Anda di halaman 1dari 4

Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
2008
Pendahuluan
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Istilah akut
(glomerulonefritis akut, GNA) mencerminkan adanya korelasi klinikopatologis selain menunjukan adanya gambaran tentang etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis1,2
Telah lama diketahui bahwa beberapa orang anak setelah menderita scarlet
fever,dapat mengalami edema dan hematuria nyata, penyakit ini dikenal
sebagai glomerulonefritis pascastreptokok. Sejak adanya kemajuan di
bidang antibioktik dan kesehatan masyarakat yang makin baik, angka
kejadian penyakit ini menurun drastis di Amerika Serikat. Tetapi di negaranegara berkembang, glomerulonefritis pascactreptokok masih tetap
merupakan penyakit yang banyak menyerang anak. Untungnya penyakit ini
merupakan penyakit yang bersifat self-limiting pada sebagian besar anak
dengan kesembuhan yang sempurna, meskipun pada sebagaian kecil dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut1
Penyakit ini adalah contoh klasik dari sindrom nefritis akut.
Mulainya mendadak dari hematuria makroskopis, edema, hipertensi dan
insuffisiensi ginjal. Dulu, penyakit ini merupakan penyebab tersering
hematuria makroskopis pada anak, tetapi frekuensinya menurun selama
beberapa dekade terakhir dimana nefropati-IgA sekarang merupakan
penyebab hematuria makroskopis yang paling lazim. Sindrom ini ditandai
dengan timbulnya edema yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri,
oliguri, GFR menurun, insuffisiensi ginjal3
Epidemiologi
Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan
pertama sebagai penyebab penyakit ginjal tahap akhir dan meliputi 55%
penderita yang mengalami hemodialisis4
Insidens tidak dapat diketahui dengan tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi
dari data statistik yang dilaporkan oleh karena banyaknya pasien yang tidak
menunjukkan gejala sehingga tidak terdeteksi. Kaplan memperkirakan
separuh pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok pada suatu epidemi
tidak terdeteksi1,2
Glomerulonefritis akut pascastreptokok terutama menyerang anak pada
masa awal usia sekolah dan jarang menyerang anak di bawah usia 3 tahun.
Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Hasil
penelitian multicentre di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan terdapat
170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien
terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut
di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang (8,2%). Pasien lakilaki dan perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak pada
usia antara 6-8 tahun (40,6%). Penyakit ini lebih sering terjadi pada musim
dingin dan puncaknya pada musim semi1
Etiologi
Glomerulonefritis pascastreptokok didahului oleh infeksi Streptococcus hemolyticusgrup A jarang oleh streptokokus dari tipe yang lain. Hanya
sedikit Streptococcus -hemolyticus grup A bersifat nefritogenik yang
mampu mengakibatkan timbulnya glomerulonefritis pascastreptokokus.
Beberapa tipe yang sering menyerang saluran napas adalah dari tipe M1, 2,
4, 12, 18, 25 dan yang menyerang kulit adalah tipe M49, 55, 57, 601,2
Glomerulonefritis akut pascastreptokokus menyertai infeksi tenggorokan
atau kulit oleh strain nefritogenik dari streptococcus -hemolyticus grup
A tertentu. Faktor-faktor yang memungkinkan bahwa hanya strain
streptokokus tertentu saja yang menjadi nefritogenik tetap belum jelas.
Selama cuaca dingin glomerulonefritis streptokokus biasanya menyertai
tonsilofaringitis streptokokus, sedangkan selama cuaca panas
glomerulonefritis biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma
streptokokus. Epidemi nefritis telah diuraikan bersama dengan infeksi
tenggorokan (serotipe 12) maupun infeksi kulit (serotipe 49), tetapi
penyakit ini sekarang paling lazim terjadi secara sporadik1,2
Penyakit infeksi lain yang juga dapat berhubungan ialah
skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler dan bahkan infeksi
kulit. Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitik golongan A,
dan paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapat
ditemukan pula ialah tipe 4, 47, 1, 6, 25 dan Red Lake (49)1,2,5

Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran


klinis dari kerusakan glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini
biasanya antara 1-2 minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini
sehingga dapat dibedakan dengan sindrom nefritik akut karena sebab
lainnya. Periode laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya antara 8-21
hari5
Patologi
Makroskopik
Ginjal pada glomerulonefritis akut membesar secara simetris
hingga meregang, mudah terkelupas, berpermukaan licin, dan berwarna
merah tengguli disertai bercak-bercak perdarahan fokal. Gambaran korteks
tampak sembab dan melebar, korteks dan medula berbatas jelas 1,2,4
Glomerulus dapat terlihat sebagai titik-titik putih kelabu,
kadang-kadang terdapat daerah-daerah merah fokal. Piramida-piramida dan
pelvis kongestif atau normal1,2,6
Mikroskopik
Dari pemeriksaan secara mikroskopis, hampir semua glomerulus
yang terkena memperlihatkan gambaran pembesaran dan hiperselularitas,
sehingga dinamakan sebagai glomerulonephritis acuta proliferativa. Belum
ada kesepakatan mengenai jenis sel yang berproliferasi, kemungkinan ialah
endotelial, mesangial atau sebukan sel monokleus. Sebukan leukosit
polimorfonukleus mungkin ada. Akibat proliferasi sel, lumen kapilerkaliper tersumbat, dan glomelurus seolah-olah menjadi avaskuler. Kadangkadang dapat pula ditemukan trombus dalam kapiler-kaliper. Sekali-kali
tampak nekrosis fibrinoid dinding kapiler. Dalam ruang Bowman kadangkadang dapat ditemukan banyak eritrosit. Selain eritrosit, ruang Bowman
berisi endapan protein dan leukosit. Proliferasi sel epitel mungkin juga ada,
tetapi hanya ringan, kadang-kadang dengan pembentukkan bulan sabit
(crescent) dan mungkin terjadi perlekatan antara gelung glomerulus dan
simpai Bowman. Membrana basalis kapiler dapat menunjukkan penebalan
fokal1,2,4
Tubulus
menunjukkan
vakuolisasi
lipoid
dan
pembentukkan hyaline-dropletdalam sel epitel dan dilatasi tubulus
proximalis. Dalam tubulus dapat ditemukan berbagai torak (cast). Pada
bentuk nekrotik dan hemoragik ditemukan torak eritrosit yang
berdegenerasi dalam tubulus distalis2,4
Interstisium bersebukan leukosit polimorfonukleus atau sel
mononukleus dan menunjukkan edema setempat. Pembuluh darah arteri dan
arteriol tidak menunjukkan kelainan jelas4,6
Patogenesis
Glomerulonefritis pascastreptokok dapat terjadi setelah radang tenggorok
dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam reumatik akut.
Berdasarkan hubungannya dengan infeksi streptokokus, gejala klinis, dan
pemeriksaan imunofluoresensi ginjal, jelaslah kiranya bahwa
glomerulonefritis pascastreptokokus adalah suatu glomerulonefritis yang
bermediakan proses imunologis. Meskipun secara umum patogenesis
glomerulonefritis telah dimengerti, namun mekanisme yang ntepat
bagaimana terjadinya lesi glomerulus, terjadinya proteinuria dan hematuria
pada glomerulonefritis pascastreptokokus belumlah jelas benar.
Pembentukan kompleks-imun bersirkulasi dan pembentukan kompleksimun in situ, telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis
glomerulonefritis pascastreptokok. Hipotesis lain yang sering disebut-sebut
adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus yang
mengubah IgG endogen sehingga menjadi autoantigenik. Akibatnya
terbentuklah autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut, yang
mengakibatkan pembentukan kompleks imun bersirkulasi, yang kemudian
mengendap dalam ginjal2,7
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan
gambaran klinis dari kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses
imunologis
memegang
peranan
penting
dalam
patogenesis
glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok merupakan
salah satu contoh dari penyakit kompleks-imun1,2,4
Pada penyakit kompleks-imun, antibodi tubuh (host) akan
bereaksi dengancirculating antigen dan komplemen yang beredar dalam
darah
untuk
membentukcirculating
immunne
complexes.
Pembentukkan circulating immunne complexes ini memerlukan antigen dan
antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau
antibodi lebih sedikit. Antigen yang bersirkulasi dalam darah bersifat
heterolog baik eksogen maupun endogen. Kompleks-imun yang beredar
dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat akan
menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses
kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan

dan mikrokoagulasi. Untuk sistematisnya dapat dilihat pada skema berikut


ini:

ambar 1. Patogenesa mekanisme kompleks-imun Glomerulonefritis Akut


Pascastreptokok (dikutip dari Behrman, dkk)2
Patofisiologi
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi
lebih permeable dan porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit,
maka terjadi proteinuria dan hematuria2
2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan
mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak
diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis
(pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi
kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na + (natriuresis), akhirnya
terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat
oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na + disertai
air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi
volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema1,2,7
3. Hipertensi
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam
genesis hipertensi ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada
hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obatobatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan
nefrektomi.
c. Substansi renal
medullary
hypotensive
factors,
diduga
prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan
hipertensi2
4. Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom
nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam
kepustakaan-kepustakaan antara lain:
a. Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainankelainan pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisial dan menjadi edema.
b. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan
hipertensi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c. Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan
perubahan-perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik
pada semua lead baik standar maupun precardial. Perubahanperubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin
berhubungan dengan miokarditis.
d. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut,
kenaikan cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua
perubahan patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air1,2,4
Gejala Klinis
Gejala klinis glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat
bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul
gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau
ensefalopati hipertensi7
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis
akut dikenal dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat
merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang dewasa
atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak, ensefalopati akut
hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama.
1. Infeksi Streptokok
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau
infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa

prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu


epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca
impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan
dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan,
tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap
penyakit infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari
semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan
seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara
bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk
pada pasien dewasa.
4. Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada
semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali
normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan
antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya
dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Edema dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila
perjalanan penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau
persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga
pleura1,2,7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
Gagal ginjal akut
Kongesti sirkulasi dan hipertensi
Hiperkalemia
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Asidosis
Kejang-kejang
Uremia
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada
pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak,
sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan
lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal
penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera
setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitis (synpharyngetic hematuria), sementara pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah
faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropatiIgA1,2,4
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa
hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa
glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah
glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus dan glomerulonefritis
proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit2,7
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria,
kelainan sedimen urin dengan eritrosit dismorfik, leukosituria serta torak
seluler, granular dan eritrosit. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin
serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tanpak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindrom nefrotik. Komplemen hemolitik
total serum (total hemolytic complement) dan C3 rendah pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan
tersebut menunjukkan adanya aktivasi jalur alternatif komplemen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg/dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengan parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplemen akan mencapai harga normal kembali

dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosis, karena


pada glomerulonefritis yang lain (glomerulonefritis membrans proliferatif,
nefritis lupus) yang juga menunjukkan penurunan kadar C3, ternyata
berlangsung lebih lama1,2
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat
membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih). Sindrom
nefrotik dan proteinuria masif lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis
akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola
kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda
(marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar
komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis
yang lain jauh lebih lama2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain,
terutama
pada
glomerulonefritis
membranoproliferatif.
Pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal
untuk menegakkan diagnosis, tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi
ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk,
biopsi merupakan indikasi1,2
Konfirmasi diagnosis memerlukan bukti yang jelas akan adanya infeksi
streptokokus. Dengan demikian, biakan tenggorokan positif dapat
mendukung diagnosis atau mungkin hanya menggambarkan status
pengidap. Untuk mendokumentasi infeksi streptokokus secara tepat, harus
dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi terhadap antigen
streptokokus. Meskipun biasanya paling banyak diperoleh, penentuan titer
Anti Sterptolisin Titer O (ASTO) mungkin tidak membantu karena titer ini
jarang meningkat pascainfeksi streptokokus kulit. Titer antibodi tunggal
yang paling baik diukur adalah titer terhadap antigen DN-ase B. Pilihan lain
adalah uji Streptozime (Wampole Laboratoris, Stamford, Ct), suatu
prosedur aglutination slide yang mendeteksi antibodi terhadap streptolisin
O, DN-ase B, hialuronidase, streptokinase, dan NAD-ase1
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan
antimikroba. Bebarapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti DN-ase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O meningkat
pada 75-80 % pasien dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok
dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak
memproduksi streptolisin O. Sebaiknya serum di uji terhadap lebih dari satu
antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90 %
kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat
pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptokok atau
pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap
antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi
streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara
seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi, meskipun
terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat
memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan
karena infeksi streptokokus tersebut. Gejala klinis dan perjalanan penyakit
pasien penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang
diperlukan2,4
Krioglobulin juga ditemukan dalam glomerulonefritis akut pascastreptokok
dan mengandung IgG, IgM dan C3. Kompleks-imun bersirkulasi juga
ditemukan pada glomerulonefritis akut pascastreptokok. Tetapi uji tersebut
tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin
pada tatalaksana pasien1
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
Istirahat pada fase akut, misalnya bila terdapat GGA, hipertensi
berat, kejang, payah jantung
Diet kalori adekuat terutama karbohidrat untuk memperkecil
katabolisme endogen dan diet rendah garam
Medikamentosa
Penisilin prokain 50.000 U/kgbb/kali i.m. 2x/hr
Penisilin V 50 mg/kgbb/hr p.o. 3 dosis
Eritromisin 50 mg/kgbb/hr p.o. 4 dosis
Bila disertai hipertensi
Ringan (130/80 mmHg) : tidak diberi anti hipertensi

Sedang (140/100 mmHg) : Hidralazin i.m. / p.o. atau


Nefidipin sublingual
Berat (180/120 mmHg) : Klonidin drip / Nefidipin
sublingual
Bila ada tanda hipervolemia (edema paru, gagal jantung) disertai
oligouria beri diuretik kuat (furosemid 1-2 mg/kgbb/kali) 7
Prognosis
Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95 % anak dengan
glomerulonefritis pascasteptokokus akut. Tidak ada bukti bahwa terjadi
penjelekan menjadi glomerulonefritis kronis. Namun, jarang fase akut dapat
menjadi sangat berat, menimbulkan hialinisasi glomerulus dan insuffisiensi
ginja kronis. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan manajemen
yang tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung akut. Kekambuhan sangat
jarang terjadi1,2,7
Pencegahan
Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan
kulit tidak akan menghilangkan risiko glomerulonefritis. Anggota keluarga
penderita dengan glomerulonefritis akut harus mendapat pemeriksaan
laboratorium untuk streptococcus -hemolyiticus grup A dan diobati jika
biakan positif1,7
Kesimpulan
Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu, yang bersifat akut spesifik dan
sembuh sendiri. Timbul akibat susulan dari infeksi faring atau kulit oleh
strain nefritogenik streptococcus hemolitikus grup A tipe 12, 4, 16, 25 dan
49.
Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang timbul
mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, LFG menurun, insuffisiensi ginjal.
Prognosa GNA pasca streptokokus pada anak 95% sembuh
dengan sempurna.

1.
2.
3.
4.
5.

DAFTAR PUSTAKA
Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi
kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002. h 345-353
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi
17.Philadelphia; 2004. h 1813-1814
Prico SA. dan Wilson LM. Patologi Konsep Klinik Prosesproses Penyakit. Jakarta: EGC; 1995. h 827-829.
Sutisna Himawan. Patologi. Jakarta. FK UI; 1998 h 258-261.
Herry, G dan Heda, M. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ketiga. Bandung : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNPAD RSHS; 2005 h 536-538.

Dasar dasar pediatri ed


3, alih abahsa, Hartono Gunadi; editor edisi bahasa indonesia,
David Hull & Derek I. Johnston;

Daulika Yusna, Huriawati Hartanto. Ed.3 Jakarta: ECG, 2008.


Hal.100
Scarlet fever:
Streptokokus hemolitikus grup A merupakan penyebab berbagai
masalah apda anak, terutama tonsilitis. Penyakit ikutan seperti
demam rematik dan glomerulonefritis akut merupakan masalah
penting, tetapi telah jarang ditemukan di masyarakat barat. Scarlet
fever terjadi akibat infeksi oleh strain dari organisme penghasil
toksin yang eritogenik.
Setelah masa inkubasi selama 2 sampai 4 hari, anak menderita
tosilitis, demam, sakit kepala, dan malaise. Ruam akan terbentuk
dalam waktu 12 jam dari awitan penyakit dan kemudian menyebar
ke seluruh tubuh dengan cepat. Ruam terdiri dari eritema punkutata
yang halus dan menghilang pada penekanan. Muka akan pucat,
tetapi pipi akan sedemikian merahnya yang menyebabkan anak
terlihat benar-benar seperti merah padam (scarlet), kecuali daerah
sekitar mulut. Lidah akan dilapisi oleh lapisan tebal berwarna putih
oleh karena papil yang meradang, disebut white stawberry tongue.
Pada hari ke-4 dan 5 lidah akan mengelupas, menimbulkan
gambaran red strawberry. Ruam pada kulit akan menghilang
setalah beberapa hari, atau akan lebih cepat apabila diberikan
penisilin, diikuti dengan deskuamasi terutama pada kaki dan
tangan . keadaan ini mungkin berlangsung beberapa hari dan
berguna dalam menegakkan diagnosis retrospektif. scarlet fever
juga dapat terjadi setelah infeksi dari luka atau luka bakar.
Pengobatan dengan penisilin akan menyebabkan penyembuhan
yang cepat, tetapi pengobatan selama 10 hari diperlukan untuk
mengeradikasi infeksi streptokokkus.

Kompilasi: otitis media, adenitis servikas, rinitis, sinisitis; jarang:


demam reumatik, nefritis akut.

Scarlet fever: masa inkubasi 2 4 hari

Anda mungkin juga menyukai