Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Rasa Gatal dan Nyeri


Putu Ayu Elvina
Dokter umum di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Wangaya, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK Fenomena rasa gatal (pruritus) dan nyeri yang nampaknya merupakan dua hal berbeda, ternyata memiliki banyak persamaan. Keduanya merupakan pengalaman sensorik tidak menyenangkan yang bila berlangsung kronis dapat menyebabkan depresi dan menurunkan kualitas hidup penderitanya. Perbedaan utama antara nyeri dan rasa gatal terletak pada respon penderitanya; respon terhadap nyeri berupa reflek menarik diri sedangkan respon terhadap rasa gatal adalah reflek menggaruk. Garukan dapat menghambat rasa gatal, bahkan sekalipun dilakukan di tempat yang jauh dari asal rasa gatal. Terdapat bukti klinis bahwa selain oleh garukan, rasa gatal juga dapat dimodulasi oleh rangsang menyakitkan (noksius). Dengan kata lain, rasa nyeri dapat mengurangi rasa gatal. Penghambatan terhadap rasa gatal ini diduga melalui mekanisme modulasi yang mengalihkan perhatian penderita dari rasa gatalnya. Dengan memahami lebih mendalam hubungan antara rasa gatal dan nyeri, diharapkan dapat membantu klinisi dalam memberi terapi yang efektif dan rasional untuk mengatasi rasa gatal, terutama yang bersifat kronis. Kata kunci: gatal, pruritus, nyeri, garukan, noksius

PENDAHULUAN Selama bertahun-tahun rasa gatal (pruritus) dianggap sebagai varian lemah dari nyeri.1 Pengalaman sehari-hari mengajarkan bahwa rasa gatal dapat dikurangi dengan rangsang menyakitkan (noksius), sehingga penderita gatal kronis mempunyai cara yang kreatif untuk mengurangi rasa gatalnya dengan menggaruk atau mandi memakai pancuran air panas atau air yang sangat dingin.2,3 Pada tahun 1960, Melzack dan Wall memperkenalkan teori gate control yang sangat terkenal : rangsangan nyeri dapat menghambat rasa gatal.4 Penelitian menunjukkan bahwa penghambatan rasa gatal bisa dilakukan dengan rangsang noksius, baik termal, mekanis, kimia, maupun elektrik. Sebaliknya, analgesik dapat mengurangi penghambatan ini sehingga memperberat rasa gatal.5 Teori ini memicu penelitian lebih lanjut tentang rasa gatal yang telah lama menjadi bayang-bayang nyeri. Pada tahun 1997, ditemukan adanya sel saraf manusia selektif, yang dapat menerangkan sensasi rasa gatal yang diinduksi oleh histamin.6 Fenomena rasa gatal dan nyeri memiliki banyak persamaan. Keduanya merupakan pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan, bersifat multidimensial yang terdiri dari komponen sensorik diskriminatif, kognitif, evaluatif dan motivasi. Mekanisme terjadinya juga serupa, yaitu melalui sensitisasi perifer dan sentral.
C DK 1 8 5 / Vo l. 3 8 no. 4/M ei -Juni 2011

Bila berlangsung kronis, rasa gatal dan nyeri dapat menyebabkan depresi dan menurunkan kualitas hidup penderitanya.3,7,8 Di samping persamaan tersebut, terdapat interaksi kompleks antara rasa gatal dan nyeri yang belum sepenuhnya diketahui. Perbedaan utama antara nyeri dan rasa gatal terletak pada respon tingkah laku penderitanya; respon terhadap nyeri berupa reflek menarik diri sedangkan respon terhadap rasa gatal adalah refleks menggaruk.7 Respons otak terhadap rasa gatal dan nyeri. Penelitian yang mempelajari respon otak terhadap stimulasi histamin pada orang sehat memakai PET (Positron Emission Tomography) dan MRI fungsional mendapatkan adanya koaktivasi korteks cinguli anterior, korteks insula, korteks premotor dan area motoris motorik tambahan, lobus parietal inferior, korteks somatosensorik primer dan serebelum.1,7,8,9 Adanya koaktivasi pada area motoris mendukung penelitian klinis bahwa rasa gatal berhubungan erat dengan keinginan untuk menggaruk.1,7 Aktivasi dari berbagai area di otak mendukung teori bahwa tidak ada suatu pusat rasa gatal tertentu pada otak dan menunjukkan sensasi rasa gatal bersifat multidimensial. Nyeri juga menunjukkan pola aktivasi otak yang mirip dengan rasa gatal, melibatkan berbagai regio otak yang sama.1.7

Meskipun demikian terdapat perbedaan pola aktivasi antara rasa gatal dan nyeri. Pada rasa gatal tidak terdeteksi aktivasi pada korteks somatosensoris sekunder dan aktivasi pada korteks somatosensoris primer minimal, sedangkan pada nyeri kedua bagian otak tersebut teraktivasi secara bermakna.3,7 Diduga aktivasi rasa gatal pada korteks somatosensoris primer dan sekunder sangat lemah, tetapi aktivasi pada area motorik relatif lebih kuat. Jadi perbedaan antara nyeri dan rasa gatal tidak disebabkan oleh perbedaan pusatnya di otak, tetapi lebih dikarenakan perbedaan pola aktivasi.1,7,8 MEKANISME RASA GATAL Sampai saat ini neurofisiologi rasa gatal masih belum jelas. Terdapat 3 teori yang diajukan untuk menerangkan mekanisme rasa gatal, yaitu :7 1. Teori Spesifisitas Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok sel saraf sensoris yang hanya memberikan respon terhadap stimuli pruritogenik. Teori ini didukung oleh bukti-bukti adanya serabut saraf C spesifik untuk rasa gatal yang menghantarkan rangsang rasa gatal dari perifer ke sentral dan terdapatnya sel saraf yang sensitif terhadap histamin pada traktus spinotalamikus. Eksperimen pada awal 1980 mendapatkan bahwa peningkatan intensitas rasa gatal menginduksi rasa gatal yang lebih hebat tetapi tidak menyebabkan nyeri.1 Hal ini memperkuat

263

TINJAUAN PUSTAKA
teori bahwa rasa gatal dan nyeri adalah sensasi yang terpisah yang disalurkan melalui jaras yang berbeda 2. Teori Intensitas Teori ini mengatakan bahwa perbedaan intensitas stimulus berperan penting pada aktivasi serabut saraf. Intensitas stimulus yang rendah akan mengaktivasi serabut saraf rasa gatal, sedangkan peningkatan intensitas stimulus akan mengaktivasi serabut saraf nyeri. Kelemahan teori ini adalah perangsangan dengan stimulus noksius (termal dan mekanik) pada dosis ambang rangsang tidak menimbulkan rasa gatal. Pemeriksaan mikroneurografi juga tidak dapat membuktikan kebenaran teori ini. Pengobatan yang menghambat nyeri tidak dapat menghambat rasa gatal melainkan malah sebaliknya, menyebabkan rasa gatal. 3. Teori Selektivitas Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok nosiseptor aferen yang secara selektif memberikan respon terhadap stimulus pruritogenik. Kelompok nosiseptor ini memiliki hubungan sentral yang berbeda dan mengaktifkan sel saraf sentral yang berbeda pula. Teori ini didukung oleh penemuan yang mendapatkan bahwa stimulus mekanik, termal dan kimia noksius dengan memakai bradikinin lebih nyata menginduksi rasa gatal daripada nyeri pada penderita gatal kronis. 4.Sensitisasi Rasa gatal kronis memiliki banyak persamaan dengan nyeri kronis, keduanya diduga melalui mekanisme perifer dan sentral.1,3,5-8 Mediator inflamasi klasik, antara lain prostaglandin, bradikinin, leukotrien, serotonin, pH yang rendah dan substansi P, dapat mensensitisasi nosiseptor secara kimiawi. Mediator inflamasi tersebut menurunkan ambang rangsang reseptor terhadap mediator lain seperti histamin dan capsaicin, sebagai akibatnya terjadi induksi baik pada nyeri maupun rasa gatal.7,8 4.1. Sensitisasi perifer Pada penderita gatal kronis, dermatitis atopik dan dermatitis kontak terdapat peningkatan mediator neurotropin 4 (NT-4) serta ekspresi serum nerve growth factor (NGF).5,7,8 NGF dan NT-4 juga dapat mensensitasi nosiseptor. Peningkatan mediator tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat perifer terjadi mekanisme sensitisasi yang sama antara nyeri dan rasa gatal sehingga sampai sekarang belum dapat dibedakan antara nosiseptor dan pruriseptor.5,7 4.2. Sensitisasi sentral Ada banyak persamaan mekanisme sensitisasi sentral pada nyeri dan rasa gatal.5,7,8 Aktivitas nosiseptor kimia pada penderita gatal kronis menimbulkan sensitisasi sentral sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap rasa gatal. Terdapat dua tipe peningkatan sensitivitas terhadap rasa gatal, yang pertama adalah aloknesis yang analog dengan alodinia terhadap rangsang nyeri. Alodinia artinya rabaan atau tekanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri oleh penderita dirasakan nyeri, sedangkan aloknesis adalah rabaan atau tekanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa gatal oleh penderita dirasakan gatal. Aloknesis sering dijumpai, bahkan pada penderita dermatitis atopik aloknesis merupakan gejala utama.5,7,8,10 Aloknesis dapat menerangkan keluhan rasa gatal yang berhubungan dengan berkeringat, perubahan suhu mendadak, serta memakai dan melepas pakaian. Seperti halnya alodinia, fenomena ini memerlukan aktivitas sel saraf yang terus berlangsung (ongoing activity). Tipe kedua adalah hiperknesis punktat yang analog dengan hiperalgesia. Pada hiperalgesia, suatu rangsang nyeri berupa tusukan ringan (pinprick) dipersepsi sebagai nyeri yang lebih hebat di sekitar daerah inflamasi, sedangkan hiperknesis punctat merupakan peningkatan sensitivitas pada rasa gatal dimana suatu rangsang berupa tusukan ringan yang menginduksi rasa gatal dipersepsi sebagai rasa gatal yang lebih hebat di daerah sekitar lesi kulit. Fenomena ini tidak memerlukan aktivitas nosiseptor primer yang terus berjalan sehingga dapat berlangsung lebih lama. Hiperalgesia dapat menetap berjam-jam setelah trauma.5,7,8,10 Gambar 1 menjelaskan bahwa pada keadaan normal serat saraf C dan A menghambat rasa gatal. Sensitisasi yang terus menerus pada pruriseptor dapat mengubah interaksi (garis putus-putus), sehingga rangsangan nyeri yang dihantarkan oleh serat saraf C dan A dipersepsi sebagai rasa gatal (hiperknesis punktat). 5. Interaksi antara rasa gatal dan nyeri 5.1. Mediator dan reseptor yang berperan dalam proses rasa gatal dan nyeri Reseptor yang berperan pada induksi rasa gatal antara lain reseptor histamin dan proteinase activated receptor 2, sedangkan mediator untuk rasa gatal antara lain adalah histamin, triptase, endotelin dan interleukin (IL-2, IL-4,IL-6 dan IL-31).8 Pada proses penghantaran nyeri, mediator dan reseptor yang berperan antara lain asetilkolin, reseptor muskarinik M 1-5 dan ATP atau adenosin.8 Meskipun demikian sebagian besar mediator dan reseptor menginduksi keduanya, baik nyeri maupun rasa gatal, misalnya substansi P dan reseptor-reseptornya (reseptor neurokinin 1-3). Mekanisme serupa diperkirakan juga terjadi pada neuropeptide yang lain seperti VIP (Vasoactive Intestinal Peptide), neuropeptide Y atau neurotensin, proton (pH rendah), panas atau capsaicin, dan reseptor yang berhubungan dengan TRPV1.1,7,8 Kelompok mediator dan reseptor yang berperan dalam proses rasa gatal dan nyeri dapat dilihat pada tabel 1.

