Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN TUTORIAL

BLOK VI SKENARIO III


MASIH MEREMBES, DOK







Kelompok A-9
1. Apriska Mega Sutowo Putri (G0012025)
2. Astrid Astari Aulia (G0012033)
3. Dewi Nur Maharani (G0012059)
4. Gilang Yuka Septiawan (G0012083)
5. Khairunnisa Nurul Huda (G0012107)
6. Mahira Bayu Adifta (G0012125)
7. Prathita Nityasewaka (G0012161)
8. Raka Aditya Pradana (G0012175)
9. Rosa Riris Suciningtyas (G0012193)
10. Utari Nur Alifah (G0012225)
11. Zakka Zayd Z.J . (G0012241)
12. Yurike Rizkhika (G0012245)

Tutor:
Briandani Subariyanti, dr.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trombosit adalah sel darah tak berinti yang berasal dari sitoplasma megakariosit.
Diameter trombosit berkisar antara 2-4 nm, volume 7 fl (5-8 fl). J umlah trombosit normal antara
150-400 X 10
9
/ltr, sedangkan umur trombosit berkisar 7-10 hari. Kira-kira sepertiga dari jumlah
trombosit yang dikeluarkan dari sumsumtulang teratangkap di limpa normal, namun pada kondisi
sphlenomegali masif jumlah ini bisa meningkat sampai 90%. Produksi trombosit diatur oleh
hormon trombopoetin yang diproduksi oleh hepar dan ginjal.
Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis karena fungsi utama trombosit
adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vascular.
Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi
trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting
untuk fungsinya
Kerusakan atau kelainan pada trombosit akan menyebabkan terganggunya fungsi
trombosit yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dan kelainan bagi manusia.
Berbagai tipe penyakit berhubungan dengan trombosit memiliki penanganan yang berbeda-beda,
oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang mendalamtentang morfologi, fisiologi, dan histologi
trombosit, patologi, patofisiologi, dan patogenesis penyakit yang berhubungan dengan trombosit
sehingga diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dapat ditegakkan.
Skenario III

MASIH MEREMBES, DOK
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa orang tuanya ke temppat praktek dokter
dengan keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan oleh mantri sehari sebelumnya. Pada
riwayat penyakit diperoleh keterangan bahwa sejak kecil pasien mudah memar bahkan jika hanya
mengalami trauma ringan. Salah seorang sepupu laki-laki pasien juga mengalami penyakit yang
sama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan darah masih merembes di perban yang membalut penis
pasien. Dokter meminta pemeriksaan skrining hemostasis untuk pasien tersebut. Untuk
penanganan sementara, dokter memberikan obat hemostatik terhadap pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana morfologi, fisiologi, dan histologi dari trombosit?
2. Bagaimana mekanisme trombopoiesis?
3. Bagaimana hemostasis normal dan abnormal serta patofisiologinya?
4. Apa sajakah kelainan trombosit?
5. Bagaimanakah mekanisme terjadinya gejala klinis pada penyakit yang diderita oleh pasien?
6. Apakah hubungan umur, jenis kelamin, dan faktor genetik pada penyakit yang diderita oleh
pasien?
7. Mengapa dokter melakukan skrining hemostasis dan terapi farmakologi?
8. Bagaimana langkah penegakan diagnosis banding dalam kasus ini? (Anamnesis dan
pemeriksaan penunjang)
9. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan penyakit dalamkasus ini?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui morfologi, fisiologi, dan histologi dari trombosit.
2. Mengetahui mekanisme trombopoiesis.
3. Mengetahui hemostasis normal dan abnormal beserta patofisiologinya.
4. Mengetahui berbagai macamkelainan trombosit.
5. Mengetahui mekanisme terjadinya gejala klinis pada penyakit yang diderita oleh pasien.
6. Mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, dan faktor genetik pada penyakit yang diderita
oleh pasien
7. Mengetahui indikasi dokter melakukan skrining hemostasis dan terapi farmakologi.
8. Mengetahui langkah penegakan diagnosis banding dalamkasus ini.
9. Mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan penyakit dalamkasus ini.
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami dasar-dasar dari ilmu hematologi.
2. Mahasiswa mampu memahami beberapa penyakit yang disebabkan oleh kelainan trombosit.
3. Mahasiswa mampu memahami dasar teori mendiagnosis serta tatalaksana kasus penyakit
yang berkaitan dengan kelainan trombosit.

BAB II
STUDI PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah
Khitan adalah pengangkatan semua atau sebagian preputium (lipatan kulit
penutup) penis pria. (Dorland, 2011)
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular, disertai
penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya
darah dari tubuh. (Price, 2003)
Trauma adalah keadaan fisik atau psikis yang disebabkan oleh luka atau cedera.
(Dorland, 2011)
Skrining hemostasis adalah suatu keadaan untuk mengetahui penyebab dari
kesalahan perdarahan (Hillman et al, 2005; Lichtman et al, 2007)
Obat hemostatik adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan
perdarahan. Obat-obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang meliputi
daerah yang luas. (Gunawan, 2007)
Memar adalah jejak pada suatu bagian tanpa kerusakan kulit. (Dorland, 2011)

B. Studi Pustaka
Trombosit
J umlah normal trombosit di dalam darah, yaitu 150 450 x 10
3
/uL. 2.5 u. Berumur
710 hari. Diproduksi di sumsum tulang melalui fragmentasi sitoplasma megakariosit.
J adi trombosit ini bukan sel, melainkan hanya pecahan sitoplasma megakariosit saja.
Diameter trombosit berkisar antara 2-4 nm, volumenya 7 fl (5-8 fl). Hitung trombosit
antara 150-400 x 10
9
/ l, sedagkan umur trombosit berkisar antara 7-10 hari. Kira-kira
sepertiga dari jumlah trombosit yang dikeluarkan dari summsum tulang tertangkap di
limpa normal, namun pada kondisis splenomegali masif, jumlah ini bisa meningkat
hingga 90%. Produksi trombosit diatur oleh hormon trombopoietin yang diproduksi oleh
hepar dan ginjal. (IPD, 2009)
Megakariosit berfungsi sebagai sel induk trombosit, yang mana akan matur dan
kemudian mengalami fragmentasi membentuk trombosit. Satu megakariosit bisa
menghasilkan 4000 trombosit. Produksi trombosit dikendalikan oleh mekanisme humoral
yaitu hormon Trombopoietin Trombopoietin ini disintesis oleh hati sebanyak 90% &
sisanya (10%) diproduksi di ginjal. (Ini berkebalikan dengan eritropoietin. Pada
eritropoietin, 90% di ginjal, 10% di hati). Trombosit berperan dalam adhesi, sekresi, dan
agregasi, sehingga nantinya berperan dalam hemostatis primer yaitu pembentukan sumbat
trombosit. Pada penampang di mikroskop elektron, trombosit yang normal / belum aktif
(kiri) dindingnya terlihat licin, tidak terlalu cekung, sama seperti eritrosit yaitu tidak
punya inti (karena dia bukan sel), tapi tetap mempunyai organel :
- granula,
- mitokondria (utk pembentukan energi),
- membran punya sistem mikrotubulus.
- Glikoprotein (terutama Ib/IX dan IIb/IIIa)
Prekursor megakariosit-megakarioblast muncul melalui proses diferensiasi dari sel
induk hemopoietik. Megakriosit mengalami pematangan dengan replikasi ini
endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan
lobus inti. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya, sitoplasma menjadi granular,
dan trombosit dilepaskan. Tiap megakariosit bertanggung jawab menghasilkan sekitar
4000 trombosit. Trombopoietin adalah pengatur utama prroduksi trombosit yang
dihasilkan di hati dan ginjal, dan reseptor trombosit terhadap trombopoietin adalah C-
MPL. Fungsi dari trombopoietin sendiri adalah meningkatkan jumlah dan kecepatan
maturasi megakariosit. (Hoffbrand et.al, 2005)
Struktur Trombosit
Secara ultrastruktur, trombosit terdiri atas :
1. Zona perifer, yang terdiri atas glikokalik yaitu suatu membran ekstra yang
terletak di bagian paling luar dan di dalamnya terdapat membran plasma, serta
lebih dalam lagi terdapat sistem kanal terbuka.
2. Zona sol-gel, yang terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem tubulus padat
(berisi nukleotida adenin dan kalsium). Selain itu juga terdapat trombostenin
yaitu suatu protein penting untuk fungsi kontraktil.
Zona organela, yang terdiri atas granula padat, mitokondria, granula alfa, dan organela
(lisosom dan retikulum endoplasmik). Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida
adenin, serotonin, katekolamin, dan faktor trombosit. Sedangkan granula alfa berisi dan
melepaskan fibrinogen, PDGF (platelet derivat growth factor), enzim lisosom. (IPD, 2009)
Morfologi dan fisiologi trombosit
Platelet (disebut juga trombosit) berbentuk cakram kecil dengan diameter 1 sampai 4
mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat
besar dalam susunan hematopoietik dalam sumsum; megakariosit pecah menjadi trombosit
kecil, baik di sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika
memasuki kapiler. Konsentrasi normal trombosit dalam darah ialah antara 150.000 sampai
300.000 per mikroliter.
Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sel lengkap, walaupun tidak
mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Di dalam sitoplasmanya terdapat faktor-faktor
aktif seperti (1) molekul aktin dan miosin, (2) sisa-sisa RE dan aparatus golgi, (3)
mitokondria dan sistem enzim yan g mampu membentuk ATP dan ADP, (4) sistem enzim
yang mensintesis prostaglandin, (5) faktor stabilitas fibrin, (6) faktor pertumbuhan (growth
factor).
Di permukaan membran trombosit terdapat lapisan glikoprotein yang mencegah
pelekatan dengan endotel normal dan justru menyebabkan pelekatan dengan daerah dinding
pembuluh yang cedera, terutama pada sel-sel endotel yang cedera, dan bahkan melekat pada
jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam pembuluh. Selain itu membran mengandung
banyak fosfolipid yang mengaktifkan berbagai tingkat dalam proses pembekuan darah.
(Guyton, 2007)

