Kelompok A-9 1. Apriska Mega Sutowo Putri (G0012025) 2. Astrid Astari Aulia (G0012033) 3. Dewi Nur Maharani (G0012059) 4. Gilang Yuka Septiawan (G0012083) 5. Khairunnisa Nurul Huda (G0012107) 6. Mahira Bayu Adifta (G0012125) 7. Prathita Nityasewaka (G0012161) 8. Raka Aditya Pradana (G0012175) 9. Rosa Riris Suciningtyas (G0012193) 10. Utari Nur Alifah (G0012225) 11. Zakka Zayd Z.J . (G0012241) 12. Yurike Rizkhika (G0012245)
Tutor: Briandani Subariyanti, dr. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trombosit adalah sel darah tak berinti yang berasal dari sitoplasma megakariosit. Diameter trombosit berkisar antara 2-4 nm, volume 7 fl (5-8 fl). J umlah trombosit normal antara 150-400 X 10 9 /ltr, sedangkan umur trombosit berkisar 7-10 hari. Kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit yang dikeluarkan dari sumsumtulang teratangkap di limpa normal, namun pada kondisi sphlenomegali masif jumlah ini bisa meningkat sampai 90%. Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal. Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis karena fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vascular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting untuk fungsinya Kerusakan atau kelainan pada trombosit akan menyebabkan terganggunya fungsi trombosit yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dan kelainan bagi manusia. Berbagai tipe penyakit berhubungan dengan trombosit memiliki penanganan yang berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang mendalamtentang morfologi, fisiologi, dan histologi trombosit, patologi, patofisiologi, dan patogenesis penyakit yang berhubungan dengan trombosit sehingga diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dapat ditegakkan. Skenario III
MASIH MEREMBES, DOK Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa orang tuanya ke temppat praktek dokter dengan keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan oleh mantri sehari sebelumnya. Pada riwayat penyakit diperoleh keterangan bahwa sejak kecil pasien mudah memar bahkan jika hanya mengalami trauma ringan. Salah seorang sepupu laki-laki pasien juga mengalami penyakit yang sama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan darah masih merembes di perban yang membalut penis pasien. Dokter meminta pemeriksaan skrining hemostasis untuk pasien tersebut. Untuk penanganan sementara, dokter memberikan obat hemostatik terhadap pasien.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana morfologi, fisiologi, dan histologi dari trombosit? 2. Bagaimana mekanisme trombopoiesis? 3. Bagaimana hemostasis normal dan abnormal serta patofisiologinya? 4. Apa sajakah kelainan trombosit? 5. Bagaimanakah mekanisme terjadinya gejala klinis pada penyakit yang diderita oleh pasien? 6. Apakah hubungan umur, jenis kelamin, dan faktor genetik pada penyakit yang diderita oleh pasien? 7. Mengapa dokter melakukan skrining hemostasis dan terapi farmakologi? 8. Bagaimana langkah penegakan diagnosis banding dalam kasus ini? (Anamnesis dan pemeriksaan penunjang) 9. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan penyakit dalamkasus ini? C. Tujuan Pembelajaran 1. Mengetahui morfologi, fisiologi, dan histologi dari trombosit. 2. Mengetahui mekanisme trombopoiesis. 3. Mengetahui hemostasis normal dan abnormal beserta patofisiologinya. 4. Mengetahui berbagai macamkelainan trombosit. 5. Mengetahui mekanisme terjadinya gejala klinis pada penyakit yang diderita oleh pasien. 6. Mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, dan faktor genetik pada penyakit yang diderita oleh pasien 7. Mengetahui indikasi dokter melakukan skrining hemostasis dan terapi farmakologi. 8. Mengetahui langkah penegakan diagnosis banding dalamkasus ini. 9. Mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan penyakit dalamkasus ini. D. Manfaat 1. Mahasiswa mampu memahami dasar-dasar dari ilmu hematologi. 2. Mahasiswa mampu memahami beberapa penyakit yang disebabkan oleh kelainan trombosit. 3. Mahasiswa mampu memahami dasar teori mendiagnosis serta tatalaksana kasus penyakit yang berkaitan dengan kelainan trombosit.
BAB II STUDI PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah Khitan adalah pengangkatan semua atau sebagian preputium (lipatan kulit penutup) penis pria. (Dorland, 2011) Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. (Price, 2003) Trauma adalah keadaan fisik atau psikis yang disebabkan oleh luka atau cedera. (Dorland, 2011) Skrining hemostasis adalah suatu keadaan untuk mengetahui penyebab dari kesalahan perdarahan (Hillman et al, 2005; Lichtman et al, 2007) Obat hemostatik adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan. Obat-obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas. (Gunawan, 2007) Memar adalah jejak pada suatu bagian tanpa kerusakan kulit. (Dorland, 2011)
B. Studi Pustaka Trombosit J umlah normal trombosit di dalam darah, yaitu 150 450 x 10 3 /uL. 2.5 u. Berumur 710 hari. Diproduksi di sumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma megakariosit. J adi trombosit ini bukan sel, melainkan hanya pecahan sitoplasma megakariosit saja. Diameter trombosit berkisar antara 2-4 nm, volumenya 7 fl (5-8 fl). Hitung trombosit antara 150-400 x 10 9 / l, sedagkan umur trombosit berkisar antara 7-10 hari. Kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit yang dikeluarkan dari summsum tulang tertangkap di limpa normal, namun pada kondisis splenomegali masif, jumlah ini bisa meningkat hingga 90%. Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoietin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal. (IPD, 2009) Megakariosit berfungsi sebagai sel induk trombosit, yang mana akan matur dan kemudian mengalami fragmentasi membentuk trombosit. Satu megakariosit bisa menghasilkan 4000 trombosit. Produksi trombosit dikendalikan oleh mekanisme humoral yaitu hormon Trombopoietin Trombopoietin ini disintesis oleh hati sebanyak 90% & sisanya (10%) diproduksi di ginjal. (Ini berkebalikan dengan eritropoietin. Pada eritropoietin, 90% di ginjal, 10% di hati). Trombosit berperan dalam adhesi, sekresi, dan agregasi, sehingga nantinya berperan dalam hemostatis primer yaitu pembentukan sumbat trombosit. Pada penampang di mikroskop elektron, trombosit yang normal / belum aktif (kiri) dindingnya terlihat licin, tidak terlalu cekung, sama seperti eritrosit yaitu tidak punya inti (karena dia bukan sel), tapi tetap mempunyai organel : - granula, - mitokondria (utk pembentukan energi), - membran punya sistem mikrotubulus. - Glikoprotein (terutama Ib/IX dan IIb/IIIa) Prekursor megakariosit-megakarioblast muncul melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoietik. Megakriosit mengalami pematangan dengan replikasi ini endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya, sitoplasma menjadi granular, dan trombosit dilepaskan. Tiap megakariosit bertanggung jawab menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Trombopoietin adalah pengatur utama prroduksi trombosit yang dihasilkan di hati dan ginjal, dan reseptor trombosit terhadap trombopoietin adalah C- MPL. Fungsi dari trombopoietin sendiri adalah meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. (Hoffbrand et.al, 2005) Struktur Trombosit Secara ultrastruktur, trombosit terdiri atas : 1. Zona perifer, yang terdiri atas glikokalik yaitu suatu membran ekstra yang terletak di bagian paling luar dan di dalamnya terdapat membran plasma, serta lebih dalam lagi terdapat sistem kanal terbuka. 2. Zona sol-gel, yang terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium). Selain itu juga terdapat trombostenin yaitu suatu protein penting untuk fungsi kontraktil. Zona organela, yang terdiri atas granula padat, mitokondria, granula alfa, dan organela (lisosom dan retikulum endoplasmik). Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenin, serotonin, katekolamin, dan faktor trombosit. Sedangkan granula alfa berisi dan melepaskan fibrinogen, PDGF (platelet derivat growth factor), enzim lisosom. (IPD, 2009) Morfologi dan fisiologi trombosit Platelet (disebut juga trombosit) berbentuk cakram kecil dengan diameter 1 sampai 4 mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hematopoietik dalam sumsum; megakariosit pecah menjadi trombosit kecil, baik di sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika memasuki kapiler. Konsentrasi normal trombosit dalam darah ialah antara 150.000 sampai 300.000 per mikroliter. Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sel lengkap, walaupun tidak mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Di dalam sitoplasmanya terdapat faktor-faktor aktif seperti (1) molekul aktin dan miosin, (2) sisa-sisa RE dan aparatus golgi, (3) mitokondria dan sistem enzim yan g mampu membentuk ATP dan ADP, (4) sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, (5) faktor stabilitas fibrin, (6) faktor pertumbuhan (growth factor). Di permukaan membran trombosit terdapat lapisan glikoprotein yang mencegah pelekatan dengan endotel normal dan justru menyebabkan pelekatan dengan daerah dinding pembuluh yang cedera, terutama pada sel-sel endotel yang cedera, dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam pembuluh. Selain itu membran mengandung banyak fosfolipid yang mengaktifkan berbagai tingkat dalam proses pembekuan darah. (Guyton, 2007)
Endotel Endotel yang intact (utuh) resisten terhadap pembentukan thrombus. Maksudnya, endotel ini memiliki aktivitas antitrombotik / antikoagulan. Endotel memiliki beberapa efek, yaitu : 1. Efek Antitrombosit Membran endotel yang intak bermuatan negative dan ini merupakan barrier (penghalang) terhadap matrix subendotel sehingga mencegah adhesi trombosit. Endotel menghasilkan substansi berupa PGI-2 & NO yang mencegah adhesi trombosit 2. Efek Fibrinolitik Ada sel lain yang memproduksi Tissue-plasminogen activator (t-PA) yang berfungsi dalam aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini nanti akan melisiskan fibrin. 3. Efek Antikoagulan Menghasilkan substansi-substansi lain, seperti: - Heparin like-molecules & thrombomodulin membran - Inaktivasi trombin & beberapa faktor koagulasi Di lain sisi, endotel juga mempunyai aktivitas protrombik/ prokoagulan, yaitu : 1. Menghasilkan vWF (vonWillebrand factor) bersama megakariosit Faktor ini penting untuk: - Adhesi trombosit pada kolagen/ permukaan lain & - Agregasi trombosit satu sama lain 2. Menghasilkan Tissue factor atau faktor 3 yang distimulasi oleh cytokine (TNF, IL-1). Faktor ini berperan dalam mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik. (Dian, 2010) Histologi Guyton, 2011) Dinding pembuluh darah ada 3 lapisan: 1. Tunika Intima: terdiri dari selapis endotel yang bersentuhan langsung dengan darah yang mengalir dari lumen, dan selapis jaringan elastin berpori yang disebut membran basalis. 2. Tunika Media: Terdiri dari sel-sel otot polos, jaringan elastin, proteoglikan, glikoprotein, dan jaringan kolagen. Dalam keadaan biasa, jumlah jaringan elastin yang membentuk tunika media aorta dan pembuluh darah besar lainnya lebih menonjol dibandingkan otot polosnya. Sebaliknya, di 15 pembuluh darah arteri lebih banyak dijumpai sel otot polos yang membentuk tunika medianya. Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatakan bahwa di dalam arteriol jaringan ikat dari tunika adventitia menjadi lebih dominan. Dalam dinding kapiler pembuluh darah, tidak didapatkan lagi lapisan tunika media dan yang ada adalah lapisan sel endotel. Pada sistem venosa, komponen tunika jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan sistem arterial. Tunika media tidak begitu berkembang dan hanya terdapat pada vena cava dan pembuluh darah vena besar lainnya. Pada vena-vena kecil dan venula, hanya jaringan ikat tuna adventitia yang lebih dominan. Oleh karena itu, sistem venosa lebih mudah mengalami dilatasi yang ireguler dan menampung pembuluh darah lebih besar. 3. Tunika Adventitia: bertindak sebagi pelindung dan terdiri dari banyak jaringan ikat, saraf otonom, dan pembuluh darah limfe serta vasa vasorum. Kapiler - Merupakan sel endotel - Terdapat 2 jenis: Fenestra dan Kontinyu. - Fungsi: Pertukaran bahan secara difusi melalui ruang antar sel. Arteri 1. Arteriol Tunika Intima: Selapis endotel, J aringan sub endotel tipis, Sabut elastis belum berupa membrana elastika Tunika media: 2 5 lapis sel otot polos 2. Arteri Kecil Tunika Intima: Selapis endotel, jaringan sub-endotel tidak jelas, memrana elastika interna tida jelas Tunika Media: 40 lapis sel otot polos Tunika Adventitia: Membrana elastika belum tampak, terdiri atas jaringan ikat kendur yang mengandung sabut-sabut elastis yang teranyam kendur. 3. Arteri Sedang Tunika Intima: Selapis endotel dan memrana elastika interna jelas Tunika Media: Lapisan otot polos sangat tebal (Arteri muscular) Tunika Adventitia: J aringan ikat kendur dan terdapat membrana elastika eksterna 4. Arteri Besar Tunika Intima: endotel terdiri atas epitel selapis pipih, sub endotel terdiri atas jaringan fibroelastis, terdapat anyaman sabut elastis bila lapisannya tebal, merupakan bentukan berkelok-kelok seperti cacing yang terdiri atas kumpulan sabut-sabut elastis. Tunika Media: otot polos 40 60 lapis berselang-seling dengan membran terfenestrasi Tunika Adventitia: Terdapat vasa dan nervi vasorum.
Vena - Dinding tipis, tekanan 1/10 dari arteri - J aringan elastis konstan karena aliran darah konstan - Terdapat banyak katup - Mudah direnggangkan sehingga dapat berfungsi sebagai reservoir - Dinding tampak kendur - Tunika media tidak berkembang - Tunika adventitia lebih tebal dan dominan 1. Venula a. Tunika intima: Selapis endotel b. Tunika media: Tipis, 1 3 otot polos c. Tunika adventitia: Relatif Tebal 2. Vena kecil dan Vena Sedang: Diagnosis vena tergantung arteri pasangannya 3. Vena Besar: a. Tunika intima: Selapis endotel, jaringan sube ndotel agak tebal, kadang sabut otot polos membujur b. Tunika media: Tipis, kadang tidak ada c. Tunika adventitia: Paling tebal, otot polos membujur. Tidak terdapat membrana elastika eksterna Fisiologi - Menjamin keadekuatan suplai ateri yang dibutuhkan jaringan, mendistribusikannya, dan membuang zat sisa metabolisme - Sebagai tempat mengalirnya darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh dan sebaliknya Arteri: Berfungsi sebagai J alur cepat (Diameter besar dan resistensi rendah) aliran darah dari jantung ke jaringan, serta sebagai reservoir tekanan (menghasilkan gaya pendorong saat jantung relaksasi). Kapiler: Berfungsi sebagai tempat pertukaran zat secara difusi antara darah dan jaringan. Hal ini bisa terjadi karena dinding kapiler hanya terdiri dari selapis endotel. Aliran darah di kapiler paling lambat karena total luas penampang kapiler paling besar. Vena: Berfungsi sebagai reservoir darah dan jalan kembali ke jantung. Kapasitas vena bergantung pada distensibilitas dinding vena dan semua pengaruh tekanan eksternal yang memeras vena. Tekanan vena biasanya sangat rendah, misal di vena cava hanya mencapai 4 -5 mmHg. Kecepatan aliran di Vena kecil dan venula kontinyu, sedangkan di vena sedang dan besar terjadi fluktuasi aliran darah kembali. Aliran balik vena merupakan volume darah yang masuk ke tiap atrium per menit dari vena, dipengaruhi beberapa faktor eksternal. Vena memiliki katup yang memungkinkan aliran darah hanya searah menuju jantung. Rangkaian arteriol-kapiler-venula disebut mikrosirkulasi/Terminal Vascular Bed Hemostasis Tubuh manusia sering mengalami robekan kapiler halus dan terkadang memutus pembuluh darah yang lebih besar. Tubuh mampu menghentikan perdarahan dari pembuluh halus tetapi tidak mampu mengendalikan perdarahan dari pembuluh darah besar tanpa bantuan eksternal. Pengendalian perdarahan terjadi dalam dua proses yaitu pembentukan sumbatan trombosit diikuti pembentukkan bekuan darah. Proses ini bersifat interdependen dan terjadi berurutan satu sama lain dalam rangkaian proses yang cepat. Pengendalian proses perdarahan inilah yang disebut denngan hemostasis. Langkah-langkah hemostasis: 1. Hemostasis primer, terdiri atas trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostasis primer karena yang pertama terlibat dalam proses penghentian perdarahan bila terjadi luka atau trauma. Hemostasis primer dimulai dengan vasokontriksi pembuluh darah dan pembentukan trombosit plak menutup luka dan menghentikan perdarahan. Vasokontriksi menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat pada daerah yang luka atau trauma. Keadaan ini akan mempermudah trombosis pada reseptor trombosis Gp I b menempel pada subendotel pembuluh darah (adhesi) dengan perantaraan faktor von Willebrand. Trombosit yang teraktivasi ini menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan fibrinogen menghubungkan trombosit yang berdekatan satu lain dan kemudian terjadi agregasi trombosit dan membentu plak trombosit yang menutup luka/trauma. Sumbatan bersifat sementara (temporer). Proses ini kemudian diikuti proses hemostasis sekunder. 2. Hemostasis sekunder, terdiri atas faktor pembekuan dan anti pembekuan. Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik dan intrinsik. J alur ekstrinsik yaitu jaringan yang terlepas terikat pada FVII dan menyebabkan FVII menjadi aktif. FVIIa mengaktifkan FX menjadi Fxa dna bersama FV dan PF3 membentuk kompleks protrombinase. Selain mengaktifkan FX, FVIIa juga mengaktifkan FIX menjadi FIXa dalam jalur intrinsik. Kompleks protrombinase akan mengaktifkan protrombin menjadi trombin dan trombin akan memecahkan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin akan menggantikan sumbat trombosit sampai terjadi penyembuhan luka. Migrasi dan proliferasi sel terjadi pada jaringan yang rusak untuk penyembuhan luka. 3. Hemostasis tersier, yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifakn dan menjadi lisis dari fibrin dan endotel menjadi utuh. Pada umumnya proses penyembuhan berlangsung dalam waktu 14 hari. (IPD, 2009)
Mekanisme Hemostasis 1. Konstriksi pembuluh darah Segera setelah pembuluh darah terpotong atau ruptur, dinding pembuluh darah yang rusak itu sendiri menyebabkan otot polos dinding pembuluh berkontraksi; sehingga dengan segera aliran darah dari pembuluh yang ruptur berkurang. Kontraksi terjadi akibat dari (1) spasme miogenik lokal, (2) faktor autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang terkena trauma dan platelet darah, dan (3) berbagai refleks saraf. 2. Pembentukan sumbat platelet Bila luka pembuluh darah berukuran sangat kecil; setiap hari terbentuk banyak lubang yang sangat kecil di seluruh tubuh-lubang itu biasanya ditutup oleh sumbat platelet, bukan oleh bekuan darah. Pada waktu trombosit bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak, terutama dengan serabut kolagen di dinding pembuluh, trombost mulai membengkak; bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari permukaannya protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit itu menjadi lengket sehingga melekat pada kolagen dalam jaringan dan pada protein yang disebut faktor von Willebrand yang bocor dari plasma menuju jaringan yang trauma; trombosit menyekresi sejumlah besar ADP; dan enzim-enzimnya membentuk tromboksan A2. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan, dan karena sifat lengket dari trombosit tambahan ini maka akan menyebabkannya melekat pada trombosit semula yang sudah aktif. Dengan demikian, pada setiap lokasi dinding pembuluh darah yang luka, dinding pembuluh yang rusak menimbulkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan, sehingga membentuk sumbat trombosit. 3. Pembekuan darah pada pembuluh yang ruptur Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 15 sampai 20 detik bila trauma pada dinding pembuluh sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. Zat-zat aktivator dari dinding pembuluh darah yang rusak, dari trombosit, dan dai protein- protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak, akan mengawali proses pembekuan darah. 4. Pembentukan jaringan fibrosa atau penghancuran bekuan darah Setelah bekuan darah terbentuk, dua proses berikut dapat terjadi: (1) bekuan dapat diinvasi oleh fibroblas, yang kemudian membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan tersebut, atau (2) dapat juga bekuan itu dihancurkan. Biasanya bekuan yang terbentuk pada luka kecil di dinding pembuluh darah akan diinvasi oleh fibroblas, yang mulai terjadi beberapa jam setelah bekuan itu terbentuk (dipermudah, paling tidak oleh faktor pertumbuhan yang disekresi oeh trombosit). Hal ini berlanjut sampai terjadi pembentukan bekuan yang lengkap menjadi jaringan fibrosa dalam waktu kira-kira 1 sampai 2 minggu. Sebaliknya, bila sejumlah besar darah merembes ke jaringan dan terjadi bekuan yang tidak dibutuhkan, zat khusus yang terdapat dalam bekuan itu sendiri menjadi teraktivasi. Zat ini berfungsi sebagai enzim yang menghancurkan bekuan itu. (Guyton, 2007) Peran trombosit dalam hemostasis Trombosit berperan penting dala kedua proses hemostasis. Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah tanpa menempel di sel-sel endotel vaskular. Akan tetapi, dalam beberapa detik setelah terjadi kerusakan suatu pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons terhadap kolagen yang terpajan di lapisan subendotel pembuluh darah yang rusak. Trombosit melekat ke protein tersebut (disebut faktor von Willebrand) yang menunjukkan adanya kerusakan permukaan pembuluh dara, dan mengeluarkan beberapa zat kimia vasoaktif, termasuk serotonin dan ADP. Serotonin menyebabkan vasokonstriksi, yang membantu penurunan aliran darah ke area luka sehingga membatasi perdarahan. Serotonin dan zat kimia lainnya termasuk ADP, juga akan menyebabkan trombosit berubah bentuk dan menjadi lengket, dimulai dengan proses pembentukan yang disebut sumbat atau plak trombosit di dalam pembuluh darah yang rusak. Trombosit lainnya ditarik ke area luka dan selanjutnya membentuk sumbatan. Tromboksan A2 dihasilkan dari trombosit dan membantu menarik lebih banyak trombosit ke daerah luka. Fibrinogen, adalah suatu protein plasma yang bersirkulasi, menghubungkan antara area yang terpajan dengan trombosit, menciptakan suatu jembatan untuk membantu menstabilisasi sumbatan yang terbentuk. Sumbat trombosit tersebut akan menambal luka, dan bila terdapat defisiensi salah satu faktor yang terlibat akan menyebabkan perdarahan berlebihan.
