Anda di halaman 1dari 56

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Darah

1.1 Definis Darah

Darah merupakan suspensi partikel dalam laurutan koloid cair yang

mengandung elektrolit dan tersusun atas dua komponen yaitu plasma dan sel darah.

Dalam tubuh, volume darah secara kesulurahan kira-kira 5 liter, sekitar 55% adalah

cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel-sel darah yang tersunspensi didalam

cairan yang disebut plasma. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah

(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Darah selamanya

beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung. Selama darah

beredar di dalam pembuluh maka darah akan tetap encer, tetapi apabila darah keluar

dari pembuluh darah maka darah akan membeku. Pembekuan ini dapat dicegah

dengan jalan mencampurkan sedikit dengan antikoagulan, dan keadaan ini akan

sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah dan

pemeriksaan darah (Sutaryo, 2015).

1.2 Funsi Darah

Fungsi darah yaitu sebagai media transportasi, pengatur suhu, pemeliharaan

keseimbangan cairan, sel darah putih bertanggung jawab terhadap pertahanan tubuh

dan diangkut oleh darah ke berbagai jarigan ke tempat sel-sel tersebut melakukan
fungsi fisiologisnya, trombosit berperan mencegah tubuh kehilangan darah akibat

pendarahan, protein plasma mengangkut utama zat gizi dan produk sampingan

metabolik ke organ-organ tujuan untuk penyimpanan atau ekskresi, serta

keseimbanagn basa eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah

merah mampu mengangkat oksigen secara efektif tanpa meniggalkan fungsinya

didalam jaringan, sedangkan keberadaannya dalam darah hanya melintas saja,

eosinofil memiliki kemampuan untuk melakukan fagositosis, yaitu memusnahkan

setiap sel asing yang memasuki tubuh (Harun Yahya, 2014).

2. Trombosit

2.1 Definisi Trombosit

Trombosit adalah salah satu sel darah yang diproduksi oleh sumsung tulang

yang tidak memiliki inti, berbentuk bulat atau lonjong dengan diameter rata- rata 4

µm. Umur trombosit didalam tubuh sangat pendek sekitar 8 sampai 10 hari

dibandingkan dengan umur eritrosit sekitar 120 hari serta sangat mudah terjadi

destruksi, apabila trombosit rusak maka akan segera dihancurkan didalam limpa.

Trombosit mudah pecah jika keluar dari pembuluh darah atau bersentuhan dengan

benda yang permukaannya kasar, apabila terjadi luka darah akan keluar dari

pembuluh darah dan menyebabkan trombosit pecah. Trombosit yang pecah dapat

menghasilkan enzim trombokinase atau tromboplastin. Trombokinase berfungsi untuk

mengubah protombin dalam plasma darah menjadi trombin dengan bantuan ion Ca²+

dan vitamin K. Trombin akan mengubah fibrinogen dalam plasma menjadi benang-
benang fibrin, yaitu benang- benang halus dapat menghentikan pendarahan dan

menutup luka (Wasis & Irianto, 2013).

2.2 Nilai Rujukan

Pada pemeriksaan hitung jumalh trombosit yang dijadikan ukuran dalam

menentukan nilai rujukan, diantaranya nilai rujukan untuk anak – anak, remaja dan

orang dewasa, bayi premature, bayi baru lahir dan bayi. Nilai rujukan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Nilai Rujukan Hitung Jumlah Trombosit

Nilai Rujukan

Pemeriksaan Dewasa Bayi

Hitung jumlah 150.000-400.000 µL Prematur 100.000 – 300.000µL

Trombosit (rata-rata 250.000µL) Bayi Baru Lahir 150.000 – 300.000µL

Bayi 200.000 – 475.000µL

Sumber : Kee, (2011)

2.3 Struktur Trombosit

Trombosit adalah sel darah yang tidak berinti, berbentuk cakram bulat, memiliki

volume 7 -8 fl, berukuran 2-4µm dan sitoplasmanya berwarna biru dengan granula

ungu kemerahan. Granula trombosit mengandung factor pembekuan darah, adenosine

difosfat (ADP), dan adenosit trifosfat (ATP), kalsium serotine serta katekolamin

yang sebagian diantaranyaberperan dalam merangsang mulainya proses pembekuan

darah. Trombosit dapat dibagi dalam 3 daerah (zona), yaitu zona daerah tepi (perifer)
berperan sebagai adhesi dan agregasi, zona “sol gel” menunjang struktur dan

mekanisme interaksi trombosit, serta zona organel yang berperan dalam pengeluaran

isi trombosit (Kiswari, 2014).

Menurut Sachmaier dan Petruzelli (2013) pada zona organel terdapat 3 granula,

diantaranya granula lisosom, granula padat dan granula alfa. Granula lisosom

mengandung asam hydrolase, glukurodinase, galactosidase, cathepsins, elastatis,

kolagenase dan mannosidase, granula padat berisi dan melepaskan nukletida adenin,

serotonin, katekolamin dan factor trombosit serta granula alfa berisi dan melepaskan

fribinogen, platelet-derived growth factor (PDGF), dan enzim lisosom.

Trombosit memiliki kompartemen membran, yaitu open canalicular system

(OCS). OCS adalah sistem terowongan membrane internal yang luas dimana isi

granula trombosit diekstruksi selama agregasi dan sekresi trombosit. Bebrapa protein

membrane trombosit dapat bergerak ke dalam sepanjang membrane OCS dari

permukaan.

Dalam sebuah trombosit yang tidak diaktifkan, sebuah cincin micro tubules

(MT) melingkari trombosit, plasma membrane (PM), invaginate dibeberapa titik

untuk membentuk connected canalicular system (CCS). Sistem ini berkomunikasi

dengan sistem tubular yang padat, yang merupakan residu retikulum endoplaumik.

Secretory a granules (AG) dapat dikenali karena nukloidnya yang padat. Dense

Granules (DG) memiliki kepadatan pusat. Mitokondria juga ada di sitoplamsa

(Sachmaier dan Petruzelli, 2013).


2.4 Produksi Trombosit (Trombopoiesis)

Trombosit merupakan derivate dari megakariosit, yang berasal dari fragmebtasi

- fragmentasi sitoplasma megakariosit, suatu sel muda besar yang berada dalam sum -

sum tulang (Hoffbrand dan Moss, 2018).

Terdapat tiga macam bentuk sel yang dapat dikenali yakni megakarioblas,

promegakariosit, dan megakariosit (Freund, 2011)

a. Megakarioblas

Megakarioblas merupakan sel besar berukuran 20 — 45 pm, memiliki inti

besar dengan kromatin halus dan terdapat I atau 2 anak inti, serta memiliki

sitoplasma berwarna biru tidak bergranula. Megakarioblas merupakan proses

trombopoiesis yang pertama yang berasal dari proses diferensiasi dari sel induk

pluripotensial dan merupakan prekusor megakariosit (Hoflbrand and Moss,

2018).

Perluasan dan penonjoian bagian sitopiasma azurofilik menandakan suatu

persiapan pelepasan trombosit. Dari satu megakariosit dapat mcnghasilkan 3000 -

4000 sel trombosit. Setelah megaknriosit melepaskan banyak trombosit dan

sitoplasma yang berisi trombosit habis maka yang tertinggal hanya inti saja dan

oleh sistem RES dalam hal ini makrofag akan memfagositosis inti ini untuk

dihancurkan (Freund, 2011). Waktu dari diferensiasi stem cell sampai dihasilkan

trombosit memerlukan waktu sekitar 10 hari (Nugraha, 2015).

Megakarioblas merupakan bentuk sel paling tidak matang pada trombopoiesis,

yang memiliki kemampuan meningkatkan poliploidisasi inti sel baik melalui


endroduplikasi susunan kromosom (Freund,2011) megakaroblas kemudian

berkembang menjadi promegakariosit (Nugraha, 2017).

b. Promegakariosit

Promegakasriosit adalah megakariosit yang setengah matang. Produk

poliploidasi megakariosit yang berdimensi besar sekitar 30 -70 µm.

promegakariosit mengandung inti yang terbagi menjadi 2 atau 4 lobus, dalam

sitoplasma biasanya telah ada granula berwarna biru kemerah -merahan dan

sitoplasma tidak terlalu biru. Sitoplasma tampak basofilik dengan beberapa area

azurofilik, yang menunjukan permulaan aktivitas trombopoesis. Luas sitoplasma

bertambah secara nyata (Freund, 2011). Setelah matang promegakariosit akan

berubah menjadi megakariosit (Nuraga, 2017)

c. Megakariosit

Megakariosit merupakan sel terbesar yang dijumpai pada hematopoesis

disusmsum tulang dalam kondisi normal, biasanya berukuran 35 -150 µ.

Serangakain gumpalan (haustra) inti yang khas terbentuk sitoplasma azurofilik

ditutupi bitnik -bintik halus, sebagai perwujudan terakhir pembentukan trombosit

yang aktif (Nuraga, 2017).

Perluasan dan penonjolan bagian sitoplasma azurofilik menandakan suatu

persiapan pelepasan trombosit. Dari satu megakariosit dapat menghasilkan 3000 -

4000 sel trombosit. Setelah megakariosit melepaskan banyak trombosit dan

sitoplasmas yang berisi trombosit habis maka yang tertinggal hanya inti saja dan

oleh system RES dalam hal ini makrofag akan memfagositosis inti ini untuk
dihancurkan (Freund, 2011). Waktu dari diferensial stem cell sampai dihasilkan

trombosit memerlukan waktu sekitar 10 hari (Nugraha, 2015).

