Anda di halaman 1dari 6

TUGAS SEJARAH

Candi Brahu



2014



NAMA : ELSA EFRINA NURFAIDA
KELAS : XI AKSELERASI
NO. ABSEN : 8
Candi Brahu


Candi Brahu terletak di Pedukuhan Jambu Mente, Desa Bejijong,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa Timur. Tepat di depan
kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur yang terletak di jalan
raya Mojokerto - Jombang, terdapat jalan masuk ke arah utara yang agak
sempit. Candi Brahu terletak di sisi kanan jalan kecil tersebut, sekitar 1,8 km dari
jalan raya. Denah bangunan bujur sangkar dan arah hadapnya ke barat dengan
azimuth 227. Ukuran bangunan : tinggi 25,7 m, serta lebar 20,7 meter.


A. STRUKTUR BANGUNAN PADA CANDI BRAHU

Struktur bangunan Candi Brahu terdiri dari kaki candi, tubuh candi dan
atap candi. Kaki candi terdiri dari bingkai bawah, tubuh candi serta bingkai
atas.Bingkai tersebut terdiri dari pelipit rata, sisi genta dan setengah lingkaran. Dari
penelitian yang terdapat pada kaki candi diketahui terdapat susunan bata yang
strukturnya terpisah, diduga sebagai kaki candi yang dibangun pada masa
sebelumnya.Ukuran kaki candi lama ini 17 x 17 meter. Dengan demikian struktur
kaki yang sekarang merupakan tambahan dari bangunan sebelumnya.

Kaki Candi Brahu terdiri dari dua tingkat dengan selasarnya serta tangga di
sisi barat yang belum diketahui bentuknya dengan jelas. Bagian tubuh Candi Brahu
sebagian merupakan susunan bata baru yang dipasang pada masa pemerintahan
Belanda.

Bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi, melainkan bersudut banyak,
tumpul dan berlekuk. Bagian tengah tubuh candi melekuk ke dalam seperti
pinggang. Lekukan tersebut dipertegas dengan pola susunan batu bata pada dinding
barat atau dinding depan candi. Atap candi juga tidak berbentuk prisma bersusun
atau segi empat, melainkan bersudut banyak dengan puncak datar.

Candi Brahu dibangun dari bata yang direkatkan satu sama lain dengan
sistem gosok. Sebagai bahan perbandingan, ciri-ciri candi Jawa Timur adalah
bentuk bangunannya ramping, atapnya merupakan perpaduan tingkatan, puncaknya
berbentuk kubus, makara tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya
saja yang diberi kepala kala, reliefnya timbul sedikit saja dan lukisanya simbolis
menyerupai wayang kulit, letak candi di belakang halaman, kebanyakan menghadap
ke barat, sebagian besar terbuat dari batu bata merah. Penggunaan batu bata
merah disebabkan karena faktor lingkungan yang kurang mendukung dengan tidak
adanya batu andesit seperti yang digunakan pada candi-candi di Jawa Tengah.


Gambar : Candi Brahu


` Denah Candi Brahu berukuran 10 x 10,5 m dengan tinggi 9,6 m. Di
dalamnya terdapat bilik berukuran 4x4 m, namun kondisi lantainya telah rusak. Pada
waktu pembongkaran struktur bata pada bilik ini ditemukan sisa - sisa arang yang
kemudian dianalisa di Pusat Penelitian Tenaga Atom Nasional (BATAN) di
Yogyakarta.Hasil analisa menunjukkan bahwa pertanggalan radio karbon arang
Candi Brahu berasal dari masa antara tahun 1410 hingga 1646 masehi.

Atap Candi Brahu tingginya kurang lebih 6 m. Pada sudut tenggara atap
terdapat sisa hiasan berdenah lingkaran yang diduga sebagai bentuk stupa.
Berdasarkan gaya bangunan serta profil sisa hiasan yang berdenah lingkaran pada
atap candi yang diduga sebagai bentuk stupa, para ahli menduga bahwa Candi
Brahu bersifat Budhis. Selain itu diperkirakan Candi Brahu umurnya lebih tua
dibandingkan dengan candi-candi yang ada di situs Trowulan. Dasar dugaan ini
adalah dengan ditemukannya prasasti tembaga Alasantan yang ditemukan tidak
jauh dari Candi Brahu, kira-kira sekitar 45 meter di sebelah barat Candi Brahu.
Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Raja Mpu Sindok pada tahun 861 Saka 939 M, di
antara isinya menyebutkan nama sebuah bangunan suci yaitu Waharu atau Warahu.
Nama istilah inilah yang diduga sebagai asal nama Candi Brahu sekarang. Candi
Brahu dipugar pada tahun 1990/1991 sampai dengan 1994/1995.

Dari reliefnya, candi ini adalah gambaran sinkretisme keagamaan antara
agama Hindu dan agama Budha, dan dengan gambaran sinkretisme tersebut,
hingga saat ini pemeliharaan Candi Brahu dilakukan oleh kedua agama tersebut.
Awalnya candi ini berfungsi sebagai tempat pembakaran raja-raja Majapahit, namun
asumsi tersebut tidak terbukti karena tidak ditemukannya sisasisa abu pembakaran
jenazah. Berbeda dengan ritual pemujaan pada situs pemujaan lainnya, di sini
aktifitas tersebut dilakukan hanya dengan cara meletakkan sesaji pada bagian
depan dan pintu candi yang menghadap ke arah barat.

