Laporan Skenario A Blok 22f
Laporan Skenario A Blok 22f
Skenario
Mrs. Zainab, a 50-year-old woman, came to Moh. Hoesin Hospital with chief complain
of weakness. She also had palpitation and nausea sometimes. She had history at eight
times spontaneous labor. She had been suffering from hematoschezia frequently since 1
year ago and her doctor said that she had hemorrhoid. She seldom ate vegetables and
fruits.
Physical examination:
Weight: 50 kg, height: 155 cm
General appereance: pale, fatigue
Vital sign: HR: 114x/minute, RR: 30 x/minute, Temp: 36,6 C, BP: 100/70 mmHg
Head: cheilitis positive, tongue: papil atrophy
No lymphadenopathy
Abdomen: no epigastric pain, liver and spleen non palpable
Extremities: koilonychias negative
Laboratory:
Hb 4,8 g/dL, Ht 15 vol%, RBC 2.500.000/mm 3, WBC 7.000/mm3, Trombosit
480.000/mm3, RDW 20%
Blood smear: anisocytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces: Hookworms eggs negative
MCV 60 fl, MCH 19,2 pg, MCHC 32%
II.
Klarifikasi Istilah
1. Cheilitis : Peradangan pada bibir.
2. Limfadenopati : Penyakit pada nodus limfe.
3. Palpitasi : Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang sifatnya
subjektif.
4. Nausea : Sensasi tidak menyenangkan yang mengacu pada epigastrium dan
abdomen dengan kecenderungan ingin muntah
5. Hematoschezia : Feses yang mengandung darah segar.
6. Haemorhoid : Dilatasi varicosus vena dari plexus haemorhoidal inferior atau
superior.
7. Koilonychia : Distrofi kuku jari dimana kuku menjadi tipis dan cekung dengan
pinggiran yang naik.
8. Papil atrophy : Pengecilan ukuran papil lidah.
9. RDW : Penampakan variasi ukuran eritrosit yang berbeda-beda seperti variasi pada
ukuran dan variasi pada bentuk.
10. Ansocytosis : Adanya eritrosit yang menunjukkkan berbagai ukuran dalam darah.
11. Hypochrome microcyter : Eritrosit dengan ukuran di bawah normal dan kandungan
hemoglobin yang di bawah normal.
12. Poikilocytosis : Adanya eritrosit dengan keragaman bentuk yang abnormal dalam
darah.
III.
Identifikasi Masalah
1. Ny. Zainab, 50 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan utama berupa merasa
lemas. Dia terkadang juga mengalami palpitasi dan nausea.
2. Ny. Zainab memiliki riwayat 8 kali melahirkan spontan.
3. Sejak 1 tahun yang lalu, Ny. Zainab sering mengalami hematoschezia dan
didiagnosis haemorhoid.
4. Ny. Zainab jaran mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.
5. Pemeriksaan fisik
6. Pemeriksaan lab
IV.
Analisis Masalah
1. Ny. Zainab, 50 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan utama berupa merasa
lemas. Dia terkadang juga mengalami palpitasi dan nausea.
a. Apa etiologi dan mekanisme lemas?
Etiologi
i.
Metabolik
- Addison's disease
- Hyperparathyroidisme
- Natrium atau kalium yang rendah
- Thyrotoksikosis
ii.
iii.
iv.
v.
Bell's palsy
Cerebral palsy
Sindrom Guillain-Barre
Sklerosis multiple
Stroke
Penyakit otot
-
Dermatomiositis
Myotonic dystrophy
Keracunan
-
Botulisme
Keracunan shellfish
Lain-lain
-
Anemia
2
Miastenia gravis
Polio
Mekanisme
Kehilangan darah kronis akan menyebabkan penurunan jumlah sel darah
di dalam tubuh termasuk sel darah merah serta akan menyebabkan pengeluaran
zat besi yang berlebihan. Kehilangan zat besi yang berlebihan akan
menyebabkan ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh sehingga terjadi
defisiensi besi di dalam tubuh. Defisiensi zat besi akan menyebabkan
berkurangnya jumlah hemoglobin di dalam tubuh. Hal ini (berkurangnya
hemoglobin) bersamaan dengan berkurangnya jumlah sel darah merah akan
menyebabkan
rendahnya
oksigenasi
selular.