Gambar 1. Skema sensitisasi sentral5


C DK 185/V o l .38 no .4/Mei- Ju n i 2011

264

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1. Mediator, reseptor dan potensinya8

Mediator Histamin Triptase Endotelin Interleukin (IL-2, IL-4, IL-6) Substansi P Capsaicin, panas, pH yang rendah Bradikinin Prostaglandin Nerve Growth Factor Peptida opioid Kanabinoid

Reseptor di kulit
Reseptor H1, H2, H4 (?) Reseptor yang diaktifkan proteinase 2 Reseptor endotelin A Reseptor pada serabut saraf: IL-2R, IL-6R Reseptor neurokinin (NKR 1-3) Transient reseptor potensial (TRP); TRPV1 Reseptor bradikinin (B1, B2) Reseptor prostaglandin Reseptor TRK-A Reseptor , Reseptor kanabinoid

Gatal
Induksi gatal melalui stimulasi reseptor Induksi gatal melalui stimulasi reseptor Induksi gatal melalui stimulasi reseptor Gatal tertunda/delayed ( sekunder?) Induksi gatal melalui degranulasi sel mast, histamin, dan pelepasan triptase Induksi gatal seperti terbakar melalui stimulasi reseptor Sensitisasi serabut saraf terhadap rangsang kimiawi lain Sensitisasi serabut saraf, potensiasi terhadap gatal yang diinduksi histamin Sensitisasi serabut saraf Inhibisi gatal Supresi gatal yang diinduksi histamin

Nyeri
Induksi nyeri pada konsentrasi yang tinggi Pada hewan percobaan Induksi nyeri melalui stimulasi reseptor Sensitisasi Inflamasi neurogenik, sensitisasi sentral Induksi nyeri terbakar melalui stimulasi reseptor Sensitisasi/aktivasi serabutsaraf Sensitisasi serabut saraf Sensitisasi perifer dan sentral Inhibisi nyeri melalui reseptor sentral dan perifer Efek analgesik perifer dan sentral

Mediator dan reseptor rasa gatal maupun nyeri yang bekerja di perifer dan/atau sentral dapat dipakai sebagai target terapi anti nosiseptif.8 Pada susunan saraf pusat, reseptor -opioid menghambat nyeri tetapi menginduksi rasa gatal, sedangkan reseptor -opioid dapat menghilangkan rasa gatal. Reseptor cannabinoid pada kulit dapat menghambat depolarisasi dan pelepasan neuropeptid sehingga menekan rasa gatal dan nyeri.8,10,11 5.2. Modulasi rasa gatal oleh rangsangan noksius dan non-noksius Pengalaman sehari-hari mengajarkan kita bahwa rasa gatal dapat dikurangi dengan rangsangan noksius berupa garukan. Terdapat bukti-bukti bahwa rasa gatal dapat dimodulasi oleh rangsang noksius : rangsang termal, mekanik dan listrik dapat menghambat rasa gatal yang diinduksi oleh histamin.12 Rangsang termal telah terbukti menghambat nyeri pada manusia dan binatang, inhibisi ini diduga melalui sensitisasi perifer dan sentral. Pendinginan mempunyai efek penghambatan perifer; aktivasi nosiseptor oleh histamin dapat dikurangi dengan pendinginan, sebaliknya pemanasan pada kulit akan merangsang eksaserbasi rasa gatal. Meskipun demikian, begitu rangsang panas berubah menjadi noksius maka
C DK 1 8 5 / Vo l. 3 8 no. 4/M ei -Juni 2011

akan terjadi inhibisi sentral yang bekerja melawan efek rasa gatal tersebut.5 Penelitian akhirakhir ini mendapatkan bahwa rangsang panas noksius dan garukan menghasilkan inhibisi yang lebih kuat dibandingkan dengan rangsang dingin noksius.2 Garukan berulang pada tempat yang jauh dari lokasi rasa gatal dan rangsang panas noksius menghambat aliran darah kulit yang diinduksi histamin. Sedangkan pendinginan pada kulit tidak berpengaruh signifikan pada aliran darah kulit dan pemanasan meningkatkan aliran darah kulit yang diinduksi histamin. Jadi mekanisme perifer saja tidak dapat men-

