Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2014
ii
iii
KATA PENGANTAR
Sebagai Kementerian yang dipimpin oleh salah satu anggota Kabinet, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/ Bappenas) memiliki tugas untuk menjamin agar seluruh upaya pembangunan nasional diproses berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku. Kementerian PPN/ Bappenas mengemban tugas menyiapkan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan nasional dengan menjabarkan visi dan misi Presiden RI terpilih untuk dilaksanakan oleh seluruh anggota kabinet beserta aparatur pemerintah, dunia usaha dan seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai tujuan berbangsa bernegara. Untuk itu Kementerian PPN/ Bappenas memandang perlu melihat ke depan posisi perencanaan sebagai lembaga yang mengoordinasikan berbagai kebijakan perencanaan pembangunan secara sektoral, secara spasial, secara lintas sektoral, dan secara lintas spasial. Sebagai hasil kajian melalui serangkaian telaahan dan diskusi internal maupun eksternal, Tim Analisa Kebijakan (TAK) Bappenas dalam buku ini menyampaikan Laporan Revitalisasi Perencanaan Pembangunan Nasional: Reposisi Bappenas. Laporan ini pada intinya mengusulkan empat pilihan terbaik untuk dapat menjaga kesinambungan dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan dan penganggaran dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Keempat pilihan tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam meminimalkan dampak yang mungkin dapat menghambat penyusunan dan pelaksanaan tugas kabinet Presiden
iv
terpilih. Pilihan disusun berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan peran aktif berbagai pihak, terutama para pakar dari beberapa perguruan tinggi. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi- tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kontribusi, bantuan dan dukungan serta masukannya. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat untuk pelaksanaan tugas memberikan perencanaan pembangunan yang terbaik bagi bangsa dan negara, guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang setinggi-tingginya dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
J akarta, 11 Agustus 2014 Tim Analisa Kebijakan (TAK) - Bappenas
v
TIM ANALISA KEBIJAKAN (TAK) Bappenas Kelompok kerja untuk topik : Reposisi Bappenas
Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi Dr. Ir. Herry Suhermanto, MCP Dr. Guspika, MBA Dr. Ir. Rr. Peni Kusumastuti Lukito, MCP Dr. Ir. Budhi Santoso, MA Dr. Haryanto, SE. Ak, MA Muhyiddin, S.Sos, ME, MSc Dr. Yulius, MA Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, PhD Darmawijaya, SE Noor Arifin Mohammad, ST, MSIE Desain Cover oleh Herry Suhermanto
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii REKOMENDASI ........................................................................................... 1 PENJ ELASAN REKOMENDASI ........................................................... 2 TABEL RINGKASAN HASIL KAJ IAN DAN REKOMENDASI ........... 7 RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................... 14 REVITALISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ..... 20 I. LATAR BELAKANG ...................................................................... 20 II. IMPLIKASI ...................................................................................... 25 III. PENDEKATAN KAJ IAN ............................................................... 29 IV. HASIL KAJ IAN .............................................................................. 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 57 REFERENSI ................................................................................................ 61
viii
1 REKOMENDASI
Terdapat 4 (empat) opsi reposisi Bappenas dalam kajian ini yaitu: (1) Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/ Bappenas. Dalam opsi ini baik nomenklatur maupun proses perencanaan dan penganggaran berubah dibandingkan sekarang; (2) Kementerian Negara PPN/ Bappenas. Nomenklatur lembaga dalam opsi ini tidak berubah, tapi diperlukan penyempurnaan dalam proses perencanaan dan penganggaran; (3) Kementerian Urusan Perencanaan dan Penganggaran di bawah Kantor Presiden dan (4) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai lembaga think-tank perencanaan pembangunan nasional. Pada intinya kajian ini merekomendasikan terjadinya revitalisasi pelaksanaan fungsi perencanaan dan penganggaran (RAPBN) yang berkesinambungan dan terkoordinasi dalam satu alur kerja. Hal ini dilakukan melalui reposisi Bappenas sehingga berdampak pada penggunaan APBN yang efektif dan efisien. Dalam memilih opsi-opsi tersebut, pertimbangan utama yang perlu mendapat perhatian adalah sejauh mana opsi yang dipilih dapat segera ditetapkan tanpa harus menunggu revisi ketentuan di dalam peraturan-perundangan yang berlaku. Untuk itu, opsi yang paling realistis adalah opsi (2), yaitu tidak ada perubahan nomenklatur. Urusan pemerintah terkait perencanaan pembangunan nasional tetap dilaksanakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas yang ada. Namun demikian diperlukan perubahan proses perencanaan, yaitu penguatan Kementerian PPN/ Bappenas agar sepenuhnya menjalankan fungsi
2
perencanaan tahunan dengan mengkoordinasikan perencanaan dan penganggaran program/ kegiatan yang bersifat non operasional (pembangunan). Sedangkan untuk penganggaran operasional (rutin) dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan seperti juga fungsi- fungsi lainnya sesuai UU Keuangan Negara. Dengan opsi 2 (dua) ini Kementerian PPN/ Bappenas sesuai dengan UU yang ada dapat segera menyusun RPJ MN sesuai visi misi Presiden terpilih tanpa memerlukan revisi UU terkait. Penguatan proses perencanaan tersebut termasuk juga dengan mengembalikan sebagian fungsi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan DPR. Hal itulah yang dimaksud dengan revitalisasi pelaksanaan fungsi perencanaan pembangunan dengan mengintegrasikan perencanaan dan penganggaran di Kementerian PPN/ Bappenas. Sedangkan opsi 3 (tiga) yaitu pilihan yang menempatkan posisi dan urusan perencanaan dan penganggaran menjadi institusi di bawah kantor Presiden, mungkin akan mampu membuatnya menjadi lebih kuat (powerful), tetapi tidak akan cukup kuat untuk menangani masalah perencanaan pembangunan yang semakin kompleks.
PENJELASAN REKOMENDASI
Opsi-opsi yang memerlukan dukungan revisi Undang-Undang adalah opsi 1, 3, dan 4. Sementara itu untuk merevisi undang-undang diperlukan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Undang-Undang yang perlu direvisi misalnya adalah UU Keuangan Negara, UU SPPN, UU Pemerintah Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, atau bahkan UU Kementerian Negara. Revisi Undang-
3
Undang ini harus segera dilakukan, sementara itu di lain pihak, Bappenas harus segera menyusun RPJ MN 2015-2019 dan koordinasi penyusunan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga. Khusus untuk opsi 3 (tiga), pemikiran yang dikembangkan oleh Kemenpan dan RB, LAN dan Setkab akan memposisikan urusan perencanaan dan penganggaran di bawah Kantor Presiden. Dalam opsi ini kantor urusan tersebut menggabungkan fungsi perencanaan (Bappenas), fungsi penganggaran (Ditjen Anggaran dan Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Kemenkeu) dan fungsi pengendalian pelaksanaan (UKP4). Opsi (3) ini kurang visible karena memerlukan beberapa pertimbangan lebih lanjut sebagai berikut : 1) Penggabungan ketika fungsi tersebut akan menyebabkan kantor urusan di bawah kantor Presiden ini menjadi super body yang memerlukan struktur besar dan jumlah sumber daya manusia yang banyak. Sehingga kalau diposisikan di bawah kantor Presiden akan menjadi tidak efisien. 2) Urusan perencanaan pembangunan nasional di Indonesia sejak awal pemerintahan disadari sangat penting dan berkedudukan setingkat kementerian tersendiri karena luas dan besarnya lingkup perencanaan yaitu mencakup: Banyaknya penduduk Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk ke empat terbanyak di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat; Selain itu Indonesia dalam waktu dekat akan mengalami bonus demografi yang memerlukan upaya serius untuk menyongsong dan memanfaatkannya. Luasnya wilayah Indonesia dan penduduknya yang tersebar di berbagai pulau di sebuah negara kepulauan dengan luas
4
perairan sebesar dua kali wilayah daratan. Indonesia bukan merupakan wilayah kontinen seperti di China, di India atau di Amerika Serikat sehingga memerlukan strategi dan pendekatan pembangunan yang berbeda. Pendekatan perencanaan selama ini cenderung didominasi pendekatan sektoral, sehingga pendekatan perencanaan pembangunan regional perlu diperkuatuntuk mencegah dan mengurangi kesenjangan antargolongan masyarakat dan antardaerah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya Gini ratio. Pendekatan sektor menyebabkan pertumbuhan ekonomi berpusat di Pulau J awa. Pendekatan sektoral tersebut menguat seiring dengan berkurangnya peran Bappenas dalam perencanaan tahunan yang telah beralih ke Kementerian Keuangan dan DPR. Sebagai akibat keadaan tersebut adalah keperluan mendesak untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi APBN sebagaimana ditunjukkan oleh dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-IX/2013. Dari sisi peran Bappenas dikeluarkannya putusan MK ini menunjukkan pentingnya mengembalikan peran Bappenas sebagai penyusun rencana dan koordinator perencanaan setingkat menteri yang tidak hanya menyusun RPJ P dan RPJ M tetapi juga mengawal jaminan keterkaitan antara rencana yang disusun dengan RAPBN. 3) Urusan perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan yang tercantum dalam UU Kementerian Negara perlu diposisikan setingkat kementerian yang tidak di bawah Kantor Presiden
5
karena semakin kompleksnya egoisme sektoral dan banyaknya kementerian, lembaga, institusi yang telah didirikan. Saat ini banyak UU sektoral dan turunannya telah diterbitkan yang berisiko tumpang tindih, duplikasi dan pembiayaannya menjadi tidak efisien. Untuk itu diperlukan upaya extra berat untuk koordinasi perencanaan dan penganggarannya. Masing-masing kementerian/ lembaga mendasarkan rencana dan anggarannya pada UU dan peraturan-peraturan yang berbeda-beda dan bersifat sektoral misalnya UU Minerba, Sumber Daya Air, Pertanian, Ketahanan Pangan, Lahan, Tata Ruang, Kehutanan, Energi, Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah dll. Begitu banyaknya undang-undang sektor ini memerlukan koordinasi yang harus kuat karena menyangkut berbagai kepentingan sektoral tersebut dan pembiayaannya yang tidak selalu sejalan/searah. Untuk pencapaian efisiensi tersebut perencanaan dan penganggaran harus dikoordinasikan dalam satu rangkaian pelaksanaan fungsi manajemen oleh Kementerian Negara PPN/ Bappenas. Berdasarkan analisa mendalam atas perkembangan hasil pembangunan selama ini maka yang diperlukan justru penguatan peran koordinasi perencanaan dan keterpaduan dengan penganggaran oleh Bappenas tersebut. Hal ini dipandang sesuai dengan maksud putusan Mahkamah Konstitusi agar meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan pada fihak eksekutif (pemerintah). Penguatan perencanaan tersebut adalah dengan mengembalikan sebagian penting fungsi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yang selama ini beralih ke
6
Kementerian Keuangan dan DPR. Sedangkan rekomendasi reposisi Bappenas dengan opsi 1 perlu tetap dilakukan meski memerlukan proses revisi UU Keuangan Negara. Saat ini revisi UU Keuangan Negara yang sedang dibahas oleh DPR. Sedangkan opsi 3 (tiga) yang menempatkan urusan perencanaan dan penganggaran di bawah Kantor Presiden tidak sesuai dengan kebutuhan mendesak penyusunan RPJ MN 2015-2019 sesuai visi misi Presiden terpilih.