Keadaan
tersebut
akan
tirotoksikosis,
ventricular
premature,
atrial
fibrilasi,
supreventrikular
Mekanisme
Pada kasus aniemia defiziensi zat besi, dapat menyebabkan gangguan
enzim aldehid oksidase sehingga terjadi penumpukan serotonin yang
merupakan pengontrol nafsu makan. Hal ini mengakibatkan reseptor 5 HT
meningkat, di usus halus menyebabkan mual dan muntah. Reseptor serotonin,
atau yang dikenal juga sebagai 5-hydroxytryptamine receptors ( reseptor 5-HT)
adalah grup dari G protein-coupled receptors (GPCRs) DAN ligand-gated ion
channels (LGICs) yang terdapat di system saraf pusat dan perifer. Reseptor
tersebut memediasi baik eksitasi dan inhibisi neurotransmission. Reseptor
serotonin ini diaktivasi oleh neurotransmitter serotoninm yang beraksi sebagai
ligand naturalnya. Serotonin reseptor ini memodulasi pengeluaran dari banyak
neurotransmitter, termasuk glutamate, GABA, dopamine, epinephrine atau
norepinephrine, dan asetilkolin. Sebuah episode emetogenik dapat memulai
pelepasan serotonin (5-HT) dari sel enterochromaffin di saluran pencernaan. 5HT kemudian berikatan dengan reseptor 5-HT3 yang merangsang neuron vagal
yang mengirimkan sinyal ke VC, mengakibatkan mual.
Selain itu, defisiensi besi juga dapat menyebabkan gangguan enzim
monoamino oksidase (enzim yang mengkatalase oksidasi monoamine yaitu
dopamine dan katekolamin yang fungsinya adalah inaktivasi ketiga enzim
tersebut) sehingga terjadi penumpukan katekolamin dalam otak. Salah satu
efek Katekolamin dalam reseptor adrenergic baik alfa (1,2) dan beta (1,2,3)
menurunkan motilitas usus Hal inilah yang menjadi sebab terjadinya nausea.
4
3. Sejak 1 tahun yang lalu, Ny. Zainab sering mengalami hematoschezia dan
didiagnosis haemorhoid.
a. Apa etiologi dan mekanisme hematoschezia?
Etiologi pada kasus dewasa
Internal hemoroid
Kelainan Vaskular
Divertikulosis
Infeksi (campylobacter, Shigellosis, amebiasis)
Anal fissures
Colitis ulseratif kronis
Granulomatosis colitis
Adenokarsinoma
Tumor jinak
Kolitis iskemik
Upper saluran lesi (perdarahan masif)
Mekanisme:
Perdarahan pada hemoroid bisa terjadi dari grade 1-4. Perdarahan pada
hemoroid berhubungan denga proses mengejan. Ini menjadi pembeda dengan
perdarahan yang disebabkan oleh hal lain, misalnya tumor. Pada hemoroid,
darah keluar saat pasien mengejan, misalnya saat BAB dan berhenti bila pasien
berhenti mengejan. Sedangkan perdarahan karena sebab lain tidak mengikuti
pola ini. Darah yang keluar adalah darah segar yang tidak bercampur feses
(hematoschezia). Perdarahan kadang menetes tapi dapat juga mengalir deras.
Sebab utama perdarahan adalah trauma feses yang keras. Perdarahan yang
berulang-ulang dapat menimbulkan anemia.
b. Apa etiologi dan mekanisme haemorhoid?
Etiologi
i. Pola makan
Pola makan rendah serat akan menghasilkan feses yang keras, orang harus
mengejan saat buang air besar (BAB). Terjadi peningkatan tekanan yang
menyebabkan pembesaran hemoroid, mungkin juga mengganggu aliran
darah balik.
ii. Kebiasaan
Duduk berlama-lama di toilet (misalnya sambil membaca) diyakini
menyebabkan masalah aliran darah balik di daerah perianal (sutu efek
torniket), menyebabkan pembesaran hemoroid. Penuaan menyebabkan
pelemahan struktur pendukung bisa terjadi di usia 30-an.
7
darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot
halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah
hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat
berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering
menyebabkan pendarahan dalam faeces, jumlah darah yang hilang sedikit
tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan,
jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada
darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan
peradangan dan nyeri hebat.
iii.
mukosa.
Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)
Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
10
Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual.
5. Pemeriksaan fisik
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?
Interpretas
Keteranga
IMT
Pale & Fatique
18,5 25 kg/m2
-
20,812 kg/m2
+
Normal
Abnormal
Anemia
HR
60-100 x/minute
114 x/minute
Abnormal
Takikardi
RR
16-24 x/minute
30x/minute
Abnormal
Takipneu
36,5-37.2 0C
36,6 0C
Normal
120/80 mmHg
100/70 mmHg
Abnormal
(-) palpable
(-) palpable
Normal
Lymphadenopathy
Normal
Epigastric pain
Normal
Cheilitis
Abnormal
Koilonichias
Atrofi papil
Normal
Abnormal
Temperature
BP
Liver & spleen
Hipotensi
ADB
ADB
Mekanisme Abnormal
Pucat
Pucat pada kasus ini disebabkan oleh defisiensi hemoglobin dan
eritropoesis berkurang anemia berkurangnya aliran darah ke perifer
pucat.
Lemah
Anemia menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen keseluruh jaringan
tubuh. Akibatnya pembentukan ATP juga terganggu (berkurang) sehingga
tubuh menjadi lemah.
anemiasuplai O2metabolisme anaerobpenimbunan as.laktatlelah
Takikardi dan takipneu
Pada pasien anemia, hemoglobin dengan jumlah yang sedikit harus bekerja
keras untuk dapat mengantarkan oksigen keseluruh jaringan tubuh.
Walaupun usaha ini tidak maksimal, jantung akan memompa darah dengan
frekuensi yang lebih dari biasa agar hemoglobin dapat melaksanakan
12
Cheilitis
6. Pemeriksaan lab
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan lab?
Hasil Pemeriksaan
Hb 4,8 g/dL
Ht 15 vol%
RBC 2.500.000/mm
Nilai Normal
12-16 gr/dL
Interpretasi
Rendah
Keterangan
Perdarahan akibat
37 43 %
Rendah
haemorhoid
Perdarahan akibat
Rendah
haemorhoid
Perdarahan akibat
haemorhoid
13
WBC 7.000/mm3
Trombosit
480.000/mm3
RDW 20%
Blod smear:
- - anisocytosis,
- - hypochrome
microcyter,
- - poikilocytosis
400010.000/mm3
150.000-500.000
Normal
Normal
sel/mm3
10-15%
Tinggi
Normal Bentuk, - Ukuran diameter
Ukuran, dan
Warna
Anisositosis
Defisiensi besi
apus berbeda-beda
(bervariasi)
- Diameter < 7 mikron,
biasa disertai dengan
warna pucat
(hipokromia)
- Bermacam-macam
Faeces: Hookworms
Negative
eggs negative
MCV 60 fl
MCH 19,2 pg
MCHC 32%
70-100 fl
27-31 pg
30-35 %
Menurun
Menurun
Normal
Gambar Poikilositosis
14
Gambar Anisositosis
Mekanisme Abnormal
Hb 4,8 g/dL : Perdarahan menahun dapat menyebabkan kehilangan besi
atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga
cadangan besi makin menurun, jika cadangan besi menurun, keadaan ini
disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron
depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum,
peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
15
tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient
erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron
binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin
dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun Hemoglobin
adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif
sehingga
apabila
terjadi
peningkatan
dan
penurunan
16
berasal dari
infeksi parasit.
MCV 60 fl : MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabila kekurangan zat besi semakin parah dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk
setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung
dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal
7. Diagnosis
a. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini dan pemeriksaan
penunjang lain apa saja yang diperlukan?
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat.
Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya
anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Titik pemilah
anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria
klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan
tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Feritin serum merupakan indikator yang terbaik untuk menilai interfensi besi
dan deplesi besi.
Tetapi feritin merupakan protein fase akut sehingga nilainya meningkat pada
keadaan inflamasi. Pengukuran protein fase akut yang berbeda dapat membantu
menginterpretasi nilai serum feritin, jika konsentrasi protein fase akut ini
meningkat menandakan dijumpai inflamasi.
17
3,1 mg/dL.
Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada
talasemia.
Lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum);
nyeri tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi
ltratif (seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik (pada
Pemeriksaan Laboratorium
18
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik >
31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan
darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
19
20
23
24
Sindrom plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atropi
papil lidah dan disfagia.
adalah
peningkatan
kadar
free
protophorphyrin
atau
zinc
hewani.
Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat
vitamin C ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan
iii.
dosis 3 x 100mg.
Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan
transfusi kecuali dengan indikasi tertentu.
29
absorbsi besi
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
paling sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing
tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antihelmentik
dan perbaikan sanitasi
3. Suplimentasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada
perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada
bahan makanan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung
untuk roti dan bubuk susu dengan besi.
Pencegahan Haemorrhoid
Menurut Nagie (2007) pencegahan haemorrhoid dapat dilakukan dengan cara :
1. Konsumsi serat 25 30gr sehari. Makanan tinggi serat menyebabkan feses
menyerap air di kolon sehingga mengurangi mengedan dant ekaan pada
venous anus
2. Minum air 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan membuang air besar dengan cara tdak menahan
defekasi agar feses tidak menjadi keras.
j. Apa komplikasi pada kasus ini?
1. Anemia berat dapat menyebabkan hipoksemia dan mempertinggi resiko
insufiseinsi koroner dan iskemik miokard, selain itu dapat memperparah
keadaan pasien dengan penyakit paru kronis.
2. Intoleransi terhadap dingin ditemukan pada beberapa pasien dengan anemia
defisiensi kronis, dan bermanifestasi sebagai gangguan vasomotor, nyeri
neurologis, atau mati rasa bahkan rasa geli.
3. Meskipun jarang, namun pada anemia defisiensi yang berat berhubungan
dengan papilledema, peningkatan tekanan intracranial, dan bisa didapatkan
gambaran klinis pseudotumor cerebri. Manifestasi ini dapat terkoreksi oleh
terapi dengan pemberian preparat besi.
4. Fungsi imun yang melemah, dan pernah dilaporkan pasien dengan anemia
defisiensi besi mudah terjangkit infeksi, meskipun demikian belum
didapatkan fakta yang pasti mengenai keterkaitan antara defisiensi besi
dengan melemahnya imun karena ada beberapa factor lain yang turut
30
sebaya
yang
nonanemic.
Gangguan
dalam
perilaku
dapat
dari rujukan.
Hemoroid grade I, II dan Anemia Defisiensi Besi : 4A
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
31
V.
Hipotesis
Ny. Zainab, 50 tahun, datang ke RMSH dengan keluhan utama lemah karena
mengalami anemia defisiensi besi akibat dari perdarahan kronik (haemorrhoid).
VI.
Sintesis
1. Metabolisme Besi
Besi dalam tubuh manusia terbagi dalam 3 bagian yaitu senyawa besi fungsional,
besi cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang membentuk senyawa
yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin, mioglobin dan berbagai jenis ensim.
Bagian kedua adalah besi transportasi yaitu transferin, besi yang berikatan dengan
protein tertentu untuk mengangkut besi dari satu bagian ke bagian lainya. Bagian
ketiga adalah besi cadangan yaitu feritin dan hemosiderin, senyawa besi ini
dipersiapkan bila masukan besi diet berkurang. Untuk dapat berfungsi bagi tubuh
manusia, besi membutuhkan protein transferin, reseptor transferin dan feritin yang
berperan sebagai penyedia dan penyimpan besi dalam tubuh dan iron regulatory
proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi.
