MAKALAH Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi Birokrasi
MAKALAH Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi Birokrasi
1. Latar Belakang
Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan
harapan bagi perubahan menuju perbaikan di segala bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara. Termasuk dalam hal ini adalah perubahan dalam bidang pemerintahan
khususnya dari aspek pelayanan oleh Pemerintah. Pemerintah disini diartikan sebagai
organisasi publik, yakni organisasi yang fungsi utamanya adalah memberikan
pelayanan kepada warga masyarakat.
Perubahan yang terjadi pada era reformasi ini merupakan tuntutan
perkembangan dan dinamisasi kehidupan masyarakat. Sutiono dan Sulistiyani (2004)
mengemukakan tiga alasan penting yang mendorong birokrasi di Indonesia sejak era
reformasi pada tahun 1998 harus melakukan pembenahan. Ketiga factor dimaksud
adalah factor reformasi politik, globalisasi ekonomi dan otonomi daerah.
Khusus alasan terakhir yakni faktor otonomi daerah, disamping menimbulkan
harapan sekaligus menjadi tantangan tersendiri bagi birokrasi pemerintahan.
Tantangan terberat yang harus dihadapi adalah perubahan perilaku birokrasi itu
sendiri, terutama perubahan dari pelaksana menjadi pengambil inisiatif. Hal ini
menuntut kesiapan SDM di daerah-daerah yang lebih baik.
Tuntutan masyarakat pada saat ini menghendaki birokrasi lebih profesional,
netral dan menjadi abdi negara dan abdi masyarakat dengan mengutamakan pada
pelayanan umum dan pemberdayan masyarakat.
Pelayanan yang diberikan oleh aparat birokrasi hingga saat ini dirasakan oleh
masyarakat umumnya masih belum memuaskan. Penyebab dari keadaan ini seperti
disinyalir oleh Ariani (2004) sebagaimana dikemukakan oleh McCormick dan Tiffin
dikarenakan dua variable yang mempengaruhi kinerja birokrasi. Yang pertama adalah
variabel lingkungan jabatan, termasuk di dalamnya sarana dan prasarana kerja,
teknologi dan manajemen. Adapun yang kedua adalah variabel individual, termasuk
di dalamnya gaya manajemen, motif prestasi kerja, dan keterampilan. Jika dilihat dari
masing-masing variabel tersebut, variabel pertama yang menyangkut sarana dan
prasarana kerja kondisinya jauh dari mencukupi, sementara varibel kedua
menyangkut individu pegawai negeri itu sendiri, maka kualitasnya belumlah
memuaskan.
Sementara Sutiono dan Sulistiyani (2004) melihat persoalan kurangnya
kinerja aparat dalam memberikan pelayanan, berdasarkan pendapat Darwin (1996)
disebabkan masih adanya inefisiensi pada tubuh birokrasi itu sendiri yang ditandai
dengan adanya beberapa kecenderungan. Kecenderungan tersebut antara lain (1)
tingginya tingkat birokrasi, terutama jika dilihat dari pertumbuhan pegawai dan
pemekaran struktur birokrasi; (2) berkembangnya red-tape dalam pelayanan public;
(3) rendahnya kualitas atau profesionalisme aparatur pemerintah; (4) produktivitas
dan disiplin kerja pegawai negeri yang masih rendah; (5) masih meluasnya berbagai
macam praktek maladministrasi di kalangan aparatur pemerintah.
Dalam rangka penataan pemerintahan daerah sekaligus untuk memperbaiki
kondisi birokrasi dan kualitas pelayanan, pemerintah telah menerapkan pemberlakuan
undang-undang otonomi daerah. Terakhir adalah revisi atas UU Nomor 22 Tahun
1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Penerapan otonomi daerah telah pula membawa perubahan pada birokrasi
pemerintahan Daerah. Struktur pemerintahan mengalami perubahan yang cukup
mendasar. Di daerah-daerah dibentuk lembaga-lembaga perangkat daerah yang sesuai
dengan semangat otonomi daerah. Otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan
pelayanan birokrasi pemerintah kepada masyarakat, sehingga tercipta birokrasi yang
efektif dan efisien serta dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang ditanggung
masyarakat.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi
paradigma baru penyelenggaraan pemerintahan dalam beberapa tahun terakhir. Hal
dan pandangan yang keliru tentang birokrasi. Padahal birokrasi mempunyai peran
yang penting bagi setiap organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta.
Selama ini pandangan negatif selalu dilekatkan pada birokrasi organisasi
publik. Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa mengurus administrasi serta
perijinan pada instansi penyelenggara pelayanan public berbelit-belit, memakan
waktu lama dan mengeluarkan biaya tinggi. Dengan kata lain bahwa pelayanan yang
diterima tidak sesuai dengan harapan publik yakni cepat, mudah dan murah.
Dengan demikian maka pemerintah pada semua tingkatan mempunyai
kewajiban untuk menciptakan sebuah model pelayanan public yang lebih berkualitas
untuk memberikan pelayanan yang lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah secara
adil kepada segenap warga masyarakat atau warga negara.
---------------------------------------------------------------------------------------
4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara akademis, sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajiankajian mengenai kinerja organisasi birokrasi pemerintahan.
2. Secara praktis, sebagai sumbangan serta bahan masukan bagi karyawan
Kantor Camat Tenggarong Seberang
Sisa
Yang pertama adalah faktor Reformasi Politik yang telah menimbulkan
gelombang tuntutan yang dahsyat terhadap pemerintah untuk segera memperbaiki
kinerjanya. Isu reformasi yang paling populer sekaligus menunjuk paling tajam di ulu
hati para birokrat pemerintah adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kondisi demikian memunculkan sikap rasional untuk segera melakukan langkahlangkah perbaikan.
Alasan kedua adalah sistem ekonomi dunia yang semakin nyata menuju ke
arah globalisasi ekonomi. Tekanan globalisasi ekonomi menuntut sistem birokrasi
yang lebih fleksibel, responsif terhadap tuntutan konsumen dan yang paling penting
adalah tidak menghambat arus pergerakan barang, modal dan manusia yang semakin
hari semakin cepat. Kenyataannya selama ini birokrasi justeru dilatih untuk
memperlambat segala macam urusan yang berhubungan dengan birokrasi dengan
alasan prosedur baku atau ketentuan yang berlaku.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Santoso (1997) bahwa birokrasi pada
dasarnya merupakan alat pemerintah yang bekerja untuk kepentingan rakyat
secara keseluruhan. Dalam posisi demikian, maka tugas birokrasi adalah merealisasi
setiap kebijaksanaan pemerintah dalam rangka pencapaian kepentingan masyarakat.
Birokrasi seharusnya menempatkan dirinya sebagai mediating agent, penjembatan
antara kepentingan-kepentingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(Menpan) Feisal Tamim yang menyatakan kondisi pegawai negeri saat ini 60% tidak
berkualitas (Suara Merdeka, 25 September 2002).
Kantor Camat sebagai salah satu organisasi birokrasi yang berada di bawah struktur
kabupaten juga merupakan organisasi birokrasi yang mempunyai misi yang sama
dalam rangka pemberdayaan serta pelayanan kepada masyarakat. Kantor Camat
cukup memegang peran yang strategis karena organisasi yang dipimpin oleh seorang
pejabat Camat ini merupakan jembatan dalam rangka menerapkan atau melaksanakan
kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah kabupaten kepada seluruh warga
masyarakat yang berada di desa/kelurahan.
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Kecamatan merupakan salah
satu perangkat daerah. Tugas Camat diatur dalam pasal 126 (2) dan (3) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pasal 126 ayat (2) menyebutkann bahwa Kecamatan
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati
atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Sementara pasal
126 ayat (3) menyebutkan tugas lainnya yaitu untuk menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan yang meliputi mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
masyarakat. Hal ini telah memangkas jalur birokrasi dalam rangka pengurusan
administrasi perijinan bagi bidang-bidang usaha masyarakat di kecamatan. Dengan
memperpendek rentang birokrasi ini maka telah terjadi efisiensi baik dipandang dari
aspek waktu maupun biaya yang harus dikeluarkan masyarakat.
Berdasarkan tugas yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, tugas organisasi Kantor Camat/kecamatan menjadi cukup luas. Oleh
karena itu, maka menjadi suatu kebutuhan bahwa Camat selaku Kepala Kecamatan
harus mendapat dukungan penuh dari staf pelaksana dalam struktur Kantor Camat
sebagai penyelenggara birokrasi pemerintahan di Kecamatan. Untuk melaksanakan
tugas-tugas yang telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka
kinerja aparat Pemerintah Kecamatan harus dapat menjawab kebutuhan masyarakat
di wilayah kecamatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
sebaik-baiknya.
Sejalan dengan pelaksanaan tugasnya, maka dalam memimpin jalannya
Pemerintah Kecamatan, Camat dibantu staf yang terlihat dalam struktur organisasi
Kecamatan. Adapun struktur jabatan yang merupakan pembantu tugas Camat
adalah terdiri dari unsur staf dan unsur lini. Unsur staf terdiri dari Sekretaris yang
dibantu dua orang Kepala Urusan. Sementara pada unsur lini, terdiri dari 5 (lima)
Kepala Seksi yang masing-masing membawahi 2(dua) orang Kepala Subseksi.