Makalah Fitokimia
Makalah Fitokimia
DOSEN PENGAMPU:
Titik Sunarni,M.Si.,Apt
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
ANGGOTA
: 3 (TIGA) / TEORI 2
: 1. KARINA PERMATA
( 18123457 A )
2. UTARI BUDI
( 18123458 A )
3. PRISCILA WAHYU C.
( 18123459 A )
4. AFIFAH MIFTA AULIA ( 18123460 A )
5. AYU PRACHILIA S.
( 18123462 A )
6. DEWI LARASWATI
( 18123463 A )
7. RINI PRAMUATI
( 18123464 A )
8. LAILA TASBICHA
( 18123465 A )
9. ANASTASYA HIRYA
( 18123466 A )
10. DOLIK PRASETYO
( 18123467 A )
11. SITI FAIZATUL
( 18123468 A )
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
dioksida). Disamping itu metanol, dimetileter atau kombinasi CO2 dengan aditif
metanol, dimetileter, atau air juga dapat diterapkan untuk proses pemisahan senyawa
aktif. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa selektifitas ekstraksi menggunakan
fluida superkritik lebih tinggi ketimbang menggunakan cara konvensional. Hal ini
terutama dipengaruhi oleh sifat fisika kimia fluida tersebut dan proses transfer massa
yang terjadi. Sementara itu, jika pemisahan dilakukan dengan pelarut air, misalnya pada
destilasi uap, hampir semua senyawa aktif polar akan terangkut. Selektivitas tentu saja
memberikan keuntungan tersendiri karena proses lanjutan untuk mendapatkan senyawa
aktif murni tidaklah lagi panjang dan rumit. Pada akhirnya teknologi fluida superktitik
bisa diterapkan dalam berbagai industri lain, misalnya makanan, pewarnaan, consumer
good, pengolahan limbah, maupun sintesa kimia.
BAB II
PEMBAHASAN
fluida
superkritik
merupakan
pengembangan
dari
teknik
kromatografi kolom, dimana dalam cara kerjanya menggunakan fasa gerak fluida
superkritik. Kromatografi Fluida Superkritis (SFC) pada dasarnya merupakan
perpaduan teknik GC dan KCKT dengan mengambil berbagai kelebihan pada kedua
teknik kromatografi tersebut. Perbedaan fasa gerak yg digunakan pada GC adalah gas,
fase gerak yang digunakan pada HPLC adalah cair, sedangkan untuk SFC digunakan
fase gerak berupa fluida superkritik.
bagi masalah ini. Selain ramah bagi lingkungan dan tidak bersifat toksik, CO 2 juga
tidak mudah terbakar sehingga lebih aman digunakan. Kelebihan lain dari CO2 adalah
titik kritiknya yang relatif rendah (Tc = 31,3oC dan Pc = 72,9 atm) dibandingkan dengan
zat lain seperti air.
Ekstraksi dengan scCO2 dapat dilakukan baik secara batch ataupun kontinyu.
scCO2 sebagai pelarut dikontakkan dengan material yang diinginkan. Pelarut
scCO2 menarik material tersebut hingga larut dan terpisah dari pelarut awalnya.
Campuran ini kemudian diekspansi sampai kondisi atmosfer sehingga material yang
diinginkan terpisah dari CO2 dan CO2 dapat digunakan kembali sebagai pelarut. Prinsip
ini berlaku baik pada saat ekstraksi batch ataupun kontinyu.
Hingga saat ini, aplikasi ekstraksi dengan menggunakan scCO2 sudah merambah
dari mulai di industri makanan sampai di indsutri farmasi. Contoh aplikasinya antara
lain, ekstraksi kafein, ekstraksi dan fraksionasi minyak dan lemak makanan, hingga
pemisahan tokoferol dan antioksidan lainnya. Aplikasi fluida superkritik bukan hanya
dalam proses pemisahan, namun masih banyak aplikasi lain seperti katalis, produksi
material plastik, hingga sebagai fluida pembersih.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fluida superkritis merupakan suatu
zat yang memiliki sifat pertengahan antara cair dan gas dan terjadi bila suatu zat berada
di atas titik kritis. Ekstraksi superkiritis merupakan salah satu metode operasi ekstraksi
dengan menggunakan solven berupa fluida superkritis yaitu fluida yang kondisinya
berada di atas temperature dan tekanan kritis.
