-luka, melakukan suatu tindakan yang menyebabkan kerugian kepada seseorang lain, asalkan dipenuhi syarat-syarat berikut ini: Pertama : ter
Terjemahan tidak resmi. 140

Bahwa bahaya yang sangat ingin dihindari nyata-nyata

RPC

jadi; Kedua pada tindakan yang dilakukan untuk menghindarinya; Ketiga : Bahwa tidak ada cara-cara yang lebih praktis dan kurang berbahaya untuk pencegahannya.
5.

Bahwa luka-luka yang ditakutkan akan lebih berat dari

Barangsiapa yang bertindak untuk pelaksanaan suatu tugas atau untuk pelaksanaan hak atau jabatan yang sah.

6.

Barangsiapa yang bertindak untuk mentaati suatu perintah yang dikeluarkan oleh atasan bagi suatu tujuan yang sah menurut hukum.

Pasal 12 Hal-hal yang meniadakan pertanggungjawaban pidana.

Terjemahan tidak resmi.

141

RPC

Hal-hal berikut ini meniadakan pertanggungjawaban pidana:


1.

Seseorang yang dungu atau sakit saraf, kecuali bagi yang tersebut terakhir te- lah bertindak dalam saat-saat di mana sakitnya sedang sembuh.

Apabila orang yang dungu atau yang sakit saraf telah melakukan suatu tindakan yang oleh Undangundang dirumuskan sebagai deiik, pengadilan harus memerintahkan untuk mengurungnya di salah satu rumah sakit atau ru mah perawatan orang gila yang disediakan bagi orang-orang penderita seperti itu, di mana dia tidak akan diijinkan meninggalkannya tanpa mendapat ijin dari pengadilan yang sama.
2. 3.

Seseorang yang berumur di bawah 9 tahun. Seseorang yang berumur di atas 9 tahun dan di bawah 15 kecuali jika ia tidak dapat membedakan yang baik dan buruk, maka dalam hal demikian, kepada anak remaja itu diadakan penuntutan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada pasal 80 Kitab Undang-undang ini. Apabila seseorang anak remaja tersebut diputuskan tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana, maka pengadilan, bersesuaian dengan ketentuan- ketentuan ini dan pada paragrap sebelumnya, harus menyerahkannya kepada perawatan dan perwalian keluarganya yang wajib untuk mengawasi dan mendidiknya, jika tidak ia harus
Terjemahan tidak resmi. 142

tahun,

RPC

diserahkan kepada perawatan suatu lembaga atau orang yang disebut pada pasal 80.
4.

Barangsiapa yang pada waktu melaksanakan suatu tindakan menurut Undang- undang dengan cermat, menyebabkan kerugian, semata-mata karena kecelakaan tanpa kesalahan atau kehendak untuk itu.

5.

Barangsiapa yang bertindak di bawah pengaruh daya paksa yang tidak dapat dihindarinya.

6.

Barangsiapa yang bertindak di bawah pengaruh rasa takut yang tidak dapat dikuasainya akan kerugian yang sama atau lebih berat.

7.

Seseorang yang gagal melakukan suatu tindakan yang diharuskan oleh Un- dang-undang, karena dicegah oleh salah satu keadaan luar biasa yang sah. Bagian Tiga

KEADAAN-KEADAAN YANG MERINGANKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA Pasal 13 Keadaan-keadaan yang meringankan. Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang meringankan:
1.

Yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya, apabila tidak semua keadaan yang diperlukan terpenuhi untuk membenarkan tindakan itu,
Terjemahan tidak resmi. 143

RPC

atau untuk meniadakan pertanggungjawaban pidana pada kasus-kasus yang berpadanan.


2.

Bahwa tersangka berumur di bawah 18 tahun atau di atas umur 70 tahun. Bagi anak-anak remaja, ia harus dituntut berdasarkan ketentuan-ketentuan pa- sd 80.

3.

Bahwa tersangka tidak mempunyai kehendak untuk melakukan suatu kesalahan yang berat sebagaimana yang telah terjadi.

4.

Bahwa terdapat cukup provokasi atau ancaman dari pihak penyerang yang segera mendahului tindakan im.

5.

Bahwa tindakan yang telah dilakukannya dalam rangka pembelaan diri yang segera, dari suatu ancaman kejahatan berat, terhadap salah satu suami/isteri- nya, leluhurnya, keturunannya, saudara laki-laki atau perempuannya yang sah menurut Undang-undang baik sekandung atau angkat atau keluarga se- menda dalam tingkatan yang sama, yang terkena kejahatan (delik).

6.

Bahwa ia melakukan tindakan karena rangsangan yang sangat kuat yang dengan sendirinya menimbulkan amarah atau keresahan.

7.

Bahwa tersangka menyerahkan diri secara sukarela kepada pejabat yang berwenang atau petugasnya, atau ia telah secara sukarela mengakui kesalahannya di hadapan pengadilan sebelum ditampilkan bukti bagi penuntutan.
144

Terjemahan tidak resmi.

RPC

8.

Bahwa tersangka adalah seorang tuli dan dungu, buta atau menderita kerusakan jasmaniah, yang membatasi pancainderanya untuk

bertindak, mempertahankan diri atau berkomunikasi dengan manusia lain.

Terjemahan tidak resmi.

145

9.

Suatu penyakit yang diderita oleh tersangka yang mengurangi kemampuan pelaksanaan keinginannya meskipun demikian tidak menghalang-halangi dia untuk menyadari tindakan-tindakannya.

10.

Dan terakhir, setiap keadaan-keadaan yang lainnya yang menyerupai secara alamiah dan analoog dengan yang tersebut di atas. Bagian Empat

KEADAAN-KEADAAN YANG MEMBERATKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA. Pasai 14 Keadaan-keadaan yang memberatkan. Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang memberatkan:
1.

Bahwa kesempatan yang dipergunakan oleh tersangka diperoleh karena jabatannya di masyarakat.

2.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan dengan merugikan dan menghina pemerintahan.

3.

Bahwa

tindakan

yang

dilakukan

dengan

penghinaan

atau

mengabaikan kehormatan fihak yang diserang karena pangkat, umur, atau jenis kelaminnya, atau hal itu dilakukan di tempat kediaman fihak yang diserang apabila fihak yang terakhir tidak mengadakan
Terjemahan tidak resmi. 146

RPC

provokasi terlebih dahulu.


4.

Bahwa tindakan itu dilakukan dengan menyalahgunakan kepercayaan atau terang-terangan tidak (malah) berterima kasih.

5.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan di istana Kepala Negara, atau pada saat kehadirannya, atau di mana petugas Negara sedang terlibat dalam pelaksanaan tugas-tugasnya atau di tempat yangdigunakan untuk menunaikan kegiatan- kegiatan agama.

6.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan pada malam hari, atau di tempat yang tidak dihuni, atau oleh suatu gerombolan, pada saat mana keadaan-keadaan demikian itu dapat memberikan kemungkinan pelaksanaan dari kejahatan itu. Manakala lebih dari tiga orang penjahat bersenjata akan melakukan secara bersama-sama suatu kejahatan, hal itu harus dipandang sebagai telah dilakukan oleh suatu gerombolan.

7.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan pada kesempatan terjadi suatu kebakaran besar, kapal karam, gempa bumi, epidemi penyakit atau bencana lain-lain atau kecelakaan.

8.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan dengan bantuan orang bersenjata atau oraug-orang yang menjamin atau memberikan kebebasan terhadap pemidanaan.

9.

Bahwa tertuduh adalah seorang residivis.


Teijemahan tidak resmi. 147

RPC

Residivis adalah seseorang yang pada waktu mengadilinya untuk satu tindak pidana, sebelumnya telah pernah dipidana yang berkekuatan hukum tetap untuk suatu tindak pidana lain yang tercakup dalam bab yang sama pada Kitab Undang-undang ini.
10.

Bahwa sebelumnya tersangka telah dihukum untuk satu kejahatan untuk mana Undang-undang mengancamkan pidana yang sama atau lebih berat, atau untuk dua atau lebih kejahatan yang untuk itu diancamkan pidana yang lebih ringan.

11.

Bahwa

tindak

pidana

itu

dilakukan

dengan

pertimbangan

memperoleh upah, hadiah atau janji.


12.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan dengan cara pembanjiran, pembakaran, peracunan, peledakan, mengandaskan kapal atau dengan maksud merusakkannya, melepaskan lokomotip dari relnya, atau dengan penggunaan keahlian lain yang membawa akibat kerusakan berat dan keruntuhan.

13.

Bahwa tindakan dilakukan dengan terbukti direncanakan lebih dulu. Bahwa digunakan keahlian, kelicikan, atau penyamaran. Bahwa kesempatan diperoleh dari kekuatan yang lebih tinggi atau dengan alat-alat yang digunakan untuk melemahkan pertahanan.

14. 15.

16.

Bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan pengkhianatan. Dikatakan ada pengkhianatan jika tersangka melakukan suatu tindak pidana
Teijemahan tidak resmi. 148

RPC

terhadap orang, dengan menggunakan alat, metoda-metoda, atau bentuk-bentuk pelaksanaan untuk itu yang cenderung secara langsung dan khusus untuk menjamin pelaksanaannya, tanpa menanggung resiko atas dirinya yang mungkin timbul dalam usaha bertahan dari fihak yang diserang.
17.

Bahwa alat-alat yang digunakan atau keadaan-keadaan yang terjadi, menambah penodaan pada akibat-akibat alamiah dari tindakan tersebut.

18.

Bahwa tindak pidana itu dilakukan setelah masuk melalui sesuatu jalan yang melanggar hukum. Dikatakan sebagai masuk dengan melanggar hukum, bilamana memasuki itu terjadi melalui suatu jalan yang tidak diperuntukkan untuk itu.

19.

Memakai alat-alat untuk melakukan suatu tindak pidana merusak tembok, atap lantai, pintu ataupun jendela.

20.

Bahwa tindak pidana dilakukan dengan bantuan orang-orang yang berumur di bawah lima belas tahun atau dengan alat-alat berupa sepeda motor, perahu bermotor, pesawat-pesawat terbang, atau peralatan lain yang sejenis (seperti diperbaharui dalam RA 5438).

21.

Bahwa perbuatan dalam pelaksanaan tindak pidana itu dengan sengaja menambah melakukan tindakan jahat lain yang tidak diperlukan dalam pelaksanaannya.
Teijemahan tidak resmi. 149

RPC

Bagian lima KEADAAN-KEADAAN PILIHAN Pasal 15. Pengertian. Keadaan-keadaan pilihan adalah keadaan-keadaan yang harus dipertimbangkan untuk memperberat atau memperingan, disesuaikan dengan sifat dan akibat- akibat dari tindak pidana itu serta, kondisi-kondisi lainnya yang berbarengan dengan tindakannya. Keadaan-keadaan tersebut adalah hubungan kekeluargaan, keadaan mabuk serta tingkatan pengajaran dan pendidikan tersangka. Keadaan pilihan tentang hubungan kekeluargaan harus

dipertimbangkan apabila pihak yang diserang itu adalah suami/isteri, leluhur, keturunan, atau saudara- saudara laki-laki atau perempuannya yang sah menurut Undang-undang, baik sekandung atau angkat atau keluarga semenda dalam tingkatan yang sama dari tersangka. Keadaan mabuk dari tersangka harus dipertimbangkan sebagai suatu yang meringankan apabila tersangka melakukan suatu kejahatan dalam keadaan mabuk, asalkan keadaan itu bukan kebiasaan atau perwujudan dari suatu rencana untuk melakukan kejahatan tersebut, namun bila keadaan mabuk itu merupakan kebiasaan atau direncanakan, ia harus dipertimbangkan sebagai keadaan yang memberatkan. BAB DUA
Teijemahan tidak resmi. 150

ORANG-ORANG YANG DAPAT DIPERTANGGUNG-

RPC

JAWABKAN PIDANA UNTUK KEJAHATAN- KEJAHATAN. Pasal 16 Siapa saja yang dipertanggungjawabkan pidana. Yang berikut ini adalah yang dapat dipertanggungjawabkan pidana untuk kejahatan-kejahatan berat dan sedang:
1. 2. 3.

Petindak-petindak. Pelaku-pelaku peserta. Pembantu-pembantu. Yang berikut ini adalah yang dapat dipertanggungjawabkan

pidana untuk kejahatan-kejahatan ringan:


1. 2.

Petindak-petindak. Pelaku-pelaku peserta. Pasal 17 Petindak-petindak. Berikut ini ditetapkan sebagai petindak-petindak:

1.

Mereka yang mengambil bagian secara langsung dalam

pelaksanaan tindakan; 142

Terjemahan tidak resmi.

RTC
2.

Mereka yang secara langsung memaksa atau menggerakkan orang-orang lain untuk melakukannya;

3.

Mereka yang bekerja sama untuk melaksanakan suatu tindak pidana, dengan cara melakukan suatu tindakan lain yang tanpa itu serangan itu tidak akan terselesaikan.

Pasal 18 Pelaku-pelaku peserta. Para peserta adalah orang-orang yang tidak termasuk dalam pasal 17, yang untuk pelaksanaan serangan bekerja sama dengan tindakan-tindakan pendahuluan atau bersamaan.

Pasal 19.* Pembantu-pembantu. Pembantu-pembantu adalah mereka yang telah mengetahui suatu pelaksanaan tindak pidana, dan tidak berpartisipasi dalamnya baik sebagai petindak-petindak maupun sebagai peserta-peserta,

melakukan tindakan untuk perwujudan pelaksanaannya, dengan salah satu perangai sebagai berikut:
143

Terjemahan tidak resmi.

1.

Dengan mengambil keuntungan bagi diri mereka sendiri atau membantu tersangka untuk mendapatkan keuntungan dari hasilhasil tindak pidana itu.

2.

Dengan menyembunyikan atau menghancurkan bentuk dari kejahatan, atau akibat-akibatnya atau alat peralatan yang digunakan, dengan maksud untuk menghindarkan penemuan atasnya.

3.

Dengan

memberi

perlindungan,

menyembunyikan,

atau

membantu pelarian dari petindak tindak pidana, memberikan tindakan bantuan dengan menyalahgunakan fungsinya di masyarakat, atau dalam hal petindak tindak pidana tersebut bersalah karena penghianatan, pembunuhan terhadap orang tua, pembunuhan, atau berusaha untuk mengambil nyawa Kepala Negara, atau diketahui mempunyai kebiasaan bersalah

melakukan beberapa tindak pidana lain.

Terjemahan tidak resmi.

144

RPC

Pasal 20 Pembantu-pembantu yang ditiadakan pertanggungjawaban pidana. Pidana-pidana yang ditentukan bagi para pembantu tidak boleh dikenakan kepada mereka yang bertindak dalam hubungan suamiisterinya, leluhurnya, keturunannya, atau saudara-saudara laki-laki atau perempuannya yang sah menurut Undang-undang, baik sekandung atau angkat atau keluarga semenda dalam tingkatan yang sama, dengan satu pengecualian bagi para pembantu yang memenuhi ketentuan-ketentuan pada paragrap 1 dari pasal di atas ini. BAB TIGA PIDANA-PIDANA Bagian Satu PIDANA PADA UMUMNYA Pasal 21. Ce Pidana-pidana yang dapat dikenakan. ' ^ .- Tiada kejahatan dapat dipidana dengan sesuatu pidana yang tidak ditentukan oleh Undang-undang sebelum tindakan itu dilakukan. Pasal 22. Kekuatan berlaku surut dari hukum pidana. Hukum pidana akan mempunyai kekuatan berlaku surut sejauh apabila ia menguntungkan orang-omg yang dipersalahkan karena suatu kejahatan, yang bukan seorang petindak karena kebiasaan
145 Terjemahan tidak resmi.

^3

sebagaimana hal ini diatur dalam pasal 62 ayat ke S dalam Kitab Undang-undang ini, walaupun pada saat diumumkannya Undangundang bersangkutan, suatu putusan hukuman akhir telah dijatuhkan dan terpidana sedang menjalani hukumannya. Pasal 23. Pengaruh pemberian ampun oleh pihak yang diserang. Suatu pemberian ampun oleh pihak yang diserang tidak menghapuskan lin- iliikmi kejahatan kecuali seperti yang ditentukan pada pasal 344 Kitab Undang- iindung ini; tetapi pertanggungjawaban perdata mengenai kepentingan pihak yang (lliuglkan dihapuskan dengan pernyataan sungguh-sungguh. Pasal 24. Tindakan-tindakan pencegahan atau pengamanan yang tidak dipandang sebatil pidana. Yang berikut ini tidak dipandang sebagai pidana:
1.

Penangkapan dan penahanansementara dari orang-orang yang dituduh, demikian juga penahanan karena penyakit saraf atau kedunguan atau penyakit yang memerlukan pengurungan di rumah sakit.

2.

Penyerahan seorang anak remaja kepada salah satu lembaga yang disebutkan pada pasal 80 serta yangditujukan khusus di dalamnya. untuk hal-hal

3.

Pemberhentian dari pekerjaanatau dari jabatan umum selama pemeriksaan sidang pengadilan atau untuk pelaksanaan proses peradilan.

4.

Denda dan denda koreksi lainnya yang dalam rangka pelaksanaan disiplin kewenangan kepegawaian kemungkinan dijatuhkan oleh atasannya terhadap bawahannya.

5.

Pencabutan hak-hak dan pemberian ganti rugi yang di dalam hukum perdata dapat ditetapkan dalam bentuk pidana. Bagian Dua PENGGOLONGAN PIDANA Pasal 25 Pidana-pidana yang dapat dijatuhkan. Pidana-pidana yang dapat dijatuhkan berdasarkan Kitab Undang-

undang ini, dan perbedaan golongannya, adalah yang termasuk dalam bentuk ini: SKALA PIDANA-PIDANA POKOK Hukum K dana Utama (Capital punishment): Pidana mati (death). Pidana penjara (afflictive penalties). Pidana penjara mandiri seumur hidup (reclusion perpetua). Pidana penjara mandiri sementara (reclusion temporal). Pencabutan hak mutlak seumur hidup atau sementara (absolute disqualifi- cation). Pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara (special

disqualifi- cation) Pidana penjara berat (prision mayor). Pidana perbaikan (Correctional penalties). Pidana penjara untuk perbaikan (prision correctional). Penahanan berat (arresto mayor). Skorsing (Suspension). Penahanan kota (destierro). Pidana ringan (light penalties). Penahanan ringan, (arresto menor). Tegoran (public censure). Pidana yang pada umumnya menyertai ketiga golongan tersebut di atas: Denda (fine), dan Wajib tertib (bond to keep peace). PIDANA TAMBAHAN.

Pencabutan hak mutlak seumur hidup atau sementara. Pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara. Skorsing dari pegawai pemerintah, hak untuk dipilih dan memilih, pekeija- an atau mata pencaharian,

Larangan penggunaan hak perdata, Pembayaran ganti kerugian,

Perampasan atau penyitaan peralatan dan barang hasil kejahatan, Pembayaran biaya perkara. Pasal 26 Bilamana disebut penjeraan, perbaikan atau pidana ringan. Suatu denda, apabila dijatuhkan sebagai pidana tunggal atau

pilihan dipandang sebagai suatu pidana penjeraan, apabila ia melebihi 6.000 pesos; suatu pidana perbaikan apabila ia tidak melebihi 6.000 pesos, tetapi tidak kurang dad 200 pesos; dan suatu pidana ringan apabila ia kurang dari 200 pesos. Bagian Tiga LAMANYA DAN AKIBAT-AKIBAT DARI PIDANA Seksi Satu Lamanya pidana Pasal 27 Pidana penjara mandiri seumur hidup. Seorang yang dapat dihukum dengan salah satu pidana seumur hidup dapat diampuni setelah menjalani pidana 30 tahun, kecuali pada orang itu karena perangainya atau beberapa sebab yang serius, diputuskan oleh Kepala Negara sebagai tidak layak untuk diampuni. Pidana penjara sementara. Pidana penjara sementara berkisar antara dua belas tahun dan satu hari sampai dengan dua puluh tahun.

Penjara berat dan pencabutan hak sementara. Lamanya pidana penjara berat dan pencabutan hak sementara berkisar antara 6 tahun dan satu hari sampai dengan 12 tahun, kecuali apabila pidana pencabulan hak itu dijatuhkan sebagai pidana tambahan, yang dalam hal ini lamanya sama dengan pidana pokok. Pidana penjara perbaikan, skorsing dan penahanan rumah. Lamanya pidana penjara perbaikan, skorsing dan penahanan rumah berkisar antara 6 bulan dan satu hari sampai dengan 6 tahun, kecuali bila penskorsan dijatuhkan sebagai pidana tambahan, dalam hal mana lamanya sesuai dengan pidana pokok. Penahanan berat. Lamanya pidana penahanan berat berkisar satu bulan dan satu hari sampai dengan 6 bulan.

Penahanan ringan. Lamanya pidana penahanan ringan berkisar pada satu hari sampai dengan tiga puluh hari. Wajib tertib. Wajib tertib itu diperlukan selama waktu tertentu sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan. Pasal 28. Penghitungan pidana. Apabila si terdakwa akan dimasukkan penjara, masa lamanya pidana sementara akan diperhitungkan mulai pada hari putusan Hakim menjadi tetap. Apabila tersangka tidak dipenjara, masa lamanya pidana yang berupa pencabutan kebebasan akan diperhitungkan dari mulai hari tersangka ditempatkan di bawah kekuasaan pengadilan untuk pelaksanaan pidana itu. Lamanya pidana-pidana lain akan diperhitungkan hanya dari saat hari terpidana memulai melaksanakan hukumannya.* Pasal 29. Masa penahanan pencegahan dikuran^can dari jangka waktu pemenjaraan. Para tersangka yang telah menjalani penahanan pencegahan, dalam rangka menjalankan hukumannya yang berupa perampasan
Terjemahan tidak resmi. 150

RPC

kemerdekaan, harus diper- kurangkan seluruh waktu yang telah mereka gunakan untuk menjalani penahanan pencegahan, apabila orang yang ditahan itu dengan sukarela menyetujui secara tertulis, untuk mematuhi ketentuan-ketentuan disiplin yang sama yang dikenakan terhadap terpidana, kecuali dalam hal-hal berikut:
1.

RPC

Apabila mereka adalah residivis atau sebelumnya telah dituduh untuk kedua kalinya atau lebih bagi sesuatu tindak pidana.

2.

Apabila dalam menjalani hukumannya mereka menolak melaksanakan secara sukarela. Apabila sitertahan tidak setuju untuk mentaati aturan-aturan

disiplin yang dikenakan pada terpidana, ia akan diperhitungkan dalam menjalankan hukumannya selama 4/5 dari waktu ia menjalani masa penahanannya (seperti yang diperbaharui oleh RA. 6127, tanggal 17 Juni 1970). Seksi Dua AKIBAT-AKIBAT PIDANA SESUAI DENGAN SIFAT ALAMIAHNYA MASING-MASING. Pasal 30 Akibat-akibat dari pidana pencabutan hak mutlak seumur hidup atau sementara. Pidana pencabutan hak mutlak seumur hidup atau sementara untuk menduduki jabatan umum akan menghasilkan akibat-akibat
151

Terjemahan tidak resmi.

sebagai berikut:
1.

RPC

Pencabutan hak-hak untuk menduduki jabatan umum, dan pekerjaan-peker- jaan yang telah dipegang, meskipun hal itu diperoleh dari hasil pemilihan umum.

2.

Pencabutan hak-hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

3.

Pencabutan hak untuk bekeija di pemerintahan dan di masyarakat dalam melakukan setiap hak-hak yang disebutkan karena jabatan itu. Dalam hal pencabutan hak sementara, tercantum dalam paragraf

2 dan 3 pada pasal ini akan berakhir selama masa hkuman itu.
4.

Hapusnya semua hak-hak pensiunan atau lain perawatan di masa tua untuk jabatannya yang dipegang sebelumnya. Pasal 31. Akibat dari pidana pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara. Pidana pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara

bagi jabatan umum, professi atau mata pencaharian akan menghasilkan akibat-akibat sebagai berikut:
1.

Pencabutan hak-hak menduduki jabatan, melakukan pekerjaan,


152

Terjemahan tidak resmi.

menjalankan professi atau mata pencaharian.


2.

RPC

Larangan penggunaan hak-hak untuk menjabat jabatan dalam pemerintahan atau pekenaan untuk selamanya atau selama masa penghukuman sesuai dengan jangka tertentu bagi larangan penggunaan hak-hak.

3.

Pasal 32. Akibat dari pidana pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara untuk mengikuti pemilihan umum. Pencabutan hak tertentu seumur hidup atau sementara untuk mengikuti pemilihan umum. Pasal 33. Akibat-akibat pidana skorsing dari jabatan umum, professi atau mata pencaharian nafkah, ataupun hak-hak untuk mengikuti pemilihan umum. Pemecatan dari jabatan umum, professi atau pelaksanaan hakhak untuk mengikuti pemilihan umum akan menjadikan dilarangnya tersangka untuk menduduki jabatan tertentu atau pelaksanaan professi tertentu atau hak-hak mengikuti pemilihan umum selama masa penghukuman. Orang yang dipecat dari jabatannya tidak diperbolehkan memegang fungsi yang sama selama masa
153

Terjemahan tidak resmi.

pemecatannya.

RPC

Pasal 34 Larangan penggunaan hak Perdata. Larangan penggunaan hak Perdata, mencabut hak-hak tersangka sslama masa hukumannya yang berupa hak-hak menjalankan kekuasaan orang tua, atau sebagai pengawas baik terhadap seseorang atau harta benda dari anak yang di bawah perwalian, atau kekuasaan suami terhadap isteri, ataupun hak untuk mengelola kekayaannya serta hak untuk mengatur harta sedemikian itu dengan suatu perbuatan atau dengan suatu pengalihan antar orang yang masih hidup.

Pasal 35. Akibat-akibat dari wajib tertib. Adalah merupakan kewajiban setiap orang yang dihukum untuk menaati wajib tertib, mengadakan dua orang penanggung yang layak yang menjamin bahwa orang tersebut tidak akan terlibat pada suatu tindak pidana yang wajib dihindarkannya, dan dalam hal tindak pidana tersebut dilakukan maka mereka harus membayar sejumlah yang ditentukan oleh pengadilan dalam putusannya, atau dapat juga mendepositkan sejumlah tertentu tersebut pada kantor panitera pengadilan sebagai jaminan atas pertanggungan itu.
154

Terjemahan tidak resmi.

Pengadilan akan menentukan, sesuai dengan kebijaksanaannya, masa lania- n y n wujlb tertib tersebut. Apabila seseorang yang dihukum gagal menaati perjanjian yang dipersyarat- liiin ia akan ditahan untuk masa tertentu yang tidak melebihi enam bulan, apabila lu tulah dipidana karena kejahatan berat atau kejahatan sedang, dan tidak akan Irlilli dari 30 hari apabila dipidana karena suatu kejahatan ringan. Pasal 36. Pemberian maaf; akibat-akibatnya. Suatu pemberian maaf tidak akan memulihkan hak seseor?ng untuk menduduki jabatan pemerintahan, atau hak untuk memilih, jika hak-hak itu tiaaK secara tegas dinyatakan dalam pemberian maaf untuk pemulihan suatu hak. Suatu pem- I iian maaf tidak akan membebaskan tersangka dari pembayaran ganti ragi perdata yang dikenakan padanya sebagai hukuman. Pasal 37. Biaya-biaya Hal-hal yang termasuk padanya. Biaya-biaya meliputi ongkos-ongkos dan pembayaran ganti rugi yang sehu- bungan dengan proses peradilan, dapat berupa suatu jumlah yang tetap atau yang lidak dapat diubah ubah yang ditentukan terlebih dahulu dalam Undang-undang alau hukum yang berlaku,
Terjemahan tidak resmi. 155

RPC

atau suatu jumlah yang tidak ditentukan. Pasal 38 Pertanggungjawaban Keuangan.

RPC

Perintah pembayaran. Dalam hal harta benda tersangka tidak cukup untuk pembayaran semua pertanggungjawaban keuangannya maka hal yang sama disesuaikan kepada perintah-perintah berikut:
1. 2. 3. 4.

Perbaikan kerusakan yang ditimbulkan. Penggantian kerugian untuk kerusakan yang sepatutnya. Denda. Biaya-biaya perkara.

Pasal 39 Pidana pengganti Apabila tersalah tidak mempunyai harta benda untuk dapat melunasi denda yang disebut pada paragrap 3 pada pasal yang baru disebut di atas, ia akan dikenakan pertanggungjawaban pribadi pengganti dengan rata-rata satu hari untuk setiap pesos dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.

Apabila pidana pokok yang dikenakan adalah penjara

perbaikan atau penahanan ringan dan denda, ia harus tetap tinggal di dalam penahanan sampai dendanya yang disebutkan pada paragrap terdahulu dipenuhi, namun pengurangan

penggantinya tidak boleh melebihi satu pertiga dari masa hukumannya dan dalam keadaan satu tahun, dan tidak ada bagian dari hari akan dihitung untuk kerugian terpidana.
Terjemahan tidak resmi. 156

2.

Apabila pidana pokok yang dikenakan hanya denda,

RPC

kurungan pengganti tidak boleh melebihi enam bulan, apabila ia dipidana karena kejahatan berat atau sedang, dan tidak akan melebihi lima belas hari karena kejahatan ringan.
3.

Apabila pidana pokok yang dikenakan lebih berat dari

penjara perbaikan, tidak ada kurungan pengganti yang boleh dikenakan bagi tersalah.
4.

Apabila pidana pokok yang dijatuhkan tidak untuk

dijalani dengan pengurungan dalam lembaga pemasyarakatan, namun pidana itu sudah ditetapkan lamanya, selama masa yang ditetapkan pada ketentuan-ketentuan sebelumnya, tersalah akan terus menderita pencabutan hak-hak yang termasuk dalam pidana pokok.
5.

Pertanggungjawaban pribadi pengganti yang mungkin

diderita tersalah karena ketidakmampuannya membayar tidak akan membebaskan ia dari denda apabila keadaan keuangannya membaik, (seperti pembaharuan oleh RA. 5465, 21 April 1969.) Seksi Tiga PIDANA-PIDANA DI MANA PIDANA-PIDANA TAMBAHAN LAINNYA TIDAK TERPISAHKAN (INHEREN) Pasal 40
157

Terjemahan tidak resmi.

Pidana mati pidana tambahannya.

RPC

Bilamana pidana mati tidak dieksekusi oleh karena pengurangan hukuman

Terjemahan tidak resmi.

158

ulun pengampunan, ditambahkan padanya pencabutan hak mutlak seumur hidup iluii larangan penggunaan hak perdata selama tiga puluh tahun sejak ditetapkan hukuman, jika pidana tambahan sedemikian itu tidak telah dinyatakan sebagai ininlsi dalam pengampunan itu. Pasal 41 Pidana penjara mandiri seumur hidup dan sementara. Pidana-pidana tambahannya. Iteisamaan penjatuhan pidana penjara mandiri seumur hidup dan sementara, padanya ditambahkan larangan penggunaan hak perdata seumur hidup atau selama masa penghukuman bagi perkara itu, dan pencabutan hak mutlak seumur hidup yang harus diderita oleh tersangka kendati pidana pokok itu telah diampuni, jika hal sedemikian itu tidak telah dinyatakan sebagai remisi dalam pengampunan itu.

Pasal 42 Pidana penjara berat Pidana-pidana tambahannya. Bersamaan dengan menjatuhkan pidana berat ditambahkan pencabutan hak mutlak sementara dan pencabutan hak tertentu seumur hidup berupa penggunaan hak memilih yang harus diderita
15

Terjemahan tidak resmi.

oleh tersangka kendati pidana pokok itu telah diampuni, jika hal sedemikian itu tidak telah dinyatakan sebagai remisi dalam pengampunan itu. Pasal 43 Pidana Penjara perbaikan Pidana tambahannya. Bersamaan dengan penjatuhan pidana penjara perbaikan, ditambahkan skor sing dari pegawai pemerintah, dari hak untuk melakukan suatu pekerjaan atau pen caharian, dan pencabutan hak tertentu seumur hidup berupa penggunaan hak me milih, jika lamanya penghukuman tersebut melebihi delapan belas bulan. Kepada tersangka dapat dijatuhkan pencabutan hak yang ditentukan dalam pas; ini kendati pidana pokoknya telah diampuni, jika hal sedemikian itu tidak tela dinyatakan sebagai remisi dalam pengampunan itu. Pasal 44. Penahanan; Pidana-Pidana Tambahannya.

Terjemahan tidak resmi.

15

Untuk menjatuhkan pidana penahanan padanya ditambahkan dengan skorsing dari hak menduduki jabatan pegawai dan dari hak memilih. Pasal 45. Perampasan dan penyitaan hasil atau alat peralatan (dari/untuk melakukan) tindak pidana. Untuk setiap penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana, ditambahkan perampasan barang hasil tindak pidana dan peralatan atau alat yang digunakan untuk itu. Barang hasil, peralatan dan alat seperti itu dapat dirampas untuk negara, jika barang-barang tersebut bukan harta benda dari fihak ketiga yang tidak bertanggung jawab dalam kejahatan itu, tetapi barang-barang terlarang untuk diperdagangkan harus dihancurkan. Bagian Empat PENERAPAN PIDANA Seksi Satu KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA-PIDANA TERHADAP TENTANG PENERAPAN YANG

RPC

ORANG-ORANG

DAPAT BERTANGGUNG JAWAB PIDANA DAN GRADASI PIDANANYA. Pasal 46. Pidana yang secara umum dijatuhkan kepada petindak.
154

Teijemahan tidak resmi.

Pidana

yang

ditentukan

dalam

Undang-undang

untuk

pelaksanaan suatu kejahatan dapat dijatuhkan kepada petindakpetindak yang melaksanakan kejahatan tersebut. Dalam hal Undang-undang menentukan suatu pidana untuk suatu kejahatan dengan istilah umum, hal demikian harus diartikan sebagai berlaku bagi kejahatan sempurna. Pasal 47. Dalam hal apa saja pidana mati tidak dapat dijatuhkan. Pidana mati dapat dijatuhkan dalam semua perkara yang dalam Undang-un ilang yang berlaku ditentukan wajib dijatuhkan pidana mati, kecuali dalam keadaan-keadaan sebagai berikut: I
2.

Apabila tersalah berumur lebih dari tujuh puluh tahun. Apabila pada pemeriksaan banding atau pemeriksaan ulang atas perkara yang bersangkutan oleh Mahkamah Agung, tidak seluruh anggotanya mufakat secara bulat dalam pemungutan suara untuk

menentukan ketetapan penjatuhan pidana mati itu. Untuk penjatuhan pidana termaksud atau untuk penguatan putusan
155

Terjemahan tidak resmi.

pengadilan yang tingkatannya lebih rendah yang menjatuhkan pidana mati itu, Mahkamah Agung harus menyerahkan keputusan pengadilannya yang harus ditanda tangani oleh semua Hakim pengadilan termaksud kecuali jika satu atau beberapa anggota-anggotanya telah dinyatakan tidak berhak un^uk turut serta memberikan pertimbangan untuk perkara tersebut, dalam keadaan ini kemufakatan secara bulat dan penandatanganan hanya diperlukan dari Hakim-hakim yang tertinggal. Pasal 48 Pidana untuk tindak pidana perbarengan. Apabila satu tindakan mencakup dua atau lebih kejahatan berat atau sedang, atau apabila suatu tindak pidana merupakan suatu sarana untuk pelaksanaan kejahatan lain, maka pidana yang ditentukan bagi tindak pidana yang lebih berat yang akan dijatuhkan, periode maksimum pidana tersebut dapat diterapkan.

Pasal 49 Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap petindak-petindak bilamana tindak pidana yang dilakukan akan berlainan dari yang dikehendaki. Dalam perkara-perkara di mana kejahatan yang dilaksanakan berlainan dari yang dikehendaki tersangka untuk dilakukan,
156

Terjemahan tidak resmi.

ketentuan-ketentuan berikut ini harus diperhatikan:


1.

Apabila

pidana

yang

ditentukan

untuk

kejahatan

yang

dilaksanakan lebih berat dari yang ditentukan untuk tindak pidana yang dikehendaki tertuduh, maka pidana dalam periode maksimumnya yang sehubungan dengan yang tersebut terakhir dapat dijatuhkan. Undang-undang suatu percobaan kejahatan dapat dijatuhkan kepada pembantu- pembantu untuk melakukan percobaan suatu kejahatan. Pasal 58. Pidana tambahan yang dapat diiatuhkan terhadap pembantupembantu tertentu. Bagi pembantu-pembantu yang memenuhi syarat-syarat seperti yang dimaksud pada paragrap 3 pasal 19 dalam Kitab Undangundang ini yang melakukan tindakan dengan menyalahgunakan hakhak yang diperoleh dari fungsinya dalam masyarakat dapat ditambah dengan pidana tambahan pencabutan hak mutlak seumur hidup jika pelaku (utama) bersalah melakukan kejahatan berat, dan dengan pidana tambahan pencabutan hak mutlak sementara jika dia bersalah dalam suatu kejahatan kurang berat. Pasal 59. Pidana yang dapat dijatuhkan dalam hal kegagalan melakukan tindak
Terjemahan tidak resmi. 157

RPC

pidana disebabkan ketidak wajaran dari sarana-sarana yang digunakan ataupun tujuan-tujuan yang dikehendaki. Apabila seseorang bermaksud melakukan suatu tindak pidana, telah mewujudkan suatu tindakan untuk pelaksanaannya, namun tindak pidana itu tidak teijadi, karena sesuai dengan kenyataan bahwa tindakan itu menurut kewajaran tidak memungkinkan

penyelesaiannya, ataupun sarana-sarana yang digunakan oleh orang itu pada dasarnya tidak seimbang untuk dapat mewujudkan hasil yang dikehendakinya, dalam hal ini pengadilan, dengan

memperhatikan adanya keberbahayaan bagi masyarakat serta gradasi tindak pidana yang diperlihatkan oleh tersangka, dapat menjatuhkan pidana penahanan berat atau denda 200 sampai 500 pesos kepadanya. Pasal 60 Pengecualian-pengecualian terhadap ketentuan-ketentuan yang

ditetapkan pada pasal 50 sampai 57. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 50 sampai 57, dalam Kitab Undang-undang ini, tidak dapat diterapkan dalam halhal Undang-undang dengan tegas menentukan pidana yang diperuntukkan bagi kejahatan tercegat ataupun percobaan, atau yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku-pelaku peserta atau pembantu-

Teijemahan tidak resmi.

159

RPC

pembantu. Pasal 61 Ketentuan-ketentuan untuk penggradasian pidana-pidana. Untuk tujuan penggradasian pidana-pidana sehubungan dengan ketentuan- Itolnituan pasal 50 sampai 57 yang termaksud dalam Kitab Undang-undang ini, dapat dijatuhkan terhadap orangorang yang bersalah sebagai pelaku-pelaku tiap-tiap kejahatan tercegat maupun percobaan, atau sebagai pelaku-pelaku pe- wi lu atau pembantu-pembantu, ketentuan-ketentuan berikut ini harus diperhati- kun : I Apabila pidana yang ditentukan untuk suatu kejahatan adalah tunggal dan tidak dapat dibagi-bagi, maka pidana yang setingkat lebih rendah gradasinya adalah yang langsung mengikuti pidana yang tidak dapat dibagi-bagi itu sesuai skala gradasi secara berurutan seperti yang ditentukan dalam pasal 71 dari Kitab Undang-undang ini. Apabila pidana yang ditentukan untuk tindak pidana itu terdiri dari dua pidana yang tidak dapat dibagi-bagi atau terdiri dari satu atau lebih pidana yang dapat dibagi-bagi yang dapat dijatuhkan secara sepenuhnya, maka pidana yang setingkat lebih rendah gradasinya adalah yang langsung mengikuti pidana teringan yang ditentukan sesuai skala gradasi secara berurutan.