Endotel
Endotel yang intact (utuh) resisten terhadap pembentukan thrombus. Maksudnya,
endotel ini memiliki aktivitas antitrombotik / antikoagulan. Endotel memiliki beberapa efek,
yaitu :
1. Efek Antitrombosit
Membran endotel yang intak bermuatan negative dan ini merupakan barrier
(penghalang) terhadap matrix subendotel sehingga mencegah adhesi trombosit.
Endotel menghasilkan substansi berupa PGI-2 & NO yang mencegah adhesi trombosit
2. Efek Fibrinolitik
Ada sel lain yang memproduksi Tissue-plasminogen activator (t-PA) yang berfungsi
dalam aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini nanti akan melisiskan
fibrin.
3. Efek Antikoagulan
Menghasilkan substansi-substansi lain, seperti:
- Heparin like-molecules & thrombomodulin membran
- Inaktivasi trombin & beberapa faktor koagulasi
Di lain sisi, endotel juga mempunyai aktivitas protrombik/ prokoagulan, yaitu :
1. Menghasilkan vWF (vonWillebrand factor) bersama megakariosit
Faktor ini penting untuk:
- Adhesi trombosit pada kolagen/ permukaan lain &
- Agregasi trombosit satu sama lain
2. Menghasilkan Tissue factor atau faktor 3 yang distimulasi oleh
cytokine (TNF, IL-1). Faktor ini berperan dalam mengaktivasi jalur koagulasi
ekstrinsik. (Dian, 2010)
Histologi Guyton, 2011)
Dinding pembuluh darah ada 3 lapisan:
1. Tunika Intima: terdiri dari selapis endotel yang bersentuhan langsung dengan darah
yang mengalir dari lumen, dan selapis jaringan elastin berpori yang disebut membran
basalis.
2. Tunika Media: Terdiri dari sel-sel otot polos, jaringan elastin, proteoglikan,
glikoprotein, dan jaringan kolagen.
Dalam keadaan biasa, jumlah jaringan elastin yang membentuk tunika media
aorta dan pembuluh darah besar lainnya lebih menonjol dibandingkan otot polosnya.
Sebaliknya, di 15 pembuluh darah arteri lebih banyak dijumpai sel otot polos yang
membentuk tunika medianya. Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas
bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatakan bahwa di dalam
arteriol jaringan ikat dari tunika adventitia menjadi lebih dominan. Dalam dinding
kapiler pembuluh darah, tidak didapatkan lagi lapisan tunika media dan yang ada
adalah lapisan sel endotel.
Pada sistem venosa, komponen tunika jumlahnya jauh lebih sedikit
dibandingkan sistem arterial. Tunika media tidak begitu berkembang dan hanya
terdapat pada vena cava dan pembuluh darah vena besar lainnya. Pada vena-vena
kecil dan venula, hanya jaringan ikat tuna adventitia yang lebih dominan. Oleh karena
itu, sistem venosa lebih mudah mengalami dilatasi yang ireguler dan menampung
pembuluh darah lebih besar.
3. Tunika Adventitia: bertindak sebagi pelindung dan terdiri dari banyak jaringan ikat,
saraf otonom, dan pembuluh darah limfe serta vasa vasorum.
Kapiler
- Merupakan sel endotel
- Terdapat 2 jenis: Fenestra dan Kontinyu.
- Fungsi: Pertukaran bahan secara difusi melalui ruang antar sel.
Arteri
1. Arteriol
Tunika Intima: Selapis endotel, J aringan sub endotel tipis, Sabut elastis belum
berupa membrana elastika
Tunika media: 2 5 lapis sel otot polos
2. Arteri Kecil
Tunika Intima: Selapis endotel, jaringan sub-endotel tidak jelas, memrana
elastika interna tida jelas
Tunika Media: 40 lapis sel otot polos
Tunika Adventitia: Membrana elastika belum tampak, terdiri atas jaringan ikat
kendur yang mengandung sabut-sabut elastis yang teranyam kendur.
3. Arteri Sedang
Tunika Intima: Selapis endotel dan memrana elastika interna jelas
Tunika Media: Lapisan otot polos sangat tebal (Arteri muscular)
Tunika Adventitia: J aringan ikat kendur dan terdapat membrana elastika
eksterna
4. Arteri Besar
Tunika Intima: endotel terdiri atas epitel selapis pipih, sub endotel terdiri atas
jaringan fibroelastis, terdapat anyaman sabut elastis bila lapisannya tebal,
merupakan bentukan berkelok-kelok seperti cacing yang terdiri atas kumpulan
sabut-sabut elastis.
Tunika Media: otot polos 40 60 lapis berselang-seling dengan membran
terfenestrasi
Tunika Adventitia: Terdapat vasa dan nervi vasorum.


Vena
- Dinding tipis, tekanan 1/10 dari arteri
- J aringan elastis konstan karena aliran darah konstan
- Terdapat banyak katup
- Mudah direnggangkan sehingga dapat berfungsi sebagai reservoir
- Dinding tampak kendur
- Tunika media tidak berkembang
- Tunika adventitia lebih tebal dan dominan
1. Venula
a. Tunika intima: Selapis endotel
b. Tunika media: Tipis, 1 3 otot polos
c. Tunika adventitia: Relatif Tebal
2. Vena kecil dan Vena Sedang: Diagnosis vena tergantung arteri pasangannya
3. Vena Besar:
a. Tunika intima: Selapis endotel, jaringan sube ndotel agak tebal, kadang
sabut otot polos membujur
b. Tunika media: Tipis, kadang tidak ada
c. Tunika adventitia: Paling tebal, otot polos membujur. Tidak terdapat
membrana elastika eksterna
Fisiologi
- Menjamin keadekuatan suplai ateri yang dibutuhkan jaringan,
mendistribusikannya, dan membuang zat sisa metabolisme
- Sebagai tempat mengalirnya darah dari jantung ke seluruh jaringan tubuh dan
sebaliknya
Arteri:
Berfungsi sebagai J alur cepat (Diameter besar dan resistensi rendah) aliran darah
dari jantung ke jaringan, serta sebagai reservoir tekanan (menghasilkan gaya
pendorong saat jantung relaksasi).
Kapiler:
Berfungsi sebagai tempat pertukaran zat secara difusi antara darah dan jaringan.
Hal ini bisa terjadi karena dinding kapiler hanya terdiri dari selapis endotel. Aliran
darah di kapiler paling lambat karena total luas penampang kapiler paling besar.
Vena:
Berfungsi sebagai reservoir darah dan jalan kembali ke jantung. Kapasitas vena
bergantung pada distensibilitas dinding vena dan semua pengaruh tekanan
eksternal yang memeras vena. Tekanan vena biasanya sangat rendah, misal di
vena cava hanya mencapai 4 -5 mmHg. Kecepatan aliran di Vena kecil dan venula
kontinyu, sedangkan di vena sedang dan besar terjadi fluktuasi aliran darah
kembali. Aliran balik vena merupakan volume darah yang masuk ke tiap atrium
per menit dari vena, dipengaruhi beberapa faktor eksternal. Vena memiliki katup
yang memungkinkan aliran darah hanya searah menuju jantung. Rangkaian
arteriol-kapiler-venula disebut mikrosirkulasi/Terminal Vascular Bed
Hemostasis
Tubuh manusia sering mengalami robekan kapiler halus dan terkadang memutus
pembuluh darah yang lebih besar. Tubuh mampu menghentikan perdarahan dari pembuluh
halus tetapi tidak mampu mengendalikan perdarahan dari pembuluh darah besar tanpa
bantuan eksternal. Pengendalian perdarahan terjadi dalam dua proses yaitu pembentukan
sumbatan trombosit diikuti pembentukkan bekuan darah. Proses ini bersifat interdependen
dan terjadi berurutan satu sama lain dalam rangkaian proses yang cepat. Pengendalian proses
perdarahan inilah yang disebut denngan hemostasis.
Langkah-langkah hemostasis:
1. Hemostasis primer, terdiri atas trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostasis
primer karena yang pertama terlibat dalam proses penghentian perdarahan bila terjadi
luka atau trauma. Hemostasis primer dimulai dengan vasokontriksi pembuluh darah dan
pembentukan trombosit plak menutup luka dan menghentikan perdarahan. Vasokontriksi
menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat pada daerah yang luka atau trauma.
Keadaan ini akan mempermudah trombosis pada reseptor trombosis Gp I b menempel
pada subendotel pembuluh darah (adhesi) dengan perantaraan faktor von Willebrand.
Trombosit yang teraktivasi ini menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap
menerima ligan fibrinogen dan fibrinogen menghubungkan trombosit yang berdekatan
satu lain dan kemudian terjadi agregasi trombosit dan membentu plak trombosit yang
menutup luka/trauma. Sumbatan bersifat sementara (temporer). Proses ini kemudian
diikuti proses hemostasis sekunder.
2. Hemostasis sekunder, terdiri atas faktor pembekuan dan anti pembekuan. Hemostasis
sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik dan intrinsik. J alur
ekstrinsik yaitu jaringan yang terlepas terikat pada FVII dan menyebabkan FVII menjadi
aktif. FVIIa mengaktifkan FX menjadi Fxa dna bersama FV dan PF3 membentuk
kompleks protrombinase. Selain mengaktifkan FX, FVIIa juga mengaktifkan FIX
menjadi FIXa dalam jalur intrinsik. Kompleks protrombinase akan mengaktifkan
protrombin menjadi trombin dan trombin akan memecahkan fibrinogen menjadi fibrin.
Fibrin akan menggantikan sumbat trombosit sampai terjadi penyembuhan luka. Migrasi
dan proliferasi sel terjadi pada jaringan yang rusak untuk penyembuhan luka.
3. Hemostasis tersier, yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifakn dan menjadi lisis dari fibrin
dan endotel menjadi utuh. Pada umumnya proses penyembuhan berlangsung dalam
waktu 14 hari. (IPD, 2009)

Mekanisme Hemostasis
1. Konstriksi pembuluh darah
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau ruptur, dinding pembuluh darah yang
rusak itu sendiri menyebabkan otot polos dinding pembuluh berkontraksi; sehingga
dengan segera aliran darah dari pembuluh yang ruptur berkurang. Kontraksi terjadi
akibat dari (1) spasme miogenik lokal, (2) faktor autakoid lokal yang berasal dari
jaringan yang terkena trauma dan platelet darah, dan (3) berbagai refleks saraf.
2. Pembentukan sumbat platelet
Bila luka pembuluh darah berukuran sangat kecil; setiap hari terbentuk banyak
lubang yang sangat kecil di seluruh tubuh-lubang itu biasanya ditutup oleh sumbat
platelet, bukan oleh bekuan darah.
Pada waktu trombosit bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak,
terutama dengan serabut kolagen di dinding pembuluh, trombost mulai membengkak;
bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari
permukaannya protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan
pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit itu menjadi
lengket sehingga melekat pada kolagen dalam jaringan dan pada protein yang disebut
faktor von Willebrand yang bocor dari plasma menuju jaringan yang trauma;
trombosit menyekresi sejumlah besar ADP; dan enzim-enzimnya membentuk
tromboksan A2. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang
berdekatan, dan karena sifat lengket dari trombosit tambahan ini maka akan
menyebabkannya melekat pada trombosit semula yang sudah aktif.
Dengan demikian, pada setiap lokasi dinding pembuluh darah yang luka, dinding
pembuluh yang rusak menimbulkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya
terus meningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak lagi trombosit
tambahan, sehingga membentuk sumbat trombosit.
3. Pembekuan darah pada pembuluh yang ruptur
Bekuan mulai terbentuk dalam waktu 15 sampai 20 detik bila trauma pada dinding
pembuluh sangat hebat, dan dalam 1 sampai 2 menit bila traumanya kecil. Zat-zat
aktivator dari dinding pembuluh darah yang rusak, dari trombosit, dan dai protein-
protein darah yang melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak, akan
mengawali proses pembekuan darah.
4. Pembentukan jaringan fibrosa atau penghancuran bekuan darah
Setelah bekuan darah terbentuk, dua proses berikut dapat terjadi: (1) bekuan dapat
diinvasi oleh fibroblas, yang kemudian membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan
tersebut, atau (2) dapat juga bekuan itu dihancurkan. Biasanya bekuan yang terbentuk
pada luka kecil di dinding pembuluh darah akan diinvasi oleh fibroblas, yang mulai
terjadi beberapa jam setelah bekuan itu terbentuk (dipermudah, paling tidak oleh
faktor pertumbuhan yang disekresi oeh trombosit). Hal ini berlanjut sampai terjadi
pembentukan bekuan yang lengkap menjadi jaringan fibrosa dalam waktu kira-kira 1
sampai 2 minggu.
Sebaliknya, bila sejumlah besar darah merembes ke jaringan dan terjadi bekuan yang
tidak dibutuhkan, zat khusus yang terdapat dalam bekuan itu sendiri menjadi
teraktivasi. Zat ini berfungsi sebagai enzim yang menghancurkan bekuan itu. (Guyton,
2007)
Peran trombosit dalam hemostasis
Trombosit berperan penting dala kedua proses hemostasis. Trombosit dalam keadaan normal
bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah tanpa menempel di sel-sel endotel vaskular.
Akan tetapi, dalam beberapa detik setelah terjadi kerusakan suatu pembuluh, trombosit
tertarik ke daerah tersebut sebagai respons terhadap kolagen yang terpajan di lapisan
subendotel pembuluh darah yang rusak. Trombosit melekat ke protein tersebut (disebut faktor
von Willebrand) yang menunjukkan adanya kerusakan permukaan pembuluh dara, dan
mengeluarkan beberapa zat kimia vasoaktif, termasuk serotonin dan ADP. Serotonin
menyebabkan vasokonstriksi, yang membantu penurunan aliran darah ke area luka sehingga
membatasi perdarahan. Serotonin dan zat kimia lainnya termasuk ADP, juga akan
menyebabkan trombosit berubah bentuk dan menjadi lengket, dimulai dengan proses
pembentukan yang disebut sumbat atau plak trombosit di dalam pembuluh darah yang rusak.
Trombosit lainnya ditarik ke area luka dan selanjutnya membentuk sumbatan. Tromboksan
A2 dihasilkan dari trombosit dan membantu menarik lebih banyak trombosit ke daerah luka.
Fibrinogen, adalah suatu protein plasma yang bersirkulasi, menghubungkan antara area yang
terpajan dengan trombosit, menciptakan suatu jembatan untuk membantu menstabilisasi
sumbatan yang terbentuk. Sumbat trombosit tersebut akan menambal luka, dan bila terdapat
defisiensi salah satu faktor yang terlibat akan menyebabkan perdarahan berlebihan.

Agregasi trombosit (Kapita selekta hematologi Hoffbrand)
ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak trombosit yang
beragregasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trombosit membengkak dan
mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat satu sama lain.
Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan lebih lanjut terhadap ADP dan tromboksan
A2. Umpan balik positif ini menyebaban pembesaran sumbat trombosit.

Bekuan darah
Sumbat trombosit menjadi bekuan sejati seiring dengan pembesaran ukuran dan menghambat
sirkulasi eritrosit dan makrofag. Keseluruhan bekuan distabilkan dan diperkuat jaringan
serabut fibrin yang dihasilkan dari serabut fibrinogen. Produksi fibrin yang stabil merupakan
langkah akhir pada komponen lain yang penting dalam hemostasis disebut kaskade
koagulasi.

Reaksi koagulasi
o Terdapat total 13 protein yang terlibat dalam jalur koagulasi.
o Pada kebanyakan kondisi fisiologis, proses koagulasi pertama kali melalui jalur eksterinsik
kemudian memperkuat jalur intrinsik. Kedua jalur ini pada akhirnya bekerja sama dan
perfungsi dengan pengaktifan salah satu protein, yaitu faktor X yang bertanggung jawab
merngubah protrombin menjadi trombin. Trombin adalah katalis kunci yang mengatur
perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan menyebabkan koagulasi.

Pembatasan fungsi trombosit
Penimbunan trombosit yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke
jaringan yang memanjang atau mengakibatkan sumbatan menjadi sangat besar sehingga
terlepas dari tempat semula dan mengalir ke hilir sebagai embolus, yang menyumbat aliran ke
hilir. Untuk mencegah itu, maka sel-sel endotel terdekat yang tidak cedera melepas zat lain
yang dapat membatasi lamanya agregasi trombosit. Zat utamnya adalah prostaglandin I2
yang juga disebut prostasiklin dan oksidanitrat, yang merupakan vasodilator penting.
(Elizabeth, 2009)

Protein C dan protein S
Trombin yang berikatan dengan reseptor permukaan sel endotel yaitu trombomodulin
membentuk kompleks yang akan mengaktifkan protein C yang merupakan preotease serin
tergantung vitamin K, yang mempu menghancurkan faktor V dan VIII yang aktif, sehingga
mencegah pembentukan trombin lebih lanjut. Kerja protein diperkuat oleh protein S, yaitu
suatu protein lain yang bergantung pada vitamin K, yang mengikat protein C pada permukaan
trombosit. Selain itu protein C juga meningkatkan fibrinolisis.

Pemeriksaan Fungsi Hemostasis
1. Hitung darah dan pemeriksaan sediaan hapus darah
Trombositopenia sering merupakan penyebab perdarahan abnormal, oleh karena itu pada
pasien yang diduga menderita kelainan perdarahan, pertama kali harus dilakukan
pemerkisaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain untuk
memastikan adanya trombositopenia, tindakan ini juga mungkin dapat menemukan
penyebabnya, misal leukemia akut.
2. Uji skrining pembekuan darah
Memungkinkan penilaian terhadap sistem ekstrinsik dan intrinsik pembekuan darah dan
juga perubahan sentral fibrinogen menjadi fibrin.
a. Waktu Protrombin (PT) mengukur faktor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Nilai
normal 10-14 detik, dan nilai ini sering di diekspresikan sebagai INR (international
normalized ratio)
b. aPTT mengukur faktor VII, IX, XI, dan XII, selain faktor V, X, protrombin, dan
fibrinogen. Nilai normalnya 30-40 detik.
c. Perpanjangan dari PT dan aPTT yang disebabkan karena defisiensi faktor koagulasi
dapat dikoreksi dengan penambahan plasma normal ke dalam plasma yang diperiksa.
Apabila tidak dapat dikoreksi atau hanya sebagian tekoreksi, dicurigai kemungkinan
adanya inhibitor koagulan.
d. Waktu trombin (TT) cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya
hambatan terhadap trombin. Nilai normalnya antara 14-16 detik.
3. Pemeriksaan khusus faktor-faktor pembekuan
Sebagian besar pemeriksaan faktor didasarkan pada protrombin time atau masa
protrombin, termasuk juga misalnya fibrinogen, faktor vW, dan faktor VIII. Pada
pemeriksaan ini semua faktor kecuali faktor yang akan diukur terdapat dalam plasma
substrat. Ini biasanya memerlukan pasokan plasma dari pasien. Efek koreksi plasma yang
diperiksa terhadap masa pembekuan plasma substrat defisien yang menunjang kemudian
dibandingkan efek koreksi plasma normal. Hasilnya diinyatakan sebagai persentase
terhadap aktivitas normal.
4. Masa perdarahan
Adalah pemeriksaan yang berguna untuk fungsi trombosit yang abnormal. Pemeriksaan
ini meliputi pemasangan dan pemompaan manset tekanan darah pada lengan atas, setelah
itu dibuat insisi kecil pada permukaan fleksor kulit lengan bawah. Perdarahan normalnya
berhenti 3-8 menit.
5. Pemeriksaan fungsi trombosit
Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai
agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan agen eksternal, sedangkan
agregasi sekunder berasal dari agen internal dari trombosit sendiri. Agen agregasi yang
sering digunakan misalnya : ADP, kolagen, ristosetin, asam arakidonat, dan adrenalin.
6. Pemeriksaan fibrinolisis
Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan
memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa teknik immunologik digunakan untuk
mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen.
(Hoffbrand, 2009)

Mekanisme Pembekuan Darah Klasik


Granula mengandung serotonin vasokonstriktor yang kuat, faktor adenosin difosfat (ADP),
fibrinogen, faktor von Willebrand, faktor III dan IV, kalsium dan enzim. Faktor ini
dilepaskan dan diaktifkan akibat respons terhadap cedera.
Faktor Pembekuan Plasma :
I =Fibrinogen (prekursor fibrin)
II = Protrombin (prekursor enzim proteolitik trombin dan akselerator pada konversi
protrombin )
III =Tromboplastin (aktivator lipoprotein jaringan pada protrombin )
IV =Kalsium
V =Akselarator plasma darah
VII =Akselerator konversi protrombin serum
Ca
2+
, F X, F VII
Faktor X Faktor X aktif
Faktor IX aktif
Fibrin
Faktor IX
Ca
2+
, PF
3
, Faktor VIII
Ca
2+
, Faktor IV
Jala stabil
Fibrinogen
Trombin Protrombin
Tromboplastin jar.
(Faktor III)
Karusakan jaringan
Pembuluh darah
rusak
Permukaan benda
asing
Faktor XI
Faktor XII Faktor XII aktif
Faktor XI aktif
Ca
2+
Faktor V
PF
3
Faktor XII
VIII =Globulin Anti hemofilik ( AHG )
IX =Faktor Christmas (aktivitas protrombin )
X =Faktor Stuart Power (PTA)
XI =Pendahulu Tromboplastin Plasma (PTA)
XII =Faktor Hageman
XIII =Faktor penstabil fibrin
Semua faktor protein plasma berada dalam sirkulasi darah, kecuali faktor III dan IV. Setiap
faktor merupakan enzim pemecah protein yang akan mengaktivasi prokoagulan selanjutnya,
kecuali I, V, VIII, XIII. Semua faktor disintesis di hati, kecuali faktor VIII, XI, XIII. Vitamin
K penting untuk disintesis oleh faktor II, VII, IX, X (Price et.al, 2003)

Kaskade Koagulasi Baru/Selular (Adams dan Bird, 2009; Ruseva dan Dimitrova, 2011)
Dibagi menjadi Insiasi, Amplifikasi, Propagasi, dan Fibrinolisis.

