Anda di halaman 1dari 30

1

MAKALAH

MEDIA FERMENTASI
PART 1
Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Industri

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir Chandrawati Cahyani

Oleh: Kelompok 5
1). AFIDA KHOFSOH (115061100111031)
2). RIZKA DWI OKTARIA (115061101111017)





PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Revisi I, kelompok 5
Tanggal 11 Oktober 2012
2

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang 4
1.2.Rumusan masalah ... 4
1.3.Tujuan . 4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pembentukan Media . 5
2.1.1. Fermentasi Media Cair 9
2.1.2. Fermentasi Media Padat . 10
2.2. Sumber Karbon . 11
2.2.1. Molase . 15
2.2.2. Ekstrak gandum .. 16
2.2.3. Pati . 16
2.2.4. Sulphite Waste Liquor 17
2.2.5. Selulosa .. 17
2.2.6. Whey. . 19
2.2.7. Alkana dan Alkohol 20
2.2.8. lemak dan minyak 22

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan 24

DAFTAR PUSTAKA . 25
LAMPIRAN . 26
3

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Unsur-unsur yang ada dalam mikroba .. 6
Tabel 2. Pertumbuhan yield (Y
karbon
) pada medium minimum
dan variasi sumber karbon dan energi 12
Tabel 3.komposisi Molase . 15
Tabel 4. Komposisi Whey Susu (g/L) 19


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Lignoselulosa . 18

















4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mikrobiologi Industri merupakan suatu usaha memanfaatkan mikrobia sebagai
komponen untuk industri atau mengikut sertakan mikrobia dalam prosesnya.
Mikrobia dalam industtri mengasilkan beberapa macam produk, diantaranya zat
kimia, seperti asam organik, gliserol dan alkohol. Selain itu juga antibiotik, zat
tumbuh, enzim, makanan dan minuman, pengawet dan sebagainya.
Dalam suatu proses fermentasi hal yang sangat penting adalah media
fermentasi. Karena segala proses metabolisme tergantung bahan (medium) yang
tersedia. Terdapat banyak sumber nutrisi yang harus dipenuhi dalam membentuk
media suatu fermentasi adalah Sumber karbon yang terdiri dari molasses, pati,
sulphite waste liquor, selulosa, whey, hidrokarbon, minyak dan lemak. Semua
kebutuhan unsure ini akan dijelaskan dalam makalah yang berjudul Media
Fermentasi Part 1 ini. Adapun sumber nutrisi yang lain seperti nitrogen, air,
mineral, vitamin, oksigen dan lain sebagainya akan dijelaskan dalam makalah
Media Fermentasi Part 2.

1.2.Rumusan masalah
1. Bagaimana pembentukan media fermentasi?
2. Bagaimanakah sumber karbon dalam media fermentasi?

1.3.Tujuan
1.Mengetahui pembentukan media fermentasi
2.Mengetahui sumber karbon dalam media fermentasi




5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pembentukan Media
Pada umumnya fermentasi membutuhkan media cair, untuk membantu proses
pernafasan. Meskipun demikian, fermentasi substrat padat juga banyak digunakan.
Media fermentasi harus memenuhi kebutuhan nutrisi mikroorganisme dan
mendukung proses teknik perlakuan objek. Nutrisi mikroorganisme harus terbentuk/
terformulasikan untuk mendukung proses sintesis dalam membentuk produk yang
diinginkan begitu juga biomassa sel dan metabolik tertentu (Waites, dkk, 2005).
Suatu strain yang mampu memberikan hasil yang tinggi dari produk yang
diinginkan saat dikembangkan dalam laboratorium belum tentu memberikan hasil
yang sama ketika diaplikasikan dalam skala industry. Dalam bidang industri yang
diperlukan adalah medium yang cocok secara ekonomi. Medium tersebut dapat
berupa padat atau cair (Hidayat, dkk, 2006)
Pada fermentasi antibiotika, bahan baku yang digunakan tidak boleh mahal,
karena produk yang dihasilkan tidak mahal. Namun pada produksi steroid, produk
bernilai lebih mahal sehingga penggunaan substrat dapat dipilih yang lebih dominan
agar dihasilkan produk yang lebih banyak. Dalam fermentasi konvensional,
umumnya dipakai bahan baku yang tidak mahal, misalnya biji-bijian, daging,
prosesing serat dan sebagainya. Dalam perkembangan produk bioteknologi
dibutuhkan medium yang mahal seperti untuk pertumbuhan sel mamalia dan tanaman
(hidayat, dkk, 2006).
Medium kultur harus mengandung semua elemen yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroba, dalam proporsi yang serupa dengan dengan adanya sel pada
mikroba (Waites, dkk, 2005).


6

Tabel 1. Unsur-unsur yang ada pada mikroba
Unsur Fungsi fisiologi Berat kering (%)
Hidrogen Penyusun senyawa organik 8
Oksigen Penyusun senyawa organik 20
Karbon Penyusun senyawa organik 50
Nitrogen Penyusunan protein, asam
nukleat dan koenzim
14
Sulfur Penyusun protein dan
beberapa koenzim
1
Fosfor Penyusun asam nukleat,
fosfolipid dan koenzim
3
Magnesium Kofaktor pada sejumlah
reaksi enzim (ATP)
0,5
Mangan Kofaktor pada beberapa
enzim
0,1
Kalsium Kofaktor pada beberapa
enzim (protease)
0,5
Besi Penyusun sitokrom,
protein non-heme dan
kofaktor pada beberapa
enzim
0,2
Kobalt Penyusun vitamin B12 0,03
Tembaga, Seng,
Molybdeum
Penyusun beberapa enzim 0,03
(sumber: Hidayat, dkk, 2006)
Umumnya yang disebut makronutrien adalah yang dibutuhkan dalam jumlah
yang besar seperti C, H, O dan N. Mesonutrien dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
7

