Anda di halaman 1dari 9

PENGOLAHAN GULA TEBU

Pengolahan Gula Tebu




Tinjauan Tentang Tanaman Tebu

Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput- rumputan. Tanaman ini
memerlukan udara panas yaitu 24- 30 C dengan perbedaan suhu musiman tidak
lebih dari 6 C, perbedaan suhu siang dan malam tidak lebih dari 10 C. Tanah yang
ideal bagi tanaman tebu adalah tanah berhumus dengan pH antara 5,7- 7. Batang
tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5%) dan nira yang terdiri dari air, gula,
mineral dan bahan non gula lainnya (87,5%) (Notojoewono, 1981).

Gula terbentuk pada fase pemasakan hingga titik optimal, kurang lebih terjadi pada
bulan Agustus. Proses pemasakan tebu berjalan dari ruas ke ruas tetapi derajat
kemasakannya setiap ruas memiliki sifat tersendiri sesuai dengan umurnya. Ini
berarti pada tanaman tebu yang masih muda, ruas- ruas bagian bawah mengandung
kadar gula yang relatif tinggi daripada bagian atasnya. Pada umumnya tebu masak
pada umur 12- 16 bulan.

Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, daun hijau dibagian atas
dihilangkan dan batang- batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan- potongan
batang tebu yang telah diikat kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan
menggunakan pengangkut- pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih
lanjut dengan kendaraan yang lebih besar menuju ke penggilingan.Tebu setelah
dipotong akan memperlihatkan serat- serat dan terdapat cairan yang manis.
Komposisi kimia tebu dapat dilihat pada tabel berikut:

Komposisi Kimia Tebu:

Komponen Presentase (%)
Air 73- 76
Serat ampas 11- 16
Zat kering terlarut 10- 16
Komposisi zat kering terlarut adalah:

Sukrosa

Glukosa

Fruktosa

Garam organik bebas

Zat- zat lain

70- 86

2- 4

2- 4

0,5- 2,5

0- 10


Tinjauan Gula

Gula adalah sukrosa yang merupakan disakarida dan tersusun atas dua molekul
monosakarida yaitu D- glukosa dan D- fruktosa. Sukrosa mempunyai sifat
karamelisasi yang hasilnya disebut karamel. Dalam industri gula terjadinya karamel
dapat merusak warna standart (Anonymous
a
, 2009)

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan
bahan makanan dan banyak terdapat dalam tebu. Industri makanan biasanya
menggunakan sukrosa dalam bentuk halus dan kasar serta dalam jumlah yang
besar atau digunakan dalam bentuk cairan (sirup). Sukrosa yang dilarutkan dalam
air dan dipanaskan, sebagian akan terurai menjadi glukosa dan friktosa yang disebut
gula invert (Winarno, 2002).

Gula (sukrosa) terbentuk dari hasil asimilasi antara gas CO
2
dan air dengan
pertolongan energi matahari (proses fotosintesis). Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :

6CO
2
+ 6H
2
O C
6
H
12
O
6
+ 6O
2


hasil reaksinya akan menghasilkan monosakarida berupa D-glukosa dan D-fruktosa.
Glukosa dan fruktosa dinamakan sebagai gula reduksi dalam teknologi gula. Sintesa
secara biokimia dari monosakarida akan membentuk disakarida yaitu sukrosa
(Effendi, 1994).

Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun dari dua monosakarida, yaitu glukosa
dan fruktosa. Berat molekul sukrosa adalah 342, mengkristal bebes dengan air,
berat jenis 1,6 dan titik leleh 160C (Martoharsono,1990).









Struktur kimiawi sukrosa (Santoso dan Kurniawan, 1997).

Kualitas gula pasir antara lain ditentukan oleh nilai polarisasi, kadar abu, kadar air,
dan kadar gula reduksi, semakin tinggi nilai polarisasinya, makin tinggi kadar
sukrosanya dan semakin baik kualitas gula, sebab akan tahan dalam penyimpanan
yang juga ditentukan oleh kadar airnya. Makin tinggi kadar abu, maka makin rendah
kualitas gulanya, sebab kadar abu menunjukkan bahan anorganik yang akan
berpengaruh pada warna dan sifat higroskopisitas gula. Apabila kadar gula
reduksinya tinggi, maka nilai polarisasi tidak akan menunjukkan jumlah sukrosa yang
terdapat di dalam gula dan menunjukkan kualitas gula rendah, sehingga lebih
mudah rusak (Sudarmadji, 2003)

Standar Gula Kristal Putih (GKP) Sumber : PG. Kebon Agung, Malang
(2007)

% Brix

Kadar air

Kadar pol

HK

Berat jenis butir (BJB)
99,85

0,15

99,8

98

0,8 1,1


Tahapan Proses Pengolahan Gula

Penimbangan

Tujuan utama stasiun ini adalah menerima tebu dari petani atau kebun. Sebelum
ditampung tebu terlebih dahulu ditimbang dan dinyatakan dalam angka bulat kuintal.
Perhitungan harus dilakukan dengan cermat karena angka timbangan merupakan
angka masukan yang pertama dalam perhitungan angka-angka hasil pengolahan.
Tempat penampungan tebu sementara disebut dengan emplacement (Kuntardiryo,
1997).