Teijemahan tidak resmi.

160

RPC
3.

Apabila pidana yang ditentukan bagi tindak pidana itu terdiri dari satu atau dua pidana tunggal dan pidana maksimum yang dapat dibagi-bagi lainnya, maka pidana yang setingkat lebih rendah gradasinya akan terdiri dari pidana tunggal dalam periode pertengahan dan periode minimum dari pada pidana yang layak dapat dibagi-bagi, dan periode maksimum dari tingkat berikutnya sesuai skala gradasi secara berurutan.

4.

Apabila pidana yang ditentukan untuk sesuatu tindak pidana terdiri dan beberapa jangka waktu, ada hubungannya dengan aneka pidana yang dapat dibagi-bagi, maka pidana setingkat lebih rendah gradasinya akan dapat terdiri dari periode minimum yang berikutnya yang ditentukan dan dari dua tingkat berikutnya, yang akan ditarik dari pidana yang ditentukan, apabila mungkin; ataupun dari pidana yang terdekat berikutnya sesuai skala gradasi secara berurutan tersebut di atas.

5.

Apabila Undang-undang menentukan suatu pidana untuk suatu tindak pidana dengan suatu cara yang tidak secara khusus diperuntukkan bagi ke empat ketentuan di atas, pengadilan berdasarkan penafsiran analogi, dapat menjatuhSeksi Dua Ketentuan-ketentuan untuk penerapan pidana-pidana yang

Teijemahan tidak resmi.

161

sehubungan dengan keadaan-keadaan yang meringankan dan RPC memberatkan serta kejahatan karena kebiasaan. Pasal 62. Pengaruh atas kehadiran keadaan-keadaan yang meringankan atau keadaan yang memberatkan dan kejahatan karena kebiasaan. Keadaan-keadaan yang meringankan atau memberatkan dan kejahatan karena kebiasaan harus diperhitungkan untuk tujuan pengurangan ataupun penambahan pidana sesuai dengan ketentuanketentuan sebagai berikut:
1.

Keadaan-keadaan yang memberatkan yang merupakan

tindak pidana tersendiri dan secara khusus diancam dengan pidana oleh Undang-undang, atau yang telah termasuk dalam perumusan suatu'tindak pidana oleh Undang-undang untuk mana telah diancam dengan pidana, tidak boleh diperhitungkan untuk tujuan penambahan pidana.
2.

Ketentuan yang sama dapat diterapkan kepada setiap

keadaan yang memberatkan yang melekat pada tindak pidana itu dengan memperhatikan suatu gradasi tertentu yang sesuai dengan kebutuhan yang pasti menyertai pelaksanaannya (penambahan pidana).
163

Teijemahantidak resmi.

3.

Keadaan-keadaan memberatkan atau meringankan RPC

yang terwujud dari sikap moral tersangka, atau dari hubungan pribadi dengan pihak yang diserang, ataupun dari sesuatu sebab yang bersifat pribadi, hanya dapat digunakan untuk

memberatkan atau memperingan pertanggungjawaban petindakpetindak, pelaku-peserta dan pembantu-pembantu peserta yang padanya terdapat hal tersebut.
4.

Keadaan-keadaan yang terdapat dalam pelaksanaan

tindakan secara material, atau dalam peralatan yang digunakan untuk melaksanakannya, dapat digunakan untuk memperberat atau memperingan pertanggungjawaban hanya kepada orangorang yang mengetahuinya pada saat pelaksanaan tindakan itu atau mereka yang terlibat di dalamnya.
5.

Kejahatan karena kebiasaan akan mempunyai akibat-

akibat sebagai berikut:

164

Teijemahantidak resmi.

RPC

(#) Terhadap tuduhan ketiga tersalah dapat dihukum dengan pidana yang ditentukan untuk tindak pidana terakhir, terhadap mana dia dinyatakan bersalah dan penambahan pidana berupa penjara perbaikan dalam periode pertengahan dan periode maksimumnya; dan (I)) Terhadap tuduhan keempat, tersalah dapat dihukum dengan pidana yang ditentukan untuk tindak pidana terakhir terhadap mana dia dinyatakan bersalah dan penambahan pidana berupa penjara berat selama periode minimum dan periode pertengahannya; dan (o) Terhadap tuduhan kelima dan tuduhan

tambahan, tersalah dapat dihukum dengan pidana yang ditentukan untuk tindak pidana yang terakhir terhadap mana dia dinyatakan bersalah dan penambahan pidana berupa penjara berat selama periode maksimumnya sampai penjara mandiri sementara dalam periode minimalnya. Dengan tidak bertentangan terhadap ketentuan-ketentuan dalam pasal ini na- inun jumlah dari dua pidana yang dijatuhkan terhadap tertuduh, perlu diadakan |K>nyesuaian sehingga dalam hal bagaimanapun juga, tidak boleh melebihi 30 tahun. Untuk penggunaan pasal ini, seseorang dapat dipandang sebagai penjahat karena kebiasaan, apabila ia dalam periode sepuluh tahun dari saat hari pembebasannya atau tuduhan terakhir atas tindak

RPC

pidana-tindak pidana yang berat ataupun kurng berat yang menyebabkan luka-luka secara phisik, robo, pencurian (hur- to), setafa, atau pemalsuan untuk mana dia terbukti bersalah untuk ketiga kalinya iilau lebih. Pasal 63. Ketentuan-ketentuan untuk penerapan pidana yang tidak dapat dibagi-bagi. Dalam semua perkara di mana Undang-undang menentukan (hanya) satu pidana yang tidak dapat dibagi-bagi, harus diterapkan oleh pengadilan tanpa memperhatikan keadaan-keadaan yang meringankan atau memberatkan yang mungkin ada dalam

pelaksanaan tindakan (kejahatan) itu. Dalam semua perkara di mana Undang-undang menentukan pidana yang terdiri dari dua pidana yang masing-masing tidak dapat dibagi-bagi, ketentuan-keten- tuan berikut ini harus diperhatikan dalam rangka penerapannya:
I.

Apabila dalam pelaksanaan tindakan itu hanya terdapat satu

keadaan yang * . . 163 Terjemahan tidak resmi.

RPC

memberatkan, maka pidana yang lebih berat yang diterapkan.


2.

Apabila dalam pelaksanaan tindakan itu tidak terdapat keadaankeadaan yang meringankan ataupun memberatkan maka pidana yang lebih ringan yang diterapkan.

3.

Apabila dalam pelaksanaan tindakan itu terdapat beberapa keadaan yang meringankan dan tidak terdapat keadaan yang memberatkan, maka pidana yang lebih ringan yang diterapkan.

4.

Apabila kedua-duanya keadaan yang merfngankan dan yang memberatkan terdapat dalam pelaksanaan tindakan, pengadilan harus secara wajar meng- kompensasikan yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan jumlah dan keutamaan masing-masing, agar tujuan penerapan pidana sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebelumnya, dihubungkan dengan hasil peng- kompensasian tersebut.

Pasal 64. Ketentuan-ketentuan untuk penerapan pidana-pidana yang terdiri dari tiga periode. Dalam perkara-perkara di mana pidana-pidana ditentukan oleh Undang- undang terdiri dari tiga periode, apakah ia merupakan satu pidana tunggal yang dapat dibagi-bagi alau campuran dari tiga pidana yang berbeda-beda, di mana ma- sing-masing merupakan suatu
164 Teijemahan tidak resmi.

RPC

periode pemidanaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada pasal 76 dan pasal 77, pengadilan harus memperhatikan untuk penerapan pidana itu ketentuan-ketentuan berikut, dihubungkan dengan apakah di dalamnya terdapat keadaan-keadaan yang meringankan ataupun memberatkan:
1.

Apabila di dalamnya tidak terdapat keadaan-keadaan yang memberatkan maupun yang meringankan, maka harus

menjatuhkan pidana dalam periode pertengahannya.


2.

Apabila hanya terdapat keadaan yang meringankan dalam pelaksanaan tindakan itu, maka harus menjatuhkan pidana dalam periode minimalnya.

3.

Apabila hanya terdapat keadaan yang memberatkan dalam pelaksanaan tindakan itu, maka harus menjatuhkan pidana dalam periode maksimal.

4.

Apabila terdapat kedua-dua keadaan yang meringankan maupun yang mem

165

Teijemahan tidak resmi.

RPC

beratkan, maka pengadilan harus dengan wajar mengkompensasikan golongan yang satu terhadap yang lain sesuai dengan berat/ringan masing-masing yang dihubungkan.
5.

Apabila di dalamnya terdapat dua atau lebih keadaan yang meringankan dan tidak ada keadaan yang memberatkan, maka pengadilan harus menjatuhkan pidana yang setingkat lebih rendah dari pada yang ditentukan oleh Undang- undang, dalam periode yang dipandang dapat diterapkan, sepadan dengan banyaknya serta sifat dari keadaan tersebut.

(>. Berapapun banyaknya apapun sifat dari keadaan-keadaan yang memberatkan itu pengadilan tidak boleh menjatuhkan pidana yang lebih berat dari yang telah ditentukan oleh Undang-undang dalam periode maksimalnya.
7.

EH dalam batas-batas tiap-tiap periode, pengadilan-pengadilan dapat menentukan tingkat pidana sepadan dengan banyaknya dan sifat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan serta berat/ringannya tingkat kejahatan yang dihasilkan tindak pidana tersebut.

Pasal 65. Ketentuan-ketentuan untuk perkara-perkara di mana pidana tidak terdiri dari tiga periode.
Terjemahan tidak resmi. 166

RPC

Dalam perkara-perkara di mana pidana yang ditentukan oleh Undang-undang iidak terdiri dari tiga periode, pengadilan dapat menerapkan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam pasal-pasal sebelumnya, membaginya dalam tiga bagian waktu yang sama yang termasuk dalam pidana yang ditentukan dan membentuk satu waktu dari ketiga bagian itu.

Pasal 66. Penetapan pidana denda. Dalam penjatuhan pidana denda, pengadilan dapat menetapkan sesuatu jum- lah dalam batas yang dicantumkan dalam Undangundang; dalam rangka menetapkan jumlah pada masing-masing perkara, yang harus diperhatikan tidak hanya keadaan-keadaan yang meringankan dan yang memberatkan, namun lebih khusus lagi ialah kesejahteraan dan batas kemampuan dari tersalah. Pidana yang dapat dijatuhkan jika tidak terdapat semua syarat-syarat peniadaan (pertanggungjawaban pidana) seperti tersebut keadaan yang keempat pada pasal 12. Jika semua kondisi-kondisi yang dipersyaratkan dalam keadaan nomor 4 pasal 12 Kitab Undang-undang ini untuk meniadakan

Teijemahan tidak resmi.

167

RPC

pertanggungjawaban pidana tidak terdapat, maka pidana penjara berat dalam periode maksimalnya sampai pidana penjara perbaikan dalam periode minimalnya dapat dijatuhkan terhadap tersalah apabila dia telah dinyatakan bersalah melakukan suatu kejahatan berat, dan penahanan berat dalam periode minimalnya dan periode pertengahannya apabila dia te-% lah melakukan suatu kejahatan yang kurang berat. Pasal 68. Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang berumur di bawah delapan belas tahun. Jika tersangka adalah seorang remaja berumur di bawah delapan belas tahun dan perkaranya adalah satu di antara yang termasuk dalam ketentuan-ketentuan dari paragrap berikut ini sampai dengan paragrap terakhir pada pasal 80 Kitab Un- dang-undang ini, peraturan-peraturan sebagai berikut harus diperhatikan:
1.

Terhadap seseorang yang berumur di bawah lima belas di atas sembilan tahun, yang kepadanya

tahun tetapi

pertanggungjawaban tidak dapat ditiadakan oleh karena alasan bahwa pengadilan telah menyatakan bahwa dia telah bertindak dengan kesadaran akal, maka pidana apapun dapat dijatuhkan, tetapi selalu sekurang-kurangnya dua tingkat lebih rendah gradasinya dari pada yang ditentukan oleh Undang-undang untuk tindak pidana yang dilakukan.

Teijemahan tidak resmi.

168

RPC
2.

Terhadap seseorang yang berumur di atas lima belas

tahun dan di bawah delapan belas tahun, maka pidana setingkat di bawah yang ditentukan oleh Undang-undang dapat dijatuhkan namun dalam jangka waktu yang wajar. Pasal 69. Pidana yang harus dijatuhkan jika tindak pidana yang dilakukan itu tidak dapat dimaafkan seluruhnya. Suatu pidana yang gradasinya satu atau dua tingkat lebih rendah dari yang ditentukan oleh Undang-undang dapat dijatuhkan, apabila tindakan jahat tersebut m'Iuiulinya tidak dapat dimaafkan karena tidak adanya beberapa persyaratan yang illpoilukan untuk pembenaran tindakan itu atau untuk peniadaan pertanggungjawaban pidana dalam sejumlah perkara pada pasal 11 dan 12, asalkan sejumlah bo- 1 syarat-syarat tersebut terdapat. Pengadilan dapat menjatuhkan pidana dalam Jangka waktu yang dipandang lebih layak, sepadan dengan banyaknya dan sifat iliul pada syarat-syarat peniadaan yang terdapat maupun yang tidak terdapat.

Pasal 70. Hukuman-hukuman yang dijalani secara berurutan.


169

Teijemahan tidak resmi.

RPC

Jika tersalah harus menjalani dua atau lebih pidana, dia dapat menjalaninya itocara serentak apabila sifat pidana-pidana tersebut mengijinkan; diperhatikan: Dalam penjatuhan pidana-pidana itu, aturan mengenai beratnya secara ber- pudanan harus diikuti sehingga dengan demikian hal-hal tersebut sedapat mungkin dilaksanakan berurutan atau berdekatan, apabila ada pemaafan diberikan terhadap pidana atau pidana-pidana yang pertama-tama dikenakan, ataupun hal itu sedang dijalani. Untuk maksud penerapan ketentuan-ketentuan pada paragrap yang baru lalu urut-urutan beratnya pidana-pidana, harus ditentukan sesuai dengan skala berikut ini:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

jika

tidak,

ketentuan-ketentuan

berikut

harus

Pidana mati. Pidana penjara mandiri seumur hidup. Pidana penjara mandiri sementara. Pidana penjara berat. Pidana penjara perbaikan. Penahanan berat. Penahanan ringan. Penahanan kota. Pencabutan hak mutlak seumur hidup. Pencabutan hak mutlak sementara. Skorsing dari pegawai pemerintah, hak untuk memilih dan
170

Teijemahan tidak resmi.

RPC

dipilih, hak untuk suatu pekeijaan atau pencaharian, dan


12.

Tegoran. Tanpa bertentangan dengan ketentuan-ketentuan pada pasal

tersebut di atas,

Teijemahan tidak resmi.

171

RPC

maka periode maksimum hukuman tertuduh tidak dapat melebihi tiga kali jangka waktu pidana yang terberat yang bersangkutan, yang dijatuhkan terhadapnya. Tidak ada pidana lain yang mungkin dipertanggungjawabkan padanya dapat dikenakan, melebihi jumlah keseluruhan pidana-pidana yang dijatuhkan sesuai dengan jumlah periode maksimum yang sama. Periode maksimal tersebut bagi setiap perkara tidak dapat melebihi empat puluh tahun. Dalam penerapan ketentuan-ketentuan pasal mi, periode pidana seumur hidup harus diperhitungkan menjadi tiga puluh tahun. Pasal 71. Skala gradasi. Di dalam suatu perkara di mana Undang-undang menentukan suatu pidana yang gradasinya lebih rendah atau lebih tinggi setingkat atau lebih dari pada pidana lainnya yang ditetapkan, maka ketentuanketentuan yang ditentukan pada pasal 61 harus diperhatikan dalam rangka penggradasian pidana tersebut. Pidana terendah atau tertinggi harus diambil dari skala gradasi, yang sepadan dengan pidana yang ditetapkan. Pengadilan, dalam rangka penerapan pidana terendah atau
Terjemahan tidak resmi.

RPC

tertinggi, harus memperhatikan skala gradasi sebagai berikut: SKALA N0.1.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 .
L

Pidana mati, Pidana penjara mandiri Pidana penjara mandiri seumur hidup, berat, Pidana penjara sementara, Pidana penjara perbaikan, Pidana penahanan berat, Penahanan kota, Penahanan ringan, Tegoran, Denda.

Terjemahan tidak resmi.

RPC

SKALA N0. 2. I / 1 Pencabutan Pencabutan hak mutlak seumur hidup, hak mutlak sementara,

Skorsing dari pegawai pemerintah,hak memilih dan dipilih, dan

hak mela kukan suatu profesi atau suatu pencaharian, >1 Tcgoran, V Denda. Pasal 72. pembayaran uang dalam rangka pertanggungjawaban perdata. Pertanggungjawaban perdata bagi seseorang yang terbukti bersalah untuk dua ulnu lebih kejahatan, harus dilunasi dengan mengikuti jadwal hari yang tertera daimu putusan yang diberikan padanya, dimulai secara berurutan dari saat pertama kll. Seksi Tiga.. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM UNTUK DUA SEKSI TERDAHULU.

Terjemahan tidak resmi.

169

Pasal 73. Praanggapan sehubungan dengan penjatuhan pidana-pidana pelengkap. Apabila pengadilan-pengadilan harus menjatuhkan pidana

berdasarkan keten- luun Undang-undang disertai dengan pidana lainnya, maka sesuai dengan ketentu- iin-ketentuan pada pasal 40, 41,42,43,44 dan 45 dalam Kitab Undang-undang ini, liurus diartikan bahwa pidana tambahan tersebut harus dijatuhkan juga terhadap tersalah. Pasal 74 Pidana yang lebih tinggi dari pada penjara mandiri seumur hidup bagi perkara-perkara tertentu. Di dalam perkara-perkara di mana Undang-undang menentukan suatu pidana yang lebih tinggi dari pada pidana yang lainnya, tanpa secara khusus menjelaskan perwujudan pidana yang terlebih dahulu, jika pidana yang dimaksud itu pidana mati, maka pidana yang sama itu ditambah dengan pidana tambahan tersebut pasal 40 dapat dipandang sebagai pidana yang setingkat di atasnya. Pasal 75 Penambahan atau pengurangan pidana denda dengan gradasi setingkat

Teijemahan tidak resmi.

170

atau lebih. Apabila dipandang perlu untuk meningkatkan atau mengurangi pidana denda dengan gradasi setingkat atau lebih, hal demikian dapat ditambahkan atau dikurangi secara berurutan untuk setiap gradasi dengan seperempatnya dari jumlah maksimum yang ditentukan oleh Undang-undang, namun tanpa merubah batas minimumnya.

Ketentuan yang sama harus diperhatikan yang sehubungan dengan denda yang tidak ditentukan jumlahnya secara tepat, namun telah dibuat secara per bagian.

Pasal 76. Periode yang sah dari pidana yang dapat dipisah-pisahkan. Periode yang sah dari lamanya pidana yang dapat dipisahpisahkan dapat ditetapkan dalam tiga periode, yaitu periode minimum, periode pertengahan dan periode maksimum dengan cara seperti yang ditunjukkan dalam daftar berikut:

Teijemahan tidak resmi.

171

Teijemahan tidak resmi.

DAFTAR YANG MENUNJUKKAN JANGKA WAKTU

PIDANArtDANA YANG DAPAT DIBAGI-BAGI DAN yang Periode dalam termasuk yang dalam

Pidana-pidana

PERIODE YANG TERMASUK PADA MASINGyang Periode yang Periode Periode MASING PIDANA dalam termasuk dalam termasuk termasuk

Penjara

mandiri pidana dari 17 12 periode Dimulaiuntuk darikeseDimulai dari 12 periode Dimulai dari 14 periode Dimulai maksimumluruhannya. sementara. tahun dan 1 hari minimumnya. tahun dan 1 hari pertengahannya. tahun dan 8 bulan nya. tahun dan 4 bulan

Penjara

pencabutan

| sampai 1 hari tahun 6 sampai 8 dan tahun berat, sampai dari 6 sampai dari 17 10 Dimulai20 tahun. Dimulai 14dari Dimulai dengan Dimulai tahun. bulan. 8 bulan. hak tahun dan 1 hari dan sampai hari dan 1 hari tahun tahun tahun 4dan 1 hari dengan dan 1 20

dan sampai tahun. 4 tahun, 2 mutlak dari 6 sampai dari 6 sampai dari 2 12 Penjara perbaikan, Dimulai12 tahun. Dimulai8 tahun. Dimulai10 tahun. Dimulai hak bulan dan 1 hari bulan dan 1 hari tahun 4 bulan dan 1 bulan dan 1 hari pencabutan dan pemecatan f sementara. tertentu dan tahun. sampai penahanan 2 hari bulan sampai dari 1 sampai berat. sampai sampai 2 4 tahun bulan dan Penahanan kota. Dimulai6 tahun. Dimulai21tahun Dimulai Dimulai64 bulan. dan hari sampai 4 1 hari sampai 6 1 bulan. bulan dan 1 hari 4 bulan. dan 1 1 Dimulai dari sampai 10 hari. 1 bulan. Dimulai 11 sampai bulan. Dimulai 20hari. dari sampai 30 hari. 21

172

dari Penahanan ringan. sampai Dimulai6 bulan. sampai 30 hari.

Teijemahan tidak resmi.

173

Pasal 77. Jika pidana merupakan pidana penggabungan dari suatu kumpulan yang terdiri dari tiga pidana-pidana tertentu. Dalam perkara-perkara di mana Undang-undang menentukan satu pidana yang terdiri dari tiga pidana-pidana tertentu, maka masing-masing darinya akan mewujudkan periode tertentu; yang teringan dari padanya adalah merupakan minimumnya, berikutnya adalah periode pertengahannya, dan yang paiing berat adalah periode maksimumnya. Jika pidana yang ditentukan mempunyai salah satu bentuk yang secara khusus ditentukan pada Kitab Undang-undang ini, maka jangka waktu dapat dibagi- bagikan, yang penerapannya secara analogi terhadap aturan-aturan yang ditentukan. Bagian Lima PELAKSANAAN DAN MENJALANKAN PIDANA Seksi Satu KETENTUAN-KETENTUAN UMUM. Pasal 78 Kapan dan bagaimana suatu pidana harus dilaksanakan.

Teijemahan tidak resmi.

174

Tiada satu pidana dapat dilaksanakan tanpa kekuatan putusan akhir pengadilan. Suatu pidana tidak dapat dijatuhkan dengan lain bentuk dari pada yang ditentukan oleh Undang-undang, juga tidak dengan keadaan dan perbuatan lain selain dari pada yang dinyatakan secara tegas di dalamnya. Sebagai penambahan pada ketentuan-ketentuan Undangundang, ketentuan khusus ditetapkan untuk pengelolaan lembaga pemasyarakatan di mana pidana- pidana dilaksanakan harus memperhatikan hal yang berhubungan dengan sifat dari pekerjaan yang harus dilakukan, waktu di mana hal itu dilakukan dan peristiwa lain yang berkaitan dengan itu, hubungan para tersalah sesamanya ataupun dengan orang lain, keringanan yang mungkin mereka terima serta makanan mereka. Dalam peraturan ini harus ada ketentuan-ketentuan untuk

memisahkan jenls kelamin di dalam lembaga yang berlainan, atau setidak-tidaknya dalam dua bagiIIII

yang berlainan, serta juga mengenai perbaikan

dan reformasi bagi para terpidana.

Pasal 79. IVnundaan pelaksanaan dan perjalanan pidana dalam hal terganggu
Teijemahan tidak resmi. 175

RPC

oleh penyakit. Jika seorang tertuduh menjadi terganggu jiwanya oleh penyakit atau menjadi dungu setelah putusan penghukumannya dinyatakan, pelaksanaan hukuman termaksud dapat ditunda hanya dalam hal yang berhubungan dengan pidananya seca- ia pribadi, maka ketentuan-ketentuan pada paragraf kedua dalam keadaan pada ayat 1 pasal 12 harus diperhatikan dalam perkara-perkara yang sehubungan. Jika pada setiap saat tersalah memperoleh kembali kesadarannya maka hukumannya harus dilaksanakan, kecuali pidana tersebut tidak selaras dengan yang telah ditentukan dalam Kitab Undang-undang ini. Ketentuan-ketentuan dalam seksi ini secara tersendiri harus juga diperhatikan apabila terganggu kesehatannya atau kedunguan itu terjadi pada waktu si terpidana sedang menjalani hukumannya. Pasal 80. Penundaan penghukuman bagi penjahat di bawah umur. Jika seseorang remaja, apapun jenis kelaminnya, yang berumur di bawah 16 tahun pada saat pelaksanaan kejahatan berat ataupun kejahatan ringan dan ia dituduh karenanya, pengadilan setelah mendengar bukti dalam proses pengadilan yang layak, sebagai

Teijemahan tidak resmi.

176

RPC

pengganti penjatuhan putusan hukuman terhadap terpidana, dapat menunda seluruh proses peradilan dan dapat menyerahkan anak remaja tersebut kepada perwalian atau perawatan yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh pribadi, yayasan sosial atau yayasan budi pekerti, yang ditetapkan oleh Undang-undang untuk merawat, memperbaiki dan mendidik anak-anak yatim, anak- anak tanpa rumah, anak cacat dan anak-anak nakal, ataupun kepada perwalian dan perawatan (yang diselenggarakan) oleh orang yang bertanggung jawab pada suatu tempat yang berada di bawah pengawasan dan supervisi oleh Pimpinan Kemente- rian Sosial ataupun petugasnya atau perwakilannya, jika hal itu ada, atau jika tidak oleh penilik sekolah dari sekolahan negeri ataupun perwakilannya, sebagai pokok dalam persyaratan tersebut sebagaimana ditentukan di sini sampai si remaja tersebut telah mencapai masa usia yang matang atau kurang dari masa itu yang dipandang layak oleh Pengadilan. Pengadilan, dalam melaksanakan ketentuan di atas terhadap remaja tersebut, harus mempertimbangkan agama dari remaja itu, orang tuanya atau famili dekatnya, demi menghindari

pelaksanaannya dalam suatu lembaga (sosial) pribadi yang tidak berada di bawah pengawasan dan supervisi dari pada sekte agama atau aliran agama yang dianutnya. Pimpinan Kementerian Sosial ataupun petugas-petugas

perwakilannya atau pelaksana-pelaksana, penilik sekolah negeri,


Teijemahan tidak resmi. 177

RPC

ataupun orang-orang di mana perwalian dan perawatan terhadap si anak remaja dilaksanakan, harus menyeralikan kepada pengadilan setiap 4 bulan dan sesering kali yang diperlukan dalam hal-hal yang khusus, sesuatu laporan tertulis tentang kelakuan baik ataupun buruk dari si anak remaja serta moral dan kemajuan intelektual yang diperolehnya. Penundaan proses peradilan terhadapnya dapat diperpanjang maupun diperpendek oleh pengadilan atas saran dari pimpinan kementerian sosial atau oleh petugas-petugas perwakilannya, atau oleh penilik sekolah negeri atau perwakilannya, selaras dengan apakah kelakuan si anak remaja itu sudah baik atau tidak dan apakah ia telah menempati syarat-syarat yang dijatuhkan padanya, atau tidak. Ketentuan-ketentuan pada paragraf pertama dari pasal ini bagaimanapun juga tidak dapat dipengaruhi, oleh hal-hal yang terkandung pada ayat ini. Jika si anak remaja telah diserahkan pada perwalian atau perawatan dari sesuatu lembaga yang disebutkan pada paragraf pertama pada pasal ini, dengan persetujuan Pimpinan Kementerian Sosial dan memenuhi persyaratan yang dipandang oleh pejabat ini selaras dengan Undang-undang dan dipandang layak untuk dijatuhkan, maka si anak remaja itu dapat diperbolehkan untuk tinggal di manapun di bawah perawatan seorang yang bertanggungjawab.

Teijemahan tidak resmi.

178

RPC

Jika si anak remaja tersebut telah berkelakuan layak dan telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang dikenakan padanya selama pengurungannya, maka selaras dengan ketentuan pada pasal ini, dia dikembalikan ke Pengadilan supaya pengadilan memerintahkan pembebasannya. Dalam hal si anak remaja gagal bertindak layak atau gagal memenuhi per- aturan-peraturan dari lembaga di mana dia telah diserahkan ataupun persyaratan- persyaratan yang dikenakan padanya jika ia diserahkan pada perawatan orang yang bertanggung jawab, atau dalam kasus di mana dia ditemukan tidak dapat diperbaiki atau kelanjutannya untuk tetap tinggal pada lembaga tidak dapat disarankan 11 tlui harus dikembalikan ke pengadilan supaya pengadilan memberikan kepu- selaras dengan tindak pidana yang dilakukannya. Pembiayaan untuk perawatan seseorang anak remaja yang melakukan keja- ItiUii ynng dipingit dalam lembaga di tempat mana dia diserahkan, harus ditanggung ooluruhnya atau sebagian oleh orang tuanya atau keluarganya atau mereka-me- yang mempunyai tanggung jawab untuk membiayainya, jika mereka dapat me- Ukiikun hal itu, dengan kebijaksanaan dari pengadilan: Apabila dalam kasus ini tuanya atau keluarganya atau orang-orang yang dapat membiayainya tidak

Teijemahan tidak resmi.

179

RPC

in tahkan untuk membayar biaya-biaya tersebut, maka walikota di mana kekinian itu dilakukan harus membayar sepertiga biayabiaya tersebut; provinsi di kota tersebut termasuk harus membayar sepertiga; dan sisanya sepertiga ha- iiii dibayar oleh Pemerintah Pusat: Hi'inikian pula apabila Menteri Keuangan menyatakan bahwa walikota tidak mampu membayar bagiannya dan biaya-biaya termaksud, maka bagian yang tidak ter- oleh walikota akan menjadi tanggungan Pemerintah Pusat. Kota administra- H|> harus membayar dua pertiga dari biaya tersebut, dan dalam hal kota adminis- lulip tidak dapat membayar biaya tersebut, bagian pemasukan keuangan pada knlu bersangkutan harus membereskan hutang-hutang tersebut berdasarkan seksi Hina ratus delapan puluh delapan dari Kitab Undang-undang Hukum Administratif Seksi Dua PELAKSANAAN PIDANA MATI Pasal 81 Kapan dan bagaimana pidana mati harus dilaksanakan. Pidana mati harus dilaksanakan dengan mengutamakannya dari yang lain dan linius menghabisi nyawa seseorang yang dipidana itu sampai mati dengan kursi lis- titk. Pidana mati dilaksanakan di bawah kekuasaan Pimpinan rumah Penjara, di- imaliakan sedapatnya

Teijemahan tidak resmi.

180

RPC

untuk mengurangi penderitaan dari terpidana selama peng- kursilistrikan. Seperti juga selama proses yang mendahului pelaksanaan itu. Jika terpidana menghendaki, dia dapat dibius pada saat di kursi listrik. Pasal 82. Pemberitahuan dan pelaksanaan hukuman dan asistensi bagi tersalah.

Teijemahan tidak resmi.

181

RPC

Pengadilan harus menentukan hari kerja untuk pelaksanaannya tetapi tidak menunjukkan jamnya; dan penentuan hari itu tidak boleh disampaikan kepada terpidana sebelum matahari terbit pada hari yang ditentukan itu, dan pelaksanaan tidak boleh dilakukan sebelum melewati waktu yang setidak-tidaknya delapan jam sesudah pemberitahuan itu, tetapi sebelum matahari terbenam. Selama masa antara pemberitahuan dan pelaksanaan, terpidana sejauh mungkin diberikan asistensi sebagaimana dimintakannya untuk supaya pada saat terakhirnya dihadiri oleh pendeta atau imam dari agama yang dianutnya dan menghubungi pengacara, untuk membuat warisan dan berunding dengan anggota keluarganya atau dengan orang yang ditugaskan dari perusahaannya, mengenai pengadministrasian harta kekayaannya, ataupun untuk perawatan keturunannya. Pasal 83. Penundaan pelaksanaan pidana mati. Pidana mati tidak boleh dilakukan terhadap seorang wanita selama tiga tahun berikutnya sejak penghukumannya ataupun pada waktu ia hamil, juga tidak dapat dilakukan terhadap orang yang berumur lebih dari tujuh puluh tahun. Dalam kasus tersebut terakhir, pidana mati dapat digantikan dengan pidana penjara mandiri seumur hidup dengan penambahan pidana yang ditentukan dalam pasal 40.

182

Teijemahan tidak resmi.

Pasal 84. Tempat pelaksanaan dan orang-orang yang dapat menyaksikannya. Pelaksanaan pidana mati dapat mengambil tempat di rumah penjara di Bilibid di dalam suatu ruangan yang tertutup dari pandangan umum, dan hanya dapat disaksikan oleh pendeta yang mendampingi terpidana dan pengacaranya serta keluarganya, tidak melebihi enam orang, jika dia memintanya, oleh seorang dokter dan orang-orang yang perlu untuk pengembangan hukum pidana dan oleh orang-orang sedemikian yang diijinkan oleh Pimpinan Penjara. Pasal 85. Ketentuan-ketentuan yang sehubungan dengan jenazah dari

terpidana dan penguburannya. Jika tidak diminta oleh keluarganya, jenazah dari terpidana harus diserahImiii Kepada lembaga yaiig mempelajari atau penelitian ilmiah yang porliima lani.i liminintanya, seusai proses hukum yang merupakan bagian dari eksekusi, unluk iniikMid pelajaran dan penelitian, dengan syarat bahwa lembaga itu bertanggung ju wuli untuk menguburkan secara layak jenazah. Jika tidak Pimpinan rumah pcnjaia lintiiN memerintahkan untuk mengubur mayat dari terpidana
Teijemahan tidak resmi. 183

dengan biaya pemerintah, dengan mendapatkan ijin dari anggota keluarga si terpidana ataupun dari kawan kawannya. Tidak diperkenankan penguburan jenazah orang yang dihukum mati dengan upacara besar-besaran.

Pasal 86. I'mijura mandiri seumur hidup, penjara mandiri sementara, penjara berat, penjara |ici baikan dan penahanan berat. Pidana-pidana seperti penjara mandiri seumur hidup, penjara mandiri semen- Ura, penjara berat, penjara perbaikan, dan penahanan berat, dapat dilaksanakan dan dijalankan di tempat-tempat dan tempat pemidanaan yang ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Administratip yang berlaku ataupun dalam peraturanperaturan Hukum yang akan diatur. Pasal 87. Penahanan Kota. Tiap orang yang dihukum penahanan kota tidak dapat diijinkan untuk memasuki tempat atau wilayah yang ditentukan dalam penghukumannya tersebut, |uga tidak boleh ke dalam radius yang ditentukan secara khusus, yaitu tidak melebihi 250 kilometer dan tidak kurang dari 25 kilometer dari tempat yang ditentukan.
Teijemahan tidak resmi. 184

Pasal 88. Penahanan berat. Pidana Penahanan Berat dapat dijalani di dalam rumah penjara di kota, atau dalam rumah tersangka itu sendiri di bawah pengawasan penegak hukum, apabila pengadilan menentukan demikian itu dalam putusannya, karena pertimbangan kesehatan tersangka dan alasanalasan lain yang memenuhi persyaratan untuk hal tersebut. BAB EMPAT PENGHAPUSAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA. Bagian Satu Pasal 89. Penghapusan seluruh pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana dihapuskan seluruhnya:
1.

Dengan matinya tersalah dalam hal pidana-pidana badaniah; sedangkan dalam pidana-pidana tentang pembayaran, hapusnya pertanggungjawaban untuk itu hanya jika kematian dari si pelanggar terjadi sebelum putusan akhir dijatuhkan;

2.

Dengan selesainya pelaksanaan hukuman;


185

Teijemahan tidak resmi.

3.

Dengan pemberian amnesti seluruhnya dan semua akibatakibatnya;

4. 5. 6. 7.

Dengan pemaafan seluruhnya; Dengan kadaluarsanya tindak pidana itu; Dengan kadaluarsanya pidana itu, Dengan nikahnya wanita yang diserang itu, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 344 pada Kitab Undang-undang ini.

Pasal 90. Kadaluarsaan tindak pidana. Tindak pidana-tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara, kadaluarsaan setelah duapuluh tahun. Tindak pidana-tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lainnya, kadaluarsa setelah lima belas tahun. Yang diancam dengan pidana perbaikan, kadaluarsa setelah sepuluh tahun, dengan pengecualian yang diancam dengan penahanan berat yang akan kadaluarsa setelah lima tahun. 'Undak pidana penghinaan di muka umum atau kejahatankejahatan lainnya lniiliihiiiisu setelah satu tahun. Kojuhatan penghinaan lisan dan penghinaan dengan gerakan
Teijemahan tidak resmi. 186

RPC

kadaluarsa se- lulrtli < bulan.

;* ilila pidana yang ditetapkan dalam Undang-undang adalah

merupakan ga- 111, maka pidana yang tertinggi yang dijadikan dasar penerapan ketentuan- kelnnluan yang tercantum pada ayat pertama, kedua dan ketiga dari pasal ini (se- liitliiilnuiiu! diamandir dalam R.A. 4661, yang disetujui pada tanggal 196 1961).

Pasal 91. Penghitungan kadaluarsaan dari tindakan-tindakan. Masa kadaluarsa dihitung mulai dari hari diketahuinya tindak pidana itu iilrli hhak yang dirugikan, penguasa atau petugaspetugasnya, dan ditunda dengan ilinil.ikannya pemeriksaan

pengaduan atau keterangan, dan penghitungan dimulai Ulti apabila masa pemeriksaan sedemikian itu telah habis tanpa menghasilkan pem- liukllun atau penuduhan pada tersangka, atau dengan sewenang-wenang dihentikan katona sesuatu alasan yang tidak dapat diperhitungkan kepadanya. Masa kadaluarsa tidak hapus apabila si penyerang tidak berada di kepulauan lliillppina.

Pasal 92.
Terjemahan tidak resmi. Kapan dan cara kadaluarsanya pidana.

RPC

Pidana-pidana yang dijatuhkan dalam hukuman yang sudah mempunyai ke- kmitan tetap, hapus sebagai berikut:
1.

Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, setelah dua puluh

tahun; l Pidana-pidana penjara lainnya, setelah lima belas tahun; .1.Pidana-pidana perbaikan, setelah sepuluh tahun; dengan

pengecualian pidana penjara berat, yang kadaluarsa setelah lima tahun;


4.

Pidana-pidana ringan, setelah s:

Terjemahan tidak resmi.

