Bioremediasi Limbah Diazinon
Bioremediasi Limbah Diazinon
JUMBRIAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Jumbriah
NIM F351030251
ABSTRAK
JUMBRIAH. Bioremediasi Tanah Tercemar Diazinon Secara Ex Situ dengan
Menggunakan Kompos Limbah Media Jamur (Spent Mushroom Compost).
Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI, MOH. YANI dan M. AHKAM
SUBROTO.
Pestisida merupakan senyawa asing (xenobiotik) dan sulit terdegradasi pada
kondisi tertentu (rekalsitran) sehingga perlu penanganan yang serius agar tidak
membawa dampak negatif bagi lingkungan dan manusia. Salah satu metode yang
dapat dilakukan yaitu dengan teknik bioremediasi menggunakan spent mushroom
compost (SMC). Tanah dicemari diazinon dengan konsentrasi 500 ppm,1000 ppm,
dan 1500 ppm kemudian ditambahkan SMC sebanyak 10%, 20%, dan 30% lalu
diinkubasi selama 28 hari. Penurunan konsentrasi diazinon diukur setiap minggu
dengan cara mengestraksi sampel dengan etil asetat dan dianalisis dengan
spektrofotometer. Pengolahan data menggunakan metoda respon permukaan
(RSM).
Dari hasil analisis diperoleh pada hari ke-14 titik maksimum penurunan
konsentrasi diazinon mencapai 88.1% pada perlakuan kombinasi jumlah kompos
30% dan konsentrasi diazinon 1000 ppm. Pada hari ke-21 penurunan konsentrasi
diazinon mencapai 91.8% pada perlakuan kombinasi jumlah kompos 25% dan
konsentrasi diazinon 1000 ppm. Pada hari ke-28 penurunan konsentrasi diazinon
sebesar 97.5% pada perlakuan kombinasi jumlah kompos 26% dan konsentrasi
diazinon 1000 ppm. Proses degradasi diazinon yang efektif dapat dilakukan
selama 21 hari dengan penambahan kompos pada tanah sebesar 15-30% pada
konsentrasi diazinon 1000 ppm.
Beberapa jenis bakteri telah diisolasi dari SMC antara lain Bacillus
mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Pseudomonas stutzeri, dan
Chromobacterium spp. Bakteri tersebut mampu tumbuh pada media padat yang
mengandung diazinon hingga 500 ppm kecuali Bacillus brevis. Kemampuan
bakteri mendegradasi diazinon dicirikan dengan pembentukan zona jernih di
sekeliling koloni yang ditumbuhkan pada media padat mineral salt peptone yeast
(MSPY) yang mengandung diazinon. Bacillus cereus mampu mendegradasi
diazinon sampai 1700 ppm.
ABSTRACT
JUMBRIAH. Ex Situ Bioremediation of Diazinon Contaminated Soil by Using
Spent Mushroom Compost. Under the direction of NASTITI SISWI INDRASTI,
MOH. YANI dan M. AHKAM SUBROTO.
Pesticide is a xenobiotic compound and rexalcytran which should be
handled seriously in order to prevent human and environment from those negative
effects. One of the methods which can be utilized is bioremediation technique
which is utilizing fresh spent mushroom compost (SMC). The diazinon
contaminated soil whith the concentration of 500 ppm, 1000 ppm and1500 ppm,
was added with SMC of 10%, 20% and 30%, then incubated for 28 days. The
reduction of diazinon concentrate was analyzed every week through extracted
sample with etyl acetat and measured by spectrophotometer. The data processing
was conducted by using respon surface method (RSM).
Based on this analysis, the maximum point of diazinon concentrate
reduction was 88% with the treatment of combination of 30% compost and 1000
ppm diazinon, it was obatined on the 14th. On the 21st day the diazinon
concentration reduction was 91.8%. It was the result from combination of 25%
compost and 1000 ppm diazinon. On 28th day, the diazinon concentration
reduction was 97.5%, result from the treatment of 26% compost and 1000 ppm
diazinon. The diazinon degradation process can be effectively ferformed by
adding 15-30% compost, with 1000 ppm of diazinon within 21 days incubation.
Some of bacteria have been isolated from SMC. that were, Bacillus
mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Pseudomonas stutzeri, dan
Chromobacterium spp. Those bacteria were able to growth in solid medium which
contains diazinon up to 500 ppm, except Bacillus brevis. The ability of bacteria to
degrade diazinon based on their properties is forming a clear zone around the
colony which is growth in solid medium of mineral salt peptone yeast (MSPY).
Apparently, it is only Bacillus cereus is able to degrade diazinon up to 1700 ppm.
JUMBRIAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Tesis
Nama
: Jumbriah
NIM
: F351030251
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Tanggal Lulus:
Kupersembahkan buat
Ayah dan Ibu yang tercinta
Yang telah membesarkan & mendidik
Dengan penuh pengorbanan yang tak ternilai
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahim. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT karena dengan taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini yang dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2005 di Laboratorium
Bioproses IV Puslit Biotek-LIPI Cibinong dengan judul: Bioremediasi Tanah
Tercemar Diazinon Secara Ex Situ dengan Menggunakan Kompos Limbah Media
Jamur (Spent Mushroom Compost).
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku ketua Komisi
Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng dan Bapak Dr. Ir. M. Ahkam
Subroto, M.App.Sc.,APU selaku anggota komisi pembimbing yang banyak
memberi bimbingan, arahan, perhatian, dan masukan selama penulis melakukan
penelitian dan penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada Ibu Atit Kanti, MSc selaku koordinator Laboratorium
Taksonomi LIPI-Bogor yang banyak membantu dan memberikan bimbingan
mengenai identifikasi bakteri.
Ungkapan terima kasih yang tulus dan ikhlas disampaikan kepada ayah dan
ibu serta adik-adikku atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga
kepada rekan-rekan mahasiswa TIP khususnya angkatan tahun 2003 yang banyak
membantu dan memberi dorongan serta motivasi. Kepada rekan-rekan di
Laboratorium Bioproses IV Bioteknologi LIPI-Cibinong yang banyak membantu
selama melakukan penelitian ini penulis ucapkan terima kasih. Terima kasih dan
penghargaan yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Bapak koordinator
Proyek Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Melalui Sistem Bioremediasi
(RUT: 01.6401) tahun anggaran 2005 atas pendanaan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Kepada semua pihak yang telah membantu secara moril maupun materil,
penulis menyampaikan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan pahala
yang setimpal. Amin.
Bogor, Februari 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bone pada tanggal 1 September 1968 dari ayah H.
Lade Tellana dan ibu Hj. Nabang D. Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia Makassar dan lulus pada tahun
1994. Pada tahun 2003, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
pascasarjana di Program Studi Toknologi Industri Pertanian, Sekolan Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Penulis bekerja sebagai dosen yayasan di Universitas Lakidende dan
karyawan di PT. Teknik Optimasi Prima (TOP) Consultant-Kendari.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Permasalahan ..................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4. Hipotesis.............................................................................................. 4
1.5. Ruang Lingkup .................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida .............................................................................................. 5
2.2. Diazinon ............................................................................................. 8
2.3. Bioremediasi dan Biodegradasi .......................................................... 11
2.4. Degradasi Residu Pestisida Diazinon ................................................. 14
2.5. Kompos ............................................................................................... 19
2.6. Bioremediasi Menggunakan Kompos ................................................. 20
2.7. Kompos Limbah Media Jamur (Spent Mushroom Compost).............. 21
3. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 24
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 24
3.2.1. Alat .......................................................................................... 24
3.2.2. Bahan ...................................................................................... 24
3.3. Pengambilan Sampel untuk Perlakuan ................................................ 25
3.4. Desain Penelitian................................................................................. 25
3.4.1. Penelitian Tahap I ................................................................... 25
3.3.3. Penelitian Tahap II .................................................................. 25
3.5. Proses Biodegradasi Diazinon ............................................................ 26
3.6. Analisis Kadar Diazinon ..................................................................... 27
3.6.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................. 27
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penemuan toksikologi dan evaluasi pada insektisida tertentu .................... 10
2. Karakteristik kompos limbah media jamur ................................................ 22
3. Komposisi kompos limbah media jamur ................................................... 23
4. Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi ......................... 40
5. Matriks satuan percobaan ........................................................................... 41
6. Jumlah populasi, aktivitas mikroba dan degradasi diazinon .................... 52
7. Pembentukan zona jernih oleh Bacillus cereus.......................................... 62
8. Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan......................................... 63
9. Hasil analisis unsur hara pada sampel (tanah + kompos) .......................... 64
10. Standar kualitas unsur makro kompos berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI-19-7030-2004) ................................................................. 65
11. Bebarapa data degradasi diazinon ............................................................ 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Rumus bangun diazinon .............................................................................. 9
2. Produk-produk degradasi diazinon ............................................................. 17
3. Diagram tahapan penelitian ........................................................................ 26
4. Tahapan isolasi dan identifikasi bakteri ...................................................... 37
5. Kromatogram hasil KLT ............................................................................. 42
6. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-7 .................... 44
7. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-7 .............................. 45
8. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-14 .................. 47
9. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-14 ........................... 48
10. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-21 ................. 49
11. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-21 ........................... 50
12. Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-28 ............................ 51
13. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon hari ke-28 .......................... 52
14. Kurva jumlah populasi dan aktivitas mikroba ......................................... 53
15. Grafik interaksi tiga faktor terhadap hasil degradasi diazinon.................. 56
16. Probabilitas normal hasil degradasi diazinon dengan tiga faktor .............. 57
17. Grafik interaksi ratio kompos dengan waktu terhadap
aktivitas mikroba ..................................................................................... 58
18. Bentuk bakteri hasil identifikasi ............................................................... 59
19. Pertumbuhan bakteri pada media NA padat 100 ppm diazinon ................ 60
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data pengamatan analisis diazinon dan kurva standar .............................. 76
2. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-7 ................................................. 78
3. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-14 ............................................... 79
4. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-21 .............................................. 80
5. Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-28 .............................................. 81
6. Hasil analisis degradasi diazinon kombinasi waktu, rasio kompos, dan
konsentrasi diazinon .................................................................................. 82
7. Deskripsi hasil identifikasi bakteri ............................................................. 83
8. Analisis aktivitas mikroba dan kurva standar .......................................... 87
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pestisida sering juga disebut obat-obatan antiparasit atau bahan fitofarmasi
yang mempunyai peranan penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian.