jelaskan modulasi nyeri oleh rangsang panas noksius.3 Inhibisi diduga melalui modulasi sentral yang mengalihkan perhatian penderita dari rasa gatalnya. Studi MRI fungsional dan PET menunjukkan adanya peningkatan ekstensif aktivasi bagian otak yang penting pada pemusatan perhatian seperti area prefrontal.3 5.3. Peran opioid terhadap rasa gatal dan nyeri Rangsang noksius dapat mengurangi rasa gatal, dan sebaliknya analgesik yang menghambat nyeri akan menyebabkan rasa gatal bertambah.5 Peran opioid terhadap rasa gatal dan nyeri dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Peran opioid terhadap rasa gatal dan nyeri5

265

TINJAUAN PUSTAKA
Pada binatang percobaan, pemberian antagonis reseptor -opioid seperti naloxone dapat mengurangi rasa gatal tetapi disertai dengan induksi nyeri.5,10 Sebaliknya pemberian antagonis reseptor -opioid pada binatang memperberat rasa gatal. Nalbuphine yang merupakan agonis reseptor -opioid dapat mengurangi rasa gatal yang diinduksi oleh reseptor -opioid. Konsep baru terapi rasa gatal kronis dengan memakai agonis reseptor -opioid sudah terbukti berhasil baik.5,7,10 6. Aspek klinis interaksi rasa gatal dan nyeri Karakteristik klinis gatal dan nyeri kronis dapat dilihat pada tabel 2. Rangsang noksius dan garukan berulang telah terbukti menghambat rasa gatal akibat histamin pada orang sehat. Namun apabila terjadi sensitisasi sentral, dapat timbul hiperknesis punktat dimana rangsang noksius dipersepsi sebagai gatal.6-8,10 Pada penderita gatal kronis, rangsang noksius seperti stimulasi listrik, panas dan asetilkolin pada daerah dekat lesi kulit yang biasanya menimbulkan nyeri pada orang normal dipersepsi sebagai rasa gatal pada penderita tersebut.13 Rangsang noksius yang pada orang sehat dapat menghambat gatal malahan menimbulkan rasa gatal pada penderita tersebut. Hal ini dapat menerangkan mengapa garukan malahan memperberat rasa gatal dan menimbulkan lingkaran setan pada penderita gatal kronis.6,7 Fenomena ini diduga disebabkan oleh penurunan aktivasi perifer dan peningkatan persepsi rasa gatal akibat penurunan ambang persepsi rasa gatal. Pada penderita gatal kronis terjadi gangguan pada proses penghambatan rasa gatal oleh nyeri.10 Sebaliknya pada penderita nyeri neuropatik seperti Herpes Zoster, jika dirangsang memakai iontoforesis histamin akan menyebabkan rasa nyeri seperti terbakar, bukannya rasa gatal seperti yang terjadi pada orang sehat.6 Terdapat bermacam-macam mediator yang berpotensi sebagai algogenik pada kulit yang meradang. Mediator-mediator tersebut dapat memprovokasi gatal pada penderita yang telah tersensitisasi.8 Hal ini menyebabkan pendekatan terapi dengan target hanya pada satu mediator pruritus pada penderita gatal kronis menjadi kurang rasional. Terapi yang tepat berdasarkan mekanismenya adalah kombinasi obat-obatan yang bekerja secara sentral menghambat sensitisasi dan obat topikal yang menghambat inflamasi pada penderita gatal neuropatik.
Tabel 2. Karakteristik klinis gatal dan nyeri kronis8

Gatal
Persamaan dalam perkembangannya Tanda terkait sensitisasi Perbedaan prinsip terapi

Nyeri

Sensasi kronis terjadi di seluruh kulit, timbulnya tanda terkait sensitisasi, menurunnya kualitas hidup, depresi sekunder aloknesis, hipeknesis Antihistamin, antagonis -opioid (seperti naltrexone), agonis -opioid alodinia, hiperalgesia OAINS, agonis -opioid (seperti morfin)

Persamaan prinsip terapi

Capsaicin, kanabinoid, gabapentin, pregabalin, anestesi lokal, antidepresan, kompres dingin lokal

Ringkasan Terdapat banyak persamaan mekanisme antara rasa gatal dan nyeri, keduanya melalui pola sensitisasi perifer dan sentral. Pada keadaan normal terjadi interaksi antagonis antara rasa gatal dan nyeri: rasa nyeri dapat mengurangi rasa gatal. Pada keadaan patologis, misalnya pada penderita gatal kronis dimana telah terjadi sensitisasi baik perifer maupun sentral, rangsang nyeri pada daerah dekat lesi kulit yang biasanya menimbulkan nyeri pada orang normal dapat dipersepsi sebagai rasa gatal.
DAFTAR PUSTAKA

Sebaliknya pada penderita nyeri neuropatik, rangsangan media- tor gatal akan menyebabkan rasa nyeri seperti terbakar, bukannya rasa gatal seperti yang terjadi pada orang sehat. Terapi anti inflamasi untuk menurunkan sensitisasi perifer dapat mengurangi rasa gatal maupun nyeri. Sedangkan terapi dengan gabapentin atau pregabalin diharapkan dapat menghambat sensitisasi sentral pada penderita gatal neuropatik. Konsep baru terapi gatal kronis dengan memakai agonis reseptor -opioid sudah terbukti berhasil baik.

1. Wallengren J. Neuroanatomy and neurophysiology of itch. Dermatol Ther. 2005;18(4):292-303 2. Yosipovitch G, Fast K, Bernhardz J. Noxious Heat and Scratching Decrease Histamine-Induced Itch and Skin Blood Flow. J Invest Dermatol 2005;125:1268 -72 3. Yosipovitch G, Duque, MI. Fast, K. Scratching and noxious heat stimuli inhibit itch in humans: a psychophysical study. British J Dermatol. 2007;156:629-34 4. Melzack R, Wall PD. Pain mechanisms: a new theory. Science 1965;150:971-9 5. Schmelz M. Itch and pain. Dermatol Ther. 2005;18(4):304-7 6. Schmelz M, Schmidt R, Bickel A, Handwerker HO, Torebjork HE. Specific C-receptors for itch in human skin. J Neurosci 1997;17:8003-8. 7. Yosipovitch G, Ishhiuji Y. Neurophysiology of Itch. In: Granstein RD (eds). Neuroimmunology of the skin. SpringerVerlag, Berlin-Heidelberg 2009; pp 179-85 8. Stnder S, Schmelz M. Chronic itch and pain-similarities and differences. Eur J Pain. 2006;10(5):473-8. 9. Drzezga A, Darsow U, Treede RD, Siebner H, Frisch M, Munz F, et al. Central activation by histamine-induced itch: analogies to pain processing: a correlational analysis of O-15 H2O positron emission tomography studies. Pain 2001;92:295-305. 10. Ikoma A, Rukwied R, Stnder S, Steinhoff M, Miyachi Y, Schmelz M. Neurophysiology of pruritus: interaction of itch and pain. Arch Dermatol. 2003;139(11):1475-8 11. Stander S, Steinhoff M, Schmelz M, Weisshaar E, Metze D, Luger T. Neurophysiology of pruritus. Cutaneous elicitation of itch. Arch Dermatol 2003;139:1463-70. 12. Bickford RGL. Experiments relating to itch sensation, its peripheral mechanism and central pathways. Clin Sci 1938;3: 377-86 13. Vogelgsang M, Heyer G, Hornstein OP. Acetylcholine induces different cutaneous sensations in atopic and non-atopic subjects. Acta Dermatol Venereol 1995;75:434-6

266

C DK 185/V o l .38 no .4/Mei- Ju n i 2011

Anda mungkin juga menyukai