Anda di halaman 1dari 7

Diagram fase helium

Energi kohesif yaitu energi yang harus diberikan kepada kristal untuk memisahkan
komponen-komponenya menjadi atom-atom bebas yang netral pada keadaan diam dan
pada jarak tak hingga untuk kristal yang bersifat ionic, padanhelium baik zat padat dan
cair sepenuhnya terjadi karena ikatan sangat lemah dari gaya van der Waals. Karena
efek kuat dari kuantum yang diamati dalam fasa padat dan fase cair, diagram fase
helium telah secara ekstensif belajar dan bekerja secara rinci.
Dari kedua osotop helium-3 dan helium-4 berada
pada fasa cair saat Temperature (T) 0 K dan Presure
(p) 0 sebagai akibat dari zero point motion (titi
energy terendah).
Ketika di bawah tekanan baik helium 3 atau 4
keduanya akan menjadi solid. Pada 0 Kelvin dan
tekanan di atas 0,1 kbar, baik padatan yang banyak
diketahui dan menunjukkan transisi harus berada di
sekitar sekitar 15 K dan di atas 1 kbar. (Gambar. 2
dan 5)
Dalam grafik, fase bec muncul di bawah 0,1 kbar
dan tekanan mencair pada temperatur minimum
pada 0,32 K (Gambar. 3).
Di dalam diagram bidang bec sangat kecil, dan
dapat diamati dengan cara menunjukkan pada
temperature dengan skala kecil.(Gbr. 6).
Pada kurva pencairan ini berada pada batas yang
sangat minimum yaitu 0,78 K. Kurva ini telah
diperpanjang sampai 14 kbar, di mana tekanan
suhu leleh adalah 7 K.
Dalam cairan normal Fermi berlangsung turun
pada temperatur 1 mK, di mana transisi ini mulai
ditemukan terjadi nya fase superfluida terjadi.
(Gambar. 4)
Batas yang memisahkan cairan normal Fermi dari
A dan B fase superfluid menunjukkan fase transisi
kedua pada helium. Batas fase A-B adalah turunan pertama pada fasa transisi, dan ini
menggabungkan cairan Fermi pada tiga critical point. Cairan A dan B
dianggap sebagai superfluids yang menghasil kopling lemah fermion mirip dengan
yang ditemukan dalam superkonduktor. Pada fluida normal mengalami transisi turunan
kedua (A-transisi) ke fase superfluida.

Helium
Cairan helium adaalah sebuah subyek yang menarik dalam mempelajari sifat
termodinamikanya, terutamanya Helium pada temperature fasa rendah. Pada tahun 1895
Helium ditemukan untuk pertama kalinya di bumi oleh William Ramsay (dalam sisasisa peluruhan radioaktif uranium)
Gas helium tidak mudah berubah fasa menjadi cair. Ini berarti titik didihnya sangat
rendah sehingga sangat berguna untuk dijadikan cairan pendingin
Jika helium cair ini terus didinginkan ternyata cairan helium ini tetap tidak
membeku bahkan pada suhu 1 K. Pada tekanan atmosfer helium cair bahkan tetap
berada dalam fasa cair walaupun sudah mencapai suhu sangat dekat dengan 0 K
(minus 273,15 derajat celcius). Hal ini disebabkan karena massa atom helium
yang sangat kecil dan karena interaksi antar atom-atom helium ini sangat lemah.
Ketika helium didinginkan, terjadi keanehan dengan densitasnya
(kerapatan). Seiring dengan penurunan temperatur, densitas helium terus
bertambah. Tetapi nilainya mencapai maksimum pada suhu 2,17 K. Di bawah
suhu tersebut densitasnya justru berkurang dan kemudian cenderung stasioner.
Saat dibuat grafik kalor jenis (specific heat) terhadap temperatur, didapatkan
kurva yang bentuknya menyerupai huruf Yunani (lambda). Fenomena ini
dikenal sebagai Transisi Lambda, dan temperaturnya disebut sebagai Temperatur
Lambda (T).
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa karakteristik helium cair pada
suhu di atas temperatur lambda sangat berbeda dengan helium cair pada suhu
lebih dingin dari temperatur lambda. Di atas T cairan helium berada pada fasa
Kalor Jenis
Helium-4

