Anda di halaman 1dari 4

LTM PEICU 3 KIMIA FISIKA

Nama
NPM
Isu

:
:
:

Dania Alfis Firdausyah


1306370511
-Ikatan Kimia, Ikatan Kovalen dan ikatan ionik
-Elektronegativitas
-Metode Pauling
-Ikatan Hidrogen

A. Ikatan Kimia, Ikatan Kovalen dan ikatan ionik


Ikatan kimia adalah daya tarik-menarik antara atom yang menyebabkan suatu senyawa
kimia dapat bersatu. Kekuatan daya tarik-menarik ini menentukan sifat-sifat kimia dari suata
zat, dan cara ikatan kimia berubah jika suatu zat bereaksi digunakan untuk mengetahui
jumlah energi yang dilepas atau diabsorpsi selama terjadinya reaksi (Brady, 1999).
Jenis ikatan yang terbentuk di antara sepasang atom ditenyukan oleh kemampuan setiap
atom untuk menarik elektron dari atom lainnya. Ion bermuatan positif atau kation terbentuk
jika atom kehilangan satu atau lebih elektronnya dan ion bermuatan negatif atau disebut
anion terbantuk jika atom mendapat tambahan elektron ( Oxtoby, 2001 ).
Ikatan kimia dapat dibagi menjadi dua kategori besar : ikatan ion dan ikatan kovalen.
Ikatan ion terbentuk jika terjadinya perpindahan elektron di antara atom untuk membentuk
partikel yang bermuatan listrik dan mempunyai daya tarik-menarik. Daya tarik menarik di
antara ion-ion yang bermuatan berlawanan merupakan suatu ikatan ion. Ikatan kovalen
terbentuk dari terbaginya (sharing) elektron di antara atom-atom. Dengan perkataan lain,
daya tarik-menarik inti atom pada elektron yang terbagi di antara elektron itu merupakan
suatu ikatan kovalen (Brady, 1999).
Ikatan ion adalah ikatan antara ion positif dan negatif. Atom yang melepaskan elektron
akan menjadi ion positif, sebaliknya yang menerima akan menjadi ion negatif. Senyawa ion
yang terbentuk dari ion positif dan negatif tersusun selang seling membentuk molekul raksasa
(Syukri, 1999).
B. Elektronegativitas
Keelektronegatifan adalah suatu bilangan yang menyatakan kecenderungan suatu unsur
menarik elektron dalam suatu molekul senyawa. Dalam satu golongan dari atas ke bawah
keelektronegatifan semakin berkurang. Dalam satu periode dari kiri ke kanan
keelektronegatifan semakin bertambah. Tidak ada sifat tertentu yang dapat diukur untuk
menetukan/membandingkan keelektronegatifan unsur-unsur. Energi ionisasi dan afinitas
elektron berkaitan dengan besarnya daya tarik elektron. Semakin besar daya tarik elektron
semakin besar energi ionisasi, juga semakin besar (semakin negatif) afinitas elektron. Jadi,
suatu unsur (misalnya fluor) yang mempunyai energi ionisasi dan afinitas elektron yang besar
akan mempunyai keelektronegatifan yang besar.
Konsep keelektronegatifan ini pertama kali diajukan oleh Linus Pauling (1901 1994)
pada tahun 1932. Semakin besar keelektronegatifan, unsur cenderung makin mudah
membentuk ion negatif. Semakin kecil keelektronegatifan, unsur cenderung makin sulit
membentuk ion negatif, dan cenderung semakin mudah membentuk ion positif.

Akan tetapi perlu diingat bahwa golongan VIIIA tidak mempunyai keelektronegatifan.
Hal ini karena sudah memiliki 8 elektron di kulit terluar. Jadi keelektronegatifan terbesar
berada pada golongan VIIA. [1]
Tabel 1. Skala Elektronegativitas Unsur-Unsur dalam Tabel Periodik Unsur

C. Metode Pauling
Pauling pertama kali mengajukan konsep elektronegativitas pada tahun 1932 sebagai
penjelasan dari fenomena lebih kuatnya ikatan kovalen antar dua atom berbeda (AB) dari
yang diperkirakan dengan mengambil kekuatan rata-rata ikatan AA dan BB. Menurut teori
ikatan valensi, "stabilisasi tambahan" dari ikatan heteronuklir ini disebabkan oleh
kontribusi bentuk kanonis ion kepada ikatan.
Perbedaan elektronegativitas antara dua atom A dan B dapat dihitung dengan:

dengan Energi disosiasi (Ed) ikatan AB, AA dan BB diekspresikan


dalam elektronvolt. Faktor (eV) disisipkan untuk menghasilkan nilai yang tidak
berdimensi.
Dengan
metode
ini,
perbedaan
elektronegativitas
antara hidrogen dan bromin adalah 0.73 (energi disosiasi: HBr, 3.79 eV; HH, 4.52 eV; Br
Br 2.00 eV) Oleh karena hanya perbedaan elektronegativitas yang dapat dihitung, kita perlu
memilih sebuah titik acuan untuk membangun skala. Hidrogen dijadikan acuan karena ia
membentuk ikatan kovalen dengan hampir semua unsur. Nilai elektronegativitasnya pertama
kali ditentukan sebagai 2,1, namun kemudian direvisi menjadi 2,20. Selain itu, kita juga perlu
memutuskan unsur manakah (dari dua unsur) yang memiliki elektronegativitas lebih besar.
Pemutusan ini dapat dilakukan dengan menggunakan "intuisi kimia", misalnya pada hidrogen
bromida yang terlarut dalam air membentuk H+ dan Br, kita dapat berasumsi bahwa bromin
lebih elektronegatif daripada hidrogen. Untuk menghitung elektronegativitas Pauling sebuah
unsur, kita memerlukan data energi disosiasi dari paling sedikit dua jenis ikatan kovalen yang
dibentuk oleh unsur tersebut. Allred memutakhirkan nilai elektronegativitas Pauling pada
tahun 1961 dengan melibatkan data-data termodinamika. Nilai-nilai elektronegativitas
Pauling yang direvisi inilah yang biasanya sering digunakan.
D. Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen adalah sebuah interaksi tarik-menarik (dipol-dipol) antara atom yang
bersifatelektronegatif dengan atom hidrogen yang terikat pada atom lain yang juga bersifat
elektronegatif. Jadi, ikatan hidrogen tidak hanya terjadi pada satu molekul, melainkan bisa
antara molekul satu dengan molekul yang lainnya. Ikatan hidrogen selalu melibatkan atom
hidrogen.
Ikatan hidrogen bersifat lebih kuat dibandingkan gaya van der Waals, tetapi lebih lemah
dibandingkan ikatan kovalen maupun ikatan ion. Ikatan hidrogen sangat dominan dalam
kimia air, larutan air, pelarut hidroksilik, spesies yang mengandung gugus -OH umumnya,
dan penting juga dalam sistem biologi misalnya sebagai penghubung rantai polipetida dalam
rantai protein dan pasangan basa dari asam nukleat.
Apabila atom hidrogen terikat pada atom lain, terutama F, O, N, atau Cl, sedemikian
sehingga ikatan X-H bersifat sangat polar dengan daerah positif pada atom H, maka atom H
ini dapat berinteraksi dengan spesies negatif lain atau spesies kaya elektron membentuk
ikatan hidrogen (X- - H+Y ; HY = ikatan hidrogen). Walaupun detilnya sangat
bervariasi, tetapi umumnya dipercaya bahwa sifat khas gaya elektrostatik yang besar antara
atom H dan Y. Konsekuensinya, jarak ikatan X-H dengan ikatan hidrogen akan menjadi lebih
panjang, sekalipun tetap sebagai ikatan kovalen tunggal, daripada panjang ikatan normal X-H
tanpa ikatan hidrogen. Demikian juga jarak HY umumnya lebih panjang daripada jarak
ikatan normal H-Y. Dalam hal ikatan hidrogen sangat kuat, jarak XY menjadi sangat
pendek dan panjang ikatan antara X-H dan HY keduanya menjadi pendek dan hampir
sama.
Bukti adanya peran ikatan hidrogen yang mana cukup signifikan adalah perbandingan
sifat fisik titik didih abnormal dari senyawa-senyawa NH3, HF, dan H2O. Kekuatan ikatan
hidrogen dalam molekul-molekul secara berurutan adalah H2O > HF > NH3. Penyimpangan
titik didih NH3, HF, dan H2O dalam hubungannya dengan titik didih senyawa-senyawa
kovalen hidrida dari unsur-unsur dalam golongan yang sama menunjukkan peran ikatan
hidrogen
yang
sangat
jelas
seperti
gambar
berikut
ini:

Titik didih normal senyawa biner hidrogen golongan p


Dari studi kristalografik dapat diketahui bahwa dalam es setiap atom oksigen dikelilingi oleh

empat atom-atom oksigen yang lain secara tetrahedral dan keempat atom-atom hidrogen
terletak antara atom-atom oksigen sekalipun tidak tepat di tengahnya. Jadi, setiap atom O
mengikat dua atom H dengan jarak yang sama ~1,01 dan dua atom H yang lain dengan
jarak yang lebih panjang, ~1,75 , sebagai ikatan hidrogen. Jadi, jarak O-O ~2,76 . Struktur
es ini terbuka dan distribusi ikatan hidrogen terbentuk secara acak. Jika es meleleh, maka
sebagian ikatan hidrogen terputus sehingga struktur es tidak lagi dapat dipertahankan dan
berakibat naiknya densitas air.

Sumber Referensi:
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara. Jakarta.

Keenan, Charles. 1984. Kimia untuk Universitas Jilid I. Erlangga : Jakarta


Oxtoby, David W., H.P.Gilis, dan Norman H.N. 2001. Prinsip Prinsip Kimia Modern Jilid
I .Erlangga. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai