Diare Akut
Ker
Pembimbing:
dr. Dwi Haryadi, Sp.A
Penyusun :
Che Wan Nur Hajar binti Saimi 11.2013.167
Aminah binti Mohd Yasin
11.2013.166
11.2013. 289
Hendra Saputra
11.2013.059
11.2013. 067
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
PERIODE 4 AUG 2014 10 OKT 2014
KATA PENGANTAR
0
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia dan
berkatNya sehingga referat yang berjudul Diare Akut ini dapat diselesaikan. Referat ini
diajukan sebagai bagian dari kegiatan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Bayukarta. Pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Dwi Haryadi, Sp.A selaku pembimbing bagi penulis selama menjalankan kepaniteraan klinik di
bagian Anak Rumah Sakit Bayukarta.
Adapun makalah ini berisi mengenai penyakit diare akut. Diare akut sendiri merupakan
salah satu kasus yang cukup sering ditemukan di Rumah Sakit Bayukarta. Dengan adanya referat
ini, diharapkan pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit diare akut.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
referat ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
sampai selesainya referat ini. Semoga referat ini berguna bagi kita semua.
Penulis
BAB I: PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan merupakan penyakit yang
umum terjadi pada anak di berbagai Negara. Di Negara berkembang, diare merupakan penyebab
utama kematian pada anak. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare
menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia.
Epidemiologi gastroenteritis bergantung pada factor penyebab. 1
Cara penyebaran penyakit adalah fekal-oral dengan kontak erat dari orang ke orang, melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi, seta dari binatang ke manusia. Seringkali kuman
menyebar melalui berbagai rute. Kemampuan kuman untuk mengakibatkan penyakit tergantung
pada modus penyebaran, kemampuan untuk membentuk koloni di saluran cerna dan jumlah
minimal kuman untuk menyebabkan penyakit. Virus yang menyebabkan gastroenteritis pada
anak antara lain rotavirus, calicivirus (termasuk norovirus), astrovirus, dan adenovirus enteric.
Rotavirus menginvasi epitel dan merusak villi di usus halus bagian atas dan pada kasus yang
berat dapat menginvasi seluruh usus halus dan usus besar. Rotavirus merupakan virus penyebab
diare tersering. Muntah dapat berlangsung selama 3-4 hari dan diare sampan 7- 10 hari.
Dehidrasi sering terjadi pada anal yang lebih kecil. Infeksi primer rotavirus dapat menyebabkan
penyakit yang berat pada bayi, dan berkurang sesuia dengan pertambahan usia. 2
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
saluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau menanggulangi dehidrasi
serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi,
mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif
dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan
2
oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik
telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit.1,2
Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang diare
akut, mengetahui cara mendiagnosis dan mengetahui macam-macam diare akut, dan mengetahui
penatalaksanan dari diare akut.