sedikit seperti Mg, P, S dan mikronutrien dibutuhkan dalam jumlah yang sangat
sedikit seperti Fe, Cu, Zn dam Mo (hidayat,dkk, 2006).
Kebanyakan fermentasi, kecuali keterlibatan substrat padat, membutuhkan
jumlah air yang banyak dalam pembentukan media. Kebutuhan media secara umum
termasuk didalamnya adalah sumber karbon, yang mana sebenarnya semua industri
fermentasi menghasilkan energi dan unit karbon untuk biosintesis, dan sumber
nitrogen, sumber fosfor, sulfur dan unsur lain yang diperlukan dalam jumlah yang
sangat sedikit juga harus tersedia, dan beberapa mikroorganisme membutuhkan
penambahan vitamin, seperti biotin dan riboflavin. Fermentasi aerobik tergantung
pada oksigen yang berkelanjutan sedangkan fermentasi anaerob membutuhkan aerasi
awal dari media, misalnya fermentasi bir. Biasanya, media menggabungkan buffer
atau pengontrol pH dengan penambahan asam ataupun basa, dan agent antibusa yang
mungkin dibutuhkan. Pada beberapa proses, pendahuluan, senyawa induksi atau
inhibitor dikenalkan pada tingat/ taraf tertentu dari fermentasi (waites, dkk, 2005).
Saat kebutuhan unsur mikroorganisme sudah ditetapkan, sumber nutrisi yang
cocok dapat digabungkan kedalam media untuk memenuhi permintaan ini. Meskipun
demikian, ini penting untuk diketahui, masalah potensial dapat timbul ketika
menggunakan senyawa tertentu. Misalnya, mempercepat metabolism dapat menekan
pembentukan produk. Untuk menagani masalah ini, dilakukan penambahan medium
segar secara berkala ataupun kontinyu. Perlakuan ini dapat diangkat untuk
memelihara konsentrasi zat (yang mengganggu pembentukan produk) sehingga relatif
rendah agar tidak lagi bersifat menekan. Nutrisi media tertentu atau kondisi
lingkungan dapat mempengaruhi tidak hanya fisiologi dan biokimia tetapi juga
morfologi dari mikroorganisme tersebut. Di dalam beberapa yeast, sel tunggal dapat
berkembang ke dalam pseudo-miycelium atau flocculate, filament jamur dapat
membentuk lempengan. Hal mungkin tidak sebagai keinginan utama, namun
perubahan morfologi dapat mempengaruhi produk dan sifat fermentasi yang lain.
Fermentasi skala industri pada dasarnya menggunakan pembagian kompleks untuk
mendapatkan harga ongkos yang efektif, dimana sumber karbon dan nitrogen hampir
8

tidak dapat ditegaskan dengan jelas. Kebanyakan didapat dari material alami seperti
hewan dan tumbuhan, sering juga menggunakan by produk dari industry lainnya
dengan divariasikan komposisi variabel. Pengaruh variasi batch-to-batch harus
ditentukan. Percobaan skala kecil, biasanya dipertunjukkan dengan setiap batch baru
untuk substrat, khususnya untuk menguji adanya tabrakan yield produk dan tahap
pemulihan produk (Waites, dkk, 2005).
Faktor utama yang mempengaruhi pilihan akhir bahan baku tersendiri yang
diikuti/ digunakan (waites, dkk, 2005).
1. Ongkos dan pendapatan; sempurnanya, bahan haruslah tidak mahal dan tidak
perlu ditanya kualitasnya dan setiap tahun/ sepanjang tahun bahan tersebut
dapat didapatkan.
2. Pengendaliannya mudah untuk bentuk padatan ataupun cairan, begitu juga
ongkos penyimpanan misalnya memerlukan pengontrolan suhu.
3. Kebutuhan sterilisasi dan potensi masalah perubahan sifat.
4. Pembentukan, pencampuran, pengompleksan sifat viskositas yang mungkin
mempengaruhi pergerakan dan aerasi selama fermentasi dan proses tingkat
downstream.
5. Konsentrasi produk target yang dicapai, kecepatan pembentukannya, dan
yield per gram substrat yang digunakan.
6. Level dan range ketidakmurnian dan muncul dan berkembangan produk yang
tidak diinginkan selama proses berlangsung.
7. Kesehatan dan keselamatan untuk semua.
Bahan mentah substrat harus disesuaikan dengan ekonominya, namun jika
tingkat ketidakmurnian dari substrat tinggi, maka tidak menutup kemungkinan akan
membutuhkan ongkos lebih dan pemulihan yang kompleks. Selain itu juga
membutuhkan purifikasi pada downstream dan bisa juga meningkatkan biaya
penanganan limbahnya. Sifat fisika dan kimia dalam medium yang terbentuk dapat
mempengaruhi operasi sterilisasi. Medium yang mudah disterilkan dengan panas
yang relatif rendah adalah yang sangat penting. Panas tidak hanya mengurangi
9

komposisi spesifik/ tertentu, namun juga membentuk inhibitor by produk
(penghalang) yang dapat menjadi pengganggu pada proses downstream (waites, dkk,
2005).
2.1.1. Fermentasi Media Cair
Fermentasi media cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air
sebagai fase kontinyu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat
baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel
dalam fase cair. Fermentasi cair meliputi minuman anggur dan alkohol, fermentasi
asam cuka, yogurt dan kefir (Dharma, 1992).
Fermentasi cair dengan teknik tradisional tidak dilakukan pengadukan,
berbeda dengan fermentasi teknik fermentasi cair modern melibatkan fermentor yang
dilengkapi dengan: pengaduk agar medium tetap homogen, aerasi, pengatur suhu
(pendingin atau pemanasan) dan pengaturan pH. Proses fermentasi cair modern dapat
dikontrol lebih baik dan hasil uniform dan dapat diprediksi. Juga tidak dilakukan
sterilisasi, namun pemanasan, perebusan dan pengukusan mematikan banyak mikroba
competitor (Dharma, 1992).
Jenis-jenis fermentasi media cair yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
(Dharma, 1992)
1. Fermentasi yang diagitasi dimana substratnya larut dalam air.
Jenis fermentasi ini dikerjakan dalam suatu labu atau gelas yang cocok atau
yang lebih modern dengan menggunakan fermentor dimana substratnya larut
sempurna dalam air. Pengambilan substrat oleh mikroba melalui fase larutan
dalam air. Pada kultur labu yang dikocok, agitasi dilakukan dengan bantuan
alat pengocok (shaker). Pada fermentor agitasi dikerjakan dengan pengaduk
yang dijalankan oleh motor dan dapat dibantu oleh aerasi (gelembung udara).
2. Fermentasi yang diagitasi dimana zat yang tak larut dalam air tersuspensi
dalam fasa cair.
Pada fermentasi ini substrat zat padat tidak larut dalam air tetapi dalam
bubuk-bubuk halus yang tersuspensi dalam sejumlah air yang banyak. Garam
10

