Anda di halaman 1dari 13

Pajak Penghasilan (PPh 21)

Oleh:
Kelompok 3
Teresia Maria Protegenti Tini
Siti Aziam
Thalita Oka Putri










PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014




PENDAHULUAN

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti
kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya.
Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari
penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indikator atas
peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban
perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada
masyarakat dalam bentuk tidak langsung, dan berupa pengeluaran rutin dan pembangunan
yang berguna bagi rakyat.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri.
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1
Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali
dirubah dengan Undang-Undang 36 Tahun 2008.
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek pajak berkenaaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-
Undang PPh disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yag diterima
atau diperoleh tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam
tahun pajak.
Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang
terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.





PEMBAHASAN
A. Pengertian WPOP
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
B. Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun. Dalam konteks orang pribadi, penghasilan dapat berasal kegiatan usaha, pekerjaan bebas
ataupun penghasilan-penghasilan lainnya.
Dalam hal orang pribadi menjalankan kegiatan usaha dan melaksanakan pembukuan,
penghasilan neto dihitung dengan mengurangkan peredaran usaha dengan harga pokok
penjualan dan biaya usaha. Penghasilan neto dari kegiatan usaha selanjutnya akan dilakukan
beberapa penyesuaian fiskal baik positif maupun negatif. Penyesuaian ini adalah penyesuaian
penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, yang
dapat bersifat menambah maupun mengurangi penghasilan kena pajak.

C. Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk
mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak
terutangnya.
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP adalah :
a) Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;
b) Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh
penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri paling
lambat pada akhir bulan berikutnya;
c) Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan
penghasilan dan harta;
d) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda
dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
e) Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib pajak dengan
mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi. Selain
mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula mendaftarkan
diri secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal
Pajak www.pajak.go.id. Selain mendapatkan NPWP, Wajib Pajak dapat dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya akan diberikan Nomor Pengkuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

D. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
a. Pemotong PPh Pasal 21
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan
badan-badan lainnya;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi
dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan;



b. Wajib Pajak PPh Pasal 21
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjajak barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;




c. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat :
a. bukan Warga Negara Indonesia; dan
b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

d. Objek Pajak PPh Pasal 21
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenis;
4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

e. Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;
2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua
kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang
terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.

f. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun
Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan.
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan.
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) yang berlaku yakni:
1. Rp. 24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang Pribadi
2. Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
3. Rp. 24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilanya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 entang Pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
4. Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk setiap aggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang dalam setiap keluarga.
Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami
perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-
31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang
membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain
dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi
yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

g. Tarif PPh
a. Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut :
b. Tarif 5% (lima persen)
c. Tarif 15% (lima belas persen)





Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000 5%
Diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 250.000.000 15%
Diatas Rp. 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000 25%
Diatas Rp. 500.000.000 30%
PEMBAHASAN KASUS PPh 21
1. PT. Cahaya selama ini mengelompokkan pegawai tetap sebagai pegawai tidak tetap
karena status karyawan tersebut masih kontrak ( belum sebagai pegawai tetap)
untuk periode Januari-November. Apakah diperbolehkan jika perusahaan
menhitung pajak atas karyawan tersebut sebagai pegawai tetap pada bulan
Desember saja? Apakah implikasinya terhadap perusahaan maupun karyawan?
Diasumsikan Pak Abut (K/2) adalah seorang pegawai tidak tetap (pegawai kontrak)
di perusahaan minyak. Beliau menandatangani kontrak kerja selama 2 tahun sejak 1
April 2013. Perhitungan PPh Pasal 21 April 2013:

Dalam ketentuan perpajakan, defenisi pegawai tetap menurut KEP-545/PJ./2000
adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota komisaris
dan anggota dewan pengawas yang secara langsung dan terus menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung. Definisi pegawai tetap tersebut, dalam PMK-
252 ditambahkan bahwa pegawai tetap adalah pegawai yang menerima yang dan
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur , termasuk anggota
komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara langsung dan terus menerus ikut
mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja
berdasarkan kontrak untuk jangka waktu tertentu sepanjang pegawai sepanjang
pegawai yang bersangkutan bekerja penuh ( full time ) dalam pekerjaan tertentu.
Perhitngan PPh 21
Berdasarkan KEP 545/PJ./2000, untuk menghitung PPh terutang tahun 2008 ( dan
sebelumnya) meskipun status ketenagakerjaan karyawan tersebut adalah kontrak baik
kontrak untuk jangka waktu tertentu atau berdasarkan pekerjaan tertentu, sepanjang
pegawai tersebut memperoleh gaj/imbalan ( penghasilan ) dalam jumlah tertentu
secara berkala/ secara teratur maka perhitungan PPh nya sama dengan karyawan tetap.
Berdasarkan penjelasan di atas, perusahaan menghitung pajak atas karyawan tersebut sejak
bulan Januari- Desember.
Implikasinya:
Bagi perusahaan atau pemberi kerja: wajib melakukan pemotongan pajak terhadap
pegawai kontrak tersebut. Hal ini sesuai dengan undang-undang perpajakan pasal
21 huruf a
Bagi pegawai: Pph pasal 21 ayat 3 bagi pegawai tetap besarnya penghasilan yang
dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran
pension, dan PTKP. Dalam iuran pension termasuk juga iuran tunjangan hari tua
atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.

