Kolestasis
Kolestasis
A. PENGERTIAN
Kolestasis adalah berkurangnya atau terhentinya aliran empedu.
B. PENYEBAB
Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua
belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir
tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin
kemudian di endapkan di kulit dan dibuang ke air kemih dan menyebabkan jaundice (sakit
kuning).
Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Berasal dari hati
Hepatitis
Penyakit hati alkoholik
Sirosis bilier primer
Akibat obat-obatan
Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan)
2. Berasal dari luar hati
Batu di saluran empedu
Penyempitan saluran empedu
Kanker saluran empedu
Kanker pankreas
Peradangan pankreas
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah
ikterus, tinja akolok dan urin yang berwarna gelap, namun tidak ada satupun gejala atau tanda
klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus
bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 s/d 5. Kolestasis ekstrahepatik
hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Berkurangnya empedu dalam usus juga
menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan menyebabkan
pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi
gangguan penyerapan dari bahanbahan yang diperlukan untuk pembekuan darah. Terdapatnya
empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan
kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan
kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala
lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan,
muntah atau demam.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin
untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin
direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT
> 10 kali dengan peningkatan gamma- GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu
kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan
gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald,
kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
b.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup
sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari
pemeriksaan visualisasi tinja.
2.
Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
b. Sintigrafi hati
c. Pemeriksaan kolangiografi
3.
Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di
tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%
sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi,
dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca
operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila
diameter duktus 100- 200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
E. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding kolestasis pada bayi adalah :
1.
2.
Ekstrahepatik
a.
Atresia bilier
b.
c.
d.
e.
Ikelainan Intrahepatik
a. Idiopatik
1) Hepatitis neonatal idiopatik
2) Kolestasis intrahepatik persisten, antara lain :
Displasia arteriohepatik (sindrom Alagille)
Sindrom Zellweger (sindrom serebrohepatorenal)
Intrahepatic bile duct paucity
b. Genetik atau komosomal : Trisomi E, Sindrom Down, Sindrom Donahue obstruksi
intestinal, Sindrom polisplenia, Lupus neonatal.
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asam litokolat), dengan memberikan Fenobarbital 5 mg/kg/BB/hari dibagi 2
dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk
mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct); enzim sitokrom P-450
(untuk oksigenisasi toksin), enzim Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis
atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik
asam empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan asam unsodeoksikolat, 3
10 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam unsedeoksikolat mempunyai daya
ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu :
hepatitis umumnya terlihat kecil sedangkan atresia bilier umumnya besar seperti anak
normal. Hal yang terakhir ini sering kali mengecoh klinisi untuk cenderung
mengatakan kuning pada bayi tersebut hanya memerlukan penyinaran pagi hari saja.
Ukuran kepala yang kecil mengarahkan kemungkinan terjadi infeksi kongenital.
Mata perlu diperiksa apakah selain ikterik terlihat katarak yang mengarah ke
galaktesemia. Pemeriksaan jantung kadang-kadang menyertai kelainan kolestasis
tertentu. Hati perlu diperiksa ukurannya yang dapat membesar tetapi dapat pula
masih normal, kadang ditemukan splenomegali.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menghemat dana, pada awalnya cukup dimintakan pemeriksaan bilirubin
direct darah saja, kecuali terdapat kecurigaan kuat bahwa kasus tersebut adalah kasus
kolestasis. Bila ditemukan bahwa bilirubin direct meningkat > 1,5 mg/dl dan
komponen bilirubin direct tersebut merupakan > 15% dari bilirubin total yang
meningkat maka dapat kita katakan pasien tersebut dengan kolestasis. Bayi dengan
peningkatan bilirubin direct sangat mungkin menderita kelainan hepatobilier dan
memerlukan pemeriksaan selanjutnya. Bila dari hasil pemeriksaan darah terbukti
kolestasis maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari penyebab
kolestasis tersebut. Pemeriksaan tersebut antara lain : pemeriksaan darah ALT
(SGPT), AST (SGOT), gamma glutamyl transpeptidase (GGT), albumin, globulin,
kolesterol total, trigliserida, glukosa, ureum, kreatinin, waktu protombin/INR. Bila
mungkin pemeriksaan hornomal seperti FT4, TSH dapat pula diperiksakan.
Pemeriksaan urin rutin perlu dilakukan. Pemeriksaan USG 2 fase dan mungkin biopsi
hati perlu dilakukan. Kecepatan penanganan kolestasis terutama pada atresia bilier
sangat menentukan prognosis bayi karena operasi Kasai dapat dilakukan sebelum
ditemukan sirosis hepatitis idealnya sebelum usia 8 minggu.
Berasal dari hati : Hepatitis, Penyakit hati alkoholik, Sirosis bilier primer,
obatobatan, perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan).
Berasal dari luar hati : Batu di saluran empedu, Penyempitan saluran empedu,
Kanker saluran empedu, Kanker pankreas, Peradangan pankreas.
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiper bilirubin dan ruam popok.
a. Tujuan
Keutuhan klit bayi dapat dipertahankan.
b. Kriteria hasil
1) Kulit utuh, tidak ada ikterik
2) Tidak ada warna kemerahan di daerah perianal dan lipatan paha (perubahan
warna)
3) Kulit tidak kering dan lembut.
c. Rencana tindakan
1) Observasi
tanda-tanda
ikterus/jaundice
selengkap-lengkapnya
dengan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan EGC, Jakarta.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi III.