Anda di halaman 1dari 25

1

Peter Sloterdijk:
Menghidupi Rasio Sinis dalam Masyarakat Buih

T. Doludea

Peter Sloterdijk (26 Juni 1947) adalah seorang pengajar Filsafat dan Teori Media
di Universitas Seni dan Disain Karlsruhe Jerman. Sloterdijk belajar Filsafat di
Universitas Munich dan Universitas Hamburg dari tahun 1968 sampai dengan
tahun 1975. Sloterdijk sangat terkesan dan dipengaruhi oleh pikiran Nietzsche
dan Heidegger. Tahun 1983 Sloterdijk menerbitkan The Critique of Cynical
Reason. Antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2004, Sloterdijk menulis
tentang Ruang (Spheres), yaitu trilogi magnum opus-nya, yang terdiri dari
Bubbles (Vol. I), Globes (Vol. II) dan Foam (Vol. III). Dalam karya-karyanya itu,
Sloterdijk menghadapi masalah nihilisme dalam masyarakatnya kala itu dan
sekaligus berusaha untuk menghindari bersikap sinis, pasif, menarik diri serta
apatis, yang kemudian menghasilkan konservatisme dan memelihara status-
quo kekuasaan, dan bahkan keinginan untuk ikut serta masuk dalam buaian
masyarakat yang tidak adil dan menindas itu. Pada waktu itu memang bangkit
kelompok-kelompok perlawanan dengan kekerasan di satu sisi dan di sisi yang
lain muncul golongan yang menyerah dan menerima kapitalisme meskipun
mereka tahu bahwa kapitalisme itu bersifat tidak adil dan konservatis, dan
bubarnya gerakan mahasiswa karena kelelahan dalam berjuang. Suasana
galau menyebar karena gagal dan runtuhnya janji dan harapan yang
digantungkan orang kepada Teori Kritis untuk membawa emansipasi di dalam
masyarakat pada masa itu.


Sikap Sinisme itu muncul khususnya memang ditujukan kepada Teori Kritis
karena orang merasa telah ditipu oleh orang-orang sinting (Spinner) macam
Max Horkheimer (1895-1973), Theodor W. Adorno (1903-1969) dan Herbert
Marcuse (1898-1979) itu. Orang-orang gila yang reaksioner seperti mereka ini
telah menghianati gerakan mahasiswa yang telah menggunakan Teori Kritis
mereka itu sebagai panduan perjuangan revolusioner mereka untuk melawan
kemapanan. Para pejuang revolusioner itu tidak membutuhkan waktu yang
lama untuk segera menyadari bahwa Teori Kritis ini secara konsekuen
sebenarnya menolak tindakan revolusioner dan tetap tinggal di tingkatan
refleksi lamunan teoritis belaka. Sinisme ini secara dramatis terungkap pada
peristiwa di tahun 1968 di ruang pertemuan Universitas Frankfurt, ketika Adorno
maju ke mimbar untuk menyampaikan kuliah, sekelompok pendemo
perempuan telanjang menghadang dan menghalanginya, dengan
menunjukkan dada dan tubuh telanjang mereka itu kepada si filsuf, sebagai
ungkapan kritik terhadap sifat otoriter lembaga-lembaga pada waktu itu,
2

seperti yang telah diajarkannya kepada mereka. Adorno, sang filsuf, yang
kemudian meninggal satu tahun kemudian itu, hanya ternganga saja, karena
semua ajaranya selama ini sebenarnya dimaksudkan hanya sebagai suatu uji
coba pikiran ilmiah semata. Teori Kritis mengusahakan suatu analisa baru
terhadap masyarakat maju industri kapitalis lanjut masa itu (fortgeschrittene
Industriegesellschaften, Spatkapitalismsus). Meskipun Teori Kritis mengakui
sebagai pewaris cita-cita Karl Marx, namun Teori Kritis tidak mau membebek
Marxisme yang picik itu dengan menelan bulat-bulat begitu saja ajaran
dogmatis suci Karl Marx yang sudah kadaluarsa dan memfosil itu.









Marxisme merupakan suatu ajaran yang semula bersifat emansipatoris ini
ternyata kemudian kembali hanya menjadi sebuah kontemplasi mandul
belaka, bahkan tidak pernah langsung dipraktikkan oleh sang nabinya sendiri
terlebih dahulu. Marxisme akhirnya memunculkan watak borjuisnya juga,
dengan memandang bahwa kenyataan sosial itu sebagai sesuatu yang baku,
objektif, mekanistik, kalkulatif dan deterministik, sehingga aktivitas revolusi subjek
tidak mendapatkan tempat lagi di dalamnya. Sedangkan Teori Kritis masih
percaya bahwa mereka akan dapat membebaskan, memerdekakan dan
mengubah masa depan manusia yang sedang berada di dalam belenggu,
penghisapan dan di bawah penindasan. Didasarkan pada buku Karl Korsch
(1886-1961) Marxism and Philosophy, Teori Kritis tidak ingin berhenti hanya untuk
memahami, merefleksi, menjelaskan dan mempertimbangkan secara objektif
saja. Karena menurut Korsch teori Marxis bertujuan tidak hanya mengkritik
kategori-kategori ilmu-ilmu borjouis, yaitu sejarah, sosiologi, dan khususnya
ekonomi, namun juga hendak menghancurkan daya pesona pikiran ilmu-ilmu
borjuis semacam itu dan membebaskan masyarakat untuk dapat memiliki
kesadaran revolusioner. Masyarakat dihantar untuk sampai ke pintu gerbang





3

Pencerahan (Aufklarung), dengan menyingkapkan tabir yang menutup dan
membutakan kesadaran manusia, yaitu kenyataan yang tidak manusiawi
(dehumanisasi) yang terjadi dalam masyarakat. Dalam masyarakat maju
industri kapitalis itu kontradiksi-kontradiksi, frustasi-frustasi dan penindasan-
penindasan tidak dapat dilihat jelas secara kasat mata. Semua segi hidup
masyarakat bersekongkol memberi kesan bahwa segala sesuatu baik-baik saja
(ora popo), semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi dan dipuaskan secara
efisien, efektif, lancar, bermanfaat dan produktif. Kesan gadungan seperti inilah
yang berusaha dibongkar oleh Teori Kritis. Teori Kritis berusaha menyingkap
irasionalitas pengandaian-pengandaian ilmu dan sistem masyarakat yang ada.
Bahwa rasionalitas instrumental atau rasionalitas bertujuan (instrumentelle
Vernuft, Zweekrationalitat) itulah yang telah membangun sistem produksi bukan
untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan justru memanipulasi dengan
menciptakan kebutuhan semu demi produktifitas itu sendiri. Teori Kritis berharap
bahwa ketika rasionalitas ini terungkap, meskipun kontradiksi-kontradiksi itu
tetap ada, namun manusia dapat diselamatkan dari kekuatan hipnotis proses
dehumanisasi tersebut.


Tetapi kemudian Horkheimer, Adorno dalam Dialectic of Enlightenment (1947)
dan Marcuse dengan One-Dimantional Man (1964) malah justru kehilangan
keyakinan diri dan berakhir dalam pesimisme saat menyadari bahwa proses
pemerdekaan Pencerahan ini justru menghasilkan sistem penindasan dan
penghisapan yang total. Manusia rasional dengan rasionalitas ilmu
pengetahuan dan teknologi itu justru menjadikan manusia menjadi objek yang
dikuasai oleh sistem tersebut. Juga dengan memperhatikan Uni Sovyet yang
menghancurkan kekuasaan represif Tsar Rusia, justru membangkitkan suatu
penguasa Partai Komunis Stalinisme yang jauh lebih kejam dan jahat, demikian
halnya dengan Komunisme di Cina, Amerika Latin dan juga tempat-tempat
lainnya. Marxisme rupanya tidak kalah mematikan daripada monarki,
feodalisme, aristokrasi, borjuasi, fasisme, keberagamaan dan kapitalisme yang
dikritik dan dilawannya itu. Mereka dengan kepala dingin dan dengan tangan
dingin berhasil mengantar puluhan juta nyawa melayang ke akhirat atas nama
ajaran mereka. Oleh karena itu Teori Kritis secara tegas menolak segala
tindakan aktivisme revolusioner, sebab bagi mereka setiap revolusi hanya akan
menghasilkan perbudakan yang lebih mengerikan. Dengan demikian Teori Kritis
tersungkur menjadi anti-praksis dan jalan yang masih tersisa adalah penarikan
diri (the great refusal) dan pembangkangan sipil (civil disobedience) untuk lolos
ditelan oleh sistem itu. Teori Kritis dalam usaha emansipatoris revolusioner
praksisnya itu justru menemukan bahwa usaha manusia secara rasional untuk
membebaskan diri dari irasionalitas itu malah jatuh dalam irasionalitas mitologis.
Mesias (satrio piningit) Marxis, yaitu aktor dan agen perubahan baik kaum buruh
proletar, mahasiswa kelas menengah terpelajar, maupun partai politik, para elit
politik dan siapa pun juga itu justru telah jatuh dalam pelukan hangat, nyaman
4

