Anda di halaman 1dari 32

STRUKTUR DAN FUNGSI ASAM AMINO DAN PROTEIN

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
BIOKIMIA
yang Dibina oleh Prof. Dr. Subandi, M.Si dan Suharti, M.Si, Ph. D



Oleh :
YUNILIA NUR PRATIWI NIM 130331811094







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
September 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Protein merupakan makromolekul biologis yang paling melimpah yang
terbentuk dan terdapat pada semua bagian sel. Sebagai suatu molekul makro yang
mengandung nitrogen, protein memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari peptida
yang berukuran relatif kecil hingga polimer besar dengan berat molekul mencapai
jutaan dalam satu sel. Selain itu, protein juga memiliki berbagai macam fungsi
biologis serta sebagai pembawa informasi genetik.
Istilah protein pertama diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar Kimia
berkebangsaan Belanda, Mudler. Beliau merupakan salah satu dari para ilmuwan
yang mempelajari protein dari segi Kimia secara sistematik. Istilah protein sendiri
diambil dari bahasa Yunani proteios yang berarti tingkat pertama. Nama tersebut
menunjukkan pentingnya peranan protein dalam sistem hidup.
Disamping itu, protein juga bersifat sebagai polimer yang terbentuk dari
satuan asam amino yang terkait secara kovalen melalui ikatan peptida. Semua jenis
protein, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, tersusun atas
20 asam amino yang saling terkait dalam urutan linear dengan karakteristik tertentu.
Karena masing-masing asam amino memiliki rantai samping dengan sifat kimia yang
khas, maka protein yang dihasilkan juga akan memiliki sifat yang khas pula. Selain
itu, jumlah dan urutan asam amino pada suatu protein menentukan struktur dan
aktivitas biologi protein tersebut. Asam amino pertama diisolasi adalah glisin, yang
diperoleh dari hasil hidrolisat protein gelatin oleh H. Braconnot pada tahun 1820.
Dari susunan yang bervariasi dalam tubuh suatu organisme tertentu, protein
mengalami diferensiasi fungsi, misalnya berperan sebagai enzim, hormon, antibodi,
sistem transportt, jaringan otot, dan berbagai fungsi biologis lain yang berbeda.
Diantara sekian produk protein tersebut, enzim memiliki beragam peran yang bersifat
khusus karena hampir semua reaksi seluler dikatalisasi oleh enzim. Pentingnya
peranan protein dan asam amino sebagai penyusunnya dalam kehidupan mendorong
disusunnya makalah tentang struktur dan fungsi asam amino dan protein berikut.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah struktur asam amino dan apakah fungsinya?
2. Bagaimanakah struktur protein dan apakah fungsinya?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui struktur asam amino dan fungsinya
2. Untuk mengetahui struktur protein dan fungsinya


BAB II
PEMBAHASAN

A. STRUKTUR DAN FUNGSI ASAM AMINO
Asam amino merupakan unit dasar penyusun protein. Keduapuluh asam amino
pembentuk protein sering disebut sebagai asam amino primer atau asam amino
standar, untuk membedakannya dari asam amino lain yang bukan pembentuk protein,
meskipun ditemui dalam sel hidup. Keduapuluh asam amino tersebut diberi nama
standar yang terdiri dari tiga huruf dan satu huruf kapital. Berikut keduapuluh asam
amino standar beserta penamaannya.
Tabel 1. Penamaan Asam Amino Standar
No.
Nama Asam
Amino
Simbol Asam Amino
3 huruf 1 huruf
1. Alanin Ala A
2. Arginin Arg R
3. Asparagin Asn N
4. Asam aspartat Asp D
5. Asam glutamat Glu E
6. Feninalanin Phe F
7. Glutamin Gln Q
8. Glisin Gly G
9. Histidin His H
10. Isoleusin Ile I
11. Leusin Leu L
12. Lisin Lys K
13. Metionin Met M
14. Prolin Pro P
15. Sistein Cys C
16. Serin Ser S
17. Treonin Thr T
18. Triptofan Trp W
19. Tirosin Tyr Y
20. Valin Val V
Dari namanya menunjukkan bahwa suatu asam amino memiliki dua gugus
fungsional, yaitu gugus amino (NH
2
) dan gugus karboksilat (COOH). Gugus
amino penyusun protein umumnya terikat pada C

jika ditinjau dari gugus


karboksilatnya. Asam amino paling sederhana adalah glisin, dengan struktur sebagai
berikut.

Semua asam amino pembentuk molekul protein mempunyai struktur yang
serupa. Perbedaan struktur asam amino lebih banyak ditentukan oleh gugus rantai
samping atau disebut dengan gugus R. Kehadiran gugus R mempengaruhi struktur,
ukuran, muatan listrik, dan kelarutan asam amino dalam air.

