Oleh Nama : Pika Apriyance NRP : 113020094 Kelompok : E Meja : 4 (Empat) Tanggal Percobaan : 22 Mei 2014 Assisten : Mugni Srinovia
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2014 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan. 1.1. Latar Belakang Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Menurut Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll). Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah (Indarmono, 1987). Dendeng adalah daging yang dipotong tipis menjadi serpihan yang lemaknya dipangkas, dibumbui dengan saus asam, asin atau manis dengan dikeringkan dengan api kecil atau diasinkan dan dijemur. Hasilnya adalah daging yang asin dan setengah manis dan tidak perlu disimpan di lemari es. Dendeng adalah contoh makanan yang diawetkan (Anonim, 2014). Dendeng merupakan salah satu cara pengawetan daging secara tradisional yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dendeng diolah dengan menambahkan bumbu berupa rempah-rempah dan dikeringkan baik menggunakan bantuan sinar matahari ataupun dengan oven. Dendeng biasanya disajikan dengan cara digoreng dan biasanya ditambahkan bumbu lainnya untuk meningkatkan citarasa dari dendeng tersebut (Nursiam, 2010). Dendeng adalah produk tradisional ,dan belum mempunyai standarisasi yang jelas sehingga mem-punyai sifat dan ciri tersendiri dalam pembuatannya dan tergantung kebiasaan daerah masing-masing.Pada prinsipnya,pembuatan dendeng ini kita melakukan pengirisan terhadap daging setebal lebih kurang 2 mm,kemudian diberi bumbu dan dikeringkan (Akiko, 2011). 1.2. Tujuan Percobaan Tujuan percobaan pembuatan dendeng adalah untuk diversifikasi produk olahan ikan, untuk menambah nilai ekonomis dari produk dan untuk mengetahui proses pembuatan dendeng. 1.3. Prinsip Percobaan Prinsip percobaan pembuatan dendeng adalah berdasarkan pengolahan dan pengawetan dengan cara pengeringan dan penambahan bumbu sehingga mempunyai rasa yang khas dan tekstur yang empuk.
II BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan Percobaan yang Digunakan, (2) Alat Percobaan yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan. 2.1. Bahan Percobaan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan untuk proses pengolahan dendeng ini adalah daging sapi, gula merah, lada, ketumbar, lengkuas, air asam jawa, bawang merah dan garam. 2.2. Alat Percobaan yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan, food processor, tray, piring, spatula, sendok, rolling pin dan Tunnel Dryer. 2.3.Metode Percobaan
Daging Pencucian Dressing Air bersih Air kotor Fillet Penghancuran Fillet halus Penimbangan Pencampuran I Pencampuran II Pencetakan (tebal 3 mm) Penimbangan Dendeng Uap air Pengeringan T= 70 C, t= 4-6 jam Tapioka Bawng putih, bawang merah, lengkuas, asam jawa, ketumbar, garam, gula merah,
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Dendeng
III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Hasil Percobaan dan (2) Pembahasan. 3.1. Hasil Percobaan Berdasarkan pengamatan terhadap pembuatan dendeng yang telah dilakukan maka diperoleh hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil Pengamatan Dendeng No. Analisa Hasil Pengamatan 1. Nama Produk Dendeng 2. Basis 200 gram 3. Bahan Utama Daging sapi 4. Bahan Tambahan Gula merah, lada, ketumbar, lengkuas parut, air asam jawa, bawang merah, garam 5. Berat Produk 129 gram 6. % Produk 64,5 % 7. Sifat Organoleptik 7.1. Warna 7.2. Rasa 7.3. Aroma 7.4. Tekstur 7.5. Kenampakan
Coklat Manis khas daging sapi Khas daging sapi Kering lembut Menarik 8. Gambar Produk
(Sumber : Kelompok E, Meja 4, 2014). 3.2. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hasil pengolahan dendeng dengan basis 200 gram didapatkan berat produk 129 gram, %produk sebesar 64,5 %, dan secara organoleptik memiliki warna coklat, aroma khas daging sapi, rasa manis khas daging sapi, tekstur kering lembek, dan memiliki kenampakan yang menarik. Menurut SNI 01-2908-1992 (Badan Standarisasi Nasioanal, 1992), dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan semi basah karena dendeng memiliki kadar air yang berada dalam kisaran kadar air bahan pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran suatu bahan pangan ang pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat air yang dapat menurunkan daya ikat air produk, sehngga pertumbuhan mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996). Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air antar 0,6 sampai 0,91 (Salguero et al, 1994). Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari cara pembuatanya, dendeng dikelompokan menjadi dendeng iris (slicer) dan giling. Komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan dendeng alah daging, gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%), bawang putih (2%), sendawa (0,2%), lengkuas (1%), dan jinten (1%) (Hadiwiyoto, 1994). Selama pembuatan dan pengeringan akan terjadi pula pembentukan komponen-komponen citarasa, yang akan menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih sedap (Nursiam, 2010). Berdasarkan pembuatannya, dendeng dapat dikelompokkan atas 3, yaitu dendeng basah, dendeng kering, dan dendeng giling. Dari segi rasa dendeng ada yang mempunyai rasa manis dan tawar. Untuk memperbaiki tekstur dan warna sebaiknya dilakukan curing terhadap daging terlebih dahulu sebelum diiris, serta penambahan benzoat sebagai pengawet. Penambahan benzoat dilakukan untuk mencegah pertumbuhan kapang, dan dilakukan bila dendeng akan disimpan dalam waktu yang lama. Dalam pembuatan dendeng ini kita melakukan penambahan bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan anti mikroba bertujuan pengempukan daging dengan cara menggunakan papain. Untuk dendeng giling ditambahkan enzim omelin biasa digunakan untuk mengempukkan daging, supaya kita makan terasa enak dan mudah dikonsumsi secara baik (Akiko, 2011). Dendeng dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dendeng sayat dan dendeng giling. Dendeng sayat menggunakan bahan utama daging yang disayat atau diiris tipis, sedangkan dendeng giling menggunakan bahan utama daging yang digiling terlebih dahulu (Yuri, 2012). Proses pembuatan dendeng sapi ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan proses. Proses yang pertama yaitu daging sapi yang telah disiapkan dilakukan pemisahan daging dari bagian tulang dan kulit sehingga diperoleh daging sapi utuh. Setelah proses pemisahan kemudian daging sapi dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran atau kontaminan yang mungkin terbawa saat proses pemisahan berlangsung. Lalu daging sapi dimasukan ke dalam food processor untuk dihancurkan, proses ini bertujuan untuk mendapatkan daging sapi yang halus agar mempermudah dalam proses pencampuran bumbu. Bumbu yang ditambahkan pada dendeng sapi ini adalah gula merah, bawang merah, garam, ketumbar, lengkuas, air asam jawa dan lada. Bumbu-bumbu tersebut dihaluskan hingga menjadi bumbu halus kemudian dimasukan dimasukan ke dalam food processor. Setelah pencampuran, dilakukan proses pencetakan dengan tebal sebesar 3 mm, biasanya proses pencetakan ini menggunakan alat bantuan seperti penggiling untuk lebih meratakan tipisnya daging sapi, dan daging sapi diletakan diatas tray yang sebelumnya telah diberi plastik terlebih dahulu. Kemudian setelah dicetak dimasukan kedalam alat pengering pada temperatur 70C dengan waktu selama 4 sampai 6 jam. Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang cukup, garam dapat menyebabkan autolysis dan pembusukan serta plasmolisis pada mikroba. Garam meresap kedalam jaringan daging sampai tercepai keseimbangan tekanan osmosis antara bagian dalam dan luar daging. Selain sebagai penghambat bakteri, garam juga dapat merangsang cita dan penambahan rasa enak pada produk. Penambahan gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk (Bailey, 1998). Penambahan gula merah pada abon membuat flavor abon yang khas dan disukai banyak konsumen karena rasa manisnya. Selain itu, gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan menyebabkan air dalam sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus membrane dan mengalir ke larutan gula, yang disebut osmosis dan mentebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat. Bawang ptuih dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif alicinyang sangat efektif terhadap bakteri, selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan. Bawang merah digunakan untuk bahan bumbu dapur dan sebagai penyedap rasa dalam masakan. Selain itu bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat tradisional karena memiliki efek antiseptik dari senyawa ailin. Senyawa tersebut diubah menjadai asam piruvat, ammonia, dan alicin antimikroba yang bersifat bakterisida. Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bualat dan berwaarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap di mulut (Farrell, 1990). Ketumbar memiliki aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar terutama mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan aldehida. Jahe memiliki aroma yang harum dan rasa yang pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, diantaranya zingberene, curcumine, philandren, dan sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran terhadap bahan pangan. Lengkuas memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran, yaitu kecil dan besar. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galang, galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang khas (Nursiam, 2010). Daging sapi yang digunakan memiliki mutu yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari warna daging yang mengkilat dan bau yang segar. Menurut Mahyuda et al. (1989), tanda-tanda dari daging yang baik adalah dagingnya kenyal, baunya segar, warnanya mengkilat (tidak kusam kebiru-biruan), tidak lengket ditempatnya serta Ada cap tanda baik dari jawatan kesehatan. Sedangkan menurut Marliyati (1992), untuk memperoleh hasil olahan yang baik, daging yang digunakan harus baik dan mempunyai ciri-ciri antara lain : Berwarna merah segar dan mengkilat, seratnya halus, dan elastis serta lemak berwarna kekuningan Tidak berbau asam Bila dipegang dagingnya tidak lengket pada tangan dan masih terasa kebasahannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan terdiri dari dua bagian yaitu :
1. Faktor Internal, yaitu : a. Sifat bahan Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan bentuk yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan wortel sekitar dua kali kecepatan pengeringan wortel karena kadar padatan kentang sekitar setengah kali kadar padatan kentang (Wirakartakusumah, 1992). Komposisi kimia dan struktur fisik bahan pangan berpengaruh terhadap tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusifitas air dalam bahan tersebut pada suhu tertentu (Wirakartakusumah, 1992). b. Ukuran Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya. Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana resistensi internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan ini akan diterapkan pada spray drying dimana diameter dari partikel atau dari penyemprotan hanya beberapa mikron (Wirakartakusumah, 1992). c. Unit Pemuatan Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan analog dengan meningkatkan ketebalan dari suatu potongan bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses dari pengeringan berkuran (Wirakartakusumah, 1992). 2. Faktor eksternal, yaitu : a. Depresi Bola Basah Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan. Jika depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan tidak akan terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial pengeringan tinggi dan kecepatan pengeringan pada suatu tahap awal maksimum (Wirakartakusumah, 1992). b. Suhu Udara Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah, kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap selanjutnya, kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan pada suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan mempengaruhi kecepatan pengeringan akan bertambah cepat dengan meningkatnya suhu pengeringan (Wirakartakusumah, 1992). Gaman dan Sherington (1992) menambahkan bahwa hal yang penting dalam pengeringan adalah suhu yang digunakan hendaknya jangan terlalu tinggi, karena akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada pangan. Demikian juga panas yang berlebihan dapat menyebabkan case hardening, yaitu suatu keadaan dibagian luiar (permukaan) pangan menjadi keriput dan keras, sedangkan air terperangkap didalamnya (bagian dalam masih basah). Cara mencegah case hardening adalah dengan membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat. Pengeringan dapat dilakukan dengan mengunakan suatu alat pengering (artificial drier) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat dan kebersihan dapat diawasi dengan sebaik-baiknya (Nursiam, 2010). Tujuanya dari pengeringan ialah untuk melawan kebusukan bahan oleh aktifitas mikroba. Meskipun bahan yang kering bukan berarti telah steril. Mikroba memang tidak dapat tumbuh pada bahan yang kering. Apabila bahan yang dikeringkan basah kembali, maka mikroba dengan cepat akan tumbuh, terkecuali bila bahan/ makanan tersebut langsung dimakan / didinginkan. Keuntungan pengeringan : Bahan dapat disimpan lebih lama Pengangkutan menjadi lebih ringan Biaya yang dibutuhkan untuk fasilitas pengeringan relative lebih kecil Tidak memerlukan cara sterilisasi khusus Bahan bahan yang telah dikeringkan, tidak memerlukan persyaratan Pemakaian bahan kering lebih praktis (Sarah, 2012). CCP pada proses pembuatan dendeng sapi ini adalah pada saat proses pengeringan, sebaiknya dendeng yang dikeringkan kadar airnya benar-benar berkurang, sehingga dapat mencegah bertumbuhan mikroba yang dapat merusak dendeng tersebut. Berdasarkan tabel SNI 2908:2013 dapat disimpulkan bahwa dendeng sapi berdasarkan sifat organoleptik dendeng mempunyai warna hitam, rasa khas dendeng, aroma khas dendeng, tekstur kasar dan kenampakan kasar, dendeng sapi yang dibuat dilaboratorium sudah memenuhi syarat SNI.
IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran. 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hasil pengolahan dendeng dengan basis 200 gram didapatkan berat produk 129,5 gram, %produk sebesar 64,5 %, dan secara organoleptik memiliki warna coklat, aroma khas daging sapi, rasa manis khas daging sapi, tekstur kering lembek, dan memiliki kenampakan yang menarik. 4.2. Saran Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah praktikan dapat lebih teliti serta lebih cekatan dalam melakukan prosedur sehingga pengerjaan dapat lebih cepat dan hasil yang didapatkan baik serta proses pembuatan dan pengepisan harus maksima agar hasil yang didapatkan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Akiko. 2011. Pembuatan Dendeng. http://akiko3ahpsmkn2btsk.wordpress.com/2011/11/09/pembuatan-dendeng- kering-ikan-lele-dumbo/. Diakses : 28 Mei 2014. Anonim. 2014. Dendeng. http://id.wikipedia.org/wiki/Dendeng. Diakses : 28 Mei 2014. Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh Lama Pelayuan Dan Jenis Daging Karkas Serta Jumlah Es Yang Ditambahkan Ke Dalam Adonan Fisikokimia Bakso Sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nursiam, Intan. 2010. Pembuatan Dendeng. http://intannursiam.wordpress.com/2010/12/13/pembuatan-dendeng-daging- sapi/. Diakses : 28 Mei 2014. Sarah. 2012. Pengeringan.http://sarahbolobolo.com/2012/01/pengeringan.html Diakses : 28 Mei 2014. Wirakartakusumah, Aman. 1992. Petunjuk Laboratorium Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan. Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Yuri. 2012. Dendeng dan Abon. http://yurichocoru.wordpress.com/2012/11/22/ dendeng-dan-abon/. Diakses : 28 Mei 2014.
Berat produk = 92 gram % Produk = W produk x 100% W bahan = 129,5 x 100% 200 = 64,5 %
LAMPIRAN DISKUSI 1. Jelaskan perubahan fisiko kimia yang mungkin dapat terjadi pada proses pembuatan produk yang saudara kerjakan! Pada pembuatan dendeng sapi terdapat beberapa perubahan fisiko kimia dalam tiap prosesnya. Pada proses pencampuran terjadi perubahan fisika dimana daging menjadi halus seperti daging cincang. Pada proses pencampuran terjadi perubahan kimia dimana daging tercampur dengan bumbu dan menghasilkan aroma khas bumbu dendeng. Setelah itu dilakukan pengeringan terjadi perubahan fisika dimana adonan mengering dan terjadi perubahan kimia yaitu kadar air pada adonan berkurang sehingga dendeng memiliki umur simpan yang panjang. 2. Bagaimana cara alternatif yang dapat memperbaiki penampilan dan kualitas Cara untuk memperbaiki penampilan pada dendeng yaitu dapat dilakukan curing pada daging sapi yang digunakan untuk mempertahankan warna merah, sehingga hasil dendeng yang didapat setelah pengeringan tidak terlalu berwarna coklat gelap. 3. Jelaskan sifat bahan utama yang digunakan untuk percobaan tersebut! Sifat daging sapi yang digunakan pada pembuatan dendeng diantaranya: Warna merah pucat, merah keungu-unguan atau kecoklatan dan akan berubah menjadi warna chery bila daging tersebut terkena oksigen. Serabut daging halus tapi tidak mudah hancur dan sedikit berlemak Konsistensi liat, jika saat dicubit seratnya terlepas maka daging sudah tidak baik. Lemak berwarna kekuning-kuningan Bau dan rasa aromatis
Tabel Syarat Mutu Dendeng Sapi No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 1.1 1.2 Keadaan : Bau Warna
- -
Normal Normal 2 Kadar air (b/b) % Maks. 12 3 Kadar lemak (b/b) % Maks. 3 4 Kadar protein (Nx6,25) (b/b) % Min. 18 5 Abu tidak larut dalam asam (b/b) % Maks. 0,5 6 6.1 6.2 6.3 6.4 Cemaran Logam : Kadmium (Cd) Timbal (Pb) Timah (Sn) Merkuri (Hg)