Anda di halaman 1dari 4

Kedua awalan tersebut berbentuk meng- dan peng-

apabila ditambahkan pada kata dasar yang diawali


konsonan k, g, kh, atau diawali vocal, contohnya:
mengarang, menggoreng, mengkhitankan, mengiris;
dan pengail, penggail, pengkhianat. Kedua awalan itu
kehilangan konsonan sengauannya jika ditambahkan
pada kata dasar yang diawali r ,l, y, w, contohnya:
merawat, melawat, mwyakinkan, mewariskan ; dan
perawat, pelaut, peyakin, pewaris.
Peristiwa lain yang terjadi pada penambahan awalan meN-
dan peN- ialah hilang atau luluh nya konsonan yang
mengawali kata dasar. Apabila konsonan tersebut konsonan yang
tak bersuara, kecuali c. Konsonan-konsonan tak bersuara
tersebutialah p, t, s, dan k, seperti pada kata-kata: pakai, tarik,
susun, karang. Kosonan tak bersuara yang mengawali kata-kata
tersebut hilang apabila mendapat awalan meN- atau peN-, menjadi :
memakai, menarik, menyusun, mengarang; dan pemakai, penarik,
penyusun, pengarang.
Ketentuan mengenai luluhnya konsonan tak bersuara itu
dikecualikan untuk kata-kata dasar yang berasal dari bahasa asing.
Agar kata asing yang menjadi kata dasar itu masih mudah dikenal
dengan jelas, konsonan tak bersuara yang mengawali kata-kata asing
itu tetap dipertahankan, tidak luluh. Kata asing populer mendapat
awalan me-N dan akhiran kan menjadi mempopulerkan, kata target
menjadi mentargetkan, kata sintetis menjadi mensintesiskan,
komunikasi menjadi mengomunikasikan. Kalau mendapat awalan
peN- dan akhiran an kata-kata tersebut menjadi: pempopuleran,
pentargetan, pensintesisan, dan penkomunikasian.
Sebenarnya kekecualian itu tidak berlaku secara ketat;
kata-kata asing yang dirasa sudah tidak asing lagi, diperlakukan
seperti kata-kata dalam bahasa Indonesia sendiri. Kata populer
dalam dibentuk menjadi mempopulerkan atau memopulerkan, kata
target dapat dibentuk menjadi mentargetkan atau menargetkan, kata
sukses dapat dibentuk menjadi mensukseskan atau menyukseskan,
kata komunikasi dapat di bentuk menjadi mengomunikasikan atau
mengomunikasikan. Dalam hubungannya dengan awalan peN- kata-
kata tersebut dapat dibentuk menjadi pempopuleran atau
pemopuleran, pentargetan atau penargetan, pensuksesan atau
penyuksesan, pengkomunikasian atau pengomunikasi-an.
Kata-kata asing itu masih dalam proses mengindo-
nesia. Dalam proses itu bentuk-bentuk mempopulerkan dan
memopulerkan, mentargetkan dan menargetkan, mensukses-kan dan
meyukseskan masih bersaing.
Untuk mempercepat proses, pengindonesiaan, oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa disarankan agar kata-kata
asing itu kita perlakukan sebagai kata-kata dalam bahasa Indonesia
sendiri. Karena kata-kata dalam bahasa Indonesia yang diawali
dengan konsonan-konsonan tak bersuara konsonan tersebut luluh
apabila mendapat awalan meN- atau peN-, maka demikian pula kata-
kata asing yang diawali konsonan tak bersuara. Jadi, sebaiknya
memopulerkan bukan mempopulerkan, menargetkan bukan
mentargetan, menyukseskan bukan mensukseskan,
mengomunikasikan bukan mengkomunikasikan. Pemopuleran bukan
pempopuleran, penargetan bukan petargetan, pemgomunikasian
bukan pengkomunikasian. Sesuai dengan itu, yang betul ialah
menerjemahkan bukan menterjemahkan, penerjemah bukan
penterjemah, dan penerjemahan bukan penterjemahan.