Penggunaan pestisida pada sektor pertanian di satu sisi akan memberi hal yang
positif yaitu dapat meningkatkan produksi tanaman. Namun di sisi lain akan
menimbulkan dampak negatif karena adanya sejumlah residu pestisida yang
tertinggal pada tanaman, biji-bijian, tanah ataupun terbawa dalam perairan.
Residu pestisida yang tertinggal tidak hanya berbahaya bagi lingkungan, tetapi
juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Secara langsung ataupun tidak langsung
sejumlah bahan kimia tersebut dapat mencapai manusia, melalui pernapasan,
makanan dan air minum. Dampak negatif lain yang ditimbulkan adalah masalah
keracunan yang terjadi lebih dari 400 ribu kasus pertahun, pencemaran lingkungan
yang mencakup kontaminasi terhadap tanah, air permukaan, air tanah, dan udara
(www.tempo.co.id/medika).
Permasalahan dalam pendegradasian pestisida adalah adanya senyawasenyawa pestisida yang kuat menetap di lingkungan dan sulit terdegradasi
(rekalsitran) oleh mikroorganisme. Hal ini disebabkan mikroorganisme perombak
tidak pernah berhubungan dengan senyawa tersebut sehingga mikroorganisme
perombak belum berpengalaman dalam perombakan senyawa-senyawa yang
belum dikenal sebelumnya, karena tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk
mendegradasi senyawa-senyawa rekalsitran ataupun bahan pencemar tersebut.
Melalui proses kimia, biokimia dan fisika, maka lambat laun mikroorganismemikroorganisme tersebut dapat beradaptasi dan melakukan perombakan. Dalam
proses adaptasi tersebut terjadi sintesis enzim dan plasmid yang dibutuhkan untuk
mendegradasi senyawa rekalsitran (Gumbira-Said dan Fauzi, 1996).
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil
dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida. Usaha tersebut dapat
dilakukan dengan menerapkan pola pengendalian hama terpadu, mengembangkan
teknologi mikroorganisme efektif, dan menggunakan pestisida yang berasal dari
tanaman atau pestisida nabati. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini telah banyak teknologi alternatif untuk mengatasi dan
memperbaiki kondisi lingkungan yang telah terkena polutan. Salah satunya yakni
dengan berkembangnya teknik bioremediasi baik secara in situ maupun secara ex
situ. Di negara-negara barat saat ini telah dikembangkan teknik bioremediasi
dengan menggunakan kompos (compost bioremediation). Teknik bioremediasi ini
banyak diminati karena lebih praktis dan ekonomis dibanding dengan teknik
bioremediasi lainnya (US-EPA, 1997; 1998). Penggunaan kompos dalam proses
bioremediasi efektif dalam mendegradasi banyak jenis kontaminan seperti
hidrokarbon terklorinasi dan tak terklorinasi, bahan-bahan kimia pengawet kayu,
pelarut, logam berat, pestisida, produk-produk minyak, bahan peledak dan
senyawa-senyawa senobiotik lainnya (EPA 1997; EPA 1999; Gray et al. 1999;
Baker & Bryson 2002 ).
Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan pupuk sintetis, karena selain dapat memperbaiki sifat-sifat
fisik tanah, memulihkan dan meningkatkan kesuburan tanah, kompos juga
mempunyai kandungan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman serta
merupakan absorban yang sangat baik untuk senyawa-senyawa organik dan
anorganik. Pemakaian kompos akan menambah kemampuan tanah dalam
menyimpan air dan menyerap pupuk, sehingga akan membantu dalam
pertumbuhan tanaman (CPIS 1992).
1.2. Permasalahan
Residu pestisida merupakan salah satu limbah kimia berbahaya dan beracun
yang bersifat persisten (sulit terdegradasi pada kondisi tertentu) di alam. Akan
tetapi bukan berarti tidak dapat terdegradasi sama sekali, namun peristiwa
degradasi yang terjadi sangat lambat karena kondisi lingkungan yang tidak
mendukung. Secara alamiah lingkungan tercemar tersebut mengandung aneka
ragam
mikroorganisme
(mikroba
indigenous).
Mikroorganisme
tersebut
1.4. Hipotesis
1. Jumlah kompos, konsentrasi diazinon, dan waktu serta interaksinya
berpengaruh terhadap tingkat degradasi diazinon pada teknik bioremediasi
secara ex situ (pengomposan)
2. Pada biodegradasi diazinon dengan menggunakan kompos (compost
bioremediation)
diazinon.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida
Pestisida berasal dari bahasa latin yaitu pestis (hama) dan caedo
(pembunuh), dapat diterjemahkan menjadi racun untuk mengendalikan jasad
pengganggu atau yang biasa juga disebut organisma pengganggu tanaman (OPT).
Pestisida adalah semua zat yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan
hama. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1973, pestisida adalah
semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta jasad-jasad renik dari virus yang
digunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan piaraan dan ternak
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air
6. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman,
tidak termasuk pupuk
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah, bangunan dan alat-alat pengangkutan
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada menusia atau binatang yang perlu dilindungi
dengan
penggunaan
pestisida
hanya
berdasarkan
sifat-sifat
racunnya
dan
direkomendasikan dalam dosis yang tepat pada batas yang aman (safety margins).
Pestisida tidak hanya dibutuhkan dalam bidang pertanian saja, tetapi dalam
bidang
dan
kegiatan
lainpun
memerlukan
pestisida
untuk
mengatasi
Akumulasi pestisida
karena adanya absorpsi oleh alam melalui tanah, air dan mahluk hidup lainnya
(Tarumengkeng 1992).
Berdasarkan jenis hama dan sasarannya, pestisida terdiri atas beberapa
kelompok yakni insektisida untuk membasmi serangga, herbisida untuk
membasmi gulma, rodentisida untuk membasmi tikus, fungisida untuk membasmi
jamur, moluskisida untuk membasmi siput, bakterisida untuk membasmi bakteri
dan nematisida untuk membasmi cacing. Sedang berdasar jenis bahan kimia
penyusunnya, pestisida dibagi atas empat golongan yaitu organoklorin,
organofosfat, karbamat serta pestisida lain yang mengandung substansi organik.
sebagian besar jenis pestisida termasuk senyawa-senyawa hidrokarbon siklik
berklor, aromatik berklor, ester, alkil halida pendek (fumigan) dan fosfat organik
(Ekha 1991; Tarumengkeng 1992).
Usaha yang telah dilakukan untuk memperkecil dampak negatif yang
ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah menerapkan pola pengendalian
hama
terpadu,
mengembangkan
teknologi
mikroorganisme
efektif,
dan
rendah yaitu tidak akan tahan lebih dari tiga bulan seperti diazinon (3 bulan),
disulfoton (4 minggu), forat (2 minggu), malation dan paration (sampai 2
minggu). Sebaliknya beberapa insektisida hidrokarbon terklorinasi dapat tetap
bertahan sampai waktu yang lama (4-5) tahun, misalnya Klordan (5 tahun), DDT
(4 tahun), BHC (3 tahun) heptaklor epoksida dan dieldrin (1-3 tahun) (Rao 1994).
Pemakaian pestisida dalam jumlah yang sedikitpun namun secara terus
menerus akan menyebabkan penimbunan residu dalam tanah dan menyebabkan
meningkatnya penyerapan senyawa kimia tersebut oleh tanaman sehingga
membahayakan bagi ternak dan manusia ataupun lingkungan. Apabila pestisida
tersebut digunakan pada tanah yang baru diusahakan, akan lebih mudah hilang
setelah adanya fase tenggang permulaan tetapi pemakaian senyawa kimia yang
sama secara periodik akan menyebabkan terakumulasinya bahan yang digunakan
tergantung keawetan pestisida tersebut.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan dan penyerapan
pestisida dalam sistem biologis dikaitkan dengan antara lain (1) sifat fisik dan
kimia inheren dan pestisida (misalnya, volatilisasi, kelarutan dalam air); (2)
karakteristik fisiologis berbagai spesies (misalnya perilaku makan, jalur
pengambilan, dan habitat); (3) sifat spesifik ekosistem (misalnya jenis sistem
aliran, suhu, pH, bahan organik, struktur jaring makanan). Lenyapnya suatu
pestisida tergantung pada konsentrasi awal senyawa kimianya di dalam tanah,
fotodekomposisi dan erosi tanah oleh air dan angin juga ikut menyumbang
hilangnya pestisida dalam tanah.
Toksisitas pestisida tergantung pada golongan pestisida itu sendiri
misalnya insektisida organoklorin (OC) bersifat karsinogenik, cenderung
mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi karena mampu bertahan tersimpan
lama dalam lemak tubuh, serta dapat merangsang sistem saraf dan menyebabkan
parestesia, peka terhadap perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan,
tremor dan kejang-kejang. Sedangkan golongan Organofosfat (OP) dan Karbamat
tidak bersifat karsinogenik tetapi dapat menghambat asetilkolinesterase sehingga
mengganggu sistem saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Beberapa
organofosfat, karbamat, organoklorin, fungisida ditiokarbamat, dan herbisida
mengubah berbagai fungsi imun, misalnya malation, metilparation, karbaril, DDT,
parakuat, dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan antibodi,
mengganggu fagositosida leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada limpa,
dan kelenjar limpa (Koller 1979; Street 1981 dalam Lu 1995).
Tanah dan sedimen juga sangat berperanan penting dalam pengangkutan
dan penghilangan pencemaran di lingkungan dengan (1) menyediakan permukaan
penyerapan; (2) bertindak sebagai sistem penyangga; dan (3) sebagai pencuci
pencemar. Namun proses pengangkutan paling menonjol yang berhubungan
dengan tanah dan sedimen adalah penyerapan (adsorpsi) dan pencucian (Connel
1995).
2.2. Diazinon
Diazinon merupakan salah satu pestisida yang termasuk golongan
organofosfat dari grup fosforotioat/fosforotionat (Chambers 1992). Diazinon
merupakan insektisida yang sangat efektif digunakan untuk memberantas dan
membasmi, ataupun mengendalikan hama-hama tanaman seperti kutu daun, lalat,
wereng, kumbang penggerek padi, dan sebagainya. Diazinon umumnya digunakan
pada tanaman buah, padi, tebu, jagung, dan tembakau serta tanaman hortikultura.