7 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4 Nomenklatur Lembaga
Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/ Bappenas
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas
Di bawah Kantor Presiden: Urusan Perencanaan dan Penganggaran/ Bappenas
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
J abatan Pimpinan
Menteri
Menteri
Menteri Negara
Menteri Negara Tugas Melaksanakan urusan pemerintahan terkait dengan urusan perencanaan pembangunan nasional (Pasal (4) ayat 2 UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara) Melaksanakan urusan pemerintahan terkait dengan urusan perencanaan pembangunan nasional (Pasal (4) ayat 2 UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara) Melaksanakan urusan pemerintahan terkait dengan urusan perencanaan pembangunan nasional (Pasal (4) ayat 2 UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara) Melaksanakan urusan pemerintahan terkait dengan urusan perencanaan pembangunan nasional (Pasal (4) ayat 2 UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara) Fungsi Utama 1. Menyusun perencanaan pembangunan 1. Menyusun perencanaan pembangunan 1. Menyusun perencanaan pembangunan 1. Menyusun perencanaan pembangunan
8 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4 nasional jangka panjang (RPJ P) dan jangka menengah (RPJ M).
2. Menyusun RAPBN sepenuhnya secara terpadu perencanaan program/ kegiatan dan anggaran definitif.
3. Bappenas sebagai Think Tank di bidang Perencanaan nasional jangka panjang (RPJ P) dan jangka menengah (RPJ M).
2. Menyusun RAPBN bersama Kementerian Keuangan. Bappenas coordinator perencanaan tahunan alokasi non-operasional (pembangunan); Kementerian Keuangan coordinator alokasi anggaran operasional (rutin).
3. Menyusun Rencana Program/ Kegiatan Strategis
nasional jangka panjang (RPJ P) dan jangka menengah (RPJ M).
2. Menyusun perencanaan dan penganggaran RAPBN
3. Menyusun Rencana Program/ Kegiatan Strategis
nasional jangka panjang (RPJ P) dan jangka menengah (RPJ M).
2. Menyusun arah kebijakan RAPBN setiap tahunnya sebagai acuan Kementerian Keuangan menyusun RAPBN.
3. Think Tank Perencanaan Pembangunan Nasional.
9 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4 Penganggaran; 4. Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Negara.
4. Mengendalikan keserasian RPJ P dan RPJ MN dengan RPJ PD dan RPJ MD. Sinergi perencanaan pusat dan daerah.
5. Kementerian Keuangan tetap bertugas sesuai UU Keuangan Negara.
4. Bappenas sebagai Think Tank di bidang Perencanaan Penganggaran
5. Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Negara.
4. Kementerian Keuangan bertugas sepenuhnya menyusun perencanaan dan penganggaran RAPBN baik indikatif maupun definitif.
10 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4 Implikasi (a). Integrasi perencanaan program/ kegiatan dengan penganggarannya. (b). Penyusunan RAPBN menjadi lebih efektif dan efisien. (a). Integrasi perencanaan program/ kegiatan dengan penganggarannya. (b). Penyusunan RAPBN menjadi lebih efektif dan efisien. (a). Penyatuan perencanaan program/ kegiatan dengan anggaran. (b). Kantor urusan perencanaan dan penganggaran menjadi kantor super body; (c). Penyusunan perencanaan pembangunan nasional yang kompleks berisiko tidak tertangani dengan baik. (a). Reposisi Bappenas sebagai penyusun arah kebijakan dan Think Tank Perencanaan dan Penganggaran; (b). Kementerian keuangan menjadi super body melemahkan peningkatan pendapatan dari pajak. Perubahan/ Revisi Regulasi (a). Diperlukan Revisi UU 17/ 2003, UU 25/ 2004, UU 32/2004, UU 33/ 2004, dan regulasi turunannya. (b). Revisi-revisi tersebut sedang berlangsung di DPR dan memerlukan waktu beberapa bulan/ Tidak memerlukan revisi UU.
(a). Diperlukan Revisi UU 17/ 2003, UU 25/ 2004, UU 32/2004, UU 33/ 2004, dan regulasi turunannya. (b). Revisi- revisi tersebut sedang berlangsung di DPR dan memerlukan waktu (a). Diperlukan Revisi UU 17/ 2003, UU 25/ 2004, UU 32/2004, UU 33/ 2004, dan regulasi turunannya. (b). Revisi-revisi
11 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4 tahun. beberapa bulan/ tahun. tersebut sedang berlangsung di DPR dan memerlukan waktu beberapa bulan/ tahun. Perubahan Substansi 1. Perencanaan tahunan RAPBN tidak dibatasi sampai perencanaan penganggaran indikatif tetapi sampai kegiatan dan alokasi anggaran definitifnya dalam RAPBN.
1. Menyusun RAPBN bersama-sama dengan Kementerian Keuangan. Pembagiannya adalah Bappenas perencanaan kegiatan dan alokasi anggaran non operasional (Pembangunan) sedangkan Kementerian Keuangan anggaran operasional (Rutin);
1. Menyusun RAPBN sepenuhnya diamana proses perencanaan dan penganggaran menjadi satu alur kerja di dalam Kantor Kepresidenan. Menjadi Powerful, tapi resiko tidaj tertangani dengan baik.
1. Bappenas berkonsentrasi sebagai pemberi arah kebijakan seperti Council of Economic Advicers di Amerika, Council of Economic and Fiscal Policy di J epang, KDI di Korea. Perluasan dari KEN. Dan sebagai Think Tank Pemerintah.
12 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4 2. Pemisahan Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Negara akan meningkatkan pendapatan dari pajak. 2. Kementerian Keuangan menyusun anggaran operasional (rutin) dan sebagai Bendahara Negara sesuai UU Keuangan Negara. 2. Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Negara.
2. Kementerian Keuangan berfungsi penuh sebagai perencana anggaran baik indikatif maupun definitive (RAPBN). Namun setelah berkonsultasi dan sesuai arah kebijakan Bappenas. Rekomendasi Penetapan 1. Dilaksanakan setelah selesainya revisi UU Keuangan Negara, UU SPPN, UU Pemerintah Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
1. Reposisi dilaksanakan bersamaan dalam penyusunan Kabinet hasil Pilpres 2014 karena harus segera menyusun RPJ M yang menampung visi misi Presiden 1. Dilaksanakan setelah selesainya revisi UU Keuangan Negara, UU SPPN, UU Pemerintah Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
1. Dilaksanakan setelah selesainya revisi UU Keuangan Negara, UU SPPN, UU Pemerintah Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
13 RINGKASAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI REPOSISI BAPPENAS KRITERIA OPSI 1 OPSI 2 OPSI 3 OPSI 4
2. Pemerintah mengajukan skenario ini kepada DPR untuk dimasukkan dalam revisi UU terkait.
3. Reposisi Bappenas dilakukan setelah selesainya revisi UU tersebut di atas. terpilih. 2. Reposisi Bappenas ini adalah yang paling visible saat ini karena tanpa menunggu seleseinya revisi UU.
2. Pemerintah mengajukan scenario ini kepada DPR untuk dimasukkan dalam revisi UU terkait.
3. Reposisi Bappenas dilakukan setelah selesainya revisi UU tersebut di atas.
2. Pemerintah mengajukan scenario ini kepada DPR untuk dimasukkan dalam revisi UU terkait. 3. Reposisi Bappenas dilakukan setelah selesainya revisi UU tersebut di atas. Struktur Organisasi Bappenas Struktur Bappenas lebih besar. Struktur Bappenas tetap atau sedikit perampingan. Struktur Bappenas akan lebih ramping. Struktur Bappenas akan lebih ramping
14 RINGKASAN EKSEKUTIF
Pasal 15 ayat 5 Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa ... APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Namun melalui putusan Mahkamah Konstitusi MK No. 35/PUU-IX/2013 ketentuan tersebut telah dibatalkan. Dalam hal ini fungsi dan kewenangan penganggaran DPR dalam melakukan pembahasan APBN/APBN-P tidak lagi sampai dengan rincian detil kegiatan dan jenis belanja tetapi terbatas sampai program. Keluarnya putusan MK ini memperjelas kewenangan eksekutif dan batasan hak budget legislatif. Putusan MK menuntut adanya suatu perubahan atau reformasi sistem perencanaan dan penganggaran menjadi lebih baik. Putusan MK ini membuka kesempatan untuk menyatukan perencanaan program/ kegiatan yang terpadu dengan penganggarannya yang selama ini dipisahkan antara Bappenas dan Kementerian Keuangan. Hasil kajian ini mengajukan konsep penguatan tugas Bappenas dalam menyelenggarakan urusan perencanaan pembangunan nasional sesuai UU Kementerian Negara. Penguatan ini dilakukan dengan reposisi Bappenas sehingga mampu menjalankan perencanaan dan penganggaran terpadu yang menghasilkan sinergi pembangunan baik di Pusat maupun di Daerah. Tantangan yang dihadapi Bappenas selama ini untuk menjalankan tupoksinya dengan baik adalah tidak terdapatnya kesinambungan dan/atau keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran, terutama dalam perencanaan dan penganggaran tahunan yaitu RAPBN. Berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku peran Bappenas dalam penyusunan RAPBN terbatas
15
pada penyusunan program dan alokasi anggaran indikatif, padahal dalam konsep perencanaan strategis, penentuan kegiatan dan alokasi anggaran definitif perlu dilakukan juga dalam suatu kerangka dan mekanisme koordinasi sehingga outcome yang direncanakan dapat terwujud. Terpisahnya penganggaran indikatif dan definitif menyebabkan terjadinya deviasi nyata antara perencanaan dan penganggaran. Beberapa prinsip dasar yang digunakan dalam reposisi Bappenas ini adalah : (i) penyatuan proses perencanaan tahunan mulai dari program sampai kegiatannya, (ii) penyatuan penyusunan anggaran sampai penetapan anggaran definitif, (iii) proses perencanaan dan penganggaran dikoordinasikan oleh satu kementerian/ lembaga; dan (iv) menguatkan koordinasi kementerian/ lembaga dalam perencanaan pembangunan nasional. Penguatan tugas Bappenas ini merupakan suatu pilihan karena akumulasi pengalaman dan kelengkapan sumber daya manusia dengan keahlian yang dimiliki Bappenas selama bertahun-tahun dalam menyusun perencanaan dan penganggaran secara terpadu. Kajian ini mengusulkan 4 (empat) opsi tugas, fungsi dan peran Bappenas sesuai UU Kementerian Negara yaitu melaksanakan urusan perencanaan pembangunan nasional dan sesuai UU SPPN terkait pelaksanaan fungsi menyusun perencanaan tahunan. Opsi pertama reposisi Bappenas tersebut adalah membentuk Kementerian Perencanaan dan Penganggaran (KPP). Opsi ini memerlukan revisi undang-undang terkait perencanaan dan penganggaran. Opsi kedua adalah posisi Kementerian PPN/ Bappenas dalam fungsi menyusun perencanaan tahunan seperti sekarang, namun dilakukan penguatan fungsi koordinasi perencanaan dengan fungsi penganggaran untuk
16