3.2 SARAN-SARAN
Selama ini kalangan industri lokal masih bersandar pada teknologi pemisahan
konvensional misalnya, destilasi uap atau ekstraksi menggunakan pelarut organik.
Alangkah baiknya jika kita mulai melirik teknologi pemisahan yang lebih hijau, salah
satunya dengan fluida superkritik yang menawarkan kinerja yang sering kali lebih
unggul daripada teknologi konvensional lainnya.
REVIEW JURNAL
SUPERCRITICAL FLUID EXTRACTION OF VITAMIN E FROM DEPROTEINISED NATURAL RUBBER (DPNR) SERUM
[ EKSTRAKSI FLUIDA SUPERKRITIK VITAMIN E DARI SERUM DEPROTEINASI KARET ALAM (DPNR) ]
Vitamin E merupakan vitamin yang memiliki efek antioksidan dan dipercaya dapat
mengurangi risiko penyakit jantung dan jenis kanker tertentu. Vitamin E memiliki 2 (dua)
kandungan senyawa yaitu tokoferol dan tokotrienol yang merupakan kelompok senyawa larut
lemak. Beberapa studi telah membuktikan bahwa tocotrienol memiliki aktivitas antitumor
yang lebih kuat daripada vitamin E. Karet alam mengandung 4%-5% zat non-karet yang
terdiri dari protein, lipid, amina, dan karbohidrat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengekstrak vitamin E secara kuantitatif dan
menentukan vitamin E dalam pengolahan limbah karet apakah dapat menambah nilai industri
karet. Pekerjaan difokuskan pada pencarian senyawa tokoferol (T) dan tokotrienol (T3)
dengan memanipulasi suhu dan tekanan dari proses SFE (Ekstraksi Fluida Superkritik).
Vitamin E diekstraksi oleh ekstraksi fluida superkritis (SFE) dari serum de-proteinised
karet alam (DPNR) dan dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Sampel
yang diekstraksi dicampur dengan n-heksana dan disentrifugasi pada 2000 rpm selama 10
menit. Lapisan atas dikumpulkan dan dikeringkan sepenuhnya menggunakan evaporator
rotary. Ekstrak kering kemudian dilarutkan dalam n-heksana dan disaring.
DPNR merupakan bentuk peningkatan karet alam yang rendah protein dan isi non-karet
lainnya. DPNR diproduksi dengan menggunakan bidang lateks dengan enzim proteolitik
untuk menghidrolisis protein dalam lateks menjadi polipeptida yang kemudian larut selama
pemrosesan berlangsung. Amonia, surfaktan non-ionik, proteinase dan sulfat netral
hidroksilamin (HNS) ditambahkan kedalam lateks dan dibiarkan bereaksi selama 72 jam
dalam tangki reaksi. Setelah reaksi enzimatik selesai, lateks kemudian dinetralkan dengan
asam format dan dikoagulasi oleh uap. Koagulan tersebut kemudian diendapkan
menggunakan banyak air untuk menghilangkan kotoran dan residu kimia dalam karet.
Ekstraksi fluida superkritis menggunakan karbondioksida (CO2) karena prosesnya yang
ramah lingkungan, murah, dan kurangnya risiko toksisitas. Tekanan kritis CO2 adalah 73.8
bar dan suhu kritis adalah 31,06C. Metode (SFE) diperkenalkan untuk mencapai pemisahan
yang lebih baik, mengurangi jumlah pelarut dan meningkatkan hasil produk. Keunggulan
lainnya yaitu daya melarutkan fluida superkritis tergantung pada densitasnya dengan
mengubah tekanan dan suhu,
Peningkatan suhu menyebabkan penurunan hasil ekstraksi. Hasil ekstraksi meningkat jika
tekanan meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstraksi fluida superkritik
pada suhu rendah cocok untuk mengekstraksi vitamin E karena ekstraksi pada suhu tinggi
akan dapat merusak senyawa yang sensitif terhadap panas.
DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196611151991011HOKCU_SUHANDA/KULIAH_KIMIA_INSTRUMEN/KROMATOGRAFI_SFC.pdf
http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2013/02/13/ekstraksi-superkritis/
http://majarimagazine.com/2011/07/co2-superkritik-pelarut-yang-ramah-lingkungan/
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10578-Chapter1.pdf
http://eprints.undip.ac.id/22787/2/ISI.pdf
http://howgreenareyou.wordpress.com/2010/12/15/penerapan-fluida-superkritis-untukfitofarmaka-indonesia/