Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia senantiasa mengembangkan daya khayalnya untuk
menciptakan variasi aktivitas demi mendapatkan kenikmatan seksual. Dari
sinilah timbul istilah kelainan seksual, meskipun ini bersifat subyektif,
karena apa yang disebut kelainan bagi seseorang, biasanya merupakan
kegiatan normal bagi yang lain. Parafilia merupakan satu dari kelainan
seksual yang boleh dibagi lagi kepada beberapa subtipe.
Parafilia adalah istilah yang mengambarkan seksual arousal yang
terjadi terhadap suatu objek, atau pada suatu situasi, atau pada seseorang
bukan disebabkan oleh stimulasi normal dan ini dapat menimbulkan distress
atau masalah pada orang tersebut atau pasangannya, atau orang lain yang
dilibatkan dalam hal ini. Parafilia melibatkan ghairah seksual terhadap
perilaku seksual yang atipikal dan ekstrem. Para filia dapat berkisar dari
perilaku yang hampir normal hingga perilaku yang bersifat merusak atau
menyakiti hanya bagi satu orang atau bagi seseorang dan pasangannya, dan
akhirnya hingga perilaku yang dianggap merusak atau mengancam
masyarakat secara luas.
Edisi revisi keempat diagnostic and statistical manual of mental
disorders (DSM-IV-TR) telah mengkategorikan parafilia kepada pedofilia,
froteurisme, voyeurism, ekshibisionisme, sadisme, fetisisme dan zoofilia.
Dalam makalah ini lebih dijelaskan tentang fetisisme. Pada fetisisme, focus
2

seksual adalah pada objek seperti sepatu, sarung tangan, celana dalam, dan
stoking) yang secara intim terkait pada tubuh manusia. Fetis tertentu
dikaitkan dengan seseorang yang terlibat erat dengan pasien selama masa
kanak-kanak dan memiliki kualitas yang berkaitan dengan orang yang
dicintai, dibutuhkan, atau bahkan membuat trauma. Biasanya gangguan
bermula saat remaja, walaupun fetis dapat terjadi pada masa kanak. Ketika
terbentuk, gangguan cenderung menjadi kronis.
Gangguan ini hampir hanya ditemukan pada laki-laki. Menurut
freud, fetis berfungsi sebagai simbol falus pada orang dengan rasa takut
tidak disadari akan kastrasi. Teori pembelajaran yakin bahwa objeknya
berkaitan dengan stimulasi seksual pada usia dini.













3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Fetisisme adalah kegairahan atau kepuasan seks yang didapat dari
sesuatu objek atau situasi tertentu. Seseorang yang mempunyai perilaku ini
mendapatkan kegairahan seksual dengan memakai atau dengan menyentuh
objek tersebut. Kebanyakan objek tersebut adalah ekstensi dari tubuh
manusia, seperti pakaian atau sepatu.
Kata fetish berasal dari ftiche Perancis, yang berasal dari feitio
Portugis ("mantra"), yang pada gilirannya berasal dari bahasa Latin facticius
("buatan") dan facere ("untuk membuat"). Fetish adalah sebuah objek
diyakini memiliki kekuatan supranatural, atau khususnya, sebuah objek
buatan manusia yang memiliki kekuasaan atas orang lain. Pada dasarnya,
fetisisme adalah atribusi dari nilai yang melekat atau kekuatan suatu benda.
Istilah fetish erotis dan fetish seksual pertama kali diperkenalkan oleh
Alfred Binet.
Teori perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud
mengatakan bahwa setiap makhluk hidup pasti mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, begitu pula manusia juga mengalaminya. Freud mengatakan
bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu
dan bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikkan dan
4

kebutuhan seksual.Tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan
Freud adalah
Tahap Oral berlangsung pada usia 0 sampai 18 bulan dimana
kesenangan bayi terpusat disekitar mulut, seperti mengunyah, menghisap,
dan menggigit yang merupakan sumber kesenangan anak. Sumber
kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makanan. Makan meliputi
stimulasi terhadap bibir dan rongga mulut serta menelan. Kemudian setelah
gigi tumbuh maka mulut dipakai untuk menggigit dan mengunyah. Dua
aktifasi oral ini merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang
berkembang dikemudian karakter.
Tahap Anal berlangsung pada anak usia 1,5 tahun sampai 3 tahun.
Libido dipusatkan didaerah anal, dimana anal berfungsi sebagai alat pemuas
kenikmatan (baik dalam melepaskan atau mempertahankan feses). Di fase
ini terjadi sifat ambivalensi pada anak dimana anak berusaha
mempertahankan feses sedangkan ibunya memerintahkan untuk dibuang.
Fase phallic berlangsung pada anak usia 3 sampai 6 tahun.
Kenikmatan terletak pada alat kelamin dan aktifitas yang paling nikmat
adalah masturbasi. Pada tahap ini anak menyadari jenis kelaminnya
bertepatan pada kesadaran bahwa dirinya dipisahkan dari beberapa aspek
dari kehidupan orang tuanya.
Tahap Latency Berlangsung pada anak usia 6 tahun sampai usia
peberitas atau sekitar 12 tahun. Selam periode ini, anak menekan seluruh
minat seksual dan mengembangkan keterampilan dan intelektual. Di fase ini
5

libido seksual relative tenang dan anak beridentifikasi lebih luas lagi di luar
objek orang tuanya seperti teman, orang tua, teman, dan, guru.
Tahap Genital terjadi mulai dari masa puberitas dan seterusnya.
Fase ini dibagi menjadi 3 fase yaitu Fase pubertas yaitu usia 11 sampai 13
tahun, fase adolecens yaitu usia 14 sampai 18 tahun, dan fase dewasa yaitu
usia 18 tahun keatas.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Diantara kasus-kasus parafilia yang telah diidentifikasi secara legal,
fetisisme jarang ditemukan. Orang dengan perilaku fetisisme tidak banyak
ditangkap dan salah disisi hukum. Orang dengan perilaku transvertik
fetisisme kadang-kadang dapat ditangkap karena mengganggu ketenangan
atau atas tuntutan pelanggaran ringan jika mereka secara jelas merupakan
laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan, tetapi penangkapan lebih
lazim terjadi pada orang dengan gangguan identitas gender.
Fetisisme hampir selalu terjadi pada laki-laki. Lebih 50 persen
parafilia memiliki awitan sebelum usia 18 tahun. Pasien dengan parafilia
sering memiliki tiga hingga lima parafilia, baik terjadi bersamaan atau pada
waktu yang berbeda di dalam kehidupannya. Pola kejadian ini terutama
pada kasus dengan ekshibisionisme, fetisisme, masokisme seksual, sadisme
seksual, fetisisme transvestik, voyeurism, dan zoofilia. Kejadian perilaku ini
sering memuncak pada usia diantara 15 dan 25 tahun dan menurun secara
bertahap.
6


2.3 ETIOLOGI
2.3.1 Faktor Psikososial
Di dalam model psikoanalitik klisik, orang dengan fetisisme gagal
menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuian
heteroseksual. Kegagalan menyelesaikan krisis Oedipus dengan
mengidentifikasi agresor ayah (untuk laki-laki) atau agresor ibu (untuk
perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak sesuai dengan orang
tua dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak tepat
untuk penyaluran libido. Teori psikoanalitik klasik berpegangan bahwa
transeksualisme dan fetisisme transvestik adalah gangguan karena keduanya
mengidentikasi diri dengan orang tua berjenis kelamin berlawanan
bukannya orang tua berjenis kelamin sama; contohnya, seorang laki-laki
yang berpakaian seperti seorang perempuan diyakini mengidentifikasi diri
dengan ibunya. Fetisisme adalah suatu upaya menghindari kecemasan
dengan menggantikan impuls libido dengan objek yang tidak sesuai.

2.3.2 Faktor Biologis
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada
orang dengan parafilia. Diantara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar,
yang memiliki temuan organik positif mencakup 74 persen pasien dengan
kadar hormone abnormal, 27 persen dengan tanda neurologis yang ringan
atau berat 24 persen dengan kelainan kromosom, 9 persen dengan kejang, 9
7

persen dengan dileksia, 4 persen dengan elektroensefalogram (EEG)
abnormal, 4 persen dengan gangguan jiwa berat, dan 4 persen dengan cacat
mental. Pertanyaan yang masih tidak terjawab adalah apakah kelainan ini
menyebabkan minat parafilik atau merupakan temuan insidental yang tidak
memiliki relevansi dengan timbulnya parafilia.

2.4 JENIS FETISISME
Fetisisme terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi kepada
fetisisme dan fetisisme transvestik. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis
fetisisme lain seperti:
1. Agalmatophilia - [Agalma = patung, Philia = cinta) adalah daya tarik
seksual terhadap boneka, manekin, patung atau benda figuratif lain
yang serupa. Hal ini menyangkut keinginan untuk melakukan kontak
seksual yang sebenarnya dengan objek, melakukan fantasi untuk
bertemu dengan objek hidup atau mati dari benda yang disukai.
Agalmatophilia mungkin ada hubungannya dengan Pygmalionism
(dikenal dalam mitos Pygmalion) yang menggambarkan cinta untuk
sebuah objek ciptaan sendiri.
2. Mechanophilia/Mechaphilia - kegairahan seksual yang timbul
terhadap mesin.
3. Psychrophilia - kegairahan seksual yang timbul dari objek yang sejuk.
4. Salirophilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap tanah atau
kekotoran.
8

5. Mucophilia - kegairahan seksual yang timbul dari mucus.
6. Dendrophilia- kegairahan seksual yang timbul disebabkan oleh pokok-
pokok.
7. Symorophilia - kegairahan seksual yang timbul dengan melihat
kecelakaan.
8. Autonepiophilia - kegairahan seksual yang timbul dengan memakai
pakaian anak.
9. Hierophilia - [hiero = suci, philia = cinta] mengacu pada dorongan
seksual, preferensi atau fantasi yang melibatkan benda-benda suci atau
religius. Treatment-nya dapat dilakukan dengan cara, psychoanalysis,
hypnosis, behavior therapy, cognitive therapy.
10. Trichophilia atau fetisisme rambut - paraphilia di mana seseorang
menjadi terangsang oleh, atau sangat suka terhadap rambut manusia.
Gairah mungkin terjadi dari citra dan kontak fisik rambut [rambut
kepala, rambut kemaluan, rambut ketiak dan bulu].
11. xophilia adalah cinta dalam bentuk. Seorang exophilis bisa memiliki
hasrat terhadap makhluk luar angkasa, robot, figur-figur supranatural
atau figur-figur non-manusia. Hal ini dapat dianggap sebagai bentuk
seksual neophilia.
12. Sitophilia, suatu bentuk fetisisme seksual di mana seseorang
terangsang oleh situasi erotis yang melibatkan makanan. Beberapa
makanan dan herbalsalah satunya coklat yang merupakan afrodisiak
9

terkenaldapat menyebabkan munculnya gairah seksual di dalam diri
seseorang.
13. Sitophilia terkadang berpaduan dengan fetisisme-fetisime lain, seperti
wet and messy fetishism, feederism, Nyotaimori dan Wakamezake.
14. Fetisime lain yang masih berkaitan dengan makan adalah vorarephilia
atau vore fetishizes di mana seseorang memakan makanan hidup-
hidup.
15. Kleptolagnia adalah keadaan terangsang dengan latar belakang
pencurian. kleptolagniac adalah seseorang terangsang oleh tindakan
pencurian. Misalnya, seseorang akan merasa senang kala mencuri sex
toy, yang kemudian dapat digunakannya untuk berfantasi secara
seksual. Sebuah bentuk lain dari kleptomania.
16. Smoking fetishism juga dikenal sebagai capnolagni) adalah kondisi
seksual seseorang yang didasarkan atas penglihatanya terhadap orang
yang merokok. Alasan mengapa seorang memiliki fetis ini mungkin
berbeda-beda. Hanya saja, diperkirakan bahwa orang-orang
capnolagni kebanyakan kebanyakan laki-laki heteroseksual, meskipun
ada kelompok-kelompok kecil wanita homoseksual, heteroseksual dan
biseksual yang telah menyatakan minat serupa. Fetis ini sering
diasosiasikan dengan fiksasi oral dan fellatio.
Orang-orang dengan gejala di bawah ini dapat dianggap memiliki
smoking fetishism:
a. Muncul minat seksual saat melihat orang lain merokok
10

b. Berulang kali melakukan fantasi seksual dengan melibatkan orang lain
merokok
c. Selalu merasa ada dorongan seksual dengan melibatkan atau saat
melihat orang lain merokok.
Satu lagi jenis fetisisme adalah objectofilia yang merupakan
kegairahan seksual yang didapat dari benda- benda seperti bulu, balon,
celana dalam perempuan, sepatu tumit tinggi, karet dan banyak lagi.

2.5 DIAGNOSIS
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada
orang dengan parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar,
yang memiliki temuan organik positif mencakup 74 persen pasien dengan
kadar hormone abnormal, 27 persen dengan tanda neurologis yang ringan
atau berat,
Di dalam DSM-IV-TR, kriteria diagnostik parafilia mencakup
adanya khayalan patognomonik dan dorongan yang intens untuk melakukan
khayalan tersebut atau perluasan perilakunya. Khayalan ini, yang dapat
membuat pasien menderita, mengandung materi seksual yang tidak biasa,
yang relatif terfiksasi dan hanya menunjukkan variasi ringan. Rangsangan
dan orgasme bergantung pada perluasan mental atau perilaku mewujudkan
khayalan tersebut. Aktivitas seksual dibuat menjadi ritual atau stereotipik
dan mengunakan objek yang lebih rendah, berkurang, atau tidak manusiawi.
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR fetisisme adalah:
11

A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang
merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang
intens dan berulang yang melibatkan penggunaan objek yang tidak
hidup (contoh: pakaian dalam perempuan).
B. Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menimbulkan penderitaan
yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan,
atau area fungsi penting lain.
C. Objek fetis tidak terbatas pada barang pakaian perempuan yang
digunakan pada pakaian banci (seperti pada fetisisme transvestik) atau
alat yang dirancang untuk tujuan stimulus perabaan genital.

2.6 DIAGNOSIS BANDING
Klinisi harus membedakan parafilia dengan tindakan eksperimental
yang tidak berulang atau kompulsif dan yang dilakukan karena masih
bersifat baru. Aktivitas parafilik paling besar kemungkinannya terjadi
selama masa remaja. Beberapa parafilia (terutama tipe aneh) dikaitkan
dengan gangguan jiwa lain seperti skizofrenia. Penyakit otak juga dapat
melepaskan impuls yang cabul.

2.7 PENGOBATAN
Lima jenis intervensi psikiatrik digunakan untuk menerapi orang
dengan parafilia: kendali eksternal, pengurangan dorongan seksual, terapi
12

keadaan komorbid( seperti depresi atau ansietas), terapi perilaku kognitif,
dan psikoterapi dinamik.
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksual
yang biasanya tidak berisi terapi.
Terapi obat mencakup abot antipsikotik atau antidepresan,
diindikasikan untuk terapi skizofrenia atau gangguan depresif jika parafillia
dikaitkan dengan gangguan ini. Antiandrogen, seperti cyproterrone acetate
di Eropa dan medroxyprogesteron acetate (Depo Provera) di Amerika
Serikat, dapat mengurangi dorongan perilaku seksual dengan menurunkan
kadar testosteron serum sampai pada konsentrasi dibawah normal. Agen
serotonergik seperti fluoxetine (prozac) telah digunakan pada beberapa
kasus parafilik dengan keberhasilan terbatas. Pengunaan dari zat
Antiandrogen mempunyai efek samping yaitu pembesaran mammae, nyeri
kepala, peningkatan berat badan dan penurunan densitas tulang.
Terapi perilaku-kognitif digunakan untuk mengubah pola parafilik
yang dipelajari dengan mengubah perilaku untuk pelakunya dapat diterima
secara sosial. Intervensinya mencakup pelatihan keterampilan sosial,
edukasi seks, pembentukan ulang kognitif (melawan dan merusak
rasionalisasi yang digunakan untuk menyokong pencarian korban lain), dan
pembentukan empati terhadap korban. Desensitisasi khayalan, teknik
relaksasi, dan pembelajaran hal yang memicu impuls parafilik sehingga
stimulus dapat dihindari, juga diberikan. Pada modifikasi latihan perilaku
aversif, pelaku direkam sedang melakukan parafilianya terhadap boneka,
13

parafiliak kemudian dikonfrontasi oleh terapis dan suatu kelompok pelaku
yang lain yang menanyakan mengenai perasaan, pikiran, dan motif yang
berkaitan dengan tindakannya serta secara berulang mencoba memperbaiki
distorsi kognitif dan menunjukkan kepada pasien mengenai tidak adanya
empati terhadap korban.
Psikoterapi berorientasi tilikan merupakan pendekatan terapi yang
berlangsung lama. Pasien memiliki kesempatan mengerti dinamik serta
peristiwa yang menyebabkan parafilia timbul. Secara khusus, mereka
menjadi sadar akan peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka
melakukan impuls mereka (seperti penolakan sebenarnya ataupun
khayalan). Terapi membantu mereka menghadapi stres kehidupan dengan
lebih baik dan meningkatkan kapasitas untuk berhubungan pasangan hidup.
Psikoterapi juga memungkinkan pasien memperoleh kembali kepercayaan
dirinya, yang selanjutnya akan memungkinkan mereka mendekati pasangan
dengan cara seksual yang lebih normal. Terapi seks merupakan tambahan
yang tepat untuk terapi pada pasien yang merupakan penderita disfungsi
seksual spesifik ketika mereka mencoba aktivitas seksual yang tidak
menyimpang.

2.8 PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS
Prognosisnya buruk untuk parafilia adalah berhubungan dengan
onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan
bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat.
14

Perjalanan penyakit dan prognosisnya baik jika pasien memiliki riwayat
koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk
berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh
badan hukum.





















15

BAB III
KESIMPULAN

Teori perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud
mengatakan bahwa setiap makhluk hidup pasti mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, begitu pula manusia juga mengalaminya. Freud mengatakan
bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan
bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikkan dan kebutuhan
seksual.Tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan Freud adalah
Tahap Oral berlangsung pada usia 0 sampai 18 bulan dimana
kesenangan bayi terpusat disekitar mulut, seperti mengunyah, menghisap, dan
menggigit yang merupakan sumber kesenangan anak. Sumber kenikmatan pokok
yang berasal dari mulut adalah makanan. Makan meliputi stimulasi terhadap bibir
dan rongga mulut serta menelan. Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut
dipakai untuk menggigit dan mengunyah. Dua aktifasi oral ini merupakan
prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang dikemudian karakter.
Tahap Anal berlangsung pada anak usia 1,5 tahun sampai 3 tahun. Libido
dipusatkan didaerah anal, dimana anal berfungsi sebagai alat pemuas kenikmatan
(baik dalam melepaskan atau mempertahankan feses). Di fase ini terjadi sifat
ambivalensi pada anak dimana anak berusaha mempertahankan feses sedangkan
ibunya memerintahkan untuk dibuang.
Fase phallic berlangsung pada anak usia 3 sampai 6 tahun. Kenikmatan
terletak pada alat kelamin dan aktifitas yang paling nikmat adalah masturbasi.
16

Pada tahap ini anak menyadari jenis kelaminnya bertepatan pada kesadaran bahwa
dirinya dipisahkan dari beberapa aspek dari kehidupan orang tuanya.
Tahap Latency Berlangsung pada anak usia 6 tahun sampai usia peberitas
atau sekitar 12 tahun. Selam periode ini, anak menekan seluruh minat seksual dan
mengembangkan keterampilan dan intelektual. Di fase ini libido seksual relative
tenang dan anak beridentifikasi lebih luas lagi di luar objek orang tuanya seperti
teman, orang tua, teman, dan, guru.
Tahap Genital terjadi mulai dari masa puberitas dan seterusnya. Fase ini
dibagi menjadi 3 fase yaitu Fase pubertas yaitu usia 11 sampai 13 tahun, fase
adolecens yaitu usia 14 sampai 18 tahun, dan fase dewasa yaitu usia 18 tahun
keatas
Penyebab fetisisme paling sering adalah akibat faktor psikososial dan
faktor biologis. Faktor psikososial adalah berkaitan dengan teori psikoanalitik
klasik yang perkembang adalah sejak masa anak-anak, teori biologis manakala
mengatakan terdapat gangguan organik pada system saraf pusat yang
mengakibatkan gangguan seksual.
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR fetisisme adalah Untuk periode waktu
sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan
atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan penggunaan
objek yang tidak hidup (contoh: pakaian dalam perempuan). Selain itu, fantasi,
dorongan seksual, atau perilaku menimbulkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
Objek fetis tidak terbatas pada barang pakaian perempuan yang digunakan pada
17

pakaian banci (seperti pada fetisisme transvestik) atau alat yang dirancang untuk
tujuan stimulus perabaan genital.





















18

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, B. J. & Sadock, V.A. Kaplan & Sadocks Synopsis Of Psychiatry:
Behavioral Sciences, Clinical Psychiatry. 9
th
edition. Lippincott Williams
& Wilkins, 2003: 316-319.
2. Harold I. Kaplan, MD., Benjamin J. Sadock, MD., Jack A. Grebb, MD.
Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi Ke-7.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
3. Www.docstoc.com. Penyimpangan seksual. Available at:
http://www.docstoc.com/docs/71810883/Penyimpangan-Seksual.
4. Murano G., 2009. Freakiest fetishes. Published on: 6/18/2009.
Available at: http://www.oddee.com/item_96718.aspx
5. Freund K., Seto C. M. dan Kuban M, 1996. Behaviour Research and
Therapy. Available at:http://www.sciencedirect.com/science

Anda mungkin juga menyukai