Anda di halaman 1dari 5

ANTI TROMBUS (anti agregasi, anti platelet)

Adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan


terhambatnya pembentukan thrombus yang terutama sering ditemukan pada system arteri.
Beberapa obat yang termasuk golongan ini adalah (aspirin, sulpinpirazon, dipiridamol,
dekstran, tikoplidinprostasiklin).

SYARAT PEMBERIAN ANTI TROMBUS

Obat-obat trombolitik digunakan untuk melarutkan gumpalan darah (trombi). Gumpalan


darah dapat terbentuk pada semua pembuluh darah, namun ketika terbentuk di pembuluh
darah koroner, serebral atau pulmonal, akan mengancam hidup, trombi koroner dapat
menyebabkan infark miokard, trombi pembuluh darah serebral dapat menyebabkan stroke,
tromboemboli pulmoner dapat menyebabkan gagal jantung dan gagal napas. Oleh karena itu,
penting untuk mendiagnosis cepat dan menangani gumpalan darah.
Mekanisme Thrombolisis
Obat trombolitik melarutkan gumpalan darah dengan mengaktifkan plasminogen yang
membentuk produk yang disebut plasmin. Plasmin adalah enzim penghancur protein yang
dapat memutuskan ikatan antara molekul fibrin, yang menyusun gumpalan darah. Karena
mekanisme ini, obat trombolitik disebut juga aktivator plasminogen dan obat fibrinolitik.
Ada tiga kelas utama obat fibrinolitik, yaitu Aktivator Plasminogen Jaringan (tPA),
Streptokinase (SK), dan Urokinase (UK). Meskipun obat-obat ini dapat melarutkan gumpalan
darah namun berbeda dalam mekanismenya.
Plasmin adalah protease yang dapat menghancurkan molekul fibrin, sehingga dapat
melarutkan gumpalan. Namun, penting dicatat bahwa plasmin juga menghancurkan protein
sistemik lain termasuk fibrinogen. Namun karena spesifitas fibrin yang dihancurkan oleh
tPA, pelarutan gumpalan dari fibrinogen sirkulasi lebih sedikit daripada SK dan UK.

Meskipun tPA cenderung selektif untuk plasminogen yang terikat pada fibrin, tPA
mengaktifkan plasminogen sirkulasi dengan melepaskan plasmin yang menyebabkan
penghancuran fibrinogen sirkulasi dan menimbulkan keadaan fibrinolitik sistemik. Dalam
keadaan normal, 2-antiplasmin yang bersirkulasi dalam darah menginaktifkan plasmin tetapi
dosis terapetik tPA dan SK menyebabkan pembentukan plasmin berkurang untuk mengatasi
konsentrasi 2-antiplasmin yang bersirkulasi. Secara ringkas, meskipun tPA relatif selektif
bekerja pada fibrin gumpalan darah, tetapi dapat memicu keadaan lisis sistemik dan
perdarahan yang tidak diharapkan.
SK bukan protease dan tidak memiliki aktivitas enzimatik, namun membentuk kompleks
dengan plasminogen yang melepaskan plasmin. Berbeda dengan tPA, SK tidak terikat
terutama pada fibrin gumpalan darah dan oleh karena itu terikat secara seimbang pada
plasminogen yang bersirkulasi maupun yang tidak bersirkulasi. Oleh karena itu, SK
memproduksi fibrigenolisis dan fibrinolisis gumpalan signifikan. Karena alasan ini, tPA lebih
disukai sebagai agen trombolitik daripada SK, terutama untuk melarutkan gumpalan di
koroner dan pembuluh darah serebral. Karena SK dibuat dari streptococci, pasien yang
memiliki riwayat infeksi streptococci membutuhkan dosis SK yang lebih tinggi untuk
memproduksi trombolisis.
Penting dicatat bahwa efektivitas obat trombolitik bergantung pada umur gumpalan.
Gumpalan yang lebih lama memiliki fibrin yang berhubungan silang dan lebih padat. Oleh
karena itu, gumpalan lebih sulit dilarutkan. Untuk mengobati infark miokardial akut, obat
trombolitik idealnya diberikan dalam 2 jam pertama. Lebih dari itu, efektivitasnya berkurang
dan dosis yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mencapai lisis yang diharapkan.
Obat Thrombolitik Spesifik
Aktivator Plasminogen Jaringan
Kelompok obat trombolitik digunakan pada infark miokardial akut, stroke thrombotik
serebrovaskular dan embolisme pulmoner. Untuk infark miokardial akut, aktivator
plasminogen jaringan secara umum lebih disukai dari streptokinase.
Alteplase (Activase; rtPA) adalah bentuk rekombinan dari tPA manusia. Alteplase memiliki
waktu paruh pendek (5 menit) dan oleh karena itu diberikan secara bolus intravena diikuti
dengan infus.
Retaplase (Retavase) dibuat secara genetik, turunan yang lebih kecil dari tPA rekombinan
yang telah ditingkatkan potensinya dan bekerja lebih cepat dari rTPA. Retaplase biasanya
diberikan sebagai injeksi bolus IV. Retaplase digunakan pada infark miokardial akut dan
embolisme paru.
Tenecteplase (TNK-tPA) memiliki waktu paruh yang lebih panjang dan afinitas ikatan yang
lebih besar untuk fibrin daripada rTPA. Karena kwatu paruh yang lebih panjang, dapat
diberikan secara IV bolus. TNK-TPA hanya digunakan pada infark miokardial akut.
Streptokinase
Streptokinase dan anistreplase digunakan pada infark miokardial akut, thrombosis vena dan
aterial, dan embolisme paru. Ikatan ini antigenik karena diturunkan dari bakteri streptokokus.

Streptokinase alami (SK) bekerja kurang spesifik sehingga kurang diminati sebagai obat
trombolitik daripada tPA karena menyebabkan banyak fibrigenolisis.
Anistreplase (Eminase) adalah kompleks SK dan plasminogen. Anistreplase lebih memiliki
spesifitas bekerja pada fibrin dan aktivitas yang lebih lama daripada SK alami. Namun,
menyebabkan fibrigenolisis.
Urokinase
Urokinase (Abbokinase ; UK) aktivator plasminogen tipe urine (uPA) karena dibentuk di
ginjal dan ditemukan di urine. Urokinase jarang digunakan karena seperti SK, UK
menyebabkan fibrigenolisis. Satu kelebihan UK dari SK adalah nonantigenik.
Efek samping dan Kontraindikasi
Efek samping dari semua obat trombolitik adalah komplikasi perdarahan yang disebabkan
fibrigenolisis sistemik dan lisis sumbatan hemostatik normal. Perdarahan sering terjadi pada
tempat kateterisasi, meskipun perdarahan gastrointestinal dan otak pun dapat terjadi. Oleh
karena itu, pasien yang pernah mengalami trauma atau yang memiliki riwayat stroke
perdarahan serebral biasanya tidak diberi trombolitik. Retrombolisis biasanya terjadi
mengikuti trombolisis dan oleh karena itu antikoagulan seperti heparin biasanya diberikan
bersamaan dan dilanjutkan setelah trombolitik untuk beberapa waktu.

PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK MELIHAT KELAINAN


TROMBUS
Beberapa senyawa biokimiawi di dalam serum darah yang dapat dijadikan dasar diagnosis
dan prognosis terjadinya nekrosis otak antara lain.
S100-
S100- adalah peptida yang disekresi astrosit pada saat terjadi cedera otak, proses
neurodegenerasi dan kelainan psikiatrik. S100- merupakan senyawa pengikat kalsium,
secara in vitro, pada kadar rendah, interaksi dengan sistem kekebalan di otak akan
meningkatkan kelangsungan hidup bagi neuron yang sedang berkembang, namun, pada kadar
yang lebih tinggi, S100- akan menstimulasi produksi sitokina pro-peradangan dan apoptosis.
Studi terhadap hewan menunjukkan efek neuroprotektif S100- dengan teraktivasinya proses
selular di neuron yang menahan eksitotoksisitas yang diinduksi NMDA. Peningkatan serum
S100- selalu terjadi pada stroke iskemik, dan terjadi pula pada kondisi yang lain seperti
traumatic brain injury (TBI),alzheimer dan schizophrenia.
Saat terjadi stroke iskemik, konsentrasi serum S100- mencapai titik maksimum pada hari
ke-2 hingga 4. Nilai konsentrasi maksimum S100- berkaitan dengan skala stroke NIH,
ukuran dan patofisiologi infark, sehingga semakin tinggi nilai maksimum S100-, semakin
tinggi pula risiko terjadinya transformasi hemorragik. Peningkatan S100- juga ditemukan
dalam stroke hemorragik primer, yang menunjukkan volume hematoma awal.

Peningkatan kadar S100- tidak harus terjadi dengan cepat, dan masih banyak sel selain
astrosit dansel schwan yang menhasilkan S100-, sehingga penggunaan nilai serum S100-
sebagai salah satu dasar diagnosis stroke masih cukup rentan. Namun beberapa studi telah
menunjukkan bahwa serum S100- lebih terkait dengan kondisi integritas sawar darah otak.
Glial fibrillary-associated protein (GFAP)
GFAP merupakan monomeric intermediate filament protein yang terdapat di astrosit dan sel
ependimal otak yang berfungsi sebagai bagian sitoskleton. Kadar serum S100- dan GFAP
akan meningkat tajam pada hari 1-2 sesuai dengan ukuran infark, dan kembali normal sekitar
3 minggu kemudian.
Serum GFAP merupakan indikator yang lebih peka daripada S100- pada stroke minor
maupun guratan kecil, namun waktu tunda peningkatan serum ini membuat aplikasi
diagnostiknya menjadi terbatas.
Myelin basic protein (MBP)
MBP adalahprotein hidrofilik penting bagi struktur selubung mielin. Kadar MBP dalam CSF
sering digunakan sebagai indikasi aktivitas patogen dalam sklerosis multiple. Stroke juga
disertai dengan peningkatan kadar MBP dalam CSF sekitar 1 minggu setelah terjadinya
serangan, dan kembali normal setelah minggu ketiga.
Fatty acid-binding proteins (FABPs)
FABP adalah kelompok molekul intraselular yang berperan dalam menyangga dan sebagai
transportasi asam lemak berantai panjang, yang akan segera disekresi ke dalam sirkulasi
darah sesaat setelah terjadi kerusakan sel. Di tubuh manusia terdapat 9 jenis FABP yang
tersebar dalam masing-masing jenis jaringan yang berbeda. Empat jenis FABP terdapat di
sistem saraf, dua diantaranya hanya ditemukan di system saraf pusat orang dewasa, yaitu
brain-type (B-FABP) di glia dan heart-type (H-FABP) di neuron.
Ditemukannya H-FABP dalam berbagai jenis jaringan merupakan tanda-tanda infak
miokardial akut. B-FABP berada dalam jaringan di dalam sistem saraf pusat dan tidak dapat
dideteksi dalam serum darah manusia sehat. Serum H-FABP dan B-FABP akan tajam dalam
2-3 jam sejak terjadi serangan stroke. B-FABP merupakan indikasi yang sangat peka
terhadap infark lakunar dan infark subkortikal, namun tidak menunjukkan tingkat kerusakan
yang terjadi di neuron, dan bukan merupakan indikasi spesifik terjadinya stroke. Sebaliknya
peningkatan H-FABP berbanding lurus dengan ukuran infark dan tingkat kerusakan saraf.
Neuron-specific enolase (NSE)
NSE merupakan salah satu dari tiga bentuk enolase, sebuah enzim yang terdapat di lintasan
glikosis. Walaupun cukup spesifik di neuron, NSE juga dapat ditemukan di kultur sel
neuroendokrin dan bentuk sel kanker terkait. Konsentrasi NSE di dalam CSF akan meningkat
seiring terjadinya stroke iskemik dan sejumlah cedera otak lain seperti subarachnoid
hemorrhage, ICH, dan lain-lain, hingga mulai dapat dideteksi setelah 4-8 jam setelah
terjadinya serangan. Konsentrasi tertinggi setelah terjadi stroke iskemik memiliki korelasi
dengan nilai pada skala stroke NIH.

Protein tau (TP)


Otak memiliki 6 isomer TP yang memungkinkan terbentuknya mikrotubula dengan interaksi
tubulin. Peningkatan kadar TP terjadi dengan sangat lambat dan hanya 27% total konsentrasi
yang mengalami peningkatan di luar batas atas ambang normal dalam waktu 24 jam setelah
serangan stroke iskemik, namun nilai konsentrasi ini menunjukkan ukuran infark dan strata
serangan stroke. Peningkatan kadar TP dalam CSF pasca stroke juga merupakan indikasi
ukuran infark. Akan tetapi stroke tidak mempengaruhi kadar -amyloid , ApoE dan klusterin
dalam CSF.

Anda mungkin juga menyukai