Agregasi trombosit (Kapita selekta hematologi Hoffbrand) ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak trombosit yang beragregasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trombosit membengkak dan mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan lebih lanjut terhadap ADP dan tromboksan A2. Umpan balik positif ini menyebaban pembesaran sumbat trombosit.
Bekuan darah Sumbat trombosit menjadi bekuan sejati seiring dengan pembesaran ukuran dan menghambat sirkulasi eritrosit dan makrofag. Keseluruhan bekuan distabilkan dan diperkuat jaringan serabut fibrin yang dihasilkan dari serabut fibrinogen. Produksi fibrin yang stabil merupakan langkah akhir pada komponen lain yang penting dalam hemostasis disebut kaskade koagulasi.
Reaksi koagulasi o Terdapat total 13 protein yang terlibat dalam jalur koagulasi. o Pada kebanyakan kondisi fisiologis, proses koagulasi pertama kali melalui jalur eksterinsik kemudian memperkuat jalur intrinsik. Kedua jalur ini pada akhirnya bekerja sama dan perfungsi dengan pengaktifan salah satu protein, yaitu faktor X yang bertanggung jawab merngubah protrombin menjadi trombin. Trombin adalah katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan menyebabkan koagulasi.
Pembatasan fungsi trombosit Penimbunan trombosit yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke jaringan yang memanjang atau mengakibatkan sumbatan menjadi sangat besar sehingga terlepas dari tempat semula dan mengalir ke hilir sebagai embolus, yang menyumbat aliran ke hilir. Untuk mencegah itu, maka sel-sel endotel terdekat yang tidak cedera melepas zat lain yang dapat membatasi lamanya agregasi trombosit. Zat utamnya adalah prostaglandin I2 yang juga disebut prostasiklin dan oksidanitrat, yang merupakan vasodilator penting. (Elizabeth, 2009)
Protein C dan protein S Trombin yang berikatan dengan reseptor permukaan sel endotel yaitu trombomodulin membentuk kompleks yang akan mengaktifkan protein C yang merupakan preotease serin tergantung vitamin K, yang mempu menghancurkan faktor V dan VIII yang aktif, sehingga mencegah pembentukan trombin lebih lanjut. Kerja protein diperkuat oleh protein S, yaitu suatu protein lain yang bergantung pada vitamin K, yang mengikat protein C pada permukaan trombosit. Selain itu protein C juga meningkatkan fibrinolisis.
Pemeriksaan Fungsi Hemostasis 1. Hitung darah dan pemeriksaan sediaan hapus darah Trombositopenia sering merupakan penyebab perdarahan abnormal, oleh karena itu pada pasien yang diduga menderita kelainan perdarahan, pertama kali harus dilakukan pemerkisaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain untuk memastikan adanya trombositopenia, tindakan ini juga mungkin dapat menemukan penyebabnya, misal leukemia akut. 2. Uji skrining pembekuan darah Memungkinkan penilaian terhadap sistem ekstrinsik dan intrinsik pembekuan darah dan juga perubahan sentral fibrinogen menjadi fibrin. a. Waktu Protrombin (PT) mengukur faktor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Nilai normal 10-14 detik, dan nilai ini sering di diekspresikan sebagai INR (international normalized ratio) b. aPTT mengukur faktor VII, IX, XI, dan XII, selain faktor V, X, protrombin, dan fibrinogen. Nilai normalnya 30-40 detik. c. Perpanjangan dari PT dan aPTT yang disebabkan karena defisiensi faktor koagulasi dapat dikoreksi dengan penambahan plasma normal ke dalam plasma yang diperiksa. Apabila tidak dapat dikoreksi atau hanya sebagian tekoreksi, dicurigai kemungkinan adanya inhibitor koagulan. d. Waktu trombin (TT) cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya hambatan terhadap trombin. Nilai normalnya antara 14-16 detik. 3. Pemeriksaan khusus faktor-faktor pembekuan Sebagian besar pemeriksaan faktor didasarkan pada protrombin time atau masa protrombin, termasuk juga misalnya fibrinogen, faktor vW, dan faktor VIII. Pada pemeriksaan ini semua faktor kecuali faktor yang akan diukur terdapat dalam plasma substrat. Ini biasanya memerlukan pasokan plasma dari pasien. Efek koreksi plasma yang diperiksa terhadap masa pembekuan plasma substrat defisien yang menunjang kemudian dibandingkan efek koreksi plasma normal. Hasilnya diinyatakan sebagai persentase terhadap aktivitas normal. 4. Masa perdarahan Adalah pemeriksaan yang berguna untuk fungsi trombosit yang abnormal. Pemeriksaan ini meliputi pemasangan dan pemompaan manset tekanan darah pada lengan atas, setelah itu dibuat insisi kecil pada permukaan fleksor kulit lengan bawah. Perdarahan normalnya berhenti 3-8 menit. 5. Pemeriksaan fungsi trombosit Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan agen eksternal, sedangkan agregasi sekunder berasal dari agen internal dari trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya : ADP, kolagen, ristosetin, asam arakidonat, dan adrenalin. 6. Pemeriksaan fibrinolisis Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa teknik immunologik digunakan untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen. (Hoffbrand, 2009)
Mekanisme Pembekuan Darah Klasik
Granula mengandung serotonin vasokonstriktor yang kuat, faktor adenosin difosfat (ADP), fibrinogen, faktor von Willebrand, faktor III dan IV, kalsium dan enzim. Faktor ini dilepaskan dan diaktifkan akibat respons terhadap cedera. Faktor Pembekuan Plasma : I =Fibrinogen (prekursor fibrin) II = Protrombin (prekursor enzim proteolitik trombin dan akselerator pada konversi protrombin ) III =Tromboplastin (aktivator lipoprotein jaringan pada protrombin ) IV =Kalsium V =Akselarator plasma darah VII =Akselerator konversi protrombin serum Ca 2+ , F X, F VII Faktor X Faktor X aktif Faktor IX aktif Fibrin Faktor IX Ca 2+ , PF 3 , Faktor VIII Ca 2+ , Faktor IV Jala stabil Fibrinogen Trombin Protrombin Tromboplastin jar. (Faktor III) Karusakan jaringan Pembuluh darah rusak Permukaan benda asing Faktor XI Faktor XII Faktor XII aktif Faktor XI aktif Ca 2+ Faktor V PF 3 Faktor XII VIII =Globulin Anti hemofilik ( AHG ) IX =Faktor Christmas (aktivitas protrombin ) X =Faktor Stuart Power (PTA) XI =Pendahulu Tromboplastin Plasma (PTA) XII =Faktor Hageman XIII =Faktor penstabil fibrin Semua faktor protein plasma berada dalam sirkulasi darah, kecuali faktor III dan IV. Setiap faktor merupakan enzim pemecah protein yang akan mengaktivasi prokoagulan selanjutnya, kecuali I, V, VIII, XIII. Semua faktor disintesis di hati, kecuali faktor VIII, XI, XIII. Vitamin K penting untuk disintesis oleh faktor II, VII, IX, X (Price et.al, 2003)
Kaskade Koagulasi Baru/Selular (Adams dan Bird, 2009; Ruseva dan Dimitrova, 2011) Dibagi menjadi Insiasi, Amplifikasi, Propagasi, dan Fibrinolisis.
