Fertilitas Penduduk
Fertilitas Penduduk
BAB I
PENDAHULUAN
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya
bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak.
Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya
berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk
sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi
manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi
dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak,
bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak
yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka
disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu
peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam
reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut infekunditas,
sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang tergolong
subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat
dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan
untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani
perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika
wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas
(kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari
seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang
(suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut
tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan
seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu pengukuran fertilitas
tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah
mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan dengan jumlah penduduk
yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut. Sedangkan pengukuran fertilitas
kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga
mengakhiri batas usia subur.
A. Ukuran-ukuran Fertilitas Tahunan
1.
CBR = x k
dimana:
CBR
Pm
dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi
angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR
adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak
yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2.
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah kelahiran (lahir hidup) per
1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih
terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak menggunakan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita pertengahan tahun
umur 15-49 tahun.
GFR = x k
atau
GFR = x k
dimana:
GFR
= Jumlah kelahiran
Pf (15-49)
umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan yang
sama besar dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini
ialah ukuran ini cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49
tahun atau sebagai penduduk yang exposed to risk.
3.
Bi
Pfi
Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke
dalam berbagai kelompok umur.
b.
Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan fertilitas (current fertility) menurut
berbagai karakteristik wanita.
c.
d. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya
(TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya yaitu:
a.
Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya kelahiran untuk tiap kelompok
umur sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang
sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.
b.
Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.
4.
Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur tinggi
rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istri menambah kelahiran tergantung
pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi
setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.
BOSFR =
atau
dimana:
BOSFR
Kelahiran
Boi
1971
1980
1985
1990
1991
1994
1998
1999
4,79
3,76
3,3
2,78
2,69
Sumatera Utara
4,17
3,88
3,08
Sumatera Barat
6,18
3,6
3,19
2,94
2,87
Riau
5,94
n.a
3,1
2,85
2,77
Jambi
6,39
4,62
n.a
2,97
2,87
2,8
Sumatera Selatan
4,78
3,43
2,87
2,78
2,71
Bengkulu
n.a
3,45
2,83
2,77
Lampung
5,75
3,2
3,45
2,74
2,66
DKI Jakarta
3,99
3,25
2,14
1,9
Jawa Barat
3,17
2,61
2,55
Jawa Tengah
5,33
4,37
3,82
2,85
2,77
2,41
2,37
DI Yogyakarta
2,93
2,04
1,79
Jawa Timur
4,72
3,2
2,22
2,02
2,02
Bali
3,09
2,14
6,49
3,82
3,64
3,12
3,05
5,54
5,12
n.a
3,87
3,15
3,06
Nanggroe
Aceh
Darussalam
Kalimantan Barat
5,52
4,98
3,94
3,34
2,92
2,81
Kalimantan Tengah
5,87
n.a
2,31
2,86
2,81
Kalimantan Selatan
3,74
2,7
2,33
2,58
2,53
Kalimantan Timur
4,16
n.a
3,21
2,6
2,55
Sulawesi Utara
6,79
2,25
2,62
2,38
2,36
Sulawesi Tengah
6,53
5,9
n.a
3,08
2,78
2,72
Sulawesi Selatan
3,01
2,92
2,7
2,65
Sulawesi Tenggara
5,82
5,66
n.a
3,5
2,87
Maluku
5,61
n.a
3,7
2,92
2,82
Papua
n.a
3,15
3,03
2,96
INDONESIA
2,85
2,65
2,59
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
Total Fertility Rate/ TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita
sampai akhir masa reproduksinya. Rumus perhitungan TFR yaitu sebagai berikut.
Keterangan :
TFR
ASFR
= Kelompok umur
Kebaikannya :
Merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka
kelahiran menurut kelompok umur.
2.
ASFR
= Kelompok umur
= Penduduk perempuan
Kelemahannya :
Tidak memperhitungkan kemungkinan mati bayi wanita tersebut sebelum masa reproduksinya.
3.
ASFR
= kelompok umur
= penduduk perempuan
= rasio masih hidup sejak lahir hingga umur x
4.
Keterangan :
= Jumlah anak dibawah usia 5 tahun
= banyaknya wanita umur 15-49 tahun
Kelebihan pengukuran CWR adalah tidak usah membuat pertanyaan khusus untuk
mendapatkan data yang diperlukan, dan pengukuran ini berguna untuk indikasi fertilitas di
daerah kecil sebab di negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak
ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.
Kelemahannya yakni langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak, yang
sering terjadi di negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di
kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar.
Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, di mana tingkat mortalitas anakm khususnya
di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu lebih kecil daripada
tingkat fertilitas yang seharusnya dan CWR tidak memperhitungkan distribusi umur dari
penduduk wanita.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang berupa faktor
demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya adalah
struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi
yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun
psikologi.
1.
2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan kelamin:
i.
ii.
dunia
Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
4) Abstinensi sukarela
5) Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
6) Frekuensi hubungan seksual
b.
7) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
8) Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
i.
ii.
9)
Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi,
subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)
c.
10) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
11) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua masyarakat.Sebab
masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap
fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai
positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran.
Dengan demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel
bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca
netto dari nilai semua variabel.
2.
besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial
ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel
antara yang menghubungkan antara norma-norma fertilitas yang sudah mapan diterima
masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa norma
fertilitas yang sudah mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang
dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara
umum Freedman mengatakan bahwa:
Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu masyarakat
menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial
yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap
masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku
dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma tersebut
baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ...
Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang
sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan
sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi
masalah ini
Jadi norma merupakan resep untuk membimbing serangkaian tingkah laku tertentu pada
berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi tentang
fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul Theories of fertility decline: a reappraisal (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di
beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel pembangunan makro
seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi
klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf
serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang
penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi
tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa masalah ekonomi
adalah masalah sekunder bukan masalah normatif; jika kaum miskin mempunyai anak lebih
banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh
norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
3.
orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari
mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak
sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang
hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi
karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya
mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua akan
berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik.
Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan
artikelnya yang cukup terkenal yaitu An Economic Analysis of Fertility.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai barang
konsumsi (a consumption good, consumers durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility)
tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan
kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya
memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan
terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku A Treatise on
the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian membentuk
teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household economics). Analisis ekonomi
fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul
T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul
Economic growth and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove
mengemukakan:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi kegunaan.
Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik melainkan berbagai
kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah tangga; (c) suatu
lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya
rumah tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya
rumah tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota
rumah tangga untuk melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang
tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya
manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia dilakukan oleh
suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku generasi-generasi yang akan datang
maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak berkurang bila
pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan
pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai anakanak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga harga beli
meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu
(khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari suatu
keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis
yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan
sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan
pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak).
Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung
maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang konsep demand
for children and supply of children. Konsep demand for children dan supply of children
dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan factors dari fertilitas. Bulatao
mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam
pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang jumlah keluarga
yang ideal atau diharapkan atau diinginkan. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children
berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat memformulasikan
jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan
jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana jumlah
anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam kaitan
membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi
(determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam
artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera)
secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara
berkembang merupakan net supplier atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai
banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada
suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk
bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal utama,
yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin. Menurut
Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga
mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas.
Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping
dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai
pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas
alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian
lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah
perubahan suplai anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya.
Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan
selera. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi
permintaan atau sebaliknya.
Freedman, Ronald, Theories of fertility decline: a reappraisal in Philip M. Hauser (ed.), World
Lee, Ronald D. & Rodolfo A. Bulatao, The Demand for Children: A Critical Essay dalam Bulatao &
Lee (Ed.), Determinants of Fertility in Developing Countries Volume 1 Supply and Demand for
Children, Academic Press, 1983, London
Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi UI Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Ida Bagoes Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Nerlove, Mark, Economic growth and population: Perspective of the new home economics,
Agricultural Development Council, Inc, ADC Reprint Series, 1974 dikutip dari Robinson &
Harbison, Ibid, p.4
Population and development, Syracuse University Press, New York, 1979.
Said Rusli. 1986. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES
Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Robinson, Warren C. & Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu (Toward a unified theory
of fertility), Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1983