Inisiasi:

Penemuan bahwa paparan darah terhadap sel mengekspresikan Tissue Factor (TF) pada
permukaan sel adalah diperlukan untuk menginisiasi koagulasi darah in vivo. Dimulai dari
platelet inaktif dan FII,V,VIII,IX,X,XI dan juga inhibitor: Tissue Factor Pathway Inhibitor
(TFPI) dan Antithrombin III (ATIII). Proses koagulasi dicegah dengan cara memisahkan dua
tipe sel hingga sebuah luka menyebabkan aktivasi koagulasi. Dalam seketika, di regio yang
terbatas, sel intra dan ekstravaskular akan kontak. Inisiasi koagulasi dalam sel ber-TF, sudah
diterima secara umum bahwa koagulasi diinisiasi oleh TF secara in vivo. Sel yang
mengekspresikan TF normalnya ditemukan di luar vaskulatur dan untuk mencegah inisiasi
dari koagulasi ketika kondisi normal. Beberapa sel yang berkoagulasi juga dapat
mengekspresikan TF di permukaan memrannya, namun TF ini inaktif dalam keadaan normal
dan kegunaannya tidak jelas. Seketika setelah terjadi luka dan darah terpapar pada sel yang
membawa TF, FVIIa secara cepat berikatan dengan TF yang terpapar. Adalah FVIIa satu-
satunya protein koagulasi yang secara rutin bersirkulasi di dalam darah secara aktif dan
inaktif (1% aktif). Kompleks FVIIa/TF mengaktivasi FVII tambahan dan sedikit FIX dan FX.
FXa berasosiasi dengan kofaktor, FVa, untuk membentuk kompleks prothrombinase di
permukaan sel yang membawa TF. FV dapat diaktivasi dengan Fxa atau protease non
koagulan. Semua Fxa yang berdisosiasi dari sel pembawa TF secara cepat diinhibisi di fase
fluida oleh TFPI dan ATIII. J adi, adanya inhibitor ini secara aktif melokalisasi aktivitas Fxa
di permukaan dimana ia dibentuk. Fxa tidak dapat ke permukaan sel lain melalui fase fluida.
Kebalikannya, FIXa dapat berpindah dari sel pembawa TF dimana ia dibentuk menuju
platelet atau permukaan lain, karena tidak dihambat TFPI dan diinhibisi ATIII dengan sangat
lambat. Aktivitas rendah dari jalur TF terus berlanjut di jarak ekstravaskular. Oleh arena itu,
FVII mungkin berikatan dengan TF ekstravaskular mensi tidak ada luka, dan FX serta FIX
dapat diaktivasi ketika mereka lewat. Ide ini konsisten dengan temuan bahwa aktivasi level
rendah dari peptida faktor koagulasi muncul di darah normal. Hal ini disebut koagulasi basal
dan tidak menjadikan pembentukan gumpalan karena banyaknya komponen proses koagulasi
(trombosit dan FVII/vWF) yang tetap ada di ruang vaskuler. Progres koagulasi diatas
pembuatan sedikit thrombin ada ketika hanya inisiasi ketika luka membuat platelet dajn
protein besar keluar dari ruang vaskuler. TF diekspresikan banyak jaringan, terutama pada
otak, jantung, paru-paru, ginjal, testis, dan plasenta,

Amplifikasi: Pengubahan thrombin ekstrinsik menjadi intrinsik
Pada fase amplifikasi, FIXa dengan kofaktor teraktivasi, FVIIIa, membuat sebuah kompleks
tenase faktor intrinsik FIXa/FVIIIa. Ketika ditempelkan ke permukaan membran (Secara
optimal pada platelet, namun juga pada mikropartikel, endotel, dan sel lain) dengan adanya
kalsium. Pembentukan kompleks tenase intrinsik diperlukan untuk derajat amplifikasi dari
proses penggumpalan yang dibutuhkan untuk hemostasis, dengan meningkatkan produksi
FXa (Pembuatan 50 -100 kali lebih banyak daripada yang diproduksi TF/FVIIa) dan
dipercepat oleh produksi thrombin. Efisiensi reaksi dari kompleks tenase (FIXa/FVIIIa) dan
kompleks prothrombinase (FXa/FVa) diperkuat oleh co-lokalisasi atas membran fosfolipid
dengan adanya kalsium, melalui banyak urutan magnitude. Semua faktor yang teraktivasi
akan membuat loop umpan balik positif, yang akan menyebabkan pembuatan thrombin secara
cepat sampai cukup untuk membentuk gumpalan yang stabil. Thrombin beraksi atas platelet
melalui interaksinya dengan reseptor platelet GpIb yang bekerja sebagai scaffolding, yang
menyebabkan dapat terjadinya interaksi dengan komponen membran platelet lain, seperti
protease-activated protein-1 (PAR-1), yang akan menyebabkan degranulasi dari granula-a
dan ekspresi membran FVa, dan juga aktibasi dari reseptor GpIIb/IIIa. Hal ini akan bekerja
sebagai pemerkuat agregasi platelet, juga menyediakan permukaan fosfolipid bermuatan
negatid, dengan paparan dari fosfatidilserin (PS) dari dalam ke luar membran sel, yang akan
muncul sebagai akibat dari aktivasi enzim seperti lipid scramblase, yang ikut berperan dalam
regulasi asimetri dari membran. Thrombin juga membuat peningkatan kadar FVIIIa, dengan
pembebasan FVIII dari komplesnya dengan vWF, dan juga aktivasi FXI menjadi FXIa, yang
melokalisasi ke permukaan platelet dan menyebabkan aktivasi lanjutan terhadap enzim jalur
intrinsik. Trombosit yang ikut adalah kemungkinan besar yang ikut pada hemostatik plug
awal, dan akan diaktivasi oleh kolagen lokal di tempat luka vaskular. Platelet COAT
(Collagen and Thrombin Stimulated) diperkirakan juga memperkuat potensi pembuatan
thrombin, karena kekuatan yang telah diperkuat untuk mengikat kompleks tenase daan
prothrombinase. Mereka juga ditempatkan untuk pembuatan efektif thrombin jumlah besar
dalam fase amplfikasi dan propagasi. Kombinasi dari semua aksi ini akan secara efisien
meningkatkan kadar thrombin yang dibuat.
Propagasi: Pembuatan Thrombin dengan deposisi Fibrin
Propagasi bergantung pada rekrutmen dari platelet teraktivasi di lokasi luka, untuk
memberikan lokalisasi yang baik atas komponen-komponen yang dibutuhkan untuk
pembuatan optimal dari thrombin, termasuk kompleks tenase intrinsik, kompleks
prothrombinase, kalsium, dan permukaan fosfolipid untuk secara efisien melakukan co-
lokalisasi atas emua komponen ini. Reaksi ini bergantung pada jumlah trombosit pada angka
yang cukup dan dengan potensial untuk aktivasi termediasi thrombin. Hasil Thrombin Burst
akan berakhir pada pembuatan fibrin dari fibrinogen untuk memproduksi gumpalan fibrin
stabil. Monomer coalesce fibrin soluble menjadi gel fibrin polimer, dan aksi dari FXIIIa,
diaktivasi oleh thrombin, secara kovalen cross-link dengan fibrin, untuk membentuk jaringan
fibrin stabil. Thrombin yang dihasilkan juga mengaktivasi Thrombin-activatable Fibrinolysis
Inhibitor (TAFI) yang berguna untuk menjaga gumpalan dari fibrinolisis dimediasi plasmin.
TAFI secara proteolitik memecah residu lisin dari gumpalan fibrin, yang akan melepas situs
perngikatan dari plasminogen menjadi fibrin dan akan mengurangi efektivitas dari lisis
gumpalan dimediasi plasmin.



Gambar II. 1&2: Overview Kaskade Koagulasi Terbaru Dan Detailnya (Diadaptasi dari: Adams dan
Bird, 2009). Penjelasan: II.2: 3 Fase Koagulasi: (1) Paparan TF subendotel mengakibatkan pembentukan
dari kompleks tenase ekstrinsik, dengan kombinasi FVIIa. Sedikit FIXa, FXa, dan thrombin terbentuk.
(2) Amplifikasi: Pembentukan Kompleks Tenase Intrinsik dan Prothrombinase pada fosfatidilserin
permukaan membran trombosit, dengan pembentukan thrombin meningkat. (3) Propagasi: Thrombin
Burst berakhir di pembentukan secara faali dari cross-linked fibrin dengan kadar yang dibutuhkan,
menyebabkan gumpalan stabil.

Fibrinolisis: Sebuah Resolusi
Fibrinolis penting untuk melepas penggumpalan yang dibentuk oleh aktivasi dari
mekanisme hemostasis, di situasi yang diperlukan dan pada thrombosis patologis erta
artherosklerosis, yang berkaitan dengan deposisi dari fibrin intravaskuler. Prinsip mediator
dari fibrinolisis adalah plasmin, yang merusak fibrin di lisin spesifik dan residu arginin, yang
menyebabkan produksi dari degradasi fibrin. Plasmin diproduksi oleh penghancur proteolitik
dari plasminogen tersirkulasi dengan dua efektor utama, Tissue-type plasminogen activator
(t-PA), yang dilepas dari sel endotel sebagai respon terhadap protrhombin dan oklusi vena,
dan Urokinase-type plasminogen activator (u-PA), yand disekresi sebagai prourokinase, dan
diaktivasi oleh plasmin dan faktor kontal (kininogen, prekallikrein, dan FXIII). Aktivator-
ativator dari fibrinolisis diatur oleh Plasminogen Activator Inhibitor (PAI), yang muncul pada
kelebihan darah yang banyak pada darah yang mengalir, yang menyebabkan kompleks
aktivasi dengan t-PA dan u-PA, menjadi sebuah rate-limiting factor untuk menentukan
banyaknya konversi plasmin.

