Anda di halaman 1dari 12

Tujuan utama dari akuntansi adalah menyajikan informasi ekonomi (economic

information) dari suatu kesatuan ekonomi (economic entity) kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Yang dimaksud dengan kesatuan ekonomi di sini adalah badan usaha
(business enterprise). Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi berguna bagi
pihak-pihak di dalam perusahaan maupun pihak-pihak di luar perusahaan.

Untuk menghasilkan informasi ekonomi, perusahaan perlu menciptakan suatu metode
pencatatan, penggolongan, analisa dan pengendalian transaksi serta kegiatan-kegiatan
keuangan, kemudian melaporkan hasilnya. Kegiatan akuntansi meliputi:
1. Pengidentifikasian dan pengukuran data yang relevan untuk suatu pengambilan
keputusan.
2. Pemrosesan data yang bersangkutan kemudian pelaporan informasi yang dihasilkan.
3. Pengkomunikasian informasi kepada pemakai laporan.

KONSEP DALAM AKUNTANSI
Secara umum akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam menyusun
standar akuntansi yang ditujukan bagi praktek akuntansi. Basis postulat akuntansi inilah yang
kemudian muncul konsep-konsep dasar dalam penyajian maupun pelaporan keuangan entitas.
Berikut akan disajikan beberapa konsep dasar akuntansi dalam berbagai versi.
Konsep dasar akuntansi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka Dasar
Penyajian dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa asumsi
dasar akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going concern). Menurut
International Financial Reporting Standards (IFRS) pada The Conceptual Framework for
Financial Reporting paragraf 4.1, sebagai asumsi dasar akuntansi adalah hanya kelangsungan
usaha. Sedangkan menurut Paton dan Littleton yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar
akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity Theory), kontinuitas usaha(going concern),
penghargaan sepakatan, kos melekat(cost attach), upaya dan hasil(effort and accomplishment),
bukti terverifikasi, dan asumsi.
Dengan lebih lengkap, Anthony, Hawkins, dan Merchant sebagaimana yang dikutip
Suwardjono (2005), konsep dasar akuntansi terdapat beberapa poin, di antaranya konsep
pengukuran dengan unit uang, konsep entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep kos, aspek
ganda, periode akuntansi, konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi, dan materialitas.
Maka, untuk kepentingan penelitian, hanya akan dijelaskan konsep dasar yang merupakan
postulat akuntansi dan berhubungan dengan asumsi dasar akrual sebagai basis pencatatan
akuntansi. Yaitu, konsep entitas, konsep pengukuran uang, konsep kelangsungan usaha, konsep
dua aspek akuntansi, konsep kos, konsep periode akuntansi, konsep penandingan (matching
concept), dan konsep upaya dan hasil (effort and accomplishment). Berikut penjelasan masing-
masing konsepnya:

1. Konsep Entitas Bisnis (Entity Theory)
Dalam konsep ini bisnis perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis diperlakukan berbeda
atau secara hukum terpisah dengan pemilik dari bisnis tersebut. Hal ini termasuk bahwa
transaksi-transaksi dalam bisnis tersebut harus dijaga secara keseluruhannya agar terpisah dari
urusan pribadi dari seorang pemiliknya. Namun, diperbolehkan bagi seorang pemilik untuk dapat
memperoleh informasi yang benar mengenai kondisi perusahaannya.
Business entity concept atau dalam literatur-literatur teori akuntansi dikenal dengan
entity theory digagas oleh William A Paton, seorang professor dari Universitas Michigan.
Ditegaskan olehnya, bahwa dengan adanya entity theory, perusahaan dengan pemiliknya menjadi
terpisah. Kepemilikan aset dimiliki oleh perusahaannya, dan antara kewajiban dengan pemegang
ekuitas oleh investor dalam aset tersebut merupakan hak yang berbeda. Atas dasar konsep ini,
maka dapat dirumuskan dalam posisi keuangan atau neraca bahwa aset sama dengan jumlah
kewajiban ditambah dengan ekuitas pemilik. Konsep ini menurut Suwardjono (2005)
mempersonifikasi badan usaha sebagai orang yang dapat melakukan perbuatan hukum dan
ekonomi, misalnya dalam pembuatan kontrak dan kepemilikan aset. Menurutnya, sebagai
konsekuensi dari konsep entitas, hubungan antara entitas dengan pemilik dipandang sebagai
hubungan bisnis terutama dalam hak dan kewajiban atau utang piutang.
Meskipun antara perusahaan dengan pemiliknya terpisah, namun pemilik tetap berhak
atas keuntungan yang harus diberikan oleh perusahaan dalam bentuk dividen. Laba bersih yang
diperoleh dengan demikian bukanlah semerta-merta adalah hak dari pemilik perusahaan.
Diperlukan proses dalam menentukan untuk dapat ditentukan kebijakan distribusi laba dalam
bentuk dividen atau mengambil kebijakan untuk menahan laba, yang dikenal dengan laba ditahan
yang ditambahkan pada ekuitas pada posisi keuangan. Yang secara substansi juga menambah
kekayaan dari pemilik perusahaan itu sendiri.
Dalam hubungan antara perusahaan dengan pemilik ini memang perlu pengkajian apakah
entity theory selamanya menjadi relevan pada semua bentuk bisnis. Sebab pada tiap bentuk
bisnis, tetap ada keinginan pemilik untuk menjadi bagian dari manajemen dan mengoperasikan
bisnisnya tersebut. Namun, American Accounting Association (AAA) yang dikutip Wolk,
Francis, dan Tearney (1991) dalam bukunya Accounting Theory: a Conceptual and Institutional
Approach menyatakan bahwa:
Although the entity theory provides a good description of the relationship between the firm and its owners,
its duality relative to income and owners equity in the traditional form has probably been responsible for fact that
its precepts have not taken a strong hold in committee reports and release of various accounting bodies. (hlm 132)

Suwardjono (1986) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep entitas bisnis
(business entity concept) memberikan konsekuensi bahwa laporan keuangan merupakan
pertanggungjawaban perusahaan dan bukanlah pertanggungjawaban pemilik, maka dengan
demikian pendapatan dan biaya dipandang sebagai perubahan dalam kekayaan perusahaan
bukannya perubahan dalam kekayaan pemilik.
Sebagai implikasi dalam administrasi perusahaan yang baik, Suwardjono (1986)
menyatakan bahwa menjadi hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi perusahaan dan
transaksi pribadi. Dalam administrasi lainnya, terutama dalam memperlakukan biaya, semua
biaya yang secara nyata terjadi dalam perusahaan adalah tepat untuk dicatat pertama kali sebagai
bagian dari total kekayaan (aset atau aktiva) perusahaan. Jadi, biaya pendirian perusahaan,
biaya emisi saham, dan biaya yang ada hubungannya dengan hal tersebut adalah unsur aktiva
perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5). Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi dengan
diakuinya dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.