Inisiasi:
Penemuan bahwa paparan darah terhadap sel mengekspresikan Tissue Factor (TF) pada permukaan sel adalah diperlukan untuk menginisiasi koagulasi darah in vivo. Dimulai dari platelet inaktif dan FII,V,VIII,IX,X,XI dan juga inhibitor: Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI) dan Antithrombin III (ATIII). Proses koagulasi dicegah dengan cara memisahkan dua tipe sel hingga sebuah luka menyebabkan aktivasi koagulasi. Dalam seketika, di regio yang terbatas, sel intra dan ekstravaskular akan kontak. Inisiasi koagulasi dalam sel ber-TF, sudah diterima secara umum bahwa koagulasi diinisiasi oleh TF secara in vivo. Sel yang mengekspresikan TF normalnya ditemukan di luar vaskulatur dan untuk mencegah inisiasi dari koagulasi ketika kondisi normal. Beberapa sel yang berkoagulasi juga dapat mengekspresikan TF di permukaan memrannya, namun TF ini inaktif dalam keadaan normal dan kegunaannya tidak jelas. Seketika setelah terjadi luka dan darah terpapar pada sel yang membawa TF, FVIIa secara cepat berikatan dengan TF yang terpapar. Adalah FVIIa satu- satunya protein koagulasi yang secara rutin bersirkulasi di dalam darah secara aktif dan inaktif (1% aktif). Kompleks FVIIa/TF mengaktivasi FVII tambahan dan sedikit FIX dan FX. FXa berasosiasi dengan kofaktor, FVa, untuk membentuk kompleks prothrombinase di permukaan sel yang membawa TF. FV dapat diaktivasi dengan Fxa atau protease non koagulan. Semua Fxa yang berdisosiasi dari sel pembawa TF secara cepat diinhibisi di fase fluida oleh TFPI dan ATIII. J adi, adanya inhibitor ini secara aktif melokalisasi aktivitas Fxa di permukaan dimana ia dibentuk. Fxa tidak dapat ke permukaan sel lain melalui fase fluida. Kebalikannya, FIXa dapat berpindah dari sel pembawa TF dimana ia dibentuk menuju platelet atau permukaan lain, karena tidak dihambat TFPI dan diinhibisi ATIII dengan sangat lambat. Aktivitas rendah dari jalur TF terus berlanjut di jarak ekstravaskular. Oleh arena itu, FVII mungkin berikatan dengan TF ekstravaskular mensi tidak ada luka, dan FX serta FIX dapat diaktivasi ketika mereka lewat. Ide ini konsisten dengan temuan bahwa aktivasi level rendah dari peptida faktor koagulasi muncul di darah normal. Hal ini disebut koagulasi basal dan tidak menjadikan pembentukan gumpalan karena banyaknya komponen proses koagulasi (trombosit dan FVII/vWF) yang tetap ada di ruang vaskuler. Progres koagulasi diatas pembuatan sedikit thrombin ada ketika hanya inisiasi ketika luka membuat platelet dajn protein besar keluar dari ruang vaskuler. TF diekspresikan banyak jaringan, terutama pada otak, jantung, paru-paru, ginjal, testis, dan plasenta,
Amplifikasi: Pengubahan thrombin ekstrinsik menjadi intrinsik Pada fase amplifikasi, FIXa dengan kofaktor teraktivasi, FVIIIa, membuat sebuah kompleks tenase faktor intrinsik FIXa/FVIIIa. Ketika ditempelkan ke permukaan membran (Secara optimal pada platelet, namun juga pada mikropartikel, endotel, dan sel lain) dengan adanya kalsium. Pembentukan kompleks tenase intrinsik diperlukan untuk derajat amplifikasi dari proses penggumpalan yang dibutuhkan untuk hemostasis, dengan meningkatkan produksi FXa (Pembuatan 50 -100 kali lebih banyak daripada yang diproduksi TF/FVIIa) dan dipercepat oleh produksi thrombin. Efisiensi reaksi dari kompleks tenase (FIXa/FVIIIa) dan kompleks prothrombinase (FXa/FVa) diperkuat oleh co-lokalisasi atas membran fosfolipid dengan adanya kalsium, melalui banyak urutan magnitude. Semua faktor yang teraktivasi akan membuat loop umpan balik positif, yang akan menyebabkan pembuatan thrombin secara cepat sampai cukup untuk membentuk gumpalan yang stabil. Thrombin beraksi atas platelet melalui interaksinya dengan reseptor platelet GpIb yang bekerja sebagai scaffolding, yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi dengan komponen membran platelet lain, seperti protease-activated protein-1 (PAR-1), yang akan menyebabkan degranulasi dari granula-a dan ekspresi membran FVa, dan juga aktibasi dari reseptor GpIIb/IIIa. Hal ini akan bekerja sebagai pemerkuat agregasi platelet, juga menyediakan permukaan fosfolipid bermuatan negatid, dengan paparan dari fosfatidilserin (PS) dari dalam ke luar membran sel, yang akan muncul sebagai akibat dari aktivasi enzim seperti lipid scramblase, yang ikut berperan dalam regulasi asimetri dari membran. Thrombin juga membuat peningkatan kadar FVIIIa, dengan pembebasan FVIII dari komplesnya dengan vWF, dan juga aktivasi FXI menjadi FXIa, yang melokalisasi ke permukaan platelet dan menyebabkan aktivasi lanjutan terhadap enzim jalur intrinsik. Trombosit yang ikut adalah kemungkinan besar yang ikut pada hemostatik plug awal, dan akan diaktivasi oleh kolagen lokal di tempat luka vaskular. Platelet COAT (Collagen and Thrombin Stimulated) diperkirakan juga memperkuat potensi pembuatan thrombin, karena kekuatan yang telah diperkuat untuk mengikat kompleks tenase daan prothrombinase. Mereka juga ditempatkan untuk pembuatan efektif thrombin jumlah besar dalam fase amplfikasi dan propagasi. Kombinasi dari semua aksi ini akan secara efisien meningkatkan kadar thrombin yang dibuat. Propagasi: Pembuatan Thrombin dengan deposisi Fibrin Propagasi bergantung pada rekrutmen dari platelet teraktivasi di lokasi luka, untuk memberikan lokalisasi yang baik atas komponen-komponen yang dibutuhkan untuk pembuatan optimal dari thrombin, termasuk kompleks tenase intrinsik, kompleks prothrombinase, kalsium, dan permukaan fosfolipid untuk secara efisien melakukan co- lokalisasi atas emua komponen ini. Reaksi ini bergantung pada jumlah trombosit pada angka yang cukup dan dengan potensial untuk aktivasi termediasi thrombin. Hasil Thrombin Burst akan berakhir pada pembuatan fibrin dari fibrinogen untuk memproduksi gumpalan fibrin stabil. Monomer coalesce fibrin soluble menjadi gel fibrin polimer, dan aksi dari FXIIIa, diaktivasi oleh thrombin, secara kovalen cross-link dengan fibrin, untuk membentuk jaringan fibrin stabil. Thrombin yang dihasilkan juga mengaktivasi Thrombin-activatable Fibrinolysis Inhibitor (TAFI) yang berguna untuk menjaga gumpalan dari fibrinolisis dimediasi plasmin. TAFI secara proteolitik memecah residu lisin dari gumpalan fibrin, yang akan melepas situs perngikatan dari plasminogen menjadi fibrin dan akan mengurangi efektivitas dari lisis gumpalan dimediasi plasmin.
Gambar II. 1&2: Overview Kaskade Koagulasi Terbaru Dan Detailnya (Diadaptasi dari: Adams dan Bird, 2009). Penjelasan: II.2: 3 Fase Koagulasi: (1) Paparan TF subendotel mengakibatkan pembentukan dari kompleks tenase ekstrinsik, dengan kombinasi FVIIa. Sedikit FIXa, FXa, dan thrombin terbentuk. (2) Amplifikasi: Pembentukan Kompleks Tenase Intrinsik dan Prothrombinase pada fosfatidilserin permukaan membran trombosit, dengan pembentukan thrombin meningkat. (3) Propagasi: Thrombin Burst berakhir di pembentukan secara faali dari cross-linked fibrin dengan kadar yang dibutuhkan, menyebabkan gumpalan stabil.
Fibrinolisis: Sebuah Resolusi Fibrinolis penting untuk melepas penggumpalan yang dibentuk oleh aktivasi dari mekanisme hemostasis, di situasi yang diperlukan dan pada thrombosis patologis erta artherosklerosis, yang berkaitan dengan deposisi dari fibrin intravaskuler. Prinsip mediator dari fibrinolisis adalah plasmin, yang merusak fibrin di lisin spesifik dan residu arginin, yang menyebabkan produksi dari degradasi fibrin. Plasmin diproduksi oleh penghancur proteolitik dari plasminogen tersirkulasi dengan dua efektor utama, Tissue-type plasminogen activator (t-PA), yang dilepas dari sel endotel sebagai respon terhadap protrhombin dan oklusi vena, dan Urokinase-type plasminogen activator (u-PA), yand disekresi sebagai prourokinase, dan diaktivasi oleh plasmin dan faktor kontal (kininogen, prekallikrein, dan FXIII). Aktivator- ativator dari fibrinolisis diatur oleh Plasminogen Activator Inhibitor (PAI), yang muncul pada kelebihan darah yang banyak pada darah yang mengalir, yang menyebabkan kompleks aktivasi dengan t-PA dan u-PA, menjadi sebuah rate-limiting factor untuk menentukan banyaknya konversi plasmin.
KELAINAN HEMOSTASIS DAN TROMBOSIT Trombositopenia Trombositopenia adalah keadaan pada saat jumlah trombosit dalam sirkulasi darah berada di bawah normal (Dorland 1998). J adi, jika terjadi perdarahan akan sulit dihentikan, karena darah sulit membeku. Penyebab umum trombositopenia antara lain ialah kegagalan produksi trombosit yang merupakan kegagalan sumsum tulang belakang. Hal ini umumnya disebabkan oleh toksisitas obat atau infeksi virus. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh peningkatan destruksi/konsumsi trombosit karena reaksi autoimun, infeksi, purpura pascatransfusi, dan induksi obat seperti heparin; distribusi trombosit abnormal pada splenomegali; dan kehilangan akibat dilusi pada transfusi darah simpan dalam jumlah sangat besar pada pasien dengan perdarahan. Hal ini disebabkan trombosit tidak stabil pada suhu penyimpanan 4 C sehingga jumlahnya dapat menurun drastis bila darah disimpan lebih dari 24 jam (Hoffbrand et al. 2005). Trombositopenia yang disebabkan virus di antaranya terjadi pada penderita DBD dan tifus. (repository.ipb.ac.id, 2013)
Trombositosis Trombositemi/trombositosis adalah peningkatan jumlah trombosit di atas 350000/mm3 atau 400000/mm3. Terdapat 3 kelainan utama penyebab trombositemi, yaitu : kelainan klonal (Trombositemi esensial/primer dan kelainan mieloproliferatif lain), familial (mutasi trombopoietin) dan trombositosis reaktif terhadap berbagai penyebab akut dan kronis. Trombositemi primer sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan hematologi pada penderita yang asimtomatis. Trombositemi esensial pertama kali dilaporkan oleh di Guglielmo pada tahun 1920 dan Epstein dan Goedel pada tahun 1934. Pada saat itu, Trombositemi esensial dianggap merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang lain (Polisitemia vera, Lekemi mielositik kronik, Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia).1,2 Pada tahun1960, Trombositemi esensial ditentukan sebagai suatu penyakit mieloproliferatif yang berbeda.1 Pada makalah ini akan dibicarakan definisi, patofisiologi, kriteria diagnostik, terapi, komplikasi dan prognosis Trombositemi esensial. (pustaka.unpad.ac.id, 2013)
Hemofilia Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B). Biasanya bermanifestasi pada anak laki-laki namun walaupun jarang, hemofilia pada wanita juga telah dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai karier hemofilia. Secara imunologis, hemofilia dapat memiliki varian-varian tertentu. Diagnosis Hemofilia dapat dilakukan dengan antara lain: deteksi karier, manifestasi klinis dan uji lab. (digilib.unsri.ac.id, 2013) Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak. Hemofilia A dan B Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : - Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :
- Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. - Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama : - Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada - Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Bagaimana ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi? Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2). Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
Gambar II.3
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil. c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh. d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
Gambar II.4
Seberapa banyak penderita hemofilia ditemukan ? Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang.
Siapa saja yang dapat mengalami hemofilia ? Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa. Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia) Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.
Tingkatan Hemofilia Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu : Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah Berat Kurang dari 1% dari jumlah normalnya Sedang 1% - 5% dari jumlah normalnya Ringan 5% - 30% dari jumlah normalnya
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
Penyakit Von Willebrand Apa itu penyakit Von Willebrand ? Penyakit Von Willebrand (vWD) adalah kelainan perdarahan yang paling banyak diderita orang. Faktanya, ia bukan penyakit tunggal, tetapi penyakit keluarga.J enis penyakit ini disebabkan oleh masalah Von Willebrand Factor (vWF). Ini adalah protein dalam darah yang diperlukan untuk pembekuan darah. Gen yang membuat vWF bekerja pada dua jenis sel yaitu : - Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah dan - trombosit J ika tidak terdapat cukup vWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama.
Bagaimana darah dapat membeku dalam keadaan normal ? Dalam tubuh darah diangkut dalam pembuluh darah. J ika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau ia dapat rusak di bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam. Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap trombosit berukuran garis tengah kurang dari 1/10,000 centimeter. Terdapat 150 to 400 miliar trombosit dalam 1 liter darah normal. Trombosit mempunyai peranan penting untuk menghentikan perdarahan dan memulai perbaikan pembuluh darah yang cedera. J ika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah yang normal. Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan. Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah yang luka. Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak. Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini disebut agregasi trombosit. Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada
permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin. Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand ) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade koagulasi (Lihat Gambar II.5.)
Gambar II.5a. cascade koagulasi normal Gambar II.5b. cascade koagulasi hemofilia
Bagaimana Penyakit Von Willebrand terjadi pada proses pembekuan darah normal ? vWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah. Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von Willebrand (vWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal. Akibatnya vWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding pembuluh darah. Pada tahap ke 4, vWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama.
Seberapa sering penyakit Von Willebrand ditemukan ? Dokter sekarang berpendapat bahwa vWD dapat mengenai 1 diantara 100 orang. Karena banyak orang - orang ini hanya mengalami perdarahan ringan, maka hanya sejumlah kecil yang tahu bahwa dirinya membawa pernyakit ini.
Siapa saja yang dapat terkena penyakit Von Willebrand ? Penyakit Von Willebrand dapat mengenai pria dan wanita. Namun, karena banyak wanita dengan vWD mengalami perdarahan haid yang banyak dan perdarahan lama setelah melahirkan, lebih banyak wanita yang mempunyai gejala dibandingkan pria. Anak - anak juga dapat menderita vWD. Mereka dilahirkan dengan penyakit ini. Hal ini karena lala adalah kelainan yang diturunkan.
Dapatkah vWD diturunkan dari orang tua ke anaknya ? Ya, jika salah satu dari kedua orang tua punya vWD, mereka dapat menurunkan penyakit ini ke anak - anaknya.
Mengapa disebut penyakit Von Willebrand ? Nama ini adalah nama seorang dokter Finlandia , Erik Von Willebrand, yang pertama kali menguraikan kondisi ini pada 1925. Ia menyadari bahwa penyakit ini tidak sama dengan hemofilia, yang dalam kondisi beratnya jatuh pada laki - laki.
Dalam keadaan bagaimana penyakit Von Willebrand dikatakan berat ? Ini tergantung pada jenis penyakit. Untunglah ada pengobatan yang efektif untuk semua jenis vWD. Apa lagi, beberapa peneliti menemukan bahwa " ... vWD ringan dapat bermanfaat bagi kesehatan . " Para peneliti berkata demikian di karenakan vWD membuat trombosit lebih sulit untuk saling melekat. Sehingga seseorang dengan vWD akan lebih sedikit mengalami sumbatan pembuluh darah, sebagai penyebab serangan jantung atau stroke. (hemofilia.or.id., 2013)
Diagnosis dan diagnosis banding Salah satu cara untuk menentukan diagnosis suatu kelainan pada pembekuan darah adalah dengan tes pembekuan darah. 1. Waktu perdarahan Bila ujung jari atau cuping telinga ditusuk dengan jarum tajam, perdarahan biasanya berlangsung 1-6 menit. Lama perdarahan sangat tergantung pada dalamnya luka dan derajat hiperemia di jari atau cuping telinga pada saat tes dilakukan. Waktu perdarahan akan memanjang bila kekurangan salah satu faktor pembekuan, dan akan sangat memanjang bila kekurangan trombosit.
2. Waktu pembekuan Caranya bervariasi, namun yang paling banyak dipakai adalah dengan menempatkan darah dalam tabung gelas reaksi yang bersih, kemudian menggoyangkan tabung itu setiap 30 detik sampai terbentuk bekuan. Dengan cara ini waktu pembekuan normal adalah 6 sampai 10 menit. Waktu pembekuan sangat bervariasi, bergantung pada metode yang digunakan, jadi waktu pembekuan tidak digunakan lagi pada banyak klinik. 3. Waktu protrombin Waktu protrombin memberi petunjuk tentang kadar protrombin dalam darah. Metode untuk menentukan waktu protrombin: Darah yang diambil dari pasien segera diberi oksalat agar tidak ada protrombin yang berubah menjadi trombin. Kemudian, sejumlah besar ion kalsium dan faktor jaringan dicamour secara cepat ke dalam darah oksalat. Kalsium yang berlebihan menghilangkan efek oksalat, dan faktor jaringan mengaktifkan reaksi protrombin menjadi trombin melalui jalur pembekuan ekstrinsik. Waktu yang diperlukan untuk terjadinya pembekuan disebut waktu protrombin. Pendeknya wakt ditentukan terutama oleh kadar protrombin. Waktu protrombin normal kira-kira 12 detik. Semakin tinggi kadar protrombin dalam darah, semakin kecil waktu protrombin. (Guyton, 2007) Farmakologi Obat Hemostatik (Dewoto, 2011) Hemostatik terbagi menjadi dua yaitu Hemostatik Lokal dan Hemostatik Sistemik
1. Hemostatik Lokal Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan mekanisme hemostasisnya. a. Hemostatic Serap Hemostatik serap (absorbable hemostatics) menghentikan perdarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat-serat yang mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan ang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing, trombosit akan pecah dan membebaskan factor ang memulai proses pembekuan darah. Hemostatic golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan ang berasal dari pembuluh darah kecil saja, misalnya kapiler, dan tidak efektif untuk menghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intravaskularnya cukup besar. Termasuk kelompok ini antara lain spons gelatin, oksisel (selulosa oksida) dan busa fibrin insani (human fibrin foam). Spons gelatin dan oksisel dapat digunakan sebagai penutup luka yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidak memerlukan penyingkiran yang memungkinkan perdarahan ulang, seperti yang terjadi pada penggunaan kain kasa. Untuk absorpsi yang sempurna dari kedua zat ini diperlukan waktu sampai 6 jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi tulang dan dapat mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka panjang pada patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi, selulosa oksida tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang. Busa fibrin insani yang berbentuk spons, setelah dibasahi, dengan tekanan sedikit dapat menutup dengan baik permukaan yang berdarah.
b. Astringen Zat ini bekerja local dengan mengendapkan protein darah sehingga perdarahan dapat dihentikan. Sehubungan dengan cara penggunaannya, zat ini dinamakan juga styptic. Yang termasuk kelompok ini antara lain feri klorida, nitras argenti, asam tanat. Kelompok ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler, tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan vasokonstriktor yang digunakan local.
c. Koagulan Obat kelompok ini pada penggunaan local menimbulkan hemostasis dengan dua cara, yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi thrombin dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen. Activator protrombin. Ekstrak yang mengandung activator protrombin dapat dibuat antara lain dari jaringan otak yang diolah secara kering dengan asetat. Beberapa racun ular memiliki pula aktivitas tromboplasin ang dapat menimbulkan pembekuan darah. Salah satu contoh adalah Russells viper venom yang sangat efektif seagai hemostatic local dan dapat digunakan umpamamya umtuk alveolus gigi yang berdarah pada pasien hemophilia; untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan segar 0.1% dan ditekankan ke dalam alveolus sehabis ekstraksi gigi. Trombin. Zat ini tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaan local. Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segera menimbulkan pembekuan dengan bahaya emboli
d. Vasokonstriktor Epinefrin dan norepinefrin berefek vasonkonstriksi, dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan. Cara penggunaannya ialah dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan larutan 1:1000 tersebut pada permukaan yang berdarah. Vasopresin, yang dihasilkan oleh hipofisis pernah digunakan untuk mengatasi perdarahan pasca-bedah persalinan, tetapi banyak efek samping dan tealah ditinggalkan penggunaannya. Namun perkembangan terakhir menunjukkan kemungkinan kegunaannya kembali bila disuntikkan lansung ke dalam korpus uteri untuk mencegah perdarahan yang berlebih selama operasi korektif ginekologik.
2. Hemostatik Sistemik Dengan memberikan transfuse darah, seringkali perdarahan dapat dihentikan dengan segera. Hal ini terjadi karena pasien mendapatkan semua factor pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfuse. Keuntungan lain dari transfuse ialah perbaikan volume sirkulasi. Perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi factor pembekuan darah tertentu dapat diatasi dengan mengganti/memberikan factor pembekuan yang kurang.
a. Faktor Antihemofilik (Faktor VIII) dan Cryoprecipitated Antihemophilic Factor Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada pasien hemophilia A (defisiensi factor VIII yang sifatnya herediter) dan pada pasien yang darahnya mengandung penghambat factor VIII. Cryoprecipitated antihemophilic factor didapat dari plasma donor tunggal dan kaya akan factor VIII, fibrinogen dan protein plasma lain. Akan tetapi jumlah factor VIII yang dikandung bervariasi dan hal ini berbeda dengan preparat konsentrat factor antihemofilik yang mengandung factor VIII dalam jumlah baku. Selain untuk pasien hemophilia A, cryoprecipitated antihemophilic factor juga dapat digunakan untuk pasien dengan penyakit von Willebrand, penyakit herediter yang selain terdapat defisiensi factor VIII juga terdapat gangguan suatu factor plasma yaitu kofaktor ristosetin yang penting untuk adhesi trombosit dan stabilitas kapiler. Kofaktor ristosetin ini biasanya hilang selama proses pembuatan sediaan konsentrat factor antihemofilik. Efek samping. Cryoprecipitated antihemophilic factor mengandung fibrinogen dan protein plasma lain dalam jumlah yang lebih banyak dari sediaan konsentrat factor VIII, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi hipersensitivitas lebih besar pula. Efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan kedua jenis sediaan ini ialah hepatitis virus, anemia hemolitik, hiperfibrinogenemia, menggigil dan demam. Posologi. Kadar factor antihemofilik 20-30% dari normal yang diberikan IV biasanya diperlukan untuk mengatasi perdarahan pada pasien hemophilia. Biasanya hemostasis dicapai dengan dosis tunggal 15-20 unit/kgBB. Pada pasien hemophilia sebelum operasi diperlukan kadar antihemofilik sekurang-kurangnya 50% dari normal dan pacabedah diperlukan kadar 20-25% dari normal untuk 7-10 hari. b. Kompleks Faktor IX Sediaan ini mengandung factor II, VII, IX, dan X, serta sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemophilia B, atau bila diperlukan factor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk mencegah perdarahan. Akan tetapi karena ada kemungkinan timbulnya hepatitis, preparat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien nonhemofilia. Efek samping lain adalah thrombosis, demam, menggigil, sakit kepala, flushing, dan reaksi hipersensitivitas berat (syoh anafilaksis) Posologi. Kebutuhan tergantung dari keadaan pasien. Perlu dilakukan pemeriksaan pembekuan sebelum dan selama pengobatan sebagai petunjuk untuk menentukan dosis. Satu unit/kgBB meningkatkan aktibitas factor IX sebanyak 1.5%. Selama fase penyembuhan setelah operasi diperlukan kadar factor IX 25-30% dari normal. c. Desmopresin Desmopresin merupakan vasopressin sintetik yang dapat meningkatkan kadar factor VIII dan vWf untuk sementara. Peningkatan kadar factor pembekuan tersebut paling besar terjadi pada 1-2 jam dan menetap sampai dengan 6 jam. Pemberian lebih sering dari tiap 2 atau 3 hari dapat menurunkan respons terapeutik. Obat ini diindikasikan untuk hemostatic jangka pendek pada pasien dengan defisiensi factor VII yang ringan sampai sedang dan pada pasien penyakit von Willebrand tipe 1. Efek samping antara lain sakit kepala, mual, flushing, sakit dan pembengkakak pada tempat suntikan. J uga dilaporkan terjadinya peningkatan tekanan darah yang ringan dan harus hati-hati penggunaannya pada pasien hipertensi dan penyakit arteri koronaria. Obat ini sering digunakan IV dengan dosis 0.3 ug secara infus dalam waktu 15-30 menit. d. Fibrinogen Sediaan ini hanya digunakan bila dapat ditentukan kadar fibrinogen dalam darah pasien dan daya pembekuan yang sebenarnya. Fibrinogen mungkin diberikan pada pasien sebagai plasma, cryoprecipitate factor VII, atau konsentrat factor VIII (lyophilized). e. Vitamin K Sebagai hemostatic, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek, sebab vitamin K harus merangsang pembentukan factor-faktor pembekuan darah lebih dahulu f. Asam Aminokaproat Asam Aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari activator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan factor pembekuan darah lain oleh karena itu asam aminokaproat dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolysis yang berlebihan. Dugaan adanya fibrinolysis yang berlebihan dapat didasarkan atas hasil tes labolatorium berupa TT dan PT yang memanjang, hipofibrinogenemia atau kadar plasminogen yang menurun. Akan tetapi beberapa dari hasil laboratorium di atas biasanya didapatkan pula pada pasien DIC, yang merupakan kontraindikasi pemberian asam aminokaproat, karena dapat menyebabkan pembentukan thrombus yang mungkin bersifat fatal. Oleh karena itu asam aminokaproat hanya digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolysis berlebihan yang bukan disebabkan oleh DIC. Bila terdapat keraguan, kriteria untuk membedakan kedua keadaan tersebut adalah hitung trombosit, tes parakoagulasi protamine dan lisis bekuan euglobulin. Pada DIC: hitung trombosit menurun, tes parakoagulasi protamin positif dan lisis bekuan euglobulin normal. Pada fibrinolysis primer : hitung trombosit normal, tes parakoagulasi protamin negative dan lisis bekuan euglobulin berkurang. Tetapi fibrinolysis jarang terjadi tersendiri, biasanya terjadi sekunder akibat DIC. Mekanisme Gejala Klinis Pada Skenario a. Memar Seseorang bisa mudah memar karena kerapuhan kapiler dalam kulit. Cedera kecil pada kapiler dapat menyebabkan darah merembes dan membentuk bintik bintik merah pada kulit (petechiae) atau bercak ungu kebiruan (purpura). Tanda biru dan hitam pada memar pada kulit yang memar ditimbulkan oleh adanya bekuan darah deoksigenasi di dalam kulit, namun darah ini akan segera dibersihkan oleh plasmin diikuti oleh sel fagositosik sebagai pembersih. Plasmin diaktifkan oleh faktor XII. Fungsi Plasmin : 1. Mencegah pembentukan bekuan darah yang berlebihan 2. Membersihkan bekuan (Lauralee, 2011) b. Perdarahan tidak berhenti Perdarahan Tidak berhenti dapat disebabkan oleh banyak hal. Penjelasan lebih lanjut lihat pada Bagian Diagnosis dan Diagnosis Banding. c. Hubungan perdarahan, memar, dan trauma Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas dinding pembuluh darah, yang memungkinkan darah keluar. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh trauma eksternal seperti cedera yang pernah kita alami yang disertai memar. Perubahan warna pada memar disebabkan oleh darah yang terkumpul dalam ruang interstisial jaringan yang terkena trauma. Dinding pembuluh darah dapat pecah sebagai akibat suatu penyakit serta trauma. (Price et.al, 2003) Hubungan Usia, Jenis Kelamin, dan Faktor Genetik Usia menentukan pada kadar pengobatan. J ika pada pasien pediatri/ geriatri pengobatan harus diperpanjang dan dosis dikurangi. Perdarahan pada pasien geriatri pun akan lebih berat karena kemampuan untuk homeostasis sudah berkurang. Bahkan pada pasien geriatri dibutuhkan sebuah anamnesis yang lebih komprehensif, termasuk obat-obatan yang sudah pernah dikonsumsi. Pada pasien produktif semua jenis terapi dapat dilakukan secara optimal karena kondisi tubuh dalam keadaan paling tinggi (South-Paul et al, 2007). J enis kelamin mempengaruhi pada diagnosis, jika terjadi pada perempuan, maka Hemofilia dapat disingkirkan, karena hemofilia pada perempuan bersifat lethal.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Etiologi kesalahan pada perdarahan (Lichtman et al, 2007) Tabel II.1 Kesalahan perdarahan berdasarkan mutasi gen (Diadaptasi dari: Licthman, 2007)
Defisiensi Gene Uku ran Gen Jumlah mutasi berdasarkan tipe Jum lah Tota l Prom oter Miss ense Nons ense Splic ing Insertion/ Deletion Gros s delet ion Prothrom bin Prothro mbin 20.3 33 2 2 5 42 Faktor V Faktor V 72.3 11 8 5 14 38 Faktor VII Faktor VII 14.2 7 85+2 * 8 17 14 133 Faktor X Faktor X 26.7 47+1 * 5 5 2 60 Faktor XI Faktor XI 22.7 27 11 7 8 53 Faktor XIII Faktor XIII A 176. 6 29 4 10 14 1 58 Faktor XIII Faktor XIII B 28.0 1 1 2 4 Kombinasi Faktor V and VIII LMAN 1 (ERGI C-53) 29.4 1 3 4 10 18 Combined Faktors V and VIII MCFD 2 13.9 2 2 3 7 Faktor Vitamin K dependen - glutam yl carbox ylase 12.4 2 2
Faktor Vitamin K dependen
Vitami n K epoxide reducta se
1
1