dan nikmat kapitalisme libidal. Juruselamat Marxis tenggelam dan tertelan
lumpur hidup rawa kapitalisme yang sangat perkasa ini. Teori Kritis merevisi
Marxisme dengan mengungkap bahwa kaum buruh proletar tidak dapat
diharapkan memberontak terhadap keadaan sosial Barat itu. Kapitalisme telah
mampu merangkul para buruh masuk ke dalam sistemnya melalui mekanisme
perserikatan buruh dengan membagi sedikit kekuasaan, yang memberikan
para buruh suara dan peluang untuk mogok kerja dan kenyamanan
kemakmuran kapitalistik.


Pada akhirnya Marxisme tiba juga pada bentuk yang tidak ada bedanya sama
sekali dengan bentuk kekuasaan yang menindas dan menghisap lainnya, yang
mereka lawan habis-habisan itu. Maka benarlah Paulus yang menasihati
Timotius dengan mengatakan, Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam
pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa
dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam
keruntuhan dan kebinasaan. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke
dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada
makanan dan pakaian, cukuplah. (1 Timotius 6: 9 dan 7-8) Demikan juga
Yohanes telah mengingatkan, Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa
yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Allah
tidak ada di dalam orang itu. (1 Yohanes 2: 15) Apa gunanya seorang
memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang
dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? tanya Yesus, anak muda dari
sebuah dusun di selatan Pegunungan Libanon itu. (Matius 16: 26) Berkat
bantuan Psikoanalisa Freud itu, Teori Kritis telah menemukan kembali bahwa roh
destruktif ini sebenarnya ada di dalam diri manusia berupa semangat hidup
eros-thanatos persis di dalam jiwa masing-masing orang. Libido ini menjadi
sumber dan pendorong kehidupan produktif dan konstruktis, sekaligus
menyediakan kematian yang destruktif dan absurd. Nihilisme seperti ini mungkin
tidak begitu asing bagi para pentolan Teori Kritis itu, karena dalam tradisi Ibrani
ada dicatat oleh Qohelet, Si Pengkhotbah, anak Daud, yaitu Salomo Raja Israel
di Yerusalem yang mengatakan, Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah
sia-sia, kata Pengkhotbah Aku telah melihat segala perbuatan yang
dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah
kesia-siaan dan usaha menjaring angin. (Pengkhotbah 1: 2 dan 14)


Sloterdjik memandang peristiwa menarik di ruang kuliah Universitas Frankfurt itu
sebagai suatu bentuk nyata sinisme. Ia menganggap para pendemo itu
rupanya percaya bahwa hanya melalui ketelanjangan radikal saja dan
dengan mengungkapkan masalah secara terbuka, orang dapat memperoleh
kebebasan dari tekanan rasa tidak percayanya itu. Keinginan untuk
mendapatkan kebenaran sejati itulah yang menjadi pendorong perjuangan
5

untuk menghentikan kebohongan tersebut. Sloterdjik segera membayangkan
kelakuan nggak nggenah Diogenes dari Sinope (400-325 SM). Diogenes dan
para pengikut Sinisme (kynikoi) itu hidup berjuang melawan secara radikal
adat-istiadat, tradisi, kesepakatan serta hukum dan berusaha untuk kembali
kepada penyelaraskan diri dengan alam. Bagi mereka hidup sehari-hari
merupakan cermin yang merefleksikan hubungan seseorang dengan
kebenaran. Karena itu kaum Sinisme ini sangat menghargai tinggi cara hidup
pribadi seseorang. Aliran Sinisme ini didirikan oleh Antisthenes (455-360 SM) murid
Gorgias (483-375 SM). Gorgias tidak saja bersikap skeptis -kebenaran itu tidak
dapat diketahui-, namun juga nihilis -tidak ada sesuatu pun yang benar dan
yang bernilai-. Antisthenes mengajar di suatu tempat pelatihan anjing
(Kynosarges) di Athena sehingga mereka dijuluki kynikoi, yang berasal dari kata
Yunani kyon (anjing), yang menjadi akar kata cynism, cynic dan cynical.
Gorgias percaya bahwa manusia yang ingin hidup bahagia harus melepaskan
diri dari kesenangan dan segala bentuk keterikatan material. Orang harus hidup
mandiri dan tidak bergantung kepada sesuatu pun, termasuk kepada adat,
tradisi, agama, moral dan hukum (self-sufficiency). Karena musuh terbesar
manusia adalah kesenangan dan keterikatan itu.







Sloterdijk membedakan dua bentuk sinisme: (1) Sinisme KY (KYnismus) Filsafat
Yunani Klasik; (2) Sinisme ZY (ZYnischen) dalam tradisi pemikiran kontemporer.
Pertama, sinisme KY (KYnismus) merujuk pada kehidupan Diogenes, yang yang
hidup telanjang, tinggal dalam sebuah tong air milik kuil Cybele, tidak
menghiraukan makanannya, buang air sembarangan di jalanan, mastrubasi di
tengah-tengah pasar dan tidak memiliki keinginan terhadap apapun juga.
Diogenes memang hidup seperti anjing (dog-like) dan menggunakan bahasa
jenaka dan bahasa tubuh aneh tak karuan untuk mengalahkan perdebatan
dengan para filsuf yang terpenjara oleh konsep abstrak bahasa dan yang
menyatakan bahwa Plato yang terkenal itu hanya pintar beretorika saja.
Sindhunata memiliki sebuah sajak tentang binatang aneh yang satu ini, yaitu
Kutukan Asu.



6

Aku ini bukan binatang jalang
Aku ini hanya kewan omahan
Aku ini asu. Asu, Su!

Tak ada peluru menembus kulitku
tapi cerca dan nista setiap hari mengirisi hatiku:
Asu kowe! Tak ada hari berlalu
tanpa makian itu.

Aku ini bukan binatang jalang
Aku ini hanya binatang sembelihan
Tak mungkin aku hidup seribu tahun lagi
Hari ini pun mungkin saja aku mati: di-Erwe!

Aku ini asu. Asu, Su!
Pada manusia, Su itu baik
Sukarno, artinya Karno yang baik
Suharto, artinya Harto yang baik
Sutanto, artinya Tanto yang baik
Mengapa padaku yang asu ini
Su itu artinya jelek?
Apakah hanya karena kata Su itu
bukan terletak di depan tapi di belakang namaku
maka padaku Su itu lalu berarti:
bajingan, maling, gentho, bangsat, kecu
biadab, durhaka, terkutuk, jahat, dan penipu?
Cobalah kalau begitu,
baliklah Sutanto jadi Tanto Su,
tidakkah artinya lalu bukan lagi Sutanto itu
tapi Tanto, provokator seni dari Mendhut itu?
Boleh saja kau balik Sutanto jadi Tanto Su
tapi jangan coba lakukan itu untuk Sukarno atau Suharto
berani kaulakukan itu
kau akan di-kolo seperti asu

Aku ini bukan binatang jalang
Aku hanya asu kampungan
namun dariku, Gunung Tangkuban Perahu berasal.
Dayang Sumbi, apakah hanya karena aku asu
maka bagimu Sangkuriang jadi Oedipus
anakmu yang sekaligus suamimu?
Bukan aku, tapi kesepianmu yang mengundang aku
yang asu ini menjadi kekasihmu
yang melahirkan Sangkuriang anakmu dan suamimu.
7

Bukan aku tapi kesepianmu yang salah.
Mengapa kesalahan itu lalu menjadi kesalahanku?
Aku ini bukan binatang jalang
Aku hanya asu kampungan
Namun aku juga punya hak meradang menerjang
maneges di hadapan Allah Gusti Pangeran:
Dhuh Allah, mesti senista itukah aku yang asu ini?
Aku ini bukan binatang jalang
aku ini hanya kewan omahan
teman manusia dalam kesepian.