KELAINAN HEMOSTASIS DAN TROMBOSIT
Trombositopenia
Trombositopenia adalah keadaan pada saat jumlah trombosit dalam sirkulasi darah berada di
bawah normal (Dorland 1998). J adi, jika terjadi perdarahan akan sulit dihentikan, karena
darah sulit membeku. Penyebab umum trombositopenia antara lain ialah kegagalan produksi
trombosit yang merupakan kegagalan sumsum tulang belakang. Hal ini umumnya disebabkan
oleh toksisitas obat atau infeksi virus. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh peningkatan
destruksi/konsumsi trombosit karena reaksi autoimun, infeksi, purpura pascatransfusi, dan
induksi obat seperti heparin; distribusi trombosit abnormal pada splenomegali; dan
kehilangan akibat dilusi pada transfusi darah simpan dalam jumlah sangat besar pada pasien
dengan perdarahan. Hal ini disebabkan trombosit tidak stabil pada suhu penyimpanan 4 C
sehingga jumlahnya dapat menurun drastis bila darah disimpan lebih dari 24 jam (Hoffbrand
et al. 2005). Trombositopenia yang disebabkan virus di antaranya terjadi pada penderita DBD
dan tifus. (repository.ipb.ac.id, 2013)

Trombositosis
Trombositemi/trombositosis adalah peningkatan jumlah trombosit di atas 350000/mm3 atau
400000/mm3. Terdapat 3 kelainan utama penyebab trombositemi, yaitu : kelainan klonal
(Trombositemi esensial/primer dan kelainan mieloproliferatif lain), familial (mutasi
trombopoietin) dan trombositosis reaktif terhadap berbagai penyebab akut dan kronis.
Trombositemi primer sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan hematologi
pada penderita yang asimtomatis. Trombositemi esensial pertama kali dilaporkan oleh di
Guglielmo pada tahun 1920 dan Epstein dan Goedel pada tahun 1934. Pada saat itu,
Trombositemi esensial dianggap merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang lain
(Polisitemia vera, Lekemi mielositik kronik, Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia).1,2
Pada tahun1960, Trombositemi esensial ditentukan sebagai suatu penyakit mieloproliferatif
yang berbeda.1 Pada makalah ini akan dibicarakan definisi, patofisiologi, kriteria diagnostik,
terapi, komplikasi dan prognosis Trombositemi esensial. (pustaka.unpad.ac.id, 2013)

Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked
resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, dimana terjadi
defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B).
Biasanya bermanifestasi pada anak laki-laki namun walaupun jarang, hemofilia pada wanita
juga telah dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai karier hemofilia. Secara
imunologis, hemofilia dapat memiliki varian-varian tertentu. Diagnosis Hemofilia dapat
dilakukan dengan antara lain: deteksi karier, manifestasi klinis dan uji lab. (digilib.unsri.ac.id,
2013)
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima
yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara
normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan
sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses
pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka
memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika
penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut,
pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat
membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti
perdarahan pada otak.
Hemofilia A dan B
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
- Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :

- Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan
faktor pembekuan pada darah.
- Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama :
- Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama
Steven Christmas asal Kanada
- Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein
pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

Bagaimana ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi?
Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari
jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang
terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2).
Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah
tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan
perdarahan.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh
tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman
(benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga
darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

Gambar II.3

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh
tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar
pembuluh.



Gambar II.4

Seberapa banyak penderita hemofilia ditemukan ?
Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi
sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan,
yaitu 1 di antara 50.000 orang.

Siapa saja yang dapat mengalami hemofilia ?
Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.
Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah
pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia)
Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan,
akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama
kelahirannya.

Tingkatan Hemofilia
Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah
Berat Kurang dari 1% dari jumlah normalnya
Sedang 1% - 5% dari jumlah normalnya
Ringan 5% - 30% dari jumlah normalnya

Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX
kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali
perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab
yang jelas.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia
berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah
raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami
masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau
mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami
perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.



Penyakit Von Willebrand
Apa itu penyakit Von Willebrand ?
Penyakit Von Willebrand (vWD) adalah kelainan perdarahan yang paling banyak diderita
orang.
Faktanya, ia bukan penyakit tunggal, tetapi penyakit keluarga.J enis penyakit ini
disebabkan oleh masalah Von Willebrand Factor (vWF). Ini adalah protein dalam darah
yang diperlukan untuk pembekuan darah. Gen yang membuat vWF bekerja pada dua jenis
sel yaitu :
- Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah dan
- trombosit
J ika tidak terdapat cukup vWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik, maka dalam
proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama.

Bagaimana darah dapat membeku dalam keadaan normal ?
Dalam tubuh darah diangkut dalam pembuluh darah. J ika ada cedara jaringan, terjadi
kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada
dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong.
Atau ia dapat rusak di bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam.
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap trombosit
berukuran garis tengah kurang dari 1/10,000 centimeter. Terdapat 150 to 400
miliar trombosit dalam 1 liter darah normal. Trombosit mempunyai peranan
penting untuk menghentikan perdarahan dan memulai perbaikan pembuluh
darah yang cedera.
J ika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah
yang normal.
Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.
Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah yang luka.
Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak. Ini
disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang
mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk
sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini disebut agregasi trombosit.
Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya bekuan
darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada

permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin.
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand )
bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade koagulasi (Lihat
Gambar II.5.)


Gambar II.5a. cascade koagulasi normal Gambar II.5b. cascade koagulasi hemofilia

Bagaimana Penyakit Von Willebrand terjadi pada proses pembekuan darah normal ?
vWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah.
Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von
Willebrand (vWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal.
Akibatnya vWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar
daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding
pembuluh darah.
Pada tahap ke 4, vWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu protein yang
dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam
jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama.

Seberapa sering penyakit Von Willebrand ditemukan ?
Dokter sekarang berpendapat bahwa vWD dapat mengenai 1 diantara 100 orang. Karena
banyak orang - orang ini hanya mengalami perdarahan ringan, maka hanya sejumlah kecil
yang tahu bahwa dirinya membawa pernyakit ini.

Siapa saja yang dapat terkena penyakit Von Willebrand ?
Penyakit Von Willebrand dapat mengenai pria dan wanita. Namun, karena banyak wanita
dengan vWD mengalami perdarahan haid yang banyak dan perdarahan lama setelah
melahirkan, lebih banyak wanita yang mempunyai gejala dibandingkan pria.
Anak - anak juga dapat menderita vWD. Mereka dilahirkan dengan penyakit ini. Hal ini
karena lala adalah kelainan yang diturunkan.

Dapatkah vWD diturunkan dari orang tua ke anaknya ?
Ya, jika salah satu dari kedua orang tua punya vWD, mereka dapat menurunkan penyakit ini
ke anak - anaknya.

Mengapa disebut penyakit Von Willebrand ?
Nama ini adalah nama seorang dokter Finlandia , Erik Von Willebrand, yang pertama kali
menguraikan kondisi ini pada 1925. Ia menyadari bahwa penyakit ini tidak sama dengan
hemofilia, yang dalam kondisi beratnya jatuh pada laki - laki.

Dalam keadaan bagaimana penyakit Von Willebrand dikatakan berat ?
Ini tergantung pada jenis penyakit. Untunglah ada pengobatan yang efektif untuk semua jenis
vWD.
Apa lagi, beberapa peneliti menemukan bahwa " ... vWD ringan dapat bermanfaat bagi
kesehatan . " Para peneliti berkata demikian di karenakan vWD membuat trombosit lebih
sulit untuk saling melekat. Sehingga seseorang dengan vWD akan lebih sedikit mengalami
sumbatan pembuluh darah, sebagai penyebab serangan jantung atau stroke. (hemofilia.or.id.,
2013)

Diagnosis dan diagnosis banding
Salah satu cara untuk menentukan diagnosis suatu kelainan pada pembekuan darah
adalah dengan tes pembekuan darah.
1. Waktu perdarahan
Bila ujung jari atau cuping telinga ditusuk dengan jarum tajam, perdarahan
biasanya berlangsung 1-6 menit. Lama perdarahan sangat tergantung pada dalamnya
luka dan derajat hiperemia di jari atau cuping telinga pada saat tes dilakukan. Waktu
perdarahan akan memanjang bila kekurangan salah satu faktor pembekuan, dan akan
sangat memanjang bila kekurangan trombosit.


2. Waktu pembekuan
Caranya bervariasi, namun yang paling banyak dipakai adalah dengan
menempatkan darah dalam tabung gelas reaksi yang bersih, kemudian
menggoyangkan tabung itu setiap 30 detik sampai terbentuk bekuan. Dengan cara ini
waktu pembekuan normal adalah 6 sampai 10 menit.
Waktu pembekuan sangat bervariasi, bergantung pada metode yang digunakan, jadi
waktu pembekuan tidak digunakan lagi pada banyak klinik.
3. Waktu protrombin
Waktu protrombin memberi petunjuk tentang kadar protrombin dalam darah.
Metode untuk menentukan waktu protrombin:
Darah yang diambil dari pasien segera diberi oksalat agar tidak ada protrombin yang
berubah menjadi trombin. Kemudian, sejumlah besar ion kalsium dan faktor jaringan
dicamour secara cepat ke dalam darah oksalat. Kalsium yang berlebihan
menghilangkan efek oksalat, dan faktor jaringan mengaktifkan reaksi protrombin
menjadi trombin melalui jalur pembekuan ekstrinsik. Waktu yang diperlukan untuk
terjadinya pembekuan disebut waktu protrombin. Pendeknya wakt ditentukan
terutama oleh kadar protrombin. Waktu protrombin normal kira-kira 12 detik.
Semakin tinggi kadar protrombin dalam darah, semakin kecil waktu protrombin.
(Guyton, 2007)
Farmakologi Obat Hemostatik (Dewoto, 2011)
Hemostatik terbagi menjadi dua yaitu Hemostatik Lokal dan Hemostatik Sistemik

1. Hemostatik Lokal
Yang termasuk dalam golongan ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan mekanisme hemostasisnya.
a. Hemostatic Serap
Hemostatik serap (absorbable hemostatics) menghentikan perdarahan dengan
pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat-serat yang
mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan ang
berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing, trombosit akan pecah dan
membebaskan factor ang memulai proses pembekuan darah. Hemostatic golongan
ini berguna untuk mengatasi perdarahan ang berasal dari pembuluh darah kecil
saja, misalnya kapiler, dan tidak efektif untuk menghentikan perdarahan arteri
atau vena yang tekanan intravaskularnya cukup besar. Termasuk kelompok ini
antara lain spons gelatin, oksisel (selulosa oksida) dan busa fibrin insani (human
fibrin foam). Spons gelatin dan oksisel dapat digunakan sebagai penutup luka
yang akhirnya akan diabsorpsi. Hal ini menguntungkan karena tidak memerlukan
penyingkiran yang memungkinkan perdarahan ulang, seperti yang terjadi pada
penggunaan kain kasa. Untuk absorpsi yang sempurna dari kedua zat ini
diperlukan waktu sampai 6 jam. Selulosa oksida dapat mempengaruhi regenerasi
tulang dan dapat mengakibatkan pembentukan kista bila digunakan jangka
panjang pada patah tulang. Selain itu karena dapat menghambat epitelisasi,
selulosa oksida tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang. Busa
fibrin insani yang berbentuk spons, setelah dibasahi, dengan tekanan sedikit dapat
menutup dengan baik permukaan yang berdarah.

b. Astringen
Zat ini bekerja local dengan mengendapkan protein darah sehingga perdarahan
dapat dihentikan. Sehubungan dengan cara penggunaannya, zat ini dinamakan
juga styptic. Yang termasuk kelompok ini antara lain feri klorida, nitras argenti,
asam tanat. Kelompok ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler,
tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan vasokonstriktor yang digunakan
local.

c. Koagulan
Obat kelompok ini pada penggunaan local menimbulkan hemostasis dengan
dua cara, yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi thrombin dan
secara langsung menggumpalkan fibrinogen.
Activator protrombin. Ekstrak yang mengandung activator protrombin dapat
dibuat antara lain dari jaringan otak yang diolah secara kering dengan asetat.
Beberapa racun ular memiliki pula aktivitas tromboplasin ang dapat menimbulkan
pembekuan darah. Salah satu contoh adalah Russells viper venom yang sangat
efektif seagai hemostatic local dan dapat digunakan umpamamya umtuk alveolus
gigi yang berdarah pada pasien hemophilia; untuk tujuan ini kapas dibasahi
dengan larutan segar 0.1% dan ditekankan ke dalam alveolus sehabis ekstraksi
gigi.
Trombin. Zat ini tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaan
local. Sediaan ini tidak boleh disuntikkan IV, sebab segera menimbulkan
pembekuan dengan bahaya emboli

d. Vasokonstriktor
Epinefrin dan norepinefrin berefek vasonkonstriksi, dapat digunakan untuk
menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan. Cara penggunaannya ialah
dengan mengoleskan kapas yang telah dibasahi dengan larutan 1:1000 tersebut
pada permukaan yang berdarah.
Vasopresin, yang dihasilkan oleh hipofisis pernah digunakan untuk mengatasi
perdarahan pasca-bedah persalinan, tetapi banyak efek samping dan tealah
ditinggalkan penggunaannya. Namun perkembangan terakhir menunjukkan
kemungkinan kegunaannya kembali bila disuntikkan lansung ke dalam korpus
uteri untuk mencegah perdarahan yang berlebih selama operasi korektif
ginekologik.


2. Hemostatik Sistemik
Dengan memberikan transfuse darah, seringkali perdarahan dapat dihentikan dengan
segera. Hal ini terjadi karena pasien mendapatkan semua factor pembekuan darah yang
terdapat dalam darah transfuse. Keuntungan lain dari transfuse ialah perbaikan volume
sirkulasi. Perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi factor pembekuan darah tertentu dapat
diatasi dengan mengganti/memberikan factor pembekuan yang kurang.

a. Faktor Antihemofilik (Faktor VIII) dan Cryoprecipitated Antihemophilic Factor
Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada pasien
hemophilia A (defisiensi factor VIII yang sifatnya herediter) dan pada pasien yang darahnya
mengandung penghambat factor VIII. Cryoprecipitated antihemophilic factor didapat dari
plasma donor tunggal dan kaya akan factor VIII, fibrinogen dan protein plasma lain. Akan
tetapi jumlah factor VIII yang dikandung bervariasi dan hal ini berbeda dengan preparat
konsentrat factor antihemofilik yang mengandung factor VIII dalam jumlah baku. Selain
untuk pasien hemophilia A, cryoprecipitated antihemophilic factor juga dapat digunakan
untuk pasien dengan penyakit von Willebrand, penyakit herediter yang selain terdapat
defisiensi factor VIII juga terdapat gangguan suatu factor plasma yaitu kofaktor ristosetin
yang penting untuk adhesi trombosit dan stabilitas kapiler. Kofaktor ristosetin ini biasanya
hilang selama proses pembuatan sediaan konsentrat factor antihemofilik.
Efek samping. Cryoprecipitated antihemophilic factor mengandung fibrinogen dan
protein plasma lain dalam jumlah yang lebih banyak dari sediaan konsentrat factor VIII,
sehingga kemungkinan terjadinya reaksi hipersensitivitas lebih besar pula. Efek samping lain
yang dapat timbul pada penggunaan kedua jenis sediaan ini ialah hepatitis virus, anemia
hemolitik, hiperfibrinogenemia, menggigil dan demam.
Posologi. Kadar factor antihemofilik 20-30% dari normal yang diberikan IV biasanya
diperlukan untuk mengatasi perdarahan pada pasien hemophilia. Biasanya hemostasis dicapai
dengan dosis tunggal 15-20 unit/kgBB. Pada pasien hemophilia sebelum operasi diperlukan
kadar antihemofilik sekurang-kurangnya 50% dari normal dan pacabedah diperlukan kadar
20-25% dari normal untuk 7-10 hari.
b. Kompleks Faktor IX
Sediaan ini mengandung factor II, VII, IX, dan X, serta sejumlah kecil protein plasma lain
dan digunakan untuk pengobatan hemophilia B, atau bila diperlukan factor-faktor yang
terdapat dalam sediaan tersebut untuk mencegah perdarahan. Akan tetapi karena ada
kemungkinan timbulnya hepatitis, preparat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien
nonhemofilia. Efek samping lain adalah thrombosis, demam, menggigil, sakit kepala,
flushing, dan reaksi hipersensitivitas berat (syoh anafilaksis)
Posologi. Kebutuhan tergantung dari keadaan pasien. Perlu dilakukan pemeriksaan
pembekuan sebelum dan selama pengobatan sebagai petunjuk untuk menentukan dosis. Satu
unit/kgBB meningkatkan aktibitas factor IX sebanyak 1.5%. Selama fase penyembuhan
setelah operasi diperlukan kadar factor IX 25-30% dari normal.
c. Desmopresin
Desmopresin merupakan vasopressin sintetik yang dapat meningkatkan kadar factor VIII
dan vWf untuk sementara. Peningkatan kadar factor pembekuan tersebut paling besar terjadi
pada 1-2 jam dan menetap sampai dengan 6 jam. Pemberian lebih sering dari tiap 2 atau 3
hari dapat menurunkan respons terapeutik.
Obat ini diindikasikan untuk hemostatic jangka pendek pada pasien dengan defisiensi
factor VII yang ringan sampai sedang dan pada pasien penyakit von Willebrand tipe 1.
Efek samping antara lain sakit kepala, mual, flushing, sakit dan pembengkakak pada
tempat suntikan. J uga dilaporkan terjadinya peningkatan tekanan darah yang ringan dan harus
hati-hati penggunaannya pada pasien hipertensi dan penyakit arteri koronaria. Obat ini sering
digunakan IV dengan dosis 0.3 ug secara infus dalam waktu 15-30 menit.
d. Fibrinogen
Sediaan ini hanya digunakan bila dapat ditentukan kadar fibrinogen dalam darah pasien
dan daya pembekuan yang sebenarnya. Fibrinogen mungkin diberikan pada pasien sebagai
plasma, cryoprecipitate factor VII, atau konsentrat factor VIII (lyophilized).
e. Vitamin K
Sebagai hemostatic, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat menimbulkan
efek, sebab vitamin K harus merangsang pembentukan factor-faktor pembekuan darah
lebih dahulu
f. Asam Aminokaproat
Asam Aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari activator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan factor
pembekuan darah lain oleh karena itu asam aminokaproat dapat membantu mengatasi
perdarahan berat akibat fibrinolysis yang berlebihan. Dugaan adanya fibrinolysis yang
berlebihan dapat didasarkan atas hasil tes labolatorium berupa TT dan PT yang memanjang,
hipofibrinogenemia atau kadar plasminogen yang menurun. Akan tetapi beberapa dari hasil
laboratorium di atas biasanya didapatkan pula pada pasien DIC, yang merupakan
kontraindikasi pemberian asam aminokaproat, karena dapat menyebabkan pembentukan
thrombus yang mungkin bersifat fatal. Oleh karena itu asam aminokaproat hanya digunakan
untuk mengatasi perdarahan fibrinolysis berlebihan yang bukan disebabkan oleh DIC. Bila
terdapat keraguan, kriteria untuk membedakan kedua keadaan tersebut adalah hitung
trombosit, tes parakoagulasi protamine dan lisis bekuan euglobulin. Pada DIC: hitung
trombosit menurun, tes parakoagulasi protamin positif dan lisis bekuan euglobulin normal.
Pada fibrinolysis primer : hitung trombosit normal, tes parakoagulasi protamin negative dan
lisis bekuan euglobulin berkurang. Tetapi fibrinolysis jarang terjadi tersendiri, biasanya
terjadi sekunder akibat DIC.
Mekanisme Gejala Klinis Pada Skenario
a. Memar
Seseorang bisa mudah memar karena kerapuhan kapiler dalam kulit. Cedera kecil
pada kapiler dapat menyebabkan darah merembes dan membentuk bintik bintik merah
pada kulit (petechiae) atau bercak ungu kebiruan (purpura).
Tanda biru dan hitam pada memar pada kulit yang memar ditimbulkan oleh adanya bekuan
darah deoksigenasi di dalam kulit, namun darah ini akan segera dibersihkan oleh plasmin
diikuti oleh sel fagositosik sebagai pembersih. Plasmin diaktifkan oleh faktor XII.
Fungsi Plasmin :
1. Mencegah pembentukan bekuan darah yang berlebihan
2. Membersihkan bekuan (Lauralee, 2011)
b. Perdarahan tidak berhenti
Perdarahan Tidak berhenti dapat disebabkan oleh banyak hal. Penjelasan lebih lanjut
lihat pada Bagian Diagnosis dan Diagnosis Banding.
c. Hubungan perdarahan, memar, dan trauma
Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas dinding
pembuluh darah, yang memungkinkan darah keluar. Keadaan ini paling sering disebabkan
oleh trauma eksternal seperti cedera yang pernah kita alami yang disertai memar. Perubahan
warna pada memar disebabkan oleh darah yang terkumpul dalam ruang interstisial jaringan
yang terkena trauma. Dinding pembuluh darah dapat pecah sebagai akibat suatu penyakit
serta trauma. (Price et.al, 2003)
Hubungan Usia, Jenis Kelamin, dan Faktor Genetik
Usia menentukan pada kadar pengobatan. J ika pada pasien pediatri/ geriatri
pengobatan harus diperpanjang dan dosis dikurangi. Perdarahan pada pasien geriatri pun akan
lebih berat karena kemampuan untuk homeostasis sudah berkurang. Bahkan pada pasien
geriatri dibutuhkan sebuah anamnesis yang lebih komprehensif, termasuk obat-obatan yang
sudah pernah dikonsumsi. Pada pasien produktif semua jenis terapi dapat dilakukan secara
optimal karena kondisi tubuh dalam keadaan paling tinggi (South-Paul et al, 2007). J enis
kelamin mempengaruhi pada diagnosis, jika terjadi pada perempuan, maka Hemofilia dapat
disingkirkan, karena hemofilia pada perempuan bersifat lethal.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Etiologi kesalahan pada perdarahan (Lichtman et al, 2007)
Tabel II.1 Kesalahan perdarahan berdasarkan mutasi gen (Diadaptasi dari: Licthman, 2007)