dan zat hara lain mungkin terlarut dalam air. Konsentrasi substrat dalam
media dapat bervariasi mulai dari satu persen sampai pada suatu keadaan yang
menyerupai bubur. Pengambilan substrat oleh mikriba biasanya disertai
dengan produksi suatu faktor yang dapat melarutkan yang mungkin sifatnya
ekstraseluler atau terletak didalam dinding dalam air sehingga partikel substrat
tersipresi secara merata dalam medium yang mengandung air agar terjadi
kontak dengan mikroba secara maksimum.
3. Fermentasi yang diagitasi dimana zat cair yang tak larut dalam air tersuspensi
dalam fase cair.
Jenis fermentasi ini dan mekanisme pengambilan substrat dengan yang kedua
kecuali substrat bersifat cair.
4. Fermenatasi yang tidak diagitasi dimana substratnya larut dalam fasa cair.
Pada fermentasi ini substrat larut dalam air tetapi medianya tidak diagitasi
atau dikocok. Pengambilan substrat melalui fase cair. Medium didistribusikan
berupa larutan yang dangkal dalam suatu baki atau dalam suatu wadah yang
mempunyai permukaan yang luas dan dalamnya media biasanya 2,5 5,0 cm
untuk produksi yang sangat tinggi.

2.1.2. Fermentasi media padat
Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung
dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak
mengalir bebas. Produk dari fermentasi media padat misalnya oncom, kecap, dan tape
(Dharma, 1992).
Fermentasi media (substrat) padat mempunyai kandungan nutrien per volume
jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Adapun faktor yang
mempengaruhi fermentasi media padat diantaranya: (Dharma, 1992)
1. Kadar air: kadar optimum tergantung pada substrat, organisme, dan tipe
produk akhir. Kisaran kadar air yang optimal adalah 50-75%. Kadar air yang
11

tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi
oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri.
2. Temperatur: temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama proses
fermentasi
3. Pertukaran gas: pertukaran gas antara fase gas dengan substrat padat
mempengaruhi proses fermentasi.
Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan yaitu:
(Dharma, 1992)
1. Medium yang digunakan relative sederhana
2. Ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relative kecil, karena air
yang digunakan sedikit.
3. Inokulum dapat disiapkan secara sederhana.
4. Kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat
alaminya.
5. Aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel
substrat.
6. Produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah.

2.2. Sumber Karbon
Dengan mengecualikan alga dan bakteri autotrof yang menggunakan
karbondioksida sebagai sumber karbon, mikroba yang digunakan dalam industri
membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan energi. Selain itu juga
untuk biosintesa, pembentukan produk, dan pemeliharaan sel. Karbon merupakan
unsure yang paling penting. Berdasarkan berat mikroba, sekitar 50% berat mikroba
adalah karbon. Konsentrasi nitrogen bervariasi dari 3-15 %. Oleh karena itu karbon
merupakan bahan yang paling besar dalam medium kultur (hidayat, dkk, 2006).
Kebutuhan karbon dapat ditentukan dari koefisien hasil biomasa (Y) maka: (waites,
dkk, 2005)

12

Y
carbon
(g/g) =




Pada fermentasi komersial perhitungan koefisien yield untuk semua nutrisi biasanya
menjadi dasar. Setiap nutrient dapat dihitung melalui rangkaian perlakuan pada
percobaan batch-culture dimana substrat yang spesifik hanya menjadi media
pembatas pertumbuhan dan nutrient yang lain sebagai excess. Dengan memvariasi
konsentrasi awal dari substrat pembatas pertumbuhan yang kemudian diplotkan
dengan total pertumbuhan pada konsentrasi disetiap batch, sehingga Y dapat
ditentukan. Meskipun demikian, nilai yang didapatkan dapat menceritakan pada
kondisi yang spesifik dengan memvariasi pH dan temperatur, yang dapat merubah
nilai Y. Jenis/ variasi organisme juga dapat menujukkan perbedaan koefisien yield
(Y) pada substrat yang sama.

Tabel 2. Pertumbuhan yield (Y
carbon
) pada medium minimum dengan variasi sumber
karbon dan energy
Y
glucosa
Y
ethanol
Y
methanol
Y
oktana

Pertumbuhan aerob
- Aspergilus nidulans
- Candida utilis
- Escherchia coli
- Phicia angusta
- Penicillium chrysogenum
- Pseudomonas aeruginosa
- Pseudomonas species
- Saccharomyces cereviceae

0,61
0,51
0,52

0,43
0,43

0,56


0,68





0,63




0,36


0,54







1,07
Pertombuhan anaerob
- Moorella thermacetica
- Escherchia coli

0,11
0,13



13

- Klebsiella pneumonia
- Saccharomyces cereviceae
0,12
0,12
(Sumber: Waites, dkk, 2005)

