Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang


dirawat dengan infark miokard akut. Gagal ventrikel kiri terjadi pada hampir 80% dari
syok kardiogenik akibat infark miokard akut. Sedangkan sisanya adalah akibat
regurgitasi mitral berat akut, ruptur septum ventrikular, gagal jantung kanan
predominan dan ruputr dinding atau tamponde.1
Terapi reperfusi segera (primary PCI) untuk kasus infark miokard akut
menurunkan insiden syok kardiogenik tersebut. Kejadian syok kardiogenik sebagai
komplikasi infark miokard menurun dari 20% pada tahun 1960an kemudian menetap
kurang lebih 8% selama 20 tahun. Syok kardigenik kebanyakan terjadi pada infark
miokard dengan elevasi segmen ST dibandingkan dengan yang tanpa disertai elevasi
segmen ST.
Penelitian menunjukan strategi revaskularisasi dini menurunkan mortalitas
dalam 6 dan 12 bulan dan lebih superior dibandingkan terapi agresif awal. Walaupun
tindakan percutaneus coronary intervention (PCI) dini atau coronary artery bypass
graft sugery (CABG) bermanfaat, sekali di diagnosis ditegaka, laju mortalitas etap
tinggi (kurang lebih 50%), walau mendapat intervensi, dan separuh kematian terjadi
dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan miokard luas yang
ireversible dan kerusakan organ vital.
Bukti baru menduga bahwa respon sitokin inflamasi sistemik, aktivasi
komplemen, pelepasan sitokin inflamasi, ekspresi induceble nitric oxide synthesis
(iNOS) dan vasodilatasi yang tak adequate mempunyai peranan pentig, tidak hanya
pada genesis syok terapi juga outcome setelah syok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan
dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi
ventrikel kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi
ventrikel kiri cukup baik.
Syok sendiri merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang ditandai
dengan berbagai manifestasi hemodinamik. Petunjuk umum untuk syok adalah
tidak memadainya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan terus
memburuk bila tidak ditangani selagi dini. 2 syok dapat dibagi dalam empat
golongan:
1. Syok hipovolrmik : di induksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi
secara langsung karena perdarahan hebat atau karena hilangnya cairan
yang berasal dari plasma ( misalnya diare berat, pengeluaran urin berlebih,
atau keringat berlebih).
2. Syok vasogenik disebabkan oleh vasodilatasi luas yang dicetuskan oleh
zat-zat vasodilator. Terdapat dua jenis syok vasogenik: syok septik dan
syok anafilaktik. Syok septik, yang dapatmenyertai infeksi luas,
ditimbulkan oleh zat vasodilator yang dikeluarkan oleh penyebab infeksi.
Demikian juga pengeluaran zat histamin yang berlebih pada reaksi alergi
berat dapat menyebabkan vasodilatasi ( syok anafilaktik)
3. Syok neurogogenik juga melibatkan vasodilatasi luas, tetapi bukan karena
zat-zat vasodilatasi. Dalam hal ini, tonus vaskuler simpatis yang hilang
menyebabkan vasodilatasi umum, serupa dengan hipotensi emosional
tetapi lebih berat dan lama. Syok ini terjadi pada cedera benturan hebat
( crushing injury).
4. Syok kardiogenik.3

Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off


untuk tekanan darah sistemik untuk tekanan darah sistolik yang sering dipakai
adalah kurang 90 mmHg. Dengan menurunnya tekanan darah sistolik akan
meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan konstriksi arteri dan
vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi
sistemik mencakup perubahan sstatus mental, kulit dingin dan oliguria.
Syok kardiogenik di definisikan sebagai tekanan darah sistolik kurang
90 mmHg selama lebih dari tiga puluh menit dimana:
-

Tidak responsif dengan pemberian cairan saja.


Sekunder terhadap disfungsi jantung
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak kurang

2,2 l/menit per m2 dengan tekanan baji paru lebih 18 mmHg.


Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah:
-

pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat lebih 90 mmHG dalam


pemberian obat inotropik

pasien yang meninggal dalam satu jam hipotensi, tetapi memenuhi


kriteria lain syok kardiogenik.

2.2 Epidemiologi
Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah pada pasien infark
miokard akut, dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat
terjadinya nekrosis. Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sinderom
koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan dengan definisi syok kardiogenik
dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat beragam pada berbagai
penelitian. Pria lebih sering terkena syok kardiogenik daripada wanita
dikarenakan angka kejadian infark miokard akut lebih banyak pada pria
dibangdingkan wanita.2

Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil
dan 2,1% pasien infar miokard akut non elevasi ST. Median waktu
perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam,
dimana yang sering dijumpai adalah komplikasi infark miokard akut dengan
elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di
negara maju, pasien infark miokard akut yang mendapat terapi trombolitik
tetap ditemukan syok kardiogenik yang berkisar antara 5% sampai 10 %
dengan rata-rata 7,2%. Dimana tingkat mortalitas tetap tinggi sampai saat ini,
berkisar antara 80-90%.
2.3 Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan
terjadinya syok. Diantara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel,
ruptur atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat
mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark
ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat
menyebabkan terjadinya syok.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, diaman biasanya terjadi akibat
disfungsi ventrikel kiri, dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia
supraventrikular atau ventrikular.
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi akhir dari
disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia,
maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif. Ciri khas pada syok
kardiogenik akut adalah hilangnya 40% atau lebih miokardium ventrikel kiri.
Nekrosis fokal dapat terjadi karena ketidak seimbangangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen miokardium. Sebagai akibat dari proses infark,
kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi terganggu. Ventrikel kiri
tidak

mampu

menyediakan

curah

jantung

yang

memadai

untuk

mempertahankan perfusi jaringan.


Picard MH et al, melaporkan, abnormalitas struktural dan fungsional
jantung dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut.
Mortalitas jangka pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sistolik
4

ventrikel kiri awal regurgitasi mitral yang dinilai dengan ekokradiografi, dan
tampak manfaat revaskular dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel
kiri pada awal (baseline) atau adanya regurgitasi mitral.
2.4 Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan
curah jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya
terjadinya penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik
memprediksi

bahwa

vasokonstriksi

sistemik

berkompensasi

dengan

peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respon dari


penurunan curah jantung.
Pada infark miokard akut terjadi pemotongan aliran darah. Penyebab
utama iskemi miokardium adalah penyakit arterosklerosis pada arteri koroner
besar. Pada penyakit arterosklerosis, terdapat deposit lipid yang disebut plak
yang berkembang di dalam dinding pembuluh arteri. 5 Makin beratnya plak
yang menjadi kalsifikasi dan membesar dan akan menutupi lumen arteri
(menjadi stenosis). Plak akan membuat resistensi vaskular koroner meningkat
dan membuat aliran ke koroner menurun.2
Pada studi autopsi menunjukan syok kardiogenik dihubungkan dengan
kehilangan lebih dari 40% otot miokard ventrikel kiri yang akan
menyebabkan:
- Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
- Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
- Efek pada metabolisme glukosa
- Efek proinflamasi
- Penurunan responsivitas katekolamin
- Merangsang vasoditasi sitemik
2.5

Prediktor
Pengenalan pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk berkembang
menjadi syok dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal pasien risiko tinggi
sebelum timbulnya awitan (onset) instabilitas hemodinamik.
Sejumlah sistim skor menggunakan model prediktif perkembangan
syok telah dilaporkan untuk membantu strategi dalam menggambil keputusan.
5

Pada penelitian GUSTO I, usia, tekanan darah sistolik, frekuensi jantung dan
klas Kilip memberikan lebih 85% informasi prediktif. Empat variable yang
sama, bermakna pada populasi GUSTO III dan memberikan lebih 95%
informasi prediktif. Prediktor utama syok pada populasi PURSUIT mencakup
usia, tekanan darah sistolik, depresi ST, frekuensi jantung, tinggi, infark
miokard dan ronki pada pemeriksaan fisis.
Studi awal pada infark miokard akut mengidentifikasi indikator
signifikan untuk prognosis pasien berdasarkan gambaran klinis dan keadaan
hemodinamik. Klasifikasi Killip dibuat berdasarkan gambaran klinis ( tandatanda gagal jantung kongestif, suara S3 gallop, ronki gambaran radiografik
yang menunjukan gagal jantung kongestif, edema paru dan syok kardiogenik).
Sedangkan klasifikasi Forrester dibuat berdasarkan keadaan hemodinamik
yaitu: angka PCWP ( pulmonary capilarry wedge pressure) dan CI (cadiac
index) yang dihubungkan dengan tingkat mortalitas. Semakin tinggi PCWP
dan semakin rendah CI maka angka mortalitas akan meningkat.

Berdasarkan pemeriksaan klinis


I
Tidak ada ronki dan bunyi S3
II

Ronki

kasar,

S3

gallop,

peningkatan tekanan vena jugular


III Frank pulmonary edema
I

Syok

Berdasarkan monitoring invasif


I
Normal
hemodinamik
dan II

(PCWP < 18, CI >2,2


Kongesti pulmonal
PCWP > 18, CI> 2,2

III Hipoperfusi perifer


PCWP < 18, CI<2,2
I
Kongesti
pulmonal,
V

hiperfusi perifer
PCWP> 18, CI <2,2
Table 1. klasifikasi hemodinamik pada pasien akut miokard infark4
2.6
Manifestasi Klinis
Anamnesa
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok
kardiogenik tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan
6

keluhan tipikal nyeri dada akut, dan mungkin sudah memiliki riwayat penyakit
jantung sebelumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard
akut, biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark
tersebut. Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya terjadi gejala
tiba-tiba yang menunjukan edema paru akut bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop,
sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien
merasakan letargi akibat kekurangan perfusi ke sistim saraf pusat.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan sistolik akan

menurun sampai kurang 90 mmHg, bahkan bisa turun hingga kurang 80


mmHg pada pasien yang tidak mendapat pengobatan adekuat. Denyut jantung
biasanya meningkat akibat stimulasi simpatis, demikian pula frekuensi
pernafasan yang biasanya meningkat akibat kongesti di paru.
Pemeriksaan dada akan menunjukan ronki. Pasien dengan infark
ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurun studi
sangat kecil kemungkinnya menyebabkan kongesti paru.
Sistem kardiovaskular yang dapat di evaluasi seperti vena-vena dileher
sering kali meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada
pasien kardiomiopati dilatas, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun
pada efusi perikardial atau tamponade. Irama gallop dapat timbul yang
menunjukan adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. Sedangkan
regurgitasi mitral atau septal defek ventrikel, bunyi bising atau murmur yang
timbu sangat membantu untuk menentukan kelainan atau komplikai yang ada.
Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukan
beberapa tanda antara lain: pembesaran hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi
trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yang sulit diatasi.
Pulsasi di perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul

pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin,
menunjukan adanya penurunan perfusi ke jaringan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi

gambaran

rekaman

elektrokardiografi

dapat

membantu untuk menunjukan etiologi dari syok kardiogenik. Misalnya pada


infark miokard akut akan terlihat dari gambaran tersebut. Demikian pula lokasi
infark terjadi pada ventrikel kanan makan akan terlihat proses di sadapan
jantung sebelah kanan ( elevasi ST di sadapan V4). Begitu pula bila gangguan
irama jantung, maka akan terlihat melalui rekaman aktivitas listrik jantung
tersebut.

Foto Rontgen
Foto roentgen pada dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda

kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi
komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard
akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang disertai kardiomegali,
terutama pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru
menunjukan kecil kemungkinan terdapat gagal jantung kanan yang dominan
disertai keadaan hipovolemia.

Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan modalitas yang non-invasf sangat banyak

membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok


kardiogenik. Pemeriksaan ini sangat cepat dan aman dan dapat dilakukan
langsung di tempat tidur pasien. Keterangan yang di dapat dalam pemeriksaan
ini adalah: penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun
segmental), fungsi katup jantung (stenosis atau regurgitasi), tekanan ventrikel
kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya defek septal ventrikel dengan shunt
dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.

Pemantapan Hemodinamik
8

Pemantauan hemodinamik dengan mengunakan kateter Swan-Ganz


untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler
paru, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik,
serta indikator evaluasi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal
ventrikel kiri yang berat, akan menyebabkan tekanan baji paru meningkat. Bila
pada pengukuran tekanan baji pembuluh paru lebih dari 18 mmHg pada pasien
infark miokard akut menunjukan volume intravaskular pasien tersebut adekuat.
Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan
menunjukan tekanan baji pembuluh darah paru yang normal atau lebih rendah.
Pemantauan parameter hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload
(resistensi vaskular sitemik). Minimalisasi afterload sangat diperluka, karena
bila terjadi peningkatan afterload akan menunjukan efek penurunan
kontraktilitas yang akan menurunkan curah jantung.

Saturasi Oksigen
Pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan

pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang dapat mendeteksi adanya


septal defek ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen yang stepup bila dibandingkan saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.
2.8 Penatalaksanaan
Volume pengisian ventrikel kiri harus diptimalkan, dan pada keadaan
tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan sekurang-kurangnya 250 mL
dapat dilakukan dalam 10 menit. Oksigen adekuat penting, intubasi atau
ventilasi harus dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen.
Hipotensi yang berlangsung memicu kegagalan otot pernafasan dan dapat
dicegah dengan pemberian ventilasi mekanis.
Laporan

adanya

penurunan

secara

dramatis

mortalitas

syok

kardiogenik dengan melakukan revaskularisasi awla muncul pada akhir tahun


1980. Uji klinis secara acak yang menguji superiotas dan generalisabilitas
strategi revaskularisasi awal telah dilakukan di USA yaitu SHOCK trial. Pada
penelitian SHOCK dilaporkan peningkatan survival 30 hari dari 46,7%
9

menjadi 56% dengan strategi revaskularisasi awal, namun perbedaan 9%


absolut tidak bermakna (p=0,11). Pada pemantauan, perbedaan survival pada
strategi revaskularisasi awal menjadi lebih besar dan bermakna setelah 6 bulan
dan satu tahun untuk reduksi absolut. Manfaat revaskularisasi awal didapatkan
pada semua subkelompok kecuali pada usia lanjut(kuran 75 tahun).
Langkah penatalaksanaan syok kardiogenik

Langkah I. Tindakan resusitasi segera


Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa

untuk definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk


mencegah sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin dan
noradrenalin (norepinefrin). Tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan
secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan
pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan
dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada
keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.
Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum
transportasi jika fasilitas tersedia. Analisa gas darah dan saturasi oksigen harus
dimonitor dengan memberikan continuous positive airway pressure atau
ventilasi mekanis jika ada indikasi. EKG harus dimonitor secara terusmenerus, dan peralatan defibrilator, obat antiartimia amiodaraon dan lidokain
harus tersedia ( 33% pasien revaskularisasi awal SHOCK trial menjalani
resusitasi kardiopulmoner, takikardi ventrikular menetap atau fibrilasi
ventrikel sebelum randomisasi).
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan ST elevasi jika
antisipasi ketelambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada
pasien dengan tekanan darah sistolik kurang 100 mmHg yang mendapat
rombolitik pada metaanalisis FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan
plasebo (95% CI 26 sampai 98, p < 0,001) meningkatkan tekanan darah
dengan IABP pada keadaan ini dapat menfasilitasi trombolisis dengan
meningkatkan tekanan perfusi koroner. Pada syok kardiogenik karena infark

10

miokard non elevasi ST yang menunggu katetrisasi, inhibitor glikoprotein


Iib/IIIa dapat diberikan.

Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner


Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik

yang berasal dari kegagalan pompa iskemik yang dominan. Hipotensi diatasi
segera dengan IABP. Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang
tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat
disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan
anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau lesi koroner kanan jarang
mempunyai manifestasi syok pada keadaantanpa infark ventrikel kanan,
underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard sebelumnya atau
kardiomiopati.

Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini


Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemulihan

modalitas terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI
dengan CABG pada syok kardiogenik. Trial SHOCK merekomendasikan
CABG emergensi pada pasien left main atau penyakit 3 pembuluh besar. Laju
mortalitas dirumah sakit dengan CABG pada penelitian SHOCK dan registr
adalah sama dengan outcome dengan PCI, wlaupun lebih banyak penyakit
arteri berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang menjalani CABG.
Rekomendasi PCI pada penyakit jantung koroner5
-

Tanda objektif iskemik luas


Oklusi total kronis
Risiko operatif tinggi, termasuk ejeksi fraksi < 35%
Unprotected left main tanpa opsi tindakan revaskularisasi lain.
Stent rutin pada lesi pembuluh darah koroner asli

11

Tanda klinis: hipoperfusi, CHF, edema paru akut penyakit dasar yang
paling mungkin

Edema paru
akut

Pemberian
1. Furosemid IV
0,5-1 mg/kg
2. Morfin IV 2-4 mg
3. Oksigen bila
perlu

Aritmia

Low Output:
syok
kardiogenik

hipovole
mi

Pemberian:

Bradikar
di

Cairan
Transfusi
darah

Periksa tekanan
darah

vasopressor
12

Takikar
di

TDS>
100mmHg

TDS 70100mmH
g dan
tanda
syok (-)

Periksa tekanan
darah
Tekanan darah
sistole >
100mmHg atau
tidak kurang dari
30 mmHg dari TDS

Nitrogliserin 1020 mcg/menit


IV

TDS 70100mmH
g dan
tanda
syok (+)

Dobutamin
2-20
mcg/menit
IV

TDS <
70mmHg
dan
tanda
syok (+)

Dopamin
5- 15
mcg/kg IV

Norepinef
rine 0,530
mcg/meni
t IV

ACE-inhibitor golongan
pendek misalnya:
captopril 6,25 mg

Gambar 1. Skema penatalaksanaan syok kardiogenik1

Peranan intraaortic baloon pump


Sesuai

dengan

guidelines

terakhir

ACC/AHA,

direkomendasi

pemasangan IABP dini pada pasien syok kardiogenik yang merupakan


kandidat

strategi

agresif.

Penggunaan

IABP

menurunkan

afterload,

meningkatkan tekanan diastolik untuk perfusi koroner dan meningkatkan


curah jantung.
Balon intra-aorta ditempatkan pada aorta toraksika desenden yang
terletak di distal arteri subklavia sinistra. Balon dimasukan perkutan atau
melalui arteriotomi femoralis dan disusupkan retrogard melalui aorta
abdominalis desenden. Balon kemudian mengembang dan mengempis sesuai
dengan peristiwa mekanis dari siklus jantung2
2.9 Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
13

3. Gagal multisistem organ


4. Stroke
5. Tromboemboli

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan
dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Syok kardiogenik merupakan penyebab
kematian utama pada pasien yang dirawat dengan infark miokard akut.
Etiologi dari syok kardiogenik adalah komplikasi infark miokard akut.
Komplikasi infark miokard akut antara lain: ruptur septal ventrikel, ruptur atau
disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat
mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut. Sedangkan infark
ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi ventrikel kiri pun dapat
menyebabkan terjadinya syok.
14

Pengenalan pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk berkembang


menjadi syok dapat memfasilitasi pengiriman lebih awal pasien risiko tinggi
sebelum timbulnya awitan (onset) instabilitas hemodinamik. Penelitian
menunjukan strategi revaskularisasi dini menurunkan mortalitas dalam 6 dan
12 bulan dan lebih superior dibandingkan terapi agresif awal. Walaupun
tindakan percutaneus coronary intervention (PCI) dini atau coronary artery
bypass graft sugery (CABG) bermanfaat, sekali di diagnosis ditegakan, laju
mortalitas etap tinggi (kurang lebih 50%), walau mendapat intervensi, dan
separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Hal ini mungkin disebabkan
oleh kerusakan miokard luasyang ireversible dan kerusakan organ vital.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi Idrus, 2007, Syok Kardiogenik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal. 182-186
2. Price Sylvia, 2007, Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Srikulasi:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Hal 641.
3. Sherwood Lauralee, 2007, Pembuluh Darah dan Tekanan Darah: fisiologi
Manusia Dari Sel ke Sistem. EGC.Hal 338
4. Sabatine Marc. 2011. Acute coronary syndrome: Pocket Medicine 4th
edition. Lippincott williams and Wilkins. Hal 1-7
5. Santoso T, 2007, Intervensi Koroner Percutan: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, jilid III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 1505-1509

15

Anda mungkin juga menyukai