Anda di halaman 1dari 71

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional


2014















Revitalisasi
Perencanaan Pembangunan Nasional

REPOSISI BAPPENAS





Tim Analisa Kebijakan (TAK)


























i















Revitalisasi
Perencanaan Pembangunan Nasional :

REPOSISI BAPPENAS







Tim Analisa Kebijakan (TAK)


Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
2014


ii




iii

KATA PENGANTAR

Sebagai Kementerian yang dipimpin oleh salah satu anggota
Kabinet, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/ Bappenas)
memiliki tugas untuk menjamin agar seluruh upaya pembangunan
nasional diproses berdasarkan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Kementerian PPN/ Bappenas mengemban tugas menyiapkan
perumusan kebijakan perencanaan pembangunan nasional dengan
menjabarkan visi dan misi Presiden RI terpilih untuk dilaksanakan
oleh seluruh anggota kabinet beserta aparatur pemerintah, dunia
usaha dan seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai tujuan
berbangsa bernegara. Untuk itu Kementerian PPN/ Bappenas
memandang perlu melihat ke depan posisi perencanaan sebagai
lembaga yang mengoordinasikan berbagai kebijakan perencanaan
pembangunan secara sektoral, secara spasial, secara lintas sektoral,
dan secara lintas spasial.
Sebagai hasil kajian melalui serangkaian telaahan dan diskusi
internal maupun eksternal, Tim Analisa Kebijakan (TAK) Bappenas
dalam buku ini menyampaikan Laporan Revitalisasi Perencanaan
Pembangunan Nasional: Reposisi Bappenas. Laporan ini pada intinya
mengusulkan empat pilihan terbaik untuk dapat menjaga
kesinambungan dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan dan
penganggaran dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.
Keempat pilihan tersebut diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam meminimalkan dampak yang mungkin dapat
menghambat penyusunan dan pelaksanaan tugas kabinet Presiden


iv

terpilih. Pilihan disusun berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan
dengan peran aktif berbagai pihak, terutama para pakar dari beberapa
perguruan tinggi.
Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-
tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
kontribusi, bantuan dan dukungan serta masukannya.
Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat untuk pelaksanaan
tugas memberikan perencanaan pembangunan yang terbaik bagi
bangsa dan negara, guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang
setinggi-tingginya dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.


J akarta, 11 Agustus 2014
Tim Analisa Kebijakan (TAK) - Bappenas


v


TIM ANALISA KEBIJAKAN (TAK) Bappenas
Kelompok kerja untuk topik : Reposisi Bappenas

Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi
Dr. Ir. Herry Suhermanto, MCP
Dr. Guspika, MBA
Dr. Ir. Rr. Peni Kusumastuti Lukito, MCP
Dr. Ir. Budhi Santoso, MA
Dr. Haryanto, SE. Ak, MA
Muhyiddin, S.Sos, ME, MSc
Dr. Yulius, MA
Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, PhD
Darmawijaya, SE
Noor Arifin Mohammad, ST, MSIE
Desain Cover oleh Herry Suhermanto


vi



vii

DAFTAR ISI


Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
REKOMENDASI ........................................................................................... 1
PENJ ELASAN REKOMENDASI ........................................................... 2
TABEL RINGKASAN HASIL KAJ IAN DAN REKOMENDASI ........... 7
RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................... 14
REVITALISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ..... 20
I. LATAR BELAKANG ...................................................................... 20
II. IMPLIKASI ...................................................................................... 25
III. PENDEKATAN KAJ IAN ............................................................... 29
IV. HASIL KAJ IAN .............................................................................. 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 57
REFERENSI ................................................................................................ 61




viii



1
REKOMENDASI

Terdapat 4 (empat) opsi reposisi Bappenas dalam kajian ini
yaitu: (1) Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/ Bappenas.
Dalam opsi ini baik nomenklatur maupun proses perencanaan dan
penganggaran berubah dibandingkan sekarang; (2) Kementerian
Negara PPN/ Bappenas. Nomenklatur lembaga dalam opsi ini tidak
berubah, tapi diperlukan penyempurnaan dalam proses perencanaan
dan penganggaran; (3) Kementerian Urusan Perencanaan dan
Penganggaran di bawah Kantor Presiden dan (4) Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai lembaga think-tank
perencanaan pembangunan nasional.
Pada intinya kajian ini merekomendasikan terjadinya revitalisasi
pelaksanaan fungsi perencanaan dan penganggaran (RAPBN) yang
berkesinambungan dan terkoordinasi dalam satu alur kerja. Hal ini
dilakukan melalui reposisi Bappenas sehingga berdampak pada
penggunaan APBN yang efektif dan efisien.
Dalam memilih opsi-opsi tersebut, pertimbangan utama yang
perlu mendapat perhatian adalah sejauh mana opsi yang dipilih dapat
segera ditetapkan tanpa harus menunggu revisi ketentuan di dalam
peraturan-perundangan yang berlaku. Untuk itu, opsi yang paling
realistis adalah opsi (2), yaitu tidak ada perubahan nomenklatur.
Urusan pemerintah terkait perencanaan pembangunan nasional tetap
dilaksanakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas yang ada. Namun
demikian diperlukan perubahan proses perencanaan, yaitu penguatan
Kementerian PPN/ Bappenas agar sepenuhnya menjalankan fungsi


2

perencanaan tahunan dengan mengkoordinasikan perencanaan dan
penganggaran program/ kegiatan yang bersifat non operasional
(pembangunan). Sedangkan untuk penganggaran operasional (rutin)
dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan seperti juga fungsi-
fungsi lainnya sesuai UU Keuangan Negara.
Dengan opsi 2 (dua) ini Kementerian PPN/ Bappenas sesuai
dengan UU yang ada dapat segera menyusun RPJ MN sesuai visi
misi Presiden terpilih tanpa memerlukan revisi UU terkait. Penguatan
proses perencanaan tersebut termasuk juga dengan mengembalikan
sebagian fungsi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan
DPR. Hal itulah yang dimaksud dengan revitalisasi pelaksanaan
fungsi perencanaan pembangunan dengan mengintegrasikan
perencanaan dan penganggaran di Kementerian PPN/ Bappenas.
Sedangkan opsi 3 (tiga) yaitu pilihan yang menempatkan posisi
dan urusan perencanaan dan penganggaran menjadi institusi di
bawah kantor Presiden, mungkin akan mampu membuatnya menjadi
lebih kuat (powerful), tetapi tidak akan cukup kuat untuk menangani
masalah perencanaan pembangunan yang semakin kompleks.

PENJELASAN REKOMENDASI

Opsi-opsi yang memerlukan dukungan revisi Undang-Undang
adalah opsi 1, 3, dan 4. Sementara itu untuk merevisi undang-undang
diperlukan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Undang-Undang
yang perlu direvisi misalnya adalah UU Keuangan Negara, UU SPPN,
UU Pemerintah Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, atau bahkan UU Kementerian Negara. Revisi Undang-


3

Undang ini harus segera dilakukan, sementara itu di lain pihak,
Bappenas harus segera menyusun RPJ MN 2015-2019 dan koordinasi
penyusunan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga.
Khusus untuk opsi 3 (tiga), pemikiran yang dikembangkan oleh
Kemenpan dan RB, LAN dan Setkab akan memposisikan urusan
perencanaan dan penganggaran di bawah Kantor Presiden. Dalam
opsi ini kantor urusan tersebut menggabungkan fungsi perencanaan
(Bappenas), fungsi penganggaran (Ditjen Anggaran dan Ditjen
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Kemenkeu) dan fungsi
pengendalian pelaksanaan (UKP4). Opsi (3) ini kurang visible karena
memerlukan beberapa pertimbangan lebih lanjut sebagai berikut :
1) Penggabungan ketika fungsi tersebut akan menyebabkan kantor
urusan di bawah kantor Presiden ini menjadi super body yang
memerlukan struktur besar dan jumlah sumber daya manusia
yang banyak. Sehingga kalau diposisikan di bawah kantor
Presiden akan menjadi tidak efisien.
2) Urusan perencanaan pembangunan nasional di Indonesia sejak
awal pemerintahan disadari sangat penting dan berkedudukan
setingkat kementerian tersendiri karena luas dan besarnya
lingkup perencanaan yaitu mencakup:
Banyaknya penduduk Indonesia yang merupakan negara
dengan penduduk ke empat terbanyak di dunia setelah China,
India dan Amerika Serikat; Selain itu Indonesia dalam waktu
dekat akan mengalami bonus demografi yang memerlukan
upaya serius untuk menyongsong dan memanfaatkannya.
Luasnya wilayah Indonesia dan penduduknya yang tersebar
di berbagai pulau di sebuah negara kepulauan dengan luas


4

perairan sebesar dua kali wilayah daratan. Indonesia bukan
merupakan wilayah kontinen seperti di China, di India atau di
Amerika Serikat sehingga memerlukan strategi dan
pendekatan pembangunan yang berbeda.
Pendekatan perencanaan selama ini cenderung didominasi
pendekatan sektoral, sehingga pendekatan perencanaan
pembangunan regional perlu diperkuatuntuk mencegah dan
mengurangi kesenjangan antargolongan masyarakat dan
antardaerah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya Gini ratio.
Pendekatan sektor menyebabkan pertumbuhan ekonomi
berpusat di Pulau J awa.
Pendekatan sektoral tersebut menguat seiring dengan
berkurangnya peran Bappenas dalam perencanaan tahunan
yang telah beralih ke Kementerian Keuangan dan DPR.
Sebagai akibat keadaan tersebut adalah keperluan mendesak
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi APBN
sebagaimana ditunjukkan oleh dikeluarkannya Putusan
Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-IX/2013. Dari sisi peran
Bappenas dikeluarkannya putusan MK ini menunjukkan
pentingnya mengembalikan peran Bappenas sebagai
penyusun rencana dan koordinator perencanaan setingkat
menteri yang tidak hanya menyusun RPJ P dan RPJ M tetapi
juga mengawal jaminan keterkaitan antara rencana yang
disusun dengan RAPBN.
3) Urusan perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan yang
tercantum dalam UU Kementerian Negara perlu diposisikan
setingkat kementerian yang tidak di bawah Kantor Presiden


5

karena semakin kompleksnya egoisme sektoral dan banyaknya
kementerian, lembaga, institusi yang telah didirikan. Saat ini
banyak UU sektoral dan turunannya telah diterbitkan yang
berisiko tumpang tindih, duplikasi dan pembiayaannya menjadi
tidak efisien. Untuk itu diperlukan upaya extra berat untuk
koordinasi perencanaan dan penganggarannya. Masing-masing
kementerian/ lembaga mendasarkan rencana dan anggarannya
pada UU dan peraturan-peraturan yang berbeda-beda dan
bersifat sektoral misalnya UU Minerba, Sumber Daya Air,
Pertanian, Ketahanan Pangan, Lahan, Tata Ruang, Kehutanan,
Energi, Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah dll. Begitu
banyaknya undang-undang sektor ini memerlukan koordinasi
yang harus kuat karena menyangkut berbagai kepentingan
sektoral tersebut dan pembiayaannya yang tidak selalu
sejalan/searah. Untuk pencapaian efisiensi tersebut perencanaan
dan penganggaran harus dikoordinasikan dalam satu rangkaian
pelaksanaan fungsi manajemen oleh Kementerian Negara PPN/
Bappenas.
Berdasarkan analisa mendalam atas perkembangan hasil
pembangunan selama ini maka yang diperlukan justru penguatan
peran koordinasi perencanaan dan keterpaduan dengan
penganggaran oleh Bappenas tersebut. Hal ini dipandang sesuai
dengan maksud putusan Mahkamah Konstitusi agar meningkatkan
kualitas perencanaan pembangunan pada fihak eksekutif
(pemerintah). Penguatan perencanaan tersebut adalah dengan
mengembalikan sebagian penting fungsi Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Bappenas yang selama ini beralih ke


6

Kementerian Keuangan dan DPR. Sedangkan rekomendasi reposisi
Bappenas dengan opsi 1 perlu tetap dilakukan meski memerlukan
proses revisi UU Keuangan Negara. Saat ini revisi UU Keuangan
Negara yang sedang dibahas oleh DPR. Sedangkan opsi 3 (tiga)
yang menempatkan urusan perencanaan dan penganggaran di
bawah Kantor Presiden tidak sesuai dengan kebutuhan mendesak
penyusunan RPJ MN 2015-2019 sesuai visi misi Presiden terpilih.

7
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
Nomenklatur
Lembaga

Kementerian
Perencanaan dan
Penganggaran/
Bappenas

Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/ Bappenas

Di bawah Kantor
Presiden: Urusan
Perencanaan dan
Penganggaran/
Bappenas

Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional

J abatan Pimpinan

Menteri

Menteri

Menteri Negara

Menteri Negara
Tugas
Melaksanakan urusan
pemerintahan terkait
dengan urusan
perencanaan
pembangunan
nasional (Pasal (4)
ayat 2 UU No. 39/
2008 tentang
Kementerian Negara)
Melaksanakan urusan
pemerintahan terkait
dengan urusan
perencanaan
pembangunan
nasional (Pasal (4)
ayat 2 UU No. 39/
2008 tentang
Kementerian Negara)
Melaksanakan urusan
pemerintahan terkait
dengan urusan
perencanaan
pembangunan nasional
(Pasal (4) ayat 2 UU
No. 39/ 2008 tentang
Kementerian Negara)
Melaksanakan
urusan
pemerintahan terkait
dengan urusan
perencanaan
pembangunan
nasional (Pasal (4)
ayat 2 UU No. 39/
2008 tentang
Kementerian
Negara)
Fungsi Utama
1. Menyusun
perencanaan
pembangunan
1. Menyusun
perencanaan
pembangunan
1. Menyusun
perencanaan
pembangunan
1. Menyusun
perencanaan
pembangunan


8
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
nasional jangka
panjang (RPJ P)
dan jangka
menengah (RPJ M).


2. Menyusun RAPBN
sepenuhnya
secara terpadu
perencanaan
program/ kegiatan
dan anggaran
definitif.









3. Bappenas sebagai
Think Tank di
bidang
Perencanaan
nasional jangka
panjang (RPJ P)
dan jangka
menengah
(RPJ M).

2. Menyusun RAPBN
bersama
Kementerian
Keuangan.
Bappenas
coordinator
perencanaan
tahunan alokasi
non-operasional
(pembangunan);
Kementerian
Keuangan
coordinator alokasi
anggaran
operasional (rutin).

3. Menyusun
Rencana Program/
Kegiatan Strategis

nasional jangka
panjang (RPJ P)
dan jangka
menengah (RPJ M).


2. Menyusun
perencanaan dan
penganggaran
RAPBN












3. Menyusun Rencana
Program/ Kegiatan
Strategis

nasional jangka
panjang (RPJ P)
dan jangka
menengah
(RPJ M).

2. Menyusun arah
kebijakan
RAPBN setiap
tahunnya
sebagai acuan
Kementerian
Keuangan
menyusun
RAPBN.







3. Think Tank
Perencanaan
Pembangunan
Nasional.


9
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
Penganggaran;
4. Kementerian
Keuangan sebagai
Bendahara
Negara.




4. Mengendalikan
keserasian RPJ P
dan RPJ MN
dengan RPJ PD
dan RPJ MD.
Sinergi
perencanaan pusat
dan daerah.



5. Kementerian
Keuangan tetap
bertugas sesuai
UU Keuangan
Negara.

4. Bappenas sebagai
Think Tank di
bidang
Perencanaan
Penganggaran






5. Kementerian
Keuangan sebagai
Bendahara Negara.

4. Kementerian
Keuangan
bertugas
sepenuhnya
menyusun
perencanaan
dan
penganggaran
RAPBN baik
indikatif maupun
definitif.



10
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
Implikasi
(a). Integrasi
perencanaan program/
kegiatan dengan
penganggarannya. (b).
Penyusunan RAPBN
menjadi lebih efektif
dan efisien.
(a). Integrasi
perencanaan program/
kegiatan dengan
penganggarannya. (b).
Penyusunan RAPBN
menjadi lebih efektif
dan efisien.
(a). Penyatuan
perencanaan program/
kegiatan dengan
anggaran. (b). Kantor
urusan perencanaan
dan penganggaran
menjadi kantor super
body; (c). Penyusunan
perencanaan
pembangunan nasional
yang kompleks berisiko
tidak tertangani
dengan baik.
(a). Reposisi
Bappenas
sebagai
penyusun arah
kebijakan dan
Think Tank
Perencanaan
dan
Penganggaran;
(b). Kementerian
keuangan
menjadi super
body
melemahkan
peningkatan
pendapatan dari
pajak.
Perubahan/ Revisi
Regulasi
(a). Diperlukan Revisi
UU 17/ 2003, UU 25/
2004, UU 32/2004, UU
33/ 2004, dan regulasi
turunannya. (b).
Revisi-revisi tersebut
sedang berlangsung di
DPR dan memerlukan
waktu beberapa bulan/
Tidak memerlukan
revisi UU.

(a). Diperlukan Revisi
UU 17/ 2003, UU 25/
2004, UU 32/2004, UU
33/ 2004, dan regulasi
turunannya. (b). Revisi-
revisi tersebut sedang
berlangsung di DPR
dan memerlukan waktu
(a). Diperlukan
Revisi UU 17/
2003, UU 25/
2004, UU
32/2004, UU 33/
2004, dan
regulasi
turunannya. (b).
Revisi-revisi


11
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
tahun. beberapa bulan/ tahun. tersebut sedang
berlangsung di
DPR dan
memerlukan
waktu beberapa
bulan/ tahun.
Perubahan
Substansi
1. Perencanaan
tahunan RAPBN
tidak dibatasi
sampai
perencanaan
penganggaran
indikatif tetapi
sampai kegiatan
dan alokasi
anggaran
definitifnya dalam
RAPBN.







1. Menyusun RAPBN
bersama-sama
dengan
Kementerian
Keuangan.
Pembagiannya
adalah Bappenas
perencanaan
kegiatan dan
alokasi anggaran
non operasional
(Pembangunan)
sedangkan
Kementerian
Keuangan
anggaran
operasional
(Rutin);

1. Menyusun RAPBN
sepenuhnya
diamana proses
perencanaan dan
penganggaran
menjadi satu alur
kerja di dalam
Kantor
Kepresidenan.
Menjadi Powerful,
tapi resiko tidaj
tertangani dengan
baik.






1. Bappenas
berkonsentrasi
sebagai pemberi
arah kebijakan
seperti Council
of Economic
Advicers di
Amerika, Council
of Economic and
Fiscal Policy di
J epang, KDI di
Korea.
Perluasan dari
KEN. Dan
sebagai Think
Tank
Pemerintah.



12
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
2. Pemisahan
Kementerian
Keuangan sebagai
Bendahara Negara
akan meningkatkan
pendapatan dari
pajak.
2. Kementerian
Keuangan
menyusun
anggaran
operasional (rutin)
dan sebagai
Bendahara Negara
sesuai UU
Keuangan Negara.
2. Kementerian
Keuangan sebagai
Bendahara Negara.

2. Kementerian
Keuangan
berfungsi penuh
sebagai
perencana
anggaran baik
indikatif maupun
definitive
(RAPBN).
Namun setelah
berkonsultasi
dan sesuai arah
kebijakan
Bappenas.
Rekomendasi
Penetapan
1. Dilaksanakan
setelah selesainya
revisi UU
Keuangan Negara,
UU SPPN, UU
Pemerintah
Daerah, UU
Perimbangan
Keuangan Pusat
dan Daerah.

1. Reposisi
dilaksanakan
bersamaan dalam
penyusunan
Kabinet hasil
Pilpres 2014
karena harus
segera menyusun
RPJ M yang
menampung visi
misi Presiden
1. Dilaksanakan
setelah selesainya
revisi UU Keuangan
Negara, UU SPPN,
UU Pemerintah
Daerah, UU
Perimbangan
Keuangan Pusat
dan Daerah.


1. Dilaksanakan
setelah
selesainya revisi
UU Keuangan
Negara, UU
SPPN, UU
Pemerintah
Daerah, UU
Perimbangan
Keuangan Pusat
dan Daerah.


13
RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS
KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4

2. Pemerintah
mengajukan
skenario ini kepada
DPR untuk
dimasukkan dalam
revisi UU terkait.

3. Reposisi Bappenas
dilakukan setelah
selesainya revisi
UU tersebut di
atas.
terpilih.
2. Reposisi
Bappenas ini
adalah yang
paling visible saat
ini karena tanpa
menunggu
seleseinya revisi
UU.

2. Pemerintah
mengajukan
scenario ini
kepada DPR untuk
dimasukkan dalam
revisi UU terkait.


3. Reposisi
Bappenas
dilakukan setelah
selesainya revisi
UU tersebut di
atas.

2. Pemerintah
mengajukan
scenario ini
kepada DPR
untuk
dimasukkan
dalam revisi UU
terkait.
3. Reposisi
Bappenas
dilakukan setelah
selesainya revisi
UU tersebut di
atas.
Struktur
Organisasi
Bappenas
Struktur Bappenas
lebih besar.
Struktur Bappenas
tetap atau sedikit
perampingan.
Struktur Bappenas
akan lebih ramping.
Struktur Bappenas
akan lebih ramping


14
RINGKASAN EKSEKUTIF

Pasal 15 ayat 5 Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara menyatakan bahwa ... APBN yang disetujui oleh
DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan,
dan jenis belanja. Namun melalui putusan Mahkamah Konstitusi MK
No. 35/PUU-IX/2013 ketentuan tersebut telah dibatalkan. Dalam hal
ini fungsi dan kewenangan penganggaran DPR dalam melakukan
pembahasan APBN/APBN-P tidak lagi sampai dengan rincian detil
kegiatan dan jenis belanja tetapi terbatas sampai program.
Keluarnya putusan MK ini memperjelas kewenangan eksekutif dan
batasan hak budget legislatif. Putusan MK menuntut adanya suatu
perubahan atau reformasi sistem perencanaan dan penganggaran
menjadi lebih baik. Putusan MK ini membuka kesempatan untuk
menyatukan perencanaan program/ kegiatan yang terpadu dengan
penganggarannya yang selama ini dipisahkan antara Bappenas dan
Kementerian Keuangan. Hasil kajian ini mengajukan konsep
penguatan tugas Bappenas dalam menyelenggarakan urusan
perencanaan pembangunan nasional sesuai UU Kementerian
Negara. Penguatan ini dilakukan dengan reposisi Bappenas sehingga
mampu menjalankan perencanaan dan penganggaran terpadu yang
menghasilkan sinergi pembangunan baik di Pusat maupun di Daerah.
Tantangan yang dihadapi Bappenas selama ini untuk
menjalankan tupoksinya dengan baik adalah tidak terdapatnya
kesinambungan dan/atau keterpaduan antara perencanaan dan
penganggaran, terutama dalam perencanaan dan penganggaran
tahunan yaitu RAPBN. Berdasarkan undang-undang dan peraturan
yang berlaku peran Bappenas dalam penyusunan RAPBN terbatas

15

pada penyusunan program dan alokasi anggaran indikatif, padahal
dalam konsep perencanaan strategis, penentuan kegiatan dan alokasi
anggaran definitif perlu dilakukan juga dalam suatu kerangka dan
mekanisme koordinasi sehingga outcome yang direncanakan dapat
terwujud. Terpisahnya penganggaran indikatif dan definitif
menyebabkan terjadinya deviasi nyata antara perencanaan dan
penganggaran.
Beberapa prinsip dasar yang digunakan dalam reposisi
Bappenas ini adalah : (i) penyatuan proses perencanaan tahunan
mulai dari program sampai kegiatannya, (ii) penyatuan penyusunan
anggaran sampai penetapan anggaran definitif, (iii) proses
perencanaan dan penganggaran dikoordinasikan oleh satu
kementerian/ lembaga; dan (iv) menguatkan koordinasi kementerian/
lembaga dalam perencanaan pembangunan nasional. Penguatan
tugas Bappenas ini merupakan suatu pilihan karena akumulasi
pengalaman dan kelengkapan sumber daya manusia dengan keahlian
yang dimiliki Bappenas selama bertahun-tahun dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran secara terpadu.
Kajian ini mengusulkan 4 (empat) opsi tugas, fungsi dan peran
Bappenas sesuai UU Kementerian Negara yaitu melaksanakan
urusan perencanaan pembangunan nasional dan sesuai UU SPPN
terkait pelaksanaan fungsi menyusun perencanaan tahunan. Opsi
pertama reposisi Bappenas tersebut adalah membentuk Kementerian
Perencanaan dan Penganggaran (KPP). Opsi ini memerlukan revisi
undang-undang terkait perencanaan dan penganggaran. Opsi kedua
adalah posisi Kementerian PPN/ Bappenas dalam fungsi menyusun
perencanaan tahunan seperti sekarang, namun dilakukan penguatan
fungsi koordinasi perencanaan dengan fungsi penganggaran untuk

16

kegiatan-kegiatan non-operasional (pembangunan), sedangkan
penganggaran rutin tetap dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Untuk opsi ketiga lembaga pelaksana fungsi perencanaan dan
penganggaran berada di Kantor Presiden. Opsi ke empat,
mendudukkan posisi Bappenas sebagai penentu arah kebijakan
perencanaan tahunan yang penganggaranya diserahkan sepenuhnya
kepada Kementerian Keuangan. Dalam opsi ini Kementerian PPN/
Bappenas berperan sebagai think tank Pemerintah.
Opsi pertama adalah pembentukan Kementerian Perencanaan
dan Penganggaran (KPP) yang apabila mengacu UU SPPN
mempunyai fungsi utama yaitu menyusun perencanaan jangka
panjang, menengah, tahunan. Dalam hal ini reposisi Bappenas
dilakukan dengan memposisikan Bappenas sebagai koordinator
perencanaan tahunan meliputi perencanaan program/ kegiatan
hingga anggaran definitif RAPBN. Selain itu penguatan koordinasi
perencanaan pembangunan nasional oleh KPP juga akan mencakup:
(i) arah dan kebijakan yang mendorong pengembangan sektor
swasta; (ii) arah perencanaan kebijakan publik, (iii) koordinasi
perencanaan antarsektor dan antarwilayah, (iv) sebagai think tank
konsep perencanaan strategis, kebijakan fiskal dan ekonomi nasional.
Termasuk dalam opsi ini adalah penggabungan fungsi penyusunan
anggaran RAPBN ke KPP dan memisahkan peran Kementerian
Keuangan focus sebagai bendahara negara. Opsi ini memerlukan
revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN.
Opsi kedua adalah penguatan kerjasama antara Bappenas
dengan Kementerian Keuangan sehingga sinergi perencanaan dan
penganggaran terwujud. Role sharing antara Bappenas dengan
Kementerian Keuangan dalam perencanaan penganggaran RAPBN

17

tidak dilakukan berdasarkan apakah penganggaran dalam tingkat
indikatif atau definitif, melainkan dipisahkan antara penganggaran
kegiatan dengan kategori biaya non operasional (pembangunan) dan
biaya operasional (rutin). Penganggaran kegiatan dengan biaya rutin
diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan, namun
biaya pembangunan oleh Bappenas. Dalam hal ini, Bappenas juga
harus terlibat dalam perencanaan fiskal bersama Kementerian
Keuangan mulai dari penentuan total alokasi anggaran
pembangunan, perencanaan alokasi sektoral pembangunan sampai
dengan penentuan program/ kegiatan dan anggaran pembangunan
dalam RAPBN. Isu penting di sini adalah dalam penentuan total
alokasi anggaran pembangunan (non operasional) dimana Bappenas
menentukan kegiatan dan alokasi indikatif maupun definitif dalam
perencanaan tahunan (RAPBN) yang selama ini ditentukan sendiri
oleh Kementerian Keuangan.
Opsi ketiga adalah opsi dimana fungsi perencanaan dan
penganggaran ditempatkan pada Kantor Kepresidenan. Dalam usulan
ini Kepala Kantor (Urusan) Perencanaan dan Penganggaran
kedudukannya setidaknya setingkat dengan Menteri sehingga dalam
melaksanakan tupoksinya, Kantor Urusan perencanaan dan
penganggaran tersebut memiliki kedudukan yang setara dengan
lembaga yang dikoordinasikan yaitu yang tertinggi adalah
Kementerian yang dipimpin oleh seorang Menteri. Kantor ini memiliki
tugas utama melaksanakan perencanaan pembangunan nasional
yang menyatukan fungsi perencanaan dan fungsi penganggaran
secara terpadu. Adapun fungsi yang dilakukan yaitu: (i) Koordinasi
perencanaan dan penganggaran kementerian/ lembaga; (ii)
Koordinasi perumusan kebijakan strategis; (iii) Koordinasi kebijakan

18

fiskal. (iv) Koordinasi pengendalian pelaksanaan; dan (v) Sebagai
think tank kebijakan-kebijakan strategis. Dengan berkedudukan
langsung di bawah Presiden maka pemegang fungsi perencanaan
program/ kegiatan dan fungsi anggaran tersebut akan - berkedudukan
kuat karena mempunyai budget poweryang dikaitkan langsung
dengan Presiden. Dalam opsi ini Kementerian Keuangan
melaksanakan fungsi utama sebagai Bendahara Negara. Untuk
melaksanakan opsi ini tindak lanjut yang diperlukan adalah revisi UU
Keuangan Negara dan UU SPPN.
Opsi keempat adalah menyerahkan sepenuhnya penyusunan
RAPBN kepada Kementerian Keuangan yang sekaligus juga sebagai
Bendahara Negara. Sebagai Bendahara Negara Kementerian
Keuangan berkonsentrasi meningkatkan pendapatan negara dan
menekan terjadinya kasus-kasus penggelapan penerimaan keuangan
negara yang cukup besar terjadi selama ini. Pertimbangan utama
penyerahan sepenuhnya urusan penyusunan RAPBN adalah
menghindari duplikasi perencanaan program/ kegiatan antara
Kementerian Keuangan dan Bappenas yang selama ini terjadi.
Duplikasi ini menyebabkan pemborosan sumberdaya dan
menyebabkan anggaran APBN menjadi tidak efisien dan tidak efektif
akibat terjadinya deviasi karena penanganan urusan yang tidak
menyatu antara Rencana Kerja Pemerintah (RKP), - Renja KL (oleh
Bappenas) dengan RKA-KL - draft RAPBN (oleh Kementerian
Keuangan). Dengan memberikan kewenangan penyusunan anggaran
sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan maka Bappenas
diposisikan untuk menjalankan fungsi sebagai penentu arah kebijakan
RAPBN. Dalam hal ini sesuai UU Kementerian Negara, Bappenas
tetap mempunyai tugas perencanaan pembangunan nasional tetapi

19

fungsi penganggaran RAPBN diserahkan sepenuhnya kepada
Kementerian Keuangan. J adi fungsi Bappenas adalah menentukan
arah kebijakan perencanaan tahunan yang digunakan sebagai dasar
menyusun RAPBN dan fungsi think tank dalam perencanaan
pembangunan. Untuk melaksanakan perubahan sesuai opsi 4
(empat) ini diperlukan revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN
terlebih dahulu. Kelemahan utama opsi ini adalah 'gemuk'nya
organisasi, tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Keuangan.
Hal ini tentu berlawanan arah dengan kecenderungan governance
yang menuntut organisasi yang ramping dan memungkinkan kontrol
yang efektif.

20


REVITALISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
NASIONAL
I. LATAR BELAKANG

Saat ini masyarakat menilai hasil-hasil pembangunan di
Indonesia masih belum mampu secara nyata meningkatkan
kesejahterakan rakyat pada tingkat yang optimal. Terdapat anggapan
bahwa masih belum terwujud adanya keadilan sosial yang merata,
atau setidaknya masih ada masalah ketidak-merataan, antara lain
ditunjukkan oleh angka rasio Gini yang tinggi. Sementara itu kita juga
menghadapi persaingan ekonomi antar bangsa yang semakin tinggi,
antara lain dalam waktu dekat kita akan menghadapi konsekuensi
daya saing antar negara sebagai akibat berlakunya kesepakatan
komunitas ekonomi ASEAN. Hal lain yang menjadi tantangan berat ke
depan diantaranya adalah pertambahan penduduk, kemampuan dan
kapasitas untuk memanfaatkan bonus demografi, semakin
terbatasnya sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan
hidup, sekaligus bersamaan dengan keperluan untuk menyusun
strategi agar Indonesia mampu menghindarkan diri dari jebakan
middle income trap. Selain itu, terjadinya kesenjangan antar individu,
antar golongan masyarakat dan kesenjangan antar wilayah semakin
menambah kompleksitas penyelesaian masalah kesejahteraan
bangsa. Pemerintah seringkali dihadapkan pada keadaan yang
berkesan galau memilih di antara mencapai pertumbuhan tinggi atau
mewujudkan pemerataan.

21


Dalam 5 (lima) tahun mendatang ketika Indonesia sudah
memiliki Presiden baru permasalahan di atas diperkirakan masih
akan memunculkan isu-isu strategis yang memerlukan langkah-
langkah penyelesaian nyata. Kondisi ini memerlukan kerja keras dan
kerja sama dari para pembantu Presiden. Kekukuhan niat dan
kompetensi kementerian/ lembaga untuk bekerja lebih baik,
terkoordinasi, dan bersinergi merupakan kunci dalam mengatasi
permasalahan bangsa tersebut.
Selama ini, mengacu kepada tugasnya sebagai salah satu
pembantu Presiden dalam melaksanakan urusan perencanaan
pembangunan nasional, Kementerian PPN/ Bappenas memiliki posisi
di kabinet sebagai pemikir pembangunan, yang merumuskan
kebijakan, menyusun rencana pembangunan, dan mengkoordinasikan
pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sekaligus melakukan
evaluasi atas pencapaian upaya-upaya pembangunan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas memiliki
kewenangan untuk melakukan perumusan kebijakan nasional dan
proses perencanaan pembangunan. Namun demikian Bappenas tidak
memiliki kewenangan untuk ikut menentukan dan mengawal
penganggaran dari setiap tahapan rencana tersebut. Bahkan setelah
selesai menyusun rencana, Bappenas tidak diikutsertakan secara
efektif dalam menyusun anggaran. Akibatnya, hasil proses
perencanaan tidak bersambung ke dalam proses penganggaran.
Rencana pembangunan dan anggarannya tidak bersinergi. Bahkan
beberapa rencana tidak berkait dengan pelaksanaannya.

22

Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, penyusunan rencana
pembangunan tidak ditangani satu kementerian/ lembaga, melainkan
oleh Bappenas (UU SPPN) dan Kementerian Keuangan (UU
Keuangan Negara). Akibatnya terjadi deviasi, sebagai contoh, alokasi
biaya program dan kegiatan dalam DIPA (terutama belanja modal)
teridentifikasi bahwa sasarannya kurang tepat. Deviasi ini terjadi
karena Bappenas seringkali tidak dilibatkan dalam mengubah Renja-
KL menjadi RKA-KL.



23

Beberapa fakta yang menggambarkan contoh terjadinya deviasi
antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan
dalam beberapa tahun terakhir ini antara lain sebagai berikut:

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bappenas (2013), terjadi
deviasi dalam prioritas pembangunan dalam RKP 2012 sebesar
hampir 30% dengan dokumen RKA-KL. Deviasi tersebut terjadi
dalam bentuk perubahan kegiatan, pagu kegiatan, lokasi
kegiatan dan indikator/sasaran kegiatan, yang terjadi dalam dua
proses yaitu (i) dari Renja K/L ke dalam RKA-KL [internal
pemerintah, sebelum RAPBN], dan (ii) dari RAPBN menjadi
APBN;
Pemerintah merencanakan pembangunan J alur Ganda Kereta
Api Lintas Utara J awa dengan target operasi tahun 2013. RKP
2012 telah mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan
dana. Namun dalam Pagu Definitif sebagian alokasi tersebut
dialihkan pada kegiatan pembangunan dermaga di sejumlah
tempat sehingga terdapat kekurangan pendanaan sebesar Rp
1,8 T;
Terdapat ketidaksinkronan dalam alokasi DAK. Di dalam buku II
RKP 2012 disebutkan sasaran umum pembangunan infrastruktur
yang berfokus di Indonesia bagian timur. Namun, dalam
pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) yang seharusnya
menjadi pendukung pencapaian prioritas nasional, alokasi DAK
untuk infrastruktur jalan dan air minum di wilayah timur Indonesia
hanya memperoleh alokasi sekitar 30% 40%.


24

Contoh faktual di atas menunjukkan bahwa berdasarkan
pengalaman selama ini terdapat ketidaksinambungan perencanaan
dan penganggaran yang menyebabkan tidak optimalnya kebijakan,
program dan kegiatan pembangunan, terjadinya salah sasaran, dan
munculnya inefisiensi.
Dalam rangka mewujudkan efektifitas dan efisiensi
pembangunan maka perencanaan kebijakan, program dan kegiatan
haruslah terpadu dan bahkan menyatu dengan penganggarannya.
Kesatuan perencanaan dan penganggaran akan bersinergi dalam
mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Perbaikan dalam tata
kelola kepemerintahan dan kelembagaan yang telah diupayakan
sejak era reformasi perlu dilanjutkan dengan meningkatkan
kesinambungan antara perencanaan dan penganggaran untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendayagunaan sumber daya
pembangunan yang kita miliki.
Kajian ini merupakan quick win TAK Bappenas yang
mempunyai tujuan untuk menyusun Policy Discussion Paper,
menelaah perlunya revitalisasi fungsi perencanaan dan
penganggaran dalam suatu alur kerja yang berkesinambungan dan
berorientasi pada pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Kerangka kerja disusun dengan mengacu pada rencana yang
menyeluruh dan terpadu, dan pelaksanaannya yang juga terpadu
sebagai sebuah kerja besar bersama antara pemerintah, dunia usaha
swasta dan masyarakat. Revitalisasi yang diinginkan tersebut perlu
diikuti dengan reposisi Bappenas di dalam kabinet pemerintah yang
baru.


25

II. IMPLIKASI

Selama ini perencanaan dan penganggaran pembangunan
tahunan (RAPBN) ditangani oleh dua kementerian yaitu oleh
Kementerian PPN/ Bappenas dan Kementerian Keuangan. Akibat
tidak terpadunya pelaksanaan dua fungsi manajemen tersebut terjadi
deviasi nyata antara perencanaan dan penganggaran., Sebagai
contoh, alokasi biaya program dan kegiatan dalam DIPA (terutama
belanja modal) telah teridentifikasi bahwa sasarannya kurang tepat.
Dalam hal ini alokasi belanja modal yang seharusnya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ternyata tidak
terwujud dengan baik. Sebagai bukti adalah outcomes pembangunan
yang tidak sesuai dengan harapan. Dalam periode 1992-1997 biaya
modal yang naik rata rata 7,6% ternyata dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi 7,8%; sementara itu dalam masa reformasi
yaitu pada periode 2005-2011 pertumbuhan belanja modal yang tinggi
secara rata-rata sebesar 23,4% ternyata hanya menghasilkan
pertumbuhan ekonomi rata rata sebesar 5,8%. Hal ini membuktikan
bahwa kinerja perencanaan dan penganggaran yang selama ini
dijalankan tidak efisien.
Di tingkat daerah, lemahnya koordinasi perencanaan dan
penganggaran juga menyebabkan pemerintah daerah bingung
dengan perencanaan pusat. Sebagai contoh, Bappenas melakukan
perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada daerah terbatas
pada alokasi totalnya saja, sedangkan penentuan kabupaten mana
saja (dan jenis kegiatan) yang mendapat DAK ditentukan oleh
Kementerian Keuangan. Penentuan daerah-daerah penerima DAK
oleh Kementerian Keuangan ini disampaikan menjelang berakhirnya

26

masa penyusunan RAPBD di daerah, yaitu sekitar awal bulan Oktober
setiap tahunnya. Pengalokasian seperti ini memberi indikasi
ketidakpastian. Ketidakpastian alokasi DAK ini menyebabkan
kebingungan daerah dalam menyusun RAPBD masing-masing,
karena adanya indikasi ketidakpastian tersebut. Masalah ini bisa
dihindari bila penentuan kegiatan/ lokasi dan anggarannya sudah
ditentukan secara terpadu bersamaan dengan proses penyusunan
kegiatan dan lokasinya dengan koordinasi yang dilakukan Bappenas
pada bulan April-J uni setiap tahunnya, sehingga penyusunan RAPBD
di daerah menjadi pasti dan terarah. Konsekuensi dari panjangnya
waktu yang dibutuhkan untuk menetapkan kegiatan, lokasi dan
alokasi DAK secara keseluruhan menyebabkan penyerapan DIPA
menjadi lambat. Hal ini karena meskipun tahun fiskal dimulai J anuari
tetapi kelambatan alokasi tersebut mempengaruhi administrasi
keuangan di Kementerian Keuangan dan penyiapan RAPBD sehingga
daerah tidak dapat menyerap anggaran lebih cepat.

27

Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, penyerapan DIPA di
Indonesia sangat lambat yaitu menumpuk pada bulan Desember
setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara-negara Filipina,
Thailand dan India yang penyerapannya merata setiap bulannya,
maka sistim di Indonesia termasuk yang terburuk. Penyebab
lambatnya penyerapan tersebut dapat disebabkan waktu yang
diperlukan untuk menyusun perencanaan dan penganggaran lama
sampai mendekati pada akhir tahun sehingga administrasi
keuangannya juga mundur ke tahun berikutnya. Mula-mula penetapan
indikatif dilakukan oleh Bappenas yang memerlukan waktu sampai 6
(enam) bulan dari J anuari sampai J uni, selanjutnya penetapan
definitifnya dilakukan oleh Kementerian Keuangan yang memerlukan
waktu 4 (empat) bulan dari J uli sampai Oktober. Meskipun tahun fiskal
dimulai pada bulan J anuari, tetapi proses pengadaan dan administrasi
anggaran di Kementerian Keuangan cukup lama. Akibatnya seperti
yang diperlihatkan dalam Gambar 2, penyerapan dokumen anggaran
di Indonesia (DIPA) lebih lama dibandingkan dengan negara-negara
lain.

28

Mengacu pada Gambar 3, maka terlihat dalam kurun waktu tahun
2007 2011 tren belanja modal untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi semakin menurun, di lain pihak tren alokasi belanja pegawai
semakin meningkat. Kecenderungan ini dapat disebabkan oleh
kerjasama dalam proses perencanaan penganggaran setiap tahunnya
tidak terjadi dengan baik antara Bappenas dengan Kementerian
Keuangan.
Sebagai penyandang pelaksana tugas perencanaan
pembangunan nasional termasuk di dalamnya perencanaan tahunan,
Bappenas akan merekomendasikan bahwa perlu ada perubahan
politik anggaran yang mendorong peningkatan alokasi belanja modal.
Hal ini karena belanja modal sangat diperlukan untuk percepatan
pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan belanja pegawai.
Belanja barang dan jasa juga dapat dihemat apabila didiskusikan
bersama-sama dengan baik antara Bappenas dengan Kementerian
Keuangan. Artinya tugas perencanaan tahunan RAPBN dilakukan
dengan kerjasama yang baik antara Bappenas dengan Kementerian
Keuangan untuk menyelesaikan kecenderungan alokasi APBN yang
berisiko adanya deviasi.
Implikasi dari tidak adanya koordinasi perencanaan dan
penganggaran yang harmonis antara Bappenas dan Kementerian
Keuangan menyebabkan sinergi perencanaan di pusat dan sinerginya
dengan daerah juga terganggu. Secara nasional hal ini tentu
menghambat outcomes pembangunan yaitu laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Mengacu pada negara yang telah maju dalam
perekonomiannya, fakta menunjukkan bahwa mereka menerapkan
kebijakan satu pintu dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Sebuah analisa yang dilakukan oleh J on R. Blndal, Ian Hawkesworth

29

and Hyun-Deok Choi (2009) dalam Budgeting in Indonesia OECD
J ournal on Budgeting, Vol. 2009/2 menyebutkan: The Indonesian
planning system is therefore different from a typical central planning
model. It cannot be characterised as having parallel planning and
budgeting structures that duplicate each other in isolation from each
other. They do complement each other at present. It can more
accurately be said that a core planning function of the typical budget
office is located outside the budget office in Indonesia, namely in
BAPPENAS. In OECD countries, this planning function would be
integrated in a single budget office, rather than separately as is the
case in Indonesia. There are further inefficiencies in Indonesia, as the
plan and the budget have separate structures although this
separation is being addressed as part of the performance budgeting
reforms.
Berdasarkan studi dalam jurnal OECD ini, proses
perencanaan pembangunan di Indonesia tidak biasa dilakukan dalam
model perencanaan terpusat. Kajian ini memberikan wawasan bahwa
implikasi pemisahaan perencanaan dari penganggaran adalah
terjadinya inefisien pemanfaatan pendapatan nasional.

III. PENDEKATAN KAJIAN

Kajian cepat ini dilakukan oleh Tim Analisa Kebijakan (TAK -
Bappenas) dengan melakukan analisis lemahnya pelaksanaan
tupoksi Bappenas selama ini terkait dengan perencanaan dan
penganggaran tahunan (RAPBN). Kajian ini juga meneliti bagaimana
peran Bappenas yang diharapkan untuk dapat menghadapi tantangan
pembangunan Indonesia ke depan. Kajian ini dilakukan berdasarkan

30

desk study berbagai literatur terkait. Kajian juga dilakukan dengan
mempelajari perencanaan pembangunan nasional dan pembangunan
ekonomi yang dipraktekkan di berbagai negara seperti Amerika,
J epang, Korea, Brasil sebagai komparasi. Selain itu untuk
mempertajam penulisan kajian, maka TAK melakukan diskusi terfokus
dengan berbagai narasumber baik internal Bappenas maupun
eksternal seperti perguruan tinggi (Undip, UGM dan UNS) dan
wawancara dengan para narasumber.

IV. HASIL KAJIAN

Studi dari berbagai literatur dan sumber menyebutkan bahwa
siklus perencanaan pembangunan adalah proses yang utuh dimulai
dari (i) perencanaan program/ kegiatan, (ii) penganggaran, (iii).
pengendalian pelaksanaan; dan (iv) evaluasi. Hal ini menunjukkan
bahwa harus ada kesinambungan antar tahapan perencanaan
tersebut sehingga penyusunannya harus dilakukan secara terpadu.
Konsep dasar perencanaan ini juga digunakan pemerintah dalam
perencanaan penganggaran yang berbasis kinerja dimana penentuan
kegiatan dan alokasi anggaran definitif ditentukan bersama-sama.
Efisiensi penganggaran berbasis kinerja (performance) ditentukan
oleh rasio input terhadap output sedangkan efektifitas ditentukan oleh
rasio antara output dengan outcome. Artinya, efisiensi dan efektifitas
alokasi anggaran tergantung pada input yaitu penentuan kegiatan dan
alokasi anggarannya sejak awal sehingga outcomenya terwujud
dengan baik. Dengan demikian sejak awal harus terdapat kesatuan
antara penentuan program/ kegiatan dengan penghitungan

31

anggarannya. Hal ini berbeda dengan yang terjadi sekarang dimana
penentuan program/ kegiatan dengan perencanaan anggaran masing-
masing dilakukan terpisah oleh Bappenas dan Kementerian
Keuangan.
Selanjutnya dalam PP Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional pada Pasal 14
ayat 2 menyebutkan bahwa Rancangan Renstra K/L ditelaah oleh
Menteri (Bappenas) agar: (i) Sasaran program prioritas Presiden
terjabarkan ke sasaran tujuan K/L; (ii) Kebijakan K/L konsisten
dengan Rancangan Awal RPJ MN; (iii) Program dan Kegiatan K/L
konsisten dengan Rancangan Awal RPJ MN; (iv) Sasaran hasil
(outcome) Renstra K/L sinergis dengan program prioritas Presiden
yang tertuang dalam Rancangan Awal RPJMN; (v) Sasaran keluaran
(output) dalam Renstra K/L sinergi dengan sasaran hasil (outcome)
dan (vi) Sumber daya yang diperlukan layak menurut kerangka
ekonomi makro yang tertuang dalam Rancangan Awal RPJ MN. Pasal
di dalam PP ini secara eksplisit menunjukkan bahwa metodologi
penyusunan perencanaan pembangunan nasional dilakukan sesuai
dengan kaidah perencanaan strategis. Termasuk dalam kaidah
strategic planning ini adalah penerapan konsep logic model yang
menghubungkan antara program/ kegiatan dengan outcome bahkan
sampai impacts. Dengan kata lain, penentuan kegiatan dan
anggarannya sangat menentukan apakah outcome yang diharapkan
dapat diwujudkan dengan baik. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan
secara jelas hubungan antara kegiatan dengan sasaran hasil
(outcome). Penjelasan ini juga menekankan pentingnya perencanaan
dilakukan detil sejak menentukan kegiatan/ input, membuktikan

32

bahwa tidak mungkin menyusun perencanaan hanya sebatas
outcomes.

Berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang 25 tahun 2004 tentang SPPN
dan turunannya, selama ini proses perencanaan dan penganggaran
terpisah, tidak terpadu dan tidak berkesinambungan. Untuk itu
berdasarkan uraian konsep perencanaan strategis di atas (Gambar 4.
logic model) maka diperlukan perencanaan dan penganggaran dalam
satu kesatuan yang terhubung, terpadu dan berkesinambungan.
Beberapa pertimbangan di atas menunjukkan bahwa: (1).
Keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan sangat
ditentukan oleh konsistensi dan kesinambungan antara perencanaan
dan penganggaran; (2). Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
ketidaksinambungan perencanaan dan penganggaran menyebabkan
tidak optimalnya kebijakan dan program pembangunan karena salah
4.

33

sasaran dan munculnya inefesiensi; (3). Dalam mendukung
optimalisasi perencanaan dan penganggaran pada lima tahun
mendatang (2015-2019) diperlukan penyatuan dan penggabungan
fungsi penganggaran yang melekat pada Kementerian Keuangan c.q
Ditjen Anggaran ke dalam fungsi perencanaan yang sudah ada di
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas.
Kajian ini menemukan bahwa solusi yang diperlukan untuk
memadukan perencanaan dan penganggaran adalah reposisi
Bappenas. Pertimbangan perlunya perubahan ini adalah: (1). Fungsi
perencanaan yang dilaksanakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas
telah menetapkan tujuan dan prioritas pembangunan dengan
melibatkan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/ Kota melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Nasional, tetapi seringkali tidak tertuang dalam
penganggaran RAPBN; (2). Fungsi penganggaran yang selama ini
melekat pada Kementerian Keuangan c.q Dirjen Anggaran seringkali
tidak nyambung dengan prioritas pembangunan yang sudah
ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas yang direncanakan melalui forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan; (3). Proyek atau kegiatan yang
diturunkan dari suatu kebijakan seringkali terlepas atau tidak terkait
(decoupling) dengan tujuan dan sasaran pembangunan yang
ditetapkan dan direncanakan; (4). Optimalisasi kebijakan dan program
untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perlu didukung
dengan keterpaduan fungsi perencanaan dan penganggaran dalam
satu wadah (Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/ Badan
Perencanaan dan Penganggaran Nasional).

34

Dalam rangka reformasi perencanaan dan penganggaran maka
integrasi perlu dilakukan pada sistem perencanaan, subtansi
dokumen perencanaan, dan proses perencanaan. Sistim sebelumnya
adalah sistem informasi yang mana perencanaan, penganggaran,
pengadaan, pengendalian dan evaluasi, serta audit terpisah, tidak
terpadu, dan tidak efektif. Untuk itu perlu diterapkan pembaruan
antara lain mencakup sistem E-Planning, Budgeting and Auditing
secara terpadu. Beberapa pertimbangan untuk itu adalah: Pertama,
sistem perencanaan (e-Musrenbang) oleh Kementerian PPN/
Bappenas, Sistem penganggaran (E-budgeting) oleh Kementerian
Keuangan, Sistem pengadaan (E-procurement) oleh LKPP, Sistem
Pengendalian dan Evaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Sistem Audit
yang oleh BPKP dan BPK, yang semuanya selama ini tidak saling
terpadu dan tidak terkait satu sama lain; Kedua, berbagai sistem
informasi tersebut membuat proses perencanaan, penganggaran,
pengendalian dan evaluasi, serta audit menjadi tidak efisien, tumpang
tindih sistem, dan hambatan dalam koordinasi kebijakan dan program
pembangunan, Ketiga. Kementerian pelaksana tugas Perencanaan
Pembangunan Nasional perlu menata dan mengembangkan Sistem
Informasi E-Planning, Budgeting and Auditing secara terpadu,
melakukan sinkronisasi nomenklatur Program dan Kegiatan K/L
dengan Program dan Kegiatan Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD); serta penetapan tata cara dan kriteria penetapan prioritas
Program dan Kegiatan K/L yang akan dilaksanakan di setiap provinsi
dengan transparan dan akuntabel;
Subtansi pada sistem lama masih mengacu pada Dokumen
Rencana Pembangunan (RPJ MN, RKP dan Renstra K/L dan Renja

35

K/L) yang normatif, terfragmentasi dan tidak secara tegas
menetapkan kebijakan industri (industrial policy) untuk memilih sektor,
komoditas dan lokasi unggulan, tidak memberikan arahan bagi
pemerintah daerah dan tidak secara tegas memperhitungkan rencana
investasi dalam lima tahun ke depan. Sedangkan Subtansi Baru yang
diusulkan melalui reposisi Bappenas adalah: Dokumen Rencana
Pembangunan termasuk RPJ MN 2015-2019 dan Renstra K/L 2015-
2019, RKP dan Renja K/L harus secara tegas dan jelas memuat
prioritas, rencana investasi dan arahan pembangunan daerah dalam
lima tahun ke depan. Pertimbangan yang disampaikan adalah: (1)
Selama ini dokumen RPJ MN dan Renstra K/L belum konsisten dan
tidak tegas dalam menentukan prioritas pengembangan sektor,
komoditas dan lokasi sehingga tidak memberikan arahan yang jelas
bagi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan progam antara
Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah; (2) Penyusunan
dokumen Rencana Strategis K/L belum dikoordinasikan dengan baik
sehingga muncul inkonsistensi dan inkoherensi kebijakan pertanian,
perindustian dan perdagangan, dan tidak ada bisnis plan dari masing-
masing K/L; (3) Dokumen RPJ MN 2015-2019 harus secara tegas dan
jelas memuat kebijakan industri, rencana investasi dan arahan
pembangunan daerah dalam lima tahun ke depan. (4) Kementerian
Perencanaan dan Penganggaran/Bappenas harus menyiapkan
dokumen RPJ MN 2015-2019 dengan prioritas yang jelas, terukur dan
operasional, memberikan arahan bagi Kementerian/ Lembaga dan
Pemerintah Daerah, memperhitungkan investasi lima tahun ke depan;
serta memperhitungkan sinergi investasi pemerintah, swasta dan
perbankan.

36

Format yang selama ini diterapkan adalah bahwa pelaksanaan
Musrenbang belum optimal dalam menentukan prioritas belanja
negara dan hanya terbatas pada belanja modal kementerian/ lembaga
yang hanya sebagian dari belanja negara
1
. Untuk itu dalam format
baru maka Forum Musrenbang membahas optimalisasi alokasi
belanja modal kementerian/ lembaga, dana transfer daerah sampai
program/ kegiatan dan alokasi definitif, serta sinkronisasi investasi
pemerintah dengan investasi swasta dan perbankan. Pertimbangan
adanya perubahan ini karena: (1) Selama ini proses perencanaan
daerah dan nasional (Musrenbang) yang panjang dan melelahkan
hanya membahas sebagian kecil dari instrumen anggaran. Sehingga
dampaknya terhadap pembangunan kecil sekali. Di sisi lain, belanja
subsidi, belanja dana transfer daerah dan kerjasama pemerintah-
swasta tidak pernah dibahas dalam Musrenbang; (2) Investasi
pemerintah tidak saling mendukung dengan investasi swasta dan
kredit perbankan; (3) Dokumen Rencana Pembangunan (RPJ MN,
RKP, Renstra K/L dan Renja K/L) harus memperhatikan keterkaitan
langsung investasi pemerintah, investasi swasta dan perbankan; (4)
Format Musrenbang harus diubah dan disempurnakan sehingga
memberi ruang pembahasan bagi sinkronisasi belanja pemerintah

1
Pada musrenbang, belum optimal pada penentuan prioritas belanja, terbatas pada
belanja modal (sebagian kecil) . Untuk itu menuju format baru musrenbang, optimalisasi
belanja modal kementerian/ lembaga, dana transfer daerah, sinkronisasi investasi
Cerminan di daerah dengan istilah beragam untuk mengamankan bottom up planning,
yaitu dengan menyediakan dana pagu kecamatan sehingga partisipasi dan kontribusi
lebih optimal. Catatan khusus terkait ini adalah bila nantinya sudah efektif pelaksanaan
UU Desa, dengan kucuran dana 1 M per Desa, maka sebenarnya aliran dana ke
daerah (Desa) sudah sangat besar, namun belum disertai dengan dukungan regulasi
dan mekanisme tentang jaminan pelaksanaan dan pertanggungjawabannya


37

(belanja dekon/ TP, belanja subsidi, dan transfer daerah), dan
integrasi investasi swasta dan kredit perbankan. (5) Kementerian
Perencanaan dan Penganggaran/ Bappenas perlu menyiapkan
FORMAT BARU Musrenbang dengan mengoptimalkan temu
konsultasi triwulanan, forum musrenbang provinsi, konsultasi regional,
musrebang nasional dan forum lainnya.
Dalam kajian ini juga dilakukan identifikasi pasal-pasal penting
dalam Undang-Undang yang mengatur tugas, fungsi dan
kelembagaan terkait perencanaan dan penganggaran. Ada 3 (tiga)
Undang-Undang yang di kaji yaitu UU Kementerian Negara, UU
Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Keuangan
Negara. Diketahui bahwa pilihan opsi yang ditawarkan akan
menentukan perlu tidaknya setiap Undang-Undang tersebut di revisi.
Konsekuensi dari perlunya revisi adalah lamanya waktu yang
diperlukan, padahal kebutuhan penyusunan kabinet harus segera
dilakukan oleh Presiden terpilih. Segera setelah kabinet tersusun
maka kementerian/ lembaga dengan tugas melaksanakan urusan
perencanaan pembangunan nasional harus segera bekerja menyusun
RPJ M yang relevan dengan visi misi Presiden terpilih. Tabel 1.
menyampaikan pasal-pasal penting terkait tugas, fungsi dan
kelembagaan perencanaan dan pengangggaran dan catatan-catatan
penting.

38

Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN
UU No. 39/ 2008 tentang
Kementerian Negara
UU No. 25/ 2004 tentang
Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
UU 17/ 2003 tentang
Keuangan Negara
Keterangan/ Catatan

Pasal 4. Setiap Menteri
membidangi urusan tertentu
dalam Pemerintahan.
Hal ini disebut tugas
karena kementerian
melaksanankan tugas
menyelenggarakan urusan
pemerintah terkait urusan
tertentu sesuai UU
Kementerian Negara.

Pasal 4 ayat (1). Setiap
Menteri membidangi urusan
tertentu dalam
pemerintahan. Ayat (2).
Urusan tertentu dalam
pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Terdiri atas: a. Nomenklatur
Kementerian tegas disebut
dalam UUD 1945; b. Ruang
lingkup Kementerian
disebutkan dalam UU 1945;
c. Urusan pemerintahan
dalam rangka penajaman
koordinasi, dan sinkronisasi
program pemerintah.

Pasal 12 ayat (1) Menteri
<Kepala Bappenas>
menyusun rancangan akhir
RPJ P Nasional berdasarkan
hasil Musrenbang J angka
Panjang Nasional.
Pasal 18 ayat (1). Menteri
menyusun rancangan akhir
RPJ MN berdasarkan hasil
Musrenbang J angka
Menengah Nasional....
Pasal 20 (1). Menteri
menyiapkan rancangan awal
RKP sebagai penjabaran

Pasal 6 ayat (2): Menteri
Keuangan pemegang
kekuasaan pengelolaan
keuangan negara: selaku
pengelola fiskal

Pasal 7 ayat (2). Dalam
rangka penyelenggaraan
fungsi pemerintahan untuk
mencapai tujuan bernegara
setiap tahun disusun APBN
dan APBD.


Bappenas bertugas dalam
urusan perencanaan
pembangunan nasional
dengan fungsinya
menyusun perencanaan
jangka panjang RPJ P,
perencanaan jangka
menengah RPJ M dan
perencanaan tahunan
RKP.

Perencanaan tahunan
didahului dengan
menyusun RKP dan
anggaran renja -K/L yang
masih indikatif. Dilanjutkan


39

Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN
UU No. 39/ 2008 tentang
Kementerian Negara
UU No. 25/ 2004 tentang
Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
UU 17/ 2003 tentang
Keuangan Negara
Keterangan/ Catatan
dari RPJ M Nasional .... penyusunan RAPBN oleh
Kementerian Keuangan
dan mengubah Renja KL
menjadi RKA-KL dengan
anggaran definitif.

Pasal 4 ayat 2.c. Urusan
pemerintahan dalam rangka
penajaman, koordinasi, dan
sinkronisasi program
pemerintah

Pasal 25 ayat (1) RKP
menjadi pedoman
penyusunan RAPBN


Urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf
c meliputi urusan
perencanaan pembangunan
nasional, aparatur negara,
kesekretariatan
negara,......dst.

Pasal 8 Dalam rangka
pelaksanaan kekuasaan
atas pengelolaan fiskal
menteri Keuangan
mempunyai tugas:
1. Menyusun kebijakan
fiskal dan kerangka
ekonomi makro;
2. Menyusun rancangan
APBN dan rancangan

Kementerian Keuangan
mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan
keuangan (UU
Kementerian Negara Pasal
4 ayat (2) b.)). Rincian
tugas ini disampakan pada
Pasal 8 UU Keuangan
Negara. Pasal budget
power adalah poin 1 dan 2.


40

Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN
UU No. 39/ 2008 tentang
Kementerian Negara
UU No. 25/ 2004 tentang
Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
UU 17/ 2003 tentang
Keuangan Negara
Keterangan/ Catatan
Perubahan APBN;
3. Mengesahkan
dokumen pelaksanaan
anggaran;
4. Melakukan perjanjian
internasional di bidang
keuangan;
5. Melaksanakan
pemungutan
pendapatan negara;
6. Melaksanakan fungsi
bendahara umum
negara;
7. Menyusun laporan
keuangan yang
merupakan
pertanggungjawaban


41

Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN
UU No. 39/ 2008 tentang
Kementerian Negara
UU No. 25/ 2004 tentang
Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
UU 17/ 2003 tentang
Keuangan Negara
Keterangan/ Catatan
pelaksanaan APBN;
8. Melaksanakan tugas-
tugas lain di bidang
pengelolaan fiskal ;

Pasal 6. Setiap urusan
pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) dan ayat (3) tidak
harus dibentuk dalam satu
kementerian tersendiri.

Posisi Bappenas dalam
kabinet dapat terjadi tidak
dengan posisi sebagai
Kementerian. Hal ini
berdampak peda
perampingan struktur
Bappenas sekarang.

Pasal 8 ayat (3). Dalam
melaksanakan tugasnya,
Kementerian yang
melaksanakan urusan
sebagaimana dimaksud
pada Pasal 5 ayat (3)
menyelenggrakan fungsi: a.
Perumusan dan penetapan
kebijakan di bidangnya; b.
Koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan kebijakan di

Pasal 12 ayat (1). APBN
disusun sesuai dengan
kebutuhan
penyelenggaraan
pemerintahan negara dan
kemampuan dalam
menghimpun pendapatan
negara, (2) Penyusunan
Rancangan APBN
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)



42

Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN
UU No. 39/ 2008 tentang
Kementerian Negara
UU No. 25/ 2004 tentang
Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
UU 17/ 2003 tentang
Keuangan Negara
Keterangan/ Catatan
bidangnya; c. Pengelolaan
barang milik/ kekayaan
negara yang menjadi
tanggung jawabnya; dan d.
Pengawasan atas
pelaksanaan tugas di
bidangnya.
berpedoman kepada
rencana kerja Pemerintah
dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan
bernegara.


43

Berdasarkan pemahaman studi ini yang disampaikan tersebut
di atas baik secara teori, praktek dan regulasi, maka diketahui akan
pentingnya penyatuan secara terintegrasi perencanaan program/
kegiatan dan penganggaran dilakukan oleh satu instansi sebagai
koordinator perencanaan. Sesuai dengan prinsip dasar ini maka studi
kebijakan ini mengajukan alternatif solusi reposisi kelembagaan terkait
dengan perencanaan dan penganggaran. Peran tersebut seharusnya
dilakukan oleh Bappenas. Saat ini peran tersebut tidak dapat
sepenuhnya dilaksanakan karena adanya duplikasi akibat pembagian
peran dengan Kementerian Keuangan. Untuk itu diperlukan reposisi
Bappenas yang terdiri 4 (empat) opsi yang dapat disampaikan dalam
kajian ini dengan harapan dapat direalisasi dalam penyusunan
kabinet baru, oleh Presiden terpilih hasil Pilpres 2014.


OPSI 1: Kementerian Perencanaan dan Penganggaran

Proses perencanaan dan penganggaran tahunan harus
berubah sebagai konsekuensi dikeluarkannya putusan Mahkamah
Konstitusi RI No. 35/PUU-XI/ 2013 terkait pengujian UU 27/ 2009
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU 17/ 2003 tentang
Keuangan Negara terhadap Undang Undang Dasar 1945. Sesuai
putusan ini DPR tidak lagi membahas RAPBN sampai satuan 3 (tiga)
i.e. kegiatan, melainkan terbatas sampai program. Dengan adanya
putusan Mahkamah Konstitusi ini seharusnya dapat mendorong
adanya peningkatan kualitas perencanaan pembangunan nasional
yang ditugaskan kepada Bappenas.


44

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan pijakan
dasar untuk melakukan perubahan sistim perencanaan dan
penganggaran yang tidak efisien dan efektif yang selama ini telah
dilakukan. Reposisi Bappenas dilakukan sedemikian sehingga proses
perencanaan program/ kegiatan terpadu dengan proses perencanaan
dan penganggaran
2
. Dalam menyusun perencanaan pembangunan
nasional yang terpadu, maka sangat penting adanya koordinasi
perencanaan secara terpadu antara perencanaan program/ kegiatan
dengan alokasi penganggarannya, serta pengendalian pelaksanaan
seperti tersebut di atas. Hal ini bisa terwujud bila dilakukan oleh hanya
satu kementerian/ lembaga sebagai koordinator perencanaan. Untuk
itu diusulkan dalam kabinet mendatang terbentuk Kementerian
Perencanaan dan Penganggaran (KPP) dengan menggabungkan
Bappenas, fungsi Dirjen anggaran di Kementerian Keuangan dan
fungsi UKP4.
3
Dengan demikian fungsi perencanaan menjadi utuh
yaitu dimulai dari (i) perencanaan (ii) penganggaran (iii) pengendalian

2
Opsi pertama ini sangat menjanjikan untuk memberikan perubahan dan perbaikan
kinerja perencanaan dan penganggaran pembangunan
Perlu dipertimbangkan tentang kepastian berjalannya fungsi akibat penggabungan 3
unit: (lini, koordinator/staf, dan penasehat presiden); kepastian tentang alokasi
anggaran yang tergantung pada otoritas keuangan (khususnya terkait dengan
pendapatan negara); kepastian tentang kemudahan perubahan atas regulasi sektor
masing-masing unit yang akan digabung; dan tentunya keselarasan dengan kebijakan
presiden yang akan diterapkan serta kesediaan unit kerja lain yang akan diajak
bergabung
3
Ada 3 institusi/unit yang bergabung dalam KPP, yaitu Bappenas, Dirjen Anggaran, dan
UKP4, masing-masing memiliki peran lama yang sangat strategis, didasarkan pada
regulasi yang terpisah, sehingga perlu perombakan dalam skenario kebijakan
pemerintah yang baru. Ada fungsi dan kedudukan yang berbeda di antara ketiga unit
tersebut, ada fungsi lini (Dirjen Anggaran), ada fungsi koordinator (Bappenas), ada
fungsi penasehat (UKP4). Secara struktural akan tidak bisa berfungsi dan
berkedudukan seperti yang lama, perlu dipertimbangkan eksistensi dan efektivitas
fungsi tersebut pasca penggabungan

45

pelaksanaan; dan (iv) evaluasi . Isu krusial dalam hal ini adalah
bahwa fungsi anggaran di Kemenkeu akan dilebur ke dalam fungsi
perencanaan program/ kegiatan (yang selama ini dilakukan oleh
Kementerian PPN/ Bappenas).

Gambar 5. Siklus Perencanaan Pembangunan Tahunan















Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penyatuan atau
koordinasi perencanaan oleh satu kementerian/ lembaga pemerintah.
Hal ini karena konsep dasar penyusunan RAPBN tidak bisa
dipisahkan antara penyusunan program/ kegiatan dengan
penyusunan anggarannya. Perlu mewujudkan adanya satu kesatuan
usulan dari Pemerintah sebelum anggaran diajukan kepada DPR.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, merupakan
kesempatan untuk memperbaiki sistim perencanaan pembangunan di

46

Indonesia yang selama ini tidak terkoordinasi dengan baik. Dengan
adanya pemerintah baru di Indonesia, sesuai hasil Pemilu 2014,
kesempatan untuk menata kementerian dan lembaga juga terbuka.
Prinsip penyatuan perencanaan dan penganggaran dilakukan dengan
reposisi Bappenas yaitu menyatukan fungsi penganggaran indikatif
dan definitif yang selama ini dilakukan oleh Direktorat J enderal
Anggaran. Penyatuan juga dilakukan dengan UKP4 sebagai
pengendali pelaksana pembangunan. Gambar 5 menunjukkan siklus
perencanaan yang lengkap yang akan terwujud bila reposisi
Bappenas opsi 1 (satu) ini dilakukan.
Sebagai Kementerian Perencanaan dan Penganggaran (KPP),
maka rincian tugas melaksanakan urusan Pemerintah terkait dengan
perencanaan pembangunan nasional akan mencakup: (1) menyusun
perencanaan program/ kegiatan sesuai dengan isu-isu strategis
berkenaan dengan pembangunan nasional; (ii) melaksanakan
perencanaan penganggaran pembangunan; (iii). melaksanakan
pengendalian dan pelaksanaan pembangunan sehingga pelaksanaan
pembangunan tepat waktu sesuai dengan tujuan perencanannya.
Sedangkan beberapa fungsi penting KPP tersebut mencakup:
(i) menyusun perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah
(RPJ MN) dan tahunan (RKP-RAPBN) sejak asumsi makro, target
investasi fiskal sektor pembangunan sampai dengan program/
kegiatan dan daerah dan anggarannya yang definitif; (ii) menyusun
perencanaan penganggaran berbasis kinerja (performance based
budgeting) dalam kerangka Medium Term Expenditure Framework;
(MTEF); (iii) koordinasi penyusunan program dan kegiatan serta
pengendalian pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat di
daerah, melalui Musrenbang, sehingga tepat sasaran. Tiga fungsi ini

47

dilakukan berdasarkan juga dengan kebijakan-kebijakan yang
dihasilkan dari academic research, sehingga KPP juga akan berfungsi
sebagai think tank. Sebagai contoh, untuk menentukan alokasi
penganggaran dalam rangka mendorong ketahanan pangan,
diperlukan konsep yang matang dan tajam (terkait dengan tujuan dan
cara mewujudkan ketahanan pangan nasional tersebut). Hal ini
karena pencapaian ketahanan pangan akan melibatkan berbagai
kementerian/ lembaga baik di Pusat maupun di Daerah. Untuk
melaksanakan hal ini maka diperlukan koordinasi perencanaan oleh
KPP.
Pada opsi 1 (satu) ini, Struktur Kabinet dapat mengacu pada
Gambar 6 dimana Kementerian Keuangan akan berkonsentrasi pada
peningkatakan pendapatan negara melalui pajak dan bea cukai, dan
bertindak sebagai bendahara negara. Sedangkan Kementerian
Perencanaan dan Penganggaran akan melaksanakan sepenuhnya
tugas pemerintah melaksanakan urusan perencanaan pembangunan
nasional sesuai UU Kementerian Negara.

OPSI 2: Penguatan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran

Pada opsi 2 (dua), penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) akan dilaksanakan oleh 2
(dua) lembaga secara terpadu, yaitu Kementerian Keuangan dan
Bappenas. Model pelaksanaan penyusunan RAPBN ini pernah
dilaksanakan pada tahun anggaran 1971/ 72 hingga tahun anggaran
2003. Kemudian sejak tahun 2004 sampai sekarang dilaksanakan
sesuai dengan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam
pelaksanaan penyusunan RAPBN, Pemerintah menunjuk Kemenkeu

48

menjadi koordinator untuk keseluruhan penyusunan RAPBN. Untuk
beberapa komponen dalam RAPBN, Kemenkeu berkoordinasi secara
langsung dengan kementerian/ lembaga terkait.
Kebijakan belanja RAPBN secara garis besar dibagi dalam 2
(dua) kelompok belanja, yaitu: (a) Belanja Operasional (Rutin); dan (b)
Belanja Non Operasional (Pembangunan). Belanja operasional (rutin)
terdiri atas: (i) Belanja Pegawai; (ii) Belanja Barang; (iii) transfer ke
daerah; (iv) Cicilan dan Bunga; dan (v) Lain-lain (termasuk subsidi
BBM). Kelompok belanja ini dikoordinasikan oleh Kemenkeu dengan
beberapa kementerian/ lembaga seperti Kemendagri, Kementerian
ESDM, Bappenas, dan beberapa K/L lainnya. Sedangkan belanja non
operasional (pembangunan) dikoordinasikan oleh Bappenas dengan
mitra seluruh kementerian/ lembaga. Belanja pembangunan dibiayai
melalui: (a) Pembiayaan Rupiah; dan (b) Pinjaman proyek lainnya
seperti dari luar negeri. Pembiayaan rupiah merupakan selisih antara
Pendapatan dalam negeri (penerimaan migas, nonmigas, pajak dan
PNBP) dikurangi belanja rutin. Dalam opsi ini Bappenas
mengkoordinasikan belanja pembangunan hingga satuan 3 (satuan
tiga yaitu proyek atau kegiatan), sementara untuk satuan biaya
(costing) dilakukan oleh Kemenkeu. Kemudian Anggaran rutin dan
pembangunan disatukan dalam satu kesatuan RAPBN untuk
kemudian diajukan ke DPR untuk dibahas dan mendapatkan
pengesahan menjadi APBN. Dengan model perencanaan dan
penganggaran berupa role sharing penyusunan RAPBN yang mana
Bappenas berfokus pada penyusunan anggaran pembangunan,
pemerintah dapat mencapai target-target pembangunan sebagaimana
ditetapkan dalam Repelita dan Sarlita.

49

Terkait dengan peran dalam Fiskal dan Moneter, maka
Bappenas aktif dan berperan dalam menentukan asumsi makro
bersama Kemenkeu dan Bank Indonesia. Asumsi makro ini juga
menjadi acuan dalam mencapai target-target makro ekonomi
pemerintahan. Dengan mengkoordinasikan penentuan asumsi makro,
Bappenas dapat melakukan pendetailan rencana melalui RAPBN
(dalam rangka mencapai target-target makro tersebut). Disamping
menjadi leader dalam asumsi makro, Bappenas juga berperan aktif
dalam Dewan Moneter dan Tim Tarif (bersama Kemenkeu dan Bank
Indonesia). Penerapan model Perencanaan dan Penganggaran ini
pada dasarnya cukup efektif dan efisien, terutama dalam mencapai
target-target pembangunan yang ditetapkan pemerintah.
Peran Bappenas pada opsi 2 (dua) ini sebagai leader dalam
penyusunan kerangka ekonomi makro dan dalam penentuan asumsi
makro. Kerangka ekonomi makro ini kemudian akan diterjemahkan
dalam RPJ MN dan dalam dokumen perencanaan tahunan. Bappenas
juga akan aktif menjadi anggota dalam koordinasi di tingkat makro
seperti koordinasi stabilitas moneter, tim tarif, serta semacam Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang menangani
situasi krisis. J adi inti dari opsi 2 (dua) adalah revitalisasi Bappenas
tersebut dan dikaitkan dengan pembagian penyusunan RAPBN
menjadi 2 (dua) yang terdiri atas anggaran rutin dan anggaran
pembangunan. Peran Kemenkeu akan terpusat pada penyusunan
penganggaran RAPBN secara keseluruhan sebagai wakil Pemerintah
dalam pembahasan dengan DPR, sedangkan peran Bappenas
mengkoordinasi penyusunan anggaran non operasional
(pembangunan) sampai level satuan 3 (proyek atau kegiatan,
dokumennya RKAKL dan anggaran definitif).

50

Dengan menjadi leader yang berkonsentrasi dalam anggaran
pembangunan, maka Bappenas dapat melakukan harmonisasi target-
target makro ekonomi hingga transformasi struktural perekonomian
nasional. Reposisi Bappenas dalam struktur kabinet untuk Opsi 2
(dua) ini dapat juga mengacu sebagaimana terlihat pada Gambar 6
dimana Kementerian PPN/ Bappenas dalam perencanaan tahunan
menyusun RAPBN pada komponen biaya non operasional
(pembangunan). Sedangkan Kemenkeu melakukan koordinasi
penganggaran APBN dari komponen biaya operasional (rutin).

Gambar 6.Posisi Bappenas pada Struktur Kabinet untuk Opsi 1 dan Opsi 2







OPSI 3: Perencanaan dan Penganggaran Berada di Kantor
Presiden
Pemikiran agar koordinasi perencanaan pembangunan yang
kuat dapat diwujudkan (poweful) maka diajukan alternatif ketiga atau
opsi 3 (tiga) yaitu bahwa posisi penyatuan fungsi perencanaan dan
penganggaran diletakkan pada Kantor Presiden. Dengan demikian
PRESIDEN
WAKIL
PRESIDEN
Dewan Ekonomi
Nasional
Kantor
Presiden
Kementerian/
Lembaga Lainnya
Kementerian
Keuangan
Kementerian
PPN/ Bappenas
Kementerian/
Lembaga lainnya

51

diharapkan mempunyai kedudukan yang kuat dan apabila Wakil
Presiden atau Menko Perekonomian akan menyusun atau melakukan
perubahan kebijakan pembangunan tidak dapat dilakukan langsung
dengan memerintah Kementerian terkait perencanaan dan
penganggaran tetapi harus di bawah koordinasi presiden terlebih
dahulu
4
. J adi fungsi perencanaan dan penganggaran diusulkan untuk
ditempatkan di bawah Kantor Presiden sehingga komunikasi antara
presiden misalnya terkait perencanaan strategis dapat dilakukan
secara langsung dan akan segera ditaati oleh kementerian/ lembaga
(karena lebih powerful). Diharapkan dengan posisi di Kantor
Kepresidenan tersebut akan dapat mengkoordinasi kementerian dan
kelembagaan dengan lebih efektif. Selain itu dengan berada langsung
dibawah presiden maka persoalan pembangunan yang bersifat
strategis dapat secara langsung terinformasi dengan lebih baik
kepada presiden. Dalam proses pengambilan kebijakan, Presiden
akan mendapatkan input langsung dari kantor unit yang
mengkoordinir persoalan perencanaan dan penganggaran
5
tersebut.
Meskipun demikian, dalam menyusun struktur kabinet, Presiden
terpilih 2014-2019 harus mengacu pada UU No 39 tahun 2008
tentang Kementerian Negara yang mana dalam UU tersebut telah

4
Secara label di bawah Kantor Presiden menjadi sangat elitis dan powerful,
pengawalan kebijakan menjadi mudah, komunikasi langsung lebih mudah; namun
secara logika struktural bisa terjadi kehilangan banyak hal, eselonnya lebih rendah (di
bawah setneg), sulit dalam koordinasi, tidak bisa menjadi super body (karena posisinya
hanya fungsi staf/penasehat) Perlu melihat dan memperhatikan struktur organisasi
unit kepresidenan, termasuk eselonisasi dan pola hubungan dengan kementerian dan
lembaga
5
Pada usulan LAN maka Kantor Presiden akan terdiri dari sekretariat negara, kantor
urusan perencanaan dan penganggaran, kantor urusan reformasi adminstrasi, kantor
urusan pengawasan dan kantor urusan desentralisasi dan otonomi daerah.

52

memuat 2 (dua) hal yaitu: (i) terkait berbagai urusan pemerintahan
secara rinci; dan (ii) jumlah kementerian dibatasi hanya 34 (tiga puluh
empat). Tugas melaksanakan urusan Pemerintah terkait perencanaan
pembangunan nasional dimungkinkan tidak setingkat Kementerian/
Lembaga, yang mana hal ini sesuai dengan Pasal 5 Ayat 3
menyebutkan bahwa: ...urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan
pembangunan nasional.... Selanjutnya pada pasal 6. menyebutkan
6

setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu kementerian
tersendiri.
Dengan demikian, usulan bahwa fungsi perencanaan dan
penganggaran berada di Kantor Presiden mempunyai beberapa
konsekuensi yang memerlukan perhatian, yaitu :
Pertama, kepala kantor akan sulit mengkoordinasi menteri/ kepala
lembaga karena walaupun dibawah presiden posisinya masih
dibawah menteri.
Kedua, berdasarkan pengalaman atau dalam prakteknya terbukti
bahwa lembaga di bawah kepresidenan (UKP4) dalam melakukan
koordinasi kementerian masih harus tergantung pada Bappenas
atas substansi yang dibahas.
Ketiga, personil dalam lembaga kepresidenan akan menjadi
banyak (kantor yang gemuk). Solusi yang diperlukan adalah
kepala kantor yang membawahi fungsi perencanaan dan

6
Pasal-pasal penting dalam regulasi terkait reposisi Bappenas disampaikan pada Tabel
1.


53

penganggaran jabatannya seharusnya setingkat menteri. Struktur
Kabinet sesuai dengan opsi 3 (tiga) disampaikan sebagaimana
Gambar 7.
Keempat, proses perencanaan pembangunan nasional tidak
sederhana dan mudah melainkan sangat kompleks terlebih karena
banyaknya Undang-Undang sektor yang masing-masing
menganggap penting dan memerlukan alokasi anggaran.
Kelima, jumlah penduduk yang tinggi dan luasnya wilayah
Indonesia memerlukan perencanaan yang tepat sesuai dengan
potensi daerah-daerah. Hal ini memerlukan posisi kementerian
yang kuat dan strategis dibandingkan sekadar kantor urusan.
J adi kesimpulan yang dapat diambil terkait dengan opsi 3 (tiga)
adalah bahwa : posisi di kantor kepresidenan meskipun lebih powerful
namun memiliki esiko proses perencanaan dan penganggaran akan
tidak tertangani dengan baik. Untuk itu perlu persiapan sambil
menunggu selesainya revisi Undang-Undang terkait misalnya UU
Keuangan Negara dan UU SPPN.

Gambar 7. Posisi Bappenas di bawah kantor Presiden (Opsi 3)






PRESIDEN
WAKIL
PRESIDEN
Kantor Perencanaan dan
penganggaran
Kementerian/
Lembaga Lainnya
Kementerian
Keuangan
Kementerian/
Lembaga lainnya
Kementerian/
Lembaga Lainnya

54

OPSI 4: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
sebagai penentu arah kebijakan RAPBN dan sebagai
think tank.

Sejak terbitnya Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, maka praktis peran lembaga perencanaan
seperti Bappenas tidak sepenuhnya bisa mensinergikan perencanaan
program/ kegiatan dengan perencanaan penganggaran
7
.
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, hal ini karena perencanaan
penganggaran yang dilakukan oleh Bappenas hanya terbatas sampai
alokasi anggaran indikatif, sedangkan alokasi definitifnya dilakukan
oleh Kementerian Keuangan. Bahkan detail kegiatan dan lokasi
kegiatan sudah tidak dilakukan oleh Bappenas misalnya dalam
perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK). Terkait DAK ini
Kementerian Keuangan berkonsultasi dengan Badan Anggaran DPR
untuk menentukan jumlah alokasi dan kabupaten yang mendapat
DAK. Penentuan ini tidak dilakukan bersama Bappenas. Hal ini
bertentangan dengan Putusan MK yang telah diterbitkan kemudian.
Penyatuan fungsi perencanaan tahunan terkait dengan
koordinasi usulan program/ kegiatan dari K/L dengan usulan
penganggaranya sudah dilakukan di negara maju misalnya di J epang.
Kompilasi usulan program/ kegiatan dari kementerian/ lembaga
diajukan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan.

7
Sebab UU 17/2013 memang merupakan regulasi rumpun keuangan, yang
memberikan otoritas penuh pada entitas organisasi pengelola keuangan ( Kementerian
Keuangan)


55

Selanjutnya oleh Kementerian Keuangan berdasarkan
konsultasi dengan legislatif, disusun perencanaan program/ kegiatan
sekaligus alokasi anggarannya masing-masing. J adi koordinasi
rencana program/ kegiatan dan anggaran serta belanja pemerintah
dilakukan oleh satu kementerian yaitu Kementerian Keuangan.
Semua ini dilakukan sebelum diajukan secara resmi oleh Perdana
Menteri kepada Diet (DPR). Pengajuan draft RAPBN tersebut (yang
disusun oleh Kemenkeu J epang) sebelumnya telah disepakati terlebih
dahulu oleh partai-partai politik. Dalam hal ini Kementerian Keuangan
J epang pada dasarnya berfungsi sepenuhnya sebagai coordinator
penyusun perencanaan anggaran kementerian/ lembaga. Sehingga
tidak terjadi duplikasi. Sedangkan kebijakan terkait industri dan
perdagangan dilakukan oleh Ministry of Trade and Industry (MITI).
Namun demikian proses perencanaan dan penganggaran oleh
Kementerian Keuangan ini, arah kebijakannya (perencanaan dan
penganggaran), harus mengacu pada Council of Economic and Fiscal
Policy yang berada di kantor Perdana Menteri J epang. J adi terpisah
antara penentu kebijakan dan perencanaan penganggarannya.
Di Indonesia, berdasarkan pelaksanaan perencanaan
penganggaran tersebut di atas, maka pengalihan fungsi perencanaan
RAPBN sepenuhnya dapat dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Disamping melaksanakan fungsi-fungsi lain misalnya sebagai
bendahara negara. Opsi ini dapat mejadi salah alternatif demi
efisiensi perencanaan program dan penganggaran. Pada prakteknya
selama ini, meski telah diatur role sharing perencanaan tahunan
disusun bersama Bappenas, tetapi duplikasi atas program/ kegiatan
tetap juga dilakukan oleh Kementerian Keuangan (yang seharusnya
menindaklanjutinya dengan Bappenas). Hal ini menyebabkan

56

anggaran APBN menjadi tidak efisien dan tidak efektif. Untuk itu untuk
menghindari duplikasi dan ketidakkonsistenan dengan RKP Bappenas
maka semua fungsi perencanaan tahunan diserahkan kepada
Kementerian Keuangan. Meskipun demikian hal ini memerlukan revisi
UU Keuangan Negara dan UU SPPN> Pada opsi ini Kementerian
Keuangan menjadi super body, padahal fungsi sebagai bendahara
negara harus kuat untuk meningkatkan pajak.
Di Amerika Serikat, fungsi perencanaan dan penganggaran
berada di kantor presiden, dikenal dengan Right Wing Office. Di
kantor presiden Amerika ini terdapat Office of Management and
Budget (OMB) yang berfungsi seperti Bappenas yaitu
mengkoordinasikan usulan perencanaan program/ kegiatan
kementerian/ lembaga. Namun demikian penyusunan rencana
tersebut mendapat arahan dari Council of Economic Advicers yang
juga berlokasi di Right Wing Office. Usulan perencanaan program
dan kegiatan dari kementerian/ lembaga ini, setelah disusun oleh
OMB, selanjutnya diajukan ke Senat dan akan dikaji oleh Budget
Committee yang berada di Senat tersebut. J adi Kementerian
Keuangan di Amerika Serikat sepenuhnya berkonsentrasi sebagai
bendahara negara (Department of Treasury).
Apabila mengacu pada pelaksanaan di Amerika Serikat
tersebut di atas, maka Kementerian Keuangan sebagai bendahara
negara dan seharusnya berkonsentrasi meningkatkan pendapatan
negara melalui Pajak, Bea Cukai dan pendapatan lain yang sangat
diperlukan untuk pembangunan. Selama ini fungsi Kementerian
Keuangan sebagai bendahara negara perlu ditingkatkan, terbukti
dengan rasio Pajak terhadap APBN masih rendah dibandingkan
negara-negara lain dan banyaknya dugaan kasus-kasus korupsi di

57

Direktorat J enderal Pajak. Namun demikian apabila opsi 4 (empat)
dipilih maka reposisi Bappenas akan berfungsi sebagai penentu arah
kebijakan perencanaan RAPBN. Arah kebijakan ini digunakan
sebagai dasar Kementerian Keuangan dalam menyusun RAPBN
setiap tahun. Arah kebijakan ini ditentukan Bappenas agar konsisten
dengan RPJ MN, sehingga output perencanaan tahunan dapat
mendukung dengan tepat outcome yang diharapkan dalam RPJ MN.
Kelemahan utama opsi ini adalah 'gemuk'nya organisasi, tugas,
fungsi dan kewenangan Kementerian Keuangan. Hal ini berlawanan
dengan prinsip good governance yang menuntut organisasi yang
ramping dan kontrol yang efektif.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembahasan RAPBN
oleh DPR seharusnya menjadi pendorong adanya peningkatan
kualitas perencanaan pembangunan dengan memadukan proses
perencanaan program sampai dengan kegiatan dengan perencanaan
penganggaran definitif. Karena setelah ditetapkan menjadi UU APBN,
tidak dapat dilakukan perubahan lagi.
Selanjutnya berdasarkan analisa dalam studi ini, diketahui
bahwa dalam rangka pemaduan perencanaan tahunan (RAPBN)
tersebut diperlukan koordinasi oleh satu lembaga pemerintah.
Koordinasi semacam ini juga dilakukan, sebagai contoh, di J epang
dan Amerika Serikat. Perubahan ini akan menciptakan satu kesatuan
usulan dari Pemerintah sebelum diajukan kepada DPR. Berpijak pada
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas dan dengan adanya
pemerintahan baru di Indonesia, maka kesempatan untuk menata

58

kementerian dan lembaga juga terbuka. Untuk itu agar dapat
berfungsi sepenuhnya sebagai pengemban tugas yaitu melaksankan
urusan perencanan pembangunan nasional, maka Bappenas perlu
direposisi. Utamanya reposisi ini adalah penguatan fungsi Bappenas
di bidang perencanaan tahunan atau RAPBN. Prinsip dasar reposisi
ini adalah penyatuan perencanaan dan penganggaran sepenuhnya
menjadi koordinasi Bappenas. Ini dilakukan dengan menggabungkan
fungsi perencanaan penganggaran oleh Direktorat J enderal Anggaran
Penganggaran dan Direktorat J enderal Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah, serta dengan UKP4 sebagai pengendalian
pembangunan. Selanjutnya Kementerian Keuangan akan
berkonsentrasi pada peningkatakan pendapatan negara melalui pajak
dan bea cukai, dalam hal ini bertindak sebagai bendahara negara.
Opsi-opsi yang mengedepankan hal hal tersebut adalah opsi 1, 3
dan 4.
Meskipun demikian, reposisi penuh Bappenas tersebut di atas
memerlukan revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN. Dan ini
memerlukan waktu yang cukup lama, karena harus dibahas dengan
DPR. Untuk itu mengingat Bappenas juga harus menyusun RPJ MN
2015-2019 maka reposisi Bappenas dapat dilakukan tanpa menunggu
revisi UU tersebut, yaitu tetap dalam posisi seperti sekarang sebagai
Kementerian Negara PPN/ Kepala Bappenas (opsi 2). Namun
demikian penguatan perlu dilakukan yaitu dalam perencanaan
tahunan atau RAPBN Bappenas melakukan koordinasi perencanaan
penganggaran non operasional atau biaya pembangunan, sedangkan
Kementerian Keuangan berperan dalam koordinasi penganggaran
biaya operasional atau biaya rutin. Menteri Keuangan dan Bappenas
sebagai wakil pemerintah melakukan pembahasan dengan DPR.

59

Sinergi role sharing perencanaan tahunan oleh Bappenas dan
Kementerian Keuangan ini akan menghasilkan alokasi yang lebih
efisien dan efektif atas pemanfaatan APBN untuk pembangunan
nasional. Selain itu juga dapat langsung bekerja menyusun RPJ M
sesuai dengan visi misi Presiden terpilih.

SARAN KRITERIA MENTERI PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN

Keberhasilan pelaksanaan tugas kementerian perencanaan
dan penganggaran tidak dapat lepas dari kapasitas individu yang
ditugaskan Presiden sebagai menterinya. Tugas pokok dan fungsi
menteri perencanaan dan penganggaran yang krusial adalah
koordinasi perencanaan pembangunan dari semua kementerian dan
lembaga pemerintah. Sedangkan subtansi perencanaan
pembangunan nasional tersebut adalah bagaimana Pemerintah dapat
menyediakan pelayanan publik sehingga masyarakat umum dapat
melakukan aktivitas guna meningkatkan kesejahteraan masing-
masing. Pemerintah turun tangan dan ada ketika dibutuhkan
masyarakat. Pemerintah diperlukan untuk menyediakan dan
memenuhi kebutuhan masyarakat di berbagai sektor pembangunan.
Untuk itu diperlukan keahlian dalam melakukan proses perencanaan
pembangunan nasional berdasarkan perencanaan strategis.
Selaras dengan pertimbangan tersebut di atas dan adanya
perubahan menuju sistim perencanaan dan penganggaran yang lebih
baik maka kriteria menteri perencanaan dan penganggaran terutama
adalah kemampuan leadership yang masuk dalam kategori
LEADERS:

60

L = Listen actively
E = Emphatic
A = Attitudes
D = Delivers on promise and commitment
E = Energy level high
R = Recognize self doubts
S = Sensitive misal Sense of Crises

Berkaitan dengan substansi pekerjaan yang kompleks dan
memerlukan keahlian tinggi dan koordinasi sumber daya manusia
yang skillnya cukup tinggi maka menteri perencanaan dan
penganggaran juga perlu mempunyai karakter-karakter sebagai
berikut:
Cerdas (smart)
Kompetensi
8
- Knowledge, Skill, Attitude
Visioner mampu terjemahkan ke Program/Action (strategist)
Decision maker
Risk taker
Selanjutnya terkait pengelolaan ke dalam (internal) maka
Menteri harus bersikap: Ing Ngarso sun tulodho, ing madya bangun
karsa, tut wuri handayani. dan bertindak sebagai berikut:
Tidak KKN dan fair terhadap semua staf/ bawahan;
J iwa Korsa;
Kepemimpinan partisipatif.


8
Menurut BusinessDictionary.com maka competence adalah A cluster of related
abilities, commitments, knowledge, dan skills that enable a person (or an organization)
to act effectively in a job or situation. Competence indicates sufficiency of knowledge
and skills that enable someone to act in a wide veriety of situations. Because each level
of responsibility has its own requirements, competence can occur in any period of a
persons life or at any stage of his or her career.

61

REFERENSI

Bappenas.2013. Tinjauan Akademis Terhadap Perubahan UU KN
17/ 2003: Menuju Sinergitas Perencanaan dan
Penganggaran. Laporan Studi internal Bappenas.
J n R. Blndal, Ian Hawkesworth and Hyun-Deok Choi (2009);
Budgeting in Indonesia OECD Journal on Budgeting, Vol.
2009/2
Nakabayashi, Mieko. 2003. Japan Budget Process RIETI (Research
Institute of Economy, Trade and Industry), IAA. J apan.
PP 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan
Nasional
Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-XI/ 2013 terkait
pengujian UU 27/ 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
dan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara terhadap UU
Dasar 1945.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional
Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
The White House. 2014. The Budget System and Concepts
http//www.whitehouse.gov

Anda mungkin juga menyukai