Perbedaan dapat juga tetrjadi pada satu individu misalnya Saccharomyces cereviceae
tumbuh pada glukosa yang menpunyai koefisien biomasa (Y) 0,56 dan 0,12 g/g pada
kondisi aerob dan anaerob (waites, dkk, 2005).
Sebagian besar mikroba dapat menggunakan berbagai tipe nutrisi yang telah
diketahui. Senyawa karbon yang digunakan dapat berasal dari senyawa C2 sederhana
(asam asetat, etanol) sampai senyawa kompleks (polisakarida, protein) dan senyawa
aromatik. Ada pula mikroba yang hanya dapat menggunakan substrat terbatas. Pada
sumber karbon lain tidak dapat tumbuh dengan baik. Sebagai contoh adalah
Methylomonas dan Methylococcus yang hanya menggunakan metana dan methanol
sebagai sumber karbon dan energi (waites, dkk, 2005).
Jumlah molekul ATP yang dibentuk dari sumber karbon dan energi dalam
medium dapat dihitung berdasarkan berat kering yang diperoleh sebagai fungsi ATP
yang dihasilkan selama katabolisme sumber energi (hidayat, dkk, 2006).
Energi diperoleh terutama melalui 2 jalan: (hidayat, dkk, 2006)
1. Fosforilasi substrat
Oksidasi substrtat adalah hilangnya electron disertai oleh sintesis fosfat kaya
energy yang akan dipindah lewat ADP dengan membentuk ATP. Jadi selama
glikolisis, mikroba mendapatkan dua molekul ATP dari tiap molekul glukosa.
2. Fosforilasi oksidatif
Dalam kasus ini energi diubah selama pemindahan electron dalam rantai
respirasi. Tiga molekul ATP diperoleh dari tiap pasang electron yang dipindah
dari NADH ke oksigen. Jika 12 pasang electron dapat digunakan dari tiap
molekul glukosa yang dimetabolisme melalui glikolisis pada siklus kreb maka
14

akan diperoleh 36 molekul ATP. Jadi metabolism aerob menghasilkan
(36+2)/2 = 19 kali lebih tinggi dari pada ATP secara anaerob.

Secara umum, mikroba aerob mengubah substrat karbon dalam jumlah lebih
besar (50 %) menjadi biomassa dibanding mikroba anaerob, karena mikroba
tersebut tidak menggunakan banyak substrat untuk memperoleh energi. Ini
memungkinkan untuk menghitung jumlah minimum substrat karbon yang dibutuhkan
dalam medium untuk memperoleh biomassa. Sebagai contoh penelitian mula-mula
menggunakan medium yang mengandung substrat berlebihan dan ini memungkinkan
diperoleh berat kering sel bakteri maksimum perliter (misalnya 40 g). Biomassa ini
diasumsikan mengandung 50 % karbon dan mikrobia mampu mengubah 50% karbon
pada substrat menjadi karbon pada substrat menjadi biomassa secara aerob, sehingga
medium harus mengandung:
40 x (100/50) x (50/100) = 40 g karbon/L
Jika sumber karbon adalah glukosa maka jumlah yang harus ditambahkan dalam
medium:
(40 x 180)/72 = 100 g glukosa/L (hidayat, dkk, 2006)
Gula murni seperti glukosa dan sukrosa umumnya mahal bila digunakan
dalam industri dan biasanya dicari sumber karbon yang murah. Hal yang menarik
adalah penggunaan limbah pertanian atau industri. Industri fermentasi dapat memilih
antara beberapa bahan utama, tergantung harga, fluktuasi pasar dalam menggunakan
surplus (hidayat, dkk, 2006).
Kebanyakan kapang menggunakan glukosa sebagai sumber karbonnya.
Beberapa jasad dapat menggunakan lebih dari satu sumber karbon. Pertumbuhan
yang terjadi disebut pertumbuhan diauksi. Misalnya S. ceriviciae, laktosa didegradasi
menjadi glukosa dan galaktosa. Kapang tertentu tidak dapat menggunakan sukrosa,
misalnya Rhizopus dan Sordaria. Kebanyakan kapang tidak dapat tumbuh pada gula
alcohol, seperti manitol (hidayat, dkk, 2006).

15

2.2.1. Molase
Glukosa dan sukrosa murni jarang digunakan dalam fermentasi skala industri,
dikarenakan faktor biaya (waites, dkk, 2005). Molase adalah limbah industri gula
yang tentunya lebih murah. Komposisi molase dapat dilihat pada tabel 3. Molase tebu
kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor dan sulfur. Kandungan nitrogen
organik sedikit. Mengandung 62% gula yang terdiri dari sukrosa 32%, glukosa 14%
dan fruktosa 16% (hidayat, dkk, 2006).
Molase berbeda dengan bahan baku yang umum digunakan dalam produksi
alkohol seperti jagung dan kentang. Bahan ini mengandung karbohidrat yang
disimpan sebagai pati sehingga harus mengalami perlakuan awal dengan
memasaknya dan membutuhkan kerja enzim untuk menghidrolisis pati menjadi gula
yang dapat difermentasi. Sebaliknya karbohidrat dalam molase siap untuk
difermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena berbentuk gula (hidayat, dkk,
2006).
Tabel 3. Komposisi molase
Komponen Persentase
- Air
- Sukrosa
- Dektrosa
- Fruktosa
- Gula reduksi lain
- Karbohidrat lain
- Abu
- Senyawa nitrogen
- Asam-asam non nitrogen
- Lilin, sterol dan fosfolipid
17-25
30-40
4-9
5-12
1-5
2-5
7-15
2-6
2-8
0,1-1
(sumber: Hidayat, dkk, 2006)

16

2.2.2. Ekstrak gandum
Ekstrak cair dari gandum dapat dibentuk seperti sirup yang secara khusus
digunakan untuk sumber karbon yang biasanya untuk pembentukan filament pada
jamur, ragi dan actinomycetes. Persiapan ekstrak pada dasarnya sama dengan
pemasakan bir. Komposisi dari ekstrak gandum biasanya mengandung 90%
karbohidrat dalam basis kering. Dimana terdiri dari 20 % heksosa (glukosa dan
sedikit fruktosa), 55% disakarida (umumnya maltose dan sedikit sukrosa), dan 10 %
maltotriosa sebuah trisakarida. Lagi pula, produksi ini mengandung dekstrin
bercabang dan tidak bercabang (15-20%), yang mana mungkin atau tidak mengalami
metabolism, tergantung pada mikroorganismenya. Ekstrak gandum juga mengandung
beberapa vitamin dan kira-kira 5% substansi nitrogen, protein, peptide dan asam
amino (waites, dkk, 2005).
Sterilisasi media yang mengandung ekstrak gandum harus dikontrol dengan
hati-hati untuk mencegah pemanasan berlebih. Unsur yang menurukan gula dan asam
amino cenderung menghasilkan produk reaksi maillard ketika dipanaskan pada pH
yang rendah. Muncullah produk kondensat berwarna coklat hasil dari reaksi
kelompok amino dari amin, asam amino dan protein dengan kelompok karbonil dari
penurunan gula, keton dan aldehid. Tidak hanya karena warnanya yang berubah tetapi
juga hasil hilangnya materi yang menyebabkan fermentasi dan produk beberapa
reaksi yang menghalangi pertumbuhan mikroorganisme (waites, dkk, 2005).