Diazinon mempunyai nama kimia O,O-diethyl-O(2-isoprophyl-4-methyl-6pyrimidinyl)-phosphorithioate dengan rumus empiris C12H21N2O3PS. Kandungan
ambang aman (no observed effect level/NOEL) kadar diazinon dalam makanan
adalah 0.02 mg/kg, sedang asupan harian yang dapat diterima (Acceptable Daily
Intake/ADI) adalah 0.002 mg/kg/hari (Gallo & Lawryk 1991; Lu 1995). Beberapa
penemuan toksikologi dan evaluasi pada beberapa jenis insektisida seperti
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Penemuan toksikologi dan evaluasi pada insektisida tertentu
Pestisida
Azinfosmetil
Klorfenvinfos
Diazinon
Diklorvos
Dimetoat
Disulfoton
Malation
Mevinfos
Paration
Paration-metil
Triklorfon
Aldikarb
Karbaril
Propoksur
LD50
NOEL (mg/kg)
mg/kg Tikus Anjing Manusia
13 0.125
0.125
15 0.05
0.05
108
0.1
0.02
0.02
80
0.033
215
0.4
0.2
6.8 0.05
0.025
0.75
1375
5
0.2
6.1 0.02
0.025
0.014
13
0.05
14
0.1
0.375
0.1
630
2.5
1.25
-
ADI
(mg/kg)
0.0025
0.002
0.002
0.004
0.02
0.002
0.02
0.0015
0.005
0.001
0.005
0.8 0.125
850
10
83 12.5
0.25
50
0.06
0.005
0.01
0.02
DDT
113 0.05
Aldrin/dieldrin
40 0.025
Klordan
335 0.25
Endrin
18 0.05
Heptaklor
100 0.25
Lindan
88 1.25
Metoksiklor
6000
10
Sumber: Lu (1995).
0.025
0.075
0.025
0
0.0625
1.6
-
0.01
0.001
0.001
0.0002
0.0005
0.01
0.1
didefinisikan
sebagai
proses
penguraian
limbah
anorganik, biomassa dan hasil samping yang sedikit lebih sederhana dari senyawa
semula.
Sedang menurut Gumbira-Said dan Fauzi (1996) bioremediasi merupakan
proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen tanah dan air
yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bahan pencemar tersebut biasanya
merupakan senyawa xenobiotik (asing di alam) misalnya residu pestisida,
deterjen, limbah eksplorasi dari pengolahan minyak bumi dan residu amunisi.
Senyawa-senyawa tersebut bersifat rekalsitran (sulit terdegradasi) sehingga
senyawa tersebut memiliki ketahanan yang tinggi di alam. Lebih lanjut Subroto
(1996) menerangkan bahwa bioremediasi merupakan proses dekontaminasi yang
lebih bersahabat dengan lingkungan dan lebih murah dibanding dengan metode
penanganan limbah lain yang telah ada.
Beberapa dekade terakhir, teknik bioremediasi adalah merupakan salah satu
cara penanganan secara cepat dalam pengolahan limbah dalam suatu industri,
karena teknik bioremediasi merupakan suatu metode yang efektif dan ekonomis
sebagai suatu alternatif untuk membersihkan tanah, permukaan air dan
kontaminasi air tanah yang mengandung sejumlah bahan beracun seperti
rekasitran dan kimia. Bioremediasi tidak hanya mendegradasi polutan tetapi juga
digunakan untuk menyerap bahan-bahan logam dan mineral dan memisahkan zatzat yang tidak diinginkan dalam udara, air, tanah dan bahan baku proses produksi
(industri).
Proses bioremediasi didasarkan pada siklus karbon untuk mendaur ulang
senyawa organik dan anorganik melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Bioremediasi
dapat dilakukan secara in situ ataupun secara ex situ. Secara
in situ yaitu
dengan
proses
kometabolisme
dimana
mikroorganisme
tidak
oksigen
merupakan
faktor
pembatas
laju
degradasi
untuk
mengkatabolisme
senyawa
hidrokarbon
dengan
cara
3. pH
Tingkat keasaman (pH) juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme. Kebanyakan bakteri dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran pH netral (pH 6.57.5). Misalnya P. aeruginosa
mampu tumbuh pada kisaran pH 6.67.0 dan mampu bertahan pada kisaran 5.6
8.0, sedangkan bakteri tanah Rhizobium mampu bertahan pada kisaran pH 3.4
8.1.
4. Suhu
Suhu akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia, kecepatan degradasi
oleh mikroorganisme serta komposisi komunitas mikroorganisme selama proses
degradasi.
5. Nutrisi
Mikroorganisme membutuhkan nutrisi sebagai sumber karbon, energi dan
keseimbangan metabolisme sel.
Boopathy (2000) menerangkan bahwa hasil dari setiap proses degradasi
tergantung pada mikroorganisme (konsentrasi biomassa, keragaman populasi dan
aktivitas enzim), substrat (karakteristik fisikokimia, struktur molekul dan
konsentrasi), dan faktor lingkungan (pH, suhu, kelembaban, tersedianya akseptor
elektron sebagai sumber karbon dan energi). Struktur molekul dan konsentrasi
kontaminan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam proses bioremediasi
serta tipe transformasi bakteri yang terjadi, meskipun senyawa tersebut dipakai
sebagai substrat primer, sekunder atau kometabolit.
Streptococcus.
kemampuan
seperti
Pseudomonas
sp
dalam
mendegradasi
+
da
fotolisis
fotolisis/
hidrolisis
oksidasi
dekomposisi
ca
fa
ea
asetilasi
Diazinon
dekomposisi
aa
ga
ba
diazinon mengandung
cahaya
diazinon
juga
dapat
terdegradasi.
Mikroba
indigenous
2.5. Kompos
Menurut Indriani (1999) kompos adalah bahan organik yang telah
mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan
sudah tidak dikenali bentuk aslinya, warna kehitam-hitaman, dan tidak berbau.
Bahan organik berasal dari tanaman maupun hewan, termasuk kotoran hewan.
Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah
terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan dalam tanah, serta mengandung zat-zat
organik yang dibutuhkan tanaman.
Penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah yang diperbaiki di antaranya adalah
meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan
sulfur. Menurut Indrasti (2003), kompos merupakan bahan yang dihasilkan dari
proses degradasi bahan organik yang dapat berguna bagi tanah-tanah pertanian
seperti memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi
tanaman menjadi lebih tinggi.
Kandungan utama kompos selain bahan organik, kompos juga mengandung
unsur-unsur hara makro dan mikro seperti nitrogen, fosfat, kalium, magnesium,
besi, dan mangan. Susunan unsur hara yang dikandung oleh kompos bervariasi
dan dipengaruhi oleh bahan yang dikomposkan, cara pengomposan, tingkat
kematangan, dan cara penyimpanan (US-EPA 1994). Kandungan unsur hara
dalam kompos relatif kecil bila dibandingkan dengan pupuk kimia. Oleh karena
itu pupuk kimia lebih banyak digunakan oleh petani, selain karena kandungan
unsur-unsur yang tinggi juga karena kemudahan dalam pengaplikasiannya. Tetapi
penggunaan pupuk kimia tersebut akan memberikan efek yang merugikan karena
dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah dan bahaya residu bahan kimia
terhadap kesehatan manusia (Indrasti et al. 2005). Oleh karena itu kombinasi
penggunaan pupuk organik) kompos dengan pupuk anorganik masih merupakan
salah satu solusinya, tetapi porsi pupuk organik perlu ditingkatkan untuk
meningkatkan kualitas produksi.
Kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh kematangan kompos. Kompos
yang telah matang memiliki kandungan bahan organik yang dapat terdekomposisi
dengan mudah, nisbah C/N yang rendah, tidak menyebabkan bau, kadar air yang
memadai dan tidak mengandung unsur-unsur yang merugikan bagi tanaman
(phytotoxic, benih rumput dan patogen).
Beberapa penelitian terdahulu dilaporkan bahwa penggunaan kompos dalam
proses bioremediasi telah terbukti efektif dalam mendegradasi banyak jenis
kontaminan seperti hidrokarbon terklorinasi dan tak terklorionasi, bahan-bahan
kimia pengawet kayu, pelarut, logam berat, pestisida, produk-produk minyak,
bahan peledak dan senyawa-senyawa senobiotik lainnya (EPA 1997; EPA 1999;
Gray et al. 1999; Baker & Bryson 2002).
mendegradasi
kontaminan
air
atau
tanah.
Dalam
proses
bioremediasi
SMC merupakan limbah hasil industri budidaya jamur yang berlimpah sehingga
sangat memungkinkan untuk gunakan dalam proses bioremediasi.
Kompos limbah media jamur (spent mushroom compost/SMC) ini banyak
mengandung nutrisi (kandungan bahan organik tinggi) di antaranya sebagai
sumber fosfor, kalium, nitrogen, kalsium, sulfur dan unsur-unsur lainnya seperti
besi, natrium, mangan, boron, tembaga, dan seng sehingga dapat memperbaiki
sifat fisik tanah, struktur, tekstur, porositas, dan meningkatkan aktivitas
mikroorganisme tanah dan cacing tanah sehingga memudahkan dalam
penghancuran tanah pada saat diolah
Keuntungan
Bahan organik 65 %
Penggunaan
Nitrogen (N)
Phosphor (P)
Kalium (K)
Calsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Sulphur (S)
Natrium (Na)
Besi (Fe)
Mangan (Mn)
Boron (B)
Cu
Seng (Zn)
(g/kg)
22.5
12.5
25.0
72.5
6.7
15.9
2.7
(mg/kg)
2153
376
37
46
273
3. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioproses IV Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI Cibinong. Analisis kadar diazinon dan isolasi bakteri dilakukan
di Laboratorium Bioproses IV Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong,
identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Taksonomi Bidang Mikrobiologi
Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor, analisis kompos dilakukan di Laboratorium
Balai Penelitian Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2005.
sapranin (Gram D), Media khusus Gram Mac Conkey Agar, NNNN tetramethyl-pphenylene diamine dihydrochloride (C6H4[N(CH3)2]22HCl, H2O2, methyl red,
bromtymol biru, phenol red, media nutrien cair/broth.
ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1707 ppm dengan jumlah kompos
dalam tanah 6%, 10%, 20%, 30% dan 35%.
2. Analisis kompos (SMC) yang meliputi: TPC, C/N, KTK, unsur hara, kadar air,
kadar abu, pH, aktivitas mikroba, dan kadar pestisida.
3. Pencampuran kompos dengan tanah yang telah dicemari diazinon.
4. Fermentasi/inkubasi pada suhu ruang dengan kadar air bahan 30-60% selama
28 hari.
5. Analisis hasil fermentasi/inkubasi (kadar diazinon, TPC, C/N, KTK, unsur hara,
kadar air, kadar abu, pH, dan aktivitas mikroba).