*= Kodon pembentuk awal Pendekatan klinis (Hillman et al, 2005; Lichtman et al, 2007): Evaluasi pada pasien dengan tendensi perdarahan sangat umum dalam bidang kedokteran klinis. Diperlukan identifikasi dari elemen kunci atas riwayat pasien dan pemeriksaan fisik serta integrasi dengan data pemeriksaan lab dan manuver terapeutik. Evaluasi Klinis:
5 W: - Who: umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga atas keabnormalan perdarahan - When: Asosiasi apapun dengan keadaan penyakit seperti trauma, operasi, atau obat yang dimakan harus diidentifikasi. Detail waktu atas onset dan bagaimana perdarahan juga penting. - Where: Tempat perdarahan, apakah di kulit, atau mukus, atau traktus GI, organ padar, otot, atau sendi harus diidentifikasi. - What: Karakteristik fisik dari perdarahan, terutama pada perbedaan hemorrhage kapiler dan purpura, ekimosis, dan pembentukan hematoma yang terlihat dengan perdarahan pembuluh besar, harus dideskripsikan. Tabel II.2: Klasifikasi Perdarahan (Diadaptasi dari: Lichtman et al, 2007)
Tipe Mayor Kelainan Contoh Didapat Thrombocytopenias Autoimmune and alloimmune, drug-induced, hypersplenism, hypoplastic (primary, suppressive, myelophthisic), DIC, thrombotic thrombocytopenic purpura Liver diseases Cirrhosis, acute hepatic failure, liver transplantation, thrombopoietin deficiency Renal failure Vitamin K deficiency Malabsorption syndrome, hemorrhagic disease of the newborn, prolonged antibiotic therapy, malnutrition, prolonged biliary obstruction Hematologic disorders Acute leukemias (particularly promyelocytic), myelodysplasias, monoclonal gammopathies, essential thrombocythemia Acquired antibodies against coagulation factors Neutralizing antibodies against factors V, VIII, and XIII, accelerated clearance of antibody-factor complexes, e.g., acquired von Willebrand disease, hypoprothrombinemia associated with antiphospholipid antibodies Disseminated Acute (sepsis, malignancies, trauma, obstetric intravascular coagulation complications) and chronic (malignancies, giant hemangiomas, missed abortion) Drugs Antiplatelet agents, anticoagulants, antithrombins, and thrombolytic, myelosuppressive, hepatotoxic, and nephrotoxic agents Vascular Nonpalpable purpura ("senile," solar, and factitious purpura), use of corticosteroids, vitamin C deficiency, child abuse, thromboembolic, purpura fulminans; palpable-purpura (Henoch-Schnlein, vasculitis, dysproteinemias), amyloidosis Diturunkan Deficiencies of coagulation factors Hemophilia A (factor VIII deficiency), hemophilia B (factor IX deficiency), deficiencies of fibrinogen factors II, V, VII, X, XI, and XIII and von Willebrand disease Platelet disorders Glanzmann thrombasthenia, Bernard-Soulier syndrome, platelet granule disorders. Fibrinolytic disorders 2 -Antiplasmin deficiency, plasminogen activator inhibitor-1 deficiency
Berbasis dengan data-data ini, dapat hampir selalu ditentukan penyebab perdarahan. Pasien dengan malignansi hematologis atau yang sedang menjalani kemoterapi dosis tinggi mempunyai risiko tinggi atas trombositopenia berat. Sebaliknya, pada pasien yang diberi warfarin dapat dicurigai memiliki produksi faktor koagulan dependen vitamin K. pasien dengan penyakit hepar memiliki risiko defisiensi multifaktor dan juga defek pada struktur fibrinogen dan fungsinya. Untuk koagulopati kongenital, absensi dari penyakit komplikasi atau paparan obat antikoagulan dapat menjurus pada defek keturunan. Namun demikian, bertanya tentang derajat mudah memar dianggap sebagai pertanyaan tidak berguna karena derajat mudahnya kememaran sulit untuk diukur, meski oleh diri sendiri.
Pendekatan Pada Pasien
Tabel II.3 Evaluasi Pasien dengan kelainan perdarahan (Diadaptasi dari Hillman et al, 2005) Step 1: Masalah trombosit? Trombositopenia atau defek pada fungsi platelet Platelet count Bleeding time Step 2: Defisiensi Faktor tunggal? Faktor VII, VIII, IX, X, V, XI, fibrinogen PT, aPTT Step 3: Defisiensi Faktor multipel? Vitamin K deficiency, liver disease, warfarin PT, aPTT, TT Faktor assays Step 4: Antikoagulan yang bersirkulasi? Heparin, Faktor VIII or IX antibody, lupus anticoagulant aPTT with 1:1 mix aPTT with polybrene TT Reptilase time Step 5: Koagulopati konsumtif? TTP, HUS, vasculitis, sepsis, obstetrical complication, trauma, liver disease DIC screen: Platelet count, PT, aPTT, TT, fibrinogen, antithrombin III, 2 -antiplasmin, D-Dimer assay, blood smear review
Step 1: Masalah trombosit? Hemorrhage petechial (timbulnya bintik merah kecil) adalah hal pertama yang harus diperhatikan dalam kelainan pltelet. J ika trombositopenia dan defek fungsional sudah berat, akan terjadi pula mudah memar, perdarahan mukosa, epistaksis, menometorraghia (Perdarahan uterus yang lama dan berlebihan), dan kecenderungan merembesnya darah pada pembuluh kecil ketika operasi. Tes screening laboratorik pada orang dengan kecurigaan defek platelet adalah hitung trombosit, dan dengan platelet normal adalah bleeding time untuk evaluasi fungsi. Perdarahan tidak merefleksikan beratnya trombositopenia pada penderita. Pada pasien normal, trombosit <10.000/mL tidak akan menyebabkan perdarahan hebat, lain halnya dengan pasien sepsis, malignansi, dan kelainan obstetrik <20.000/mL pun dapat menyebabkan perdarahan hebat. Bleeding Time adalah tes konvensional paling baik untuk mengecek fungsi trombosit, namun tidak untuk skrining atau pemeriksaan rutin, oleh karena itu pemeriksaan ini hanya untuk pasien dengan riwayat perdarahan yang condong pafa defek herediter fungsi platelet, seperti pasien yang memiliki lala.
Step 2: Apakah pasien memiliki koagulopati turunan, defisiensi faktor tunggal? Pasien dengan kekurangan faktor berat, misal hemofilia FVIII dan FIX, biasanya akan datang dengan riwayat sering berdarah dimulai dari lahir dan berlanjut hingga dewasa. Ketika defisiensi kurang berat maka pasien akan melaporkan riwayat perdarahan aneh setelah trauma atau operasi, hemarthrosis yang tidak dapat dijelaskan, atau hematoma otot. Terbalik dibandingkan pasien defek platelet, individu dengan kekurangan faktor sulit untuk mendapatkan purpura, hemarthrosis, hematoma, dan perdarahan pembuluh besar. Pemeriksaan PT dan aPTT adalah yang paling baik. Kedua pemeriksaan ini harus dilihat secara berpasangan. Bila PT secara signifikan memanjang dan aPTT normal, maka pasien mengalami defisiensi FVII. Bila aPTT memanjang dan PT normal, maka defisiensi FVIII atau FIX. Interpretasi pemeriksaan ini hanya valid pada pasien dengan riwyat klinis tidak menerima obat antikoagulan, dan yang tidak memiliki penyakit hepar atau koagulopati konsumtif. PT sangat sensitif meskikarena pengurangan faktor yang sangat kecil. Karena itu, PT memanjang dan aPTT normal adalah tipikal pada pasien yang memiliki terapi warfarin atau penyakit hepar. Sebaliknya, apTT lebih sensitif pada heparin dan antikoagulan yang tersirkulasi yang jarang memanjangkan PT. kemungkinan ini harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum menentukan diagnosis defisiensi faktor tunggal .
Step 3: Apakah pasiem memiliki defisiensi beberapa faktor koagulasi vitamin K dependen? Penyakit hepar dan terapi warfarin secara tipikal memproduksi defisiensi faktor multipel berhubungan dengan jalur ekstrinsik dan intrinsik. Pasien dengan penyakit hepar berat juga dapat memperlihatkan defek dari produksi fibrinogen dari jumlah dan fungsinya. Oleh karena itu, penting untuk melihat riwayat malnutrisi, malabsorbsi vitamin K, ingesti coumarin, atau gejala dan tanda dari penyakit hepar. J enis perdarahan juga dapat dijadikan petunjuk. J ika pada defisiensi faktor tunggal, hemorrhage petechial tidak didapatkan, pasien biasanya memperlihatkan kombinasi mudah memar, purpura meluas, dan perdarahan membran mukosa/traktus GI. Pada pasien dengan penyakit hepar sering didapatkan perdarahan GI atas dramatis. PT, aPTT, TT, dan Fibrinogen Assay adalah kunci tes laboratorikuntuk identifikasi defisiensi faktor multipel. PT sangat sensitif terhadapat reduksi kecil faktor K-dependen ( FVII, FIX, FX, dan FII (prothrombin)). Kekurangan vitamin K akan menyebabkan PT sangat panjang dan aPTT agak panjang/normal. Mirip dengan pasien yang memiliki penyakit hepar stadium awal dan yang menerima warfarin. Sebaliknya, pada pasien dengan penyakit hepar berat memperlihatkan PT, aPTT, dan TT yang memanjang. Latter merefleksikan disfibronegemia dan pembentukan produk breakdown fibrinogen dan fibrin sebagai inhibitor TT. Pada pasien penyakit hepar sangat berat juga akan menimbulkan discrepancy antara assay von Clauss fibrinogen yang mendeteksi fibrinogen yang dapat berkoagulasi dan assay imunologis dari fibrinogen total.