Penghitungan dari kadaluarsanya pidana-pidana. Masa kadaluarsa pidana-pidana dihitung mulai dari hari apabila terpidana melarikan diri dari penjalanan hukumannya, dan ditunda apabila tertuduh menyerahkan diri, tertangkap, pergi ke negeri asing yang tidak ada hubungan perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah ini, atau melakukan tindak pidana lain sebelum lewat masa daluarsa. Bagian Dua PENGHAPUSAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA. Pasal 94 Penghapusan sebahagian pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana dihapuskan sebahagian:
1. 2. 3.

SEBAHAGIAN

Karena pemaafan bersyarat; Karena pengurangan hukuman; dan Untuk tingkah-laku yang baik yang dapat diperoleh terpidana ketika ia menjalani hukumannya, untuk mana ia dapat memperoleh kelonggaran.

Pasal 95. Kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang menerima pemaafan bersyarat.
180 Terjemahan tidak resmi.

Seseorang yang menerima pemaafan bersyarat harus secara tepat


RPC.

memenuhi kewajiban beserta syarat-syarat yang dicantumkan di dalamnya, yang apabila tidak, pengingkarannya terhadap sesuatu syarat-syarat tertentu dapat meniadakan pemaafan itu dan ketentuanketentuan tersebut pada Pasal 159 diterapkan kepadanya. Pasal 96. Akibat dari pengurangan hukuman. I'ongurangan sebahagian dari hukuman orisinil dengan yang lain yang lama- silatnya menjadi berubah, berakibat sahnya penggantian dari yang dise- litilknn li'iakliir di tempat yang duluan disebutkan. Pasal 97. Peringanan karena tingkah laku yang baik. Kelakuan yang ba;k dari seorang terpidana penjara di dalam suatu rumah |itiii|<uu berhak mendapat peringanan masa hukuman sebagai berikut: Selama dua tahun pertama pemenjaraannya, dia mendapat peringanan se- selama lima hari dalam setiap bulan jika kelakuannya baik; Selama tahun ketiga sampai tahun kelima yang termasuk pemenjaraannya,
Teijemahan tidak resmi.

dia mendapat peringanan delapan hari dalam tiap bulan jika 181

RPC.

kelakuannya baik; |, Selama tahun-tahunberikutnya sampai tahun kesepuluh yang

termasuk pemenjaraannya, diamendapat peringanan sepuluh hari dalam setiap bulan jika kelakuannya baik; Selama tahun kesebelas dan berikutnya berturut-turut dari pemenjaraannya, dia mendapat peringanan lima belas hari setiap bulan jika kelakuannya baik. Pasal 98. Peringanan khusus karena kepatuhan. Pengurangan dengan seperlima dari masa hukumannya diberikan kepada se- corang terpenjara yang sedang melarikan diri dari penjalanan hukumannya dalam keadaan-keadaan yang dimaksudkan dalam Pasal 58 Kitab Undang-undang ini, lelah menyerahkan diri kepada penguasa 48 jam mematuhi anjuran dari pengumuman yang menyatakan telah berlalunya bencana atau keonaran yang disebutkan dalam pasal termaksud.

Pasal 99.
Teijemahan tidak resmi. 182

RPC.

Siapa-siapa yang mendapatkan peringanan. Sepanjang dibenarkan menurut perundangan, Direktur

pemenjaraan dapat memberikan peringanan karena kelakuan baik. Sekali peringanan seperti itu telah diberikan maka tidak dapat ditarik kembali. BAB LIMA PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA Bagian Satu PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA UNTUK KEJAHATAN Pasal 100. Pertanggungjawaban dari seseorang yang bersalah melakukan kejahatan. Setiap orang yang dipertanggungjawabkan pidana untuk sesuatu kejahatan juga dipertanggungjawabkan perdata. Pasal 101. Ketentuan-ketentuan mengenai pertanggungjawaban perdata dalam kasus-kasus tertentu. Peniadaan pertanggungjawaban pidana yang dicantumkan dalam ayat 1,
2,

3, 5, dan 6 dari Pasal 12 dan dalam ayat 4 dari Pasal 11 Kitab

Undang-undang ini tidak mencakup peniadaan pertanggungjawaban


Teijemahan tidak resmi. 183

RPC.

perdata, hal mana dapat digugat berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut: Pertama. Dalam kasus-kasus tersebut ayat 1, 2 dan 3 dari Pasal 12, pertanggungjawaban perdata untuk tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh seseorang yang gagu (imbecile) atau gila, dan oleh seseorang yang berumur di bawah 9 tahun, atau oleh seseorang di atas 9 tahun akan tetapi di bawah 15 tahun, yang telah melakukannya belum berakal, dibebankan kepada mereka yang secara sah menguasai atau mengawasi orang-orang tersebut, kecuali jika temyata tidak terdapat kesalahan atau kelalaian di fihak mereka. Apabila tiada seseorang yang menguasai, secara sah mewakili atau mengawasi orang gila, gagu atau remaja seperti itu, ataupun seseorang itu tidak mempunyai

Teijemahan tidak resmi.

184

RPC

| Hinuipuun membayar, maka orang gila, gagu atau remaja tersebut akan dlportang- gini|(|uwnbkaii dengan harta benda mereka sendiri dengan mengecualikan harta-ben- tli dibebaskan dari pelaksanaan hukuman sesuai dengan hukum perdata. Milini. Dalam kasus-kasus tersebut ayat 4 dari pasal 11, orang-orang yang bcr- uitlutiK terhindar dari kecelakaan itu bertanggungjawab perdata seimbang dengan liiHMituiigan yang telah mereka peroleh. Pengadilan menentukan dengan keyakinan yang kuat, bagian yang berimbang untuk dipertanggungjawabkan oleh masing-masing. Apabila bagian-bagian yang bersangkutan tidak dapat ditentukan secara layak *Uu didekatkan, ataupun apabila pertanggungjawaban itu juga menyangkut Peme- ilnuli atau sebagian besar masyarakat kota, dan dalam semua hal apabila kerusakan knusakan itu dengan persetujuan dari penguasa atau pejabat-pejabat maka ganti ukan ditentukan dengan cara-cara yang ditentukan dalam Undang-undang atau 1 i.ituran khusus. Krii^i. Dalam kasus tersebut ayat 5 dan 6 Pasal 12, orang-orang yang menggu- lukiui kekerasan atau mengakibatkan ketakutan adalah yang terutama dipertanggungjawabkan, dan yang kedua, atau jika tiada orang seperti itu, adalah mereka yuii|.', melakukan perbuatan itu yang dipertanggungjawabkan dengan selalu harus nicMnccualikan bagian
Terjemahan tidak resmi. 185

RPC

dari harta bendanya yang harus dibebaskan dari pelaksanaan hukuman terhadap yang tersebut terakhir.

Pasal 102. l'i'Hanggungjawaban perdata pengganti dari pengusaha pemondokan, pengusaha penginapan dan pemilik-pemilik dari bangunan-bangunan. Dalam hal ketidakmampuan (membayar) dari orang-orang yang dipertang- Kuugjawabkan pidana, maka pengusaha-pengusaha pemondokan, pengusaha-peng- uimha penginapan dan orang-orang lain atau koperasi-koperasi dapat dipertanggungjawabkan perdata untuk tindak pidana yang terjadi di bangunan-bangunan mereka dan dalam kasus-kasus itu suatu pelanggaran terhadap peraturan kota/dai4 ah atau suatu peraturan umum atau khusus dari kepolisian telah dilakukan oleh mereka atau pegawai mereka. Pengusaha pemondokan juga mempunyai pertanggungjawaban pengganti untuk ganti-rugi barang-barang yang diambil oleh penyamun atau pencuri dari dalam rumah mereka milik tamu-tamu yang menginap di situ, atau membayar nilai dari barang-barang tersebut, dengan syarat bahwa tamu-tamu tersebut terlebih dahulu telah memberitahukan kepada pengusaha pemondokan itu sendiri atau kepada orang yang mewakilinya tentang penyimpanan barangbarang tersebut di dalam pemondokan itu; dan selanjutnya telah
Teijemahan tidak resmi. 186

RPC

menuruti

petunjuk-petunjuk

yang

diberikan

oleh

pengusaha

pemondokan yang bersangkutan atau yang mewakilinya dengan maksud untuk pengawasan dan penjagaan barang-barang tersebut. Tiada pertanggungjawaban dibebankan dalam kasus penyamunan dengan kekerasan atau pengancaman terhadap orang-orang terkecuali jika dilakukan oleh petugas- petugas dari pengusaha pemondokan. Pasal 103. Pertanggungjawaban pengganti dari orang-orang lain. Pertanggungjawaban pengganti yang dicantumkan pada pasal tersebut di atas juga dibebankan kepada pengusaha-pengusaha, guruguru, orang-orang dan koperasi- koperasi yang bertugas dalam suatu jenis industri, terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh pelayan-pelayan, murid-murid, pekeija-pekerja, pengikut-pengikut (ajaran), atau pegawai-pegawai mereka dalam pelaksanaan tugastugas mereka. Bagian Dua HAL-HAL YANG TERMASUK PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA. Pasal 104 Apa saja yang termasuk pertanggungjawaban perdata.
Teijemahan tidak resmi. 187

RPC

Pertanggungjawaban perdata yang dicantumkan dalam pasalpasal 100, 101, 102 dan 103 pada Kitab Undang-undang ini meliputi:
1. 2. 3.

Pemulihan, Perbaikan kerusakan yang diakibatkan, Ganti rugi untuk kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan.

Pasal 105 Pemulihan - Caranya Pemulihan benda itu sendiri hams dilakukan sejauh mungkin, dengan pembiayaan untuk memperkecil kemerosotan atau

penyusutan nilai sebagaimana ditcntn k n 11 oleh Pengadilan. Benda itu sendiri harus dipugar kendati ia berada dalam pemilikan fihak ke- 11 yang menerimanya dengan cara-cara yang sah, melakukan suatu tindakan penyelamatan untuk kepentingan fihak ketiga itu yang mungkin bertanggung- |nw;ib kepadanya, kepada seseorang pemilik yang tepat. Syarat ini tidak dapat diterapkan dalam kasus di mana benda itu telah diterima oleh fihak ketiga dengan cara dan keharusan yang ditentukan dalam Undang- umlang, yang menghalangi suatu tindakan untuk pengembaliannya. Pasal 106 Perbaikan caranya. Sedapat mungkin Pengadilan menentukan nilai-harga kerusakan,
188

Teijemahan tidak resmi.

RPC

mempertimbangkan harga dari benda itu, dan nilai sentimental khusus benda itu bagi pihak yang dirugikan, dan atas dasar inilah perbaikan dilakukan.

Pasal 107. Ganti-rugi Hal-hal yang tercakup. Ganti rugi untuk kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan tidak saja hanya mcncakup akibat yang menimpa fihak yang dirugikan, tetapi juga yang diderita oleh keluarganya atau oleh orang ketiga karena tindak pidana itu.

Pasal 108. Kewajiban untuk pemulihan, perbaikan kerusakan-kerusakan, atau ganti ru- ( untuk kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan dan tindakan untuk memaksanya,- Terhadap siapa hal itu dikenakan. Kewajiban untuk melakukan pemulihan atau perbaikan

kerusakan-kerusakan ilan ganti-rugi untuk kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan dapat dialihkan kepada ahli waris dari orang yang dipertanggungjawabkan. Tindakan untuk menggugat pemulihan, perbaikan dan ganti-rugi dan sebagai- nya itu diwariskan kepada ahli waris-ahli waris dari
Teijemahan tidak resmi. 189

RPC

orang yang dirugikan itu.

Pasal 109. Bagian dari tiap-tiap orang yang dipertanggung;?wabkan perdata. Apabila terdapat dua atau lebih orang-orang yang

dipertanggungjawabkan perdata karena suatu kejahatan, pengadilan menentukan nilai-harga yang harus dipertanggungjawabkan oleh masing-masing. Pasal 110. Pertanggungjawaban mandiri atau pengganti dari petindakpetindak, pelaku- pelaku peserta dan pembantu-pembantu dari suatu kejahatan. Pengutamaan pembayaran. Dengan tidak bertentangan dengan syarat-syarat pada pasal di atas, petindak- petindak, pelaku-pelaku peserta dan pembantupembantu, masing-masing dalam golongan yang berurutan,

dipertanggungjawabkan atas jumlah seluruhnya (in so- lidum) masing-masing untuk bagiannya, dan secara subsidier untuk bagian dari orang-orang lain yang dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban subsidier dapat diperintahkan, pertama
Teijemahan tidak resmi. 190

RPC

terhadap harta- benda dari petindak-petindak; selanjutnya terhadap harta-benda pelaku-pelaku peserta, dan akhirnya terhadap hartabenda pembantu-pembantu. Apabila pertanggungjawaban atas jumlah seluruhnya atau subsidier itu telah dilaksanakan, maka orang yang telah melakukan pembayaran itu, berhak melakukan tindakan terhadap yang lainnya mengenai nilai-harga, yang menjadi bagian masing-masing. Pasal 111. Kewajiban melakukan pemulihan dalam kasus-kasus tertentu. Setiap orang yang tidak dapat dibenarkan telah menyertai pelaksanaan dari suatu kejahatan, terikat untuk melakukan pemulihan dengan nilai-harga yang seimbang dengan eksistensi dari penyertaannya itu.

Teijemahan tidak resmi.

191

RPC

Bagian Tiga lHNGHAPUSAN DAN BERLANJUTNYA PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA. Pasal 112. Penghapusan pertanggungjawaban perdata. 1ei targgungjawaban perdata yang tercantum pada pasal-pasal 100, 101, 102 IUII 103 pada Kiub Undang-undang ini dapat dihapuskan dengan cara yang sama kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada Kitab l imlanp,-undang Hukum Perdata.

Pasal 113. Kewajiban memenuhi pertanggungjawaban perdata. Kecuali dalam kasus penghapusan pertanggungjawaban

perdatanya seperti illlctapkan pada pasal di atas, penyerang itu wajib melanjutkan pemenuhan pertanggungjawaban perdata yang

diakibatkan oleh kejahatan yang dilakukannya, tanpa bertentangan dengan kenyataan bahwa ia telah menjalani hukumannya yang terdiri dari perampasan kemerdekaan atau hak-hak lainnya, atau tidak lagi
Teijemahan tidak resmi. 192

RPC

dituntut untuk menjalani hal yang sama karena pemberian amnesti, pemaafan, pengurangan hukuman atau suatu alasan lainnya.

*** 1 10

Teijemahan tidak resmi.

193

CC

THE CRIMINAL CODE OF THE REPUBLIC OF KOREA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA REPUBLIK KOREA. Undang-undang No. 239. Diundangkan pada tanggal 18 September 1953. BUKU I KETENTUAN-KETENTUAN UMUM : BAB I HAT AS BERLAKUNYA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Pasal 1. (Kriminalitas dan keterpidanaan dari suatu tindakan) Kriminalitas dan keterpidanaan dari suatu tindakan harus ditentukan dengan Undang-undang yang mendahului saat pelaksanaan tindakan itu. (.) Jika Undang-undang dirubah setelah pelaksanaan suatu tindak pidana dan karenanya tindakan itu bukan lagi merupakan tindak pidana (berdasarkan Undang-undang baru), ataupun

(I)

keterpidanaannya (berdasarkan Undang-un- dang baru) menjadi lebih ringan dari pada Undang-undang sebelumnya, maka
Terjemahan tidak resmi. 191

CC

Undang-undang baru yang diterapkan. (') Jika suatu Undang-undang dirubah setelah penjatuhan pidana di bawah Undang-undang lama dan telah mempunyai kekuatan tetap, di mana tindakan tersebut bukan lagi merupakan tindak pidana, maka pelaksanaan pidana dapat dikurangi.

Pasal 2. (Tindak pidana di dalam negeri) Kitab Undang-undang ini harus diterapkan kepada warga negara Korea dan orang- orang asing yang melakukan tindak pidana di
' f

wilayah Republik Korea.

l'ci jemahan tidak resmi.

192

CC

Pasal 3. (Tindak pidana di luar negeri oleh orang Korea) Kitab Undang-undang ini harus diterapkan kepada warga negara Korea yang melakukan tindak pidana di luar perbatasan negara Republik Korea. Pasal 4. (Tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang Asing di atas Perahu Korea, dan lain-lain di luar Korea). Kitab Undang-undang ini dapat diterapkan kepada orang-orang asing yang melakukan tindak pidana di atas perahu Korea atau pesawat udara Korea di luar wilayah Republik Korea. Pasal 5. (Tindak pidana di luar negeri oleh orang Asing). Kitab Undang-undang ini dapat diterapkan kepada orang-orang asing yang melakukan salah satu dari tindak pidana berikut ini di luar wilayah Republik Korea:
1. 2. 3.

Tindak pidana tentang pemberontakan. Tindak pidana tentang agresi dari negeri asing. Tindak pidana tentang Bendera Kebangsaan.
193

l'ci jemahan tidak resmi.

CC
4. 5.

Tindak pidana tentang mata-uang. Tindak pidana tentang surat-surat berharga, Perangko dan pajak.
6.

materai Tindak pidana khusus tersebut pasal 225 sampai

dengan pasal 230 tentang dokumen-dokumen.


7.

Tindak pidana khusus tersebut pasal 238 tentang segel

(setempel). Pasal 6 (Tindak pidana di luar negeri terhadap Republik Korea dan Warga Negara Korea). Kitab Undang-undang ini dapat diterapkan terhadap orang-orang asing yang melakukan tindak pidana selain dari yang disebutkan terdahulu terhadap Republik Korea atau terhadap warganegaranya di luar wilayah Republik Korea, kecuali jika tindakan sedemikian berdasarkan Undang-undang yang berlaku di tempat di mana tinituk llu terjadi tidak termasuk suatu tindak pidana, atau penuntutan terhadapnya nlnii pelaksanaan pidananya di tempat itu dihapuskan.

Pasal 7 (Pelaksanaan pidana yang dijatuhkan di luar negeri). liku icituduh telah menjalani pidana yang dijatuhkan padanya di luar
l'ci jemahan tidak resmi. 194

CC

negeri di- kmcniikan suatu tindak pidana, seluruhnya atau sebahagian, pemidanaan baginya II Koieu dapat diperingan atau dihapuskan.

Pasal 8 (Penerapan Ketentuan-ketentuan Umum). ke (outuan-ketentuan umum di dalam Kitab Undang-undang ini juga dapat dite- upkiui untuk tindak pidana yang pemidanaannya dicantumkan dalam Undang- undang lain kecuali hal itu telah diatur oleh Undang-undang bersangkutan. BAB . TINDAK PIDANA SEKSI I. Pelaksanaan Tindak Pidana dan Pengurangan Pidana Pasal 9 (Tindak Pidana oleh Anak di bawah Umur) Nuatu tindakan (tindak pidana) oleh seseorang yang belum mencapai umur empat h<lu tahun tidak dipidana, .f ^ dL'CJUA-oLt, bvJ

Pasal 10 (Orang-orang Yang Cacat Jiwanya)

l'ci jemahan tidak resmi.

195

CC
(1)

Tindakan oleh seseorang yang karena cacat jiwanya

tidak dapat membedakan atau mengendalikan kehendaknya, tidak dipidana.


(2)

Bagi perbuatan dari seseorang, yang disebabkan cacat

jiwanya kurang mampu melakukan hal-hal seperti tersebut pada ayat di muka, pidana dapat diperingan.
(3)

Ketentuan pada dua ayat di muka tidak dapat

diterapkan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelum melaksanakan suatu kejahatan dengan sengaja membuat dirinya beijiwa cacat.

Pasal 11 (Tuli bisu) Pidana harus dikurangi bagi tindakan dari orang yang tuli-bisu. Pasal 12. (Tindakan yang dipaksakan) Tindakan yang dipaksakan oleh suatu kekuatan atau ancaman yang tidak dapat dihindarkannya, di mana terhadapnya tidak ada cara untuk melindungi jiwa atau badan dari orang yang dipaksa ataupun keluarganya dari luka-luka, tidak dapat dipidana. Pasal 13 (Kehendak jahat) Tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan bahwa fakta tersebut
Teijemahan tidak resmi.

CC

terdiri dari unsur-unsur esensial dari suatu tindak pidana tidak dipidana, kecuali jika sebaliknya ditentukan dengan Undang-undang. Pasal 14 (Kealpaan) Tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan bahwa fakta tersebut merupakan 194

Teijemahan tidak resmi.

CC

llitiluk pidana, dengan kekurang hati-hatian yang wajar, hanya dapat dipidana jika illlonlukan dengan Undang-undang. Pasal 15 (Kekeliruan Fakta)
(I)

Tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan bahwa fakta tersebut secara khusus merupakan tindak pidana yang lebih berat tidak dapat dipidana sebagai tindak pidana yang lebih berat.

I ') Tindak pidana yang terhadapnya diancamkan pidana yang lebih berat untuk akibat-akibat tertentu, tidak dapat dipidana sebagai suatu tindak pidana yang lobih berai, jika akibat tersebut tidak dapat diperkirakan terlebih dahulu. Pasal 16 (Kekeliruan Hukum) l l k n seseorang melakukan suatu tindak pidana karena salah pengertian bahwa Undakannya bukan merupakan suatu tindak pidana berdasarkan Undang-undang yiiug ada, dia tidak dapat dipidana hanya jika kesalahpengertian itu didasarkan pida alasan-alasan yang masuk akal. Pasal 17 (Hubungan sebab akibat) J i k a suatu tindakan tidak ada hubungannya dengan penyebab dari suatu bahaya yimg merupakan unsur tindak pidana, ia tidak dapat
Terjemahan tidak resmi. 195

CC

dipidana oleh karena akibat- nkibatnya itu. Pasal 18 (Tindak pidana dilakukan karena tidak berbuat) Seseorang yang mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya bahaya, atau penyebab terjadinya bahaya, kepadanya akan dijatuhkan pidana yang sepadan dengan akibat dari bahaya itu. Jika suatu rangkaian tindakan mandiri berbarengan pada saat yang sama atau pada beberapa saat yang berlainan, maka tiap-tiap tindakan dapat dipidana sebagai suatu percobaan tindak pidana, jika tidak dapat dipastikan tindakan yang mana yang menghasilkan akibat termaksud.

Pasai 10 (Yang dapat membenarkan tindakan) Suatu tindakan yang dilakukan sesuai Undang-undang atau sejalan dengan praktek- kegiatan dagang yang sudah lazim atau kegiatan lainnya yang tidak merusak moril masyarakat tidak dapat dipidana. Pasal 21 (Mempertahankan diri)
(1)

Suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk

mencegah ancaman dan perusakan yang bertentangan dengan


Terjemahan tidak resmi. 196

hukum terhadap kepentingan yang sah dari seseorang atau orang lain tidak dapat dipidana jika ada alasan-alasan yang dapat diterima akal.
(2)

Jika tindakan pencegahan bela diri melampaui batas-

batas normal, pemidanaannya dapat dikurangi atau ditiadakan sepadan dengan keadaan-keadaan yang meringankan.
(3)

Dalam hal tersebut ayat di muka, suatu tindakan yang

dilakukan karena rasa takut, pendadakan, perasaan tergugah atau bingung di waktu malam atau dalam keadaan-keadaan lain luar biasa, tidak dapat dipidana. Pasal 22 (Kebutuhan). (1) Suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan bahaya 196

IX.

yang mengancam kepentingan yang sah dari diri sendiri atau orang lain, tidak dapat dipidana jika terdapat alasan-alasan yang masuk akal. (.) Ketentuan-ketentuan pada ayat di muka tidak berlaku bagi seseorang yang dibebani dengan tugas-tugas untuk meniadakan bahaya.
(l)

Ketentuan-ketentuan pada ayat (2) dan (3) dari pasal

di muka secara mutatis- mutandis berlaku untuk pasal ini. Pasal 23 (Menolong diri Sendiri).
(1)

Jika keadaan tidak memungkinkan (pada saat itu)

untuk mengadakan klaim melalui prosedure hukum, maka tindakan yang dilakukan untuk menghindari ketidakmungkinan atau kesukaran yang tidak menentu untuk pelaksanaannya, tidak dapat dipidana jika ada alasan-alasan yang masuk akal.
(2)

Jika tindakan yang dimaksud pada ayat di muka

melampaui batas-batas yang layak maka pidana dapat diperingan atau ditiadakan sepadan dengan keadaan-keadaan bersangkutan.

Pasal 24

200

Teijemahan tidak resmi.

IX.

(Persetujuan Korban) Satu tindakan yang bertentangan dengan kepentingan hukum dengan persetujuan dari seseorang yang mempunyai wewenang untuk mewujudkan kepentingan hukum itu tidak dapat dipidana, kecuali sebaliknya ditentukan oleh Undang-undang. SEKSI II Percobaan Tindak Pidana. Pasal 25 (Percobaan Tindak Pidana)
(1)

Seseorang yang memulai suatu tindak pidana namun

tidak menyelesaikannya, atau hasil yang diperlukan tidak terjadi, dapat dipidana karena percobaan melakukan tindak pidana.
(2)

Pidana untuk percobaan melakukan tindak pidana

dapat dikurangi lebih ren- dan dari tindak pidana sempurna.

Pasal 26 (Tindak Pidana yang tidak diselesaikan atas kehendak Sendiri). Jika seseorang dengan kehendak sendiri menghentikan tindakannya yang jahat pada saat dia mulai atau menghentikan sebelum selesai, pidana dapat dikurangi.

201

Teijemahan tidak resmi.

IX.

Pasal 27 (Tindak pidana yang tidak mungkin). Meskipun untuk terjadinya suatu tindak pidana tidak mungkin karena alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut atau karena kekeliruan sasaran, pidana dapat dijatuhkan jika hal itu mengakibatkan bahaya, namun pidana itu dapat dikurangi atau ditiadakan. Pasal 28 (Permufakatan jahat dan Persiapan). Apabila suatu permufakatan jahat atau tindakan persiapan untuk tindak pidana belum mencapai tingkat permulaan pelaksanaan tindak pidana, orang tersebut tidak dapat dipidana, kecuali jika ditentukan sebaliknya dengan Undang-undang.

Pasal 29 (Pidana untuk percobaan Tindak Pidana) Pidana untuk percobaan tindak pidana ditentukan secara khusus pada tiap pasal yang bersangkutan. SEKSI III
202 Teijemahan tidak resmi.

IX.

Penyertaan. Pasa! 30 (Pelaku Peserta) IlU iluii orang atau lebih bersama-sama melakukan suatu tindak pidana, masingmtiDlnp. daripadanya dapat dipidana sebagai petindak dari tindak pidana yang diMuikan itu. Pasal 31 (Penghasut) 11) Uagi seseorang yang menghasut orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana, pidana yang sama dapat diterapkan seperti orang yang senyatanya melakukan tindak pidana itu. () Jika seseorang dihasut dan setuju untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak mencapai tingkat permulaan

pelaksanaannya, maka pidana bagi permufakatan jahat ataupun persiapan untuk itu dapat diterapkan secara mutatis mutandis kepada penghasut dan orang yang dihasut. (t) Meskipun orang yang dihasut itu tidak menyetujui pelaksanaan suatu tindak pidana, namun ketentuan ayat di muka dapat diterapkan kepada penghasut.

203

Teijemahan tidak resmi.

IX.

Pasal 32 (Pembantu)
(1)

Mereka

yang

membantu

atau

memberi

bantuan

untuk

pelaksanaan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain dapat dipidana sebagai pembantu.
(2)

Pidana bagi pembantu dapat diperingan sehingga lebih kurang dari petindak.

Pasal 33 (Penyertaan dan Status)

204

Teijemahan tidak resmi.

IX.

Bagi seorang yang ikut serta dalam pelaksanaan suatu tindak pidana di mana status orang lain itu merupakan suatu unsur, ketentuanketentuan dari 3 pasal di atas dapat diterapkan meskipun ia tidak memenuhi status termaksud, namun jika beratnya pidana

diperbedakan karena status terdakwa, maka pidana yang lebih berat tidak dapat dijatuhkan terhadap yang tidak memenuhi status termaksud. Pasal 34 (Petindak yang memperalat manusia yang tidak bersalah dan pemberatan pidana bagi penghasut tertentu atau pembantu dan yang memberi bantuan).
(1)

Seorang

yang

melakukan

suatu

tindak

pidana

dengan

penghasutan atau pembantuan dan memberi bantuan kepada orang lain yang tidak dapat dipidana untuk perbuatan tersebut, atau seseorang yang dapat dipidana sebagai seorang tertuduh karena kealpaan, dapat dipidana sepadan dengan ketentuanketentuan yang berlaku bagi penghasut atau pembantu.
(2)

Seorang yang menyebabkan akibat-akibat yang diutarakan pada ayat di muka dengan penghasutan, pembantuan dan pemberian bantuan kepada orang lain yang berada di bawah pengawasan dan bimbingannya, dapat dipidana dengan penambahan setengah

205

Teijemahan tidak resmi.

IX.

dari masa maksimum atau jumlah maksimum pidana yang ditentukan bagi petindak dalam kasus penghasutan, dan dengan pidana sepenuhnya seperti yang ditentukan bagi petindak dalam kasus pembantuan dan pemberian bantuan. SEKSI IV Pengulangan Tindak Pidana (Residivis) Pasal 35 (Pengulangan Tindak Pidana)
(1)

Seseorang yang telah dijatuhi pidana kurungan atau pidana yang lebih berat, dalam waktu 3 bulan setelah hari pelaksanaan pidana telah sempurna atau ditiadakan, melakukan lagi suatu tindak pidana, dipidana sebagai tertuduh pengulang.

(2)

Untuk suatu pengulangan tindak pidana diancam pidana dengan dua kali masa maksimum pidana yang ditentukan pada tindak pidana itu.

206

Teijemahan tidak resmi.

CC
Pasal 36

(Tersingkapnya tindak pidana pengulangan setelah penjatuhan). liku suatu tindak pidana pengulangan tersingkap setelah penjatuhan pidana, maka |ililuiia baru (de novo) itu dapat ditentukan dengan penambahan hukuman kepada |H4i|iiliat itu, kecuali jika pelaksanaan pidana yang dijatuhkan telah selesai atau Irluh ditiadakan. SEKSI - V Perbarengan Tindak Pidana. Pasal 37 (Perbarengan Tindak Pidana) lintuk beberapa tindak pidana yang terhadapnya putusan hakrq| belum mempunyai kekuatan yang tetap, atau untuk suatu tindak pidana yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan suatu tindak pidana yang dilakukan sebelum putusan hakim tersebut, dipandang sebagai perbarengan tindak pidana.

Pasal 38 (Perbarengan Tindak Pidana dan Penerapan Pidana).


(I)

Jika tindak pidana yang berbarengan diadili pada saat yang sama, maka pidana dapat dijatuhkan sesuai dengan klasifikasi sebagai berikut:

Teijemahan tidak resmi.

207

CC 1.

Dalam hal untuk tindak pidana terberat ditentukan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau kurungan seumur hidup, maka pidana yang ditentukan untuk tindak pidana terberat dapat dijatuhkan.

2.

Dalam hal untuk tiap-tiap tindak pidana ditentukan pidana yang sama tetapi bukan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana kurungan seumur hidup, maka batas maksimum atau jumlah maksimal untuk tindak pidana yang terberat dapat ditambah dengan setengahnya akan tetapi tidak boleh melebihi jumlah batas maksimal ataupun jumlah maksimal dari masing-masing pidana yang

ditentukan bagi setiap tindak pidana tertentu, meskipun denda ringan atau perampasan boleh dijatuhkan bersamasama.
3.

Dalam hal untuk tiap-tiap tindak pidana ditentukan pidana yang berbeda, bukan pidana penjara seumur hidup atau kurungan seumur hidup maka pidana itu dapat dijatuhkan bersamaan.

(2)

Sehubungan dengan setiap hal dari ayat di muka, maka pidana penjara dan kurungan dapat dipandang sebagai jenis pidana yang sama.

l'oijemahan tidak resmi.

208

CC

F asal 39 (Tindak pidana yang berbarengan yang belum diadili; Beberapa putusan hakim dan tindak pidana yang

berbarengan; serta Pelaksanaan pidana dan Tindak pidana yang berbarengan).


(1)

Dalam hal ada satu atau lebih tindak pidana yang berbarengan yang belum diadili, maka pidana dapat dijatuhkan bagi tindak pidana atau beberapa tindak pidana itu seperti hal tersebut belum diadili.

(2)

Dalam

hal

beberapa

putusan

hakim

seperti

ditetapkan

selanjutnya dalam ayat di muka telah dikurangi, maka putusan itu dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada pasal-pasal di muka.
(3)

Jika seorang yang telah dipidana untuk perbarengan tindak pidana menerima amnesti atau remisi untuk pelaksanaan pidana itu dengan memperhatikan salah satu tindak pidana itu, maka pidana bagi tindak pidana yang tersisa dapat ditentukan secara de novo.

(4)

Dalam pelaksanaan pidana yang ditentukan pada 3 ayat di muka, masa pidana yang telah dijalani harus dipertimbangkan. Pasal 40 (Tindak Pidana Jamak)

l'oijemahan tidak resmi.

209

CC

Jika satu tindakan terdiri dari beberapa tindak pidana, maka pidana yang ditentukan bagi tindak pidana yang terberat yang dikenakan. BAB PIDANA. SEKSI -1 i* Macam dan beratnya pidana. Pasal 41. (Jenis Pidana) Juni* pidana adalah sebagai berikut: I ! I 'l Pidana mati. Pidana penjara. Pidana kurungan. Pencabutan hak-hak tertentu. tertentu.

i Pcnskorsan hak-hak
7,

Denda. Penahanan.

l'oijemahan tidak resmi.

210

CC

H Denda ringan. V, Perampasan. Pasal 42. (Masa Pidana Penjara dan Pidana Kurungan). Musa Pidana Penjara maupun pidana kurungan dapat seumur hidup atau terbaku, dan masa terbatas itu dimulai dari satu bulan sampai dengan lima belas tahun; ukan tetapi karena pemberatan, maka pidana penjara terbatas dan pidana kurung- n lerbatas dapat diperpanjang sampai dengan dua puluh lima tahun.

Pasal 43. (Penjatuhan hukuman, Pencabutan hak-hak dan Penskorsan hak-hak)


(1)

Seseorang yang dihukum mati, pidana penjara seumur hidup atau kurungan seumur hidup, dapat dicabut hak-haknya seperti tercantum berikut ini.:
1. 2. 3.

Hak-hak untuk menjadi pegawai negeri. Hak-hak memilih dan dipilih berdasarkan hukum publik. Hak-hak yang berhubungan dengan perdagangan

berdasarkan hukum publik, yang untuk itu diperlukan persyaratan yang telah ditetapkan dengan Undang-undang.
211

l'oijemahan tidak resmi.

4.

Hak-hak untuk menjadi direktur, editor atau menejer suatu korporasi yang nyata atau pengawas atau perwalian yang berhubungan denjan suatu perdagangan dari korporasi yang nyata.
(2)

Seseorang yang dihukum pidana penjara untuk masa

terbatas atau kuningan masa terbatas dapat diskors hak-haknya seperti yang tercantum pada butir 1 sampai dengan 3 ayat di muka sampai pelaksanaan pidana selesai atau ditiadakan.

Pasal 44. (Penskorsan hak-hak)


(1)

Penskorsan seluruh atau sebahagian hak-hak yang

ditentukan pada pasal di muka tidak boleh kurang dari 1 tahun atau lebih dari 15 tahun.
(2)

Apabila pidana penjara masa terbatas dan kurungan

masa terbatas serta penskorsan hak-hak telah dijatuhkan secara bersama-sama, maka saat penskorsan akan dihitung mulai dari hari selesainya atau penghapusan penjalanan pidana penjara atau kurungan itu. Pasal 45. (Denda)
Terjemahan tidak resmi. 212

Sesuatu denda dapat dijatuhkan lima ratus Hwan (baca: won) atau lebih. Pasal 46 (Penahanan) Penahanan dapat dijatuhkan mulai satu hari sampai tiga puluh hari. Pasal 47 (Denda ringan) MIINIII <l<-nda ringan dimulai dari 50 Hwan sampai dengan 500 Hwan.

Pasal 48. (Perampasan dan Pemungutan Tambahan). (I) Suatu benda yang bukan milik dari seseorang yang bukan penjahat atau yang diperoleh oleh seseorang yang bukan penjahat yang mengetahui keadaan setelah pelaksanaan suatu tindak pidana dapat dirampas seluruhnya atau sebagian dari padanya jika ia merupakan:
1.

Suatu benda yang telah digunakan atau terlihat digunakan untuk pelaksanaan suatu tindak pidana.

2.

Suatu benda yang dihasilkan oleh atau diperoleh dengan

Terjemahan tidak resmi.

213

cara berbuat kejahatan.


3.

Suatu benda yang diperoleh dengan pertukaran suatu benda yang tersebut pada dua butir tersebut di muka.

()

Jika sesuatu benda-benda yang tersebut dalam ayat tersebut di

muka tidak dapat dirampas, maka jumlah harga yang sama dari padanya dapatdipungut.
(I)

Jika hanya sebagian dari satu dokumen, bukti penarikan atau

surat berhar ganya yang dapat dirampas, maka bagian yang lain dapat ditinggalkan.

Pasal 49. (Penambahan sifat-sifat Perampasan) Perampasan dapat dijatuhkan sebagai penambahan kepada pidana lainnya. Meskipun suatu putusan hakim tentang pembuktian tidak ditujukan kepada tertuduh, perampasan dapat diperintahkan jika persyaratan-persyaratan bagi perampasan terpenuhi. (Beratnya pidana).

Terjemahan tidak resmi.

214

(1)

Urutan beratnya pidana ditentukan secara teratur seperti tercantum dalam pasal 41, tetapi pidana kurungan seumur hidup dapat dipandang lebih berat dari pada penjara terbatas. Jika lamanya masa pidana kurungan tertentu melebihi lamanya masa pidana penjara tertentu, maka pidana kurungan dipandang lebih berat.

(2)

Dalam hal pidana-pidana sama jenisnya, salah satu yang masa maksimumnya lebih lama atau jumlah maksimumnya lebih besar, dipandang lebih berat, dan jika masa maksimum atau jumlahnya sama, maka salah satu yang masa minimumnya lebih lama atau jumlah minimumnya lebih besar, dipandang lebih berat.

(3)

Kecuali untuk penerapan ketentuan dari dua ayat di muka, berat ringannya dapat ditentukan mendasari sifat-sifat dan keadaankeadaan tindak pidana tersebut. SEKSI - Penentuan pidana Pasal 51. (Prinsip-prinsip umum untuk penentuan pidana).

Dalam penentuan pidana hal-hal berikut ini dipakai sebagai pertimbangan:


1.

Umur, sifat-sifat dan tingkah laku, kecerdasan dan lingkungan hidup dari

Terjemahan tidak resmi.

215

tertuduh.
2. 3.

Hubungan kekeluargaan antara tertuduh dengan pihak korban. Motifasi dilakukannya tindak pidana itu, alat-alat akibat-akibatnya. dan

4.

Keadaan-keadaan setelah terjadinya tindak pidana itu. Pasal 52 (Pernyataan Penyesalan untuk diri sendiri dan pengakuan secara suka rela).

Terjemahan tidak resmi.