Tanah
Sterilisasi tanah
Kompos limbah
media jamur
Pencampuran
Analisis Kompos
Fermentasi/inkubasi
T = suhu ruang
Kadar air bahan = 30-60%
Waktu = 28 hari
Isolasi Mikroba
(bakteri & kapang)
Diazinon
EC 60
Sampling:
satu kali seminggu
untuk analisis penurunan
kadar diazinon, TPC,
aktivitas mikroba
Analisis:
Identifikasi bakteri
Uji kemampuan
degradasi diazinon
Gambar 3 Diagram tahapan penelitian
kompos tersebut. Parameter yang diuji adalah C/N, unsur hara, KTK, kadar air,
kadar abu, pH, TPC, aktivitas mikroba, dan kadar pestisida. Campuran tersebut
kemudian diaduk hingga homogen lalu diinkubasi selama 28 hari dengan kadar
air bahan 30-60% pada suhu kamar (28-32 oC) dan pH 7-8. Selama proses
inkubasi berlangsung sampel ditutup dengan plastik untuk mengurangi terjadinya
penguapan dan tidak terkena cahaya.
Sampel diambil satu kali seminggu di lima titik dengan dua kali
pengambilan kemudian digabung menjadi satu dan diaduk hingga homogen
(sistem komposit) kemudian dianalisis penurunan kadar diazinonnya. Pada akhir
proses inkubasi, selain analisis penurunan kadar diazinon juga dilakukan
pengujian C/N, KTK, unsur hara, kadar abu, kadar air, pH, TPC, dan aktivitas
mikroba.
.(1)
Jarak garis depan dari titik awal
Kemudian dilakukan
Cara pembuatan:
1. Ditimbang PDA sebanyak 3.9 g dan agar powder 0.5 g.
2. Kedua bahan tersebut dicampur dan ditambahkan dengan aquadest
sebanyak 100 ml, kemudian dipanaskan sambil diaduk.
3. Setelah mendidih dan homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada
suhu 121 oC selama 15 menit.
4. Media didinginkan (hangat kuku) lalu ditambahkan khloramphenikol 50
ppm sebanyak 1 ml yang telah disterilkan dengan millipore 0.45 m.
5. Media dituang ke dalam petri steril 1-2 ml, dan didinginkan
6. Setelah padat petri ditutup dan dibalik agar uap air tidak jatuh ke atas
permukaan agar.
3.7.1.2. Nutrien Agar (NA)
Media ini digunakan untuk menginokulasi bakteri dari SMC.
Cara pembuatan:
1. Ditimbang NA sebanyak 2.3 g dan agar powder 0.5 g.
2. Kedua bahan tersebut dicampur dan ditambahkan dengan aquadest sebanyak
100 ml, kemudian dipanaskan sambil diaduk.
3. Setelah mendidih dan homogen media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu
121 oC selama 15 menit.
4. Media didinginkan (hangat kuku) lalu ditambahkan nistatyn 50 ppm
sebanyak 1 ml yang telah disterilkan dengan millipore 0.45 m.
5. Media dituang ke dalam petri steril 1-2 ml, dan didinginkan
6. Setelah padat petri ditutup dan dibalik agar uap air tidak jatuh ke atas
permukaan agar.
nistatyn
yang
berfungsi
untuk
menghambat
pertumbuhan
bagian-bagiannya agar lebih kontras dan tampak lebih jelas, sehingga dapat
diamati berbagai bentuk (morfologi), jenis (gram positif atau gram negatif),
susunan bakteri, serta sel-sel bakteri (spora, kapsel, atau flagela). Sel-sel bakteri
yang tidak diwarnai pada umumnya sukar diamati dengan mikroskop cahaya
biasa, karena sitoplasma sel mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan
indeks bias lingkungannya (Lay 1992). Hasil pewarnaan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
a. Fiksasi, sebelum bakteri diwarnai terlebih dahulu dilakukan fiksasi dengan
menggunakan cara fisik (pemanasan atau dengan freeze drying) ataupun
menggunakan agen kimia (asam pikrat, alkohol, aseton, asam kromat-asam
osmiat). Fiksasi berfungsi untuk (1) Mencegah mengkerutnya globula-globula
protein sel; (2) Mempertinggi sifat reaktif gugusan-gugusan karboksilat,
amino primer, sulfihidril; (3) Merubah afinitas pewarna bakteri; (4) Mencegah
terjadinya otolisis sel; (5) Dapat membunuh bakteri secara cepat dengan tidak
menyebabkan perubahan-perubahan bentuk atau strukturnya; (6) Melekatkan
bakteri di atas gelas benda; (7) Membuat sel lebih kuat (keras).
b. Substrat, tiap pewarna asam maupun basa dapat bereaksi dengan konstituen
sel. Oleh karena itu substrat organik (lipid, protein, asam nukleat, dan
karbohidrat) akan mempengaruhi pewarnaan bakteri. Sehingga dapat
dibedakan sel-sel yang (1) basofil, yaitu sel-sel yang dapat mengikat pewarna
bakteri basa; (2) asidofil atau oksifil, yaitu sel-sel yang dapat mengikat
pewarna bakteri asam; (3) sudanolfil, yaitu sel-sel yang dapat mengikat
pewarna bakteri yang dapat larut dalam minyak.
c. Intensifikasi Pewarnaan, dilakukan dengan mempertinggi kadar pewarna,
temperatur pewarnaan (60-90 oC) atau menambah suatu mordan.
d. Pelunturan pewarna bakteri (Decolorizer), digunakan untuk mendapatkan
kontras yang baik pada bayangan mikroskop.
Beberapa cara pewarnaan bakteri yang biasa dilakukan ialah pewarnaan
sederhana, pewarnaan deferensial, pewarnaan Gram, pewarnaan Ziehl Neelsen
(acid fast), dan pewarnaan negatif (Lay 1992). Pada penelitian ini dilakukan
pewarnaan bakteri dengan menggunakan metode pewarnaan Gram. Pewarnaan
gram meliputi 4 tingkatan yaitu:
1. Pemberian pewarna utama (larutan pewarna kristal violet, warna ungu)
2. Pengintensifan pewarna utama dengan menambahkan larutan mordan (JKJ)
3. Pencucian (dekolorisasi) dengan alkohol 70%
4. Pemberian pewarna penutup (pewarna lawan, counterstain) larutan pewarna
safranin yang berwarna merah.
Dengan pewarnaan Gram maka dapat dibedakan bakteri yang bersifat
positif dan bersifat negatif: (1) Bakteri Gram positif ialah bakteri yang mengikat
pewarna utama dengan kuat sehingga tidak dapat dilunturkan dan diwarnai oleh
pewarna lawan. Dengan menggunakan mikroskop sel-sel bakteri ini tampak
berwarna violet; (2) Bakteri Gram negatif ialah bakteri yang daya ikat terhadap
pewarna utama tidak kuat, sehingga dapat dilunturkan dan diwarnai oleh pewarna
lawan. Dengan pengamatan mikroskopik sel bakteri ini tampak berwarna merah.
Sifat Gram terutama ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimia dinding sel
dan membran sitoplasma. Dinding sel dan membran sitoplasma bakteri Gram
positif mempunyai afinitas yang besar terhadap kompleks pewarna kristal violet
dan iodium, sedang pada Gram negatif tidak. Pada waktu pewarnaan, larutan
kristal violet dan iodium menembus sel bakteri. Pada sel bakteri Gram positif zatzat ini membentuk senyawa yang sukar larut, tidak larut dalam peluntur, dan tidak
diwarnai oleh pewarna penutup sedang bakteri Gram negatif tidak demikian.
yang akan diamati akan tumbuh pada media khusus (SS agar, XLD agar,
BRC).
1. Tes Katalase (Catalase Test)
Menggunakan H2O2 3% dengan cara meneteskan larutan tersebut pada
permukaan objek glass, biakan murni diambil dengan ose lalu disentuhkan pada
tetesan tersebut, bila dalam hitungan detik terdapat gelembung udara
menandakan catalase positive.
2. Tes Oksidase (Oxidase Test)
Menggunakan
NNNN-tetramethyl-p-phenylene
diamine
dihydrocloride
aquadest 1000 ml lalu ditambahkan indikator phenol red (pH 7.2-7.4) kemudian
disterilisasi pada 115
Persiapan Sampel
Pembuatan Media
(PDA & NA)
Pembiakan
Bakteri dalam
media NA
Pembiakan
Kapang/Khamir dalam
media PDA
Isolasi Bakteri
Isolasi
Kapang/Khamir
Koloni tunggal
Pewarnaan
bakteri
Koloni tunggal
Determinasi/identifikasi
bakteri
Genus/Spesies
terdegradasi pada di atas 120 oC sehingga diazinon tidak dapat disterilkan dengan
autoklaf. Oleh karena itu diazinon harus disterilkan melalui proses sterilisasi
penyaringan yakni dengan menggunakan filter ukuran 0.45 m (millipore).
10 gram kompos
ke dalam
erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan standar FDA masing-masing 0, 0.1;
0.2, 0.3, 0.5, 1.0 dan 1.5 mL, masing-masing erlenmeyer ditambah 50 mL buffer
fosfat. Larutan standar diinkubasi dengan penggoyangan (rotary shaker) pada
kecepatan 120 rpm selama satu jam kemudian ditambahkan 50 mL aseton untuk
menghentikan reaksi hidrolisis. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 6000
rpm selama 10 menit, lalu disaring. Absorban filtrat diukur dengan
spektrofotometri UV-VIS (Beckman DU 650) pada panjang gelombang () 490
nm.
Perlakuan pada sampel dilakukan dengan cara menimbang FDA 0.200 gram
lalu dilarutkan dengan aseton kemudian ditambah dangan deionized water
(aquabidest) hingga 100 mL sebagai larutan stok. Sampel di timbang masingmasing 10 gram ke dalam erlenmeyer lalu ditambah 50 ml buffer fosfat (pH 7.6)
dan larutan FDA 0.5 mL kemudian diinkubasi dengan rotary shaker pada
kecepatan 120 rpm selama satu jam kemudian ditambahkan 50 mL aseton.
Larutan didekantasi (pindahkan) ke dalam tabung sentrifugasi dan disetrifugasi
dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit, lalu disaring dengan millipore (0.45
m). Absorban diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang () 490
nm.
Nilai
faktor
tengah
0
Nilai
faktor
tertinggi
(+1)
500
1000
1500
10
20
30
Jenis Perlakuan
Diazinon
Kompos
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
-1
1
-1
0
0
0
1.414
-1.41
0
0
-
1
1
-1
-1
0
0
0
0
0
1.414
-1.414
-
Nilai asli
Diazinon Kompos(%) Keterangan
(ppm)
1500
30
P1
500
30
P2
1500
10
P3.