2. Seorang karyawan PT. Berkah cuti di luar tanggungan selama 1 bulan untuk tahun
pajak 2013. Selama cuti, yang bersangkutan tidak mendapatkan penghasilan dari
perusahaan. Setelah cutinya berakhir, ia kembali bekerja dan mendapatkan
penghasilan seperti biasa. Bagaimana perhitungan biaya jabatan untuk pegawai
tersebut?

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai
tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.

1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan
menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena
Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
a. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari
penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00
sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5%
dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp
200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP.
c. Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara
berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karyawan tersebut untuk masa
cuti tidak dikenai biaya jabatan. Berdasarkan Pph pasal 21 ayat 3 bagi pegawai tetap
besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya jabatan, iuran pension, dan PTKP. Dalam iuran pensiun termasuk juga iuran
tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayar oleh pegawai.

3. Pak Dito (K,0) selama ini hidup bersama kedua mertuanya yang merupakan
pensiunan perusahaan swasta. Namun karena penghasilan mertuanya tidak
mencukupi, pak Dito turut menanggung biaya hidup keduanya. Apakah mertua
yang tinggal bersama WP dapat diikutsertakan sebagai tanggungan pak Dito untuk
menghitung PTKPnya?

Penghasilan tidak kena pajak merupakan pengurang yang diberikan untuk menghitung
besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Penghasilan tidak kena pajak diberikan bagi wajib pajak orang pribadi, baik yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas maupun wajib pajak yang tidak
melakukan kegiatan usaha, pekerjaan bebas. PTKP yang berlaku ubtuk tahun pajak 2013,
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.PMK-162/PMK.011/2012
tanggal 22 Oktober 2012 sebagai berikut :
a. Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak;
b. Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin;
c. Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
d. Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga. Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam
garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua,
mertua, anak kandung, anak angkat, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena
Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang.
e. Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Disamping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau
memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka Wajib Pajak
tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri
sebesar Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah).

Tambahan PTKP Untuk Anggota Keluarga Sedarah dan Semenda yang menjadi
tanggungan
a. Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya
diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga)
orang. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. (Undang-undang
perpajakan pasal 7 ayat 1)
b. Menurut KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Civil Code)
BUKU KESATU-ORANG BAB XIII KEKELUARGAAN SEDARAH DAN
SEMENDA
290. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana
yang seorang adalah keturunan dan yang lain, atau antara orang-orang yang
mempunyai bapak asal yang sama.
295. Kekeluargaan semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan,
yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari
pihak lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedua mertua Pa Dito termasuk
hubungan semenda sehingga dapat diikutsertakan sebagai tanggungan Pa Dito untuk
menghitung PTKPnya.


4. Seorang dosen melanjutkan kuliah S3 di Australia selama 3 tahun. Dosen tersebut
adalah dosen PTN yang tetap menerima gaji sebesar 80% dari yang seharusnya
setiap bulan. Selama kuliah, dosen tersebut bekerja paruh paruh di perpustakaan
tempat ia sekolah. Bagaimanakah status WP dosen tersebut selama kuliah dan
bagaimana implikasinya terhadap kewajiban pajaknya?
Pak Zakie (K/0) memperoleh penghasilan sebagai dosen perbulannya Rp 5.000.000 dan
selama kuliah hanya memperoleh gaji 80%. Dan selama kuliah memperoleh penghasilan
bekerja paruh waktu di perpustakaan dengan gaji perbulan 500 dolar Australia. Kurs dolar
australia (AUD) adalah Rp 11.000.

Jadi status WP dosen tersebut selama kuliah tetap melakukan kewajiban membayar pajak
didalam negeri. Berdasarkan undang-undang PPh pasal 2 ayat 2 yang menyebutkan bahwa
wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia maupun dari luar indonesia. Dan berdasarkan PPh pasal 4 ayat 1 yang menjadi
objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Implikasinya terhadap kewajiban pajak dosen tersebut berdasarkan pada undang-undang PPh
pasal 2 ayat 2 yang menyebutkan bahw awajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang
terutang dalam suatu tahun pajak.

Anda mungkin juga menyukai