Nama Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Kode / SKS : 200SN3/3 SKS
Nama Dosen : Prof. Dr. Sulaiman Asang, MS. J URUSAN / BAGIAN PROGRAM STUDI : ADMN FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN, BUKU AJ AR Nama Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Kode / SKS : 200SN3/3 SKS Nama Dosen : Prof. Dr. Sulaiman Asang, MS. J URUSAN / BAGIAN : ILMU ADMNISTRASI PROGRAM STUDI : ADMNISTRSI NEGARA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN, MAKASSAR, 2012 1 Nama Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 2 HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENULISAN BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2012 J udul Buku Ajar : Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Nama Lengkap : Prof. Dr. Sulaiman Asang, MS. Nip/Golongan : 196101081987021001/IV-d J uruasan/Bagian/Prog. Studi : Ilmu Administrasi/Administrasi Negara Telpon/Email : 081325657065/Sulaiman_Asang @Yahoo.co.id Biaya : Makassar, 28 Oktober 2012. a.n. Dekan Penulis : Wakil Dekan Bidang Akademik Fak. Sospol Prof. Dr. Armin Arsyad. M.Si Prof. Dr. H. Sulaiman Asang, MS. Nip. 1965511091991031008 Nip. 196101081987021001 Mengetahui Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Lella Rahim, M.Sc. Nip. 19630501 198803 1 004 3 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah karena bahan ajar ini telah diterbitkan. Ada beberapa informasi yang perlu disampaikan pada kesempatan ini. Pertama, bahan ajar matakuliah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) ini berisikan informasi singkat tentang MSDM. Peserta matakuliah diharapkan menulusuri bahan bacaan orsinil yang dimaksudkan. Kedua, MSDM ini berorintasi kepada sektor publik. Berbagai leteratur MSDM yang ada sekarang ini lebih berorintasi kepada aspek bisnis. Bahan ini diharapkan menjadi cikal menyuburkan tumbuhnya kajian MSDM publik. Ketiga, bahan ajar ini terdiri dari 14 (empatbelas) bahan pembelajaran, sementara telah diketahui bersama bahwa secara normatif (formal) bahwa setiap semester terdiri darai 16 (enambelas) pertemuan. Perbedaan ini terjadi karena satu diantara pertemun tersebut dipergunakan untuk Ujian Tengah Semester dan satu lainnya untuk Ujian Akhir Semester kepada peserta mata kuliah. Terakhir, diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga bahan ajar ini dapat ditebitkan. Saran yang sifatnya membangun tetap diharapkan dalam penyempurnanaan buku ajar ini. Sekian dan terima kasih Makassar, 28 Oktober 2012 Penulis,
Prof. Dr. H. Sulaiman Asang, MS. Nip. 196101081987021001
4 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan ..................................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................................. ii BAB 1 Pendahuluan : Gambaran Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Sektor Publik ...................................................................................... 1 BAB 2 Bahan Pembelajaran 1 : Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia ......... 9 BAB 3 Bahan Pembelajaran 2: Teori-Teori Sumber Daya Manusia ...................... 14 BAB 4 Bahan Pembelajaran 3 : Fungsi Perencanaan Sumber Daya Manusia dan Penerapannya pada Organisasi Publik ........................................... 24 BAB 5 Bahan Pembelajaran 4 : Analisis dan Rancang Bangun Pekerjaan Organisasi Publik ................................................................................ 31 BAB 6 Bahan Pembelajaran 5 & 6: Rekruitmen dan Seleksi Tenaga Kerja ........... 34 BAB 7 Bahan Pembelajaran 7 & 8 : Pengembangan SDM & Teori PSDM............. 41 BAB 8 Bahan Pembelajan 9 : Peranan Pengembangan Karier ............................ 44 BAB 9 Bahan Pembelajaran 10 & 11 : Prestasi Kerja, Kinerja &Imbalan Kerja .... 45 BAB 10 Bahan Pembelajaran 12 : Motivasi dan Pengukurannya ............................ 58 BAB 11 Bahan Pembelajaran 13 : Kepemimpinan dalam Manajemen .................... 63 BAB 12 Bahan Pembelajaran 14 : Pendekatan Audit dalamManajemen Sumber daya Manusia ........................................................................... 69 Lampiran 1 ................................................................................................... 75 5 BAB 1. Pendahuluan : Gambaran Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Sektor Publik Pada bagian pendahuluan bagian pertama ini dideskrepsipsikan empat aspek menyangkut peran Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sektor publik, yaitu: gambaran profil lulusan progaram studi (administrasi negara/administrasi publik); kompetensi lulusan; analisis kebutuhan matakuliah, dan; Garis-Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) MSDM yang berorintasi kesektor publik. 1. Gambaran Profil Lulusan Program Studi Gambaran propil lulusan program studi adminitrasi negara Fisip Unhas antara lain terlihat dari visi yang yang diembang yaitu menjadi salah satu pengelola pendidikan program pendidikan dalam bidang Administrasi yang mampu mengembangkan Ilmu pengetahuan dan teknologi optimal sehingga dapat menghasilkan SDM yang kompetitif dalam memahami dan pengembangan ilmu dalam bidang Administrasi negara (publik). Profil lulusan ini, lebih jelas terlihat melaui misi program studi, yaitu untuk menghasilkan keluaran yang memiliki kemampuan memahami konsep-konsep ilmu Administrasi (Administrasi negara/publik), dan mampu melakukan riset pengembangan ilmu, serta mampu memposisikan diri sebagai agen pembaharu dalam dinamika perkembangan globalsiasi yang semantara berlangsung ini. Profil lulusan program studi ini diwaranai oleh pemahaman luaran tentang hakekat MSDM karena dalam kurilkulum matakuliah ini perlu diprogramkan. Sebagai gambaran awal bahwa rata-rata jumlah peserta matakuliah MSDM ini adalah berkisar 6 delapan puluh orang pada saat matakulaih ini ditawarkan. Secara garis besar, peserta tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu: pertama adalah peserta dari program studi administrasi negara (jurusan administrasi), dan peserta (mahasiswa) jenis ke-kedua adalah dari luar program studi administrasi negara dalam Fisip Unhas. Peserta dengan kategori pertama adalah peserta wajib memprogramkan matakuliah ini, dan peserta ketegori ke-dua adalah matakuliah penunjang program studi lain dalam lingkup Fisip Unhas. Artinya, pemehaman tentang MSDM publik sangat mewarnai luaran program studi administasi negara dan bahkan alumni dari jurusan lain dalam Fisip Universitas Hasanuddin. 2. Kompetensi Lulusan Kompensi lulusan mata kuliah ini, terdiri dari : a) Kompetensi Utama : dimana mahasiswa diharapakan mampu merencanakan, menganalisis & mengoudit aktivitas SDM pada organisasi publik (organisasi nonpropit); b) Kompetensi pendukung: yakni mahsiswa mampu menganalisis fungsi-fungsi MSDM organisasi searah denga kompetensi J urusan ilmu administrasi (penyelanggaraan kebijakan publik dan pelayanan publik); c) Kompetensi lainnya, yakni mahasiswa mampu menganalisis MSDM senapas dengan nilai-nilai bahari sebagai Visi Universitas (Universitas Hasanuddin). 3. Analisis Kebutuhan Pembelajaran Analisis kebutuhan pembelajaran untuk mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) ini, antara lain didasari dari pemikirannya bahwa Matakuliah MSDM 7 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Hasanuddin (Unhas) ini, memiliki karakteristik tersendiri. Karaktekteristik itu ditandai dari materi pengajaran (GBRP) yang lebih berorientasi (berfokus) kepada MSDM sektor publik (Administrasi Negara). Kebanyakan literatur MSDM sekarang, lebih tertuju (berfokus) ke sektor bisnis. Artinya, perlu ada kemasan (buku ajar) tersendiri, untuk memenuhi kebutuhan pengajaran Program Administrasi Negara. Riview singkat pengalaman proses pembalajaran matakualih MSDM ini. Secara singkat terdiri tiga tahapan. Pertama, merencanakan GBRP bersama jurusan (program studi) yang direncanakan (dipersiapkan) digunakan dalam pengajaran. Kedua, melaksanakan pengajaran dengan tahapan (unsur-unsur) sebagaimana yang termuat dalam GBRB. Pada tahapan ini, secara jelas terdeteksi dari pengalaman mengajar kurang lebih sepuluh tahun bahwa sangat diperlukan bahan ajar MSDM yang berorientasi (berfokus) kepada sektor publik yang sejalan dengan visi dan misi program studi (jurusan). Terakhir, mengevaluasi hasil pembelajaran. Tahapan ini dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Penentuan nilai akhir mahasiswa dilakukan secara bersama oleh tim pengajar. Analisis kebutuhan pembelajaran terlihat pula pada tahap penyusunan GBRB oleh tim pengajar dimana para anggota memiliki pendangan yang bervariasi mengenai ruang lingkup (fokus dan lokus) MSDM yang semestinya diajarkan pada organisasi publik seperti dalam program studi administrasi negara ini. Meskipun telah berhasil disusun GBRP dimana didalamnya merupakan hasil kesepakatan anggota tim, namun dalam pelaksanaan pengajaran tetap menemui kesulitan, karena upaya untuk mencapai 8 sasaran yang diharapkan dalam GBRP harus menggunakan banyak literatur yang biasanya hanya diterapkan untuk level pendidikan yang lebih tinggi dari level strata satu. Masalah dapat diatasi (sebagian dengan adanya buku/bahan ajar). Berbagai permasalahan yang dimaksudkan sebelumnya, seperti luasnya ruang lingkup (fokus dan lokus) MSDM pada program studi administrasi negara. Antara lain dapat diatasi dengan menghadirkan bahan ajar ini. 4. Garis-Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Kompetensi Utama : Mampu merencanakan, menganalisis & mengoudit aktivitas SDM pada organisasi publik Kompetensi Pendukung : Mampu menganalisis fungsi-fungsi MSDM organisasi searah dengan kompetensi J urusan ilmu administrasi (penyelanggaraan kebijakan publik dan pelayanan publik). Kompetensi Lainnya : Mampu menganalisis MSDM senapas dengan nilai-nilai bahari sebagai Visi Universitas (Universitas Hasanuddin) Sasaran Belajar : GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJ ARAN (GBRP)
MINGGU KE SASARAN PEMBELAJ ARAN MATERI PEMBELAJ ARAN STRATEGI PEMBELAJ ARAN KRITERIA PENILAIAN BOBOT NILAI (%) 1 Peserta mampu menjelaskan pengertian (konsep) dasar & dan tujuan MSDM Pengertian (konsep), dan Tujuan MSDM Kuliah dan Diskusi - - 9 2 Peserta mampu menjelaskan teori- teori SDM Teori-teori SDM dan keterkaitannya dengan lingkungan eksterna (publik) Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan mencermati teori SDM mikro dan makro 10 3 Peserta mampu menjelaskan fungsi perencanaan SDM Teori dan aplikasi Perencanaan SDM pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan men- jelaskan teori perencanaan SDM pada organisasi publik 7,5 4 Peserta mampu menjelaskan analisis pekerjaan Peranan analisis pekerjaan penerapannya pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menganlisis pekerjaan organisasi publik. 7,5 5 Peserta Mampu menjelaskan Rancang Bangun pekerjaan Peranan rancang bangun pekerjaan dan faktor-faktor yang mem- pengaruhinya Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menjelaskan rangcang bangun pekerjaan organisasi publik. 10 6-7 Mampu memahami tahap-tahap rekrutmen dan seleksi Perbedaan Rekruitmen & Seleksi, Tujuan, tahapan, permasalahan rekrutmen dan seleksi pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan mendeteksi permasalahan fungsi rekruitmen dan seleksi. 15 8 UJ IAN TENGAH SEMESTER KERJ A INDIVIDU UJ I KOMPETENSI Kemampuan menyelesaikan soal dengan rapi & benar - 10 9 Mampu menjelaskan peranan Pengembangan SDM Peranan pengembangan SDM & teori PSDM pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan mejelaskan teori pengembangan SDM. 7,5 10 Mampu mejelaskan pengembangan karier Peranan pengembangan Karier, tahapan dan Instumen pengukurannya pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menjelaskan peranan dan permasalahan pengembangan karier. 7,5 11 Mampu menjelaskan Prestasi dan kompensasi kerja Hakekat prestasi dan kompensasi kerja pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menjelaskan prestasi kerja dan permasalahannya. 7,5 12-13 Mampu menjelaskan fungsi motivasi dan kepuasan kerja Teori motivasi dan intrumen pengukurannya pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menjelaskan teori motivasi dan memanfaatkan dalam penelitian 10 14 Mampu menjelaskan hakekat kepemimpinan Teori-teori kepemimpinan & pengukurannya Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menjelaskan teori kepemimpinani dan memanfaatkan dalam penelitian 10 15 Mampu menjelaskan tujuan Audit SDM dan normatifnya Tujuan Audit, normatif, sumber data dan cara analisis SDM pada organisasi publik Kuliah, Diskusi dan Tugas individu Kemampuan menjelaskan audit dan membandingkan antara normatif dengan fakta (kasus). 10
16 UJ IAN AKHIR SEMESTER KERJ A INDIVIDU UJ I KOMPETENSI Kemampuan menyelesaikan soal dengan rapi & benar 11 DAFTAR PUSTAKA Al-J ailani, Abdul-Qadir, Menjadi Kekasih Allah; Masran (Ahmad Penerjemah), Citra Media, 2010. Yogyakarta Asang, Sulaiman, 2011. Pembangunan Sumber Daya Manusia : Suatu Prespektif Organisasi Publik. J urnal Administrasi Negara Vol. 17. No.1 Maret 2011 (ISSN : 1410-8399) LAN Makassar. --------------------, 2006. Implikasi Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Kepada Masyarakat Miskin. J urnal Administrasi Negara Vol. II No.2 J uni 2006 (ISSN : 1858-2168) LAN Makassar. Bappeda Propinsi Sulsel, 2008. Rencana Pembangunan J angka Menengah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Makassar. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000, Pedoman Peneteapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, J akarta. Gibson, J .L., J . M. Ivancevich, dan J .H. Donelly. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Proses dan Struktur. Erlangga, J akarta. Hatch, M.J . 1997. Organization Theory: Modern Symbolic and Post modern Perspectives. (Sub bab tentang Strategy and Goal), Oxford University Press, New York. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya Kuper, A. dan J . Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. (terj. Haris Munandar, dkk.). Rajawali Pers, J akarta. LAN, 2004. Kajian Manajemen Stratejik: Bahan Ajar Diklatpim Tingkat II. Lan, J akarta. McClelland, D.C. 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi : Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Motif Berprestasi. Terjemahan oleh Siswo Suyanto dan Wilhemus W. Bakowatun). CV. Intermedia, J akarta. Morgan, G. 1991. Images of Organization. SAGE Publications, Inc., California. Ogawa, N., G. dkk., 1993. Human Resources in Development along the Asia-Pacific Rim. Oxford University Press, Singapore. Rivai, Veithasal, 2009, Islamic Human Capital : Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia Islami, Rajagrafindo Persada, J akarta. 12 Siagian, Sondang P. 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, J akarta UNDP, 2004. Human Devepelopment Report: Cultural Liberty in Todays Diverse World. UNDP, New York. 13 BAB 2 Bahan Pembelajaran 1 : KonsepManajemen Sumber Daya Manusia 1. Pendahuluan Bagian awal ini mendeskrepsikan secara singkat mengenai konsep Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Secara garis besar konsep MSDM dapat dipelajari dari dua prespektif, yaitu prespektif mikro dan prespektif makro. Baik prespektif mikro maupun makro adalah tetap kedua menjadikan organisasi publik sebagai lokus dan fokus kajian. Bahagian ini ditutup dengan pertanyaan menyangkut subtansi ke-dua lokus. Disamping itu, diuraikan mengenai subtansi MSDM secara ilmu dan MSDM secara praktis. 2. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia Mikro Pendekatan sistemdalam analisas suatu organisasi, menjelaskan bahwa Sumber Daya Manusia merupakan salah satu unsur menyebabkan organisasi itu bergerak untuk mencapai sasarannya. Rangkuman dari berbagai literatur, menjelaskan bahawa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu proses penggerakan manusia yang meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, dan pemberhentian tenaga kerja (pegawai) untuk mencapai tujuan organisasi (Umar, 1997). Pengertian ini, melihat fokus dan lokus (ruang lingkup) MSDM lebih tertuju kepada internal organisasi. MSDM dalamprakteknya mempersoalkan tenaga kerja sebagai kelompok sasaran organisasi. Dalan konteks ini, MSDM sering disebut manajemen sumber daya dalam konteks makro. Pengertian MSDM dapat berarti teoritis (ilmu) dan juga bermakna praktis. Bermakna teoritis ketiga ilmu ini mengembangkan teori-teori untuk diadaptasi 14 membantu manusia atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan aktivitas secara efisien dan efektif. Pengertian secara praktis bermakna bahwa mencapai tujuan melalui aktivitas orang lain. Pengertian praktis ini bermakna di dalam proses MSDM terdapat kerjasama sehigga tujuan yang direncanakan dapat dilaksanakan aktivitasnya sehingga tujuan dapat tercapai secara efisien dan efektif. Berbagai literatur yang berkembang dasawarsa sembilanpuluhan bahwa tekanan MSDM lebih banyak kepada internal organisasi seperti makna yang dimaksudkan di atas. Tekanan fokus dan lokus MSDM dalam dasawarsa terakhir ini, tidak hanya mempersoalkan internal organisasi tetapi juga eksternal organisasi. Dalam arti bahwa organisasi tertentu bertanggung jawab terhadap MSDM suatu komunitas. Ruang lingkup terakhir ini, lazim disebut MSDM dalam konteks makro.
3. Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia Makro Konsep manajemen sumber daya manusia dalam konteks makro, oleh Bank Dunia, diartikan sebagai keseluruhan proses aktivitas perluasan spektrum pilihan untuk meningkatkan kemampuan manusia, yang di dalamnya tercakup berbagai aktivitas, yaitu: pengembangan pendidikan dan latihan, kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat, pengembangan di tempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas (UNDP, 2004). Menarik untuk dikaji berbagai variabel yang tercakup dalam pengertian MSDM dalam konteks makro, tetapi berbagai kendala yang menghadang selain alasan metodologis yang terlalu rumit, juga telah direkomendasikan oleh ahli ataupun badan, 15 bahwa variabel tersebut tidak perlu dianalisa semuanya, namun ada variabel tertentu yang tetap mencerminkan secara keseluruhan kualitas masyarakat pada komunitas tertentu. 16 Perkembangan selanjutnya, ukuran output MSDM makro yang telah ada pada sasat itu, dipandang perlu disempurnakan, terutama karena tidak secara langsung mengukur kemampuan ekonomi masyarakat. UNDP (2004) telah menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index atau HDI). Dalam HDI ini, juga terjadi batasan variabel yang dilibatkan yang dipandang mewakili kualitas manusia pada suatu komunitas, yakni hanya terdiri dari tiga variabel utama, yakni kesehatan dengan AHH; pendidikan dengan AMH dan Rata-rata Lama Sekolah atau RLS; serta ukuran yang mewakili pendapatan adalah Purchasing Power Parity (PPP). Memang perlu ditegaskan bahwa aspek MSDM dalam konteks makro memang memerlukan perhatian yang lebih intensif di negara berkembang, di dalamnya berkaitan dengan tiga aspek utama tersebut. Argumentasi ini, didasarkan dari berbagai bukti bahwa pada negara-negara yang telah bertaraf baik ketiga aspek tersebut, secara signifikan berbagai aspek lainnya, ternyata telah bertaraf baik pula. Artinya, dengan fokus penyelenggaraan MSDM pada aspek pendidikan, daya beli masyarakat, dan kesehatan, maka memberikan dampak positif ke berbagai aspek lainnya. Namun tidak berarti variabel lain dikesampingkan. Sebagai upaya untuk lebih mengarahkan (memfokuskan) kajian ini, maka satu diantara variabel lainnya (kesehatan dan pendapatan), yakni aspek pendidikan yang banyak dijadikan sebagai contoh (kasus) dalam kajian pembangunan sumber daya manusia ini. Apakah kurang berhasilnya MSDM makro selama ini, tidak lebih banyak disebabkan oleh pengelolaan organisasi (yang berperan untuk itu) lebih cenderung bersifat tradisional dibanding bersifat modern di negara berkembang? Sebagai upaya 17 memberikan jawaban dari pertanyaan yang kompleks ini, antara lain dianalisis melalui pendekatan sistem yang di dalamnya dikaji mengenai aspek eksternal organisasi yang berperan langsusung dalam MSDM tersebut. 4. Penutup 1. Berdasarkan uraian singkat di atas, anda diharapkan mengadaptasi beberapa pendapat dari ahli mengenai konsep MSDM Mikro. Selanjutnya, menarik inti pemahaman mengenai konsep tersebut. Pusat perhatian terutama ditujukan kepada fokus dan lokus kajian disiplin ilmu tersebut. 2. Manajemen SDM dalam konteks makro, memiliki focus dan lokus tersendiri. Anda diharap memaparkan beberapa pendapat para ahli. Selanjutnya, menarik inti pemahaman mengenai konsep tersebut. Daftar Bacaan Gibson, J .L., J . M. Ivancevich, dan J .H. Donelly. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Proses dan Struktur. Erlangga, J akarta. Morgan, G. 1991. Images of Organization. SAGE Publications, Inc., California. Ogawa, N., G. dkk., 1993. Human Resources in Development along the Asia-Pacific Rim. Oxford University Press, Singapore. Umar, Husain, 1997. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Gramedia, J akarta. UNDP, 2004. Human Devepelopment Report: Cultural Liberty in Todays Diverse World. UNDP, New York. 18 BAB 3 Bahan Pembelajaran 2 : Teori-Teori Sumber Daya Manusia 1. Pendahuluan Ada beberapa teori menyangkut Sumber Daya Manusia yang diuraikan pada bagian ini, diantaranya adalah teori peningkatan modal manusia, teori pemenuhan kebutuhan dasar, teori stimulus-respons, teori kognetif dan teori pemberdayaan. Setiap teori ini memiliki perbedaan dan penekanan satu sama lain. Istilah pembangunan lebih banyak ditemukan pada peningkatan SDM masyarakat secara luas, sementara istilah pengembangan lebih ditujukan kepada peningkatan SDM anggota birokrasi yang secara subtusial semuanya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas manusia, baik sebagai birokrasi penyelenggara maupun untuk masyarakat luas sebagai kelompok sasaran pembangunan sumber daya manusia. 2. Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia a. Teori Peningkatan Modal Manusia Teori Peningkatan Modal Manusia atau Human Capital Development Theory (HCDT) adalah suatu teori yang didasarkan kepada asumsi bahwa pengeluaran untuk Modal SDM adalah merupakan unsur manajemen yang lebih strategis dibanding unsur manajemen lainnya, seperti: mesin, teknologi, tanah, uang, dan material dalam penentuan kinerja dalam proses manajemen. Didalam prakteknya, HCDT ini lazim diaplikasikan melalui berbagai bentuk investasi SDM, seperti pendidikan formal, pendidikan non formal dalam peningkatan profesionalisme baik dalam bentuk kualitas fisik dan non fisik (Asang, 2006). 19 Sebenarnya teori HCDT ini, mirip dengan Technology Functionalism, dimana ditekankan tentang fungsi teknologi dari pendidikan dan pendayagunaan sumber daya manusia secara efisien. Para pakar penganut teori ini, meyakini bahwa pembangunan SDM dalam wujud pendidikan akan mendatangkan tingkat efisiensi. Dalam konteks yang lebih luas diterangkan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan di dalam perkembangan suatu komunitas (masyarakat dan organisasi). Sumber daya manusia dianggap sebagai kapital yang tercermin di dalam pengetahuan, gagasan, kreativitas, keterampilan dan kinerja. J ika tenaga kerja dipandang sebagai pemegang kapital, mereka dapat menginvestasikan dirinya untuk kepentingan dirinya bukan dimanfaatkan bagi keuntungan seseorang atau kelompok (majikan, tuan tanah, pemilik modal). J ika eksploitasi terjadi, maka tenaga kerja hanya memiliki fungsi sebagai alat produksi maupun hasil produksi, dengan demikian keuntungan potensial mereka telah dipindahkan ke tangan pemilik modal. Di dalam suatu sistem produksi, peningkatan kinerja dapat dilakukan jika faktor-faktor produksi lainnya diberdayakan oleh tenaga kerja. Dengan konsep ini, SDM tidak semata-mata dianggap sebagai faktor produksi yang konvensional sebagai penggerak sistem produksi secara menyeluruh. Inti dari pada teori pengembangan model manusia bahwa manusia memang merupakan salah satu unsur manajemen dalam proses pencapai tujuan, namun unsur manusia memiliki posisi lebih strategis dibanding unsur-unsur lainnya. Karena keberadaan unsur lain sangat ditentukan dari keandalan sumber daya manusia. Dilihat dari konteks kebijakan 20 bahwa salah satu karakteristik kebijakan yang baik adalah yang banyak memperhatikan unsur pendidikan dan pelatihan dalam priode tertentu. b. Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar Basic Needs Theory (BCT) atau Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar berasumsi bahwa kinerja sumber daya manusia ditentukan oleh terpenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Secara garis besar, menurut Ogawa (Kasnawi dan Asang, 2009), bahwa kebutuhan dasar ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: kebutuhan pangan, kesehatan dan kebutuhan pendidikan. Apabila ketiga jenis terpenuhi, maka kinerja atau kinerja yang direncanakan pada periode tertentu akan tercapai. Apabila dicermati lebih lanjut, memang diketahui bahwa ketiga jenis kebutuhan dasar tersebut (pangan, kesehatan, dan pendidikan) adalah merupakan faktor penentu dari kinerja seseorang, tetapi faktor pendidikan menempati posisi kunci dibanding berbagai faktor lainnya. Pada suatu oragnisasi atau organisasi, faktor manajerial adalah yang menentukan intensitas pendidikan dan latihan. Tingginya pendidikan menyebabkan penghasilan dan kesehatan/gizi akan meningkat pula. Pendidikan yang akan tinggi melahirkan kesempatan tinggi untuk kinerja tinggi pula. Untuk sampai pada tahap tertentu, teori pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Theory) ini memiliki kebenaran, namun dibantah oleh Human Capital Theory, bahwa secara nyata banyak sumber daya manusia pada organisasi tertentu telah terpenuhi kebutuhan hidupnya, namun memiliki kinerja yang rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya motivasi dan etos kerja tenaga kerja tersebut. Aspek 21 motivasi dan etos kerja ini berkaitan aspek lain, seperti dimensi individu (aspek budaya dan gaya manajerial) dan dimensi institusional (strategi, struktur, dan teknologi). c. Teori Kapasitas Teori Kapasitas (Capacity Theory) berpandangan bahwa pembangunan manusia bertujuan untuk meningkatkan inisiatif dan kereativitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan untuk mencapai kesejahtraan material dan spriatul. Untuk mencapai tujuan tersebut maka individu dan masyarakat perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk menentukan sendiri masa depannya. Menurut Soffian Effendi (Kasnawi & Asang, 2009), bahwa terdapat lima aspek yang tercakup di dalam kapasitas ini, yaitu; kapasitas berproduksi, pemerataan, pemberian kekuasaan dan kewenangan lebih besar kepada masyarakat, keberlanjutan, kesadaran interdependesi antar manusia, antar manusia dengan lingkungannya, dan antar negara. Dilihat dari fungsi administrasi, maka baik tujuan kapasitas maupun variabel yang mempengaruhinya harus direncanakan, dilaksanakan maupun dievaluasi dalam priode tertentu. Kenyataan di negara berkembang, seperti Indonesia ternyata aspek kesejahteraan merupakan masalah sangat dominan, misalnya terlihat dari semakin meningkatnya penduduk miskin dan semakin meningkatnya kriminal yang disebabkan oleh belum diterapkannya secara baik berbagai variabel yang mempengaruhinya. 22 d. Teori Pemberdayaan Teori ini melihat bahwa PSDM adalah identik dengan pemberdayaan SDM dan dapat dikaji melalui tiga tahapan, yaitu: tahapan: delegatif, organisatoris dan individu. Teori PSDM ini memiliki banyak persamaan dengan teori kapasitas yang antara lain PSDM dapat belangsung dengan baik apabila terdapat pemberian kewenangan kepada individu dan masyarakat. Berikut uraian mengenai tiga tahapan yang dimaksudkan. Pertama, teori pemberdayaan delagatif; Pembangunan SDM jenis ini berpandangan bahwa proses pembelajaran yang diinginkan sekelompok orang pada komunitas tertentu, seperti provinsi, kabupaten/kota atau kecamatan berasal dari komunitas itu sendiri. Sasaran PSDM adalah mengurangi tingkat ketergantungan menjadi kurang terjadi ketergantungan dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti dimensi ekonomi, sosial, budaya politik dan hukum. Dilihat dari konteks penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi), maka pembangunan dari konteks delegatif ini, dapat diartikan sebagai upaya pengalihan kekuasaan (pengurangan ketergantungan) secara perlahan dari pemerintah tingkat atas ke tingkat lebih rendah berdasarkan keputusan formal yang diperlakukan dalam periode tertentu. Kedua, pemberdayaan organisatoris adalah suatu jenis PSDM di mana dalam prosesnya selalu ada pencarian gagasan atau konsep baru dalam pemberdayaan yang lebih mutakhir dan lebih segar daripada banyak teori peningkatan motivasi yang telah banyak dikenal selama ini. Pemberdayaan dipandang sebagai sesuatu yang kompleks di suatu komunitas yang dipengaruhi berbagai faktor, seperti kondisi SDM (pada saat belum dilakukan pembangunan), nilai-nilai, sistem dan prosedur, serta budaya 23 organisasi. Secara sederhana, pemberdayaan level organiasasi ini diartikan sebagi proses penciptaan kinerja organisasi yang dominan diprakarsai sendiri oleh anggota organisasi bersangkutan baik dalam fungsi perencanaan, pelaksanaan maupun penilai kinerja organisasi dalam periode tertentu. Ketiga, pemberdayaan pada level individu; yaitu upaya peningkatan kapabilitas seseorang yang relatif masih rendah, seperti percaya diri, keterampilan, dan status sosial ekonomi lalinnya, selanjutnya berubah ke arah yang lebih baik atas prakarsanya sendiri. J enis pemberdayaan ini, sangat inpersonal dan terbentuk dalam waktu relatif lama. Sebagaimana yang lazim dialami oleh individu yang telah menadapatkan pelatihan untuk mempertinggi tingkat prakarsanya, tidak langsung terjadi perubahan setelah mengikuti pelatihan tersebut. Berdasarkan ketiga tiga jenis tahapan di atas, maka PSDM menurut teori pemberdayaan adalah suatu peroses dalam penggerakan masyarakat dalam penyelenggaraan (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) pemerintahan dan pembangunan dimana pada awalnya lebih banyak diprakarsai oleh pemerintah pada tingkat atas, kemudian berubah secara perlahan yang lebih banyak dilakukan pada tingkat organisasi yang rendah, dan pergeseran ini terus berlanjut sehingga prakarsa terhadap perubahan lebih banyak dilakukan oleh individu-individu pada komunitas yang lebh kecil. 24 e. Teori Harapan Rasional Rational Expectation Theory atau Teori Harapan Rasional berpandangan bahwa perubahan yang demikin cepat seperti gelombang globalisasi yang digerakkan oleh dua kekuatan, yakni perdagangan dan teknologi yang keduanya saling menunjang satu sama lain. Peningkatan perdagangan saling mendorong pengalihan teknologi. Demikian sebaliknya, peningkatan teknologi memperluas dan memperlancar pengaliran barang, jasa serta informasi. Proses tersebut menghasilkan tatanan kehidupan sosial ekonomi dunia yang semakin terintegrasi. Adanya pola globalisasi tersebut, maka manusia mengharapkan berbagai jenis kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dipertegas dalam teori ini bahwa masyarakat (sekelompok manusia) adalah makhluk yang cerdas dan selalu menggunakan informasi untuk memenuhi harapannya. Manusia dapat belajar dan merubah perilakunya sesuai perkembangan. Informasi yang mutakhir dapat diadopsi jika sesuai harapannya, namun kembali keprilaku semula jika tidak munguntungkan dirinya (Subri, 2002). Teori ini banyak diadaptasi untuk mejelaskan pergeseran tenaga dari sektor pertanian yang relatif kurang tantangannya ke sektor industri maupun ke sektor jasa penuh dengan persaingan. f. Teori Stimulus-Respons Teori Stimulus-Respons berasumsi bahwa proses belajar (PSDM) adalah merupakan suatu hubungan variabel antara stimulus dengan respons. Perilaku setiap 25 individu berbeda-beda karena stimulus terhadapnya berbeda-beda pula. Stimulus bisa bersifat konkrit maupun abstrak. Situmulus yang konkrit adalah suatu rangsangan yang secara konkrit dapat ditangkap melalui penglihatan kita. Misalnya, ketika sesorang yang tadinya berkerja kurang produktif karena kurang sesuai antara keahlian dengan pekerjaannya, namun kemudian pindah ke tempat lain yang sesuai dengan keahliannya menyebabkan mereka lebih produktif dibandingkan dengan pada tempat kerja sebelumnya. Stimulus abstrak adalah suatu rangsangan tidak kelihatan, namun dirasakan atau dimaknai oleh manusia dan selanjutnya melahirkan respon (prilaku) yang berbeda. Misalnya, seorang bawahan merasa kurang mendapat perhatian di lingkungan kerjanya sehingga kurang serius melaksanakan pekerjaannya (Sedarmayanty, 2007). g. Teori Kognetif Asumsi teori kognetif bahwa belajar (PSDM) tidak hanya merupakan hubungan variabel antara stimulus dengan respons, tetapi juga menyangkut struktur kognetif itu sendiri, seperti daya ingat persepsi, harapan, pengalaman baik dan pahit yang telah dijalani seseorang. Kognetif merupakan proses pembentukan argumentasi yang bersumber dari suatu infomasi dan prilaku seseorang itu terjadi tanpa harus diberi penguatan secara ekplisit. Seseorang, secara terus-menerus melakukan pembelajaran atas peristiwa yang dijalaninya. Dalam proses belajar itu, sesorang akan menyimpan dan menyusun informasi dibenaknya sebagaimana kita menyimpan data dalam memori komputer. Data 26 itu dapat dipergunakan untuk merespon sesutu ketika manusia mengahadapi situasi yang sejenis. Menurut teori kognetif bahwa semakin banyak pengalaman seseorang dalam arti luas, maka semakin banyak memori bagi orang tersebut. Sebab itu, penerapan teori ini pada organisasi publik banyak menggunakan prinsip senioritas. Setelah adanya gamabaran mengenai beberapa teori pada bagian ini, maka dapat dikembangkan dan diadaptasi dalam penelitian atau dalam kegiatan lain, seperti penyusunan makalah ilmiah, pembuatan laporan instansi atau sejenisnya. 3. Penutup a. Berikan contoh dalam kehidupan setiap hari sehingga teori Harapan Rasional dikategorikan sebagai salah satu teori MSDM. b. Berikan argumentasi dengan contoh kehidupan setiap hari sehingga teori Teori Peningkatan Modal Manusia dikategorikan sebagai salah dari teori MSDM. c. Kembangkan (sebagai analisis) lebih luas teori-teori MSDM yang relevan dengan permasalahan yang menonjol disekitar anda. Daftar Bacaan Asang, Sulaiman, 2011. Pembangunan Sumber Daya Manusia : Suatu Prespektif Organisasi Publik. J urnal Administrasi Negara Vol. 17. No.1 Maret 2011 (ISSN : 1410-8399) LAN Makassar. \Bappeda Propinsi Sulsel, 2008. Rencana Pembangunan J angka Menengah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Makassar. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya 27 Morgan, G. 1991. Images of Organization. SAGE Publications, Inc., California. Ogawa, N., G. dkk., 1993. Human Resources in Development along the Asia-Pacific Rim. Oxford University Press, Singapore. Rivai, Veithasal, 2009, Islamic Human Capital : Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia Islami, Rajagrafindo Persada, J akarta. --------------------- 28 BAB 4 Bahan Pembelajaran 3 : Fungsi Perencanaan Sumber Daya Manusia dan Penerapannya pada Organisasi Publik Kebutuhan sumber daya manusia merupakan salah satu fungsi utama MSDM yang pada intinya merupakan proses peramalan sistematis tentang permintaan dan penawaran pegawai untuk masa yang akan datang pada suatu organisasi. Masa akan datang yang selalu mengandung ketidakpastian membutuhkan sikap proaktif dan antisipatif. Hal ini dilakukan agar ada jaminan bahwa pada setiap satuan unit kerja tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai posisi, jabatan dan pekerjaan, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi. Antara lain dapat dijelskan bahwa Perencanaan sumber daya manusia adalah proses menentukan kebutuhan tenaga kerja atau mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya terintegrasi dengan rencana organisasi. Pengertian yang lebih mengarah kepada fungsi organisasi dapat dikatakan bahwa perencanaan sumber daya manusia (tenaga kerja) adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian, dan pengontrolan yang menjamin organisasi mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat yang sangat bermanfaat secara ekonomis. Secara demikian, perencanaan tenaga kerja bidang aparatur tidak bisa hanya dilakukan oleh para profesional yang menangani masalah kepegawaian saja, tetapi juga membutuhkan keterlibatan semua pimpinan pada berbagai satuan-satuan kerja atau manajer unit. Keterlibatan para pimpinan di sini sifatnya mutlak karena pada dasarnya para pemimpin unit juga merupakan manajer sumber daya manusia. 29 Berbagai ketidakpastian di masa depan, perencanaan tenaga kerja ini menjadi sangat penting karena ada beberapa pengaruh atau tantangan yang harus diantisipasi baik internal maupun eksternal. Tantangan internal bersumber pada perkembangan berbagai faktor dalam instansi itu sendiri yang dapat mempengaruhi perencanaan pengadaan pegawai, misalnya adanya perubahan beban kerja yang berkurang atau meningkat dilngkungan instansi tersebut. Sedangkan tantangan eksternal adalah berbagai perkembangan di luar institusi tetapi akibatnya mempengaruhi perencanaan pegawai (ketenagakerjaan), baik kuantitas maupun kualitasnya. Termasuk dalam kelompok ini adalah perkembangan bidang teknologi informasi permerintah (e-Government) dalam pelayanan publik, manajemen pemerintahan, perkembangan sosial budaya, politik, ekonomi dan pertahanan keamanan pada tatanan nasional, regional, dan global. Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia dilaksanakan dengan mendasarkan kepada hal-hal : (a) Memberdayakan secara optimal pegawai yang sudah ada dalam organisasi; (b) Memperhatikan beban kerja yang ada saat ini dan memperkirakan beban kerja pada masa yang akan datang; (c) Memperhatikan kualifikasi pendidikan dan pelatihan yang diperlukan institusi atau init organisasi, dan; (d) Memperhatikan kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan pegawai, misalnya kebijakan minus growth atau zero growth dengan mempertahankan formasi pegawai yang tersedia. Dikaitkan dengan Strategi Terintegrasi dalam Perencanaan SDM, maka perencanaan sumber daya manusia dapat dipandang sebagai proses manajemen dalam 30 menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisi yang diinginkan di masa depan, sedangkan strategi sumber daya manusia adalah seperangkat proses- proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan manusia dan pelayanan. Tujuan dari integrasi sistem adalah untuk menciptakan proses prediksi demand sumber daya manusia yang muncul dari progam-program SDM. Oleh karena itu, perencanaan sumber daya manusia harus disesuaikan dengan strategi tertentu agar tujuan utama dalam memfasilitasi keefektifan organisasi dapat dicapai. Keselarasan antara organisasi bisnis, publik, dan non profit dengan perencanaan sumber daya manusia dapat membangun perencanaan organisasi yang pada akhinya menentukan kebutuhan SDM. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas organisasi dan perencanaan SDM antara lain: Globalisasi, kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi dan perubahan komposisi angkatan kerja. Perubahan karakteristik angkatan kerja yang ditandai oleh berkurangnya tingkat pertumbuhan tenaga kerja, semakin meningkatnya masa kerja bagi golongan tua, dan peningkatan diversitas tenaga kerja membuktikan perlunya kebutuhan perencanaan SDM. Tujuan utama perencanan adalah menfasilitasi keefektifan organisasi yang harus diintegrasikan dengan tujuan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang organisasi. Pengertian lain, dalam redaksi yang berbeda dikatakan bahwa perencanaan sumber daya manusia sebagai proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisinya saat ini menuju posisi yang diinginkan di masa depan. Dari konsep tersebut, perencanaan sumber daya manusia dipandang 31 sebagai proses linear, dengan menggunakan data dan proses masa lalu sebagai pedoman perencanaan di masa depan. Sementara itu, yang dimaksud dengan strategi sumber daya manusia adalah seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini yang menyelesaikan masalah organisasi yang terkait dengan manusia. Tujuan strategi SDM adalah memastikan bahwa orang yang tepat berada pada tempat dan waktu yang tepat, sehingga hal tersebut harus disesuaikan dengan rencana organaisasi secara keseluruhan. Integrasi perencanaan SDM dengan perencanaan strategik memudahkan organisasi melakukan keputusan dilakukannya merger, international operations, dan cooperate entrepreneurism. Sedangkan hasil evaluasi dari penerapan program jangka panjang ditujukan bagi perencanaan program suksesi yang menenkankan pada kemampuan memprediksi hasil-hasil individu, seperti kamajuan karier yang dicapai dan kepuasan kerja. Perencanaan SDM yang terintegrasi dengan strategi organisasi diperlukan dalam kondisi persaingan yang semakin ketat. Menurut Manzini (1996) untuk merancang dan mengembangkan perencanaan SDM yang efektif, terdapat tiga tipe perencanaan yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan sistem perencanaan tunggal. Pertama: strategy planning, yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi dalam lingkungan persaingan, kedua, operational planning, yang menunjukkan demand terhadap SDM, ketiga, human resources planning, yang digunakan untuk memprediksi kualitas dan kuantitas kebutuhan SDM dalam jangka pendek dan jangka panjang yang menggabungkan program pengembangan dan kebijaksanaan SDM. 32 Tabel 1 : Manajemen Sumber Daya Manusia pada Oragnisasi Bisnis dan Organisasi Publik Karakteristik Organisasi Bisnis Organisasi Publik Tujuan Karyawan (unsur SDM) sebagai penyelenggara bertujuan untuk menjaga kelangsungan organisasi & berusaha seoptimalnya untuk mengakumulasi modal sesuai visi & misi organisasi bisnis Birokrat (unsur SDM) dalam menjalankan organisasi bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh anggota masyarakat yang menjadi kelompok sasaran sesuai visi dan misi organisasi publik Motif Karyawan organisasi (Unsur SDM) dalam menjalankan (menyelenggarakan) proses aktivitasnya bermotifkan keuntungan yang wajar dari modal yang tertanam Birokrat (Unsur SDM) dalam melakukan proses penyelenggaraan aktivitasnya bemotifkan pelayanan yang; efisien, efektif, tranfaransi dan akuntabel kepada kelompok sasaran. Sifat Pelayanan Organisasi dalam memberikan pelayanan (Fungsi Peningkatan SDM) adalah berbeda. Pelayanan yang lebih baik kepada pelanggang yang lebih banyak mendatangkan keutungan (falsafah pelanggang adalah raja). Organisasi dalam memberikan pelayanan (Fungsi Peningkatan SDM) yang sama kepada semua lapisan masyarakat, sesuai kriteria yang ditetapkan oleh organisasi publik. Wilayah Kekuasaan Organisasi memiliki wilayah kekusaan tergantung dari relasi bisnis, & bisa lebih luas dari negara. Organisasi memiliki wilayah kekuasaan seluas wilayah administratif seluas wilayah organisasi. Misalnya seluas: Negara, Provinsi, atau Kabupaten/Kota. Kekuasaan SDM sebagai karyawan organisasi menerima sumber kekuasaan dari pemilik modal. Besarnya kekuasan ditentukan dari besarnya kewenangan yang diterima dari pemiliknya. SDM sebagai birokrat (provaider), menerima kekuasaan dari rakyat (sistem demokrasi, rakyat merupakan sumber kekuasaan) yang searah dengan tujuan organisasi publik. Orientasi Politik SDM sebagai anggota organisasi memiliki orientasi dalam penyelenggaraan aktivitas mementingkan kepentingan pemilik modal SDM sebagai anggota organisasi dalam menyelenggarakan aktivitas bersifat netral. Tidak dibenarkan mementingkan golongan tertentu. 33 Secara umum, tujuan pengintegrasian perencanaan SDM adalah untuk mengidentifikasi dan menggabungkan faktor-faktor perencanaan yang saling terkait, sistematik, dan konsisten untuk mencapai visi dan misi organisasi. Hal ini berarti, perencanaan SDM adalah sesuatu fungsi yang secara terintegrasi dengan fungsi lainnya dalam penyelenggaran aktivitas organisasi. Mengingat fokus kajian ini, lebih tertuju kepada peranan organisasi publik (organisasi pemerintah) dalam manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), maka pada bagian ini dideskrepsikan perbedaan karakteristik organisasi bisnis dengan organisasi publik (Tabel 1). Secara umum, memang tetap terdapat persamaan antara organisasi bisnis dengan publik. Seperti keduanya menganut prinsip hirarki, namun ditinjau dari karakteristik organisasi lainnya, tetap memiliki banyak perbedaan. Antara lain, dilihat dari Sifat Pelayanan maka secara normatif, anggota (birokrat) organisasi publik memberikan pelayanan yang sama kepada semua aggota masyarakat, sementara anggota organisasi bisnis diharapkan memberikan pelayanan sesuai keandalan para pelanggan (kelompok sasaran). 3. Penutup 1. Berikan argumentasi mengapa fungsi perencanaan SDM demikian penting sebagai salah satu bentuk aktivitas organisasi pubilk. 2. Organisasi publik dan organiasasi bisnis, disamping memiliki berbagai persamaan namun juga memiliki banyak perbedaan dan kaitannya dengan menjalankan fungsi perencanaan Sumber Daya Manusia. J elaskan persamaan dan perbedaan tersebut. 34 Daftar Bacaan Asang, Sulaiman, 2011. Pembangunan Sumber Daya Manusia : Suatu Prespektif Organisasi Publik. J urnal Administrasi Negara Vol. 17. No.1 Maret 2011 (ISSN : 1410-8399) LAN Makassar. Bappeda Propinsi Sulsel, 2008. Rencana Pembangunan J angka Menengah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Makassar. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya Morgan, G. 1991. Images of Organization. SAGE Publications, Inc., California. Ogawa, N., G. dkk., 1993. Human Resources in Development along the Asia-Pacific Rim. Oxford University Press, Singapore. Rivai, Veithasal, 2009, Islamic Human Capital : Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia Islami, Rajagrafindo Persada, J akarta. 35 BAB 5 Bahan Pembelajaran 4 : Analisis dan Rancang Bangun Pekerjaan organisasi Publik 1. Pendahuluan Bagian ini mendeskrepsikan dua fungsi MSDM yaitu, fungsi analisis pekerjaan dan fungsi rancang bangun pekerjaan. Lebih awal dideskrepsikan mengenai subtansi analisis pekerjaan dan dilanjutkan mengenai rancang bangun pekerjaan. Ketiga mempersoalkan analisis pekerjaan terdapat tiga utama yang dideskrepsikan yaitu menyangkut identifikasi pekerjaan, penyusunan kuesioner, dan pengumpulan informasi. Sementara pada bagian rancang bangun pekerjaan dideskrepsikan Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia Rancang Bangun Pekerjaan. Termasuk dideskrepsikan pada bagian ini adalah menyangkut unsur-unsur dan teknik rancang bangun pekerjaan. 2. Analisis Pekerjaan Analisis pekerjaan merupakan suatu aktivitas dalam MSDM dalam menentukan jenis dan isi pekerjaan sehingga dapat dijelaskan kepada orang lain. Output dari aktivitas analisis pekerjaan adalah deskripsi pekerjaan. Pada analisis pekerjaan secara lazim diuraikan tentang: (a) Alasan utama atau pentingnya informasi analisis pekerjaan; (b) Teknik mendapatkan informasi mengenai analisis pekerjaan, seperti melalui kuesioner atau mengumpulkan informasi melalui internet dengan merancang sesuai kebutuhan. Pada bagian ini dibahas mengenai sistem informasi sumber daya manusia (Siagian, 2007). 36 3. Rancang Bangun Pekerjaan pada Organisasi Publik Desain pekerjaan menjadi penting karena aktivitas ini yang menghubungkan manusia dengan organisasinya. Sebagian ahli menyebut desain pekerjaan ini sebagai rancang bangun pekerjaan. Dalam melakukan aktivitas rancang bangunun ini, ada tiga hal yang patut mendapat perhatian, yaitu. Pertama, rancang bangun pekerjaan merupakan usaha pemenuhan tuntutan lingkungan dari rancang bangun yang disusun. Kedua, rancang bangun yang disusun sedapat mungkin mengakumodir kebutuhan pegawai dan kebutuhan organisasi. Kesesuaian dua jenis kebutuhan ini dapat dianalisis dengan menggunakan teori sembilan-sembilan atau lazim disebut dengan manajerial Grid 9.9 oleh Blake & Mauton (Gibson, dkk, 1997). Ketiga, rancang bangun yang disusun dapat mendeteksi ulang luaran dari organisasi publik. Aktivitas ini sering disebut umpan balik dengan mengunakan pendekatan sistem dalam analisis organisasi. Secara formal setelah masa otonomi, setiap daerah diberikan kewenangan dalam mendorong desentralisasi untuk merancang sendiri analisis pekerjaan dan merancang bangun sendiri pekerjaan pada unit organisasinya dengan tetap memperhatikan pentingnya integrasi sebagai kesatuan organisasi secara keseluruhan. Namun kewenangan yang dimaksudkan ini belum efektif pelaksanaannya, yang antara lain disebabkan oleh perbedaan unsur organisasional, unsur lingkungan, dan unsur keprilakuan. 37 3. Penutup 1. Kembangkan pokok-pokok bahasan yang termasuk aspek analisis pekerjaan ! 2. Mengapa unsur organisasional, unsur lingkungan, dan keprilakuan sangat menentukan dalam efektivitas rancang bangun pekerjaan ? Daftar Bacaan Gibson, J .L., J . M. Ivancevich, dan J .H. Donelly. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Proses dan Struktur. Erlangga, J akarta. Siagian, P. Sondang, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, J akarta. Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Reflika Aditama, Bandung. Timpe, Dale, A. (2002), Memempin Kanusia (Managing People). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Lainnya, Gramedia, J akarta. Mathis, Rober.L dan J ohn H. J okson, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, (edisi 10). Salemba empat, J akarta. 38 BAB 6 Bahan Pembelajaran 5 & 6: Rekruitmen dan Seleksi Tenaga Kerja 1. Pendahuluan Pada bagian awal modul dibahas tentang rekruitmen tenaga kerja, kemudian dilanjutkan seleksi. Rekruitmen tenaga kerja diperlukan untuk mengisi jabatan yang lowong atau diperkirakan lowong pada suatu organisasi. Rekruitmen tenaga kerja merupakan suatu akativitas yang patut dilakukan secara cermat, mengingat aktivitas ini terkait dengan masalah tenaga kerja (selanjutanya disebut ketenagakerjaan) pada lingkungan eksternal organisasi. Berikut ini dideskripsikan konsep ketenagakerjaan. 2. Konsep Ketenagakerjaan Menurut Sofian Effendi (dalam Kasnawi dan Asang, 2009), bahwa setidaknya ada dua konsep dalam pendekatan analisisi keternagakerjaan, yaitu Gainful Worker Approach (GWA) dan Labour Force Approach (LFA). Pengunaan setiap pendekatan akan melahirkan data ketenagakerjaan yang berbeda, seperti Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang berbeda pula. Penggunaan salah satu jenis pendekatan ini akan melahirkan implikasi kebijakan ketenagakerjaan yang berbeda pula. Berikut diuraikan secara singkat hakekat dari dua pendekatan yang dimaksud. Pertama, upaya untuk mendeteksi pergeseran masalah ketenagakerjaan dengan menggunakan GWA, seseorang dalam batas umur tertentu ditanya tentang kegiatan apa yang biasa dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Penggunaan kata biasa tersimpul makna bahwa usaha-usaha yang tidak lazimdan penting, tidak 39 termasuk ke dalam usaha yang biasa dilakukan. Ketika pengumpulan data (pencacahan) sementara dilakukan, seringkali ditemui seseorang sementara melakukan kegiatan ekonomi tertentu, namun menurut kebiasaannya, orang tersebut adalah lebih banyak waktunya digunakan dalam melakukan aktivitas lain di luar kegiatan ekonomi, seperti sementara menempuh pendidikan tertentu. Menurut GWA, orang seperti ini tidak termasuk dalam gategori bekerja, dan dimasukkan ke dalam kategori sekolah. J ika pada suatu komunitas (daerah) saat dilakukan pencacahan (pengumpulan data), banyak ditemukan orang sementara bekerja, tetapi hanya sekedar membantu usaha keluarga, seperti menjaga toko milik keluarga, atau seorang anak petani yang sekedar membantu orang tuanya dalam usaha pertaniannya, namun aktivitas utamanya (biasanya) anak tersebut adalah sementara menempuh pendidikan, maka anak yang bekerja dan sementar sekolah tersebut tidak termasuk ke dalam permasalahan ketenagakerjaan. Artinya, jika dilihat dari konteks kebijakan publik, maka tingkat permasalahan ketenagakerjaan tidak demikian parah (tidak mendesak) untuk dirumuskan implikasi kebijakannya yang mengarah kepada perluasan kesempatan kerja. Karena masalah ketenagakerjaan dalam konteks ini, sesungguhnya lebih tertuju kepada orang atau sekelompok orang yang berkeinginan bekerja, namun tidak mendapatkan pekerjaan. Kedua, Labor Force Approach adalah suatu pedekatan yang mengelompokan tenaga kerja menurut umur menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penduduk yang 40 termasuk Labour Force (Angkatan Kerja atau AK) dan mereka yang termasuk Bukan Angkatan Kerja (BAK). Kelompok yang termasuk AK adalah penduduk bekerja dan sementara mencari pekerjaan, termasuk di dalamnya adalah penduduk yang sementara tidak bekerja, meskipun telah memiliki pekerjaan, seperti pegawai yang sementara cuti dari pekerjaannya dan petani yang sementara menunggu panen. Sementara yang termasuk ke dalam kelompok BAK adalah penduduk yang sementara sekolah, mengurus rumah tangga, pensiunan, cacat, jompo dan kelompok lainnya yang memang tidak bersedia bekerja. J ika dilihat dari batasan umur seseorang dikategorikan sebagai tenaga kerja, maka terdapat perbedaan di negara maju dan di negara berkembang seperti Indonesia. Batas untuk negara maju adalah 15 64 tahun, sementara di negara sedang berkembang adalah 10 ke atas. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh kesiapan Negara Maju untuk melarang penduduknya telibat secara aktif dalam kegiatan ekonomi sebelum dan sesudah batas umur tersebut. Sementara di Negara berkembang, banyak penduduk di bawah umur kurang dari 15 tahun yang terpaksa harus bekerja kerena kebutuhan suatu rumah tangga belum terpenuhi. Kejadian serupa juga terjadi kepada penduduk yang berusia 65 tahun ke atas yang terpaksa harus bekerja karena tidak ada tabungan semasa usia produktif dan belum ada tunjangan khusus dari negara kepada mereka yang berusia tua, namun kondisi ekonominya sangat terbatas. Bagian penduduk yang termasuk AK seperti yang dimaksudkan di atas adalah merupakan salah satu indikator dalam mendeteksi kemajuan pembangunan 41 ketenagakerjaan di suatu komunitas (daerah). Secara lazim, Indikator ini diterjemahkan ke dalam persentase yang disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yaitu suatu indikator yang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang telah bekerja dan bersedia bekerja dari seratus tenaga kerja yang ada di suatu komunitas. Untuk melahirkan atau merumuskan model kebijakan tertentu dari permasalahan TPAK yang ada, maka dapat dilakukan secara spesifik baik menurut variabel sosial ekonomi dan demografis, seperti perbedaan lokasi, (perkotaan dan pedesaan), menurut kelompok umur, dan menurut pendidikan. Kenyataan di lapangan yang ingin ditangkap adalah pada kondisi yang bagaimana TPAK cenderung tinggi atau rendah dilihat dari variabel sosial ekonomi dan demografis tersebut. 