Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Teknologi Produksi Agen Hayati


Keunggulan Jamur Beauveria Bassiana Pada Tanaman Kubis
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah
TEKNOLOGI PRODUKSI AGEN HAYATI

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Setyo Budi, MS

Disusun oleh:
DEDDY KRISDIANTO (14 111 014)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan hidayahnya, kami dapat
menyelesaikan makalah Teknologi Produksi Agen Hayati yang berjudul Keunggulan jamur
Beauveria bassiana sebagai pestisida hayati dengan baik dan sesuai dengan pedoman yang
telah ditentukan.
Makalah ini di susun dengan bekal ilmu yang terbatas, dan jauh dari kata sempurna.
Sehingga tanpa bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, penulis tidak akan dapat
menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1

Prof. Dr. H. Setyo Budi, MS selaku dosen pengampu

Teman-teman Agroteknologi pagi


Dengan segala kerendahan hati, kami selaku penulis mohon kritik dan saran dari para

pembaca guna penyempurnaan makalah ini.

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Jamur B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan
konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara zig zag
pada konidiofornya (Indra 2008).
Perkembangannya didalam tubuh serangga B. bassiana akan mengeluarkan racun yang
disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota tubuh serangga.
Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak
teratur dan lamakelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang
lima hari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga menyebabkan kerusakan
jaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan system pernafasan
(Wahyudi 2008).
B. bassiana mempunyai kisaran inang yang luas, diharapkan jamur ini dapat
mengendalikan serangan hama tungau pada komoditas perkebunan. Telah diketahui bahwa B.
bassiana sangat potensial sebagai agensi pengendali biologi pada berbagai serangga hama
dan merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT). Saat ini B.
bassiana dan spesies jamur lainnya sedang dikembangkan secara besar-besaran di seluruh
dunia untuk digunakan dalam pengendalian berbagai hama utama komoditas pertanian dan
perkebunan.
Berbagai kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen dalam pengendalian hama ialah
mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk
spora yang tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif
aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi, dan sangat kecil kemungkinan terjadi
resistensi (Affandi et al. 2001).

1.2 Ruang lingkup


Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit.
Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan
bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan
waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 C, kelembapan tanah yang berkurang dan
adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya.

BAB II
PROSES ISOLASI SAMPAI INOKULUM
1

Metode Perbanyakan Konidium Beauveria Bassiana


Seperti jamur lain, pertumbuhan B. bassiana juga sangat ditentukan oleh kelembaban
lingkungan. Namun demikian, jamur ini juga memiliki fase resisten yang dapat
mempertahankan kemampuannya menginfeksi inang pada kondisi kering (Soetopo dan
Indrayani, 2007). Untuk kebutuhan bioassay, perbanyakan isolat B. bassiana cukup
dilakukan pada medium agar (PDA) di dalam tabung reaksi (slant) (Soetopo dan
Indrayani, 2007). Perbanyakan B. bassiana dalam skala kecil (ditumbuhkan pada 1
tabung reaksi) dan untuk masa penyimpanan berdurasi singkat kurang dari 1 tahun,
karena itu cukup dilakukan dengan menggunakan media Sabouroud Dextrose Agar
(SDA) (Soetopo dan Indrayani, 2007). Medium ini dapat menjaga viabilitas konidium
Beauveria bassiana hingga 6 minggu sebelum digunakan sebagai sumber inokulum
dalam perbanyakan massal (Soetopo dan Indrayani, 2007). Untuk mempertahankan
virulensi, pemurnian pada medium buatan sebaiknya cukup dilakukan empat kali (Wright
et al., 2001), selanjutnya dilakukan pemurnian dengan serangga inang (insect passage)
(Brownbridge et al., 2001). Suhu optimal untuk perkecambahan konidium B. bassiana
adalah 25- 30C, dengan suhu minimum 10C dan maksimum 32C. Untuk pH ideal
pertumbuhan 7-8 (Goral dan Lappa, 1972).