2.2.3. Pati
Polisakarida ini tidak siap untuk digunakan seperti monoskarida dan
disakarida, namun dapat secara langsung mengalami metabolism dengan produksi
amylase oleh miroorganisme, khususnya pembentukan filament jamur, enzim ekstra
seluler menghidrolisis substansi yang merupakan campuran dari glukosa, maltosa
atau maltotriosa (waites, dkk, 2005).
Pati jagung adalah yang paling banyak dipakai, namun ini dapat juga
didapatkan dari cereal yang lain atau potongan akar. Untuk diperbolekannya dalam
17

fermentasi, pati biasanya dikonversi menjadi sirup gula, yang mengandung paling
banyak glukosa. Ini pertama-tama berubah menjadi agar-agar kemudian dihidrolisis
dengan mengencerkan asam atau enzim amilolitik (waites, dkk, 2005).
Setelah dihidrolisis meggunakan enzim tanaman atau amylase mikroba, terjadi
proses kontinyu (proses symba) dikembangkan di Swedia untuk produksi biomassa
menggunakan khamir Endomycopsis fibulinger untuk menghidrolisis pati menjadi
gula yang dapat difermentasi. Candida utilis akan menggunakan gula ini untuk
pertumbuhannya (hidayat, dkk, 2006).

2.2.4. Sulphite Waste Liquor
Sulphite Waste Liquor (SWL) dari industri kertas mengandung gula dari
hidrolisis hemiselulosa dalam kayu. komposisi SWL tergantung kayu yang
digunakan. Angiospermae memberikan Sulphite Liquor yang mengandung 3% gula
yang 70 %-nya adalah pentosa (terutama silosa), sedangkan gymnospermae
menghasilkan liquor yang mengandung gula 2% dengan 75%-nya adalah heksosa
(terutama manosa). Hidrolisis asam pada pada selulosa kayu itu sendiri memberikan
65-85% gula yang dapat difermentasi. Selulosa biasanya dihidrolisis sebelum dapat
digunakan sebagai substrat, tetapi penggunaan mikroba selulolitik memungkinkan
diperolehnya protein mikroba secara langsung dari limbah selulosa tanpa perlakuan.
Jamur berfilamen (Tricoderma viridae) dan bakteri (cellulomonas sp) merupakan
mikroba yang sering digunakan. Beberapa hidrolisis asam dikembangkan selama
perang dunia ke II. Asam sulfat dengan konsentrasi 0,5% biasanya digunakan pada
150
o
-185
o
C. Dalam proses kontinyu kemungkinan didapat dari sirup bubuk gergaji
yang mengandung 4-5% gula pereduksi (campuran glukosa dan pentosa) dengan hasil
45-55% (hidayat, dkk, 2006).

2.4.5. selulosa
Selulosa paling dominan ditemukan sebagai lignoselulosa dalam dinding sel
tumbuhan, yang mana terbentuk dari 3 polimer yaitu: selulosa, hemiselulosa dan
18

lignin. Lignoselulosa tersedia dari pertanian, hutan, limbah industri maupun
domestik. Sedikit mikroorganisme yang dapat langsung digunakan, ini sama sulitnya
dengan menghidrolisis. Komponen dari selulosa adalah bagian kristalin, lapisan
lignin dan memberikan area sempit untuk enzim menyerang. Ini umumnya digunakan
pada fermentasi substrat padat untuk memproduksi jamur yang bervariasi. Walaupun
demikian ini dapat berpotensi tinggi yaitu sebagai sumber yang dapat diperbarui dari
fermentasi gula saat dihidrolisis khususnya pada biokonversi menjadi etanol (waites,
dkk, 2005). Berikut merupakan gambar lignoselulosa.


Gambar 1. Struktur lignoselulosa dan pre-treatmen
(sumber: Anonymous, 2011)
Dalam dunia industri, proses perombakan atau pemecahan ikatan pada
selulosa adalah proses hidrolisis enzimatik pada lignoselulosa (Mooney et al, 1998).
Ada 2 cara pretreatment yang biasa digunakan untuk menghilangkan lignin yaitu
dengan delignifikasi oksidatif dan proses organosolv (Sun and Cheng, 2002). Pada
proses delignifikasi oksidasi ini lignin dapat didegradasi dengan menggunakan
katallis enzim peroksida H
2
O
2
(Azzam, 1989), sedangkan pada proses organosolv
lignin dalam bentuk cairan organic dapat didegradasi dengan menggunakan katalis
inorganic seperti asam sulfat H
2
SO
4
atau HCl (Aziz and Sarkanen, 1989).