Defisiensi Gene Uku
ran
Gen
Jumlah mutasi berdasarkan tipe Jum
lah
Tota
l
Prom
oter
Miss
ense
Nons
ense
Splic
ing
Insertion/
Deletion
Gros
s
delet
ion
Prothrom
bin
Prothro
mbin
20.3 33 2 2 5 42
Faktor V Faktor
V
72.3 11 8 5 14 38
Faktor VII Faktor
VII
14.2 7 85+2
*
8 17 14 133
Faktor X Faktor
X
26.7 47+1
*
5 5 2 60
Faktor XI Faktor
XI
22.7 27 11 7 8 53
Faktor
XIII
Faktor
XIII A
176.
6
29 4 10 14 1 58
Faktor
XIII
Faktor
XIII B
28.0 1 1 2 4
Kombinasi
Faktor V
and VIII
LMAN
1
(ERGI
C-53)
29.4 1 3 4 10 18
Combined
Faktors V
and VIII
MCFD
2
13.9 2 2 3 7
Faktor
Vitamin K
dependen
-
glutam
yl
carbox
ylase
12.4 2 2

Faktor
Vitamin K
dependen

Vitami
n K
epoxide
reducta
se

1

1

*= Kodon pembentuk awal
Pendekatan klinis (Hillman et al, 2005; Lichtman et al, 2007):
Evaluasi pada pasien dengan tendensi perdarahan sangat umum dalam bidang kedokteran
klinis. Diperlukan identifikasi dari elemen kunci atas riwayat pasien dan pemeriksaan fisik
serta integrasi dengan data pemeriksaan lab dan manuver terapeutik.
Evaluasi Klinis:

5 W:
- Who: umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga atas keabnormalan perdarahan
- When: Asosiasi apapun dengan keadaan penyakit seperti trauma, operasi, atau obat
yang dimakan harus diidentifikasi. Detail waktu atas onset dan bagaimana perdarahan
juga penting.
- Where: Tempat perdarahan, apakah di kulit, atau mukus, atau traktus GI, organ padar,
otot, atau sendi harus diidentifikasi.
- What: Karakteristik fisik dari perdarahan, terutama pada perbedaan hemorrhage
kapiler dan purpura, ekimosis, dan pembentukan hematoma yang terlihat dengan
perdarahan pembuluh besar, harus dideskripsikan.
Tabel II.2: Klasifikasi Perdarahan (Diadaptasi dari: Lichtman et al, 2007)

Tipe
Mayor
Kelainan Contoh
Didapat Thrombocytopenias Autoimmune and alloimmune, drug-induced,
hypersplenism, hypoplastic (primary, suppressive,
myelophthisic), DIC, thrombotic thrombocytopenic
purpura
Liver diseases Cirrhosis, acute hepatic failure, liver
transplantation, thrombopoietin deficiency
Renal failure
Vitamin K deficiency Malabsorption syndrome, hemorrhagic disease of
the newborn, prolonged antibiotic therapy,
malnutrition, prolonged biliary obstruction
Hematologic disorders Acute leukemias (particularly promyelocytic),
myelodysplasias, monoclonal gammopathies,
essential thrombocythemia
Acquired antibodies
against coagulation
factors
Neutralizing antibodies against factors V, VIII, and
XIII, accelerated clearance of antibody-factor
complexes, e.g., acquired von Willebrand disease,
hypoprothrombinemia associated with
antiphospholipid antibodies
Disseminated Acute (sepsis, malignancies, trauma, obstetric
intravascular
coagulation
complications) and chronic (malignancies, giant
hemangiomas, missed abortion)
Drugs Antiplatelet agents, anticoagulants, antithrombins,
and thrombolytic, myelosuppressive, hepatotoxic,
and nephrotoxic agents
Vascular Nonpalpable purpura ("senile," solar, and factitious
purpura), use of corticosteroids, vitamin C
deficiency, child abuse, thromboembolic, purpura
fulminans; palpable-purpura (Henoch-Schnlein,
vasculitis, dysproteinemias), amyloidosis
Diturunkan Deficiencies of
coagulation factors
Hemophilia A (factor VIII deficiency), hemophilia
B (factor IX deficiency), deficiencies of fibrinogen
factors II, V, VII, X, XI, and XIII and von
Willebrand disease
Platelet disorders Glanzmann thrombasthenia, Bernard-Soulier
syndrome, platelet granule disorders.
Fibrinolytic disorders
2
-Antiplasmin deficiency, plasminogen activator
inhibitor-1 deficiency

Vascular Hemorrhagic telangiectasias
Connective tissue
disorders
Ehlers-Danlos syndrome


Berbasis dengan data-data ini, dapat hampir selalu ditentukan penyebab perdarahan. Pasien
dengan malignansi hematologis atau yang sedang menjalani kemoterapi dosis tinggi
mempunyai risiko tinggi atas trombositopenia berat. Sebaliknya, pada pasien yang diberi
warfarin dapat dicurigai memiliki produksi faktor koagulan dependen vitamin K. pasien
dengan penyakit hepar memiliki risiko defisiensi multifaktor dan juga defek pada struktur
fibrinogen dan fungsinya. Untuk koagulopati kongenital, absensi dari penyakit komplikasi
atau paparan obat antikoagulan dapat menjurus pada defek keturunan. Namun demikian,
bertanya tentang derajat mudah memar dianggap sebagai pertanyaan tidak berguna karena
derajat mudahnya kememaran sulit untuk diukur, meski oleh diri sendiri.

Pendekatan Pada Pasien

Tabel II.3 Evaluasi Pasien dengan kelainan perdarahan (Diadaptasi dari Hillman et al,
2005)
Step
1:
Masalah trombosit?
Trombositopenia atau defek pada
fungsi platelet
Platelet count
Bleeding time
Step
2:
Defisiensi Faktor tunggal?
Faktor VII, VIII, IX, X, V, XI,
fibrinogen
PT, aPTT
Step
3:
Defisiensi Faktor multipel?
Vitamin K deficiency, liver disease,
warfarin
PT, aPTT, TT
Faktor assays
Step
4:
Antikoagulan yang bersirkulasi?
Heparin, Faktor VIII or IX
antibody, lupus anticoagulant
aPTT with 1:1 mix
aPTT with polybrene
TT
Reptilase time
Step
5:
Koagulopati konsumtif?
TTP, HUS, vasculitis, sepsis,
obstetrical complication, trauma,
liver disease
DIC screen:
Platelet count, PT, aPTT, TT, fibrinogen,
antithrombin III,
2
-antiplasmin, D-Dimer
assay, blood smear review


Step 1: Masalah trombosit?
Hemorrhage petechial (timbulnya bintik merah kecil) adalah hal pertama yang harus
diperhatikan dalam kelainan pltelet. J ika trombositopenia dan defek fungsional sudah berat,
akan terjadi pula mudah memar, perdarahan mukosa, epistaksis, menometorraghia
(Perdarahan uterus yang lama dan berlebihan), dan kecenderungan merembesnya darah pada
pembuluh kecil ketika operasi. Tes screening laboratorik pada orang dengan kecurigaan defek
platelet adalah hitung trombosit, dan dengan platelet normal adalah bleeding time untuk
evaluasi fungsi. Perdarahan tidak merefleksikan beratnya trombositopenia pada penderita.
Pada pasien normal, trombosit <10.000/mL tidak akan menyebabkan perdarahan hebat, lain
halnya dengan pasien sepsis, malignansi, dan kelainan obstetrik <20.000/mL pun dapat
menyebabkan perdarahan hebat.
Bleeding Time adalah tes konvensional paling baik untuk mengecek fungsi trombosit,
namun tidak untuk skrining atau pemeriksaan rutin, oleh karena itu pemeriksaan ini hanya
untuk pasien dengan riwayat perdarahan yang condong pafa defek herediter fungsi platelet,
seperti pasien yang memiliki lala.

Step 2: Apakah pasien memiliki koagulopati turunan, defisiensi faktor tunggal?
Pasien dengan kekurangan faktor berat, misal hemofilia FVIII dan FIX, biasanya akan
datang dengan riwayat sering berdarah dimulai dari lahir dan berlanjut hingga dewasa. Ketika
defisiensi kurang berat maka pasien akan melaporkan riwayat perdarahan aneh setelah trauma
atau operasi, hemarthrosis yang tidak dapat dijelaskan, atau hematoma otot. Terbalik
dibandingkan pasien defek platelet, individu dengan kekurangan faktor sulit untuk
mendapatkan purpura, hemarthrosis, hematoma, dan perdarahan pembuluh besar.
Pemeriksaan PT dan aPTT adalah yang paling baik. Kedua pemeriksaan ini harus
dilihat secara berpasangan. Bila PT secara signifikan memanjang dan aPTT normal, maka
pasien mengalami defisiensi FVII. Bila aPTT memanjang dan PT normal, maka defisiensi
FVIII atau FIX. Interpretasi pemeriksaan ini hanya valid pada pasien dengan riwyat klinis
tidak menerima obat antikoagulan, dan yang tidak memiliki penyakit hepar atau koagulopati
konsumtif. PT sangat sensitif meskikarena pengurangan faktor yang sangat kecil. Karena itu,
PT memanjang dan aPTT normal adalah tipikal pada pasien yang memiliki terapi warfarin
atau penyakit hepar. Sebaliknya, apTT lebih sensitif pada heparin dan antikoagulan yang
tersirkulasi yang jarang memanjangkan PT. kemungkinan ini harus disingkirkan terlebih
dahulu sebelum menentukan diagnosis defisiensi faktor tunggal .

Step 3: Apakah pasiem memiliki defisiensi beberapa faktor koagulasi vitamin K
dependen?
Penyakit hepar dan terapi warfarin secara tipikal memproduksi defisiensi faktor
multipel berhubungan dengan jalur ekstrinsik dan intrinsik. Pasien dengan penyakit hepar
berat juga dapat memperlihatkan defek dari produksi fibrinogen dari jumlah dan fungsinya.
Oleh karena itu, penting untuk melihat riwayat malnutrisi, malabsorbsi vitamin K, ingesti
coumarin, atau gejala dan tanda dari penyakit hepar.
J enis perdarahan juga dapat dijadikan petunjuk. J ika pada defisiensi faktor tunggal,
hemorrhage petechial tidak didapatkan, pasien biasanya memperlihatkan kombinasi mudah
memar, purpura meluas, dan perdarahan membran mukosa/traktus GI. Pada pasien dengan
penyakit hepar sering didapatkan perdarahan GI atas dramatis.
PT, aPTT, TT, dan Fibrinogen Assay adalah kunci tes laboratorikuntuk identifikasi
defisiensi faktor multipel. PT sangat sensitif terhadapat reduksi kecil faktor K-dependen
( FVII, FIX, FX, dan FII (prothrombin)). Kekurangan vitamin K akan menyebabkan PT
sangat panjang dan aPTT agak panjang/normal. Mirip dengan pasien yang memiliki penyakit
hepar stadium awal dan yang menerima warfarin. Sebaliknya, pada pasien dengan penyakit
hepar berat memperlihatkan PT, aPTT, dan TT yang memanjang. Latter merefleksikan
disfibronegemia dan pembentukan produk breakdown fibrinogen dan fibrin sebagai inhibitor
TT. Pada pasien penyakit hepar sangat berat juga akan menimbulkan discrepancy antara
assay von Clauss fibrinogen yang mendeteksi fibrinogen yang dapat berkoagulasi dan assay
imunologis dari fibrinogen total.