kegiatan-kegiatan non-operasional (pembangunan), sedangkan penganggaran rutin tetap dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Untuk opsi ketiga lembaga pelaksana fungsi perencanaan dan penganggaran berada di Kantor Presiden. Opsi ke empat, mendudukkan posisi Bappenas sebagai penentu arah kebijakan perencanaan tahunan yang penganggaranya diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan. Dalam opsi ini Kementerian PPN/ Bappenas berperan sebagai think tank Pemerintah. Opsi pertama adalah pembentukan Kementerian Perencanaan dan Penganggaran (KPP) yang apabila mengacu UU SPPN mempunyai fungsi utama yaitu menyusun perencanaan jangka panjang, menengah, tahunan. Dalam hal ini reposisi Bappenas dilakukan dengan memposisikan Bappenas sebagai koordinator perencanaan tahunan meliputi perencanaan program/ kegiatan hingga anggaran definitif RAPBN. Selain itu penguatan koordinasi perencanaan pembangunan nasional oleh KPP juga akan mencakup: (i) arah dan kebijakan yang mendorong pengembangan sektor swasta; (ii) arah perencanaan kebijakan publik, (iii) koordinasi perencanaan antarsektor dan antarwilayah, (iv) sebagai think tank konsep perencanaan strategis, kebijakan fiskal dan ekonomi nasional. Termasuk dalam opsi ini adalah penggabungan fungsi penyusunan anggaran RAPBN ke KPP dan memisahkan peran Kementerian Keuangan focus sebagai bendahara negara. Opsi ini memerlukan revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN. Opsi kedua adalah penguatan kerjasama antara Bappenas dengan Kementerian Keuangan sehingga sinergi perencanaan dan penganggaran terwujud. Role sharing antara Bappenas dengan Kementerian Keuangan dalam perencanaan penganggaran RAPBN
17
tidak dilakukan berdasarkan apakah penganggaran dalam tingkat indikatif atau definitif, melainkan dipisahkan antara penganggaran kegiatan dengan kategori biaya non operasional (pembangunan) dan biaya operasional (rutin). Penganggaran kegiatan dengan biaya rutin diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan, namun biaya pembangunan oleh Bappenas. Dalam hal ini, Bappenas juga harus terlibat dalam perencanaan fiskal bersama Kementerian Keuangan mulai dari penentuan total alokasi anggaran pembangunan, perencanaan alokasi sektoral pembangunan sampai dengan penentuan program/ kegiatan dan anggaran pembangunan dalam RAPBN. Isu penting di sini adalah dalam penentuan total alokasi anggaran pembangunan (non operasional) dimana Bappenas menentukan kegiatan dan alokasi indikatif maupun definitif dalam perencanaan tahunan (RAPBN) yang selama ini ditentukan sendiri oleh Kementerian Keuangan. Opsi ketiga adalah opsi dimana fungsi perencanaan dan penganggaran ditempatkan pada Kantor Kepresidenan. Dalam usulan ini Kepala Kantor (Urusan) Perencanaan dan Penganggaran kedudukannya setidaknya setingkat dengan Menteri sehingga dalam melaksanakan tupoksinya, Kantor Urusan perencanaan dan penganggaran tersebut memiliki kedudukan yang setara dengan lembaga yang dikoordinasikan yaitu yang tertinggi adalah Kementerian yang dipimpin oleh seorang Menteri. Kantor ini memiliki tugas utama melaksanakan perencanaan pembangunan nasional yang menyatukan fungsi perencanaan dan fungsi penganggaran secara terpadu. Adapun fungsi yang dilakukan yaitu: (i) Koordinasi perencanaan dan penganggaran kementerian/ lembaga; (ii) Koordinasi perumusan kebijakan strategis; (iii) Koordinasi kebijakan
18
fiskal. (iv) Koordinasi pengendalian pelaksanaan; dan (v) Sebagai think tank kebijakan-kebijakan strategis. Dengan berkedudukan langsung di bawah Presiden maka pemegang fungsi perencanaan program/ kegiatan dan fungsi anggaran tersebut akan - berkedudukan kuat karena mempunyai budget poweryang dikaitkan langsung dengan Presiden. Dalam opsi ini Kementerian Keuangan melaksanakan fungsi utama sebagai Bendahara Negara. Untuk melaksanakan opsi ini tindak lanjut yang diperlukan adalah revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN. Opsi keempat adalah menyerahkan sepenuhnya penyusunan RAPBN kepada Kementerian Keuangan yang sekaligus juga sebagai Bendahara Negara. Sebagai Bendahara Negara Kementerian Keuangan berkonsentrasi meningkatkan pendapatan negara dan menekan terjadinya kasus-kasus penggelapan penerimaan keuangan negara yang cukup besar terjadi selama ini. Pertimbangan utama penyerahan sepenuhnya urusan penyusunan RAPBN adalah menghindari duplikasi perencanaan program/ kegiatan antara Kementerian Keuangan dan Bappenas yang selama ini terjadi. Duplikasi ini menyebabkan pemborosan sumberdaya dan menyebabkan anggaran APBN menjadi tidak efisien dan tidak efektif akibat terjadinya deviasi karena penanganan urusan yang tidak menyatu antara Rencana Kerja Pemerintah (RKP), - Renja KL (oleh Bappenas) dengan RKA-KL - draft RAPBN (oleh Kementerian Keuangan). Dengan memberikan kewenangan penyusunan anggaran sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan maka Bappenas diposisikan untuk menjalankan fungsi sebagai penentu arah kebijakan RAPBN. Dalam hal ini sesuai UU Kementerian Negara, Bappenas tetap mempunyai tugas perencanaan pembangunan nasional tetapi
19
fungsi penganggaran RAPBN diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan. J adi fungsi Bappenas adalah menentukan arah kebijakan perencanaan tahunan yang digunakan sebagai dasar menyusun RAPBN dan fungsi think tank dalam perencanaan pembangunan. Untuk melaksanakan perubahan sesuai opsi 4 (empat) ini diperlukan revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN terlebih dahulu. Kelemahan utama opsi ini adalah 'gemuk'nya organisasi, tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Keuangan. Hal ini tentu berlawanan arah dengan kecenderungan governance yang menuntut organisasi yang ramping dan memungkinkan kontrol yang efektif.
20
REVITALISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL I. LATAR BELAKANG
Saat ini masyarakat menilai hasil-hasil pembangunan di Indonesia masih belum mampu secara nyata meningkatkan kesejahterakan rakyat pada tingkat yang optimal. Terdapat anggapan bahwa masih belum terwujud adanya keadilan sosial yang merata, atau setidaknya masih ada masalah ketidak-merataan, antara lain ditunjukkan oleh angka rasio Gini yang tinggi. Sementara itu kita juga menghadapi persaingan ekonomi antar bangsa yang semakin tinggi, antara lain dalam waktu dekat kita akan menghadapi konsekuensi daya saing antar negara sebagai akibat berlakunya kesepakatan komunitas ekonomi ASEAN. Hal lain yang menjadi tantangan berat ke depan diantaranya adalah pertambahan penduduk, kemampuan dan kapasitas untuk memanfaatkan bonus demografi, semakin terbatasnya sumber daya alam dan menurunnya kualitas lingkungan hidup, sekaligus bersamaan dengan keperluan untuk menyusun strategi agar Indonesia mampu menghindarkan diri dari jebakan middle income trap. Selain itu, terjadinya kesenjangan antar individu, antar golongan masyarakat dan kesenjangan antar wilayah semakin menambah kompleksitas penyelesaian masalah kesejahteraan bangsa. Pemerintah seringkali dihadapkan pada keadaan yang berkesan galau memilih di antara mencapai pertumbuhan tinggi atau mewujudkan pemerataan.
21
Dalam 5 (lima) tahun mendatang ketika Indonesia sudah memiliki Presiden baru permasalahan di atas diperkirakan masih akan memunculkan isu-isu strategis yang memerlukan langkah- langkah penyelesaian nyata. Kondisi ini memerlukan kerja keras dan kerja sama dari para pembantu Presiden. Kekukuhan niat dan kompetensi kementerian/ lembaga untuk bekerja lebih baik, terkoordinasi, dan bersinergi merupakan kunci dalam mengatasi permasalahan bangsa tersebut. Selama ini, mengacu kepada tugasnya sebagai salah satu pembantu Presiden dalam melaksanakan urusan perencanaan pembangunan nasional, Kementerian PPN/ Bappenas memiliki posisi di kabinet sebagai pemikir pembangunan, yang merumuskan kebijakan, menyusun rencana pembangunan, dan mengkoordinasikan pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sekaligus melakukan evaluasi atas pencapaian upaya-upaya pembangunan tersebut. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas memiliki kewenangan untuk melakukan perumusan kebijakan nasional dan proses perencanaan pembangunan. Namun demikian Bappenas tidak memiliki kewenangan untuk ikut menentukan dan mengawal penganggaran dari setiap tahapan rencana tersebut. Bahkan setelah selesai menyusun rencana, Bappenas tidak diikutsertakan secara efektif dalam menyusun anggaran. Akibatnya, hasil proses perencanaan tidak bersambung ke dalam proses penganggaran. Rencana pembangunan dan anggarannya tidak bersinergi. Bahkan beberapa rencana tidak berkait dengan pelaksanaannya.
22
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, penyusunan rencana pembangunan tidak ditangani satu kementerian/ lembaga, melainkan oleh Bappenas (UU SPPN) dan Kementerian Keuangan (UU Keuangan Negara). Akibatnya terjadi deviasi, sebagai contoh, alokasi biaya program dan kegiatan dalam DIPA (terutama belanja modal) teridentifikasi bahwa sasarannya kurang tepat. Deviasi ini terjadi karena Bappenas seringkali tidak dilibatkan dalam mengubah Renja- KL menjadi RKA-KL.
23
Beberapa fakta yang menggambarkan contoh terjadinya deviasi antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan dalam beberapa tahun terakhir ini antara lain sebagai berikut:
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bappenas (2013), terjadi deviasi dalam prioritas pembangunan dalam RKP 2012 sebesar hampir 30% dengan dokumen RKA-KL. Deviasi tersebut terjadi dalam bentuk perubahan kegiatan, pagu kegiatan, lokasi kegiatan dan indikator/sasaran kegiatan, yang terjadi dalam dua proses yaitu (i) dari Renja K/L ke dalam RKA-KL [internal pemerintah, sebelum RAPBN], dan (ii) dari RAPBN menjadi APBN; Pemerintah merencanakan pembangunan J alur Ganda Kereta Api Lintas Utara J awa dengan target operasi tahun 2013. RKP 2012 telah mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan dana. Namun dalam Pagu Definitif sebagian alokasi tersebut dialihkan pada kegiatan pembangunan dermaga di sejumlah tempat sehingga terdapat kekurangan pendanaan sebesar Rp 1,8 T; Terdapat ketidaksinkronan dalam alokasi DAK. Di dalam buku II RKP 2012 disebutkan sasaran umum pembangunan infrastruktur yang berfokus di Indonesia bagian timur. Namun, dalam pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) yang seharusnya menjadi pendukung pencapaian prioritas nasional, alokasi DAK untuk infrastruktur jalan dan air minum di wilayah timur Indonesia hanya memperoleh alokasi sekitar 30% 40%.
24
Contoh faktual di atas menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman selama ini terdapat ketidaksinambungan perencanaan dan penganggaran yang menyebabkan tidak optimalnya kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, terjadinya salah sasaran, dan munculnya inefisiensi. Dalam rangka mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembangunan maka perencanaan kebijakan, program dan kegiatan haruslah terpadu dan bahkan menyatu dengan penganggarannya. Kesatuan perencanaan dan penganggaran akan bersinergi dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Perbaikan dalam tata kelola kepemerintahan dan kelembagaan yang telah diupayakan sejak era reformasi perlu dilanjutkan dengan meningkatkan kesinambungan antara perencanaan dan penganggaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendayagunaan sumber daya pembangunan yang kita miliki. Kajian ini merupakan quick win TAK Bappenas yang mempunyai tujuan untuk menyusun Policy Discussion Paper, menelaah perlunya revitalisasi fungsi perencanaan dan penganggaran dalam suatu alur kerja yang berkesinambungan dan berorientasi pada pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Kerangka kerja disusun dengan mengacu pada rencana yang menyeluruh dan terpadu, dan pelaksanaannya yang juga terpadu sebagai sebuah kerja besar bersama antara pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat. Revitalisasi yang diinginkan tersebut perlu diikuti dengan reposisi Bappenas di dalam kabinet pemerintah yang baru.
25
II. IMPLIKASI
Selama ini perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan (RAPBN) ditangani oleh dua kementerian yaitu oleh Kementerian PPN/ Bappenas dan Kementerian Keuangan. Akibat tidak terpadunya pelaksanaan dua fungsi manajemen tersebut terjadi deviasi nyata antara perencanaan dan penganggaran., Sebagai contoh, alokasi biaya program dan kegiatan dalam DIPA (terutama belanja modal) telah teridentifikasi bahwa sasarannya kurang tepat. Dalam hal ini alokasi belanja modal yang seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ternyata tidak terwujud dengan baik. Sebagai bukti adalah outcomes pembangunan yang tidak sesuai dengan harapan. Dalam periode 1992-1997 biaya modal yang naik rata rata 7,6% ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi 7,8%; sementara itu dalam masa reformasi yaitu pada periode 2005-2011 pertumbuhan belanja modal yang tinggi secara rata-rata sebesar 23,4% ternyata hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi rata rata sebesar 5,8%. Hal ini membuktikan bahwa kinerja perencanaan dan penganggaran yang selama ini dijalankan tidak efisien. Di tingkat daerah, lemahnya koordinasi perencanaan dan penganggaran juga menyebabkan pemerintah daerah bingung dengan perencanaan pusat. Sebagai contoh, Bappenas melakukan perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada daerah terbatas pada alokasi totalnya saja, sedangkan penentuan kabupaten mana saja (dan jenis kegiatan) yang mendapat DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan. Penentuan daerah-daerah penerima DAK oleh Kementerian Keuangan ini disampaikan menjelang berakhirnya
26
masa penyusunan RAPBD di daerah, yaitu sekitar awal bulan Oktober setiap tahunnya. Pengalokasian seperti ini memberi indikasi ketidakpastian. Ketidakpastian alokasi DAK ini menyebabkan kebingungan daerah dalam menyusun RAPBD masing-masing, karena adanya indikasi ketidakpastian tersebut. Masalah ini bisa dihindari bila penentuan kegiatan/ lokasi dan anggarannya sudah ditentukan secara terpadu bersamaan dengan proses penyusunan kegiatan dan lokasinya dengan koordinasi yang dilakukan Bappenas pada bulan April-J uni setiap tahunnya, sehingga penyusunan RAPBD di daerah menjadi pasti dan terarah. Konsekuensi dari panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk menetapkan kegiatan, lokasi dan alokasi DAK secara keseluruhan menyebabkan penyerapan DIPA menjadi lambat. Hal ini karena meskipun tahun fiskal dimulai J anuari tetapi kelambatan alokasi tersebut mempengaruhi administrasi keuangan di Kementerian Keuangan dan penyiapan RAPBD sehingga daerah tidak dapat menyerap anggaran lebih cepat.
27
Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, penyerapan DIPA di Indonesia sangat lambat yaitu menumpuk pada bulan Desember setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara-negara Filipina, Thailand dan India yang penyerapannya merata setiap bulannya, maka sistim di Indonesia termasuk yang terburuk. Penyebab lambatnya penyerapan tersebut dapat disebabkan waktu yang diperlukan untuk menyusun perencanaan dan penganggaran lama sampai mendekati pada akhir tahun sehingga administrasi keuangannya juga mundur ke tahun berikutnya. Mula-mula penetapan indikatif dilakukan oleh Bappenas yang memerlukan waktu sampai 6 (enam) bulan dari J anuari sampai J uni, selanjutnya penetapan definitifnya dilakukan oleh Kementerian Keuangan yang memerlukan waktu 4 (empat) bulan dari J uli sampai Oktober. Meskipun tahun fiskal dimulai pada bulan J anuari, tetapi proses pengadaan dan administrasi anggaran di Kementerian Keuangan cukup lama. Akibatnya seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2, penyerapan dokumen anggaran di Indonesia (DIPA) lebih lama dibandingkan dengan negara-negara lain.
28
Mengacu pada Gambar 3, maka terlihat dalam kurun waktu tahun 2007 2011 tren belanja modal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi semakin menurun, di lain pihak tren alokasi belanja pegawai semakin meningkat. Kecenderungan ini dapat disebabkan oleh kerjasama dalam proses perencanaan penganggaran setiap tahunnya tidak terjadi dengan baik antara Bappenas dengan Kementerian Keuangan. Sebagai penyandang pelaksana tugas perencanaan pembangunan nasional termasuk di dalamnya perencanaan tahunan, Bappenas akan merekomendasikan bahwa perlu ada perubahan politik anggaran yang mendorong peningkatan alokasi belanja modal. Hal ini karena belanja modal sangat diperlukan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan belanja pegawai. Belanja barang dan jasa juga dapat dihemat apabila didiskusikan bersama-sama dengan baik antara Bappenas dengan Kementerian Keuangan. Artinya tugas perencanaan tahunan RAPBN dilakukan dengan kerjasama yang baik antara Bappenas dengan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan kecenderungan alokasi APBN yang berisiko adanya deviasi. Implikasi dari tidak adanya koordinasi perencanaan dan penganggaran yang harmonis antara Bappenas dan Kementerian Keuangan menyebabkan sinergi perencanaan di pusat dan sinerginya dengan daerah juga terganggu. Secara nasional hal ini tentu menghambat outcomes pembangunan yaitu laju pertumbuhan ekonomi nasional. Mengacu pada negara yang telah maju dalam perekonomiannya, fakta menunjukkan bahwa mereka menerapkan kebijakan satu pintu dalam proses perencanaan dan penganggaran. Sebuah analisa yang dilakukan oleh J on R. Blndal, Ian Hawkesworth
29
and Hyun-Deok Choi (2009) dalam Budgeting in Indonesia OECD J ournal on Budgeting, Vol. 2009/2 menyebutkan: The Indonesian planning system is therefore different from a typical central planning model. It cannot be characterised as having parallel planning and budgeting structures that duplicate each other in isolation from each other. They do complement each other at present. It can more accurately be said that a core planning function of the typical budget office is located outside the budget office in Indonesia, namely in BAPPENAS. In OECD countries, this planning function would be integrated in a single budget office, rather than separately as is the case in Indonesia. There are further inefficiencies in Indonesia, as the plan and the budget have separate structures although this separation is being addressed as part of the performance budgeting reforms. Berdasarkan studi dalam jurnal OECD ini, proses perencanaan pembangunan di Indonesia tidak biasa dilakukan dalam model perencanaan terpusat. Kajian ini memberikan wawasan bahwa implikasi pemisahaan perencanaan dari penganggaran adalah terjadinya inefisien pemanfaatan pendapatan nasional.
III. PENDEKATAN KAJIAN
Kajian cepat ini dilakukan oleh Tim Analisa Kebijakan (TAK - Bappenas) dengan melakukan analisis lemahnya pelaksanaan tupoksi Bappenas selama ini terkait dengan perencanaan dan penganggaran tahunan (RAPBN). Kajian ini juga meneliti bagaimana peran Bappenas yang diharapkan untuk dapat menghadapi tantangan pembangunan Indonesia ke depan. Kajian ini dilakukan berdasarkan
30
desk study berbagai literatur terkait. Kajian juga dilakukan dengan mempelajari perencanaan pembangunan nasional dan pembangunan ekonomi yang dipraktekkan di berbagai negara seperti Amerika, J epang, Korea, Brasil sebagai komparasi. Selain itu untuk mempertajam penulisan kajian, maka TAK melakukan diskusi terfokus dengan berbagai narasumber baik internal Bappenas maupun eksternal seperti perguruan tinggi (Undip, UGM dan UNS) dan wawancara dengan para narasumber.
IV. HASIL KAJIAN
Studi dari berbagai literatur dan sumber menyebutkan bahwa siklus perencanaan pembangunan adalah proses yang utuh dimulai dari (i) perencanaan program/ kegiatan, (ii) penganggaran, (iii). pengendalian pelaksanaan; dan (iv) evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa harus ada kesinambungan antar tahapan perencanaan tersebut sehingga penyusunannya harus dilakukan secara terpadu. Konsep dasar perencanaan ini juga digunakan pemerintah dalam perencanaan penganggaran yang berbasis kinerja dimana penentuan kegiatan dan alokasi anggaran definitif ditentukan bersama-sama. Efisiensi penganggaran berbasis kinerja (performance) ditentukan oleh rasio input terhadap output sedangkan efektifitas ditentukan oleh rasio antara output dengan outcome. Artinya, efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran tergantung pada input yaitu penentuan kegiatan dan alokasi anggarannya sejak awal sehingga outcomenya terwujud dengan baik. Dengan demikian sejak awal harus terdapat kesatuan antara penentuan program/ kegiatan dengan penghitungan
31
anggarannya. Hal ini berbeda dengan yang terjadi sekarang dimana penentuan program/ kegiatan dengan perencanaan anggaran masing- masing dilakukan terpisah oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan. Selanjutnya dalam PP Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional pada Pasal 14 ayat 2 menyebutkan bahwa Rancangan Renstra K/L ditelaah oleh Menteri (Bappenas) agar: (i) Sasaran program prioritas Presiden terjabarkan ke sasaran tujuan K/L; (ii) Kebijakan K/L konsisten dengan Rancangan Awal RPJ MN; (iii) Program dan Kegiatan K/L konsisten dengan Rancangan Awal RPJ MN; (iv) Sasaran hasil (outcome) Renstra K/L sinergis dengan program prioritas Presiden yang tertuang dalam Rancangan Awal RPJMN; (v) Sasaran keluaran (output) dalam Renstra K/L sinergi dengan sasaran hasil (outcome) dan (vi) Sumber daya yang diperlukan layak menurut kerangka ekonomi makro yang tertuang dalam Rancangan Awal RPJ MN. Pasal di dalam PP ini secara eksplisit menunjukkan bahwa metodologi penyusunan perencanaan pembangunan nasional dilakukan sesuai dengan kaidah perencanaan strategis. Termasuk dalam kaidah strategic planning ini adalah penerapan konsep logic model yang menghubungkan antara program/ kegiatan dengan outcome bahkan sampai impacts. Dengan kata lain, penentuan kegiatan dan anggarannya sangat menentukan apakah outcome yang diharapkan dapat diwujudkan dengan baik. Gambar 4 di bawah ini menunjukkan secara jelas hubungan antara kegiatan dengan sasaran hasil (outcome). Penjelasan ini juga menekankan pentingnya perencanaan dilakukan detil sejak menentukan kegiatan/ input, membuktikan
32
bahwa tidak mungkin menyusun perencanaan hanya sebatas outcomes.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang 25 tahun 2004 tentang SPPN dan turunannya, selama ini proses perencanaan dan penganggaran terpisah, tidak terpadu dan tidak berkesinambungan. Untuk itu berdasarkan uraian konsep perencanaan strategis di atas (Gambar 4. logic model) maka diperlukan perencanaan dan penganggaran dalam satu kesatuan yang terhubung, terpadu dan berkesinambungan. Beberapa pertimbangan di atas menunjukkan bahwa: (1). Keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan sangat ditentukan oleh konsistensi dan kesinambungan antara perencanaan dan penganggaran; (2). Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ketidaksinambungan perencanaan dan penganggaran menyebabkan tidak optimalnya kebijakan dan program pembangunan karena salah 4.
33
sasaran dan munculnya inefesiensi; (3). Dalam mendukung optimalisasi perencanaan dan penganggaran pada lima tahun mendatang (2015-2019) diperlukan penyatuan dan penggabungan fungsi penganggaran yang melekat pada Kementerian Keuangan c.q Ditjen Anggaran ke dalam fungsi perencanaan yang sudah ada di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Kajian ini menemukan bahwa solusi yang diperlukan untuk memadukan perencanaan dan penganggaran adalah reposisi Bappenas. Pertimbangan perlunya perubahan ini adalah: (1). Fungsi perencanaan yang dilaksanakan oleh Kementerian PPN/ Bappenas telah menetapkan tujuan dan prioritas pembangunan dengan melibatkan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, tetapi seringkali tidak tertuang dalam penganggaran RAPBN; (2). Fungsi penganggaran yang selama ini melekat pada Kementerian Keuangan c.q Dirjen Anggaran seringkali tidak nyambung dengan prioritas pembangunan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas yang direncanakan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan; (3). Proyek atau kegiatan yang diturunkan dari suatu kebijakan seringkali terlepas atau tidak terkait (decoupling) dengan tujuan dan sasaran pembangunan yang ditetapkan dan direncanakan; (4). Optimalisasi kebijakan dan program untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perlu didukung dengan keterpaduan fungsi perencanaan dan penganggaran dalam satu wadah (Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/ Badan Perencanaan dan Penganggaran Nasional).
34
Dalam rangka reformasi perencanaan dan penganggaran maka integrasi perlu dilakukan pada sistem perencanaan, subtansi dokumen perencanaan, dan proses perencanaan. Sistim sebelumnya adalah sistem informasi yang mana perencanaan, penganggaran, pengadaan, pengendalian dan evaluasi, serta audit terpisah, tidak terpadu, dan tidak efektif. Untuk itu perlu diterapkan pembaruan antara lain mencakup sistem E-Planning, Budgeting and Auditing secara terpadu. Beberapa pertimbangan untuk itu adalah: Pertama, sistem perencanaan (e-Musrenbang) oleh Kementerian PPN/ Bappenas, Sistem penganggaran (E-budgeting) oleh Kementerian Keuangan, Sistem pengadaan (E-procurement) oleh LKPP, Sistem Pengendalian dan Evaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Sistem Audit yang oleh BPKP dan BPK, yang semuanya selama ini tidak saling terpadu dan tidak terkait satu sama lain; Kedua, berbagai sistem informasi tersebut membuat proses perencanaan, penganggaran, pengendalian dan evaluasi, serta audit menjadi tidak efisien, tumpang tindih sistem, dan hambatan dalam koordinasi kebijakan dan program pembangunan, Ketiga. Kementerian pelaksana tugas Perencanaan Pembangunan Nasional perlu menata dan mengembangkan Sistem Informasi E-Planning, Budgeting and Auditing secara terpadu, melakukan sinkronisasi nomenklatur Program dan Kegiatan K/L dengan Program dan Kegiatan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD); serta penetapan tata cara dan kriteria penetapan prioritas Program dan Kegiatan K/L yang akan dilaksanakan di setiap provinsi dengan transparan dan akuntabel; Subtansi pada sistem lama masih mengacu pada Dokumen Rencana Pembangunan (RPJ MN, RKP dan Renstra K/L dan Renja
35
K/L) yang normatif, terfragmentasi dan tidak secara tegas menetapkan kebijakan industri (industrial policy) untuk memilih sektor, komoditas dan lokasi unggulan, tidak memberikan arahan bagi pemerintah daerah dan tidak secara tegas memperhitungkan rencana investasi dalam lima tahun ke depan. Sedangkan Subtansi Baru yang diusulkan melalui reposisi Bappenas adalah: Dokumen Rencana Pembangunan termasuk RPJ MN 2015-2019 dan Renstra K/L 2015- 2019, RKP dan Renja K/L harus secara tegas dan jelas memuat prioritas, rencana investasi dan arahan pembangunan daerah dalam lima tahun ke depan. Pertimbangan yang disampaikan adalah: (1) Selama ini dokumen RPJ MN dan Renstra K/L belum konsisten dan tidak tegas dalam menentukan prioritas pengembangan sektor, komoditas dan lokasi sehingga tidak memberikan arahan yang jelas bagi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan progam antara Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah; (2) Penyusunan dokumen Rencana Strategis K/L belum dikoordinasikan dengan baik sehingga muncul inkonsistensi dan inkoherensi kebijakan pertanian, perindustian dan perdagangan, dan tidak ada bisnis plan dari masing- masing K/L; (3) Dokumen RPJ MN 2015-2019 harus secara tegas dan jelas memuat kebijakan industri, rencana investasi dan arahan pembangunan daerah dalam lima tahun ke depan. (4) Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/Bappenas harus menyiapkan dokumen RPJ MN 2015-2019 dengan prioritas yang jelas, terukur dan operasional, memberikan arahan bagi Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah, memperhitungkan investasi lima tahun ke depan; serta memperhitungkan sinergi investasi pemerintah, swasta dan perbankan.
36
Format yang selama ini diterapkan adalah bahwa pelaksanaan Musrenbang belum optimal dalam menentukan prioritas belanja negara dan hanya terbatas pada belanja modal kementerian/ lembaga yang hanya sebagian dari belanja negara 1 . Untuk itu dalam format baru maka Forum Musrenbang membahas optimalisasi alokasi belanja modal kementerian/ lembaga, dana transfer daerah sampai program/ kegiatan dan alokasi definitif, serta sinkronisasi investasi pemerintah dengan investasi swasta dan perbankan. Pertimbangan adanya perubahan ini karena: (1) Selama ini proses perencanaan daerah dan nasional (Musrenbang) yang panjang dan melelahkan hanya membahas sebagian kecil dari instrumen anggaran. Sehingga dampaknya terhadap pembangunan kecil sekali. Di sisi lain, belanja subsidi, belanja dana transfer daerah dan kerjasama pemerintah- swasta tidak pernah dibahas dalam Musrenbang; (2) Investasi pemerintah tidak saling mendukung dengan investasi swasta dan kredit perbankan; (3) Dokumen Rencana Pembangunan (RPJ MN, RKP, Renstra K/L dan Renja K/L) harus memperhatikan keterkaitan langsung investasi pemerintah, investasi swasta dan perbankan; (4) Format Musrenbang harus diubah dan disempurnakan sehingga memberi ruang pembahasan bagi sinkronisasi belanja pemerintah
1 Pada musrenbang, belum optimal pada penentuan prioritas belanja, terbatas pada belanja modal (sebagian kecil) . Untuk itu menuju format baru musrenbang, optimalisasi belanja modal kementerian/ lembaga, dana transfer daerah, sinkronisasi investasi Cerminan di daerah dengan istilah beragam untuk mengamankan bottom up planning, yaitu dengan menyediakan dana pagu kecamatan sehingga partisipasi dan kontribusi lebih optimal. Catatan khusus terkait ini adalah bila nantinya sudah efektif pelaksanaan UU Desa, dengan kucuran dana 1 M per Desa, maka sebenarnya aliran dana ke daerah (Desa) sudah sangat besar, namun belum disertai dengan dukungan regulasi dan mekanisme tentang jaminan pelaksanaan dan pertanggungjawabannya
37
(belanja dekon/ TP, belanja subsidi, dan transfer daerah), dan integrasi investasi swasta dan kredit perbankan. (5) Kementerian Perencanaan dan Penganggaran/ Bappenas perlu menyiapkan FORMAT BARU Musrenbang dengan mengoptimalkan temu konsultasi triwulanan, forum musrenbang provinsi, konsultasi regional, musrebang nasional dan forum lainnya. Dalam kajian ini juga dilakukan identifikasi pasal-pasal penting dalam Undang-Undang yang mengatur tugas, fungsi dan kelembagaan terkait perencanaan dan penganggaran. Ada 3 (tiga) Undang-Undang yang di kaji yaitu UU Kementerian Negara, UU Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Keuangan Negara. Diketahui bahwa pilihan opsi yang ditawarkan akan menentukan perlu tidaknya setiap Undang-Undang tersebut di revisi. Konsekuensi dari perlunya revisi adalah lamanya waktu yang diperlukan, padahal kebutuhan penyusunan kabinet harus segera dilakukan oleh Presiden terpilih. Segera setelah kabinet tersusun maka kementerian/ lembaga dengan tugas melaksanakan urusan perencanaan pembangunan nasional harus segera bekerja menyusun RPJ M yang relevan dengan visi misi Presiden terpilih. Tabel 1. menyampaikan pasal-pasal penting terkait tugas, fungsi dan kelembagaan perencanaan dan pengangggaran dan catatan-catatan penting.
38
Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara UU No. 25/ 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara Keterangan/ Catatan
Pasal 4. Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam Pemerintahan. Hal ini disebut tugas karena kementerian melaksanankan tugas menyelenggarakan urusan pemerintah terkait urusan tertentu sesuai UU Kementerian Negara.
