HEYKAL
SE 03 4224
JURUSAN
: STATISTIKA
PEMINATAN
: EKONOMI
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Oleh :
HEYKAL
SE 03 4224
Oleh:
HEYKAL
SE 03 4224
Mengetahui/Menyetujui,
Pembimbing
Penguji I
Penguji II
MA Yulianto, M.Sc.
NIP 340011235
PERNYATAAN
Skripsi dengan Judul
PENGARUH INVESTASI LANGSUNG LUAR NEGERI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
PERIODE 1999-2006
Oleh:
HEYKAL
SE 03 4224
adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan bukan hasil plagiat atau hasil karya
orang lain. Jika di kemudian hari diketahui ternyata skripsi ini hasil plagiat atau
hasil karya orang lain, penulis bersedia skripsi ini dinyatakan tidak sah dan gelar
Sarjana Sains Terapan dicabut atau dibatalkan.
HEYKAL
PRAKATA
rahmat,
nikmat,
dan
pertolongan-Nya
sehingga
penulis
dapat
HEYKAL
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.
1.2
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Manfaat Penelitian
1.5
Sistematika Penulisan
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Puataka
10
11
13
15
2.2
Kerangka Pikir
17
2.3
Hipotesis Penelitian
18
METODOLOGI
19
3.1
Sumber Data
19
3.2
Metode Analisis
19
19
20
28
iii
BAB IV
30
37
4.1
37
4.2
4.3
Negeri
37
38
40
42
43
45
47
49
51
51
51
52
53
4.4
Negeri
53
55
57
BAB V
Negeri
57
59
Kesimpulan
62
5.2
Saran
63
iv
DAFTAR PUSTAKA
65
LAMPIRAN
66
RIWAYAT HIDUP
81
DAFTAR TABEL
No. Tabel
1
Judul Tabel
Halaman
Syarat Order
51
Syarat Rank
51
59
59
61
62
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
Judul Gambar
Halaman
Kerangka Pikir
18
37
39
41
43
44
47
10
11
vii
60
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran
Judul Lampiran
Halaman
Uji Simultanitas
67
Uji Eksogenitas
68
69
70
viii
76
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
tingkat
pendapatan
yang
tinggi.
Jika
suatu
negara
menabung
dan
pokok) dan pembayaran bunga yang jika tidak segera dilunasi akan menumpuk,
sehingga pemerintah akan mengalami kesulitan untuk membayar cicilan hutang. Hal
ini mendorong pemerintah untuk membuka celah bagi masuknya modal asing yang
diikuti kemudahan-kemudahan, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai salah satu bentuk dari sumber pembiayaan, investasi langsung luar
negeri merupakan sumber pembiayaan yang paling potensial dibandingkan sumbersumber pembiayaan lainnya karena selain mendorong pertumbuhan ekonomi,
investasi langsung luar negeri juga mampu memberi manfaat bagi negara
penerimanya berupa penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi, dan pelatihan
manajerial serta tidak menanggung resiko yang tinggi.
Perkembangan investasi langsung luar negeri di Indonesia dari tahun ke tahun
terus menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai total realisasi investasi langsung luar
negeri di Indonesia selama periode 1997-2006 mengalami peningkatan yang berarti.
Walaupun pada tahun 2001 sempat mengalami penurunan, tetapi pada tahun-tahun
berikutnya cenderung kembali meningkat.
Tabel 2. Nilai Total Realisasi Investasi Langsung Luar Negeri di Indonesia
Tahun
PMA (dalam US$ .000)
1997
3.473.415,1
1998
5.015.832,6
1999
8.229.931,9
2000
9.876.027,0
2001
3.508.478,2
2002
3.091.176,3
2003
5.450.615,1
2004
4.601.287,0
2005
8.914.641,2
2006
5.976.999,8
Sumber: BKPM
1.2
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat
berguna bagi semua pihak.
1. Bagi instansi terkait, penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan terutama kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
investasi langsung luar negeri.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi mengenai topik
investasi langsung luar negeri dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.
3. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai proses pembelajaran dan
tambahan pengetahuan yang bermanfaat di masa yang akan datang.
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah skripsi ini terdiri dari 5 bab dimana
masing-masing bab adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan. Menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi dan
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teori. Menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kerangka pikir,
dan hipotesis penelitian.
3. Bab III Metodologi Penelitian. Menjelaskan mengenai sumber data dan metode
analisis yang digunakan dalam penelitian.
6
4. Bab IV Pembahasan dan Analisis. Menjelaskan mengenai analisis dan hasil yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan.
5. Bab V Penutup. Menjelaskan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro dan Smith (2003), ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat
mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim
dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan
barang tambang yang terdapat.
2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja.
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun
penghambat perkembangan ekonomi.
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang
peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.
4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
Adat istiadat yang tradisional dapat menjadi penghambat pembangunan.
2.1.2
2.1.3
Model
pertumbuhan
Solow
merupakan
pengembangan
dari
model
: Tenaga kerja
Diminishing returns adalah suatu prinsip yang menyatakan jika suatu faktor produksi baku
dan konstan, sedangkan faktor-faktor produksi lainnnya terus bertambah, maka hasil atau produksi
marjinal dari faktor-faktor produksi tersebut akan terus berkurang.
2
Constant returns to scale adalah kondisi dimana penambahan output sama dengan proporsi
setiap kali inputnya ditambah.
11
12
Didapat:
Persamaan ini menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan. Jadi tingkat
tabungan s merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi.
2.1.4
investasi luar negeri. Kelompok pertama adalah kelompok yang mendukung investasi
luar negeri, mereka memandang investasi luar negeri sebagai pengisi kesenjangan
antara persediaan tabungan, cadangan devisa, penerimaan pemerintah, dan keahlian
manajerial yang terdapat di negara penerimanya dengan tingkat persediaan yang
dibutuhkan untuk dapat mencapai target-target pertumbuhan dan pembangunan.
Kelompok kedua adalah kelompok yang menentang investasi luar negeri dengan
perusahaan multinasionalnya, mereka berargumen bahwa investasi luar negeri
cenderung menurunkan tingkat tabungan dan investasi domestik sehubungan dengan
terciptanya persaingan yang tidak sehat yang bersumber dari perjanjian produksi
antara pihak perusahaan multinasional dengan pihak pemerintah di negara tuan
rumah, dalam jangka panjang penanaman modal asing dapat mengurangi penghasilan
devisa karena adanya impor besar-besaran atas barang setengah jadi dan barang
modal dari perusahaan multinasional serta dikarenakan adanya pengiriman kembali
keuntungan, hasil bunga, royalti, biaya-biaya jasa manajemen, dan dana-dana lainnya
ke negara asalnya.
Argumen yang menentang lainnya adalah kontribusi dalam bentuk pajak
perusahaan yang diberikan perusahaan multinasional terhadap pemerintah jauh lebih
dari yang seharusnya, karena adanya konsekuensi-konsekuensi pajak yang bersifat
liberal, pemberian fasilitas investasi luar negeri yang berlebihan, subsidi-subsidi
terselubung, dan lain sebagainya. Keterampilan dan pengalaman manajemen serta
gagasan teknologi yang diberikan perusahaan multinasional juga tidak memberikan
manfaat yang nyata bagi pembangunan sumber daya manusia di negara penerimanya
14
2.1.5
Penelitian Terdahulu
Dimana:
FDI/GDP
RER
: Inflasi
GROWTH
: Pertumbuhan ekonomi
TOT
CREDIT/GDP
DCAP
16
2.2
Kerangka Pikir
17
Pertumbuhan
Ekonomi
Investasi Langsung
Luar Negeri
Terms of Trade
Nilai Tukar
Rupiah
Kredit Domestik
Hutang Luar
Negeri
Pengeluaran
Pemerintah
Pengeluaran
Pemerintah
Inflasi
Inflasi
2.3
Hipotesis Penelitian
18
BAB III
METODOLOGI
3.1
Sumber Data
3.2
Metode Analisis
3.2.1
Analisis deskriptif
3.2.2
Analisis Simultan
20
luar negeri (FDI), sehingga kedua model persaman dapat dianalisis secara simultan.
Kedua persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
FDIt = 0 + 1RERt + 2DEBTt + 3Gt + 4INFt-1 + 5GROWTHt + e1t
(1)
(2)
Dimana:
GROWTHt
FDIt
: Rasio investasi langsung luar negeri riil terhadap PDB riil tahun t
TOTt
RERt
DEBTt
Gt
INFt-1
CREDITt
21
(3)
Persamaan (3) tersebut merupakan persamaan reduced form untuk variabel FDI.
Untuk
mendapatkan
persamaan
reduced
form
untuk
variabel
GROWTH,
substitusikan variabel FDI pada persamaan (3) kedalam persamaan (2), sehingga
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
GROWTHt = 20 + 21TOTt + 22CREDITt + 23Gt +
24RERt + 25DEBTt + 26INFt-1 + wt
(4)
Persamaan struktural (1) dan (2) terdiri dari sepuluh koefisien yaitu 1, 2, 3,
4, 5, 1, 2, 3, 4 dan 5, sedangkan persamaan reduced form (3) dan (4) terdiri dari
duabelas untuk mengestimasinya yaitu 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 22,
23, 24, 25 dan 26. Pada kasus ini, parameter pada persamaan struktural dapat
ditaksir dari koefisien pada persamaan reduced form, tetapi taksirannya tidak akan
unik karena salah satu koefisien pada persamaan stuktural mengambil dua nilai pada
koefisien reduced form sehingga harus diputuskan yang mana dari dua nilai tersebut
yang sesuai, dan karenanya fungsi terlalu diidentifikasikan (overidentified)3.
Ketika model persamaan simultan overidentified, maka metode yang
digunakan untuk mengestimasi persamaan simultan tersebut adalah dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil dua tahap (two stage least square).
Jika lebih dari satu nilai angka dapat diperoleh untuk beberapa parameter persamaan
struktural maka dikatakan terlalu diidentifikasikan (overidentified).
22
Identifikasi Persamaan
Selain menggunakan metode persamaan yang direduksi, untuk mengetahui
persamaan simultan dapat diestimasi atau tidak, dapat juga menggunakan metode
identifikasi. Masalah identifikasi adalah apakah koefisien persamaan struktural dapat
diestimasi dari koefisien reduced form atau tidak. Jika dapat diestimasi, maka suatu
persamaan dapat diidentifikasikan (identified). Jika tidak dapat diestimasi, maka suatu
persamaan tidak dapat diidentifikasikan (unidentified).
Suatu
persamaan
yang
dapat
diidentifikasikan
bisa
berupa
tepat
2. Syarat Rank
Didalam persamaan simultan M, suatu persamaan dapat diidentifikasikan jika
mengeluarkan paling tidak M-1 variabel (endogen maupun eksogen).
Jika nilai angka yang unik dari parameter struktural dapat diperoleh maka dikatakan tepat
diidentifikasikan (exactly identified).
23
Jika mengeluarkan tepat sebesar M-1 maka model adalah tepat diidentifikasikan.
Dimana:
M
Uji Simultanitas
Jika tidak ada persamaan simultan atau masalah simultanitas, maka estimator
OLS menghasilkan estimator yang efisien dan konsisten. Namun jika ada simultanitas
maka estimator OLS tidak lagi konsisten. Pada saat ada simultanitas, metode 2SLS
akan menghasilkan estimator yang efisien dan konsisten. Masalahnya apabila metode
2SLS ini diterapkan ketika tidak ada simultanitas, maka estimator yang dihasilkan
adalah konsisten tetapi tidak efisien.
Masalah simultanitas muncul karena sebagian dari penaksir yaitu variabel
endogen nampaknya berhubungan dengan gangguan atau kesalahan. Oleh karena itu,
suatu uji simultanitas sangat penting untuk mengetahui apakah penaksir (variabel
endogen) berhubungan dengan kesalahan, jika berhubungan berarti ada masalah
24
simultanitas. Jika tidak ada hubungan maka dapat menggunakan OLS. Untuk
mengetahui hal tersebut digunakan uji spesifikasi kesalahan Hausman atau
Hausmans specification error test.
Uji spesifikasi kesalahan Hausman yang digunakan untuk menguji masalah
simultanitas dapat diterangkan sebagai berikut: Dengan menggunakan kedua
persamaan struktural:
FDIt = 0 + 1RERt + 2DEBTt + 3Gt + 4INFt+ 5GROWTHt + e1
(5)
(6)
Diasumsikan bahwa RER, DEBT, G, INF, TOT dan CREDIT adalah variabel eksogen
serta FDI dan GROWTH adalah variabel endogen. Jika tidak ada masalah simultanitas
(FDI dan GROWTH adalah saling bebas) maka FDIt dan e2t seharusnya tidak
berkorelasi. Namun, jika ada kejadian simultan maka FDIt dan e2t akan berkorelasi.
Untuk menentukan hal tersebut maka langkah yang dilakukan dalam uji Hausman
adalah sebagai berikut:
Pertama, dari persamaan (5) dan (6) diperoleh persamaan reduced-form
sebagai berikut:
FDIt
GROWTHt
(7)
(8)
25
(9)
Sehingga,
t +
FDIt =
(10)
t adalah estimator dari FDIt dan adalah estimator dari residual. Lalu
dimana
substitusikan persamaan (10) ke persamaan (6), didapatkan:
t + 1t) + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + e2t
GROWTHt = 0 + 1(
!"
#
&
$%#
Uji Eksogenitas
Seperti kita ketahui bahwa untuk menetapkan yang mana variabel endogen
dan variabel eksogen adalah tanggung jawab seorang peneliti, sehingga hal ini akan
tergantung pada masalah yang ada dan berdasarkan informasi priori yang dimiliki
peneliti. Tetapi hal ini dapat dikembangkan secara statistik untuk menguji apakah
variabel tersebut adalah variabel eksogen atau bukan yaitu dengan menggunakan uji
Hausman yang dibahas sebelumnya.
Pada kedua persamaan struktural (1) dan (2) terbentuk dua variabel endogen
yakni FDIt dan GROWTHt dimana persamaan (2) adalah sebagai berikut:
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2t
(12)
Pada persamaan (12), jika FDIt adalah benar-benar variabel endogen maka
kita tidak bisa menaksir persamaan dengan OLS. Oleh karena itu, harus dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, dari persamaan struktural (1) dan (2) diperoleh persamaan reducedform untuk FDIt dan GROWTHt. Dari persamaan reduced-form tersebut kemudian
- t, yang diprediksi dari nilai-nilai FDIt dan GROWTHt.
t dan '()*+,
diperoleh
Kemudian persamaan berikut dapat ditaksir dengan OLS:
t + e2t
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + t
27
t signifikan)
Dengan menggunakan stastik uji t, jika hipotesis nul ditolak (
maka FDIt dapat dianggap sebagai variabel endogen, namun jika hipotesis nul tidak
t tidak signifikan) maka FDIt dapat diberlakukan sebagai variabel
ditolak (
eksogen (Gujarati, 2003).
3.2.3
Metode two stage least square (2SLS) adalah metode yang umum digunakan
untuk mengestimasi persamaan simultan. Metode ini digunakan ketika model
persamaan simultan adalah overidentified. Prosedur dari metode 2SLS adalah sebagai
berikut:
Pertama, Untuk menghilangkan korelasi antara FDIt, dan e2t, maka regresikan
FDIt terhadap semua variabel eksogen dalam sistem persamaan simultan.
10 +
11TOTt +
12CREDITt +
13Gt +
FDIt =
14RERt +
15DEBTt +
16INFt-1 + $ 1t
(13)
t=
10 +
11TOTt +
12CREDITt +
13Gt +
14RERt +
15DEBTt +
16INFt-1
(14)
(15)
28
yang menunjukkan bahwa FDIt stokastik (random) yang terdiri dari FDIt yang
merupakan kombinasi linier dari TOTt, CREDITt, Gt, RERt, DEBTt dan INFt-1 (yang
non stokastik) dan komponen random e1t .
Kedua, Menggantikan FDIt pada persamaan struktural (2) dengan nilai FDIt
dari persamaan (15). Persamaannya adalah sebagai berikut:
t + $ 1t) + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + e2t
GROWTHt = 0 + 1(
(16)
Pada persamaan (2), FDIt berkorelasi atau nampaknya berkorelasi dengan e2t,
alasannya adalah sebagai berikut: FDIt adalah kombinasi linier dari variabel-variabel
yang ditetapkan terlebih dahulu seperti RERt, DEBTt, Gt, INFt-1 dan GROWTHt.
Variabel yang ditetapkan terlebih dahulu bersifat non stokastik sehingga FDIt bersifat
stokastik. Dan oleh karena e2t juga merupakan fungsi dari gangguan stokastik,
sehingga FDIt nampaknya berkorelasi dengan e2t, yang menyebabkan OLS menjadi
tidak sesuai.
t tidak berkorelasi dengan u*t secara
Sedangkan pada persamaan (16),
asimtotik yaitu dengan sampel besar sehingga OLS dapat diterapkan dengan penaksir
yang diperoleh adalah konsisten yaitu penaksir yang mengarah ke nilai yang
sebenarnya dengan meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas.
29
3.2.4
: E(ui)
=0
Varians
: E(ui2)
= 2
: E(uiuj)
=0
ij
Histogram residual
Jika histogram residual menyerupai grafik distribusi normal maka residual
30
1
;< =@
1
?@
Dimana:
n
: Koefisien skewness
K : Koefisien kurtosis.
: Rata-rata
M0 : Modus
Med
: Median
: Observasi
: Simpangan baku
c. Jika nilai statistik J-B lebih besar daripada nilai kritis chi-squares (2) dengan
derajat bebas (df) 2 pada derajat kepercayaan () tertentu, maka hipotesis nul
diterima, artinya residual berdistribusi normal. Berdasarkan nilai probabilitas J-B,
31
hipotesis nul diterima jika nilai probabilitas J-B lebih besar dari derajat
kepercayaan (), berarti residual berdistribusi normal.
2. Non Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linier diantara beberapa atau
semua variabel independen yang menyusun model regresi. Adanya multikolinearitas
masih menghasilkan estimator yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), tetapi
menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar sehingga sulit mendapatkan
estimasi yang tepat. Salah satu ciri adanya gejala multikolinearitas adalah model
mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi katakanlah diatas 0,8 tetapi hanya
sedikit variabel independen yang signifikan mempengaruhi variabel dependen
melalui uji t.
Pendeteksian model yang bebas multikolinearitas adalah dengan melihat nilai
Variance Inflation Factor (VIF). Langkah-langkah dalam pendeteksian model yang
bebas multikolinearitas adalah sebagai berikut:
a. Lakukan regresi antara satu variabel independen dengan variabel independen
lainnya.
b. Hitung nilai VIF bagi suatu variabel dengan rumus:
A#<
1
1 (<4
32
c. Jika nilai R2 semakin besar maka nilai VIF juga semakin besar. Jika nilai VIF
lebih besar dari 10 berarti variabel independen mengalami multikolinearitas
(Webster, 1992).
3. Homoskedastisitas
Asumsi homoskedastisitas adalah bahwa varian dari residual antara
pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain adalah konstan, yang dinyatakan
sebagai berikut:
E(ui2) = 2
Dengan adanya varian residual tidak konstan (heteroskedastisitas), estimator OLS
masih menghasilkan estimator linier dan tidak bias (LUE) namun tidak lagi efisien
karena tidak mempunyai varian minimum.
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji
White (White test). Langkah-langkah dalam uji White adalah sebagai berikut:
a. Lakukan estimasi pada kedua persamaan struktural (1) dan (2) dimana persamaan
(2) adalah sebagai berikut:
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2t
(17)
Regresi auxillary tanpa perkalian antar variabel independen (no cross terms)
e2t2 = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt +
6FDIt2 + 7TOTt2 + 8CREDITt2 + 9Gt2 + 10INFt2 + wt
33
kemudian didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) dari regresi auxillary ini.
c. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada heteroskedastisitas
H1 : ada heteroskedastisitas
d. Uji White didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan dengan R2 yang akan
mengikuti distribusi chi-squares (2) dengan derajat bebas (df) sebanyak variabel
independen (tidak termasuk konstanta) dalam regresi auxillary.
4
1. ( 4 D EFG
4
dengan derajat
e. Jika nilai n.R2 lebih kecil dari nilai kritis chi-squares (EFG
kepercayaan () tertentu, maka hipotesis nul diterima, artinya tidak ada masalah
heteroskedastisitas dalam model. Berdasarkan nilai probabilitas n.R2, hipotesis
nul diterima jika nilai probabilitas n.R2 lebih besar dari derajat kepercayaan (),
berarti model tidak mengandung masalah heteroskedastisitas (Gujarati, 2003).
34
4. Non Autokorelasi
Non Autokorelasi berarti tidak adanya hubungan antara residual satu
observasi dengan observasi lain yang berlainan waktu, yang dinyatakan sebagai
berikut:
E(ui, uj) 0
ij
Dengan adanya autokorelasi, estimator yang dihasilkan masih bersifat linier dan tidak
bias (LUE), tetapi tidak mempunyai varian yang minimum.
Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi
adalah dengan uji Bruesch-Godfrey, yang lebih umum dikenal dengan uji lagrange
multiplier (LM test). Langkah-langkah dalam uji LM adalah sebagai berikut:
a. Lakukan estimasi pada kedua persamaan struktural (1) dan (2) dimana persamaan
(2) adalah sebagai berikut:
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2t
(18)
35
d. Uji LM didasarkan pada jumlah sampel (n-p) dikalikan dengan R2 yang akan
mengikuti distribusi chi-squares dengan derajat bebas (df) sebanyak p.
1 H( 4 D EI4
e. Jika nilai (n-p)R2 lebih kecil dari nilai kritis chi-squares (EI4 ) pada derajat
kepercayaan () tertentu maka hipotesis nul diterima, artinya tidak ada masalah
autokorelasi dalam model. Berdasarkan nilai probabilitas (n-p)R2, hipotesis nul
diterima jika nilai probabilitas (n-p)R2 lebih besar dari derajat kepercayaan (),
berarti model tidak mengandung masalah autokorelasi (Gujarati, 2003).
36
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
4.1.1
Nilai realisasi investasi langsung luar negeri di Indonesia selama periode 1999
sampai 2006 terus berfluktuatif. Nilai realisasi langsung luar negeri di Indonesia
selama tahun 1999 mencapai Rp63.957,14 miliar, kemudian meningkat menjadi
Rp83.198,1 miliar pada tahun 2000 akibat membaiknya kondisi sosial, politik, dan
keamanan serta proses restrukturisasi perbankan, perusahaan, dan hutang luar negeri
swasta.
100000
90000
80000
Miliar Rp
70000
60000
50000
40000
30000
fdi
20000
10000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: BKPM, diolah
37
Selama tahun 2000 sampai 2003, nilai realisasi investasi langsung luar negeri
menunjukkan kecenderungan yang menurun hingga mencapai nilai yang paling
rendah pada tahun 2002 yang mencapai Rp28.677,5 miliar akibat berbagai kejadian
yang terjadi di dalam negeri. Mulai dari isu teroris di Indonesia setelah terjadi
peristiwa pengeboman di AS pada tahun 2001 hingga merebaknya wabah SARS di
Asia pada tahun 2003, yang ikut mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Dan
juga dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju pada
tahun 2002.
Sejak tahun 2004 sampai 2005, trend perkembangan investasi langsung luar
negeri di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat sampai pada tahun
2005 nilai realisasi investasi langsung luar negeri mencapai angka tertinggi yakni
sebesar Rp87.058,6 miliar yang disebabkan oleh membaiknya kinerja perekonomian
Indonesia. Nilai realisasi investasi luar negeri selama tahun 2006 hanya mencapai
Rp54.920 miliar, lebih rendah bila dibandingkan dengan periode sebelumnya.
4.1.2
Setelah tumbuh sebesar 4,1 persen pada tahun 2000, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 3,6 persen. Namun pada
tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali meningkat yang mencapai 4,4
persen yang disebabkan membaiknya berbagai faktor ekonomi dan nonekonomi
terutama dari sisi internal. Dan juga dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga yang
relatif terkendali sehingga daya beli masyarakat semakin baik. Disamping itu, suku
bunga yang menurun juga mendorong pertumbuhan konsumsi swasta.
38
Membaiknya
kondisi
sosial,
politik,
dan
keamanan,
serta
proses
restrukturisasi perbankan, perusahaan, dan hutang luar negeri swasta juga akan
mampu mendorong perkembangan sektor riil terutama melalui peningkatan
penyaluran kredit kepada sektor swasta dan peningkatan arus modal asing (PMA),
baik berupa investasi portofolio maupun investasi langsung.
6
5
Persen
4
3
growth
2
1
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: BPS, diolah
39
4.1.3
Pada tahun 2000, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.421,77 per US$,
kemudian tahun 2001 nilai tukar rupiah menunjukkan kecenderungan melemah
hingga mencapai Rp10.260,85 per US$ pada tahun 2001. Setelah sidang istemewa
40
MPR pada pertengahan tahun 2001, nilai tukar rupiah kembali menguat hingga
mencapai Rp9.311,19 per US$ pada tahun 2002, penguatan nilai tukar tersebut
diperkirakan akibat membaiknya stabilitas sosial, politik dan keamanan dalam negeri
pada tahun 2002.
Berbagai faktor positif yang terjadi pada tahun 2002 terutama kecenderungan
menguatnya nilai tukar rupiah dan semakin kondusifnya kondisi politik dan
keamanan dalam negeri terus berlanjut, sampai pada tahun 2003 nilai tukar rupiah
mencapai rata-rata Rp8.577,13 per US$.
12000
10000
Rp/US$
8000
6000
kurs
4000
2000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: IMF, diolah
41
4.1.4
Berbeda dengan hutang luar negeri Indonesia pada tahun sebelumnya, hutang
luar negeri Indonesia pada tahun 2000 meningkat menjadi sebesar Rp323.005 miliar
dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp306.617 miliar. Peningkatan ini
berasal dari naiknya hutang luar negeri pemerintah akibat adanya pinjaman IMF pada
tahun 2000. Namun setelah itu posisi hutang luar negeri terus mengalami penurunan
sampai tahun 2002 menjadi Rp296.767 miliar. Penurunan terutama karena turunnya
utang swasta akibat pembayaran atas utang yang jatuh tempo.
Posisi
hutang
luar
negeri
pada
periode
selanjutnya
menunjukkan
42
325000
320000
Miliar Rp
315000
310000
305000
300000
debt
295000
290000
285000
280000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: BI, diolah
4.1.5
43
Miliar Rp
140000,00
120000,00
100000,00
80000,00
60000,00
40000,00
20000,00
0,00
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: BPS, diolah
44
4.1.6
Perkembangan Inflasi
Secara kumulatif laju inflasi pada tahun 1999 cukup rendah yakni sebesar
2.18 persen. Kemungkinan akibat penguatan nilai tukar rupiah pada periode tersebut.
Namun pada tahun 2000 laju inflasi mengalami peningkatan mencapai 9,07 persen.
Selama tahun 2001, laju inflasi mencapai 12 persen yang disebabkan oleh
melemahnya kurs rupiah yang diikuti dengan kenaikan harga bahan bakar minyak dan
tarif dasar listrik (TDL), serta tingginya permintaan akan barang jasa yang
disebabkan oleh berlangsungnya hari raya keagamaan secara bersama pada akhir
tahun. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan TDL tersebut telah
mendorong laju inflasi yang cukup tinggi pada tahun 2001.
Pada tahun 2002 laju inflasi menurun menjadi 9,68 persen. Beberapa faktor
penyebab turunnya laju inflasi pada tahun 2002 antara lain meningkatnya nilai tukar
rupiah, tersedianya barang dan jasa dalam jumlah yang cukup serta kebijakan fiskal
dan moneter yang hati-hati dan konsisten. Pada tahun 2003 laju inflasi turun menjadi
45
5 persen. Laju inflasi yang rendah pada tahun 2003 kemungkinan disebabkan oleh
semakin membaiknya ekspetasi inflasi masyarakat, menguatnya nilai tukar rupiah,
semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah, serta kebijakan fiskal dan moneter
yang hati-hati dan konsisten.
18
16
14
Persen
12
10
8
inflasi
6
4
2
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber:BI, diolah
46
4.1.7
Sejak
tahun
1999
sampai
2000,
nilai
ekspor
terus
menunjukkan
Miliar Rp
1000000
900000
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
ekspor
impor
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: BPS, diolah
47
Namun dengan adanya indikasi awal mulai pulihnya perekonomian dunia dan
kembalinya momentum pulihnya perekonomian, meskipun masih ditandai dengan
berbagai kendala, sejak tahun 2003 nilai ekspor cenderung meningkat yakni sebesar
Rp599.516,4 miliar.
Masih kuatnya permintaan dunia dan tingginya tingginya harga minyak di
pasar internasional menyebabkan kinerja ekspor masih cukup baik. Ekspor pada
tahun 2004 meningkat menjadi Rp680.621 miliar. Peningkatan ini bersumber dari
peningkatan ekspor nonmigas yang dipicu oleh lebih tingginya ekspor hasil industri
dan hasil tambang. Sedangkan meningkatnya ekspor migas dipicu oleh meningkatnya
harga minyak internasional.
Impor pada tahun 2005 juga meningkat menjadi Rp635.920,14 miliar
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp543.183,81 miliar. Meningkatnya
impor tersebut bersumber dari meningkatnya impor nonmigas yang dipicu oleh impor
bahan baku/penolong terkait dengan meningkatnya kegiatan investasi dan juga
meningkatnya impor migas akibat harga minyak internasional yang masih cukup
tinggi serta meningkatnya konsumsi BBM dalam negeri.
Ekspor pada tahun 2006 mencapai Rp864.503,5 miliar, meningkat bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
Rp791.995,9 miliar. Peningkatan ini bersumber dari peningkatan ekspor nonmigas
akibat meningkatnya ekspor hasil industri dan ekspor migas yang lebih disebabkan
oleh tingginya harga minyak di pasar internasional. Sementara impor pada tahun
2006 juga mengalami peningkatan mencapai Rp684.077,75 atau mengalami
peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang bersumber dari meningkatnya
48
impor nonmigas yang disebabkan oleh meningkatnya konsumsi dan investasi dalam
negeri serta bersumber dari menurunnya impor migas karena menurunnya konsumsi
BBM dalam negeri.
4.1.8
Perkembangan Kredit
49
10000000
9000000
8000000
Miliar Rp
7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
kredit
2000000
1000000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Sumber: BI, diolah
50
4.2
4.2.1
Identifikasi Persamaan
<, >, =
>
>
m-1
2-1=1
2-1=1
Identified
Over Identified
Over Identified
<, >, =
2-1=1
2-1=1
<
<
Identified
Over Identified
Over Identified
4.2.2
Uji Simultanitas
Untuk
uji
simultanitas
pada
model
persamaan
faktor-faktor
yang
(0,0035)
(0,1077)
(0,0000)
(0,000)
(0,0014)
(0,0046)
(0,0000)
51
(0,0000) (0,0000)
(0,0146)
(0,0000)
(0,4741)
(0,3528)
(0,0070)
Berdasarkan nilai probabilitas t-statistic untuk variabel residual pada masingmasing persamaan (resid01 dan resid02), nilai probabilitas t-statistic untuk variabel
residual pada masing-masing persamaan lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10
persen, maka hipotesis nul pada masing-masing persamaan ditolak (residual
signifikan), berarti ada masalah simultanitas pada masing-masing persamaan.
4.2.3
Uji Eksogenitas
tstat (0,1998)
(0,5101)
(0,0005) (0,0015)
(0,0306)
(0,0086)
(0,0165)
(0,0000) (0,2377)
(0,0929)
(0,0000)
(0,3086)
(0,4616)
(0,0034)
52
4.3
4.3.1
yang
Mempengaruhi
Investasi
(0,0043)
(0,9710)
(0,0022) (0,0112)
R-squared
= 0,45
Prob (F-statistic)
= 0,0027
(0,0691)
(0,0462)
Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,45 artinya bahwa variasi variabelvariabel eksogen mampu menjelaskan investasi langsung luar negeri sebesar 45
persen. Secara bersama-sama semua variabel eksogen berpengaruh signifikan
terhadap investasi langsung luar negeri pada derajat kepercayaan 10 persen, dilihat
dari nilai probabilitas F-statistic yang lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10
persen. Secara parsial semua variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap
investasi langsung luar negeri, kecuali nilai tukar rupiah, dilihat dari nilai probabilitas
t-statistic yang lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10 persen. Hutang luar
negeri, pengeluaran pemerintah, inflasi periode sebelumnya, dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi langsung luar negeri pada derajat
kepercayaan 10 persen.
Nilai koefisien hutang luar negeri sebesar 1,25 artinya bahwa jika rasio hutang
luar negeri terhadap PDB dinaikkan sebesar 1 persen maka rasio investasi langsung
53
luar negeri terhadap PDB akan naik sebesar 1,25 dan sebaliknya. Berdasarkan latar
belakang penelitian, hal ini disebabkan karena meningkatnya hutang luar negeri pada
akhirnya akan menjadi beban yang akan memberatkan bagi perekonomian karena
tingginya hutang luar negeri berarti akan semakin besar sumber dana dalam negeri
yang digunakan untuk melakukan pembayaran bunga dan cicilan hutang ke luar
negeri sehingga pemerintah akan meningkatkan modal asing untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Nilai koefisien pengeluaran pemerintah sebesar 1,46 artinya bahwa kenaikan
rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB sebasar 1 persen akan menaikkan rasio
investasi langsung luar negeri terhadap PDB sebesar 1,46 persen dan sebaliknya. Hal
ini sesuai dengan penelitian terdahulu, dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah
berarti pemerintah membutuhkan sumber dana untuk membiayai pengeluarannya,
salah satunya adalah investasi langsung luar negeri.
Nilai koefisien inflasi sebesar periode sebelumnya sebesar 0,0046 artinya
bahwa peningkatan inflasi periode sebelumnya akan mengakibatkan peningkatan
rasio investasi langsung luar negeri terhadap PDB sebesar 0,0046 persen dan
sebaliknya. Berdasarkan penelitian terdahulu, kenaikan inflasi malah akan
menurunkan pertumbuhan investasi langsung luar negeri karena jika inflasi
meningkat maka harga-harga juga akan meningkat yang diikuti dengan kenaikan
biaya produksi pada perusahaan sehingga tingkat pengembalian investasi akan
menurun yang menyebabkan aliran investasi langsung luar negeri juga menurun.
Terjadinya inflasi yang tinggi menggambarkan buruknya kondisi perekonomian suatu
negara sehingga tingkat kepercayaan investor berkurang. Namun kondisi tersebut
54
tidak berlaku di Indonesia, karena besarnya laju inflasi di Indonesia selalu dikontrol
oleh pemerintah hingga tidak lebih dari dua digit, sehingga investor asing yang akan
berinvestasi beranggapan bahwa keadaan ini mengindikasikan keadaan ekonomi yang
cukup baik (Qomariyah, 2004).
Nilai koefisien pertumbuhan ekonomi sebesar 0,47 artinya bahwa kenaikan
pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 1 persen akan menaikkan rasio investasi
langsung luar negeri terhadap PDB sebesar 0,47 persen.
4.3.2
(0,0000) (0,0000)
(0,0329)
R-squared
= 0,64
Prob (F-statistic)
= 0,000003
(0,0001)
(0,9922)
(0,7912)
Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,64 artinya bahwa variasi variabelvariabel eksogen mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 64
persen. Secara bersama-sama semua variabel eksogen berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) pada derajat kepercayaan 10 persen, dilihat
dari nilai probabilitas F-statistic yang lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10
persen. Secara parsial semua variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi (PDB), kecuali pengeluaran pemerintah dan inflasi periode
sebelumnya, dilihat dari nilai probabilitas t-statistic yang lebih rendah dari derajat
55
56
Nilai koefisien terms of trade sebesar 0,36 artinya bahwa peningkatan rasio
ekspor terhadap impor sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
(PDB) sebesar 0,36 persen. Jika rasio ekspor terhadap impor meningkat maka negara
memperoleh surplus perdagangan dimana nilai ekspor lebih tinggi dari nilai impor
yang akan meningkatkan penerimaan devisa negara dan terjadi penambahan modal
yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya.
Nilai koefisien kredit domestik sebesar 0,29 artinya bahwa kenaikan rasio
kredit domestik terhadap PDB sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,29 persen dan sebaliknya. Jika kredit domestik meningkat maka
produksi di sektor swasta juga akan meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.
4.4
4.4.1
1. Uji Normalitas
Histogram residual
Berdasarkan grafik histogram dari residual pada gambar 4.1, bentuk
57
Uji Jarque-Bera
Pada gambar 4.1 nilai probabilitas J-B = 0,58 lebih besar dari derajat
7
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31
6
5
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4
3
2
1
0
-0.04
Jarque-Bera
Probability
-0.02
0.00
0.02
1.28E-16
-0.001559
0.045154
-0.035704
0.021205
0.300871
2.306063
1.089704
0.579927
0.04
= 4,13
VIFDEBT
= 5,80
VIFG
= 2,07
VIFINFLASI(-1) = 1,37
VIFGROWTH
= 5,67
3. Uji heteroskedastisitas
Pada tabel 4.1 nilai probabilitas nR2 = 0,16 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen, maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah heteroskedastisitas.
Tabel 5. Uji Heteroskedastisitas dengan Metode White Pada Persamaan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Investasi Langsung Luar Negeri
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
1.718709
Probability
0.146943
Obs*R-squared
13.14892
Probability
0.155983
4. Uji Autokorelasi
Pada tabel 4.2 nilai probabilitas (n-p)R2 = 0,67 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah autokorelasi.
Tabel 6. Uji autokorelasi dengan metode LM pada persamaan faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi langsung luar negeri
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
0.796866
Probability
0.671371
4.4.2
1. Uji Normalitas
Histogram residual
Berdasarkan grafik histogram pada gambar 4.2, bentuk histogramnya
59
Uji Jarque-Bera
Pada gambar 4.2 nilai probabilitas J-B = 0,71 lebih besar dari derajat
8
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31
7
6
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
5
4
3
2
1
Jarque-Bera
Probability
0
-0.1
0.0
3.02E-15
0.002293
0.151422
-0.123477
0.064481
0.348173
3.226280
0.692463
0.707349
0.1
= 1,05
VIFTOT
= 0,36
VIFCREDIT
= 2,38
VIFG
= 1,82
VIFINFLASI(-1) = 1,07
Berdasarkan nilai VIF yang didapat, keempat variabel tidak mengalami
multikolinearitas karena nilai VIF keempat variabel kurang dari 10.
60
3. Uji heteroskedastisitas
Pada tabel 4.3 nilai probabilitas nR2 = 0,13 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen, maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah heteroskedastisitas.
Tabel 7. Uji heteroskedastisitas dengan metode white pada persamaan pertumbuhan
ekonomi
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
1.889436
Probability
0.108412
Obs*R-squared
15.05938
Probability
0.129912
4. Uji Autokorelasi
Pada tabel 4.4 nilai probabilitas (n-p)R2 = 0,64 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah autokorelasi.
Tabel 8. Uji autokorelasi dengan metode LM pada persamaan pertumbuhan ekonomi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
0.886351
Probability
0.641995
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
62
5.2
Saran
1. Dari hasil kesimpulan, ternyata investasi langsung luar negeri berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal investasi langsung luar negeri
memberikan pengaruh yang paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi
dibandingkan variabel makroekonomi lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya
pemerintah lebih mengutamakan investasi langsung luar negeri yang masuk ke
63
64
DAFTAR PUSTAKA
66
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
RESID01
-2.665382
-3.75E-06
0.824601
1.173909
0.003658
0.191943
0.973663
0.821738
2.24E-06
0.109431
0.214542
0.001012
0.061364
0.097787
-3.243591
-1.671148
7.535338
5.471702
3.613874
3.127956
9.956931
0.0035
0.1077
0.0000
0.0000
0.0014
0.0046
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.904511
0.880639
0.009916
0.002360
103.0019
1.114075
0.036402
0.028701
-6.193668
-5.869865
37.88965
0.000000
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
RESID02
11.71627
-1.709211
0.290448
0.265758
0.717266
0.004187
1.154483
0.207506
0.320554
0.110337
0.043188
0.993135
0.004418
0.391326
56.46235
-5.332054
2.632383
6.153457
0.722224
0.947626
2.950180
0.0000
0.0000
0.0146
0.0000
0.4771
0.3528
0.0070
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.833030
0.791287
0.048940
0.057483
53.51177
1.599253
12.87513
0.107125
-3.000760
-2.676956
19.95634
0.000000
67
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
GROWTHF
-2.239433
-3.01E-06
0.885532
1.636090
0.004727
0.383078
-0.228584
1.698413
4.49E-06
0.218872
0.458243
0.002057
0.133790
0.088626
-1.318545
-0.668684
4.045888
3.570357
2.297843
2.863282
-2.579212
0.1998
0.5101
0.0005
0.0015
0.0306
0.0086
0.0165
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.616389
0.520487
0.019875
0.009480
81.44730
1.580074
0.036402
0.028701
-4.803051
-4.479248
6.427243
0.000386
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
FDIF
11.96738
-0.553217
0.194377
0.227413
1.008598
0.003227
-2.078448
0.215897
0.456871
0.111065
0.043545
0.969513
0.004312
0.640387
55.43107
-1.210881
1.750122
5.222435
1.040314
0.748191
-3.245614
0.0000
0.2377
0.0929
0.0000
0.3086
0.4616
0.0034
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.841880
0.802350
0.047625
0.054436
54.35591
0.980344
12.87513
0.107125
-3.055220
-2.731417
21.29720
0.000000
68
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
-6.436710
2.13E-07
1.244890
1.456870
0.004652
0.473702
3.023209
5.80E-06
0.364975
0.532143
0.002449
0.225823
-2.129099
0.036767
3.410895
2.737743
1.899416
2.097668
0.0433
0.9710
0.0022
0.0112
0.0691
0.0462
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.454162
0.344994
0.023229
4.969136
0.002701
0.036402
0.028701
0.013489
1.935742
69
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
11.65594
-3.046286
0.363196
0.291291
-0.014303
0.001718
0.300062
0.617655
0.160798
0.062822
1.450774
0.006422
38.84504
-4.932021
2.258713
4.636782
-0.009859
0.267571
0.0000
0.0000
0.0329
0.0001
0.9922
0.7912
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.637688
0.565226
0.070635
13.00094
0.000003
12.87513
0.107125
0.124734
1.897327
70
7
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31
6
5
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4
3
2
1
0
-0.04
Jarque-Bera
Probability
-0.02
0.00
0.02
1.28E-16
-0.001559
0.045154
-0.035704
0.021205
0.300871
2.306063
1.089704
0.579927
0.04
2. Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: RER
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:33
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
144468.4
2477.078
-22248.17
67.90900
-10453.29
65754.17
9533.085
18242.48
87.49404
4937.978
2.197099
0.259840
-1.219580
0.776156
-2.116917
0.0371
0.7970
0.2336
0.4447
0.0440
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.757668
0.720386
867.1982
19552850
-250.9841
0.834592
8835.497
1639.982
16.51510
16.74639
20.32270
0.000000
71
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
G
INFLASI(-1)
GROWTH
6.290190
1.05E-06
-0.835862
-0.003915
-0.467989
0.801332
4.02E-06
0.348769
0.001648
0.060359
7.849671
0.259840
-2.396604
-2.375181
-7.753405
0.0000
0.7970
0.0240
0.0252
0.0000
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.827577
0.816434
0.017817
0.008254
83.59484
0.262458
0.202431
0.061634
-5.070635
-4.839347
83.24990
0.000000
Dependent Variable: G
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:35
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
INFLASI(-1)
GROWTH
1.195245
-2.43E-06
-0.216471
-0.001664
-0.081598
0.710960
1.99E-06
0.090324
0.000866
0.053563
1.681170
-1.219580
-2.396604
-1.921709
-1.523404
0.1047
0.2336
0.0240
0.0657
0.1397
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.517734
0.443539
0.009067
0.002138
104.5354
1.683841
0.075888
0.012155
-6.421642
-6.190353
6.978033
0.000590
72
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
G
GROWTH
179.9244
0.000333
-45.54204
-74.74333
-12.88505
154.6855
0.000430
19.17414
38.89420
11.57526
1.163163
0.776156
-2.375181
-1.921709
-1.113154
0.2553
0.4447
0.0252
0.0657
0.2758
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.267695
0.155032
1.921672
96.01345
-61.50986
1.800435
2.082903
2.090544
4.290959
4.522247
2.376080
0.078033
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
13.38491
-1.41E-05
-1.491659
-1.004262
-0.003530
0.081427
6.64E-06
0.192388
0.659222
0.003172
164.3798
-2.116917
-7.753405
-1.523404
-1.113154
0.0000
0.0440
0.0000
0.1397
0.2758
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.823585
0.811829
0.031809
0.026307
65.62724
0.382009
12.87513
0.107125
-3.911435
-3.680147
78.56231
0.000000
73
3. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.718709
13.14892
Probability
Probability
0.146943
0.155983
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 16:49
Sample: 1999:2 2006:4
Included observations: 31
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
RER^2
DEBT
DEBT^2
G
G^2
INFLASI(-1)
INFLASI(-1)^2
GROWTH
-0.077904
1.92E-06
-9.00E-11
-0.044495
0.113445
0.012594
-0.050536
9.61E-05
-1.40E-05
0.005579
0.064082
1.06E-06
4.98E-11
0.037572
0.067600
0.095438
0.588252
9.03E-05
1.05E-05
0.004622
-1.215693
1.817590
-1.806363
-1.184262
1.678189
0.131956
-0.085909
1.064618
-1.328948
1.207137
0.2376
0.0834
0.0852
0.2495
0.1081
0.8963
0.9324
0.2991
0.1981
0.2408
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.424159
0.177370
0.000458
4.41E-06
200.3642
2.696814
0.000435
0.000506
-12.28156
-11.81898
1.718709
0.146943
74
4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
0.796866
Probability
0.671371
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 16:23
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
RESID(-1)
RESID(-2)
-0.020688
7.74E-07
-0.009085
0.026491
-0.000289
0.001087
0.010552
0.174305
3.128380
6.09E-06
0.377481
0.551388
0.002552
0.233628
0.213771
0.223769
-0.006613
0.127085
-0.024067
0.048043
-0.113383
0.004652
0.049363
0.778950
0.9948
0.9000
0.9810
0.9621
0.9107
0.9963
0.9611
0.4440
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.025705
-0.270819
0.023904
0.013143
76.38418
1.846571
1.28E-16
0.021205
-4.411882
-4.041821
0.086689
0.998611
75
1. Uji Normalitas
8
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31
7
6
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
5
4
3
2
1
Jarque-Bera
Probability
0
-0.1
0.0
3.02E-15
0.002293
0.151422
-0.123477
0.064481
0.348173
3.226280
0.692463
0.707349
0.1
2. Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: FDI
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:40
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
-0.045125
0.054408
0.019096
-0.547141
-0.001846
0.126993
0.066839
0.026228
0.599700
0.002686
-0.355334
0.814018
0.728080
-0.912358
-0.687351
0.7252
0.4230
0.4731
0.3700
0.4979
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.051604
-0.094303
0.030024
0.023438
67.41756
1.397960
0.036402
0.028701
-4.026940
-3.795651
0.353680
0.839080
76
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
CREDIT
G
INFLASI(-1)
1.716191
0.456772
-0.231263
3.199010
0.002644
0.150891
0.561133
0.061935
1.649950
0.007836
11.37372
0.814018
-3.733962
1.938852
0.337450
0.0000
0.4230
0.0009
0.0634
0.7385
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.359167
0.260578
0.086994
0.196766
34.43870
1.235846
1.302734
0.101168
-1.899271
-1.667982
3.643055
0.017426
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
G
INFLASI(-1)
3.675924
1.046343
-1.509383
15.12368
0.018190
0.606832
1.437127
0.404231
3.397011
0.019744
6.057565
0.728080
-3.733962
4.452054
0.921298
0.0000
0.4731
0.0009
0.0001
0.3654
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.580066
0.515461
0.222247
1.284233
5.362203
0.737589
2.933279
0.319279
-0.023368
0.207920
8.978626
0.000108
77
Dependent Variable: G
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:42
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
CREDIT
INFLASI(-1)
-0.055288
-0.056699
0.039487
0.028602
-0.001008
0.039519
0.062145
0.020366
0.006425
0.000850
-1.399032
-0.912358
1.938852
4.452054
-1.185973
0.1736
0.3700
0.0634
0.0001
0.2464
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.452019
0.367715
0.009665
0.002429
102.5554
1.534553
0.075888
0.012155
-6.293898
-6.062609
5.361731
0.002762
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
CREDIT
G
-0.947310
-9.666208
1.649037
1.737991
-50.91970
9.209087
14.06298
4.886763
1.886459
42.93496
-0.102867
-0.687351
0.337450
0.921298
-1.185973
0.9189
0.4979
0.7385
0.3654
0.2464
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.064113
-0.079870
2.172426
122.7053
-65.31197
1.730600
2.082903
2.090544
4.536256
4.767545
0.445281
0.774780
78
3. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.889436
15.05938
Probability
Probability
0.108412
0.129912
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 17:30
Sample: 1999:2 2006:4
Included observations: 31
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
FDI^2
TOT
TOT^2
CREDIT
CREDIT^2
G
G^2
INFLASI(-1)
INFLASI(-1)^2
-0.161849
0.016708
0.749382
0.169795
-0.053513
0.045882
-0.006351
-0.928663
4.363196
2.34E-05
-9.53E-05
0.244114
0.176345
1.518378
0.262312
0.099075
0.087851
0.014445
1.132557
6.975765
0.000977
0.000120
-0.663005
0.094748
0.493541
0.647302
-0.540122
0.522266
-0.439656
-0.819971
0.625479
0.023927
-0.794022
0.5149
0.9255
0.6270
0.5248
0.5951
0.6072
0.6649
0.4219
0.5387
0.9811
0.4365
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.485787
0.228680
0.005360
0.000575
124.8995
2.206855
0.004024
0.006103
-7.348352
-6.839517
1.889436
0.108412
79
4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
0.886351
Probability
0.641995
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 17:32
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
RESID(-1)
RESID(-2)
-0.083014
-0.051660
0.058262
0.003708
0.023736
-0.001549
0.066772
0.184183
0.331170
0.639537
0.185803
0.066396
1.570048
0.006868
0.226469
0.237220
-0.250668
-0.080778
0.313566
0.055842
0.015118
-0.225480
0.294838
0.776425
0.8043
0.9363
0.7567
0.9559
0.9881
0.8236
0.7708
0.4454
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.028592
-0.267054
0.072582
0.121167
41.95373
1.954649
3.02E-15
0.064481
-2.190563
-1.820502
0.096710
0.998032
80
RIWAYAT HIDUP
81