Gambar: Lokasi Candi Brahu


Meskipun tidak terbukti, menurut masyarakat sekitar Candi Brahu, candi ini
dahulunya berfungsi sebagai tempat pembakaran jenasah dari Raja Brawijaya I
sampai IV. Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan terhadap Candi
Brahu tersebut tidak menunjukkan adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena
bilik candi sekarang sudah kosong. Candi Brahu tidak berdiri sendiri, disekitarnya
terdapat beberapa bangunan candi-candi lain, yaitu candi Gentong. Candi Gentong
berjarak kurang lebih sekitar 360 meter dari Candi Brahu. Dan candi-candi lainnya
ialah Candi Gedong dan Candi Tengah yang sekarang sudah tidak nampak lagi. Di
sekitar Candi Brahu pernah ditemukan benda-benda kuno, antara lain :

1. Benda-benda semisal perhiasan dari emas dan perak.
2. 6 buah arca yang bersifat agama Budha.
3. Piring perak yang bagian bawah bertuliskan tulisan kuno.
4. 4 lempeng prasati tembaga pada masa Raja Mpu Sindok.


B. SEJARAH CANDI BRAHU

Candi Brahu merupakan salah satu candi yang ada dalam lingkungan situs
Trowulan Kerajaan Majapahit. Candi Brahu sudah ada sebelum masa pemerintahan
Raja Hayam Wuruk bahkan diperkirakan juga sudah ada sebelum masa Raja
Brawijaya I. Dapat dikatakan bahwa Candi Brahu merupakan candi yang paling tua
dibandingkan dengan candi-candi lainnya yang ada di daerah situs Trowulan. Candi
Brahu didirikan oleh Mpu Sindok yang sebelumnya ia merupakan raja dari Kerajaan
Mataram Kuno yang ada di Jawa Tengah. Hal ini dijelaskan dari nama Brahu
dihubungkan diperkirakan berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu', yaitu nama
sebuah bangunan suci keagamaan yang disebutkan di dalam prasasti tembaga
'Alasantan' yang ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu.
Prasasti ini dibuat pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas
perintah Raja Mpu Sindok dari Kahuripan. Dari penuturan prasasti itu dijelaskan
bahwa Candi Brahu yang didirikan oleh masa Mpu Sindok ialah candi yang usianya
lebih tua dibanding candi-candi lain bahkan lebih tua dari Kerajaan Majapahit. Pada
masa Kerajaan Majapahit, Candi Brahu digunakan sebagai tempat persembayangan
atau merupakan bangunan suci yang digunakan untuk berdoa.Hal ini dapat dilihat
dari temuan-temuan yang berada di candi tersebut seperti beberapa benda yang
kerap menjadi alat-alat upacara keagamaan seperti alat-alat upacara dari logam.

Gambar : Candi Brahu


Menurut beberapa penelitian, Candi Brahu dinyatakan sebagai candi
agama Budha. Anggapan ini muncul karena candi Brahu memiliki stupa yang
kerapnya menjadi ciri-ciri bagi candi agama Budha. Selain itu bentuk dari Candi
Brahu yang lebih berbeda dibanding candi-candi lain di situs Trowulan Kerajaan
Majapahit, bentuk tubuh Candi Brahu tidak tegas persegi melainkan bersudut
banyak, tumpul dan berlekuk. Bagian tengah tubuhnya melekuk ke dalam seperti
pinggang. Lekukan tersebut dipertegas dengan pola susunan batu bata pada dinding
barat atau dinding depan candi.

Atap candi juga tidak berbentuk berbentuk prisma bersusun atau segi
empat, melainkan bersudut banyak dengan puncak datar, hal tersebut memunculkan
anggapan bahwa Candi Brahu didirikan bukan pada masa kerajaan Majapahit,
melainkan merupakan bangunan candi yang dibangun sebelum Kerajaan Majapahit.
Selain itu anggapan lain yang menerangkan bahwa Candi Brahu merupakan candi
agama Budha ialah penemuan beberapa benda-benda kuno. Disekitar kompleks
candi Brahu pernah ditemukan benda-benda kuno, antara lain alat upacara dari
logam, perhiasan dan benda-benda dari emas, dan arca-arca logam di mana hal
tersebut menunjukkan adanya ciri-ciri agama Budha. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa candi Brahu merupakan candi Budha .


C. KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR CANDI

Kehidupan sosial masyarakat sekitar Candi Brahu pada waktu itu kurang
lebih sama seperti daerah kehidupan sosial masyarakat sekitar peninggalan candi
yang lainnya di situs Trowulan. Kehidupan masyarakat sekitar Candi Brahu tak jauh
berbeda dengan kehidupan masyarakat pada perkembangan kerajaan Majapahit,
walau Candi Brahu dimungkinkan berdiri sebelum Kerajaan Majapahit itu sendiri.

Sebagai lingkungan candi yang dipergunakan sebagai tempat
keagamaan, lingkungan sekitar Candi Brahu menjadi lingkungan yang
menumbuhkan masyarakat yang sadar betul akan kehidupan beragama. Di
lingkungan Candi Brahu ada pula lingkungan kaum agama yang biasa hidup
berkelompok di sekitar bangunan agama, seperti mandala, dharma, sima, wihara
dan sebagainya.

Kebanyakan profesi masyarakat desa ialah menjadi petani yang dimana
petani terbagi menjadi beberapa golongan diantaranya petani yang menggarap
tanah sendiri atau milik tuan tanah atau dan buruh tani. Didaerah kaum agamawan,
para bangsawan menyuruh budak-budak untuk mengolah tanah mereka dan
memungut panennya, sebagian pengolahan tanah dan panen diserahkan kepada
pekerja dari masyarakat desa yang ada didekatnya, dan juga para kaum
agamawan.Para pekerja itu dibayar dengan sebagian dari hasil panen yang
ditetapkan menurut adat.

Anda mungkin juga menyukai