Seperti halnya struktur pada gambar diatas, molekul asam amino memiliki
sebuah atom C asimetris, yaitu atom C yang mengikat empat gugus yang berbeda dan
jika molekul tersebut dicerminkan maka molekul asli dan bayangan cerminnya tidak
dapat ditumpang tindihkan. Dalam satu molekul asam amino, atom C

merupakan
atom C asimetris. Akibatnya, suatu asam -amino akan memiliki dua posisi gugus
NH
2
yang berbeda sehingga molekul asam amino tersebut memiliki dua isomer
ruang, yaitu L-asam -amino dan D-asam -amino.
C H
2
N
C
H
2
O
OH
Gambar 1. Struktur Glisin
Gambar 2. Struktur umum asam amino
(a)

H
C H
2
N R
C
HO O
(b)

Pada kenyataannya di alam, kelimpahan L-asam -amino lebih banyak
daripada D-asam -amino.
Asam amino mengandung dua gugus yang berlawanan sifatnya, yaitu gugus
COOH yang bersifat asam (donor proton) dan gugus NH
2
yang bersifat basa
(akseptor proton). Jika suatu asam amino dilarutkan dalam air, maka gugus-gugus
tersebut akan mengalami ionisasi sesuai reaksi berikut.

Berdasarkan reaksi (1) dan (2), bila suatu asam amino dengan gugus R nonpolar
atau tidak bermuatan dilarutkan dalam air maka kedua gugus tersebut akan terion
membentuk dua kutub sehingga secara keseluruhan asam amino tersebut akan tidak
bermuatan atau netral. Ion dengan dua muatan berbeda yang terbentuk disebut dengan
ion zwitter.
Gambar 3. (a) Struktur L asam -amino dan (b) D asam -amino.
(a) (b)
(1)
NH
3
NH
4
H
NH
2
NH
3
H
(2)
Gambar 4. Ionisasi gugus COOH dan gugus NH
2


Walaupun ion dipolar (ion zwitter) merupakan senyawa netral, namun muatan
yang dimiliki oleh kedua kutub yang berlawanan adalah sama besar. Kondisi inilah
yang menyebabkan kristal asam amino memiliki titik leleh jauh lebih tinggi
dibanding titik leleh senyawa organik tidak bermuatan lain dengan ukuran sama. Hal
ini dikarenakan adanya interaksi elektrostatik yang cukup besar antara gugus fungsi
yang bermuatan positif dan negatif untuk membentuk kristal yang stabil seperti
kristal NaCl. Oleh karena itu, pemutusan ikatannya memerlukan energi yang sangat
tinggi dan dapat dilakukan pada temperatur tinggi.
Selain itu, adanya ion zwitter menyebabkan asam amino dapat bereaksi
dengan asam maupun basa, atau disebut dengan istilah amfoter. Dalam suasana asam,
maka jumlah ion H
+
mendominasi sehingga gugus COO

akan mengikat ion H


+
dan
bersifat basa. Sedangkan dalam suasana basa dimana jumlah ion OH

lebih banyak,
asam amino akan melepaskan ion H
+
dari gugus NH
3
+
dan berperan sebagai asam.

Sifat asam basa dari asam amino tersebut dapat dimanfaatkan untuk memahami sifat-
sifat protein lainnya. Berdasarkan karakter asam basanya pula, proses pemisahan,
identifikasi dan kuantitas asam amino dapat diketahui.
H
C H
2
N R
C
HO O
H
C H
3
N R
C
O O
ion zwitter
Gambar 5. Pembentukan ion zwitter
H
C H
3
N R
C
O O
H
C H
2
N R
C
O O
H
C H
3
N R
C
HO O
H
+
OH


Gambar 6. Asam amino dalam kondisi (a) asam, (b) netral, dan (c) basa
(a) (b) (c)
Berbeda dengan asam organik lain (biasanya berupa asam lemah), asam amino
mempunyai kurva titrasi yang khas. Hal ini juga merupakan salah satu akibat adanya
ion zwitter. Sebagai contoh, titrasi terhadap larutan glisin 0,1 M dalam suasana asam
pH = 1 dengan larutan NaOH 0,1 M. Dalam kondisi ini alanin berada sebagai ion
dengan rumus molekul :
C
NH
3
CH H
O
OH

Karena glisin memiliki gugus karboksilat dan gugus amino yang keduanya dapat
melepaskan proton, maka titrasi berlangsung dua tahap, yaitu titrasi terhadap gugus
COOH dilanjutkan titrasi terhadap gugus NH
3
+
. Berikut adalah kurva titrasi glisin.

Gambar 7. Kurva titrasi glisin
Pada titrasi pertama, sebagian gugus karboksilat kehilangan gugus H
sehingga konsentrasi donor proton (
+
NH
3
CH
2
COOH) terus berkurang sedangkan
konsentrasi akseptor proton (
+
NH
3
CH
2
COO

) bertambah. Pada kondisi tertentu


konsentrasi keduanya akan sama besar sehingga harga pH akan sama dengan harga
pK gugus karboksilat, yaitu 2,34. Jika titrasi diteruskan, maka semua proton dari
gugus karboksilat akan hilang pada pH = 5,97 dan terbentuklah ion zwitter dengan
harga maksimum. pH pada kondisi tersebut disebut dengan titik isoelektrik.
Titrasi tahap kedua bertujuan untuk melepaskan ion H
+
dari gugus NH
3
+
.
Titik ekivalen titrasi tercapai jika ion
+
NH
3
CH
2
COO

memiliki konsentrasi yang


sama dengan ion NH
2
CH
2
COO

. Harga pH pada keadaan ini sama dengan pK


dari gugus amonium yaitu 9,60. Bila titrasi diteruskan, maka seluruh ion H
+
akan
hilang dilepaskan dari gugus
+
NH
3
.
Dari kurva titrasi diatas dapat diperoleh beberapa informasi, diantaranya :
(1) Nilai pK dari gugus kaboksilat dan gugus amino yang terionkan dapat ditentukan
secara kuantitatif. Sesuai dengan contoh diatas, pKa gugus karboksilat glisin
adalah 2,34 sedangkan pKa gugus aminonya adalah 9,60.
(2) Kurva titrasi menunjukkan adanya dua daerah buffer, yaitu pada pH = 2,34 dan
pada pH = 9,60. Hal ini menunjukkan bahwa glisin tidak dapat menjadi buffer
yang baik bagi cairan intraseluler atau darah yang memiliki pH = 7,4.
(3) Kurva titrasi asam amino memberikan informasi hubungan antara muatan listrik
asam amino dengan pH larutan. Pada pH = 5,97 glisin secara keseluruhan berada
dalam bentuk ion zwitter yang tidak bermuatan (netral) sehingga tidak tertarik
oleh medan listrik. Harga pH isoelektirk adalah rata-rata dari nilai pK gugus
karboksilat dan pK gugus amonium, yang dapat dinyatakan dengan persamaan :


Untuk glisin, pH
I
= (pK
1
+ pK
2
)
pH
I
= (2,34 + 9,60) = 5,97
Di atas pH isoelektrik, asam amino akan berada pada suasana basa dan
bermuatan negatif sehingga akan tertarik ke arah elektroda positif. Sedangkan
pada kondisi di bawah titik isoelektriknya, asam amino berada pada suasana
asam dan bermuatan positif sehingga akan tertatik ke arah elektrode negatif.
Semakin jauh pH larutan glisin dari pH isoelektrik maka semakin besar muatan
rata-rata dari populasi molekul glisin.
Informasi-informasi ini memiliki kepentingan praktis karena dapat memisahkan
asam-asam amino yang berbeda satu dengan yang lain berdasarkan arah dan
kecepatan migrasi relatif dari tiap campuran yang ditempatkan pada medan listrik dan
pH tertentu. Berikut adalah data pK beberapa asam amino.


Gambar 8. Data pK asam amino standar
Asam amino dengan gugus R yang dapat mengion mempunyai kurva titrasi
yang lebih kompleks. Asam amino jenis ini mempunyai 3 keadaan titrasi sehubungan
dengan proses penghilangan ion H
+
. Golongan ini mempunyai dua jenis kurva titrasi,
yaitu kurva untuk gugus R pembawa gugus amino dan kurva untuk gugus R
pembawa gugus karboksilat. Titik isoelektrik dari golongan asam amino ini
mencerminkan tipe ionisasi gugus R yang ada. Berikut adalah contoh kurva titrasi
asam glutamat dan histidin.


PENGGOLONGAN ASAM AMINO
Berdasarkan struktur 20 asam amino standar yang ditemukan dalam protein,
asam-asam amino tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan sifat gugus rantai
sampingnya (gugus R). Berdasarkan polaritas gugus R, asam amino dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu (1) asam amino dengan gugus R nonpolar dan (2) asam amino
dengan gugus R polar, yang terdiri dari (a) gugus R tidak bermuatan, (b) gugus R
bermuatan positif, dan (c) gugus R bermuatan negatif. Berikut penjelasan untuk tiap
kelompok asam amino tersebut.
Gambar 9. Kurva titrasi (a) asam glutamat dan (b) histidin
(a)
(b)
1. Asam Amino dengan Gugus R Nonpolar
Gugus samping asam amino golongan ini berupa senyawa hidrokarbon sehingga
bersifat hidrofobik. Hal ini menyebabkan asam amino jenis ini sukar larut dalam
air dan cenderung berkelompok. Umumnya asam amino jenis ini terdapat pada
bagian dalam protein. Delapan jenis asam amino yang termasuk dalam kelompok
ini adalah:
No. Asam Amino Stuktur Asam Amino Sifat Gugus R
1. Alanin

Gugus R berupa
rantai karbon alifatik
2. Valin

3. Leusin

4. Isoleusin

5. Fenilalanin

Gugus R berupa
cincin aromatik
No. Asam Amino Stuktur Asam Amino Sifat Gugus R
6. Triptofan

Gugus R berupa
cincin aromatik
7. Prolin

Gugus R berupa
cincin siklik hidro-
karbon siklik yang
terikat pada atom N
gugus amina
8. Metionin


Gugus R
mengandung atom S

Asam-asam amino dalam kelompok ini menstabilkan struktur protein melalui
interaksi hidrofobik. Triptofan memiliki cincin indol yang dapat berinteraksi dengan
air sehingga dapat pula dijumpai pada protein bagian luar. Prolin memiliki struktur
yang unik dengan rantai samping berupa siklik yang terikat pada atom nitrogen gugus
amino maupun pada atom C bebas dari gugus karboksil. Prolin sering dijumpai pada
bagian melengkung lipatan polipeptida karena tidak memiliki kemampuan
membentuk ikatan hidrogen. Metionin, salah satu dari dua asam amino yang
mengandung sulfur, memiliki gugus nonpolar berupa sebuah gugus tioeter pada
rantai sampingnya.



2. Asam Amino dengan Gugus R Polar
Dibandingkan dengan asam amino kelompok nonpolar, asam amino kelompok
ini relatif lebih mudah larut dalam air karena mengandung gugus R polar yang
memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen dengan molekul air sebagai pelarut.
Asam amino kelompok ini dibedakan berdasarkan muatannya pada pH netral (pH
fisiologis). Penggolongan asam amono dengan gugus R polar disajikan dalam tabel
berikut.
Jenis Gugus R Asam Amino Struktur Asam Amino Sifat Gugus R
Polar Tidak
Bermuatan
Glisin

Memiliki gugus R
terkecil (H)
Serin

Mengandung gugus
R berupa gugus
hidroksil yang
bersifat asam sangat
lemah
Treonin

Tirosin

Mengandung gugus
R berupa gugus
hidroksil yang
bersifat asam sangat
lemah
Sistein

Mengandung gugus
R berupa gugus
sulfohidril
Jenis Gugus R Asam Amino Struktur Asam Amino Sifat Gugus R
Polar Tidak
Bermuatan
Asparagin

Merupakan amida
dari asam aspartat
dan asam glutamat
Glutamin

Polar Bermuatan
Positif
Lisin
Bersifat basa dan
bermuatan positif
pada pH fisiologis
Arginin

Jenis Gugus R Asam Amino Struktur Asam Amino Sifat Gugus R
Polar Bermuatan
Positif
Histidin

Bersifat basa dan
bermuatan positif
pada pH fisiologis
Polar Bermuatan
Negatif
Asam Aspartat

Bersifat asam dan
bermuatan negatif
pada pH fisiologis
Asam glutamat


Asaparagin, glutamin, treonin, serin, dan glisin memiliki gugus R tidak
bermuatan. Asam-asam amino tersebut, kecuali glisin, memiliki gugus yang cukup
polar. Polaritas serin dan treonin berasal dari gugus hidroksilnya, sistein oleh gugus
sulfohidrilnya, sedangkan asparagin dan glutamin oleh gugus amidanya. Adanya
gugus-gugus polar ini menyebabkan asam-asam amino tersebut dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan air sehingga asam-asam amino tersebut dapat dijumpai pada
bagian luar protein dalam keadaan tersolvasi oleh air, maupun di bagian dalam
protein melalui ikatan hidrogen dengan molekul air atau dengan gugus R dari asam
amino lain yang berdekatan. Glisin memiliki gugus R terkecil sehingga letaknya
sangat fleksibel dalam pelipatan protein. Asparagin dan glutamin mudah dihidrolisis
oleh asam atau basa . Sistein mudah teroksidasi membentuk dimer kovalen yang
disebut sistin, dimana dua molekul sistein bergabung melalui ikatan disulfida. Residu
dengan ikatan disulfida ini bersifat sangat hidrofobik (nonpolar) dan berperan khusus
dalam pembentukan struktur berbagai protein melalui ikatan kovalen antar bagian-
bagian dari suatu molekul protein.
Asam amino yang bersifat paling hidrofilik adalah asam amino dengan gugus
R bermuatan positif atau negatif. Asam amino dengan gugus R bermuatan positif
pada pH = 7 adalah lisin yang memiliki gugus amino primer kedua pada rantai
alifatiknya, arginin yang memiliki muatan positif pada gugus guanidino, dan histidin
yang mengandung gugus imidazol. Histidin adalah satu-satunya asam amino dengan
rantai samping yang terionisasi dengan nilai pKa mendekati netral. Dalam berbagai
reaksi enzimatis, histidin berperan sebagai donor maupun akseptor proton. Dua jenis
asam amino bermuatan negatif pada pH = 7 adalah asam aspartat dan asam
glutamat yang masing-masing memiliki gugus karboksil kedua.

Delapan dari duapuluh asam amino standar diatas disebut pula sebagai asam
amino esensial, yaitu asam-asam amino yang tidak dapat disintesis dari senyawa-
senyawa nitrogen yang lebih sederhana di dalam tubuh manusia, dan jika bisa maka
hanya sedikit produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, asam amino tersebut harus ada
dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari. Delapan jenis asam amino tersebut
adalah lisin, triptofan, fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, dan valin.

B. STRUKTUR DAN FUNGSI PROTEIN
Asam amino merupakan monomer penyusun protein, yaitu suatu
makromolekul yang terdiri dari beberapa rantai polipeptida. Suatu peptida diperoleh
bila dua atau lebih residu asam amino berikatan kovalen satu sama lain melalui
ikatan peptida yang terbentuk antara atom C gugus karbonil satu dengan atom N
gugus amino dari asam amino lain. Reaksi pembentukan ikatan peptida berlangsung
dengan melepaskan molekul H
2
O sehingga disebut reaksi kondensasi. Molekul air
diperoleh sebagai hasil reaksi antara gugus OH yang dilepaskan oleh gugus
karboksilat asam amino satu dan gugus H yang dilepaskan oleh gugus amino dari
asam amino lainnya.
Unit asam amino dalam suatu peptida disebut residu asam amino karena
bukan lagi berupa molekul utuh akibat kehilangan gugus hidroksil dan hidrogen.
Kedua ujung rantai peptida masing-masing disebut residu terminal amino (residu
terminal N) dan residu terminal karboksil (residu terminal C). Nama suatu peptida
dimulai dari residu terminal N dan diakhiri dengan residu terminal C. Mekanisme
reaksi kondensasi tersebut dilukiskan sebagai berikut.

Sesuai dengan jumlah asam amino penyusun peptida dengan reaksi yang
sama, maka dapat terbentuk tripeptida, tetrapeptida, pentapeptida, dan seterusnya.
Jika terdapat lebih dari sepuluh asam amino, umumnya disebut dengan polipeptida.
Berikut merupakan contoh suatu pentapeptida.

Gambar 10. Pembentukan ikatan peptidak melalui reaksi kondensasi
Ikatan Peptida
Gugus C-terminal Gugus N-terminal
Gambar 10. Suatu pentapeptida
Suatu polipeptida dapat dihasilkan dari hidrolisis molekul protein. Hal ini meng-
gambarkan bahwa suatu makromolekul protein disusun oleh banyak polipeptida yang
mengandung ratusan (mungkin ribuan) residu asam amino. Namun tidak semua
polipeptida dapat disebut sebagai protein. Menurut Paul Karlson, protein merupakan
suatu rantai peptida asam amino yang jika dihidrolisis akan menghasilkan sedikitnya
100 residu asam amino. Jika kurang dari itu, maka rantai peptida tersebut hanya
disebut polipeptida.

STRUKTUR PROTEIN
Dari namanya, protein berarti yang pertama, molekul ini merupakan makro-
molekul terbanyak dalam sel, hampir separuh berat kering sel merupakan molekul
protein. Sel memiliki beragam molekul protein yang tersusun dengan urutan dan
komposisi asam amino yang berbeda-beda. Hal ini menjadikan protein sebagai suatu
makromolekul yang memegang peran penting dalam hampir semua proses biologis,
seperti katalisis, transport, koordinasi gerak, kepekaan, serta pengawasan
pertumbuhan dan diferensiasi. Luasnya fungsi protein dimungkinkan akibat sifat
rantai polipeptida protein yang dapat membentuk struktur 3-dimensi tertentu melalui
interaksi kovalen maupun nonkovalen pada strukturnya.
Struktur kovalen protein menunjukkan urutan asam amino dalam rantai poli-
peptida. Urutan asam amino bersifat khas dan menentukan pelipatan rantai
polipeptida dalam struktur 3-dimensinya. Hampir semua ikatan peptida berposisi
trans, dimana hidrogen gugus amino terletak pada sisi yang berlawanan terhadap
oksigen gugus karbonil. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan efek sterik.

Berdasarkan struktur rantai polipeptida penyusunnya, protein dibagi menjadi 4
tingkatan struktur, yaitu :
1. Struktur Primer, menunjukkan struktur protein yang hanya disusun oleh residu
asam amino dalam bentuk rantai tunggal polipeptida. Asam-asam amino saling
terhubung melalui ikatan peptida.


2. Struktur Sekunder, menunjukkan bentuk berbelit-belit dari rantai polipeptida
berupa pilin. Kestabilan pilin diperoleh akibat akibat adanya ikatan hidrogen
antara gugus CO dan gugus NH dalam satu rantai ikatan polipeptida. Ikatan
hidrogen tersebut termasuk merupakan ikatan intramolekuler. Ada dua jenis
struktur sekunder yang umum dijumpai, yaitu :
Gambar 11. Ikatan peptida pada posisi (a) trans dan (b) cis
(a)
(b)
Gambar 12.
Contoh struktur primer protein
a. -helix, berpilin seperti kabel telepon, dan
b. -sheet, berupa lembaran yang berlipat-lipat, sesuai dengan pola pelipatannya
dapat membentuk susunan paralel dan anti-paralel.


3. Struktur Tersier, berhubungan dengan cara bagaimana rantai-rantai polipeptida
saling berikatan. Struktur ini berupa struktur 3-dimensi rantai polipeptida yang
terbentuk akibat pelipatan struktur sekunder disertai penataan ruang dari gugus R.
Interaksi terpenting yang menstabilkan struktur ini adalah ikatan hidrogen,
interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, dan ikatan disulfida.
Suatu rantai polipeptida akan melipat sedemikian rupa membentuk
konformasi 3-dimensi yang stabil dengan tingkat energi terendah sesuai aktivitas
biologinya. Protein yang menyusun rambut, kuku, otot, dan jaringan ikat berfungsi
sebagai protein struktural dan pelindung dengan struktur berupa serat. Protein ini
bersifat kuat dan tidak larut dalam air. Sedangkan enzim, hormon, dan antibodi
yang bekerja dalam cairan sel berbentuk bola (globular) sehingga mudah larut
dalam air.

4. Struktur Kuarterner, merupakan struktur terkompleks dari protein yang
mengandung beberapa rantai polipeptida. Struktur ini memiliki ikatan hidrogen,
Gambar 13.
Dua jenis struktur sekunder protein
interaksi van der Waals, interaksi gugus nonpolar yang menstabilkannya, ditambah
interaksi antar rantai polipeptida melalui interaksi polar, nonpolar, maupun van der
Waals. Salah satu contoh struktur kuarterner protein adalah haemoglobin yang
terdiri dari 4 rantai polipeptida. Berikut merupakan rangkuman tentang tingkatan
struktur protein.


PENGGOLONGAN PROTEIN
Umumnya, pembagian protein dilakukan berdasarkan sifat kelarutan dan
susunan molekulnya. Berikut penggolongan protein berdasarkan sifat-sifat tersebut.
1. Berdasarkan Bentuk/Sifat Kelarutannya
Walaupun bentuk dari struktur primer protein berupa rantai linear, hampir
semua protein di alam ada dalam bentuk melipat dan kompak membentuk struktur
globular. Sedangkan beberapa yang lain membentuk serat seperti kolagen.
a. Protein Globular
Protein jenis ini bersifat mudah larut dalam air, asam maupun basa encer, serta
garam-garam. Pada protein globular, rantai-rantai polipeptida berlipat rapat-rapat
menjadi bentuk seperti bola. Hampir semua enzim, protein transport, antibodi dan
protein cadangan makanan merupakan protein globular.
b. Protein Serat/Fibrous
Gambar 14. Tingkatan struktur penyusun protein
Protein serat bersifat tidak larut dalam pelarut-pelarut yang umum, seperti
pelarut air, asam maupun basa kuat. Protein ini disebut juga sebagai protein serabut.
Rantai polipeptida penyusun protein ini memanjang pada satu sumbu dan tidak
berlipat menjadi bentuk bola (globular). Hampir semua protein serat mempunyai
peran struktural atau pelindung. Contoh protein serabut yang khas adalah -keratin
pada rambut dan wol.


2. Berdasarkan Susunan Molekulnya
a. Protein Sederhana (Protein Tunggal)
Protein sederhana ialah protein-protein yang apabila dihidrolisis hanya
menghasilkan asam-asam amino saja. Protein yang termasuk golongan ini adalah :
(1) Albumin, larut dalam air, asam, basa, dan larutan garam-garam netral. Albumin
terkoagulasi karena panas dan mengendap bila larutannya dijenuhkan dengan
(NH
4
)
2
SO
4
tetapi tidak mengendap dalam larutan NaCl.
(2) Globulin, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan-larutan garam-garam
yang netral, yang encer, dan asam anorganik yang encer. Globulin terkoagulasi
karena panas dan mengendap bila dijenuhkan dengan NaCl atau dengan larutan
sulfat setengah jenuh. Globulin biasanya mengandung glisin dan dapat dibedakan
ke dalam serum globulin, glubulin jaringan dan sayur-sayuran.
Gambar 15. (a) Protein serat, misalnya kolagen, dan
(b) protein globular, misalnya haemoglobin
(a) (b)
(3) Glutelin, tidak larut dalam air maupun larutan garam-garam netral yang encer,
tetapi larut dalam asam dan basa encer. Glutein terkoagulasi karena panas namun
kaya akan arginin, prolin dan asam glutamat. Protein jenis ini dibedakan menjadi
glutelin (dalam gandum) dan orizenin (dalam beras).
(4) Prolamin, tidak larut dalam air atau larutan garam, tetapi larut dalam asam, basa,
dan larutan etanol 70-90% serta tidak menggumpal oleh panas. Prolamin
kekurangan lisin tetapi kaya akan prolin, dan terdiri atas :
Zenin, terdapat dalam jagung
Gliodin, terdapat dalam gandum
Hardein, terdapat dalam jewawut
(5) Albuminoid (seklero protein), tidak larut dalam air ataupun larutan garam,
tetapi larut dalam asam basa kuat. Albuminoid akan terhidrolisis bila dididihkan
dalam asam-asam pekat. Contoh seklero protein adalah keratin (pada rambut),
vibroin (pada sutra), dan elastin (pada urat dan otot).
(6) Histon, bersifat basa, larut dalam air dan asam-asam encer, tetapi tidak larut
dalam amonia encer serta tidak terkoagulasi karena panas. Histon kaya akan
histidin dan arginin, tidak mengandung triptofan, mengandung sedikit sistein dan
metionin. Protein ini sering dijumpai bersama-sama dengan asam nukleat,
sehingga sering disebut sebagai nukleoprotein.

b. Protein Konjugasi (Protein Majemuk)
Protein majemuk adalah protein-protein yang mengandung gugus nonprotein,
yaitu senyawa-senyawa bukan asam amino. Gugus-gugus nonprotein ini biasanya
disebut gugus prostetik. Jenis protein yang termasuk dalam golongan ini ialah :
(1) Kromoprotein
Kromoprotein ialah protein yang jika dihidrolisis akan menghasilkan asam
amino dan zat warna. Keistimewaan protein ini ialah karena adanya logam-logam Fe,
Cu, Mg, Co, dan lain-lain yang mengandung zat warna. Contohnya klorofil yang
terdapat pada hijau daun dan haemoglobin yang terdapat pada butir-butir darah
merah.
(2) Nukleoprotein
Nukleoprotein ialah protein yang mengikat asam nukleat, seperti protein yang
terdapat dalam inti sel tumbuhan maupun binatang. Gugus prostetiknya adalah suatu
polimer dengan massa molekul relatif besar disebut asam nukleat.

(3) Glukoprotein
Glukoprotein ialah protein yang mengikat karbohidrat sebagai gugus prostetik.
Contohnya adalah musin dalam saliva yang sering disebut sebagai mukoprotein.
(4) Fosfoprotein
Fosfoprotein ialah protein yang mengikat gugus fosfat sebagai gugus
prostetiknya. Jika senyawa ini dihidrolisis sempurna akan dihasilkan asam amino dan
asam fosfat. Contohnya kasein yang terdapat dalam susu dan vitelin yang terdapat
dalam kuning telur.
(5) Lipoprotein
Lipoprotein ialah protein yang mengikat asam lemak, senyawa ini sering juga
digolongkan dalam lipid. Hampir semua lipid dalam darah mamalia
ditransporttasikan dalam bentuk kompleks lipoprotein. Sistem transport dalam
mitokondria diduga mengandung sejumlah besar lipoprotein. Contohnya antara lain
adalah lesitin atau sefarin.
(6) Metaloprotein
Metaloprotein ialah protein-protein yang membentuk kompleks dengan
logam-logam atau ion-ion logam, misalnya kalsium-kaseinat yang terdapat dalam
susu, haemoglobin yang terdapat dalam darah, dan pada umumnya metaloenzim.

FUNGSI PROTEIN
Sebagai makromolekul penting penyusun organisme, protein memiliki fungsi-fungsi
tertentu. Berdasarkan fungsinya, protein dapat pula dibagi menjadi beberapa
kelompok sebagai berikut.
1) Protein enzim
Enzim merupakan protein yang paling banyak dijumpai dan mempunyai
kekhususan yang sangat spesifik sehingga dapat berfungsi sebagai katalis. Hampir
semua reaksi kimia biomolekul organik dalam sel dikatalis oleh enzim.
2) Protein kontraktil
Protein kontraktil atau sering disebut protein motil berfungsi memberikan
kemampuan pada sel untuk mengadakan kontraksi. Aktin dan miosin merupakan
protein filamen yang berfungsi dalam kontraksi otot rangka.
3) Protein transport
Protein transport berfungsi mengangkut molekul atau ion spesifik dari satu
organ ke organ lain. Haemoglobin pada sel darah merah mengikat oksigen ketika
darah melalui paru-paru dan membawa oksigen ke jaringan periferi, kemudian
oksigen dilepaskan di jaringan periferil dan digunakan untuk kelangsungan oksidasi
nutrien yang menghasilkan energi. Contoh lainnya adalah lipoprotein yang
mentransportasikan hampir semua lipid dalam darah mamalia dalam bentuk kompleks
lipoprotein.
4) Protein nutrien
Protein nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio, baik pada hewan
maupun pada tumbuhan. Ovalbumin adalah protein utama yang dijumpai pada putih
telur, sedangkan kasein adalah protein utama yang terdapat pada susu. Keduanya
merupakan contoh protein nutrien.
5) Protein struktural
Protein struktural berfungsi sebagai filamen penyangga yang memberikan
struktur biologi. Komponen utama dari urat dan tulang rawan adalah protein serabut
dengan daya tegang yang amat tinggi. Persendian mengandung elastin, suatu protein
struktural yang mampu meregang 2-dimensi. Rambut, kuku, dan bulu burung
terutama terdiri atas protein keratin.
6) Protein pertahanan
Protein pertahanan berfungsi mempertahankan organisme untuk melawan
serangan oleh spesies lain atau melindungi organisme itu jika menderita luka.
Imunoglobulin atau antibodi pada vertebrata adalah protein khusus yang dibuat oleh
limposit yang dapat mengenali dan mengendapkan atau menetralkan serangan
bakteri, virus, ataupun protein lainnya.
7) Protein pengatur/pengendali
Protein pengatur berfungsi untuk mengatur aktivitas seluler atau fisiologi.
Diantara jenis ini terdapat sejumlah hormon, seperti insulin yang mengatus
metabolisme gula, hormon pertumbuhan dan hormon paratiroid yang mengatur
transport Ca
2+
dan fosfat.


DENATURASI PROTEIN
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konformasi rantai polipeptida
distabilkan oleh adanya ikatan hidrogen, interaksi van der Waals, ikatan disulfida,
dan interaksi lainnya. Secara umum molekul protein memiliki bentuk lipatan
(folding) tertentu yang disebut sebagai keadaan alami protein. Folding paling stabil
dalam suatu konformasi protein adalah konformasi dengan energi bebas terkecil,
yaitu pada kondisi alamiahnya. Misalnya, hampir seluruh protein yang larut dalam air
memiliki struktur globular. Protein jenis ini melipat sedemikian rupa sehingga hampir
seluruh gugus hidrofobik asam amino berada di bagian dalam, sedangkan gugus
hidrofiliknya berada di permukaan dan dapat berinteraksi langsung dengan molekul
air.
Ikatan-ikatan lemah yang ada pada protein dapat dirusak dengan perlakuan-
perlakuan tertentu sehingga lipatan pada struktur polipeptida menjadi terbuka
(unfold). Bila hal tersebut terjadi, protein yang bersangkutan dikatakan mengalamai
denaturasi. Protein globular yang terdenaturasi tetap memiliki struktur kovalen yang
utuh namun rantai polipeptidanya terbuka menjadi bentuk acak dan tidak teratur
sehingga struktur 3-dimensinya mengalami perubahan. Protein globular yang
terdenaturasi umumnya tidak larut dalam larutan dengan pH mendekati 7 dan akan
kehilangan aktivitas biologinya.

Proses denaturasi terjadi secara serempak, bagian yang terbuka akan segera
menstabilkan diri membentuk struktur 3-dimensi berlipat lain, yaitu struktur coil.
Perubahan kondisi lingkungan seperti kenaikan temperatur, perubahan pH, dan
penambahan denaturan mengubah struktur 3-dimensi protein dengan mudah.
Kenaikan suhu mengakibatkan molekul protein bervibrasi terlalu kuat
sehingga memutuskan ikatan hidrogen pada protein. Putusnya ikatan hidrogen
mengakibatkan terbukanya struktur protein namun dengan cepat protein tersebut
membentuk struktur acak. Pada akhirnya, antar rantai yang terbuka bergabung
membentuk koagulan yang tidak larut dalam air. Hal ini dapat diamati pada proses
perebusan putih telur.

Gambar 16. Denaturasi protein
Gambar 17. Denaturasi protein akibat kenaikan
temperatur pada putih telur
Perubahan pH mengubah keadaan ionisasi gugus samping residu asam amino.
Akibatnya, jembatan garam yang menstabilkan struktur protein menjadi rusak.
Perubahan pH tersebut juga mengubah distribusi muatan yang diperlukan untuk
pembentukan ikatan hidrogen. Perubahan pH yang ekstrem juga dapat mengubah
ionisasi gugus samping hidrofilik yang berada di bagian dalam struktur 3-dimensi
protein sehingga merusak konformasi dan fungsi biologi protein tersebut.

Pada awalnya denaturan seperti urea atau guanidin klorida diduga dapat
mendenaturasi protein karena kemampuannya membentuk ikatan hidrogen baru
dengan memutuskan ikatan hidrogen dalam protein. Namun, menurut hasil penelitian
Nozaki, Y. Dan Tanford, C. dalam Chothia (1974), kedua molekul tersebut ternyata
dapat meningkatkan kelarutan molekul-molekul nonpolar, termasuk gugus R asam
amino nonpolar. Meningkatnya kelarutan senyawa nonpolar menyebabkan penurunan
interaksi hidrofobik yang berakibat pada berubahnya konformasi protein.
Penambahan pelarut organik juga dapat menyebabkan terjadinya denaturasi.
Hal ini dapat diamati jika ditambahkan sejumlah alkohol ke dalam susu maka akan
terbentuk gumpalan. Perubahan kepolaran pelarut menyebabkan perubahan struktur
3-dimensi protein sehingga rantai polipeptida akan terbuka dan menyebabkan protein
terdenaturasi yang teramati sebagai gumpala yang tidak larut dalam air atau pelarut
yang lebih polar.
Gambar 18. Denaturasi protein akibat perubahan pH
Proses denaturasi berbeda dengan degradasi. Denaturasi hanya mengubah
struktur tersier protein namun susunan asam amino tidak berubah, sedangkan
degradasi memecah molekul protein dan memutus ikatan peptida sehingga diperoleh
asam-asam amino penyusun protein tersebut. Dalam proses konsumsi protein, terjadi
proses denaturasi dan kemudian protein terdegradasi menjadi asam-asam amino
penyusunnya di dalam tubuh manusia. Asam-asam amino tersebut bermanfaat untuk
mengkode protein yang memiliki banyak peran penting dalam tubuh kita.



BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab II, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan, diantaranya :
(1) Asam amino merupakan unit dasar penyusun protein. Struktur umum suatu asam
amino adalah adanya dua gugus fungsional dalam satu molekul asam amino,
yaitu gugus amino (NH
2
) dan gugus karboksilat (COOH). Perbedaan struktur
asam amino lebih banyak ditentukan oleh gugus rantai samping (gugus R) yang
mempengaruhi struktur, ukuran, muatan listrik, dan kelarutannya dalam air.
(2) Protein merupakan suatu makromolekul yang terdiri dari beberapa rantai
polipeptida yang diperoleh bila dua atau lebih residu asam amino berikatan
kovalen satu sama lain melalui ikatan peptida. Berdasarkan tingkat
kekompleksanya, struktur asam amino dibedakan menjadi struktur primer,
sekunder, tersier, dan kuarterner. Sedangkan berdasarkan fungsinya, protein
dibagi menjadi protein enzim, protein kontraktil, protein transpor, protein
nutrien, protein struktural, protein pertahanan, protein pengatur/pengendali.




DAFTAR RUJUKAN

Arbianto, Purwo. 1993. Biokimia Konsep-konsep Dasar. Bandung: Depdikbud.

Effendy. 2008. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Edisi 2. Malang:
Bayumedia Publishing.

Girindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta: PT Gramedia.

Gultom, Togu. 2001. Biokimia. Yogyakarta: JICA.

Hawab, HM. 2004. Pengantar Biokimia. Bogor: Bayumedia Publishing.

Nelson, DL., Lehninger, Cox, dan Freeman, WH. 2004. Principles of Biochemistry
4th Edition.

Subandi, Muntholib, dan Susanti, Evi. 2003. Biokimia Umum. Malang: UM Press.

Anda mungkin juga menyukai