Pasal 4 ayat (1). Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Ayat (2). Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Terdiri atas: a. Nomenklatur Kementerian tegas disebut dalam UUD 1945; b. Ruang lingkup Kementerian disebutkan dalam UU 1945; c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
Pasal 12 ayat (1) Menteri <Kepala Bappenas> menyusun rancangan akhir RPJ P Nasional berdasarkan hasil Musrenbang J angka Panjang Nasional. Pasal 18 ayat (1). Menteri menyusun rancangan akhir RPJ MN berdasarkan hasil Musrenbang J angka Menengah Nasional.... Pasal 20 (1). Menteri menyiapkan rancangan awal RKP sebagai penjabaran
Pasal 6 ayat (2): Menteri Keuangan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara: selaku pengelola fiskal
Pasal 7 ayat (2). Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara setiap tahun disusun APBN dan APBD.
Bappenas bertugas dalam urusan perencanaan pembangunan nasional dengan fungsinya menyusun perencanaan jangka panjang RPJ P, perencanaan jangka menengah RPJ M dan perencanaan tahunan RKP.
Perencanaan tahunan didahului dengan menyusun RKP dan anggaran renja -K/L yang masih indikatif. Dilanjutkan
39
Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara UU No. 25/ 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara Keterangan/ Catatan dari RPJ M Nasional .... penyusunan RAPBN oleh Kementerian Keuangan dan mengubah Renja KL menjadi RKA-KL dengan anggaran definitif.
Pasal 4 ayat 2.c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah
Pasal 25 ayat (1) RKP menjadi pedoman penyusunan RAPBN
Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara,......dst.
Pasal 8 Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal menteri Keuangan mempunyai tugas: 1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan
Kementerian Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan keuangan (UU Kementerian Negara Pasal 4 ayat (2) b.)). Rincian tugas ini disampakan pada Pasal 8 UU Keuangan Negara. Pasal budget power adalah poin 1 dan 2.
40
Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara UU No. 25/ 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara Keterangan/ Catatan Perubahan APBN; 3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara; 6. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara; 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
41
Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara UU No. 25/ 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara Keterangan/ Catatan pelaksanaan APBN; 8. Melaksanakan tugas- tugas lain di bidang pengelolaan fiskal ;
Pasal 6. Setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri.
Posisi Bappenas dalam kabinet dapat terjadi tidak dengan posisi sebagai Kementerian. Hal ini berdampak peda perampingan struktur Bappenas sekarang.
Pasal 8 ayat (3). Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) menyelenggrakan fungsi: a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya; b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di
Pasal 12 ayat (1). APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara, (2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
42
Tabel 1. PASAL-PASAL PENTING TERKAIT KELEMBAGAAN PERENCANAAN PENGANGGARAN UU No. 39/ 2008 tentang Kementerian Negara UU No. 25/ 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara Keterangan/ Catatan bidangnya; c. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
43
Berdasarkan pemahaman studi ini yang disampaikan tersebut di atas baik secara teori, praktek dan regulasi, maka diketahui akan pentingnya penyatuan secara terintegrasi perencanaan program/ kegiatan dan penganggaran dilakukan oleh satu instansi sebagai koordinator perencanaan. Sesuai dengan prinsip dasar ini maka studi kebijakan ini mengajukan alternatif solusi reposisi kelembagaan terkait dengan perencanaan dan penganggaran. Peran tersebut seharusnya dilakukan oleh Bappenas. Saat ini peran tersebut tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan karena adanya duplikasi akibat pembagian peran dengan Kementerian Keuangan. Untuk itu diperlukan reposisi Bappenas yang terdiri 4 (empat) opsi yang dapat disampaikan dalam kajian ini dengan harapan dapat direalisasi dalam penyusunan kabinet baru, oleh Presiden terpilih hasil Pilpres 2014.
OPSI 1: Kementerian Perencanaan dan Penganggaran
Proses perencanaan dan penganggaran tahunan harus berubah sebagai konsekuensi dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-XI/ 2013 terkait pengujian UU 27/ 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara terhadap Undang Undang Dasar 1945. Sesuai putusan ini DPR tidak lagi membahas RAPBN sampai satuan 3 (tiga) i.e. kegiatan, melainkan terbatas sampai program. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini seharusnya dapat mendorong adanya peningkatan kualitas perencanaan pembangunan nasional yang ditugaskan kepada Bappenas.
44
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan pijakan dasar untuk melakukan perubahan sistim perencanaan dan penganggaran yang tidak efisien dan efektif yang selama ini telah dilakukan. Reposisi Bappenas dilakukan sedemikian sehingga proses perencanaan program/ kegiatan terpadu dengan proses perencanaan dan penganggaran 2 . Dalam menyusun perencanaan pembangunan nasional yang terpadu, maka sangat penting adanya koordinasi perencanaan secara terpadu antara perencanaan program/ kegiatan dengan alokasi penganggarannya, serta pengendalian pelaksanaan seperti tersebut di atas. Hal ini bisa terwujud bila dilakukan oleh hanya satu kementerian/ lembaga sebagai koordinator perencanaan. Untuk itu diusulkan dalam kabinet mendatang terbentuk Kementerian Perencanaan dan Penganggaran (KPP) dengan menggabungkan Bappenas, fungsi Dirjen anggaran di Kementerian Keuangan dan fungsi UKP4. 3 Dengan demikian fungsi perencanaan menjadi utuh yaitu dimulai dari (i) perencanaan (ii) penganggaran (iii) pengendalian
2 Opsi pertama ini sangat menjanjikan untuk memberikan perubahan dan perbaikan kinerja perencanaan dan penganggaran pembangunan Perlu dipertimbangkan tentang kepastian berjalannya fungsi akibat penggabungan 3 unit: (lini, koordinator/staf, dan penasehat presiden); kepastian tentang alokasi anggaran yang tergantung pada otoritas keuangan (khususnya terkait dengan pendapatan negara); kepastian tentang kemudahan perubahan atas regulasi sektor masing-masing unit yang akan digabung; dan tentunya keselarasan dengan kebijakan presiden yang akan diterapkan serta kesediaan unit kerja lain yang akan diajak bergabung 3 Ada 3 institusi/unit yang bergabung dalam KPP, yaitu Bappenas, Dirjen Anggaran, dan UKP4, masing-masing memiliki peran lama yang sangat strategis, didasarkan pada regulasi yang terpisah, sehingga perlu perombakan dalam skenario kebijakan pemerintah yang baru. Ada fungsi dan kedudukan yang berbeda di antara ketiga unit tersebut, ada fungsi lini (Dirjen Anggaran), ada fungsi koordinator (Bappenas), ada fungsi penasehat (UKP4). Secara struktural akan tidak bisa berfungsi dan berkedudukan seperti yang lama, perlu dipertimbangkan eksistensi dan efektivitas fungsi tersebut pasca penggabungan
45
pelaksanaan; dan (iv) evaluasi . Isu krusial dalam hal ini adalah bahwa fungsi anggaran di Kemenkeu akan dilebur ke dalam fungsi perencanaan program/ kegiatan (yang selama ini dilakukan oleh Kementerian PPN/ Bappenas).
Gambar 5. Siklus Perencanaan Pembangunan Tahunan
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penyatuan atau koordinasi perencanaan oleh satu kementerian/ lembaga pemerintah. Hal ini karena konsep dasar penyusunan RAPBN tidak bisa dipisahkan antara penyusunan program/ kegiatan dengan penyusunan anggarannya. Perlu mewujudkan adanya satu kesatuan usulan dari Pemerintah sebelum anggaran diajukan kepada DPR. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, merupakan kesempatan untuk memperbaiki sistim perencanaan pembangunan di
46
Indonesia yang selama ini tidak terkoordinasi dengan baik. Dengan adanya pemerintah baru di Indonesia, sesuai hasil Pemilu 2014, kesempatan untuk menata kementerian dan lembaga juga terbuka. Prinsip penyatuan perencanaan dan penganggaran dilakukan dengan reposisi Bappenas yaitu menyatukan fungsi penganggaran indikatif dan definitif yang selama ini dilakukan oleh Direktorat J enderal Anggaran. Penyatuan juga dilakukan dengan UKP4 sebagai pengendali pelaksana pembangunan. Gambar 5 menunjukkan siklus perencanaan yang lengkap yang akan terwujud bila reposisi Bappenas opsi 1 (satu) ini dilakukan. Sebagai Kementerian Perencanaan dan Penganggaran (KPP), maka rincian tugas melaksanakan urusan Pemerintah terkait dengan perencanaan pembangunan nasional akan mencakup: (1) menyusun perencanaan program/ kegiatan sesuai dengan isu-isu strategis berkenaan dengan pembangunan nasional; (ii) melaksanakan perencanaan penganggaran pembangunan; (iii). melaksanakan pengendalian dan pelaksanaan pembangunan sehingga pelaksanaan pembangunan tepat waktu sesuai dengan tujuan perencanannya. Sedangkan beberapa fungsi penting KPP tersebut mencakup: (i) menyusun perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah (RPJ MN) dan tahunan (RKP-RAPBN) sejak asumsi makro, target investasi fiskal sektor pembangunan sampai dengan program/ kegiatan dan daerah dan anggarannya yang definitif; (ii) menyusun perencanaan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) dalam kerangka Medium Term Expenditure Framework; (MTEF); (iii) koordinasi penyusunan program dan kegiatan serta pengendalian pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah, melalui Musrenbang, sehingga tepat sasaran. Tiga fungsi ini
47
dilakukan berdasarkan juga dengan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan dari academic research, sehingga KPP juga akan berfungsi sebagai think tank. Sebagai contoh, untuk menentukan alokasi penganggaran dalam rangka mendorong ketahanan pangan, diperlukan konsep yang matang dan tajam (terkait dengan tujuan dan cara mewujudkan ketahanan pangan nasional tersebut). Hal ini karena pencapaian ketahanan pangan akan melibatkan berbagai kementerian/ lembaga baik di Pusat maupun di Daerah. Untuk melaksanakan hal ini maka diperlukan koordinasi perencanaan oleh KPP. Pada opsi 1 (satu) ini, Struktur Kabinet dapat mengacu pada Gambar 6 dimana Kementerian Keuangan akan berkonsentrasi pada peningkatakan pendapatan negara melalui pajak dan bea cukai, dan bertindak sebagai bendahara negara. Sedangkan Kementerian Perencanaan dan Penganggaran akan melaksanakan sepenuhnya tugas pemerintah melaksanakan urusan perencanaan pembangunan nasional sesuai UU Kementerian Negara.
OPSI 2: Penguatan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran
Pada opsi 2 (dua), penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) akan dilaksanakan oleh 2 (dua) lembaga secara terpadu, yaitu Kementerian Keuangan dan Bappenas. Model pelaksanaan penyusunan RAPBN ini pernah dilaksanakan pada tahun anggaran 1971/ 72 hingga tahun anggaran 2003. Kemudian sejak tahun 2004 sampai sekarang dilaksanakan sesuai dengan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam pelaksanaan penyusunan RAPBN, Pemerintah menunjuk Kemenkeu
48
menjadi koordinator untuk keseluruhan penyusunan RAPBN. Untuk beberapa komponen dalam RAPBN, Kemenkeu berkoordinasi secara langsung dengan kementerian/ lembaga terkait. Kebijakan belanja RAPBN secara garis besar dibagi dalam 2 (dua) kelompok belanja, yaitu: (a) Belanja Operasional (Rutin); dan (b) Belanja Non Operasional (Pembangunan). Belanja operasional (rutin) terdiri atas: (i) Belanja Pegawai; (ii) Belanja Barang; (iii) transfer ke daerah; (iv) Cicilan dan Bunga; dan (v) Lain-lain (termasuk subsidi BBM). Kelompok belanja ini dikoordinasikan oleh Kemenkeu dengan beberapa kementerian/ lembaga seperti Kemendagri, Kementerian ESDM, Bappenas, dan beberapa K/L lainnya. Sedangkan belanja non operasional (pembangunan) dikoordinasikan oleh Bappenas dengan mitra seluruh kementerian/ lembaga. Belanja pembangunan dibiayai melalui: (a) Pembiayaan Rupiah; dan (b) Pinjaman proyek lainnya seperti dari luar negeri. Pembiayaan rupiah merupakan selisih antara Pendapatan dalam negeri (penerimaan migas, nonmigas, pajak dan PNBP) dikurangi belanja rutin. Dalam opsi ini Bappenas mengkoordinasikan belanja pembangunan hingga satuan 3 (satuan tiga yaitu proyek atau kegiatan), sementara untuk satuan biaya (costing) dilakukan oleh Kemenkeu. Kemudian Anggaran rutin dan pembangunan disatukan dalam satu kesatuan RAPBN untuk kemudian diajukan ke DPR untuk dibahas dan mendapatkan pengesahan menjadi APBN. Dengan model perencanaan dan penganggaran berupa role sharing penyusunan RAPBN yang mana Bappenas berfokus pada penyusunan anggaran pembangunan, pemerintah dapat mencapai target-target pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam Repelita dan Sarlita.
49
Terkait dengan peran dalam Fiskal dan Moneter, maka Bappenas aktif dan berperan dalam menentukan asumsi makro bersama Kemenkeu dan Bank Indonesia. Asumsi makro ini juga menjadi acuan dalam mencapai target-target makro ekonomi pemerintahan. Dengan mengkoordinasikan penentuan asumsi makro, Bappenas dapat melakukan pendetailan rencana melalui RAPBN (dalam rangka mencapai target-target makro tersebut). Disamping menjadi leader dalam asumsi makro, Bappenas juga berperan aktif dalam Dewan Moneter dan Tim Tarif (bersama Kemenkeu dan Bank Indonesia). Penerapan model Perencanaan dan Penganggaran ini pada dasarnya cukup efektif dan efisien, terutama dalam mencapai target-target pembangunan yang ditetapkan pemerintah. Peran Bappenas pada opsi 2 (dua) ini sebagai leader dalam penyusunan kerangka ekonomi makro dan dalam penentuan asumsi makro. Kerangka ekonomi makro ini kemudian akan diterjemahkan dalam RPJ MN dan dalam dokumen perencanaan tahunan. Bappenas juga akan aktif menjadi anggota dalam koordinasi di tingkat makro seperti koordinasi stabilitas moneter, tim tarif, serta semacam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang menangani situasi krisis. J adi inti dari opsi 2 (dua) adalah revitalisasi Bappenas tersebut dan dikaitkan dengan pembagian penyusunan RAPBN menjadi 2 (dua) yang terdiri atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Peran Kemenkeu akan terpusat pada penyusunan penganggaran RAPBN secara keseluruhan sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan dengan DPR, sedangkan peran Bappenas mengkoordinasi penyusunan anggaran non operasional (pembangunan) sampai level satuan 3 (proyek atau kegiatan, dokumennya RKAKL dan anggaran definitif).
50
Dengan menjadi leader yang berkonsentrasi dalam anggaran pembangunan, maka Bappenas dapat melakukan harmonisasi target- target makro ekonomi hingga transformasi struktural perekonomian nasional. Reposisi Bappenas dalam struktur kabinet untuk Opsi 2 (dua) ini dapat juga mengacu sebagaimana terlihat pada Gambar 6 dimana Kementerian PPN/ Bappenas dalam perencanaan tahunan menyusun RAPBN pada komponen biaya non operasional (pembangunan). Sedangkan Kemenkeu melakukan koordinasi penganggaran APBN dari komponen biaya operasional (rutin).
Gambar 6.Posisi Bappenas pada Struktur Kabinet untuk Opsi 1 dan Opsi 2
OPSI 3: Perencanaan dan Penganggaran Berada di Kantor Presiden Pemikiran agar koordinasi perencanaan pembangunan yang kuat dapat diwujudkan (poweful) maka diajukan alternatif ketiga atau opsi 3 (tiga) yaitu bahwa posisi penyatuan fungsi perencanaan dan penganggaran diletakkan pada Kantor Presiden. Dengan demikian PRESIDEN WAKIL PRESIDEN Dewan Ekonomi Nasional Kantor Presiden Kementerian/ Lembaga Lainnya Kementerian Keuangan Kementerian PPN/ Bappenas Kementerian/ Lembaga lainnya
51
diharapkan mempunyai kedudukan yang kuat dan apabila Wakil Presiden atau Menko Perekonomian akan menyusun atau melakukan perubahan kebijakan pembangunan tidak dapat dilakukan langsung dengan memerintah Kementerian terkait perencanaan dan penganggaran tetapi harus di bawah koordinasi presiden terlebih dahulu 4 . J adi fungsi perencanaan dan penganggaran diusulkan untuk ditempatkan di bawah Kantor Presiden sehingga komunikasi antara presiden misalnya terkait perencanaan strategis dapat dilakukan secara langsung dan akan segera ditaati oleh kementerian/ lembaga (karena lebih powerful). Diharapkan dengan posisi di Kantor Kepresidenan tersebut akan dapat mengkoordinasi kementerian dan kelembagaan dengan lebih efektif. Selain itu dengan berada langsung dibawah presiden maka persoalan pembangunan yang bersifat strategis dapat secara langsung terinformasi dengan lebih baik kepada presiden. Dalam proses pengambilan kebijakan, Presiden akan mendapatkan input langsung dari kantor unit yang mengkoordinir persoalan perencanaan dan penganggaran 5 tersebut. Meskipun demikian, dalam menyusun struktur kabinet, Presiden terpilih 2014-2019 harus mengacu pada UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mana dalam UU tersebut telah
4 Secara label di bawah Kantor Presiden menjadi sangat elitis dan powerful, pengawalan kebijakan menjadi mudah, komunikasi langsung lebih mudah; namun secara logika struktural bisa terjadi kehilangan banyak hal, eselonnya lebih rendah (di bawah setneg), sulit dalam koordinasi, tidak bisa menjadi super body (karena posisinya hanya fungsi staf/penasehat) Perlu melihat dan memperhatikan struktur organisasi unit kepresidenan, termasuk eselonisasi dan pola hubungan dengan kementerian dan lembaga 5 Pada usulan LAN maka Kantor Presiden akan terdiri dari sekretariat negara, kantor urusan perencanaan dan penganggaran, kantor urusan reformasi adminstrasi, kantor urusan pengawasan dan kantor urusan desentralisasi dan otonomi daerah.
52
memuat 2 (dua) hal yaitu: (i) terkait berbagai urusan pemerintahan secara rinci; dan (ii) jumlah kementerian dibatasi hanya 34 (tiga puluh empat). Tugas melaksanakan urusan Pemerintah terkait perencanaan pembangunan nasional dimungkinkan tidak setingkat Kementerian/ Lembaga, yang mana hal ini sesuai dengan Pasal 5 Ayat 3 menyebutkan bahwa: ...urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional.... Selanjutnya pada pasal 6. menyebutkan 6
setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri. Dengan demikian, usulan bahwa fungsi perencanaan dan penganggaran berada di Kantor Presiden mempunyai beberapa konsekuensi yang memerlukan perhatian, yaitu : Pertama, kepala kantor akan sulit mengkoordinasi menteri/ kepala lembaga karena walaupun dibawah presiden posisinya masih dibawah menteri. Kedua, berdasarkan pengalaman atau dalam prakteknya terbukti bahwa lembaga di bawah kepresidenan (UKP4) dalam melakukan koordinasi kementerian masih harus tergantung pada Bappenas atas substansi yang dibahas. Ketiga, personil dalam lembaga kepresidenan akan menjadi banyak (kantor yang gemuk). Solusi yang diperlukan adalah kepala kantor yang membawahi fungsi perencanaan dan
6 Pasal-pasal penting dalam regulasi terkait reposisi Bappenas disampaikan pada Tabel 1.
53
penganggaran jabatannya seharusnya setingkat menteri. Struktur Kabinet sesuai dengan opsi 3 (tiga) disampaikan sebagaimana Gambar 7. Keempat, proses perencanaan pembangunan nasional tidak sederhana dan mudah melainkan sangat kompleks terlebih karena banyaknya Undang-Undang sektor yang masing-masing menganggap penting dan memerlukan alokasi anggaran. Kelima, jumlah penduduk yang tinggi dan luasnya wilayah Indonesia memerlukan perencanaan yang tepat sesuai dengan potensi daerah-daerah. Hal ini memerlukan posisi kementerian yang kuat dan strategis dibandingkan sekadar kantor urusan. J adi kesimpulan yang dapat diambil terkait dengan opsi 3 (tiga) adalah bahwa : posisi di kantor kepresidenan meskipun lebih powerful namun memiliki esiko proses perencanaan dan penganggaran akan tidak tertangani dengan baik. Untuk itu perlu persiapan sambil menunggu selesainya revisi Undang-Undang terkait misalnya UU Keuangan Negara dan UU SPPN.
Gambar 7. Posisi Bappenas di bawah kantor Presiden (Opsi 3)
PRESIDEN WAKIL PRESIDEN Kantor Perencanaan dan penganggaran Kementerian/ Lembaga Lainnya Kementerian Keuangan Kementerian/ Lembaga lainnya Kementerian/ Lembaga Lainnya
54
OPSI 4: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai penentu arah kebijakan RAPBN dan sebagai think tank.
Sejak terbitnya Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka praktis peran lembaga perencanaan seperti Bappenas tidak sepenuhnya bisa mensinergikan perencanaan program/ kegiatan dengan perencanaan penganggaran 7 . Sebagaimana disampaikan sebelumnya, hal ini karena perencanaan penganggaran yang dilakukan oleh Bappenas hanya terbatas sampai alokasi anggaran indikatif, sedangkan alokasi definitifnya dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Bahkan detail kegiatan dan lokasi kegiatan sudah tidak dilakukan oleh Bappenas misalnya dalam perencanaan Dana Alokasi Khusus (DAK). Terkait DAK ini Kementerian Keuangan berkonsultasi dengan Badan Anggaran DPR untuk menentukan jumlah alokasi dan kabupaten yang mendapat DAK. Penentuan ini tidak dilakukan bersama Bappenas. Hal ini bertentangan dengan Putusan MK yang telah diterbitkan kemudian. Penyatuan fungsi perencanaan tahunan terkait dengan koordinasi usulan program/ kegiatan dari K/L dengan usulan penganggaranya sudah dilakukan di negara maju misalnya di J epang. Kompilasi usulan program/ kegiatan dari kementerian/ lembaga diajukan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan.
7 Sebab UU 17/2013 memang merupakan regulasi rumpun keuangan, yang memberikan otoritas penuh pada entitas organisasi pengelola keuangan ( Kementerian Keuangan)
55
Selanjutnya oleh Kementerian Keuangan berdasarkan konsultasi dengan legislatif, disusun perencanaan program/ kegiatan sekaligus alokasi anggarannya masing-masing. J adi koordinasi rencana program/ kegiatan dan anggaran serta belanja pemerintah dilakukan oleh satu kementerian yaitu Kementerian Keuangan. Semua ini dilakukan sebelum diajukan secara resmi oleh Perdana Menteri kepada Diet (DPR). Pengajuan draft RAPBN tersebut (yang disusun oleh Kemenkeu J epang) sebelumnya telah disepakati terlebih dahulu oleh partai-partai politik. Dalam hal ini Kementerian Keuangan J epang pada dasarnya berfungsi sepenuhnya sebagai coordinator penyusun perencanaan anggaran kementerian/ lembaga. Sehingga tidak terjadi duplikasi. Sedangkan kebijakan terkait industri dan perdagangan dilakukan oleh Ministry of Trade and Industry (MITI). Namun demikian proses perencanaan dan penganggaran oleh Kementerian Keuangan ini, arah kebijakannya (perencanaan dan penganggaran), harus mengacu pada Council of Economic and Fiscal Policy yang berada di kantor Perdana Menteri J epang. J adi terpisah antara penentu kebijakan dan perencanaan penganggarannya. Di Indonesia, berdasarkan pelaksanaan perencanaan penganggaran tersebut di atas, maka pengalihan fungsi perencanaan RAPBN sepenuhnya dapat dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Disamping melaksanakan fungsi-fungsi lain misalnya sebagai bendahara negara. Opsi ini dapat mejadi salah alternatif demi efisiensi perencanaan program dan penganggaran. Pada prakteknya selama ini, meski telah diatur role sharing perencanaan tahunan disusun bersama Bappenas, tetapi duplikasi atas program/ kegiatan tetap juga dilakukan oleh Kementerian Keuangan (yang seharusnya menindaklanjutinya dengan Bappenas). Hal ini menyebabkan
56
anggaran APBN menjadi tidak efisien dan tidak efektif. Untuk itu untuk menghindari duplikasi dan ketidakkonsistenan dengan RKP Bappenas maka semua fungsi perencanaan tahunan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Meskipun demikian hal ini memerlukan revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN> Pada opsi ini Kementerian Keuangan menjadi super body, padahal fungsi sebagai bendahara negara harus kuat untuk meningkatkan pajak. Di Amerika Serikat, fungsi perencanaan dan penganggaran berada di kantor presiden, dikenal dengan Right Wing Office. Di kantor presiden Amerika ini terdapat Office of Management and Budget (OMB) yang berfungsi seperti Bappenas yaitu mengkoordinasikan usulan perencanaan program/ kegiatan kementerian/ lembaga. Namun demikian penyusunan rencana tersebut mendapat arahan dari Council of Economic Advicers yang juga berlokasi di Right Wing Office. Usulan perencanaan program dan kegiatan dari kementerian/ lembaga ini, setelah disusun oleh OMB, selanjutnya diajukan ke Senat dan akan dikaji oleh Budget Committee yang berada di Senat tersebut. J adi Kementerian Keuangan di Amerika Serikat sepenuhnya berkonsentrasi sebagai bendahara negara (Department of Treasury). Apabila mengacu pada pelaksanaan di Amerika Serikat tersebut di atas, maka Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara dan seharusnya berkonsentrasi meningkatkan pendapatan negara melalui Pajak, Bea Cukai dan pendapatan lain yang sangat diperlukan untuk pembangunan. Selama ini fungsi Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara perlu ditingkatkan, terbukti dengan rasio Pajak terhadap APBN masih rendah dibandingkan negara-negara lain dan banyaknya dugaan kasus-kasus korupsi di
57
Direktorat J enderal Pajak. Namun demikian apabila opsi 4 (empat) dipilih maka reposisi Bappenas akan berfungsi sebagai penentu arah kebijakan perencanaan RAPBN. Arah kebijakan ini digunakan sebagai dasar Kementerian Keuangan dalam menyusun RAPBN setiap tahun. Arah kebijakan ini ditentukan Bappenas agar konsisten dengan RPJ MN, sehingga output perencanaan tahunan dapat mendukung dengan tepat outcome yang diharapkan dalam RPJ MN. Kelemahan utama opsi ini adalah 'gemuk'nya organisasi, tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Keuangan. Hal ini berlawanan dengan prinsip good governance yang menuntut organisasi yang ramping dan kontrol yang efektif.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembahasan RAPBN oleh DPR seharusnya menjadi pendorong adanya peningkatan kualitas perencanaan pembangunan dengan memadukan proses perencanaan program sampai dengan kegiatan dengan perencanaan penganggaran definitif. Karena setelah ditetapkan menjadi UU APBN, tidak dapat dilakukan perubahan lagi. Selanjutnya berdasarkan analisa dalam studi ini, diketahui bahwa dalam rangka pemaduan perencanaan tahunan (RAPBN) tersebut diperlukan koordinasi oleh satu lembaga pemerintah. Koordinasi semacam ini juga dilakukan, sebagai contoh, di J epang dan Amerika Serikat. Perubahan ini akan menciptakan satu kesatuan usulan dari Pemerintah sebelum diajukan kepada DPR. Berpijak pada putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas dan dengan adanya pemerintahan baru di Indonesia, maka kesempatan untuk menata
58
kementerian dan lembaga juga terbuka. Untuk itu agar dapat berfungsi sepenuhnya sebagai pengemban tugas yaitu melaksankan urusan perencanan pembangunan nasional, maka Bappenas perlu direposisi. Utamanya reposisi ini adalah penguatan fungsi Bappenas di bidang perencanaan tahunan atau RAPBN. Prinsip dasar reposisi ini adalah penyatuan perencanaan dan penganggaran sepenuhnya menjadi koordinasi Bappenas. Ini dilakukan dengan menggabungkan fungsi perencanaan penganggaran oleh Direktorat J enderal Anggaran Penganggaran dan Direktorat J enderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta dengan UKP4 sebagai pengendalian pembangunan. Selanjutnya Kementerian Keuangan akan berkonsentrasi pada peningkatakan pendapatan negara melalui pajak dan bea cukai, dalam hal ini bertindak sebagai bendahara negara. Opsi-opsi yang mengedepankan hal hal tersebut adalah opsi 1, 3 dan 4. Meskipun demikian, reposisi penuh Bappenas tersebut di atas memerlukan revisi UU Keuangan Negara dan UU SPPN. Dan ini memerlukan waktu yang cukup lama, karena harus dibahas dengan DPR. Untuk itu mengingat Bappenas juga harus menyusun RPJ MN 2015-2019 maka reposisi Bappenas dapat dilakukan tanpa menunggu revisi UU tersebut, yaitu tetap dalam posisi seperti sekarang sebagai Kementerian Negara PPN/ Kepala Bappenas (opsi 2). Namun demikian penguatan perlu dilakukan yaitu dalam perencanaan tahunan atau RAPBN Bappenas melakukan koordinasi perencanaan penganggaran non operasional atau biaya pembangunan, sedangkan Kementerian Keuangan berperan dalam koordinasi penganggaran biaya operasional atau biaya rutin. Menteri Keuangan dan Bappenas sebagai wakil pemerintah melakukan pembahasan dengan DPR.
59
Sinergi role sharing perencanaan tahunan oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan ini akan menghasilkan alokasi yang lebih efisien dan efektif atas pemanfaatan APBN untuk pembangunan nasional. Selain itu juga dapat langsung bekerja menyusun RPJ M sesuai dengan visi misi Presiden terpilih.
SARAN KRITERIA MENTERI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Keberhasilan pelaksanaan tugas kementerian perencanaan dan penganggaran tidak dapat lepas dari kapasitas individu yang ditugaskan Presiden sebagai menterinya. Tugas pokok dan fungsi menteri perencanaan dan penganggaran yang krusial adalah koordinasi perencanaan pembangunan dari semua kementerian dan lembaga pemerintah. Sedangkan subtansi perencanaan pembangunan nasional tersebut adalah bagaimana Pemerintah dapat menyediakan pelayanan publik sehingga masyarakat umum dapat melakukan aktivitas guna meningkatkan kesejahteraan masing- masing. Pemerintah turun tangan dan ada ketika dibutuhkan masyarakat. Pemerintah diperlukan untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat di berbagai sektor pembangunan. Untuk itu diperlukan keahlian dalam melakukan proses perencanaan pembangunan nasional berdasarkan perencanaan strategis. Selaras dengan pertimbangan tersebut di atas dan adanya perubahan menuju sistim perencanaan dan penganggaran yang lebih baik maka kriteria menteri perencanaan dan penganggaran terutama adalah kemampuan leadership yang masuk dalam kategori LEADERS:
60
L = Listen actively E = Emphatic A = Attitudes D = Delivers on promise and commitment E = Energy level high R = Recognize self doubts S = Sensitive misal Sense of Crises
Berkaitan dengan substansi pekerjaan yang kompleks dan memerlukan keahlian tinggi dan koordinasi sumber daya manusia yang skillnya cukup tinggi maka menteri perencanaan dan penganggaran juga perlu mempunyai karakter-karakter sebagai berikut: Cerdas (smart) Kompetensi 8 - Knowledge, Skill, Attitude Visioner mampu terjemahkan ke Program/Action (strategist) Decision maker Risk taker Selanjutnya terkait pengelolaan ke dalam (internal) maka Menteri harus bersikap: Ing Ngarso sun tulodho, ing madya bangun karsa, tut wuri handayani. dan bertindak sebagai berikut: Tidak KKN dan fair terhadap semua staf/ bawahan; J iwa Korsa; Kepemimpinan partisipatif.
8 Menurut BusinessDictionary.com maka competence adalah A cluster of related abilities, commitments, knowledge, dan skills that enable a person (or an organization) to act effectively in a job or situation. Competence indicates sufficiency of knowledge and skills that enable someone to act in a wide veriety of situations. Because each level of responsibility has its own requirements, competence can occur in any period of a persons life or at any stage of his or her career.
61
REFERENSI
Bappenas.2013. Tinjauan Akademis Terhadap Perubahan UU KN 17/ 2003: Menuju Sinergitas Perencanaan dan Penganggaran. Laporan Studi internal Bappenas. J n R. Blndal, Ian Hawkesworth and Hyun-Deok Choi (2009); Budgeting in Indonesia OECD Journal on Budgeting, Vol. 2009/2 Nakabayashi, Mieko. 2003. Japan Budget Process RIETI (Research Institute of Economy, Trade and Industry), IAA. J apan. PP 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional Putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-XI/ 2013 terkait pengujian UU 27/ 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara terhadap UU Dasar 1945. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara The White House. 2014. The Budget System and Concepts http//www.whitehouse.gov