Pengertian Tajdid
Tajdid secara etimologi adalah menjadikan sesuat yang lama/qadim menjadi
baru/jadid. Maksudnya adalah keadaan sesuatu yang telah terkontaminasi oleh sesuatu hal
yang lain, kemudian diupayakan agar kembali pada keadaannya semula. Upaya
mengembalikan pada keadaannya yang semula inilah yang dinamakan tajdid. Jika demikian
tajdid adalah mengembalikan pada keadaan sesuatu sebelum berubah
Adapun tajdid secara terminologi adalah (1) Menghidupkan/ihya dan membangkitkan
kembali ajaran-ajaran agama Islam yang telah luntur atau terlupakan. (2) Beramal sesuai
dengan al-Quran dan as-Sunnah. (3) Membumikan al-Quran dan as-Sunnah dalam
kehidupan sehari-hari
Menghidupkan kembali di sini memiliki arti mengembalikan ajaran-ajaran Islam yang
telah banyak luntur agar kembali hidup sebagaimana yang telah dipraktikkan semasa Nabi
Muhammad saw. Adapun maksud dari membumikan al-Quran dan as-Sunnah adalah
melakukan ijtihad agar keduanya dapat dipraktikan ditengah-tengah umat. Itjithad seperti ini
pernah dilakukan oleh Sahabat Nabi, Muadz ibn Jabal ketika Rasulullah bermaksud
mengutusnya ke Yaman beliau bertanya
Apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?,
Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Quran. Nabi bertanya lagi:, Jika
kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Quran?, Muadz menjawab:,Saya akan
memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya
tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Quran?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad
dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau,
seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan
Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.(HR.Abu Dawud)
2. metode tajdid
3. tema tema tajdid
.Tema-Tema Tajdid dalam Islam Isu atau tema pembaharuan dalam Islam yang
disuarakan oleh para pembaru adalah 1).Kembali kepada AL-Qur'an dan Sunnah
Seruan para pembaharu Islam kepada Ummatnya untuk Kembali kepada al-Qur'an dan
Sunnah dimaksudkan agar mereka kembali kepada Islam sejati dan meninggalkan segala
bentuk praktek keagamaan yang menyimpang dari tuntunan al-Qur'an dan As-Sunnah.
2).Membuka kembali pintu ijtihad
Jika AL-Qur'an dan As-Sunnah merupakan sumber hakiki dan sempurna sebagai
pedoman, maka sumber-sumber selain kedua sumber tersebut tidak wajib diikuti secara
mutlak.Proses Ijtihad adalah menggunakan segenap kemampuan intelektualnya melalui
kedalaman ilmu untuk menggali hikmah yang terkandung dalam ajaran Al-Qur'an dan
As-Sunnah.
4. dasar hokum
KETENTUAN
DASAR
TAJDID
(PEMBAHARUAN
AGAMA)
YANG
BENAR
itu
menghancurkan
agama
dan
orang-orang
yang
tidak
mengerti.
dan
sunnah
yang
telah
hilang
(dari
tengah
masyarakat).[1]
yang
tidak
bertentangan
dengan
nash
syariat.
3. Memiliki ilmu syari yang benar. Karena diantara aktifitas tajdid adalah
mengajarkan agama kepada masyarakat, menebarkan ilmu syari dan
membela
sunnah
dan
ahlinya
serta
menghancurkan
kebidahan.
Seorang mujaddid harus seorang alim yang pakar dalam agama, dai cerdas
yang mampu menjelaskan al-Qur`n dan sunnah Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam yang shahih kepada manusia, menjauhkan masyarakat dari
kebidahan dan memperingatkan manusia dari perkara yang diada-adakan
dalam Islam serta menyadarkan mereka dari penyimpangan kepada jalan
yang lurus yaitu kepada al-Qur`n dan sunnah Raslullh Shallallahu alaihi
wa
sallam
.[2]
4. Jeli dan mampu menempatkan dengan pas dan tepat nash-nash syariat
pada
realita
dan
peristiwa
yang
terjadi.
benar.
Inti
metodologi
Ushul
ini
ada
lughah
Ushul
pada
empat
bidang
Arabiyah
at-tafsir
Ushul
Ushul
as-sunnah
al-Fiqh
Sehingga tidak mungkin disebut mujaddid orang yang tahu segala sesuatu
tapi tidak mengenal Islam atau yang mengetahui Islam tapi tidak melalui
manhaj
ini.
6. Disamping memiliki ilmu syari yang benar dan kejelasan manhaj juga
harus berakhlak mulia serta memiliki cinta dan kasih sayang kepada
manusia,
berusaha
untuk
merealisaikan
kemaslahatan
dan
memiliki
wal
jamaah,
Shallallahu
thaifah
alaihi
manshurah
wa
sallam
yang
disebutkan
dalam
oleh
sabdanya
Senantiasa ada kaum dari umatku yang muncul atas manusia hingga datang
kepada mereka hari kiamat dan mereka dalam keadaan menang. [HR alBukhari]
8. Sangat antusias dalam menjaga ushuluddin dan cabangnya dan tidak
meremehkan
satu
perkara
agamapun
dijelaskan
dalam
firman
Allah
Subhanahu
wa
Taala
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami
isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. [al-Furqaan/25:74]
Dan
firman
Allah
Subhanahu
wa
Taala
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka
meyakini
ayat-ayat
kami.
[as-Sajdah/32:24]
11. Membedakan antara perkara tsawaabit (yang tidak berubah) dengan almutaghayyiraat
(yang
bisa
berubah).
dihukumi
pengagum
dan
tidak
sebaliknya
pembaharuan
sebagaimana
islam
pengakuan
yang
para
ada.
Ibnu Hazm rahimahullah menjelaskan bahwa apabila ada nash dalam alQur`n atau sunnah yang shahih tentang satu perkara atas satu hukum
tertentu maka ia adalah benar tidak ada pengaruhnyaperubahan waktu dan
tempat serta keadaan. Semua yang telah ditetapkan maka ia akan tetap
berlaku selamanya dalam segala zaman, tempat dan keadaan hingga datang
nash syariat yang memalingkannya dari hukum tersebut di waktu, tempat
atau keadaan lainnya.[3] Demikianlah hal ini karena hukum-hukum syariat
ada
dua
jenis:
akan
diberlakukan
sepanjang
zaman
disemua
tempat
dan
tidak
mengalami
perubahan.
yang
hukum
syariat
tidak
dibangun
diatasnya.
yang
berlaku
ada
dua:
atau
sunnah,
mengizinkannya
melarangnya
untuk
secara
makruh
diwujudkan
dan
atau
haram
atau
ditinggalkan.
b. Hukum-hukum yang berlaku diantara manusia yang tidak ada dalil syri
yang
menolak
dan
menetapkannya.
ia
menjadi
ulama.
Imam al-Munaawi rahimahullah menyatakan: ada satu hal yang penting yang
harus diperhatikan, yaitu semua yang berbicara tentang hadits: (
) hanya menetapkan berdasarkan pengertian
diutus setiap awal abad dengan kematiannya di awal abad tersebut. Padahal
anda pasti tahu yang dapat dicerna langsung dari hadits ini adalah al-batsu
(pengutusan) dan irsaal (kemunculan) ada diawal abad... pengertian
kemunculan seorang alim adalah kemampuannya untuk maju kedepan
memberikan kemanfaat kepada orang dan majunya ia dalam menyebarkan
hukum-hukum syariat. Kematian seorang alim diawal abad adalah diambil
bukan diutus
5.
Dalam istilah Arab, pembaharuan dikenal dengan nama Tajdid. Adapun secara istilah,
Tajdid diartikan sebagai upaya dan aktivitas untuk mengubah kehidupan umat islam dari
keadaan yang sedang berlangsung kepada keadaan yang hendak diwujudkan demi upaya
kesejahteraan (kemaslahatan hidup), baik di dunia maupun di akherat yang dikehandaki oleh
Islam.
Kata pembaruan islam mempunyai makna modernisasi, yaitu ajaran islam yang
bersifat relatif dan terbuka untuk pembaharuan serta perubahan.
Tajdid secara harfiah berarti pembaharuan, pelakunya disebut Mujaddin.sedangkan
menurut istilah berarti pembaruan dalam keberagaman, baik berbentuk pemikiran maupun
gerakan sebagai reaksi terhadap tantangan-tantangan internal/eksternal yang menyangkut
keyakinan dan urusan sosial umat. Namun, istilah itu baru tersiar dan populer setalah timbul
pemikiran dan gerakan dalam islam sebagai hasil kontak yang terjadi antara Islam dan Barat.
Adapun tokoh-tokoh yang mempelopori gerakan pembaruan antara lain : Muhammad Bin
Abdul Wahhab ,Syah Waliyulloh, Sultan Mahmud II, Muhammad Ali Pasha, At-Tahtawi,
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Sayyid Ahmad Khan,
dan Muhammad Iqbal.
Muhammad Bin Abdul Wahhab (1703-1778 M)
Lahir di Uyainah, Nejd, Arab Saudi tanhun 1703 M, berasal dari keluarga yang saleh.
Beliau memiliki ide pembaharuan yang dikenal dengan Gerakan Wahhabi. Timbulnya
gerakan ini tidak lepas dari kondisi umat Islam saat itu, yakni:
1. Secara politik, Islam mengalami kemunduran.
2. Adanya penurunan semangat dalam pemahaman Al Quran.
3. Tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. dirusak oleh perbuatan syirik.
4. Kota Makkah dan Madinah menjadi tempat yang penuh dengan penyimpangan akidah.
Gerakan Wahhabi berhasil berkat bantuan Muhammad Ibnu Saud yang kemudian mendirikan
kerajaan. Ide-ide pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab antara lain:
1. Al Quran dan Al Hadits adalah sumber asli ajaran Islam, sedangkan pendapat ulama bukan
sumber ajaran Islam.
2. Taklid pada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad tetap terbuka.
Syah Waliyullah (1703-1762 M)
Beliau lahir di New Delhi, 21 Februari 1703 M. Beliau memiliki sililah sampai kepada Umar
bin Khathab ra., sehingga dibelakang namanya sering ditambah al-Umari atau al-Faruqi.
Karya-karyanya antara lain:
1. Hujjatul Balighah
2. Fuyud al-Haramain
3. Al-Fauzul Kabir fi Uslulit Tafsir
4. Menerjemahkan Al Quran dalam bahasa Persia
Beliau berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, di India khususnya dan di dunia pada
umumnya, disebabkan:
1. Perubahan sistem pemerintahan Islam dari kekhalifahan menjadi kerajaan.
2. Sistem demokrasi dalam kekhalifahan diganti dengan sistem monarki absolut.
3. Perpecahan umat Islam karena pertentangan aliran dalam Islam
4. Adat-istiadat dan ajaran Islam masuk dalam keyakinan umat Islam.
Sultan Mahmud II (1785-1839 M)
Beliau lahir pada tahun 1785 M, diangkat menjadi khalifah tahun 1807 M. Ide
pembaharuannya antara lain:
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Beliau lahir di Mesir tahun 1849. Beliau seorang pemikir, teolog, dan mujaddin di Mesir.
Silsilah keturunannya bersambung dengan Umar bin Khathab ra.. Beliau berpendapat bahwa
kemunduran umat Islam karena umat Islam menganut paham jumud, keadaan statis, tidak ada
perubahan, dan berpegang pada tradisi. Ide pembaharuannya adalah:
Pembukaan pintu ijtihad adalah dasar dalam menafsirkan kembali ajaran Islam.
Perlawanan terhadap taklid dan madzab, serta pembebasan umat Islam dengan teologi kaum
Jabariyah.
Penghargaan terhadap akal, Islam adalah agama rasional, yang sejalan dengan akal sebab
dengan akal, ilmu pengetahuan akan maju.
Perlawanan terhadap buku-buku tendensius untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan
pemikiran rasional.
Modernisasi sistem pendidikan Al-Azhar yang merupakan jantung umat Islam.
Kekuatan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang telah dibuat negara
1.
2.
3.
4.
5.
kebiasaan yang menghambat kemajuan rakyat dan menyadarkan umat Islam India dari
kemunduran serta kehancuran moral dan intelektualnya. Ide pembaharuannya antara lain:
Kemunduran umat Islam disebabkan tidak mengikuti perkembangan jaman dan kurang
menguasai sains dan teknologi.
Akal mempunyai peranan penting, namun kekuatannya terbatas. Beliau menganut paham
qadariyah (free will and free act), manusia diberi daya fikir dan daya fisik untuk
mewujudkan kehendaknya.
Sumber ajaran Islam hanyalah Alquran dan Hadits
Beliau menentang taklid dan perlu adanya ijtihad sehingga umat Islam dapat berkembang.
Untuk mengubah pola pikir umat Islam dari keterbelakangan adalah dengan pendidikan.
4) Bidang ekonom
E. Tokoh Pembaharu pada Periode Klasik sampai Modern
1. Ibnu Taimiyah (1263-1328)
Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran, Turki
pada 22 Januari 1263, dan meninggal pada 27 September 1328. Ia berasal dari
keluarga cendekiawan. Ayahnya bernama Shihabuddin Abdul Halim seorang ahli
hadits dan ulama terkenal di Damascus; demikian juga kakeknya, Syekh
Majuddin Abdul Salam, adalah ulama terkemuka. Mereka semua adalah pemuka
dalam mazhab Hambali. Ibnu Taimiyah belajar Al-Quran dan hadits dari
ayahnya, kemudian sekolah di Damascus. Pada usia 10 tahun ia telah
mempelajari kitab-kitab hadits utama, hafal Al-Quran, belajar ilmu hitung dan
sebagainya. Kemudian ia tertarik mendalami ilmu kalam dan filsafat yang
menjadi keahliannya. Karena penguasaannya di bidang kalam, filsafat, hadits, AlQuran, tafsir dan fikih, pada usia 30 tahun ia sudah menjadi ulama besar pada
zamannya. Ibnu Taimiyah kuat memegang ajaran kaum salaf. Ia juga seorang
penulis yang tekun dan produktif. Karyanya berjumlah 500 jilid.
Corak pemikiran Ibnu Taimiyah bersifat empiris sekaligus rasionalis.
Empiris dalam arti bahwa ia mengakui kebenaran itu hanya ada dalam
kenyataan, bukan dalam pemikiran (al-haqqah fi al-ayn la fi al-adhhn), dan
rasionalis dalam arti ia tidak mempertentangkan antara akal dengan naql (AlQuran dan hadits) yang sahih. Ia menolak logika sebagai metode berpikir
deduktif yang tidak dapat digunakan untuk mengkaji materi keislaman secara
hakiki. Materi keislaman empiris hanya dapat diketahui melalui eksperimen dan
pengamatan langsung (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993: 169). Adapun
beberapa upaya pembaharuannya antara lain sebagai berikut.
Pertama, sebagian besar aktivitasnya diarahkan untuk memurnikan
paham tauhid. la menentang segala bentuk bidah, takhayul dan khurafat.
Menurutnya, aqidah tauhid yang benar adalah aqidah salaf, aqidah yang
bersumber dari teks Al-Quran dan hadits, bukan diambil dari dalil-dalil rasional
dan filosofis. Dalam menjelaskan sifat-sifat Allah, ia mengemukakan bahwa sifatsifat Allah secara jelas termaktub dalam Al-Quran dan hadits. Pendapat yang
membatasi sifat Allah pada sifat dua puluh dan pendapat yang menafikan sifatsifat Allah, bertentangan dengan aqidah salaf. Walaupun ia menetapkan adanya
sifat-sifat Allah, ia menolak mempersamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat
makhluk. Ibnu Taimiyah menetapkan sifat-sifat Allah tanpa tamtsl (menyamakan
sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk) dan tanzih (menafikan sifat-sifat
Tuhan). Ia juga gigih menentang penggunaan tawl dalam menjelaskan sifat-sifat
Allah. Tawl kata yad (tangan) dengan kekuasaan tidak dapat diterimanya. Ia
tetap mempertahankan arti yad dengan tangan. Demikian pula dengan ayatayat mutasybiht lainnya. Inilah yang ia sebut al-aqdah al-wsithiyah.
Kedua, ia menggalakkan umat Islam agar bergairah kembali menggali
pengertian terbatas; ia hanya mempercayai kesucian ijma yang berasal dari tiga
abad pertama Islam, karena hadits yang memuat Sunnah Nabi sebagai jawaban
atas setiap masalah, dikembangkan Muslim selama 3 abad pertama (D.S.
Margouliouth, t.th.: 661). Ia menolak ijma dari generasi belakangan. Oleb karena
itu, menurutnya semua komunitas Muslim dapat melakukan kesalahan dalam
menyusun hukum-hukum secara independen melalui proses ijma.
Wahhab juga akan tetap memilih mengikuti hadits yang otentik daripada
pendapat para ulama yang menjadi idolanya, sekalipun seperti Ahmad Ibn
Hanbal, Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim. Jadi, ia percaya bahwa hukum Islam dan
dinamika kehidupan Muslim akan tetap hidup dengan menekankan pentingnya
ijtihad terhadap Al-Quran dan Sunnah. Namun demikian, ia tidak keberatan bagi
siapapun untuk mengikuti salah satu dari empat madzhab Imam asalkan sesuai
dengan Al-Quran dan Sunnah.
Keempat, serupa dengan Ibn Taimiyah, Wahhab menyatakan pentingnya
negara dalam memberlakukan secara paksa syariah dalam masyarakat yang
otoritas tertinggi ada di tangan khalifah atau imam yang harus bertindak atas
dasar saran ulama dan komunitasnya. Jika seseorang menjadi khalifah dengan
konsensus komunitas Muslim, maka ia harus ditaati. Ia juga memandang sah
upaya penggulingan khalifah yang tidak kompeten oleh Imam yang kompeten
melalui kekerasan dan paksaan. Namun demikian, khalifah yang tidak kompeten
tetap harus dipatuhi sepanjang ia melaksanakan syariah dan tidak menentang
ajaran-ajaran Al-Quran dan sunnah. Wahhab juga memuji pentingnya jihad
untuk melaksanakan syariah sekaligus menyebarkan syiar Allah ke seluruh
penjuru dunia (R.B.Winder, 1965: 12).
Pembaharuan Muhammad Ibn Abdul Wahhab memurnikan Islam dari
segala bidah, takhayul dan khurafat, tampaknya menjadi inspirasi bagi gerakangerakan pembaharuan yang terjadi di dunia Muslim dari waktu ke waktu. Di
negara Arab sendiri ajaran-ajaran Wahhab kemudian menjadi Wahhabi karena
dukungan Ibn Saud dan putranya Abdul Aziz.
pemberontakan yang dimotori oleh Urabi Pasya pada tahun 1882 (Charles J.
Adams, 1933: 52). Ia tambah bersemangat melancarkan kegiatan politik dan
dakwah, di tempat pengasingannya di Paris, bukan hanya ditujukan kepada
rakyat Mesir, tetapi juga kepada penganut Islam di seluruh dunia. Bersama
Jamaluddin menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan
al-Urwah al-Wutsqa. Ide gerakan ini membangkitkan semangat umat Islam
untuk bangkit melawan kekuasaan Barat (Lothrop Stoddard, 1966: 46-80). Umur
majalah tersebut tidak lama karena pemerintah kolonial melarang peredarannya
di daerah-daerah yang mereka kuasai. Setelah penerbitannya dihentikan, ia
mengunjungi Tunis dan beberapa negara Islam lainnya, sebelum akhirnya
kembali ke Beirut pada tahun 1884.
Abduh lebih banyak menulis dan menerjemahkan kitab-kitab ke dalam
bahasa Arab di Beirut. Di kota inilah ia menyelesaikan Rislah al-Tauhd.
Pada tahun 1888 ia kembali ke Mesir setelah masa pengasingannya
berakhir. Karir Abduh memasuki babakan baru. Kesan keterlibatan Muhammad
Abduh dalam Pemberontakan Urabi Pasya tampaknya belum terhapus di hati
Khedewi Tawfik penguasa Mesir saat itu. Permohonan Abduh agar ia diizinkan
mengajar di Dar al-Ulum ditolaknya. Sebaliknya ia menawarkan kepada Abduh
jabatan hakim di kota Benha dan di luar kota Kairo. Abduh sebenarnya tidak
menyenangi jabatan tersebut. Ia melihat tidak ada jalan lain yang lebih baik,
maka menerima tawaran tersebut. Jabatan itu diterima dan dimanfaatkan untuk
merealisasi cita-cita pembaharuannya. Ia juga menjabat sebagai penasehat pada
Mahkamah Tinggi di Kairo.
Ada tiga pranata yang menjadi sasaran pembaharuannya, yaitu
pendidikan, hukum, dan wakaf. Pertama, pembaharuan di bidang pendidikan
dipusatkan di al-Azhar. Ia beralasan bahwa al-Azhar adalah pusat pendidikan
Mesir dan dunia Islam. Memperbaharui perangkat pendidikan berarti
memperbaharui lembaga pendidikan Islam keseluruhan. Sebaliknya,
membiarkannya dalam keadaan demikian, berarti membiarkan Islam menemui
kehancuran. Cita-cita yang demikian mungkin dilaksanakan karena
kedudukannya sebagai wakil pemerintah Mesir dalam Dewan Pimpinan al-Azhar
yang dibentuk atas usulnya.
Pembaharuan yang dilakukannya menyangkut sistem pengajaran, seperti
metode, kurikulum, administrasi dan kesejahteraan para guru, bahkan juga
mencakup sarana fisik, seperti asrama mahasiswa, perpustakaan, dan
peningkatan pelayanan kesehatan bagi mahasiswa (Harun Nasution, 1987: 2021). Dampak positif dari pembaharuannya antara lain tampak pada jumlah murid
yang diuji setiap tahun. Kalau sebelumnya murid yang bersedia diuji setiap
tahun hanya lebih kurang enam orang, maka setelah pembaharuan jumlah
tersebut meningkat menjadi sembilan puluh lima orang dan sepertiganya
berhasil lulus.
Kedua, pembaharuan di bidang hukum. Sebagai mufti di tahun 1899,
menggantikan Syekh Hasunah al-Nadawi, memberi peluang baginya untuk
mengadakan pembaharuan di bidang tersebut. Usahanya yang pertama adalah
Menurutnya, untuk hal yang kedua ini akal dapat digunakan sepanjang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Rasyid Ridha kemudian
menyoroti paham fatalisme yang menyelimuti umat Islam waktu itu. Menurut
Rasyid Ridha, ajaran Islam sebenarnya mengandung paham dinamika, bukan
fatalisme. Paham dinamika inilah yang membuat dunia Barat maju. Rasyid
Ridha menjelaskan paham dinamika dalam Islam dengan mengambil bentuk
jihad, yaitu kerja keras dan rela berkorban demi mencapai keridaan Allah
SWT. Etos jihad inilah yang mengantarkan umat Islam ke puncak kejayaannya
pada zaman klasik. Idenya yang lain adalah toleransi bermadzhab. Rasyid
Ridha melihat fanatisme madzhab yang tumbuh di kalangan umat Islam
mengakibatkan perpecahan dan kekacauan. Oleh karena itu, perlu dihidupkan
toleransi bermadzhab, bahkan dalam bidang hukum perlu diupayakan
penyatuan madzhab, walaupun ia sendiri pengikut setia Madzhab Hanbali.
Dalam bidang pendidikan Rasyid Ridha mengikuti gurunya, Muhammad
Abduh. Ridha sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan. Umat Islam
hanya dapat maju apabila menguasai bidang pendidikan. Oleh karena itu, ia
selalu menghimbau dan mendorong umat Islam untuk menggunakan
kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Menurut
Rasyid Rida, membangun lembaga pendidikan lebih bermanfaat dari pada
membangun masjid. Apa artinya masjid jika pengunjungnya hanyalah orangorang bodoh. Sebaliknya, lembaga pendidikan akan dapat menghapuskan
kebodohan dan pada gilirannya membuat umat menjadi maju dan makmur.
Usaha yang dilakukannya di bidang pendidikan adalah membangun sekolah
misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader mubaligh yang
tangguh sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah
tersebut didirikan pada tahun 1912 di Cairo dengan nama Madrasah adDa'wah wa al-Irsyad. Di sekolah tersebut diajarkan ilmu agama, seperti alQuran, tafsir, akhlak dan Hikmah at-tasyr` (hikmah ditetapkannya syariat),
bahasa Eropa, dan ilmu kesehatan. Setelah itu, Rasyid Ridha mendapat
undangan dari pemuka Islam India untuk mendirikan lembaga yang sama di
sana.
Selain aktif di bidang pendidikan, ia juga aktif berkiprah di dunia politik.
Kegiatannya antara lain menjadi Presiden Kongres Suriah pada tahun 1920,
sebagai delegasi Palestina-Suriah di Jenewa tahun 1921, sebagai anggota
Komite Politik di Cairo tahun 1925, dan menghadiri Konferensi Islam di Mekah
tahun 1926 dan di Yerusalem tahun 1931. Ide-idenya yang penting di bidang
politik adalah tentang ukhuwwah Islmiyah (persaudaraan Islam). Ia melihat
salah satu penyebab kemunduran umat Islam ialah perpecahan yang terjadi di
kalangan mereka. Untuk itu, ia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di
bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk
kepada satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara.
Akan tetapi, negara yang diinginkan Rasyid Ridha bukan seperti di Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa alKhulaf' ar-Rsyidn (empat khalifah besar). Khalifah haruslah seorang
mujtahid (ahli ijtihad) dan dalam menjalankan roda pemerintahannya, ia
dibantu oleh para ulama. Hanya dengan sistem khilafah, ukhuwwah Islmiyah