216

Apabila pernyataan penyesalan untuk diri sendiri dilakukan di hadapan ucorangpejabat yang berwenang yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan pengusutan suatu tindak pidana, maka

pemidanaan dapat diperingan atau dihapuskan. (,') laragraftersebut di atas dapat diterapkan apabila pengakuan sukarela dila kukan kepada pihak yang dirugikan dalam rangka tindak pidana yang tidak dapat dituntut berhubung keberatan dari pihak yang dirugikan. Pasal 53. (Kewenangan untuk mempertimbangkan Pengurangan Pidana) liku terdapat keadaan-keadaan yang meringankan (atas kesalahan) dalam rangka ter- |iidinya tindak pidana, maka pidananya dapat dikurangi.

Pasal 54 (Pemilihan Pidana dan Kewenangan untuk mempertimbangkan Pengurangan Pidana)


I o rjemahan tidak resmi.

I i mana ada beberapa macam pidana yang ditentukan untuk satu tindak pidana, maka pidana yang harus dijatuhkan pertama-tama ditetapkan lebih dulu dan selumutnya dilakukan pengurangan jika ada. Pasal 55 (Pengurangan secara Hukum)
(I)

Ketentuan hukum tentang pengurangan Pidana adalah sebagai

berikut:
1.

Jika suatu pidana mati yang diperingan, maka ia dapat dikurangi menjadi pidana penjara atau pidana kurungan, masing-masing untuk seumur hidup atau minimal sepuluh tahun.

2.

Jika pidana penjara untuk seumur hidup yang diperingan, maka ia dapat dikurangi menjadi pidana penjara terbatas atau kurungan terbatas minimum tujuh tahun.

3.

Jika pidana penjara terbatas atau/pidana kurungan terbatas yang di

I o rjemahan tidak resmi.

peringan, maka ia dapat dikurangi dengan setengah dari pidana yang diancamkan.

4.

Jika pidana pencabutan hak-hak tertentu yang diperingan, maka ia dapat dikurangi menjadi pidana penskorsan hakhak minimum 7 tahun.

5.

Jik?. pidana penskorsan hak-hak yang diperingan, maka ia dapat dikurangi dengan setengah dari masa maksimumnya.

6.

Jika c-iatu denda yang diperingan, maka ia dapat dikurangi dengan setengah dan jumlah maksimumnya.

7.

Jika suatu penahanan harus diperingan, maka ia dapat dikurangi dengan setengah masa maksimumnya.

8.

Jika suatu denda ringan yang diperingan, maka ia dapat dikurangi dengan setengah dari jumlah maksimumnya.

(2)

Jika ada beberapa alasan-alasan di mana hukuman tersebut harus diperingan berdasarkan perundangan, maka hal itu setiap kali dapat dikurangi secara berulang. Pasal 56 (Aturan untuk pemberatan dan pengurangan) Jika dasar-dasar untuk penambahan dan pengurangan hukuman

208

Terjemahan tidak resmi.

terjadi pada saat yang sama, maka ketentuan berikut harus diterapkan:
1.

Pemberatan yang berhubungan dengan pasal-pasal yang mengatur ketentuan tentang itu secara khusus.

2. 3. 4. 5. 6.

Pemberatan dengan ayat (2) pasal 34. Pemberatan untuk pengulangan tindak pidana. Ketentuan-ketentuan pengurangan. Pemberatan karena tindak pidana yang berbarengan. Pengurangan karena hal-hal yang meringankan kesalahan. Pasal 57. (Perhitungan jumlah hari penahanan sebelum penetapan hukuman)

II) Jumlah hari penalianan sebelum saat dijatuhkannya pidana dapat diperhitungkan secara keseluruhan atau secara sebahagian dalam masa dari pidana penjara terbatas, atau kurungsn terbatas, atau diserahkan kepada suatu pi- diina denda, atau penahanan. (r') Dalam keadaan tersebut seperti di atas, 1 hari penahanan dapat dihitung sebagai 1 hari masa pidana penjara, atau pidana kurungan, atau pada rumah ker- |a dalam hubungan pidana denda atau pidana denda ringan, atau penahanan.

Terjemahan tidak resmi.

209

Pasal 58 (Pengumuman Putusan Hakim) (I) Jika dipandang perlu bagi keuntungan pihak yang dirugikan, maka pengumuman putusan hakim dapat dilaksanakan atas biaya terdakwa, tetapi hanya atas permintaan dari pihak yang dirugikan. (.) Jika suatu putusan hakim menyatakan tidak bersalah atau bebas dari tuntutan, maka pengumuman putusan hakim dapat diperintahkan. SEKSIIII Penundaan Penjatuhan Pidana Pasal 59 (Persyaratan Untuk Penundaan Penjatuhan Pidana)
(1)

Apabila pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara atau pidana kurungan tidak melebihi 1 tahun, atau pidana penskorsan atas hak-hak tertentu, atau berupa denda, maka penjatuhan pidana dapat ditunda dalam rangka penerapan ketentuanketentuan pasal 51, jika petindak kejahatan menunjukkan penyesalan dengan sungguh-sungguh, kecuali bagi seseorang yang sebelumnya telah dituduh dan dijatuhi pidana penskorsan atas hak-hak tertentu atau suatu pidana yang lebih berat.

(2)

Kendati pidana-pidana dijatuhkan secara berbarengan, namun penjatuhan pidana dapat ditunda baik secara keseluruhan

Terjemahan tidak resmi.

210

ataupun sebahagian. (Akibat dari pada Penundaan Penjatuhan Pidana) Setelah 2 tahun berlalu sejak penundaan penjatuhan pidana, maka dapat dipandang sebagai suatu pembebasan dari tuntutan. Pasal 61. (Ketidakberlakuan dari penundaan penjatuhan pidana). Suatu penundaan penjatuhan pelaksanaan pidana akan menjadi batal dan pidana yang tertunda itu dapat dijatuhkan jika putusan lainnya yang berupa penskorsan hak-hak tertentu atau pidana yang lebih berat dinyatakan, atau jika sebelumnya suatu hukuman penskorsan atau pidana yang lebih berat ditentukan dalam masa penundaan tersebut. SEKSI - IV. Penundaan pelaksanaan pidana (Pemidanaan bersyarat) Pasal 62 (Persyaratan Penundaan pelaksanaan Pidana)
(1)

Jika hukuman berupa pidana penjara atau pidana

kurungan selama tidak lebih dari 3 tahun dijatuhkan, maka pelaksanaan pidana yang berjangka waktu tidak kurang dari 1

Terjemahan tidak resmi.

211

tahun ataupun tidak lebih dari 5 tahun dapat ditunda, jika ada keadaan yang meringankan dalam rangka pelaksanaan ketentuan pada pasal 51, kecuali jika lima tahun termaksud telah berlalu sejak pidana kurungan atau pidana lain yang lebih berat telah dijalani seluruhnya atau telah di- remisi.
(2)

Jika pidana dijatuhkan secara berbarengan maka

pelaksanaan pidana dapat ditunda secara keseluruhan atau secara sebahagian.

Pasal 63 (Pembatalan penundaan pelaksanaan pidana)

Terjemahan tidak resmi.

212

CC

I n hadap seseorang di mana tadinya pidana yang dijatuhkan padanya ditunda, ill|iiinlik.iii lagi berupa pidana kurungan atau pidana yang lebih berat, selama masa 1'Miniinliian itu dan putusan itu telah mempunyai kekuatan yang tetap, maka hu- Ihhihiii yung terdahulu yaitu yang berupa penundaan pelaksanaan pidana kehi- Um(!ihi validitasnya. Pasal 64 (Penarikan kembali penundaan pelaksanaan pidana) llkn liikta-fakta dalam pasal 62 ditemukan setelah dibuat putusan penundaan pelak- Miiriuii pidana, maka penundaan pelaksanaan pidana dapat ditarik kembali. Pasal 65. (Akibat dari penundaan hukuman) N^lrluli suatu hukuman yang ditunda diberikan, dan masa penskorsan telah berlalu .... pembatalan atau penarikan kembali hukuman itu, maka hukuman itu kehiUiiKitn validitasnya. SEKSI - V.
Terjemahan tidak resmi. 213

Pelaksanaan Pidana. Pasal 66. (Pidana mati) lltlana mati dilaksanakan di dalam suatu rumah penjara dengan cara digantung. Pasal 67. (Pidana Penjara) lldana penjara terdiri dari penutupan dalam rumah penjara dan melakukan peker- |tiin yang ditentukan. Pasal 68. (Kurungan dan Penahanan) Kurungan dan penahanan terdiri dari penutupan dalam rumah penjara. Pasal 69. (Denda dan Denda ringan)
(1)

Denda dan denda ringan harus dibayar dalam waktu tiga puluh hari sejak putusan hakim menjadi tetap, tetapi jika dijatuhi pidana denda, maka penutupan dalam suatu rumah-keija dapat ditetapkan

214

Terjemahan tidak resmi.

secara berbarengan sampai denda termaksud dibayar sepenuhnya.


(2)

Seorang yang tidak membayar pidana denda sepenuhnya dapat ditutup dalam suatu rumah-keija dan bekeija untuk selama tidak kurang dari satu bulan dan tidak lebih dari tiga tahun, atau dalam hal denda ringan dari satu hari sampai tiga puluh hari (inklusif).

Pasal 70. (Penutupan dalam rumah-keija). Apabila suatu pidana denda atau denda ringan dijatuhkan oleh pengadilan, maka bersamaan dengan itu pengadilan harus menetapkan dan menyatakan masa tutupan pengganti, jika denda termaksud atau denda ringan itu tidak dibayar secara penuh. Pasal 71. (Perhitungan dari jumlah hari selama pemenjaraan) Apabila seseorang telah membayar hanya sebahagian dari pada denda atau denda ringan yang dijatuhkan padanya, maka jumlah hari yang berhubungan dengan atau sepadan dengan jumlah uang yang telah dibayarkannya dapat diperhitungkan sebanding dengan pertimbangan wajar untuk seluruh denda atau denda ringan, untuk seluruh masa penutupan yang ditetapkan.
215 Terjemahan tidak resmi.

SEKSI-VI. Pembebasan bersyarat (Parole)

216

Terjemahan tidak resmi.

Pasal 72.

(Persyaratan untuk Pembebasan bersyarat)


(I)

Seseorang yang sedang menjalani pidana penjara atau pidana kurungan yang lieikelakuan baik dan menunjukkan penyesalan secara bersungguh-sungguh dapat dibebaskan secara sepadan melalui tindakan administratif oleh pengua- mi apabila waktu sepuluh tahun dari pada pidana seumur hidup atau satu pei liga dari masa pidana telah dijalankan.

()) Jika pidana denda atau denda ringan telah dijatuhkan secara berbarengan dengan pidana seperti tersebut pada ayat di atas, maka seluruh denda itu luirus dibayar penuh (sebelum orang itu dibebaskan). Pasal 73. (Penutupan sebelum penetapan pidana dan pembebasan bersyarat) 11) licrtalian dengan pembebasan bersyarat, maka jumlah hari penahanan sebelum penjatuhan pidana yang termasuk dalam masa pidana itu harus diper- liitungkan sebagai suatu jangka waktu yang telah dijalankan. (j) Jumlah hari selama penutupan sebelum penetapan pidana yang diperhitungkan sebagai masa penutupan untuk denda atau denda ringan harus dipandang sebagai pembayaran dari jumlah yang
Terjemahan tidak resmi. 217

CC

sepadan dalam hal-hal yang ditentukan pada ayat (2) pasal terdahulu. Pasal 74. (Ketidakberiakuan suatu pembebasan bersyarat) Apabila suatu putusan telah mempunyai kekuatan yang tetap, yang berupa pidana kmungan atau pidana yang lebih berat, selama dalam masa pembebasan bersyarat, muka pemberian pembebasan bersyarat menjadi tidak berlaku, kecuali jika hukum- II) itu adalah hasil dari suatu tindak pidana alpa.

Pasal 75. (Penarikan kembali pembebasan bersyarat). Jika seseorang yang telah mendapatkan pembebasan bersyarat, melanggar keten- tuan-ke tentuan pembebasan bersyarat dalam rangka pengamatan/pengawasan maka pembebasan bersyarat itu dapat ditarik kembali.

Pasal 76. (Akibat suatu pembebasan bersyarat)


(1)

Setelah satu pengampunan diberikan dan setelah 10 tahun dari


218

l'oijemahan tidak resmi.

CC

pidana seumur hidup, atau sisa waktu dari pidana yang terbatas telah beriangpung dan dijalani tanpa pembatalan atau penarikan kembali, maka pelaksanaan pidana dipandang telah dijalani secara penuh.
(2)

Dalam hal seperti tersebut pada dua pasal di atas sebelumnya, jumlah hari yang digunakan selama masa pembebasan bersyarat tidak dimasukkan dalam masa pemidanaan.

SEKSI VII. Periode pembatasan pelaksanaan pidana pernyataan bersalah. Pasal 77. (Akibat pembatasan) Seseorang yang telah dipidana karena bersalah dapat dibebaskan dari pelaksanaan pidana atas dasar terpenuhinya periode pembatasan. (cat.: periode pembatasan: baca masa daluarsa).

Pasal 78. (Periode Pembatasan) Periode pembatasan telah sempurna jika putusan pernyataan

l'oijemahan tidak resmi.

219

CC

bersalah belum dilaksanakan dalam periode berikut, setelah putusan mempunyai kekuatan yang tetap (menjadi tetap): 1. 30 tahun, untuk pidana mati, 20 luliun, untuk pidana penjara seumur hidup atau kurungan seumur hidup. 15 tuliun, untuk pidana nenjara atau kurungan yang tidak kurang dari 10 tahun. 10 tahun, untuk pidana penjara atau kurungan yang tidak kurang dari 3 tahun, atau untuk pidana penskorsan dari hak-hak tertentu yang tidak kurang duil 5 tahun. S tahun, untuk pidana penjara atau kurungan yang kurang dari 3 tahun atau untuk pidana penskorsan dari hak-hak tertentu yang tidak kurang dari 5 tahun. I tahun, untuk pidana penskorsan hak-hak tertentu selama kurang dari 5 tuhun, denda penyitaan atau pemungutan dari pengadilan. I tahun, untuk penahanan atau pidana denda ringan.

Pasal 79 (Penskorsan Pembatasan) Suatu periode pembatasan tidak diperhitungkan untuk meliputi

l'oijemahan tidak resmi.

220

CC

periode |H4ikorsan atau tetap pada pelaksanaan pidana atau pembebasan bersyarat, atau |Miliide lain dalam hal mana

pelaksanaannya ditunda.

Pasal 80. (Penghentian periode pembatasan). Keberlangsungan periode pembatasan dapat dihentikan oleh karena penang- U|>itn dari seseorang yang dipidana dengan pidana niati, pidana penjara, pidana kuningan, atau pidana penahanan, dan penempatan dalam rumah penjara sehu- . dengan proses pidana denda, denda ringan, penyitaan atau pemungutan (ilinl pengadilan). SEKSI VIII. Penghapusan pidana. Pasal 81. (Peniadaan pidana)

l'oijemahan tidak resmi.

221

, ---- vUj4ii umuri telah berlalu, bagi seseorang yang telah memenuhi pelak sanaan pidana penjara atau pidana kurungan atau telah menerima remisi pelaksanaannya, tanpa dijatuhi (lagi) hukuman berupa penskorsan hak-hak tertentu atau pi- dana yang lebih berat, setelah membayar ganti rugi kepada korban untuk kerusakan-kerusakan yang dideritanya, maka pembatalan putusan dapat dimintakan dengan permohonan sendiri atau oleh penuntut umum. Pasal 82 (Pemulihan hak-hak) Dalam hal setengah dari masa hukuman percobaan telah dilewati oleh seseorang yang telah dipidana skorsing atas hak-hak tertentu,
f

anpa pidana skorsing lebih lanjut atau pidana yang lebih berat, setelah

memberikan ganti rugi pada si- korban atas kerusakan-kerusakan yang dideritanya, pemulihan hak-haknya dapat diberikan atas

permohonannya sendiri, atau lewat penuntut umum. BAB IV. PENGHITUNGAN WAKTU Pasal 83 (Penghitungan waktu) Waktu yang dipakai adalah tahun dan bulan yang disesuaikan dengan kalender.
222 Terjemahan tidak resmi.

CC

Pasal 84 (Penghitungan waktu pemidanaan).


(1)

Masa dalam pemidanaan dihitung dari hari sejak putusan

menjadi tetap.
(2)

Jumlah hari penahanan yang tidak diperhitungkan pada

pidana penjara, kurungan, penahanan atau tutupan tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana. Pasal 85 (liari pertama dari pelaksanaan hukuman dan periode pembatasan). Iluri pertama pelaksanaan hukuman, atau periode pembatasan akan dihitung 'u f,m satu hari penuh, kendati hanya 1 jam. Pasal 86. (Hari pembebasan) Pembebasan akan berlaku pada hari selesainya masa pemidanaan.

Terjemahan tidak resmi.

223

CC

Terjemahan tidak resmi.

224

CC

Terjemahan tidak resmi.

225

DASAR-DASAR PERUNDANGAN HUKUM PIDANA UNTUK U.S.S.R. DAN UNION REPUBLICS DISETUJUI OLEH SOVTET TERTINGGI DARI USSR, 25 DESEMBER 1958 I. PRINSIP UMUM

Pasal 1. Tujuan dari perundangan hukum pidana Soviet. Tujuan dari perundangan hukum pidana di USSR dan di Uni Republik-republik adalah untuk melindungi sistem kemasyarakatan dan kenegaraan Soviet, knkiiyaan Sosialis, orang dan hak-hak penduduk dan hukum sosialis serta peraturan ntMira keseluruhan dari tindakan-tindakan kriminil. Sehubungan dengan tujuan ini, perundangan hukum pidana untuk USSR dan Uni Republik-republik mendefinisikan tindakantindakan yang berbahaya yang linius dipandang sebagai kejahatankejahatan, dan ditentukan pidana-pidana kepada WKcorang yang melakukan kejahatan-kejahatan ini yang dapat dipertanggungjawabk*n.

Pasal 2. Perundangan hukum pidana untuk USSR dan Uni RepublikTerjemahan tidak resmi. 221

FCL

republik. Perundangan hukum pidana untuk USSR dan Uni Republikrepublik terdiri ilini: (1) Fundamental ini yang menentukan dasardasar dari perundangan hukum pidana untuk USSR dan Uni Republik-republik; (2) Undang-undang umum Uni yang menentukan pertanggungjawaban untuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan iieiidiri; (3) Undang-undang hukum pidana dari Republik-republik USSR. Undang-undang hukum pidana Umum Uni menentukan pertanggungjawaban r IX untuk kejahatan-kejahatan terhadap negara, kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan laut dan militer, serta dalam kasus-kasus di mana diperlukan terhadap kejahatan-kejahatan lainnya yang

merugikan kepentingan USSR.

Pasal 3. Dasar-dasar pertanggungjawaban pidana. Hanya seseorang yang bersalah melakukan suatu kejahatan, baik dengan sengaja ataupun dengan kurang hati-hati, yang melakukan suatu tindakan yang berbahaya bagi masyarakat yang
I'orjemahan tidak resmi. 222

FCL

ditentukan dalam Undang-undang hukum pidana, yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana dan memidananya. Kejahatan pengadilan. dapat dipidana hanya berdasarkan putusan

Pasal 4. Fungsi hukum pidana USSR dan Uni Republik-republik sehubungan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan di dalam wilayah USSR. Setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah USSR, dipertanggungjawabkan berdasarkan undang-undang yang berlaku pada saat kejahatan itu teijadi. Mengenai masalah pertanggungjawaban pidana dalam hal sekiranya perwakilan diplomatik negara asing atau orang lain yang berdasarkan undang-undang yang berlaku atau persetujuan-

pereetujuan internasional tidak dapat diselesaikan sebagai tindak pidana oleh badan-badan peradilan Soviet, maka orang-orang seperti itu yang melakukan suatu kejahatan di dalam wilayah USSR akan diputuskan melalui saluran-saluran diplomatik.

Pasal 5. Penerapan hukum pidana USSR dan Uni Republik-republik

I'orjemahan tidak resmi.

223

FCL

sehubungan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan di luar wilayah USSR. Wlirgnnegara USSR yang melakukan suatu kejahatan di luar negeri dapat di- H#(liiKK"tigiawabkan sccara pidana berdasarkan undang-undang hukum pidana y*M|< Itorluku di Uni Republikrepublik, di daerah mana untuk mereka dinyatakan Ilmu In4 i.mggungjawab secara pidana atau dihadapkan kepada pengadilan. Onmg-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan,

bertempat tinggal di WlUyuli USSR, yang melakukan suatu kejahatan di luar wilayah USSP. dipertang- DiiMKh'wiibkan dengan dasar yang sama. Apabila orang-orang tersebut di atas telah dijatuhi pidana di luar negeri ka- n ii i Kelihatan yang dilakukan itu, sehubungan dengan itu pengadilan dapat me- )^ hukumannya atau membebaskan orang yang bersalah itu dari penjalanan 1*1 'litnaiiya. Orang asing yang melakukan kejahatan di luar batas-wilayah USSR dapat ili|ini;mggungjawabkan secara pidana berdasarkan perundangan hukum pidana Novlol dalam hal apabila ketentuanketentuan seperti itu diadakan oleh perse- lu|uiin-persetujuan internasional. Pasal 6.

I'orjemahan tidak resmi.

224

FCL

Berlaku surutnya penerapan Undang-undang hukum pidana. Penentuan suatu tindakan sebagai kejahatan dan

pertanggungjawaban pidana illli'iitukan oleh Undang-undang yang berlaku pada saat tindakan itu terjadi. Suatu Undang-undang yang mengobah suatu tindakan tidak dapat lagi di- pldiuia sebagai kejahatan atau mengurangi ancaman pidananya berlaku surut, yaitu ililt'iapkan juga terhadap tindakantindakan yang dilakukan sebelum pengundang- minya. Suatu undang-undang yang menetapkan suatu ancaman pidana terhadap suatu Undakan atau memperberat ancaman pidananya tidak berlaku surut. . KEJAHATAN Pasal 7. Konsep kejahatan.

I'orjemahan tidak resmi.

225

Suatu kejahatan adalah tindakan atau pelalaian tindakan yang membahayakan masyarakat, yang ditentukan dalam Undang-undang, yang bertentangan dengan sistem kemasyarakatan atau kenegaraan Sovyet, sistem ekonomi - kemasyarakatan, hak-hak perseorangan dan politik, buruh, kekayaan dan lain-lain dari seseorang warganegara dan juga setiap tindakan lainnya yang bertentangan dengar. Undangundang dan peraturan-peraturan Sosialis dan ditentukan dalam Undang- undang hukum Pidana sebagai berbahaya bagi masyarakat. Suatu tindakan atau pelalaian, kendati secara formal telah memenuhi unsur- unsur dari suatu tindakan yang ditentukan sebagai kejahatan oleh undang-undang hukum pidana, akan tetapi karena keremehannya tidak merupakan bahaya bagi masyarakat, tidak dipandang sebagai suatu kejahatan. Pasal 8. Kejahatan yang direncanakan. Suatu kejahatan dipandang sebagai telah direncanakan terlebih dahulu apabila orang yang melakukan tindakan itu mengenal sifat keberbahayaannya pelalaiannya itu, terhadap dapat masyarakat dari tindakan akibatatau akibat

membayangkan

keberbahayaannya terhadap masyarakat serta menghendaki atau secara sadar menyetujui akibat-akibat seperti itu.

226

Terjemahan tidak resmi.

FCL

Pasal 9.
:

....... . Pelaksanaan suatu kejahatan karena kelalaian.

Suatu kejahatan dipandang sebagai dilakukan dengan kelalaian apabila orang yang melakukan itu dapat membayangkan

kemungkinan-kemungkinan akibat- akibat yang membahayakan masyarakat dari tindakan atau pelalaiannya itu akan tetapi mengabaikan pencegahannya, atau tidak dapat membayangkan kemungkinan akibat-akibat seperti itu kendati ia mampu dan sepatutnya dapat membayangkannya. Pasal 10. Pertanggungjawaban pidana dari remaja. Seseorang yang telah mencapai usia enambelas tahun sebelum pelaksanaan suatu kejahatan dipertanggungjawabkan pidana. Seseorang yang berusia antara empatbelas dan enambelas tahun hanya diper- ||1 jawabkan pidana dalam perkara-perkara pembunuhan, sengaja menimbulkan luka pada badan yang

berpengaruh kepada kesehatan korban, perkosaan, |MUinpokan, pencurian, perkelahian dengan maksud jahat, dengan sengaja mengNiliikiin perusakan atau penghancuran terhadap negara, kekayaan umum atau ke- perseorangan dari warganegara yang
227

I'orjemahan tidak resmi.

FCL

mempunyai akibat-akibat yang berat, iUii jugu dengan sengaja melakukan suatu Undakan yajig besar kemungkinannya lliHuk merusak kereta api. lika pengadilan/hakim berpendapat bahwa terhadap seseorang yang ber- Minui di bawah delapan belas tahun yang telah melakukan suatu kejahatan tetapi tlilak merupakan suatu bahaya yang sungguhsungguh terhadap masyarakat dapat illitilnkitn perbaikan tanpa memidananya sebagai penjahat, maka dalam hal seseni seperti itu dapat diterapkan tindakan pendidikan paksa yang tidak boleh di|inmlang sebagai pemidanaan seseorang penjahat. Jenis-jenis tindakan pendidikan paksa dan cara-cara

penerapannya ditetapkan IIAIHIII perundangan dari Uni Republikrepublik;

Pasal 11. Non Compos Mentis. Seseorang yang pada saat pelaksanaan suatu tindakan yang membahayakan musyarakat adalah non compos mentis, yaitu jika ia tidak dapat menyadari tin- ilukan-tindakannya atau menguasainya sebagai akibat dari sakit jiwa yang terus me- liotus, menderita sakit jiwa sementara, lemah jiwa atau ketidakwarasan lainnya, llduk dipertanggungjawabkan pidana. Perawatan wajib oleh dokter
228

I'orjemahan tidak resmi.

FCL

sebagaimana illlcntukan dalam perundangan Uni Republik-republik dapat diterapkan kepada rseorang itu atas perintah dari

pengadilan/hakim. Seseorang yang pada saat pelaksanaan suatu kejahatan adalah "Compos men- tll, akan tetapi sebelum hukuman dijatuhkan oleh pengadilan/hakim ia dihing- r.iipi oleh penyakit jiwa yang menyebabkan dia tidak mungkin menyadari atau menguasai tindakan-tindakannya, juga tidak dipertanggungjawabkan pidana. Atas perintah dari pengadilan/hakim, perawatan wajib oleh dokter dapat diterapkan kepada seseorang seperti itu dan apabila sakitnya itu sudah sembuh dia dapat dipertanggungjawabkan pidana. Pertanggungjawaban teihadap kejahatan yang dilakukan dalam keadaan mabuk. Seseorang yang melakukan suatu kejahatan sedang ia dalam keadaan mabuk tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana.

Pasal 13. Perlawanan paksa. Suatu tindakan yang telah memenuhi unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang hukum pidana akan tetapi dilakukan sebagai perlawanan paksa, terhadap suatu

I'orjemahan tidak resmi.

229

FCL

serangan yang membahayakan masyarakat yaitu untuk melindungi kepentingan-kepentingan negara Soviet, kepentingan masyarakat, tubuh atau hak-hak dari yang diserang atau orang ketiga, jika tindakan itu menimbulkan luka kepada penyerang, tidak dipandang sebagai kejahatan asal saja tidak melampaui tindakan yang diperlukan untuk perlawanan itu. Tindakan perlawanan yang berlebihan adalah yang jelas-jelas tidak berpadan- an dengan sifat dan keberbahayaan dari sipenyerang. Pasal 14. Daya paksa. Suatu tindakan yang telah memenuhi unsur-unsur dari suatu tindakan yang ditentukan dalam undang-undang hukum pidana akan tetapi dilakukan dalam keadaan daya paksa, yaitu menghindari suatu bahaya yang mengancam kepentingan negara Soviet, kepentingan masyarakat, tubuh atau hak-hak dari seseorang yang bersangkutan atau warganegara lainnya, tidak dipandang sebagai kejahatan jika bahaya dalam keadaan tersebut di atas tidak dapat dihindarkan dengan cara-cara lain atau jika luka yang terjadi itu tidak lebih penting dari pada yang dihindarkan.

Pasal 15.

I'orjemahan tidak resmi.

230

FCL

Pertanggungjawaban terhadap penyiapan untuk melakukan kejahatan dan terhadap percobaan kejahatan. lcnyiapan untuk melakukan suatu kejahatan adalah penyesuaian alat-alat | kukus atau perencanaan penciptaan kondisi lainnya, untuk melakukan suatu ki'luliiitan. Iercobaan kejahatan adalah suatu perencanaan tindakan yang secara lang- iiiiifi ditujukan untuk melaksanakan suatu kejahatan dalam hal mana tindakan julii.: !!t: tidak selesai adalah karena alasan-alasan yang tidak tergantung kepada dari orang yang bersalah itu. I'idana untuk penyiapan suatu kejahatan dan untuk percobaan kejahatan diii iiiiikan dalam Undang-undang yang merumuskan pertanggungjawaban terhadap tindakan kejahatan tersebut. Dalam penjatuhan pidana itu, pengadilan/hakim Harus mempertimbangkan sifat dan tingkat bahaya terhadap masyarakat yang tenungkut dalam tindakan dari orang yang bersalah itu, tingkatan dari kehendak luliiit yang telah teijadi dan alasan-alasan yang mencegah sempurnanya kejahat- iHi yang dilakukan itu.

Pasal 16. Dengan sukarela meninggalkan suatu kejahatan.

I'orjemahan tidak resmi.

231

FCL

Seseorang yang dengan kemauan sendiri meninggalkan suatu kejahatan obclum sempurna, hanya dipertanggungjawabkan pidana apabila dalam perkara (indakan yang dilakukannya sudah memenuhi unsur-unsur dari suatu kejahatan Ulunya.

Pasal 17. Penyertaan. Penyertaan ditentukan sebagai pengambilan bagian bersama oleh dua orang Itau lebih untuk melakukan suatu kejahatan. Sebagai tambahan kepada pelaku dari suatu kejahatan, maka organisator, |icnghasut dan pembantu-pembantu digolongkan sebagai peserta-peserta. Seorang pelaku adalah orang yang benar-benar melakukan kejahatan itu. Seorang organisator adalah orang yang mengorganisasikan pelaksanaan sua- lii kejahatan atau memimpin pelaksanaannya.

I'orjemahan tidak resmi.

232

FCL

Seorang penghasut adalah orang yang menghasut orang lain untuk melaksanakan suatu kejahatan. Seorang pembantu adalah orang yang membantu pelaksanaan suatu kejahatan dengan saran-saran, petunjuk-petunjuk, penyediaan alat-alat dan penyingkiran rintangan-rintangan, dan juga orang yang sebelumnya menjanjikan untuk menyembunyikan penjahat, perkakas dan alat-alat yang digunakan melakukan kejahatan, bekas-bekas kejahatan atau barang-barang yang diperoleh karena kejahatan. Tingkatan dan sifat penyertaan dari masingmasing peserta dalam suatu kejahatan harus diperhatikan oleh pengadilan/hakim dalam menjatuhkan hukuman.

Pasal 18. Penyembunyian. Seseorang dapat dipertanggungjawabkan karena

menyembunyikan seseorang penjahat, alat-alat dan perkakas untuk melakukan kejahatan, bekas-bekas kejahatan dan barang-barang yang diperoleh karena kejahatan, hanya dalam perkara-perkara yang secara khusus ditentukan dalam Undang-undang hukum pidana, apabila sebelumnya ia tidak memberikan suatu janji untuk itu. Pasal 19.
233 Terjemahan tidak resmi.

Pengabaian untuk melapor. Pengabaian untuk memberikan laporan mengenai suatu

persiapan untuk melakukan suatu kejahatan yang benar-benar diketahuinya, dapat dipertanggungjawabkan pidana hanya dalam perkara-perkara yang secara khusus ditentukan dalam Undangundang hukum pidana. . P I D A N A Pasal 20. Tujuan pemidanaan. Penjatuhan suatu pidana bukanlah hanya sekedar pemidanaan terhadap ke- jalui 'an yang dilaksanakan, akan tetapi juga bertujuan untuk memperbaiki dan men- dhlik kembali orang terhukum dalam semangat sikap yang jujur untuk bekeija, ke- i .11 an yang sungguhsungguh terhadap hukum, menghormati ketentuan-ketcntu- nii tentang cara-cara hidup bermasyarakat; juga ia bertujuan untuk mencegah ke- (iliatan selanjutnya baik oleh orang terhukum maupun oleh orang-orang lainnya. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menimbulkan penderitaan badaniah ulati merendahkan derajat manusia. Pasal 21. Jenis-jenis pemidanaan.
Terjemahan tidak resmi. 234

Seseorang yang terbukti melakukan kejahatan dapat dihukum dengan pidana pidana utama berikut:
(1) (2)

perampasan kemerdekaan; (deprivation of liberty) transportasi; (transportation)

(t) pengasingan; (exile) ( t) keija-bakti tanpa perampasan kemerdekaan;(corrective labour...) (S) pencabutan hak untuk menduduki suatu jabatan-jabatan tertentu atau berada pada suatu kegiatan tertentu;(deprivation of the right....) (<i) denda; (fines)
(7)

pengawasan masyarakat. (Sodai censure). Anggota-anggota Angkatan Bersenjata yang berdinas reguler

dapat

juga

dihukum

dengan

mengirimkannya

ke

Batalion

pendisiplinan. Sebagai tambahan kepada pidana-pidana utama ini pidanapidana tambahan berikut dapat dijatuhkan dalam pemidanaan itu: perampasan kekayaan pencabutan pangkat militer atau pangkat khusus lainnya; Transportasi dan pengasingan, pencabutan hak untuk menduduki suatu jabatan atau berada pada suatu kegiatan tertentu dan denda
Terjemahan tidak resmi. 235

dapat dijatuhkan sebagai pidana tambahan atau sebagai pidana utama. Pidana-pidana lainnya selain dari pada yang tercantum dalam pasal ini dapat diatur dengan perundangan Uni Republik-republik yang bersesuaian dengan prinsip- prinsip dan ketentuan-ketentuan umum yang tercantum dalam dasar-dasar perundangan ini. Pidana mati - suatu tindakan luar biasa. Hukum mati dengan penembakan, sebagai suatu tindakan luar biasa, dapat diterapkan, sampai pada suatu waktu ia akan dihapuskan, dalam perkara-perkara pengkhianatan, pemata-mataan, perusakan, tindakan teroris, bandit, pembunuhan dengan

direncanakan dalam keadaan yang memberatkan yang ditentukan dalam Undang-undang hukum pidana USSR dan Uni Republikrepublik yang menentukan pertanggungjawaban terhadap

pembunuhan yang direncanakan, pembunuhan dalam waktu nerang atau pada waktu pertempuran; pidana mati dapat juga dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan berat khusus lainnya dalam perkaraperkara yang secara khusus ditentukan dalam perundangan hukum pidana USSR. Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan kepada seseorang yang berumur di bawah delapan belas tahun pada saat kejahatan itu dilakukan, atau kepada seorang ibu yang sedang hamil pada saat
Terjemahan tidak resmi. 236

kejahatan itu dilakukan atau pada saat penjatuhan hukuman. Hukuman mati tidak dapat dilaksanakan dalam hal seorang ibu sedang hamil pada saat penjalanan hukuman itu.

Pasal 23. Perampasan kemerdekaan. Perampasan kemerdekaan dapat dijatuhkan untuk selamalamanya sepuluh tahun, akan tetapi untuk kejahatan-kejahatan berat dan untuk penjahat-penjahat khusus yang bertabiat membahayakan, dalam perkara-perkara yang ditentukan dalam perundangan USSR dan Uni Republik-republik (dapat dijatuhkan) untuk selamalamanya lima belas tahun. Masa perampasan kemerdekaan kepada seseorang yang dapat dihukum, jika belum mencapai umur delapan belas tahun pada saat melakukan kejahatan tidak boleh melebihi sepuluh tahun. Orang-orang yang dijatuhi perampasan kemerdekaan

menjalankan pidana itu di perkampungan perbaikan pekerjaan atau di penjara, dan untuk remaja di perkampungan pekerjaan untuk remaja. Perampasan kemerdekaan dengan pengurungan untuk

Terjemahan tidak resmi.

237

seluruhnya atau sebagian masa hukuman dapat dijatuhkan oleh pengadilan/hakim dalam hal orang itu Muli melakukan kejahatan-kejahatan berat yang khusus dan dalam hal penjahat- |MHi|uhnt yang khusus bertabiat berbahaya. Orang-orang yang telah menjalani tidak kurang dari setengah masa hukumannya, apabila kelakuannya dapat menjadi teladan, hukuman pengurungan (pemenjaIUUII)

dapat dirobah menjadi

penahanan daerah/perkampungan dengan perintah pnngadilan/hakim. Kepada orang-orang yang dengan sengaja melanggar aturan hidup yang diadakan untuk perkampungan perbaikan pekerjaan itu, pengadilan/hakim dapat meme- llnIiilikan suatu masa pengurungan yang tidak melebihi tiga tahun sebagai pengganti luii |>cnahanan daerah/perkampungan, dan bagian selebihnya dari masa hukuman n akan dilanjutkan di perkampungan pekerjaan perbaikan. Pasal 24. Transportasi dan pengasingan. Transportasi dibataskan sebagai pemindahan terpidana dari tempat kediam- dan penempatan wajib di suatu daerah yang ditentukan.

Terjemahan tidak resmi.

238

Pasal 28.

Pengasingan dibataskan sebagai pemindahan terpidana dari tempat kediamannya dengan larangan untuk tinggal di tempat-tempat tertentu. Transportasi dan pengasingan, kedua-duanya dapat dijatuhkan baik sebagai pidana utama maupun tambahan yang tidak boleh melebihi lima tahun. Transportasi dan pengasingan dapat diterapkan sebagai pidana tambahan hanya dalam perkara-perkara yang secara khusus ditentukan dengan Undang-undang. Transportasi dan pengasingan tidak boleh dijatuhkan kepada seseorang yang liclum mencapai usia delapan belas tahun pada saat kejahatan itu dilakukan. Transportasi tidak dapat diterapkan kepada ibu yang sedang hamil dan ibu yang menanggung anak-anak yang berusia di bawah delapan tahun. Sistem, tempat-tempat dan kondisi-kondisi untuk penjalanan hukuman transportasi demikian pula sistem dan kondisi-kondisi untuk penjalanan hukuman pengasingan ditetapkan dengan

perundangan USSR dan Uni Republik-republik. Pasal 25. Keija bakti tanpa perampasan kemerdekaan.
Tcijemahan tidak resmi. 239

Pasal 28.

Keqa bakti tanpa perampasan kemerdekaan dapat diterapkan untuk suatu masa hingga satu tahun dan hukuman itu dijalankan baik di tempat keija terpidana atau di tempat lainnya di sekitar tempat tinggalnya. Potongan-potongan dari penghasilan terpidana untuk keija bakti tanpa perampasan kemerdekaan dijadikan keuntungan negara yang jumlahnya ditentukan dalam hukuman itu tetapi tidak boleh melebihi 20 persen dari penghasilan itu. Cara penjalanan hukuman kerja bhakti tanpa perampasan kemerdekaan oleh terpidana diatur dalam perundangan Uni Republik-republik.

Pasal 26. Pencabutan hak untuk menduduki suatu jabatan tertentu atau berada pada suatu kegiatan tertentu. Pencabutan hak untuk menduduki suatu jabatan-jabatan tertentu atau berada pada suatu kegiatan tertentu dapat diperintahkan oleh pengadilan/hakim baik sebagai pidana utama maupun sebagai pidana tambahan. Pidana ini dapat dijatuhkan apabila sifat dari kejahatan yang dilakukan oleh orang yang bersalah itu ada hubungannya dengan
Tcijemahan tidak resmi. 240

Pasal 28.

jabatannya atau beradanya ia dalam suatu kegiatan tertentu sedemikian rupa, sehingga pengadilan/hakim berpendapat tidak mungkin membenarkan ia melanjutkan menduduki jabatan tersebut atau berada dalam kegiatan tersebut.

Pasal 27. Denda. Denda adalah sejumlah uang yang tepat yang dijatuhkan oleh pengadilan/ hakim dalam perkara-perkara dan batas-batasnya yang ditetapkan dengm Undang- undang. Jumlah suatu denda ditentukan sehubungan dengan beratnya kejahatan dengan memperhatikan keadaan kekayaan orang yang bersalah itu. Kurungan sebagai pengganti dari denda atau denda sebagai pengganti dari kurungan tidak diperbolehkan. Pengawasan Masyarakat. Pengawasan masyarakat adalah pengawasan umum terhadap orang yang bersa- Uh oleh pengadilan/hakim, yang dipandang perlu untuk menjadi perhatian masya- fllhnl umum melalui pers atau dengan cara lainnya.
Tcijemahan tidak resmi. 241

Pasal 28.

Pasal 29. Pengiriman anggota-anggota Angkatan Bersenjata yang bersalah melakukan kejahatan-kejahatan ke Batalion pen disiplin dan penggantian keija bhakti dengan penahanan di ruangan penjagaan. Pengiriman ke Batalion pendisiplinan untuk masa tiga bulan sampai dengan IIIIH tuliun, dapat dibedakukan kepada anggotaanggota Angkatan Bersenjata yang lKulor dalam perkara-perkara yang ditetapkan dengan Undang-undang dan juga da- Um perkaraperkara yang sehubungan dengan keadaan-keadaan perkara dan sifat ilnil orang yang bersalah, apabila hakim berpendapat adalah bijaksana untuk menghentikannya dalam masa yang sama dengan pengiriman ke Batalion pendisiplinan
IH

it u k masa yang tidak

melebihi dua tahun perampasan kemerdekaan. Dalam hal penahanan di ruangan penjagaan untuk anggota Angkatan Ber- Miijata, sebagai pengganti dari keija bakti tanpa perampasan kemerdekaan, maka Uinanya tidak boleh melebihi dua bulan. Pasal 30. Perampasan kekayaan.
Tcijemahan tidak resmi. 242

Pasal 28.

Perampasan kekayaan dibataskan sebagai perampasan wajib sebahagian atau wl ruhnya kekayaan yang merupakan milik pribadi dari terpidana, tanpa ganti rugi dan pengalihannya menjadi milik negara. Perampasan kekayaan hanya dapat diterapkan dalam perkaraperkara kejahatan terhadap negara dan dalam perkara-perkara kejahatan-kejahatan berat yang menguntungkan perorangan

sebagaimana ditetapkan dengan Undang-undang. Apabila perampasan kekayaan diadakan, maka tata-cara, daftar barang-ba- lang yang paling berguna bagi terpidana dan orang lainnya yang menjadi tanggung

Tcijemahan tidak resmi.

243

FCL

an terpidana yang tidak menjadi sasaran perampasan, demikian pula kondisi-kondisi dan tata-cara penyelesaian klaim-klaim yang ditujukan kepada terpidana di luar kekayaan yang sudah dirampas, ditetapkan dalam perundangan Uni Republik-republik. Pasal 31. Pencabutan pangkat militer atau pangkat khusus lainnya, bintang-bintang, medalimedali dan tanda penghargaan. Dalam hal terbukti telah terjadi suatu kejahatan berat, maka seseorang yang memakai suatu pangkat militer atau pangkat khusus lainnya dapat dicabut pangkat tersebut dengan perintah dari pengadilan/hakim. Dalam hal terbukti telah terjadi suatu kejahatan berat, maka seseorang yang dianugerahi bintang-bintang atau medali-medali atau memiliki suatu tanda penghargaan yang diberikan oleh Presidium dari Soviet tertinggi dari USSR, Presidium dari Soviet tertinggi dari Uni Republik-republik yang Otonom, atau memakai pangkat militer atau pangkat lainnya yang dianugerahkan kepadanya oleh Presidium Soviet tertinggi dari USSR, atau Ketua Menteri-menteri dari USSR, maka dalam penjatuhan hukuman, hakim mengambil kebijaksanaan untuk menyarankan kepada badan yang menganugerahkan bintang
244

Terjemahan tidak resmi.

FCL Pasal 33.

atau medali atau tanda penghargaan tersebut kepada terpidana, untuk mencabut dari terpidana bintang atau medali, pangkat militernya atau pangkat lainnya atau tanda penghargaannya. IV. PENJATUHAN PIDANA DAN PEMBEBASAN DARI PEMIDANAAN Pasal 32. Prinsip-prinsip Umum mengenai Penjatuhan Pidana. Pengadilan menjatuhkan Pidana di dalam batas-batas yang didasarkan pada suatu pasal dari hukum yang dibuat sebagai pertanggungjawaban tindak pidana yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dimuat di dalam Dasar- dasar perundang-undangan ini dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dari Uni Republik. Di dalam menerapkan hukuman-hukuman pengadilan menggunakan pertimbangan akan sifat dan tingkatan keberbahayaan dari tindak pidana yang dilakukan terhadap masyarakat, perilaku tersangka dan adanya keadaan-keadaan yang meringankan dan memperberatkan kesalahan. Keadaan-keadaan yang meringankan pertanggungjawaban Pidana. Keadaan-keadaan yang dikenal sebagai memperingan

pertanggungjawaban |ililniiii jika menjatuhkan pemidanaan ialah:


245

I erjemahan tidak resmi.

FCL Pasal 33.

11) Tindakan yang dilakukan oleh tereangka untuk mencegah timbulnya keadaan-keadaan yang menyakitkan (terhadap

korban) sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya, kesukarelaannya untuk memberikan ganti kerugian atas

kehilangan yang terjadi, atau memperbaiki kerusakan-kerusakan yang dilakukannya; (/) Pelaksanaan suatu tindak pidana dari suatu tindakan yang secara bersamaan melakukan tindakan mulia atau karena keadaan keluarga; (t) Pelaksanaan tindak pidana di bawah ancaman-ancaman atau tekanan memaksa atau ancaman kekerasan terhadap jasmani atau lain-lain yang bersifat tidak bebas;
(4)

Pelaksanaan suatu tindak pidana di bawah pengaruh emosi mental yang sangat mendadak karena tindakan yang melanggar hukum dari fihak korban;

(') Pelaksanaan suatu tindak pidana dalam rangka tindakan mempertahankan terhadap suatu serangan yang membahayakan masyarakat meskipun tindakan pertahanan itu melampaui batas tindakan pertahanan yang semestinya; (<) Pelaksanaan tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur;
I erjemahan tidak resmi. 246

FCL Pasal 33.

(/) Pelaksanaan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seorang wanita yang sedang hamil;
(H)

Pengakuan secara jujur atas kesalahan atau kesukarelaan untuk menyerahkan diri kepada yang berwajib. Kitab Undang-undang Hukum Pidana dari Uni Republik dapat

menentukan keadaan-keadaan lain yang memperingan. Jika menjatuhkan pidana, pengadilan juga dapat menggunakan sebagai pertimbangan keadaan-keadaan yang meringankan yang tidak ditentukan oleh undang- undang. Keadaan-keadaan yang memperberat suatu tindak pidana. Keadaan-keadaan yang dikenal sebagai memperberat suatu tindak pidana jika menjatuhkan putusan adalah:
(1)

Suatu pelaksanaan tindak pidana oleh seseorang yang pernah melakukan tindak pidana. Pengadilan mempunyai hak untuk tidak mempertimbangkan suatu tindak pidana yang telah dilakukan sebelumnya sebagai pemberatan, tergantung pada sifatnya.

(2)

Suatu

pelaksanaan

tindak

pidana

oleh

kelompok

yang

diorganisir;
I erjemahan tidak resmi. 247

FCL Pasal 33.


(3)

Suatu pelaksanaan tindak pidana untuk memperoleh keuntungan pribadi atau lain-lain motivasi yang mendasar;

(4)

Tindak pidana yang berakibat kematian; Suatu pelaksanaan tindak pidana terhadap anak-anak, kepada orang yang

(5)

lanjut usia atau kepada orang yang tidak berdaya;


(6)

Membujuk anak-anak untuk melakukan tindak pidana atau melibatkan anakanak untuk melakukan tindak pidana;

(7)

Suatu pelaksanaan tindak pidana dengan kekejaman atau dengan menista korban;

(8)

Suatu pelaksanaan tindak pidana dengan mengambil keuntungan pada suatu bencana di masyarakat;

(9)

Suatu pelaksanaan tindak pidana dengan menggunakan alat-alat yang dipandang secara umum berbahaya; Kitab Undang-undang Hukum Pidana Uni Republik dapat

menentukan keadaan-keadaan lain yang memperberat sebagai tambahan dari pada ketentuan-ke- tentuan dalam pasal ini.
I erjemahan tidak resmi. 248

FCL Pasal 35.

Penjatuhan Pidana terhadap kasus-kasus yang pelaksanaannya lebih dari satu tindak pidana. Jika seseorang terbukti bersalah melakukan dua atau lebih tindak pidana yung diatur dalam pasal-pasal yang berbeda dan belum dijatuhkan pidana untuk Undak pidana itu, maka pengadilan dalam menjatuhkan pidana secara terpisah I r r hadap masing-masing tindak pidana tersebut, akan menentukan pidana yang diperberat dengan menjatuhkan pidana yang lebih ringan secara berbarengan dengan pidana yang lebih berat, atau menjatuhkan pidana-pidana tersebut seluruhnya alau bahagian demi bahagian secara berturutan, asal dalam batas-batas maksimum uncaman pidana yang terberat yang diatur dalam pasal perundangan. Setiap pidana tambahan yang ditentukan oleh pasal-pasal dalam perundangan yang menentukan pertanggungjawaban pidana di mana tertuduh telah terbukti ber- Nalah dapat dikenakan sebagai penambahan pada pidana pokok. Ketentuan-ketentuan yang sama diterapkan untuk menentukan pidana dalam kasus-kasus yang teijadi di mana terhadap tertuduh yang telah dijatuhi pidana Ictapi tertuduh tersebut juga terbukti bersalah atas suatu tindak pidana lain, sebelum pidana terhadap kasus yang terdahulu dijalankan. Dalam kasus demikian itu pidana yang telah sepenuhnya atau sebahagian dijalani akan dipergunakan sebagai
Terjei.lahan tidak resmi. 249

pertimbangan. Pasal 36. Penjatuhan pidana pada kasus-kasus pidana yang dilakukan lebih dari satu tindak pidana. Jika seseorang terpidana melakukan tindak pidana baru setelah penjatuhan pidana tetapi pidana tersebut belum dijalani sepenuhnya, pengadilan menambahkan sepenuhnya atau sebahagian pidana yang belum dijalani itu pada pidana yang akan dijatuhkan terhadap tuduhan kedua. Di dalam menjatuhkan pidana-pidana secara berurutan sesuai dengan pasal ini, maka jumlah pidananya tidak boleh melebihi jumlah maksimum ancaman pidana yang ditentukan oleh Undangundang terhadap tindakan tersebut. Pidana perampasan kemerdekaan yang dijatuhkan secara berturutan tidak _-* iiwaid ivcsciurunan dan dalam hal di mana suatu tin dak pidana yang oleh Undang-undang ditentukan pidananya lebih dari sepuluh tahun tidak boleh melebihi lima belas tahun.

Terjemahan tidak resmi.

250

Pasal 37. Penjatuhan pidana yang lebih ringan dari pada yang ditentukan oleh Undang-undang. Pengadilan, jika memandang perlu dapat menjatuhkan suatu pidana yang lebih ringan dari pada yang ditentukan oleh Undangundang atau suatu pidana yang bersifat lebih ringan dan menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut dengan mempertimbangkan pula

sifat/karakter dari tertuduh. Pasal 38 Pidana bersyarat. Jika pengadilan, di dalam menerapkan pidana perampasan kemerdekaan atau keija bakti untuk perbaikan, setelah

mempertimbangkan keadaan-keadaan dari kasusnya dan sifat dari tersalah, sampai pada kesimpulan bahwa hal itu akan merugikan bagi tertuduh untuk melaksanakan pemidanaannya, dapat memerintahkan penerapan pidana bersyarat dengan menjelaskan alasan-alasan yang ditemukannya yang dicantumkan dalam suatu pernyataan tambahan. Dalam kasus-kasus semacam itu maka pengadilan tetap pada putusannya dengan syarat bahwa tertuduh tidak melakukan tindak pidana yang sama atau sesuatu tindak pidana lain yang serupa gradasinya selama dalam masa pidana bersyarat itu. Dalam masa di mana seseorang telah sedang dipidana bersyarat
Terjemahan tidak resmi. 251

melakukan tindak pidana yang sama atau sempa beratnya selama dalam waktu yang ditentukan baginya, maka pengadilan akan menyatakan penjatuhan pidana atas orang bersangkutan sesuai dengan aturan-aturan tersebut pada pasal 36 dari perundangan ini. Kecuali denda tidak boleh dikenakan pidana tambahan dalam kasus-kasus pemidanaan bersyarat. Batas-batas daripada masa waktu pidana bersyarat yang dapat diterapkan dan cara di mana tertuduh akan ditempatkan di bawah pengawasan dan dididik kembali diatur dengan suatu Undang-undang Uni Republik-republik. Pengadilan dapat mempertimbangkan keadaan-keadaan daripada kasus tertahui, sifat-sifat dari tersangka dan juga atas permintaan organisasi masyarakat atau Mmupok-kelompok pabrik atau

organisasi buruh petani kolektif di tempat di iuiuiii tersangka bekeija dan pengadilan dapat menunjuk organisasi-organisasi atau k i >l<-k tif-kolektif itu bertanggung jawab atas pendidikan ulang dan membina orang yang dipidana bersyarat. Pasal 39. Penundaan penjatuhan pidana dalam waktu perang terhadap anggota Angkatan Bersenjata atau mereka yang bertanggung jawab untuk kewajiban militer.
Terjemahan tidak resmi. 252

Di dalam masa perang perampasan kemerdekaan yang dikenakan terhadap se- Morang anggota Angkatan Bersenjata atau kepada seseorang yang mempunyai tang- liuug jawab untuk wajib militer atau mengikuti mobilisasi dapat ditunda oleh pengadilan sampai terhentinya permusuhan, dan tertuduh diberangkatkan ke medan perang. Dalam hal ini pengadilan dapat juga menunda pelaksanaan pidana tambah- II. Jika dalam waktu sedang menjalani kewajiban militernya di medan perang se- orang tertuduh membuktikan dirinya sebagai pembela yang tangguh terhadap tanah Itnya yang sosialis, maka pengadilan dapat membebaskannya dari pemidanaan luu

menggantikan dengan pidana yang lebih ringan atas permohonan yang diaju- kun oleh pimpinan militer yang bersangkutan. Dalam hal seseorang ditunda pemidanaannya melakukan tindak pidana baru, pengadilan akan menambah pidana bam pada pidana lama sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang dicantumkan pada pasal 36 dalam dasar-dasar perundangan ini.

Pasal 40. Yang termasuk dalam penahanan pendahuluan. Pengadilan yang memasukkan penahanan pendahuluan dalam suatu pemidanaan perampasan kemerdekaan atau pengiriman ke
Terjemahan tidak resmi. 253

Batalyon pendisiplin harian, dun dalam hal suatu pemidanaan keija bakti untuk perbaikan, transportasi, atau pengasingan, maka satu hari dalam penahanan pendahuluan dihitung sebagai tiga hari. Batas waktu (hak) penuntutan. Seseorang tidak boleh dituntut sebagai pelaku tindak pidana setelah jangka waktu berikut ini lewat sejak pelaksanaan tindak pidana:
(1)

Tiga tahun sejak dari saat pelaksanaan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana perampasan kemerdekaan maksimum dua tahun atau dengan suatu pidana yang bukan perampasan kemerdekaan.

(2)

Lima tahun dari saat pelaksanaan suatu tindak pidana yang oleh Undang-undang diancam dengan pidana perampasan

kemerdekaan maksimum lima tahun.


(3)

Sepuluh tahun dari saat pelaksanaan suatu tindak pidana yang oleh Undang- undang diancam dengan suatu pidana yang lebih berat dari perampasan kemerdekaan selama lima tahun. Batas waktu yang lebih pendek untuk jenis-jenis tindak pidana

dapat ditetapkan dengan Undang-undang Uni Republik-republik. Pembatasan waktu tersebut tidak diterapkan, apabila dalam

Terjemahan tidak resmi.

254

FCL

waktu yang ditetapkan Undang-undang, seseorang melakukan tindak pidana lain yang diancam dengan pidana perampasan kemerdekaan selama lebih dari dua tahun. Batas waktu dalam kasus-kasus tersebut dihitung mulai dari saat pelaksanaan tindak pidana yang kedua. Batas waktu tersebut tidak diterapkan terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan ia tetap

Pasal 42.

bersembunyi/menghindarkan diri dari pengusutan atau peradilan. Dalam hal tersebut batas waktu menjadi berlaku dari saat seseorang ditahan atau menyerahkan diri secara sukarela. Selanjutnya bagi orang ini tidak dapat dituntut pertanggungjawaban pidana, jika periode lima belas tahun telah dilewati dari saat pelaksanaan tindak pidana itu dan tidak melakukan lagj kejahatan yang baru di dalam masa itu. Masalah mengenai penerapan dari pada batas waktu kepada orang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana mati ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal pengadilan memutuskan menolak pidana mati untuk dapat

diterapkan, maka harus diganti dengan perampasan kemerdekaan. Batas waktu (hak) pelaksanaan pidana. Suatu pidana dihapuskan jika belum dilaksanakan selama periode berikut, loihltiing mulai hari putusan itu mempunyai kekuatan pasti:
Tirjemahan tidak resmi. 255

FCL

(I) Tiga tahun dalam kasus-kasus yang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan yang tidak melebihi dua tahun atau pidana yang bukan pidana perampasan kemerdekaan; (:) I .ima tahun dalam kasus-kasus yang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan yang tidak melebihi lima tahun; (t) Sepuluh tahun dalam kasus-kasus yang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan yang lebih berat dari lima tahun. Batas-batas waktu yang lebih pendek untuk berbagai jenis tindak pidana da- |Ml ditetapkan dengan Undang-undang Uni Republik-republik. Periode waktu itu terhenti jika terpidana menghindari

Pasal 42.

pelaksanaan pidana, itUu sebelum periode itu lewat melakukan tindak pidana lain untuk mana peng- tllliin menghukumnya dengan pidana perampasan kemerdekaan selama tidak kurang IniI satu tahun, pidana transportasi atau pengasingan selama tidak kurang dari tiga lllniii. Periode batas waktu dalam kasus-kasus pelaksanaan suatu tindak pidana ba- Mi dihitung dari saat hal itu dilakukan, dan dalam hal menghindari pelaksanaan pi- I IDIIII dihitung dari saat terpidana menyerahkan diri untuk melaksanakan pemidana- 'iii ,iiau dari saat tertuduh yang bersembunyi di tahan/di tangkap. Sebagai penamIwhim pada ketentuan ini bahwa pidana tidak dapat dilaksanakan apabila lima belas (Ihhi telah lewat dari saat hari putusan itu
Tirjemahan tidak resmi. 256

FCL

diumumkan dan periode lima belas ta- Hun Itu tidak telah terhenti karena pelaksanaan suatu tindak pidana baru. Masalah mengenai dapat diterapkannya batas-waktu kepada seseorang yang illpiduna mati ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal pengadilan memutuskan tidak ilupul dipidana mati maka diganti dengan perampasan kemerdekaan. Pasal 43. Pembebasan dari pertanggungjawaban pidana dan dari pidana. Seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana jika terbukti bahwa di dalam masa penyidikan atau penyidangan perkara tersebut di pengadilan, oleh karena perubahan keadaan, tindakan yang dilakukan oleh tersalah telah hilang sifat-sifat keberbahayaannya bagi masyarakat atau bahwa orang bersangkutan tidak lagi membahayakan masyarakat. Seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dapat dibebaskan dari pemidanaan, jika pada saat kasusnya disidangkan di pengadilan terbukti bahwa tingkah lakunya yang tidak tercela kemudian dan kejujurannya berbakti tidak lagi membahayakan masyarakat.

Pasal 42.

Tirjemahan tidak resmi.

257

FCL

Pasal 44. Pembebasan bersyarat dari suatu pidana sebelum habis waktu yang ditentukan atau penggantian dengan suatu pidana yang lebih ringan. Jika seseorang dipidana perampasan kemerdekaan, kerja bakti, transportasi pendisiplinan, atau oleh pengasingan karena atau dikirim ke Batalyon laku dan

Pasal 42.

keteladanan

tingkah

kejujurannya berbakti membuktikan bahwa dia telah berobah jadi baik, setelah tidak kurang dari setengah pidananya dijalaninya, pengadian dapat memerintahkan pembebasan bersyarat sebelum masa (pidananya) selesai, atau bagian dari pidana yang tersisa yang belum dijalaninya diganti dengan pidana yang lebih ringan. Dalam hal ini terpidana dapat juga dibebaskan dari pidana-pidana tambahan; transportasi, pengasingan, pencabutan hak-hak untuk menduduki jabatan tertentu atau berada pada suatu kegiatan tertentu. Penerapan ketentuan yang mengatur pembebasan bersyarat sebelum pidana dijalani atau penggantian dengan pidana yang lebih ringan untuk bagian pidana yang belum dijalani, dapat diterapkan untuk orang-orang yang dipidana karena tindak pidana yang berat khususnya terhadap negara dan tindak pidana berat lainnya yang ketentuan-ketentuan untuk itu diatur dalam Undang-undang Uni Republik- republik, setelah maksimum dua pertiga dari pidananya telah dijalani.
Tirjemahan tidak resmi. 258

FCL

Dalam hal seseorang yang telah dibebaskan bersyarat sebelum menyelesaikan pidananya, melakukan tindak pidana yang serupa atau yang tidak beratnya selama periode pembebasan bersyarat itu, maka pengadilan akan menerapkan pidana padanya sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 36 dari dasar-dasar perundangan ini. Pembebasan bersyarat sebelum penyelesaian suatu pidana, atau penggantian

Pasal 42.

Tirjemahan tidak resmi.

259

FCL

pilUiia yang lebih ringan untuk bagian pidana yang belum dijalani, tidak dapat diletupkan khususnya terhadap penjahatpenjahat karena kebiasaan. Pasal 45. Pembebasan dari pemidanaan dan penggantian pidana dengan yang lebih ringan untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang di bawah umur delapan belas tahun. Jika seseorang dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan atau keija bakti kalimu melakukan suatu kejahatan yang ketika itu dia berumur di bawah delapan IipIun tahun, oleh karena keteladanan tingkah lakunya serta kejujurannya beibakti 1U11 latihan,

membuktikan bahwa dia telah berubah jadi baik, maka pengadilan ilaput menetapkan hal-hal sebagai berikut setelah minimal sepertiga dari pidananya Itluli dijalani: (I) Pembebasan bersyarat dari pemidanaan sebelum berakhir masa pencapaian umur delapan belas tahun bagi terpidana, dan (J) Pembebasan sepenuhnya dari pemidanaan sebelum berakhir masa pencapaian umur delapan belas tahun bagi terpidana.
(1)

Penggantian dengan pidana yang lebih ringan.

l'lrjcmahan tidak resmi.

260

Pasal 46. Pembebasan dari menjalankan suatu pidana. Pembebasan bagi terpidana dari suatu pemidanaan atau pengurangan pida- II, dengan kekecualian pembebasan dari atau pengurangan suatu pidana karena mnnesti atau pengampunan, hanya dapat dilaksanakan oleh pengadilan dalam ka- in-kasus yang ditentukan oleh perundangan dan berdasarkan perundangan Pasal 47. Hapusnya pemidanaan, llal-hal yang berikut ini dipandang sebagai tidak pernah dipidana;
(1)

Orang-orang yang telah menjalani suatu hukuman dalam Batalyon pendisiplinan atau telah dibebaskan dari situ sebelum berakhirnya masa hukumannya, dan juga anggota-anggota Angkatan Bersenjata yang telah ditahan di ruang tahanan militer sebagai ganti keija bakti;

(2)

Orang-orang yang dipidana beisvarat jika mereka tidak melakukan suatu tindak pidana baru selama wakiu pemidanaan bersyarat tersebut;

(3)

Orang-orang yang dipidana pengawasan masyarakat, denda, perampasan hak untuk menduduki jabatan tertentu atau 261 berada

dalam kegiatan tertentu atau keija bakti, jika selama satu tahun setelah menjalani pidananya, mereka tidak melakukan tindak pidana baru;
(4)

Orang-orang yang dipidana perampasan kemerdekaan untuk waktu tidak lebih dari tiga tahun atau transportasi atau pengasingan, jika selama tiga tahun setelah menjalani pidananya (pokok dan tambahan), mereka tidak melakukan tindak pidana baru;

(5)

Orang-orang yangdipidana perampasan kemerdekaan antara 3 sampai 6 tahun, jika selama 5 mereka tidak melakukan tindak pidana baru;

(6)

Orang-orang yang dipidana perampasan kemerdekaan antara 6 sampai 10 tahun, jika selama 8 iahun setelah menjalani pidananya (pokok dan tambahan) mereka tidak melakukan tindak pidana baru;

(7)

Orang-orang yangdipidana perampasan kemerdekaan selama lebih dari 10 tahun, jika dalam8 tahun setelah menjalani pidananya (pokok

dan tam bahan), mereka tidak melakukan tindak pidana baru, dan jika pengadilan menetapkan bahwa terpidana telah baik kembali dan bahwasanya tidak ada gunanya lagi memperhatikannya lebih lanjut sebagaimana telah dibuktikan.
262

Jika seseorang dipidana perampasan kemerdekaan, karena keteladanan tingkah lakunya dan kejujurannya berbakti setelah menjalani pemidanaannya, terbukti bahwa dia telah pulih kembali, pengadilan dapat menyetujui peimintaan dari organisasi-organisasi massa untuk menentukan bahwa dia tidak pernah dihukum sebelum periode yang ditentukan dalam pasal ini terhenti.

*** Terjemahan tidak resmi.

263

FCL

LAMPIRAN 4

TERJEMAH AN "KETENTUA N UMUM DARI THE PF.NAL CODE OF MALAYSIA


l'lrjcmahan tidak resmi. 246

***

PC

Terjemahan tidak resmi.

247

PC

4 v ir '* $*?*; Vfvii' KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

(MALAYSIA, FMS. CAP. 45)

SUATU PENGUNDANGAN UNTUK MENGKONSOLIDASIKAN PERUNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAK PIDANA KEJAHATAN.

BAB I. PENDAHULUAN
Terjemahan tidak resmi.

248

PC

Pasal 1. Pengundangan ini dapat disebut KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP). Pasal 2. Seseorang dipertanggungjawabkan pidana hanya berdasarkan KUHP ini (mliadap setiap tindakan atau kelalaian yang bertentangan dengan ketentuan-ke- lontuan di dalamnya jika untuk itu ia dinyatakan bersalah di dalam negara-negara Malaya. Pasal 3. Seseorang yang menurut perundangan mampu bertanggung jawab yang akan diadili karena tindak pidana yang dilakukan di luar negara-negara Malaya, kepadanya dapat diperlakukan yang

bersesuaian dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini untuk setiap tindakan yang dilakukan di luar negara-negara Malaya dengan cara seolah-olah tindakan itu telah dilakukan dalam negara-negara Malaya. Pasal 4. (Pasal 4 tidak ada). Pasal 5.

Terjemahan tidak resmi.

249

PC

Dalam KUHP ini tidak dimaksudkan untuk mencabut, merobah, menangguhkan atau mempengaruhi suatu ketentuan perundangan tertulis tentang pemidanaan pemberontakan (militer) dan desersi para perwira, serdadu-serdadu dan awak pesawat udara dalam Angkatan Bersenjata Negara Federasi (Malaya), atau perundangan lainnya yang diberlakukan sementara.

BABU. PENJELASAN UMUM Pasal 6. Untuk seluruh KUHP ini, setiap definisi tindak pidana, setiap ketentuan pidana dan setiap illustrasi dari setiap definisi atau ketentuan pidana tersebut, harus yang diartikan tercantum tunduk dalam kepada BAB

pengecualian-pengecualian

"PENGECUALIAN UMUM, meskipun pengecualian itu tidak diuraikan lagi dalam definisi, ketentuan pidana atau illustrasi sedemikian itu.

Illustrasi.
(a)

Pasal-pasal dalam KUHP ini yang berisikan definisi-definisi tindak pidana tidak menyatakan bahwa seseorang anak yang berumur di bawah 7 tahun tidak dapat melakukan suatu tindak pidana, tetapi definisi tersebut harus diartikan tunduk kepada

Terjemahan tidak resmi.

250

PC

pengecualian

umum

yang

menentukan

bahwa

"Bukan

merupakan tindak pidana jika dilakukan oleh seseorang anak di bawah umur 7 tahun.
(b)

Perwira Polisi A, tanpa surat perintah menahan Z karena melakukan pembunuhan. Dalam hal ini A tidak dipersalahkan karena penahanan yang bertentangan dengan hukum, karena ia terikat pada perundangan untuk menahan Z, dan karenanya kasus itu tunduk pada pengecualian umum yang menentukan bahwa Bukan suatu tindak pidana jika dilakukan oleh seseorang yang terikat pada perundangan untuk melakukannya.

Pasal 7. Setiap ungkapan yang telah dijelaskan dalam suatu bagian KUHP ini, digunakan untuk setiap bagian KUHP ini bersesuaian dengan penjelasan tersebut. Kata ganti orang dia (he) dan semacamnya digunakan untuk setiap orang Inilk lelaki maupun perempuan.

Pasal 9. Kecuali jika timbul kebalikannya yang ternyata dari susunan


251

Terjemahan tidak resmi.

kalimatnya, liiuka kata-kata yang bermakna bilangan tunggal mencakup juga bilangan jamak dnu kata-kata yang bermakna bilangan jamak juga mencakup bilangan tunggal.

Pasal 10. Kata lelaki menunjukkan seorang manusia berkelamin lelaki dari setiap tnnur, kata "perempuan menunjukkan seseorang manusia berkelamin perempu- iin dari setiap umur. Pasal 11. Kata "orang (person) meliputi sesuatu perusahaan atau persekutuan atau da- il orang-orang, baik berbentuk badan hukum atau tidak. Pasal 12. Kata "publik meliputi sesuatu tingkatan dari masyarakat atau sesuatu golongan. Pasal 13. (dicabut). Pasal 14 16. (tidak ada)

Pasal 17. "Pemerintah meliputi pemerintah dari Federasi dan negaranegara (bagian) dan seseorang yang secara sah melakukan fungsifungsi eksekutif dari pemerintah berdasarkan suatu perundangan tertulis.

Pasal 18. (tidak ada) Pasal 19. Kata hakim" tidak hanya menunjukkan setiap orang yang diangkat secara sah sebagai hakim, melainkan juga setiap orang yang diberi kekuasaan oleh perundangan, dalam sesuatu acara hukum perdata atau pidana, memberikan suatu putusan yang pasti, atau suatu putusan jika tidak dibanding menjadi pasti, atau suatu putusan yang jika dikuatkan oleh suatu penguasa lain akan jadi pasti, atau salah seorang dari kumpulan orang-orang yang diberi kekuasaan oleh perundangan untuk memberi putusan sedemikian itu. Illustrasi:
(a)

Seorang

magistrat

melakukan

kewenangan

pengadilan

sehubungan dengan suatu tuduhan, untuk mana ia mempunyai

kekuasaan memidana berupa denda atau penjara, dengan atau tanpa banding adalah seorang hakim.
(b)

Seorang walikota yang melakukan penyelidikan tentang asa! mula dari suatu kebakaran berdasarkan ketentuan perundangan kota adalah hakim.

Pasal 20. Kata "pengadilan menunjukkan seorang hakim yang diberi kekuasaan oleh perundangan untuk melakukan sendiri peradilan, atau suatu majelis hakim, hakim yang diberi kekuasaan oleh perundangan untuk melakukan peradilan sebagai suatu badan, apabila hakim atau badan sedemikian itu sedang melakukan peradilan.

Pasal 21. Kata-kata "pegawai Umum menunjukkan seorang yang termasuk dalam salah satu uraian berikut ini:

IVi imun Kmltni

Dicabut. Setiap perwira yang berpangkat letnan muda ke atas dalam Angkatan Bersenjata (negara) federasi. Setiap hakim.

1 Krompat

Setiap perwira pengadilan yang bertugas sebagai perwira untuk menyelidiki atau melaporkan sesuatu masalah hukum atau fakta atau untuk membuat surat otentik, atau menyimpan suatu dokumen, atau untuk menyita atau memusnahkan suatu kekayaan, atau untuk melaksanakan sesuatu proses peradilan, atau untuk menata usaha suatu sumpah, atau untuk menteijemahkan, atau untuk memelihara ketertiban di pengadilan, dan setiap orang yang secara khusus dikuasakan oleh pengadilan untuk melakukan salah satu tugas tersebut di atas;
K i-linia

Setiap juri atau juru taksir yang membantu pengadilan atau pe-

gawai umum;

K cenam

Setiap arbitrator atau orang lain yang kepadanya diserahkan oleh suatu pengadilan atau penguasa umum lainnya untuk mengambil keputusan atau membuat laporan mengenai suatu perkara;

Setiap

orang

yang

memegang

suatu

jabatan,

Kedelapan :

Kesembilan :

Terjemahan tidak resmi.

berdasarkan itu ia diberi kuasa untuk menempatkan atau menjaga seseorang di dalam penahanan; Setiap perwira yang bertugas sebagai perwira tindak pidana, untuk memberi informasi mengliadapkan pelaku tindak pidana untuk memelihara kesehatan, keamanan rakat; Setiap perwira yang

bertugas menerima, menyimpan atau merintah, atau melakukan laporkan segala hal merintah, atau dokumen yang mencegah

yang berkaitan dengan keuangan pemerintah, atau menerima pembayaran atau pelaksanaan pekeijaan segala kewajiban. Kesepuluh : Setiap perwira yang bertugas

mengambil, menerima, menyim pan atau membelanjakan harta benda, melakukan penelitian atau perkiraan pajak, atau mengadakan bea atau pajak bagi suatu tujuan kebendaan umum terhadap desa kota, atau distrik atau membuat dokumen yang otentik, atau menyimpan dokumen untuk memastikan hak-hak orang pada desa, kota atau distrik. Penjelasan 1 Orang yang termasuk dalam uraian di atas adalah pegawai negeri apakah ditunjuk oleh Pemerintah ataupun tidak. Penjelasan 2 Di manapun ada perkataan "pegawai negeri harus diartikan untuk setiap orang yang secara aktual mempunyai status "pegawai negeri walaupun mungkin ada cacat hukum dalam rangka haknya untuk memiliki keadaan itu.

Pasal 22.
258 Terjemahan tidak resmi.

Kata-kata benda bergerak dimaksudkan hingga meliputi harta benda kebutuhan badaniah manusia yang tercantum pada setiap penguraian, kecuali lahan dan lain-lain yang melekat pada bumi, atau secara tetap terikat pada sesuatu yang melekat pada bumi. Illustrasi Sesuatu tulisan yang berhubungan dengan sesuatu harta benda yang nyata atau harta benda perseorangan atau suatu hak adalah benda bergerak.

Pasal 23. "Perolehan yang tidak sah adalah memperoleh sesuatu harta benda dengan cara yang tidak sah, dan seseorang yang sedang memperolehnya itu tidak menjadi pemilik yang sah menurut undangundang. "Kehilangan yang tidak sah adalah suatu kehilangan harta pemilik yang sah menurut undang-undang. Seseorang dikatakan memperoleh secara tidak sah, jika orang tersebut menguasai
IHii

tidak sah, demikian pula jika orang itu mendapatkannya

secara tidak snh. Nowioriing dikatakan kehilangan secara tidak sah, jika harta benda itu disembunyi- kun alau dicabut dari orang itu.
Terjemahan tidak resmi. 259

Pasal 24. Barang siapa melakukan sesuatu dengan maksud untuk menyebabkan per- li'lian yang tidak sah bagi satu orang, atau kehilangan yang tidak sah bagi orang luln dikatakan melakukan "ketidakjujuran.

Pasal 25. Seorang dikatakan melakukan perbuatan "kecurangan, jika ia melakukan l>crbuatan itu tidak lain dengan maksud untuk memperdaya.

Pasal 26. Seseorang dikatakan mempunyai "alasan untuk mempercayai sesuatu hal, jika ia mempunyai cukup penyebab dan tidak lain dari cara itu untuk mempercayainya. Pasal 27. Apakah harta benda ada "dalam pemilikan seseorang isteri, pegawai, pelayan yang menjadi tanggungan dari orang tersebut, maka ia (harta-benda) tersebut adalah milik orang tersebut sesuai dengan pengertian dalam Undang-undang ini. Penjelasan: A orang yang dipekeijakan secara sementara atau dalam
Terjemahan tidak resmi. 260

keadaan tertentu sebagai pegawai atau pelayan, maka orang termaksud adalah pegawai dan pelayan yang dimaksud dalam kitab Undang-undang ini.

Pasal 28. Seseorang dikatakan "memalsu" yaitu bila ia membuat sesuatu tiruan dari sesuatu yang lain dengan maksud bahwa dengan alat yang ditirukan itu melakukan penyesatan, atau diketahuinya bahwa alat itu digunakan untuk tindakan penyesatani

Penjelasan: 1. Tidak dipandang penting dalam pemalsuan bahwa tiruan harus persis yang ditiru. Penjelasan : 2. Bilamana seseorang menyebabkan sesuatu sebagai tiruan dari sesuatu benda lain dan peniruan adalah sedemikian rupa sehingga seseorang mungkin akan terperdaya karenanya, maka hal itu akan dipandang seperti itu sampai terbukti kebalikan dari: bahwa orang yang menyebabkan sesuatu benda menjadi tiruan dan benda iain dengan maksud bahwa alat tiruan itu digunakan untuk melaksanakan penyesatan atau diketahuinya bahwa penyesatan akan dilakukan dengan alat itu. Pasal 29. Perkataan dokumen menunjukkan sesuatu yang menyatakan atau menggambarkan sesuatu kebendaan dengan memakai sarana
Terjemahan tidak resmi. 261

berupa huruf, gambar atau tanda-tanda atau dengan lebih dari satu sarana tersebut, dengan maksud untuk digunakan sebagai bahan bukti terhadap kebendaan itu. Penjelasan 1. Tidak dipersoalkan tentang sarana apa yang digunakan atau mengenai kebendaan apa yang digambarkan huruf-huruf, gambar-gambar atau tanda-tanda itu, atau apakah akan dimaksudkan sebagai bukti yang dapat digunakan di pengadilan ataupun tidak. Illustrasi. Sesuatu tulisan yang menyatakan syarat-syarat pada suatu kontrak, yang dapat digunakan sebagai bukti dari kontrak itu, disebut suatu dokumen. Sesuatu cheque kepada seseorang Bankir disebut dokumen. Kekuasaan penuntut umum adalah dokumen. Suatu peta atau rencana yang dimaksudkan atau dapat digunakan sebagai bukti adalah dokumen. Suatu tulisan yang berisi pengarahan atau instruksi adalah dokumen. Penjelasan 2. Apapun yang ditemukan dengan sarana hurufhuruf, gambar- gambar atau tanda-tanda seperti yang dijelaskan dalam penggunaan di bidang perdagangan maupun bidang lain dapat dipandang sebagaimana dinyatakan oleh huruf-huruf, gambar-gambar atau tanda-tanda itu sesuai dengan maksud pasal ini meskipun sebenarnya yang dinyatakan itu tidak sama.
Terjemahan tidak resmi. 262

Ulustr2si. A menuliskan namanya pada bagian belakang dari suatu surat berharga yang

Terjemahan tidak resmi.

263

PC

<lii|)ul dibayar atas perintah. Arti dari endosemen sebagaimana dijelaskan di bidang perdagangm adalah bahwa untuk surat itu harus diadakan pembayaran. Pengcn- doHemenan itu adalah dokumen dan harus ditafsirkan seperti menafsirkan "Bayarkan kepada pemegangnya atau kata-kata untuk tujuan itu telah ditulis tanda i.mgan itu di baliknya.

Pasal 30. Perkataan "surat-surat berharga menunjukkan suatu dokumen yang berupa atau diakui sebagai suatu dokumen, di mana suatu hak yang legal diciptakan, diperluas, dipindahkan, dibatasi, dihapuskan ataupun dilepaskan atau di mana seorang dinyatakan bahwa dia ditempatkan dalam pertanggungjawaban hukum ataupun tidak mempunyai hak hukum tertentu.

Illustrasi. A menulis namanya di bagian belakang surat wisel. Sebagai akibat dari endosemen ini adalah berpindahnya hak yang tercantum dalam surat berharga itu kepada seseorang yang menjadi

pemegangnya yang sah, maka pengendosemenan itu adalah "surat berharga.

Pasal 31.

PC

Perkataan wasiat menunjukkan suatu dokumen yang berisikan testamen.

Pasal 32. Pada setiap bagian Kitab Undang-undang ini, kecuali ada suatu kehendak yang sebaliknya yang dapat disimpulkan dari hubungan kalimatnya, maka kata-kata yang menunjukkan tindakan, diperluas juga untuk kelalaian yang tidak sah menurut undang-undang.

Pasal 33. Perkataan tindakan menunjukkan suatu rangkaian tindakan maupun tin- Teijemahan tidak resmi.

dakan tunggal. Perkataan "kelalaian berarti serangkaian kelalaian atau kelalaian tunggal. Pasal 34. Jika suatu tindakan kriminal dilakukan oleh beberapa orang, sebagai kelanjutan dari kehendak mereka bersama, setiap peserta dari mereka itu dipertanggungjawabkan atas tindakan itu, dengan cara yang sama seolah-olah tindakan itu dilakukan olehnya sendiri.

Pasal 35. Bilamana suatu tindakan, dipandang sebagai kriminal hanya jika ia telah dilakukan dengan suatu pengetahuan jahat atau dengan kehendak, dan dilakukan oleh beberapa orang, maka setiap peserta dari mereka yang bergabung dalam tindakan itu dengan pengetahuan jahat atau kehendak, dipertanggungjawabkan untuk tindakan itu dengan cara seolah-olah tindakan itu dilakukan olehnya sendiri dengan pengetahuan jahat atau kehendak.

Pasal 36. Di manapun penyebab dari suatu akibat tertentu, atau suatu percobaan untuk menghasilkan akibat itu dengan suatu tindakan atau suatu kelalaian adalah suatu tindak pidana, karenanya harus diartikan bahwa penyebab dari akibat itu adalah sebahagian dengan tindakan
256 Terjemahan tidak resmi.

dan sebagian dengan kelalaian pada tindak pidana yang sama. Illustrasi. Dengan kehendaknya A menyebabkan kematian Z, sebagian dengan kelalaian yang tidak sah untuk memberi Z makanan dan sebagian dengan memukul Z, maka A telah melakukan pembunuhan. Pasal 37. Jika suatu tindak pidana dilakukan dengan sarana beberapa tindakan, maka barangsiapa dengan sengaja bekerjasama

uhtu'k^pelaksanaan tindak pidana itu de-

257

Terjemahan tidak resmi.

H|UIIIIICIUKIIKUIISdiOIIbaluVId1it-lli|4HWMI.1.I. _

liriMima orang lain, ia telah melakukan tindak pidana itu.

Illustrasi.
(a)

A dan B bersepakat untuk membunuh Z dengan tuntas dan dalam beberapa waktu yang berlainan memberikannya racun dengan dosis sedikit demi sedikit. A dan B memberikan racun sesuai dengan kesepakatan tersebut dengan maksud untuk membunuh Z. Z mati sebagai akibat dari beberapa dosis racun yang diberikannya. Dalam hal ini A dan B bekerja sama untuk melaksanakan pembunuhan, dan karena masing-masing melakukan suatu tindakan yang karenanya mengakibatkan kematian, maka mereka berdua bersalah melakukan tindak pidana, meskipun tindakan masing-masing dilakukan secara terpisah.

(b)

A dan B bersama-sama adalah sipir penjara, dan dalam jabatan itu ke- dua-duanya bertugas menjaga terpidana Z secara bergantian dalam setiap enam jam. A dan B bermaksud menyebabkan kematian Z secara sadar

bekerjasama untuk menghasilkan akibat itu dengan melalaikan menyediakan makanan pada Z, dalam jam dinas masing- masing. A mati karena kelaparan. A dan B kedua-

duanya bersalah membunuh Z.


(c)

A seorang sipir bertugas mengurusi Z terpidana. A bermaksud mengakibatkan kematian Z, dengan cara melalaikan dengan tidak sah memberikan makan Z, sebagai konsekuensinya Z sangat berkurang kekuatannya, namun kelaparan itu tak cukup menyebabkan kematian Z. A dipecat dari pekeijaan dan B menggantikannya. B tanpa sekongkol atau bekerjasama dengan A, dengan tidak sah melalaikan memberi makan Z, sedang

diketahuinya bahwa dengan cara itu ia menghendaki kematian Z. Z mati kelaparan. B bersalah karena pembunuhan, tetapi karena A tidak bekerjasama dengan B, maka A hanya bersalah melakukan percobaan pembunuhan.

Pasal 38. Apabila beberapa orang terikat atau terlibat dalam pelaksanaan suatu tin- Tcrjemahan tidak resmi. dakan kriminal, maka dapat dipersalahkan untuk tindak pidana yang berbeda-beda karena melakukan tindakan itu.

Illustrasi.

A menyerang Z karena pengaruh provokasi yang berat, dan karenanya pembunuhan terhadap Z hanya akan merupakan pembunuhan karena kealpaan bukan suatu pembunuhan. B yang berniat jahat terhadap Z dan berkehendak untuk membunuh Z, pada hal ia tidak menjadi sasaran provokasi, membantu A untuk membunuh Z. Dalam hal ini meskipun A dan B kedua-duanya terlibat sebagai penyebab kematian Z, namun B bersalah karena

pembunuhan dan A hanya bersalah karena pembunuhan alpa. Pasal 39. Seseorang dikatakan menyebabkan suatu akibat dengan sengaja jika ia menyebabkan hal itu dengan sarana yang dikehendakinya untuk menyebabkan akibat itu, atau dengan menggunakan sarana yang pada saat ia melakukan tindakan itu ia mengetahui dan mempunyai alasan untuk percaya bahwa hal itu akan menyebabkan akibat tersebut.

Illustrasi. A menyalakan api pada waktu malam terhadap suatu rumah yang ditempati di suatu kota besar dengan maksud untuk memberi kesempatan bagi suatu perampokan, dan karenanya menyebabkan kematian seseorang. Dalam hal ini A mungkin tidak mempunyai maksud untuk membunuh, bahkan menyesal atas kematian yang terjadi karena tindakannya itu. Namun jika ia mengetahui bahwa

tindakannya

akan

menyebabkan

kematian

maka

ia

telah

menyebabkan kematian secara sengaja.

Pasal 40. Kecuali yang disebutkan pada bab dan pasal-pasal- dalam alinea-alinea kedua dan ketiga pada pasal ini maka perkataan "tindak pidana menunjukkan sesuatu tindakan yang dapat dipidana dalam Kitab Undang-undang ini. Pada Bab IV, dan pada pasal-pasal berikut ini yaitu pasal 71, 109,110, 112,

jika arti yang sebaliknya yang muncul dari ^ ^

114,

115,

116,

117*

187,

194,

195,203,211,213,214,

221,222,223,224,225,

J27, '28, 329, 330, 331, 347, 348, 388, 389 dan 445 perkataan "tindak pidana lirtnilj sesuatu yang dapat dipidana dalam Kitab Undang-undang ini atau oleh UniliiiiH-undang lain yang sedang berlaku. Dan dalam pasal-pasal dan 441, 141, perkataan

176,177,201,202,212,216

Undak pidana mempunyai arti yang sama jika sesuatu itu dapat dipidana oleh per- imilnngan lain yang berlaku, dapat dipidana berdasarkan perundangan tersebut

lirikan pidana penjara selama 6 bulan atau lebih, dengan atau tanpa denda. Pasal 4!. Tidak ada. Pasal 42. Tidak ada. Pasal 43.

260

Terjemahan ii(|*

jika arti yang sebaliknya yang muncul dari ^ ^

Perkataan tindakan yang tidak sah (illegal) dapat diterapkan pada setiap lliulak pidana, atau setiap hal yang dilarang oleh Undang-undang, atau setiap tin- ilnkan yang mempunyai dasar bagi suatu tindakan sipil; dan seseorang dikatakan "teiikat untuk melakukan suatu tindakan yang sah apabila 'oaginya merupakan Undakan yang tidak sah jika diabaikan. Pasal 44. Perkataan luka-luka berarti suatu kerusakan,

apabila dilakukan secara tidak uli pada seseorang pada bagian badannya, pikiran, reputasi atau harta milik. Pasal 45. Perkataan hidup berarti suatu keadaan hidup seorang manusia kecuali jika ili yang sebaliknya yang muncul dari hubungan kalimat. Pasal 46.

261

Terjemahan ii(|*

jika arti yang sebaliknya yang muncul dari ^ ^

Perkataan mati berarti suatu keadaan mati dari seorang manusia kecuali

262

Terjemahan ii(|*

jika arti yang sebaliknya yang muncul dari ^ ^

Pasal 47. Perkataan "binatang berarti sesuatu ^^ j sia.

Pasal 48. Perkataan "perahu berarti setiap benda y^g j di air bagi manusia atau harta benda.

Pasal 49. Apabila perkataan tahun atau perkata^n kan bahwa tahun atau bulan tersebut dihitung seSuaj ,

Pasal 50. Perkataan pasal (section) menunjukkan saj ^


s

tab Undang-undang ini yang ditandai oleh

je l

263

Terjemahan ii(|*

jika arti yang sebaliknya yang muncul dari ^ ^

Pasal 51. Perkataan sumpah meliputi suatu janji khidmat * dapat menggantikan sumpah, dan suatu pemyataan ^. kan oleh perundangan yang harus dilakukan di tiepan pc I kan untuk tujuan pembuktian di pengadilan ataupUn .

Pasal 52. Tidak dapat dikatakan telah dilakukan de^g^ meinjjJi "beritikat baik jika dilakukan
atau

tanpa

kesungguh^ ^ perhalian.

264

Terjemahan ii(|*

I
Pasal 75.

PC

Terjemahan tidak resmi.

266

I
Pasal 75.

PC

Apabila suatu tindak pidana terdiri dari bahagian-bahagian di mana setiap bagian itu sendiri merupakan suatu tindak pidana, maka petindak tidak dapat dipidana melebihi satu pidana yang ditentukan bagi tindak pidana-tindak pidana tersebut, kecuali bila ditentukan lain secara tegas. Apabila suatu tindak pidana termasuk dalam dua atau lebih definisi mandiri yang dirumuskan atau diancam dengan pidana dalam suatu perundangan yang berlaku, atau apabila beberapa tindakan yang di antaranya salah satu atau lebih dari satu berupa tindak pidana, jika digabungkan menjadi tindak pidana lain, maka pe- tindak tidak dapat dipidana dengan pidana yang lebih berat dari salah satu tindak pidana tersebut oleh pengadilan yang mengadilinya.

Ulustrasi.
(a)

A memukuli Z 50 kali dengan sebuah tongkat. A dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja yang menyebabkan Z luka, dengan keseluruhan pemukulan itu, dan juga setiap pukulan itu merupakan keseluruhan pukulan. Seandainya A dipertanggungjawabkan pidana untuk setiap pukulan, ia mungkin dipidana 50 tahun, namun ia hanya dipertanggungjawabkan satu pidana saja bagi keseluruhan

Terjemahan tidak resmi.

267

I
Pasal 75.

PC

pukulan.
(b)

Tetapi jika, pada saat A memukuli Z, Y campur tangan dan A dengan sengaja memukul Y, dalam hal ini karena pukulan yang ditujukan pada Y bukan merupakan bagian dari tindakan A yang dengan sengaja menyebabkan Z lukaluka, maka A dipertanggungjawabkan pidana untuk dengan sengaja menyebabkan luka Z dan juga dipertanggungjawabkan pidana karena pemukulan kepada Y. Pasal 72.

Dalam kasus-kasus di mana pengadilan menyatakan bahwa seseorang bersalah, karena salah satu dari beberapa tindak pidana yang ditentukan dalam putusan, namun terdapat keraguan mengenai tindak pidana yang pidananya diancamkan terendah, jika pidana tersebut tidak ditentukan untuk semua tindak pidana itu.

Pasal 73 74 (dibatalkan). Barangsiapa telah didakwa melakukan suatu tindak pidana yang diatur l>mla Bab XII atau Bab XVII dari Kitab Undang-undang ini yang diancam dengan pidana penjara selama 3 tahun atau lebih, atau di dalam suatu bagian di Malaysia, ill Republik Singapur, atau di negara Brunai didakwa melakukan suatu tindak pi- iluiia yang sifatnya sama dengan tindak pidana termaksud di atas, jika bersalah
Terjemahan tidak resmi. 268

I
Pasal 75.

PC

melakukan beberapa tindak pidana yang pada tiap-tiap BAB tersebut diancam dengan pidana penjara selama 3 tahun atau lebih, dapat menjadi subjek dari setiap Undak pidana tersebut sehingga pidana seumur hidup atau diduakalikan jumlah pidana tersebut yang seharusnya dipertanggungjawabkannya: Ditentukan bahwa da- Inni segala hal dia tida^ boleh dipertanggungjawabkan pidana penjara lebih dari 10 lahun. BAB IV PENGECUALIAN UMUM Pasal 76. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan oleh seseorang ka- icna alasan kekeliruan fakta dan bukan karena alasan kekeliruan perundangan, yang ilengan itikad baik percaya bahwa dia terikat oleh perundangan untuk melakukannya. DIustrasi.
(a)

A seorang serdadu menembak ke arah sekelompok perusak atas perintah Perwira yang lebih tinggi, sesuai dengan ketentuan perundangan A tidak melakukan tindak pidana.

(b)

seorang

petugas

pada

salah

satu

pengadilan,

diperintahkan oleh pengadilan itu untuk menangkap Y. Dan setelah penyelidikan yang seksama, dia yakin bahwa Z adalah Y, lalu menangkap Z. Maka A tidak melakukan
Terjemahan tidak resmi. 269

I
Pasal 75.

PC

tindak pidana. Pasal 77. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan oleh seorang hakim

Terjemahan tidak resmi.

270

PC

dalam

melaksanakan

kewenangannya

berdasarkan

kekuasaan

kehakiman, atau yang dengan itikad baik ia percaya hal itu diberikan oleh hukum padanya.

Fasal 78. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan sesuai dengan kepu- tusan hakim atau perintah pengadilan pada saat itu masih berlaku, meskipun pengadilan itu tidak punya kewenangan yuridiksi untuk memberikan keputusan atau perintah seperti itu, dengan ketentuan bahwa orang yang melakukan tindakan itu dengan itikad baik percaya bahwa pengadilan tersebut mempunyai yuridiksi termaksud. Pasal 79. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan seseorang yang dibenarkan oleh perundangan, atau yang karena alasan kekeliruan fakta dan bukan karena alasan kekeliruan perundangan, dengan itikad baik percaya bahwa dirinya dibenarkan oleh perundangan melakukan hal itu. Illustrasi. A melihat Z melakukan tindakan yang nampaknya bagi A adalah suatu pembunuhan. A dengan menggunakan pertimbangannya
Terjemahan tidak resmi.

PC

yang sebaik-baiknya dan dengan itikad baik, dalam melakukan kewenangan menurut undang-undang yang diberikan kepada semua orang untuk menangkap pembunuh, menyergap Z dan membawanya kepada yang berwajib. A tidak melakukan tindak pidana, meskipun mungkin ternyata bahwa Z bertindak dalam membela diri.

Pasal 80. Bukan suatu tindak pidana, jika tindakan dilakukan karena suatu bencana atau musibah dan tanpa kehendak-jahat atau pengetahuanjahat dalam melakukan suatu tindakan yang sah sesuai dengan caracara berdasarkan perundangan, menggunakan sarana yang sah dan dengan penuh perhatian dan kehati-hatian. Illustrasi. A sedang bekerja dengan kampak kayu. Kepala kampaknya teriepas dan mem-

Terjemahan tidak resmi.

14 bunuh seseorang yang berdiri di dekatnya. Dalam hal ini jika pada A tidak ada kc hendak dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, tindakannya itu dapat dima iiIkan dan bukan tindak pidana. Pasal 81. Bukan suatu tindak pidana, tindakan yang semata-mata dengan alasan baliw; hal itu telah terjadi dengan pengetahuan tentang kecenderungannya menyebabkar luka, jika hal itu dilakukan tanpa kehendak-jahat untuk menimbulkan kerugian dan dengan itikad baik untuk melindungi atau menghindari orang lain atau harfe benda dari kerugian lainnya. Penjelasan: Adalah merupakan suatu masalah mengenai kasus yang demikian yaitu apakah suatu kerugian harus dilindung? atau dihindari, yanj secara alamiah sedemikian dekat sehingga membenarkan atau memaafkan risiko untuk melaksanakan tindakan dengan pengetahuan bahwa hal itu cenderung mengakibatkan kerugian. Illustrasi.
(a)

A seorang Kapten kapal-uap, tanpa kesalahan atau kealpaan tiba-tiba mengetahui dirinya dalam satu posisi: bahwa sebelum ia dapat menghentikan kapalnya, tak dapat

Terjemahan tidak resmi.

265

PC

dihindarinya akan menabrak sebuah perahu B yang berpenumpang 2030 orang, jika ia tidak merubah haluan kapalnya; tetapi dengan merubah haluannya ia harus menanggung risiko menabrak perahu C yang diketahuinya hanya berpenumpang 2 orang. Dalam hal ini jika A merubah haluannya tanpa maksud menabrak perahu C, dan dengan itikat baik bermaksud menghindari perahu B, ia tidak bersalah melakukan tindak pidana walaupun ia mungkin menabrak perahu C dengan melakukan tindakan yang diketahuinya akan mengakibatkan hal itu; jika hal itu terjadi, sebenarnya keinginannya untuk menghindari bahaya itu sama-sama dapat dimaafkan apabila ia mengambil risiko untuk menabrak perahu C.
(b)

A dalam kebakaran yang besar meruntuhkan rumah untuk menghindarkan meluasnya api. Dia melakukan hal itu dengan maksud dan dengan itikad baik untuk

menyelamatkan manusia dan harta benda. Dalam hal ini jika ternyata bahwa kerugian yang hendak dicegah, pada ha- kekatnya sangat cenderung untuk memaafkan tindakan A, maka A tidak bersalah melakukan tindak pidana.

Terjemaha'i tidak resmi.

266

PC

Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan oleh seorang anak yang berumur di bawah tujuh tahun. Pasal 83. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan oleh seorang anak yang berumur di atas tujuh tahun dan di bawah sebelas tahun, yang belum mempunyai cukup kematangan pengertian untuk mempertimbangkan suatu keadaan serta konsekuensi perbuatannya pada saat itu. Pasal 84. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan oleh seseorang, yang pada saat melaksanakan tindakan itu, karena kedunguan, tidak mampu mengetahui hakekat dari tindakannya, atau bahwa ia melakukan sesuatu yang salah atau bertentangan dengan hukum. Pasai 85.
(i)

Kecuali sebagaimana diatur dalam pasal ini dan pasal 86,

maka keadaan mabuk tidak merupakan upaya pembelaan terhadap suatu tuntutan (melakukan) kejahatan.

Terjemaha'i tidak resmi.

267

(ii)

Keadaan mabuk dapat dijadikan upaya pembelaan terhadap PC

suatu tuntutan kejahatan, jika karenanya (keadaan mabuk itu) terdakwa pada saat perbuatan atau pelalaian itu tidak mengetahui bahwa perbuatan atau pelalaian itu salah atau tidak mengetahui apa yang telah dilakukannya dan:
(a)

bahwa keadaan mabuk itu disebabkan kehendak-jahat atau kesembronoan dari orang lain; atau

(b)

orang yang didakwa itu dalam keadaan tidak waras karena kemabukan untuk sementara atau terus-menerus, pada saat perbuatan atau pelalaian itu. Pasal 86.

(i)

Berdasarkan upaya pembelaan yang ditetapkan dalam sub (ii) pasal 85,

muka dalam hal suatu kasus termasuk paragrap(a), terdakwanya haius dibebauHn: Dan dalam hal suatu kasus termasuk paragrap (b), ketentuan-ketentuan pasal 8 ini) Undang-undang ini dan

sehubungan dengan Negara Malaya kecuali Penang dan Malacca, pasal-pasal 347 dan 348 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Nega- IH l'cderasi Malaysia dan sehubungan dengan Negara Penang dan Malacca, pasal 373 dan 374 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dari Straits Settlements, da- ;mt diterapkan.

Terjemaha'i tidak resmi.

268

PC
(ii)

Keadaan mabuk dapat digunakan sebagai pertimbangan

untuk tujuan menentukan apakah terdakwa telah mempunyai suatu niat secara khusus atau sebaliknya; dalam hal dia tidak

mempunyainya, maka dia tidak dipersalahkan melakukan tindak pidana.


(iii)

Untuk penerapan pasal ini dan yang sebelumnya, "keadaan

mabuk dapat dipandang meliputi suatu keadaan yang disebabkan oleh narkotik atau obat- obatan. Pasal 87. Bukan merupakan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan tidak dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau luka-luka berat, dan tidak diketahui oleh pelaku bahwa hal itu cenderung menyebabkan kematian atau luka-luka berat, dan sehubungan dengan itu mungkin timbul suatu kerugian/luka-luka atau dikehendaki oleh sipelaku terjadi akibat itu kepada seseorang yang berumur di atas delapan belas tahun, yang telah memberikan persetujuan dengan tegas ataupun secara tersirat untuk menerima derita itu; atau sehubungan dengan itu pelaku mengetahui bahwa akibat/kerugian itu cenderung terjadi kepada seseorang yang telah memberikan persetujuannya untuk menerima risiko kerugian tersebut.

Terjemaha'i tidak resmi.

269

PC

Illustrasi. A dan Z setuju untuk bermain anggar secara iseng. Di dalam perjanjian ini tersirat persetujuan bahwa masing-masing bersedia menanggung kemungkinan luka akibat permainan itu yang dilakukan tanpa kecurangan. Dalam hal ini A bermain jujur namun melukai Z, maka A tidak telah melakukan kejahatan. Pasal 88. Bukan merupakan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan tidak dimak

Terjemaha'i tidak resmi.

270

sudkan untuk menyebabkan suatu kematian, dan sehubungan dengan itu mungkin timbul suatu kerugian, atau dikehendaki oleh sipelaku terjadi akibat itu, atau diketahui oleh sipelaku adanya kecenderungan terjadinya akibat itu kepada seseorang, yang dengan itikad baik dilakukan demi kepentingan orang itu yang telah memberikan persetujuannya dengan tegas atau tersirat, untuk menderita kerugian itu atau menerima risiko kerugian tersebut.

Illustrasi. A seorang ahli bedah mengetahui bahwa suatu operasi tertentu akan menyebabkan kematian Z yang menderita sesuatu keluhan rasa sakit, tetapi A tanpa bermaksud menyebabkan kematian Z dan berkehendak dengan itikat baik untuk keuntungan Z, melaksanakan operasi itu terhadap Z dengan persetujuan Z, A tidak melakukan tindak pidana. Pasal 89. Bukan merupakan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan dengan itikad baik untuk keuntungan seseorang yang berumur di bawah duabelas tahun, atau yang tidak waras jiwanya, dan dengan persetujuan yang tegas atau tersirat dari pengawas atau seseorang lain yang menurut perundangan wajib mengawasi orang itu; dan sehubungan dengan itu mungkin timbul suatu kerugian, atau
271 Terjemahan tidak resmi.

dikehendaki oleh sipelaku terjadi akibat itu, atau diketahui oleh sipelaku adanya kecenderungan terjadinya akibat itu kepada orang itu: Asalkan: Pertama Pengecualian itu tidak diperluas dengan kesengajaan yang menyebabkan kematian atau percobaan yang menyebabkan kematian. Kedua Pengecualian ini tidak diperluas dengan suatu perbuatan di mana pelaku itu mengetahui bahwa perbuatan itu ditujukan kepada maksud-maksud tertentu kematian selain atau daripada luka-luka pencegahan berat, terjadinya usaha

atau

penyembuhan suatu penyakit berat atau kelemahan badan. Ketiga - Pengecualian ini tidak diperluas dengan tindakan sengaja yang menyebabkan luka-luka berat atau percobaan yang menyebabkan luka-luka berat, kecuali hal itu dimaksudkan untuk pencegahan terjadinya kematian atau luka-luka berat, atau usaha penyembuhan suatu sakit berat atau kelemahan badan. Keempat - Pengecualian ini tidak diperluas dengan penggerakan
Terjemahan tidak resmi. 272

untuk melakukan suatu tindak pidana, dan perluasan tindak pidana itu tidak terjadi. Illustrasi. A dengan itikad baik untuk keuntungan anaknya, tetapi tanpa persetujuan naknya memotongkan batu ginjal anaknya itu kepada ahli bedah, sedang diketa lininya bahwa hal itu dapat menyebabkan kematian anaknya, namun ia tidak bci maksud menyebabkan kematian anaknya itu. A termasuk dalam pengecualian ini oleh karena tujuannya untuk menyembuhkan anaknya itu. Pasal 90. Suatu persetujuan, tidak termasuk suatu persetujuan seperti dimaksud oleh w tiap pasal dalam Kitab Undang-undang ini, jika persetujuan itu diberikan oleh w orang karena takut akan dilukai atau karena disesatkan dari kenyataan dan jika |)claku tindakan itu mengetahui atau beralasan untuk meyakini, bahwa persetujuan Itu diberikan sebagai konsekuensi dari rasa takut atau penyesatan; atau Jika persetujuan diberikan oleh seseorang yang dungu atau dalam keadaan mabuk yang tidak mengerti sifat serta konsekuensi dari persetujuan yang diberikannya; atau kecuali jika hal yang sebaliknya timbul dari kejadian itu jika persetujuan Itu diberikan oleh seseorang yang berumur di bawah dua belas tahun.
273

Terjemahan tidak resmi.

Pasal 91. Pengecualian-pengecualian pada pasal 87, 88 dan 89 tidak dapat diperluas dengan tindakan-tindakan yang merupakan tindak pidana yang secara tersendiri menyebabkan kerugian, atau dimaksud untuk menyebabkan seperti itu, atau diketahui akan menyebabkan seperti itu, kepada seseorang yang memberikan persetujuan atau atas namanya persetujuan itu diberikan. Illustrasi. Menyebabkan keguguran, kecuali hal itu dilaksanakan dengan itikad baik untuk maksud menyelamatkan hidup seseorang perempuan, adalah suatu tindak pidana yang secara tersendiri menyebabkan perlukaan yang mungkin, atau dimaksud untuk melukai perempuan itu. Oleh karena itu hal tersebut bukan suatu tindak pidana karena luka tersebut; dan persetujuan dari perempuan itu atau walinya untuk menyebabkan keguguran seperti itu tidak membenarkan tindakan itu. Bukan suatu tindak pidana, jika karena suatu kerugian yang mungkin timbul kepada seseorang yang untuk kepentingan orang itu sesuatu dilakukan dengan itikad baik, kendati tanpa persetujuan orang tersebut, apabila keadaan sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan orang termaksud memberikan persetujuannya, atau

Terjemahan tidak resmi.

274

orang termaksud tidak mampu memberikan persetujuan, dan tidak ada walinya atau orang lain yang menurut perundangan wajib mengawasinya yang mungkin memberikan persetujuan tersebut pada waktunya, untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan, asalkan: Pertama Pengecualian yang itu tidak diperluas dengan atau

kesengajaan

menyebabkan

kematian

percobaan yang menyebabkan kematian. Kedua Pengecualian ini tidak diperluas dengan suatu perbuatan di- mana pelaku itu mengetahui bahwa perbuatan itu ditujukan kepada maksud-maksud tertentu kematian selain atau daripada luka-luka pencegahan berat, terjadinya usaha

atau

penyembuhan suatu penyakit berat atau kelemahan badan. Ketiga Pengecualian ini tidak diperluas dengan tindakan yang menyebabkan luka-kuka, atau percobaan yang menyebabkan luka-lu- ka, untuk suatu tujuan selain dari pencegahan kematian atau luka-luka; Keempat Pengecualian ini tidak diperluas dengan

penggerakan untuk melakukan suatu tindak pidana,

Terjemahan tidak resmi.

275

dan perluasan tindak pidana itu tidak terjadi. illustrasi.


(a)

Z terlempar dari kuda dan pingsan. A seorang ahli bedah mengetahui bahwa Z perlu dioperasi. A yang tidak bermaksud atas kematian Z, dengan itikad baik bagi keuntungan Z melakukan operasi itu, sebelum Z sadar untuk mempertimbangkan. A tidak melakukan tindak pidana.

(b)

Z terancam diterkam harimau. A menembak harimau itu dan mengetahui bahwa mungkin tembakan itu akan membunuh Z, tapi tidak dimaksudkan untuk membunuh Z dan bahkan beritikad baik demi kepentingan Z. Namun peluru A menyebabkan luka parah bagi Z. Dalam hal ini A tidak melakukan tindak pidana.

(c)

A seorang ahli bedah yang melihat seseorang mengalami kecelakaan .yang nampaknya akan fatal apabila tidak segera dilakukan opeiasi. Tidak ada waktu untuk menghubungi wali anak itu. A memerlukan operasi karena keadaan yang mendesak, bermaksud dengan itikad baik demi kepentingan anak itu. A

Terjemahan tidak resmi.

276

tidak melakukan tindak pidana.


(d)

A dengan seorang anak kecil berada di dalam suatu rumah yang sedang terbakar. Orang-orang di bawah

membentangkan selimut tebal. A menjatuhkan anak kecil itu dari atap rumah dan mengetahui bahwa mungkin akan menyebabkan kematian Z, tetapi tidak bemiat untuk membunuh anak itu, bahkan melakukannya demi

kepentingan anak itu. Penjelasan: Keuntungan,^kepentingan berupa uang belaka, bukanlah kepentingan yang dimaksud pada pasal 88,89 dan 92.

Pasal 93. Bukan suatu tindak pidana, jika suatu pengumuman dilakukan dengan itikad buik namun karenanya menyebabkan suatu kerugiankerugian kepada seseorang, iliin jika hal itu dilakukan demi keuntungan dari orang tersebut. Illustrasi. A seorang ahli bedah dengan itikad baik menyatakan pendapatnya kepada pasiennya bahwa pasien itu tidak dapat hidup. I'asien itu mati sebagai akibat pernyataan itu dan karena terkejut. A
Terjemahan tidak resmi. 277

tidak melakukan tindak pidana, walaupun ia tahu bahwa pernyataan itu dapat menyebabkan pasien itu mati. Pasal 94. Kecuali pembunuhan dan tindak pidana yang termasuk dalam Bab VI yang diancam dengan pidana mati, bukan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan dilakukan oleh seseorang karena dipaksa dengan ancaman, yang pada saat melakukan hal itu, secara wajar menimbulkan kekuatiran akan kematian mendadak pada mang itu sebagai konsekuensinya: Asalkan pelaku itu tidak telah bertindak atas kehendak sendiri, atau karena kekuatiran akan kerugian yang beralasan selain dari pada kematian yang mendadak, menempatkan dirinya dalam situasi itu sehingga dia menjadi subjek dari paksaan sedemikian itu.

Terjemahan tidak resmi.

278

Penjelasan

Seseorang

yang

dengan

kehendak sendiri atau karena ancaman akan dipukul, menggabungkan kepada kelompok perampok pada hal diketahuinya karakter mereka, tidak termasuk pada ke-> untungan pengecualian ini berdasarkan kejadiam pemaksaan itu oleh rekan-rekannya untuk melakukan sesuatu yang merupakan tindak pidana menumt perundangan dengan dasar bahwa dia telah dipaksa bergabung kepada atau bertindak sesuatu me nurut hukum adalah tindak pidana. Penjelasan 2 Seseorang diculik oleh

perampok, dan dipaksa der.gan ancaman akan dibunuh seketika, untuk melakukan suatu tindak pidana menurut perundangan. Misalnya: seorang pandai besi dipaksa untuk menggunakan alatnya untuk

membongkar pintu agar kelompok perampok dapat masuk dan merampok, digolongkan termasuk pada pengecualian itu. Pasal 95. Bukan suatu tindak pidana, karena hal itu akan menyebabkan atau hal itu dimaksud untuk menyebabkan, atau hal itu diketahui akan menyebabkan sesuatu kerugian, jika kerugian itu demikian
Terjemahan tidak resmi. 279

kecilnya, sehingga tidak seorang pun dengan perasaan dan sifat yang wajar akan mengeluh karena kerugian sedemikian itu. Hak untuk bela diri. Pasal 96. Bukan suatu tindak pidana, apabila suatu tindakan dilakukan untuk melaksanakan hak bela din. Pasal 97. Setiap orang mempunyai suatu hak, dengan pembatasan seperti yang tercantum pada pasal 99, untuk mempertahankan: Pertama Badannyasendiridanbadandarisetiaporanglain dari ke jahatan yang mengancam badan manusia,
Kedua

Harta benda, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, miliknya sendiri atau milik orang lain, terhadap su-

Terjemahan tidak resmi.

280

atu tindakan kejahatan yang termasuk dalam (lofloIsi dari pencurian, perampokan, perusakan atau pelanggaran kriminal atau yang merupakan sesuatu percobaan untuk mola kukan pencurian, perampokan, kriminal. Pasal 98. Bukan merupakan suatu tindak pidana, jika suatu tindakan yang sevogya- nya menjadi suatu kejahatan tertentu, (dilakukan oleh seseorang yang) karena alasan usia muda, ketiadaan kematangan untuk berfikir, jiwa yang tidak cerah, atau pengaruh minuman keras terhadap orang yang melakukan tindakan itu, atau karena alasan kesalahfahaman pada salah satu fihak dari orang-orang tersebut; Namun setiap orang mempunyai hak yang sama untuk bela diri terhadap tindakan itu yang akan dilakukannya jika tindakan tersebut adalah kejahatan. perusakan atau pelanggaran

Illustrasi.
(a)

Z., di bawah pengaruh kegilaan mencoba untuk membunuh A. Z tidak dapat dipersalahkan melakukan kejahatan. Tetapi A mempunyai hak yang sama untuk bela diri yang

Terjemahan tidak resmi.

281

akan dilakukannya seandainya Z belum gila.


(b)

A., memasuki suatu rumah di malam hari di mana ia secara sah berhak memasukinya. Z dengan itikad baik menyerang A sebagai pendobrak rumah. Di sini Z karena salah faham menyerang A tidak melakukan kejahatan. Tetapi A mempunyai hak yang sama untuk bela diri terhadap Z, seandainya Z melakukan serangan itu bukan karena kesalahfahaman.

Pasal 99. Pertama; Tiada hak untuk bela diri terhadap suatu tindakan yang secara wajar tidak dikhawatirkan menyebabkan kematian atau luka berat, jika dilakukan atau dicoba dilakukan oleh pegawai negeri yang dengan itikad baik dalam rangka lingkup tugasnya, meskipun tindakan itu tidak dapat dibenarkan secara tepat. Kedua; Tiada hak untuk bela diri terhadap suatu tindakan yang secara wajar tidak dikhawatirkan menyebabkan kematian a tali luka berat, jika dilakukan atau dicoba untuk dilakukan atas instruksi dari seorang

Terjemahan tidak resmi.

282

pegawai negeri yang melakukan dengan itikad baik dalam mang lingkup tugasnya, meskipun instruksi itu tidak dapat dibenarkan secara tepat. Ketiga; Tiada hak untuk bela diri dalam perkara-perkara jika cukup waktu ' memperoleh pertolongan dari penguasa umum untuk perlindungan. Keempat; Pelaksanaan hak bela diri tidak boleh diperluas sehingga mengakibatkan derita lebih dari pada yang diperlukan, untuk tujuan pembelaan itu. Penjelasan 1 Seseorang tidak dicabut hak bela diri

terhadap suatu tindakan, atau suatu jika ia menge tahui atau mempunyai alasan untuk percaya bahwa orang yang melakukan kegiatan itu adalah pegawai negeri. Penjelasan 2 Seseorang tidak dicabut hak bela diri percobaan melakukan tindakan, kecuali

terhadap suatu tindakan, atau suatu jika ia menge percobaan melakukan tindakan, kecuali

Terjemahan tidak resmi.

283

tahui atau mempunyai alasan untuk percaya bahwa orang yang melakukan tindakan itu adalah atas instruksi pegawai negeri, atau kecuali jika orang itu menyatakan dasar kewenangannya untuk melakukan tindakan, atau kecuali jika ia mempunyai kewenangan tertulis, ia menjelaskan kewenangannya apabila

dipertanyakan.