Transferin merupakan protein pembawa yang mengangkut besi plasma dan
cairan ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Hoffman, 2000). Reseptor
transferin adalah suatu glycoprotein yang terletak pada membran sel, berperan
mengikat transferin-besi komplek dan selanjutnya diinternalisasi ke dalam vesikel
untuk melepaskan besi ke intraseluler. Kompleks transferin-reseptor transferin selanjutnya
kembali ke dinding sel, dan apotransferin dibebaskan ke dalam plasma. Feritin sebagai
protein penyimpan besi yang bersifat nontoksik akan dimobilisasi saat dibutuhkan. Iron
regulatory proteins (IRP-1 dan IRP-2 yang dikenal sebagai iron responsive elementbinding proteins
32
dimulai dengan terikatnya satu atau dua molekul transferin mono atau diferik
pada reseptor transferin dan proses ini tergantung energi dan suhu serta selesai
dalam waktu 2-3 menit. Pada pH plasma netral, kompleks transferin-besi jauh
33
lebih stabil dengan mengikatkan transferin pada reseptor transferin baik untuk
transferin monoferik maupun diferik. Efisiensi dari distribusi besi ke sel tergantung
pada jumlah transferin plasma mono dan diferik yang ada. Pada keadaan
erytropoesis normal dan saturasi transferin normal yaitu sekitar 33%, afinitas
tertinggi dari reseptor untuk transferin diferik menghasilkan aliran besi yang
banyak ke sel, dengan dilengkapi empat atom besi pada tiap siklusnya. Saat
saturasi tranferin sekitar 19%, besi dalam jumlah sama dihantarkan melalui
transferin mono atau diferik, sementara pada saturasi yang rendah,
kebanyakan besi dihantarkan dari bentuk monoferik (Beutler at al, 2000).
peningkatan
proporsi
tingginya
afinitas
IRP.
dapat berrespon pada oksidatif stres serta inflamasi. IRP juga terikat pada
Functional IRE pada 5 UTR dari mRNA yang ada pada sintesis erytroidspecifik-d-amino levolinic acid (eALAS) dan mitokondrial aconitase serta
menghambat sintesisnya dibawah kondisi kekurangan besi, berkaitan dengan
penggunaan besi dan energi sel untuk mengatur homeostasis besi (Beutler at al,
2000; Hoffman, 2000).
d. Siklus Besi dalam Tubuh
Konsentrasi besi tubuh normal adalah 40-50 mg Fe/Kg BB dimana laki-laki
lebih besar dari perempuan. Kebanyakan besi yang ada berupa senyawa dengan
berikatan pada protein tertentu, bukan dalam bentuk logam bebas. Besi ditransport
dalam bentuk ikatan dengan transferin plasma dan transferin cairan ekstrasel.
Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada laki-laki
disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, dalam hepatosit, makrofag
dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat kehilangan darah
(Bakta,2000).
Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma. Pada
laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam plasma
sekitar 3 mg, meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih dari 30
mg. Sebagian besar besi 24 mg/hari berada di prekursor erythroid sumsum
tulang, dan sebagian besar dari jumlah ini yaitu sekitar 17 mg/hari menjadi
hemoglobin di dalam erithrosit disirkulasi yang nantinya akan dikatabollisme oleh
makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Besi kemudian dilepaskan
dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa dari besi dalam
erythroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/ hari dikatabolisme langsung oleh
makrofag karena fagositosis pada prekursor erythroid yang terganggu atau
perpindahan dari feritin erytrosit menyebabkan makrofag mengembalikan besi ke
transferin plasma 22 mg Fe/hari. Besi dalam erytron yang mengalami
pergantian berasal dari beberapa besi yang baru diabsorpsi dari GI tract dan dari
fraksi minor sekitar 2 mg Fe/hari besi Hb yang masuk ke plasma melalui
enukleasi normoblas atau hemolisis intravaskuler. Selanjutnya akan terikat
dengan haptoglobin/ hemopexin dan dihantarkan ke hepatosit (Andrew,
1999).
e. Keseimbangan Besi dalam Tubuh
36
37
f. Absorpsi besi diatur oleh sel mukosa usus kecil bagian proksimal.