500
10
P4
1000
20
P51
1000
20
P52
1000
20
P53
1707
20
P6
293
20
P7
1000
35
P8
1000
6
P9
1000
0
K1
1000
0
K2
Dengan dua peubah uji tersebut maka model kuadratiknya seperti bentuk
persamaan berikut:
Yi = bo + b1x1i + b2x2i + b11x1i2 +b22x2i2 +b12x1i + ri
... (3)
Keterangan:
Y
= Koefisien parameter
= error
Gambar 5 Kromatogram hasil KLT dengan eluen heksana : etyl asetat (10:1, v/v)
(1) diazinon teknis pekat; (2) stok diazinon 10000 ppm;
(3) sampel P5 (H14); (4) sampel P5 (Ho)
Dari Gambar 5 secara kualitatif terlihat bahwa diazinon teknis pekat (1) dan
stok diazinon 1000 ppm (2) terdapat satu spot berwarna merah muda dengan
masing-masing nilai Rf 0.28 dan 0.24 dan satu spot berwarna kuning
kemungkinan merupakan pelarut dari senyawa diazinon tersebut. Pada sampel
hari ke-14 (3) ada tujuh spot dan satu diantaranya berwarna merah muda dan pada
hari ke-0 (4) ada tiga spot dengan masing-masing nilai Rf 0.24 dan 0.28 sama
dengan stok diazinon 1000 ppm dan diazinon teknis pekat, sedang spot yang
berwarna coklat kemungkinan terbentuk dari kotoran yang berasal dari tanah atau
kompos. Pada sampel hari ke-14 (3) terdapat spot berwarna kuning keemasan dan
orange dengan Rf 0.67 dan 0.8 ini diduga adalah merupakan senyawa turunan
hasil degradasi diazinon oleh SMC namun senyawa ini belum dapat
diindentifikasi dengan jelas.
Secara umum diazinon mempunyai rute degradasi mencakup pemutusan
ikatan P O pirimidin oleh aktivitas NADPH-dependent oksidase. Komponen
heterosiklik diazinon dapat diaktivasi oleh enzim monooksidase yang membentuk
derivatif P = O menghasilkan diazoxon tetapi senyawa ini dapat terhidrolisis
membentuk 2-isopropil-4-metil-6-hidroksipirimidin (IMHP), asam tiofosfonat dan
etanol. Proses reaksi transformasi enzimatik oleh mikroba terhadap diazinon
terjadi melalui reaksi primernya yaitu reaksi hidrolisis yang diikuti oleh reaksi
pemecahan rantai cincin diazinon menjadi 2-isopropil-4-metil-6-pirimidinol
(IMP) dan tiofosfonat. Hasil metabolisme mikroba tersebut diidentifikasi sebagai
senyawa yang mempunyai sifat toksik yang lebih kecil dari pada diazinon (Bollag,
1974).
Di alam, pada kondisi asam atau alkali diazinon dapat terdegradasi dengan
cepat, tetapi lambat pada kondisi netral (McEwen and Stephenson 1979). Proses
degradasi dalam penelitian ini berlangsung dalam keadaan pH netral (pH 7-8)
sehingga secara alami diazinon akan lambat terdegradasi tetapi dengan bantuan
aktivitas bakteri ataupun mikroba lainnya yang terdapat dalam SMC, maka
diazinon tersebut dapat terdegradasi secara mikrobial melalui proses hidrolisis.
Selain degradasi secara mikrobial, diazinon juga terdegradasi secara kimiawi
melalui reaksi hidrolisis dengan adanya sejumlah air sehingga hal ini
mengakibatkan diazinon mengalami proses degradasi dengan cepat.
Dimana:
Y7 = Respon terhadap degradasi diazinon pada hari ke-7
Dz = Konsentrasi diazinon
Kp = Rasio kompos
Berdasarkan persamaan (4) diperoleh bentuk permukaan respon interaksi
antara konsentrasi diazinon dengan rasio kompos dalam tanah terhadap penurunan
konsentrasi diazinon (Gambar 6). Dari Gambar tersebut terlihat bahwa rasio
kompos berpengaruh positif secara linear terhadap penurunan konsentrasi
diazinon dimana semakin banyak kompos dalam tanah maka penurunan
konsentrasi diazinon juga semakin besar, hal ini disebabkan karena jumlah
mikroba yang berperan dalam proses degradasi juga semakin banyak. Sedangkan
konsentrasi diazinon memberikan pengaruh negatif terhadap penurunan
konsentrasi diazinon dimana semakin tinggi konsentrasi diazinon maka sifat
toksik semakin besar sehingga menyebabkan diazinon mengalami penurunan
konsentrasi makin kecil.
yang
tinggi
mikroorganisme
untuk
terhadap
mikroorganisme
menguraikan
senyawa
sehingga
diazinon.
menghambat
Rasio
kompos
penurunan
konsentrasi
diazinon.
Hasil
analisis
tersebut
juga
.......(6)
...(7)
menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 95%. Nilai koefisien korelasi
berganda (R) sebesar 0.81 menunjukkan relatif tingginya korelasi antara nilai-nilai
observasi dan nilai dugaan. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 65.8% ini
berarti bahwa ada 34.2% dari total keragaman yang tidak terjelaskan oleh model.
Hasil uji kenormalan galat menggunakan Kolmogorov-Smirnov Normality
Test menunjukkan bahwa galat model telah terdistribusi secara normal dan saling
bebas dengan keragaman relatif homogen dengan nilai P>0.15. Plot kenormalan
dapat dilihat pada Gambar 13.
TPC (cfu/g)
Aktivitas mikroba
(FDA/g)
Penurunan konsentrasi
diazinon (%)
0
7
14
21
28
2.5x105
4.5x105
3.7x106
4.5x106
4.6x106
0.0320
0.0355
0.1090
0.2484
0.2299
0
28.26
87.88
91.65
93.15
100
4000000
80
3000000
60
2000000
40
1000000
20
0
0
7
TPC
14
Hari ke-
21
TPC (cfu/g)
28
(a)
0.3
Produk FDA
0.25
80
0.2
60
0.15
40
0.1
20
0.05
0
100
0
0
14
21
28
(b)
Gambar 14 (a) Kurva jumlah populasi dan hasil degradasi diazinon, (b) Aktivitas
mikroba dan hasil degradasi diazinon
..(8)
Dimana:
Y = Respon terhadap degradasi diazinon
Dz = Konsentrasi diazinon (ppm)
Kp = Rasio kompos (%)
t = Waktu (hari ke-)
Bentuk permukaan respon dari pengaruh interaksi ketiga faktor terhadap
penurunan konsentrasi diazinon
Gambar tersebut diketahui bahwa dengan bertambahnya waktu dan rasio kompos
yang optimal akan mempengaruhi penurunan konsentrasi diazinon dimana
semakin lama waktu remediasi maka penurunan konsentrasi diazinon juga
semakin besar, akan tetapi konsentrasi awal diazinon juga merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh dalam proses dekomposisi.
Interaksi antar waktu dengan rasio kompos mencapai titik optimum
penurunan konsentrasi diazinon setelah hari ke-14 dengan rasio kompos antara
16-39% pada konsentrasi diazinon 1000 ppm. Penurunan konsentrasi diazinon
dapat mencapai 89.5%. Plot permukaan respon seperti ditunjukkan pada Gambar
15.
dilihat
pada
Gambar
16.
dan
akan
menghasilkan
IMHP
(2-isopropyl-4-methyl-6-
hydroxipyrimidine), dan asam tiofosforik serta etanol. Metabolik IMHP ini akan
terkonjugasi dalam binatang dan tanaman, serta terdegradasi menjadi CO2 dalam
tanaman dan tanah.
Pseudomonas stutzeri
Bacillus cereus
Bacillus mycoides
Bacillus brevis
Chromobacterium spp
Gambar 18 Bentuk bakteri hasil identifikasi
4.3. Uji Kemampuan Degradasi Diazinon
Pseudomonas
stutzeri,
Bacillus
cereus,
Bacillus
mycoides,
dan
Chromobacterium spp dapat tumbuh dengan baik sedangkan Bacillus brevis tidak
dapat tumbuh pada media tersebut. Pertumbuhan bakteri seperti terlihat pada
Gambar 19. Bakteri tersebut kemudian ditumbuhkan lagi pada media padat NA
yang mengandung diazinon 500 ppm dan ternyata hanya Bacillus cereus yang
mampu tumbuh pada media padat tersebut.
Bacilllus mycoides
Bacilllus cereus
Chromobacterium spp
Pseudomonas stutzeri
Namun demikian belum dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh pada
media tersebut adalah yang berperan dalam mendegradasi diazinon karena tidak
semua bakteri yang dapat tumbuh dalam media yang mengandung diazinon adalah
bakteri yang langsung dapat mendegradasi diazinon. Akan tetapi bakteri lainnya
hanya dapat menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dalam media yang
mengandung diazinon dan mengakumulasikannya dalam sel atau menggabungkan
diazinon dengan senyawa yang terdapat di alam. Oleh karena itu dilakukan uji
degradasi diazinon dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh
Oshiro et al. (1996), yaitu dicirikan dengan terbentuknya zona jernih/bening di
sekeliling bakteri yang tumbuh.
Diazinon mempunyai kelarutan dalam air 0.004% pada suhu 20oC, sehingga
bila diazinon ditambahkan dalam media yang kandungan terbesarnya adalah air
maka media tersebut akan membentuk suspensi dan menimbulkan sifat opaque
(buram). Jika diazinon terdegradasi akan menghasilkan suatu senyawa turunan
yang lebih sederhana dan bersifat polar serta mempunyai kelarutan dalam air
yang lebih tinggi. Dengan kelarutan yang lebih tinggi dalam air akan
menyebabkan hilangnya sifat opaque, sehingga media akan menjadi jernih. Oleh
karena itu jika suatu koloni bakteri yang mampu mendegradasi diazinon menjadi
senyawa yang lebih sederhana ditumbuhkan diatas permukaan media padat, maka
di sekeliling koloni bakteri akan membentuk zona jernih (Margot & Stammbach
1964).
Bacillus cereus ditumbuhkan pada media MSPY yang mengandung
diazinon 1000 ppm, 1500 ppm, dan 1700 ppm dan diinkubasi selama empat hari.
Bacillus cereus mampu membentuk zona jernih di sekelilingnya. Kemampuan
pembentukan luas zona jernih seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Dari Tabel
tersebut terlihat adanya peningkatan luas zona jernih yang terbentuk. Hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sehingga terjadi suatu proses
perombakan (degradasi) diazinon menjadi senyawa yang lebih sederhana.