19

2.4.6. Whey
Whey adalah by produk cair dari suatu indutri harian (industri keju).
Sepanjang tahun produksi whey di dunia lebih dari 80 juta ton, mengandung lebih
dari 1 juta ton laktosadan 0,2 juta ton protein susu. Merupakan hasil samping keju
yang merupakan protein yang sulit menggumpal seperti kasein pada keju. Bahan ini
cukup mahal untuk dijual. Oleh karena itu laktosa pekat sering disiapkan untuk
fermentasi selanjutnya dari penguapan whey disertai dengan pemindahan protein susu
yang digunakan sebagai misalnya, suplemen makanan. Laktosa pada umumnya
kurang berguna sebagai umpan awal pada fermentasi dibandingkan sukrosa, seperti
untuk terjadinya metabolism hanya sedikit mikroornaisme yang dapat melakukannya.
S. cerevisiae contohnya, tidak memfermentasi laktosa. Disakarida ini secara
pembentukannya digunakan dalam fermentasi penicillin dan ini juga dapat digunakan
dalam fermentasi alcohol, protein sel tunggal, asam laktat, vitamuin B
12
dan asam
giberelik (waites, dkk, 2005).
Whey susu diperoleh dari limbah pembuatan keju dengan komposisi seperti
tabel 4, sering digunakan untuk pakan babi (Hidayat, dkk, 2006)

Tabel 4. Komposisi Whey susu (g/L)
Komponen Jumlah (g/ L)
- Laktosa
- Protein
- Senyawa nitrogen terlarut
- Lipid
- Garam-garam mineral
- Berat kering
45-50
7-9
1,5
1-2
6-8
63-70
(sumber : Hidayat, dkk, 2006)


20

2.4.7. alkana dan alcohol
Minyak (fraksi kasar minyak petroleum) mengandung C10-C18 10-25%
hidrokarbon parafin yang sangat mudah digunakan mikrobia. Hidrokarbon
mempunyai rumus C
n
H
2n+2
dapat berbentuk lurus ataupun rantai bercabang (iso) yang
sukar didegradasi oleh semua mikroba. Dalam fraksi petroleum seperti bahan bakar
mungkin mengandung hidrokarbon lain (parafin siklik atau aromatis) yang biasanya
kurang tersedia untuk dimetabolisme. Candida lipolytica hanya memetabolisme
normal parafin. Setelah tumbuh pada fraksi minyak petroleum, bahan diperkaya
dengan isoparafin. Isoparafin mempunyai sifat yang mirip dengan bahan bakar. Ini
untuk proses penyempurnaan (hidayat, dkk, 2006).
Hidrokarbon sangat sesuai sebagai sumber karbon dan energi untuk
pertumbuhan mikroba, yaitu sebagai protein sel tunggal (PST). Sejumlah bakteri
mampu tumbuh pada hidrokarbon. Strain dari genus Pseudomonas, Bacillus,
Acinetobacter (A. Calcoaceticus), corynebacterium, Micobacterium (M. Smegmatis),
Nocardia, dan dari famili Enterobacteriaceae. Beberapa bakteri dapat mengasimilasi
normal parafin (n-alkana) dan normal olefin (n-alkena). Cladosporium resinae
mengasimilasi bahan bakar minyak dan menyebabkan korosi pada tanki bahan bakar.
Sejumlah khamir, Crypococcaceae mampu menggunakan hidrokarbon. Spesies dari
genus Candida seperti C. lipolytica secara ekonomis memberikan hasil yang baik
(hidayat, dkk, 2006).
Khamir tidak mengasimilasi alkana yang lebih pendek dari C9, sedang alkana
C11 dan C18 adalah yang paling banyak diasimilasi. Kemungkinan alkana dengan
berat molekul rendah adalah racun, karena mampu larut dalam lemak sehingga
mampu merusak fosfolipid pada membrane sel. Beberapa strain Pseudomonas dapat
tumbuh pada heksana, heptana, dan oktana sebagai sumber karbon dan energi,
biomassa optimum yang diperoleh pada C16-C20. Katabolisme normal parafin terjadi
melalui oksigenase. Oksigen dapat bereaksi dengan C1 dan C2. Jadi kultur
Methylomonas methanica mengoksidasi propane menghasilkan campuran asam
propionate dan aceton (hidayat, dkk, 2006).
21

Sejumlah produk fermentasi dapat diperoleh dari hidrokarbon. Penggunaan
hidrokarbon membutuhkan oksigen lebih banyak daripada karbohidrat. Sebagai
contohnya adalah pembentukan biomassa (komposisi global C
5
H
9
NO
4
).
Kemungkinan pembentukan biomasssa: (hidayat, dkk, 2006)
1. Glukosa
C
6
H
12
O
6
+ 2,1 O
2
+ NH
3
1,2 C
5
H
9
NO
4
+ 5,4 H
2
O
(Hasilnya adalah 120 % - 98% berdasarkan berat secara molekuler)
2. Heksadekana
C
16
H
35
+ 8,45 O
2
+ NH
3
3,2 C
5
H
9
NO
4
+ 4,1 H
2
O
(hasilnya adalah 320 % atau 208 % berdasarkan berat secara molekuler tetapi
dengan kebutuhan oksigen 4 kali lebih besar)
Dalam produksi asam glutamate, heksadekana digunakan untuk menggantikan
glukosa. Oksigen yang dibutuhkan 3 kali lipat dan panas yang dihasilkan 3,5 kali
(10,35 kkal/ g asam glutamate yang dibentuk heksadekana sebanding dengan 2 kali
denagn 2,73 kkal/g dari glukosa). Hidrokarbon alifatik bukanlah satu-satunya yang
dapat digunakan untuk metabolisme. Sejumlah hidrokarbon siklik komersia dapat
pula digunakan ( benzene, toluene, styerene naphtalena, dan sikloheksana).
Metabolism hidrokarbon harus melalui pembukaan cincin. Cincin aromatik pertama
mengalami hidrosilasi kemudian dihidrogenasi menjadi senyawa dihidroksi yang
terbuka, dengan 1 atau lebih kemungkinan jalan melalui oksigenasi. Sejumlah produk
(asam lemak, asam amino, asam laktat, vitamin, dan pigmen karatenoid) dapat
diperoleh dari hidrokarbon sama baiknya dengan sumber karbon konvensional seperi
karbohidrat. Namun banyak senyawa, termasuk di dalamnya sebagian besar antibiotik
dan produk-produk fermentasi anaerob, tidak dapat dihasilkan oleh hidrokarbon
tersebut. Hidrokarbin siklik dan paraffin rantai pendek biasanya bersifat racun pada
konsentrasi tinggi sehingga yang dikembangkan adalah membuatnya pada
konsentrasi rendah (hidayat, dkk, 2006).
22

