Anda di halaman 1dari 9

EMBAHASAN

Ginger oil merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang ditemukan pada rimpang jahe.
Minyak ini dapat diisolasi dari tanaman asalnya dengan berbagai metode yang umum
digunakan untuk isolasi minyak atsiri lain.
Pada percobaan ini dilakukan isolasi ginger oil (minyat atsiri) dan rimpang jahe. Percobaan
ini bertujuan untuk memahami pada teknik isolasi senyawa bahan alam minyak atsiri
menggunakan destilasi uap, dan mempelajari sifat fisik minyak atsiri. Langkah pertama yang
dilakukan yaitu memotong rimpang jahe agar berukuran lebih kecil. Hal ini dimaksudkan
untuk memperluas bidang kontak dengan uap air sehingga minyak atsiri lebih mudah keluar.
Potongan-potongan jahe ini kemudian ditimbang, diperoleh 175 gram. Bahan kemudian siap
dimasukkan ke alat destilator. Setelah dilakukan perangkaian alat sedemikian rupa, potongan
jahe dimasukkan ke dalamnya. Alat destilator uap terdiri dari kondensor yang dilengkapi
saluran sirkulasi air (air masuk dan keluar), dandang yang dilengkapi sarangan, dan alat
penampung destilat berula erlemenyer yang dibungkus alumunium foil agar destilat yang
dihasilkan nanti tidak menguap mengingat minyak atsiri memiliki sifat yang mudah menguap
(volaticoil). Potongan jahe dimasukkan ke dalam dandang yang di bagian bawah dandang
terdapat air. Banyaknya air yang digunakan, mencapai dibawah batas sarangan. Sarangan ini
digunakan agar uap air dapat menembus sel-sel rimpang jahe menyelubungi minyak, dan saat
uap pecah minyak akan keluar dari rimpang jahe berupa uap. Selain itu, sarangan juga
berfungsi sebagai pembatas antara air dan rimpang jahe sehingga tidak bercampur atau
terendam air.
Proses destilasi dimulai dengan memanaskan dandang. Pemanasan dijaga agar pengapian
yang digunakan tidak terlalu besar, karena penggunaan api yang besar dapat membuat air
pada dandang akan habis menguap. Penambahan air kembali ke dalam dandang akan sulit
dilakukan karena dandang telah diplester dengan lakban. Plester ini tidak boleh dibuka
kembali karena filtrat yang dihasilkan dalam bentuk uap mungkin tersebar ke udara, ini akan
mengganggu proses destilasi. Jika air dalam dandang habis akibat pemanasan yang terlalu
tinggi maka proses destilasi tidak dapat dilanjutkan kecuali jika digunakan alat destilator
khusus yang memungkinkan pembukaan dan penutupan untuk menambah air. Pemanasan
yang terlalu tinggi juga dpat mengakibatkan pecahnya minyak atsiri dan berdampak
mengurangi hasil. Bagian air yang terdapat di bawah sarangan akan mendidih dan

menghasilkanuap. Uap yang dihasilkan ini akan naik menuju rimpang jahe, kemudian masuk
ke dalam sel-sel rimpang jahe, dan membawa minyak atsiri keluar dari sel tersebut. Uap
gabuangan antara minyak atsiri dan air ini disebut co-destilasi. Destilat yang mulai menguap
kemudian menuju ke kondensor. Pada kondensor sendiri terdapat 2 saluran sebagai tempat
sirkulasi air (air masuk dan keluar). Kedua saluran ini dihubungkan dengan selang karet dan
dialirkan menuju ke ember. Di dalam ember berisi adaptor dan air dingin (air yang telah
diberi es batu). Adaptor berperan dalam menggerakkan air dingin ke dalam kondensor dan
mengalirkannya lagi keluar kondensor menuju ember. Adanya aliran air melalui kondensor
membantu menurunkan suhu dari uap destilat sehingga yang berupa uap air yang menempel
pada dinding kondensor akan diembunkan oleh suhu dari air dingin sehingga menjadi tetesan
cairan. Jadi penambahan es pada ember bertujuan untuk mendinginkan air panas yang keluar
dari destilator sehingga apabila air dibawa masuk lagi ke dalam pipa destilator uap akan
mudah mengubah co-destilasi menjadi tetesan cairan yang sempurna. Setelah beberapa saat
destilat yang ditampung dalam erlenmeyer telah mencapai volume 100 ml. Jumlah destilat ini
ditampung sebanyak 3 kali masing-masing 100 ml. destilat yang dihasilkan belum berupa
minyak atsiri murni, namun merupakan campuran antara air dan minyak atsiri dari rimpang
jahe. Pada destialt terlihat dua fase yatu fase minyak dan fase air. Fase minyak terdapat pada
bagian atas dalam jumlah sedikit sedangkan fase air terletak di bagian bawah. Hal ini
disebabkan karena air memiliki bobot jenis yang lebih besar daripada bobot jenis minyak
atsiri. Sebanyak 100 ml destilat dimasukkan ke dalam corong pemisah. Dilakukan
pengocokan sedikit agar fase air dan minyakmemisah. Fase air dikeluarkan, kemudian
ditampung dalam erlenmeyer. Fase minyak ditampung langsung pada botol vial. Pada fase air
ini kemudian dilakukan penambahan NaCl secukupnya. Penambahan NaCl ini berfungsi
untuk memisahkan minyak yang mungkin masih ada pada fase air. Pemisahan ini dapat
terjadi karena minyak atsiri yang terdapat pada fase air merupakan komponen nonpolar,
sedangkan air dan NaCl merupakan komponen polar. Ketika NaCl ditambahkan ke dalam
fase air, garam NaCl akan menarik dan mengikat komponen air, sehingga dapat terpisah dari
komponen minyaknya. Proses pemisahan ini dilakukan dengan pengocokan menggunakan
corong pisah. Setelah dikocok didiamkan beberapa saat hingga minyak atsiri dan air
memisah. Fase air yang terletak di bagian bawah dibuang dan minyak atsiri yang terletak di
bagian atas ditampung kembali dalam botol vial yang ditutup rapat. Pada destilasi kedua dan
ketiga, erlenmeyer yang tadi digunakan dipasang kembali dan ditutup dengan kertas
aluminium foil proedur destilasi kedua dan ketiga dilakukan sama dengan prosedur destilasi

pertama. Dari hasil percobaan, ginger oil yang dihasilkan pada destilasi kedua dan ketiga
cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan volume ginger oil hasil destilasi pertama.
Percobaan dilanjutkan dengan penambahan CaCl2 anhidrus pada minyak atsiri dalam botol
vial. Penambahan CaCl2 ii dilakukan karena minyak atsiri yang ditampung pada botol vial
mungkin masih mengandung air. Prinsip kerjanya sama dengan garam NaCl yaitu menarik
air/menyerap air hingga mencapai keadaan jenuh. Ketika CaCl2dalam keadaan jenuh,
kemampuan senyawa ini untuk menyerap air akan terhenti. Setelah ditambahkan CaCl2 botol
ditutup kembali, didiamkan selama 10 hari. Setelah 10 hari pada botol vial terlihat 2 fase
yaitu fase air dan fase minyak. Karena fase minyak yang terlihat sangat sedikit jumlahnya,
praktikan mengalami kesulitan dalam pengambilannya. Karena alasan tersebut, dilakukan
pemisahan kembali pada isi botol vial ini menggunakan corong pisah. Bagian minyak diambil
kembali.
Minyak atsiri yang kami peroleh dalam praktikum ini jumlahnya sangat sedikit berwarna
agak bening, dan berbau aromatik khas pala. Minyak ini kemudian diuji sifat fisisnya dengan
meneteskannya pada kertas saring. Diperoleh noda yang transparan dan sedikit keruh pada
kertas saring. Hal ini tidak sesuai dengan sifat minyak atsiri yang tercantum pada Farmakope
Indonesia Edisi III, dimana minyak atsiri memiliki pemerian cairan tidak berwarna bila dalam
keadaan murni, minyak mudah menguap, dan memiliki bau yang sesuai dengan bau bahan
asalnya. Noda yang terliat pada kertas saring mungkin disebabkan oleh adanya komponen
resin yang menyebabkan minyak atsiri tidak menguap. Kandungan air yang masih tertinggal
pada minyak juga dapat menyebabkan kekeruhan pada kertas saring.
Sebelum uji sifat fisis minyak atsiri diats, dilakukan penimbangan terlebih dahulu pada
minyak yang diperoleh.
Berat minyak yang diperoleh = (berat minyak + botol) (berat botol)
= 26,11 gr 25,71 gr
= 0,4 gr
Prosentase berat minyak atsiri yang diperoleh yaitu :

Persen berat =
= 0,229%

Perolehan hasil yang sedikit ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Rimpang jahe yang digunakan dalam praktikum telah mengalami pendiaman
beberapa hari sehingga tidak segar lagi (telah kering)
2. Sifat ginger oil (minyak atsiri) yang cenderung mudah menguap, dandang yang
digunakan terdapat kebocoran sehingga uap yang dihasilkan tidak sepenuhnya
mengalir ke kondensor melainkan keluar bersama udara bebas.
3. Kesalahan praktikan pada saat penimbangan, dimana jumlah potongan jahe yang
ditimbang hanya 175 gr sedangkan menurut penuntun praktikum jumlah yang
seharusnya digunakan adalah 500 gr. Jumlah bahan yang kecil mengakibatkan
sedikitnya hasil yang diperoleh.

KESIMPULAN
1. Ginger oil merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari hasil isolasi rimpang jahe
dengan metode destilasi.
2. Ginger oil adalah golongan minyak atsiri yang mudah menguap, tidak berwarna
dalam keadaan murni, memiliki aroma khas seperti tanaman asalnya yaitu jahe.
3. Air dalam kondensor berfungsi untuk mendinginkan suhu uap dari destilat sehingga
menjadi titik-titik air yang mudah mengalir.
4. Pengapian yang terlalu besar dihindari pada proses destilasi karena dapat memecah
minyak atsiri yang terbentuk dan berdampak mengurangi hasil minyak yang
diperoleh.
5. Pemotongan bahan yang akan diisolasi bertujuan untuk memperluas permukaan
sehingga minyak atsiri akan lebih mudah keluar bersama uap air.
6. Untuk memisahkan komponen air dan minyak dapat digunakan corong pemisah
dibantu dengan penambahan NaCl sebagai penarik air.
7. Dari hasil percobaan diperoleh minyak atsiri sebesar 0,4 gr dengan persentase
0,229%.

Percobaan kali ini bertujuan untuk mengisolasi trimiristin yang terdapat pada biji
buah pala. Diperlukan waktu selama 4 hari agar diperoleh hablur trimiristin yang kemudian
ditentukan persentase hasil, dan titik lelehnya. Teknik yang digunakan dalam isolasi
trimiristin dari biji buah pala yaitu teknik sochletasi. Metode sokhletasi digunakan dalam
proses ekstraksi ini karena memiliki beberapa keuntungan seperti siklus pelarut berlangsung
secara kontinu sehingga pelarut yang digunakan bisa lebih terbatas dan menghasilkan
trimiristin yang optimum, dapat digunakan dalam sampel yang terbatas dan proses
ekstraksinya epat. Zat yang akan diekstrak (trimiristin) merupakan suatu ester yang tahan
terhadap pemanasan sehingga metode soxhletasi dipandang sebagai metode yang tepat dalam
isolasinya.
Percobaan ini diawali dengan penyiapan serbuk biji buah pala halus sebanyak 40 gr
setelah dilakukan penimbangan serbuk ini dibungkus terlebih dahulu sebelum dimasukkan
dalam soxhlet. Pembungkusan ini bertujuanagar serbuk tidak menghambat sirkulasi pada saat
soxhletasi. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi ini yaitu n-hexan. Hal ini didasarkan pada
sifat trimiristin yang merupakan senyawa nonpolar sehingga untuk melarutkannya diperlukan
pelarut yang juga bersifat nonpolar yaitu n-hexan. Setelah itu dilakukan pemanasan alat
soxhlet. Setelah semua alat dipasang, dilakuan pemanasan dengan menggunakan mantel
listrik. Sebelumnya labu yang berada pada alat sokhlet ditambahkan batu didih terlebih
dahulu. Penambahan batu didih ini bertujuan agar panas pada keseluruhan labu dapat tersebar
merata, sehingga apabila terjadi kenaikan suhu tidak terjadi loncatan cairan panas, juga untuk
mengurangi letupan sehingga labu tidak meledak. Selama proses ekstraksi ini terjadi 5 kali
sirkulasi, dimana pelarut yang dipanaskan akan menguap, melewati tiap sirkulasi, dan turun
kembali menyari serbuk pala. Hal ini berlangsung secara kontinu.
Berikut warna larutan yang dihasilkan pada masing-masing sirkulasi :
o

Sirkulasi I warna kuning muda

Sirkulasi II warna kuning tua

Sirkulasi III warna kuning tua

Sirkulasi IV warna kuning muda

Sirkulasi V warna kuning

Pada sirkulasi I larutan yang dihasilkan berwarna kuning muda. Warna ini kemudian
akan digunakan untuk membandingkan warna dan banyaknya eksudat trimiristin yang tersari
pada sirkulasi berikutnya. Pada sirkulasi pertama ini serbuk pala dilewati pelarut/dibasahi
untuk pertama kalinya, sehingga proses ini mengakibatkan terbukannya vakuola sel pada
serbuk pala. Pada proses ini jumlah eksudat trimiristin yang terekstrasi masih dalam jumlah
kecil. Hal ini dapat dilihat dari warna larutan yang diperoleh.
Pada sirkulasi II dan III larutan yang dihasilkan berwarna kuning tua. Hal ini
menunjukkan eksudat trimiristin pada serbuk pala telah mulai keluar dalam jumlah yang
banyak. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepekatan warna larutan jika dibandingkan dengan
warna larutan dari sirkulasi lain (I, IV dan V).
Pada sirkulasi IV, warna larutan yang diperoleh yaitu kuning muda. Menurunnya
tingkat kepekatan larutan pada sirkulasi IX ini disebabkan karena eksudat trimiristin yang
terdapat pada sebuk pala mulai berkurang. Selanjutnya pada sirkulasi V warna larutan
menjadi semakin bening yang menandakan telah habisnya eksudat trimiristin pada serbuk
pala yang diujikan.
Pada akhir proses sokhletasi diperoleh ekstrak trimiristin yang berwarna kuning
muda. Namun ekstrak yang diperoleh ini belum murni karena masih bercampur dengan
pelarut n-heksan. Agar diperoleh trimiristin murni, pelarut n-heksan ini harus dipisahkan dari
ekstrak. Untuk memisahkan trimiristin dengan pelarutnya dilakukan destilasi selama kurang
lebih 1 jam. Prinsip dari pemisahan ini didasarkan pada perbedaan titik didih antara zat
terlarut dengan pelarutnya. Dalam hal ini n-hexan sebagai pelarut memiliki titik didih yang
lebih rendah dibandingkan dengan trimiristin. Titik didih n-heksan berkisar pada suhu 6668C. Larutan yang diperoleh dari proses sokhletasi dipanaskan pada kisaran suhu ini agar
pelarut yang bercampur dapat menguap hingga menetes pada erlenmeyer yang disiapkan
pada ujung alat destilasi. Ini dilakukan sampai seluruh pelarut menguap, yang ditandai
dengan terhentinya tetesan pada erlenmeyer. Pelarut yang diperoleh ditampung pada
tempatnya sehingga dapat digunakan untuk percobaan lain. Trimiristin yang diperoleh
dikeluarkan dari alat destilasi, ditampung dalam erlenmeyer ekstrak trimiristin ini kemudian
ditambahkan aseton secukupnya diperoleh filtrat hasil destilasi warna orange kecoklatan.
Penghabluran dengan aseton ini bertujuan untuk mengendapkan trimiristin dan mengikat
pengotor-pengotor yang tidak diinginkan. Pemilihan pelarut yang digunakan sebagai
penghablur disini haruslah memiliki sifat tidak melarutkan trimiristin itu sendiri. Kecepatan

penguapan juga harus menjadi pertimbangan dalam memilih pelarut. Pemilihan aseton
sebagai penghablur didasarkan pada sifat aseton yang semipolar sehingga dapat melarutkan
trimiristin dalam keadaan panas dan menghasilkan kristal kembali setelah pendinginan.
Selain itu aseton mudah menguap pada suhu kamar, memiliki kemampuan mengikat
pengotor, serta dapat melarutkan zat-zat organik lain yang terdapat pada trimiristin sehingga
ikut menguap bersama aseton. Penghabluran ini berlangsung selama 3 hari, dibiarkan pada
suhu kamar. Terbentuk hablur berwarna kuning muda lembek, berbau pala. Karena waktu
penghabluran yang sempit, pada hasil yang diperoleh masih terdapat sisa aseton yang
bercampur kristal kuning (trimiristin). Penggunaan aseton yang berlebih juga ikut memberi
andil pada hasil yang diperoleh. Agar diperoleh bagian kristal trimiristin saja, dilakukan
penyaringan hasil menggunakan kertas saring. Bagian sisa aseton (cair) dibuang, bagian
kristal trimiristin diambil kemudian ditumbang dan ditentukan titik lelehnya.
Berat kristal diperoleh dengan :
Berat petridish + kertas saring = 49,19 gr
Berat petridish + kertas saring + kristal = 65,15 gr
Berat kristal = (berat petridish + kerts saring + kristal) (berat petridish + kertas
saring)
= 65,15 gr 49,19 gr
= 15,96 gr
Berdasarkan perhitungan diatas dapat ditentukan persentase hasil (kandungan trimiristin
dalam serbuk biji buah pala) sebagai berikut :

Persentase hasil =

=
= 39,9%
Titik leleh diukur dengan memasukkan trimiristin hasil isolasi ke dalam pipa kapiler.
Dilakukan pembacaan suhu saat mulai melebur sampai melebur sempurna. Diperoleh titik

leleh trimiristin 58-60C. jarak titik leleh yang sempit menunjukkan tingkat kemurnian
trimiristin hasil isolasi.

http://task-list.blogspot.com/2008/04/data-percobaan-jumlah-bahan-rimpang.html

Anda mungkin juga menyukai