16 BAGAN 1 : ANGKATAN KERJ A & BUKAN ANGKATAN KERJ A (LABOUR FORCE APPROACH) Tenaga Kerja Man Power (10 Ke Atas) A. Bukan Angkatan Kerja B. Angkatan Kerja (Labour Force) B.1. Bekerja B.2. Mempunyai Pekerj. Tetapi Sementara Tdk Bekerja B.3. Sedang Mencari Pekerjaan B.1.1. Fully Utized B.1.2. Under Utilized B.1.2.1. Under Utilized Hour B.1.2.2. Under Utilized By Income B.1.2.3. Under Utilized By Mismatch Sumber : Kasnawi dan Asang, 2009 42 Berbagai data skunder ketenagakerjaan yang ada di Tanah Air, seperti dalam Survai Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) adalah menggunakan konsep LFA dengan batas umur 10 tahun ke atas. Berbagai studi yang telah ada menunjukkan bahwa batasan umur 10 tahun ini juga telah banyak dilanggar, misalnya studi yang dilakukan Asang (2006) memperlihatkan bahwa banyak anak-anak yang secara terpaksa aktif dalam kegiatan ekonomi yang ternyata dikoordinir secara rapih oleh pihak lain (baca: sindikat), justru berasal dari pihak yang telah mapan secara sosial ekonomi. Pertanyaan kemudian adalah impilikasi kebijakan bagaimana yang relevan dilakukan untuk memperluas (menggeser) kesempatan kerja, namun tetap memperhitungkan kondisi sosial ekonomi pekerja (termasuk anak-anak) di suatu komunitas?. Ketiga, pengembangan dari LFA yang dimaksudkan sebelumnya, melahirkan suatu pendekatan yang lebih spesifik, yaitu Labor Utilization Approach (LUA). Pendekatan ini hanya memfokuskan perhatiannya kepada Angkatan Kerja yang telah bekerja yang secara garis besar dibagai ke dalam dua kategori, yaitu full utilized (pekerja penuh) dan under utilized (pekerja tidak penuh atau setengah pengangguran). Secara lazim dalam berbagai literatur, pekerja tidak penuh banyak yang dipermasalahkan dan memerlukan rumusan kebijakan tersendiri. Kelompok ini diperinci secara mendetail ke dalam tiga kategori, yaitu : (a) under utilized by hour atau setengah pengangguran menurut jam kerja dengan jam kerja minimal 35 jam per minggu; (b) under utilized by income atau setengah pengangguran menurut pendapatan/upah, dimana pekerja telah melebihi jam kerja normal, namun 43 pendapatan yang diperoleh dari kegiatannya belum mencapai standar upah minimum yang berlaku di suatu komunitas; dan (c) setengah pengangguran missmatch atau setengah pengangguran karena ketidaksesuaian antara keterampilan dengan jenis pekerjaan yang ditekuni oleh seorang atau sekelompok pekerja (Bagan 1). Konsep yang terakhir ini, sering disuarakan oleh pakar kebijakan publik tentang perlunya seseorang sesuai bidang keahliannya untuk mendatangkan kinerja (produktivitas) yang baik. 3. Rekruitmen dan Seleksi Mengenai persyaratan teknis menyangkut rekruitmen dan seleksi tenaga kerja dapat diikuti perkembangannya dari suatu priode kepriode yang selanjutnya, namun secara umum dalam pembahasan rekruitmen, perlu dibahas mengenai aspek: rintangan dalam penyelenggaraan rekruitmen; sumber-sumber informasi rekruitmen (pelamar), dan riwayat pelamar yang berkaitan dengan kebutuhan organisasi. Mengenai aspek yang perlu diperhatikan dalam proses seleksi antara lain menyangkut faktor internal organisasi termasuk mengenai profesionalisme pelamar, faktor etika, faktor kesemaan kesempatan. Faktor terakhir termasuk aspek yang relative sensitif dipersoalkan oleh publik setelah pada masa reformasi ini. 4. Penutup 1. J elaskan makna dari Gainful Worker Approach (GWA) dan Labour Force Approach (LFA) dalam aspek ketenagakejaan. Bagaimana keberadaannya dikaitakan dengan fungsi rekruitmen dan seleksi dalam penyelenggaraan MSDM? 44 2. Uraikan (sertai dengan contoh konkrit), mengenai aspek yang perlu mendapat perhatian dalam rekruitmen dan seleksi dalam praktek MSDM. Daftar Pustaka Al-J ailani, Abdul-Qadir, Menjadi Kekasih Allah; Masran (Ahmad Penerjemah), Citra Media, 2010. Yogyakarta Asang, Sulaiman, 2011. Pembangunan Sumber Daya Manusia : Suatu Prespektif Organisasi Publik. J urnal Administrasi Negara Vol. 17. No.1 Maret 2011 (ISSN: 1410-8399) LAN Makassar. Hatch, M.J . 1997. Organization Theory: Modern Symbolic and Post modern Perspectives. (Sub bab tentang Strategy and Goal), Oxford University Press, New York. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya Rivai, Veithasal, 2009, Islamic Human Capital : Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia Islami, Rajagrafindo Persada, J akarta. UNDP, 2004. Human Devepelopment Report: Cultural Liberty in Todays Diverse World. UNDP, New York. --------------------- 45 BAB 7 Bahan Pembelajaran 8 &9 : Pengembangan SDM& Teori PSDM 1. Pendahuluan Makna dari pengembangan SDM adalah suatu proses akativitas pemberian kapabilitas kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan (Visi & misi) organisasi. Beberapa aspek yang perlu didiskusikan ini, berkaitan dengan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM), antara lain menyangkut, (a) Latarbelakang diperlukannya akativitas PSDM; (b) Tahapan program PSDM; (c) Prinsip- perinsip program PSDM; (d) Materi program PSDM, dan; (e) Penilaian program PSDM. 2. Fungsi Pengembangan Sumber Daya (PSDM) Secara khusus, diuraikan mengenai aspek yang melatarbelakangi sehingga diperlukan PSDM antara lain disebabkan oleh situasi dan kondisi dalam memasuki milenium ketiga ternyata menuntut seluruh jenis organisasi pemerintah (organiasasi publik) dalam menerjemahkan arah perubahan global yang sangat dinamis dalam berbagai aspek pembangunan dan pemerintahan. Upaya peningkatan profesionalisme aparatur (PSDM), semakin nyata diperlukan setelah terjadinya reformasi pemerintahan. Bentuk dan jenis PSDM yang diperlukan dalam menyelenggarakan tugas dan aktivitas sebelum dan sesudah reformasi memiliki perbedaan yang signifikan. Perubahan (peningkatan) kebutuhan profesionalisme yang dimaksudkan antara lain terjadi, dari adanya perubahan paradigma pengelolaan birokrasi pemerintahan dari paradigma lama kepada paradigma baru. Berbagai perubahan tentang tata cara 46 penyelenggaraan birokrasi pemerintah sebelum reformasi (paradigma lama) ke pasca reformasi (paradigma baru) antara lain dilihat dari karakteristik organisasi yang sentralistik kepada desentralistik; dari kedaulatan negara menjadi kedaulatan rakyat: dari kepemimpinan yang otoritarian ke demokratis, termasuk di dalam hal ini adalah pemangkuan suatu jabatan strategis lebih didasarkan kepada kedekatan berubah menjadi kepada pertimbangan kompetensi; perubahan dari bentuk organisasi yang datar (flat) kepada bentuk yang ramping (tall); dari penyelesaiaan pekerjaan yang kebanyakan berbentuk manual, berubah kepada penyelesaian pekerjaan dengan menggunakan elektronik, seperti email-government (e-gov), dan termasuk dalam bentuk perubahan lain adalah menyangkut budaya kerja dalam organisasi, dari kurang terintegrasi menjadi lebih kooperatif. 3. Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia Mengenai teori PSDM yang dimaksudkan dalam bagian ini, adalah teoriteori MSDM yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, seperti: 1. Teori Peningkatan Modal Manusia; 2. Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar 3. Teori Kapasitas 4. Teori Pemberdayaan; 5. Teori Harapan Rasional; 6. Teori Stimulus-Respons, dan 7. Teori Kognetif. Tugas kita adalah mendeteksi dan mengembangkan teori itu untuk digunakan dalam PSDM yang dilakukan pada suatu organisasi. Secara umum, kendala yang dihadapi oleh pihak organisasi publik di Negara kita, karena format PSDM itu telah ditentukan oleh pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah kurang memlliki kesempatan dalam merancang jenis kebutuhan PSDM yang dibutuhkan. 47 4. Penutup 1. J elaskan makna fungsi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) ! 2. Menurut pengamatan (observasi) Anda, teori PSDM apa yang lebih dominan mewarnai PSDM pada lingkungan organisasi berada (seperti tempat bekerja), atau kondisi pemerintahan tempat tinggal. Daftar Pustaka Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya Rivai, Veithasal, 2009, Islamic Human Capital : Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia Islami, Rajagrafindo Persada, J akarta. Timpe, Dale, A. (2002), Memempin Kanusia (Managing People). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Lainnya, Gramedia, J akarta. Mathis, Rober.L dan J ohn H. J okson, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, (edisi 10). Salemba empat, J akarta. UNDP, 2004. Human Devepelopment Report: Cultural Liberty in Todays Diverse World. UNDP, New York 48 BAB 8 Bahan Pembelajaran 9 : Peranan Pengembangan Karier Karier adalah proses hidup yang dijalani seseorang dari masa terangkatnya sampai dengan masa berhentinya sebagai pegawai. Dengan menggunakan prinsip manajemen modern, maka karier perlu direncanakan tidak terjadi secara tiba-tiba. Berdasarkan pemikiran bahwa karir perlu direncanakan, maka dikenal fungsi pengembangan karier, yaitu suatu usaha (direncanakan) seseorang untuk mencapai posisi tertentu. Secara normatif, karier yang dirancang oleh seseorang adalah berjalan seiring dengan tujuan organisasi. Mengenai peranan pengembangan karier antara lain; (a) menyederhanakan syarat-syarat birokratis yang tidak perlu dilakukan, namun didalam prakteknya tetap ada sehingga karier anggota organisasi kurang berjalan lancar; (b) mengembangkan anggota organisasi yang dapat dipromosikan; (c) mengurangi pergantian yang tidak direncanakan; (d) menjaring potensi anggota organisasi; dan (e) menyalurkan aspirasi anggota organisasi. Tahapan pengembangan karier dapat dibagi ke-dalam tiga fase; yaitu fase awal, fase lanjutan, dan fase pensiun. Fase awal adalah suatu masa dimana seseorang berusaha mendapat perhatian dari organisasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Fase lanjutan adalah suatu kondisi dimana seseorang sebagai anggota organisasi berada pada tahapan keamanan. Tahapan ini banyak dialami oleh pegawai senior, namun fase ini dapat dibagi lagi menjadi fase lanjutan awal, fase lanjutan menengah, dan fase lanjutan akhir. Fase pensiun adalah suatu masa, dimana anggota oraganiasi tidak lagi memiliki peranan secara formal di dalam 49 organisasi, namun tetap berusaha mengaktualisasi diri yang menunjukkan bahwa dalam proses kariernya termasuk anggota organisasi yang berhasil. BAB 9 Bahan Pembelajaran 10 & 11 : Prestasi Kerja, Kinerja dan Imbalan Kerja 1. Pendahuluan Berikut ini dideskrepsikan tiga variabel dalam MSDM, yaitu: prestasi kerja, kinerja dan bagian ini diakhiri dengan imbalan. Menyangkut kinerja diuraikan sedikit lebih panjang pembahasannya, mengingat metode pengukuran yang ditampilkan ini adalah yang sementara digunakanan untuk mengukur keberhasilan organisasi publik di Tanah Air. Pengukuran ditampilkan dalam Laporan Akuntabilatas Kinerja Pemerintahan (LAKIP) setiap priode tahun anggaran. 2. Prestasi Kerja Prestasi kerja yang dicapai seseorang atau sekelompok orang memerlukan penilaian secara obyektif dan selanjutnya mendapatkan kompensasi (imbalan) sesuai aturan organisasi. Penilaian prestasi kerja yang dimaksudkan adalah suatu pendekatan yang dilakukan kepada pegawai dengan memperhatikan berbagai faktor, antara lain: (a) Pihak yang menilai menyadari bahwa yang mereka nilai selain memiliki keunggulan, juga memiliki kelemahan yang menyebabkan kurang berprestasi pada saat itu; (b) Penilaian yang dilakukan sedapat mungkin dijalankan secara adil dengan standar yang sama, sehingga penilaian berlangsung secara obyektif; (c) Hasil penelitian disampaikan kepada yang dinilai dengan harapan dapat memperbaiki kelemahannya; (d) Hasil 50 penilaian dilakukan secara berkala dan informasi tersimpan secara teratur sehingga berbagai informasi menyangkut MSDM dapat diakses dengan cepat dan tepat. 3. Konsep Kinerja dan J enis Kinerja Khusus prestasi yang dicapai oleh sekelompok orang (organisasi), secara lazimnya diukur melalui kinerja. Berikut ini, dideskrepsikan Pembangunan SDM Pendidikan dijadikan sebagai bahan diskusi dalam tulisan ini. Pembangunan SDM bidang pendidikan, selalu strategis untuk dikaji secara mendalam, karena pada satu pihak merupakan akibat (dipengaruhi) dari berbagai pengaruh faktor, seperti pengaruh sosial lain, seperti faktor ekonomi, politik, dan budaya yang dapat teraktualisasi dalam bentuk positif maupun negatif. Di pihak lain, pendidikan menjadi faktor yang berpengaruh (menyebabkan) terjadinya perubahan kepada variabel sosial lainnya, seperti tingkat kesehatan, pendapatan dan demokratisasi yang terjadi pada suatu komunitas atau wilayah. Pendidikan dapat pula dilihat sebagai usaha normatif (ideal dilakukan) yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup dan sekaligus berperan mengembangkan nilai-nilai dasar kehidupan, seperti nilai-nilai moral sosial dan nilai-nilai lainnya. Penyelenggaraan pendidikan oleh organisasi tertentu untuk mencapai tujuan yang normatif, maka diperlukan suatu peroses untuk mencapainya. Peroses penyelenggaraan pendidikan ini yang diartikan sebagai variabel pelayanan dalam kajian ini. Dilihat dari yang penyelenggarakan pendidikan, maka secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yakni penyelenggaraan (pelayanan) yang dilakukan oleh lembaga publik 51 (pemerintah) dan yang dilakukan oleh lembaga swasta. Pelayanan seperti ini dapat ditemui di berbagai level, mulai dari level pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) hingga pendidikan di Perguruan Tinggi (PT). Secara umum, ada banyak teori kinerja, dan dua diantaranya yang diadaptasi dalam kajian ini adalah dari Lembaga Administarsi Negara (LAN, 2005) dan Morgan (1991) dengan tekanan kepada teori kontingensi. Teori ini merupakan teori sistem yang ditekankan bahwa luaran suatu pelayanan dalam berbentuk jasa, seperti luaran pelayanan dalam bidang pendidikan dipengaruhi oleh sumber daya, yang terdiri dari sumber daya manusia dan bukan manusia (dana, material, mesin dan metode) atau lazim disebut 5 M. Sumber daya ini kemudian digunakan ke dalam proses konversi pelayanan dalam penerapan fungsi perencanaan, kemudian ke fungsi pelaksanaan atau implementasi dan 52 BAGAN 2 : PENDEKATAN SISTEM DALAM PENGEMBANGAN SDM 5 M Input Dampak Pelyanan Pendidikan kpd Masyarakat Lingkungan Sosek Umpan Balik Lingkungan Fisik Fungsi Evaluasi Pelayanan Imfact Fungsi Pelaksanaan Pelayanan Fungsi Perencanaan Pelayanan Benefit Output Out comes FP FPL Sumber : Kasnawi dan Asang, 2009 selanjutnya kepada fungsi evaluasi. Peroses konversi (fungsi perencanaan dan pelaksanaan) adalah ibaratnya suatu jenis pabrik yang mengola berbagai masukan (input) yang telah ada untuk menghasilkan kualitas pelayanan tertentu. Apabila input yang digunakan memenuhi keperluan dan diolah secara baik dalam peroses konversi, maka secara otomatis melahirkan luaran seperti yang diharapkan atau direncanakan. Luaran yang dimaksudkan sesunguhnya merupakan penjelmaan dari perubahan sosial yang diharapkan terjadi pada suatu periode ke periode yang lain. Bentuk luaran dari proses pelayanan ini dapat dideteksi melalui output (efektivias), outcoms (hasil jangka pendek), benefits (manfaat jangka menengah), dan impact atau dampak jangka panjang. Perlu ditekankan bahwa tingkat keberhasilan perubahan sosial dalam bidang pendidikan yang diharapkan, disamping dipengaruhi oleh faktor internal, juga 53 dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan (kondisi geografis dan kekayaan alam), dan kondisi sosial ekonomi lain yang berkaitan dengan penyelenggaran pelayanan pendidikan. Kinerja dapat pula dilihat dari konteks penggunaan input dalam peroses penyelenggaran pendidikan dan pelatihan (PSDM), di mana tekanannya lebih ditujukan kepada jumlah sumber daya (seperti alokasi anggaran) yang digunakan dalam pelayanan (penyelenggaraan) pendidikan antara satu periode dengan periode yang lain. Kajian menyangkut pendekatan input seperti ini, lebih banyak digunakan di sektor publik. Meskipun ruang lingkup pelayanan publik ini telah mengalami pergeseran, dimana pada mulanya hanya mencakup jenis pelayanan yang dilakukan (didistribusikan) dan dibiayai sendiri oleh pemerintah, tetapi kemudian mengalami perkembangan bahwa meskipun pendistribusian suatu jenis barang atau jasa, tidak dilakukan (ataupun tidak dibiayai) oleh pemerintah, namun suatu jenis barang tersebut diperlukan oleh sebagian besar masyarakat, maka disebut barang-barang publik (public good). J enis barang atau jasa disebutkan yang terakhir, sekalipun dilakukan oleh pihak swasta, namun tetap termasuk bagian dari penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan dalam bidang pendidikan adalah termasuk salah satu cakupan dalam ruang lingkup pelayanan publik dalam konteksi ini. Atas dasar ini pula, maka banyak ditemukan lembaga pendidikan swasta yang mendapatkan bantuan dari pemerintah dalam penyelenggaraan atau pelayanan pendidikan. Berikut diuraikan perubahan sosial dalam kaitannya dengan pelayanan dalam bidang pendididikan. 54 (a) Kinerja Input (Orientasi Masukan) Asumsi terhadap kinerja dilihat dari pendekatan input dalam peroses pelayanan pendidikan bahwa diperlukan sejumlah input tertentu di dalam prosesnya. J umlah dan kualitas input yang standar akan lebih mempercepat purubahan sosial dalam bidang pendidikan dibanding dengan jumlah dan kualitas yang kurang memadai. J umlah dan kualitas input yang berupa sumber daya manusia, dana, material, mesin, dan metode yang digunakan berpengaruh terhahadap perubahan sosial. Misalnya, UNESCO (United Nations Educational, Sientific and Cultural Organizations) dalam UNDP atau United Nation development Program menganjurkan kepada negara-negara anggota di dunia bahwa jumlah alokasi anggaran (dana) adalah minimal 20 persen ke dalam sektor pendidikan dari total anggaran pemerintah dalam periode tertentu. Asumsi pendekatan input ini bahwa apabila kriteria alokasi anggaran tersebut telah terpenuhi, maka perubahan sosial dalam bidang pendidikan ke arah yang lebih baik akan berlangsung dengan cepat. Asumsi lain dari pendekatan kinerja ini adalah anggaran yang telah dialokasikan ke dalam program pendidikan tertentu harus mampu dihabiskan (digunakan) sesuai dengan peruntukan yang telah tertuang dalam rencana kerja instansi atau lembaga penyelenggara pelayanan pendidikan. Apabila dana yang disediakan telah mampu dibelanjakan, maka dipandang bahwa penyelenggaraan pelayanan telah dipandang berhasil. Asumsi ini di dasarkan dari kecakapan manajerial dalam membelanjakan uang negara. Artinya, apabila terdapat sisa anggaran dalam periode tertentu, maka pimpinan lembaga dipandang kurang cakap melakukan perubahan sosial di bidang pendidikan. 55 Asumsi yang terakhir di samping memliki faktor keunggulan, namun juga memiliki kelemahan. Faktor keunggulan terjadi karena para pimpinan pada lembaga pendidikan berinovasi sedemikian rupa agar tidak terjadi Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP) pada lembaganya karena dipandang kurang berhasil apabila anggaran yang tersedia tidak mampu digunakan secara keseluruhan. Faktor kelemahan menonjol ketika anggaran yang tersedia dipaksakan untuk dihabiskan meskipun tidak didahului dengan rencana atau program. Akibatnya, peruntukan dana lebih banyak bersifat seremonial dibanding memperhitungkan manfaat suatu program pelayanan pendidikan. Fenomena seperti ini, lebih mudah diamati pada instansi pemerintah pada waktu menjelang akhir tahun atau tutup buku. (b) Kinerja Output (Luaran J angka Pendek) Kinerja dapat dilihat dari pendekatan output pelayanan dalam bidang pendidikan adalah perbandingan antara target terhadap output suatu kegiatan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, pada suatu lembaga pendidikan dasar direncanakan menamatkan anak didik setiap tahun 100 orang pada tahun 2010 dan 125 alumni pada tahun 2011. Apabila target atau rencana tersebut berhasil direalisasikan, maka dari pendekatan output berarti telah terjadi perubahan sosial di dalamnya. Perlu ditekankan bahwa pendekatan output ini bertujuan untuk mendeteksi seberapa tingkat realisasi suatu rencana yang biasaya dinyatakan dalam bentuk persentase yang diperoleh dari nilai absolut realisasi kegiatan dibanding dengan nilai absolut pada 56 rencana kemudian dikalikan dengan nilai seratus untuk mendapatkan tingkat persentase kegiatan. Dilihat dari konteks pembangunan dalam bidang pendidikan, maka kegiatan- kegiatan terbungkus (bagian) dalam program, sementara program-program yang ada, terhimpun dalam kebijakan instansi. Artinya, keberhasilan atau efektivitas perubahan sosial ke arah yang lebih di suatu komunitas (wilayah administratif) adalah merupakan kumpulan dari tingkat keberhasilan berbagai kegiatan dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan. Tingkat pencapaian realisasi yang dimaksudkan adalah bervariasi, baik dilihat dari jenis pendidikan, level pendidikan, maupun dari kondisi geografis dimana pendidikan itu diselenggarakan. Dikaitkan dengan teori Marilee S. Grindle, (1980) bahwa efektivitas pelakasanaan suatu program pelayanan, seperti pelayanan pendidikan, dipengaruhi oleh isi program pelayanan dan konteks program pelayanan. Isi program antara lain meliputi; kepentingan yang dipengaruhi; jenis dan manfaat program; tingkat perubahan yang direncanakan, dan; sumber daya yang disediakan dalam; strategi para aktor; kesesuaian budaya; tempat pembuatan keputusan pelaksanaan. Sementara konteks kebijakan, antara lain terdiri dari gaya manajerial para aktor yang terlibat, dan; karakteristik lembaga penyelenggara pelayanan. Dalam konteks ini adalah pelayanan pendidikan untuk mencapai tingkat perubahan sosial dalam periode tertentu. 57 (c) Kinerja Outcomes (Luaran J angka Menengah) Perubahan sosial dilihat dari pendekatan outcomes dalam pelayanan pendidikan, yakni fokus analisis yang ditujukan kepada segala sesuatu berfungsinya luaran yang telah dilahirkan dari pendekatan output. Perubahan sosial dari pendekatan ini dinilai dari perubahan yang diharapkan dalam jangka menengah. Dikaitkan dengan contoh dalam pendekatan output pada uraian sebelumnya bahwa jika pada suatu lembaga pendidikan telah berhasil menamatkan murid Sekolah Dasar (SD) sebanyak 100 orang pada tahun 2006, maka menurut pendekatan output telah dinyatakan berhasil. Pada pendekatan outcomes, lebih ditekankan kepada luaran dalam jangka menengah, yaitu tingkat persentase dari output SD tersebut yang melanjutkan pendidikan pendidikan kejenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Semakin tinggi persentase luaran dari output SD yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP, maka semakin baik pula pelayanan pendidikan dilihat dari konteks pendekatan outcomes. Perubahan sosial dilihat dari pendekatan outcomes antara lain dapat dilihat pencapaian Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tidak dapat direalisasikan. Sebagai misal, APS untuk Program Wajib Belajar (Wajar) Sembilan Tahun yang pada awalnya ditargetkan rampung sampai akhir tahun 2003, ternyata baru mencapai 55,05% (Bastian, 2002). Angka ini menunjukkan bahwa betapa tingginya permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa kita, dimana kurang lebih satu berbanding satu, di antara anak yang tertampung dengan yang tidak pada level pendidikan SLTP di Tanah Air. Secara ideal (normatif) perubahan sosial ke arah yang lebih baik diarahkan menunju kepada nilai 100 persen, 58 namun nilai ideal ini dapat tercapai apabila disertai dengan pelayanan pendidikan yang baik pula. Perubahan sosial dapat pula dilihat dari pendekatan outcomes dengan memperhatikan perubahan Angka Melek Huruf (AMH) atau tingkat kemampuan membaca huruf latin penduduk di suatu wilayah. Pembangunan sosial yang baik dilihat dari indikotar apabila semakin mendekati nilai 100 persen. Kondisi AMH di Tanah air dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN. Kondisi AMH di Tanah Air adalah sebesar 82,9%) dan lebih baik dibandingkan dengan kondisi Malaysia (AMH sebesar 82,2%) pada tahun 1993. Tetapi perubahan sosial hingga tahun 2004 ternyata Malaysia (AMH sebesar 88,7%) telah mengalahkan Indonesia (AMH sebesar 87,9%). Bahkan Thailand telah mencapai AMH sebesar 92,6 persen. Secara teoritis dan praktis, ada berbagai faktor berpengaruh terhadap baik atau buruknya pelayanan pendidikan, antara lain ditentukan oleh; (a) kondisi geografis, seperti pelayanan di daerah terpencil biasanya lebih buruk dibanding daerah yang sudah terbuka; (b) kondisi perekonomian masyarakat, di mana tingkat pendapatan pada daerah yang memiliki tingkat ekonomi lebih tinggi adalah cenderung terjadi pelayanan pendidikan yang baik; (c) sumber daya manusia penyelenggara pendidikan, seperti kecakapan manajerial, dan; (d) ketersediaan sember daya bukan manusia, seperti sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan di suatu wilayah. 59 (d) Kinerja Benefits (Asas Manfaat) Perubahan sosial dilihat dari pendekatan benefits (asas manfaat) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tujuan akhir suatu kegiatan. Aspek yang ditekankan dalam pendekatan ini adalah jenis dan tingkat manfaat yang diperoleh masyarakat dari membaiknya pendidikan di suatu wilayah. Tujuan yang diharapkan dari membaiknya pendidikan masyarakat agar lebih mudah mengakses informasi sesuai kebutuhannya. Misalnya, seorang petani dapat membaca petunjuk penggunaan pupuk untuk usaha pertaniannya; seorang usahawan dapat membaca berbagai informasi yang berkaitan pengembangan usahanya, dan seorang guru dapat mengakses informasi dari berbagai sumber untuk mengembangkan diri untuk diajarkan kepada anak didiknya. (e) Kinerja (Impact) Dampak Perubahan sosial dilihat dari pendekatan impact (dampak) adalah lebih tertuju kepada efek jangka panjang yang diharapkan dicapai dari perencanaan atau perubahan sosial. Efek atau dampak yang timbul dari perubahan sosial dapat berbentuk positif atau dalam bentuk negataif. Dampak yang bersifat negatif dapat terjadi ketika meningkatnya pendidikan, justru menyebabkan banyak terjadi pengangguran terdidik. Karena angkatan kerja jenis tersebut kebanyakan tidak bersedia bekerja pada sembarang pekerjaan. Berbeda dengan angkatan kerja yang berpendidikan rendah tetap bersedia bekerja di berbagai jenis pekerjaan, meskipun itu termasuk pekerjaan sektor informal. 60 Sementara itu, dampak yang bersifat positif dapat dilihat ketika membaiknya pendidikan, juga turut menyebabkan pendapatan per kapita meningkat. Sebagai misal, rata-rata tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Provinsi DKI J akarta adalah10,4 tahun, D.I. Yogyakarta 8,1 tahun, dan Sulawesi Selatan adala 6,8 tahun. Dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita nyata (di luar pendapatan dari gas) ke tiga daerah tersebut adalah untuk Provinsi DKI J akarta sebesar Rp 7.705; untuk D.I. Yogyakarta sebanyak Rp 1.581; dan Sulawesi Selatan 1.336 rupiah. Berdasarkan data tersebut, maka kelihatan bahwa terjadi dampak positif dari tingkat pendidikan kepada rata-rata pendapatan per kapita pada tiga provinsi yang dijadikan sebagai kasus. Dimana DKI J akarta memiliki pendidikan yang tinggi dan juga memiliki pendapatan per kapita tertinggi. Demikian pula sebaliknya, pendidikan terendah adalah Sulawesi Selatan dan juga memiliki pendapatan yang terendah diantara tiga provinsi (BAPPENAS & UNDP, 2004). 4. Imbalan Kerja Mengenai kompensasi (imbalan), adalah penghargaan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang disebabkan telah berbuatnya kebaikan yang mencerminkan prestasi organisasi. Beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian dalam pemberian kompensasi, antara lain: melakukan analisis pekerjaan terlebih dahulu dengan maksud bahwa yang diberikan kompensasi memang sudah sesuai sasarannya. Sebab itu, untuk keperluan terlebih dahulu dilakukan survai mengenai 61 sistem imbalan yang sementara berlaku dan menyesuaikannya sistem imbalan yang diterapkan. 5. Penutup Berikut ini ditampilkan pertanyaan yang berkaitan prestasi dan kinerja yang berkaitan bagian ini sebagai bahan diskusi. 1. J elaskan makna prestasi kerja sebagai bagian dalam penyelenggaraan aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia ! 2. Ada beberapa jenis pengukuran kinerja yang sementara digunakan pada instansi pemerintah (organisasi publik) di Tanah Air! Daftar Pustaka Bastian, A.R. 2002. Reformasi Pendidikan: Langkah-Langkah Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan dalam Rangka Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta. BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004, The Economics of Democracy, Financing Human Development in Indonesia, J akarta . Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya LAN, 2004. Kajian Manajemen Stratejik: Bahan Ajar Diklatpim Tingkat II. Lan, J akarta. UNDP, 2004. Human Devepelopment Report: Cultural Liberty in Todays Diverse World. UNDP, New York. 62 BAB 10 Bahan Pembelajaran 12 : Motivasi dan Pengukurannya 1. Pendahuluan Berikut ini dideskrepsikan secara singkat, mengenai hakekat motivasi sabagai bagian salah satu pokok bahasan dalam materi MSDM. Terdapat banyak teori motivasi, namun satu diantaranya yang diadaptasi berikut ini dan yang teori lainnya dapat dikembangkan sendiri sebagai wujud pembelajaran sebagai wujud praktek SCL (Student Center Learning) dalam proses belajar kita pendidikan tinggi. Seperti pada bagian lainnya, materi pembelajaran pada bagian ini ditutup dengan latihan soal menyangkut aspek tersebut. 2. Motivasi dan Pengukurannya Motivasi adalah serangkaian nilai dan harapan berasal dari dalam diri yang mempengaruhi untuk mencapai tujuannya. Beberapa teori yang lazim dijadikan sebagai dasar dalam membahas aspek motivasi antara lain: (a) Hierarki Teori Kebutuhan (Maslow); (b) Theory of Needs (McClelland); (c) Theory X (negatif) & Theory Y(positif); (d) Dua Faktor: Motivator (M) & Hyginie (H). Berikut ini digunakan teori dua faktor dari Herzbergs, yakni faktor motivator (intrinsik) yang ada di dalam diri dan faktor Hyginie (eksternal) yang pada lingkungan kerja. Aspek yang disampaikan di sini adalah perbedaan posisi elemen kedua faktor dengan mengaitkannya dengan aspek budaya dan globalisasi. Pada tabel 3. Secara garis besar ada dua faktor yang menyebakan manajer bekerja baik, yakni faktor yang ada dalam diri (M) dan faktor yang berhubungan dengan lingkungan eksternal 63 lingkungan kerja (H). Di situ kelihatan bahwa ada enam indikator yang merupakan bagian dari faktor internal dan enam lainnya termasuk faktor indikator dari faktor ekternal. Kasus itu memang merupakan budaya manajer Arab dan manajer Amerika yang diteliti oleh J reisat, dkk, 1989 (Kasnawi & Asang). Namun banyak pelajaran yang dapat dipetik dengan mengamati budaya itu untuk kepentingan bangsa kita dalam era globalisasi. Kelihatan bahwa bagi budaya orang Arab, ternyata mejadikan urutan (rangking) pertama adalah kepuasan melayani publik (pelanggan) dalam melakukan pekerjaan. Variabel ini, justru menempati rangking terakhir (ke-11) bagi budaya manajer Amerika. Artinya, ada perbedaan budaya yang menonjol dari ke-dua kelompok manajer tersebut. Nilai spiritual yang sangat menonjol bagi orang Arab membuat melihat pekerjaan lebih berdimensi ibadah yang berarti melayani dengan baik adalah merupakan bagian dari ibadah. Sementara itu, bagi orang Amerika justru meletakkan profesionalisme dalam diri dalam pekerjaan adalah yang menempati rangking pertama. Kenyataan ini terkait dengan budaya mandiri bagi orang Amerika yang sangat kental, sehingga melihat pekerjaan itu sebagai sesuatu yang perlu dilakukan secara profesional. Kenyataan seperti ini sekaligus membuat orang Amerika sangat terspesialisasi dalam pekerjaan. Pertanyaan kemudian adalah bagaimana pola yang ada di negara lain (seperti di Arab dan Amerika) berdampak kepada masyakarat kita. Kita telah mengetahui bahwa sebagaian besar penduduk Indonesia beragama Islam, yang 64 berarti pola budaya kerja orang Arab dapat berpengaruh kepada perilaku kerja masyarakat di Tanah Air. Namun kelihatan bahwa pola kebiasaan ini, nampaknya belum berdampak positif kepada masyarakat kita. Berbagai ulasan pada modul sebelumnya menunjukkan bahwa pelayanan publik belum dilakukan secara baik di Tanah Air. Tabel 2 : Rangking Faktor Berpengaruh terhadap Motivasi Kerja Manajer Arab dan Manajer Amerika Variabel Foktor (M) & (H) 1 Manajer Arab (Rangking) Manajer Amerika (Rangking) Kepuasan diri melayani publik (M) (1) (11) Profesionalisme dalam diri terhadap pekerjaan (M) (2) (1) Pendapatan/gaji yang tinggi (H) (3) (4) Tanggungjawab dlm diri thp pekerjaan (M) (4) (2) Hubungan baik dgn atasan (H) (5) (7) Kondisi tempat kerja yg nyaman (H) (6) (10) Hubungan baik dgn teman kolega (H) (7) (6) Kesempatan bekarier (M) (8) (5) Kesempatan diri menambah pengalaman (M) (9) (8) Keamanan dalam pekerjaan (H) (10) (9) Tantangan dlm diri terhadap pekerjaan (M) (11) (3) Perlakuan Hukuman secara adil (H) (12) (12) 1 Keterngan : Faktor Motivator (M) &Hyginie (H) Kita juga telah mengetahui bahwa sebagian besar ilmu pengetahuan modern dilahirkan di Amerika Serikat dan secara teoritis kita pelajari untuk keperluan bangsa kita, namun penerapan profesinalisme belum sampai kita praktekkan secara 65 baik. Kita dapat menyaksikan langsung berapa banyak jabatan yang diduduki oleh pejabat yang bukan bidang keahliannya (mismatch) di sektor publik. Berdasarkan dua ilustrasi di atas, kelihatan bahwa globalisasi yang telah lama berjalan, nampak belum banyak berdampak positif kepada prilaku kita di Tanah Air. Nampaknya kita baru sampai kepada tahap pengetahuan dan belum sampai kepada tahap prilaku yang baik. Banyak pihak menyatakan cara kerja yang kurang baik lebih disebabkan oleh pendapatan (gaji) yang rendah. Pendapat seperti ini memang ada benarnya. Secara logika sederhana, seseorang tidak mungkin bekerja baik apabila kebutuhan dan keluarganya belum terpenuhi. Namun melalui banyak kasus terbukti bahwa yang melakukan banyak penyimpangan (baca : korupsi), justru bukan berasal dari mereka yang berpendapatan rendah. Artinya, tingginya pendapatan (gaji) pekerja di negara lain bukan satu-satunya cara memperbaiki budaya kerja kita. Melalui tabel 2 juga kelihatan baik orang Arab maupun orang Amerika keduanya tidak menjadikan pendapatan/gaji sebagai rangking I dalam melakukan pekerjaan yang baik. Meskipun demikian perbaikan kepada aspek ini memang tetap perlu mendapat penanganan yang serius dari pemerintah karena secara nyata memang kita banyak tertinggal dari negara tetangga. 3. Penutup Berdasarkan uraian singkat di atas, bagian ini ditutup dengan pertanyaan singkat pula menyangkut aspek tersebut. 66 1. Bagaimana konsep (pengertian) motivasi kerja dan mengapa perlu mendapat perhatian khusus dalam aktivitas penyeleggaraan MSDM 2. Dengan mengunakan Teori Dua Faktor ditemukan bahwa terdapat perbedaan motivasi utama (rangking) bekerja antara orang (Manajer) Arab dengan orang Manajer Amerika. J elaskan (diskusikan) perbedaan tersebut Daftar Bacaan Gibson, J .L., J . M. Ivancevich, dan J .H. Donelly. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Proses dan Struktur. Erlangga, J akarta. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya. Siagian, P. Sondang, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, J akarta. Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Reflika Aditama, Bandung. Timpe, Dale, A. (2002), Memempin Kanusia (Managing People). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Lainnya, Gramedia, J akarta. Mathis, Rober.L dan J ohn H. J okson, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, (edisi 10). Salemba empat, J akarta. 67 BAB11 Bahan Pembelajaran 13 : Kepemimpinan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) 1. Pendahuluan J ika dilihat dari locus (tempat kajian dilakukan), maka istilah kepemimpinan bisa bermakna lebih luas dibanding makna manajerial, karena kepemimpinan, bisa berlangsung pada situasi formal maupun non formal, sedangkan manajerial hanya berlangsung pada organisasi atau organisasi formal, dimana pemimpin memiliki legalitas berdasarkan peraturan yang berlaku. Namun perlu ditegaskan pada bagian ini, bahwa teori manajerial yang dimaksudkan adalah teori kepemimpinan yang terdapat dari berbagai literatur kepemimpinan. Adaptasi teori kepemimpinan ke teori manajerial seperti ini telah dilakukan oleh Gareth Morgan pada Images of Organization (1991) yang banyak mewarnai kajian pada organisasi pendidikan, seperti yang dimaksudkan dalam kajian ini. 2. Karakteristik Kepemimpinan dan MSDM Sebenarnya ada banyak teori kepemimpinan atau teori manajerial, seperti teori sifat (trait theory), teori situasional (situational theory), teori jalan kecil-tujuan (part-goal theory), teori antisipasi interaksi (interaction-expectation theory), dan masih banyak lagi teori yang lainnya. Namun menurut Gibson dkk (1997), bahwa secara garis besar teori yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua klasifikasi, yakni teori yang tergolong ke dalam teori sifat pemimpin, dan teori berdasarkan situasi kepemimpinan (teori situasional). 68 Teori sifat (traits theory), pada teori ini ditekankan analisisnya kepada sifat yang melekat pada diri manajer dengan membandingkannya dengan mereka yang bukan manajer, misalnya dengan bawahannya. Misalnya ditunjukkan bahwa rata- rata intengensi manajer lebih tinggi dibanding anggotanya. Chris Argyris (Gibson dkk, 1997) menemukan bahwa manajer yang berhasil adalah mereka yang memiliki sifat yang baik seperti: kepribadian, ketulusan hati, dan kepercayaan diri yang tinggi. Bahkan beberapa pakar penganut aliran ini menganjurkan bahwa fisik perlu lebih baik pada manajer dibandingkan dengan mereka yang dipimpinnya. Misalnya tinggi badannya lebih tinggi, dan lebih besar badannya dibanding dengan yang dipimpinnya supaya lebih ditakuti oleh bawahannya. Banyak pertentangan yang lahir seperti ini, setelah melihat kenyataan bahwa pemimpin dunia yang lahir dengan kondisi badan kecil, namun memiliki prestasi yang luar biasa, seperti Gandhi dari India, Napoleon dari Eropa, dan Habibie di Indonesia. Teori situasional (contingency theory), secara garis besar ditekankan bahwa ada 3 variabel utama yang menentukan keberhasilan (efektivitas) manajer, yaitu hubungan dengan bawahan, struktur tugas yang dikerjakan, dan posisi kewenangan pemimpin (manajer). Dalam kelompok teori situasional ini, termasuk di dalamnya teori yang berdasarkan perilaku manajerial. Ahli yang mewarnai aliran ini, antara lain adalah Vroom-Yetton 1973 (Gibson, dkk 1997). Dari kesimpulan penelitiannya menyatakan bahwa pemimpin atau manajer itu dibuat (disituasikan). Berbagai variabel seperti yang disebutkan sebelumnya dapat diintervensi sehingga kepemimpinan itu berlangsung secara efektif. Teori kontingensi meminjam temuan 69 dari ilmu lain, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, kependudukan, politik dan ilmu administrasi sendiri. Studi yang dilakukan pada organisasi publik ini, lebih didasarkan pada teori manajerial kontingensi. Pendekatan kontingensi cukup diakui keberlakuannya, seperti oleh psikolog sosial ternama, Mc. Clelland (Gibson, dkk, 1997) bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pola yang ada (yang dominan) pada diri seorang pemimpin yang merupakan akumulasi penyebab dari berbagai faktor (latar belakang), seperti faktor sosial, budaya, psikologis, ekonomi, dan politik. Meskipun tipe ini dapat dipandang banyak melekat pada diri seorang pemimpain (bersifat statis), tetapi berbagai faktor yang mempengaruhinya adalah bersifat dinamis dan menyebabkan gaya yang ada pada diri pemimpin dapat mengalami pergeseran ke gaya lainnya, meskipun pergeserannya tidak dramatis. Dilihat dari gaya manajerial, maka ada banyak gaya manajerial yang telah dibahas oleh ahli ilmu administrasi dengan berbagai macam keperluan, seperti gaya: transaksional, konsiderasi, partisipasi, paternalistik, kharismatik, otokratik, demokratik, dan gaya laissez faire. Para ahli di bidang ini secara ekspilisit memang menyebut jumlah dan pemimpin yang berbeda, namun secara substansial banyak memiliki persamaan (Hampton, 1977). Sebab itu, pada sub-bagian ini hanya dibahas dua diantaranya, yang merupakan penjelmaan dari karakteristik 70 Tabel 3 . Gaya Kepemimpinan Otokratik & Demokrstik Variabel (Karakteristik ) Gaya Kepemimpinan Gaya Klasik (Otokratik) Gaya Modern (Demokratik) Asumsi terhadap lingkungan eksternal organisasi Stabil dan tingkat kepastian yang tinggi Tidak stabil (bergejolak) dan penuh ketidakpastian Kekuasan & kewenangan Terpusat hanya kepada pimpinan, yang berperan sebagai pemain tunggal (a one-man show) untuk setiap kebijakan strategis (prinsip sentralistis) Tanggungjawab kebijakan strategis tetap ada pada pimpinan puncak, namun merupakan akumulasi dari aspirasi anggota atau pengikut dari bawah (prinsip desentralisasi) Transaksiona l antara manajer & bawahan Terjadi kerjasama pimpinan dengan anggota, tetapi keuntungan lebih banyak pada pimpinan & kerugian lebih banyak pada Anggota. Resiko yang ditimbulkan adalah anggota hanya bekerja dengan terpaksa. Pimpinan & anggota melakukan kerjasama yang optimal, dan ke- duanya mendapatkan kemenangan. Terjadi koreksi timbal balik diantara kedua belah pihak untuk mendapatkan keuntungan bersama. Penguasaan, penyebaran & pemanfaatan informasi Informasi relatif dikuasai pimpinan, komunikasi satu arah (top down), tidak ada penjelasan atau informasi yang mendetail kepada pengikut atau anggota terhadap aktivitas yang akan dilakukan (manajemen tertutup) Informasi dikuasai, penyebaran informasi bersifat dua arah (dari atas & dari bawah), dan meluas kepada segenap anggota/kelompok atau pengikut (manajemen terbuka) Munculnya manajer & pengembang an karier anggota Pimpinan muncul dalam situasi darurat, dan pujian dan loyalitas pengikut kepada manajer merupakan dasar pertimbangan utama dalam rekruitmen dan penempatan anggota pada posisi yang strategis. Pimpinan muncul karena memiliki profesionalisme dari sistem karier, pengembangan karier pengikut didasarkan atas keahliannya, serta dijunjung tinggi etika kebersamaan dalam kelompok atau organisasi Negara Integrasi dengan anggota/pen gikut Pimpinan tidak menyatu dan menjaga jarak dengan pengikut atau anggotanya. Lebih banyak berada di kantor pusat atau dibelakang meja. Pimpinan mengalokasikan banyak waktu di lapangan untuk bersama- sama dengan anggota atau pengikutnya 71 gaya kepemimpinan klasik (gaya otokratik) dan gaya demokratik yang senafas dengan konsep solidaritas modern dalam pemikiran Durkheim pada The Division of Labour in Society (Kasnawi dan Asang, 2009). Pada Tabel 3 dideskripsikan gaya manajerial otokratif dan gaya demokratik, dimana dua tipe ini dapat dipandang sebagai tipe yang berlawanan. Gaya tersebut ditinjau melalui enam indikator utama, yaitu dari sudut kekuasaan & kewenangan pemimpin, transaksional antara pemimpin dan bawahan, penguasaan informasi oleh pemimpin & penyebaran serta pemanfaatan informasi tersebut kepada pengikut, munculnya pemimpin & pengembangan karier anggota, integrasi pemimpin dengan anggota atau pengikut, dan dari sudut orientasi keorganisasian yang lazim dipraktekkan pada setiap gaya tersebut. Analisis yang ditekankan pada kajian ini, bahwa gaya kepemimpinan demokratik (modern), cenderung lebih menyebabkan anggota organisasi publik lebih cenderung mengikuti PSDM dibanding pada organisasi dengan gaya manajerial klasik (otokratik). Asumsi ini didasarkan dari karakteristik gaya otokratik bahwa masalah yang ada pada organisasi, cenderung dipikirkan pemecahannya oleh hanya pimpinan puncak, sementara pada gaya demokratik hampir semua unsur dilibatkan dalam pemecahannya. Artinya, keahlian yang bervariasi (dalam konteks modern) di dalam organisasi, diberdayakan untuk mencapai tujuan organisasi, termasuk adalah mencari relasi (melakukan interaksi) dengan pihak ekternal organisasi dalam melakukan PSDM. 72 3. Penutup 1. J ika dikaji keberlakukannya, maka terdapat perbedaan esensial antara makna istilah Kepemimpinan dan istilah manajerial. Kemukakan dengan contoh kongkrit mengenai perbedaan penerapan istilah tersebut ! 2. Dalam studi kepemimpinan, dikenal mengenai gaya kepemimpinan Otokratik dan gaya Demokratik. Berikan argumentasi (gambaran dengan contoh konkrit), jika terdapat gaya kepemimpinan teransisi yang mengantarai diantara ke-duanya ! Daftar Bacaan Gibson, J .L., J . M. Ivancevich, dan J .H. Donelly. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Proses dan Struktur. Erlangga, J akarta. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya. Siagian, P. Sondang, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, J akarta. Timpe, Dale, A. (2002), Memempin Kanusia (Managing People). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Lainnya, Gramedia, J akarta. Mathis, Rober.L dan J ohn H. J okson, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, (edisi 10). Salemba empat, J akarta. 73 BAB 12 Bahan Pembelajaran 14 : Pendekatan dalamManajemen Sumber Daya Manusia
1. Pendahuluan Secara umum, dideskrepsikan mengenai arti dan manfaat audit SDM pada bagian ini. Disamping itu, terdapat uraian menyangkut pendekatan audit SDM yang dimaksudkan. Disamping itu, terdapat uraian secara singkat mengenai perlunya laporan audit. Sebagaimana biasanya bahwa setiap bagian dari kajian ini disertai dengan pertanyaan sebagai bahan diskusi mata kualiah. 2. Beberapa Teknik Audit Sumber Daya Manusia Audit yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah suatu aktivitas secara menyeluruh menyangkut kegiatan bagian diskusi organisasi yang memang berfungsi untuk memperbaik profil SDM pada organisasi yang dimaksudkan. Fokus perhatiannya adalah membandingkan antara rencana dengan pelaksanaannya pada suatu organisasi. Ruang lingkup audit SDM ini, meliputi; Manajemen Audit (Policy audit), Performace audit (Operasional audit), dan; Penggunaan keuangan (Financial audit). Policy audit adalah aktivitas MSDM yang memeriksa kesesuaian kebijakan dengan kebutuhan organisasi dimasa sekarang dan terutama di masa akan datang. Dikaitkan dengan tiga fungsi utama dalam kebijakan publik (Fungsi: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi), Policy audit MSDM lebih banyak tertuju ke dalam fungsi formulasi. Fungsi implementasi lebih operasional dan membandingkan rencana dengan pelaksanaannya di lapangan. Sementara, audit finansial lebih tertuju penggunaan keuangan yang telah dianggarankan dalam perencanaan Sumber Daya Manusia. 74 Menyangkut manfaat audit SDM, antara lain dapat disampaikan: (a) Mengidentifikasi kontribusi depertemen SDM terhadap organisasi; (b) Meningkatkan citra profesional departemen SDM; (c) Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme yang lebih besar di antara karyawan departemen SDM, (d) Memperjelas tugas dan tanggung jawab departemen SDM; (e) Menstimulasi keragaman kebijakan dan praktik SDM, (f) Menemukan masalah SDM yang kritis, (g) Menyelesaikan keluhan; Mengurangi biaya SDM; (h) Meningkatkan kesediaan menerima perubahan; (i) Mengevaluasi secara cermat atas sistim informasi SDM. Manfaat masih dapat dikembangkan sesuai perkembangan zaman yang berlaku sekarang maupun masa akan datang. Upaya untuk mejalankan audit, secara lazim dilakukan dengan penelitian sebagai alat audit SDM, antar lain dengan menggunakan: pendekatan perbandingan; pendekatan statistikal; pengunaan konsultasi; pendekataan ketaatan; pendekatan MBO. Mengenai alat instrumen pengumpulan data, antara lain, seperti: wawancara, kuesioner, informasi internal dan informasi eksternal organisasi publik yang dianalisis. Berikut ini adalah deskrepsi singkat mengenai kegunaan pendekatan teknik tersebut dan lebih khusus kepada aktivitas audit SDM. Pendekatan perbandingan: Fungsi audit dilakukan terhadap organisasi dengan membandingkan variabel tertentu yang dipilih dengan organisasi yang relatif sejenis. Artinya, situasi yang terjadi pada organisasi pembanding relatif dapat terjadi pula terjadi pada organisasi yang terpilih sebagai unit analisis. 75 Misalnya, dua organisasi yang dianalis ke-duanya kabupaten yang masyarakatnya memiliki sumber penghasilan yang sama. Pendekatan statiska: Seiring dengan kemajuan teknelogi komputer, maka audit SDM dengan menggunakan teknik statistik semakin berkembang pula. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa bukan berarti komputer tidak dapat menghitung semua jenis data. Namun dibalik itu, memiliki keunggulan yang sudah diakui secara grabol, seperti data lebih teliti dan lebih cepat terproses dengan menggunakan teknik manual. Pendekatan ketaatan: Pendekatan ini lebih ditujukan dalam penerapan atau SDM (organisasi) sesuai aturan formal. Pendekatan ini relatif lebih normatif ditujukan kepada kelompok sasaran (SDM) dalammentaati ketentuan (peraturan SDM) yang telah berlaku. Secara teoritis, bahwa semakin maju MSDM suatu organisasi, maka semakin baik pula kinerja organisasi tersebut. Pendekatan Management By Obyektif (MBO): Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBO) adalah teknik audit SDM yang didasarkan pada teknik ini didasarkan pada karakteristik tersediri, yaitu: (1). Sorotan perhatian pada mulanya ditentukan oleh manajemen puncak karena tujuan yang disusun (dirintis) adalah merupakan kumpulan tujuan organisasi secara keseluruhan; (2) Selanjutnya, pada tingkat dibawah manajer, mengumpulkan jajaran dibawahnya untuk menterjemahkan maksud yang dimaksudkan dari atas. Tahapan seperrti ini, berlangsung hingga kepada level paling bawah, sehingga pada suatu kawasan organisasi terkumpul tujuan secara keseluruhan. 76 3. Laporan audit Laporan audit SDM adalah suatu catatan berbentuk laporan yang berisikan berbagai informasi SDM yang dapat dipergunakan sesuai keperluan. Beberapa prinsip dasar yang dicirikan oleh laporan yang baik, antara lain adalah format yang dimaksudkan sistematis dengan bahasa yang muda dipahami, mutakhir, data didalamnya faktual. Data yang termuat didalamnya bersifat obyektif dapat dipergunakan untuk memprediksi situasi mendatang sebagaimana data yang diperlukan dalam aktivitas perencanaan SDM. Pada kebutuhan seperti ini, laporan audit SDM suatu organisasi biasanya diaktualkan dalam berbentuk penelitian yang bertujuan untuk mempredeksi atau memantau situasi atau kondisi yang terkait dengan SDM pada masa akan datang. Pada kondisi seperti ini, laporan audit SDM ditangani oleh prefesionalisme yang bergerak di bidang ini. Manajer Sumber Daya Manusia sekarang ini tidak hanya diharapkan terfokus perhatiannya kepada manusia internal organisasi, tetapi juga diharapkan kepada manusia kelompok sasaran organisasi. Seperti organisasi yang bergerak di bidang pendidikan tidak hanya mempersoalkan para guru dan pegawainya, tetapi juga kepada kelompok sasaran organisasi tersebut. Dengan cakupan perhatian kepada manusia (SDM) yang lebar seperti ini, menyebabkan suatu organisasi layak disebut sebagai organisasi publik. 77 4. Penutup 1. J elaskan konsep/makna (pengertian) dari audit SDM. Bagaimana perbedaan dan persamaannya dengan laporan bagian lainnya ! 2. J elaskan dengan contoh konkrit beberapa manfaat audit SDM ! 3. J elaskan (dengan contoh) dua pendekatan yang dapat digunakan dalam audit SDM Daftar Bacaan Al-J ailani, Abdul-Qadir, Menjadi Kekasih Allah; Masran (Ahmad Penerjemah), Citra Media, 2010. Yogyakarta Asang, Sulaiman, 2011. Pembangunan Sumber Daya Manusia : Suatu Prespektif Organisasi Publik. J urnal Administrasi Negara Vol. 17. No.1 Maret 2011 (ISSN : 1410-8399) LAN Makassar. Bappeda Propinsi Sulsel, 2008. Rencana Pembangunan J angka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013. Makassar. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000, Pedoman Peneteapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, J akarta. Grindle, Marilee S. (ed.) 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World, Princetion University Press. New J erssy. Hatch, M.J . 1997. Organization Theory: Modern Symbolic and Post modern Perspectives. (Sub bab tentang Strategy and Goal), Oxford University Press, New York. Hugo, Graeme J , dkk., (1987). The Demographic Dimention in Indonesia Developmen, Oxfod University Press, Sinagpore & New York. Gibson, J .L., J . M. Ivancevich, dan J .H. Donelly. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Proses dan Struktur. Erlangga, J akarta. Kasnawi, Tahir & Sulaiman Asang. 2009 Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Surabaya. 78 Siagian, P. Sondang, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, J akarta. Morgan, G. 1991. Images of Organization. SAGE Publications, Inc., California. Ogawa, N., G. dkk., 1993. Human Resources in Development along the Asia-Pacific Rim. Oxford University Press, Singapore. Mathis, Rober.L dan J ohn H. J okson, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, (edisi 10). Salemba empat, J akarta. Rivai, Veithasal, 2009, Islamic Human Capital : Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia Islami, Rajagrafindo Persada, J akarta. LAN, 2004. Kajian Manajemen Stratejik: Bahan Ajar Diklatpim Tingkat II. Lan, J akarta. Timpe, Dale, A. (2002), Memempin Kanusia (Managing People). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Lainnya, Gramedia, J akarta. UNDP, 2004. Human Devepelopment Report: Cultural Liberty in Todays Diverse World. UNDP, New York. 79 Lampiran 1. Daftar Riwaya Hidup Singkat Penulis Nama Lengkap : Prof. Dr. H. Sulaiman Asang, M.S. NIP : 196101081987021001 Pekerjaan Utama : - Staf Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik (Ilmu Administrasi) Unhas. - Tim Peneliti pada Pusat Penelitian & Pengembangan (Puslitbang) Kependudukan dan Gender LP2MUnhas. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Madya (IV/d) Tempat/Tanggal Lahir : Sidrap, 8 J anuari 1961 Alamat : Komp. Unhas Blok R. 27 Unhas; Tamalanrea Mks, Sulsel HP. 08135471065; E-mail : Sulaiman_Asang @Yahoo.co.id Pendidikan Terakhir : Doktor (S3) Ilmu Sosial (Administrasi Publik) Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar 2004. Mata Kuliah Ditekuni : 1. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) 2. Metode Penelitian Administrasi, 3. Teknik Kuantitatif untuk Administrasi. Makassar, 28 Oktober 2012 Prof. H. Dr. Sulaiman Asang, MS. Nip. 196101081987021001