Selama proses penerimaan tebu, perlu segera diangkut ke pabrik untuk digiling
untuk menjamin kelancaran penyediaan tebu serta menjaga dan mempertahankan
kualias tebu yaitu menghindari penguraian dan pembusukan tebu. Kerusakan yang
mungkin terjadi ialah proses mikrobilogi dengan adanya moksroba-mikroba yang
merusak jaringan pada nira, proses fermentasi yang menurunkan kandungan nira
dan faktor fisik yaitu tempat penyimpanan (emplacement) yang panas dan lembab.
Sistem pengaturannya berupa sistem FIFO (first in first out) yaitu tebu yang
datangnya awal terlebih dahulu diproses/ masuk stasiun gilingan (Kuntardiryo,
1997).


Penggilingan

Bahan baku tebu dari lori dibawa kemeja tebu dan tebu akan mengalami perlakuan
pendahuluan berupa pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil, terakhir akan
mengalami penggilingan. Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk
mempermudah pengeluaran nira saat pemerahan nira di stasiun gilingan.
Penggilingan dimaksudkan untuk mengambil nira dari batang tebu dan
memisahkannya dari ampas. Saat penggilingan diberikan air imbibisi untuk
mengurangi kehilangan gula dalam ampas, akibat dari kurang sempurnanya daya
perah unit penggilingan. Hasil pemerahan tiap gilingan berbeda. Cairan tebu manis
dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin
pemanas (Boiler).

Nira hasil pemerahan akan dialirkan ke stasiun pemurnian, sedangkan ampas akan
di bawa ke stasiun pembangkit tenaga uap bahan baker. Selain itu, ampas juga
dipasarkan sebagai bahan baku pembuatan kertas, papan partikel dan papan serat.

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu,
dinamakanbagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir
dan batu- batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai abu. Sebuah tebu bisa
mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar
25 hingga 30 tonbaggase untuk setiap 100 ton tebu atau 100 ton gula.


Pemurnian

Tujuan dari pemurnian adalah untuk memisahkan antara nira dengan kotoran-
kotoran yang melayang dan terlarut yang terkandung didalamnya sebanyak mungkin
tanpa adanya kerusakan dari sukrosa dengan menekan kehilangan gula sedikit
mungkin dengan harapan nira yang dihasilkan benar-benar murni

Ada tiga macam proses pembuatan gula ditinjau dari proses pemurniannya, yaitu:

Proses Defekasi

Adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya hanya
menggunakan kapur sebagai bahan pemurni. Proses ini paling sederhana, sehingga
banyak disukai. Prinsip kerjanya adalah:

Pengapuran, yaitu proses penambahan susu kapur pada nira mentah
tertimbang pada kekentalan 15 Be (148 g CaO/ 1 nira), proses pengapuran
ini di lakukan di defekator.

Pengendapan, yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor
yang dilakukan di tangki pengendap.

Penyaringan nira kotor, yaitu proses pemisahan nira dengan blotong yang
dilakukan dengan kain (filter).

Proses Sulfitasi

Adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya menggunakan
kapur dan SO
2
sebagai bahan pemurni. Gula yang di dapat dari proses ini berwana
putih. Sebelum memulai proses ini di tangki nira mentah dilakukan penambahan asam
phospat (H
3
PO
4
) sebanyak 210 kg/ 8 jam (250-300 ppm), yang bertujuan untuk:

menyerap koloid dan zat warna

menurunkan kadar kapur nira mentah

melunakkan kerak evaporator

mempermudah proses pengendapan, sehingga nira yang dihasilkan lebih
jernih

Secara umum prinsip kerjanya ada 4 macam proses, yaitu:

Pemanasan

Yaitu proses pemberian panas pada nira mentah tertimbang yang dilakukan
dengan juice heater. Pada sulfitasi ini dilakukan proses pemanasan sebanyak 3
kali yaitu pada saat nira belum ditambahkan susu kapur yang dinamakan
pemanasan pendahulu I, kemudian saat setelah nira ditambah susu kapur dan
SO
2
yang dinamakan dengan pendahulu II, terakhir pada saat setelah nira
diendapkan yang dinamakan pemanas pendahulu III. Pemanasan dilakukan
pada suhu 75-80C. Tujuan pemanasan pada suhu 75-80C adalah:

mempercepat proses penggumpalan (pengendapan) Ca
3
(PO
4
)
2
,
koloid (protein dan putih telur yang terkandung dalam nira tebu)

menekan kerusakan sukrosa akibat inversi,

untuk mengurangi atau menonaktifkan mikroorganisme khususnya
bakteri yang dapat merusak sukrosa dengan menghasilkan enzim
penginversi sukrosa

sebagai katalisator, untuk mempercepat reaksi pencampuran nira
mentah, susu kapur dan gas SO
2


Pengapuran

Yaitu proses pemberian susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan
derajat kekentalan 6Be (1,7 ku CaO tiap 100 ku nira). Pengapuran dilakukan
pada defekator. Penetralan pH dengan penambahan susu kapur (Ca(OH)
2
)

hingga mencapai pH 7-7,5. Kemudian dipompa ke Preliming tank II, dan ditambahkan
lagi susu kapur hingga mencapai pH 8-9,5 (pH alkalis). Penambahan H
3
PO
4
berfungsi
untuk memudahkan ikatan antara nira dengan Ca(OH)
2
membentuk endapan
Ca
3
(PO
4
)
2
dan memudahkan kotoran-kotoran ikut terendap serta untuk memenuhi
kandungan P
2
O
5
dalam nira yang diinginkan yaitu sekitar 300-350 ppm. Penambahan
susu kapur yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan
(Browning) nira, sehingga nira berwarna lebih gelap. Kadar kapur maksimal nira jernih
setelah penambahan susu kapur adalah 1500 ppm.

Rekasi kimia yang terjadi antara susu kapur dengan asam phosphat, yaitu:

P
2
O
5
+ 3H
2
O 2H
3
PO
4

2H
3
PO
4
+ 3Ca(OH)
2
Ca
3
(PO4)
2
+ 6H
2
O

Endapan Ca
3
(PO
4
)
2
akan menyerap kotoran dalam nira, dan menggumpalkan
unsur Fe (besi) dan Al (alumunium) karena pada suasana asam akan
membentuk Fe(OH)
3
dan Al(OH)
3
yang merupakan hidroksida sukar larut.

Sulfitasi

Yaitu proses pemberian SO
2
ke dalam nira mentah. Sulfitasi dilakukan di tangki
sulfitasi. Proses sulfitasi dengan penambahan gas SO
2
hingga pH 6,5. Penambahan gas
SO
2
suhu 70-80C bertujuan untuk:

Menetralkan kelebihan susu kapur (menetralkan pH nira), dan
sebagai bleaching agent (zat pemutih).

Mengikat unsur-unsur lain yang bereaksi pada defekator.

Menurunkan pH, dan membentuk CaSO
4
untuk mengikat kotoran
dalam nira. Pada suhu tersebut, kelarutan CaSO
4
rendah,
sehingga proses pengendapan akan optimal.

Lalu, nira mentah yang telah dialiri gas SO
2
, ditampung di Reaction tank. Reaksi yang
terjadi antara nira alkalis dengan gas SO
2
, yaitu:

SO
2
+ H
2
O H
2
SO
4

H
2
SO
4
+ Ca(OH)
2
CaSO
4
+ 2H
2
O

Endapan CaSO
4
akan mengikat kotoran yang terlarut dalam nira. Senyawa
CaSO
4
merupakan senyawa yang menarik sebagian kotoran yang ada pada
nira membentuk floc. Kemudian nira mentah tersulfitasi di tangki reaksi
dipompa ke Heater untuk dipanaskan pada suhu 105-110C. Tujuan
pemanasan pada suhu 105-110C adalah:

menyempurnakan reaksi pencampuran nira mentah, susu kapur
dan gas SO
2
dan mempercepat reaksi terutama untuk
pembentukan endapan CaSO
4
dan Ca
3
(PO
4
)
2


mengantarkan nira pada titik didih dengan maksud untuk lebih
memudahkan pengeluaran gelembung-gelembung dan udara
yang akan dikeluarkan melalui prefloc tower

membunuh mikrooorganisme yang dapat menginversi sukrosa

memperbesar daya absorbsi pada garam-garam Ca terhadap
koloid sehingga membantu proses pengendapan.

Selanjutnya nira mentah tersulfitasi dipompa ke Prefloc tower, untuk menghilangkan
gas SO
2
dan gas sisa reaksi yang masih terlarut dalam nira. Pada Prefloc
towerditambahkan flocculan jenis.

Pengendapan

Yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor dengan
menggunakan flokulan. Pemisahan dilakukan di elarifier. Floc (kotoran yang
terikat flocculan) akan mengendap ke bawah, sehingga akan didapatkan nira jernih di
bagian atas dan nira kotoran di bagian bawah. Nira jernih disaring dengan saringan
nira encer untuk memisahkan nira dengan kotoran yang mungkin masih terikut.

Penyaringan nira kotor

Yaitu proses pemisahan nira bersih dengan blotong, dilakukan dengan filter press.

Proses Karbonatasi

Adalah proses pengolahan gula yang proses pemurniannya menggunakan
kapur dan CO
2
sebagai bahan pemurni. Pada dasarnya gas CO
2
berguna
sebagai bahan yang digunakan untuk mengendapkan kelebihan kapur menjadi
CaCO
3.
Jumlah kapur yang digunakan hampir 10 kali banyaknya dibanding
untuk proses sulfitasi. Proses kerjanya terdiri dari 4 macam, yaitu:

Pemanasan, yaitu proses pemberian panas dengan juice heater dengan
jumlah pemanas tergantung jenis karbonatasi.

Pengapuran, yaitu proses pemberian susu kapur dengan derajat
kekentalan tertentu, tergantung jenis karbonatasi. Proses pengapuran
dilakukan di tangki karbonatasi bersama- sama dengan penambahan
CO
2
.

Karbonatasi, yaitu penambahan gas CO
2
yang dilakukan di tangki
karbonatasi.

Penyaringan yaitu proses pemisahan antara nira jernih dengan blotong.


Penguapan (Evaporasi)

Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan nira encer, sehingga diperoleh nira
dengan kepekatan yang diharapkan (64 Brix). Proses penguapan dan pengkristalan
menghasilkan air buangan dan air embun yang dapat digunakan sebagai sumber
tenaga panas.

Nira yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan gula
jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan
gula hingga 80%.

Proses penguapan ini dilakukan dalam kondisi vacuum. Tujuan penguapan dalam
keadaan vakum adalah:

1. Menghindari kerusakan sukrosa akibat suhu yang tinggi

2. Penghematan bahan bakar karena memasukkan satu satuan uap dapat
menguapkan air sebanyak 5 kali

3. Menurunkan titik didih nira sehingga tidak terbentuk karamel hal ini
dilakukan agar sukrosa yang terkandung dalam nira tidak rusak.

Proses evaporasi dilakukan beberapa kali dengan menggunakan perbedaan suhu
dan tekanan. Pada evaporasi tahap awal menggunakan suhu tinggi dengan tekanan
rendah. Memasuki tahap evaporasi selanjutnya, suhu bertahap diturunkan dan
tekanan bertahap dinaikkan.


Pendidihan/ Kristalisasi

Adalah proses pemisahan padatan- cairan, melalui alih masa dari fase cair ke fase
padat murni dengan cara pendinginan, penguapan atau kombinasi keduanya.
Kristalisasi dalam pengolahan gula bertujuan untuk mendapatkan kristal gula
sebanyak- banyaknya secara mudah, sederhana dan ekonomis dari suatu larutAn
yang mengandung sukrosa.

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar
untuk didihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk
pertumbuhan kristal gula tercapai.pembentukan kristal diawali dengan
mencampurkan sejumlah kristal kedalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal
campur yang dihasilkan dan larutan induk diputar didalam alat sentrifugasi untuk
memisahkan keduannya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan
menggunakan pengering berputar. Kristal- kristal tersebut kemudian dikeringkan
dengan udara panas sebelum disimpan.

Mekanisme kristalisasi adalah nira encer jika diuapkan airnya akan menjdi pekat.
Dalam keadaan pekat ini jarak antara molekul menjadi lebih pendek dan saling
bertabrakan, sehingga terjadilah penggabungan dan pembentukan rantai yang
disebut submikron. Jika larutan pekat ini diuapkan terus, maka submikron akan
bergabung menjadi satu membentuk inti kristal. Inti kristal selanjutnya akan tumbuh
menjadi besar. Pertumbuhan inti kristal ini disebabkan karena molekul- molekul
sukrosa secara bertahap menempel pada permukaan inti.


Daftar Pustaka

Anonymous
a
. 2009. Gula. http//www.wikipedia.org

Effendi, A. 1994. Diktat Mata Kuliah Teknologi Gula. Jurusan Teknik Kimia ITS.
Surabaya

Kuntardiryo. 1997. Laporan Orientasi di PT Kebon Agung. PT Kebon Agung.
Malang

Martoharsono, S. 1990. Biokimia I. Gajah Mada Press. Yogyakarta

Notojoewono, A.W. 1981. Tebu. PT. Soeroengan. Jakarta

Santoso, H. dan Y. Kurniawan. 1997. Tetes Tebu Sebagai Bahan Baku Sirup
Invert. Berita P3GI. Pasuruan

Sudarmadji, Slamet. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. UGM.
Yogyakarta

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai