BAB 1 Pentingnya Penataan Ruang Secara umum, dapat disarikan hal yang mendukung pentingnya penataan ruang yaitu (i) ruang yang tersedia terbatas dan dibutuhkan oleh banyak pihak sehingga pengaturan menjadi keniscayaan untuk mencegah terjadinya konflik diantara pihak pemanfaat ruang; (ii) penataan mengandung makna terjadinya optimalisasi pemanfaatan ruang sehingga dengan demikian berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan meratanya kese- jahteraan penduduk; (iii) men- cegah terjadinya pemanfaatan ruang yang berlebihan yang berdampak pada kerusakan lingkungan; (iv) secara impli- sit langkah penataan ruang berarti juga keterlibatan ma- syarakat dalam prosesnya yang berarti dukungan terhadap perkembangan demokrasi dan partisipasi masyarakat; (v) penataan ruang yang ideal menjamin terpenuhinya hak konstitusional penduduk dan penghidupannya; (vi) dalam Undang Undang Penataan Ruang diklaim bahwa pena- taan ruang dapat mendukung keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
1 Bahan Kuliah Manajemen Tata Ruang Perkotaan Universitas Negeri Jakarta, 2014, dapat diakses di http://scribd.com/tata ruang dan pertanahan, http://pittsburgh.academia.edu/oswarmungkasa 2 dosen tamu (pittsburgh.academia.edu/oswarmungkasa, scribd.com/oswarmungkasa, slideshare.com/oswarmungkasa) Boks 1. Manfaat Perencanaan Tata Ruang Ekonomi Memberikan tingkat kepercayaan dan stabilitas yang lebih baik bagi investasi Mengidentifikasi lahan pada lokasi yang berkesesuaian untuk memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi Memastikan lahan bagi pembangunan pada lokasi yang tepat dikaitkan dengan jaringan transportasi dan lokasi kerja Meningkatkan kualitas lingkungan yang lebih baik bagi investasi dan pembangunan Mengidentifikasi pembangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat setempat Membuat keputusan yang lebih efisien dan secara konsisten. Sosial Mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat dalam pengembangan kebijakan Memperbaiki aksesibilitas lokasi pembangunan baru Mendukung penyediaan fasilitas local Meningkatkan pemanfaatan kembali lahan kosong Membantu penciptaan dan pemeliharaan lingkungan yang aman, sehat dan nyaman Lingkungan Meningkatkan pemanfaatan lahan, bangunan dan infrastruktur yang berkesesuaian Menjaga asset budaya, sejarah dan lingkungan Memperingatkan potensi resiko lingkungan (polusi, banjir) Menjaga dan memperkuat kawasan rekreasi dan warisan budaya Meningkatkan akses bukan kendaraan bermotor Mendorong efisiensi energi Sumber: Economic Commission for Europe Spatial Planning, 2008 2 Berbagai pihak juga mencoba untuk menjelaskan manfaat perencanaan ruang dari berbagai sisi sebagaimana tertera pada Boks 1. Berdasar pengalaman negara Eropa ketika dalam proses transisi menjadi negara maju, dapat disimpulkan setidaknya 8 (delapan) hal penting yang menjadi alasan dibutuhkannya perencanaan tata ruang. Selengkapnya pada Boks 2.
Boks 2. Delapan Alasan Utama Perlunya Perencanaan Tata Ruang Menyiapkan visi dan arah yang berkesinambungan, termasuk penilaian strategis, yang tidak sekadar keinginan tetapi yang dapat dicapai dalam berbagai konteks. Melindungi hak rakyat. Perubahan terhadap pemanfaatan lahan harus mempertimbangkan hak dan kewajiban masyarakat Melindungi lingkungan alami. Lingkungan alami membutuhkan upaya pengelolaan tersendiri terkait upaya pembangunan jangka panjang dan berskala besar untuk menghindari atau setidaknya meminimalisasi dampak negatif. Memanfatkan sumberdaya secara efisien. Sumberdaya seperti lahan, air, energy, keuangan, bahan bangunan, keterampilan dan lainnya terbatas adanya. Pemanfaatan sumberdaya yang terbatas tersebut perlu dimanfaatkan secara bijak untuk memastikan hasil maksimum. Mencapai kualitas layanan dasar yang lebih baik dari berbagai tingkatan pemerintahan Mengoordinasikan kegiatan dan investasi, dalam waktu dan ruang, untuk menjamin hasil maksimum dari pemanfaatan sumberdaya,. Koordinasi ini dapat terjadi antara pemeintah dan pemerintah dengan swasata Menetapkan prioritas. Memungkinkan menetapkan prioritas yang rasional, dan dapat dikelola. Menghindari duplikasi upaya berbagai institusi pemerintah dan tingkat pemerintahan. Sumber: South African National Development and Planning Commission, 1999 3 BAB 2 Pengertian dan Ruang Lingkup Perencanaan Tata Ruang 2.1 Definisi Perencanaan, Ruang dan Tata Ruang Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalahwadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sementara D.A.Tisnaamidjajamemaknai ruang sebagai wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak. Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya (Undang-Undang No. 26 Tahun 2007). Sementara perencanaan adalah suatu proses menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah yang diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut. Gambar 2.1 Visualisasi Ruang (Umum)
4 Gambar 2.2 Visualisasi Ruang (Rinci)
sumber: Ditjen Penataan Ruang, Kementerian PU, 2012. 2.2 Pemahaman Perencanaan Tata Ruang (Spatial Planning) Secara resmi di Indonesia, perencanaan tata ruang merupakan bagian dari proses penataan ruang. Penataan ruang adalahsuatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sementara perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Dilain pihak, dari berbagai literatur perencanaan tata ruang (spatial planning) dimaknai beragam, diantaranya (a) Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT), bahwa perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang mengarah pada sebuah keteraturan ruang (European Regional/Spatial Planning Charter, 1983). (b) Perencanaan tata ruang dirancang untuk menyatukan kebijakanpemba- ngunan dan penggunaan lahan dengan kebijakan dan program lain yang 5 mempengaruhi. Perencanaan tata ruang lebih dari sekedar perencanaan guna lahan tradisional. Perencanaan tata ruang memasilitasi dan memromosi keberlanjutan dan keinklusifan pola pembangunan kota dan desa. Tidak hanya sekedar perspektif teknik yang sempit, perencanaan tata ruang melibatkan semua lapisan masyarakat dengan pertimbangan semua orang berperan di tiap lokasi tempat tinggal, kerja dan lingkungannya. (c) Perencanaan tata ruang diartikan sebagai pemikiran kritis terhadap tempat dan ruang sebagai dasar melakukan kegiatan atau intervensi. (d) Cullingworth and Nadin (2006) mendefinisikannya sebagai mengooordi- nasikan atau memadukan dimensi ruang dari kebijakan sektor melalui strategi berbasis wilayah, dengan mengembangkan koordinasi yang lebih baik diantara berbagai sektor yang setingkat, diantara berbagai tingkatan pemerintahan, dan berbagai tingkatan pemerintahan yang setingkat. (e) Mark Tewdwr-Jones, Richard Hamilton Williams (2001) menerjemahkan sebagai beragam organisasi publik, mekanisme kebijakan, dan proses kelembagaan pada berbagai tingkatan pemerintahan yang secara bersama mempengaruhi alokasi dan pemanfaatan ruang masa datang. (f) perencanaan tata ruang melibatkan pengambilan keputusan terkait lokasi dan distribusi kegiatan (http://www.nrca.org/plandev/SpatialPlanning/ whatisSpatialPlanning.htm) (g) dalam Wikipedia pun tercantum pemahaman perencanaan tata ruang, sebagai cara yang digunakan oleh sektor publik untuk mempengaruhi distribusi orang dan kegiatan di ruang pada berbagai skala. Perencanaan tata ruang mencakup semua tingkatan perencanaan guna lahan mulai dari skala kota, wilayah, nasional, lingkungan hidup, termasuk internasional. (h) pandangan dari pihak birokrasi pun mengemuka dari Ministry of Agriculture and Land Affairs, dalam White Paper on Spatial Planning and Land Use Management (2001), bahwa perencanaan tata ruang adalah upaya mengalokasikan beragam kegiatan, guna lahan dan bangunan yang saling berkaitan baik dari aspek jarak, kedekatan, dan mempertimbangkan aspek keruangan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, infrastruktur, politik, dan sosial ekonomi. (i) istilah menarik ditemukan dalam http://www.sed.manchester.ac.uk/ research/cups/research/projectsummaries/cups_summary_rtpi_clg.Pdf, bahwa perencanaan tata ruang adalah pembentukan ruang dan mekanisme mediasi ruang. (j) Louis Albrechts (2001) lebih mengedepankan pada perencanaan tata ruang memanfaatkan beragam konsep, prosedur dan alat. (k) Hasil Seminar European Council of Town Planners pada 24 Oktober 2003 menekankan proses yang fleksibel disertai keterlibatan masyarakat sebagai kunci perencanaan tata ruang. (l) OECD (2001) menyoroti perencanaan ruang sebagai upaya mensintesakan beragam pandangan menjadi sebuah kompromi 6
Boks 3 Pengertian Penting (Pasal 1 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. 7 Merujuk pada berbagai ragam definisi tersebut di atas, dapat dirangkum beberapa hal penting, yaituperencanaan tata ruang terkait (i) upaya mengalokasikan beragam kegiatan dalam ruang, (ii) upaya kompromi terhadap berbagai sudut padang pemanfaatan ruang atau mekanisme mediasi ruang, (iii) alokasi ruang dipengaruhi oleh berbagai aspek yaitu fisik, lingkungan, politik, sosial dan ekonomi, (iv) melibatkan masyarakat dalam prosesnya, (v) dilaksanakan pada berbagai tingkatan pemerintahan.