1500
1.0048
4.8
1700
1.0048
1.8
4.4. Komposting
SMC yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos setengah matang
dan segar yang telah mengalami proses pengomposan selama media tersebut
dijadikan sebagai media pembibitan jamur. Miselia jamur sebagian besar tersusun
atas selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta vitamin dan mineral, sehingga limbah
substrat (media) tanam jamur masih mengandung sejumlah besar unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman. Hasil analisis unsur hara SMC seperti ditunjukkan pada
Tabel 8.
Pengomposan (komposting) adalah suatu proses aerobik thermofilik yang
secara umum digunakan untuk proses daur ulang residu organik. Gradien oksigen,
nutrien dan temperatur dalam kompos akan mendukung peningkatan populasi
mikroba dan mempercepat konversi bahan organik (Reddy & Michel 1999).
Selain terjadi proses degradasi juga diharapkan terjadi proses komposting
karena adanya aktivitas mikroba. Bacillus dan Pseudomonas dapat memanfaatkan
bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa maupun lignin sebagai sumber energi
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
pH
N-organik (%)
N-NH4 (%)
N-NO3 (%)
N-total (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
Na (%)
Ca (%)
Mg (%)
S (%)
C-organik (%)
Fe (ppm)
Al (ppm)
Mn (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
B (ppm)
Pb (ppm)
Cd (ppm)
Cr (ppm)
Ni (ppm)
Co (ppm)
KTK (meq/100g)
C/N
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Komposisi
7
0.44
0.07
td
0.51
1.36
0.08
0.03
6053
59
1.99
35.98
1035
1777
291
29
22
54
9.3
td
1.7
td
0.4
262.4
70.5
10.56
25.45
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
pH
N-organik (%)
N-NH4 (%)
N-NO3 (%)
N-total (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
Na (%)
Ca (%)
Mg (%)
S (%)
C-organik (%)
Fe (ppm)
Al (ppm)
Mn (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
B (ppm)
Pb (ppm)
Cd (ppm)
Cr (ppm)
Ni (ppm)
Co (ppm)
KTK (meq/100g)
C/N
Kadar air (%)
Komposisi/jumlah
Awal (H+0)
Akhir (H+28)
7.39
7.68
0.1
0.14
0.04
0.02
< 0.01
0.02
0.14
0.16
0.18
0.22
0.02
0.02
0.01
0.02
0.23
0.67
0.11
0.1
0.08
0.07
7.19
7.12
33447
25678
99516
53790
<1
259
11
34
57
66
40
22
14.7
15.8
td
<1
1.6
0.9
td
td
17.9
17.8
135.4
114.5
51.4
44.5
33.85
34.31
organik SMC akan mengalami proses dekomposisi tapi butuh waktu yang lama
untuk memperoleh kompos yang memenuhi standar kualitas kompos yaitu sesuai
dengan SNI 19-7030-2004 (Tabel 10).
Tabel 10 Standar kualitas unsur makro kompos berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI 19-7030-2004)
Kandungan
Bahan organik (%)
Kadar air (%)
Total N (%)
Karbon (%)
Rasio C/N
P (%)
K (%)
pH
Baku
27-58
<50
>0.40
9.80-32.00
10-20
>0.10
>0.20
6.80-7.49
Dalam proses pengomposan, diazinon akan terurai dengan cepat dan bahkan
hampir seluruhnya dapat diuraikan. Dengan keragaman dan aktivitas mikroba
yang tinggi dalam pengomposan, maka akan menyebabkan peningkatan degradasi
(Barker & Bryson 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Bavcon (2003) dengan menggunakan bahan
organik, dilaporkan bahwa setelah 21 hari diazinon mengalami dekomposisi
secara fotolisis sebesar 30%, sedangkan sampel yang tidak terkena cahaya tidak
ditemukan adanya hasil degradasi. Penurunan konsentrasi yang terjadi pada
penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan bahan
organik. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam SMC sangat
berperan dalam proses degradasi diazinon tersebut. Dengan pengomposan
diazinon lebih cepat mengalami degradasi dibanding dalam tanah secara alamiah
karena temperatur yang tinggi dan kandungan air yang besar. Volatilisasi diazinon
tergantung pada konsentrasi diazinon yang ditambahkan, bahan yang digunakan,
rasio kompos, dan kandungan air dalam kompos (Reddy & Michel 1999). Tabel 7
menunjukkan beberapa perbandingan hasil degradasi atau biotransformasi
diazinon selama pengomposan.
Waktu
(hari)
Konsentrasi
awal (ppm)
Penurunan
konsentrasi (%)
Keterangan
Alami
120
75-100
Rao (1994)
Bahan organik
terkena cahaya
matahari
21
6.9
30
Bavcon (2003)
Bahan organik
tanpa cahaya
21
6.9
Bavcon (2003)
Komposting
(sistem
windrow)
10
10
>97
Reddy dan
Michel (1999)
Komposting
(pupuk, serbuk
gergaji dengan
cahaya)
10
100
100
Reddy
dan Michel
(1999)
Komposting
(rumput dengan
cahaya)
10
99
Reddy dan
Michel (1999)
Komposting
(SMC tanpa
cahaya)*
21
1000
90
Dari hasil uji aktivitas mikroba menunjukkan bahwa pada hari ke 0-7 masih
berada pada fase awal. Fase ini merupakan tahap adaptasi dan pertumbuhan,
dalam hal ini adaptasi dilakukan terhadap keberadaan senyawa diazinon. Dalam
proses adaptasi ini akan mengalami perubahan komposisi kimia sebelum mampu
memulai pertumbuhannya dan mikroba akan mensintesis enzim untuk melawan
dan mendetoksifikasi senyawa diazinon. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil
analisis penurunan konsentrasi diazinon bahwa pada hari ke-7 penurunan
konsentrasi diazinon yang terjadi masih relatif kecil.
Pada hari ke- 14 hingga hari ke-21 aktivitas mikroba berada pada fase
eksponensial, dimana pada fase ini mikroba melakukan metabolisme yang
optimal. Oleh karena itu penurunan konsentrasi pada hari ke-14 dan hari ke-21
mengalami laju penurunan yang besar karena aktivitas mikroba yang tinggi.
Populasi mikroba jarang dipertahankan pertumbuhannya pada fase eksponensial
dalam waktu yang lama karena dibatasi oleh sumber energi, ataupun karena
adanya sifat toksik sistem inhibisi oleh akumulasi hasil metabolisme beracun.
Pada hari ke-28 aktivitas mikroba mulai menurun dan sebagian cenderung mati,
terlihat pada sampel (P9) yang rasio komposnya relatif lebih kecil dengan
konsentrasi diazinon yang tinggi sehingga kemampuan hidup pada kondisi
tersebut sangat kecil karena sifat toksik yang dimiliki.
Pada hari ke-28 aktivitas mikroba berada pada tahap stasioner dan menuju
ke tahap kematian. Hal ini dapat menyebabkan penurunan aktivitas mikroba
sehingga
kecepatan
degradasi
oleh
mikroba
juga
menurun
dan
akan
Akan tetapi dalam waktu tertentu pertumbuhan mikroba akan berada pada tahap
stasioner dan menyebabkan jumlah populasi dan aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan sehingga kemampuan mendegradasi diazinon juga
terhambat.
Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut menggunakan SMC dan mengaplikasikannya
dilapangan, mengidentifikasi senyawa turunan hasil biodegradasi dan
melakukan uji toksisitas untuk mengetahui pengaruh pestisida (diazinon) dan
turunannya terhadap tanaman
2. Dalam proses degradasi ini melibatkan beragam mikroorganisme sehingga
perlu studi lanjut dengan menggunakan isolat tunggal untuk mengetahui
kemampuan mendegradasi diazinon yang ada dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2003. Bord Glas Mush Book: Enrich Your Business with Spent
Mushroom Compost. Ireland: Developing Horticulture.
[Anonim]. Penggunaan Pestisida di Luar Usaha Budidaya Pertanian.
http://edmart.staff.ugm.ac.id/detailarticle.php?mesid=20&kata_kunci=pestis
ida. [4 Januari 2005].
[Anonim]. Extension Toxicology Network. Pesticide Information Profil.
http://extoxnet.orst.edu/pips/diazinon.htm. [20 Oktober 2005].
[Anonim]. Aplikasi Bioteknologi dalam Upaya Peningkatan Efisiensi Agribisbis
yang Berkelanjutan. http://www.ipard.com/art perkebn/dhg1.asp. [19 Juni
2004].
[Anonim]. Peruraian Pestisida Organofosfor dalam Tanah Sawah.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/07001/war-3.htm. [27 Oktober 2004].
Allender WJ, Britt AG. 1994. Analyses of Liquid Diazinon Formulation and
Breakdown Products: An Australia-Wide Survey. Bulletin Environmental
Contamination and Toxicology. 53:902-906.
Bavcon M, Trebse P, Zupancic-Kralj L. 2003. Investigation of The Determination
and Tranformation of Diazinon and Malation Under Environmental
Conditions Using Gas Chromatography Coupe with a Flame Ionisation
Detector. Chemosphere 50:595-601.
Barker AV, Bryson GM. 2002. Bioremediation of Heavy Metals and Organic
Toxicant By Composting. The Scientific World. 2:407-420.
Baker HB, Diane SH. 1994. Bioremediation. New York: McGraw-Hill.
Bempelou ED, Liapis KS. Determination of Residues of 16 Common Pesticides
Apllied In Apple Fruit by Gas Chromatography. Pesticides Residues
Laboratory: Benakl Phytopathological Institute.
Bernier RL, Gray NCC Moser LE, penemu; 26 Agustus 1997. Compost
Decontamination of DDT Contaminated Soil. United States Patent.
5,660,612.
Boophaty R. 2000. Factor Limiting Bioremediation Technology. Review paper.
Bioresource Technology. 74: 63-67.
Bollag JM. 1974. Microbial Transformation of Pesticides. Adv. Appl. Microbial
Vol. 18:75-130.
Box GEP, Hunter JS. 1978. Statistical for Experiments. New York: John Wiley
and Sons Inc.
Chambers JE. Patricia EL, editor. 1992. Organophosphates: Chemistry, Fate, and
Effect. San Diego: Academic Press, Inc.
Chen W, Mulchandani A. 1998. The Use of Biocatalysts For Pestisida
Detoxification. Tibtech. 16: 71-76.
Citroreksono P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding Pelatihan dan
Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan.
Cibinong, 24-28 Juni 1996. LIPI/BPPT/HSF. Hal 1-5.
Connel DW, Gregory JM. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta:
UI-Press. Yanti Koestoer, penerjemah. Terjemahan dari: Chemistry and
Ecotoxicology of Pollution.
CPIS, 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah. Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Center for Policy and Inplementation Study.
Eggen T. 1999. Application of Fungal From Commersial Mushroom Production
Pleuorotus ostreatus For Bioremediation of Creosote Contaminated Soil.
International Biodeterioration and Biodegradation 44: 117-126.
Ekha I. 1991. Dilema Pestisida, Tragedi Revolusi Hijau. Yogyakarta: Kanisius.
Gumbira-Said E. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta:
PT. Medyatama Sarana Perkasa.
Gumbira-Said E, Fauzi AM. 1996. Bioremediasi dengan Mikroorganisme.
Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam
Pengelolaan Lingkungan. Cibinong, 24-28 Juni. LIPI/BPPT/HSF. Hal 1117.
Gaur AC. 1983. A Manual of Rural Composting. The United Nation, Rome: FAO.
Gray NCC, Moser GP, Moser LE, penemu; 11 Mei 1999Compost
Decontaminating of Soil Contaminated With Chlorinated Toxicants..
United States Patent. 5,902,744.
Hayes WJ, Laws ER. 1991. Handbook of Pesticide Toxicology. San Diego:
Academic Press.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergeys Manual
of: Determinative Bacteriology. Ninth edition. New York: Lippincott
Williams and Wilkins.
Indrasti NS. 2003. Penyusunan Standar Mutu dan Sistem Pemasaran Kompos,
Laporan Akhir. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Indrasti NS, Purwoko, Suherman. 2005. Aplikasi Linear Programming dalam
Formulasi Pupuk Organik Berbasis Kompos untuk Berbagai Tanaman.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 15 (2): 60-71.
Indriani YH. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ku Y, Jay-Lin C, Sheng-Chyi. 1998. Effect of Solution pH on the Hydrolisys and
Photolisys of Diazinon in Aquous Solution. Water, Air, and Soil
Pollution.108:445-456.
Lau KL, Tsang YY, Chiu SW. 2003. Use of Spent Mushroom Compost to
Bioremediate PAH-Contaminated Samples. Chemosphere. 52:1539-1546.
Lay BW, Sugyo H. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press.
Leland JE. 1998. Evaluating the Hazard of Land Applying Composted Diazinon
Waste Using Earthworm Biomonitoring [thesis] Virginia: Faculty of the
Virginia Polytechnic Institute and State University.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Risiko. Edi
Nugroho, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Basic
Toxikology: fundamentals, target organs, and risk assesment.
Margot A, Stammbach K. 1964. Analitycal Method for Pesticides Plant Growth
Regulation. New York: Academic Press Inc.
Magette W, Smyth S, Dodd V. Logistical Consideration for Spent Mushroom
Compost Utilisation. Ireland: Agricultural and Food Engineering
Department, University College Dublin Earlsfort Terrate.
Moser GP, Gray NCC, penemu; 7 Desember 1999. Compost Decontaminating of
Soil Contaminated With TNT, HMX, and RDX with Aerobic and
Anaerobic Microorganism. United States Patent. 5,998,199.
Moser GP, Gray NCC, Gannon DJ, penemu; 7 Maret 2000. Compost
Decontamination of Soil Contaminated with PCP using Aerobic and
Anaerobic Microorgnisms. United States Patent. 6,033,738.
Moser GP, Gray NCC, Gannon DJ, penemu; 4 Juli 2000. Compost
Decontamination of Soil Contaminated with PCB using Aerobic and
Anaerobic Microorgnisms. United States Patent. 6,083,738.
Montgomery DC. 1991. Design and Analysis of Experiment. New York.
McEwen FL, Stephenson GR. 1979. The Use and Significance of Pesticides in
The Environment. Canada: A Wiley-Interscience Publication.
Manurung H. 1992. Penurunan Kadar Residu Diazinon dan Kinetikanya Selama
Proses Pemanasan Wortel (Daucus carota L) yang Disemprot dengan
Diazinon 60 EC [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Norris I. et al. 1994. Handbook of Bioremediation. London: Lewis Publishers.
Ningsih D. 2001. Bioremediasi Diazinon Secara Ex Situ Menggunakan Mikrob
Indigenous Isolat B3 [skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Old College Composting Technology Centre. 2004. Issues in Composting Based
Bioremediation (www.oldcollege.ab.ca).
Oshiro K, Kakuta T, Sakai T, Hirota H, Hoshino T, Uchiyama T. 1996.
Bioremediation of Oganophosphorus Insecticides by Bacteria Isolated From
Turf Green Soil. J Ferment. Bioeng 82: 299-305.
Porparest C. 1989. Organic Waste Recycling. New York: John Wiley and Sons.
Rahayu SP. 1985. Degradasi Pestisida dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan.
Buletin Penelitian 28:28-32.
Rao NSS. 1994. Mikrobiologi Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati
Susilo, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari Soil
Microorganisms and Plant Growth.
Reddy CA, Michel Jr. FC. 1999. Fate of Xenobiotics During Composting.
Proceeding of the 8th Interntional Symposium on Microbial Ecology.
Canada: Atlantic Canada Society for Microbial Ecology.
SNI 19-7030. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Badan
Standarisasi Nasional.
Semple KT, Reid BJ, Fermor TR. 2001. Impact of Composting Strategies on The
Treatment of Soil Contaminated with Organic Pollutants. Review.
Environmental Pollution 112: 269-283.
Snape JB, Dunn IJ, Ingham J, Prenosil JE. 1995. Dynamics of Environmental
Bioprocesses: Modelling and Simulation. New York: VCH Publishers, Inc.
Soebroto MA. 1996. Fitoremediasi. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya
Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan; Cibinong, 24-28
Juni 1996. Cibinong: LIPI/BPPT/HSF. hlm 51-59.
LAMPIRAN
0
250
500
750
1000
1250
1500
1750
absorbansi
II
III
0.0000 0.0000
0.2197 0.2197
0.3282 0.3284
0.4444 0.4451
0.6711 0.6715
0.9653 0.9645
1.0405 1.0405
1.0648 1.0648
rata-rata
0.0000
0.2200
0.3282
0.4446
0.6711
0.9650
1.0399
1.0648
Absorbansi
kurva std
y = 0.0007x + 0.0213
R2 = 0.9703
1.5000
absorbansi rata-rata
1.0000
Linear (absorbansi
rata-rata)
0.5000
0.0000
0
1000
2000
konsentrasi diazinon
(ppm)
b. Hasi
l analisis degradasi diazinon
Sampel
P1
P2
P3
P4
P51
P52
P53
P6
P7
P8
P9
K1
K2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
28
92.58
95.18
88.46
88.39
93.93
91.49
94.03
96.45
92.73
99.73
80.79
50.85
48.49
78
Lampiran 2 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-7 (output minitab versi 14)
Response Surface Regression: H7 versus dz, kp
The analysis was done using coded units.
Estimated Regression Coefficients for H7
Term
Constant
Kp
Dz
Kp*Kp
Dz*Dz
Kp*Dz
S = 20.36
Coef
29.0688
0.7284
-0.0319
0.0092
0.0000
0.0002
SE Coef
64.4007
3.9826
0.0813
0.0824
0.0000
0.0020
R-Sq = 44.9%
T
0.451
0.183
-0.393
0.111
0.232
0.095
P
0.671
0.862
0.711
0.916
0.825
0.928
R-Sq(adj) = 0.0%
DF
5
2
2
1
5
3
2
10
Seq SS
1689.45
1662.54
23.14
3.76
2073.60
2059.77
13.83
3763.05
Adj SS
1689.45
136.17
23.14
3.76
2073.60
2059.77
13.83
Adj MS
337.890
68.086
11.572
3.764
414.720
686.590
6.914
F
0.81
0.16
0.03
0.01
P
0.586
0.853
0.973
0.928
99.30
0.010
StdOrder
2
H7
20.570
Fit
48.128
SE Fit
15.916
Residual
-27.558
St Resid
-2.17 R
Coef
28.1029
0.0484254
-4.55362E-05
4.35914E-05
1.59951E-11
1.89241E-08
79
Lampiran 3 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-14 (output minitab versi 14)
Response Surface Regression: H14 versus Kp, Dz
The analysis was done using coded units.
Estimated Regression Coefficients for H14
Term
Constant
Kp
Dz
Kp*Kp
Dz*Dz
Kp*Dz
S = 10.53
Coef
82.7568
-0.3125
0.0221
-0.0050
-0.0000
0.0010
SE Coef
33.3018
2.0594
0.0420
0.0426
0.0000
0.0011
R-Sq = 62.8%
T
2.485
-0.152
0.526
-0.118
-1.554
0.910
P
0.055
0.885
0.622
0.911
0.181
0.405
R-Sq(adj) = 25.5%
DF
5
2
2
1
5
3
2
10
Seq SS
934.71
559.69
283.24
91.78
554.47
531.30
23.17
1489.18
Adj SS
934.71
53.41
283.24
91.78
554.47
531.30
23.17
Adj MS
186.94
26.70
141.62
91.78
110.89
177.10
11.59
F
1.69
0.24
1.28
0.83
P
0.290
0.795
0.356
0.405
15.28
0.062
Coef
83.1593
-0.0206702
2.94255E-05
-2.38244E-05
-5.53122E-11
9.34497E-08
80
Lampiran 4 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-21 (output minitab versi 14)
Coef
84.1447
0.0930
0.0099
-0.0065
-0.0000
0.0006
SE Coef
14.0282
0.8675
0.0177
0.0179
0.0000
0.0004
R-Sq = 79.8%
T
5.998
0.107
0.560
-0.362
-1.980
1.366
P
0.002
0.919
0.600
0.732
0.105
0.230
R-Sq(adj) = 59.7%
DF
5
2
2
1
5
3
2
10
Seq SS
389.791
274.648
78.420
36.724
98.390
94.337
4.053
488.181
Adj SS
389.791
6.790
78.420
36.724
98.390
94.337
4.053
Adj MS
77.958
3.395
39.210
36.724
19.678
31.446
2.027
F
3.96
0.17
1.99
1.87
P
0.079
0.846
0.231
0.230
15.52
0.061
StdOrder
9
H21
82.800
Fit
88.585
SE Fit
3.498
Residual
-5.785
St Resid
-2.12 R
Coef
83.9875
0.00761943
1.28612E-05
-3.08992E-05
-2.96912E-11
5.91133E-08
81
Lampiran 5 Hasil analisis degradasi diazinon hari ke-28 (output minitab versi 14)
Coef
85.5073
0.4987
-0.0022
-0.0080
-0.0000
0.0003
SE Coef
13.0596
0.8076
0.0165
0.0167
0.0000
0.0004
R-Sq = 65.8%
T
6.547
0.617
-0.135
-0.478
-0.294
0.614
P
0.001
0.564
0.898
0.653
0.780
0.566
R-Sq(adj) = 31.7%
DF
5
2
2
1
5
3
2
10
Seq SS
164.318
153.585
4.307
6.426
85.271
81.133
4.138
249.589
Adj SS
164.318
10.481
4.307
6.426
85.271
81.133
4.138
Adj MS
32.864
5.241
2.154
6.426
17.054
27.044
2.069
F
1.93
0.31
0.13
0.38
P
0.244
0.748
0.884
0.566
13.07
0.072
StdOrder
8
H28
96.450
Fit
91.178
SE Fit
3.257
Residual
5.272
St Resid
2.08 R
Coef
84.7899
0.0359241
-3.63660E-06
-3.79484E-05
-4.10542E-12
2.47281E-08
82
Lampiran 6 Hasil analisis kombinasi waktu, jumlah kompos dan konsentrasi
diazinon
Term
Constant
Kp
Dz
t
Kp*Kp
Dz*Dz
t*t
Kp*Dz
Kp*t
Dz*t
S = 11.68
Coef
-44.2949
1.3331
-0.0152
11.5907
-0.0116
-0.0000
-0.2504
0.0004
-0.0356
0.0006
SE Coef
24.5692
1.2301
0.0251
1.4786
0.0236
0.0000
0.0359
0.0006
0.0261
0.0005
R-Sq = 86.5%
T
-1.803
1.084
-0.607
7.839
-0.493
-0.611
-6.966
0.757
-1.366
1.229
P
0.080
0.286
0.548
0.000
0.625
0.545
0.000
0.454
0.181
0.228
R-Sq(adj) = 82.9%
DF
9
3
3
3
34
26
8
43
Seq SS
29677.2
22447.7
6690.4
539.0
4641.6
4599.8
41.8
34318.8
Adj SS
29677.20
8843.49
6690.44
539.05
4641.64
4599.82
41.83
Adj MS
3297.47
2947.83
2230.15
179.68
136.52
176.92
5.23
F
24.15
21.59
16.34
1.32
P
0.000
0.000
0.000
0.285
33.84
0.000
StdOrder
2
9
10
15
Rs
20.570
60.440
71.820
98.810
Fit
46.406
40.542
47.031
73.717
SE Fit
6.676
6.728
6.942
5.183
Residual
-25.836
19.898
24.789
25.093
St Resid
-2.69
2.08
2.64
2.40
R
R
R
R
Coef
-66.2762
0.0982521
-2.39058E-05
1.18808
-5.53652E-05
-1.20677E-11
-0.00227144
4.31522E-08
-2.33675E-04
8.73927E-08
83
Lampiran 7 Deskripsi hasil identifikasi bakteri
Coloni Morfologi
Gram stain
o
Pertumbuhan pada 37 C
G+Ve btg
G+Ve btg
G+Ve btg
G+Ve btg
G+Ve btg
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Pertumbuhan pada .. C
Catalase
Oxidase
Glukose
O/F
Pertumbuhan pada Mac
Conkey
Motility
Hemolysis
Citrate
MR Test
VP test
Indole
Gelatin
H2S pada TsiA
Lysine decarboxylase
Ornithine decarboxilase
Urease
Nitrase
Aesculin hydrolysis
Pertumbuhan pada
NA/Broth
Glukose
Adonitol
Arabinose
Dulcitol
Glycerol
Inocitol
Lactose
Maltose
Mannitol
Raffinose
Rhamnose
Salicin
Sorbitol
Sukrose
Trehalose
Xylose
84
Lampiran 7 Lanjutan
Coloni Morfologi
Gram stain
o
Pertumbuhan pada 37 C
10
G+Ve btg
G-Ve btg
G+Ve btg
G+Ve btg
G+Ve btg
Pertumbuhan pada .. C
Catalase
Oxidase
Glukose
O/F
Pertumbuhan pada Mac
Conkey
Motility
Hemolysis
Citrate
MR Test
VP test
Indole
Gelatin
H2S pada TsiA
Lysine decarboxylase
Ornithine decarboxilase
Urease
Nitrase
Aesculin hydrolysis
Pertumbuhan pada
NA/Broth
Glukose
Adonitol
Arabinose
Dulcitol
Glycerol
Inocitol
Lactose
Maltose
Mannitol
Raffinose
Rhamnose
Salicin
Sorbitol
Sukrose
Trehalose
Xylose
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
d
-
85
Lampiran 7 Lanjutan
Coloni Morfologi
Gram stain
11
13
14
G+Ve btg
G+Ve btg
G-Ve btg
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
d
-
Pertumbuhan pada 37 C
Pertumbuhan pada 30 C
Catalase
Oxidase
Glukose
O/F
Pertumbuhan pada Mac
Conkey
Motility
Hemolysis
Citrate
MR Test
VP test
Indole
Gelatin
H2S pada TsiA
Lysine decarboxylase
Ornithine decarboxilase
Urease
Nitrase
Aesculin hydrolysis
Pertumbuhan pada
NA/Broth
Glukose
Adonitol
Arabinose
Dulcitol
Glycerol
Inocitol
Lactose
Maltose
Mannitol
Raffinose
Rhamnose
Salicin
Sorbitol
Sukrose
Trehalose
Xylose
86
Lampiran 7 Lanjutan
Keterangan hasil identifikasi bakteri:
1. Bacillus mycoides
2. Bacillus mycoides
3. Bacillus cereus
4. Bacillus cereus
5. Bacillus cereus
6. Bacillus cereus
7. Chromobacterium spp
8. Bacillus cereus
9. Bacillus brevis
10. Bacillus brevis
11. Bacillus cereus
13. Bacillus brevis
14. Pseudomonas stutzeri
87
Lampiran 8 Analisis aktivitas mikroba dengan spektrofotometri pada panjang
gelombang () = 490 nm
a. Kurva standar
FDA
0.0
0.1
0.2
0.3
0.5
1.0
1.5
I
0.1942
0.2025
0.2143
0.2700
0.3195
0.5406
0.6031
Absorbansi
II
III
0.1946
0.1942
0.1973
0.1986
0.2171
0.2151
0.2712
0.2720
0.3186
0.3184
0.5445
0.5417
0.6021
0.6046
rata-rata
0.1943
0.1995
0.2155
0.2711
0.3188
0.5423
0.6033
Absorban
0.7000
0.6000
0.5000
0.4000
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
y = 0.3048x + 0.1782
R2 = 0.9674
0.0
0.5
1.0
1.5
Vol FDA (ml)
2.0
0
7
14
21
28
0.1973
0.1980
0.2119
0.2721
0.2521
Sampel P1
Produk
FDA
0.0628
0.0651
0.1105
0.3081
0.2424
0.4000
Produk FDA
Sampel P1
Hari
Absorban
ke-
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
0
10
Hari Ke-
20
30
88
Sampel P2
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1966
0.1990
0.2233
0.2843
0.2641
0.0604
0.0681
0.1479
0.3480
0.2819
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1788
0.1797
0.1875
0.1979
0.1966
0.0019
0.0049
0.0305
0.0648
0.0605
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1787
0.1800
0.1897
0.1997
0.1994
0.0016
0.0060
0.0379
0.0706
0.0696
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1866
0.1873
0.2067
0.2585
0.2386
0.0276
0.0300
0.0935
0.2634
0.1982
Sampel P2
0.4000
Produk FDA
Hari
ke-
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
0
Sampel P3
Hari Ke-
20
30
Sampel P3
0.0800
Produk FDA
10
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
0
Sampel P4
20
30
Hari Ke- 20
30
Hari Ke-
Sampel P4
0.0800
Produk FDA
10
0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
0
Produk FDA
Sampel P51
10
Sampel P51
0.3000
0.2500
0.2000
0.1500
0.1000
0.0500
0.0000
0
10 Hari Ke- 20
30
89
Sampel P52
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1881
0.1896
0.2072
0.2475
0.2488
0.0325
0.0374
0.0951
0.2273
0.2317
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1891
0.1901
0.2204
0.2558
0.2391
0.0358
0.0391
0.1384
0.2546
0.1998
Produk FDA
Hari
ke-
Sampel P52
0.2500
0.2000
0.1500
0.1000
0.0500
0.0000
0
10
Sampel P53
Hari Ke-
20
30
Sampel P53
Produk FD A
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
10 Hari Ke- 20
Sampel P6
30
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1879
0.1886
0.1909
0.1901
0.1878
0.0318
0.0342
0.0418
0.0392
0.0314
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1866
0.2080
0.2041
0.2136
0.2001
0.0275
0.0979
0.0851
0.1163
0.0718
Produk FDA
Sampel P6
0.0500
0.0400
0.0300
0.0200
0.0100
0.0000
0
10
Sampel P7
Hari Ke-
20
30
Sampel P7
Produk FDA
0.1500
0.1000
0.0500
0.0000
10
Hari Ke-
20
30
90
Sampel P8
Sampel P8
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.2046
0.2112
0.2255
0.2872
0.2908
0.0865
0.1082
0.1551
0.3576
0.3696
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1785
0.1784
0.1783
0.1765
0.1746
0.0009
0.0006
0.0004
-0.0056
-0.0119
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1783
0.1768
0.1695
0.1529
0.1459
0.0005
-0.0044
-0.0284
-0.0830
-0.1058
Hari
ke-
Absorban
Produk
FDA
0
7
14
21
28
0.1593
0.1573
0.1552
0.1503
0.1150
-0.0619
-0.0685
-0.0753
-0.0915
-0.2072
Produk FDA
Hari
ke-
0.4000
0.3000
0.2000
0.1000
0.0000
0
10
Sampel P9
20
Hari Ke-
30
Sampel P9
Produk FDA
0.0050
0.0000
0
10
20
30
-0.0050
-0.0100
-0.0150
Hari Ke-
Sampel K1
Produk FDA
Sampel K1
0.0200
0.0000
-0.0200 0
-0.0400
-0.0600
-0.0800
-0.1000
-0.1200
Sampel K2
10
20
30
Hari Ke-
Sampel K2
0.0000
Produk FDA
-0.0500 0
10
20
-0.1000
-0.1500
-0.2000
-0.2500
Hari ke-
30