n-alkana dari panjang ikatan C10-C20 dapat dimetobolisasikan oleh
mikroorganisme tertentu. Pencampuran, senyawa tunggal biasaya yang banyak cocok
untuk fermentasi mikoba. Walaupun demikian, industr menggunakan tergantung pada
harga petroleum yang berlaku. Metana digunakan sebagai sumber karbon pada
sebagian kecil mikroorganisme, namun konversi produk metanol lebih disukai untuk
industri fermentasi dengan masalah teknis yang cukup sedikit. Kemurnian methanol
siap didapatkan dan ini sangat larut dalam air. Methanol mempunyai persentase
karbon yang cukup besar dan relatif murah. Meskipun hanya sedikit mikroorganisme
yang dapat merombaknya. Selama fermentasi methanol, kebutuhan oksigen dan panas
fermentasinya tinggi, tetapi ini akan lebih bermasalah ketika berkembang pada
alkana. Beberapa perusahaan menggunakan methanol dan produksi protein mikroba
pada tahun 1970an dan awal 1980an, namun proses ini tidak ekonomis (waites, dkk,
2005)
Etanol lebih rendah sifat toksiknya dibandungkan methanol dan digunakan
satu-satunya oleh banyak mikroorganisme. Namun ini akan terlalu mahal jika dipakai
sebagai sumber karbon umum. Walaupun demikian, biotransformasi ke asam asetat
dengan menggunakan bakteri sisa fermentasi utama (waites, dkk, 2005).

2.2.8. Lemak dan minyak
Lemak kasar hewani yang kebanyakan tersusun atas gliserida, dan asam
stearat, jarang digunakan dalam fermentasi. Minyak nabati umumnya terbuat dari biji
kapas, jagung, buah zaitun, palm, dan kedelai. Minyak nabati dan minyak ikan
biasanya digunakan sebagai sumber karbon primer atau suplementer, khususnya
produksi antibiotic. Minyak nabati kebanyakan tersusun atas asam oleic dan asam
linoleic. Minyak mengandung energi lebih per unit berat dibanding karbohidrat.
Karbohidrat menempati volume yang paling besar. Karbohidrat biasanya disiapkan
pada larutan encer dengan konsentrasi tidak lebih dari 50% (w/w). oleh karena itu,
minyak dapat berguna secara khusus dalam operasi fed-batch, dengan kapasitas
23

cadangan dibutuhkan utuk memuat penambahan ke sumber karbon (waites, dkk,
2005).



























24

BAB II
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Untuk membentuk media fermentasi harus mencukupi kebutuhan
mikroorganisme yang terlibat. Nurisi berupa makro nutrient seperti C, H, O, N
diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak. Sedangkan Mikronutrien seperti Mg, P,
S, Fe, Cu, Zn dan Mo diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Media yang merupakan sumber karbon dapat di temukan pada molase, ekstrak
gandum, pati, sulphite waste liquor, selulosa, whey, alkana dan alkohol, serta lemak
dan minyak.


























25

DAFTAR PUSTAKA

Aziz S, Sarkanen K. 1989. Organosolv pulping a review. Tappi. J. 72: 169-175.
Azzam AM. 1989. Pretreatment of cane bagasse with alkaline hydrogen peroxide for
enzymatic hydrolysis of cellulose and ethanol fermentation. J. Environ. Sci.
Health. B. 24: 421-433.
Hidayat, Nur., dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mooney CA, Mansfield SH, Touhy MG, Saddler JN. 1998. The effect of initial pore
size and lignin content of the enzymatic hydrolysis of softwood. Biores.
Technol. 64: 113-119
Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic material for ethanol production:
a review. Bioresour. Tech. 83: 1-11.
Waites, M.J., dkk. 2005. Industrial Microbiology. An Introduction. Malden:
Blackwell Science Ltd.















26

LAMPIRAN

Pertanyaan 1 (Nanang Adi)
Mengapa kontaminasi media fermentasi perlu dimasalahkan? Padahal kita
mengetahui bahwa fermentasi pada dasarnya juga menggunakan bakteri.
Jawab:
Maksud kontaminasi bakteri pada kasus ini adalah kontaminasi oleh bakteri
lain. Misalnya, pada fermentasi alkohol dari glukosa, maka bakteri yang
hanya (harus) hidup hanyalah bakteri saccaromyces cerreviceae. Apa bakteri
lain dapat hidup di dalam media tersebut (glukosa)? Jawabannya adalah iya,
dimana ada sumber karbon, maka bakteri juga akan bertumbuh dan
berkembang didalamnya, nah oleh karena itu, maka dalam proses fermentasi,
hanya ada bakteri yang mendukung proses pembentukan produknya. Jika
dalam medium fermentasi terdapat bakteri lain yang tidak ikut andil dalam
pembentukan produk, maka keberadaan bakteri tersebut merupakan salah satu
bentuk kontaminasi.
Pertanyaan 2 (Lilis Triyowati)
Mengapa whey itu harganya mahal? Padahal whey merupakan hasil produk
sampingan pembuatan keju. Dimana seperti yang kita ketahui bahwa jika produksi
keju meningkat, otomatis produksi whey juga meningkat? Lalu apa contoh
penggunaan whey?
Jawab:
Memang dulu whey itu harganya murah. Namun seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan, maka orang lama-kelamaan mengetahui bahwa sesungguhnya
whey ternyata masih bisa digunakan sebagai bahan baku, yang mana menurut
kandungannya yang ternyata didalamnya masih mengandung nutrisi penting.
Hanya saja, whey ini merupakan protein yang sukar menggumpal, berbeda
dengan protein pada keju (kasein) yang mudah menggumpal, untuk membuat
27

keju. Nah ternyata, whey ini dapat membentuk emulsi, contohnya dapat
diaplikasikan pada pembuatan eskrim.
Pertanyaan 3 (Ridhani Rida)
Bagaimana proses fermentasi pada bakteri yang mempunyai 2 keadaan yang berbeda,
yaitu anaerob dan aerob? Yang tentunya dari pengertiannya saja berbeda dari sumber
kebutuhan oksigennya?
Jawab:
Memang, terdapat bakteri tertentu yang dapat mengalami proses fernentasi
dalam keadaan aerob ataupun anaerob, seperti yang telah dijelaskan pada
makalah ini yaitu bakteri saccaromyces. Bakteri saccaromyces dapat
mengalami metabolism dalam dua keadaan. Bakteri saccaromyces dapat
memproduksi alkohol jika kondisi pada keadaan anaerob. Namun jika
fermentasi ini dilanjutkan dengan keadaan aerob maka fermentasi alkohol
oleh bakteri saccaromyces menghasilkan asam cuka.

Pertanyaan 4 (Febrika Larasati)
Pada sumber energi untuk fermentasi yang berupa selulosa dikatakan bahwa perlu
dilakukukan proses pre-treatment terlebuh dahulu, bagaimana proses pre-treatment
tersebut? Dan siapa yang melakukan proses tersebut?
Jawab:
Dalam dunia industri, proses perombakan atau pemecahan ikatan pada
selulosa adalah proses hidrolisis enzimatik pada lignoselulosa (Mooney et al,
1998). Ada 2 cara pretreatment yang biasa digunakan untuk menghilangkan
lignin yaitu dengan delignifikasi oksidatif dan proses organosolv (Sun and
Cheng, 2002). Pada proses delignifikasi oksidasi ini lignin dapat didegradasi
dengan menggunakan katallis enzim peroksida H2O2 (Azzam, 1989),
sedangkan pada proses organosolv lignin dalam bentuk cairan organic dapat
didegradasi dengan menggunakan katalis inorganic seperti asam sulfat H2SO4
atau HCl (Aziz and Sarkanen, 1989).
28

Pertanyaan 5 (Dianita Citra Dewi)
1). Untuk membuat suatu medium kan kebutuhan karbonnya dihitung, apa dalam
kebutuhan karbon, bakteri wajib dikeringkan dahulu?
Jawab:
Jawabanya iya, karena jika kita menghitungnya tidak dalam keadaan bakteri
kering, maka yang bersifat membasahinya merupakan suatu media (air), maka
tentunya, bakteri yang basah tidak bisa dikatakan bahwa ia adalah pure
bakteri. Nah untuk menghitung karbon yang memakai perhitungan mikroba
dalam keadaan kering, tidaklah perlu dikhawatirkan, kita tidak perlu untuk
mengeringkannya terlebih dahulu. Mengapa? Karena kita memberikan bakteri
itu sudah dalam bentuk kering. Misalnya, ragi tape. Merupakan suatu bakteri
saccaromyces yang sudah dalam bentuk kering. Jadi untuk menghitung
kebutuhan karbon yang menyertakan massa dari ragi tersebut, dapat langsung
dihitung (dengan kita mengetahui massa ragi itu sendiri).
Pertanyaan 6 (Dian Nita)
Dari sumber karbon yang sudah dijelaskan, dapatkah dari berbagai sumber misalnya
Whey + molase + pati dicampur? Jelaskan!
Jawab:
Untuk campuran dari berbagai sumber, sebenarnya hal ini bergantung juga
dengan produk apa yang ingin kita capai.
Pertanyaan 7 (Alfonsina A.A Torimtubun)
Apakah bisa suatu mikroba ditempatkan pada 2 media yang digabung menjadi 1
misalnya media cair (molasses atau yang lain) dicampur dengan media padat (pati
atau yang lain) agar mendapat sumber karbon yang banyak? jika bisa, mengapa? jika
Tidak, mengapa?
Jawab:
Untuk pencampuran 2 medium dengan fase yang berbeda dapat dilakukan
misalnya pada pembuatan asam sitrat dari ampas singkong dimana media
29

tersebut dicampur dengan media cair (air). Ini disebut dengan medium semi
padat.
Pertanyaan 8 (Gregorius Bagas)
Tadi dijelaskan bahwa nilai Whey cukup mahal, bagaimana caranya whey yang
sebagai produk sampingan diubah menjadi produk utama? Agar industri
berkonsentrasi pada wheynya, bukan pada kejunya. Seperti industri etanol di brazil
yang konsentrasi pada ethanol bukan gula (tebu)?
Jawab:
Seperti yang telah dijelaskan pada makalah ini, bahwa whey merupakan hasil
samping dari pembuatan keju, karena protein pada whey merupakan protein
yang sulit untuk digumpalkan, tidak seperti kasein yang terdapat pada keju.
Jika susu tidak difermentasi dengan bakteri (lactobacillus casei) untuk
pembuatan keju, maka whey pun tidak dapat diproduksi. Karena pembentukan
whey juga tergentung pada pembentukan keju (karena whey merupakan hasil
samping keju). Sehingga produksi whey sejalan dengan produksi keju.
Pertanyaan 9 (adit Iqbal I)
Pada selulosa bagaimana cara memisah sel pada ikatannya?
Jawab:
Untuk memisah/ memecah ikatan pada selulosa adalah dengan cara hidrolisis
enzimatik. Seperti yang dijelaskan pada jawaban dari pertanyaan febrika
larasati.
Pertanyaan 10 (Adit Iqbal I)
Whey itu dulu dibuang, mengapa hasilnya dipakai lagi dan harganya mahal? Jika
digunakan, diproses buat apa?
Jawab:
Dahulu, memang whey itu dibuang, atau hanya sebagai bahan pakan babi.
Namun seiring berkembangan ilmu pengetahuan, maka lama kelamaan orang
di dunia mengetahui sebenarnya dalam whey ternyata masih terdapat nutrisi
30

yang masih berguna. Whey sekarang digunakan untuk bahan pembuatan
permen, eskrim, susu bubuk, dan makanan bayi.
Pertanyaan 11 (Freshsya Zatalini)
Dapatkah Anda memberikan contoh produk fermentasi yang menggunakan media
molase?
Jawab:
Salah satu produk fermentasi molasses adalah etanol. Pada dasarnya
molasses masih mengandung gugus gula, dimana gugus gula tersebut
langsung dapat difermentasi, tanpa pemasakan terlebih dahulu (oleh enzim)
seperti pati pada jagung dan kentang.

Anda mungkin juga menyukai