Anda di halaman 1dari 12

No.

ID dan Nama Peserta :

/ dr. Sri Hardiyanti Putri

No. ID dan Nama Wahana:

/ RSUD Prof. Anwar Makkatutu

Topik: Hiperplasia Prostat Jinak


Tanggal (kasus) : 24 September 2013
Nama Pasien : Tn. D
Tanggal Presentasi :

No. RM : 017926
/ 10 / 2013

Pendamping: dr. Hikmah

Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan RSUD Prof. Anwar Makkatutu


Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi: Laki-laki, 68 tahun MRS dengan keluhan BAK tidak lancar dialami sejak 1 tahun
yang lalu, dan memberat sejak satu minggu yang SMRS. Nyeri saat BAK (+), menetes saat akhir
BAK. Riwayat sering sering kencing (+), riwayat sering kencing di malam hari (+), rasa tidak
puas saat kencing (+), demam (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-). BAB : biasa.
Riwayat mengeluarkan batu saat BAK (-), riwayat BAK berdarah (-). Riwayat operasi (-),
riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat dirawat dengan ISK.
Tujuan: Mendiagnosis pasien Hiperplasia Prostat Jinak dan memberikan penanganan awal
Bahan

Tinjauan

bahasan:

pustaka

Cara

Diskusi

membahas:

Riset

Kasus

Presentasi dan E-mail

Audit

Pos

diskusi

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Laki-laki, 68 tahun, MRS dengan keluhan BAK tidak lancar
dialami sejak 1 tahun yang lalu, dan memberat sejak satu minggu yang SMRS. Nyeri saat
BAK (+), menetes saat akhir BAK. Riwayat sering sering kencing (+), riwayat sering
kencing di malam hari (+), rasa tidak puas saat kencing (+), demam (-), batuk (-), mual
(-), muntah (-), nyeri perut (-). BAB : biasa.
2. Riwayat pengobatan: Tidak ada
3. Riwayat kesehatan/penyakit: Riwayat dirawat dengan ISK
4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

5. Riwayat pekerjaan: Petani


6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Penyakit ini tidak dipengaruhi oleh lingkungan
sosial
7. Lain-lain:
WBC : 8.500/uL
HGB : 12,2 g/dL
PLT : 278.000 g/dl
Daftar Pustaka:
a. Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam
Terbitan (KTD) Jakarta.
b. Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press: Surabaya
c. Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC:
Jakarta.
d. Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC
e. Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
f.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC

Hasil Pembelajaran:
1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi Hipertrofi Prostat Jinak
2. Diagnosis Hipertrofi Prostat Jinak
3. Penanganan pada pasien dengan Hipertrofi Prostat Jinak
4. Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita Hipertrofi Prostat Jinak

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:


1. Subyektif:
Laki-laki, 68 tahun MRS dengan keluhan BAK tidak lancar dialami sejak 1 tahun yang
lalu, dan memberat sejak satu minggu yang SMRS. Nyeri saat BAK (+), menetes saat
akhir BAK. Ada riwayat sering sering kencing, riwayat sering kencing di malam hari,
dan rasa tidak puas saat kencing. Tidak ada demam batuk, mual, muntah, dan nyeri perut.
BAB: biasa. Tidak ada riwayat mengeluarkan batu saat BAK maupun BAK berdarah.

Tidak ada riwayat operasi, HT, DM.


2. Obyektif:
Status Present :
KU: Sedang. Kesadaran : CM (GCS E4M6V5).
Tanda vital: TD: 140/80 mmHg, nadi 86 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 370C

Pemeriksaan Fisis :
Kepala

: simetris, normocephal

Mata

konjungtiva palpebra pucat (-) ikterus (-), pupil isokor 2,5mm/2,5mm,


RCL +/+ RCTL +/+

Leher

: tidak ada kelainan

Thorax

: MT(-) NT(-), bunyi pernapasan: bronkovesikuler, RH: (-/-)WH: (-/-)

Abdomen : Inspeksi: datar. Palpasi: MT (-), NT (-). Perkusi: tympani. Auskultasi:


peritaltik kesan N.
Ekstremitas: tidak ada kelainan.
Status Lokalis
Regio Suprapubik: Inspeksi: datar, palpasi: NT (+), MT(-).
Regio Genitalia Eksterna: Inspeksi: tidak tampak pembesaran scrotum. Palpasi: NT (-),
MT (-).
Regio Anal: Rectal Toucher: Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps,
mukosa rectum licin, Prostat: teraba membesar, pole atas tidak dapat diraba, kenyal,
permukaan licin. Sarung tangan: Feses (-), darah (-), lendir (-).

Laboratorium: DR (17/07/2013): WBC: 8.500/uL, HGB: 12,2 g/dL, PLT: 278.000 g/dl.
3. Assesment:
Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran

3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat mengandung kelenjar grandular


dan sebagian lagi otot involuter dan menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen,
yang basa dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih 25%
dari seluruh volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperlasia jinak atau berubah
menjadi kanker ganas dapat membantu uretra posterior dan mengakibatkan obstruksi
saluran kemih.

Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa
pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen
dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma
sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya
akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan
dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan
mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel.
Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon
androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen
berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen
mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius)
hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hyperplasia.
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan

Patofisologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars
prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan
komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan
alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan
kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung
dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesicoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu

obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan
cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas
sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang
akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara
lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium:


a. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
b. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria
dan menjadi nocturia.
c. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flowin kontinen).

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada
di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan1:
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Simetris/ asimetris

c. Adakah nodul pada prostate


d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan
diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai
sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila
sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui
adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di
fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah
meatus.

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Laboratorium:
-

Darah: Ureum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific


Antigen (PSA), Gula darah

Urine: Kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis,
sedimen

Pemeriksaan Pencitraan:
a. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat
b. Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada

dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti
mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal
maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit
(trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat dilihat
adanya residu urin.
c. Sistogram retrograde
Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena
retensi urin.
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin
e. MRI atau CT scan
Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan
bermacam macam potongan.

Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis: adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif.
2. Pemeriksaan fisik: terutama colok dubur, hiperplasia prostat teraba sebagai
prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas
semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium: berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan
teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah
minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang
tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting,
medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif.
Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS < 3).

1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar
mengurangi nokturia.
2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).
3. Mengurangi kopi.
4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.
Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring,
uroflowmetri, dan TRUS.
5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga
macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan
penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi.
-

Penghambat adrenergik a-1


Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot
polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan
terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika
menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan
gejala obstruksi relatif cepat. Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan
darah yang dapat menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung,
dan rasa lemah (fatique). Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih
menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan apakah
efektivitasnya akan tetap baik mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan
makin berat dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin
dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis
0.2-0.4 mg/hari2.

Penghambat enzim 5a reduktase


Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron
tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam
jaringan prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru
akan memberikan perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi. Salah satu efek samping

obat ini adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride
dosis 5 mg/hari.
-

Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase


Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase
pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat
penurunan skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan
penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat keraguan mengingat prostat pada
kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain. Penggunaan terapi
kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi
salurankemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis
pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau
resektoskop yang dimasukkan malalui uretra
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum
dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker prostat.

Terapi Invasif Minimal


1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar


prostatmelalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation(TUBD)

Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
h. Hidroureter
i. Hidronefrosis
j. Gagal Ginjal

4. Plan:
Diagnosis:
Pasien laki-laki 68 tahun masuk dengan keluhan BAK tidak lancar dialami sejak satu
tahun yang lalu dan memberat sejak satu minggu yang lalu. Banyak penyakit yang
menimbulkan BAK tidak lancar, yaitu diantaranya striktur urethra, batu buli-buli,
karsinoma prostat, prostatitis, dan lain lain. Pada kasus ini diketahui bahwa pasien
marupakan lansia dan dirasakan nyeri saat BAK, sering menetes saat akhir BAK, rasa
tidak puas saat BAK. Pada pasien tidak didapatkan tanda tanda infeksi yaitu demam.
Selain itu tidak ada riwayat mengeluarkan batu saat BAK dan tidak ada riwayat operasi.
Dari pemeriksaan fisis, region suprapubik pada palpasi terdapat nyeri tekan. Sedangkan

pada pemeriksaan Rectal taucher: Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps,
mukosa rectum licin, Prostat: teraba membesar, pole atas tidak dapat diraba, kenyal,

permukaan licin. Sarung tangan: Feses, darah, dan lendir tidak ada. Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Sehingga pada pasien ini, diagnosis lebih diarahkan pada
Hiperplasia Prostat Jinak.

Penatalaksanaan:
-

Pasang Kateter

Ciprofloxacin 500 mg 2x1

As. Mefenamat 500 mg 3x1

Konsul dokter spesialis bedah

Pendidikan:
Menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.

Konsultasi:
Konsultasi dengan spesialis bedah untuk penanganan lebih lanjut.

Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Bantaeng , 24 September 2013


Peserta

Pendamping

dr. Sri Hardiyanti Putri

dr. Hikmah

Anda mungkin juga menyukai