Step 4: Apakah ada antikoagulan dalam sirkulasi?
Antikoagulan dalam sirkulasi dapat menjelaskan mengapa pasien cenderung
mengalami perdarahan. Administrasi Heparin dan adanya FVIII dan FIX secara spontan akan
menyebabkan perdarahan abnormal. Pada kedua keadaan tersebut, aPTT memanjang. Namun,
pemanjangan aPTT bisa juga karena antikoagulan lupus (seperti pada sindrom antifosfolipid).
Namun, antikoagulan lupus tidak menyebabkan perdarahan, lebih kepada thrombosis arterial
atau vena. Ketika ada antikoagulan lupus, aPTT biasanya memanjang lebih daripada PT.
Pemanjangan aPTT karena heparin bisa diperbaiki oleh agen netralisasi polybrene. Adanya
atikoagulan lupus atau inhibitor FVIII dapat dikonfirmasi dengan adanya kagagalan aPTT
untuk normal setelah pencampuran 1:1 antara plasma pasien dan plasma normal yang
seharusnya dapat memperbaiki aPTT secara parsial atau penuh. Antikoagulan lupus dapat
dideteksi oleh koreksi aPTT dengan penambahan fosfolipid berlebih. Spesifisitas dari
inhibitor terhadap FVII atai FIX dapat ditentukan dengan pencampuran plasma pasien dengan
plasma normal dan plasma defisiensi faktor spesifik.

Step 5: Apakah pasien memiliki Koagulopati Konsumtif?
Tergantung dari proses penyakit, pasien dapat menunjukkan konsumsi atau aktivasi
platelet yang tinggi dalam kaskade koagulasi keseluruhan. Mikrotrombi dengan tanda dan
gejala kerusakan organ multipel, biasanya, ren, otak, dan kulit, biasanya dengna kondisi
seperti pupura trombositopenik trombosit (TTP), sindrom hemolitik uremik (HUS), dan
beberapa vaskulitis. Trombositopenia sekunder karena konsumsi platelet adalah paling berat
pada TTP dan lebih ringan pada HUS atau vaskulitis. Fragmentasi eritrosit (skistositosis dan
LDH meningkat) adalah kondisi tip-off adanya kondisi mikroangiopati.

Full-blown disseminated intravascular coagulation (DIC) sering dilihat pada pasien pasca
trauma mayor dengan sepsis atau komplikasi obstetri, yaitu koagulopati pada apsien dengan
penyakit kritis. Biasnaya pasien mengalami perdarahan meluas, termasuk purpura, merembes
karena needle puncture dan tempat masuknya kateter, perdarahan membran mukus dan GI,
sera perdarahan hebat karena operasi.
Tabel II.4: Manifestasi Klinis dan asosiasinya dengan kelainan hemostasis spesifik
(Diadaptasi dari: Lichtman et al, 2007)

Manifestasi Klinis Kelainan Hemostasis
Mucocutaneous bleeding Thrombocytopenias, platelet dysfunction, von
Willebrand disease
Cephalhematomas in newborns,
hemarthroses, hematuria, and
intramuscular, intracerebral and
retroperitoneal hemorrhages
Severe hemophilias A and B, severe deficiencies of
factor VII, X, or XIII, severe type 3 von Willebrand
disease, afibrinogenemia
Injury-related bleeding and mild
spontaneous bleeding
Mild and moderate hemophilias A and B, severe
factor XI deficiency, moderate deficiencies of
fibrinogen and factors II, V, VII, or X, combined
factors V and VIII deficiency,
2
-antiplasmin
deficiency

Bleeding from stump of umbilical
cord and habitual abortions
Afibrinogenemia, hypofibrinogenemia,
dysfibrinogenemia, or factor XIII deficiency
Impaired wound healing Factor XIII deficiency
Facial purpura in newborns Glanzmann thrombasthenia, severe
thrombocytopenia
Recurrent severe epistaxis and
chronic iron deficiency anemia
Hereditary hemorrhagic telangiectasias





Gambar II.6-II.9: Algoritma hasil pemeriksaan laboratorium (Diadaptasi dari Lichtman et al,
2007)
Diagnosis Definitif dan Tatalaksana

Evaluasi rutin pasien adalah suatu rencana yang cukup untuk tatalaksana awal, dan
pasti dibutuhkan untuk pasien kritis dengan perdarahan yang mengancam jiwanya. Pada
trombositopenia berat atau defek fungsional platelet atay keduanya harus diberikan transfusi
trombosit pada situasi gawat darurat. Pada defisiensi faktor tunggal pun seperti ini dengan
adinistrasi faktor yang bersangkutan yang telah dimurnikan atau dengan plasma beku segar.
Tatalaksana dengan vitamin K dan plasma beku segar juga dapat efektif pada pasien dengan
defisiensi multipel dari faktor K-dependen yang terjadi karena coumadin atau penyebab lain.
Untuk pasien DIC, terapi efektif tergantung pada kemampuan dokter untuk mengambil
kontrol atas kelainan klinis yang mendasari koagulopati konsumtif. Ketika kondisi tersebut
terkontrol, maka pasien DIC akan merespon baik untuk selanjutnya dilakukan penggantian
platelet, fibrinogen, dan faktor koagulasi, penggunaan protein C teraktivasi dapat
mengameliorasi DIC dan meningkatkan sruvival rate pasien.
Tatalaksana jangka panjang dibutuhkan diagnosis dari kondisi pasien, diagnosis ini
membutuhkan konsultan hematologi dan laboratorium referensi hemostasis.
Beri FVIII dan F christmas (IX) I.V. 20 unit/kg untuk penanganan awal, alasannya
adalah untuk tatalaksana awal jika terjadi hemofilia dan tidak ada indikasi perdarahan hingga
sendi, jika ada perdarahan hingga sendi tidak disarankan langsung menggunakan transfusi
faktor koagulasi. (Karena pasien Pediatri, 8 th, maka: menggunakan rumus:
umu
12 + umu
x Josis Jcwoso =(8/12+8 dari dosis dewasa); atau dapat diukur dari BB dengan
rumus BB/60 x Dosis dewasa) dan aprotinin karena setelah pembedahan (dosis sangat kecil)
(Katzung, 2007).
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan cara melihat penyakit yang diderita serta pengaruh
genetiknya. J ika penderita mengalami Hemofilia yang mempunyai kelainan genetik pada
kromosom seks X, maka harus diberikan edukasi terhadap orang tuanya untuk lebih berhati-
hati terhadap seluruh anak laki-lakinya. Namun, jika penderita menderita vWD yang
menurun secara autosomal resesif, maka tidak hanya pada keluarga inti, namun juga perlu
diberikan konsultasi kepada keluarga besar.








BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Sang anak tidak dapat langsung didiagnosis penyakitnya, antara vWD dan
Hemofilia A/B karena belum keluar hasil laboratorium dan skrining hemostasisnya.
Namun untuk pemberian awal disarankan langsung memberikan transfusi FIX dan
FVIII sebagai tatalaksana awal Hemofilia, sebab jika kecurigaan Hemofilia terbukti
akan meningkatkan morbiditas jika tidak langsung diterapi. Setelah itu, harus
dilakukan sebuah edukasi terhadap pasien dan orang tuanya, termasuk gaya hidup dan
edukasi genetik.
B. Saran
- Diskusi tutorial diharapkan lebih aktif dalam penyampaian pendapat dan mencari
permasalah lebih kritis dan komprehensif
- Skenario diharapkan lebih baik lagi dalam mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis
dan mandiri.


















DAFTAR PUSTAKA

Adams RLC dan Bird RJ . Review article: Coagulation cascade and therapeutics update:
Relevance to nephrology. Part 1: Overview of coagulation, thrombophilias and history of
anticoagulants. Nephrology 2009. 14; 462 470.
Ikatan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi
5. J akarta: Interna Publishing.
Corwin J . Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. J akarta: EGC.
Dewoto HR. 2011. Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik, dan Hemostatik. Dalam:
Gunawan et al. 2011. Farmakologi dan Terapi Ed: 5. J akarta: Badan Penerbit FKUI
Gunawan, S. dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. J akarta: Balai Penerbit FKUI.
Guyton, Arthur C. Hall, J ohn E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. J akarta:
EGC.
Hans PK, Peter J G. Plasminogen-Activator Inbibitor Type 1 and Coronary Artery
Disease. N Eng J Med 2000, 342 : 1792 1801.
Hillman et al. (2005). Hematology in Clinical Practice: 4
th
Edition. New York: McGraw-Hill.
Hoffbrand A. V., Pettit J. E., Moss P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi. J akarta: EGC.
Katzung BG. (2007). Basic and Clinical Pharmacology, 10
th
Edition. New York: McGraw-
Hill
Lichtman et al. (2007). Williams Hematology, 7
th
Ed. New York: McGraw-Hill
Ruseva AL dan Dimitrova AA. A NEW UNDERSTANDING OF THE COAGULATION
PROCESS THE CELL-BASED MODEL. J Biomed Clin Res 2011. 4:1
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. J akarta: EGC.
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit edisi 6 volume 1. J akarta: EGC.
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. J akarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
http://digilib.unsri.ac.id/download/DIAGNOSIS%20HEMOFILIA.pdf [diakses
pada:4April2013]
http://medicastore.com/penyakit/770/Kelainan_Perdarahan.html [Diakses pada: April, 2013]
http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&p
df=&html=07110-owmq240.htm [Diakses pada: April, 2013]
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/trombositemi_esensial.pdf [diakses
pada:4April2013]
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54726/G12nek_BAB%20II%20Tinjau
an%20Pustaka.pdf?sequence=5 [diakses pada:3April2013]
http://www.eMedicine.com/haemophilia [Diakses pada: April 2013]
http://www.hemofilia.or.id/halpenting.php [diakses pada:4April2013]
http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php [diakses pada:4April 2013]
http://www.hemofilia.or.id/perawatan.php [diakses pada:4April2013]
http://www.hemofilia.or.id/von_willebrand.php [diakses pada:4April2013]
http://www.news-medical.net/health/Haemophilia-Symptoms-%28Indonesian%29.aspx
[diakses pada:4April2013]

Anda mungkin juga menyukai