Seleksi
Seleksi isolat jamur entomopatogen ini dilakukan dengan Media agar
dicairkan lalu diteteskan di atas kaca objek, dibiarkan sampai dingin dan memadat,
kemudian tiap-tiap isolat diinokulasikan, selanjutnya kaca objek ditutup dengan kaca
penutup lalu diinkubasi di ruang gelap selama 3 hari. Preparat diamati dengan
menggunakan mikroskop perbesaran 400. Kerapatan hifa merupakan banyaknya hifa
yang dihasilkan isolat diukur dengan kriteria; rapat, kurang rapat, dan tidak rapat. Hifa
disebut rapat apabila hifa memenuhi 3 kuadran; kurang rapat apabila hifa memenuhi 2
kuadran; tidak rapat apabila hifa hanya memenuhi 1 kuadran. Untuk pengamatan
viabilitas, setiap preparat hasil isolate diamati setiap hari selama 10 hari (akhir
pengamatan). Beauveria bassianayang diperoleh dari hasil eksplorasi diaplikasikan pada
serangga uji dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pengujian
dilakukan dengan perlakuan penyemprotan pada serangga uji secara langsung dengan
konsentrasi 108 sebanyak 1 ml. Setiap isolat diamati berdasarkan karakter morfologi,
yaitu warna koloni, ukuran konidia, dan kerapatan hifa. Karakter-karakter tersebut
dirangkum dalam sebuah tabel pengamatan. Hasil isolasi yang telah diperoleh kemudian
digunakan untuk uji efektivitas pada hama P.xylostella. Data diambil setiap hari setelah
24 jam dari pemberian perlakuan sampai hari ke-10. Jumlah larva yang mati dihitung
dengan menggunakan persentase kematian dari larva P.xylostella. Lama waktu kematian
dihitung dengan rumus:

W=

X i X 24
10

Keterangan:
W = lama waktu kematian (jam)
Ni = jumlah larva yang mati pada hari ke-i
i = hari kematian
Data morfologi yang diamati adalah warna koloni, ukuran konidia, dan kerapatan
hifa. Data ini dianalisis secara deskriptif. Data mortalitas dan perhitungan lama waktu
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistic analisis varian 1 arah
3

(ANAVA 1 arah).
Purifikasi
Tingkat kemurnian ditentukan dari perbandingan antara aktivitas spesifik tiap
tahap pemurnian enzim dengan aktivitas spesifik ekstrak kasar sehingga aktivitas spesifik
akan meningkat seiring dengan tahapan pemurnian (Seftiono, 2008).
Isolat Unggul
Pengambilan Sampel
Sampel tanah diambil dari 6 perkebunan kubis yg berbeda .Pengambilan sampel
tanah dilakukan dengan metode sampling diagonal yang diaplikasikan per petak dari
lahan. Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak sebanyak 3 kali dengan cara
melubangi tanah di sekitar perakaran sedalam 1015 cm, kemudian dimasukkan ke dalam
plastik. Cendawan B. bassiana dikoleksi dengan menggunakan serangga umpan, yaitu
ulat hongkong. Ulat hongkong diletakkan pada wadah plastic yang terisi tanah sampel
yang lembab. Selanjutnya wadah ditutup menggunakan kain kasa agar ulat tidak keluar
dari wadah, kemudian ditunggu selama 12 minggu di tempat gelap agar ulat perangkap
bergerak aktif sehingga mudah kontak dengan jamur entomopatogen yang berada di
dalam sampel tanah tersebut untuk diletakkan ke dalam sampel tanah pertanaman kubis
(Meyling 2007). Lebih rinci dapat disajikan dalam tabel 1 dan Gambar 1,2, dan 3.
Tabel 1. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Cd Terhadap Semua
Variabel Respons Tumbuhan Tapak Dara Air Setelah 10 Hari Waktu Detensi

Warna
koloni

Ukuran
konidia
(panjan
gx
lebar)
m

Putih
kapur

Putih
kapur

Putih
kapur

(22,5)x(22,2)
(22,4)x(22,5)
(2,22,4)x(22,4)

Putih
kapur

Putih
kapur

Isolat

(2,02,2)x(2,0
)
(2,22,3)x(22,4)
2x2,2

Ukuran
konidiu
m
(panjan
gx
lebar)
m
12x5

Kerapat
an
hifa

Viabilita
s
Hifa

Rapat

Hari ke-4

Hari ke-5

12x(7,510)

Rapat

Hari ke-3

Hari ke-4

12x(57,5)

Kurang
rapat

Hari ke-4

Hari ke-5

10x(5-7)

Rapat

Hari ke-4

Hari ke-5

10x(57,5)

Rapat

Hari ke-3

Hari ke-4

Viabilita
s
konidiu
m

10x(5,5Rapat
Hari ke-4
Hari ke-5
Putih
7,5)
kapur
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa karakteristik isolat
dengan ukuran konidium terbesar diperoleh dari B. bassiana isolat B. Viabilitas
isolat berdasarkan kecepatan pertumbuhan hifa dan konidium menunjukkan
bahwa keempat isolat, memiliki daya perkecambahan yang sama, yaitu hifa
pada hari ke-4 dan konidium terbentuk pada hari ke-5. Sedangkan yang dua
memiliki viabilitas isoat unggul karena memiliki kecepata hifa pada hari ke-3
dan konidium pada hari ke-4.

Gambar 1. Kerapatan Hifa B. Bassiana Isolat A,B,C,D,E dan F


Berdasarkan gambar diatas untuk kerapatan hifa, kelima isolat memiliki
kerapatan hifa yang tergolong rapat sedangkan untuk satu isolat memiliki
kerapatan hifa yang tergolong kurang rapat. Walaupun yang satu kurang rapat tapi
masih memiliki viabilitas hifa pada hari ke-4, yang mana masih sama dengan ke-4
lainnya.

Gambar 2. Panjang dan Lebar Konidium B. Bassiana (ditunjukkan


dengan tanda panah) Isolat A,B,C,D,E dan F
Berdasarkan gambar diatas konidium A,B,C mempunyai panjang
(m) yg sama yaitu 12 m namun lebar yang berbeda dimana konidium B
lebih lebar dari A dan C yaitu sebesar 7,5-10 m. sedangkan konidium
D,E,F mempunyai panjang dan lebar yang hampir sama. Dengan demikian
isolat yg konidiumnya yang paling besar adalah isolat B.

Gambar 3. Panjang dan Lebar Konidia B. Bassiana (ditunjukkan dengan


tanda panah) Isolat A,B,C,D,E dan F
Berdasarkan gambar diatas tidak ada perbedaan panjang dan lebar
(m) antar konidia yang signifikan. Tapi yang paling besar adalah ukuran
konidia isolat B dengan ukuran (2-2,4)x(2-2,5) m.

Uji lapas
2.5.a Mekanisme Infeksi Jamur Beauveria bassiana
Mekanisme infeksi dimulai infeksi langsung hifa atau spora B. bassiana ke dalam
kutikula melalui kulit luar serangga. Pertumbuhan hifa akan mengeluarkan enzim seperti
protease, lipolitik, amilase, dan kitinase. Enzim-enzim tersebut mampu menghidrolisis
kompleks protein di dalam integument (Brady 1979), yang menyerang dan
menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampu menembus dan masuk serta

berkembang di dalam tubuh serangga. Mekanisme infeksi secara mekanik adalah infeksi
melalui tekanan yang disebabkan oleh konidium B. bassiana yang tumbuh. Secara
mekanik infeksi jamur B.bassiana berawal dari penetrasi miselium pada kutikula lalu
berkecambah dan membentuk apresorium, kemudian menyerang epidermis dan
hipodermis. Hifa kemudian menyerang jaringan dan hifa berkembang biak di dalam
haemolymph (Clarkson dan Charnley, 1996) Pada perkembangannya di dalam tubuh
serangga B. bassiana akan mengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang
menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota tubuh serangga.

Gambar 4. Mekanisme Infeksi Jamur B.Bassiana


Berdasarkan Gambar diatas menunjukan Konidium yang berkecambah didalam
Kutikula dan Hifa yang berkembang biak di dalam tubuh serangga dan didalam tubuh
serangga B.Bassiana akan mengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang
menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota tubuh serangga.

2.5.b Daya Bunuh Jamur Beauveria bassiana pada serangga Plutella xylostella
Keefektifan B. bassiana menginfeksi serangga hama tergantung pada spesies atau
strain cendawan, dan kepekaan stadium serangga pada tingkat kelembaban lingkungan,
struktur tanah (untuk serangga dalam tanah), dan suhu yang tepat. Selain itu, harus terjadi
kontak antara spora B. bassiana yang diterbangkan angin atau terbawa air dengan
serangga inang agar terjadi infeksi (Soetopo dan Indarayani, 2007). Konidium merupakan
unit B. bassiana yang paling infektif dan stabil untuk aplikasi di lapangan dibandingkan
dengan hifa maupun blastosporanya (Soper dan Ward, 1981; Feng et al., 1994).

Konidium yang diaplikasikan dapat berupa suspensi (tidak diformulasi), formulasi


butiran, dan bentuk pellet, dan ketiganya memperlihatkan hasil pengendalian yang cukup
nyata. Stimac et al. (1993) menyatakan bahwa aplikasi konidium B. bassiana dengan cara
sprinkle dan disemprotkan pada permukaan tanah sangat efektif menyebabkan mortalitas
hama sasaran. Untuk mngetahui daya bunuh B.Bassiana pada serangga Plutella xylostella
dapat dijelaskan pada tabel 2 dan Gambar 5 sebagai berikut.
Tabel 2. Mortalitas dan LWK Serangga Plutella xylostella
Isolat

Mortalitas (%)

A
B
C

90,0 17,32
100,0 0,00
86,7 23,09

Lama Waktu
Kematian (Jam)
134,4 23,5
123,0 9,5
140,8 28,6

D
E
F

80,0 20,00
83,3 15,28
76,7 20,82

141,6 26,4
143,2 15,4
158,4 25,1

Berdasarkan tabel diatas bahwa isolat yang diperoleh diujikan pada


larva P.xylostella instar 2 selama 10 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruh yang nyata di antara perlakuan keenam isolat dalam hal
efektivitasnya untuk mengendalikan serangga uji berdasarkan persentase
mortalitas dan waktu kematian. Namun, tingkat persentase kematian P.
xylostella tertinggi didapatkan dari B. bassiana isolat B , yaitu sebesar 100%,
dan rata-rata lama waktu kematian tersingkat dengan jumlah yang banyak juga
diperoleh dari perlakuan aplikasi B. bassiana isolat B, yaitu sebesar 123,0 jam.

Gambar 5. Mortalitas Dan LWK Larva P. Xylostella.

Berdasarkan Gambar diatas dapat disimpulkan presentase kematian


tertinggi dengan waktu kematian tersingkat diperoleh di perlakuan B.Bassiana
isolat B dan presentase kematian terendah dengan waktu kematian terlama
diperoleh di perlakuan isolat F.

Bagan Isolasi Uji Lapas


Lebih jelas proses isolasi sampai uji lapas disajikan dalam gambar 6.
Persiapa
n

Mengisol
asi

Menguji

Purifikasi/pemurn

Aplikasi

Enzim
Uji stabilitas

Uji di Lab,
Green House,

BAB III
Antagoni
stik

Gambar 6. Bagan Isolasi Dan Uji Lapas


Berdasarkan Gambar diatas dapat dijelaskan bahwa proses isolasi sampai uji lapas
memerlukan waktu yang cukup lama karena harus memulai dengan Persiapan terlebih
dahulu yaitu mempersiapkan alat-alat maupun serangga yang akan digunakan.
Selanjutnya dilakukan proses Isolasi dan Menguji Keunggulan dengan metode
pemancingan maupun metode lainnya yang memerlukan waktu beberapa minggu dan
setelah itu dilakukan Pemurnian isolat. Jika sudah melakukan Pemurnian selanjutnya
dengan menguji stabilitas enzim maupun antagonistik dimana pengujian itu dilakukan di
Lab, Green House, Uji Lapang dan selanjutnya mengaplikasikannya.

BAB III
PENUTUP
1

Kesimpulan
1 Setiap isolat mempunyai karakter morfologi yang berbeda pada ukuran konidia serta
konidium dan kerapatan hifa
2 Semua isolat dapat menyebabkan kematian serangga uji 76,7-100%
3 Semua isolat yang diisolasi membunuh serangga uji dalam waktu 123,0 158,4 jam.
4 Isolat B dapat menyebabkan kematian 100% serangga uji dalam waktu 123,0 jam.

Isolat b.bassiana yang memiliki ukuran konidia dan konidium besar serta hifa rapat
lebih efektif mengendalikan larva Plutella xylostella.

Saran
Gunakan B.Bassiana sebagai biosektisida alami yang aman bagi tanah dan juga manusia.

DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/1282/3/2BL01000.pdf

http://biogen.litbang.pertanian.go.id/terbitan/pdf/Agrobiogen_9_2_2013_77-84.pdf
Ditjen,
2012. http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/ja tim/batu.pdf. Diakses pada
tanggal 2 Januari 2013.

Ganjar I, Samson RA, Vermeulen DT, Oetari A, Santoso I, 1999. Pengenalan Kapang Tropik
Umum. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hardiyanti DW, 2006. Kajian penyebaranmiselium jamur Beauveria bassiana dankerusakan
terhadap epitel saluranpencernaan makanan larva Plutellaxylostella (Lepidoptera:
Plutellidae).Undergraduate Theses dari JBPTITBBI,Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institute
Teknologi Bandung.
Hasyim A dan Azwana, 2003. Patogenitas Isolat Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dalam
Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang (Cosmolites sordidus). J. Hort, 13(2): 120-130.
Hasyim A, 2007. Peningkatan Efektivitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo)
Vuill pada Berbagai Bahan Carrier untuk Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang
(Cosmopolites sordidus) di Lapangan. J. Hort. 17(4): 335-342.
Hidayat R, 2012. Pengaruh Aplikasi Isolat Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana dari
Daerah Yang Berbeda Terhadap Intensitas Serangan Dan Produksi Ulat Bawang Spodoptera
exigua Hubner (LEPIDOTERA; NOCTUIDAE). http://foresteruntad.
blogspot.com/2012/11/contoh-skripsipengaruh-aplikasi-isolat.html. Diunduh tanggal 08
Desember 2012.
Junianto dan Sulistyowati, 2000. Pengantar Pengelolaan Hama terpadu. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Meyling NV, 2007. Methods for Isolation of Entomopathogenic Fungi From The Soil
Environment. Laboratory manual. Department of Ecology, Faculty of Life Sciences, University
of Copenhagen, Thorvaldsensvej 40, DK-1871 Frederiksberg C, Denmark.
Nuraida dan Hasyim, 2009. Isolasi, Identifikasi, dan Karakterisasi Jamur Entomopatogen dari
Rizosfir Pertanaman Kubis. J.Hort, 19(4): 419-432.
Pracaya. 2008. Petunjuk Pembuatan Biopestisida Botani. Niaga Swadaya, Bogor.
Prawirosukarto S, Roerrha YP, Condro U, dan Susanto, 2003. Pengenalan dan Pengendalian
Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Medan: PPKS.
Prayogo Y, 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan Entomopatogen Untuk
Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2).
Pujiastuti Y, HerlindaS, PelawiJ, RiyantaA, Nurnawati E, dan Suwandi, 2005. Patogenitas IsolatIsolat Beauveria bassiana Terhadap Larva Plutella xylostella Di Rumah Kaca. Inovasi 2(2): 8592.
Purnomo H, 2010. Pengantar Pengendalian Hayati.http://books.cendawan entomopatogen
Beauveria. co.id. Diakses pada tanggal 10 Januari 2013.
Riyatno dan Santoso S, 1991. Cendawan Beauveria spp. Vuillemindan Cara Perkembangannya
guna mengendalikan hama dan Bubuk Buah Kopi. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.

Soetopo dan Indrayani, 2007. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana untuk Pengujian
Serangga Hama Tanaman Perkebunan yang Ramah Lingkungan. Perspektif, 6(1): 29-46.
Sudarmadji D, 1996. Pemanfaatan Jamur Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Helopeltis
antonii. Warta Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan, II (1). Hal 3642. (F.X.Susanto, 1994).
Sumahyono, 2010. Petunjuk dan Penggunaan Biopestisida. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tanada Y dan Kaya HK, 1993. Insect Pathology. San Diego: Academic Press, INC. Harcourt
Brace Jovanovich, Publisher.
Trizelia, 2005. Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals) Vuill. (Deuteromycotina:
Hyphomycetes): Keragaman Genetik, Karakteristik Visiologi, dan Virulensinya Terhadap
Croccidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Pertanian, Program studi Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Untung K, 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (edisi kedua). Yogyakarta. UGM Gadjah
Mada University Press.
Widayat W dan Dini, 1993. Pengaruh Frekuensi Penyemprotan Jamur Entomopatogenik
Terhadap Ulat Jengkal (Ectropis bhurmitra) di Perkebunan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina.
Gambung: 91 98
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/IPTEK/5_62005.pdf
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio/article/view/7091
http://journal.unila.ac.id/index.php/jhtrop/article/viewFile/737/1014
Ahmad RZ, Haryuningtyas D & Wardhana A. 2008. Lethal time 50 cendawan
Beauveria bassiana
dan Metarhizium anisopliae terhadap Sacoptes scabiei. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Hlm. 498-503.
Barnett HL & Hunter BB. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Third Edition.
Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota.
Bouncias DG & Pendland JC. 1998. Principles of Insect Pathology. Kluwer Academy
Publisher. London.
Chan NW, Moe KT & Weine NNO. 2008. Study on the biology of diamondback moth
Plutella xylostella (L.) on cabbage. GMSARN International Conference on Sustainable
Development: Issues and Prospects for the GMS 12-14 Nov 2008. p.1-3.
Deciyanto S & Indrayani IGAA. 2008. Jamur entomopatogen Beauveria bassiana:
potensi dan prospeknya dalam pengendalian hama tungau. Perspektif 8(2): 65-73.
Ghanbary MAT, Asgharzadeh A, Hadizadeh AR & Sharif MM. 2009. A quick method
for Metarhizium anisopliae isolation from cultural soils. Am. J. Agri. & Biol. Sci.
4(2):152-155.

Hashim N, Ibrahim YB & Tan YH. 2002. Electron microscopy of entomopathogenic


fungal invasion on the cabbage-heart caterpillar Crocidolomia binotalis Zeller
(Lepidoptera: Pyralidae). AJSTD. 19: 111 125.
Hasyim A & Azwana. 2003. Patogenisitas isolat Beauveria bassiana (Balsamo)
Vuillemin dalam mengendalikan hama penggerek bonggol pisang, Cosmopolites
sordidus Germar. J. Hort. 13(2): 120-130.
Herlinda S. 2004. Potensi parasitoid telur, Trichogrammatoidea sp. dalam mengatur
populasi dan serangan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Plutellidae) di
pertanaman sawi. Inovasi 1(1): 48-56.
Herlinda S, Sari EM, Pujiastuti Y, Suwandi, Nurnawati E & Riyanta A. 2005. Variasi
virulensi strainstrain Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap larva Putella
xylostella (L.) (Lepidoptera:
Plutellidae). Agritrop. 24(2): 52-57.
Herlinda S, Utama MD, Pujiastuti Y & Suwandi. 2006. Kerapatan dan viabilitas spora
Beauveria bassiana (Bals.) Vuill akibat subkultur dan pengayaan media, serta
virulensinya terhadap larva Plutella xylostella (Linn.). Jurnal Hama dan Penyakit
Tumbuhan Tropika 6(2): 70-78.
Herlinda S, Mulyati SI & Suwandi. 2008. Selection of isolates of entomopathogenic
fungi and the bioefficacy of their liquid production against Leptocorisa oratorius
nymphs. J. Microbiol. Indones. 2(3): 141-146.
Herlinda S. 2010. Spore density and viability of entomopathogenic fungal isolates
from Indonesia,
and their virulence against Aphis gossypii Glover (Homoptera: Aphididae). Tropical
Life Sciences Research 21(1): 13-21.
Indriyati. 2009. Virulensi jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo)
Vuillemin (Deuteromycotina, Hyphomycetes) terhadap kutudaun (Aphis spp) dan
kepik hijau (Nezara viridula). J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 9(2): 92-98.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Cops in Indonesia. Revised and translated by P.A.
Van der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.
Krutmuang P & Mekchay S. 2005. Pathogenicity of entomopathogenic fungi
Metarhizium anisopliae against termites. Conference on International Agricultural
Research for Development. Stuttgart-Hohenheim, October 11-13, 2005.
Lomer CJ, Bateman RP, Johnson DL, Langewald J & Thomas M. 2001. Biological
control of locusts
and grasshoppers. Annu. Rev. Entomol. 46: 667-702.
Mahr, SER, Cloyd RA, Mahr DL & Sadof CS. 2001. Biology Control of Insects and the
Other Pest of the Greenhouse Crop. North Central Regional Publication 581.
University of WisconsinExtention, Cooperative Extention.

Nuraida & Hasyim A. 2009. Isolasi, identifikasi, dan karakteristik jamur


entomopatogen dari rizosfir pertanaman kubis. J. Hort. 19(4): 419-432.
Prayogo Y, Tengkano W & Marwoto. 2005. Prospek cendawan entomopatogen
Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura pada
kedelai. J. Litbang. Pertanian 24:19-26.
Sambiran WJ & Hosang MLA. 2007. Pertumbuhan cendawan Metarhizium anisopliae
(Metch) Sorokin pada media air kelapa. Buletin Palma No. 33, Desember 2007. Hlm.
9-17.
Sheroze A, Rashid A, Shakir AS & Khan SM. 2003. Effect of bio-control agents on leaf
rustof wheat and influenceof different temperature and humidity levels on their
colony growth. Int. J. Agri. Biol. 5(1): 83-85.
Nunilahwati et al. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 11
Suharto, Trisusilowati EB & Purnomo H. 1998. Kajian aspek fisiologik Beauveria
bassiana dan virulensinya terhadap Helicoverpa armigera. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia
4(2): 112-119.
Surtikanti & Yasin M. 2009. Keefektifan entomopatogenik Beauveria bassiana Vuill.
dari
berbagai media tumbuh terhadap Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) di
laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Hlm. 358-362.
Wahyono TE & Tarigan N. 2007. Uji patogenisitas agen hayati Beauveria bassiana
dan Metarhizium anisopliae terhadap ulat serendang (Xystrocera festiva). Buletin
Teknik Pertanian. 12(1): 27-29.
Wai CN, Thu MK & Oo WNN. 2008. Study on the biology of diamondback
Moth,Plutella xylostella
(L.),on cabbage. GMSARN International Conference on Sustainable Development:
Issues and Prospects for the GMS. 12-14 Nov. p.1-3.
Wang XG, Duff J, Keller MA, Zalucki MP, Liu SS & Bailey P. 2004. Role of Diadegma
semiclausum (Hymenoptera: Ichneumonidae) in controlling Plutella xylostella
(Lepidoptera: Plutellidae): cage exclusion experiments and direct observation.
Biocontrol Science and Technology 14(6): 571-586.
Winasa IW & Herlinda S. 2003. Population of Diamondback Moth, Plutella xylostella
L. (Lepidoptera:Yponomeutidae), and Its Damage and Parasitoids on Brassicaceous
Crops. Proceedings of an International Seminar on Organic Farming and Sustainable
Agriculture in the Tropics and Subtropics. Palembang October 8-9, 2003.

http://repository.unand.ac.id/1838/1/RINGKASAN_PENELITIAN_HIBAH_BERSAING_Trizel
ia.doc

Anda mungkin juga menyukai