Anda di halaman 1dari 93

PENGARUH INVESTASI LANGSUNG LUAR NEGERI

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA


PERIODE 1999-2006

HEYKAL
SE 03 4224

JURUSAN

: STATISTIKA

PEMINATAN

: EKONOMI

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK


JAKARTA
2007

PENGARUH INVESTASI LANGSUNG LUAR NEGERI


TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
PERIODE 1999-2006

SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh :
HEYKAL
SE 03 4224

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK


JAKARTA
2007

PENGARUH INVESTASI LANGSUNG LUAR NEGERI


TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
PERIODE 1999-2006

Oleh:
HEYKAL
SE 03 4224

Mengetahui/Menyetujui,

Ketua Jurusan Statistika

Pembimbing

Ir. Ekaria, M.Si.


NIP 340010878

Edi Prawoto, M.App. Ec.


NIP 340012985

Tim Penguji Ujian Negara

Penguji I

Penguji II

MA Yulianto, M.Sc.
NIP 340011235

Dr. Heru Margono


NIP 340010731

PERNYATAAN
Skripsi dengan Judul
PENGARUH INVESTASI LANGSUNG LUAR NEGERI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
PERIODE 1999-2006

Oleh:
HEYKAL
SE 03 4224

adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan bukan hasil plagiat atau hasil karya
orang lain. Jika di kemudian hari diketahui ternyata skripsi ini hasil plagiat atau
hasil karya orang lain, penulis bersedia skripsi ini dinyatakan tidak sah dan gelar
Sarjana Sains Terapan dicabut atau dibatalkan.

Jakarta, 7 September 2007

HEYKAL

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas


segala

rahmat,

nikmat,

dan

pertolongan-Nya

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Investasi Langsung Luar Negeri


Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1999-2006. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Satwiko Darmesto, selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik,
2. Bapak Edi Prawoto, M.App. Ec., selaku dosen pembimbing atas kesediaan
dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini,
3. Bapak MA Yulianto, M.Sc. dan Bapak Dr. Heru Margono, selaku penguji
atas saran dan masukan yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini,
4. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mendidik dan membesarkan
dengan penuh kasih sayang serta mendoakan dengan penuh ketulusan,
saudara-saudaraku Hilda, Hilman, dan Iqbal atas bantuan, doa dan
semangat yang diberikan selama ini, serta Kak Agus dan keponakankeponakanku Fariz & Adel,
5. Cynthia Ika Damashinta yang telah menemani selama seminar dan sidang,
6. Para sahabat, teman-teman angkatan 45, ALMAX, KEMASS, dan orangorang yang pernah mengenal penulis dengan segala kerendahan hati tak
dapat disebutkan satu per satu,
7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 7 September 2007

HEYKAL

ABSTRAK

HEYKAL, Pengaruh Investasi Langsung Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi Indonesia Periode 1999-2006. Dibimbing oleh EDI PRAWOTO.
Dibandingkan
beberapa
negara tetangga di kawasan Asia
Tenggara (ASEAN), dalam 10 tahun
terakhir ini, pertumbuhan ekonomi
Indonesia masih rendah. Masih
rendahnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia, mendorong pemerintah
untuk mencari sumber pembiayaan
pembangunan, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri. Sebagai
salah satu bentuk dari sumber
pembiayaan, investasi langsung luar
negeri
merupakan
sumber
pembiayaan yang paling potensial
dibandingkan
sumber-sumber
pembiayaan lainnya karena selain
mendorong pertumbuhan ekonomi,
investasi langsung luar negeri juga
mampu memberi manfaat bagi
negara
penerimanya
berupa
penyerapan tenaga kerja, transfer
teknologi, dan pelatihan manajerial
serta tidak menanggung resiko yang
tinggi. Dengan peranannya yang
sangat penting ini, maka perlu dikaji
mengenai variabel-variabel apa saja
yang
mempengaruhi
investasi
langsung luar negeri di Indonesia
serta bagaimana pengaruh investasi
langsung luar negeri terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam penelitian ini terdapat
dua model persamaan yaitu model
persamaan
faktor-faktor
yang
memepengaruhi investasi langsung
luar negeri dan model persamaan
pertumbuhan ekonomi, yang akan
dianalisis secara simultan, karena
dalam banyak situasi ekonomi
hubungan variabel ekonomi tidak
hanya bersifat satu arah tetapi juga
bersifat saling mempengaruhi.

Dalam model persamaan


faktorfaktor yang mempengaruhi
investasi langsung luar negeri, hasil
estimasi menunjukkan bahwa hutang
luar negeri, pengeluaran pemerintah,
inflasi periode sebelumnya dan
pertumbuhan ekonomi berpengaruh
signifikan
terhadap
investasi
langsung luar negeri. Sedangkan
dalam
model
persamaan
pertumbuhan ekonomi, hasil estimasi
menunjukkan
bahwa
investasi
langsung luar negeri, rasio ekspor
terhadap impor (terms of trade) dan
kredit
domestik
berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Berdasarkan koefisien hasil
estimasi
pada
persamaan
pertumbuhan
ekonomi,
dapat
disimpulkan
bahwa
investasi
langsung luar negeri memberikan
kontribusi yang paling besar
terhadap pertumbuhan ekonomi
dibandingkan
variabel
makroekonomi lainnya, hal ini
menunjukkan
bahwa
investasi
langsung
luar
negeri
masih
dibutuhkan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun selama periode penelitian,
investasi langsung luar negeri belum
memberikan manfaat yang nyata
bagi
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia, malah kenaikan investasi
langsung
luar
negeri
dapat
menurunkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia.

ii

DAFTAR ISI

PRAKATA

ABSTRAK

ii

DAFTAR ISI

iii

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang.

1.2

Identifikasi dan Batasan Masalah

1.3

Tujuan Penelitian

1.4

Manfaat Penelitian

1.5

Sistematika Penulisan

LANDASAN TEORI

2.1

Tinjauan Puataka

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.2 Model pertumbuhan Harrod-Domar

10

2.1.3 Model Pertumbuhan Neoklasik Solow

11

2.1.4 Investasi Langsung Luar Negeri

13

2.1.5 Penelitian Terdahulu

15

2.2

Kerangka Pikir

17

2.3

Hipotesis Penelitian

18

METODOLOGI

19

3.1

Sumber Data

19

3.2

Metode Analisis

19

3.2.1 Analisis Deskriptif

19

3.2.2 Analisis Simultan

20

3.2.3 Metode Two Stage Least Square (2SLS)

28

iii

BAB IV

3.2.4 Asumsi Model Persamaan Simultan

30

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

37

4.1

Gambaran Umum Variabel-variabel


Makroekonomi di Indonesia

37

4.1.1 Perkembangan Investasi Langsung Luar

4.2

4.3

Negeri

37

4.1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

38

4.1.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

40

4.1.4 Perkembangan Hutang Luar Negeri

42

4.1.5. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

43

4.1.6 Perkembangan Inflasi

45

4.1.7 Perkembangan Ekspor dan Impor

47

4.1.8 Perkembangan Kredit

49

Model Persamaan Simultan

51

4.2.1 Identifikasi Persamaan

51

4.2.2 Uji Simultanitas

51

4.2.3 Uji Eksogenitas

52

Metode Two stage least square (2SLS)

53

4.3.1 Model Persamaan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Investasi Langsung Luar

4.4

Negeri

53

4.3.2 Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

55

Pendeteksian Model Persamaan Simultan

57

4.4.1 Model Persamaan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Investasi Langsung Luar

BAB V

Negeri

57

4.4.2 Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

59

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan

62

5.2

Saran

63

iv

DAFTAR PUSTAKA

65

LAMPIRAN

66

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL

No. Tabel
1

Judul Tabel

Halaman

Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan


Malaysia, Thailand, dan Vietnam tahun 1996-2004

Nilai Total Realisasi Investasi Langsung Luar Negeri di


Indonesia

Syarat Order

51

Syarat Rank

51

Uji Heteroskedastisitas dengan Metode White Pada


Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Investasi Langsung Luar Negeri

59

Uji Autokorelasi dengan Metode LM Pada Persamaan


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi
Langsung Luar Negeri

59

Uji Heteroskedastisitas dengan Metode White Pada


Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

61

Uji Autokorelasi dengan Metode LM Pada Persamaan


Pertumbuhan Ekonomi

62

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar

Judul Gambar

Halaman

Kerangka Pikir

18

Perkembangan Investasi Langsung Luar Negeri di


Indonesia Periode 1999-2006

37

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia


Periode 1999-2006

39

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia


Periode 1999-2006

41

Perkembangan Hutang Luar Negeri di Indonesia


Periode 1999-2006

43

Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia


Periode 1999-2006

44

Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode 1999-2006 46

Perkembangan Ekspor dan Impor di Indonesia


Periode 1999-2006

47

Perkembangan Kredit di Indonesia Periode 1999-2006 50

10

Hisrogram residual Pada Persamaan Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Investasi Langsung Luar Negeri 58

11

Hisrogram residual Pada Persamaan Pertumbuhan


Ekonomi

vii

60

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

Judul Lampiran

Halaman

Uji Simultanitas

67

Uji Eksogenitas

68

Output Model Persamaan Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Investasi Langsung Luar Negeri

69

Output Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

70

Pendeteksian Asumsi Model Persamaan Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Investasi Langsung Luar Negeri 71

Pendeteksian Asumsi Model Persamaan Pertumbuhan


Ekonomi

viii

76

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator pembangunan yang


sangat penting bagi suatu negara selain indikator-indikator pembangunan lainnya.
Pertumbuhan ekonomi sangat penting karena merupakan salah satu tolak ukur untuk
menilai tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara.
Dewasa ini, masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia, adalah rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi.
Dibandingkan beberapa negara tetangga di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), dalam
10 tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih rendah.
Tabel 1. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Malaysia, Thailand,
dan Vietnam tahun 1994-2004
Tahun
Indonesia (%)
Malaysia (%)
Thailand (%)
Vietnam (%)
1994
7,53
9,20
8,98
8,82
1995
8,22
9,83
9,23
9,56
1996
7,83
10,01
5,91
9,37
1997
4,71
7,32
-1,38
8,15
1998
-13,14
-7,36
-10,51
5,76
1999
0,80
6,14
4,45
4,78
2000
4,92
8,85
4,75
6,78
2001
3,83
0,32
2,17
6,89
2002
4,38
4,35
5,32
7,08
2003
4,87
5,42
7,03
7,34
2004
5,13
7,13
6,17
7,69
Sumber: IMF; BI

Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong pemerintah


untuk mencari sumber pembiayaan pembangunan, baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Bagi Indonesia, investasi asing merupakan salah satu sumber pembiayaan
pembangunan yang penting dalam proses pembangunan nasional. Mengacu pada
model Solow, jika suatu negara menyisihkan sebagian pendapatannya ke tabungan
dan investasi, maka negara itu akan memiliki persediaan modal pada kondisi mapan
dan

tingkat

pendapatan

yang

tinggi.

Jika

suatu

negara

menabung

dan

menginvestasikan sebagian kecil dari pendapatannya, maka modal pada kondisi


mapan dan pendapatannya akan rendah (Mankiw, 2003).
Negara sedang berkembang pada umumnya tidak mempunyai tabungan yang
cukup untuk membiayai pembangunan nasional. Karena itulah suatu negara yang
menganut sistem perekonomian terbuka membutuhkan sumber modal asing untuk
membiayai kekurangan tabungan domestik tersebut. Menurut Pangestu (1995) dalam
Nusantara dan Astutik (2001), terdapat tiga sumber utama modal asing dalam suatu
negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, yaitu pinjaman luar negeri
(debt), investasi langsung luar negeri (Foreign Direct Investment) dan investasi
portofolio.
Pinjaman luar negeri memang berperan sebagai dana tambahan untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun tingginya beban hutang
luar negeri pada akhirnya akan menjadi beban yang akan memberatkan bagi
perekonomian. Tingginya hutang luar negeri berarti akan semakin besar sumber dana
dalam negeri yang digunakan untuk melakukan pembayaran bunga dan cicilan hutang
ke luar negeri. Cicilan hutang tersebut terdiri dari amortisasi (pembayaran hutang
2

pokok) dan pembayaran bunga yang jika tidak segera dilunasi akan menumpuk,
sehingga pemerintah akan mengalami kesulitan untuk membayar cicilan hutang. Hal
ini mendorong pemerintah untuk membuka celah bagi masuknya modal asing yang
diikuti kemudahan-kemudahan, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai salah satu bentuk dari sumber pembiayaan, investasi langsung luar
negeri merupakan sumber pembiayaan yang paling potensial dibandingkan sumbersumber pembiayaan lainnya karena selain mendorong pertumbuhan ekonomi,
investasi langsung luar negeri juga mampu memberi manfaat bagi negara
penerimanya berupa penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi, dan pelatihan
manajerial serta tidak menanggung resiko yang tinggi.
Perkembangan investasi langsung luar negeri di Indonesia dari tahun ke tahun
terus menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai total realisasi investasi langsung luar
negeri di Indonesia selama periode 1997-2006 mengalami peningkatan yang berarti.
Walaupun pada tahun 2001 sempat mengalami penurunan, tetapi pada tahun-tahun
berikutnya cenderung kembali meningkat.
Tabel 2. Nilai Total Realisasi Investasi Langsung Luar Negeri di Indonesia
Tahun
PMA (dalam US$ .000)
1997
3.473.415,1
1998
5.015.832,6
1999
8.229.931,9
2000
9.876.027,0
2001
3.508.478,2
2002
3.091.176,3
2003
5.450.615,1
2004
4.601.287,0
2005
8.914.641,2
2006
5.976.999,8
Sumber: BKPM

Namun keberadaan investasi langsung luar negeri tidak selalu menguntungkan


perekonomian bagi negara penerimanya. Alasannya antara lain walaupun investasi
langsung luar negeri merupakan sumber pembiayaan yang paling potensial
dibandingkan sumber-sumber pembiayaan lainnya, namun justru keberadaan
investasi langsung luar negeri dapat menurunkan tingkat tabungan maupun investasi
domestik negara penerimanya, karena akan tercipta berbagai bentuk persaingan yang
tidak sehat yang bersumber dari perjanjian-perjanjian antara pihak investor dan
pemerintah.
Alasan yang kedua adalah walaupun dalam jangka pendek investasi langsung
luar negeri dapat memperbaiki posisi devisa (penerimaan) negara, namun dalam
jangka panjang dampaknya justru negatif karena adanya pengiriman kembali
keuntungan, hasil bunga, royalti, biaya-biaya jasa manajemen, dan dana-dana lainnya
ke negara asalnya atau dengan kata lain dengan semakin gencarnya investor asing
yang menanamkan modalnya di Indonesia, akan berdampak semakin besarnya
keuntungan yang diperoleh oleh investor-investor tersebut.
Fenomena keberadaan investasi langsung luar negeri bagi pertumbuhan
ekonomi ini merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Sehingga penulis
memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh investasi langsung luar
negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan judul yang sama yaitu
Pengaruh Investasi Langsung Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia periode 1999-2006.

1.2

Identifikasi dan Batasan Masalah

Investasi langsung luar negeri merupakan salah satu sumber pembiayaan


terbesar bagi negara-negara sedang berkembang. Banyak manfaat yang dapat
dirasakan bagi negara penerimanya, salah satunya adalah terjadinya aliran modal
yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh penyerapan tenaga
kerja, transfer teknologi, dan pelatihan manajerial serta tidak menanggung resiko
yang tinggi.
Berdasarkan latar belakang topik yang diteliti, dapat diketahui bahwa
investasi langsung luar negeri merupakan salah satu faktor yang sangat berperan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan peranannya yang sangat penting ini, maka
penulis akan mengkaji permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan
investasi langsung luar negeri yaitu:
1. Variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi investasi langsung luar negeri di
Indonesia selama periode 1999-2006.
2. Bagaimana pengaruh investasi langsung luar negeri terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia selama periode 1999-2006.

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian


ini adalah:
1. Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi investasi langsung luar negeri
di Indonesia selama periode 1999-2006.

2. Menganalisis pengaruh investasi langsung luar negeri terhadap pertumbuhan


ekonomi Indonesia selama periode 1999-2006.

1.4

Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat
berguna bagi semua pihak.
1. Bagi instansi terkait, penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan terutama kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
investasi langsung luar negeri.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi mengenai topik
investasi langsung luar negeri dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.
3. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat sebagai proses pembelajaran dan
tambahan pengetahuan yang bermanfaat di masa yang akan datang.

1.5

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah skripsi ini terdiri dari 5 bab dimana
masing-masing bab adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan. Menjelaskan mengenai latar belakang, identifikasi dan
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teori. Menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kerangka pikir,
dan hipotesis penelitian.
3. Bab III Metodologi Penelitian. Menjelaskan mengenai sumber data dan metode
analisis yang digunakan dalam penelitian.
6

4. Bab IV Pembahasan dan Analisis. Menjelaskan mengenai analisis dan hasil yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan.
5. Bab V Penutup. Menjelaskan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke


waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan
ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun
tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya
(Sukirno, 2004).
Boediono (1989), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses
kenaikan output per kapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan
output per kapita naik yang bersumber dari kekuatan yang berada dalam
perekonomian itu sendiri, bukan berasal dari luar atau bersifat sementara atau dengan
kata lain self generating. Self generating dapat diartikan bahwa proses pertumbuhan
itu sendiri menghasilkan suatu kekuatan atau momentum bagi kelanjutan
pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses peningkatan kapasitas produktif
dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang
waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin
lama semakin besar (Todaro dan Smith, 2003).
8

Menurut Todaro dan Smith (2003), ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Sukirno (2004), menerangkan beberapa faktor penting yang dapat
mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim
dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan
barang tambang yang terdapat.
2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja.
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun
penghambat perkembangan ekonomi.
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang
peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.
4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
Adat istiadat yang tradisional dapat menjadi penghambat pembangunan.

2.1.2

Model Pertumbuhan Harrod-Domar

Dalam model pertumbuhan Harrod-Domar dijelaskan bahwa untuk memacu


pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan netto
terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dengan asumsi ada hubungan
ekonomi langsung antara besarnya stok modal secara keseluruhan (K) terhadap GNP
(Y) yang dikenal sebagai rasio modal-output (capital-output rasio) (Todaro dan
Smith, 2003).
Misalkan rasio modal-output sebagai k dan rasio tabungan nasional (national
saving ratio) sebagai s maka dapat disusun model pertumbuhan ekonomi HarrodDomar yang sederhana.
 



Bahwa tingkat pertumbuhan GNP (Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio
tabungan nasional (s) serta rasio modal-output nasional (k). Secara spesifik bahwa
tingkat pertumbuhan pendapatan nasional secara langsung berbanding lurus dengan
rasio tabungan dan berbanding terbalik dengan rasio modal-output.
Dalam model pertumbuhan Harrod-Domar, agar perekonomian bisa
berkembang pesat, maka tabungan dan investasi yang berasal dari GNP harus
ditingkatkan. Semakin banyak tabungan dan investasi maka laju pertumbuhan
ekonomi akan semakin cepat. Namun tingkat pertumbuhan maksimal yang dapat
dijangkau pada setiap tabungan dan investasi tergantung kepada tingkat produktifitas
investasi. Tingkat produktifitas investasi adalah tambahan output yang didapat dari
satu unit investasi yang diukur dari kebalikan rasio modal-output (k) yaitu rasio
10

output-modal (1/k) karena tingkat pertumbuhan pendapatan nasional didapat dari


perkalian antara tingkat produktifitas (1/k) dengan tingkat rasio baru s = 1/Y.

2.1.3

Model Pertumbuhan Neoklasik Solow

Model

pertumbuhan

Solow

merupakan

pengembangan

dari

model

pertumbuhan Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi


kedalam persamaan pertumbuhan. Dalam model pertumbuhan Solow, input tenaga
kerja dan modal memakai asumsi skala yang terus berkurang (diminishing returns)1
jika keduanya dianalisis secara terpisah, sedangkan jika keduanya dianalisis secara
bersamaan memakai asumsi skala hasil tetap (constant returns to scale)2 (Todaro dan
Smith, 2003).
    

Dimana:
Y

: Produk domestik bruto (PDB)

: Stok modal fisik dan modal manusia

: Tenaga kerja

: Tingkat kemajuan teknologi

: Elastisitas output terhadap modal (persentase kenaikan PDB yang bersumber


dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal manusia.

Diminishing returns adalah suatu prinsip yang menyatakan jika suatu faktor produksi baku
dan konstan, sedangkan faktor-faktor produksi lainnnya terus bertambah, maka hasil atau produksi
marjinal dari faktor-faktor produksi tersebut akan terus berkurang.
2
Constant returns to scale adalah kondisi dimana penambahan output sama dengan proporsi
setiap kali inputnya ditambah.

11

Model pertumbuhan Solow menunjukkan pengaruh tabungan, pertumbuhan


populasi, dan kemajuan teknologi terhadap tingkat output perekonomian suatu negara
secara keseluruhan (Mankiw, 2003).
Model ini dikembangkan secara bertahap, tahap pertama adalah mengkaji
pengaruh penawaran dan permintaan barang terhadap akumulasi modal dengan
asumsi bahwa angkatan kerja dan teknologi adalah tetap. Dalam model Solow,
penawaran barang didasarkan pada fungsi produksi dimana output bergantung pada
persediaan modal dan angkatan kerja.
  ,

Model Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala hasil konstan
(constant returns to scale). Jika modal dan tenaga kerja dikalikan dengan z maka
jumlah output juga dikalikan dengan z.
  , 

Sedangkan permintaan barang berasal dari konsumsi dan investasi.

Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari
pendapatan maka mereka mengkonsumsi sebagian 1   .
  1   

Dimana s (tingkat tabungan) adalah angka antara nol dan satu.


Untuk melihat apakah fungsi konsumsi berpengaruh terhadap investasi maka
substitusikan   1    ke identitas perhitungan pendapatan nasional.
  1     

12

Didapat:
  
Persamaan ini menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan. Jadi tingkat
tabungan s merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi.

2.1.4

Investasi Langsung Luar Negeri

Investasi langsung luar negeri adalah arus modal internasional dimana


perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara
lain. Ciri menonjol dari penanaman modal asing langsung adalah melibatkan bukan
hanya pemindahan sumber daya tetapi juga pemberlakuan pengendalian (kontrol)
(Krugman, 1999).
Menurut Salvatore (1995), investasi langsung luar negeri meliputi investasi
kedalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan
berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi,
pembelanjaan berbagai peralatan inventaris, dan sebagainya.
Todaro dan Smith (2003), mendefinisikan investasi langsung luar negeri
sebagai suatu investasi yang dana-dananya langsung digunakan untuk menjalankan
kegiatan bisnis atau mengadakan alat-alat atau fasilitas produksi seperti membeli
lahan, membuka pabrik-pabrik, mendatangkan mesin-mesin, membeli bahan baku
dan sebagainya.
Peranan investasi luar negeri dalam perekonomian atau pertumbuhan ekonomi
sampai saat ini masih diperdebatkan, baik mengenai intensitas maupun arahnya.
Menurut Todaro dan Smith (2003), terdapat dua kelompok pandangan mengenai
13

investasi luar negeri. Kelompok pertama adalah kelompok yang mendukung investasi
luar negeri, mereka memandang investasi luar negeri sebagai pengisi kesenjangan
antara persediaan tabungan, cadangan devisa, penerimaan pemerintah, dan keahlian
manajerial yang terdapat di negara penerimanya dengan tingkat persediaan yang
dibutuhkan untuk dapat mencapai target-target pertumbuhan dan pembangunan.
Kelompok kedua adalah kelompok yang menentang investasi luar negeri dengan
perusahaan multinasionalnya, mereka berargumen bahwa investasi luar negeri
cenderung menurunkan tingkat tabungan dan investasi domestik sehubungan dengan
terciptanya persaingan yang tidak sehat yang bersumber dari perjanjian produksi
antara pihak perusahaan multinasional dengan pihak pemerintah di negara tuan
rumah, dalam jangka panjang penanaman modal asing dapat mengurangi penghasilan
devisa karena adanya impor besar-besaran atas barang setengah jadi dan barang
modal dari perusahaan multinasional serta dikarenakan adanya pengiriman kembali
keuntungan, hasil bunga, royalti, biaya-biaya jasa manajemen, dan dana-dana lainnya
ke negara asalnya.
Argumen yang menentang lainnya adalah kontribusi dalam bentuk pajak
perusahaan yang diberikan perusahaan multinasional terhadap pemerintah jauh lebih
dari yang seharusnya, karena adanya konsekuensi-konsekuensi pajak yang bersifat
liberal, pemberian fasilitas investasi luar negeri yang berlebihan, subsidi-subsidi
terselubung, dan lain sebagainya. Keterampilan dan pengalaman manajemen serta
gagasan teknologi yang diberikan perusahaan multinasional juga tidak memberikan
manfaat yang nyata bagi pembangunan sumber daya manusia di negara penerimanya

14

akibat dari dominasi yang dilakukan perusahaan multinasional di pasar domestik


sehingga membatasi pertumbuhan jaringan kewirausahaan dari perusahaan domestik.

2.1.5

Penelitian Terdahulu

Suryawati (2000), dalam penelitiannya mengenai peranan investasi asing


langsung terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia timur, periode
pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dari tahun 1969-1996, secara
umum dapat disimpulkan bahwa modal asing yang masuk ke negara-negara Asia
timur mempunyai hubungan yang positif dan kuat terhadap pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian hubungan ini hanya hubungan jangka pendek saja. Dalam uji
ekonometri dengan menggunakan metode ECM, terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi dalam jangka panjang antara invetasi asing langsung dengan
pertumbuhan ekonomi untuk studi kasus di Indonesia dan Filipina. Sebaliknya
dengan uji kausalitas Granger disimpulkan bahwa justru pertumbuhan ekonomi di
negara-negara inilah yang menciptakan daya tarik bagi masuknya investasi asing
langsung.
De Gregorio (1992), dalam studinya mengenai faktor-faktor penentu
pertumbuhan ekonomi di 12 negara-negara Amerika latin sepanjang periode 19501985, dengan menggunakan panel data, menemukan bahwa investasi asing
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Nusantara dan Astutik (2001), menganalisis peranan penamanan modal asing
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah regresi berganda (OLS), diperoleh hasil bahwa variabel penanaman modal
15

asing (PMA) mempunyai hubungan yang signifikan dan positif terhadap


pertumbuhan ekonomi.
Flexner (2000), melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi langsung luar negeri (FDI) di Bolivia dan pengaruh FDI
terhadap pertumbuhan ekonomi Bolivia dengan menggunakan data time series
triwulanan dari tahun 1990-1998. Model persamaan regresi yang digunakan adalah:
1. Model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi FDI:
FDI/GDPt = 1 + 2RERt +3DEBT/GDPt + 4DCAP +
5(log)GOVSPENDING/GDPt + 6t-1 + t

2. Model persamaan pertumbuhan ekonomi:


GROWTHt = 1 +2FDI/GDPt + 3DCAP + 4TOTt + 5CREDIT/GDPt +
6(log)GOVSPENDING/GDPt + 7t-1 + t

Dimana:
FDI/GDP

: Rasio FDI riil terhadap GDP riil

RER

: Nilai tukar riil

(log)GOVSPENDING/GDP : Rasio pengeluaran pemerintah riil terhadap GDP riil


dalam bentuk log.

: Inflasi

GROWTH

: Pertumbuhan ekonomi

TOT

: Rasio ekspor terhadap impor (terms of trade)

CREDIT/GDP

: Rasio kredit domestik riil terhadap GDP riil

DCAP

: Dummy variabel yang mengukur efek dari


capital inflow terhadap FDI.
Nilai DCAP pada periode 1990:1995:2 bernilai 0,
sedangkan pada periode 1995:3-1998:4 bernilai 1.

16

Pada model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi FDI, hasil regresi


menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap
FDI kecuali pengeluaran pemerintah dan inflasi. Sedangkan pada model persamaan
pertumbuhan ekonomi, hanya variabel inflasi yang tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini, FDI memberikan pengaruh
yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

2.2

Kerangka Pikir

Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah bahwa terdapat


hubungan yang simultan antara investasi langsung luar negeri dengan pertumbuhan
ekonomi. Dari studi pustaka kemudian ditentukan model penelitian serta mencari data
dari variabel-variabel yang digunakan dalam model, meliputi investasi langsung luar
negeri, nilai tukar rupiah, hutang luar negeri, pengeluaran pemerintah, inflasi, PDB,
ekspor dan impor, serta kredit domestik. Secara ringkas kerangka penelitian
digambarkan sebagai berikut:

17

Pertumbuhan
Ekonomi

Investasi Langsung
Luar Negeri

Terms of Trade

Nilai Tukar
Rupiah

Kredit Domestik

Hutang Luar
Negeri

Pengeluaran
Pemerintah

Pengeluaran
Pemerintah

Inflasi

Inflasi

Gambar 1. Kerangka Pikir

2.3

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan didalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Diduga investasi langsung luar negeri berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2. Diduga variabel-variabel yang merupakan determinan investasi langsung luar
negeri berpengaruh signifikan terhadap investasi langsung luar negeri.

18

BAB III
METODOLOGI

3.1

Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data triwulanan periode 1999-2006 yang


meliputi data produk domestik bruto (PDB), data nilai tukar rupiah, data pengeluaran
pemerintah, data hutang luar negeri, data inflasi, data investasi langsung luar negeri,
data ekspor, data impor, dan data kredit domestik.
Sumber data diperoleh dari berbagai publikasi yaitu: Indikator Ekonomi
(Badan Pusat Statistik), Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (Bank Indonesia),
Laporan Perkembangan Penanaman Modal Indonesia (Badan Koordinasi Penanaman
Modal), dan International Financial Statistic-CD Rom (International Monetery Fund).

3.2

Metode Analisis

3.2.1

Analisis deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan suatu gambaran secara


umum mengenai kondisi dari variabel-variabel makroekonomi yang digunakan dalam
penelitian. Gambaran lebih jelas dinyatakan dalam bentuk grafik, diagram, tabel, dan
lain sebagainya. Gambaran yang ingin dijelaskan dalam penelitian ini adalah
gambaran umum mengenai pertumbuhan ekonomi, investasi langsung luar negeri,
dan variabel makroekonomi lainnya di Indonesia selama periode 1999-2006.
19

3.2.2

Analisis Simultan

Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan variabel ekonomi tidak hanya


bersifat satu arah, tetapi juga bersifat saling mempengaruhi. Dalam bahasa
ekonometrika-nya satu variabel independen (X1) mempengaruhi variabel dependen
(Y) dan sebaliknya variabel Y itu sendiri mempengaruhi X1. Dalam situasi seperti ini,
hubungan kausalitas tidak lagi berarti karena ada hubungan dua arah atau simultan
antara X1 dan Y, yang mengakibatkan adanya keraguan mengenai perbedaan antara
variabel tak bebas dan variabel yang menjelaskan. Sehingga model ini disebut
sebagai model persamaan simultan (simultaneous equation model).
Dalam model persamaan simultan terdapat dua jenis variabel yaitu variabel
endogen (endogeneous variable) dan variabel eksogen (exogeneous variable).
Variabel endogen adalah variabel yang nilainya ditentukan didalam model sehingga
merupakan variabel stokastik atau random (stochastic variable). Sedangkan variabel
eksogen adalah variabel yang nilainya ditentukan diluar model atau ditetapkan
terlebih dahulu (predetermined) sehingga bukan merupakan variabel stokastik (non
stochastic variable).

Persamaan Struktural dan Reduced Form


Model persamaan dalam penelitian ini terdiri dari dua persamaan yang bekerja
secara bersama-sama (simultan) yang didasarkan pada model penelitian yang
dilakukan oleh Flexner (2000), dengan menambahkan variabel pertumbuhan ekonomi
(growth) pada model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi investasi langsung

20

luar negeri (FDI), sehingga kedua model persaman dapat dianalisis secara simultan.
Kedua persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
FDIt = 0 + 1RERt + 2DEBTt + 3Gt + 4INFt-1 + 5GROWTHt + e1t

(1)

GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + e2t

(2)

Dimana:
GROWTHt

: Pertumbuhan ekonomi (PDB) riil tahun t

FDIt

: Rasio investasi langsung luar negeri riil terhadap PDB riil tahun t

TOTt

: Rasio ekspor terhadap impor (terms of trade) tahun t

RERt

: Nilai tukar rupiah riil tahun t

DEBTt

: Rasio hutang luar negeri riil terhadap PDB riil tahun t

Gt

: Rasio pengeluaran pemerintah riil terhadap PDB riil tahun t

INFt-1

: Inflasi tahun t-1 (periode sebelumnya)

CREDITt

: Rasio kredit domestik riil terhadap PDB riil tahun t

Kedua persamaan diatas disebut sebagai persamaan struktural karena


menggambarkan struktur dari suatu perekonomian yang dinyatakan dalam fungsi dari
variabel endogen, variabel eksogen, dan error. Selanjutnya dari persamaan (1) dan (2)
dapat diselesaikan secara simultan untuk mendapatkan bentuk turunan (reduced form)
dari sistem persamaan struktural. Reduced Form atau persamaan reduksi adalah suatu
persamaan yang menjelaskan suatu variabel endogen sebagai fungsi dari variabel
eksogen.
Untuk mendapatkan persamaan reduced form, langkah pertama adalah dengan
mensubstitusikan persamaan (2) kedalam persamaan (1), sehingga menghasilkan
persamaan sebagai berikut:

21

FDIt = 10 + 11TOTt + 12CREDITt + 13Gt +


14RERt + 15DEBTt + 16INFt-1 + vt

(3)

Persamaan (3) tersebut merupakan persamaan reduced form untuk variabel FDI.
Untuk

mendapatkan

persamaan

reduced

form

untuk

variabel

GROWTH,

substitusikan variabel FDI pada persamaan (3) kedalam persamaan (2), sehingga
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
GROWTHt = 20 + 21TOTt + 22CREDITt + 23Gt +
24RERt + 25DEBTt + 26INFt-1 + wt

(4)

Persamaan struktural (1) dan (2) terdiri dari sepuluh koefisien yaitu 1, 2, 3,
4, 5, 1, 2, 3, 4 dan 5, sedangkan persamaan reduced form (3) dan (4) terdiri dari
duabelas untuk mengestimasinya yaitu 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 20, 21, 22,
23, 24, 25 dan 26. Pada kasus ini, parameter pada persamaan struktural dapat
ditaksir dari koefisien pada persamaan reduced form, tetapi taksirannya tidak akan
unik karena salah satu koefisien pada persamaan stuktural mengambil dua nilai pada
koefisien reduced form sehingga harus diputuskan yang mana dari dua nilai tersebut
yang sesuai, dan karenanya fungsi terlalu diidentifikasikan (overidentified)3.
Ketika model persamaan simultan overidentified, maka metode yang
digunakan untuk mengestimasi persamaan simultan tersebut adalah dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil dua tahap (two stage least square).

Jika lebih dari satu nilai angka dapat diperoleh untuk beberapa parameter persamaan
struktural maka dikatakan terlalu diidentifikasikan (overidentified).

22

Identifikasi Persamaan
Selain menggunakan metode persamaan yang direduksi, untuk mengetahui
persamaan simultan dapat diestimasi atau tidak, dapat juga menggunakan metode
identifikasi. Masalah identifikasi adalah apakah koefisien persamaan struktural dapat
diestimasi dari koefisien reduced form atau tidak. Jika dapat diestimasi, maka suatu
persamaan dapat diidentifikasikan (identified). Jika tidak dapat diestimasi, maka suatu
persamaan tidak dapat diidentifikasikan (unidentified).
Suatu

persamaan

yang

dapat

diidentifikasikan

bisa

berupa

tepat

diidentifikasikan (exactly identified)4 atau terlalu diidentifikasikan (overidentified).


Adapun syarat-syarat dalam identifikasi persamaan simultan menurut (Gujarati, 2003)
adalah sebagai berikut:
1. Syarat order
Didalam persamaan simultan M, persamaan simultan dapat diidentifikasikan
jika jumlah variabel eksogen yang dikeluarkan dari persamaan kurang dari jumlah
variabel endogen dikurangi satu (K-k m-1).

Jika (K-k) < (m-1) maka persamaan tidak dapat diidentifikasikan

Jika (K-k) = (m-1) maka persamaan tepat diidentifikasikan

Jika (K-k) > (m-1) maka persamaan terlalu diidentifikasikan

2. Syarat Rank
Didalam persamaan simultan M, suatu persamaan dapat diidentifikasikan jika
mengeluarkan paling tidak M-1 variabel (endogen maupun eksogen).

Jika nilai angka yang unik dari parameter struktural dapat diperoleh maka dikatakan tepat
diidentifikasikan (exactly identified).

23

Jika mengeluarkan tepat sebesar M-1 maka model adalah tepat diidentifikasikan.

Jika lebih dari M-1 maka model terlalu diidentifikasikan.

Dimana:
M

: jumlah variabel endogen di dalam model simultan

: jumlah variabel endogen di dalam persamaan tertentu

: jumlah variabel eksogen di dalam model simultan

: jumlah variabel eksogen di dalam persamaan tertentu


Berdasarkan identifikasi pada model persamaan simultan, apabila model

persamaan simultan adalah overidentified, maka parameter-parameter pada model


persamaan simultan harus diestimasi dengan menggunakan metode two stage least
square (2SLS).

Uji Simultanitas
Jika tidak ada persamaan simultan atau masalah simultanitas, maka estimator
OLS menghasilkan estimator yang efisien dan konsisten. Namun jika ada simultanitas
maka estimator OLS tidak lagi konsisten. Pada saat ada simultanitas, metode 2SLS
akan menghasilkan estimator yang efisien dan konsisten. Masalahnya apabila metode
2SLS ini diterapkan ketika tidak ada simultanitas, maka estimator yang dihasilkan
adalah konsisten tetapi tidak efisien.
Masalah simultanitas muncul karena sebagian dari penaksir yaitu variabel
endogen nampaknya berhubungan dengan gangguan atau kesalahan. Oleh karena itu,
suatu uji simultanitas sangat penting untuk mengetahui apakah penaksir (variabel
endogen) berhubungan dengan kesalahan, jika berhubungan berarti ada masalah

24

simultanitas. Jika tidak ada hubungan maka dapat menggunakan OLS. Untuk
mengetahui hal tersebut digunakan uji spesifikasi kesalahan Hausman atau
Hausmans specification error test.
Uji spesifikasi kesalahan Hausman yang digunakan untuk menguji masalah
simultanitas dapat diterangkan sebagai berikut: Dengan menggunakan kedua
persamaan struktural:
FDIt = 0 + 1RERt + 2DEBTt + 3Gt + 4INFt+ 5GROWTHt + e1

(5)

GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2

(6)

Diasumsikan bahwa RER, DEBT, G, INF, TOT dan CREDIT adalah variabel eksogen
serta FDI dan GROWTH adalah variabel endogen. Jika tidak ada masalah simultanitas
(FDI dan GROWTH adalah saling bebas) maka FDIt dan e2t seharusnya tidak
berkorelasi. Namun, jika ada kejadian simultan maka FDIt dan e2t akan berkorelasi.
Untuk menentukan hal tersebut maka langkah yang dilakukan dalam uji Hausman
adalah sebagai berikut:
Pertama, dari persamaan (5) dan (6) diperoleh persamaan reduced-form
sebagai berikut:
FDIt

= 10 + 11TOTt + 12CREDITt + 13Gt +


14RERt + 15DEBTt + 16INFt-1 + vt

GROWTHt

(7)

= 20 + 21TOTt + 22CREDITt + 23Gt +


24RERt + 25DEBTt + 26INFt-1 + wt

(8)

Dimana vt dan wt adalah kesalahan dari reduced-form.

25

Kemudian diperoleh penaksir OLS dari persamaan (7) sebagai berikut:


 t=
 10 +
 11TOTt +
 12CREDITt +
 13Gt +

 14RERt +
 15DEBTt +
 16INFt-1

(9)

Sehingga,
 t + 
FDIt = 

(10)

 t adalah estimator dari FDIt dan  adalah estimator dari residual. Lalu
dimana 
substitusikan persamaan (10) ke persamaan (6), didapatkan:
 t + 1t) + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + e2t
GROWTHt = 0 + 1(

 t + 1t + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + e2t (11)


= 0 + 1

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini sebagai berikut:


H0 : 1 = 0 (tidak ada simultanitas)
H1 : 1 0 (ada simultanitas)
Statistik uji yang digunakan adalah:


!"


#
 &
$%#

dimana se adalah standar error.


Jika nilai tobs lebih besar dari nilai kritis t dengan derajat bebas (df) sebanyak
jumlah observasi (n) dikurangi jumlah parameter (k) pada derajat kepercayaan ()
tertentu maka hipotesis nul ditolak, berarti koefisien t pada persamaan (11) secara
statistik signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada masalah simultanitas.
Berdasarkan nilai probabilitas tobs, hipotesis nul ditolak jika nilai probabilitas tobs
lebih kecil dari derajat kepercayaan (), berarti ada masalah simultanitas (Gujarati,
2003).
26

Uji Eksogenitas
Seperti kita ketahui bahwa untuk menetapkan yang mana variabel endogen
dan variabel eksogen adalah tanggung jawab seorang peneliti, sehingga hal ini akan
tergantung pada masalah yang ada dan berdasarkan informasi priori yang dimiliki
peneliti. Tetapi hal ini dapat dikembangkan secara statistik untuk menguji apakah
variabel tersebut adalah variabel eksogen atau bukan yaitu dengan menggunakan uji
Hausman yang dibahas sebelumnya.
Pada kedua persamaan struktural (1) dan (2) terbentuk dua variabel endogen
yakni FDIt dan GROWTHt dimana persamaan (2) adalah sebagai berikut:
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2t

(12)

Pada persamaan (12), jika FDIt adalah benar-benar variabel endogen maka
kita tidak bisa menaksir persamaan dengan OLS. Oleh karena itu, harus dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, dari persamaan struktural (1) dan (2) diperoleh persamaan reducedform untuk FDIt dan GROWTHt. Dari persamaan reduced-form tersebut kemudian
- t, yang diprediksi dari nilai-nilai FDIt dan GROWTHt.
 t dan '()*+,
diperoleh 
Kemudian persamaan berikut dapat ditaksir dengan OLS:
 t + e2t
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + t

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:


H0 : 1 = 0
H1 : 1 0

27

 t signifikan)
Dengan menggunakan stastik uji t, jika hipotesis nul ditolak (
maka FDIt dapat dianggap sebagai variabel endogen, namun jika hipotesis nul tidak
 t tidak signifikan) maka FDIt dapat diberlakukan sebagai variabel
ditolak (
eksogen (Gujarati, 2003).

3.2.3

Metode Two Stage Least Square (2SLS)

Metode two stage least square (2SLS) adalah metode yang umum digunakan
untuk mengestimasi persamaan simultan. Metode ini digunakan ketika model
persamaan simultan adalah overidentified. Prosedur dari metode 2SLS adalah sebagai
berikut:
Pertama, Untuk menghilangkan korelasi antara FDIt, dan e2t, maka regresikan
FDIt terhadap semua variabel eksogen dalam sistem persamaan simultan.
 10 +
 11TOTt +
 12CREDITt +
 13Gt +
FDIt =
 14RERt +
 15DEBTt +
 16INFt-1 + $ 1t

(13)

Dimana $ 1t adalah residual dari OLS.


Dari persamaan (13) didapat:

 t=
 10 +
 11TOTt +
 12CREDITt +
 13Gt +

 14RERt +
 15DEBTt +
 16INFt-1

(14)

Sehingga Persamaan (13) dapat dituliskan sebagai berikut:


 t + $ 1t
FDIt = 

(15)

28

yang menunjukkan bahwa FDIt stokastik (random) yang terdiri dari FDIt yang
merupakan kombinasi linier dari TOTt, CREDITt, Gt, RERt, DEBTt dan INFt-1 (yang
non stokastik) dan komponen random e1t .
Kedua, Menggantikan FDIt pada persamaan struktural (2) dengan nilai FDIt
dari persamaan (15). Persamaannya adalah sebagai berikut:
 t + $ 1t) + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + e2t
GROWTHt = 0 + 1(

 t + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + (e2t + 1$ 1t)


= 0 + 1

 t + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt-1 + u*t


= 0 + 1

(16)

Dimana: u*t = e2t + 1$ 1t

Pada persamaan (2), FDIt berkorelasi atau nampaknya berkorelasi dengan e2t,
alasannya adalah sebagai berikut: FDIt adalah kombinasi linier dari variabel-variabel
yang ditetapkan terlebih dahulu seperti RERt, DEBTt, Gt, INFt-1 dan GROWTHt.
Variabel yang ditetapkan terlebih dahulu bersifat non stokastik sehingga FDIt bersifat
stokastik. Dan oleh karena e2t juga merupakan fungsi dari gangguan stokastik,
sehingga FDIt nampaknya berkorelasi dengan e2t, yang menyebabkan OLS menjadi
tidak sesuai.
 t tidak berkorelasi dengan u*t secara
Sedangkan pada persamaan (16), 
asimtotik yaitu dengan sampel besar sehingga OLS dapat diterapkan dengan penaksir
yang diperoleh adalah konsisten yaitu penaksir yang mengarah ke nilai yang
sebenarnya dengan meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas.

29

3.2.4

Asumsi Model Persamaan Simultan

Sebagaimana asumsi-asumsi klasik dalam metode ordinary least square


(OLS), dalam metode two stage least square (2SLS) juga diperlukan asumsi-asumsi
klasik agar dipeoleh taksiran yang konsisten dari parameter karena metode 2SLS
merupakan metode yang meliputi dua penerapan OLS secara berturut-turut. Adapun
asumsi-asumsi klasik yang digunakan dalam metode 2SLS adalah sebagai berikut:
1. Normal
Variabel dependen dan independennya mengikuti distribusi normal, sehingga
diasumsikan bahwa tiap error (ui) dari persamaan struktural berdistribusi normal
dengan:
Rata-rata

: E(ui)

=0

Varians

: E(ui2)

= 2

Cov (ui, uj)

: E(uiuj)

=0

ij

Secara ringkas dapat ditulis:


ui ~ N(0, 2)
Jika residual tidak berdistribusi normal maka metode OLS tidak dapat untuk
menaksir dan menarik kesimpulan dari parameter regresi (Gujarati, 2003).
Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, digunakan
metode histogram dan uji Jarque-Bera (J-B).

Histogram residual
Jika histogram residual menyerupai grafik distribusi normal maka residual

bisa dikatakan berdistribusi normal.

30

Uji Jarque-Bera (J-B)


Uji J-B didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan asimtotik dengan

menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Langkah-langkah dalam uji J-B


adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : residual berdistribusi normal
H1 : residual tidak berdistribusi normal
b. Formula uji statistik J-B adalah:
3 4   3 4
/0  1 2 
9
6
24
1
;<  = >
1
3
?>

1
;<  = @
1

?@
Dimana:
n

: Koefisien skewness

K : Koefisien kurtosis.

: Rata-rata

M0 : Modus

Med

: Median

: Observasi

: Simpangan baku

c. Jika nilai statistik J-B lebih besar daripada nilai kritis chi-squares (2) dengan
derajat bebas (df) 2 pada derajat kepercayaan () tertentu, maka hipotesis nul
diterima, artinya residual berdistribusi normal. Berdasarkan nilai probabilitas J-B,

31

hipotesis nul diterima jika nilai probabilitas J-B lebih besar dari derajat
kepercayaan (), berarti residual berdistribusi normal.
2. Non Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linier diantara beberapa atau
semua variabel independen yang menyusun model regresi. Adanya multikolinearitas
masih menghasilkan estimator yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), tetapi
menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar sehingga sulit mendapatkan
estimasi yang tepat. Salah satu ciri adanya gejala multikolinearitas adalah model
mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi katakanlah diatas 0,8 tetapi hanya
sedikit variabel independen yang signifikan mempengaruhi variabel dependen
melalui uji t.
Pendeteksian model yang bebas multikolinearitas adalah dengan melihat nilai
Variance Inflation Factor (VIF). Langkah-langkah dalam pendeteksian model yang
bebas multikolinearitas adalah sebagai berikut:
a. Lakukan regresi antara satu variabel independen dengan variabel independen
lainnya.
b. Hitung nilai VIF bagi suatu variabel dengan rumus:
A#< 

1
1  (<4

Dimana R2 adalah koefisien determinasi jika variabel Xi diprediksi dari variabel


independen lainnya.

32

c. Jika nilai R2 semakin besar maka nilai VIF juga semakin besar. Jika nilai VIF
lebih besar dari 10 berarti variabel independen mengalami multikolinearitas
(Webster, 1992).
3. Homoskedastisitas
Asumsi homoskedastisitas adalah bahwa varian dari residual antara
pengamatan yang satu dengan pengamatan yang lain adalah konstan, yang dinyatakan
sebagai berikut:
E(ui2) = 2
Dengan adanya varian residual tidak konstan (heteroskedastisitas), estimator OLS
masih menghasilkan estimator linier dan tidak bias (LUE) namun tidak lagi efisien
karena tidak mempunyai varian minimum.
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji
White (White test). Langkah-langkah dalam uji White adalah sebagai berikut:
a. Lakukan estimasi pada kedua persamaan struktural (1) dan (2) dimana persamaan
(2) adalah sebagai berikut:
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2t

(17)

kemudian didapatkan residualnya (e2t).


b. Lakukan regresi pada persamaan (17) yang disebut regresi auxillary:

Regresi auxillary tanpa perkalian antar variabel independen (no cross terms)
e2t2 = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt +
6FDIt2 + 7TOTt2 + 8CREDITt2 + 9Gt2 + 10INFt2 + wt

33

Regresi auxillary dengan perkalian antar variabel independen (cross terms)


e2t2 = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + 6FDIt2 +
7TOTt2 + 8CREDITt2 + 9Gt2 + 10INFt2 + 11FDItTOTt +
12FDItCREDITt + 13FDItGt + 14FDItINFt +
15TOTtCREDITt + 16TOTtGt + 17TOTtINFt +
18CREDITtGt + 19CREDITtINFt + 20GINFt +wt

kemudian didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) dari regresi auxillary ini.
c. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada heteroskedastisitas
H1 : ada heteroskedastisitas
d. Uji White didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan dengan R2 yang akan
mengikuti distribusi chi-squares (2) dengan derajat bebas (df) sebanyak variabel
independen (tidak termasuk konstanta) dalam regresi auxillary.
4
1. ( 4 D EFG
4
dengan derajat
e. Jika nilai n.R2 lebih kecil dari nilai kritis chi-squares (EFG

kepercayaan () tertentu, maka hipotesis nul diterima, artinya tidak ada masalah
heteroskedastisitas dalam model. Berdasarkan nilai probabilitas n.R2, hipotesis
nul diterima jika nilai probabilitas n.R2 lebih besar dari derajat kepercayaan (),
berarti model tidak mengandung masalah heteroskedastisitas (Gujarati, 2003).

34

4. Non Autokorelasi
Non Autokorelasi berarti tidak adanya hubungan antara residual satu
observasi dengan observasi lain yang berlainan waktu, yang dinyatakan sebagai
berikut:
E(ui, uj) 0

ij

Dengan adanya autokorelasi, estimator yang dihasilkan masih bersifat linier dan tidak
bias (LUE), tetapi tidak mempunyai varian yang minimum.
Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi
adalah dengan uji Bruesch-Godfrey, yang lebih umum dikenal dengan uji lagrange
multiplier (LM test). Langkah-langkah dalam uji LM adalah sebagai berikut:
a. Lakukan estimasi pada kedua persamaan struktural (1) dan (2) dimana persamaan
(2) adalah sebagai berikut:
GROWTHt = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + e2t

(18)

kemudian didapatkan residualnya (e2t).


b. Lakukan regresi residual e2t dengan variabel independen (FDIt, TOTt, CREDITt, Gt,
INFt) dan lag residual e2t-1, e2t-2, ..., e2t-p.
e2t = 0 + 1FDIt + 2TOTt + 3CREDITt + 4Gt + 5INFt + 1et-1 + ... + et-p + wt
dimana p adalah banyaknya lag dari residual yang ditambahkan pada model

regresi. Kemudian didapatkan nilai koefisien determinasinya (R2).


c. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada autokorelasi
H1 : ada autokorelasi

35

d. Uji LM didasarkan pada jumlah sampel (n-p) dikalikan dengan R2 yang akan
mengikuti distribusi chi-squares dengan derajat bebas (df) sebanyak p.
1  H ( 4 D EI4
e. Jika nilai (n-p)R2 lebih kecil dari nilai kritis chi-squares (EI4 ) pada derajat
kepercayaan () tertentu maka hipotesis nul diterima, artinya tidak ada masalah
autokorelasi dalam model. Berdasarkan nilai probabilitas (n-p)R2, hipotesis nul
diterima jika nilai probabilitas (n-p)R2 lebih besar dari derajat kepercayaan (),
berarti model tidak mengandung masalah autokorelasi (Gujarati, 2003).

36

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Variabel-variabel Makroekonomi di Indonesia

4.1.1

Perkembangan Investasi Langsung Luar Negeri

Nilai realisasi investasi langsung luar negeri di Indonesia selama periode 1999
sampai 2006 terus berfluktuatif. Nilai realisasi langsung luar negeri di Indonesia
selama tahun 1999 mencapai Rp63.957,14 miliar, kemudian meningkat menjadi
Rp83.198,1 miliar pada tahun 2000 akibat membaiknya kondisi sosial, politik, dan
keamanan serta proses restrukturisasi perbankan, perusahaan, dan hutang luar negeri
swasta.
100000
90000
80000

Miliar Rp

70000
60000
50000
40000
30000

fdi

20000
10000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: BKPM, diolah

Gambar 2. Perkembangan Investasi Langsung Luar Negeri di Indonesia periode


1999-2006

37

Selama tahun 2000 sampai 2003, nilai realisasi investasi langsung luar negeri
menunjukkan kecenderungan yang menurun hingga mencapai nilai yang paling
rendah pada tahun 2002 yang mencapai Rp28.677,5 miliar akibat berbagai kejadian
yang terjadi di dalam negeri. Mulai dari isu teroris di Indonesia setelah terjadi
peristiwa pengeboman di AS pada tahun 2001 hingga merebaknya wabah SARS di
Asia pada tahun 2003, yang ikut mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Dan
juga dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju pada
tahun 2002.
Sejak tahun 2004 sampai 2005, trend perkembangan investasi langsung luar
negeri di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat sampai pada tahun
2005 nilai realisasi investasi langsung luar negeri mencapai angka tertinggi yakni
sebesar Rp87.058,6 miliar yang disebabkan oleh membaiknya kinerja perekonomian
Indonesia. Nilai realisasi investasi luar negeri selama tahun 2006 hanya mencapai
Rp54.920 miliar, lebih rendah bila dibandingkan dengan periode sebelumnya.

4.1.2

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Setelah tumbuh sebesar 4,1 persen pada tahun 2000, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 3,6 persen. Namun pada
tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali meningkat yang mencapai 4,4
persen yang disebabkan membaiknya berbagai faktor ekonomi dan nonekonomi
terutama dari sisi internal. Dan juga dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga yang
relatif terkendali sehingga daya beli masyarakat semakin baik. Disamping itu, suku
bunga yang menurun juga mendorong pertumbuhan konsumsi swasta.
38

Membaiknya

kondisi

sosial,

politik,

dan

keamanan,

serta

proses

restrukturisasi perbankan, perusahaan, dan hutang luar negeri swasta juga akan
mampu mendorong perkembangan sektor riil terutama melalui peningkatan
penyaluran kredit kepada sektor swasta dan peningkatan arus modal asing (PMA),
baik berupa investasi portofolio maupun investasi langsung.
6
5

Persen

4
3

growth

2
1
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: BPS, diolah

Gambar 3. Perkembangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1999-2006


Dampak positif dari pemulihan ekonomi pada tahun 2002 berlanjut hingga
tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 mencapai 4,7 persen akibat
membaiknya berbagai faktor ekonomi dan nonekonomi baik dari sisi internal maupun
eksternal. Langkah awal dari faktor nonekonomi ini penting untuk pemulihan
kepercayaan masyarakat dan pelaku pasar terhadap ekonomi makro dan moneter.
Pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh meningkatnya permintaan domestik serta
dukungan lingkungan ekonomi eksternal yang lebih kondusif.

39

Pertumbuhan ekonomi selain disebabkan oleh meningkatnya pendapatan


masyarakat, juga dipengaruhi oleh terkendalinya tingkat harga dalam negeri dan juga
menguatnya kurs rupiah sehingga secara relatif daya beli masyarakat meningkat.
Selain itu suku bunga yang menurun serta semakin maraknya lembaga pembiayaan
untuk kredit konsumsi juga akan mendorong pertumbuhan konsumsi swasta.
Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan penguatan yang cukup
signifikan pada tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 mencapai
5,6 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 5 persen.
Selama tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,4
persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun
2005. Kinerja ekonomi Indonesia pada tahun 2006 erat kaitannya dengan situasi dan
kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah pada tahun 2005. Upaya percepatan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 dihadapkan pada tantangan yang cukup berat,
antara lain; tingginya harga minyak dunia yang menyebabkan penyesuain harga BBM
di dalam negeri pada tahun 2005, pengetatan kebijakan moneter dalam rangka
stabilitasi yang mengakibatkan tingginya suku bunga pinjaman, terbatasnya
ketersediaan infrastruktur, dan belum tuntasnya proses pembenahan disektor riil guna
meningkatkan iklim investasi dan usaha yang kondusif.

4.1.3

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Pada tahun 2000, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.421,77 per US$,
kemudian tahun 2001 nilai tukar rupiah menunjukkan kecenderungan melemah
hingga mencapai Rp10.260,85 per US$ pada tahun 2001. Setelah sidang istemewa
40

MPR pada pertengahan tahun 2001, nilai tukar rupiah kembali menguat hingga
mencapai Rp9.311,19 per US$ pada tahun 2002, penguatan nilai tukar tersebut
diperkirakan akibat membaiknya stabilitas sosial, politik dan keamanan dalam negeri
pada tahun 2002.
Berbagai faktor positif yang terjadi pada tahun 2002 terutama kecenderungan
menguatnya nilai tukar rupiah dan semakin kondusifnya kondisi politik dan
keamanan dalam negeri terus berlanjut, sampai pada tahun 2003 nilai tukar rupiah
mencapai rata-rata Rp8.577,13 per US$.
12000
10000

Rp/US$

8000
6000

kurs

4000
2000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: IMF, diolah

Gambar 4. Perkembangan nilai tukar rupiah di Indonesiaperiode 1999-2006


Nilai tukar rupiah pada tahun 2005 rata-rata sebesar Rp9.704,74 per US$,
cenderung melemah bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Namun seiring
dengan meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, pada tahun 2006 rupiah
kembali menguat. Penguatan tersebut terus berlanjut dangan volatilitas yang menurun
sampai pada 2006 nilai tukar rupiah menguat menjadi sebesar Rp9.159,32 per US$.

41

4.1.4

Perkembangan Hutang Luar Negeri

Berbeda dengan hutang luar negeri Indonesia pada tahun sebelumnya, hutang
luar negeri Indonesia pada tahun 2000 meningkat menjadi sebesar Rp323.005 miliar
dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp306.617 miliar. Peningkatan ini
berasal dari naiknya hutang luar negeri pemerintah akibat adanya pinjaman IMF pada
tahun 2000. Namun setelah itu posisi hutang luar negeri terus mengalami penurunan
sampai tahun 2002 menjadi Rp296.767 miliar. Penurunan terutama karena turunnya
utang swasta akibat pembayaran atas utang yang jatuh tempo.
Posisi

hutang

luar

negeri

pada

periode

selanjutnya

menunjukkan

kecenderungan yang meningkat setelah pada periode sebelumnya cenderung


menurun. Pada tahun 2003, posisi hutang luar negeri sebesar Rp298.645 miliar,
jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahunsebelumnya. Peningkatan hutang
luar negeri tersebut akibat defisit anggaran luar negeri pada tahun 2003 serta masih
tingginya pembayaran cicilan pokok yang jatuh tempo pada tahun 2003. Peningkatan
tersebut masih terus berlanjut hingga tahun 2004, posisi hutang luar negeri Indonesia
mencapai Rp321.033 miliar.
Posisi hutang luar negeri pada tahun 2005 sebesar Rp320.318 miliar. Apabila
dibandingkan dengan hutang luar negeri pada periode sebelumnya, jumlah tersebut
mengalami penurunan. Masih rendahnya hutang luar negeri pada tahun 2005
berkaitan dengan ditetapkannya beberapa kebijakan yang berkaitan dengan hutang
luar negeri mulai tahun 2005 yang memerlukan waktu penyelesaian yang relatif lama.

42

325000
320000

Miliar Rp

315000
310000
305000
300000

debt

295000
290000
285000
280000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: BI, diolah

Gambar 5. Perkembangan hutang luar negeri di Indonesia periode 1999-2006


Posisi hutang luar negeri Indonesia pada tahun 2006 relatif sama dengan
dengan posisi hutang luar negeri pada tahun 2005, mengingat tidak adanya tambahan
pinjaman lain akibat belum selesainya penyusunan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan hutang luar negeri pada tahun 2005, yang merupakan syarat
encairan pinjaman.

4.1.5

Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Selama periode 1999 sampai 2001, pengeluaran pemerintah cenderung


mengalami kenaikan, dari Rp88.061,85 miliar pada tahun 1999 menjadi sebesar
Rp90.771,2 miliar pada tahun 2000 dan mencapai Rp99.007,4 miliar pada tahun
2001. Peningkatan ini disebabkan oleh membengkaknya beban anggaran belanja
pemerintah pusat serta meningkatnya alokasi pengeluaran transfer ke daerah.

43

Faktor utama penyebab bertambah besarnya beban anggaran pengeluaran


pemerintah pusat akibat naiknya pengeluaran rutin dalam jumlah yang cukup besar
akibat krisis ekonomi, dan adanya kebutuhan untuk memberikan stimulus secara
terbatas pada perekonomian nasional sesuai dengan kemampuan fiskal. Sementara
peningkatan alokasi transfer untuk daerah pada dasarnya merupakan konsekuensi
logis dari adanya tuntutan untuk merealisasikan secara konsisten pelaksanaan
otonomi daerah.
Pada tahun 2002, secara rata-rata pengeluaran pemerintah mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan peran pemerintah dalam
mendorong perekonomian yang tercermin pada pertumbuhan konsumsi pemerintah
yang tinggi yang disebabkan nenurunnya beban subsidi pemerintah.
180000,00
160000,00

Miliar Rp

140000,00
120000,00
100000,00
80000,00

60000,00
40000,00
20000,00
0,00
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: BPS, diolah

Gambar 6. Perkembangan pengeluaran pemerintah di Indonesia periode 1999-2006

44

Pada pertengahan tahun 2003, pengeluaran pemerintah juga menunjukkan


kecenderungan meningkat, pengeluaran pemerintah mencapai Rp128.147,62 miliar
yang bersumber dari privatisasi BUMN yang dilakukan pemerintah pada tahun 2003.
Sementra itu, pada tahun 2005 pengeluaran pemerintah meningkat tajam yang
mencapai Rp140.077,67 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan meningkatnya
belanja pegawai, subsidi BBM dan belanja lainnya. Bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, secara umum pengeluaran pemerintah pada tahun 2006 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2005.

4.1.6

Perkembangan Inflasi

Secara kumulatif laju inflasi pada tahun 1999 cukup rendah yakni sebesar
2.18 persen. Kemungkinan akibat penguatan nilai tukar rupiah pada periode tersebut.
Namun pada tahun 2000 laju inflasi mengalami peningkatan mencapai 9,07 persen.
Selama tahun 2001, laju inflasi mencapai 12 persen yang disebabkan oleh
melemahnya kurs rupiah yang diikuti dengan kenaikan harga bahan bakar minyak dan
tarif dasar listrik (TDL), serta tingginya permintaan akan barang jasa yang
disebabkan oleh berlangsungnya hari raya keagamaan secara bersama pada akhir
tahun. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan TDL tersebut telah
mendorong laju inflasi yang cukup tinggi pada tahun 2001.
Pada tahun 2002 laju inflasi menurun menjadi 9,68 persen. Beberapa faktor
penyebab turunnya laju inflasi pada tahun 2002 antara lain meningkatnya nilai tukar
rupiah, tersedianya barang dan jasa dalam jumlah yang cukup serta kebijakan fiskal
dan moneter yang hati-hati dan konsisten. Pada tahun 2003 laju inflasi turun menjadi
45

5 persen. Laju inflasi yang rendah pada tahun 2003 kemungkinan disebabkan oleh
semakin membaiknya ekspetasi inflasi masyarakat, menguatnya nilai tukar rupiah,
semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah, serta kebijakan fiskal dan moneter
yang hati-hati dan konsisten.
18
16
14

Persen

12
10
8

inflasi

6
4
2
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber:BI, diolah

Gambar 7. Perkembangan inflasi di Indonesia periode 1999-2006


Pada tahun 2004 laju inflasi kembali meningkat menjadi 6,28 persen.
Memasuki tahun 2005, laju inflasi kembali tertekan hingga mencapai 16,3 persen
sebagai dampak dari bencana alam di NAD dan Sumatera Utara, serta ekspektasi
kenaikan harga BBM. Pada tahun 2006 laju inflasi mengalami penurunan
dibandingkan periode sebelumnya yang menunjukkan bahwa ekonomi makro pada
tahun 2006 sudah cukup stabil. Hal ini ditandai dengan menguatnya nilai tukar rupiah
dan menurunnya tingkat suku bunga SBI 3 bulan sejak awal tahun 2006.

46

4.1.7

Perkembangan Ekspor dan Impor

Sejak

tahun

1999

sampai

2000,

nilai

ekspor

terus

menunjukkan

kecenderungan meningkat. Peningkatan ini bersumber dari meningkatnya ekspor


nonmigas pada tahun 2000 yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang
mendorong kegiatan ekspor. Sedangkan nilai impor pada periode tersebut
menunjukkan kecenderungan menurun, penurunan tersebut juga terjadi di sektor
migas dan nonmigas.

Miliar Rp

1000000
900000
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000

ekspor
impor

0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: BPS, diolah

Gambar 8. Perkembangan ekspor dan impor di Indonesia periode 1999-2006


Pada tahun 2002 pertumbuhan ekspor cenderung negatif. Demikian pula
pertumbuhan impor. Ekspor pada tahun 2000 dan 2001 masing-masing sebesar
Rp569.490,3 miliar dan Rp573.163,4 miliar rupiah, turun menjadi Rp566.188,4
miliar pada awal tahun 2002. Impor yang sebelumnya sebesar Rp423.317,9 miliar
dan Rp441.012 miliar pada tahun 2000 dan 2001, turun menjadi Rp422.271,4 miliar
pada tahun 2002 yang kemungkinan disebabkan oleh dampak negatif bom Bali.

47

Namun dengan adanya indikasi awal mulai pulihnya perekonomian dunia dan
kembalinya momentum pulihnya perekonomian, meskipun masih ditandai dengan
berbagai kendala, sejak tahun 2003 nilai ekspor cenderung meningkat yakni sebesar
Rp599.516,4 miliar.
Masih kuatnya permintaan dunia dan tingginya tingginya harga minyak di
pasar internasional menyebabkan kinerja ekspor masih cukup baik. Ekspor pada
tahun 2004 meningkat menjadi Rp680.621 miliar. Peningkatan ini bersumber dari
peningkatan ekspor nonmigas yang dipicu oleh lebih tingginya ekspor hasil industri
dan hasil tambang. Sedangkan meningkatnya ekspor migas dipicu oleh meningkatnya
harga minyak internasional.
Impor pada tahun 2005 juga meningkat menjadi Rp635.920,14 miliar
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp543.183,81 miliar. Meningkatnya
impor tersebut bersumber dari meningkatnya impor nonmigas yang dipicu oleh impor
bahan baku/penolong terkait dengan meningkatnya kegiatan investasi dan juga
meningkatnya impor migas akibat harga minyak internasional yang masih cukup
tinggi serta meningkatnya konsumsi BBM dalam negeri.
Ekspor pada tahun 2006 mencapai Rp864.503,5 miliar, meningkat bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
Rp791.995,9 miliar. Peningkatan ini bersumber dari peningkatan ekspor nonmigas
akibat meningkatnya ekspor hasil industri dan ekspor migas yang lebih disebabkan
oleh tingginya harga minyak di pasar internasional. Sementara impor pada tahun
2006 juga mengalami peningkatan mencapai Rp684.077,75 atau mengalami
peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang bersumber dari meningkatnya
48

impor nonmigas yang disebabkan oleh meningkatnya konsumsi dan investasi dalam
negeri serta bersumber dari menurunnya impor migas karena menurunnya konsumsi
BBM dalam negeri.

4.1.8

Perkembangan Kredit

Selama tahun 1999, posisi kredit perbankan mengalami penurunan mencapai


Rp3.673.165 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh kredit macet bank persero
ke BPPN dan dihapuskannya data kredit 38 bank beku usaha (BBKU) dari statistik
perbankan pada bulan maret 1999.
Sejak tahun 2000, posisi kredit perbankan mulai menunjukkan kecenderungan
meningkat, dari sebesar Rp2.916.611 pada tahun 2000 lalu meningkat mencapai
Rp3.550.390 miliar pada tahun 2001. Peningkatan ini bersumber dari peningkatan
kredit rupiah yang disebabkan adanya penyaluran kredit baru dan penjualan kredit
yang telah direstrukturisasi oleh BPPN ke sektor perbankan serta penurunan kredit
valuta asing disebabkan adanya pelunasan, penghapusbukuan dan penjualan kredit.
Kredit perbankan terus menunjukkan kecenderungan trend yang meningkat
selama tahun 2002, terutama kredit rupiah. Sedangkan kredit valuta asing berfluktuasi
karena adanya pengaruh perubahan nilai tukar. Posisi kredit perbankan pada tahun
2003 juga menunjukkan peningkatan namun tidak terlalu cepat. Selama tahun 2003,
posisi kredit perbankan mencapai Rp4.761.482 miliar, jumlah ini lebih besar jika
dibandingkan pada tahun 2002 yang mencapai Rp3.890.826 miliar.

49

10000000
9000000
8000000

Miliar Rp

7000000
6000000
5000000
4000000
3000000

kredit

2000000
1000000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Sumber: BI, diolah

Gambar 9. Perkembangan kredit di Indonesia periode 1999-2006


Selanjutnya posisi kredit perbankan pada tahun 2004 cenderung meningkat
daripada tahun 2003 akibat peningkatan fungsi intermediasi perbankan yang
tercermin pada rasio LDR yang meningkat selama tahun 2004. Di sektor perbankan,
peranan perbankan dalam perekonomian meningkat terutama dalam penyaluran kredit
kepada dunia usaha. Pada tahun 2005 dan 2006 kredit perbankan secara umum terus
meningkat. Membaiknya kinerja perbankan tersebut tidak terlepas dari pelaksanaan
konsolidasi dan peningkatan kehati-hatian perbankan.

50

4.2

Model Persamaan Simultan

4.2.1

Identifikasi Persamaan

Berdasarkan identifikasi pada model persamaan simultan dengan syarat order


dan syarat rank, hasil identifikasi menunjukkan bahwa model persamaan simultan
adalah overidentified, sehingga parameter-parameter pada model persamaan simultan
harus diestimasi dengan menggunakan metode two stage least square (2SLS).
Tabel 3. Syarat Order
Persamaan
K-k
(1)
8-4=4
(2)
8-4=4

<, >, =
>
>

m-1
2-1=1
2-1=1

Identified
Over Identified
Over Identified

Sumber (Gujarati, 2003)

Tabel 4. Syarat Rank


Persamaan
M-1
(1)
(2)

<, >, =

2-1=1
2-1=1

Variabel yang Dikeluarkan


(Eksogen dan Endogen)
2
2

<
<

Identified
Over Identified
Over Identified

Sumber (Gujarati, 2003)

4.2.2

Uji Simultanitas

Untuk

uji

simultanitas

pada

model

persamaan

faktor-faktor

yang

mempengaruhi investasi langsung luar negeri, persaman regresi yang terbentuk


adalah sebagai berikut:
FDI = -2,66 - 3,75e-06RER +0,82DEBT +1,17G +0,004INFLASI(-1) +0,19GROWTH +0,97RESID01
tstat

(0,0035)

(0,1077)

(0,0000)

(0,000)

(0,0014)

(0,0046)

(0,0000)

Sedangkan pada model persamaan pertumbuhan ekonomi, persamaan regresi


yang terbentuk adalah sebagai berikut:

51

GROWTH = 11,71 - 1,71FDI + 0,29TOT + 0,27CREDIT + 0,72G + 0,004INFLASI(-1) +1,15RESIDO2


tstat

(0,0000) (0,0000)

(0,0146)

(0,0000)

(0,4741)

(0,3528)

(0,0070)

Berdasarkan nilai probabilitas t-statistic untuk variabel residual pada masingmasing persamaan (resid01 dan resid02), nilai probabilitas t-statistic untuk variabel
residual pada masing-masing persamaan lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10
persen, maka hipotesis nul pada masing-masing persamaan ditolak (residual
signifikan), berarti ada masalah simultanitas pada masing-masing persamaan.

4.2.3

Uji Eksogenitas

Untuk uji eksogenitas, persamaan regresi yang terbentuk pada persamaan


faktor-faktor yang mempengaruhi investasi langsung luar negeri adalah:
FDI = -2,23 - 3,01e-06RER + 0,88DEBT + 1,64G + 0,005INFLASI(-1) + 0,38GROWTH - 0,23GROWTHF

tstat (0,1998)

(0,5101)

(0,0005) (0,0015)

(0,0306)

(0,0086)

(0,0165)

Sedangkan pada model persamaan pertumbuhan ekonomi persamaan regresi


yang terbentuk adalah :
GROWTH = 11,97 - 0,55FDI + 0,19TOT + 0,23CREDIT + 1,01G + 0,003INFLASI(-1) - 2,08FDIF
tstat

(0,0000) (0,2377)

(0,0929)

(0,0000)

(0,3086)

(0,4616)

(0,0034)

Berdasarkan nilai probabilitas t-statistic untuk variabel GROWTHF dan FDIF


pada masing-masing persamaan, nilai probabilitas t-statistic untuk variabel FDIF dan
GROWTHF pada masing-masing persamaan lebih kecil dari derajat kepercayaan ()
=10 persen, maka hipotesis nul pada masing-masing persamaan ditolak (FDIF dan
GROWTHF signifikan), berarti FDI dan GROWTH dapat dianggap sebagai variabel
endogen.

52

4.3

Metode Two Stage Least Square (2SLS)

4.3.1

Model Persamaan Faktor-Faktor


Langsung Luar Negeri

yang

Mempengaruhi

Investasi

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software EViews4


dengan metode Two Least Square (2SLS) diperoleh model regresi sebagai berikut:
FDI = -6,44 + 2,13e-07RER + 1,25DEBT + 1,46G + 0,0046INFLASI(-1) + 0,47GROWTH
tstat

(0,0043)

(0,9710)

(0,0022) (0,0112)

R-squared

= 0,45

Prob (F-statistic)

= 0,0027

(0,0691)

(0,0462)

Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,45 artinya bahwa variasi variabelvariabel eksogen mampu menjelaskan investasi langsung luar negeri sebesar 45
persen. Secara bersama-sama semua variabel eksogen berpengaruh signifikan
terhadap investasi langsung luar negeri pada derajat kepercayaan 10 persen, dilihat
dari nilai probabilitas F-statistic yang lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10
persen. Secara parsial semua variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap
investasi langsung luar negeri, kecuali nilai tukar rupiah, dilihat dari nilai probabilitas
t-statistic yang lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10 persen. Hutang luar
negeri, pengeluaran pemerintah, inflasi periode sebelumnya, dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi langsung luar negeri pada derajat
kepercayaan 10 persen.
Nilai koefisien hutang luar negeri sebesar 1,25 artinya bahwa jika rasio hutang
luar negeri terhadap PDB dinaikkan sebesar 1 persen maka rasio investasi langsung

53

luar negeri terhadap PDB akan naik sebesar 1,25 dan sebaliknya. Berdasarkan latar
belakang penelitian, hal ini disebabkan karena meningkatnya hutang luar negeri pada
akhirnya akan menjadi beban yang akan memberatkan bagi perekonomian karena
tingginya hutang luar negeri berarti akan semakin besar sumber dana dalam negeri
yang digunakan untuk melakukan pembayaran bunga dan cicilan hutang ke luar
negeri sehingga pemerintah akan meningkatkan modal asing untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Nilai koefisien pengeluaran pemerintah sebesar 1,46 artinya bahwa kenaikan
rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB sebasar 1 persen akan menaikkan rasio
investasi langsung luar negeri terhadap PDB sebesar 1,46 persen dan sebaliknya. Hal
ini sesuai dengan penelitian terdahulu, dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah
berarti pemerintah membutuhkan sumber dana untuk membiayai pengeluarannya,
salah satunya adalah investasi langsung luar negeri.
Nilai koefisien inflasi sebesar periode sebelumnya sebesar 0,0046 artinya
bahwa peningkatan inflasi periode sebelumnya akan mengakibatkan peningkatan
rasio investasi langsung luar negeri terhadap PDB sebesar 0,0046 persen dan
sebaliknya. Berdasarkan penelitian terdahulu, kenaikan inflasi malah akan
menurunkan pertumbuhan investasi langsung luar negeri karena jika inflasi
meningkat maka harga-harga juga akan meningkat yang diikuti dengan kenaikan
biaya produksi pada perusahaan sehingga tingkat pengembalian investasi akan
menurun yang menyebabkan aliran investasi langsung luar negeri juga menurun.
Terjadinya inflasi yang tinggi menggambarkan buruknya kondisi perekonomian suatu
negara sehingga tingkat kepercayaan investor berkurang. Namun kondisi tersebut
54

tidak berlaku di Indonesia, karena besarnya laju inflasi di Indonesia selalu dikontrol
oleh pemerintah hingga tidak lebih dari dua digit, sehingga investor asing yang akan
berinvestasi beranggapan bahwa keadaan ini mengindikasikan keadaan ekonomi yang
cukup baik (Qomariyah, 2004).
Nilai koefisien pertumbuhan ekonomi sebesar 0,47 artinya bahwa kenaikan
pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 1 persen akan menaikkan rasio investasi
langsung luar negeri terhadap PDB sebesar 0,47 persen.

4.3.2

Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software EViews4


dengan metode Two Least Square (2SLS) diperoleh model regresi sebagai berikut:
GROWTH = 11,66 - 3,046FDI + 0,36TOT + 0,29CREDIT - 0,0143G + 0,0017INFLASI(-1)
tstat

(0,0000) (0,0000)

(0,0329)

R-squared

= 0,64

Prob (F-statistic)

= 0,000003

(0,0001)

(0,9922)

(0,7912)

Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,64 artinya bahwa variasi variabelvariabel eksogen mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 64
persen. Secara bersama-sama semua variabel eksogen berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) pada derajat kepercayaan 10 persen, dilihat
dari nilai probabilitas F-statistic yang lebih kecil dari derajat kepercayaan () = 10
persen. Secara parsial semua variabel eksogen berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi (PDB), kecuali pengeluaran pemerintah dan inflasi periode
sebelumnya, dilihat dari nilai probabilitas t-statistic yang lebih rendah dari derajat

55

kepercayaan () = 10 persen. Investasi langsung luar negeri, terms of trade, dan


kredit domestik berpengaruh siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) pada
derajat kepercayaan 10 persen.
Nilai koefisien investasi langsung luar negeri sebesar -3,046 artinya bahwa
kenaikan pada rasio investasi luar negeri terhadap PDB sebesar 1 persen akan
menurunkan pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 3,046 persen dan sebaliknya.
Berdasarkan teori-teori pertumbuhan ekonomi, investasi merupakan sumber modal
yang sangat dibutuhkan oleh suatu negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi,
terutama sebagai pengisi kesenjangan antara persediaan tabungan, cadangan devisa,
dan penerimaan pemerintah, serta meningkatkan keahlian manajerial untuk mencapai
target-target pertumbuhan dan pembangunan. Namun pada kenyataannya, kondisi
tersebut tidak berlaku di Indonesia khususnya selama periode penelitian penulis. Hal
ini mungkin disebabkan karena periode penelitian penulis yang pendek sehingga
belum dapat melihat pengaruh jangka panjang investasi langsung luar negeri dalam
menaikkan pertumbuhan ekonomi, karena investasi langsung luar negeri merupakan
investasi kedalam aset-aset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik,
pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan
produksi, pembelanjaan berbagai peralatan inventaris, dan sebagainya sehingga
memerlukan waktu dan proses yang cukup lama untuk dapat memacu pertumbuhan
ekonomi. Dan juga penanaman modal asing dianggap cenderung menurunkan tingkat
tabungan dan investasi domestik (Todaro dan Smith, 2003).

56

Nilai koefisien terms of trade sebesar 0,36 artinya bahwa peningkatan rasio
ekspor terhadap impor sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
(PDB) sebesar 0,36 persen. Jika rasio ekspor terhadap impor meningkat maka negara
memperoleh surplus perdagangan dimana nilai ekspor lebih tinggi dari nilai impor
yang akan meningkatkan penerimaan devisa negara dan terjadi penambahan modal
yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya.
Nilai koefisien kredit domestik sebesar 0,29 artinya bahwa kenaikan rasio
kredit domestik terhadap PDB sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,29 persen dan sebaliknya. Jika kredit domestik meningkat maka
produksi di sektor swasta juga akan meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.

4.4

Pendeteksian Asumsi Model Persamaan Simultan

4.4.1

Model Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi


Langsung Luar Negeri

1. Uji Normalitas

Histogram residual
Berdasarkan grafik histogram dari residual pada gambar 4.1, bentuk

histogramnya sepertinya didistribusikan secara simetris sehingga residualnya diduga


didistribusikan secara normal.

57

Uji Jarque-Bera
Pada gambar 4.1 nilai probabilitas J-B = 0,58 lebih besar dari derajat

kepercayaan () = 10 persen maka hipotesis nul diterima, artinya residual


berdistribusi normal.

7
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31

6
5

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

4
3
2
1
0
-0.04

Jarque-Bera
Probability
-0.02

0.00

0.02

1.28E-16
-0.001559
0.045154
-0.035704
0.021205
0.300871
2.306063
1.089704
0.579927

0.04

Gambar 10. Histogram Residual Pada Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Investasi Langsung Luar Negeri
2. Uji Multikolinearitas
Nilai VIF yang didapat adalah sebagai berikut:
VIFRER

= 4,13

VIFDEBT

= 5,80

VIFG

= 2,07

VIFINFLASI(-1) = 1,37
VIFGROWTH

= 5,67

Berdasarkan nilai VIF yang didapat, keempat variabel tidak mengalami


multikolinearitas karena nilai VIF keempat variabel kurang dari 10.
58

3. Uji heteroskedastisitas
Pada tabel 4.1 nilai probabilitas nR2 = 0,16 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen, maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah heteroskedastisitas.
Tabel 5. Uji Heteroskedastisitas dengan Metode White Pada Persamaan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Investasi Langsung Luar Negeri
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
1.718709
Probability
0.146943
Obs*R-squared
13.14892
Probability
0.155983
4. Uji Autokorelasi
Pada tabel 4.2 nilai probabilitas (n-p)R2 = 0,67 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah autokorelasi.
Tabel 6. Uji autokorelasi dengan metode LM pada persamaan faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi langsung luar negeri
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
0.796866
Probability
0.671371

4.4.2

Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

1. Uji Normalitas

Histogram residual
Berdasarkan grafik histogram pada gambar 4.2, bentuk histogramnya

sepertinya didistribusikan secara simetris sehingga residualnya diduga didistribusikan


secara normal.

59

Uji Jarque-Bera
Pada gambar 4.2 nilai probabilitas J-B = 0,71 lebih besar dari derajat

kepercayaan () = 10 persen maka hipotesis nul diterima, artinya residual


berdistribusi normal.

8
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31

7
6

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

5
4
3
2
1

Jarque-Bera
Probability

0
-0.1

0.0

3.02E-15
0.002293
0.151422
-0.123477
0.064481
0.348173
3.226280
0.692463
0.707349

0.1

Gambar 11. Histogram residual pada persamaan pertumbuhan ekonomi


2. Uji Multikolinearitas
Nilai VIF yang didapat adalah sebagai berikut:
VIFGROWTH

= 1,05

VIFTOT

= 0,36

VIFCREDIT

= 2,38

VIFG

= 1,82

VIFINFLASI(-1) = 1,07
Berdasarkan nilai VIF yang didapat, keempat variabel tidak mengalami
multikolinearitas karena nilai VIF keempat variabel kurang dari 10.

60

3. Uji heteroskedastisitas
Pada tabel 4.3 nilai probabilitas nR2 = 0,13 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen, maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah heteroskedastisitas.
Tabel 7. Uji heteroskedastisitas dengan metode white pada persamaan pertumbuhan
ekonomi
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
1.889436
Probability
0.108412
Obs*R-squared
15.05938
Probability
0.129912
4. Uji Autokorelasi
Pada tabel 4.4 nilai probabilitas (n-p)R2 = 0,64 lebih besar dari derajat
kepercayaan () = 10 persen maka hipotesis nul diterima, artinya model tidak
mengandung masalah autokorelasi.
Tabel 8. Uji autokorelasi dengan metode LM pada persamaan pertumbuhan ekonomi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared
0.886351
Probability
0.641995

61

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

1. Pada model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi investasi langsung luar


negeri, hasil regresi menunjukkan bahwa secara bersama-sama nilai tukar rupiah,
hutang luar negeri, pengeluaran pemerintah, inflasi periode sebelumnya, dan
pertumbuhan ekonomi (PDB) berpengaruh signifikan terhadap investasi langsung
luar negeri. Secara parsial semua variabel eksogen berpengaruh signifikan
terhadap investasi langsung luar negeri, kecuali nilai tukar rupiah. Hutang luar
negeri berpengaruh positif terhadap investasi langsung luar negeri, pengeluaran
pemerintah berpengaruh positif terhadap investasi langsung luar negeri, inflasi
periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap investasi langsung luar negeri
dan pertumbuhan ekonomi (PDB) berpengaruh positif terhadap investasi langsung
luar negeri.
2. Pada model persamaan pertumbuhan ekonomi, hasil regresi menunjukkan bahwa
secara bersama-sama investasi langsung luar negeri, kredit domestik, terms of
trade, pengeluaran pemerintah, dan inflasi periode sebelumnya berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB). Secara parsial semua variabel
eksogen berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB), kecuali
pengeluaran pemerintah dan inflasi periode sebelumnya. Investasi langsung luar

62

negeri berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB), terms of trade


berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kredit domestik
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB).
3. Berdasarkan koefisien hasil estimasi pada persamaan pertumbuhan ekonomi,
dapat disimpulkan bahwa investasi langsung luar negeri memberikan kontribusi
yang paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan variabel
makroekonomi lainnya, hal ini menunjukkan bahwa investasi langsung luar
negeri masih dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun selama periode penelitian, investasi langsung luar negeri belum
memberikan manfaat yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, malah
kenaikan investasi langsung luar negeri dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Sedangkan pada persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi
investasi langsung luar negeri, variabel yang memberikan kontribusi yang paling
besar adalah pengeluaran pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa investasi
langsung luar negeri sangat ditentukan oleh besarnya pengeluaran pemerintah.

5.2

Saran

1. Dari hasil kesimpulan, ternyata investasi langsung luar negeri berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal investasi langsung luar negeri
memberikan pengaruh yang paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi
dibandingkan variabel makroekonomi lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya
pemerintah lebih mengutamakan investasi langsung luar negeri yang masuk ke

63

Indonesia kepada sektor-sektor yang betul-betul memberikan dampak langsung


bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Pemerintah juga perlu untuk mendorong faktor-faktor lain yang berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, seperti meningkatkan rasio ekspor terhadap
impor dan meningkatkan kredit domestik terutama dalam penyaluran kredit
kepada dunia usaha, sehingga akan tercipta output yang berdampak pada
meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
3. Bagi penelitian selanjutnya, agar menggunakan series data yang lebih panjang
sehingga dapat dianalisis mengenai pengaruh investasi langsung luar negeri
terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang serta mencari model
persamaan yang cocok untuk menjelaskan pengaruh investasi langsung luar
negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

64

DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Penanaman Modal. Berbagai Edisi. Laporan Perkembangan


Penanaman Modal Indonesia. BKPM, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. Berbagai Edisi. Indikator Ekonomi. BPS, Jakarta.
Bank Indonesia. Berbagai Edisi. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. BI, Jakarta.
____________ Berbagai Edisi. Laporan Pemerintah. BI, Jakarta.
Bodiono. 1989. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi.
BPFE, Yogyakarta.
De Gregorio, J. 1992. Economic Growth In Latin America. Journal of Development
Economics 39, Hal. 59-84.
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Berbagai Edisi. Nota Keuangan dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Departemen Keuangan
Republik Indonesia, Jakarta.
Flexner, N. 2000. FDI and Economic Growth in Bolivia, 1990-1998. Journal
Economic Policy Division, Central Bank of Bolivia. La Paz, Bolivia.
http://www.google.co.id/search?q=nikolai+flexner&hl=id&rlz=1T4GGLJ_enI
D238&start=0&sa=N : 17 September 2007.
Gujarati, D. 2003. Basic Ekonometrics. McGraw-Hill, New York.
Intenational Monetary Fund. 2006. International Financial Statistic CD-ROM. BI,
Jakarta.
Krugman, P. 1999. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Basri [Penerjemah].
PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta.
Mankiw, N. G, 2003. Teori Makroekonomi. Nurmawan dan Krisriaji [penerjemah].
Erlangga, Jakarta.
Multidata Training Center. 2001. Eviews 6.0 (Econometric). Multidata Training
Center, Jakarta.
Nusantara, A. dan Astutik, E. P. 2001. Analisis Peranan Modal Asing Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.
Salvatore, D. 1995. International Economics. Pretice Hall, New Jersey.
65

Siahaan, N. 2005. Pengaruh FDI Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia


[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Suryawati. 2000. Peranan Investasi Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Negara-negara Asia Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Kajian Negara Berkembang Vol. 5, No. 2, Hal. 101-113.
Todaro, M. P. dan Smith, S. C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Munandar dan Puji [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Qomariyah, F. 2004. Penanaman Modal Asing di Indonesia [Skripsi]. Sekolah Tinggi
Ilmu Statistik, Jakarta.
Webster, A. L. 1992. Applied Statistics for Business and Economics. McGrawHill, USA.
Widarjono, A. 2005. Ekonometrika Dasar. Ekonisia, Yogyakarta.

66

Lampiran 1. Uji Simultanitas


Dependent Variable: FDI
Method: Least Squares
Date: 08/28/07 Time: 16:26
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
RESID01

-2.665382
-3.75E-06
0.824601
1.173909
0.003658
0.191943
0.973663

0.821738
2.24E-06
0.109431
0.214542
0.001012
0.061364
0.097787

-3.243591
-1.671148
7.535338
5.471702
3.613874
3.127956
9.956931

0.0035
0.1077
0.0000
0.0000
0.0014
0.0046
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.904511
0.880639
0.009916
0.002360
103.0019
1.114075

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.036402
0.028701
-6.193668
-5.869865
37.88965
0.000000

Dependent Variable: GROWTH


Method: Least Squares
Date: 08/28/07 Time: 16:30
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
RESID02

11.71627
-1.709211
0.290448
0.265758
0.717266
0.004187
1.154483

0.207506
0.320554
0.110337
0.043188
0.993135
0.004418
0.391326

56.46235
-5.332054
2.632383
6.153457
0.722224
0.947626
2.950180

0.0000
0.0000
0.0146
0.0000
0.4771
0.3528
0.0070

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.833030
0.791287
0.048940
0.057483
53.51177
1.599253

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

12.87513
0.107125
-3.000760
-2.676956
19.95634
0.000000

67

Lampiran 2. Uji Eksogenitas


Dependent Variable: FDI
Method: Least Squares
Date: 08/28/07 Time: 17:05
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
GROWTHF

-2.239433
-3.01E-06
0.885532
1.636090
0.004727
0.383078
-0.228584

1.698413
4.49E-06
0.218872
0.458243
0.002057
0.133790
0.088626

-1.318545
-0.668684
4.045888
3.570357
2.297843
2.863282
-2.579212

0.1998
0.5101
0.0005
0.0015
0.0306
0.0086
0.0165

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.616389
0.520487
0.019875
0.009480
81.44730
1.580074

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.036402
0.028701
-4.803051
-4.479248
6.427243
0.000386

Dependent Variable: GROWTH


Method: Least Squares
Date: 08/28/07 Time: 17:06
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
FDIF

11.96738
-0.553217
0.194377
0.227413
1.008598
0.003227
-2.078448

0.215897
0.456871
0.111065
0.043545
0.969513
0.004312
0.640387

55.43107
-1.210881
1.750122
5.222435
1.040314
0.748191
-3.245614

0.0000
0.2377
0.0929
0.0000
0.3086
0.4616
0.0034

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.841880
0.802350
0.047625
0.054436
54.35591
0.980344

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

12.87513
0.107125
-3.055220
-2.731417
21.29720
0.000000

68

Lampiran 3. Output Model Persamaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Investasi Langsung Luar Negeri
Dependent Variable: FDI
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 09/02/07 Time: 03:32
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Instrument list: C RER DEBT G INFLASI(-1) TOT
CREDIT
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH

-6.436710
2.13E-07
1.244890
1.456870
0.004652
0.473702

3.023209
5.80E-06
0.364975
0.532143
0.002449
0.225823

-2.129099
0.036767
3.410895
2.737743
1.899416
2.097668

0.0433
0.9710
0.0022
0.0112
0.0691
0.0462

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.454162
0.344994
0.023229
4.969136
0.002701

Mean dependent var


S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat

0.036402
0.028701
0.013489
1.935742

69

Lampiran 4. Output Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi


Dependent Variable: GROWTH
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 09/02/07 Time: 03:35
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Instrument list: C RER DEBT G INFLASI(-1) TOT
CREDIT
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)

11.65594
-3.046286
0.363196
0.291291
-0.014303
0.001718

0.300062
0.617655
0.160798
0.062822
1.450774
0.006422

38.84504
-4.932021
2.258713
4.636782
-0.009859
0.267571

0.0000
0.0000
0.0329
0.0001
0.9922
0.7912

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.637688
0.565226
0.070635
13.00094
0.000003

Mean dependent var


S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat

12.87513
0.107125
0.124734
1.897327

70

Lampiran 5. Pendeteksian Asumsi Model Persamaan Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Investasi Langsung Luar Negeri
1. Uji Normalitas

7
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31

6
5

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

4
3
2
1
0
-0.04

Jarque-Bera
Probability
-0.02

0.00

0.02

1.28E-16
-0.001559
0.045154
-0.035704
0.021205
0.300871
2.306063
1.089704
0.579927

0.04

2. Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: RER
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:33
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH

144468.4
2477.078
-22248.17
67.90900
-10453.29

65754.17
9533.085
18242.48
87.49404
4937.978

2.197099
0.259840
-1.219580
0.776156
-2.116917

0.0371
0.7970
0.2336
0.4447
0.0440

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.757668
0.720386
867.1982
19552850
-250.9841
0.834592

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

8835.497
1639.982
16.51510
16.74639
20.32270
0.000000

71

Dependent Variable: DEBT


Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:34
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
G
INFLASI(-1)
GROWTH

6.290190
1.05E-06
-0.835862
-0.003915
-0.467989

0.801332
4.02E-06
0.348769
0.001648
0.060359

7.849671
0.259840
-2.396604
-2.375181
-7.753405

0.0000
0.7970
0.0240
0.0252
0.0000

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.827577
0.816434
0.017817
0.008254
83.59484
0.262458

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.202431
0.061634
-5.070635
-4.839347
83.24990
0.000000

Dependent Variable: G
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:35
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
INFLASI(-1)
GROWTH

1.195245
-2.43E-06
-0.216471
-0.001664
-0.081598

0.710960
1.99E-06
0.090324
0.000866
0.053563

1.681170
-1.219580
-2.396604
-1.921709
-1.523404

0.1047
0.2336
0.0240
0.0657
0.1397

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.517734
0.443539
0.009067
0.002138
104.5354
1.683841

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.075888
0.012155
-6.421642
-6.190353
6.978033
0.000590

72

Dependent Variable: INFLASI(-1)


Method: Least Squares
Date: 09/02/07 Time: 04:03
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
G
GROWTH

179.9244
0.000333
-45.54204
-74.74333
-12.88505

154.6855
0.000430
19.17414
38.89420
11.57526

1.163163
0.776156
-2.375181
-1.921709
-1.113154

0.2553
0.4447
0.0252
0.0657
0.2758

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.267695
0.155032
1.921672
96.01345
-61.50986
1.800435

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

2.082903
2.090544
4.290959
4.522247
2.376080
0.078033

Dependent Variable: GROWTH


Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:39
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)

13.38491
-1.41E-05
-1.491659
-1.004262
-0.003530

0.081427
6.64E-06
0.192388
0.659222
0.003172

164.3798
-2.116917
-7.753405
-1.523404
-1.113154

0.0000
0.0440
0.0000
0.1397
0.2758

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.823585
0.811829
0.031809
0.026307
65.62724
0.382009

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

12.87513
0.107125
-3.911435
-3.680147
78.56231
0.000000

73

3. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared

1.718709
13.14892

Probability
Probability

0.146943
0.155983

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 16:49
Sample: 1999:2 2006:4
Included observations: 31
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
RER^2
DEBT
DEBT^2
G
G^2
INFLASI(-1)
INFLASI(-1)^2
GROWTH

-0.077904
1.92E-06
-9.00E-11
-0.044495
0.113445
0.012594
-0.050536
9.61E-05
-1.40E-05
0.005579

0.064082
1.06E-06
4.98E-11
0.037572
0.067600
0.095438
0.588252
9.03E-05
1.05E-05
0.004622

-1.215693
1.817590
-1.806363
-1.184262
1.678189
0.131956
-0.085909
1.064618
-1.328948
1.207137

0.2376
0.0834
0.0852
0.2495
0.1081
0.8963
0.9324
0.2991
0.1981
0.2408

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.424159
0.177370
0.000458
4.41E-06
200.3642
2.696814

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.000435
0.000506
-12.28156
-11.81898
1.718709
0.146943

74

4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared

0.796866

Probability

0.671371

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 16:23
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
RER
DEBT
G
INFLASI(-1)
GROWTH
RESID(-1)
RESID(-2)

-0.020688
7.74E-07
-0.009085
0.026491
-0.000289
0.001087
0.010552
0.174305

3.128380
6.09E-06
0.377481
0.551388
0.002552
0.233628
0.213771
0.223769

-0.006613
0.127085
-0.024067
0.048043
-0.113383
0.004652
0.049363
0.778950

0.9948
0.9000
0.9810
0.9621
0.9107
0.9963
0.9611
0.4440

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.025705
-0.270819
0.023904
0.013143
76.38418
1.846571

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

1.28E-16
0.021205
-4.411882
-4.041821
0.086689
0.998611

75

Lampiran 6. Pendeteksian Asumsi Model Persamaan Pertumbuhan Ekonomi

1. Uji Normalitas

8
Series: Residuals
Sample 1999:2 2006:4
Observations 31

7
6

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

5
4
3
2
1

Jarque-Bera
Probability

0
-0.1

0.0

3.02E-15
0.002293
0.151422
-0.123477
0.064481
0.348173
3.226280
0.692463
0.707349

0.1

2. Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: FDI
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:40
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)

-0.045125
0.054408
0.019096
-0.547141
-0.001846

0.126993
0.066839
0.026228
0.599700
0.002686

-0.355334
0.814018
0.728080
-0.912358
-0.687351

0.7252
0.4230
0.4731
0.3700
0.4979

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.051604
-0.094303
0.030024
0.023438
67.41756
1.397960

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.036402
0.028701
-4.026940
-3.795651
0.353680
0.839080

76

Dependent Variable: TOT


Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:41
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
CREDIT
G
INFLASI(-1)

1.716191
0.456772
-0.231263
3.199010
0.002644

0.150891
0.561133
0.061935
1.649950
0.007836

11.37372
0.814018
-3.733962
1.938852
0.337450

0.0000
0.4230
0.0009
0.0634
0.7385

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.359167
0.260578
0.086994
0.196766
34.43870
1.235846

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

1.302734
0.101168
-1.899271
-1.667982
3.643055
0.017426

Dependent Variable: CREDIT


Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:42
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
G
INFLASI(-1)

3.675924
1.046343
-1.509383
15.12368
0.018190

0.606832
1.437127
0.404231
3.397011
0.019744

6.057565
0.728080
-3.733962
4.452054
0.921298

0.0000
0.4731
0.0009
0.0001
0.3654

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.580066
0.515461
0.222247
1.284233
5.362203
0.737589

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

2.933279
0.319279
-0.023368
0.207920
8.978626
0.000108

77

Dependent Variable: G
Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:42
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
CREDIT
INFLASI(-1)

-0.055288
-0.056699
0.039487
0.028602
-0.001008

0.039519
0.062145
0.020366
0.006425
0.000850

-1.399032
-0.912358
1.938852
4.452054
-1.185973

0.1736
0.3700
0.0634
0.0001
0.2464

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.452019
0.367715
0.009665
0.002429
102.5554
1.534553

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.075888
0.012155
-6.293898
-6.062609
5.361731
0.002762

Dependent Variable: INFLASI(-1)


Method: Least Squares
Date: 08/30/07 Time: 21:43
Sample(adjusted): 1999:2 2006:4
Included observations: 31 after adjusting endpoints
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
CREDIT
G

-0.947310
-9.666208
1.649037
1.737991
-50.91970

9.209087
14.06298
4.886763
1.886459
42.93496

-0.102867
-0.687351
0.337450
0.921298
-1.185973

0.9189
0.4979
0.7385
0.3654
0.2464

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.064113
-0.079870
2.172426
122.7053
-65.31197
1.730600

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

2.082903
2.090544
4.536256
4.767545
0.445281
0.774780

78

3. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared

1.889436
15.05938

Probability
Probability

0.108412
0.129912

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 17:30
Sample: 1999:2 2006:4
Included observations: 31
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
FDI^2
TOT
TOT^2
CREDIT
CREDIT^2
G
G^2
INFLASI(-1)
INFLASI(-1)^2

-0.161849
0.016708
0.749382
0.169795
-0.053513
0.045882
-0.006351
-0.928663
4.363196
2.34E-05
-9.53E-05

0.244114
0.176345
1.518378
0.262312
0.099075
0.087851
0.014445
1.132557
6.975765
0.000977
0.000120

-0.663005
0.094748
0.493541
0.647302
-0.540122
0.522266
-0.439656
-0.819971
0.625479
0.023927
-0.794022

0.5149
0.9255
0.6270
0.5248
0.5951
0.6072
0.6649
0.4219
0.5387
0.9811
0.4365

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.485787
0.228680
0.005360
0.000575
124.8995
2.206855

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.004024
0.006103
-7.348352
-6.839517
1.889436
0.108412

79

4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared

0.886351

Probability

0.641995

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/24/07 Time: 17:32
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
FDI
TOT
CREDIT
G
INFLASI(-1)
RESID(-1)
RESID(-2)

-0.083014
-0.051660
0.058262
0.003708
0.023736
-0.001549
0.066772
0.184183

0.331170
0.639537
0.185803
0.066396
1.570048
0.006868
0.226469
0.237220

-0.250668
-0.080778
0.313566
0.055842
0.015118
-0.225480
0.294838
0.776425

0.8043
0.9363
0.7567
0.9559
0.9881
0.8236
0.7708
0.4454

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.028592
-0.267054
0.072582
0.121167
41.95373
1.954649

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

3.02E-15
0.064481
-2.190563
-1.820502
0.096710
0.998032

80

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 10 Januari 1985 dari Ayahanda


Abdullah dan Ibunda Tuchfa dan merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 115
Palembang, kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan menengah
pertama di SLTP Negeri 7 Palembang. Pada 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 8
Palembang dan pada tahun yang sama mendapat kesempatan mengikuti pendidikan di
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta.
Akhirnya, pada tahun keempat (tahun 2007) penulis berhasil menyelesaikan
pendidikan Program D IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta.

81

Anda mungkin juga menyukai