Aku adalah asu. Asu, Su!
Tapi pada Lek Juri kubuktikan kesetiaanku.
Lek Juri majikanku
tak berumah ia,
di Panti Gelandangan Cipta Mulyo tinggalnya
di Jokteng daging asu jualannya.
Lama aku menemani kemiskinannya
tiap hari kulihat Lek Juri merebus daging sesamaku.
Hatiku teriris pilu, kulitku bagai ditembus peluru
melihat sesamaku asu meradang menerjang
karena dicincang dan dirajang,
meski mereka bukan binatang jalang.
Aku tak marah pada majikanku, mau apa lagi
hanya dari daging sesamaku asu
Lek Juri bisa menyambung hidupnya.
Tibalah hari, di mana Lek Juri tiada mampu
membeli lagi asu.
Akulah asu yang ia punya satu-satunya.
Ia tak tega menyembelihku
maklum, bertahun-tahun aku adalah teman kemiskinannya.
Ditukarkannya aku dengan asu lain.
Aku tak mau pergi
tapi mau tak mau aku harus meninggalkan Lek Juri
Mengiringi kepergianku Lek Juri bilang,
jangan asuku disembelih, sayang,
Aku dibawa ke Klaten,
Di sana beberapa hari aku tinggal.
Aku rindu Lek Juri, meski aku hanya asu.
Akhirnya, aku tak tahan, aku minggat
mencari kembali Lek Juri.
Kuketemukan dia lagi Jokteng, jualan daging asu
ia memeluk aku yang dimakan rindu
meski aku juga masih asu.
8

Sejak itu Lek Juri tak mau lagi
jualan daging asu sesamaku asu.


Sinisme KY Diogenes ini tidak bersifat formal dan bukan penolakan prosedural,
melainkan merupakan suatu penolakan dan kritik yang selalu dihidupi. Sinisme
KY adalah sebuah rasionalitas yang menyetubuh dan mengungkap dalam
tindakan nyata. Sinisme KY Diogenes yang telah berhasil menertawakan filsafat
itu kemudian menjadikannya sebagai filsafat itu sendiri. Sinisme KY-nya itu
adalah suatu bentuk kritik eksistensialisme, yang menjadi sumber kesadaran satir
yang meleleh secara alamiah dan menyatu selaras dalam kehidupan Diogenes
sendiri. Sementara itu Sindhunata pun memiliki tokoh puitis sinisme KY sebagai
bentuk renungan reflektif yang menjadi tamparan keras bagi proses
demoralisasi dan dehumanisasi manusia di Indonesia. Tulkiyem adalah potret
seorang gadis Jawa bersahaja yang njawani. Potret perempuan Jawa yang
demikian sederhana dan mempesona. Tulkiyem adalah bukan soal paras
cantik rupawan, namun kepasrahan pada takdir tanpa kehilangan semangat
hidup sedikit pun juga. Tulkiyem adalah orang terpinggirkan, rakyat tertindas
dan teraniaya. Melaluinya Sindhunata membahas kebobrokan bangsa ini
dengan berbicara tentang betapa bejatnya manusia. Sindhunata bergerak
mengupas tentang korupsi, rusaknya penegakan hukum, kemunafikan yang
dibungkus dengan simbol-simbol budaya, ilmu pengetahuan dan agama.
Ringkas kata, kekuasaan itu ternyata selalu menindas terus-menerus,
penindasan ini lebih sering dikemas dengan adab yang elok, yang berulang
dari rezim ke rezim. Kehidupan Tulkiyem yang puitis ini melukiskan tentang
kesabaran dalam meraih cita, yaitu hidup menerima apa adanya dan tak
tersesat. Jula-juli Sindhunata tentang Tulkiyem itu,

Oh Tulkiyem ayu
Areke lemu asale Batu

Oh Tulkiyem ayu
Rupane sumeh ngguya-ngguyu.

Oh Tulkiyem lemu
Numpak dhokar jarane telu

Oh Tulkiyem lemu
Doyanne lonthong tahu

Oh Tulkiyem eblas
Kepanasen kipas-kipas


9

Oh Tulkiyem eblas
Gak sugih bandha atine bebas

Oh Tulkiyem medhut
Nek mijeti dhadhane mendat-mendut

Oh Tulkiyem medhut
Nak awak rasane sadhut senut

Oh Tulkiyem sabar
Munggah bulan numpake dhokar

Oh Tulkiyem sabar
Uripe nrima gak nyasar-nyasar.

Tuku jemblem nang Yu Tulkiyem
Atur kawula cekap semanten.


Beginilah Sindhunata mengolah kesabaran hidup Tulkiyem menjadi sebuah
sinisme KY yang menyindir kehidupan orang modern yang penuh dengan
ketamakan, kesombongan dan keculasan ini. Keadaan politik yang
menjalankan kekuasaan mirip ulah celeng, nyeruduk menubruk kesana kemari,
merasuki orang-orang dan mengotori ruang-ruang, bahkan sampai ke bilik
yang sangat personal sekalipun, yaitu agama. Membuat orang sangat
bersyahwat dan tidak mau ketinggalan kereta zaman edan ini. Lho, jancuk!
Yok opo seh koen iki, nek gak melok edan, yo gak kumanan rek! jerit si
sontoloyo satu itu.










10

Kedua, sinisme ZY (ZYnischen) adalah suatu bentuk sikap orang yang mengolok-
olok orang lain karena tidak percaya lagi kepada ketulusan dan nilai rasional.
Suatu bentuk kebiasaan dalam mengungkapkan sindiran secara kasar dan
bentuk suatu ketidakpercayaan kepada semua hal dan kepada siapa saja.
Sikap sinisme ini membawa orang untuk melawan segala pemikiran yang baik.
Oleh sebab itu sinisme kemudian menjadi berbahaya bukan karena ia
mengandung motif idealisme politis tertentu, melainkan karena ia merupakan
suatu bentuk telungkup idealisme, yaitu kebencian dan kemarahan yang
mengijinkan ketidakbaikan dalam segala kemungkinan kehidupan manusia ini.
Sinisme ZY modern ini menggunakan ketidakbaikan sebagai suatu pembenaran
dan alasan bagi orang untuk terlibat dalam merusak keadaan hidup umat
manusia. Rupanya sinisme yang muncul ini merupakan satu-satunya bentuk
rasionalitas bawah tanah yang masih tersisa. Teori Kritis dalam pandangan
Sloterdjik tidak mampu meloloskan diri dari sinisme ZY semacam ini. Teori Kritis
bersifat muram, suram, penuh kepahitan, merasa terkutuk dan penuh
kebencian. Teori Kritis melakukan prosedur pencarian kebenaran melalui suatu
a priori penderitaan yang penuh luka. Mereka menguak apa yang tidak
tersembunyi. Mereka menolak kepalsuan secara ironis. Mereka lucu sekali
karena yakin masih dapat memberikan sumbangan pencerahan bagi
kesadaran palsu. Jawaban Teori Kritis adalah negatifitas di atas dialektika
negatif, penolakan, penyangkalan dan menyatakan tidak pada semua hal.
Pencerahan gagal menolong umat manusia untuk mencapai cara hidup yang
lebih baik dan bahagia. Manusia masih selalu berkeinginan untuk hidup
berdasarkan kepentingan pribadinya sendiri saja. Apabila Diogenes mampu
menanggung dalam hidupnya suatu kenyataan yang terpecah-belah, tidak
konsisten dan ironi rasionalitas manusia modern. Maka sinisme ZY hanya berakhir
pada pemisahan kritik filosofis dari kehidupan si pengritiknya itu sendiri,
pemahaman tidak terkait dengan perilaku.