Regulasi mokusal dari absorpsi besi mungkin terjadi melalui satu atau lebih
langkah berikut ini yaitu: (1) mukosa mengambil besi yang melewati vili dan
membran, (2) retensi besi dalam mukosa, (3) pemindahan besi dari sel mukosa
ke plasma. Secara umum mekanisme absorpsi besi melalui sel mukosa ini
mampu memenuhi kebutuhan cadangan besi dan tingkat eritropoesis dimana
absorpsi meningkat jika cadangan besi menurun dan aktivitas eritropoesis
meningkat. Sekitar 3,5mg Fe/hari diabsorpsi dari diet dengan bioavalaibilitas yang
cukup dan pada fase defisiensi besi Gambar 3. Keseimbangan besi tubuh
(Andrew, 1999) terdapat faktor yang meningkatkan absorpsi besi (Andrew,
1999).
g. Absorbsi Besi
1. Besi diet yang berasal dari makanan diserap dalam usus. Proses absorbsi besi
dalam usus terdiri atas 3 fase yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase
sistemik atau korporeal (Bakta, 2000).
2. Pada fase luminal ikatan besi dari bahan makanan dilepaskan atau dirubah
menjadi bentuk terlarut dan terionisasi. Kemudian besi dalam bentuk feri
(Fe3+) direduksi menjadi bentuk fero (Fe2+) sehingga siap diserap usus.
Dalam proses ini getah lambung dan asam lambung memegang peranan
penting. Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan jejenum
proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan
usus dan pH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi non
haem dan besi haem. Kedua jenis besi ini mempunyai sifat sangat berbeda.
Besi haem diserap secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan
penghambat atau pemacu dan presentase absorbsinya besar yaitu 4 kali
dari besi non haem. Sedangkan absorbsi besi non haem sangat dipengaruhi
oleh zat pengikat (ligand) yang dapat menghambat ataupun memacu
absorbsi. Senyawa besi haem terdapat dalam daging, ikan dan hati. Besi
haem ini diserap secara utuh dan setelah berada dalam epitel usus (enterosit)
akan dilepaskan dari rantai
besi tetap dalam keadaan terlarut. Bahan ini disebut zat pemacu
atau
dibuang
bersamaan
dengan deskuamasi epitel usus. Susunan karier protein ini belum diketahui
dengan pasti. Ada yang menduga sebagai suatu transferin like protein. Pada
fase sistemik (korporeal) besi yang masuk ke plasma diikat oleh
apotransferin menjadi transferin dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama
ke sel eritroblast dalam sumsum tulang. Semua sel mempunyai reseptor
transferin pada permukaannya. Transferin ditangkap oleh reseptor ini
dan kemudian melalui proses pinositosis (endositosis) masuk dalam
vesikel (endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transferin dan
39
reseptor akan terlepas dari ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan
reseptor dan transferin dikeluarkan dan dipakai ulang.
5. Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus ditentukan oleh faktor
intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor intraluminal ditentukan oleh
jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi haem atau non haem),
perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam makanan. Faktor
regulasi luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan kecepatan eritropoesis.
h.
2. Anemia Defisiensi Besi
a. Definisi dan klasifikasi
i.
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
j.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi
dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
-
Iron depleted state, yaitu cadanagn besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk
b. Epidemiologi
l.
baik di klinik maupun di masyarakat. Belum ada data yang pasti mengenai
prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan
ADB pada laki-laki 16-50%
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61%
disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di
Bali didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%.
m.
c. Etiologi dan Faktor Predisposisi
n.
40
ii.
iii.
iv.
menyebabkan anemia defisiensi besi pada masa fetus dan pada awal masa
neonatus.
p.
d. Patogenesis
q.
tubuh habis yang ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh
saturasi transferin dan besi serum. Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak
adanya besi di dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan
tidak terjadi pengikatan dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga
sedikit. Sedangkan total iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi
total yang dilakukan oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya besi di dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat
besi dari manapun dengan meningkatkan kapasitasnya.
r.
Dalam tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus
berlangsung dengan memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin
untuk membentuk heme. Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak
tersedia sehingga heme yang terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah
hemoglobin yang dibentuk juga berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang
terbentuk, eritrosit pun mengalami hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan
menurunnya MCHC (mean corpuscular Hemoglobin Concentration) < 32%.
Sedangkan protoporfirin terus dibentuk eritrosit sehingga pada anemia defisiensi
besi, protoporfirin eritrosit bebas (FEP) meningkat. Hal ini dapat menjadi indikator
dini sensitif adanya defisiensi besi.
41
s.
memerlukan besi untuk menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia
defisiensi besi tidak tersedia sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama
beberapa siklus tambahan namun menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik).
Hal ini ditandai dengan menurunnya MCV (mean corpuscular volume) < 80 fl.
t.
e. Manifestasi Klinis
u. Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar,
yaitu gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit
dasar.
i.
ii.
42
x.
iii.
f. Pemeriksaan
aa. Anamnesis
ab.
Dari anamnesis dapat ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan
pasien datang ke sarana pelayanan kesehatan. Pada skenario didapatkan pasien
mengeluhkan gejala umum anemia yang sudah dijabarkan sebelumnya.
Selanjutnya tanyakan kapan pasien mulai mengalami keluhan tersebut serta
gangguan lain yang mungkin menyertai keluhan tersebut. Pada pasien anemia
defisiensi besi, kekurangan besi yang dialami pasien dapat disebabkan karena
gangguan absorpsi, kurangnya intake besi sehari-hari atau akibat perdarahan
kronik. Jadi dapat ditanyakan juga apakah ada penyakit lain seperti kolitis kronik
atau riwayat gastrektomi yang menyertai, bagaimana asupan makanan sehari-hari
terkait dengat intake besi, dan apakah ada riwayat perdarahan misalnya BAB
berdarah, BAK berdarah dan lain-lain. Selain itu dapat juga ditanyakan pekerjaan
pasien yang mungkin berkaitan dengan infeksi cacing tambang yang menjadi
salah satu penyebab anemia defisiensi besi.
ac.
ad. Pemeriksaan Fisik
ae.
Pada pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
keadaan umum, vital sign, status gizi apakah gizi baik atau buruk, konjungtiva
apakah anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak , bibir, lidah, gigi dan mulut,
bentuk kepala, kelainan herediter, jantung dan paru, hepar, limpa, ekstremitas.
af.
43
ii.
iii.
iv.
dalam plasma. Kadar sTfR meningkat pada anemia defisiensi besi. Yang
digunakan adalah rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio >
1,5 menunjukkan ADB. Digunakan untuk membedakan ADB dengan
anemia akibat penyakit kronik.
Sumsum Tulang. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan kecuali pada kasus
v.
vi.
Fungsi imun yang melemah, dan pernah dilaporkan pasien dengan anemia
defisiensi besi mudah terjangkit infeksi, meskipun demikian belum
didapatkan fakta yang pasti mengenai keterkaitan antara defisiensi besi
dengan melemahnya imun karena ada beberapa factor lain yang turut
berperan.
45
misalnya
pengobatan
terhadap
perdarahan,
maka
dilakukan
serta konstipasi. Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai
12 bulan, sampai kadar HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
at.
au. Terapi besi parenteral
av. Sangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih
mahal. Indikasi pemberian :
diberikan besi
Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan
pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic
teleangiectasia
Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada
aw.
hewani.
Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfuse darah.
Darah yang diberikan ialah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Indikasi
transfuse darah :
- Adanya penyakit jantung anemic dengan ancama payah jantung
- Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia ddengan gejala pusing
yang sangat menyolok
47
ba.
