Anda di halaman 1dari 16

FERTILITAS PENDUDUK

BAB I
PENDAHULUAN
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya
bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak.
Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya
berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk
sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi
manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi
dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak,
bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak
yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka
disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu
peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam
reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut infekunditas,
sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang tergolong
subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat
dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan
untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani
perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika
wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas
(kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari
seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang
(suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut

tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan
seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu pengukuran fertilitas
tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah
mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan dengan jumlah penduduk
yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut. Sedangkan pengukuran fertilitas
kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga
mengakhiri batas usia subur.
A. Ukuran-ukuran Fertilitas Tahunan
1.

Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)


Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap
1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan
secara langsung dengan penduduk wanita, melainkan dengan penduduk secara keseluruhan.

CBR = x k

dimana:
CBR

= Tingkat Kelahiran Kasar

Pm

= Penduduk pertengahan tahun

= Bilangan konstan yang biasanya 1.000

= Jumlah kelahiran pada tahun tertentu


Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan penduduk laki-laki

dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi
angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR
adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak
yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

2.

Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)

Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah kelahiran (lahir hidup) per
1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih
terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak menggunakan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita pertengahan tahun
umur 15-49 tahun.
GFR = x k

atau
GFR = x k
dimana:
GFR

= Tingkat Fertilitas Umum

= Jumlah kelahiran

Pf (15-49)

= Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun

= Bilangan konstanta yang bernilai 1.000


Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak membedakan kelompok

umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan yang
sama besar dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini
ialah ukuran ini cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49
tahun atau sebagai penduduk yang exposed to risk.
3.

Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)


Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi kemampuan
melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas wanita pada tiap-tiap kelompok umur.
Dengan mengetahui angka-angka ini dapat pula dilakukan perbandingan fertilitas antar penduduk
dari daerah yang berbeda.
ASFRi = x k
atau
ASFRi = x k
dimana:
ASFRi = Tingkat Fertilitas menurut Umur

Bi

= Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

Pfi

= Jumlah wanita kelompok umur i pada pertengahan tahun

= Angka konstanta, yaitu 1.000


Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkait dengan

SDM) sebagai berikut :


1) Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan
aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek intelektual.
2) Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi akibatnya
bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan
penduduknya.
3) Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak kepada investasi SDM yang semakin
menurun.
Adapun kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :
a.

Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke
dalam berbagai kelompok umur.

b.

Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan fertilitas (current fertility) menurut
berbagai karakteristik wanita.

c.

Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor.

d. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya
(TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya yaitu:
a.

Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya kelahiran untuk tiap kelompok
umur sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang
sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.

b.

Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.

4.

Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur tinggi
rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istri menambah kelahiran tergantung
pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi
setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.

BOSFR =
atau
dimana:
BOSFR

= Tingkat Fertilitas menurut Urutan

Kelahiran
Boi

= Jumlaha kelahiran urutan ke 1

Pf (15-49) = Jumlah wanita umur 15-49 pertengahan tahun


k

= Bilangan konstan bernilai 1.000

B. Ukuran-ukuran Fertilitas dan Reproduksi secara Kumulatif


1.

Total Fertility Rate (TFR)


Tabel 1.1 Angka Fertilitas Total menurut Provinsi 1971, 1980, 1985, 1990,
1991, 1994, 1998, dan 1999
Provinsi

1971

1980

1985

1990

1991

1994

1998

1999

4,79

3,76

3,3

2,78

2,69

Sumatera Utara

4,17

3,88

3,08

Sumatera Barat

6,18

3,6

3,19

2,94

2,87

Riau

5,94

n.a

3,1

2,85

2,77

Jambi

6,39

4,62

n.a

2,97

2,87

2,8

Sumatera Selatan

4,78

3,43

2,87

2,78

2,71

Bengkulu

n.a

3,45

2,83

2,77

Lampung

5,75

3,2

3,45

2,74

2,66

DKI Jakarta

3,99

3,25

2,14

1,9

Jawa Barat

3,17

2,61

2,55

Jawa Tengah

5,33

4,37

3,82

2,85

2,77

2,41

2,37

DI Yogyakarta

2,93

2,04

1,79

Jawa Timur

4,72

3,2

2,22

2,02

2,02

Bali

3,09

2,14

Nusa Tenggara Barat

6,49

3,82

3,64

3,12

3,05

Nusa Tenggara Timur

5,54

5,12

n.a

3,87

3,15

3,06

Nanggroe

Aceh

Darussalam

Kalimantan Barat

5,52

4,98

3,94

3,34

2,92

2,81

Kalimantan Tengah

5,87

n.a

2,31

2,86

2,81

Kalimantan Selatan

3,74

2,7

2,33

2,58

2,53

Kalimantan Timur

4,16

n.a

3,21

2,6

2,55

Sulawesi Utara

6,79

2,25

2,62

2,38

2,36

Sulawesi Tengah

6,53

5,9

n.a

3,08

2,78

2,72

Sulawesi Selatan

3,01

2,92

2,7

2,65

Sulawesi Tenggara

5,82

5,66

n.a

3,5

2,87

Maluku

5,61

n.a

3,7

2,92

2,82

Papua

n.a

3,15

3,03

2,96

INDONESIA

2,85

2,65

2,59

Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
Total Fertility Rate/ TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita
sampai akhir masa reproduksinya. Rumus perhitungan TFR yaitu sebagai berikut.
Keterangan :
TFR

= Angka Fertilitas Total

ASFR

= Angka Fertilitas Menurut kelompok umur

= Kelompok umur

Kebaikannya :
Merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka
kelahiran menurut kelompok umur.
2.

Gross Reproduction Rate/ GRR


Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang
wanita selama masa hidupnya, dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas yang sama seperti
ibunya. Dalam reit reproduksi kasar (GRR) tidak memperhitungkan unsur kematian. Rumus
perhitungan GRR yakni sebagai berikut.
atau
Keterangan :
GRR

= Angka Reproduksi Bruto

ASFR

= Angka Fertilitas menurut Kelompok Umur

= Kelompok umur

= Penduduk perempuan

Kelemahannya :
Tidak memperhitungkan kemungkinan mati bayi wanita tersebut sebelum masa reproduksinya.

3.

Net Reproduction Rate/ NRR


Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang
wanita selama hidupnya dan akan tetap hidup sampai dapat menggantikan kedudukan ibunya,
dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas yang sama seperti ibunya. Ukuran reit reproduksi
neto memperhitungkan pula unsur kematian. Adapun rumus perhitungannya sebagai berikut.
Keterangan :
NRR

= Angka Reproduksi Neto

ASFR

= Angka Fertilitas menurut kelompok umur

= kelompok umur

= penduduk perempuan
= rasio masih hidup sejak lahir hingga umur x

4.

Child Woman Rate/ CWR


Perbandingan antara jumlah anak dibawah umur 5 tahun dengan wanita usia reproduksi.
Adapun rumus perhitungan CWR sebagai berikut.

Keterangan :
= Jumlah anak dibawah usia 5 tahun
= banyaknya wanita umur 15-49 tahun
Kelebihan pengukuran CWR adalah tidak usah membuat pertanyaan khusus untuk
mendapatkan data yang diperlukan, dan pengukuran ini berguna untuk indikasi fertilitas di
daerah kecil sebab di negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak
ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.
Kelemahannya yakni langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak, yang
sering terjadi di negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di
kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar.

Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, di mana tingkat mortalitas anakm khususnya
di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu lebih kecil daripada
tingkat fertilitas yang seharusnya dan CWR tidak memperhitungkan distribusi umur dari
penduduk wanita.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang berupa faktor
demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya adalah
struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi
yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun
psikologi.
1.

Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)


Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum disiplin lain
membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih
dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi.
Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan
analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah
mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya
bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul The Social structure and fertility: an analytic framework
(1956)2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis
and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut
sebagai variabel antara (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
fertilitas akan melalui variabel antara. Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas,
yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:

Intermediate variables of fertility


a.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse variables):

Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:


1) Umur mulai hubungan kelamin

2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan kelamin:
i.

Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah

ii.

Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal

dunia
Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
4) Abstinensi sukarela
5) Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
6) Frekuensi hubungan seksual
b.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception variables):

7) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
8) Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
i.
ii.
9)

Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia


Menggunakan cara-cara lain

Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi,
subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)

c.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation variables)

10) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
11) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua masyarakat.Sebab
masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap
fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai
positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran.
Dengan demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel
bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca
netto dari nilai semua variabel.
2.

Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial


Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada
dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya
perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya
keluarga dan norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang

besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial
ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel
antara yang menghubungkan antara norma-norma fertilitas yang sudah mapan diterima
masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa norma
fertilitas yang sudah mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang
dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara
umum Freedman mengatakan bahwa:
Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu masyarakat
menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial
yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap
masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku
dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma tersebut
baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ...
Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang
sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan
sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi
masalah ini
Jadi norma merupakan resep untuk membimbing serangkaian tingkah laku tertentu pada
berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi tentang
fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul Theories of fertility decline: a reappraisal (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di
beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel pembangunan makro
seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi
klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf
serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang
penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi
tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa masalah ekonomi
adalah masalah sekunder bukan masalah normatif; jika kaum miskin mempunyai anak lebih

banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh
norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
3.

Teori Ekonomi tentang Fertilitas


Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fertilitas
bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori transisi demografis yang sudah
terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka
fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan, senggama terputus
dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai
keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul beban
ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal
pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan
penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan
sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan teori ekonomi tentang fertilitas. Menurut
Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang menentukan jumlah
kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa
banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah bahwa cara
bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitunganperhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan
perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan
(utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis.
Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu
barang konsumsi misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang
diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak
diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah pendapatan keluarga; dan
(c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun
sebaliknya.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility) dan aspek
biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi
atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi

orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari
mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak
sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang
hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi
karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya
mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua akan
berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik.
Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan
artikelnya yang cukup terkenal yaitu An Economic Analysis of Fertility.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai barang
konsumsi (a consumption good, consumers durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility)
tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan
kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya
memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan
terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku A Treatise on
the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian membentuk
teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household economics). Analisis ekonomi
fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul
T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul
Economic growth and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove
mengemukakan:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi kegunaan.
Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik melainkan berbagai
kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah tangga; (c) suatu
lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya
rumah tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya
rumah tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota

rumah tangga untuk melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang
tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya
manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia dilakukan oleh
suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku generasi-generasi yang akan datang
maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak berkurang bila
pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan
pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai anakanak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga harga beli
meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu
(khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari suatu
keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis
yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan
sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan
pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak).
Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung
maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang konsep demand
for children and supply of children. Konsep demand for children dan supply of children
dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan factors dari fertilitas. Bulatao
mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam
pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang jumlah keluarga
yang ideal atau diharapkan atau diinginkan. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children
berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat memformulasikan
jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan
jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana jumlah
anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.

Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam kaitan
membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi
(determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam
artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera)
secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara
berkembang merupakan net supplier atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai
banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada
suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk
bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal utama,
yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin. Menurut
Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga
mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas.
Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping
dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai
pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas
alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian
lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah
perubahan suplai anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya.
Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan
selera. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi
permintaan atau sebaliknya.

Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah permintaan mungkin


bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap
kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan berlebihan (excess demand) dan juga
menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek
pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah
rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai berlebihan
(over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga melakukan
analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat pra-tradisional
dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan
tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga
oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus kekayaan netto
(net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada regim demografis pratransisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa sifat hubungan ekonomi dalam
keluarga menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih
menekankan pada dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh
suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh normanorma yang sudah diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu
terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok
atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat individu. Selain
teori yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang membahas fertilitas. Namun
karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas dapat disajikan dalam tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Becker, Gary S., An Economic Analysis of Fertility dalam Becker, Gary S., The Economic
Approach to Human Behaviour, The University of Chicago, 1976, pp. 171-194
Becker, Gary S., A Treatise on the Family, Harvard University Press, London, England, 1981
Davis, Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas (Social structure and fertility: an
analytical framework), Lembaga Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1974

Freedman, Ronald, Theories of fertility decline: a reappraisal in Philip M. Hauser (ed.), World
Lee, Ronald D. & Rodolfo A. Bulatao, The Demand for Children: A Critical Essay dalam Bulatao &
Lee (Ed.), Determinants of Fertility in Developing Countries Volume 1 Supply and Demand for
Children, Academic Press, 1983, London
Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi UI Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Ida Bagoes Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Nerlove, Mark, Economic growth and population: Perspective of the new home economics,
Agricultural Development Council, Inc, ADC Reprint Series, 1974 dikutip dari Robinson &
Harbison, Ibid, p.4
Population and development, Syracuse University Press, New York, 1979.
Said Rusli. 1986. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES
Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Robinson, Warren C. & Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu (Toward a unified theory
of fertility), Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1983

Anda mungkin juga menyukai