8 Bab 3 Peran dan Fungsi Perencanaan Tata Ruang Beragam peran dari perencanaan tata ruang, yaitu (i) menghasilkan kondisi pencapaian kualitas kehidupan dan penghidupan yang lebih baik; (ii) memenuhi tujuan efisiensi dan demokrasi melalui partisipasi masyarakat; (iii) memenuhi tantangan pembangunan berkelanjutan. Peran perencanaan tata ruang dalam pembangunan telah dikenali sejak lama, dan dituangkan dalam berbagai dokumen pertemuan resmi internasional. Dimulai pada tahun 1976, dalam the Vancouver Declaration on Human Settlements (lebih dikenal sebagai Habitat I Conference/Konperensi Habitat I), teridentifikasi peran utama perencanaan tata ruang terhadap pembangunan perkotaan, yang dinyatakan bahwa ... menjadi tanggungjawab pemerintah untuk menyiapkan rencana strategis ruang dan mengadopsi kebijakan permukiman untuk memandu upaya pembangunan sosial ekonomi. Kebijakan ini seharusnya merupakan komponen dasar dari strategi menyeluruh pembangunan, terhubung dan terharmonisasi dengan kebijakan industrialisasi, pertanian, kesejahteraan masyarakat, preservasi lingkungan dan budaya sehingga saling mendukung dalam penciptaan kesejahteraan umat manusia secara progresif.... Pemerintah wajib menciptakan mekanisme dan lembaga untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan tersebut di atas (UNECE, 2008). Selanjutnya rencana aksi Agenda 21 yang diadopsi oleh 178 negara pada the United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) pada tahun 1992, menyiapkan bab khusus (Bab 10) terkait perencanaan dan pengelolaan sumberdaya lahan. Sementara the European Spatial Development Perspective (ESDP), yang disepakati dalam Informal Council of Minister yang bertanggungjawab terhadap perencanaan tata ruang pada tahun 1999, secara tegas menyatakan kebijakan pengembangan tata ruang dapat meningkatkan pembangunan berkelanjutan melalui penetapan struktur ruang yang baik. Di Indonesia, Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai produk perencanaan tata ruang mempunyai fungsi diantaranya (i) acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); (ii) acuan dalam pemanfaatan/ pengembangan wilayah; (iii) acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah; (iv) acuan lokasi investasi dalam wilayah yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta; (v) pedoman penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah; (vi) dasar pengendalian pemanfaatan ruang yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, pengenaan sanksi; (vii) acuan dalam administrasi pertanahan.
9
BAB 4 Tujuan dan Sasaran Perencanaan Tata Ruang 4.1 Tujuan Perencanaan Tata Ruang Secara umum, tujuan perencanaan tata ruang adalah (i) menggapai visi masa depan dari sebuah wilayah atau lokasi berdasar kondisi saat ini, kearifan lokal, dan keinginan masyarakat; (ii) menerjemahkan visi menjadi seperangkat kebijakan, prioritas, program dan alokasi lahan dengan memanfaatkan sumberdaya sektor publik untuk mewujudkannya; (iii) menciptakan kerangka kerja investasi swasta yang meningkatkan perekonomian, lingkungan, dan kesejahteraan sosial dari suatu daerah. Sedikit berbeda, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing, tujuan perencanaan tata ruang di negara Eropa yang terutama dikaitkan dengan upaya meningkatkan kualitas hidup yang berkelanjutan, yaitu (i) meningkatkan sistem kepemrintahan yang demokratis dan bermakna yang menjawab kebutuhan masyarakat; (ii) memperbaiki kinerja lingkungan perkotaan; (iii) memasilitasi kohesi soisal dan keamanan; (iv) meningkatkan reformasi pasar perumahan dan perkotaan; (v) memperbaiki pasar lahan dan real estate dan menjamin hak privat terhadap kepemilikan tanah (UNECE, 2008). Adapun tujuan penataan ruang 3 menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan (i) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, (ii) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan (iii) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Lebih rinci, tujuan perencanaan tata ruang wilayah provinsi adalah mewujudkan ruang wilayah provinsi yang mengakomodasikan keterkaitan antarkawsan/kabupaten/kota untuk mewujudkan perekonomian dan lingkungan yang berkelanjutan. 4.2 Sasaran Perencanaan Tata Ruang Sasaran utama perencanaan tata ruang adalah memastikan pemanfaatan sumberdaya lahan direncanakan dan diimplementasikan secara baik untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan. Secara implisit, pemanfaatan sumberdaya lahan ini berkelanjutan dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
3 Perencanaan tata ruang merupakan bagian dari penataan ruang yang terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian (UU No. 26 Tahun 2007). 10 Sasaran perencanaan tata ruang wilayah provinsi adalah Terkendalinya pembangunan di wilayah propinsi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya Tersusunnya arahan pengembangan sistem pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan Tersusunnya arahan pengembangan sistem prasarana wilayah propinsi Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.
11
BAB 5 Tantangan Perencanaan Tata Ruang Berdasar pengalaman beberapa negara yang telah melalui masa transisi dari negara berkembang menjadi negara maju, dikenali setidaknya 4 (empat) tantangan perencanaan tata ruang (UNECE, 2000), yaitu a. Globalisasi. Berkembangnya globalisasi di seluruh dunia telah merubah secara signifikan kondisi sosial, ekonomi, dan politik seluruh Negara di dunia. Termasuk diantaranya (i) berubahnya sistem demokrasi dan sistem ekonomi; (ii) liberalisasi perdagangan dan aliran modal internasional; (iii) pertumbuhan jumlah dan pengaruh perusahaan transnasional; (iv) percepatan penemuan teknologi khususnya informasi dan komunikasi. Kecenderungan ini berdampak pada struktur masyarakat, dapat berupa meningkatnya peran swasta, menguatnya peran pemerintah daerah. b. Pembangunan berkelanjutan. Isu ini membawa dampak perubahan berkurangnya konsumsi energi dan dukungan terhadap energi terbarukan, penerapan prinsip ramah lingkungan dalam pemanfaatan ruang, bertambahnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Walaupun disadari sepenuhnya bahwa pembangunan berkelanjutan belum sepenuhnya diterapkan dalam proses perencanaan tata ruang. Masih sering ditemui konflik antara konsep pembangunan berkelanjutan dan pengembangan berbasis komersil. c. Terbentuknya masyarakat ekonomi dalam suatu wilayah. Sebagai contoh di Indonesia pada tahun 2015 akan dimulai era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kondisi ini dapat merubah peta proporsi tenaga kerja di sektor layanan jasa, aksesibilitas terhadap wilayah ASEAN, dan perkembangan kota besar dan metropolitan. d. Pertumbuhan penduduk. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan layanan dasar khususnya di perkotaan, meningkatnya urbanisasi, berkembangnya pinggiran kota.Termasuk tentunya semakin meningkatnya besaran masalah perkotaan seperti kemacetan, banjir, dan lainnya. Selain itu, pada beberapa waktu terakhir mulai disadari pentingnya internalisasi konsep mitigasi bencana dalam perencanaan tata ruang, terutama bagi negara yang berada pada daerah rawan bencana..Salah satu tantangan lain menyangkut isu perubahan iklim yang dapat berdampak pada struktur ruang khususnya terkait dengan gejala peningkatan muka air laut.
12
BAB 6 Prinsip Dasar dan Asas Penataan (Perencanaan) Tata Ruang Secara umum, asas penataan ruang pada UU No. 26 Tahun 2007 (matra darat) dan pada UU No. 27 Tahun 2007 (matra laut) relatif sama dengan beberapa asas yang berbeda. Perbedaannya adalah pada UU No. 26 Tahun 2007 terdapat (i) asas keserasian, keselarasan dan keseimbangan; (ii) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; dan (iii) perlindungan kepentingan umum.Sementara pada UU No.27 Tahun 2007 mengemuka asas (i) konsistensi, (ii) pemerataan dan (iii) desentralisasi. Selengkapnya pada Tabel berikut Tabel 6.1 Persandingan Asas UU Nomor 26 Tahun 2007 dan UU Nomor 27 Tahun 2007 No Asas Matra Darat Matra Laut 1 Keterpaduan penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
dikembangkan dengan: 1. mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan pemerintah daerah;dan 2. mengintegrasikan ekosistem darat dengan ekosistem laut berdasarkan masukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu proses pengambilan putusan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2 Keserasian, keselarasan, keseimbangan penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan
3 Keberlanjutan penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang Asas keberlanjutan diterapkan agar: 1. pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan regenerasi sumber daya hayati atau laju inovasi substitusi sumber daya non-hayati pesisir; 2. pemanfaatan Sumber Daya Pesisir saat ini tidak boleh mengorbankan (kualitas dan 13 kuantitas) kebutuhan generasi yang akan datang atas sumber daya pesisir; dan 3. pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati- hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai.
4 Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5 Keterbukaan penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.
keterbukaan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dari tahap perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, sampai tahap pengawasan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara 6 Kebersamaan dan kemitraan penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Asas kemitraan merupakan kesepakatan kerja sama antarpihak yang berkepentingan berkaitan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Asas peran serta masyarakat dimaksudkan: 1. agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian; 2. memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui kebijaksanaan pemerintah dan mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; 3. menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan tersebut; 4. memanfaatkan sumber daya tersebut secara adil 7 Perlindungan kepentingan umum penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
8 Kepastian hukum dan keadilan penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa Asas kepastian hukum diperlukan untuk menjamin kepastian hukum yang mengatur pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau- 14 penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
pulau kecil secara jelas dan dapat dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan; serta keputusan yang dibuat berdasarkan mekanisme atau cara yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak memarjinalkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Asas keadilan merupakan asas yang berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. 9 Akuntabilitas penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. 10 Konsistensi - konsistensi dari berbagai instansi dan lapisan pemerintahan, dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan untuk melaksanakan program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diakreditasi. 11 Pemerataan ditujukan pada manfaat ekonomi sumber daya pesisir dan pulau- pulau kecil yang dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat 12 Desentralisasi penyerahan wewenang pemerintahan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sumber: diolah dari UU No. 26 Tahun 2007 dan UU No. 27 Tahun 2007 Asas penyelenggaraan penataan ruang tersebut pada intinya merupakan norma-norma yang diambil untuk memayungi semua kaidah-kaidah pengaturan penataan ruang. Sementara dari berbagai literartur yang ada, diperoleh beberapa prinsip dasar perencanaan tata ruang, yaitu (i) fleksibilitas, (ii) partisipatif melalui penguatan masyarakat dan keterlibatan pemangku kepentingan; (iii) front loading (konsensus disepakati di awal proses); (iv) efisiensi; (v) keberlanjutan; (vi) visioner; (vii) broad-ranging (meliputi beragam hal); (viii) terpadu; (ix) dapat dilaksanakan; (x) inklusif. UNECE menyepakati terdapat 6 (enam) prinsip utama yang menentukan lingkup perencanaan tata ruang, yaitu
15 a. Prinsip Demokratis (the Democratic Principle) Karakteristik kedemokratisan perencanaan tata ruang bergantung pada bentuk pemerintahan.Pemerintah yang baik dapat berdampak pada kualitas perencanaan yang baik.Perencanaan tata ruang merupakan fungsi penting pemerintahan karena berdampak pada kehidupan dan penghidupan masyarakat.dengan demikian pengambilan keputusan dalam proses perencanaan tata ruang seharusnya dihasilkan oleh institusi yang berwenang melalui proses demokratis. Pada berbagai Negara, keputusan secara formal ditetapkan oleh legislative dengan mempertimbangkan rekomendasi para ahli.Keputusannya dibuat mengikuti prosedur yang benar yang menjamin terpenuhinya hak asasi manusia. b. Prinsip Subsidiaritas (the Subsidiarity Principle) Proses pengambilan keputusan seharusnya digerakkan oleh kebutuhan setempat. Walaupun demikian, pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan pada tingkatan yang lebih tinggi.Hal ini untuk menjamin eksternalitas juga mendapat perhatian. c. Prinsip Partisipasi (the Participation Principle) Proses pengambilan keputusan seharusnya transparan sehingga masyarakat memahami seluruh pertimbangan pengambilan keputusan. Masyarakat seharusnya mempunyai akses terhadap informasi terkait rancangan usulan dan kebijakan, termasuk juga kepada para pengambil keputusan.Masyarakat sewajarnya dapat mengomentari bahkan mengajukan keberatan secara formal. d. Prinsip Keterpaduan (the Integration Principle) Perencanaan tata ruang berperan penting dalam memasilitasi keterpaduan kebijakan melalui strategi keruangan.Keterpaduan diantara berbagai tingkat pemerintahan membantu menciptakan penguatan saling melengkapi diantara beragam kebijakan dan kegiatan.Hal ini juga dapat mengurangi dampak negatif dari persaingan diantara pemerintah daerah. e. Prinsip Proporsional (the Proportionality Principle) Masalah yang selalu ada dalam upaya pengelolaan ruang adalah mempertahankan keseimbangan antara komitmen dan fleksibilitas kebijakan.Komitmen dalam bentuk kebijakan yang jelas sangat mendorong pembangunan karena berkontribusi menghasilkan kepastian dan mengurangi resiko penanam modal.Termasuk juga membantu mempertahankan keberadaan sumberdaya yang terbatas seperti lahan pertanian subur. Di lain pihak, kebijakan perencanaan tata ruang juga harus fleksibel untuk mengadaptasi perubahan teknologi, sosial dan ekonomi. Prinsip proporsionalitas membantu memasilitasi penetapan pemberian diskresi kepada masyarakat.namun, untuk konteks tertentu seperti proteksi aset hutan konservasi, dibutuhkan ketegasan dan tanpa negosiasi. f. Prinsip Pencegahan (the Precautionary Principle) 16 Dalam situasi dampak lingkungan dari pembangunan belum dapat dinilai dikarenakan kurangnya informasi, pendekatan pencegahan seharusnya dilakukan. Sebagai contoh isu perubahan iklim yang signifikansi dampaknya masih belum diketahui namun telah disepakati resiko yang mungkin sangat besar, maka akan lebih bijak untuk mempertimbangkan melakukan pencegahan pembangunan pada daerah rawan.
17 BAB 7 Perencanaan Tata Ruang di Indonesia: Dasar Hukum, Konsep dan Pencapaiannya 7.1 Dasar Hukum, dan Regulasi Konsep dasar hukum penataan ruang di Indonesia tertuang di dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 amandemen ke empat, berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Ridwan, 2008). Selanjutnya dalam Undang Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 pasal 2 memuat wewenang untuk (i) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, (ii) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dan (iii) menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan mekanisme kelembagaan dan untuk perencanannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan (i) pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa, dan (ii) berdasarkan rencana umum tersebut Pemda mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa. Selanjutnya, pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah. Ketentuan tersebut memberikan hak penguasan kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kalimat tersebut mengandung makna, negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan rakyat yang dikehendaki (Silalahi, 2001). Saat ini, penataan ruang telah diatur dengan jelas melalui Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang merupakan revisi terhadap Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992. Sementara itu, disadari sepenuhnya bahwa Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tersebut lebih pada penataan ruang darat, sehingga kemudian sesuai dengan amanat dalam pasal 6 angka 5 bahwa ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Pengelolaan ruang laut telah diatur melalui Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, sementara pengelolaan ruang udara masih dalam upaya penyiapan naskah 18 akademis. UU No. 27 Tahun 2007 mengatur pengelolaan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai. Undang Undang No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan 5 (lima) Peraturan Pemerintah, namun yang terselesaikan baru 4 (empat) yaitu (i) PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. PP yang tersisa adalah tentang penataan ruang wilayah pertahanan Pada dasarnya terdapat banyak undang undang yang terkait langsung dengan perencanaan tata ruang, diantaranya yang terpenting adalah UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial.Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang yang menegaskan perlunya data dan informasi spasial dalam penentuan tata ruang baik nasional, provinsi dan daerah. Informasi spasial adalah informasi yang dibangun dengan merujuk pada ruang dan waktu tertentu yang selanjutnya di sebut dengan Informasi Geospasial. Informasi spasial digunakan oleh pemerintah sebagai salah satu bahan dalam: (a) perumusan kebijakan, (b) pengambilan keputusan; dan/atau (c) pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan dan/atau pengelolaan ruang kebumian. Regulasi lain yang juga terkait langsung adalah UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, UU. No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara, UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, 19 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perikanan, UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum, UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. 7.2 Isu Strategis Berdasarkan arahan RPJPN dan capaian Pembangunan Bidang Tata Ruang pada periode 2005-2014, diidentifikasi tiga isu strategis Pembangunan Bidang Tata Ruang sebagai berikut: (a) Belum Efektifnya Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Sampai saat ini, masih banyak produk Rencana Tata Ruang (RTR) yang belum terselesaikan. Penyelesaian Peraturan Presiden (Perpres) RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan RTR Pulau hanya diberi tenggat waktu lima tahun pasca ditetapkannya Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), yaitu 2013, dan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten/Kota diberi tenggat waktu dua dan tiga tahun pasca ditetapkannya UUPR, yaitu 2010 dan 2011. Produk RTR ini belum termasuk produk rencana rinci tata ruang seperti rencana zonasi dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Siklus pelaksanaan penataan ruang, sebagaimana diatur oleh UUPR, terdiri dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Produk RTR adalah hasil dari tahap perencanaan. Mengingat bahwa masih banyak produk rencana yang belum selesai, maka dapat dipastikan tahapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum dapat dilaksanakan secara efektif. (b) Belum Efektifnya Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Selain secara eksplisit menjadi arahan RPJPN periode 2015-2019, isu kelembagaan juga sangat terkait dengan isu strategis pertama, khususnya dalam rangka penyelesaian produk RTR. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi adalah masih belum memadainya kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang, yaitu belum ada standardisasi eselon minimal yang mengurusi penataan ruang di 20 daerah. Di beberapa Daerah, pejabat yang mengurus penataan ruang memiliki eselon lebih rendah daripada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)lainnya. Di samping itu, belum optimalnya operasionalisasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) juga menyebabkan banyak permasalahan tata ruang di daerah yang seharusnya menjadi tugas BKPRD tidak terpecahkan di daerah, sehingga harus dibawa ke pemerintah pusat dan ditangani oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Padahal, permasalahan tata ruang lintas provinsi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat sudah banyak yang menunggu untuk dibahas di BKPRN. Selain itu, minimnya pedoman yang dapat menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana tata ruang berakibat pada tingginya variasi kualitas RTRW yang dihasilkan. Sistem informasi penunjang pembangunan bidang tata ruang juga dipandang masih belum optimal. Idealnya, perlu ada sistem informasi terpadu yang dapat menjadi acuan bagi pengendalian pemanfaatan ruang maupun monitoring dan evaluasi. ( c) Belum dijadikannya RTRW sebagai acuan pembangunan berbagai sektor Secara umum, dalam konteks pelaksanaan pembangunan di Indonesia terdapat 2 (dua) dokumen perencanaan yang wajib menjadi acuan yaitu dokumen perencanaan pembangunan dan rencana tata ruang. Dokumen perencanaan merupakan bagian dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), sementara RTR baik tingkat nasional dan daerah merupakan amanah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sebagaimana arahan RPJPN 2005-2025, RTR menjadi matra keruangan dari rencana pembangunan. Dengan demikian, rencana pembangunan dan RTR harus serasi satu dengan lainnya. Isu strategis ketiga ini memiliki implikasi bahwa selain harus menjadi muara kesepakatan lintas sektor, rencana tata ruang harus disusun dengan memperhatikan, dan atau menjadi acuan bagi, rencana pembangunan. Selain itu, beberapa isu penting lainnya diantaranya kerentanan wilayah Indonesia terhadap bencana baik bencana alam berupa gempa tektonik maupun ledakan gunung berapi. Kerentanan wilayah Indonesia terhadap bencana terutama disebabkan letak geografisnya yang berada pada kawasan Ring of Fire, yaitu sebuah deliniasi kawasan yang dipandang sangat berpotensi rentan terhadap bencana (lihat Gambar berikut). Tidak hanya bencana, perubahan iklim pun termasuk yang perlu diwaspadai. Data yang dikeluarkan oleh InterGovernmental Panel Climate Change (IPCC, 2007) menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami dampak diantaranya kehilangan sekitar 2.000 pulau kecil termasuk 92 pulau terluar, banjir pasang laut melanda wilayah pesisir, meningkatnya intensitas7banjir dan kekeringan yang akan mengganggu ketahanan pangan. 21
Gambar 7.1 Kerentanan Bencana Wilayah Indonesia sumber: Ditjen Penataan Ruang Kemen PU Isu yang juga dianggap terkait erat dengan penataan ruang adalah kesenjangan antarwilayah. Sekitar 70 persen infrastruktur berlokasi di pulau Sumatera, Jawa dan Bali, sisanya berada di pulau lainnya yang nota bene meliputi 70 persen wilayah Indonesia. Kondisi ini ditengarai menjadi salah satu penyebab makin tingginya kesenjangan antarwilayah di Indonesia. Kawasan perbatasan, baik darat maupun laut juga menjadi isu penting. Penataan ruang perlu mempertimbangkan keberadaan 9 (sembilan) kawasan perbatasan negara yaitu (i) 3 (tiga) kawasan perbatasan darat negara yang berbatasan dengan negara Malaysia di Pulau Kalimantan, Timor Leste di Pulau Timor (NTT), dan Papua New Guinea di Pulau Papua; (ii) 6 (enam) kawasan perbatasan laut yang berbatasan dengan negara India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Timor Leste, dan Australia. Selain itu, terdapat 92 pulau kecil terluar yang menjadi lokasi peletakan Titik Dasar dan Titik Referensi daerah teritorial Indonesia, dengan fokus khusus pada 12 pulau kecil terluar. Isu perkotaan merupakan salah satu isu penting dikaitkan dengan pertumbuhan kawasan perkotaan yang demikian pesat terutama diakibatkan fenomena urbanisasi yang demikian signifikan. Salah satu penyebanya adalah kesenjangan antarwilayah perkotaan dan perdesaan disebabkan tidak terkendalinya perkembangan kota. Di era otonomi daerah, pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam operasionalisasi penataan ruang sehingga keberadaan RTRW kabupaten/kota menjadi suatu keniscayaan. Namun bertambahnya daerah otonom baru (DOB) cukup mempengaruhi konstelasi pengaturan ruang di Indonesia. Keberadaan DOB harus diikuti dengan penyiapan RTRW kabupaten/kota yang baru. Hal ini dapat mengganggu proses pembangunan Pembangunan Indonesia harus dilakukan berdasarkan penataan ruang yang berbasis mitigasi dan adaptif terhadap bencana Ring Of Fire Sebaran Gunung Api Sebaran Episentrumgempa bumi tahun 1900-2000 Sangat aktif; rata-rata 450 kali gempa MMI 4.0 per-tahun 22 daerah, setidaknya dari sisi konsistensi dan keberlanjutan kebijakan pembangunan daerah. Salah satu konflik yang sering terjadi adalah konflik pemanfaatan ruang antara kawasan hutan dan kawasan permukiman, dan guna lahan lainnya. Hal ini disebabkan masih belum jelasnya tata batas hutan yang ada saat ini. Walaupun pola ruang telah disepakati dalam RTRW provinsi khususnya namun dalam skala mikro masih menjadi potensi sumber konflik. 7.3 Kebijakan Terkait Perencanaan Tata Ruang 4
Dalam konteks perencanaan pembangunan, UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menempatkan tata ruang dalam posisi yang strategis. Terlihat dari keterkaitan berbagai bidang pembangunan, yang diuraikan dalam RPJPN 2005-2025, dengan tata ruang. Rencana tata ruang menjadi pedoman bagi pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan lestari dan dasar bagi pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka membentuk struktur ruang nasional. Selain menjadi landasan utama pemanfaatan ruang di daratan, tata ruang juga menjadi landasan dalam ekspansi pemanfaatan ruang laut dan ruang udara, khususnya terkait pertahanan dan keamanan di udara. Di dalam visi dan misi pembangunan nasional, sebagaimana diuraikan dalam RPJPN 2005-2025, dua misi (dari delapan misi) secara khusus memberikan arahan bagi pembangunan Bidang Tata Ruang, yaitu misi ke-5 (mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan) dan misi ke-6 (mewujudkan Indonesia asri dan lestari). Kedua misi tersebut memberi penekanan khusus pada: (1) keserasian rencana pembangunan dan rencana tata ruang; dan (2) peran kunci rencana tata ruang sebagai acuan kebijakan spasial lintas sektor. Dalam RPJPN 2005-2025 juga dinyatakan bahwa dalam rangka mencapai hal tersebut, maka perlu ditingkatkan: (1) kompetensi sumberdaya manusia dan kelembagaan di bidang penataan ruang; (2) kualitas rencana tata ruang; dan (3) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam rentang waktu lima tahun, yang merupakan periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), RPJPN 2005-2025 memberikan kata kunci (keywords) dalam mengarahkan pembangunan bidang tata ruang, sebagaimana digambarkan melalui Gambar 1 di bawah. Periode RPJMN 2015-2019 memiliki kata kunci kelembagaan dan kapasitas penataan ruang yang mantap dan ketersediaan infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang. Kelembagaan dan kapasitas penataan ruang erat kaitannya dengan organisasi dan sumberdaya manusia (SDM). Namun demikian, kelembagaan (institutions) juga dapat diartikan secara luas sebagai kaidah
4 Sebagian besar materi sub sub-bab ini di kutip dari Draft Nol Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, dengan beberapa penyesuaian.
formal maupun informal yang mengatur perilaku seseorang. Dengan demikian, kelembagaan tidak terbatas pada organisasi dan SDM saja, tapi juga dapat mencakup pedoman, sistem infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang adalah konsekuensi logis dari diacunya rencana tata ruang dalam pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh berbagai sektor, khususnya yang terkait bidang infrastruktur. Gambar 7.2 Sumber: Bappenas, 2014.