2. Konsep Pengukuran Uang (Money Measurement Concept)
Konsep ini mengandung pengertian bahwa uang merupakan alat ukur umum dan paling
tepat dalam aktivitas ekonomi dan menjadi dasar yang tepat pula bagi pengukuran analisis
akuntansi. Dalam pencatatan, unit moneter yang diwakili oleh uang sangat relevan, sederhana,
tersedia secara universal, dapat dipahami dan berguna. Secara umum, dengan adanya uang
sebagai alat ukur, menjadikan penyajian akuntansi dengan unit moneter lebih dapat
terkomunikasikan atas informasi sumber daya ekonomi yang dimiliki dan tersaji dalam bentuk
informasi kuantitatif. Hal inilah yang membuat pengguna laporan keuangan lebih dapat melihat
objektifitas informasi sumber daya ekonomi bagi perusahaan untuk dapat membuat keputusan
ekonomi yang rasional.
Sebenarnya dalam konteks ekonomi, kehadiran uang sebagai alat tukar (medium of
exchange) karena sistem ekonomi tidak lagi menganut sistem ekonomi non-barter. Hasilnya,
uang saat ini sebagai standar utama dalam menilai dan sebagai hal yang pokok dalam proses
pengukuran. Dengan demikian, laporan keuangan disajikan dengan unit moneter yang
disesuaikan dengan jenis mata uang suatu Negara di mana perusahaan tersebut beroperasi.
Dalam pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) mengemukakan bahwa
satu-satunya data yang pasti yang dapat diperoleh untuk menunjukkan adanya transaksi
pertukaran secara objektif dan untuk menyatakan transaksi pertukaran tersebut secara homogen
adalah jumlah satuan uang yang terlibat dalam pertukaran. Maka, data tersebut merupakan bahan
olah dasar akuntansi.
3. Konsep Kelangsungan Usaha (Going Concern)
Postulat kelangsungan usaha (going concern) mengasumsikan bahwa perusahaan akan
terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi asumsi ini, pada keadaan luar
biasa, nilai laporan likuidasi untuk aset dan ekuitas adalah pelanggaran atas konsep atau asumsi
dasar ini. Sebab asumsi kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa perusahaan akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak untuk dilikuidasi dalam
jangka pendek. Belkaoui (1992) menambahkan bahwa dengan adanya konsep ini (going
concern) entitas akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk mewujudkan proyek-proyeknya,
komitmen, dan kegiatan yang sedang berlangsung.
Mengambil pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) berpendapat mengenai
konsep ini bahwa data keuangan terus terjadi setiap waktu akibat aliran kegiatan yang
berlangsung terus dalam perusahaan dan validitas data keuangan yang dilaporkan pada waktu
tertentu seringkali harus diuji dengan jalannya kejadian pada waktu yang akan datang. Maka
menurutnya, data keuangan yang dituangkan dalam laporan keuangan harus dianggap bersifat
sementara dan bukannya bersifat final. Secara jelas Suwardjono (2005) menyatakan:
Konsep ini menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala, atau rencana pasty di masa
datang bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan atau dilikuidasi, maka akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha
tersebut akan berlangsung terus sampai waktu yang tidak terbatas.(hlm.223)

Dasar pikiran adanya konsep kontinuitas usaha, Paton & Littleton yang dikutip
Suwardjono (1986) didasarkan karena pertimbangan kepraktisan dan kemudahan dalam
pelaksanaan akuntansi oleh karena jalannya operasi perusahaan di masa mendatang tidak dapat
diduga secara pasti. Konsep ini berimplikasi terhadap laporan-laporan periodik. Selama
perusahaan merupakan wadah aliran kegiatan yang tidak terputus-putus, maka proses
pemenggalan aliran kegiatan ke dalam periode-periode fiskal atau akuntansi (yang merupakan
periode laporan keuangan) berakibat memutus hubungan kegiatan yang saling berkaitan antara
periode yang satu dengan yang lainnya. Alasan lainnya adalah karena dalam menghadapi
ketidakpastian kelangsungan usaha, maka akuntansi menganut konsep ini atas dasar penalaran
bahwa harapan normal atau umum pendirian perusahaan adalah untuk berlangsung terus dan
berkembang, bukan untuk mati atau dilikuidasi.