2.5 Fungsi Trombosit

Trombosit memiliki peran dalam membentuk sumbatan terhadap cedera

vaskuler dengan cara melakukan perlekatan terhadap dinding pembuluh darah yang

rusak (adhesi), melakukan perlekatan pada trombosit Iain (agregasi) sehingga menjadi

pengumpulan trombosit dan reaksi pelepasan (sekresi). Trombosit yang mengalami

adhesi dan agregasi akan mengalami perubahan bentuk, struktural dan fungsional

yang disertai dengan reaksi biokimia yang terjadi selama aktifasi trombosit disertai

dengan pelepasan molekul yang akan berperan dalam hemostasis (Nugraha, 2015;

Hoffbrand and Moss, 2018).

a. Adhesi Trombosit

Peristiwa awal dalam hemostasis adalah adhesi trombosit subendotelium

vascular dilokasi cidera. Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan

rusak sehingga jaringan ikat dibawah endotel akan terbuka. Hal ini akan

menyebabkan adhesi trombosit yaitu suatu proses dimana trombosit melekat pada

permukaan asing terutama serat kolagen. Von Willebrand Factor (VWF) terlibat

dalam adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah dan pada trombosit lain

(agregasi) (Scahmaier dan Petruzelli, 2003). Von Willebrand Factor (VWF) sangat

esensial untuk terjadinya adhesi trombosit yang normal. (Bain, 2014)

VWF berperan dalam perlekatan trombosit (adhesi), yang bergantung pada

gesekan, ke dinding pembuluh dan ke trombosit lain (agregasi). Faktor ini juga
mengandung faktor VII. VWF merupakan suatu glikoprotein besar kaya dengan

sistem berupa multimer yang disusun oleh rata – rata 2- 50 subunit dimerik dengan

berat molekul berkisar dari 0,8 sampai 20 x 106, VWF disandi oleh sebuah gen di

kromosom 12 dan disintesis baik di sel endotel maupun megakariosit, dan masing -

masing disimpan dibadan megakariosit, dan masing -masing disimpan di badan

Weibel-Palade dan granula a trombosit.

VWF plasma hampir seluruhnya berasal dari sel endotel, dengan dua jalur

sekresi yang tersendiri. Sebagai besar disekresikan secara terus menerus dan

sebagian kecil disimpan di badan Weibel – Palade. VWF simpanan dapat

meningkatkan kader plasma jika dibebaskan di bawah pengaruh beberapa

secretagogue (substansi yang menimbulkan sekresi). Misalnya stress, olah raga,

adrenalin, da infus desmopressin (I-diamino-8-D-agrinin vasopressin, DDAVP).

VWF yang dibebaskan dari badan Weibel-Palade berada dalam bentuk multimer

besar dan sangat besar, yaitu bentuk VWF yang paling adhesif dan reaktif. VWF

pada gilirannya terurai di plasma menjadi multimer yang lebih kecil dan monomer

oleh metaloprotase plasma spesifik (Hoffbrand and Moss, 2018)

b. Agresi Trombosit

Agregasi merupakan proses trombosit melekat pada trombosit Iain. Proses

adhesi terjadi pada saat terjadi luka pada pembuluh darah. Dalam keadaan tidak

aktiftrombosit tidak mudah melekat karena glikoprotein pada permukaan trombosit

mengandung molekul asam sialat yang mengakibatkan permukaan bermuatan

negatifsehingga trombosit saling tolak-menolak. Trombosit dalam keadaan inaktif

memiliki sekitar 50.000 - 80.000 reseptor GPIIb/IIIa, yang tidak mengikat


fibrinogen, von Willebrand factor (VWF), atau ligan Iain. Stimulasi trombosit

menyebabkan peningkatan molekul GPIIb/IIla, memungkinkan terjadi ikatan

silang trombosit dengan jembatan fibrinogen.

Trombosit mempunyai daya kohesi satu dengan lainnya karena pengaruh

adanya ADP dan tromboksan A2. Daya kohesi ini disebut fungsi agregasi

trombosit. Adanya pelepasan ADP dan tromboksan A2 menyebabkan trombosit

yang ada h membrane beragregasi pada tempat luka pembuluh darah. ADP

menyebabkan trombosit membengkak dan mempermudah membran trombosit

yang berdekatan saling melekat satu sama lain.

Selama proses agregasi, terjadi perubahan bentuk trombosit dari bentuk cakram

menjadi bulat disertai dengan pembentukan pseudopodi. Akibat perubahan bentuk

ini maka granula trombosit akan terkumpul di tengah dan akhirnya akan

melepaskan isinya. Masa agregasi trombosit melekat pada endotel yang akan

membentuk suatu sumbat trombosit yang dapat menutup luka pada pembuluh

darah. Walaupun masih permeable terhadap cairan, sumbat trombosit mungkin

dapat menghentikan perdarahan pada pembuluh darah kecil (Hoffbrand and Moss,

2018).

c. Reaksi Pelepasan Trombosit dan Amplifikasinya

Pengaktifan primer dari berbagai agonis memicu pembentukan sinyal intrasel

yang berujung pada pembebasan isi granula α. Hal ini berperan penting dalam

pembentukan dan stabilitas agregat trombosit serta, selain itu, ADP yang

dibebaskan dari granula padat memiliki peran umpan – balik positif penting dalam

mendorong pengaktifan trombosit.


Trombosit A2 adalah yang ada kedua dari umpan – balik positif trombosit

terutama yang penting dalam penguatan skunder pada pengaktifan trombosit untuk

membentuk agregat trombosit yang stabil. Bahan ini dibentuk de nova setelah

pengaktifan fosfolipase A2 sitosol. Trombosit A2 adalah suatu bahan stabil dan

menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik trombosit serta memicu reaksi

pelepasan. Trombosit A2 tidak hanya memperkuat agregasi trombosit tetapi juga

memiliki efek vasokontriksi kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh bahan -bahan

yang meningkatkan adenosin monofosfat siklik trombosit. Salah satu bahan

tersebut adalah prostasiklin yang sintesis oleh sel endotel vascular. Bahan ini

merupakan inhibitor kuat agregasi trombosit dan mencegah pengendapan

trombosit diendotel vascular normal (Hoffbrand and Moss, 2018).

Setelah mengalami agregasi dan reaksi pelepasan trombosit, fosfolipid

membrane yang terpajan kini dapat mengalami dua jenis reaksi dalam jenjang

koagulasi. Kedua reaksi yang diperantarai oleh fosfolipid ini tergantung pada ion

kalsium. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa dan Xdalam

pembentukan factor Xa. Yang kedua (protrombinase) menyebabkan terbentuknya

ttrombin dari interaksi factor Xa, Va dan prothrombin (II). Pembentukan fosfolipid

ini membentuk cetakan ideal untuk pemekatan dan orintasi protein -protein yang

penting dalam pembentukan normal (Hoffbrand and Moss, 2018).

PDGF yang terdapat di granula α trombosit merangsang sel otot polos vascular

untuk membelah diri dan ini dapat mempercepat penyembuhan pembuluh darah

setelah cedera (Nugraha, 2015).


2.6 Uji Fungsi Trombosit

Terdapat beberapa pemeriksaan untuk menentukan fungsi trombosit menurut

Sachmaier dan Petruzzelli (2013) diantaranya adalah :

a. Apusan darah tepi menunjukkan adanya, ukuran, dan granularitas trombosit.

b. Hitung jumlah trombosit. Jumlah trombosit biasanya 150.000 -400.000/µL /

c. Bleeding time / waktu perdarahan

Waktu perdarahan adalah tes diagnostik untuk disfungsi trombosit. Waktu

perdarahan normal kurang dari 9 menit, waktu perdarahan akan diperpanjang

karena jumlah trombosit di bawah dari nilai normal yaitu kurang dari 100.000/gL.

d. Agregasi trombosit dan uji sekresi adalah tes kualitatif fungsi trombosit.

1) Plasma yang kaya trombosit diaduk dalam kuvet pada suhu 37°C dengan

agonis seperti thrombin, ADP,epinefrin, kolagen atau risto.

2) Perubahan densitas optik plasma kaya platelet sebagai respons terhadap

agonis digambarkan dalam grafik dari waktu ke waktu

3) Studi agregasi juga mendeteksi adanya defek kopling stimulusrespons

terhadap agonis lemah seperti ADP dan epinefrin, yang memiliki sekresi yang

bergantung pada agregasi. Dengan agonis kuat, seperti kolagen dan trombin,

yang menginduksi sekresi trombosit terlepas dari agregasi, hanya satu

gelombang agregasi yang terlihat.

4) Studi sekresi trombosit mengukur jumlah konstituen granula (misalnya ATP

dan serotonin) yang dilepaskan selama agregasi dengan agonis seperti

trombin, kolagen, epinefrin, dan ADP.


2.7 Faktor yang mempengaruhi jumlah trombosit

Hitung trombosit merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menunjang

diagnosa berbagai kasus, baik yang menyangkut hemostasis maupun kasus lain yang

meliputi penegak diagnosa, penilian hasil terapi, penentu prognosis dan penilaian

berat penyakit (Megawati M, 2014). Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan

jumlah trombosit, antara lain :

1. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik yang

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan trombosit.

a. Yang meningkatkan jumlah trombosit

1) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang berat menyebabkan terjadinya pemindahan

cairan tubuh antara kompartemen di dalam pembuluh darah dan

interstitial. Proses tersebut dapat menyebabkan jumlah volume cairan

tubuh berkurang dan sel darah tetap (hemokonsentrasi), jika hal tersebut

terjadi dapat menyebabkan trombosit menjadi meningkat (Riswanto, 2013)

2) Dataran Tinggi

Dataran tinggi 800 M dari permukaan laut mempunyai kadar

oksigen yang rendah. Jika jumlah oksigen yang ditranspor ke jaringan

berkurang, biasanya meningkatkan kecepatan pembentukkan sel darah.

Kadar oksigen yang rendah merangsang pembentukan eritropoietin dan

otomatis juga akan merangsang pembentukan thrombopoietin (hormon


yang berperan dalam proses pembentukan trombosit). Jika hal tersebut

terjadi maka akan terjadi peningkatan jumlah trombosit (Riswanto, 2013).

b. Yang menurunkan jumlah trombosit

1) Kehamilan

Pada kehamilan akan terjodi hemodilusi (pengenceran darah)

volume darnh semakin meningkat dimana volume pla«nma lebih besar

dari scl darah, dimulai pada trimester J dan terus meningkat sampai

trimester III. Volume plasma yang bertambah banyak tersebut

mengakibatkan nilai trombosit rendah (trombositopenia) (Riswanto,

2013).

2. Faktor Patologis

Faktor patologis adalah suatu keadaan kelainan fungsi dan struktur tubuh.

Yang termasuk faktor patologis yaitu penggunaan obat, penyakit yang

menyebabkan trombositosis dan trombositopenia:

a. Yang Meningkatkan Jumlah Trombosit (trombositosis)

Trombositosis dapat terjadi pada trombositosis esensial, trombositosis

primer, trombositosis sekunder, polisitemia vera, mieloproliferatif, pasca

splenektomi, kehilangan darah akut (Riswanto, 2013)

1) Trombositosis esensial
Pada penyakit Trombositosis esensial kondisi sumsum tulang

menghasilkan keping darah yang berlebihan yang disebabkan oleh mutasi

gen sehingga menyebabkan peningkatan jumlah trombosit.

2) Trombositosis sekunder

Pada trombosistosis sekunder trombosit terlalu banyak didalam

darah sebagai reaksi tubuh akan adanya penyakit seperti infeksi.

3) Trombositosis primer

Trombositosis primer mcrupakan suatu kondisi gangguan rada

sumsum tulang yang mcnyebabkan meningkatnya jumlah trombosit dalam

darah yang diakibatkan oleh mutasi gen sehingga produksi sel

megakariosit semakin banyak.

4) Polisetemia vera

Polisetimia vera merupakan jenis kanker yang menyebabkan

peningkatan jumlah sel darah merah dan trombosit yang di produksi oleh

sumsum tulang sehingga menyebabkan peningkatan jumlah trombosit.

5) Mieloproliferatif

Mieloproliferatif merupakan gangguan pada sumsum tulang

sehingga terlalu banyak memproduksi sel darah yang cacat tidak lain

adalah trombosit hal ini disebabkan oleh perubahan gen, infeksi virus atau

terpapar radiasi.

6) Pasca splenektomi
Jumlah trombosit pasca splenektomi dapat naik ketingkat abnormal

tinggi, Trombositosis ringan dapat diamati setelah splenektomi karena

kurangnya sekuestrasi dan penghancuran trombosit yang biasanya

dilokukan oleh limpa.

7) Kehilangan darah akut

Pada kehilangan darah akut produksi trombosit tetap responsive

terhadap regulasi rangsangan (misalnya trombopoietin, faktor humoral

dalam parenkim ginjal). Tubuh berkompensasi karena kehilangan darah,

mekanisme trombopoietin otomatis yang mengalami peningkatan

menyebabkan peningkatan jumlah trombosit

b. Yang menurunkan jumlah trombosit (trombositopenia)

Pada dasarnya penyakit Trombositopenia dapat dibagi menjadi 3 golongan

yaitu peningkatan dekstrusi trombosit, penghancuran trombosit akibat

penurunan system kekebalan tubuh atau autoimun dan gangguan produksi

trombosit (Riswanto,2013)

1) Peningkatan destruksi trombosit

Peningkatan destruksi trombosit disebabkan oleh demam berdarah

(DBD), infeksi bakteri dalam darah. Pada penyakit DBD trombosit

didalam darah dihancurkan oleh virus dengue sehingga menyebabkan

penurunan jurnlah trombosit dan infeksi bakteri dalam darah yang parah

dapat menyebabkan penghancuran trombosit.

2) Penurunan system kekebalan atau autoimun


Menurunnya sistem kekebalan atau autoimun dapat diakibatkan

oleh penyakit Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), lupus, rheumatoid

arthritis. Pada penyakit Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), lupus,

rheumatoid arthritis disebabkan oleh autoimun sehingga kekebalan tubuh

menyerang dan menghancurkan trombosit dan menyebabkan penurunan

jumlah trombosit.

3) Penurunan produksi trombosit

Menurunnya produksi trombosit dapat diakibatkan oleh leukemia,

hepatitis c, infeksi virus, dan beberapa jenis anemia. Penyakit leukemia,

hepatitis c, infeksi virus, dan beberapajenis anemia menyebabkan

penurunan produksi trombosit di sumsum tulang sehingga menyebabkan

penurunan jumlah trombosit.

3. Faktor Teknis

Faktor teknis adalah faktor yang berkaitan dengan pemeriksaan dan dapat

mempengaruhi hasil. Faktor teknis dapat menyebabkan perubahan trombosit baik

bentuk, ukuran, jumlah ataupun kualitas, yang merupakan faktor teknis pada hasil

pemeriksaan trombosit yaitu :

a. Yang meningkatkan jumlah trombosit

1) Pemasangan Tourniquet

Pemasangan tourniquet lebih dari dua menit dan terlalu keras

dapat menyebabkan hemokonsentrasi dan dapat menyebabkan

peningkatanjumlah trombosit (Riswanto, 2013).

b. Yang menurunkan jumlah trombosit


1) Fungsi Vena

Teknik pungsi vena yang tidak benar menyebabkan aglutinasi atau

perlekatan trombosit sehingga menyebabkan penurunan jumlah trombosit

serta melakukan penusukkan saat kulit masih basah karena alkohol dapat

mengalami pengenceran darah sehingga menyebabkan penurunan jumlah

trombosit (Riswanto, 2013).

2) Homogenisasi

Homogenisasi primer dengan antikoagulan tidak secara merata

menyebabkan terjadinya pelekatan trombosit. Homogenisasi sekunder

harus tepat, jika tidak mengakibatkan darah diaspirasi pada bagian bawah

trombosit sedikit sehingga lebih banyak sel eritrosit sehingga menyebabkan

penurunan jumlah trombosit. Homogenisasi yang terlalu kuat dapat

menyebabkan sel-sel darah mengalami lisis yang akan menyebabkan hasil

rendah palsu pada pemeriksaan trombosit (Riswanto, 2013).

3) Volume Darah

Perbandingan volume darah dengan antikoagulan yang tidak tepat

dapat menyebabkan kesalahan pada hasil. Untuk pemakaian antikoagulan

K2EDTA, Na2EDTA dan K3EDTA sebanyak 1,5 — 2,2 mg/ml darah. Jika

jumlah antikoagulan kurang, maka darah akan mengalami pembekuan dan

apabila antikoagulan berlebihan trombosit membesar mengalami

disintegritas sehinggajumlah trombosit akan menurun.

4. Penundaan pemeriksaan
Penundaan pemeriksaan terkadang disebabkan karena suatu hal seperti,

alat mengalami kerusakan, jarak bangsal ke laboratorium jauh, sampel tidak

langsung dibawa ke laboratorium, atau proses pergantian shif petugas

laboratorium. Darah dengan antikoagulan jika dibiarkan akan mengalami

pemisahan. Dimana lapisan paling atas adalah plasma dan lapisan paling bawah

adalah eritrosit (Nugraha, 2017).

Proses pengendapan darah dapat terjadi dalam tiga tahap yaitu (Nugraha,

2017) :

a. Tahap pertama

Tahap pertama yaitu pembentukan rouleaux, sel darah merah kan

mengalami agregasi dan aakn membentuk tumpukan dengan kecepatan

pengendapan darah lambat yang berlangsung dalam waktu 10 menit.

b. Tahap kedua

Tahap kedua yaitu jenis proses sedimentasi, sel darah merah akan

mengalami pengendapan lebih cepat dan konstan yang berlangsung selama 40

menit, kecepatan sedimentasi tergantung agregasi dan semakin besar

pembentukan rouleaux, maka semakin tinggi kecepatan sedimentasi.

c. Tahap ketiga

Tahap ketiga yaitu pemadatan, sel darah merah akan mengendap dan

mengisi celah atau ruang kosong pada tumpukan eritrosit lain yang berada

dibawah tabung hingga sel darah merah benar – benar memadat dan
terakumulasi, tahap ini berlangsung selama 10 menit dengan kecepatan

pengendapan lambat.

Trombosit telah memulai perubahan morfologis dan fisiologis sejak saat

darah ditarik dari pembuluh darah (Sukorini, 2012).

5. Penyimpanan Spesimen

Pada saat spesimen tidak langsung diperiksadarah akan disimpan, suhu

penyimpanan sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan hematologi rutin.

Oleh karena itu harus diperhatikan batas waktu penyimpanan dari masing –

masing parameter pemeriksaan terutama pemeriksaan trombosit. Karena apabila

melebihi batas waktu penundaan pada suhu yang dianjurkan akan terjadi

perubahan baik kuantitas maupun kulaitas pada trombosit (Gandasubrata, 2010).

Suhu penyimpanan trombosit dianggap sebagai salah satu poin utama

dalam mempertahankan fungsi trombosit. Banyak sekali peneliti berpendapat

bahawa penyimpanan trombosit padah suhu 4°C akan mencegah pertumbuhan

bakteri dan akan menurunkan laju metabolisme trombosit, namun pendinginan

jangka panjang mengahsilkan sejumlah perubahan progresif pada trombosit yaitu

perubahan reseptor glikoprotein (GP Ib dan GP IIb /IIIa), meningkatkan rehulasi

penanda aktifitas trombosit seperti P-selestin dan annexin V, perubahan fluiditas

membrane plasma, perubahn respon pada agen agregasi dan disagregasi,

peningkatan kosentrasi kalsium intraseluler, dan penurunan adhesi pada sub

endothelium in vivo (Babic et al, 2017; Choi and Pai, 2013).

Nilai hitung jumlah trombosit kan cepat berubah jika hanya disimpan

pada suhu kamar, dimana sampel darah akan aman digunakan selama 24 jam jika
disimpan pada suhu lemari es (Sukorini et al, 2011). Pada pemeriksaan hitung

jumlah trombosit yang akan dilakukan dengan menggunakan antikoagulan

dipotassium ethylenediaminetetraacetic acid (K2EDTA) stabil hingga 8 jam pada

suhu 4°C (Dacie and Lewis, 2017). Sedangkan menurut Permenkes No 43 (2013),

menyatakan nilai trombosit akan stabil pada suhu kamar selama 2 jam.

Trombosit yang dibiarkan pada suhu kamar lebih dari 2 jam akan

mengalami agregasi, terjadi pembengkakan pada trombosit sehingga tampak

adanya trombosit raksasa yang akan mengalami fragmentasi sehingga

menyebabkan rusaknya trombosit dan menyebabkan berkurangnya jumlah

trombosit (Sukorini et al, 2012). Perubahan sangat beragam terjadi dalam darah

dengan antikoagulan Ketika disimpan pada suhu kamar dan perubahan ini terjadi

lebih cepat pada suhu kamar yang tinggi (Dacie and Lewis, 2017).

2.8 Pemeriksaan Trombosit

Pemeriksaan trombosit sang dipengaruhi oleh oleh setiap tahapan -tahapan yang

dilakukan maka harus diperhatikan setiap tahapan yang dilakukan agar memperoleh

hasil pemeriksaan yang benar. Tahapan pemeriksaan trombosit antara lain tahap pra

naliti, tahap analitik dan tahap pasca analitik.

1. Tahap Pra Analitik

Faktor – factor yang termasuk dalam tahap pra analitik adalah permintaan

dan identifikasi pasien, persiapan pasien, pengumpulan spesimen, pengolahan

spesimen, dan penyimpanan spesimen (Permenkes No 43, 2013).

a. Permintaan dan Identifikasi pasien


Permintaan untun pemeriksaan trombosit telahh tertera pada formular

permintaan. Formular permintaan pemeriksaan sebaiknya berisikan identitas

pasien, identitas pengirim, nomor laboratorium, tanggal pemeriksaan,

permintaan pemeriksaan dan data klinis pasien.

b. Persiapan pasien

Sebelum melakukan pengambilan spesimen darah sebaiknya memberi

penjelasan kepada pasien bagaimana tindakan yang akan dilakukan untuk

pengambilan darah dan persiapan yang perlu dilakukan. Persipan yang harus

dilakukan sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan agar tidak

mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Seperti apakah pasien harus puasa, tidak merokok, tidak minum

alkohol, tidak minum obat -obatan tertentu yang tidak boleh diminum sebelum

pemeriksaan, tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, seperti olahraga,

dan pengambilan darah dilakukan pagi hari (Permenkes No 43, 2013).

Untuk pemeriksaan trombosit tidak perlupersiapan khusus, namun

dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat -obatan yang dapat mempengaruhi

hasil pemeriksaan dan tidak melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat.

Factor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan trombosit yaitu :

1) Aktivitas Fisik

Aktiviats fisik dapat menyebabkan terjadinya pemindahan cairan

tubuh antara kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstital,

kehilangan cairan karena berkeringat dan perubahan kadar hormone.

Akibatnya akan menurunkan volume plasma yang tidak menyebabkan


hemokonsentrasi yang menyebabkan peningkatan hasil pemeriksaan

trombosit.

2) Posisi pasien

Posisi tubuh dari berbaring keposisi berdiri menyebabkan sebagian

air atau plasma darah meresap ke jaringan yang mengakibatkan penurunan

volume plasma dan peningkatan zat -zat yang tidak mudah melewati

dinding pembuluh darah seperti protein, zat besi, kalsium dan sel darah.

Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari perubahan posisi

dianjurkan pasien duduk tenang sekurang -kurangnya 15 menit sebelum

pengambilan darah (Riswanto, 2013).

3) Asupan cairan

Asupan cairan dapat mempengaruhi komposisi darah, kelebihan

cairan tersebut menyebabkan penumpukan cairan dalam darah sehingga

dapat menyebabkan penurunan trombosit.

c. Pengumpulan Spesimen

Pengumpulan spesimen merupakan salah satu komponen pada tahap

pra analitik , yaitu suatu tahap atau proses yang terjadi sebelum spesimen

diproses dalam peralatan (instrument) pengujian. Cara yang digunakan untuk

memperoleh spesimen darah adalah yang disebut flebotomi (Riswanto, 2013).

Pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan trombosit dilakukan dengan

pengambilan darah vena. Hal ini yang perlu di perhatikan dalam pengumpulan

spesimen yaitu :

1) Peralatan Pengambilan Spesimen


Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengambilan spesimen

darah yaitu spuit, peralatan sampling menggunakan system vakum (jarum,

holder, tabung vakum), tali pembendung (tourniquet), tabung spesimen

darah (tabung berwarna ungu), lancet dan kapas (Riswanto, 2013).

2) Tempat Penampungan Spesimen

Tempat penampungan yang digunakan untuk spesimen harus

sesuai dengan persyaratan terbuat dari gelas atau palstik, tidak bocor atau

merembes, harus tertutup rapat, besar wadah harus sesuai dengan volume

spesimen, harus bersih, harus kering dan tidak ada zat yang dapat

mempengaruhi konsentrasi specimen (Permenkes No 43, 2013)

Tempat penampungan specimen pada pemeriksaan trombosit

menggunakan tabung EDTA, karena jenis sampel yang digunakan yaitu

darh utuh (whole blood). Pada tabung berisi antikoagulan EDTA yang

berfungsi sebagai penghambat pembekuan darah (Riswanto, 2013).

3) Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang mencegah pembekuan darah dengan cara

mengikat (khelasi) atau mengendapkan (presipitasi) kalsium atau dengan

cara menghambat pembentukan thrombin yang diperlukan untuk

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan

(Riswanto, 2013).

a) EDTA (Ethilene Diamine Tetra Acetatic Acid)

Ethilene Diamine Tetra Acetatic Acid (EDTA) yang digunakan

dalam pemeriksaan hematologi ada 3 macam, yaitu dinatrium


ethylenediaminetetraacetic acid (Na2EDTA), dipotassium

ethylenediaminetetraacetic acid (K2EDTA) dan tripotassium

ethylenediaminetetraacetic acid (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA

biasanya digunakan dalam bentuk cair (Riswanto, 2013).

K2EDTA memiliki pH 7,5 ± 1,0 , K2EDTA memiliki pH 4,8 ± 1,0

dan Na2EDTA memiliki pH 5,0 ± 1,0. Konsentrasi K 2EDTA dan

Na2EDTA 1,5-2,2 mg/ml (Bain, 2014).

Pemakaian antikoagulan EDTA adalah 1 mg K 2EDTA untuk 1 ml

darah atau dengan 1-1,5 mg K2/K3EDTA untuk 1 ml darah. Pemakain

dalam bentuk cair dapat dilakukan dengan membuat larutan 10%.

Pemakaiannya yaitu dengan perbandingan 1:5 1 ml EDTA 10% untuk

5 ml darah (Riswanto, 2013)

EDTA mencegah koagulasi dengan cara mengikat ion kalsium

sehingga terbentuk garam kalsium yang tidak larut, dengan demikian

ion kalsium yang berperan dalam koagulasi menjadi tidak aktif,

mengakibatkan tidak terjadinya proses pembentukan bekuan darah.

K2EDTA adalah antikoagulan yang paling baik dan dianjurkan oleh

International Council for Standarization in Hematology (ICSH) dan

Clinical and Laboratory Standasds Institute (CLSI), maka dari itu

pada penelitian ini yang akan dilakukan akan menggunakan

antikoagulan K2EDTA.

b) Heparin
Secara alami heparin terdapat dalam tubuh sebagai antikoagulan

yang diproduksi oleh sel mast dan basophil. Heparin merupakan asam

mukopolisakarida yang tidak terfraksionasi dengan berat molekul

15.000 – 18.000. Heparin bekerja secara tidak langsung pada system

pembekuan darah intrinsic dan entrinsik dengn mempotensiasi

aktivitas antithrombin III dan menghambat factor IX, X, XI, XII.

Heparin juga dapat mencegah fibrinogen menjadi fibrin. Sehingga

mempengaruhi kadar fibrinogen dalam darah. Dengan kata lain

heparin bekerja dengan cara menghentikan pembentukan thrombin

dara prothrombin sehingga menghentikan pembentukan fibrin

(Nugraha, 2017).

Heparin merupakan antikoagulan yang jarang digunakan dalam

pemeriksaan hematologi karena harganya yang relative mahal, tetapi

menjadi antikoagulan pilihan karena tidak mengubah komposisi

darah. Terdapat tiga macam heparin yang digunakan dalam

laboratorium, yaitu monium heparin, lithium heparin dan sodium

heparin. Konsentrasi penggunaanya adalah 0,1 ml atau 1mg untuk 10

ml darah. Pencampuran dilakukan dengan cara inversi sebanyak 6

kali. Heparin tidak dinajurkan untuk pemeriksaan apusan darah tepi

karena menyebabkan latar belakang berwarna gelap atau biru

(Nugraha, 2017)

c) Natrium Sitrat
Natrium sitrat atau trisodium citrate dihidrat memiliki rumus

kima Na3C6H5O7.2H2O yang merupakan salah satu antikoagulan tidak

toksik. Natrium sitrat digunakan dalam bentuk larutan pada

konsentrasi 3,2% dan 3,8%. Natrium sitrat menghambat koagulasi

dengan cara mengendapkan ion kalsium, sehingga menjadi bentuk

yang tidak aktif (Nugraha, 2017).

Natrium sitrat 3,2% direkomendasikan International Committee

for Standardization in Hematology (ICSH) dan International Society

for Thrombosis and Hematology sebagai antikoagulan terpilih untuk

pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah

dengan cara menambahkan 1 bagian natrium sitrat 3,2% ke dalam 9

bagian darah. Sedangakn natriumsitrat 3,8% digunakan dalam

pemeriksaan laju endap darah (LED) metode Westergren,

penggunaanya adalah 1 bagian natrium sitrat 3,8% dimasukan dalam

4 bagian darah (Nugraha,2017).

Darah yang didapat harus segera dilakukan pencampuran gan

antikoagulan natrium sitrat untukmencegah terjadinya koagulasi dan

bekuan darah dalam specimen yang memberikan hasil invalid terhapa

pemeriksaan koagulasi. Pencampuran dilakukan dengan cara inversi

sebanyak 4 sampai 5 kali secara lembut dan perlahan, pencampuran

yang dilakukan secara berulang – ulang dan terlalu kuat

menyebabkan trombosit akan saling menggumpal dan mempersingkat

waktu pembekuan (Nugraha, 2017).


d) Oksalat

Antikoagulan oksalat tersedia dalam bentuk natrium oksalat

(Na2C2O4), kalium oksalat (K2C2O4) dan ammonium oksalat

([NH4]2C2O4). Okslaat bekerja sebagai antikoagulan dengan cara

mengikat ion kalsium, umumnya bersifat toksik dan berbahaya

(Nugraha, 2017).

Antikoagulan oksalat yang paling umum digunakan dalam

laboratorium adalah kalsium oksalat yang dikombinasikan dengan

natrium florida (NaF) untuk pemeriksaan glukosa dalam darah, NaF

merupakan antiglikolitik yang mencegah metabolisme glukosa

dengan cara menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan

urease sehingga kadar glukosa dalam darah tetap stabil.

Selain itu juga, kalium oksalat dikombinasikan dengan

ammonium oksalat menurut Heller dan Paul yang juga dikenal

sebagai double oxalate atau balanced oxalate mixture. Jika hanya

menggunakan kalium oksalat sel -sel eritrosit akan mengembang.

Campuran kedua garam dengan perbandingan 2 natrium oksalat: 3

ammonium oksalat, tidak mempengaruhi ukuran eritrosit. Komposisi

dan double oxalate adalah :

Ammonium oxalate 1,2 g

Kalium oxalate 0,8 g

Formalin 40% 1,0 mL

Aquadest ad 100,0 mL
Penggunaan natrium oxalate dengan cara menambahkan 1 bagian

oksalat dalam 9 bagian darah, biasanya digunakan untuk pembuatan

adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostatis. Digunakan juga dalam

bentuk larutan dengan konsentrasi 0,1 N untuk pemeriksaan Plasma

Protrombin Time (PPT). Double oxalate digunakan sebanyak 2 mg

untuk 1 mL darah. Pencampuran dilakukan dengan invers sebanyak 8

sampai 10 kali dan kelebihan penambahan okslaat dapat

menyebabkan hemolisis (Nugraha,2017).

4) Loksai Pengambilan Spesimen

Menurut Nugraha (2017), ada beberapa lokasi pengambilan

specimen darah, spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan yang

menggunakna darah vena diambil dari vena cubiti daerah siku. Vena cubiti

menjadi pilihan dalam pengambilan darah karena letaknya yang jauh dari

saraf pada lengan sehingga memberikan rasa sakit yang sedikit serta pada

umumnya vena berukuran lebih besar. Spesimen darah arteri pada

umumnya diambil dari arteri radialis pada pergelangan tangan atau arteri

femoralis pada daerah lipat paha. Spesimen darah kapiler diambil pada

ujung jari tengah atau jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit

1/3 bagian telapak kaki atau pada cuping telinga pada bayi serta orang

dewasa untuk uji penyaring.


Lokasi dalam pengambilan darah pada pemeriksaan trombosit dapat

diambil dari vena dan kapiler. Pengambilan darah kapiler biasanya

digunakan pada anak-anak atau rada vena. Pengambilan darah kapiler

biasanya digunakan pada anak-anak atau rada vena yang sulit ditemukan

pada orang dewasa dan rada vena yang tidak memungkinkan dilakukan

pengambilan karena terdapat infuse (Permenkes No.43, 2013).

Kisxsari (2014), syarat lokasi yang tidak diperbolehkan untuk

dilakukan pengambilan darah yaitu :

a. Arva bekas luka karena vena menjadi sulit untuk diraba ataupun

ditusuk yang diakibatkan timbulnya jaringan parut pada proses

penyembuhan. Jaringan parut yang luas yang mengakibatkan

gangguan sirkulasi sehingga dapat memberikan hasil meningkat.

b. Lengan pada sisi mastectomy. Pengangkatan tumor payudara serta

kelenjar getah bening mengakibatkan sistem imun menurun. Jika darah

diambil maka menyebabkan lengan rentan terhadap pembengkakan

yang disebut limfedema dan infeksi yang dapat mengakibatkan

eritrosit menurun.

c. Area edema, pada daerah edema mengalami pembengkakan yang

disebabkan akumulasi abnormal cairan pada jaringan dimana

spesimen yang dikumpulkan dari daerah ini maka hasil pemeriksaan

eritrosit menurun karena terkontaminasi dengan cairan serta pembuluh

darah yang sulit ditemukan, jaringan rapuh dan mudah terluka akibat

penggunaan tourniquet dan antiseptic.


d. Hematoma atau pembengkakan/masa darah (sering bergumpal) yang

disebabkan kebocoran pembuluh darah selama atau setelah pungsi

vena.

Pungsi vena melalui hematoma mengakibatkan spesimen terkontminasi

dengan darah dan hemolisis diluar vena dimana menyebabkan hasil

eritrosit menurun.

5) Jenis Spesimen

Spesimen adalah sekumpulan dari satu bagian atau lebih bahan

yang diambil langsunng dari suatu system (KepMenKes No. 1792, 2010).

Nugraha (2015), Jenis spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan

hitung trombosit yaitu darah utuh atau whole blood dengan kondisi sama

didalam aliran darah. Spesimen darah utuh didapatkan dengan

penambahan antikoagulan

6) Volume Spesimen

Volume spesimen yang diambil harııs sesuai dengan antikoagulan yang

digunakan, Perbandiangan antara darah dengan antikoagulan harus tepat.

Volume darah yang dibutuhkan unluk pemeriksaan trombosit adalah 1-1,5

mg/ml darah dengan menggunakan tabung antikoagulan K2EDTA. Jika

K2EDTA melebihi volume darah maka dapat menyebabkan trombosit

nıcmbesar mengalami disintegritas sehingga jumlah trombosit akan menurun

(PerMenKes No. 43, 2013; Kiswari, 2014).

d. Teknik
KepMenKes No.1792 (2010), teknik pengambilan spesimen untuk

pemeriksaan trombosit harus dilakukan dengan baik dan benar, agar spesimen

yang diambil dapat mewakili keadaan yang sebenamya. Teknik pengambilan

darah yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1) Toumiquet dipasang 10cm di atas lipatan siku, pemasangan toumiquct

yang terlalu lama dan terlalu kencang akan mengakibatkan terjadinya

hemokonsentrasi.

Pemasangan toumiquet tidak lebih dari I menit dengan tekanan darah

harus dipertahankan 40 mmHg atau tidak boleh melebihi tekanan diastolik

(Riswanto, 2013; PerMenKes No.43, 2013, Nugraha, 2017; Kiswari

2014).

2) Kulit yang ditusuk masih oleh alkohol menyebabkan hemolisis akibat

kontaminasi oleh alkohol dapat menyebabkan rasa terbakar dan rasa nyeri

pada pasien ketika dilakukan penusukan 2013; PerMenKcs No.43, 2013)

3) Penusukan yang tidak sekali menyebabkan masuknya cairan jaringan

sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Penusukan yang tidak tepat

masuk ke dalam vena dapat menyebabkan darah yang mengakibatkan

hematoma (Riswanto, 2013).

4) Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh, sehingga

mengakibatkan masuknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah

merah (PerMenKes No.43, 2013).

5) Mengocok tabung vakum yang terlalu kuat dapat mengakibatkan

hemolisis (PerMenKes No.43, 2013).


e. Pengolahan Sample

Pengolahan spesimen merupakan tahap yang dilakukan setelah

pengambiJan darah. Pengolahan sampel dapat berupa homogenisasi primer

dan homogenisasi sekunder. Homogenisasi primer bertujuan untuk

menghindari terjadinya pembekuan antara darah dengan antikoagulan

sedangkan, homogenisasi sekunder bertujuan untuk menghindari terjadinya

pengendapan pada sei-sel darah.

Darah yang diperoleh ditampung pada tabung dengan antikoagulan yang

sesuai, kemudian dihomogenigasi dengan cara membolak – balik tabung

keatas dan kebawah sebanyak 8 -10 kali (Decie and Lewis, 2017). Jika

pengolahan spesimen tidak tepat maka akan terjadi pembekuan antara darah

dengan antikoagulan dan pengendapan pada sel-sel darah.

f. Pengiriman Spesimen

Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan trombosit

harus memperhatikan stabilitas dari trombosit tersebut. Spesimen yang

dikirim ke laboratorium yang lain (dirujuk), sebaiknya dikirim dengan

menggunakan cool box (Permenkes No 43,2013) Syarat pengiriman specimen

antara lain :

1) Waktu pengiriman tidak melampaui masa stabilitas spesimen. Stabilitas

darah untuk pemeriksaan trombosit adalah 2 jam pada suhu kamar,

sedangkan dengan menggunakan cool box stabilitas selama 8 jam pada

suhu 40C (PerMenKes No. 43, 2013; Decie and Lewis, 2017).
2) Pengiriman dengan menggunakan wadah yang tertutup rapat untuk

mencegah pencemaran atau penguapan yaitu dengan menggunakan cool

box (Riswanto, 2013).

3) Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium termasuk

pemberian label seperti "bahan pemeriksaan infeksius" atau "bahan

pemeriksaan berbahaya" (Riswanto, 2013)

g. Penyimpanan Spesimen

Sampel pemeriksaan yang menggunakan darah EDTA sebaiknya segera

dilakukan, bila terpaksa ditunda, maka harus memperhatikan suhu dan waktu

penyimpanan. Darah dengan antikoagulan dapat disimpan pada suhu 4°C

selama 8 jam (Decie and Lewis, 2017) atau disimpan pada suhu kamar stabil

hingga 2 jam (Permenkes No. 43, 2013). Penyimpanan spesimen biasanya

disebabkan oleh beberapa hal diantaranya alat mengalami kerusakan, jarak

bangsal ke laboratorium jauh, pasien yang banyak sehingga sampel tidak

langsung dibawa ke laboratorium, atau proses pergantian shift petugas

laboratorium (Nugraha, 2017)

2. Tahap Analitik

Tahap analitik merupakan tahapan yang diawali dari pengerjaan sampel

hingga diperoleh hasil pemeriksaan.

a. Metode

Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Perhitungan langsung dapat dilakukan secara manual menggunakan kamar

hitung standar dan mikroskop, atau menggunakan alat penghitung otomatis.


Penghitungan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan preparat apus

darah.

Menurut Riswanto (2013), menyatakan bahwa metode-metode yang dapat

digunakan untuk pemeriksaan trombosit adalah sebagai berikut :

1) Perhitungan Manual

Hitung trombosit manual dapat dilakukan dengan cara langsung

dan tidak langsung. Perhitungan trombosit secara langsung digunakan

hanya untuk menghitung junlah trombosit tanpa mengetahui ukuran dan

morfologi trombosit sedangkan perhitungan trombosit secara tidak

langsung dilakukan apabila memperoleh permintaan pemeriksaan 1

parameter yaitu hitung jenis trombosit saja, biasanya digunakan untuk

menilai ukuran dan morfologi trombosit. Perhitungan langsung dapat

dilakukan secara manual menggunakan kamar hitung dan mikroskop.

Pemeriksaan secara tidak langsung menggunakan sediaan apus darah

(SAD) (Riswanto, 2013). Hitung trombosit secara langsung dapat

menggunakan beberapa metode diantaranya :

a. Metode Rees-Ecker

Darah diencerkan dalam Iarutan rees ecker dengan menggunakan

pipet tohma eritrosit. Hisap darah sampai tanda 0,5 dan diencerkan

menggunakan Iarutan rees ecker sampai tanda 101. Kemudian

homogenkan selama 3 5 menit dengan cara menutup kedua lubang

dengan tangan kemudian membolak balikkan pipet Kemudian jumlah

trombosit dihitung dalam kamar hitung.


Larutan rees ecker terdiri dari natrium sitrat 3,8 g, larutan

formaldehyde 40% 2ml, brilliant cresylblue 30 mg, aquadcst add

100ml kemudian larutan disaring sebelum dipakai (Riswanto, 2013).

Secara mikroskopik, trombosit tampak refraktil dan

mengkilat berwarna biru muda lebih kccil dari eritrosit serta bentuk

bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini

memiliki kesalahan sebesar 16 – 25 %, karena faktor teknik

pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol

sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran

trombosit tidak merata (Riswanto, 2013).

b. Metode fase kontras

Darah dienceran dalam larutan ammonium oksalat 1% dengan

perbandinga 1:100 dengan memasukkan 20gl darah dan larutan

pengencer sebanyak 1,98 ml kemudian homogenkan selama 10 15

menit dengan vortex sehingga semua eritrosit hemolisis. Sel trombosit

dihitung menggunakan kamar hitung dan dilihat dibawah mikroskop.

Trombosit tampak bulat atau lonjong dan berwarna biru terang,

tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Mudah dibedakan

dengan kotoran karena sifat refratilnya.

Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 -10%. Metode ini

mcrupakan cara perhitungan manual yang paling baik. Penyebab

kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau

pengcnceran yang tidak akurat adalah pcncampuran yang belum


mcrata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi (Riswanto,

2013).

Hitung trombosit manual secara tidak langsung adalah perhitungan

jumlah trombosit menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai

dengan wright atau giemsa. Perhitungan jumlah trombosit

mengunakan sediaan apus darah (SAD) yang telah diwarnai dengan

wright atau Giemsa dilakukan perhitungan trombosit menggunakan

mikroskop dibaca 20 lapang pandang dan dikalikan 1000. Keunggulan

cara ini adalah dalam menggungkapkan ukuran dan morfologi

trombosit, tetapi kekurangannya adalah perlekatan ke kaca objek atau

distribusi yang tidak merata di dalam apusan darah (Riswanto, 2013).

2) Perhitungan otomatis

Pemeriksaan trombosit dapat diukur menggunakan

spektrofotometer dan penghitung sel otomatis (Hematology Analyzer)

yang secara langsung mengukur jumlah trombosit.

Menurut Geer JP et al (2014), terdapat beberapa metode

pengukuran yang digunakan pada alat Hematology Analyzer yaitu

impedance, optik, gabungan (impedance dan optik), dan flowcytometry.

a) Metode Impedance

Prinsip metode impedance, yaitu sampel diencerkan menggunakan

larutan pengencer. Kemudian supensi sel akan dialirkan melalui celah

(aparatur). Sebuah arus konstan lewat diantara dua elektroda platinum

dikedua sisi dari lubang alat. Setiap sel yang melewati lubang akan
mengalami penurunan konduktansi listrik sehingga akan menghasilkan

implus listrik, penurunan tegangan sebanding dengan ukuran sel dan

dicatat secara elektronik. Penurunan tagangan sebanding dengan

ukuran sel, memungkinkan ukuran sel rata -rata ditentukan secara

bersamaan. Besarnya tegangan sebanding dengan volume sela tau

ukuran sel.

b) Metode Optik

Prinsip dari metode optik adalah darah yang diencerkan melewati

detector berkas cahaya. Ketika sel -sel darah melewati ruang dan

menghasilkan cahaya optic, kemudian dibaca oleh detector dan

dikonversikan dalam bentuk jumlah sel. Metode ini dapat menganalisa

atau memeriksa lebih dari 100 spesimen perjam.

c) Metode Gabungan (Impedance dan Optik)

Beberapa penganalișa hematologi yang Iebih baru telah

menggabungkan metode impedansi dan optik dalam satu instrumen,

sehingga memongkinkan untuk penggunaan yang optimal. Kelebihan

metode ini pengerjaan cepat dan dapat mengerjakan sampel dalam

jumlah yang relative banyak, sedangkan kekurangannya adalah alat

yang mahal (Greer et al., 2014).

d) Metode flowcytometry

Prinsip metode flowcylomelry adalah darah yang diencerkan

dengan menggunakan Iarutan berwarna selanjutnya dengan system


hydro dynamicfocusing selsel darah akan bergerak melalui celah dan

menghasilkan cahaya berwarna (berfluresensi). Fotodetektor akan

menangkap cahaya dari berbagai sudut spesifik yang dapat

membedakan jenis sel darah. Ada beberapa detector yang

membedakan ukuran, komposisi inti sel, dan komposisi granula sel.

Kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel dan ukurannya dan akan

diproses dan dikonversikan dalam bentuk digital.

b. Reagensia

Reagen merupakan zat kimia yang digunakan dalam suatu reaksi untuk

mendeteksi, mengukur dan memeriksa. Jenis reagen terbagi menjadi dua,

yaitu: (PcrMenKes No. 43, 2013)

1) Reagen buatan sendiri merupakan alternatif yang dapat digunakan sebagai

pcngganti rcgaen komersial. Reagen pada pemeriksaan trombosit yang

dapat digunakan yaitu reagen rees ecker tcrdiri dari natrium sitrat 3,8 g,

Iarutan formaldehyde 40% 2mI, brilliant cresylblue 30 mg, aquadest add

100ml dan Iarutan ammonium oksalat 1%.

2) Reagen komersial merupakan reagen yang sudah jadi yang dibuat oleh

pabrik.

Reagen yang digunakan untuk menghitung jumlah eritrosit menggunakan

metode rees ecker adalah reagen rees ecker dan metode fase kontras

menggunakan Iarutan ammonium oksalat 1% (riswanto, 2013). Pada

pemeriksaan trombosit dengan metode automatik dengan menggunakan

reagen yang sudah dibuat khusus pada pabrik sesuai dengan alat yang
digunakan. Syarat untuk pemeriksaan secara automatik adalah tidak

kadaluwarsa, tempat penyimpanan dan suhu yang sesuai anjuran pada botol

reagen.

c. Bahan Kontrol

Menurut KepMenKes No. 1792 (2010), bahan kontrol adaiah bahan yang

digunakan untuk memantau suatu pemeriksaan laboratorium untuk menguji

kualitas hasil pemeriksaan harian. Dalam penggunaannya bahan kontrol harus

diperlakukan sama dengan bahan pemeriksaan spesimen, tanpa perlakuan

khusus baik pada alat, metode pemeriksaan, reagen maupun tenaga

pemeriksanya. Ada beberapa macam bahan kontrol menurut Kemenkes RI

(2018), diantaranya:

1) Bahan kontrol komersial

Bahan control komersial merupakan bahan kontrol yang ada

dipasaran dan dibuat oleh pabrik Biasanya bahan kontrol ini digunakan

pada Fndahuluan. Bahan control komersial terbagi atas 2 macam

diantaranya yaitu :

a) Unassayed

Bahan kontrol unassayed merupakan bahan kontrol yang tidak

mempunyai nilai rujukan sebagai tolak ukur. Nilai rujukan dapat

diperoleh setelah melakukan periode pendahuluan. Biasanya dibuat

kadar normal maupun abnormal. Keunggulan bahan kontrol jenis ini

ialah tahan lama, bisa digunakan untuk semua tes, tidak perlu

membuat sendiri, analisis statistic dilakukan 1 kali pertahun.


Kelemahan bahan control ini adalah tidak mempunyai nilai rujukan

yang baku maka tidak dapat dipakai untuk control akurasi sehingga

harus menentukan nilai ukur dahulu, terkadang ada variasi dari botol

kebotol ditambah kesalahan pada rekonstitusi, serum sering diambil

dari hewan yang mungkin tidak sama dengan serum manusia.

b) Assayed

Bahan kontrol assayed merupakan bahan kontrol yang diketahui

nilai rujukannya serta batas toleransi menurut metode pemeriksaannya.

Karena jenis kontrol ini telah memiliki nilai ukur sendiri, jadi bisa

digunakan sebagai acuan tanpa melakukan periode pandahuluan.

Untuk laboratorium kecil, penggunaan bahan kontrol ini sangat

baik karena bila membuat sendiri dengan serum akan mahal dan

penentuan analisis statistiknya lebih sukar dan mahal. Bahan kontrol

ini dapat digunakan untuk kontrol akurasi, selain itu bahan kontrol ini

diperlukan untuk menilai alat dan cara baru.

Unluk PMI pilihan kontrol yang paling tcpat digunakan yaitu

bahan kontrol komersial aşsayed dengan menggunakan 3 Ievel yaitu

Iow (rendah), normal, dan high (tinggi).

2) Bahan Kontrol buatan sendiri (in home)

Menurut Kepmenkes No.1792 (2010) terdapat beberapa macam bahan

kontrol yang dibuat sendiri, yaitu:

a) Pooled sera, merupakan bahan kontrol dari campuran bahan sisa

serum pasien yang sehari-hari dikirim ke laboratorium.


b) Bahan kontrol yang dibuat dari lisat, disebut hemosilat (zat yang berisi

sel yang telah hancur). Banyak digunakan pada bidang hematologi.

3. Pasca Analitik

Pada tahap pasca analitik yaitu verifikasi hasil, validasi hasil, pencatatan

hasil dan pelaporan hasil terdapat pada tahap ini

a. Verifikasi Hasil

Verfikasi hasil merupakan usaha pecegahan kesalahan dalam melakukan

kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra analitik sampai pasca analitik

dengan melakukan pengecekan setiap tindakan atau proses pemeriksaan

(PerMenKes No. 43, 2013).

b. Validasi Hasil

Validăsi hasil pada suatu pemeriksaan merupakan upaya untuk

memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang sudah diperoleh dari

pemcrikșaan ulang oleh laboratorium rujukan. Pemeriksaan ulang dapat

dilakukan dengan cara seperti: (PerMenKes No. 43, 2013)

1) Laboratorium mengirim spesimen dan hasil pemeriksaan rujukan untuk

dilakukan pcmeriksaan dan hasilnya dibandingkan dengan hasil

pemeriksaan laboratorium pengirim.

2) Persentase tertentu dari hasil pemeriksaan positif dan negatif dikirim

pada laboratorium rujukan untuk dilakukan pemeriksaan ulang.

c. Pencatatan hasil pemeriksaan

Pencatatan pemeriksaan diperlukan untuk pemantauan dan evaluasi

dimana kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Pencatatan hasil

dilakukan setelah pemeriksaan, kemudian hasil yang diperoleh dicatat

mencakup nama pasien, jenis kelaminș nomor rekam medis, permintaan


pemeriksaan dan hasil pemeriksaan untuk mencegah terjadinya kesalahan

pemeriksaan trombosit (Kepmenkes No, 1792, 20 IO).

d. Pelaporan Hasil pemeriksaan

Menurut PerMenKes No, 25 (2015), hal yang harus diperhatikan

dalam penulisan hasil pemeriksaan atau pelaporan hasil seperti :

1. Hasil remerksaan telah divałidasi oleh penanggung jawab laboratorium

atau petugas laboratorium yang diberi wewenang

2. Penulisan angka dan satuan yang digunakan adalah satuan konvensional

atau satuan internasional

3. Pencantuman nilai rujukan, pada setiap hasil laboratorium harus

mencantumkan nilai rujukan.

4. Pencantuman keterangan yang penting dan hal-hal yang dianggap perlu.

Pelaporan hasil memuat form hasil harus benarș tidak salah transkrip,

tulisan harus jelas, dan apakah terdapat kecenderungan hasil pemeriksaan

abnormal (PerMenKes No. 43, 2013).

2.9 Verifikasi dan Validasi Metode

2.9.1 Verifikasi

Verifikasi metode merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memastikan

akurasi dan presisi metode uji dengan melakukan pengujian terhadap analit

tertentu untuk mendapatkan bukti yang objektif, untuk mengetahui apakah

metode tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan (Riyanto, 2017). Metode yang harus diverifikasi adalah metode standar

baru yang akan digunakan rutin (PerMenKes No.43, 2013).

Vcrifikasi metode dilakukan pada saat akan digunakan minimal sekali

dalam sctahunjika lidak ada masnlah. Namun, jika terdapat masalah dapat

dilakukan vcrifikaşi ulnng dcngan bahan kontrol yang diuji sebanyak 10 kali.

Pcnilaian vcrifikasi dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Presisi

Presisi adalah ukuran kedckatan hasil analisis yang diperoleh dari

serangkaian pengukuran ulang dari ukuran yang sama. Presisi merupakan

ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,

diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur

diterapkan secara berulang pada sampel sampel yang diambil dari

campuran yang homogen. Hal ini mencerminkan adanya kesalahan acak

yang terjadi pada sebuah metode. Presisi dilakukan dengan mengukur

sampel yang sama secara berurutan dengan menggunakan alat yang sama.

Apabila alat memiliki presisi yang tinggi, maka pengulangan pemeriksaan

terhadap sampel yang sama akan memberikan hasil yang tidak berbeda

jauh. Presisi sering dinyatakan juga sebagai Impresisi (ketidaktelitian)

(Riyant, 2017).

Presisi biasanya dinyatakan dalam nilai koefisien variasİ (%CV) atau

deviasi standar relative dari hasil analisis yang diperoleh dari independen

disiapkan standar kontrol kualitas. Nilai CV dapai dihitung dengan rumus

berikut:
SD
CV = x 100 %
Mean

Keterangan

SD : Standar Deviasi

Mean : Rata -rata hasil pemeriksaan

Tabel 2.2 Ketentuan batas keberterimaan presisi metode


Menurut Buku Operasional Sysmex XP-100

Parameter Presisi

Trombosit < 6,0%

Semakin kecil nilai CV (%) maka semakin teliti sistem/metode

tersebut dan sebaliknya. Presisi menandakan kesalahan acak (random

error). Kesalahan analitik acak sering kali disebabkan oleh hal-hal berikut

ini yaitu: Instrumen yang tidak stabil, Variasi temperatur, Variasi reagen

dan kalibrasi, Variasi teknik prosedur pemeriksaan diantara pipetasi,

pencampuran, waktu inkumbasi dan variasi operator (KemenkesRI, 2018).

Presisi dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu sebagai repeatability

(keterulangan), Intermediate precision (presisi antara), atau reproducibility

(ketertiruan) (Riyanto, 2017).

1) Repeatability (keterulangan), merupakan ketelitian metode yang

dilakukan secara berulang kali dengan menggunakan metode, operator,

alat, laboratorium, dan kondisi yang sama dalam rentang waktu yang

singkat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi analit,


kesesuaian metode, dan tingkat kesulitan metode. Repeatability dinilai

melalui pelaksanaan penetapanterpisahlengkap terhadap sampel-sample

identic yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran

keseksamaan pada kondisi yang normal (Riyanto, 2017; Kemenkes RI,

2018)

2) Inlermcdiate prcision (presisi antara), merupakan bagian dari presisi

yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji

atau bahan kontrol dengan alat, waktu, analis }ang berbeda, namun

dengan laboratorium dan metode yang sama (Riyanto, 2017).

3) Reproducibility (ketertiruan), merupakan ketelitian yang dihitung dari

hasil penetapa ulangan dengan menggunakan metode yang sama namun

dilakukan oleh analis, peralatan, laboratorium dan waktu yang berbeda.

Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang

dicuplik dari batch yang sama (Riyanto, 2017; KemenkesRI, 2018).

b. Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi merupakan ukuran

perbedaan antara harapan hasil tes dan nilai refrensi yang diterima karena

metode sistematis dan kesalahan laboratorium (Riyanto, 2017). Akurasi

dapat juga dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) yaitu

dengan melakukan pemeriksaan bahan sample yang telah ditambahkan

analit murni, kemudian hasilnya dihitung terhadap hasil yang diharapkan.


Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked-

placebo recovery) atau metode penambahan baku standar (standard

addition method). Akurasi (ketepatan) digunakan untuk menilai adanya

kesalahan sistematik. Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh:

spesifitas reagen/metode periksaan rendah 9mutu reagen), blanko sample

dan blanko reagen kurang tepat, mutu reagen kalibrasi kurang baik, alat

bantu (pipet) yang kurang akurat, panjang gelombang yang dipakai, dan

salah cara melarutkan reagen. Akurasi dapat dinilai dari hasil pemeriksaan

bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai biasnya (d%)

X−Na
d ( %)=
Na

Keterangan

X : Hasil pemeriksaan bahan kontrol

NA :Nilai sebenarnya dari bahan kontrol

Tabel 2.3 Ketentuan bahan keberterimaan akurasi


menurut Westgard

Parameter Akurasi

Trombosit ≤ 5,9%
Nilai bias dapat positif atau negatif, Nilai positif menunjukkan nilai

yang lebih tinggi dari seharusnya scdangkan nilai negatif menunjukkan

nilai yang Icbih rendah dari scharusnya (Permenkes No. 43, 2013).

Terdapat 3 cara ytng dapat digunakan untuk menentukan akurasi

suatu metode analisis yaitu :

1) Membandingkan hasil analisis dengan certifîed refrence material


(CRM) dari organisasi internasional.

2) Uji perolehan kembali dengan memasukkan analit ke dalam matriks


blanko (spokedplacebo).

3) Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit


(standard addition method).

c. Total Eror Allowable (Tea)

TEa (total error allowable) merupakan persyaratan kualitas analititis

yang menetapkan batas ketidak tepatan (reproducibility) atau kesalahan

acak dan keakuratan (kesalahan sistematis atau bias) yang dapat ditoleransi

dalam pengukuran atau hasil test. TEa berfungsi untuk membantu

menginterpretasikan hasil dari program jaminan kualitas eksternal pada

suatu laboratorium yang dirujuk untuk menguji klinik atau hasil

laboratorium lainnya. Menurut CLIA (Westgard QC, 2018) TEa

maksimum untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah 25%. Nilai Tea

menggunakan CV terukur dan bias terukur dengan rumus:

TEa=Bias+ 2CV
2.9.2 Validasi Metode

Validasi merupakan konfirmasi mcîalui pengujian dan pengadaan bukti

objektif bahwa peryaratan tertentu untuk pemeriksaan yang sesuai dengan

tujuan pcngujian telah dipenuhi (Riyanto, 2017). Validasi metode merupakan

suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan kinerja suatu metode hasil

pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh

laboratorium rujukan (PerMenKes No.43, 2013). Metode yang harus divalidasi

adalah metode non-standar dan metode yang baru dikembangkan oleh

laboratorium. Validasi dilakukan pada metode analisa yang baru dibuat dan

dikembangkan, metode tidak baku dan metode baku yang dimodifikasi.

Parameter yang harus dilakukan dalam validasi, yaitu presisi, akurasi,

linieritas, spesifisitas, range, robustness, limit deteksi, dan system suitability

(uji kesesuaian) (Riyanto, 2017).

2.10 Pemantapan Mutu

Pemantapan mutu laboratorium merupakan semua kegiatan yang dilakukan

untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium kesehatan.

Kegiatan pemantapan mutu dalam bidang hematologi terdiri atas pemantapan mutu

internal (PMI) dan pemantapan mutu eksternal (PME) (KepMenKes No. 1792,

2010).

2.10.1 Pemantapan Mutu Internal

Menurut Permcnkcs No. 59 (2013), pemantapan mutu internal adalah

suatu kegiatan pcncegahan dan pcngawasan yang dilaksanakan oleh masing-

masing lalx»ratorium sccara terus-mcnerus supaya tidak terjadi atau


mengurangi kejadian error atau penyimpangan sehingga diperoleh hasil

pemeriksaan yang tcpat dan akurat. Pernantapan mutu internal laboratorium

(PMI) dilakukan untuk mengendalikan hasil pemeriksaan laboratorium setiap

hari dan untuk mengetahui penyimpangan hasil laboratorium agar segera

diperbaiki. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemantapan

mutu internal, yaitu komitmen untuk menciptakan hasil yang bermutu,

fasilitas, petugas laboratorium yang tidak kompeten, dana, tindakan kontrol,

monitoring kontrol, serta adanya mekanisme pemecahan masalah. Hasil

laboratorium yang kurang tepat akan menyebabkan kesalahan dalarn

penataJaksanaan pengguna laboratorium.

KemenKesRI (2018), cakupan objek pemantapan mutu internal

meliputi aktivitas tahap pra analitik, tahap analitik dan tahap pasca analitik.

a. PMI Pra Analitik

KemenKesRl (2018), kegiatan pada PMI tahap pra analitik

antara lain adalah persiapan pasien, pengambilan spesimen,

pengolahan spesimen, pengiriman spesimen, dan penyimpanan

spesimen. Kegiatan ini ditaksanakan agar Apcsimcn trnar-benar

representatif sesuai deogan Readaan pasicn, tidak terjadi kckeliruan jenis

spesimen dan mcncegah tcrtuk'arny'a pasicn satu sama lainnya. Tujuan


pengcndalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa specimen-

spcsimcn yang ditcrima bcnar dan dari pasien yang benar pula serta

memenuhi syarat yang telah ditentukan. Maka agar pra analitik dapat

diterima dapat dilakukan proses Quality Laboratory Practice/Processes

(QLP) dengan cara pengecekan atau identifikasi ulang pada sampel yang

akan diperiksa dengan mengutamakan ketelitian dan ketepatan apakah

identitas pasien sesuai serta pengambilan dan pengolahan specimen telah

sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan supaya dapat menjamin

ketepatan hasil yang akan diperoleh. Untuk pemeriksaan trombosit harus

diperhatikan pada saat sampling, saat sampling darah penusukan vena

diusahakan sekali kena dan pemindahan darah dari spuit ke tabung tidak

memberikan tekanan dengan spuit.

Kesalahan yang terjadi pada tahap pra analitik adalah yang

terbesar, yaitu dapat mencapai 60% - 70%. Hal ini dapat disebabkan dari

spesimen yang diterima laboratorium tidak memenuhi syarat yang

ditentukan. Spesimen dari pasien dapat diibaratkan seperti bahan baku

yang akan diolah. Jika bahan lidak baik, tidak mcmenuhi persyaratan

untuk pcmeriksaan. maka akan didapatkan hasil/output pemcriksaan

yang salah. Schingga pcnting sckali unluk mempcrsiapkan pasien

scbclum mclakukan pcngambilan spesimcn, Spesimcn yang tidak

memcnuhi syarat scbaiknya ditolak, dan dilakukan pengulangan

pengambilan spesimcn agar tidak merugikan laboratorium.


b. PMI Anlitik

PMI analitik merupakan semua kegiatan yang ditujukan untuk

menjamin ketelitian dan ketepatan pada tahap analitik. Kegiatan yang

dilakukan pada tahap ini diantaranya pemeriksaan specimen, uji kualitas

reagen, dan uji ketelitian dan ketepatan (quality control). PMI Analitik

bertujuan untuk menjamin hasil pemeriksaan dapat dipercaya dan valid

sehingga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis terhadap pasien.

Untuk menjamin hasil dapat dipercaya dan valid dapat dilakukan uji

ketelitian dan uji ketepatan.

Uji ketelitian atau presisi dapat digunakan sebagai indikator

adanya penyimpangan akibat kesalahan acak. Uji ketepatan atau akurasi

digunakan untuk mengenali kesalahan secara sistemik. Uji akurasi dan

presisi dilakukan dengan cara menguji bahan kontrol yang telah diketahui

nilainya. Bila hasil pemeriksaan masih berada dalam rentang nilai kontrol

maka hasil masih layak untuk dilaporkan (KemenkesRI, 2018).

KemenkesRl pada uji ketelitian kegiatan yang dilakukan yaitu

periode pendahuluan, periode control, dan evaluasi hasil.

1) Periode Pendahuluan

Periodc pendahuluan mcrupakan pemeriksaan yang

dilakukan dengan memeriksa bahan kontrol minimal scbanyak 25 kali

selama 25 hari berturut-turut. Hasil yang diperoleh kemudian dicatat

dan dihitung mean serta standar deviasi (SD).


Data hasil pemeriksaan bahan kontrol ini dicatat dalam

tabel periode pendahuluan. Pemeriksaan bahan kontrol ini

dilaksanakan selama satu bulan atau minimal 25 hari, sehingga akan

didapatkan data bahan kontrol tersebut selama satu bulan atau 25 hari.

Kegiatan periode pendahuluan ini dilakukan untuk mendapatkan nilai

rata-rata/mean (X), nilai standar deviasi (SD) dan nilai koefesien

variasi (CV). Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk menghitung

nilai satuan SD pada periode kontrol. Dengan hasil nilai-nilai tersebut

maka dibuat grafik kartu kontrol pada sumbu Y dipetakan nilai mean,

batas ±1 Sd, ±2 Sd, ±3 Sd kemudian sumbu X dipetakan hari.

2) Periode Kontrol

Periode kontrol digunakan untuk menilai baik tidaknya suatu

pemeriksaan pada hari tersebut. Merupakan periode untuk menentukan

ketelitian pemeriksaan pada hari tersebut dengan memeriksa bahan

kontrol setiap hari kerja kemudian nilai yang diperoleh dicatat dalam

satuan SD terhadap mean kemudian diplotkan pada grafik Levey

Jenning.
Bila hasil pengukuran tidak masuk dalam aturan westgard

multirules maka hasil tersebut dinyatakan terkontrol dan dapat

dikeluarkan, namun jika hasil pengukuran berada pada aturan wesgard

mullirules maka hasil ditolak dan tidak dapat dikeluarkan kecuali

masih berada dalam batas Sd maka nilai tersebut dinyatakan dalam

peringatan dan hasil dapat dikeluarkan.

Kemudian perhitungan diulang setelah semua prosedur periksa

terhadap adanya error tanpa memasukkan basil yang diperoleh tadi.

Rumus Satuan SD

Xi− Mean
Satuan SD=
SD

Keterangan

Xi : Nilai bahan control

Mean : Nilai rata -rata

SD : Nilai SD

3) Aturan Westgard multirulers

Sukorini et al. (2012), westgard multirule merupakan suatu seri

multirule yang digunakan untuk membantu evaluasi pemeriksaan

kontrol berpasangan. Pada level signifikan secara medis atau pada

akhir rentang linieritas metode pemeriksaan tersebut. Running dan

evaluasi hasil kedua kontrol akan memungkinkan terdeteksinya shift

dan trend lebih awal. Shifi merupakan penyimpangan mendadak nilai-


nilai dari satu level grafik kontrol menuju lainnya dan bersifat

Didalam hematolgi trenddisebabkan adanya kontinyu

kerusakan reagen, permasalahan dengan pump tubing atau dimana hasil

sumber sinar pemeriksaan

kontrol selama 7 hari terletak pada garis yang sama. Penyebabnya

adalah penggunaan reagen dan instrument yang baru (Permenkes No.

1792, 2010).

Trend merupakan perubahan nilai yang berlangsung terus menerus

dari satu arah yang melewati 6 nilai atau lebih secara berturut-turut,

dimana hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 7 hari berturut-turut

cenderung meningkat atau menurun.

Didalam hematolgi trenddisebabkan adanya kerusakan reagen,

permasalahan dengan pump tubing atau sumber sinar

(Permenkes No. 1 792, 2010).

Beberapa aturan Westgard Multirule diantaranya sebagai berikut

(Westgard QC, 2019):

Tabel 2.4 Aturan Westgard multirole


Aturan Keterangan Simbol Tipe Kesalahan

1 Satu nilai berada diluar 1-2s


batas 2SD
2 Satu nilai berada diluar 1-3s Random
batas 3 SD
3 Dua nilai control berturut - 2-2s Sistemik
turut diluar 2SD pada sisi
yang sama
4 Rentang antara 2 nilai R-4s Sistemik
control berturut-turut diluar
2SD pada sisi yang
berlawanan
5 4 nilai control berturut-turut 4-1s Sistemik
diluar 1SD pada sisi yang
sama
6 10 nilai control berturut- 10x Sistemik
turut berada pada sisi yang
sama dari nilai rata-rata

c. PMI Pasca Anlitik

2.10.2
B.

C.

Anda mungkin juga menyukai