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa karakteristik helium cair pada


suhu di atas temperatur lambda sangat berbeda dengan helium cair pada suhu
lebih dingin dari temperatur lambda. Di atas T cairan helium berada pada fasa
Kalor Jenis

Helium-4
2,17 Suhu (kelvin)
Gambar 1: grafik kalor jenis He-4 sebagai fungsi suhu
yang dikenal sebagai Helium I, sedangkan di bawah T merupakan fasa Helium II.
Helium I merupakan fasa helium yang memiliki karakteristik normal seperti
fluida-fluida lain. Helium II memiliki keunikan tertentu yang membedakannya
dengan fluida biasa. Istilah Helium I dan II ini diperkenalkan oleh Willem
Keesom dan Mieczyslaw Wolfke pada tahun 1927.
Pada tahun 1938 peneliti Sovyet, Pyotr L. Kapitsa meneliti lebih lanjut
keunikan-keunikan yang dimiliki oleh helium II. Ia menemukan bahwa pada
helium II terdapat fenomena superfluid (Fluida Super). Suatu superfluid adalah
suatu fluida yang dapat mengalir tanpa gesekan dan tidak mempunyai viskositas
(gesekan dalam fluida). Sifat ini dapat dengan mudah diamati saat superfluid
diletakkan dalam suatu wadah silinder, kemudian wadah tersebut diputar secara
perlahan. Fluida normal pasti ikut bergerak saat wadahnya diputar, tetapi
superfluid justru tetap diam.

Daerah superfluid pada diagram fasa P-T helium menunjukkan skematik perbedaan.
Pada daerah ini menunjukkan analisis dan susunan tabulasi yang digunakan. Untuk
semua tekanan pada daerah yang berbeda ketika berada pada temperature Talfa sifar
superfluid akan berhenti, dalam posisi ini disebut helium I. Garis yang memisahkan dua
daerah ini disebut garis lamda.
Zero point motion
Energi titik nol, juga disebut vakum kuantum titik nol energi, adalah energi
serendah mungkin bahwa sistem fisik mekanika kuantum mungkin memiliki;
itu adalah energi keadaan dasar. Semua sistem mekanika kuantum
menjalani fluktuasi bahkan dalam keadaan dasar dan memiliki terkait energi
titik nol, konsekuensi dari alam seperti gelombang mereka. Prinsip
ketidakpastian menuntut setiap sistem fisik memiliki energi titik nol besar
dari minimum potensi baik klasik. Hal ini menyebabkan gerak bahkan pada
nol mutlak. Misalnya, helium cair tidak membeku di bawah tekanan
atmosfer pada setiap temperatur karena energi nol-titik.

Helium pada temperatur dibawah 2,18 K kehilangan viskositasnya [1].


Fenomena ini dikenal dengan superuiditas. Pada fase superuid, helium cair
mengalir tanpa hambatan. Superuida digunakan sebagai pendingin
superkonduktor tersebut. Vorteks kuantum yang terdapat pada fenomena
superuid dapat dipergunakan pada 1 komputasi kuantum.

PHASE DIAGRAMS OF THE ELEMENTS


David A. Young
&
September 11, 1975
The Calculate Thermodynamic Properties of Superfluid Helium-4. James S. Brooks.
Institut of Theoretical Science and Department of Physics, University of Oregon,
Eugene, 1997
Tilley, T. . Superuidity and Superconductivity. IOP, (1990).
Riset temperatur rendah di Indonesia, peluang dan tantangannya
Y. Pramudya
Wesleyan University,USAa ,Institut Teknologi Sepuluh November (2005)

Anda mungkin juga menyukai