4. Konsep Dua Aspek Akuntansi
Di bawah konsep ini, pada setiap dan masing-masing transaksi dibagi ke dalam dua
aspek. Salah satu aspek berhubungan dengan penerimaan atas suatu manfaat tertentu sedangkan
aspek yang lain berhubungan dengan pemberian atas manfaat tersebut. Misalnya, ketika mesin
yang telah dibeli oleh perusahaan, mesin memberikan manfaat untuk dapat memproduksi barang
atau jasa. Untuk memiliki mesin tersebut perusahaan harus membayar sejumlah uang kepada
supplier mesin. Dengan demikian setiap transaksi bisnis berkaitan dengan dua aspek yang tidak
terpisahkan dan kedua aspek tersebut dicatat tanpa terkecuali.
Konsep dual aspect ini mendasarkan pada kaidah bahwa untuk setiap kegiatan bisnis
selalu memiliki persamaan dan reaksi sebaliknya. Menurut konsep ini aset perusahaan akan sama
dengan kewajiban ditambah modal. Anthony, Hawkins dan Merchant yang dikutip Suwardjono
(2005) mengemukakan bahwa sebenarnya konsep dua aspek akuntansi (sistem berpasangan)
merupakan turunan dari konsep kesatuan usaha. Hubungan bisnis antara manajemen dan pemilik
mengakibatkan manajemen harus selalu mempertanggungjawabkan aset yang telah dan sedang
dikelolanya serta menyajikan sumber aset tersebut.

5. Konsep Kos
Pada dasarnya penggunaan prinsip ini karena perusahaan memiliki kepentingan untuk
menentukan nilai jual dari setiap aset setiap kali perusahaan ingin menilai laba yang
diperolehnya. Di mana penilaian dengan cara yang lain akan mengakibatkan munculnya
subjektifitas sehingga berdampak pada informasi keuangan yang bias. Namun, dalam standar
akuntansi keuangan pun jika hal tersebut menjadi tidak relevan, maka diperkenankan menilai
dengan nilai wajar sebagai basis pengukurannya.
Menurut konsep ini semua transaksi dicatat dalam buku akun senilai dengan harga
pembelian. Misalnya, jika bangunan dibeli dengan harga US$ 75,000 yang mana secara aktual
seharga US$ 100,000, maka dalam buku akun dicatat dengan nilai harga pembelian, yakni US$
75,000.
Sebagai tambahan, Suwardjono (1986) dalam pokok pikiran Paton & Littleton,
menyatakan mengenai konsep ini dengan berimplikasi kepada biaya menjadi bagian penting dari
total upaya yang dikorbankan dalam memproduksi dan menjual barang atau jasa. Pada tiap jenis
biaya tersebut dapat digabung-gabungkan berdasarkan divisi operasi (departemen), bagian dari
produk, atau interval waktu seolah-olah biaya-biaya tersebut mempunyai daya saling mengikat
sebagaimana data ikat yang dimiliki benda fisik.

6. Konsep Periode Akuntansi
Meskipun akuntansi juga berasumsi bahwa bisnis akan tetap ada selama jangka waktu
yang lama dan tidak ditentukan, penting untuk dipantau akun atau pencatatan dengan keterangan
yang jelas untuk periode bisnis yang ditujukan untuk mengetahui hasil operasi bisnis dan
disajikan posisi keuangan untuk periode tersebut. Biasanya pencatatan dipersiapkan untuk
periode satu tahun yang mana boleh jadi sesuai dengan kalender tahunan sebagai tahun laporan
keuangan.
Konsep perioda menyatakan bahwa akuntansi memperhitungkan laba dengan periode
waktu sebagai takarannya dan bukan angkatan produk, (Suwardjono, 2003, hlm 101). Lanjut
Suwardjono (2003) bahwa sebagai implikasi dari konsep ini adalah akuntansi menentukan laba
dengan menandingkan atau mengasosiasi pendapatan periode dengan biaya yang dianggap
menciptakan pendapatan untuk periode tersebut. Jadi, biaya dianggap sebagai upaya untuk
menghasilkan pendapatan dengan waktu sebagai takaran penandingan, (Suwardjono, 2003: hlm.
101).

7. Konsep Penandingan (Matching Concept)
Dalam akuntansi dikenal prinsip matching concept. Di mana yang dimaksud dari prinsip
ini adalah dengan diakuinya beban bukan pada saat pengeluaran kas telah terjadi atau telah
dibayarkan. Namun, diakui ketika suatu produk atau jasa secara aktual memberikan kontribusi
terhadap pendapatan. Pendapatan suatu periode harus dibebani dengan biaya-biaya yang secara
ekonomis berkaitan dengan produk yang menghasilkan pendapatan tersebut,(Suwardjono, 1986,
hlm 116).
Hal ini memungkinkan adanya biaya yang ditangguhkan dan diperlakukan sebagai aset
pada posisi keuangan atau neraca. Meskipun dalam kenyataannya biaya ditangguhkan tersebut
tidak memberikan manfaat ekonomi di masa depan.
Expenses are defined as costs that expire as a result of generating revenues, (Wolk,
Francis, Tearney, 1991, hlm. 124). Bahwa beban ditentukan sebagai upaya untuk memperoleh
penghasilan atau pendapatan. Proses pengakuan beban untuk kategori seperti depresiasi, harga
pokok produk atau penjualan, bunga dan biaya ditangguhkan disebut dengan konsep
penandingan ini (matching concept). Konsep matching berimplikasi pada biaya diakui secara adil
dan secara wajar untuk mengakui pendapatan.
Wolk, Francis, dan Tearney (1991) menyatakan bahwa konsep matching dengan
demikian memiliki dua aspek:
First, the historical cost approach often tends to substantially understate expense measurements relative to
the value of expired-asset service. Second, the systematic and rational method employed under generally
accepted accounting principles tend to be extremely arbitrary: a particular problem can be handled in more than
one way. (hlm. 124)

Suwardjono (2003) mengatakan bahwa konsep penandingan merupakan implikasi dari
adanya konsep periode akuntansi. Penandingan (matching) dilakukan untuk menentukan laba
periode tersebut, sehingga pendapatan periode tersebut ditandingkan dengan biaya-biaya yang
dianggap menciptakan pendapatan tersebut. Maka, biaya dengan demikian merupakan upaya
untuk menghasilkan pendapatan dengan waktu sebagai takaran penandingannya.

8. Konsep Upaya dan Hasil (Effort and Accomplishment)
Lebih lanjut dalam konsep penandingan (matching concept) yang berimplikasi pula pada
konsep upaya dan hasil dalam akuntansi, memberikan implikasi bahwa biaya adalah upaya
dalam rangka memperoleh hasil yang dalam hal ini disebut pendapatan. Secara konseptual,
pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya, (Suwardjono,
2005, hlm. 234). Artinya pendapatan sudah dapat diakui meskipun belum terealisasi karena
adanya pengeluaran atau upaya entitas dalam melakukan kegiatan produktifnya.
Dalam pokok pikiran Paton & Littleton, Suwardjono (1986) juga menyatakan bahwa
jikalau jumlah rupiah yang diperhitungkan dalam pembelian barang dan jasa digunakan untuk
mengukur upaya untuk memperoleh hasil. Dan jumlah rupiah tersebut yang diperhitungkan
dalam penjualan barang dan jasa digunakan untuk mengukur hasil yang diperoleh, maka
persoalan utama akuntansi adalah menandingkan biaya (sebagai representasi upaya) dan
pendapatan (sebagai representasi hasil) periodik sebagai pembacaan alat duga untuk mengetahui
pengaruh upaya yang dikorbankan terhadap hasil.