Pasal 100. Hak untuk bela diri atas badan diperluas, dalam batas-batas tersebut pada pasal terdahulu, bagi kesengajaan yang menyebabkan kematian atau sesuatu luka bagi penyerang, jika kejahatan yang teijadi dalam pelaksanaan hak bela diri itu sesuai dengan salah satu warisan pada nomor urut berikut ini: Pertama; Suatu serangan yang secara wajar dapat menyebabkan kekhawatiran bahwa kematian akan seyogyanya merupakan konsekuensi dari serangan tersebut. Kedua; Suatu serangan yang secara wajar dapat menyebabkan kekhawatiran bahwa luka berat akan seyogyanya merupakan konsekuensi dari serangan tersebut. Ketiga; Suatu serangan dengan maksud melakukan perkosaan.

Terjemahan tidak resmi.

284

Keempat; Suatu serangan dengan maksud melakukan pemuasan hawa nafsu yang biadab. Kelima; suatu serangan dengan maksud penculikan anak atau melarikan seseorang dengan paksa. Keenam, Suatu serangan dengan maksud menahan seseorang bertentangan dengan hukum, dalam suatu keadaan yang secara wajar dapat menyebabkan kekhawatiran bahwa ia tidak akan dapat memperoleh pertolongan dari kekuasaan umum untuk membebaskannya.

Pasal 101. Apabila suatu serangan tidak termasuk dalam perumusan yang tercantum pada pasal 100, hak bela diri atas badan tidak meluas kepada kesengajaan menyebabkan kematian penyerang, namun ia meluas dalam batas-batas yang disebut pada pasal 99 sampai pada kesengajaan menyebabkan luka-luka pada penyerang selain kematian.

Pasal 102. Hak untuk bela diri atas badan dilaksanakan seketika, sesaat sesuatu kekhawatiran yang beralasan tentang sesuatu bahaya terhadap badan timbul dari percobaan atau ancaman untuk melakukan

Terjemahan tidak resmi.

285

kejahatan itu, meskipun kejahatan mungkin belum dilaksanakan, hal itu berlangsung sepanjang ada kekhawatiran tenteng bahaya lerhadap badan.

Pasal 103. Hak untuk bela diri atas harta benda meluas, namun dalam batasbatas tersebut pasal 99, untuk kesengajaan yang menyebabkan kematian atau luka lain ten- lang tersalah, jika ketika terjadi kejahatan itu atau percobaan pelaksanaannya ter- ladi pula pelaksanaan hak bela diri, dan kejahatan tersebut berupa salah satu dari yang diuraikan berikut ini: Pertama : Perampokan;

Terjemahan tidak resmi.

286

Memasuki rumah dengan paksa pada malam hari;


Kedua

Ketiga : suatu bangunan, tenda atau

Perusakan dengan

membakar

perahu yang digunakan sebagai tempat tinggal manusia atau sebagai suatu tempat penyimpanan harta benda; Keempat : tempat tinggal, dalam keadaan-keadaan yang demikian itu menyebabkan kekhawatiran secara wajar bahwa kematian atau lujika ka-luka hak bela merupakan diri tidak Pencurian, perusakan, atau pelanggaran atas hak

konsekuensinya, dilaksanakan.

Pasal 104. Jika kejahatan yang dilaksanakan atau dicoba untuk dilaksanakan itu, berupa pencurian, perusakan atau pelanggaran kriminal, yang tidak termasuk salah satu dari yang diuraikan satu persatu pada pasal 103, untuk mana terjadi pula pelaksanaan hak bela diri, maka hak tersebut tidak meluas sampai dengan kesengajaan yang menyebabkan kematian tetapi meluas untuk hal yang dibatasi tersebut pada pasal 99,

Terjemahan tidak resmi.

287

terhadap sitersalah mengenai kesengajaan yang menyebabkan suatu luka (kecuali kematian).

Pasal 105. Pertama: Hak bela diri atas harta benda teijadi apabila ada kekhawatiran yang wajar mengenai bahaya terhadap harta benda itu terjadi. Kedua: Hak bela diri atas harta benda terhadap pencurian berlanjut, sampai pelaku tindak pidana itu mengundurkan diri dari harta benda tersebut, atau sampai bantuan dari penguasa umum diperoleh, atau sampai harta benda itu dikembalikan. Ketiga: Hak bela diri atas harta benda terhadap perampokan berlanjut, selama pelaku tindak pidana menyebabkan atau mencoba menyebabkan kematian seseorang atau luka atau amarah yang salah, atau selama ada ketakutan untuk kematian yang seketika, atau luka yang seketika atau amarah pribadi yang seketika masih berlanjut. Keempat: Hak bela diri atas benda terhadap pelanggaran kriminal atau perusakan berlanjut, selama melanjutkan pelaksanaan pelanggaran kripelaku kejahatan

Terjemahan tidak resmi.

288

iiiliiul atau perusakan. Kelima: Hak bela diri atas benda terhadap pemasukan rumah den^m puda malam hari berlanjut, selama pelanggaran masukpaksa ke rumah tersebut sudah dilakukan masih terus dilanjutkan.

Pasal 106. Dalsm pelaksanaan hak bela diri terhadap suatu serangan yang dikhawati secara wajar dapat menyebabkan kematian, jika sipembeladiri itu dalam keadaat mikian, sehingga dia tidak dapat melaksanakan hak itu dengan baik tanpa risiko lukai seseorang yang tidak bersalah, maka hak bela-dirinya itu meluas sampai j i isiko tersebut. Illustrasi. A diserang oleh segeromboian orang yang mencoba untuk membunuhnya, lidak dapat melaksanakan hak bela dirinya dengan baik tanpa menembak ke a l'.orombolan itu, dan dia tidak dapat menembak tanpa risiko melukai anak-anak dl yang bercampur dengan gerombolan itu. Dengan tembakan yang demikian tidak melakukan kejahatan meskipun ia melukai salah satu anak itu. BAB V P E N G G E R A K A N

Terjemahan tidak resmi.

289

Pasal 107. Seseorang dikatakan menggerakkan untuk melakukan sesuatu apabila i; Pertama : perbuatai atau Kedua lain dalan suatu permufakatan untuk melakukan suatu perbuatan, jika suatu tindakan atau ke lalaian yang tidak sah terjadi sesuai dengan permufakatan itu, dan sesuai dengan pe laksanaan perbuatan itu; atau Ketiga atau peDengan sengaja membantu dengan suatu tindakan : Bersekongkol dengan satu atau beberapa orang Membujuk seseorang untuk melakukan suatu

Terjemahan tidak resmi.

290

ialaian yang tidak sah untuk pelaksanaan perbuatan itu.

Penjelasan 1 :Seseorang yang dengan itikad jahat memberikan pernyataan yang tidak benar, dengan yang itikad jahat

menyembunyikan merupakan

fakta

sebenarnya untuk

kewajiban

baginya

menerangkan, dengan sengaja menyebabkan atau mendorong atau mencoba untuk menyebabkan 2tau mendorong (orang sesuatu agar dikerjakan, membujuk

dikatakan

tersebut)

pelaksanaan dari sesuatu itu.

(Ilustrasi. A seorang pejabat umum berwenang dengan suatu surat perintah dari pengadilan untuk menangkap Z. B mengetahui hal itu, dan juga mengetahui bahwa C bukan Z dengan kehendak jahat melaporkan pada A bahwa C adalah Z. dan karena itu dengan sengaja menyebabkan A menangkap C. Di sini B menggerakkan dengan pembujukan untuk menangkap C. Penjelasan 2 : Barangsiapa sebelum atau pada saat

pelaksanaan tindakan,

291

Terjemahan tidak resmi.

melakukan pelaksanaan

sesuatu tindakan

untuk itu

memudahkan dan karenanya

dimudahkan pelaksanaannya, disebut sebagai membantu melakukan tindakan.

Pasal 108. Seseorang dikatakan menggerakkan suatu tindak pidana, bila ia menggerakkan pelaksanaan suatu tindak pidana ataupun pelaksanaan suatu tindakan yang akan menjadi suatu tindak pidana, jika dilakukan oleh seseorang yang mampu menurut hukum untuk melaksanakan suatu tindak pidana dengan kehendak ataupun pengetahuan yang sama dengan si penggerak.
Penjelasan 1

Penggerakan untuk pelalaian suatu tindakan dapat

menjadi tindak pidana, meskipun penggerak secara pribadi tidak terikat untuk melakukan tindakan itu.
Penjelasan 2

Untuk menggolongkan suatu tindak pidana penggerakan,

tidak perlu bahwa tindakan yang digerakkan harus dilak-

Terjemahan tidak resmi.

292

sanakan atau bahwa akibat yang dikchonduki dnl.im |vi wujudan kejahatan itu harus teijadi.

Illustrasi.
(a)

A membujuk B untuk membunuh C. B menolak melakukan tindakan itu, A bersalah melakukan penggerakan terhadap B untuk membunuh.

(b)

membujuk

untuk

membunuh

D.

dalam

menyelenggarakan pom bujukan itu menikam D. D sembuh dari luka-lukanya. A bersalah melakukan penggerakan dengan pembujukan untuk melakukan pembunuhan. Penjelasan 3 : digerakkan itu ha rus mampu menurut hukum melakukan suatu tindak pidana, atau bahwa harus mempunyai kehendak-jahat atau pengetahuan jahat yang sama seperti sipenggerak, atau suatu kehendakjahat atau pengetahuan jahat. Dlustrasi.
(a)

Tidakdipandangperlubahwa

orang

vang

A dengan kehendak-jahat menggerakkan seorang anak atau orang


Terjemahan tidak resmi.
(b)

293

gila untuk melakukan suatu tindakan, yang jika tindakan itu dilakukan oleh seseorang yang mampu (bertanggung jawab) menurut perundangan, dan mempunyai kehendak yang sama seperti A adalah merupakan tindak pidana. Dalam hal ini A telah bersalah melakukan penggerakan untuk melakukan tindak pidana, tidak perduii apakah hasutan itu dilaksanakan atau tidak. A yang berniat membunuh Z, membujuk B seorang anak berumur di bawah tujuh tahun untuk melakukan suatu tindakan yang menyebabkan kematian Z. Sebagai konsekuensi dari penggerakan itu , B dipandang melakukan tindakan yang karenanya Z mati. Dalam hal ini meskipun B tidak mampu menurut perundangan melakukan suatu kejahatan, A bertanggung jawab pidana, sama seperti seandainya B mampu menurut perundangan melakukan suatu kejahatan dan melakukan pembunuhan, dan dengan demikian dia diancam dengan pidana mati. A membujuk B untuk membakar sesuatu rumah tinggal. Sebagai kon-

(c)

Terjemahan tidak resmi.

294

sekuensi dari ketidakwarasan pikiran B yang tidak mampu menyadari hakekat perbuatannya atau apakah yang dilakukannya itu salah atau bertentangan dengan hukum, membakar rumah itu karena bujukan dari A. B tidak melakakan kejahatan, tetapi A bersalah melakukan kejahatan pembujukan pembakaran rumah tinggal dan dipertanggungjawabkan pidana yang ditentukan untuk kejahatan itu.
(d)

A bermaksud menyebabkan suatu pencurian terjadi, membujuk B untuk mengambil harta milik Z dari pemilikan Z. Dalam hal ini A mem- perdaya B untuk mempercayai bahwa harta itu kepunyaan A. B mengambil harta milik itu keluar dari pemilikan Z, dengan itikad baik dan percaya bahwa itu milik A. B bertindak karena salah pengertian dan mengambil bukan karena tidak jujui, yang karenanya tidak melakukan pencurian. Tetapi A bersalah karena penggerakan pencurian, dan

dipertanggungjawabkan pidana seperti jika B melakukan pencurian. Penjelasan 4 : Penggerakansuatu kejahatan adalah suatu tindak pidana,

Terjemahan tidak resmi.

295

penggerakan untuk sesuatu penggerakan adalah juga suatu tindak pidana. Illustrasi. A membujuk B untuk membujuk C untuk membunuh Z. B sesuai dengan bujukan itu melaksanakan pembujukan terhadap C untuk membunuh Z dan C kemudian melakukan tindak pidana itu sebagai konsekuensi bujukan B. B dipertanggungjawabkan pidana bagi tindak pidananya dengan pidana untuk pembunuhan. Dan karena A membujuk B untuk melakukan tindak pidana, A juga dipertanggungjawabkan pidana yang sama. Penjelasan 5 : pidana penggerakan dengan suatu permufakatan jahat bahwa penggerak harus setuju dengan tindak pidana yang dilakukan terhasut. Sudah cukup bilamana dia sekongkol dalam permufakatan pendahuluan untuk perwujudan tindak pidana yang dilaksanakan. Olustrasi. A mufakat dengan B merencanakan meracuni Z. Disetujui Adalahtidakperlubahwa pelaksanaan suatu tindak

Terjemahan tidak resmi.

296

beisama bahwa A akan memberikan racun itu. B kemudian menerangkan rencana Itu padu C de- mengatakan bahwa ada orang ke tiga yang akan memberikan racun Itu, tetapi Hilak memberitahukan nama A. C setuju untuk menyediakan racun serta menyerahkan pada B untuk digunakan sebagaimana yang diterangkan. A menyelciig 'akan peracunan. Z mati sebagai konsekuensinya. Dalam hal ini, meskipun A dan C tidak bersepakat secara langsung, namun C telah bersekongkol dalam permufakatan jahat atas terbunuhnya Z. Oleh karena itu C telah melakukan tindak pidana yang ditentukan dalam pasal ini dan dipertanggungjawabkan pidana bagi pembunuhan.

Pasal 108 a. Seseorang dipandang menggerakkan suatu tindak pidana menurut pengertian Kitab Undang-undang ini, jika dia di negara Malaya, menggerakkan pelaksanaan miatu tindakan di luar negerinegeri Malaya, di mana tindakan itu berupa tindak pidana seperti halnya jika dilakukan di negara Malaya. Illustrasi. A di wilayah Federasi, membujuk B seorang asing di Jawa untuk melakukan pembunuhan di Jawa. Maka A bersalah karena

Terjemahan tidak resmi.

297

penggerakan pembunuhan.

Pasal 109. Barangsiapa menggerakkan sesuatu tindak pidana, jika tindakan yang digerakkan itu dilaksanakan sebagai konsekuensi dari penggerakan itu, dan tidak diatur necara tegas dalam Kitab Undangundang ini tentang pemidanaan penggerakan seperti itu, diancam dengan pidana sebagaimana ditentukan untuk tindak pidana itu. Penjelasan: Suatu tindakan atau tindak pidana, dipandang sebagai telah dilakukan sebagai konsekuensi dari penggerakan, jika hal itu dilaksanakan sebagai konsekuensi dari suatu pembujukan, atau pelaksanaan dari suatu permufakatan jahat, atau dengan suatu bantuan yang dapat tergolong sebagai penggerakan. Illustrasi.
(a)

A menawarkan sesuatu suap kepada B pejabat sipil, sebagai

suatu hadiah karena menunjukkan kepada A beberapa keuntungan dalam pelaksanaan fungsi resmi dari B. B menerima suap itu. Maka A telah menggerakkan untuk melakukan tindak

Terjemahan tidak resmi.

298

pidana seperti yang ditentukan pada pasal 161.


(b)

A membujuk B untuk memberikan bukti palsu. Sebagai konsekuensi dari bujukan itu, B melaksanakan tindak pidana itu. A bersalah melakukan penggerakan tindak pidana itu dan dipertanggungjawabkan pidana seperti B.

(c)

A dan B bersepakat meracun Z. Dalam penyelenggaraan permufakatan jahat itu A mendapatkan racun itu dan menyampaikan pada B agar supaya dia meracuni Z. Dalam pelaksanaan permufakatan-jahat itu B meracuni Z, tanpa kehadiran A dan karena itu menyebabkan kematian Z. Di sini B bersalah karena pembunuhan, A bersalah untuk kejahatan penggerakan dengan permufakatan-jahat dan dipertanggungjawabkan pidana bagi pembunuhan. Pasal 110.

Barangsiapa menggerakkan suatu pelaksanaan tindak pidana, jika orang yang digerakkan itu melakukan tindakan itu dengan suatu niat atau pengetahuan yang berbeda dari niat penggerak, diancam dengan pidana yang ditentukan bagi tindak pidana yang sesuai dengan seandainya tindak pidana itu dilakukan dengan niat atau

Terjemahan tidak resmi.

299

pengetahuan dari penggerak, dan tidak disertai yang lainnya. Pasal 111. Jika suatu tindakan digerakkan dan suatu tindakan lain yang dilakukan, maka penggerak dipertanggungjawabkan atas tindakan yang dilaksanakan, dengan cara dan tingkat yang sama seolah-olah tindakan itulah yang digerakkan: Dengan syarat tindakan yang dilaksanakan itu merupakan suatu kemungkinan konsekuensi dari penggerakan itu dan dilakukan di bawah pengaruh suatu bujukan, atau dengan sesuatu bantuan atau sebagai pelaksanaan dari permufakatan-jahat yang mewujudkan penggerakan tersebut. illustrasi.
(a)

A membujuk seorang anak untuk menaruh racun pada

makanan Z dan memberikan racun untuk maksud itu. Sebagai konsokuonnl duri pembujukan, dan karena keteledoran anak itu menaruh racun piulii an Y yang bersebelahan dengan Z. Di sini apabila anak itu bertindak karena pengaruh dari bujukan dan tindakan itu dilakukan dalam keadaan suatu yang dapat dipeiknakan sebagai konsekuensi dari

penggerakan, A dapat dipertanggungjawabkan untuk

Terjemahan tidak resmi.

300

tindakan yang sama dan lingkup yang sama seolah-olah dia telah membujuk anak itu untuk menaruh racun pada Y.
(b)

A membujuk B agar membakar rumah Z. B membakar rumah itu dan pada waktu yang sama melakukan pencurian harta benda di tempat itu. Meskipun A bersalah menggerakkan pembakaran rumah itu tetapi dia Ii dak bersalah untuk penggerakan pencurian itu, karena

pencurian itu adalah suatu tindakan yang tersendiri dan tidak merupakan konsekuensi langsung dari pembakaran.
(c)

A membujuk B dan C untuk mendobrak rumah yang berpenghuni pada tengah malam dengan maksud untuk melakukan perampokan dan memberi senjata kepada mereka untuk tujuan itu. B dan C mendobrak ke dalam rumah dan dicegat oleh Z. Dan karena dicegat oleh Z, seorang di antara mereka membunuh Z. Dalam hal ini apabila pembunuhan itu. dilakukan sebagai konsekuensi langsung (mungkin) dari pada penggerakan itu maka A dapat dipertanggungjawabkan pidana sebagai pembunuh. Pasal 112.

Jika suatu tindakan yang dipertanggungjawabkan kepada


Terjemahan tidak resmi. 301

penggerak seperti tersebut pasal 111, dilakukan sebagai tambahan dari yang digerakkan dan merupakan tindak pidana yang jelas berdiri sendiri, maka penggerak itu dipertanggungjawabkan pidana untuk setiap tindak pidana itu.

Illustrasi. A membujuk B untuk melawan dengan kekerasan kewajiban yang sulit yang dilakukan oleh petugas negara. Sebagai

konsekuensinya B melawan kewajiban itu. Pada saat melakukan perlawanan itu, B dengan sengaja menyebabkan luka-luka berat kepada petugas negara yang sedang melaksanakan tugas tersebut. Karena B telah melakukan kedua-duanya tindak pidana yaitu melawan kewajiban petugas dan tindak pidana dengan sengaja menyebabkan luka-luka berat, maka B dipertanggung jawabkan pidana bagi kedua kejahatan itu. Dan apabila A mengetahui bahwa B akan cenderung dengan sengaja menyebabkan luka-luka berat dalam perlawanan terhadap tindakan menolak kewajiban itu, A juga hams dipertanggungjawabkan pidana bagi masing-masing tindak pidana tersebut. Pasal 113. Jika suatu tindakan penggerakan dengan maksud pada fihak
Terjemahan tidak resmi. 302

penggerak untuk menyebabkan suatu akibat yang khusus, dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada penggerak tersebut menghasilkan akibat yang lain dari pada yang digerakkan sebagai konsekuensi dari penggerakan itu, maka penggerak dipertanggungjawabkan mengenai akibat yang terjadi itu dengan cara dan tingkat yang sama seolah-olah ia telah menggerakkan tindakan itu dengan maksud seperti itu, dengan syarat bahwa ia sebelumnya telah mengetahui bahwa tindakan yang digerakkan itu akan menghasilkan akibat tersebut.

Illustrasi. A membujuk B untuk melukai Z. Sebagai konsekuensi dari bujukan itu menyebabkan Z luka-luka berat. Konsekuensi berikutnya Z mati. Dalam hal ini jika A mengetahui sebelumnya bahwa luka berat yang digerakkan itu dapat menjadi sebab kematian Z, maka A dipertanggungjawabkan pembunuhan. Pasal 114. Bilamana seseorang, kendati dia tidak hadir, dapat pidana sebagaimana ditentukan untuk

dipertanggungjawabkan pidana sebagai penggerak, maka dalam hal dia hadir pada saat tindakan atau tindak pidana yang digerakkan itu dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, maka dia
303

Terjemahan tidak resmi.

dipandang sebagai yang melakukan tindak pidana itu.

Pasal 115. Barangsiapa menggerakkan pelaksanaan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, jika tindak pidana itu tidak dilakukan sebagai konsekuensi dari penggerakan itu dan tidak ada ketentuan yang tegas diatur Kitab Undang-undang ini tentang pemidanaan untuk penggerakan

irnnaksud, diancam dengan pidana penjara maksimum 7 tahun dan Jugit dapat li|H5rtanggungjawabkan pidana denda; Dan jika sesuatu tindakan yang dapat dl pertanggungjawabkan kepada penggerak sebagai konsekuensi dari pen^oi akun Itu dilakukan serta

menyebabkan luka-luka pada seseorang, maka penjy.ciak dapitl dipertanggungjawabkan pidana penjara maksimum 14 tahun, dan juga dapat dl pertanggungjawabkan pidana denda. Illustrasi. A membujuk B untuk membunuh Z. Tindak pidana itu tidak dilakukan. Sc andainya B membunuh mati. Z ia dapat dapat

dipertanggungjawabkan

pidana

Karenanya

dipertanggungjawabkan pidana penjara maksimum 7 tahun dan juga pidana denda. Dan jika sesuatu luka terjadi pada Z sebagai konsekuensi dari penggerakan itu, ia dapat dipertanggungjawabkan
304

Terjemahan tidak resmi.

pidana penjara maksimum 14 tahun dan pidana denda. Pasal 116. Barangsiapa menggerakkan sesuatu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara, jika tindak pidana itu tidak dilakukan sebagai konsekuensi dari penggerakan itu dan tidak ada ketentuan yang tegas diatur dalam Kitab Undang-undang ini tentang pemidanaan untuk penggerakan itu, diancam dengan pidana penjara maksimum seperempat bagian dari waktu terpanjang yang ditentukan bagi tindak pidana itu, atau dengan pidana denda seperti yang ditentukan bagi tindak pidana itu atau kedua-duanya. Dan jika penggerak atau orang yang digerakkan itu adalah pegawai negara, yang berkewajiban untuk mencegah tindak pidana seperti itu, maka penggerak itu diancam dengan pidana penjara maksimum setengah dari masa terpanjang yang ditentukan bagi tindak pidana itu, atau dengan pidana denda seperti yang ditentukan bagi tindak pidana itu atau kedua-duanya.

Illustrasi.
(a)

A menawarkan suap pada B seorang petugas negara, sebagai imbalan karena B memperlihatkan pada A beberapa keuntungan dalam rangka pelaksanaan tugas resmi dari B. B menolak untuk menerima suap itu. A dapat dipidana berdasarkan pasal ini.
305

Terjemahan tidak resmi.

(b)

A membujuk B untuk memberikan bukti-bukti palsu. Dalam hal ini jika B tidak memberikan bukti-bukti palsu, maka A bagaimanapun juga _ _ > '** vvaa vMkMU 11 J / Uil 1 ia dapat dipidana karenanya.

(c)

A seorang perwira polisi yang bertugas untuk mencegah perampokan, menggerakkan pelaksanaan perampokan.

Dalam hal ini. meskipun perampokan itu tidak dilakukan, A dapat dipertanggungjawabkan maksimum setengah dari masa terpanjang pidana penjara yang ditentukan * bagi tindak pidana perampokan, dan juga dengan pidana denda.
(d)

B menggerakkan A seorang perwira polisi untuk melakukan penyamunan, sedangkan hal itu merupakan kewajiban A untuk mencegahnya. Dalam hal ini walaupun penyamunan itu tidak dilakukan oleh A, namun B dapat

dipertanggungjawabkan pidana maksimum setengah dari masa pidana penjara terpanjang yang ditentukan kepada tindak pidana penyamunan, dan juga pidana denda.

Pasal 117.

Terjemahan tidak resmi.

306

Barangsiapa menggerakkan suatu pelaksanaan tindak pidana oleh masyarakat, atau oleh sejumlah atau sekelompok orang lebih dari 10 orang, diancam deng^m pidana penjara maksimum 3 tahun atau pidana denda atau kedua-duanya.

Illustrasi. A menaruh sebuah plakat di tempat umum, untuk menggerakkan sekelompok manusia lebih dari 10 orang untuk bertemu pada suatu waktu dan tempat tertentu, dengan maksud untuk menyerang anggotaanggota kelompok lain ketika sedang melakukan kegiatan. A telah melakukan tindak pidana seperti yang ditentukan pada pasal ini. Pasal 118. Barangsiapa bermaksud untuk mempermudah, atau mengetahui bahwa hal itu mempermudah pelaksanaan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, dengan sengaja menyembunyikan dengan suatu tindakan atau pelalaian yang tidak sah, tentang adanya suatu perencanaan, untuk melakukan tindak pidana itu, atau membuat suatu gambaran yang diketahuinya bahwa hal itu merupakan keadaan yang palsu dari perencanaan itu, maka jika Undak pidana itu dilakukan, diancam dengan pidana penjara maksimum 7 tahun atau jika tindak pidana itu tidak dilakukan dengan pidana penjara maksimum tahun; dan untuk setiap kasus itu dapat
307

Terjemahan tidak resmi.

juga dipertanggungjawabkan pidana den la.

Illustrasi. A yang mengetahui bahwa sekelompok perampok akan melakukan peram pokan di B, memberikan informasi yang tidak benar kepada polisi bahwa suatu Kang perampok akan dilakukan di C suatu tempat yang berlawanan arah, dan ka icnanya menyesatkan polisi, dengan maksud mempermudah pelaksanaan tindak pi dana itu. Perampokan terjadi di B sesuai dengan perencanaan. A dapat dipidana berdasarkan pasal ini.

Pasal 119. Barangsiapa sebagai petugas bermaksud untuk mempermudah atau menge- luhui bahwa hal itu akan mempermudah pelaksanaan sesuatu tindak pidana, sedangkan hal itu merupakan kewajibannya sebagai petugas negara untuk mencegah tindakan itu, dengan sengaja menyembunyikannya dengan suatu tindakan atau pelalaian secara ilegal tentang adanya suatu perencanaan untuk melakukan tindak pidana itu, atau membuat suatu gambaran yang diketahuinya bahwa hal itu me- nipakan keadaan yang palsu dari perencanaan itu, jika tindak pidana itu dilakukan, diancam dengan pidana penjara maksimum setengah masa terpanjang dari pidana yang ditentukan

Terjemahan tidak resmi.

308

untuk tindak pidana itu, atau dengan pidana denda seperti yang ditentukan bagi tindak pidana itu atau dengan kedua-duanya; Atau jika tindak pidana itu diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka diancam dengan pidana penjara maksimum 10 tahun; Atau jika tindak pidana itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara maksimum seperempat bagian dari masa terpanjang yang ditentukan bagi tindak pidana itu, atau dengan suatu pidana denda yang ditentukan bagi tindak pidana itu atau dengan kedua-duanya.

'illustrasi. A seorang perwira polisi secara sah wajib memberikan informasi atas semua rencana perampokan yang diketahuinya dan mengetahui bahwa B merencanakan untuk melakukan perampokan, melalaikan untuk memberikan informasi, dengan maksud memberi kesempatan untuk pelaksanaan tindak pidana itu. Dalam hal ini A telah secara ilegal menyembunyikan adanya rencana B, dan dapat dipertanggungjawabkan pidana berdasarkan pasal ini.

Pasal 120. Barangsiapa bermaksud untuk mempermudah aiau mengetahui

Terjemahan tidak resmi.

309

bahwa hal itu akan mempermudah pelaksanaan suatu tindak pidana yang diancam dengan
Pasal 120-b.

pidana

penjara,

dengan

sengaja

menyembunyikan dengan suatu tindakan atau pelalaian yang tidak sah, tentang adanya sesuatu perencanaan untuk melakukan suatu tindak pidana atau membuat sesuatu gambaran yang diketahuinya bahwa hal itu merupakan keadaan yang palsu dari perencanaan tersebut, jika tindak pidana itu dilakukan, diancam dengan pidana penjara maksimum seperempat dan jika tindakan itu tidak dilakukan maksimum seperdelapan dari masa pidana terpanjang yang diancamkan untuk tindak pidana itu, atau dengan pidana denda seperti yang ditentukan untuk tindak pidana itu atau denjan keduaduanya. BAB V-A PERMUFAKATAN JAHAT Pasal 120-a. Jika dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan atau menyebabkan dilakukannya:
(a) (b)

Suatu tindakan yang tidak sah (menurut perundangan), atau Suatu tindakan yang sah, tetapi dengan sarana yang tidak sah,

maka suatu kesepakatan sedemikian itu dipandang sebagai

permufakatan jahat:
Terjemahan tidak resmi. 310

Dengan syarat bahwa tidak ada persetujuan kecuali suatu persetujuan


Pasal 120-b. untuk melakukan suatu tindak pidana akan dipandang sebagai suatu

permufakatan jahat kecuali jika beberapa tindakan di samping kesepakatan itu telah dilakukan oleh seseorang atau lebih dalam rangka kesepakatan sedemikian itu sebelumnya. Penjelasan: Adalah tidak penting apakah tindakan yang bertentangan dengan perundangan itu, atau itu adalah tujuan akhir dari hanya semata-mata bersifat

kesepakatan

sementara terhadap tujuan. 14

(1)

Barangsiapa termasuk suatu kelompok permufakatan jahat

untuk melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara minimum dua tahun di mana tidak diatur dengan tegas dalam Kitab Undang-undang ini tentang pemidanaan atau suatu permufakatan jahat seperti itu, diancam dengan pidana yang sama seperti seolah-olah ia menggerakkan tindak pidana itu.
(2)

Barangsiapa termasuk suatu kelompok permufakatan-jahat

selain dari Niiatu permufakatan-jahat untuk melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimum enam bulan, atau dengan pidana denda, atau dengan kedua-duanya.
Terjemahan tidak resmi. 311

BAB XXIII TENTANG PERCOBAAN UNTUK MELAKUKAN TINDAK Pasal 120-b. PIDANA Pasal 511 Barangsiapa mencoba untuk melakukan suatu tindak pidana yang oleh Ki- lab Undang-undang ini atau oleh suatu hukum tertulis lainnya diancam dengan pidana penjara atau denda atau dengan suatu kombinasi pidana seperti itu; ataupun mencoba untuk mengakibatkan suatu tindak pidana sedemikian itu terjadi, yang pada percobaan itu melakukan suatu tindakan yang mengarah pelaksanaan tindak pidana sedemikian itu, apabila tidak ditentukan secara tegas oleh Undangundang ini atau hukum tertulis sejenis lainnya, ancaman pidana terhadap percobaan sedemikian itu sebagaimana perkara itu menurut kenyataannya, diancam dengan pidana yang sama sebagaimana ditentukan pada tindak pidana itu: Dengan syarat bahwa lamanya pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi setengah dari maksimum ancaman pidana yang ditentukan bagi tindak pidana itu.

Illustrasi (a) A melakukan suatu percobaan untuk mencuri sejumlah permata dengan mendobrak suatu kotak, dan setelah kotak itu terbuka tidak menemukan permata itu di dalamnya. Dia telah melakukan tindakan
312

Terjemahan tidak resmi.

yang mengarah kepada pelaksanaan pencurian, dan karenanya bersalah sesuai dengan pasal ini.
Pasal 120-b.

Terjemahan tidak resmi.

313

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA REPUBLIK RAKYAT ( INA (The Criminal Law Code of th.e Pcoples Republic of China) (Disahkan pada sidang kedua dari Kongres Nasional Rakyat yang kelima pada tanggal 1 Juli 1979).

DAFTAR ISI BUKU I KETENTUAN UMUM. BAB I. PEDOMAN TENTANG AJARAN, TUGAS PENERAPAN PIDANA. BAB II. MELAKUKAN TINDAK PIDANA. Bagian I. : Melakukan tindak pidana dan UNDANG-UNDANG DAN HUKUM

CAK

pertanggungjawaban pidana. Bagian II. : Persiapan, Percobaan atau Pengunduran diri untuk melakukan suatu tindak pidana. Bagian III. : Penyertaan untuk melakukan suatu tindak

Terjemahan tidak resmi.

293

pidana. BAB III. PEMIDANAAN. Bagian I. : Jenis Pidana. Bagian II. : Pidana pengawasan. Bagian III. Pidana kurungan Bagian IV : Pidana Penjara untuk waktu dan pidana penjara seumur hidup. Bagian V : Pidana Mati. Bagian VI : Pidana denda. Bagian VII : Pencabutan hak-hak politik. Bagian VIII: Perampasan harta benda. tertentu

(sem

Terjemahan tidak resmi.

294

IV.

BAB

KEGUNAAN PIDANA.

PENERAPAN

Bagian I. Bagian II. Bagian III. Bagian IV. Bagian V. : Bagian VI. : Bagian VII : Bagian VIII:

Ukuran penjatuhan pidana. Residivis. Penyerahan. Perbarengan tindak pidana untuk dipidana sama-sama. Penangguhan pidana. Pengurangan pidana.

BAB

ber-

BAB

Pembebasan bersyarat. Batas-batas kedaluarsaan. KETENTUAN LAIN-LAIN DAN DEFINISI.

BAB

BAB

BUKU - II KETENTUAN KHUSUS.


BAB
I.

: TINDAK PIDANA KONTRA REVOLUSI. (Pasal 90 s/d 104).

BAB
II.

: TINDAK

PIDANA

TERHADAP

Terjemahan tidak resmi.


BAB

KEAMANAN 295

BAB

UMUM. (Pasal 105 s/d 115).


III.

TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ORDE EKONOMI SOSIALIS. (Pasal 116 s/d 130).

IV.

: TINDAK PIDANA TERHADAP HAK-HAK ORANG

ATAU HAK-HAK DEMOKRASI WARGA NEGARA.

(Pasal 131 s/d 149).


V.

INDAK PIDANA TERHADAP HARTA BENDA. (Pasal 150 s/d 156).


VI.

: TINDAK PIDANA TERHADAP PEMELIHARAAN

KETERTIB AN UMUM. (Pasal 157 s/d 178).


VII.

:TINDAK PIDANA TERHADAP PERKAWINAN DAN


296

KEKETerjemahan tidak resmi.

LUAP.GAAN. (Pasal 179 s/d 184). BAB VIII. :PENYALAHGUNAAN JABATAN.

Terjemahan tidak resmi.

(Pasal 185 s/d 192).

*** BUKU-I KETENTUAN UMUM BAB I PEDOMAN TENTANG AJARAN, TUGAS DAN CAKUPAN

Terjemahan tidak resmi.

PENERAPAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Pasal 1

Undang-undang hukumpidana Republik Rakyat Cina diundangkan dengan

menggunakan ajaran Marxism- Leninism - Tsetung sebagai pedoman dasa ngan melaksanakannya sesuai kebijaksanaan penggabungan

pemidanaan dengan pengampunan dan dengan menghubungkannya dengan pelaksanaan kediktaturan demokrasi rakyat oleh aneka suku bangsa dari negara kita yang berlandaskan pada kepemimpinan proletariat dan liga tani dan buruh, yang maksudnya pengalaman praktis yang diperoleh dan situasi yang sesungguhnya yang dibutuhkan oleh kepemimpinan proletariat untuk pelaksanaan revolusi sosial dan pembangunan sosial.

Pasal 2 Tugas dari undang-undang hukum pidana Republik Rakyat Cina ialah untuk:

menggunakan pidana memerangi sesuatu tindakan kontra-

revolusi atau tindak pidana lainnya agarterjamin sistem kepemimpinan pro

melindungi harta-bendasosialis yang dimiliki oleh seluruh rakyat dan hart benda yang dimiliki oleh massa buruh,

melindungi harta-benda yang sah yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang warganegara,

l erjemahan tidak resmi.

297

melindungi harta-benda seseorang, hak demokrasi dan hak-hak lainnya dari seseorang warga negara,

memelihara ketertiban umum, program produksi, program pekerjaan, program pendidikan serta mengadakan riset ilmiah dan program ketertiban kehidupan massa, dan c: ix' menjamin keberhasilan pelaksanaan dari tujuan-tujuan revoluil pembangunan sosial. Pasal 3. Undang-undang ini berlaku bagi setiap orang yang mebkukan
RONIIII

dan

sesuai u Undak pidana di wilayah Republik Rakyat Cina kecuali secara khusus ditentukan lain oleh perundangan (law). Undang-undang ini juga berlaku bagi setiap orang yang melakukan scsualu tindak pidana di atas suatu perahu atau pesawat udara Republik Rakyat Cina. Suatu pelaksanaan tindak pidana atau suatu akibat dari rangkaian pelaksanaan tersebut yang mengambil tempat di wilayah Republik Rakyat Cina dipandang sebagai tindak pidana itu dilakukan di wilayah Republik Rakyat Cina.

l erjemahan tidak resmi.

298

Pasal 4 Undang-undang ini berlaku bagi setiap warga negara Republik Rakyat Cina yang di luar wilayah Republik Rakyat Cina melakukan salah satu tindak pidana berikut:
1) 2)

Tindak pidana kontra revolusi. Tindak pidana pemalsuan uang nasional (pasal 122) atau tindak pidana pemalsuan surat-surat berharga (pasal 123).

3)

Tindak pidana kecurangan/corruption (pasal 155), menerima suap (pasal 185) atau tindak pidana membocorkan rahasia nasional (pasal 186).

4)

Berlagak sebagai pegawai negeri untuk melakukan tindak pidana penipuan atau memperdayakan seseorang (pasal 166) atau tindak pidana pemalsuan dokumen resmi, sertifikat atau segel.

Pasal S Di luar wilayah Republik Rakyat Cina, kepada setiap warga negara Republik Rakyat Cina yang melakukan suatu tindak pidana kecuali tersebut pasal terakhir (pasal 4. Penteijemah), dan yang terhadap tindak pidana itu diancam pidana penjara minimum tiga tahun atau lebih sesuai dengan ketentuan pidana di undang-undang ini, (maka) undang-undang ini diberlakukan juga terhadap tindak pidana itu terkecuali jika menurut perundangan di tempat di mana

l erjemahan tidak resmi.

299

tindak pidana itu dilakukan tidak dapat dipidana.

Pasal 6 Di luar wilayah Republik Rakyat Cina, kepada orang asing yang melakukan suatu tindak pidana terhadap Republik Rakyat Cina atau terhadap seseorang warga negara Republik Rakyat Cina dan tindak pidana yang dilakukan tersebut diancam dengan pidana penjara minimum tiga tahun atau lebih sesuai dengan ketentuan pidana di undang-undang ini, (maka) undang-undang ini dapat diberlakukan terhadap tindak pidana itu, terkecuali jika menurut perundangan di tempat di mana tindak pidana seperti itu dilakukan tidak dapat dipidana.

Pasal 7 Di luar wilayah Republik Rakyat Cina, kepada setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana untuk mana ia telah dipertanggungjawabkan pidana sesuai dengan undang-undang ini, masih dapat diberlakukan ketentuan sesuai dengan undang-undang ini kendati ia telah diadili untuk tindak pidana itu di luar negeri, namun ia dapat memperoleh pengurangan atau peniadaan pidana jika ia telah menjalani pidananya. Pasal 8
300

l erjemahan tidak resmi.

Masalah pertanggungjawaban pidana dari seseorang asing yang mempunyai previlese (hak-hak khusus) dan kekebalan diplomatik akan diselesaikan melalui saluran diplomatik.

Pasal 9 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1980. Terhadap suatu tindakan yang dilakukan sebelum berlakunya undang-undang ini dan setelah berdirinya Republik Rakyat Cina akan diberlakukan:

perundangan, peraturan atau kebijaksanaan yang berlaku pada ketika itu, jika perundangan, peraturan atau kebijaksanaan tersebut tidak memandangnya sebagai suatu tindakan yang salah; perundangan, peraturan atau kebijaksanaan yang berlaku pada keilka Itu, dalam rangka pemeriksaan pertanggungjawaban pidana, jika perundangan, peraturan atau kebijaksanaan tersebut memandangnya sebagai suatu Undakan yang salah dan sesuai dengan ketentuan pada Bagian Vlll dari IV Ketentuan Umum dari undang-undang ini juga menetapkan keperluannya un tuk penuntutan secara berlaku surut. Dalam hal undang-undang ini tidak memandangnya sebagai

suatu tindak pidana atau ancaman pidananya adalah lebih ringan,

l erjemahan tidak resmi.

301

maka ketentuan dalam undang-undang ini yang diberlakukan. BAB - II MELAKUKAN TINDAK PIDANA Bagian I Melakukan tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana Pasal 10 Setiap tindakan yang membahayakan kedaulatan penguasa dan integritas wilayah, membahayakan sistem kediktatoran proletar, merusak revolusi sosialis dan pembangunan sosialis, mengganggu ketertiban umum, melanggar harta benda kepunyaan dari seluruh rakyat atau harta benda kepunyaan bersama dari massa buruh, melanggar harta benda yang sah kepunyaan pribadi dari seseorang warga negara itau melakukan kekerasan terhadap hak seseorang, hak-hak demokrasi atau hak- liak lainnya dari seseorang warga negara, atau suatu tindakan lain yang membahayakan masyarakat dan yang dapat dipidana atau didenda menurut perundangan adalah (perbuatan) melakukan suatu tindak pidana. Namun jika kejadian itu melupakan kesembronoan yang menonjol atau mengakibatkan kerusakan yang kecil, ia dapat tidak dipandang sebagai melakukan suatu tindak pidana.

Pasal U Setiap orang yang mengetahui bahwa tindakannya akan berakibat membahayakan masyarakat namun mengharapkan atau berkenan agar akibat tersebut

l erjemahan tidak resmi.

302

: terjadi, dan sebagai akibatnya tindakannya itu mewujudkan suatu tindak pidana, ia dipandang telah melakukan suatu tindak pidana dengan sengaja. Melakukan suatu tindak pidana dengan sengaja harus

dipertanggungjawabkan pidana.

Pasal 12 Seseorang yang seharusnya dapat memperkirakan bahwa tindakannya akan berakibat membahayakan masyarakat, tetapi karena kelalaiannya atau ketidak- acuhannya ia gagal untuk memperkirakan sedemikian itu, atau ia mempunyai perkiraan sedemikian itu namun terlalu cepai untuk meyakinkan diri bahwa hal itu akan dapat dihindarkan, jika kemudian akibat itu terjadi, ia dipandang telah melakukan suatu tindak pidana karena salahnya (error). Melakukan suatu tindak pidana karena salahnya hanya dipertanggungjawabkan pidana dalam hal ditentukan secara tegas dalam perundangan. Pasal 13 Walaupun suatu tindakan dari seseorang secara obyektif

l erjemahan tidak resmi.

303

mengakibatkan suatu kerusakan tetapi yang dilakukan bukan dengan sengaja atau karena salahnya (error), jika hal itu terjadi karena sesuatu alasan yang tak terhindarkan atau tak terduga, maka hal itu tidak dipandang sebagai melakukan suatu tindak pidana.

Pasal 14 Seseorang yang telah mencapai umur 16 tahun yang melakukan suatu tindak pidana dipertanggungjawabkan pidana. Seseorang yang telah mencapai umur 14 tahun dan di bawah umur 16 tahun yang melakukan suatu tindak pidana pembunuhan, mengakibatkan luka berat pada seseorang, penyamunan, penunuan (arson) atau pencurian karena kebiasaan, atau pelanggaran ketertiban umum lainnya yang berat dipertanggungjawabkan pidana. Seseorang yang telah mencapai umur 14 tahun dan di bawah umur 18 tahun yang melakukan suatu tindak pidana memperoleh pidana yang lebih ringan atau yang diperkurangkan.

l erjemahan tidak resmi.

304

Seseorang yang tidak dipidana karena ia belum mencapai umui l(> litliun, keluarganya atau walinya dapat diperintahkan dan terikat untuk mulukitiiiiukan pengawasan dan disiplin terhadapnya, dan jika diperlukan ia daput ditampung, didisiplinkan dan dididik oleh pemerintah.

Pasal 15 Seseorang gila yang tidak mampu membedakan atau menguasai tindakan nya, yang karenanya terjadi suatu kerugian tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana karena tindakannya itu. Namun anggota keluarganya atau walinya dapat dipeuntahkan dan terikat untuk melaksanakan pengawasan dan memberi pera watan kesehatan kepadanya. Seseorang yang terkadang gila yang melakukan suatu tindak pidana ketika ingatannya normal dapat dipertanggungjawabkan pidana. Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana sedang ia dalam keadaan mabuk dipertanggungjawabkan pidana.

Pasal 16 Seseorang yang tuli dan bisu atau orang buta yang melakukan

Teijemahan tidak resmi.

305

suatu tindak pidana memperoleh hukuman pidana yang lebih ringan atau yang diperkurang- kan atau ditiadakan pemidanaannya.

Pasal 17 Dengan tujuan untuk menjauhkan kepentingan umum,

keamanan atau kepentingan sendiri atau orang lain dari suatu bahaya gangguan yang tidak sah atau kerugian yang sedang mengancam, maka terhadap seseorang yang mengambil tindakan perlindungan yang layak tidak dipertanggungjawabkan pidana. Jika suatu perlindungan yang layak melampaui batas keperluan yang mengakibatkan kerugian pidana. yang tidak itu perlu harus

dipertanggungjawabkan

Namun

keadaan

dipertimbangkan untuk pengurangan ataigpeniadaan pemidanaan. Pasal 18 Dengan tujuan untuk menjauhkan kepentingan umum, keamanan atau kepentingan sendiri atau orang lain dari bahaya yang sedang terjadi, maka terhadap seseorang yang melakukan tindakan seketika untuk menghindarkan bahaya itu tidak dipertanggungjawabkan pidana. Jika tindakan seketika yang dilakukan untuk menghindarkan bahaya itu melampaui batas keperluan yang mengakibatkan kerugian

l erjemahan tidak resmi.

306

yang tidak perlu ia dipertanggungjawabkan pidana. Namun keadaan itu harus dipertimbangkan untuk pengurangan atau peniadaan pemidanaan. Ketentuan mengenai penjauhan diri sendiri dari suatu bahaya tersebut pada ayat pertama dari pasal ini tidak berlaku bagi seseorang yang dalam tugasnya atau profesinya mewajibkan ia memegang suatu- pertanggungjawaban khusus.

Bagian II Persiapan, percobaan atau pengunduran diri untuk melakukan suatu tindak pidana.

Pasal 19 Untuk tujuan melakukan suatu tindak pidana, seseorang yang mempersiapkan peralatan atau menciptakan keadaan dipandang melakukan suatu tindak pidana dalam persiapan. Seorang pelaku tindak pidana dalam persiapan memperoleh pemidanaan yang lebih ringan atau yang diperkurangkan atau peniadaan pemidanaan dalam perbandingannya dengan pemidanaan pelaku tindak pidana sempurna.

Pasal 20
307

l erjemahan tidak resmi.

Jika seseorang telah mulai menyatakan melakukan suatu tindak pidana, akan tetapi karena sebab yang di luar kemauannya, tindakannya itu menjadi tidak sempurna, maka ia dipandang melakukan suatu tindak pidana yang tidak sempurna. Seseorang pelaku tindak pidana tidak sempurna memperoleh pemidanaan yang lebih ringan atau yang diperkurangkan dalam perbandingannya sempurna. Selama dalam pelaksanaan suatu tindak pidana (jika) seseorang secnru suka- icla mengundurkan diri melakukan tindak pidana itu atau dengan sukarela dan sc cara efektif mencegah terjadinya akibat dari pelaksanaan tindak pidana itu dipan dang sebagai melakukan pengunduran diri untuk melakukan suatu tindak pidana. Seorang pelaku yang mengundurkan diri untuk melakukan tindak pidana memperoleh peniadaan atau pengurangan pemidanaan. Bagian III Penyertaan untuk melakukan suatu tindak pidana. Pasal 22 Penyertaan untuk melakukan suatu tindak pidana ditandai dengan dua atau lebih pelaku yang bersama-sama untuk melakukan suatu tindak pidana dengan sengaja.
308

dengan

pemidanaan

pelaku

tindak

pidana

l erjemahan tidak resmi.

Jika dua atau lebih pelaku bersama-sama melakukan suatu tindak pidana karena salahnya (error) tidak dipidana karena penyertaan untuk melakukan suatu lindak pidana, melainkan masing-masing dipidana sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya.

Pasal 23 Seseorang yang mengorganisasikan atau memimpin suatu kelompok pelaku lindak pidana untuk melaksanakan suatu aktivitas melakukan suatu tindak pidana, atau seseorang yang selama pelaksanaan suatu tindak pidana menghasilkan efek yang utama, adalah seorang pelaku utama. Seorang pelaku utama, kecuali yang ditetapkan dalam ketentuanketentuan khusus dari undang-undang ini, memperoleh pemidanaan yang lebih berat.

Pasal 24 Dalam hal penyertaan untuk melakukan suatu tindak pidana, jika seseorang

l erjemahan tidak resmi.

309

menghasilkan akibat kedua atau tambahan, adalah pelaku-pembantu. Seseorang pelaku-pembantu dikenakan pemidanaan yang lebih ringan atau diperkurangkan ataupun ditiadakan pemidanaan dalam perbandingannya dengan pemidanaan pelaku utama.

Pasal 25 Kepada seseorang yang menyertai suatu tindakan untuk melakukan suatu tindak pidana di bawah paksaan atau kecurangan, maka keadaan tersebut harus dipertimbangkan dan dikenakan pengurangan pidana atau ditiadakan pemidanaan dalam

perbandingannya dengan pemidanaan pelaku-pembantu.

Pasal 26 Seseorang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana (kepadanya) dikenakan pidana sesuai dengan akibat yang dihasilkan dalam penyertaannya untuk melakukan tindak pidana itu. Menggerakkan seseorang di bawah umur 18 tahun untuk melakukan suatu tindak pidana dikenakan pemidanaan yang lebih berat. Jika seseorang yang digerakkan tidak melakukan tindak pidana yang digerakkan itu, maka kepada sipenggerak dikenakan

Tejjemahan tidak resmi.

pemidanaan yang lebih ringan atau yang diperkurangkan.

BAB - III P E M I D A N A A N Bagian I Jenis pidana. Pasal 27 Pidana-pidana dibagi dalam pidana utama dan pidana tambahan.

Tejjemahan tidak resmi.

Jenis-jenispidanautamaadalahsebagaiberikut:
1) 2) 3) 4) 5)

Pengawasan. Pidana Pidana Pidana Pidana kuningan. penjara untuk waktu tertentu. penjara seumur mati. Pasal 29 Jenis-jenis pidana tambahan adalah sebagai berikut : hidup.

1) 2) 3)

Denda. Pencabutan hak-hak politik. Perampasan harta-benda.

Pidana tambahan dapat dijatuhkan tersendiri.

Pasal 30 Mengusir seseorang asing yang melakukan suatu tindak pidana dapat dikenakan tersendiri atau sebagai tambahan.

Pasal 31 Dalam hal karena tindakan sipelaku, sikorban menderita kerugian ekonomik, maka terhadap sipelaku itu dapat dikenakan

l erjemahan tidak resmi.

305

wajib ganti-rugi sesuai dengan keadaan selain dari pada pengenaan hukuman pidana.

Pasal 32 Apabila keadaan pelaksanaan dari tindak pidana itu demikian ringan silatnya dan tidak diperlukan untuk menjatuhkan sesuatu pidana, maka terhadap m pelaku dapat ditiadakan ancaman pidana, namun kepadanya dapat diberikan tegoran atau memerintahkan supaya dia mengikatkan diri untuk bertobat, meii)-, anjurkan agar dia memohon maaf, mengganti secara administratif oleh departemen di mana dia termasuk sebagai anggota. Bagian Pidana Pengawasan. Pasal 33 Periode pidana pengawasan adalah minimum 3 bulan dan maksimum 2 tahun. Pidana pengawasan akan ditentukan oleh suatu pengadilan rakyat dan dilaksanakan oleh suatu badan keamanan umum.

Pasal 34 Seseorang pengawasan


306

pelaku

tindak periode

pidana

yang

dijatuhi itu

pidana harus

selama

pelaksanaan

pidana

Terjemahan tidak resnJ.

mengindahkan peraturan-peraturan sebagai berikut:


1)

Mematuhi perundangan atau perintah-perintah, menempatkan diri di bawah pengawasan massa (rakyat) dan berperan-serta secara positif dalam komune produksi buruh atau karya.

2)

Melaporkan kepada badan penguasa pada waktu-waktu yang ditentukan secara khusus mengenai keadaan dan aktivitasnya.

3)

Melaporkan kepada badan penguasa dan mendapatkan ijin apabila akan terjadi perobahan tempat tinggal atau apabila bepergian jauh ke suatu tempat. Seseorang pelaku yang dijatuhi pidana pengawasan akan

mendapat pembayaran yang seimbang dengan karyanya.

Pasal 35 Seseorang pelaku tindak pidana yang dijatulii pidana

pengawasan akan diinformasikan tentang penghapusan pidana pengawasan itu oleh badan pelaksirna karena periodenya telah habis, demikian juga massa yang bersangkutan harus diberitahukan dengan cara yang sama.

Pasal 36 Masa penjalanan pidana pengawasan dihitung mulai dari hari


307 Terjemahan tidak resnJ.

(K'

pc!aksan.:a:i putusan pengadilan. Apabila ia ditahan sebelum pelaksanaan putusan itu, maka satu hari penahanan diganti dengan dua hari masa pidana tersebut. Bagian III Pidana kurungan Pasal 37 Periode pidana kurungan adalah minimum 15 hari dan maksimum 16 bulan. Pasal 38 Terhadap seseorang pelaku yang dijatuhi pidana kurungan (akan) dilaksanakan oleh badan keamanan umum terdekat. Selama periode pelaksanaan maka sipelaku yang dijatuhi pidana kurungan boleh pergi ke rumahnya selama 1 hari sampai dengan 2 hari setiap bulan dan dapat dipertimbangkan untuk diberi imbalan jika ia menyertai dalam komune produksi buruh. Pasal 39 Masa penjalanan pidana kurungan dihitung mulai dari hari pelaksanaan putusan pengadilan. Jika ia ditahan sebelum pelaksanaan putusan itu, maka 1 hari penahanan diganti dengan 1 hari masa pidana di atas.

l eijemahan tidak resmi.

(K'

Bagian IV Pidana penjara untuk waktu tertentu (sementara) dan pidana penjara seumur hidup.

l eijemahan tidak resmi.

L-LI^

Pasal 40

Masa pemenjaraan adalah minimum 6 bulan dan maksimum 15 tahun. Pasal 41 Seseorang pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana penjara seumur hidup wajib menjalaninya di rumah penjara atau perbaikan lainnya melalui tempat pekerjaan buruh, dan barangsiapa yang memiliki tenaga-kerja secara praktis akan diperbaiki melalui perburuhan.

Pasal 42 Masa penjalanan pidana penjara dihitung mulai dari hari pelaksanaan putusan pengadilan. Jika ia ditahan sebelum pelaksanaan putusan itu, maka 1 hari penahanan diganti dengan 1 hari masa pidana tersebut di atas. Bagian V Pidana mati Pasal 43 Pidana mati hanya dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana yang
308 Terjemahan tidak resmi.

sangat kejam. Apabila seseorang pelaku tindak pidana akan dijatuhi pidana mati namun tidak diperlukan pelaksanaan yang cepat, maka kepadanya dapat dijatuhkan pidana mati dan bersamaan waktunya dinyatakan penundaan pelaksanaannya untuk selama dua tahun untuk mengetahui hasilnya apakah kepadanya dapat diperbolehkan untuk menjalani perbaikan melalui pekerjaan buruh. Semua penjatuhan pidana mati harus dilaporkan kepada Mahkamah Agung Rakyat untuk mendapatkan persetujuannya kecuali apabila putusan itu dibuat oleh Mahkamah Agung Rakyat itu sendiri sesuai dengan perundangan. Suatu pidana mati beserta penundaan pelaksanaannya dapat diputuskan atau disetujui oleh Mahkamah Rakyat yang lebih tinggi (Pengadilan Tinggi). Pasal 44 Seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun ketika ia melakukan suatu tindak pidana dan seseorang wanita yang sedang hamil pada waktu priiicilk.siiiin sidang tidak dapat dijatuhi pidana mati. Seseorang yang telah mencapai umur 16 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun ketika ia melakukan suatu tindak pidana yang berat, dapat dijatuhi pl dana mati berbarengan dengan penundaan pelaksanaannya untuk selama 2 tahun
Terjemahan tidak resmi. 309

Pasal 45 Pidana mati dilaksanakan dengan cara menembaknya. Pasal 46 Seseorang yang dijatuhi pidana mati berbarengan dengan penundaan pelaksanaannya, dan jika selama periode penundaan itu benar-benar memperlihatkan penyesalan, maka pidana itu dapat diperingan menjadi pidana penjara seumur hidup setelah melampaui waktu dua tahun; dan jika ia kemudian memperlihatkan penyesalan dan memberikan sumbangan, dapat diperingan lagi menjadi pidana penjara minimum 15 tahun dan maksimum 20 tahun; jika ia menolak untuk diperbaiki dan keadaan tersebut bersifat jahat, maka setelah ia diperiksa dan terbukti, Mahkamah Rakyat Agung dapat memutuskan atau menyetujui pelaksanaan pidana mati tersebut. Pasal 47 Periode penundaan pelaksanaan pidana mati mulai dihitung sejak hari putusan itu sudah tetap. Apabila suatu pidana mati yang berbarengan dengan penundaan pelaksanaannya diperingan menjadi pidana penjara untuk waktu tertentu, maka masa itu mulai dihitung sejak hari penetapan peringanan tersebut.

Terjemahan tidak resmi.

310

Bagian VI Pidana Denda Pasal 48 Dalam penentuan penjatuhan pidana denda, maka jumlah uang itu didasarkan kepada keadaan dari pelaksanaan tindak pidana itu. Pidana denda dapat dibayarkan sekaligus atau dicicil dalam waktu yang ditentukan dalam suatu putusan. Seseorang yang gagal untuk membayarnya sampai habis waktu yang ditentukan dapat dipaksa untuk membayarnya. Suatu pidana denda dapat diperingan atau ditiadakan setelah dipertimbangkan bahwa pembayaran itu benar-benar sulit karena menghadapi bencana yang tidak dapat dielakkannya.

Bagian VII Pencabutan hak-hak politik. Pasal 50 Pencabutan hak-hak politik adalah pencabutan hak-hak sebagai berikut:
1)

Hak memilih dan dipilih pada pemilihan,


Terjemahan tidak resmi. 311

2) 3) 4)

Semua hak yang ditentukan pada pasal 45 Konstitusi, Hak sebagai pegawai di badan pemerintahan, Hak sebagai pimpinan pegawai di perusahaan, satuan atau or

kelembagaan ganisasi rakyat.

Pasal 51 Periode pencabutan hak-hak politik adalah minimum 1 tahun dan maksimum 5 tahun, kecuali ditentukan lain pada pasal 53 Undangundang ini. Pemidanaan pencabutan hak-hak politik sebagai tambahan pada pidana pengawasan, maka periode pencabutan hak itu dapat dilaksanakan bersamaan.

Pasal 52 Kepada seseorang anasir kontra-revolusi ditambahkan

pencabutan hak-hak politik dan kepada seseorang pelaku tindak pidana yang berupa perusakan ketertiban umum dikenakan pidana pencabutan hak-hak politik sebagai tambahan jika dipandang perlu.

Terjemahan tidak resmi.

312

CLC
Pasal 53

Kepada seseorang pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana mati


II I J I I I

pi dana penjara seumur hidup dikenakan pencabutan

hak-hak politik untuk seumtii hidup. Apabila pidana mati yang berbarengan dengan penundaan pelaksanaannya diperingan menjadi pidana penjara untuk waktu tertentu, atau pidana penjaia seumur hidup diperingan menjadi pidana penjara untuk waktu tertentu, maka periode pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu dirobah menjadi minimum 3 tahun dan maksimum 10 tahun.

Pasal 54 Periode pidana tambahan pencabutan hak-hak politik mulai dihitung sejak hari diselesaikannya pelaksanaan pidana kurungan, atau sejak pembebasannya secara bersyarat. Akibat dari pencabutan hak-hak politik, dengan sendirinya ada secara bersamaan pada pidana utama. Bagian VIII Perampasan harta benda. Pasal 55 Perampasan harta benda adalah perampasan harta-benda dari seseorang pelaku tindak pidana, seluruhnya atau sebahagiannya.
313

leijemahan tidak resmi.

CLC

Apabila suatu pidana pencabutan (ternyata) menetapkan hartabenda yang dimiliki anggota keluarga dari pelaku atau hak dari anggota keluarganya itu. maka (hak itu) tidak dapat dirampas.

Pasal 56 Sebelum penyegelan harta-benda itu, setiap hutang yang sah yang dibuat oleh pelaku tindak pidana itu harus diselesaikan, yang jika perlu (diambil) dari hai lu-benda yang telah dirampas atas permintaan dari kreditur dan yang diputuskan oleh Mahkamah Rakyat. BAB - IV KEGUNAAN PENERAPAN PIDANA Bagian I Ukuran penjatuhan pidana Pasal 57 Apabila hendak menentukan penjatuhan pidana yang pantas dikenakan kepada pelaku tindak pidana, maka hal itu harus didasarkan kepada fakta, sifat, keadaan dari tindak pidana tersebut, tingkat kerugian masyarakat yang disebabkan tindak pidana itu dan ketentuan-ketentuan yang ada hubungannya yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 58

314

Terjemahan tidak resmi.

CLC

Apabila seseorang pelaku tindak pidana berada dalam keadaan yang ditentukan dalam undang-undang ini, bahwa kepadanya ada alasan untuk memberikan peringanan atau pemberatan pemidanaan, namun kepadanya hanya dapat dijatuhkan pidana dalam batas-batas yang diancamkan dalam perundangan. Pasal 59 Apabila seseorang pelaku tindak pidana berada dalam keadaan yang ditentukan dalam undang-undang ini, bahwa kepadanya akan dikenakan peringanan pemidanaan, maka pidananya harus lebih ringan dari pada yang diancamkan dalam perundangan. Walaupun seseorang pelaku tindak pidana tidak berada daiam keadaan yang ditentukan dalam undang-undang ini bahwa kepadanya akan dikenakan peringanan pemidanaan, tetapi berdasarkan kondisi yang lengkap dari kasus itu, maka adalah terlalu keras apabila bahkan pidana yang terendah sekalipun yang ditentukan dalam undangundang ini yang dijatuhkan. Dalam hal ini suatu pidana di bawah yang ditentukan dalam undang-undang ini dapat dikenakan dengan putusan dari komite judisial dari Mahkamah Rakyat. Pasal 60 Semua harta-benda yang diperoleh sipelaku secara tidak sah,

315

Terjemahan tidak resmi.

CLC

akan disidik

316

Terjemahan tidak resmi.

dan diserahkan kembali, atau diperintahkan untuk diperbaiki atau mengkompni sasikan. Barang-barang gelap dan harta-benda milik sipelaku tindak pidana digunakan untuk melakukan tindak pidana itu, dapat diperintahkan untuk <li rampas. Bagian II Residivis Pasal 61 Seorang pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara untuk waktu tcr tentu atau pidana yang lebih berat dan setelah dia menjalani pidana tersebut atau dibebaskan dari pidana itu, (jika ia) dalam waktu 3 tahun melakukan lagi suatu tindak pidana untuk mana pantas dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana yang lebih berat, maka ia adalah seorang residivis dan kepadanya dapat dikenakan pemidanaan yang lebih berat kecuali tindak pidana itu terjadi karena salahnya (error). Batas periode untuk ketentuan tersebut di atas, apabila ia seorang pelaku (terpidana) yang dibebaskan .dengan syarat, maka penghitungan harinya mulai dari sejak diselesaikannya pembebasan bersyarat itu. Pasal 62 Seseorang pelaku tindak pidana kontra revolusi, setelah menyelesaikan pc laksanaan pidananya atau ditiadakan pidana itu,
Terjemahan tidak resmi.

(jika) kapan saja melakukan lagi suatu tindak pidana kontra revolusi, maka ia dapat dipidana sebagai residivis Bagian III Penyerahan diri Pasal 63 Seseorang yang menyerahkan diri setelah melakukan suatu tindak pidunu dapat dikenakan pemidanaan yang lebih ringan. Di antaranya, apabila tinduk pidana yang dilakukannya itu termasuk ringan maka pemidanaannya (luput dl perkurangkan atau ditiadakan, dan apabila tindak pidana itu termasuk homl, namun dia memperlihatkan sikap membantu, maka juga

pemidanaannya dapat diperkurangkan atau ditiadakan. Bagian IV Perbarengan tindak pidana untuk dipidana bersama-sama. Pasal 64 Apabila seseorang melakukan beberapa tindak pidana sebelum suatu pidana dijatuhkan, maka kecuali untuk pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, ukuran pemidanaan dapat ditentukan dengan penjatuhan pidana yang lamanya di bawah semua jumlah pidana (yang diancamkan) akan tetapi di atas dari pidana yang terberat di antaranya. Namun demikian untuk pidana pengawasan maksimumnya adalah 3 tahun, maksimum pidana kurungan adalah 1 tahun, atau maksimum pidana penjara adalah 20 tahun. Dalam hal jika ada pidana tambahan dijatuhkan untuk salah satu

Terjemahan tidak resmi.

CLC Pasal 67

tindak pidana tersebut, maka pidana tambahan itu tetap wajib dilaksanakan. Pasal 65 Setelah penjatuhan suatu pidana dan sebelum selesai

pelaksanaannya, (jika) diketemukan lagi bahwa terpidana telah melakukan suatu tindak pidana sebelum penjatuhan pidana tersebut, yang untuk (yang diketemukan) itu ia belum dijatuhi pidana, maka dapat dijatuhkan lagi pidana yang baru dengan menentukan pelaksanaan pidana yang lama dan yang baru secara berbarengan dengan mengindahkan ketentuan pada pasal 64 undang-undang ini. Setiap pidana yang telah dilaksanakan harus diperhitungkan untuk (pelaksanaan) lamanya pidana yang baru ditentukan. Setelah penjatuhan suatu pidana dan sebelum selesai

pelaksanaannya, (jika) terpidana melakukan tindak pidana lain, maka dijatuhkan lagi pidana untuk tindak pidana yang baru dilakukan itu dengan menentukan pelaksanaan dari sebahagian pidana lama yang belum dilaksanakan dan pidana yang baru dijatuhkan dengan mengindahkan ketentuan pada pasal 64 undang-undang ini. Bagian V Penangguhan pidana.
Terjemahan tidak resmi. 315

CLC Pasal 67

Apabila pelaku tindak pidana dijatuhi pidana penjara kurang dari 3 talnm atau pidana kurungan, maka perhatian akan diberikan terhadap keadaan kelik melakukan kejahatan itu dan penyesalan yang diperlihatkannya. Dipandang dari sudut tersebut di atas, apabila penangguhan pidana itu, praktis tidak menimbul kan prasangka lagi pada masyarakat, maka pelaksanaannya dapat ditetapkan untuk ditangguhkan. Seseorang pelaku tindak pidana yang pidananya ditangguhkan, tetap wajib melaksanakan pidana tambahannya jika ditetapkan demikian.

Pasai 68 Periode (masa) percobaan untuk suatu penangguhan pidana kurungan adalah suatu periode yang lebih lama dari pidana aslinya, namun tidak lebih lama dari 1 tahun dan tidak boleh kurang dari 1 bulan. Periode percobaan untuk suatu penangguhan pidana penjara untuk waktu tertentu adalah suatu periode yang lebih lama dari pidana aslinya, namun tidak boleh lebih lama dari 5 tahun dan tidak boleh kurang dari 1 tahun. Periode percobaan untuk suatu penangguhan pidana mulai
316

Terjemahan tidak resmi.

CLC Pasal 67

dihitung dari hari putusan itu telah tetap. Pasal 69 Penangguhan pidana tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana kontra revolusi atau residivis. Pasal 70 Seseorang pelaku tindak pidana yang pidananya ditangguhkan, maka selama masa percobaan itu ia dapat diserahkan oleh badan keamanan umum kepada unit alau organisasi yang berpadanan dengan golongannya untuk diamat-amati. Apabila ia tidak lagi melakukan suatu tindak pidana, maka pada saat diselesaikannya masa percobaan itu, pidana aslinya tidak dilaksanakan lagi; apabila ia melakukan suatu tindak pidana lagi, maka penangguhan itu dihentikan dan pidana terdahulu serta pidana berikutnya ditentukan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan pada pasal 64 undangundang ini. Bagian VI Pengurangan pidana Pasal 71 Seseorang pelaku tindak pidana (a criminal) yang dijatuhi pidana pengawasan, pidana kurungan, pidana penjara sementara (untuk
Terjemahan tidak resmi. 317

CLC Pasal 67

waktu tertentu) atau pidana penjara seumur hidup, selama pelaksanaan pidana itu dapat memperoleh pengurangan pidana apabila ia memperlihatkan penyesalan dan mengadakan kontribusi (pembantuan). Namun demikian untuk salah satu atau beberapa kejadian pengurangan tersebut, periode (masa) pelaksanaan yang sesungguhnya dari pidana pengawasan, pidana kurungan atau pidana penjara sementara itu tidak boleh kurang dari setengah masa pidana yang sebenarnya; dan untuk pidana penjara seumur hidup tidak boleh kurang dari 10 tahun. Pasal 72 Periode (masa) pidana penjara seumur hidup yang diperingan menjadi pidana penjara sementara (untuk waktu tertentu) dihitung mulai dari peringanan itu. Bagian VII Pembebasan bersyarat Pasal 73 Seseorang pelaku tindak pidana yang sedang menjalani pidana penjara sementara atau seumur hidup dapat memperoleh pembebasan bersyarat setelah pidananya itu dilaksanakan lebih dari separoh untuk yang tersebut pertama (pidana penjara sementara), atau setelah benarbenar melaksanakan lebih dari 10 tahun untuk yang tersebut terakhir (seumur hidup), dengan syarat apabila ia memperlihatkan penyesalan
Terjemahan tidak resmi. 318

CLC Pasal 67

tertentu atau melakukan kontribusi (pembantuan). Apabila ada keadaan yang luar biasa, maka periode pelaksanaan tersebut di atas tidak boleh dikurangi/dibatasi. Pasal 74 Masa (periode) percobaan untuk pembebasan bersyarat bagi pidana penjara sementara adalah sisa masa pidana yang belum dijalani, dan masa percobaan untuk pembebasan bersyarat bagi pidana penjara seumur hidup adalah 10 tahun. Masa percobaan untuk pembebasan bersyarat mulai dihitung sejak dari hari Cl pembebasan itu.

Seseorang

petindak

pidana

(criminal)

yang

menerima

pembebasan bersyai ditempatkan di bawah pengamatan suatu badan keamanan umum selama masa p< cobaan itu. Apabila ia tidak lagi melakukan suatu tindak pidana yang baru selar masa tersebut, ia dipandang telah melaksanakan pidananya yang asli; Apabila ia melakukan suatu tindak pidana yang baru, maka pembebasan bersyai itu dihentikan dan pidana terdahulu serta pidana
319

Terjemahan tidak resmi.

berikutnya ditentukan pelak: naannya sesuai dengan ketentuan pada pasal 64 undang-undang ini.
Pasal 75

Bagian VIII Batas-batas kedaluarsaan. Pasal 76 Terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan, tidak diadakan penuntutj lagi setelah batas waktu berikut:
1)

Setelah 5 tahun, untuk tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undar yang diancam dengan pidana penjara sementara yang maksimumnya kurar dari 5 tahun.

2)

Setelah 10 tahun, untuk tindak pidana yang ditentukan dalam undan; undang yang diancam dengan pidana penjara sementara yang maksimumny kurang dari 10 tahun.

3)

Setelah 15 tahun, untuk tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undan yang diancam dengan pidana penjara sementara lebih dari 10 tahun.

4)

Setelah 20 tahun, untuk tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undan yang diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana mati.

Apabila penuntutan dipandang perlu diadakan setelah 20 tahun, harus ada terlebi) dahulu persetujuan dari Departemen Kejaksaan Agung Rakyat.
31'

Terjemahan tidak resmi.

Pasal 77 Seseorang yang menghindari penyelidikan atau pemeriksaan Pasal 75 sidang setelal kepadanya oleh suatu badan keamanan, departemen penuntut umum rakyat atat pengadilan rakyat diadakan tindakan penahanan seperlunya, tidak berhak atas (ke

Terjemahan tidak resmi.

31'

CLC

tentuan) pembatasan waktu untuk penuntutan. Pasal 78 Suatu batas waktu untuk penuntutan dihitung mulai dari hari dilakukannya tindak pidana itu. Apabila tindakan pelaku itu bersifat berkesinambungan atau berkelanjutan, maka masa itu mulai dihitung dari hari tindakan pelaku itu telah sempurna. Apabila seseorang melakukan tindak pidana lain selama batas periode (masa) tersebut, maka periode dari tindak pidana yang pertama dihitung mulai dari hari dilakukannya tindak pidana yang terakhir jtu. BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN DAN DEFINISI. Pasal 79 Suatu tindak pidana yang tidak secara tegas diatur dalam KETENTUAN KHUSUS dari Undang-undang ini, maka suatu putusan masih tetap dapat diambil dan penjatuhan pidananya disesuaikan dengan suatu ketentuan yang telah ada dalam KETENTUAN KHUSUS itu yang sangat mirip kepada tindak pidana tersebut. Namun demikian ijin pelaksanaannya harus dilaporkan kepada Mahkamah Agung Rakyat.

318

Teijemahan tidak resmi.

Pasal 80

CLC

Di dalam suatu wilayah otonom nasional di mana ketentuan dari undang-un- dang ini tidak seluruhnya dapat diterapkan, maka ketentuan-ketentuan suplemen atau yang fleksibel dapat diadakan oleh suatu badan penguasa negara dari wilayah yang otonom atau propinsi itu bersesuaian dengan watak politik, ekonomik dan kebudayaan dari suku bangsa itu dan pedoman yang diatur dalam undang-undang ini. Penerapan ketentuan seperti itu harus dilaporkan kepada Panitia Keija dari Kongres Nasional Rakyat untuk mendapatkan persetujuannya.

Pasal 81 "Harta benda umum yang disebutkan dalam undang-undang ini mengin-

319

Teijemahan tidak resmi.

dtkasikan harta benda sebagai berikat:


1) 2)

Harta benda yang dimiliki oleh seluruh rakyat. Harta benda yang dimiliki oleh massa buruh. Apabila harta benda perseorangan di bawah pengawasan,

pekeijaan pengangkatan negara, komune raky?t; kooperasi, gabungan perusahaan swasta negara atau organisasi rakyat, maka ia dipandang sebagai harta benda umum. Pasal 82 Harta-benda yang sah yang dimiliki secara perseorangan oleh sesec warganegara sebagaimana disebutkan dalam undang-undang ini mengindikas harta-benda sebagai berikut:
1)

Penghasilan yang sah, simpanan di bank, rumah dan alat-alat lainnya ui pekeijaan penghidupan.

2)

Sebidang tanah kapling perseorangan, persediaan penghidupan perseonm pohon-pohon milik perseorangan yang secara sah diserahkan kej d p( orangan atau keluarga untuk digunakan sebagai bahan produksi.

Pasal 83 "Pegawai negeri yang disebutkan dalam undang-undang ini

Teijemahan tidak resmi.

mengindikasi seseorang perwira yang terikat pada pelayanan umum dari suatu badan neg perusahaan negara, lembaga negara atau perwira lainnya yang ditentukan sec khusus oleh perundangan.

Pasal 84 "Pegawai Kehakiman yang disebutkan dalam undang-undang ini mengiri kasikan seseorang yang bertugas untuk penyelidikan, pemeriksaan sidang, tut umum atau mengawasi para terpidana. Pasal 85 "Luka berat yang disebutkan dalam undang-undang ini mengindikasikan: lah satu keadaan luka sebagai berikut:

Teijemahan tidak resmi.

CL C
1)

Menyebabkan ketidakmampuan dari anggota badan atau tubuh seseorang lain atau membuat cacat penampilan seseorang lain. Menyebabkan orang lain kehilangan pendengaran, penglihatan atau fungsi dari suatu indera. Luka berat lainnya terhadan kesehatan fisik seseorang. Pasal 86

2)

3)

Unsur utama terpenting yang disebutkan dalam undang-undang ini mengindikasikan seorang pelaku tindak pidana yang di antara kelompok pelaku tindak pidana atau gabungan rakyat yang melakukan tindak pidana, ia memainkan peranan dalam pengorganisasian, perencanaan atau pimpinan.

Pasal 87 "Menangani setelah ada pengaduan yang disebutkan dalam undang-undang ini mengindikasikan bahwa suatu kasus yang hanya dapat ditangani jika korban mengajukan pengaduan. Dalam hal sikorban tak mampu membuat pengaduan karena adanya pengekangan dengan kekerasan secara paksa atau ancaman, maka departemen penuntut umum rakyat atau salah seorang rekan dari sikorban yang membuat pengaduan.

Pasal 88 Di atas, di bawah atau di dalam yang disebutkan dalam undang- undang ini mencakup nomor-nomor yang disebutkan.

Pasal 89 Ketentuan umum dari undang-undang ini diberlakukan juga pada perundangan lain atau peraturan apapun yang berisikan suatu ketentuan pidana, kecuali ditentukan lain dengan undang-undang.

***
Teijemahan tidak resmi. 3

Anda mungkin juga menyukai