Sinisme ZY ini diwakili oleh Mephistopheles, iblis penggoda dan sekaligus badut
lucu. Mephistopheles membuat perjanjian dengan Allah untuk menggoda
Faust. Ia bertaruh dengan Allah bahwa ia akan mampu mengubah Faust
menjadi musuh yang melawan-Nya dan membuatnya melakukan kejahatan.
Melalui beberapa muslihat dan tipu daya Mephistopheles berhasil mengecoh
Faust. Ia berjanji dapat membuat seseorang menjadi sama seperti Allah, yaitu
tahu tentang yang baik dan yang jahat. Ia mengakui bahwa Allah memang
memiliki kuasa dan pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, namun ia
membual bahwa ia dapat melampaui Allah dan lebih berkuasa dari-Nya. Faust
adalah seorang cendikiawan dan ilmuwan yang sangat haus ilmu dan penuh
ambisi untuk menciptakan karya yang berguna bagi hidup manusia dan serba
gelisah. Ia selalu ingin membuat hal-hal yang menakjubkan. Ia merupakan
personifikasi manusia sombong dan congkak hati, yang ingin membuat menara
Babel setinggi langit untuk menyamai Tuhan. Ia sedang berada dalam
11

keputusasaan karena merasa tidak berhasil dan gagal meskipun telah
mengerahkan segala kemampuan ilmu pengetahuannya itu. Tokoh Faust ini
sering dikaitkan dengan Dr. Johann Georg Faust (14801540), seorang penyihir
dan pakar alkimia yang berasal dari Knittlingen di Wrttemberg. Pada tahun
1509, ia memperoleh gelar dalam bidang Divinity (Teologi) dari Universitas
Heidelberg. Sementara menurut Philip Melanchthon, Johann Faust itu juga
belajar di Krakw. Menurutnya Faust mengalami kegalauan, kejenuhan,
tekanan mental, lalu berusaha mengakhiri hidupnya. Namun kemudian Faust
memutuskan untuk meminta bantuan iblis supaya ia memiliki pengetahuan
tertinggi dan kekuatan sihir yang luar biasa. Ia merasa akan lengkap sempurna
jika hal itu dapat diraihnya. Untuk itu Faust membuat perjanjian dengan
Mephistopheles. Mephistopheles berjanji kepada Faust untuk melayaninya
dengan kekuatan sihirnya beberapa tahun lamanya, namun kemudian Faust
harus merelakan jiwanya untuk masuk ke dalam neraka jahanam bersama para
setan dan iblis. Mephistopheles ini berwatak skeptis, petaruh, percaya diri,
jenaka, keras kepala, cerdas, kreatif, licin, menggoda, licik dan jahil. Ia sangat
pandai dan kreatif ketika memikat korbannya. Ia bahkan sampai rela
mengubah diri menjadi seekor anjing Poodle dan mengikuti Faust hingga
pulang ke rumahnya untuk mencari kesempatan menggodanya. Ia sangat licik
dan melakukan apapun juga untuk mengalahkan Allah dan membuktikan
bahwa dirinya dapat menguasai semesta ini. Namun sebenarnya
Mephistopheles ini adalah sisi gelap dari kepribadian Faust itu sendiri.


Memang harus diakui juga bahwa betapapun hebatnya Allah, iblis selalu akan
memiliki dampak pada keputusan dan kehidupan seorang manusia. Namun
bagaimanapun juga akhirnya Mephistopheles gagal karena ia tidak mampu
melihat dan tidak dapat menghargai sisi positif dalam diri Faust. Ia tidak
memperhitungkan kegigihan, perjuangan, penolakan dan ketabahan Faust
dalam bertarung bagi keselamatan jiwanya. Bagi Sloterdjik para intelektual dan
orang terpelajar tidak lagi mampu bersikap sinis KY, melainkan justru dipenuhi
oleh ambisi untuk mengejar kenyamanan borjuis sambil menggoncang tatanan
sosial dan membangun kedudukan, prestasi tinggi serta berlagak sebagai
seorang filsuf bijak dan berhikmat. Faust terkutuk untuk tidak pernah
memperoleh pengetahuan sejati tentang kasih yang didambakannya itu. Oleh
ketidakpuasannya atas hakikat manusia dan keinginan untuk dipenuhi itu, Faust
menggadaikan, mempertaruhkan bahkan menyerahkan hidupnya kepada
iblis. Sifat egois ini mewujud dalam diri Faust sebagai kesengsaraan.






12




























Dalam tiga jilid buku magnum opus-nya, yang membahas tentang Ruang itu,
Peter Sloterdjik masih menghadapi persoalan yang sama, yaitu nihilisme akibat
perubahan budaya dan evolusi politik yang sangat cepat di masanya itu.
Dalam buku-bukunya itu Sloterdjik menjelaskan evolusi manusia dalam ranah
kesadaran dan dalam tatanan masyarakat menggunakan perumpamaan
bentuk-bentuk, yaitu dari gelembung (Blasen), bulat (Globen) dan busa
(Schume). Penggambarannya ini mirip dengan pemaparan Zygmunt Bauman
tentang bentuk masyarakat cair (Liquid Soceity) di dalam modernitas cair
(Liquid Modernity), yaitu masyarakat yang telah kehilangan kestabilan baku
bentuk lamanya dan kemudian mencair menjadi busa. Bauman menggunakan
istilah modernitas cair untuk menjelaskan proses pembedaan fungsional dan
dominasi rasio instrumental yang terus bertumbuh. Modernitas cair berarti
perkembangan yang mulus sistem ekonomi, politik, etika, hukum dan
pendidikan yang membuat semua prospek berbalik, berubah bentuk dan
membuat kestabilan masyarakatnya menjadi tidak mungkin. Modernitas cair
mencerminkan memudarnya peran dimensi ruang kehidupan sosial dan makin
menguatnya kecepatan arus waktu dan perubahan sosial. Masyarakat cair



13

telah kehilangan arahan ideal dan bayangan pembangunan sosial yang
ditentukan oleh hukum sejarah manusia yang objektif. Tanpa arahan historis
dan hukum sosial. Hidup dalam masyarakat cair ini digambarkan sama seperti
sebuah padang pasir tanpa jalan beraspal dan rambu yang jelas yang
menjamin keselamatan dan arah pergerakan pengendara. Di padang gurun
semua jalan, rambu dan arahan selalu berubah. Segala arah adalah jalan
yang dapat dituju. Jejak kaki yang menjadi saksi keberadaan orang terdahulu
yang dapat menjadi tanda arahan perjalanan sosial, menjadi semakin
terpecah, tidak niscaya dan tidak stabil, menghilang disapu angin gurun.
Sementara itu Sloterdijk menyimpulkan bahwa media massa modern, jaringan
infrastruktur virtual dan pola hidup serta budaya konsumtiflah yang telah
menciptakan ruang kekosongan dalam diri manusia. Ini sifat dasar masyarakat
buih itu.


Apabila Sloterdjik menghadapi masyarakat Eropa yang nihilis dan ditandai oleh
sikap sinis antara akhir 60-an sampai dengan pertengahan pertama 2000-an itu.
Maka Sindhunata membawa masyarakat Indonesia untuk menyadari
keadaannya melalui sebuah lukisan yang berjudul Berburu Celeng, karya Djoko
Pekik. Melalui lukisannya itu pelukis ini mampu menerawang kecemasan,
kesilangsengkarutan dan kekacaubalauan bangsa ini, sejak runtuhnya Orde
Baru dan munculnya euforia reformasi di tahun 1998. Lalu datang Sindhunata
untuk membahasakannya. Lukisan itu menggambarkan tentang seekor celeng
raksasa dengan enam puting susu yang tertangkap. Celeng itu diikat pada
sebilah bambu dengan badan yang terbalik dan digotong oleh dua lelaki yang
busung lapar. Kerumunan rakyat menyambut tertangkapnya celeng itu
dengan penuh sukacita dalam sukaria sebuah pesta akbar. Namun, celeng
yang telah ditangkap rakyat itu sesungguhnya bukanlah binatang celeng,
melainkan celeng jadi-jadian. Celeng itu memang gemuk dan nampak
perkasa sekali. Ia memiliki banyak anak buah yang semuanya juga berjenis
celeng. Sebagian besar orang Jawa meyakini bahwa celeng itu
melambangkan kekuasaan, kekuatan, kerakusan dan keserakahan. Ia sangat
menjijikkan dan tingkah lakunya menyebalkan.












14

Si pelukis memakai celeng jadi-jadian sebagai kosa kata lukisannya yang
hendak mengingatkan bahwa krisis yang telah dan akan terjadi bukanlah
berkaitan dengan masalah politik, ekonomi atau sosial. Tetapi lebih dari
semuanya itu, yaitu bahwa krisis ini disebabkan oleh suatu misteri kekuasaan
jahat yang menyatu bersama dengan nafsu keserakahan manusia itu sendiri.
Sindhunata juga menceritakan betapa luar biasa dahsyatnya daya tular virus
celeng jadi-jadian itu. Rakyat bersatu-padu merapatkan barisan disemangati
oleh gemuruh sorak-sorai dan gegap gempita, akhirnya mampu menangkap si
raja celeng. Mereka bersorak-sorak hore karena merasa mampu menangkap
raja celeng itu. Berhari-hari mereka menari dalam pesta kemenangan sambil
berharap bahwa setelah raja celeng ditangkap, mudah-mudahan kehidupan
mereka akan menjadi jauh lebih tenang dan lebih baik lagi. Memang betul raja
celeng telah ditangkap, namun anak buah raja celeng ini masih berliaran.
Mereka bersama bermufakat jahat dengan menyusun rencana untuk paling
tidak melindungi raja celeng ini dari cemoohan orang dan bahkan
membebaskannya, serta meneruskan cita-cita luhur raja celeng, yaitu
membentuk dan menegakkan republik celeng. Namun ternyata, setelah raja
celeng ditangkap, kehidupan masyarakat bukan menjadi lebih baik, tetapi
justru menjadi lebih parah, bahkan jauh lebih parah dari kehidupan sewaktu
raja celeng itu masih bercokol. Reformasi kemudian malah menjadi lahan subur
bagi tumbuh dan berkembangnya anak cucu raja celeng yang semakin
beredar liar dan bergentayangan kesana kemari. Para celeng bukan hanya
menjarah harta rakyat, tetapi juga mulai menjarah harga diri mereka. Rakyat
kecewa, masyarakat resah. Masyarakat Indonesia sepertinya sedang berada di
dalam suatu masa Postdemokrasi. Postdemokrasi adalah kekuasan ditentukan
oleh lobi-lobi bisnis sehingga makin menutup harapan bagi agenda kebijakan
yang egaliter bagi pemerataaan kekuasaan dan kekayaan. Demokrasi menjadi
topeng atau wajah luar kekuatan ekonomi. Pemilu menjadi lelucon yang
absurd dan memalukan di mana rakyat menjadi lemah di hadapan pemerintah
yang menjadi perwakilan kekuatan ekonomi. Debat terbuka dikendalikan dan
ditata oleh ahli profesional untuk merayu melalui isu-isu kecil yang telah dipilih.
Semua yang bersifat politik demokrasi hanyalah tontonan dan permainan yang
dibentuk oleh pemerintah bersama para elit yang mewakili kepentingan bisnis.
Colin Crouch melihat postdemokrasi terbukti oleh dua hal, yaitu (1) menurunnya
keanggotaan dan keterlibatan aktif masyarakat dalam partai politik, organisasi
masyarakat sipil dan paguyupan. (2) Mutasi demokrasi perwakilan dengan
turunnya minat keterlibatan dalam pemilihan umum dan menyebarnya
kampanye tanpa akhir di media massa menggantikan debat politik akibat
tumbuhnya suatu pemusatan kekuasaan di tangan elit tua dan kelas baru yang
melayani kepentingan bisnis.



15

Lebih dari 30 tahun lamanya rakyat Indonesia hidup di bawah kekuasaan total
otoriter rezim Orde Baru dan saat orde ini terguling oleh reformasi, orang berpikir
bahwa mereka segera akan dapat membangun masyarakat yang adil.
Ternyata reformasi justru mengungkap bakat tidak becusnya bangsa ini dalam
berpolitik. Politik yang diimpikan malah menjerumuskan rakyat semua ke dalam
watak primitifnya, yaitu watak lengji lengbeh, celeng siji celeng kabeh. Lengji
lengbeh adalah ramalan pada awal era reformasi yang kebenarannya
sungguh terasa dan menjadi nyata saat ini. Reformasi yang semula diharapkan
menjadi pintu menuju zaman baru ternyata justru menguak tabir misteri yang
mengungkapkan siapa sesungguhnya bangsa ini. Korupsi menyerang bangsa
ini sampai ke sumsum-sumsumnya. Suasana jadi kacau-balau karena semua
berubah menjadi celeng. Tak ada lagi yang malu mengakui dirinya celeng.
Semua bertingkah seperti celeng, saling menubruk, menyedot dan berkubang
di peceren kotor. Lelaki dan wanita bercumbu tanpa malu-malu, seperti
celeng. Mereka bergumul, bergulung-gulung, menggelinjang, berkelojotan dan
merintih-rintih keenakan, seperti celeng. Di langit, rasi bintang gubuk penceng
pun ikut berubah menjadi bintang celeng. Sindhunata menangkap dan
mencatat kekhawatiran si pelukis yang berkata, Ngarep isih peteng ndhedhet,
Mas!(Ke depan masih gelap gulita, Mas!). Tidak ada jaminan bahwa ke
depan semua krisis akan semakin sirna. Lengji, lengbeh, celeng siji, celeng
kabeh! Satu celeng, semuanya celeng! Semua jadi celeng. Sindhunata juga
mengangkat Jangka Jayabaya yang pernah meramalkan bahwa di tanah
Jawa ini akan datang saat di mana orang bertemu dengan keyong lurik
sakparan-paran (sangat banyak). Keyong lurik ini adalah bekicot, yang
diartikan sebagai sakebeke cocot (urusannya hanya tentang mulut saja), yaitu
bahwa para pemimpin bisanya hanya nyocot (membual janji dan omong
kosong), sementara rakyat kecil maunya hanya mendapatkan sesuap
makanan sekadar untuk memenuhi mulut. Lengji lengbeh adalah kekuatan
jahat yang sedang datang berkunjung. Orang kemudian menjadi tahu dan
sadar hakikat kejahatannya. Celakanya, orang tidak dapat mengharapkan
pertolongan kekuatan gaib mana pun juga, agar dapat keluar dan bebas dari
belenggu kekuatan jahat itu. Bahkan, belas kasih Tuhan pun, apalagi keluhuran
agama, juga tidak dapat menolong. Sebab, akar masalahnya menurut
Sindhunata bukan pada merosotnya martabat manusia atau tak berdayanya
agama, atau kurangnya rahmat belas kasih Allah, melainkan pada tidak
adanya tekad untuk membangun kebersamaan umat manusia. Lengji lengbeh
adalah homo homini lupus dalam pemikiran Thomas Hobbes. Manusia adalah
serigala bagi sesamanya. Pada dasarnya hakikat manusia itu adalah jahat. Jika
dibiarkan mereka akan saling berkelahi semua melawan semua (bellum
omnium contra omnes). Untuk mengatasi kebuasan manusia yang saling
menghancurkan ini, maka Hobbes mengusulkan perlunya dihadirkan suatu
kekuatan monster, yaitu Leviathan, sebuah negara yang kuat. Resep Hobbes ini
rupa-rupanya terbukti lebih buas daripada kondisi alamiah umat manusia yang
ingin di atasnya itu.
16

Sloterdjik memusatkan perhatiannya pada bentuk utama keadaan postmodern
di era 70-an dan 80-an ini dan ia berusaha mencari strategi untuk melawannya
dengan mengusahakan suatu teori yang masih tersembunyi di bawah
perdebatan antara modernitas dan postmodernitas. Keadaan postmodern di
Jerman era itu merupakan perluasan dampak Pencerahan yang masih dapat
memberikan janji kepada masyarakat yang hidup dalam keadaan tersesat,
hilang arah dan sedang bergulat untuk mencari kehidupan yang
sesungguhnya, "public dispute about true living". Jerman berada dalam
suasana illiberalism dan reaksi terhadap barbarisme fasis, di mana
Pencerahan dianggap akan membawa potensi besar harapan dan ilusi utopis,
baik untuk perubahan sosial maupun budaya secara radikal untuk
meninggalkan sejarah fasis masa lalu itu. Namun justru sinisme ZY muncul
menjadi suatu bentuk rasionalitas yang berupaya mengisi kekosongan yang
ditinggalkan oleh Teori Kritis dengan simbol nilai lama yang sudah familiar, yaitu
komunisme dan kekristenan yang penuh kebencian dan balas dendam. Sikap
sinis inipun diiringi juga oleh suatu sikap lainnya, yaitu meskipun mereka telah
menyadari bahwa kapitalisme itu bersifat tidak adil, namun mereka tetap
berkeinginan untuk ikut serta di dalamnya bagaimanapun juga. Sinisme ZY ini
merupakan suatu tindakan pasif terhadap kenyataan yang ada -sama seperti
menonton televisi-, kebergantungan yang tinggi kepada status dan identitas
dan kemelekatan pada janji perlindungan serta keamanan dan kenyamanan
terhadap absurditas dunia nyata. Sinisme ZY tumbuh dan berkembang selama
tahun 70-an ini rupa-rupanya memunculkan ideologi konservatis di era 80-an,
yang mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh nihilisme era 60-an itu.
Nampaknya Pencerahan secara niscaya berakhir dalam kekecewaan sinistik.
Namun kemudian berbalik, ternyata bahwa sinisme berubah menjadi dasar
bagi muncul dan tumbuhnya kebebasan sehat dari ilusi. Rasionalitas itu pada
awalnya selalu mengecewakan namun kemudian membawa orang kepada
usaha untuk mencoba suatu peneguhan kepastian. Filsafat ini memiliki
semangat Ya kepada Yang Ya termasuk juga Ya kepada Yang Tidak. Sloterdjik
ingin menyelamatkan Pencerahan dan Teori Kritis ini dari sinisme ZY. Yaitu
dengan cara menyadari sinisme ZY itu sebagai suatu konsekuensi logis
Pencerahan dan sekaligus sebagai jalan keluar dari pesimisme dan nihilismenya
itu, apabila disadari dan dijalani secara aktif. Sloterdjik menawarkan
pengalaman langsung fenomenologis kritis itu sendiri dalam menghadapi
paradoks Pencerahan itu. Kesadaran rasional yang mampu melihat sifat sakit
dalam masyarakat yang mengejar kemakmuran itu namun tidak mampu
menyembuhkan penyakit itu. Meskipun manusia tahu dengan tepat dan pasti
ketidakadilan sosial, tetapi orang tidak mampu mengubahnya secara praktis.
Sloterdijk menjelaskan delapan pencapaian Pencerahan yang membentuk
sinisme ZY sebagai hasil sekaligus penghalang Pencerahan itu sendiri, yang
sebenarnya dapat menjadi kekuatan politik yang mengarah kepada kebaikan:
17

(1) Kritik atas Pewahyuan, mempertanyakan hak Gereja untuk menyatakan dan
menafsirkan Kebenaran secara semena-mena karena otoritasnya tanpa
memberikan bukti yang dapat diverifikasi.
(2) Kritik atas Ilusi Keberagamaan, menuduh agama sebagai proyeksi pikiran
manusia dan kekuasaan agama sebagai penipuan dengan menggunakan
dogma untuk kepentingan politik dan ekonomi.
(3) Kritik atas Ilusi Metafisik, menegaskan bahwa pikiran manusia itu dibatasi oleh
pengalaman dan tidak dapat dikonfirmasi dan disangkal sebagaimana
adanya jiwa.
(4) Kritik atas Superstruktur Ideal, mengungkapkan penyelidikan nilai yang
diletakkan dalam kehidupan manusia oleh struktur produksi ekonomi daripada
menerima rasionalisasi dan mistifikasi yang disediakan oleh budaya
suprastruktur.
(5) Kritik atas Ilusi Moral, menyerang orang yang menggunakan moralitas
sebagai pembenaran untuk menyerang dan mendominasi orang lain daripada
sebagai suatu bentuk pengembangan diri pribadi.
(6) Kritik atas Ketransparanan, menggunakan penemuan kenyataan manusia
bawah sadar untuk menghancurkan ilusi kesadaran diri tanpa masalah.
(7) Kritik atas Ilusi Alamiah, menentang agama dan politik menggunakan
gagasan bahwa keadaan alamiah itu pada dasarnya jahat sebagai suatu
pembenaran kekuasaan mereka, menentang gagasan bahwa ada harapan
dalam diri anak-anak dan yang buas.
(8) Kritik atas Ilusi Privasi, sebagai refleksi diri yang berusaha mengatasi egoism
yang secar polos menganggapnya itu suatu kenyataan. Ini meneliti pograma
dan pengalaman yang menghasilkan diri dan pandangan dunia tentang
pemuasan diri.


Sloterdijk menjawab melankoli Adorno dengan "embodying of reason". Ia
memasarmalamkan (carnival) dan menyrimulatkan (srimulat) atau meludrukkan
(ludruk) dialektika negatif dengan menggerakkan tubuh Kynis Diogenes
melawan kecerdasan Odysseus sebagai ego rasional kapitalis Pencerahan itu.
Melalui sinisme KY Diogenes, Sloterdijk membuka ruang perlawanan publik
(counterpublic sphere), yaitu Gegenoffentlichkeit sebagaimana yang diajukan
oleh Oskar Negt dan Alexander Kluge. Sinisme KY Diogenes adalah suatu
strategi perlawanan (counterstrategy), yaitu suatu bentuk pikiran subversif yang
masih tersisa setelah kegagalan dan kejatuhan janji ktirik ideologi tradisi
Marxisme. Sinisme KY adalah suatu emansipasi manusia. Jika rasio sinis ZY
merupakan pikiran yang menguasai dan penguasaan diri, maka pikiran
pemberontakan sinis KY adalah penegasan diri dan perealisasian diri. Dengan
memusatkan pada sinisme ZY sebagai bentuk utama keadaan postmodern di
tahun 70-80-an itu, Sloterdjik mencari strategi untuk menolaknya. Budaya telah
kehilangan rasa "public dispute about true living". Sinisme ZY sebagai kesadaran
salah yang telah tercerahkan namun merupakan kesadaran yang tidak
18

bahagia dalam bentuk modern. Suatu kesadaran yang melankolis serta
paradoks karena kegelisahan menyaksikan ketidakwarasan yang tinggi,
harapan yang salah yang mendatangkan kekecewaan, bertambahnya
kegilaan dan berhentinya penggunaan akal sehat, pemisahan tajam antara
yang rasional dengan yang nyata, antara yang kita tahu dan yang kita lakukan
dalam budaya modern. Sinisme ZY merupakan tekanan dan paksaan
pemeliharaan diri dalam suatu penyangkalan diri yang terus-menerus. Sinisme
ZY modern merupakan antithesis idealisme mereka sendiri sebagai ideologi dan
sebagai topeng. Sinisme ZY membuka topengnya dan tersenyum kepada
musuhnya yang lemah dan menekannya dengan berkata secara nyinyir, So
What? dan Why Not?


Diogenes wong ndeso yang berada di tengah kota itu, yang menantang
negara dan masyarakat melalui tawa satirnya itu, yang hidup sebagai filsuf liar,
yang selamat dan yang berbahagia dengan menolak segala hal. Sinisme KY
merupakan suatu bentuk perlawanan untuk tetap rasional penuh menghadapi
segala bentuk ganguan dan irasionalitas dalam masyarakat melalui kelucuan
dan tawa, penolakan dalam seruan untuk suatu kehidupan yang penuh dan
utuh. Sloterdjik menawarkan subjek yang sinis KY seperti Diogenes, yaitu suatu
kehidupan sinis yang berdasar pada keberanian untuk berpikir sendiri (Sapere
Aude) supaya orang dapat memahami dirinya sendiri (Know thyself,
e, gnthi seautn). Manusia bukan mesin pengkonsumsi, melainkan
seorang yang berani hidup dengan pikirannya sendiri untuk dapat memahami
dirinya sendiri di tengah-tengah budaya digital dan dunia kapitalistik yang
selalu berubah dengan cepat dan tidak pasti ini. Dunia zaman Diogenes itu
memikul beban sistem yang telah kehilangan kepercayaan diri dan semakin
menggila. Orang hanya memiliki dua pilihan saja, yaitu antara tindakan bunuh
diri secara kolektif atau secara pribadi. Sapere Aude pun menghadapi bahaya
bencana semacam itu. Hanya keberanian saja yang dapat memberikan
kekuatan untuk memelihara dan membangun kemampuan spontan dalam
memelihara dan melestarikan kehidupan. Sapere aude, yaitu berani berpikir
sendiri, merupakan suatu bentuk keberanian hidup yang berkualitas yang
diwarnai oleh skeptis optimistis. Keberanian hidup skeptis optimitis yang asing
bagi dunia yang ada dalam keputusasaan. Keberanian ini mengijinkan pemikir
pencerahan membayangkan arahan rasional. Pencerahan memiliki sifat
berani, spontan, membebaskan orang untuk berpikir dan bertindak sesuai
dengan apa yang dipikirkannya. Karena puncak seluruh pengetahuan hanya
dapat dicapai melalui aturan tertinggi pengetahuan, yaitu pemahaman diri
sendiri oleh pelaku pencari pengetahuan itu sendiri. Mampu mengenali
perasaan dan kesadaran sehari-hari diri sendiri. Diogenes mengajarkan supaya
orang selalu bersiap terhadap apapun juga yang akan terjadi. Diogenes
menyadari bahwa orang harus dilatih untuk memahami kenyataan yang rumit
19

dan tidak sederhana ini. Sinisme KY adalah suatu cara memaknai dan
mengkomunikasikan makna itu dengan cara yang tidak biasa.


Apabila Sloterdjik mengusulkan sinisme KY Diogenes warisan budaya Yunani
Klasik itu dengan wahyu kuil dewa Apollo di Delphi, yaitu Know thyself (
, gnthi seautn/Temet Nosce) serta Nothing too much ( ,
meden agan) juga semangat Sapere Aude abad Pencerahan untuk
mengadapi sinisme ZY dalam masyarakat buih saat ini. Maka di samping
Tulkiyem tadi itu, Sindhunata dengan dilandasi semangat Sokrates, yaitu bahwa
hidup yang tidak dikaji tidak layak untuk dihidupi (The unexamined life is not
worth living, , ho de anexetastos bios
ou bitos anthrpi), juga mengajak serta Cak Kartolo sebagai pelaku hidup
Ilmu Ngglethek untuk menghadapi budaya yang masih sangat didominasi oleh
roh kecelengan ini. Menurut Sindhunata intisari Ilmu Ngglethek adalah tertawa.
Hanya dengan tertawa, orang akan menjadi makin bijaksana. Hanya dengan
tertawa, orang akan kuat dan bisa menerima hidupnya sehari-hari yang rutin
dan biasa, dengan segala beban dan kesulitannya. Karena dengan tertawa
orang dapat menyelami bahwa makna sesungguhnya hidup ini hanyalah
ngglethek belaka. Ngglethek maksudnya adalah bahwa apa yang orang
bayangkan ternyata lain dengan kenyataan yang terjadi, dan apa yang orang
usahakan mati-matian, ternyata tak berarti apa-apa buat hidupnya. Rakyat
jelata itu dapat bertahan dan lebih kuat dalam mengatasi gempuran hidup
yang menekan lantaran mereka mampu tertawa meskipun tawa itu muncul
lantaran ironi kehidupan mereka. Tawa mereka itu mungkin dapat dikatakan
semacam cara jitu untuk mentransendensikan kepahitgetiran hidup. Melalui
Ilmu Nggelethek Sindhunata menghantar orang untuk menikmati kehidupan
masyarakat bawah yang penuh ironi dan tidak jarang rasa getir itu sampai
mengoyak sukma. Di balik segala kesedihan, penderitaan dan kesulitan hidup
mereka itu ternyata ada tawa. Meskipun sebenarnya manusia itu adalah
makhluk yang sangat pelit dengan tertawa. Namun tidak tertutup kemungkinan
orang dapat sampai dalam kengglethekan itu, jika ia sudah dapat tertawa dan
menertawakan dirinya dan hidupnya. Betapa nggletheknya hidup ini.

Hek, Hek, Hek
Prabu Minohek
entek-enteke kok mek jare tekek
moro-moro matek
O alla, ngglethek!

Ilmu Ngglethek Cak Kartolo dan rekan-rekannya itu berkisah tentang kehidupan
mereka sendiri. Kehidupan mereka bagaikan panggung ludruk yang memang
tidak mudah untuk dirasakan kebenarannya. Meskipun demikian Sindhunata
berulang-ulang menekankan bahwa itulah kehidupan sejati. Kehidupan para
20

seniman ludruk itu sungguh merupakan ironi. Misalnya, Cak Tamin yang hanya
memiliki baju dan celana yang melekat di badannya itu, karena yang lainnya
telah dirombeng untuk membeli Ciu Kuda Merah atau arak Cap Kuntul atau
Alimin. Jika baju dan celananya itu kotor, dia harus mencucinya di sungai.
Setelah mencuci baju dan celananya, dia harus berendam dulu untuk
beberapa lama di sungai tempatnya mencuci itu sambil menunggu hingga
baju dan celananya kering. Cak Tamin ini memiliki hidung yang growong
(lubang karena putus), yang menurut teman-temannya itu karena Cak Tamin
pernah terjangkit penyakit raja singa. Pada saat sedang mandi, hidungnya
yang masih diperban itu coplok tertimpa derasnya air grojogan (pancuran) Kali
Brantas. Pada suatu pertunjukan, Cak Tamin roboh terkapar karena terlalu
banyak minum dan berada dalam keadaan koma selama seminggu. Teman-
temanya mengira bahwa hidupnya sudah tidak akan lama lagi. Wito, salah
satu temannya itu tidak tahu kalau Cak Tamin mati suri dan menyambanginya
dengan membawa oleh-oleh dua botol arak. Tiba-tiba Cak Tamin tergeliat
sadar dan matanya berbinar-binar melihat Wito membawakan minuman
kesenangannya itu. Lalu, bersama-sama temannya, Cak Tamin pun minum arak
oleh-oleh Wito itu habis dalam sekejap dan ia menjadi sembuh.



















Kengglethekan hidup ini juga sama seperti lakon Pak Sakerah yang dipentaskan
pada siang hari di belakang stasiun kereta api Gubeng Surabaya. Karena
udara sangat panas sekali waktu itu. Sambil menunggu giliran manggungnya,
Pak Sakreah ngisis (mencari udara segar) duduk di sebuah gerbong kereta
barang. Karena kelelahan sehingga jatuh tertidur, Pak Sakerah ini terbawa oleh
kereta yang meninggalkan stasiun Gubeng itu. Orang-orang pun kebingungan
mencari Pak Sakerah karena sudah tiba waktu baginya untuk keluar di




21

panggung. Mbok digoleki ndhek endi ae, ya gak onok. Wong Pak Sakerahe
wis katut gerbong, cerita Cak Kartolo sembari tertawa terpingkal-pingkal.
Dalam hidup ini orang punya saat di mana terbawa dan ketinggalan untuk ikut
main walaupun ia ingin sekali. Dalam hidup ini orang tidak mungkin terus-
menerus berperan. Seperti nasihat Mak Payanah, ibu Cak Kartolo, Koen sing
wani ngalah, ojo ngoyo, nek gak katut, yo wis. (Kamu harus berani mengalah,
tidak memaksakan diri, kalau tidak ikut terbawa, ya sudah). Tidak serakah,
menerima dan jujur adalah nasihat orang tuanya yang selalu dijadikan
pegangan hidupnya. Petuah ini oleh tangan Sindhunata diramu menjadi Ilmu
Kyai Petruk yang berbunyi,

Jika haus minumlah.
Jika lapar makanlah.
Jika capek istirahatlah.
Jika ngantuk tidurlah

Onde-onde jemblem bakwan.
Hidup itu seperti orang beli jajan.
Semua tidak bisa dimakan.
Pilihlah yang bisa dimakan.

Dengan kata lain, di dalam hidup ini ambil saja yang diperlukan secukupnya.
Nothing too much, dengan itu orang menjadi tahu diri, know thyself.
Kesederhanaan hidup dan pandangan hidup yang sederhana ini merupakan
kengglethekan yang ditemukan dalam diri Cak Kartolo. Arti ngglethek itu
adalah oh ternyata cuma begitu saja toh. Meskipun demikian orang tidak
dapat begitu saja menyepelekan kengglethekan ini. Ngglethek merupakan
puncak dari semuanya. Kengglethekan yang paling akhir adalah kematian, di
mana manusia yang tadinya memang berasal dari debu ini kembali menjadi
debu lagi. Di sinilah orang dapat menertawakan diri dan hidupnya sampai
setangah mati. Sebagaimana kehidupan ini adalah suatu anugerah, maka
kematian pun merupakan anugerah yang bernilai tingggi yang patut dihormati.
Ngglethek tertinggi adalah ketika seseorang mampu tertawa atas tertawanya
yang ternyata belum tertawa apa-apa, tertawa atas kekonyolannya yang
ternyata belum sekonyol-konyolnya itu, dan sadar bahwa dia adalah orang
yang tidak dapat tertawa, karena itu ia menertawakan dirinya sendiri. Melalui
ilmu ngglethek ini orang mengembalikan hidup yang serba formal, kaku, sok
pinter, sok bijak, sok benar, sok tahu dan sok suci ini ke dalam kekonyolan,
kelucuan, keluguan dan kesia-siaannya. Dengan tertawa orang dibantu untuk
meruntuhkan tembok kebuntuan hidup sehari-hari dan menjadikannya lega
sejenak. Kelegaan bagaikan siraman air hujan yang menyegarkan batin yang
sedang diterpa keringnya kemarau panjang. Kelegaan membuat orang
mampu melanjutkan hidup sehari-hari yang berat, bosan dan biasa saja ini.
Orang kemudian mampu memandang hidupnya dengan perasaan yang baru,
22

dengan tertawa dan menertawakan semuanya. Sindhunata mampu dan
berhasil menyindhunatakan kekayaan warisan ludruk dalam bentuk yang
kontekstual dengan zaman. Rasa pahit-getir kehidupan para seniman ludruk ini
sesungguhnya memiliki daya gugah sekaligus daya ubah yang dahsyat. Inilah
sinisme KY rakyat jelata khas Indonesia racikan Sindhunata. Sloterdjik membawa
Diogenes, Faust dan Mefisto. Sindhunata datang bersama serombongan Petruk,
Tulkiyem, Asu, Celeng, Cak Tamin dan Cak Kartolo menghibur orang Indonesia
supaya dapat menertawakan diri dan hidupnya secara lepas dan bebas.
Eee alla ngglethek tibakno! Hi hi hi, ha ha ha.



































23

Kepustakaan

Bauman, Zygmunt. Liquid Modernity. Polity Press, Cambridge, 2000.

Bauman, Zygmunt. Liquid Love: On the Frailty of Human Bonds. Polity Press,
Cambridge, 2003.

Bauman, Zygmunt. Liquid Life. Polity Press, Cambridge, 2005.

Chaloupka, William. Everybody Knows: Cynicism in America. University of
Minnesota Press, Minneapolis, 1999.

Crouch, Colin. Post-Democracy. Polity Press, Cambridge, 2004.

Ranciere, Jacques. Hatred Of Democracy. Verso, London, 2006.

Sindhunata. Dilema Usaha Manusia Rasional. Gramedia, Jakarta, 1983.

Sindhunata. Tak Enteni Keplokmu. Gramedia, Jakarta, 1999.

Sindhunata. Air Kata Kata. Galang Press, Yogyakarta, 2003.

Sindhunata. Ilmu Ngglethek Prabu Minohek. Boekoe Tjap Petroek, Yogyakarta,
2004,

Sloterdijk, Peter. Critique of Cynical Reason. University of Minnesota Press
Minneapolis, 1987.

Sloterdijk, Peter. Sphren I: Blasen. Suhrkampverlag, Frankfurt, 1998.

Sloterdijk, Peter. Sphren II: Globen. Suhrkampverlag, Frankfurt, 1999.

Sloterdijk, Peter. Sphren III: Schume. Suhrkampverlag, Frankfurt, 2004.

Sloterdijk, Peter. Bubbles: Spheres Volume I: Microspherology. MIT Press,
Cambridge, 2011.








24

Sumber Internet

http://urania-josegalisifilho.blogspot.com/2013/03/whos-afraid-of-ivory-tower-
conversation.html
(Gambar Adorno, Marcuse Dan Naked Rally)

http://2.bp.blogspot.com/2CivgkiUuGY/Uim3pW5_djI/AAAAAAABWMQ/Sq0fxF1l
B70/s1600/3.jpg
(Gambar Naked Rally)

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b1/Jean-
L%C3%A9on_G%C3%A9r%C3%B4me_-_Diogenes_-_Walters_37131.jpg
(Gambar Diogenes Dan Anjing)

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b6/Diogenes_looking_for_a
_man_-_attributed_to_JHW_Tischbein.jpg
(Gambar Diogenes Membawa Lentera)

http://www.artrenewal.org/artwork/412/6412/40989/Faraut_Mephistopheles_20
6-large.jpg
(Gambar Mephistopheles)

http://www.v-like-vintage.net/uploads/images/Cropped700/00093632.jpg
(Gambar Faust Dan Mefisto)

http://www.besttopnews.com/image/article/1/6/5/16165.jpeg
(Gambar Faust Mefisto)

http://www.roxie.com/wp-content/uploads/2014/03/faust-movie-poster1.jpg
(Gambar Faust Mengintip)

http://en.wikipedia.org/wiki/File:Origin-of-the-World.jpg
(Gambar L'Origine du monde oleh Gustave Courbet 1866 sebagai Gretchen
kependekan Margaret, kekasih Faust)

http://contoh-analisis-puisi.blogspot.com/2014/03/kutukan-asu-
sindhunatha.html
(Puisi Kutukan Asu)

http://contoh-analisis-puisi.blogspot.com/2014/07/puisi-tulkiyemsindhunata.html
(Puisi Tulkiyem)



25

http://1.bp.blogspot.com/-lu499iUye0w/U8FS0Vy100I/AAAAAAAAAIM/jgA9u-
jt5Ws/s1600/1.jpg
(Gambar Tulkiyem 1)

http://2.bp.blogspot.com/-
VZute28G0n8/U8FS8eirmzI/AAAAAAAAAIs/fEpT5KCD6ls/s1600/5.jpg
(Gambar Tulkiyem 2)

http://tokohwayangpurwa.blogspot.com/2010/11/buta-campuran.html
(Gambar Buta Celeng)

http://2.bp.blogspot.com/_gXgF8vrWlLE/TFFN0mBkNdI/AAAAAAAAAIQ/obzzuV
CrNho/s1600/0905101120DjokoPekik-BerburuCeleng-A.jpg
(Gambar Berburu Celeng Oleh Djoko Pekik)

http://3.bp.blogspot.com/es1e1PL15pg/Tjlu1W1pTHI/AAAAAAAAAB8/bF6vwGvr
MZU/s320/250+tanpa+kaos.jpg
(Gambar Ciu Bekonang)

http://api.ning.com/files/0*PIcKQfBCs*rnEVyHCXORJYppjhETd39tTEGAEe1UEsuh1
zJQVLRIv0J2GiYQ2eMMAiAdq6islqGk7q4NBWlK1rMlBCwiN8/2849_1047855316215
_1220664461_111323_1
(Gambar Pangunci)

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/05/13691378431515810013.jpg
(Gambar Cap Tikus)

http://sd.keepcalm-o-matic.co.uk/i/keep-calm-and-drink-ciu-7.png
(Gambar Keep Calm)

http://glagahcakra.blogspot.com/2009/10/ngelmu-kyai-petruk-kuncung-ireng-
pancal.html
(Puisi Ilmu Kyai Petruk)








Balubuk
Muara Gembong
Agustus, 2014

Anda mungkin juga menyukai