Step 4: Apakah ada antikoagulan dalam sirkulasi? Antikoagulan dalam sirkulasi dapat menjelaskan mengapa pasien cenderung mengalami perdarahan. Administrasi Heparin dan adanya FVIII dan FIX secara spontan akan menyebabkan perdarahan abnormal. Pada kedua keadaan tersebut, aPTT memanjang. Namun, pemanjangan aPTT bisa juga karena antikoagulan lupus (seperti pada sindrom antifosfolipid). Namun, antikoagulan lupus tidak menyebabkan perdarahan, lebih kepada thrombosis arterial atau vena. Ketika ada antikoagulan lupus, aPTT biasanya memanjang lebih daripada PT. Pemanjangan aPTT karena heparin bisa diperbaiki oleh agen netralisasi polybrene. Adanya atikoagulan lupus atau inhibitor FVIII dapat dikonfirmasi dengan adanya kagagalan aPTT untuk normal setelah pencampuran 1:1 antara plasma pasien dan plasma normal yang seharusnya dapat memperbaiki aPTT secara parsial atau penuh. Antikoagulan lupus dapat dideteksi oleh koreksi aPTT dengan penambahan fosfolipid berlebih. Spesifisitas dari inhibitor terhadap FVII atai FIX dapat ditentukan dengan pencampuran plasma pasien dengan plasma normal dan plasma defisiensi faktor spesifik.
Step 5: Apakah pasien memiliki Koagulopati Konsumtif? Tergantung dari proses penyakit, pasien dapat menunjukkan konsumsi atau aktivasi platelet yang tinggi dalam kaskade koagulasi keseluruhan. Mikrotrombi dengan tanda dan gejala kerusakan organ multipel, biasanya, ren, otak, dan kulit, biasanya dengna kondisi seperti pupura trombositopenik trombosit (TTP), sindrom hemolitik uremik (HUS), dan beberapa vaskulitis. Trombositopenia sekunder karena konsumsi platelet adalah paling berat pada TTP dan lebih ringan pada HUS atau vaskulitis. Fragmentasi eritrosit (skistositosis dan LDH meningkat) adalah kondisi tip-off adanya kondisi mikroangiopati.
Full-blown disseminated intravascular coagulation (DIC) sering dilihat pada pasien pasca trauma mayor dengan sepsis atau komplikasi obstetri, yaitu koagulopati pada apsien dengan penyakit kritis. Biasnaya pasien mengalami perdarahan meluas, termasuk purpura, merembes karena needle puncture dan tempat masuknya kateter, perdarahan membran mukus dan GI, sera perdarahan hebat karena operasi. Tabel II.4: Manifestasi Klinis dan asosiasinya dengan kelainan hemostasis spesifik (Diadaptasi dari: Lichtman et al, 2007)
Manifestasi Klinis Kelainan Hemostasis Mucocutaneous bleeding Thrombocytopenias, platelet dysfunction, von Willebrand disease Cephalhematomas in newborns, hemarthroses, hematuria, and intramuscular, intracerebral and retroperitoneal hemorrhages Severe hemophilias A and B, severe deficiencies of factor VII, X, or XIII, severe type 3 von Willebrand disease, afibrinogenemia Injury-related bleeding and mild spontaneous bleeding Mild and moderate hemophilias A and B, severe factor XI deficiency, moderate deficiencies of fibrinogen and factors II, V, VII, or X, combined factors V and VIII deficiency, 2 -antiplasmin deficiency
Bleeding from stump of umbilical cord and habitual abortions Afibrinogenemia, hypofibrinogenemia, dysfibrinogenemia, or factor XIII deficiency Impaired wound healing Factor XIII deficiency Facial purpura in newborns Glanzmann thrombasthenia, severe thrombocytopenia Recurrent severe epistaxis and chronic iron deficiency anemia Hereditary hemorrhagic telangiectasias
Gambar II.6-II.9: Algoritma hasil pemeriksaan laboratorium (Diadaptasi dari Lichtman et al, 2007) Diagnosis Definitif dan Tatalaksana
Evaluasi rutin pasien adalah suatu rencana yang cukup untuk tatalaksana awal, dan pasti dibutuhkan untuk pasien kritis dengan perdarahan yang mengancam jiwanya. Pada trombositopenia berat atau defek fungsional platelet atay keduanya harus diberikan transfusi trombosit pada situasi gawat darurat. Pada defisiensi faktor tunggal pun seperti ini dengan adinistrasi faktor yang bersangkutan yang telah dimurnikan atau dengan plasma beku segar. Tatalaksana dengan vitamin K dan plasma beku segar juga dapat efektif pada pasien dengan defisiensi multipel dari faktor K-dependen yang terjadi karena coumadin atau penyebab lain. Untuk pasien DIC, terapi efektif tergantung pada kemampuan dokter untuk mengambil kontrol atas kelainan klinis yang mendasari koagulopati konsumtif. Ketika kondisi tersebut terkontrol, maka pasien DIC akan merespon baik untuk selanjutnya dilakukan penggantian platelet, fibrinogen, dan faktor koagulasi, penggunaan protein C teraktivasi dapat mengameliorasi DIC dan meningkatkan sruvival rate pasien. Tatalaksana jangka panjang dibutuhkan diagnosis dari kondisi pasien, diagnosis ini membutuhkan konsultan hematologi dan laboratorium referensi hemostasis. Beri FVIII dan F christmas (IX) I.V. 20 unit/kg untuk penanganan awal, alasannya adalah untuk tatalaksana awal jika terjadi hemofilia dan tidak ada indikasi perdarahan hingga sendi, jika ada perdarahan hingga sendi tidak disarankan langsung menggunakan transfusi faktor koagulasi. (Karena pasien Pediatri, 8 th, maka: menggunakan rumus: umu 12 + umu x Josis Jcwoso =(8/12+8 dari dosis dewasa); atau dapat diukur dari BB dengan rumus BB/60 x Dosis dewasa) dan aprotinin karena setelah pembedahan (dosis sangat kecil) (Katzung, 2007). Pencegahan Pencegahan dilakukan dengan cara melihat penyakit yang diderita serta pengaruh genetiknya. J ika penderita mengalami Hemofilia yang mempunyai kelainan genetik pada kromosom seks X, maka harus diberikan edukasi terhadap orang tuanya untuk lebih berhati- hati terhadap seluruh anak laki-lakinya. Namun, jika penderita menderita vWD yang menurun secara autosomal resesif, maka tidak hanya pada keluarga inti, namun juga perlu diberikan konsultasi kepada keluarga besar.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Sang anak tidak dapat langsung didiagnosis penyakitnya, antara vWD dan Hemofilia A/B karena belum keluar hasil laboratorium dan skrining hemostasisnya. Namun untuk pemberian awal disarankan langsung memberikan transfusi FIX dan FVIII sebagai tatalaksana awal Hemofilia, sebab jika kecurigaan Hemofilia terbukti akan meningkatkan morbiditas jika tidak langsung diterapi. Setelah itu, harus dilakukan sebuah edukasi terhadap pasien dan orang tuanya, termasuk gaya hidup dan edukasi genetik. B. Saran - Diskusi tutorial diharapkan lebih aktif dalam penyampaian pendapat dan mencari permasalah lebih kritis dan komprehensif - Skenario diharapkan lebih baik lagi dalam mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis dan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Adams RLC dan Bird RJ . Review article: Coagulation cascade and therapeutics update: Relevance to nephrology. Part 1: Overview of coagulation, thrombophilias and history of anticoagulants. Nephrology 2009. 14; 462 470. Ikatan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 5. J akarta: Interna Publishing. Corwin J . Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. J akarta: EGC. Dewoto HR. 2011. Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik, dan Hemostatik. Dalam: Gunawan et al. 2011. Farmakologi dan Terapi Ed: 5. J akarta: Badan Penerbit FKUI Gunawan, S. dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. J akarta: Balai Penerbit FKUI. Guyton, Arthur C. Hall, J ohn E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. J akarta: EGC. Hans PK, Peter J G. Plasminogen-Activator Inbibitor Type 1 and Coronary Artery Disease. N Eng J Med 2000, 342 : 1792 1801. Hillman et al. (2005). Hematology in Clinical Practice: 4 th Edition. New York: McGraw-Hill. Hoffbrand A. V., Pettit J. E., Moss P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi. J akarta: EGC. Katzung BG. (2007). Basic and Clinical Pharmacology, 10 th Edition. New York: McGraw- Hill Lichtman et al. (2007). Williams Hematology, 7 th Ed. New York: McGraw-Hill Ruseva AL dan Dimitrova AA. A NEW UNDERSTANDING OF THE COAGULATION PROCESS THE CELL-BASED MODEL. J Biomed Clin Res 2011. 4:1 Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. J akarta: EGC. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6 volume 1. J akarta: EGC. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. J akarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. http://digilib.unsri.ac.id/download/DIAGNOSIS%20HEMOFILIA.pdf [diakses pada:4April2013] http://medicastore.com/penyakit/770/Kelainan_Perdarahan.html [Diakses pada: April, 2013] http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&p df=&html=07110-owmq240.htm [Diakses pada: April, 2013] http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/trombositemi_esensial.pdf [diakses pada:4April2013] http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54726/G12nek_BAB%20II%20Tinjau an%20Pustaka.pdf?sequence=5 [diakses pada:3April2013] http://www.eMedicine.com/haemophilia [Diakses pada: April 2013] http://www.hemofilia.or.id/halpenting.php [diakses pada:4April2013] http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php [diakses pada:4April 2013] http://www.hemofilia.or.id/perawatan.php [diakses pada:4April2013] http://www.hemofilia.or.id/von_willebrand.php [diakses pada:4April2013] http://www.news-medical.net/health/Haemophilia-Symptoms-%28Indonesian%29.aspx [diakses pada:4April2013]