No. RM : 017926
/ 10 / 2013
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 68 tahun MRS dengan keluhan BAK tidak lancar dialami sejak 1 tahun
yang lalu, dan memberat sejak satu minggu yang SMRS. Nyeri saat BAK (+), menetes saat akhir
BAK. Riwayat sering sering kencing (+), riwayat sering kencing di malam hari (+), rasa tidak
puas saat kencing (+), demam (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-). BAB : biasa.
Riwayat mengeluarkan batu saat BAK (-), riwayat BAK berdarah (-). Riwayat operasi (-),
riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat dirawat dengan ISK.
Tujuan: Mendiagnosis pasien Hiperplasia Prostat Jinak dan memberikan penanganan awal
Bahan
Tinjauan
bahasan:
pustaka
Cara
Diskusi
membahas:
Riset
Kasus
Audit
Pos
diskusi
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC
Hasil Pembelajaran:
1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi Hipertrofi Prostat Jinak
2. Diagnosis Hipertrofi Prostat Jinak
3. Penanganan pada pasien dengan Hipertrofi Prostat Jinak
4. Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita Hipertrofi Prostat Jinak
Pemeriksaan Fisis :
Kepala
: simetris, normocephal
Mata
Leher
Thorax
Laboratorium: DR (17/07/2013): WBC: 8.500/uL, HGB: 12,2 g/dL, PLT: 278.000 g/dl.
3. Assesment:
Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran
Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa
pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen
dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma
sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya
akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan
dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan
mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel.
Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon
androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen
berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen
mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius)
hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hyperplasia.
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab
prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
Patofisologi
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars
prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan
komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan
alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan
kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung
dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesicoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan
cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas
sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang
akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara
lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada
di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan1:
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Simetris/ asimetris
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Laboratorium:
-
Urine: Kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis,
sedimen
Pemeriksaan Pencitraan:
a. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat
b. Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada
dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti
mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal
maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit
(trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat dilihat
adanya residu urin.
c. Sistogram retrograde
Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena
retensi urin.
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin
e. MRI atau CT scan
Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan
bermacam macam potongan.
Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis: adanya gejala obstruktif dan gejala iritatif.
2. Pemeriksaan fisik: terutama colok dubur, hiperplasia prostat teraba sebagai
prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas
semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium: berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
Penatalaksanaan
Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan
teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah
minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang
tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting,
medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal invasif.
Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS < 3).
1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar
mengurangi nokturia.
2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).
3. Mengurangi kopi.
4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.
Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring,
uroflowmetri, dan TRUS.
5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.
Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga
macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan
penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi.
-
obat ini adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh obat : finasteride
dosis 5 mg/hari.
-
Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi
salurankemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis
pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau
resektoskop yang dimasukkan malalui uretra
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum
dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker prostat.
Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
h. Hidroureter
i. Hidronefrosis
j. Gagal Ginjal
4. Plan:
Diagnosis:
Pasien laki-laki 68 tahun masuk dengan keluhan BAK tidak lancar dialami sejak satu
tahun yang lalu dan memberat sejak satu minggu yang lalu. Banyak penyakit yang
menimbulkan BAK tidak lancar, yaitu diantaranya striktur urethra, batu buli-buli,
karsinoma prostat, prostatitis, dan lain lain. Pada kasus ini diketahui bahwa pasien
marupakan lansia dan dirasakan nyeri saat BAK, sering menetes saat akhir BAK, rasa
tidak puas saat BAK. Pada pasien tidak didapatkan tanda tanda infeksi yaitu demam.
Selain itu tidak ada riwayat mengeluarkan batu saat BAK dan tidak ada riwayat operasi.
Dari pemeriksaan fisis, region suprapubik pada palpasi terdapat nyeri tekan. Sedangkan
pada pemeriksaan Rectal taucher: Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps,
mukosa rectum licin, Prostat: teraba membesar, pole atas tidak dapat diraba, kenyal,
permukaan licin. Sarung tangan: Feses, darah, dan lendir tidak ada. Pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Sehingga pada pasien ini, diagnosis lebih diarahkan pada
Hiperplasia Prostat Jinak.
Penatalaksanaan:
-
Pasang Kateter
Pendidikan:
Menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi:
Konsultasi dengan spesialis bedah untuk penanganan lebih lanjut.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Pendamping
dr. Hikmah