3. Haemorhoid
a. Definisi
bb. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak
merupakan kelainan patologik. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau
penyulit, diperlukan tindakan.
bc.
b. Anatomi
bd. Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula mula
mengikuti cembungan tulang kelangkang,fleksura sakralis, kemudian membelok
kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul
pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi
anus. Rektum mempunyai sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan
kohlrausch. Fleksura sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya
tertutup oleh paritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra
( kantong ) dan tenia (pita) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot
longitudinalnya berkesinambungan. Pada sepertiga bagian atas rektum, terdapat
bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila ini terisi maka
imbullah perasaan ingin buang air besar. Di bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi
seperti sayap sayap ke dalam lumen rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri
dan diantara keduanya terdapat satu lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni
lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8 cm dari anus. Melalui kontraksi serabut serabut
otot sirkuler, lipatan tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi serabut otot
longitudinal lipatan tersebut saling menjauhi.
be. Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis
yang sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan
kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan
mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea
dan kelenjar keringat. Mukosa kolon mencapai dua pertiga bagian atas kanalis analis.
Pada daerah ini, 6 10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan, kolumna analis
melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh simpul pembuluh dan
tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak bertanduk. Pada ujung bawahnya,
kolumna analis saling bergabung dengan perantaraan lipatan transversal. Alur alur
diantara lipatan longitudinal berakhir pada kantong dangkal pada akhiran analnya dan
48
tertutup selapis epitel thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira kira 1
cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna
analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.( 5 )
bf.
bg. Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna
adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam
jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga
posisi primer, yaitu kanan depan (jam 7), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral
(jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer tesebut.
bh.
bi. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di dalam
jaringan di bawah epitel anus.
bj. Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan secara longgar
dan merupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah
dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior
dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke
peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.( 4,5 )
bk.
c. Faktor risiko
49
sirosis hepatis.
bl.
d. Manifestasi Klinis
bm.
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada
hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid
eksterna yang mengalami trombosis.
bn. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat
trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi
merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol
keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada
waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih
lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk
kembali ke dalam anus.
bo. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami
prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan
terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakn ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan
udem dan radang.
bp.
e. Klasifikasi
50
bq. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan
hematoma, walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sangat
nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
br. Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :
- Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum, biasanya keluhan penderita adalah
-
perdarahan
Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi, harus didorong masuk setelah
anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
bw. Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang
penyuntikan
larutan
kimia
yang
cl.
yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat
mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi
tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus
mukosa.
cm.
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah
konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser sebagai
alat pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
cn.
co.
cp.
Partus 8 kali
Diet rendah serat
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
Haemorhoid
cv.
cw.
cx.
Hematoschezia (Perdarahan kronis)
cy.
cz.
da.
Kehilangan Fe berlebihan
VII. Kerangka Konsep
db.
dc.
dd.
Cadangan Fe menurun
de.
df.
dg.
dh.
Gangguan eritropoiesis
di.
dj.
dk.
dl.
Anemia Defisiensi Besi
dm.
dn.
do.
Manifestasi Klinis
Manifestasi Hasil Lab.
dp.
Lemah
Hb turun
dq.
Pucat
Ht turun
dr.
ds.
Cheilitis
Hitung RBC turun
dt. Papil atrofi
RDW tinggi
du.
MCV turun
dv.
MCH turun
54
Serium Iron turun
TIBC naik
Ferritin turun
Blood smear : anisositosis, hypochromic microcyte
dw.
dx.
dy.
dz.
ea.
eb.
ec.
ed.
ee.
ef.
eg.
VIII. Kesimpulan
eh.
Ny. Zainab, 50 tahun, datang ke RMSH dengan keluhan utama lemah karena
mengalami anemia defisiensi besi akibat dari perdarahan kronik (haemorrhoid).
ei.
ej.
DAFTAR PUSTAKA
ek.
Ani, Luh Seri. 2011. Metabolisme Zat Besi Pada Tubuh Manusia. Bali: Widya Biologi.
el.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
em.
Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrisons Principle of Internal Medicine Seventeenth
Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
en.
Guyton, A. C. dan Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta:
eo.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
ep.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., dan Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi.
Jakarta:
eq.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
er.
Klinis
es.
Price, Sylvia Anderson dan Willson, Lorraine McCarty. 2003. Patofisiologi: Konsep
Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
et.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
eu.
ev.
ew.
Syamsuhidayat R, dan Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
ex.
ey.
55