7.4 KonsepPerencanaan Tata Ruang 7.4.1 Klasifikasi Penataan Ruang Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal fungsi utama kawasan, terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya wilayah administratif, terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. kegiatan kawasan, terdiri a penataan ruang kawasan perdesaan
5 dikutip dari Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Darat hanya erupakan istilah penulis dalam embedakan konsep pada UU No. 26 Tahun 2007 dengan UU No. 27 Tahun 2007. formal maupun informal yang mengatur perilaku seseorang. Dengan demikian, kelembagaan tidak terbatas pada organisasi dan SDM saja, tapi juga dapat mencakup pedoman, sistem informasi dan manajemen. Adapun penyediaan infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang adalah konsekuensi logis dari diacunya rencana tata ruang dalam pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh berbagai sektor, khususnya yang terkait bidang infrastruktur. 7.2 Arahan RPJPN Untuk Bidang Tata Ruang Perencanaan Tata Ruang Darat 5
Klasifikasi Penataan Ruang Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. fungsi utama kawasan, terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi wilayah administratif, terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah
kegiatan kawasan, terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan
dikutip dari Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Istilah Tata Ruang Darat hanya erupakan istilah penulis dalam embedakan konsep pada UU No. 26 Tahun 2007 dengan UU No. 27 Tahun 2007. 23 formal maupun informal yang mengatur perilaku seseorang. Dengan demikian, kelembagaan tidak terbatas pada organisasi dan SDM saja, tapi juga dapat informasi dan manajemen. Adapun penyediaan infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang adalah konsekuensi logis dari diacunya rencana tata ruang dalam pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh
perkotaan. fungsi utama kawasan, terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi wilayah administratif, terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah tas penataan ruang kawasan perkotaan dan . Istilah Tata Ruang Darat hanya erupakan istilah penulis dalam embedakan konsep pada UU No. 26 Tahun 2007 24 nilai strategis kawasanterdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 7.4.2. Pembagian Kewenangan Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah. A. Wewenang Pemerintah Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan kerja sama penataan ruang antar negara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar provinsi. Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi: perencanaan tata ruang wilayah nasional; pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi: penetapan kawasan strategis nasional; perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional; pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional. B. Wewenang Pemerintah Propinsi Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota; pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; kerja sama penataan ruang antar provinsi Propinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. 25 Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: perencanaan tata ruang wilayah provinsi; pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi, pemerintah daerah provinsi melaksanakan: penetapan kawasan strategis provinsi; perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi; pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi. C. Wewenang Pemerintah Propinsi Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota meliputi: perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan: penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 7.4.3 Hirarki dan Muatan Perencanaan Tata Ruang Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: rencana umum tata ruang; dan rencana rinci tata ruang Rencana umum tata ruang secara berhirarki terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
Rencana rinci tata ruang terdiri atas: rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana tata ruang kawa rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
Gambar
sumber: Ditjen Penataan Ruang, Kementerian PU, 2011 Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang meliputi rencana sistem rencana sistem jaringan prasarana rencana pola ruangmeliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Rencana rinci tata ruang terdiri atas: rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi Gambar 7.3 Hirarki Perencanaan Tata Ruang sumber: Ditjen Penataan Ruang, Kementerian PU, 2011 Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana rencana pola ruangmeliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. 26 rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat,
pusat permukiman dan rencana pola ruangmeliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, 27 Dalam rangka pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. 7.4.4 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memperhatikan: Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional; perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; rencana pembangunan jangka panjang nasional; rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional; rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama; rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional; penetapan kawasan strategis nasional; arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk: penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antar sektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. 28 Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. 7.4.5 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; pedoman bidang penataan ruang; dan rencana pembangunan jangka panjang daerah. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan: perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi; upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi; keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; rencana pembangunan jangka panjang daerah; rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat: tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi; penetapan kawasan strategis provinsi; arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk: penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antar sektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. 29 Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. 7.4.6 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan rencana pembangunan jangka panjang daerah. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan: perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten; upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten; keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; rencana pembangunan jangka panjang daerah; rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten. Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat: tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk: penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten. Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. 7.4.7 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan ditambahkan: rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijauterdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari 30 luas wilayah kota.Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. 7.4.8 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk megarahkan pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan; dan/atau pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. 31 Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. 7.4.9 Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: mengetahui rencana tata ruang; menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai rencana tata ruang; mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai rencana tata ruang di wilayahnya; mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Setiap orang yang melanggar ketentuan dikenai sanksi administratifdapat berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan, antara lain, melalui: partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; 32 partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 7.4.10 Penyidik Pegawai Negeri Sipil Terkait langkah penyidikan, selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 7.4.11 Ketentuan Pidana Dalam UU No. 26 Tahun 2007 secara khusus disebutkan tentang ancaman pidana pada pelanggaran tata ruang, sebagai berikut. Jika tidak menaati rencana tata ruang. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jika tindakan tidak menaati rencana tata ruang mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Jika tindak tidak menaati rencana tata ruangmengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Jika memanfaatkan ruang tidak sesuai izin pemanfaatan ruang. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jika tindakan memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangmengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Jika tindakanmemanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangmengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Jika tindakanmemanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruangmengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana 33 penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Jika tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang. Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jika tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang- undangan dinyatakan sebagai milik umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jika pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).Selain sanksi pidana pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. 7.5 Konsep Perencanaan Tata Ruang Laut (Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil) 6
Pulau-Pulau Kecil merupakan pengertian yang terintegrasi satu dengan yang lainnya, baik secara fisik, ekologis, sosial, budaya, maupun ekonomi dengan karakteristik sebagai berikut: terpisah dari pulau besar; sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau manusia; memiliki keterbatasan daya dukung pulau; apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas; ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau induk maupun kontinen. 7.5.1 Tahapan Proses Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
6 Disarikan dari Undang Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 34 A. Perencanaan Perencanaan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu (Integrated Coastal Management) yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan saling penguatan pemanfaatannya. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan agar dapat mengharmonisasikan kepentingan pembangunan ekonomi dengan pelestarian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta memperhatikan karakteristik dan keunikan wilayah tersebut. Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dibagi ke dalam empat tahapan: (i) rencana strategis; (ii) rencana zonasi; (iii) rencana pengelolaan; dan (iv) rencana aksi. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K. o RSWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota disusun berdasarkan isu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang aktual, seperti halnya degradasi sumber daya, masyarakat tertinggal, konflik pemanfaatan dan kewenangan, bencana alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan jaminan kepastian hukum guna mencapai tujuan yang ditetapkan. o RSWP-3-K merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang setiap Pemerintah Daerah. o RSWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota o RSWP-3-K wajib mempertimbangkan kepentingan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. o Jangka waktu RSWP-3-K Pemerintah Daerah selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. o RSWP-3K Provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi, dan RSWP3K kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K 35 o RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. o RZWP-3-K diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. o Perencanaan RZWP-3-K dilakukan dengan mempertimbangkan: keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan; keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas lahan pesisir; dan kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses Masyarakat dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi. o Jangka waktu berlakunya RZWP-3-K selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. o RZWP-3-K ditetapkan dengan Peraturan Daerah. o RZWP-3-K Provinsi, terdiri atas: pengalokasian ruang dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan alur laut. keterkaitan antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut dalam suatu Bioekoregion; penetapan pemanfaatan ruang laut; dan penetapan prioritas Kawasan laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan. o Kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, merupakan kawasan yang dipergunakan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan pertambangan. o Kawasan Konservasi dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang setara dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. o Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut. 36 o Kawasan Strategis Nasional Tertentu memperhatikan kriteria; batas-batas maritim kedaulatan negara; kawasan yang secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara; situs warisan dunia; pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal dan/atau habitat biota endemik dan langka. o RZWP-3-K Provinsi mencakup wilayah perencanaan daratan dari kecamatan pesisir sampai wilayah perairan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan dalam satu hamparan ruang yang saling terkait antara ekosistem daratan dan perairan lautnya o RZWP-3-K Kabupaten/Kota berisi arahan tentang: alokasi ruang dalam Rencana Kawasan Pemanfaatan Umum, rencana Kawasan Konservasi, rencana Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan rencana alur; keterkaitan antarekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam suatu Bioekoregion. o RZWP-3-K kabupaten/kota mencakup wilayah perencanaan daratan dari kecamatan pesisir sampai 1/3 (sepertiga) wilayah perairan kewenangan provinsi. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K o RPWP-3-K berisi: kebijakan tentang pengaturan serta prosedur administrasi penggunaan sumber daya yang diizinkan dan yang dilarang; skala prioritas pemanfaatan sumber daya sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; jaminan terakomodasikannya pertimbangan-pertimbangan hasil konsultasi publik dalam penetapan tujuan pengelolaan Kawasan serta revisi terhadap penetapan tujuan dan perizinan; mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis untuk menjamin tersedianya data dan informasi yang akurat dan dapat diakses; serta ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih untuk mengimplementasikan kebijakan dan prosedurnya. o RPWP-3-K berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) kali. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP-3-K. o RAPWP-3-K dilakukan dengan mengarahkan Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi sebagai upaya mewujudkan rencana strategis. o RAPWP-3-K berlaku 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun. 37 B. Pengelolaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mencakup tahapan pemanfaatan dan pengusahaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan melalui pemberian izin pemanfaatan dan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).Izin pemanfaatan diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kewenangan masing-masing instansi terkait. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) diberikan di Kawasan perairan budidaya atau zona perairan pemanfaatan umum kecuali yang telah diatur secara tersendiri. Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, pengakuan hak dan pemberdayaan masyarakat, kewenangan, kelembagaan, sampai pencegahan dan penyelesaian konflik. Pengelolaan pulau-pulau kecil dilakukan dalam satu gugus pulau atau kluster dengan memperhatikan keterkaitan ekologi, keterkaitan ekonomi, dan keterkaitan sosial budaya dalam satu bioekoregion dengan pulau induk atau pulau lain sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. C. Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk: mengetahui adanya penyimpangan pelaksanaan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, serta implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir; mendorong agar pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya; memberikan sanksi terhadap pelanggar, baik berupa sanksi administrasi seperti pembatalan izin atau pencabutan hak, sanksi perdata seperti pengenaan denda atau ganti rugi; maupun sanksi pidana berupa penahanan ataupun kurungan. 7.5.2 Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat Masyarakat mempunyai hak untuk: memperoleh akses terhadap perairan yang telah ditetapkan HP-3; memperoleh kompensasi karena hilangnya akses terhadap Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menjadi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan akibat pemberian HP-3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan; melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; memperoleh manfaat atas pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 38 memperoleh informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu; melaporkan kepada penegak hukum atas pencemaran dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya; mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya; serta memperoleh ganti kerugian. Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berkewajiban: memberikan informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; memantau pelaksanaan rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil; dan/atau melaksanakan program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang disepakati di tingkat desa. Selain itu, masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat, Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal atas Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah dimanfaatkan secara turun- temurun.Pengakuan hak-hak Masyarakat Adat, Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal dijadikan acuan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil yang berkelanjutan. 7.5.3 Sanksi Administratif dan Pidana Pelanggaran terhadap persyaratan sebagaimana tercantum di dalam HP-3 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan sementara, denda administratif, dan/atau pencabutan HP-3. Pelanggaran juga dapat dikenakan pidana penjara dan pidana denda bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran. 39 7.6 Pencapaian Penataan Ruang di Indonesia 7
Sejak ditetapkannya UU No. 26 Tahun 2007, beberapa capaian strategis terkait pembangunan Bidang Tata Ruang adalah sebagai berikut: Dari total lima Peraturan Pemerintah (PP) yang diamanatkan oleh UUPR, telah ditetapkan empat PP, yaitu: PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), PP No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, PP No. 68/2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, dan PP No. 8/2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. Satu PP lainnya, tentang Penataan Ruang Wilayah Pertahanan, masih dalam proses finalisasi di Sekretariat Negara. UUPR secara implisit juga menyatakan perlunya undang-undang pengelolaan ruang laut dan udara. Untuk itu, telah ditetapkan UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) yang mengatur pengelolaan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai. UUPR dan PP RTRWN juga mengamanatkan penyelesaian Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan, RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dari total tujuh RTR Pulau yang diamanatkan, telah ditetapkan empat RTR Pulau, yaitu Perpres No. 88/2011 tentang RTR Pulau Sulawesi, Perpres No. 3/2012 tentang RTR Pulau Kalimantan, Perpres No. 13/2012 tentang RTR Pulau Sumatera dan Perpres No. 28/2012 tentang RTR Pulau Jawa Bali. Sedangkan dari total 76 RTR KSN yang diamanatkan, baru ditetapkan lima RTR KSN, yaitu: Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Rung Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur); Perpres No. 45/2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita); Perpres No. 55/2011 tentang RTR uang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sangguminasa, dan Takalar (Mamminasata); Perpres No. 62/2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo (Mebidangro); dan Perpres No. 8/2011 tentang RTR Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). RTRW provinsi, kabupaten dan kota, hingga Maret Tahun 2014 telah ditetapkan 22 Perda RTRW Provinsi (dari total 33 provinsi), 277 Perda RTRW Kabupaten (dari total 398 kabupaten) dan 71 Perda RTRW Kota (dari total 93 kota otonom).Lebih lanjut, sebagai penjabaran dari amanat UU No.
7 Sebagian besar materi sub sub-bab ini di kutip dari Draft Nol Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, dengan beberapa penyesuaian. 40 4 4 5 20 277 71 1 3 71 14 121 22 0% 20% 40% 60% 80% 100% PP Pulau KSN RTRW Provinsi RTRW Kabupaten RTRW Kota Sudah Selesai Belum Selesai 27/2007, telah ditetapkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di tiga provinsi, enam kabupaten dan tiga kota. Selain peraturan perundangan, tercatat telah ditetapkan juga beberapa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Bidang Penataan Ruang. NSPK tersebut mengatur berbagai hal terkait penyusunan RTR maupun pelaksanaannya. Hingga akhir Tahun 2013, baru terselesaikan 34 NSPK dari target 60 NSPK dalam RPJMN 2010-2014. Gambar 7.4
Sumber: Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU, 2014 Dalam rangka penguatan kelembagaan, telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) melalui Keppres No. 4/2009 tentang BKPRN. BKPRN adalah wadah koordinasi penataan ruang nasional yang beranggotakan 14 Kementerian/Lembaga (K/L) dan memiliki tugas dalam penyusunan kebijakan, pelaksanaan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang yang melibatkan peran berbagai sektor terkait yang memerlukan keterpaduan dan keserasianpenanganan. Gambar 7.5 Rekapitulasi Penyelesaian Regulasi Penataan Ruang
Sumber: Kementerian PU, 2014 41 Sepanjang periode 2010-2014, telah aktif memasilitasi beragam kasus konflik pemanfaatan ruang yang melibatkan beragam pihak, baik K/L pusat, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat. Pada tingkat Daerah, telah dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) di 30 Provinsi, dengan mengacu pada Permendagri No. 50/2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah. BKPRD memiliki tugas melaksanakan koordinasi penataan ruang di daerah. Sementara penyelesaian RZWP3K relatif jauh tertinggal. Selengkapnya pd Tabel berikut Tabel 7.1
Sumber: Kemen KKP, 2014. 7.7 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 7.7.1 Dasar Hukum Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan RTRWN, yang menjadi landasan hukum untuk (i) perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang wilayah nasional; (ii) perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antarwilayah dan keserasian antarsektor; (iii) penyelenggaraan pembangunan di daerah dan landasan untuk mengakomodasi tingginya dinamika pembangunan; (iv) pengembangan wilayah dan pembangunan infrastruktur nasional; (v) arahan lokasi investasi; (vi) penetapan rencana tata ruang dan pembangunan pulau, provinsi, kawasan perbatasan, kawasan perkotaan metropolitan, dan perlindungan kawasan bencana. 7.7.2 Tujuan RTRWN RTRWN bertujuan untuk mewujudkan: 42 i. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; ii. Keterpaduan (a) RTRWN, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota; (b) Pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam bumi; (c) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; iii. Pemanfaatan sumber daya alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; iv. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah dan antarsektor; v. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional. Tabel 7.2Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional Kebijakan Strategi A Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Nasional
Meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah
Menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasanperkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasanperkotaaan dan wilayah di sekitarnya Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belumterlayani oleh pusat pertumbuhan Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai sbg pusat pertumbuhan ekonomi kelautan Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebihkompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah sekitarnya Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara, antara lain meliputi jalan tol, pelabuhan internasional/nasional, dan bandar udara; Mendorong pengembangan jaringan telekomunikasi, khususnya di kawasan terisolasi Meningkatkan jaringan energi dalam mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik, khususnya di kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil, dan kawasan terisolasi; dan Meningkatkan kualitas dan mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air. B Pengembangan Kawasan Lindung Nasional
Memelihara dan melestarikan kawsan lindung Menetapkan kawsan lindung Menetapkan kawasan lindung dengan luas paling sedikit 30% dari luas pulau Mencegah dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan kawasan lindung Mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil C Pengembangan Kawasan Budi Daya
Mewujudkan dan Mengembangkan dan melestarikan kawsan budi daya 43 Kebijakan Strategi meningkatkan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahan pangan nasional Mengembangkan pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala ekonomi Mengendalikan perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan Membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana Mengembangkan perkotaan metropolitan dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal dan kompak Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan metropolitan Mengembangkan kegiatan budi daya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau kecil D Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Pelestarian dan Peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup Menetapkan kawsan strategis nasional berfungsi lindung Mencegah pemanfaatan ruang di KSN yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan Membatasi pemanfaatan ruang di sekitar KSN yang berpotensi mengurangi fungsi lindung awasan Membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar KSN yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya Mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar KSN yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar KSN Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara Menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan (hankam) Mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar KSN untuk menjaga fungsi hankam Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar KSN sebagai zona penyangga yang memisahkan KSN dengan kawasan budi daya terbangun Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah Menciptakan iklim investasi yang kondusif Mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan Mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan Mengintensifkan promosi peluang investasi Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk Mengembangkan kegiatan penunjang dan/atau turunan dari pemanfaatan sumber daya dan/atau teknolohgi tinggi Meningkatykan keterkaitan kegiatan pemanfaatan 44 Kebijakan Strategi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sumber daya dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan penunjang dan/atau turunannya Mencegah dampak negatif pemanfatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa Meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur Mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan masyarakat Melestarikan situs warisan budaya bangsa Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer dan ramsar Melestariakn keaslian fisik serta mempetahankan keseimbangan ekosistemnya Meningkatkan kepariwisataan nasional Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan Membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah Mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat Meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan Sumber: disarikan dari PP 26 Tahun 2008 7.7.3 Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi: 1. Sistem Perkotaan Nasional 2. Sistem Jaringan Transportasi Nasional 3. Sistem Jaringan Energi Nasional 4. Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional 5. Sistem Jaringan Sumberdaya Air A. Sistem Perkotaan Nasional Sistem perkotaan nasional terdiri dari beberapa hirarki yaitu Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Strategis Nasional/Kota Perbatasan, dan Pusat Kegiatan Lokal. Khusus PKL ditetapkan dalam RTRW Provinsi. Secara nasional, terdapat 37 PKN, 178 PKW dan 26 PKSN. Data yang lebih rinci dapat dilihat pada PP No. 26 Tahun 2008, dan distribusinya dapat di lihat pada Gambar berikut.
45
Gambar 7.6 Sistem Perkotaan Nasional
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008. B. Rencana Sistem Jaringan Jalan Pengembangan jaringan jalan nasional diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas antarkawasan dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan menjaga keutuhan NKRI. Gambar 7.7 Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 46 C. Rencana Jaringan Jalan Bebas Hambatan Sesuai kerangka kebijakan pembangunan nasional, untuk mengantisipasi kebutuhan aktifitas transportasi jalan bebas hambatan, khususnya di sebagian Lintas Timur Sumatera dan Pantura Jawa. Selengkapnya pada Gambar berikut. Gambar 7.8
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 D. Rencana Jaringan Lintas Penyeberangan Jaringan lintas penyeberangan laut diarahkan untuk menghubungkan antarpulau besar serta membentyk gugus pulau kecil termasuk pulau terluar untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Distribusi rinci pada Gambar berikut. Gambar 7.9
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 47 E. Rencana Sistem Jaringan Jalur Kereta Api Pengembangan jaringan jalur kereta api dilaksanakan pada pulau besar untuk memasilitasi kebutuhan angkkutan orang dan barang secara massal dan jarak jauh yang menghubungkan kota PKN.Lebih rinci pada Gambar berikut. Gambar 7.10
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 F. Rencana Pengembangan Pelabuhan Laut Sebaran pengembangan pelabuhan laut nasional/internasional diarahkan untuk mendukung aktifitas ekonomi (ekspor-impor) pada kota PKN dan PKW. Gambar 7.11
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 48 G. Rencana Pengembangan Bandar Udara Sebaran pengembangan bandara untuk skala pelayanan primer, sekunder dan terstier diarahkan dalam rangka melayani aktifitas ekonomi pada kota PKN dan PKW. Bandara primer direncanakan pada 8 lokasi, bandara sekunder 16 lokasi, dan bandara terstier pada 41 lokasi. Selengkapnya pada Gambar berikut. Gambar 7.12
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 H. Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air Pengembangan jaringan sumber daya air diarahkan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional serta memenuhi kebutuhan air baku dan bersih pada kawasan perkotaan (PKN dan PKW). Gambar 7.13
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 49 I. Rencana Sistem Jaringan Transmisi Listrik Sistem jaringan tenaga listrik melayani seluruh kawasan andalan, PKN dan PKW. Gambaran selengkapnya pada Gambar berikut. Gambar 7.14
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 J. Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional Jaringan telekomunikasi terdiri dari mikro digital, fiber optic, mikro analog, kabel laut, jaringan internasional, dan stasiun bumi. Gambar 7.15
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 50 7.7.4 Rencana Pola Ruang RTRWN Secara garis besar pola ruang dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu kawsan lindung nasional, dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional (kawasan andalan). A. Kawasan Lindung Nasional Terbagi dalam 4 (empat) kategori yaitu kawasan Suaka Alam. Kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas dan fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya. Pelestarian Alam. Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tiumbuhan dan satwa yang beragam serta keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam Kawasan Lindung Geologi. Kawasan ynag memiliki tipe geologi unik atau memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu. Kawasan Lindung Lainnya. Kawasan diantaranya berupa taman buru, yaitu kawasan memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan berburu Terdapat sejumlah 351 kawasan lindung. Selengkapnya pada Gambar berikut. Gambar 7.16 Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008
51 B. Kawasan Budi Daya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional (Kawasan Andalan). Terbagi dalam 2 (dua) kategori yaitu Kawasan Andalan darat. Kawasan budi daya di ruang darat yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya. Terdapat sejumlah 112 kawasan andalan darat. Gambaran selengkapnya pada Gambar berikut. Gambar 7.17
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 Kawasan Andalan Laut. Kawasan budi daya di ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya. Kawasan andalan laut mencapai 44 lokasi. Gambaran selengkapnya pada Gambar berikut.
52 Gambar 7.18
Sumber: Tayangan Sosialisasi RTRWN, Kemen PU, 2008 7.7.5 Operasionalisasi RTRWN Sesuai amanat UU No. 26 Tahun 2007, jadwal penyelesaian pengaturan pelaksanaan UU Penataan Ruang sebagai berikut. Tabel 7.3 Jadwal Penyelesaian Regulasi Amanat UUPR
Adisasmita, Rahardjo. Analisis Tata Ruang Pembangunan. Edisi Pertama. Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2012. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum. Bahan Tayangan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, 2008. Economic Commission for Europe (UNECE). UNECE Strategy for Sustainable Quality of Life in Human Settlements in the Twenty-First Century. UNECE, Geneva, 2000. Economic Commission for Europe (UNECE). Spatial Planning. Key Instrument for Development and Effective Governance with Special Reference to Countries in Transition. United Nations, New York and Geneva, 2008. Intanghinas Weblog. Tinjauan Teori Penataan Ruang dan Kebijakan Pena- taan Ruang Terhadap Lingkungan Hidup. http://Intanghina.Wordpress. Com. Tanpa tahun. Morphet, Janice, dkk. Sharing and Delivering Tomorrows Places: Effective Practice in Spatial Planning. Report, findings and recommendations. Royal Town Planning Institute, April 2007. Republik Indonesia. Undang Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen Ke Empat. Republik Indonesia. Undang Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Republik Indonesia.Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Republik Indonesia.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2009-2014. Republik Indonesia.Draft Nol Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Ridwan, Juniarso. Hukum Tata Ruang. Nuansa, Bandung, 2008. Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Edisi Revisi. Alumni, Bandung, 2001. Milis Tata Ruang dan Pertanahan https://groups.google.com/d/forum/tata-ruang-dan-pertanahan Portal Tata Ruang dan Pertanahan http://tataruangpertanahan.com