Disusun oleh:
Astrid Herawati
(125061100111005)
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
1. Pendahuluan
Reaksi nitrasi merupakan reaksi yang melibatkan satu atau lebih kelompok nitro
(-NO2) yang akan bereaksi membentuk suatu molekul. Kelompok nitro akan berikatan
dengan karbon membentuk nitroaromatic atau senyawa nitroparaffinic. Selain itu,
terdapat kemungkinan kelompok nitro akan berikatan dengan oksigen menjadi nitrat
ester, atau berikatan dengan nitrogen menjadi nitramine. Ketiga produk nitrasi tersebut
memiliki manfaat dan kegunaan yang berbeda-beda.
Dalam proses nitrasi kelompok nitro dapat masuk mengganti jumlah atom
monovalen atau kelompok atom yang berbeda, misalnyasaja reaksi nitrasi yang tidak
mengikat atom H dalam reaksi alkil halida dengan nitrat perak untuk dari ester nitrat atau
dengan nitrit perak untuk membentuk senyawa nitro, seperti yang ditunjukkan di bawah
ini:
Nitrasi merupakan salah satu reaksi yang penting disebabkan dua alasan, yang
pertama karena proses yang paling utamanya adalah menyiapkan komponen aromatik
nitro yang berperan penting dalam pembuatan beberapa pembuatan bahan kimia seperti,
pembuatan solven, bahan obat-obatan, farmasi, bahan peledak, dan sebagai bahan
intermediet untuk bahan baku pabrik;dan yang kedua karena merupakan salah satu bagian
yang mengalami perkembangan sangat pesat dalam teori kimia organik (Hoggett, et al;
1971).
Berbeda dengan nitrasi pada komponen alifatik, pada kelompok aromatik,
penggantian atom H dengan gugus NO2 terjadi dengan tahapan sebagai berikut:
Reaksi nitrasi pada Gambar 1.1 merupakan mekanisme reaksi umum dari nitrasi
benzena. Dari gambar tersebut dapat dilihat, bahwa dalam reaksi nitrasi diperlukan ion
nitronium (NO2+) bersifat elektrophile yang berfungsi sebagai agen nitrasi atau agen
penyerang benzene. Ion NO2+ini harus dibentuk terlebih dahulu dengan mencampurkan
asam nitrat dan asam sulfat sehingga terbentuk ion NO 2+dan ion HSO4-. Ion NO2+yang
H+ + NO3-
3) H2SO4. Pada pencampuran HNO3 di dalam asam sulfat, asam nitrat akan terion
menjadi ion nitril (NO2+) yang bersifat elektrophile, sehingga dapat digunakan
sebagai agen penitrasi yang dapat menyerang cincin benzene atau atom C lain
sebagai produk nitrasi.
HNO3 + 2H2SO4
Sehingga dari hasil ini, asam sulfat dipilih sebagai medium nitrasi tempat
pengionan asam nitrat yang paling baik.
Selain dari asam nitrat, ion nitril juga dapat dibuat dengan mencampurkan ethyl
nitrate, nitrogen pentaoksida, dan nitrogen tetraoksida di dalam medium nitrasi asam
sulfat. Dari pengukurantitik beku, faktor Van't Hoff (jumlah partikel yang dihasilkan
oleh satu molekul zat terlarut) asam nitrat dalam asam sulfat ditemukan menjadi 4, yang
menunjukkan bahwa ionisasi asam nitrat dapat diwakili oleh persamaan:
.
Faktor untuk pencampuran nitrat etil, pentoksida nitrogen, dan tetroksida
nitrogen dalam asam sulfat adalah 5,6, dan 6 menunjukkan bahwa zat ini mengionisasi
untuk dari ion nitryl menurut persamaan (faktor Vant Hoff lebih tinggi).
sangat sedikit tapi cepat meningkat sebagai asam sulfat menjadi lebih terkonsentrasi.
Pada sekitar 94% asam sulfat, asam nitrat sepenuhnya terionisasi untuk ion nitryl.
Gambar 2.1 Efek air pada ionisasi asam nitrat dalam asam sulfat
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi H 2SO4
(H2SO4 semakin pekat) atau semakin sedikit kandungan airnya, maka %HNO 3 yang
terionisasi menjadi ion nitril (NO2+) akan semakin besar karena keberadaan air (ion
H+dan OH-) pada medium nitrasi pada dasarnya akan menghambatnya pengionisasian
menjadi ion nitril dengan adanya ionisasi HNO 3 menjadi ion nitrat (NO3-). Namun, untuk
kadar asam sulfat yang semakin tinggi maka banyak asam nitrat yang terion akan
semakin berkurang karena sedikit kemungkinan ion nitrat pengganggu akan terbentuk.
Dengan kata lain, penurunan kadar air pada medium asam sulfat akan membuat lebih
efektif untuk meningkatkan interaksi antara asam dan substrat organik, yang
mengakibatkan penarikan besar elektron dari cincin.
Teori
Substitusi
Aromatik.
Menurut
teori
substitusi
aromatik,
substituenmempengaruhi kerapatan elektron dengan dua cara yaitu efek induktif (-I
ketika menarik elektron dan +I ketika menolak elektron) dan oleh efek mesomeric (-M
atau + M). Efek induktif dikaitkan dengan momen dipol senyawa C 6H5-X (berhubungan
dengan keleelektroneatifan). Jika X adalah di ujung negatif dari dipol, maka X yang
memiliki kelelektronegatifan tinggi akan menarik elektron dari cincin dan menghasilkan
efek-I. Jika X adalah di ujung positif dari dipole (tidak cukup elektronegatif), maka akan
meningkatkan densitas elektron dalam cincin dan menghasilkan efek +I.
Efek induktif. Efek +I merupakan efek akibat keelektronegatifan ujung dipol
yang rendah, sehingga pada ujung dipole akan menyebabkan seluruh posisi cincin
aromatik kaya elektro, memiliki densitas elektron yang besar, dan lebih reaktif untuk
elektrophile dibandingkan dengan benzene yang tidak disubtitusi, dan pada posisi ortho
dan para cenderung lebih reaktif dibandingkan dengan posisi meta. Sedangkan Efek I
merupakan efek akibat keelektrobegatifan ujung dipol yang kuat, sehingga elektron pada
cincin benzene ditarik oleh ujung dipol yang membuat cincin aromatik yang terdekat
dengan ujung dipol menjadi miskin elektron dan kurang reaktif. Namun, reaktif pada
bagian meta karena elektron akan terakumulasi pada bagian tersebut.
Efek mesomerik. Efek mesomerik berkaitan dengan adanya pasangan elektron
bebas dari subtituen. Subtituen yang memiliki pasangan elektron bebas akan menaikkan
densitas elektron dan akan menghasilkan efek +M (mempunyai PEB). Subtituen yang
menghasilkan efek +M akan mengaktifkan seluruh posisi lingkar benzene, dan efek akan
lebih kuat pada posisi ortho dan para dibandingkan pada posisi meta. Sedangkan pada
subtituen yang menghasilkan efek M yaitu subtituen yang mengandung pasangan
elektron terikat (PET) akan mendeaktifkan seluruh posisi, namun pada efek ini posisi
meta cenderung lebih lebih sedikit terdeaktifasi dibanding pada posisi ortho atau para.
dan +M efek atau +I dan M efek maka hasil yang dihasilkan akan lebih susah untuk
diprediksi.
Tabel 3-2. Klasifikasi orientasi substituen
Ratio orto para karena faktor steric. Substituen akan membuat posisi orto
kurang diakses oleh kelompok nitro sesuai dengan ukurannya. Substituen yang
semakin besar, membuat akses posisi orto menjadi lebih kecil. Semakin kompleks
suatu senyawa hidrokarbon cenderung semakin besar pula rasio para untuk terikat
dengan subtituen pada posisi para begitu juga sebaliknya. Juga berkaitan dengan
ukuran besar kecilnya molekul hidrokarbon yang akan dinitrasi. Hasil monotitrasi
pada alkylbenzene ditunjukkan pada Tabel 3-3sebagaiberikut:
Tabel 3-3. Proporsi produk yang terbentuk dalam nitrasi alkylbenzene
Nitrasi menghasilkan mononitroparaffins saja dan tidak ada sejumlah besar senyawa
polynitro. Meskipun pembelahan kerangka karbon terjadi, seperti yang ditunjukkan di
atas, tidak ada penataan kerangka karbon. Ditemukan fakta senagai berikut:
1. Ada suhu optimum di mana didapat yield tertinggi. Menggunakan butana dan asam
nitrat pekat dalam rasio molar 15:1, dan waktu kontak 1,6 detik, hasil yang
ditunjukkan pada tabel berikut:
2. Penambahan oksigen meningkatkan hasil yang didasarkan pada asam nitrat tetapi juga
meningkatkan oksidasi butana. Efek ini ditunjukkan pada Gambar 5.1. Oksigen juga
meningkatkan hasil nitrometana dan nitroethane dan menurunkan hasil nitrobutane.
Gambar 5.1 Efek oksigen pada nitrasi butana. Ratio butana : asam nitrat = 15 : 1. T = 425 oC.
.
]
3. Nitrogen dioksida dapat bereaksi dengan parafin menghasilkan nitroparafin. Selain
HNO3, NO2 juga dapat digunakan sebagai agen penitrasi parafin namun terdapat
banyak perbedaan antara keduanya, yang di tunjukkan pada tabel berikut :
Gambar 5.2 Nitrasi paraffin: Menghasilkan produk dan efek cabang pada reaksi fission
berikut
mungkin
terlibat
dalam
nitrasi
parafin:
Nitrasi fase liquid. Reaksi ini kurang penting daripada nitrasi fase gas karena
hasil yang rendah, konversi rendah, dan terjadinya reaksi samping yang tidak
diinginkan.
Secara umum, kemudahan pembentukan produk mengikuti urutan tersier>
sekunder>primer nitroparaffins. Reaksi ini biasanya lambat karena kelarutan timbal
balik rendahnya parafin dan me4ium nitrasi. Karena poin lebih tinggi mereka
mendidih, hidrokarbon yang lebih tinggi dapat nitrasi pada suhu yang lebih tinggi dan,
karenanya, lebih cepat daripada berat molekul rendah hidrokarbon.
Nitrocyclohexane telah disiapkan oleh EI du Pont de Nemours & Company
dengan nitrasi sikloheksana. Sikloheksana mengalami nitrasi dan oksidasi untuk
memberikan nitrocyclohexane dan asam adipat bersama dengan jumlah yang lebih
kecil dari asam glutarat dan asam suksinat. Nitrasi dipercepat dengan penambahan
nitrogen dioksida. Proses ini dapat dioperasikan secara terus-menerus dalam fase cair
dengan 45-75 persen asam nitrat pada temperatur 100 - 200 C dan tekanan dari 2-10
atm. Ini proceseis kepentingan tertentu dalam produk oksidasi dari sikloalkana
biasanya asam arboxylic simetris DIC, yang penting industri.
1. Achyarnis Zulfahmi
Pertanyaan:
Mengapa proses nitrasi fase liquid masih digunakan sedangkan pada teorinya proses
nitrasi pada fase liquid sulit untuk dilakukan?
Jawaban:
Pada teorinya, proses reaksi fase liquid memang sulit dilakukan pada kondisi normal
sehingga membutuhkan kondisi tertentu untuk mereaksikannya. Namun, karena
dipasaran sekarang ini lebih banyak dijual dan diproduksi bahan baku nitrasi dalam fase
liquid dari pada fase gas, maka proses nitrasi fase liquid masih mungkin untuk dilakukan.
Selain itu, handling reaksi pada fase liquid juga lebih mudah dari pada jika dilakukan
dengan fase gas. Jadi, dapat percuma juga reaksi berjalan cepat namun bahan baku dan
handling prosesnnya sulit untuk dilakukan.
Karena reaksi nitrasi paling tidak hanya bergantung pada konsentrasi HNO3 nya saja, dan
konsentrasi ArH atau hidrokarbon hanya konsentrasi substrat yang bila semakin banyak
atau semakin sedikit pun tidak akan berpengaruh karena yang bertindak sebagai agen
nitrasi yang menentukan jalan atau tidaknya reaksi nitrasi adalah ion NO 2+ dari HNO3.
Sulit untuk menentukan orde reaksi pada reaksi nitrasi. Namun pada dasarnya, reaksi
nitrasi orde nol akan lebih reaktif apabila dibandingkan dengan reaksi nitrasi orde satu.
DAFTAR PUSTAKA
Groggins, P.H. 1958. Unit Processes In Organic Synthesis, 5 th edition. New Delhi:Mc.
Graw-Hill
Hoggett, J.G; Moodie, R.B; Penton, J.R; and Schofield, K. 1971. Nitration and Aromatic
Reactivity. Cambridge: University of Exeter.
Wade, L.G. 2006. Organic Chemistry, 6th edition.USA: Pearson Prentice Hall.