17. MENGAJI DAN MENGKAJI
Dalam BINA BAHASA yang lalu sudah dibicarakan
luluhnya konsonan tak bersuara pada awal kata dasar, akibat
penambahan awalan meN- atau peN-. Semua konsonan tak bersuara
yang mengawali kata dasar, hilang atau luluh apabila kata dasar itu
mendapat awalan meN-, atau peN-, kecuali konosonan c. kata dasar
pukul mendapat awalan meN- menjadi memukul, tarik menjadi
menarik, sikat menjadi menyikat, karang menjadi mengarang.
Konsonan c yang mengawali kata dasar tidak luluh, meskipun
konsonan tersebut termasuk konsonan tak bersuara, contohnya: curi
menjadi mencuri, cuci mejadi mencuci, cabut menjadi mencabut.
Konsonan f dan kh yang termasuk juga konsonan tak
bersuara sering tidak luluh, karena kata-kata yang diawali oleh
kedua konsonan tersebut biasanya kata asing, contohnya: fitnah
menjadi menfitnah, focus menjadi memfokus, khusus menjadi
mengkhususkan, dan khotbah menjadi meng-khotbahi. Pada kata-
kata yang sudah bukan kata asing lagi, biasanya konsonan yang
mengawali kata-kata tersebut dilafalkan sebagai p dan k, dan apabila
mendapat awalan meN- konsonan tersebut luluh, contohnya: paham
menjadi memahami (bukan memfahami), pikir menjadi memikirkan
(bukan memfikirkan), kabar menjadi mengabarkan (bukan
mengkhabarkan).
Kata kaji dalam bahasa Indonesia bukian kata asing. Oleh
karena itu konsonan tak bersuara k yang mengawali kata itu luluh
apabila mendapat awalan meN- atau peN-an menjadi mengaji dan
pengajian. Tetapi di samping mengaji dan pengajian kita jumpai
juga mengkaji dan pengkajian. Di samping bentuk yang konsonan
awalnya luluh, ada juga bentuk yang konsonan awalnya tidak luluh.
Menurut kaidah persengauan, bentuk mengkaji dan pengkajian itu
salah, konsonan tak bersuara k itu harus luluh. Tetapi kedua macam
bentukan itu menyatakan pengertian yang berbeda-beda. Mengaji
tidak sama artinya dengan mengkaji, pengajian tidak sama artinya
dengan pengkajian.
Sebenarnya ada unsur makna yang sama juga antara kedua
macam bentukan itu. Baik mengaji maupun mengkaji kedua-duanya
berarti mempelajari, mendalami, atau menelaah. Dalam mengaji
sasaran (objek) yang dipelajari, didalam atau ditelaah itu khusus
kitab suci Al-Quran. Pengajian ialah kegiatan mempelajari,
mendalami Kitab Suci antara lain dengan membacanya. Selanjutnya
mengaji diartikan sebagai kegiatan membaca Al-Quran
Dalam mengkaji yang dipelajari, didalami, atau ditelaah
itu bukan Kitab Suci. Dalam kalimat Ia sudah mengkaji ulang
persoalan itu sebelumnya mengambil keputusan bentukan mengkaji
artinya mempelajari. Kalau mengkaji berarti usaha mempelajari,
mendalami, atau menelaah, maka pengkajian berarti usaha
mempelajari, mendalami, atau menelaah, maka pengkajian berarti
usaha mempelajari, mendalami, atau menelaah, makan pengkajian
berarti usaha mempelajari, mendalami, atau menelaah, maka
pengkajian berarti usaha mempelajari, mendalami, atau menelaah
suatu bidang ilmu tertentu. Kata pengkajian digunakan untuk
menyatakan pengertian study atau studies dalam bahasa inggris
seperti yang terdapat pada literaty study, linguistic study, asian
studies, Australian studies. Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah
pengkajian sastra, pengkajian puisi, pengkajian Melayu, dan
sebagainya. Di samping itu kita kenal juga adanya berbagai lembaga
atau pusat pengkajian, misalnya lembaga pengkajian kebudayaan,
pusat pengkajian sastra, pusat pengkajian hokum dan sebagainya.
Mengaji dan pengajian di satu pihak dan mengkaji dan
pengajian di pihak lain memilki makna sendiri-sendiri. Luluh dan
tidak luluhnya konsonan awal kata dasarnya di manfaatkan untuk
menyatakan makna yang berbeda. Dalam hal ini tidak ada persoalan
mana yang benar mana yang salah. Mengaji dan mengkaji.
pengajian dan pengkajian keduanya dapat kita gunakan sesuai
dengan makna masing-masing.
18. MERINCI DAN MEMERINCI
Akhir-akhir ini. Dalam surat-surat kabar sering kita
jumpai kata merinci dan dirinci. Di samping bentuk-bentuk tersebut
sebelumnya sudah kita kenal kata memerinci, diperinci, dan
terperinci. Manakah bentuk yang benar: memerinci atau merinci,
diperinci atau dirinci, terperinci atau terinci ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut lebih dulu harus kita
cari kata dasar bentuk-bentuk di atas. Adanya bentuk-bentuk
merinci, dirinci, terinci didasarkan atasanggapan bahwa kata
dasarnya ialah rinci; sedang pembentukan menjadi memerinci,
diperinci, terperinci, didasarkan atas pandangan bahwa kata
dasarnya ialah perinci. Manakahkata dasar yang benar: rinci atau
perinci ?
Penentuan kata dasar rinci rupanya didasarkan atas kata
perincian. Bentuk perincian dianalisis sebagai kata dasar rinci
mendapat awalan pe- dan akhiran an. Karena kata dasarnya rinci,
maka bentukan yang benar ialah merinci, dirinci, dan terinci.
Lalu mengapa ada bentuk memerinci dan diperinci? Kata
memerinci dipungut dari bahasa Jawa.dalam bahasa Jawa ada
bentukan-bentukan: mrinci, diprinci, dan peprincen. Dengan
membanding-bandingan bentuk-bentuk tersebut dapat kita ketahui
bahwa dalam bahasa Jawa kata dasarnya ialah princi bukan rinci.
Dalam bahasa Indonesia kata dasar princi itu menjadi perinci, yang
selanjutnya dibentuk menjadi memerinci, diperinci, dan terperinci.
Yang masih menimbulkan pertanyaan ialah bentuk
perincian. Kalau bentukan itu berupa kata dasar yang mendapat
konfliks peN an atau per an, maka kata dasarnya ialah rinci atau
inci. Kalau kata dasarnya perinci, penambahan konfliks per an
akan menghasilkan bentuk perperincian.
Adanya bentuk perincian dapat dijelaskan dengan dua
macam perkiraan. Pertama, bentuk perincian bukan kata dasar yang
mendapat konfliks per an, melainkan kata dasar perinci mendapat
akhiran an. Kedua, kata dasar perinci mendapat konfliks per an
menjadi perperincian, tetapi karena dalam bentukan tersebut
terdapat dua per- maka per-nya dikurangi satu menjadi perincian.
Terlepas dari perkiraan mana yang betul, jelas kata dasarnya bukan
rinci melainkan perinci.
Jadi, karena kata dasarnya perinci, maka yang betul ialah
memerinci, diperinci, dan terperinci, bukan merinci, dirinci, dam
terinci.
19. TAMPAK DAN NAMPAK
Kata nampak dan tampak sering dipakai bersama sering
dipakai bersama-sama dengan makna yang sama. Kata tampak dapat
diganti dengan nampak, begitu pula sebaliknya.
Gunung Merapi tidak tampak dari sini.
Gunung Merapi tidak tampak dari sini.
Kata dasar tampak dapat dibubuhi awalan meN- dan
akhirnya kan menjadi menampakkan. Tampak artinya terlihat atau
kelihatan. Menapakkan artinya menjadikan atau menyebabkan
tampak atau kelihatan. Menampakkan berarti memperlihatkan.
Karena fonem awal kata dasar tampak itu konsonan tidak bersuara,
konsonan itu hilang atau luluhjika mendapat awalan meN.
Jadi, kata tampak itu kata dasar, sedang nampak bukan
lagi kata dasar. Kata nampak merupakan pemerdekan dari
menapakkan (diri). Sebenarnya nampak lebih banyak menunjukkan
aktivitas dari pada tampak.
Malam itu bulan tidak menampakkan diri.
Malam itu bulan tidak nampak.
Malam itu bulan tidak tampak.
Ada juga perbedaan penakaian tampak dan nampak.
Dalam bidang bangunan ada istilah tampak samping atau nampak
depan. Yang dimaksud ialah sisi bangunan yang terlihat dari
samping atau dari depan. Dalam pengertian ini kata tampak tidak
dapat digantikan dengan nampak.
Bentuk nampak sejajar dengan nengok, mblos, ngobrol,
berupa kata dasar ditambah sengauan yang masih tersisa dari awalan
meN-. Bentuk-bentuk nampak, nengok, mbolos, ngobrol, itu adalah
bentuk-bentuk yang tidak lengkap. Yang lengkap ialah
menampakkan, menengok, membolos, dan mengobrol. Oleh karena
itu lebih tepat dikatakan:
Malam itu bulan tidak menampakkan diri.
atau:
Malam itu bulan tidak tampak.
daripada:
Malam itu bulan tidak nampak.
Kepada peminat ruang BINA BAHASA yang
menanyakan perbedaan antara tampak dan nampak, dapat diberikan
jawaban bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan makna antara
tampak dan nampak. Kedua kata itu dapat digunakan secara
bergantian dengan makna yang sama. Hanya dari segi bentuk
nampak memang tidak lengkap, karena itu kata tampak lebih baik
dri pada nampak.
20.KEPRODUKTIFAN ME-KAN
Dalam bahasa Indonesia banyak sekali kata-kata yang
dapat dibentuk dengan awalan me + bunyi sengau dan akhiran kan
atau meN kan. Kata-kata yang semula tidak pernah mendapatkan
gabungan imbuhan meN kan, akhir-akhir ini sering dibentuk
dengan meN- kan. Banyaknya kata-kata baru yang dapat dibentuk
dengan meN kan itu menyebabkan semakin beragamnya makna
yang dapat ditimbulkan oleh gabungan Imbuhan tersebut.
Akhir-akhir ini, sering kita jumpai bentukan-bentukan
seperti: memasyarakatkan, mengolahragakan, merumahkan,
merumah-sakitkan, membudayakan, mengorankan. Sejalan dengan
itu sering kita jumpai pula pasangannya dalam bentuk pasif dengan
ganbungan imbuhan di kan: dimasyarakatkan, dirumahkan,
dikorankan. Dalam bahasa Indonesia kom-binasi imbuhan meN
kan dan pasangannya dalam bentuk pasif di kan, sangat produktif
Gabungan imbuhan meN kan dapat ditambahkan pada
kata dasar kata sifat, seperti pada: membesarkan, merendahkan,
mengecilkan, meremehkan, memanaskan. Dapat pula di tambahkan
pada kata dasar kata kerja, seperti pada: membangkitkan,
menidurkan, mendudukkan, melarikan, memandikan. meN kan
dapat di tambahkan pada kata benda, contohnya: mengisyaratkan,
membudayakan, memasyarakatkan, membukukan, medewakan,
menganaktirikan. Bentuk-bentuk tersebut mempunya pasangannya
dalam bentuk di ka, seperti: dikecilkan, dibesarkan, dibangkitkan,
didudukkan, dilarikan, dimasyarakatkan, dianaktirikan.
Gabungan imbuhan meN kan menyatakan kausatif, yaitu
menyebabkan atau menjadikan; membesarkanmenjadikan
besar, meghaluskan menjadikan halus, membangunkan
menjadikan atau menyebabkan bangun, mendatangkan membuat
atau menyebabkan datang, mendewakan menjadikan atau
menganggap sebagai dewa, memabukkan membawa atau
menyebabkan mabuk.
Pada mengemukakan, mengutarakan, mengetengahkan,
mengesampingkan, meN kan ditambahkan kepada ke muka, ke
utara, ke tengah, dan ke samping. Arti bentukan tersebut ialah
membawa ke. mengemukakan membawa ke muka,
mengetengahkan membawa ke tengah, mengutarakan membawa
ke utara, mengesampingkan membawa ke samping.
Gabungan meN kan dapat di tambahkan pada kata yang
sudah berawalan ber-, seperti pada memberlakukan dan
memberhentikan, yang artinya menjadikan atau menyebabkan
berlaku dan berhenti.
Kata sifat di samping dibentuk dengan meN kan dapat
pula di bentuk dengan memper-. Disamping mengecilkan ada
memperkecil, di samping menghaluskan ada memperhalus, di
samping meninggikan ada mempertinggi. Bedanya ialaha pada meN
kan artinya menyebabkan atau menjadikan, sedang memper-
artinya membuat lebih. Rumah yang dibesarkan itu semula kecil,
sedang rumah yang diperbesar semula sudah besar, tetapi perlu di
buat lebih besar, misalnya karena akan dijadikan asrama.
Arti kausatif tersebut terdapat juga pada kata-kata
bentukan baru seperti memasyarakatkan, mendayagunakan,
mengolahragakan, mengorankan, dan merumahkan. Mema-
syarakatkan olah raga artinya membuat agar olah raga itu menjadi
memasyarakat, agar olah raga itu menjadi kegemaran masyarakat.
Mengolahragakan masyarakat artinya membuat agar masyarakat
menjadi gemar berolah raga. Bentukan yang lebih tepat sebenarnya
memberolahragakan masyarakat. Kedua bentukan itu,
memasyarakatkan olah raga dan memberolahragakan masyarakat,
artinya tidak jauh berbeda, hanya kata-katanya saja yang dibolak-
balik.
Membudayakan menjadikan atau membuat sesuatu
menjadi kebudayaan, atau membuat sesuatu menjadi membudaya.
Membudayakan disiplin artinya membuat disiplin itu menjadi
bagian dari kebudayaan, aatu membuat disiplin itu membudaya.
Merumahkan artinya membuat atau menyuruh seseorang untuk
tinggal di rumah, atau member-hentikan dari pekerjaan.
Mengorankan artinya memasukkan atau menjadi berita dalam
Koran.suatu kejadian atau suatu kasus yang dikorankan lalu
diketahui oleh masyarakat luas.
Usaha ujntuk memasyarakatkan atau membudayakan itu
disebut pemasyarakatan atau pembudayaan. Jadi, disamping
bentukan mengolahragakan ada bentukan pengolahragaan,
disamping mendayagunakan ada pendayagunaan, disamping
merumahkan ada pengrumahan. Keproduktifan meN kan di ikuti
juga keproduktifan di kan dan peN an.

21. MENYOLOK ATAU MENCOLOK ?
Dalam pemakaian bahasa Indonesia sering kita jumpai
kata menyolok disamping mencolok.
Di kota perbedaan antara yang kaya dan yang miskin
sangat menyolok.
Dalam dasawarsa terakhir ini pada perkembangan yang
mencolok dalam bidang pendidikan.
Perlu dipertanyakan manakah yang lebih tepat. menyolok
atau mencolok ?
Dalam bahasa Jawa kata-kata yang diawali dengan
konsonan c, apabila mendapat awalan sengau c itu selalu hilang atau
luluh. Contohnya: colong menjadi menyolong, cidhuk menjadi
nyidhuk, cicil menjadi nyicil. Dalam bahasa Indonesia c tersebut
tidak luluh, contohnya: curi menjadi mencuri, cuci menjadi
mencuci, cabut menjadi mencabut.
Pada kata-kata yang dipinjam dari bahasa Jawa. c itu pun
tidak luluh jika mendapat awalan meN-, contohnya: mencoblos,
mencicil, menciut. Sesuai dengan itu, apakah yang betul bukan
mencolok ?
Bagi yang bahasa pertama bahasa Jawa, rasa-rasanya
menyolok lebih tepat daripada mencolok. Yang perlu dipertanyakan
ialah apakah kata yang dipinjamkan ke dalam bahasa Indonesia itu
kata colok atau kata menyolok tanpa mengingat apa kata dasarnya.
Apabila ya ng dipinjam kata dasarnya, kata-kata itu dapat dibentuk
dengan bermacam-macam imbuhan. Kata ciduk dapat dibentuk
menjadi menciduk, diciduk, terciduk, penciduk, pencidukan. Begitu
pula kata-kata coblos, cicil atau ciut. Sebaliknya di samping
menyolok tidak ada bentuk dicolok, tercolok, pencolok, atau
pencolokan. Jadi, yang dipinjam dari bahasa Jawa itu kata menyolok
bukan kata colok. Bahkan bukan kata menyolok, melainkan idiom
atau ungkapan menyolok mata dari bahasa Jawa nyolok mata.
Ungkapan menyolok mata itu sering disingkat menjadi menyolok
saja.
Menyolok mata arti harfiahnya ialah menusuk mata,
artinya sangat menarik penglihatan atau tampak dengan jelas.
Perbedaan yang menyolok ialah perbedaan yang tampak dengan
jelas; pakaian yang menyolok ialah pakaian yang warna dan
potongannya sangat menarik perhatian.
Lalu mana yang benar. menyolok atau mencolok ? Kalau
dipandang sebagai kata dasar colok dengan mendapat awalan meN-,
maka yang betul ialah mencolok. Tetapi karena kata dasar colok
tidak dipinjam kedalam bahasa Indonesia, bahkan yang dipinjam
ialah idiom menyolok mata, maka betul ialah meyolok.
22. SASTRA DAN KESUSATRAAN
Kata kesusastraan, kesastraan, dan susastra berasal dari
kata sastra. Kata sastra dulu ditulis sastera, tetapi kemudian cukup
ditulis sastra, seperti halnya putra dan sutra. Kata kesusastraan kata
dasarnya susastra, sedang kesastraan kata dasarnya sastra.
Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar
kata as dan tambahan tra. as artinya mengajar. Sedang akhiran
tra artinya alat; jadi, astra artinya alat untuk mengajar. Rupa-
rupanya dulu fungsi didaktis sastra itu sangat menonjol.
Tambahan su- pada susastra artinya indah atau lebih.
Jadi, susastra maknanya sama dengan beletri, belles-litters, atau
sastra indah. Tetapi makna indah atau lebih pada susastra itu
kurang mendapat perhatian. Kata susastra tidak begitu sering
dipakai, sebaliknya kata kesustraan lebih sering di pakai dari pada
kesastraan.
Kata kesusastraan diartikan sebagai kumpulan atau hal-
hal yang berkenan dengan sastra, bukan dengan susastra. Kata
sastra tidak diartikan sebagai sastra yang mutunya rendah. Kita
biasa mengatakan majalah sastra bukan majalah susastra. Majalah
sastra dan majalah kesustraan diberi makna yang sama, meskipun
yang terakhir mengandung tambahan su-.
Kata kesastraan bukan berarti kumpulan atau hal-hal
yang berkenan dengan karya sastra yang kurang bermutu atau yang
bukan susastra. Kata kesastraan digunakan untuk menyatakan
pengertian kadar sastra atau yang dalam bahasa inggris di sebut
literariness.
Kata sastra tampa tambahan su- sudah mengandung
konsep nilai. Karya-karya yang tergolong sastra di pandang sebagai
mengandung nilai sastra. Novel sastra di pandang bernilai dari pada
yang bukan sastra, meskipun novel-novel sastra itu kadar
kesastraannya berbeda-beda.
Dalam bebebrapa pemakaian kata sastra justru meiliki
makna yang lebih luas dari pada kesusastraan. Ilmu-ilmu sastra
mencakup ilmu bahasa ilmu kesusastraan, ilmu sejarah, arkheologi
dan filsafat. Ahli bahasa, alhi kesusastraan, ahli antropologi, ahli
sejarah, ahli arkheologi, dan ahli filsafat, semuanya disebut sarjana
sastra.
Jadi, ada kata sastra, susastra, kesastraan, dan
kesusastraan. Sastra atau kesusastraan ialah cabang kesenian yang
menggunakan bahasa sebagai medium atau sarananya. Susastra
ialah sastra yang indah atau tinggi mutunya. Kesastraan ialah nilai
atau kadar sastra. Kesusastraan ialah kumpulan karya sastra atau
hal-hal yang berkenan dengan sastra.


BAGIAN KETIGA
KATA, KELOMPOK KATA, DAN
KALIMAT

Anda mungkin juga menyukai