Nama
Nim
Dr Pembimbing
Tanda Tangan:
Agama : Islam
Alamat: -
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Alloanamnesis dari Ibu OS
Tanggal: 11 Agustus 2014, Pukul: 02.00 WIB
Keluhan Utama:
BAB cair terus menerus 1 hari SMRS sekitar 18-20x
Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS ibu OS mengatakan bahwa OS BAB terus menerus dengan frekuensi 1820x cair,ampas sedikit,ledir(+),dan darah ( - ) sejak sore hari dan anak sudah mulai
demam.Makan dan minum mau,batuk pilek tidak dikeluhkan.Keluhan lain (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah dirawat sebelumya,Alergi (-) , Penyakit bawaan lahir (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Dirumah OS tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir :
(-) Di rumah
()Rumah bersalin
(-) RS Bersalin
Ditolong oleh :
(-) Dokter
()Bidan
(-) Dukun
(-) Lain-lain
Persalinan
: () Normal
(-) SC
Usia Kandungan
: () Cukup bulan
(-) Preterm
BB Lahir
: 3,3 kg
Komplikasi
:-
Riwayat Imunisasi
() BCG
() DPT, 2 kali
() Hep B, 3 kali
(-) Campak
() Polio, 2 kali
Makanan padat
: -
Makanan sekarang
Nafsu makan
: tidak diketahui
Variasi
: tidak diketahui
Jumlah
: tidak diketahui
Frekuensi
: tidak diketahui
5
(-) Meningoencephalitis
(-) Pneumonia
(-) Alergi Rhinitis
(-) Diare kronis
(-) Kolera
(-) DHF
(-) Tetanus
(-) Penyakit jantung rematik
(-) Sindrom nefrotik
(-) Operasi
Riwayat Keluarga
Hubungan
Umur
Jenis
Keadaan Kesehatan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Saudara
(Tahun)
-
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-Laki
Perempuan
Penyebab
Meninggal
Ya
-
Tidak
-
Hubungan
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul
(-) Rambut
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop
(-) Radang
(-) Sekret
(-) Sekret
Telinga
(-) Nyeri
(-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma
(-) Epistaksis
() Gejala penyumbatan
(-) Nyeri
(-) Pilek
(-) Sekret
Mulut
(-) Bibir
(-) Gusi
(-) Lidah
(-) Selaput
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan
Leher
(-) Benjolan
Dada (Jantung/Paru-Paru)
(-) Nyeri dada
(-) Berdebar
(-) Batuk
(-) Ortopnoe
(-) Mual
(-) Wasir
(-) Muntah
() Mencret
(-) Mengi
Abdomen
(-) Benjolan
(-) Stranguria
(-) Poliuria
(-) Polakisuria
(-) Oliguria
(-) Hematuria
(-) Anuria
(-) Kolik
(-) Nyeri
(-) Anestesi
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Bengkak
(-) Kejang
(-) Pingsan
(-) Afasia
(-) Amnesia
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Sianosis
8
(-) Nyeri
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tinggi badan
:-
Berat badan
: 7,7 kg
Antropometri
: BB / Umur :
TB / Umur :
Lingkar Kepala
: tidak dilakukan
Lingkar Lengan
: tidak dilakukan
Nadi
: 168 x/menit.
Suhu
: 39,2 C
Tekanan darah
: - mmHg
Keadaan gizi
: Baik
Sianosis
: Tidak ditemukan
Edema Umum
: Tidak ditemukan
Kulit
Warna
sawo matang
Jaringan parut
tidak ditemukan
Pertumbuhan rambut :
Suhu raba
terasa panas
Keringat
Lapisan lemak
merata
Effloresensi
tidak ditemukan
Pigmentasi
tidak ditemukan
9
Pembuluh darah
normal
Lembab/ kering
lembab
Turgor
normal
Ikterus
tidak ada
Edema
tidak ada
Lain-lain
tidak ada
Supraklavikula :
Lipat paha
Leher
Ketiak
Kepala
Ekspresi wajah
Rambut
Simetri muka
Exopthalmus
: -/-
Enopthalmus
: -/-
Kelopak
: edema (-)
Konjungtiva
: anemis -/-
Sklera
: ikterik -/-
Lensa
: jernih
Reflek cahaya
: +/+
Mata
Telinga
Tuli
: -/-
Lubang
Serumen
: +/+
: -/10
Cairan
: -/-
: tidak ada
Perdarahan
: tidak ada
Bibir
: tidak kering
Langit-langit
: tidak terbelah
Faring
: tidak hiperemis
Lidah
Bau pernapasan
: tidak khas
Trismus
: tidak ada
Selaput lendir
: tidak ada
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfe
Bentuk
Pembuluh darah
Mulut
Leher
Dada
Paru-paru
11
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kiri
Kanan
Kiri
Depan
Simetris
Simetris
Tidak ada nyeri, sela iga
Kanan
normal
Normal
Tidak ada nyeri, sela iga Tidak ada
Kiri
Kanan
Kiri
normal
Sonor
Sonor
Suara napas vesikuler
Normal
Sonor
Sonor
Suara napas vesikuler
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Ronkhi (-)
Suara napas vesikuler
Ronkhi (-)
Suara napas vesikuler
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Ronkhi (-)
Ronkhi (-)
Kanan
Belakang
Simetris dalam batas normal
Simetris dalam batas normal
Tidak ada nyeri, fremitus
nyeri,
fremitus
Jantung
Inspeksi
Palpasi
: tidak dilakukan
Perkusi
Batas kanan
: tidak dilakukan
Batas kiri
: tidak dilakukan
Batas atas
: tidak dilakukan
Auskultasi
Pembuluh darah
Arteri Temporalis
: tidak dilakukan
Arteri Karotis
: tidak dilakukan
12
Arteri Brakialis
Arteri Radialis
Arteri Femoralis
: tidak dilakukan
Arteri Poplitea
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
Inspeksi
: datar
Perut
Palpasi
Dinding Perut
Hati
Limpa
Ginjal
Lain-lain
: tidak ada
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Kanan
Kiri
Hipertonus
Hipertonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Lain-lain
Normal
Tidak ada tanda-tanda radang
Aktif
+5
Tidak ada
Normal
Tidak ada tanda-tanda radang
aktif
+5
Tidak ada
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tonus
13
Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema
Lain-lain
Hipertonus
Hipertonus
Normal
Tidak ada tanda-tanda radang
Aktif
+5
Tidak ditemukan
Tidak ada
Normal
Tidak ada tanda-tanda radang
aktif
+5
Tidak ditemukan
Tidak ada
Refleks
Kanan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Rangsang meningeal
(-)
(-)
Babinski
(-)
(-)
Refleks Tendon
Bisep
Patela
Achiles
Reflek primitive
Refleks patologis
: 12,5 g/dL
Hematokrit
: 38 %
Leukosit
: 11.000/uL
Trombosit
: 378.000/uL
Eritrosit
: 4,89 jt
Hitung jenis
MCV
: 77,3
Basofil
:0
MCHC
: 33,1
Eosinofil
:0
CCH
: 25,6
Batang
:0
14
Limfosit
: 59
Monosit
:6
Segmen
: 35
D. RINGKASAN
Seorang anak laki-laki 6 bulan datang dengan keluhan BAB terus menerus dengan
frekuensi 18-20x cair,ampas sedikit,ledir(+),dan darah ( - ) sejak sore hari dan anak sudah mulai
demam.Makan dan minum mau,batuk pilek tidak dikeluhkan. . Dari hasil pemeriksaan fisik di
dapatkan
Nadi
: 168 x/menit.
Suhu
: 39.2 C
Pada pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal,tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi
dan kelainan pada OS.Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :
Hematokrit
: 38 %
Leukosit
: 11.000/uL
Trombosit
: 378.000/uL
Eritrosit
: 4,89 jt
Hitung jenis
MCV
: 77,3
Basofil
:0
MCHC
: 33,1
Eosinofil
:0
CCH
: 25,6
Batang
:0
Limfosit
: 59
Monosit
:6
Segmen
: 35
15
2.
Thypoid
Darah Rutin
Uji Feses
G. RENCANA PENGELOLAAN
1. Non medikamentosa
2. Medikamentosa
i. Ringer lactat maintenance 8tpm
ii. Lacto B sac 2x1
iii. Ceftriaxone 300mg injction
16
H. PENCEGAHAN1
1.
I. PROGNOSIS
1. Ad vitam
: ad bonam
2. Ad fungsionam: ad bonam
3. Ad sanationam: ad bonam
dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan
Enteroinvasive E.coli ( EIEC). 5
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan
antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien
beresiko tinggi untuk diare infeksi.
Cara Penularan
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yairu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Secara
ringkasnya, penularan bisa melalui 4F = finger, flies, fluid, field.6
Klasifikasi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi
dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan
manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang
menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis
ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair
dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau
tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang
tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.7
Factor risiko dan predisposisi
Factor risiko
18
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan
tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai, merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.1,7
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang
mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau
kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak enteropatogen tertutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.7,8
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah subtropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.8
Epidemi dan pandemi
Vibro cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi yang
mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun
1961, kolera yang disebabkan oleh V. cholera 0.1biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara
di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan
Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang
besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992,
19
dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11
negara mengalami wabah.2,
Faktor predisposisi
-
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja
Tidak mencuci tangan sesudah BAB, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak
makanan
Kurang gizi
Golongan bakteri
Aeromonas
Bacillus cereus
Campylobacter jejuni
Clostridium perfringens
Clostridium defficile
Escherichia coli
Plesiomonas shigeloides
Salmonella
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Golongan virus
1. Astrovirus
2. Calcivirus (Norovirus,
Sapovirus)
3. Enteric adenovirus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Golongan parasit
Balantidium coli
Blastocystis homonis
Cryptosporidium parvum
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Isospora belli
Strongyloides stercoralis
Trichuris trichiura
4. Coronavirus
5. Rotavirus
20
6. Norwalk virus
7. Herpes simplex virus*
8. Cytomegalovirus*
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok
osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang
tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau
akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya
toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non
osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga
dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus
besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti
gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi
lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes
melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua
mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.
Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi
enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut
untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.8,9,10
21
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili
dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7
jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium
intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang
ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman
enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. 7
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran vasolateral sel epitel usus. Di dalam sel
terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. 7,8
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang
bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli
(EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik
hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. 6
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis
sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan
5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi
22
cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta
peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat
Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase,
fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.7,8
Manifestasi klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas
lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam
karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak
dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan
meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan
dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion
asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa , sehingga pada keadaan
asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan
perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia.
Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota
badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan
pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG
23
mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada
ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan
sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tandatanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah,
muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,
yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan
yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan
asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit
air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari
5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dehidrasi berat bila
penurunan lebih dari 10%.7,8,9,10
Table 1: Derajat Dehidrasi
Gejala &
Keadaan
Tanda
Umum
Tanpa
Dehidrasi
Dehidrasi
Ringan
Mata
Mulut/
Lidah
%
Rasa Haus
Normal
Basah
Kering Tampak
Kehausan
Estimasi
def. cairan
Dicubit
turun
BB
Minum
Baik, Sadar
Kulit
<5
50 %
cepat
Kembali
5 10 50100 %
lambat
24
Sedang
Dehidrasi
Berat
Letargik,
Sangat
Kesadaran
cekung dan
Menurun
kering
bisa minum
Kembali
sangat
>10
>100 %
lambat
Rotavirus
Shigella
ETEC
EIEC
17-72 jam
+
Sering
24-48 jam
++
Jarang
6-72 jam
++
Sering
6-72 jam
+
6-72 jam
++
-
48-72 jam
Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus
Tenesmus
Tenesmus
Tenesmus
Kramp
Nyeri
kramp
+
kolik
+
kramp
-
kepala
Lamanya
5.7 hari
>7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume
Frekuensi
Sedang
5-10
Sedikit
>10
Sedikit
Sering
Banyak
Sering
Sedikit
Sering
Banyak
Terus
Cair
+
Tidak
Lembek
+
Tidak
Merah-
menerus
Cair
Amis khas
Seperti air
berwarna
hijau
cucian
klinik
Masa tunas
Panas
Mual
kali/hari
Konsistensi Cair
Darah
Bau
Langu
Warna
Kuning
hijau
kali/hari
Lembek
Sering
Merahhijau
Salmonella
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
Kolera
beras
25
Minimal atau
Dehidrasi ringan-
Dehidrasi berat
tanpa dehidrasi
sedang, kehilangan
kehilangan BB>9%
kehilangan BB
BB>3%
26
<3%
Kesadaran
Denyut jantung
Baik
Normal, lelah,
gelisah, iritable
sadar
Normal meningkat
Takikardi, bradikardia
Normal
Kualitas nadi
Normal
teraba
Dalam
Normal cepat
Pernapasan
Normal
Mata
Normal
Air mata
Ada
Sedikit cowong
Berkurang
Basah
Kembali < 2 detik
Cubitan kulit
Segera kembali
Capillary refill
Normal
Memanjang
Memanjang, minimal
Dingin, mottled,
sianotik
Dingin
Ekstremitas
Tidak ada
Sangat kering
Kering
Mulut dan lidah
Sangat cowong
Hangat
Minimal
Berkurang
Kencing
Normal
Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
Lihat :
Keadaan umum
Baik, sadar
*gelisah, rewel
tidak sadar
Mata
Normal
Cekung
Air mata
Ada
Tidak ada
Basah
Kering
Rasa haus
haus
Kembali cepat
banyak
*kembali lambat
*kembali sangat
Dehidrasi ringan /
lambat
Dehidrasi berat
Sangat kering
*malas minum atau
Hasil pemeriksaan
Tanpa dehidrasi
sedang
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
tanda lain
Terapi
Rencana terapi A
Rencana terapi B
Rencana terapi C
Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut sistem pengangkatan-Maurice King (1974)17
Bagian tubuh yang
diperiksa
Keadaan umum
Kekenyalan kulit
0
Sehat
syok
Sedikit kurang
Sangat kurang
Sedikit cekung
Sangat cekung
Sedikit cekung
Sangat cekung
Normal
Mata
Normal
Ubun-ubun besar
Normal
28
Mulut
Normal
Kering
Denyut nadi
Sedang (120-140)
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian
dijumlahkan. Nilai 0-2 : ringan, nilai 3-6 : sedang, nilai 7-12 : berat
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya
leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda
inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus
diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella,
Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95%
tergantung dari jenis patogennya.3
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah
glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan
inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi,
laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara
komersial, sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi
berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya.
Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia
darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah
lengkap.
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. 11,12,13
29
Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama
dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena
disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium.
Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih
banyak terjadi di akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh
karena virus. Diare dengan virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolarits yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini sama dengan
oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama.
Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan
mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga
30
30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare
akut non-kolera pada anak. 15,16,17,18(tabel 6)
Tabel 6. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Natrium
mmol/liter
75
Klorida
65
Glucose, anhydrous
75
Kalium
20
Sitrat
10
Total osmolaritas
Ketentuan oralit formula baru:18
245
31
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel, antioksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler adaptasi gelap,
pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan
merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. 19,
Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak di bawah umur 6 bulan: 10 mg ( tablet) per hari
Anak di atas 6 bulan: 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk
bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang
lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada
diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan adanya
fase kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
32
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan
mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak
perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin,kloramfenikol, dan trimetropim
sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme
berikut: inaktifasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang
menjadi target antibotik dan perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotik.19
Amoebiasis
Giardiasis
Antibiotik pilihan
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Metronidazole
10 mg/kgBB
3 kali sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5 hari
Nasihat pada ibu dan pengasuh: Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan
dan minum sedikit, sangat haus diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
Pada bayi muda pemberian asi adalah sumber cairan tambahan utama. Beri asi lebih
lama pada setiap kali pemberian.
Jika anak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan
Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut : oralit,
cairan makanan (kuah sayur, air tajin), atau air matang
Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika:
-
Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.
Sampai 4 bulan
4 12 bulan
12 24 bulan
2 5 tahun
Berat badan
< 6kg
6 10 kg
10 12 kg
12 19 kg
Jumlah cairan
200 - 400
400 - 700
700 - 900
900 - 1400
Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas, berikan sesuai
kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusui, beri juga 100-200 ml air
matang selama periode ini.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.
Setelah 3 jam :
-
Tunjukkan berpaa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus
lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.
ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2
jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa
dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena.
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70
cc/kgBB. Diatas 1 tahun jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2 jam berikutnya 70
cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik, tetesan IV, dapat dipercepat. Setelah 6
jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya
yang sesuai yaitu: pengobatan diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa
dehidrasi
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare akut.
Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi
kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral dapat
dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun
pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak ( >
100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum
sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral
tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya
rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi15.
Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP
merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar
antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 4060mEq/L 11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian
makanannya sesuai umur.
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu:
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
37
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang menunjukkan
gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang
ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan
formula susu biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan
bersifat sementara dan dalam waktu 2 3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang baik.
Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan susu
formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang
sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka
intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga
tidak memerlukan formula khusus.Pada situasi yang memerlukan banyak energi seperti pada fase
penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat
menimbulkan diare kronik.12,13,14
Komplikasi diare akut
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya
membutuhkan pengobatan khusus.1,3,12
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang
ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang sangat cepat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi.
Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline - 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol
KCL pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.4
39
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit
garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak
dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk
terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline.
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan
berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum
Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.6
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas
10% 0,5-1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika kalium 2,53,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan
secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan selama 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukur
BB 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 - kadar K terukur BB 0,4 + 1/6 2 mEq BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal, dan
aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan
menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.3
Pencegahan diare akut
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi :18,19
a. Pemberian ASI yang benar
40
usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episod/anak/thn dengan p = 0,0005),
akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi
pada konsumsi jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik.
DSouza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama dengan
antibiotika mengurangi risiko Antibiotic Assosiated Diarrhea.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui : perubahan
lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi
toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan
imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potensial mempunyai efek protektif terhadap diare, tetapi
masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektivitas dan keamanannya,
walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan aman.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti infeksi pada kelompok
risiko tinggi antara lain bayi prematur dan pasien immuno compromised.19
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks
karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang
menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida yang ada di dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena dapat
merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalam kolon bayi yang minum ASI.
Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi
pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi di komunitas yang diberi cereal yang
disuplementasi dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukkan penurunan angka
kejadian diare. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian
RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukkan
42
adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih
pendek pada masa diarenya dibanding placebo.20
Prognosis diare akut
Prognosis diare akut pada anak baik bila ditangani dengan cepat dan tepat sesuai kondisi pasien.
Kesimpulan
Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena masih
tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama diare akut adalah infeksi Rotavirus
yang bersifat self limiting sehingga tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika.
Pemakaian antibitika hanya untuk kasus-kasus yang diindikasikan.Masalah utama diare akut
pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya dehidrasi. Upaya rehidrasi menggunakan cairan
rehidrasi oral merupakan satu-satunya pendekatan terapi yang paling dianjurkan. Penggantian
cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi diare akut. Pemakaian anti
sekretorik,probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki frekuensi dan lamanya diare. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan atau nutrisi yang cukup selama diare dan
mengobati penyakit penyerta.
Daftar Pustaka
1. Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam:Rudolp AM,Hofman
JIE,Ed Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20 USA 1994 : prstice Hall international,inc
hal 1034-36
2. Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric Diagnosis
Little Brown and Company 1990;20 23.
3. Antonius H.Pudjiadi, Hegar Badriul. Pedoman pelayanan medis. Ikatan dokter
anak Indonesia 2009: 58-63
43
44
13. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna.dalam
Sari pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001
14. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen diare pada bayi dan
anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
15. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare
akut dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003
16. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003
17. Rahmat H. Kebijakan Nasional pemberantasan penyakit menular langsung dan
oralit formula baru. Kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Bandung.
2003 : 91-7.
18. Rohim A, Soebijanto MS.Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu penyakit
anak diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1 Jakarta 2002
Selemba Medika hal 93-103
19. Van Niel Cornelis W, Feudtner C, Garisson MM, Dimitri A. Lactobacillus
Therapy for Acute InfectiousDiarrehe Children : A.Meta-analysis Pediatrics
2002;109;678-684
45