PRINSIP AKUNTANSI
1. Prinsip Pengakuan Pendapatan, Persoalan penting yang dihadapi perusahaan adalah kapan
pendapatan harus diakui.
Jika telah terealisasi atau dapat di realisasikan, Pendapatan dikatakan telah direalisasi
jika produk (barang dan jasa) telah dipertukarkan dengan kas. Ketika terjadi penjualan,
pendapatan diakui pada saat penjualan. Dasar penjualan ini melibatkan transaksi
pertukaran antara penjual dan pembeli. harga jual adalah pengukuran objektif atas jumlah
pendapatan yang diakui.
Telah dihasilakan.
Metode Persentase Penyelesaian
Metode ini mengakui pendapatan proyek jangka panjang berdasarkan perkiraan yang pantas atas
kemajuan menuju penyelesaian. Kemajuan menuju penyelesaian diukur dengan membandingkan
biaya yang dikeluarkan dalam setahun dengan total biaya yang diperkirakan untuk proyek
keseluruhan. Persentase tersebut dikali dengan total pendapatan untuk proyek. Persentase ini
kemudian diakui sebagai pendapatan untuk periode tersebut.
Rumus metode persentase penyelesaian :
Biaya Dikeluarkan (periode berjalan) total estimasi biaya
= persentase penyelesaian (periode berjalan)
Persentase penyelesaian (periode berjalan) x total pendapatan
= Pendapatan Diakui (periode berjalan)
Pendapatan yang diakui selama periode berjalan dikurangi biaya yang dikeluarkan pada
periode berjalan sama dengan laba kotor untuk periode berjalan.
Pendapatan Diakui Biaya Dikeluarkan
= Laba kotor diakui (periode berjalan)

Metode Angsuran
Dengan menggunakan metode angsuran, setiap pengumpulan kas dari pelanggan terdri atas (1)
pengambilan bagian harga pokok penjualan, dan (2) bagian laba kotor dari penjualan.

Rumus untuk mengakui laba kotor :
Perolehan kas dari pelanggan x persentase laba kotor
= laba kotor diakui selama periode tersebut

2. Prinsip Penandingan, Dalam mengakui beban, pendekatan yang dipakai adalah biarkan
beban mengikuti pendapatan. Beban diakui bukan pada saat upah dibayarkan, atau ketika
pekerjaan dilakukan, atau pada saat produk diproduksi, tetapi ketika pekerjaan (jasa) atau produk
secara actual memberikan kontribusi terhadap pendapatan. Jadi pengakuan beban berkaitan
dengan pengakuan pendapatan.
3. Prinsip Pengungkapan Penuh, Dalam memutuskan informasi apa yang akan dilaporkan,
praktek yang umum adalah menyediakan informasi yang mencukupi untuk mempengaruhi
penilaian dan keputusan pemakai. Prinsip ini sering disebut prinsip pengungkapan penuh
mengakui bahwa sifat dan jumlah informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan
mencerminkan serangkaian trade-off
4. Prinsip Biaya, Prinsip biaya menyatakan bahwa asset harus dicatat pada biayanya. Biaya
digunakan karena biaya tersebut relevan dan andal. Biaya disebut relevan karena menunjukan
harga yang dibayar, asset yang dikorbankan, dan kesepakatan yang dibuat pada tanggal
perolehan. Biaya disebut andaal karena keterukuran yang efektif, berdasarkan fakta, dan dapat
diverifikasi. Biaya juga merupakan hasil dari transaksi pertukaran. Biaya adalah dasar yang
digunakan dalam menyusun laporan keuangan.
KENDALA DALAM AKUNTANSI
KENDALA DALAM AKUNTANSI
1) Materialitas
Berkaitan dengan dampak suatu pos terhadap kondisi keuangan operasional perusahaan secara
keseluruhan. Suatu pos disebut material ketika memiliki kemungkinan untuk memengaruhi
keputusan investor atau kreditor yang jujur. Pos tersebut menjadi tidak material jika tidak
memiliki dampak terhadap pembuatan keputusan.
2) Konservatisme
Berarti jika ragu maka pilihlah solusi yang sangat kecil kemungkinannya akan menghasilkan
penetapan yang terlalu tinggi bagi aktiva dan laba.
Konservatisme jika diaplikasikan secara tepat, akan menyediakan pedoman yang paling rasional
dalam situasi sulit, jangan menyajikan angka laba bersih yang terlalu tinggi
Konservatisme di dalam akuntansi adalah pemakaian metode yang terendah antara biaya atau
harga pasar ketika menilai persediaan dan aturan yang mengharuskan kerugian bersih akrual
diakui atas komitmen pembelian barang untuk persediaan oleh perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai