ANNA MARIANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
SURAT PERNYATAAN
gagasan
atau
hasil
penelitian
disertasi
saya
sendiri,
dengan
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Anna Mariana
995148 - Teknologi Industri Pertanian
ABSTRAK
ANNA MARIANA. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada
Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis. Dibimbing
oleh: IRAWADI JAMARAN sebagai ketua, M. SYAMSUL MAARIF, TUN
TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, dan DARNOKO masing-masing sebagai
anggota.
Pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat dengan
produksi relatif tetap, telah menempatkan Indonesia saat ini sebagai salah satu negara
pengimpor bahan bakar minyak. Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai 60
USD per barel telah memperbesar subsidi BBM menjadi lebih dari 100 triliun pada
tahun 2005 berjalan. Untuk mengantisipasi kelangkaan BBM di masa mendatang
perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui, antara
lain yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti BBM solar adalah
Biodisel Kelapa Sawit (BDS) yang bersifat ramah lingkungan .
Dalam rangka mendukung salah satu pengembangan investasi enerji
terbarukan di Indonesia perlu disusun suatu rancang bangun sistem penunjang
keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem
dinamis. Secara garis besar model ini terdiri dari lima submodel
yaitu : (1)
sumberdaya, (2) teknis produksi, (3) analisis finansial, (4) pasar, (5) lingkungan.
Rancang bangun sistem penunjang keputusan didesain dengan menggunakan
metodologi analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model.
Keterkaitan sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang
dibangun melalui kaidah sistem dinamis.
Hasil analisis dan validasi faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi,
menunjukkan ketersediaan bahan baku CPO, jika diolah menjadi biodisel kelapa sawit
cukup untuk mensubstitusi 5-10% kebutuhan BBM solar di dalam negeri. Peluang
pasar ekspor dan pendanaan investasi dapat dikaitkan dengan program carbon trade
yang telah diratifikasi melalui Protokol Kyoto, karena sifat BDS yang ramah
lingkungan. Ketersediaan teknologi proses cukup banyak dan dapat dirancang sesuai
keinginan pengguna. Perhitungan nilai investasi pabrik BDS kapasitas produksi
100.000 ton/tahun memerlukan dana 17.82 juta USD dengan komponen biaya bahan
baku CPO mencapai 79.23% dari biaya produksi, dengan asumsi harga CPO 360
USD/ton. Jika margin keuntungan 15% maka harga jual di tingkat konsumen Rp
5603/liter. Biaya produksi biodisel di luar negeri mencapai 600 USD/ton sedang dari
hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi sebesar 629.5 USD/ton. Hasil analisis
penghitungan nilai beban lingkungan dari hujan asam, panas global dan efek
fotokimia yang ditimbulkan oleh emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar
biodisel lebih rendah dibandingkan dengan emisi gas buang yang menggunakan bahan
bakar solar.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model sistem penunjang keputusan
dapat digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit
oleh pengambil keputusan. Hasil validasi menunjukkan industri BDS saat ini layak
untuk dikembangkan jika didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat antara
lain kebijakan penggunaan enerji terbarukan, kemudahan perijinan, beban pajak dan
bunga bank yang terjangkau , dan adanya insentif bagi industri.
Kata kunci : Biodisel, CPO, Sistem Penunjang Keputusan, Investasi, Model Sistem
Dinamis
ABSTRACT
ANNA MARIANA. The Design Of Investment Decision Support System On Palm
Oil Biodiesel Industry Using Dynamic System Models. Under the Guidance by
IRAWADI JAMARAN as a chairman, M. SYAMSUL MAARIF, TUN TEDJA
IRAWADI, AMRIL AMAN, and DARNOKO as members of advisory committee.
The gap between oil compsumption and production in the last few years has
put indonesia into the oil net importer country. The increased of world oils price up
to $60 US per barrel has increased the goverment subsidies more than 100 trillions
rupiah in 2005. In order to anticipate the scarcity of oil in the future, the government
has to search other energy resources especially renewable energy such as palm
biodiesel that can be used as an alternative fuel of petroleum diesel and also known as
ecolabelling product.
In the frame work to support the development of palm biodiesel investment in
Indonesia, this research is aimed to formulate the decision support system (dss) for
palm biodiesel investment using dynamic models. The system consist of
5 submodels ie : The assesment of (1) Raw material resources, (2) production
technology, (3) financial planning, (4) marketing, (5) environmental impact
assesment. The correlation and interaction between submodel are based on logical
function and theoritical framework by using system dynamic approach.
The result of model validation shows that the availability of CPO as a raw
material for oil palm biodiesel is still adequate to subtitute 5 10% of domestic
petroleum diesels demand. The potential export market and foreign investment can
be related to the Protocol Kyoto scheme due to the ecolabelling product. The various
processing technologies are easily available and could be designed according to the
owners or users need. The financial analysis shows the investment cost to produce
biodiesel with the capacity 100.000/ton per year is $ 17,82 million US. The raw
material cost reach about 79.93%, of the cost structure, with the the asumption of
CPO price $360 US/ton. Under the assumption of profit margin 15 %, the selling price
of palm biodiesel about Rp.5603/litres, meanwhile the product cost is $ 629.5 US/ton.
The validation of environmental sub model which assess the environmental burden
value of acidity, global warming and photochemical ozone (smog) creation impact
caused by the emission of biodiesel is smaller compare to the emission of petroleum
diesel.
The result of this reseach concluded that the decision support system model
can be utilize by decision maker in assessing the invesment on biodiesel industry.
However, the decession should also be followed by the appropriate government
regulations and policies i.e, in the use of renewable energy, tax, interest rate, insentive
for industry .
Key words : biodiesel,crude palm oil, decision support system, investment, Dynamic
System Models
ANNA MARIANA
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
Judul Disertasi
Nama
: Anna Mariana
NRP
: 995148
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus:
PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karuniaNya, disertasi yang berjudul Rancang Bangun Sistem Penunjang
Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model
Sistem Dinamisdapat diselesaikan dengan baik. Dari lubuk hati yang dalam dan
tulus, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak Dr.Ir Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
memberi dukungan perhatian dan bimbingan dengan penuh dedikasi selama
penulis menempuh studi sampai dengan penyelesaian disertasi ini;
2. Ibu Prof.Dr.Ir.Tun Tedja Irawadi MS yang telah memberi inspirasi dalam
pemilihan judul disertasi, membimbing, dan memberi dukungan dengan penuh
kearifan dan bijaksana setiap saat diperlukan;
3. Bapak Prof Dr.Ir.Syamsul Maarif`M.Eng yang telah membimbing dan
memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini
serta selalu meluangkan waktunya untuk konsultasi walaupun ditengah
kesibukannya;
4. Bpk Dr.Ir.Amril Aman MSc, yang telah mengajarkan kepada penulis filosofi
ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan membimbing serta mengarahkan
penyusunan disertasi dengan penuh kesabaran dan pengertian;
5. Bpk Dr.Ir.Darnoko MSc, yang telah membimbing dan memberi referensi yang
bermanfaat bagi penulisan disertasi ini dan selalu berusaha hadir pada sidang
komisi dan sidang lainnya walau jauh dari Medan ke Bogor;
6. Bpk Dr.Ir.Anas Miftah Fauzi M.Eng yang telah bersedia menjadi penguji luar
pada sidang tertutup serta banyak memberikan inspirasi kepada penulis dalam
melakukan pengkajian terhadap aspek teknoekonomi;
7. Dr.Ir.Tirto Prakoso M.Eng, staf pengajar pada jurusan Teknik Kimia ITB yang
telah bersedia menjadi penguji luar dan memberi referensi yang bermanfaat
dalam penulisan disertasi;
8. Ir. Achmad Manggabarani MM (Sekdit Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian) yang telah mengijinkan penulis untuk meyelesaikan studi ini;
9. Ayahanda alm Yacob Ali dan Ibunda almh Fatimah Ibrahim tercinta, yang
telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan memberikan
teladan yang sangat berharga bagi kehidupan penulis;
10. Suami tercinta dr M.Jusuf Syammaun SpOG dan anak-anakku tercinta
M.Rikky Jusuf, M.Irsan Jusuf,dan M.Adriansyah Jusuf yang selalu memberi
semangat dan pengertiannya;
11. Adinda dra.Rosmery MA. dan Ir.Sabri Basyah, dra Erlindawati dan suami
serta Ir.Mirza Pahlevi MSc beserta istri ,abang dan adik penulis semua yang
telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan disertasi ini;
12. Sahabat / Rekan peserta program S-3 TIP,IPB, Ir. A. Basith MSc,
Dr.Ir.Hermawan, Ir Tyas MM danYulia Nurendah SE. MM, yang selalu
memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini;
13. Rekan-rekan di Deptan terutama Ir.Sri Dewi Yudawi MM yang selalu penuh
pengertian dan memberi dukungan untuk menyelesaikan disertasi ini;
Semoga semua kebaikan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat dan mendapat
balasan dari Allah swt.
Bogor. September 2005
ANNA MARIANA
PRAKATA
Sejalan dengan perkembangan kemajuan zaman dan teknologi pada berbagai
bidang di dunia, kebutuhan enerji telah menjadi universal bagi manusia. Enerji juga
telah mengubah tatanan ekonomi suatu negara
Setiap negara perlu mengelola sumber enerjinya dengan benar dan bijaksana agar
tidak mengalami kemunduran ekonomi.
Penelitian Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada
Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis merupakan
salah satu alat bantu untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa
sawit (BDS). BDS merupakan enerji alternatif dan bersifat ramah lingkungan serta
dapat diperbaharui (renewable), digunakan sebagai pengganti solar. Keluaran
penelitian ini berupa program perangkat lunak komputer yang dapat digunakan untuk
menilai keputusan investasi dalam waktu yang relatif cepat (Decision Support
System)
Penelitian ini tersusun berkat bimbingan komisi pembimbing yang sangat
kompeten pada berbagi bidang/disiplin ilmu pengetahuan yaitu Dr. Ir. Irawadi
Jamaran (ketua komisi), Prof. Dr. Ir. Syamsul Maarif, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja
Irawadi, MSc, Dr. Ir. Amril Aman, MSc, Dr. Ir. Darnoko, MSc masing-masing
sebagai anggota komisi pembimbing.
Penulis menyadari penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan dan
kelemahan namun bagi yang berminat memperdalam bidang ini, penulis dengan
senang hati mempersembahkan hasil karya ini. Semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 1 Maret 1957 dari ayah
Alm. Yacob Ali dan ibu Alm Fatimah Ibrahim, sebagai anak ke tiga dari tujuh
bersaudara. Menikah dengan DR H.M Jusuf Syammaun, SpOG. Penulis dikaruniai
tiga orang putra yaitu M. Rikky Jusuf, M. Irsan Jusuf dan M. Adriansyah Jusuf.
Pada tahun 1980 Penulis meraih gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Jurusan
Proteksi Tanaman IPB. Pada tahun 1999 memperoleh gelar Magister Manajemen
Agribisnis IPB dengan bea siswa dari Asian Development Bank .
Sejak bulan April 1980 sampai 2000 penulis bekerja sebagai karyawati pada
Direktorat Jenderal Perkebunan. Sejak di Direktorat Jenderal Perkebunan penulis
telah ditempatkan sebagai karyawati di berbagai Direktorat yaitu Direktorat Bina
Produksi, Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Perluasan dan Rehabilitasi
Tanaman Perkebunan, dan Direktorat Kelembagaan. Penulis juga dipercaya untuk
mengelola proyek bantuan luar negeri yaitu proyek bantuan ADB National Estate
Crop Protection Project ( 7 tahun) dan proyek Suistainable Agriculture
Development Project in Irian Jaya ( 6 tahun). Penulis telah mengikuti berbagai
macam training, seminar nasional dan internasional pada bidang agribisnis dan
agroindustri. Dari tahun 2001 sampai sekarang bekerja pada Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. Penulis
ditempatkan pada Sub Direktorat Pemasaran Internasional Tanaman Perkebunan
sampai tahun 2003. sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis memperoleh
ijin untuk menyelesaikan desertasi pada program TIP IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
4
4
5
6
9
10
11
13
18
20
21
23
25
26
27
30
30
31
31
32
33
34
34
34
34
34
35
35
37
37
51
51
58
99
102
102
105
105
105
107
110
112
113
115
116
122
130
137
149
153
153
153
154
155
156
157
157
159
160
LAMPIRAN .......................................................................................................
167
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
19
Tabel 2.
22
Tabel 3.
34
Tabel 4.
117
Tabel 5.
118
Tabel 6.
120
Tabel 7.
129
Tabel 8.
132
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
142
Tabel 12.
144
145
Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan saldo kas
bersih pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun ................
147
148
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
iii
Halaman
Tabel 16.
Tabel 17.
tabel 18.
148
150
151
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
12
Gambar 2.
24
Gambar 3.
31
Gambar 4 .
32
Gambar 5.
36
Gambar 6.
38
41
44
45
46
49
50
51
54
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Halaman
Gambar 15.
55
Gambar 16.
57
Gambar 17.
63
65
67
Gambar 20.
73
Gambar 21.
78
83
84
85
Gambar 25.
88
Gambar 26.
89
Gambar 27.
91
Gambar 28.
95
Gambar 29.
96
Gambar 30.
101
Gambar 31.
103
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
vi
Halaman
Gambar 32.
104
105
Gambar 34.
106
Gambar 35.
107
108
109
109
110
110
Gambar 41.
111
Gambar 42.
111
Gambar 43.
112
Gambar 44.
113
114
114
Gambar 33.
Gambar 36.
Gambar 37.
Gambar 38.
Gambar 39.
Gambar 40.
Gambar 45.
Gambar 46.
vii
Halaman
Gambar 47
115
117
118
119
Gambar 51.
122
Gambar 52.
124
125
131
131
133
134
134
135
Gambar 60.
141
Gambar 61.
143
Gambar 48.
Gambar 49.
Gambar 50.
Gambar 53.
Gambar 54.
Gambar 55.
Gambar 56.
Gambar 57.
Gambar 58.
Gambar 59.
viii
Halaman
Gambar 62.
Gambar 63.
Gambar 64.
144
146
152
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
167
Lampiran 2.
169
Lampiran 3.
171
Lampiran 4.
174
Lampiran 5.
178
Lampiran 6.
179
Lampiran 7.
180
Lampiran 8.
181
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan
kemajuan
teknologi
dan
industri
telah
memacu
bph.
2
Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber enerji yang dapat
diperbaharui seperti enerji air, angin, matahari, panas bumi dan enerji biomas.
Salah satu sumber enerji biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
adalah enerji biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut Biodisel
Kelapa Sawit (BDS).
BDS dapat dijadikan alternatif pengganti minyak solar yang banyak
digunakan sebagai bahan bakar terutama pada sektor transportasi dan industri.
BDS merupakan salah satu produk yang mempunyai prospek dan peluang yang
cukup baik untuk dikembangkan terutama ditinjau dari aspek kontinuitas
penyediaan bahan baku, sifat produk yang ramah lingkungan, dan merupakan
sumber enerji yang dapat diperbaharui (renewable).
Potensi bahan baku BDS ditunjukkan oleh besarnya luas areal perkebunan
kelapa sawit yaitu mencapai 5,2 juta hektar lahan dengan produksi mencapai 10
juta ton pada tahun 2004. Pengembangan tanaman kelapa sawit secara besarbesaran dilakukan sejak tahun 1980 melalui berbagai macam program perluasan
areal atau ekstensifikasi terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sejak
tahun 1994 mulai dikembangkan berbagai macam produk agroindustri sawit
(Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan 2002).
Minyak kelapa sawit dapat dijadikan berbagai macam produk industri
antara (produk oleokimia dasar) atau produk industri hilir seperti minyak goreng,
produk kosmetik, sabun/detergen dan lain-lain. Konsumsi minyak sawit dalam
negeri berkisar 3,5-4 juta ton per tahun terutama digunakan oleh industri minyak
goreng dan makanan serta industri oleokimia, selebihnya minyak sawit tersebut
diekspor ke berbagai negara industri, terutama ke negara-negara Eropa, India dan
Cina. Umumnya produk tersebut di negara tujuan diolah lebih lanjut menjadi
produk-produk oleokimia akhir yang bernilai tambah tinggi ( Biro Data Indonesia
2000 ).
Mencermati masalah kelangkaan enerji fosil dan dampak lingkungan
akibat emisi yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berbahan bakar minyak fosil
yang terus meningkat, serta meningkatnya harga minyak mentah, maupun BBM
selama ini maka pengembangan enerji alternatif yang ramah lingkungan dan dapat
3
diperbaharui perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama oleh
pemerintah.
Selain hal tersebut, konvensi internasional di Rio de Jeneiro tahun 1992,
Kyoto tahun 1997, dan Birma tahun 2001 telah menetapkan bahwa strategi
pengembangan bioenerji harus diarahkan pada penghematan enerji melalui
peningkatan efisiensi teknologi, diversifikasi sumber enerji, dan penambahan
enerji yang dapat diperbaharui (Murdiyarso 2003).
Pengembangan BDS di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa
perusahaan dan Lembaga Penelitian
relatif mahal
(Korbitz 1997). Sejak tahun 1997, pengembangan investasi dalam bidang enerji
mengalami pertumbuhan yang
4
dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, enerji, dan lingkungan
(Muhamadi et al. 2001).
Penelitian di bidang investasi biodisel diharapkan dapat bermanfaat bagi
pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pengguna yang
merupakan motor penggerak bagi pengembangan investasi pada industri BDS.
Penggunaan produk tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah polusi yang
terjadi dan dapat mengatasi masalah kelangkaan sumber enerji mineral dimasa
yang akan datang.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun sistem
penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan
model sistem dinamis.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Biodisel kelapa sawit merupakan sumber energi baru di Indonesia yang
belum banyak dikembangkan secara komersial. Mengingat biodisel kelapa sawit
merupakan salah satu sumber energi yang dapat terbarukan dan bahan bakunya
tersedia didalam negeri maka perlu dikaji potensi dan manfaat serta masalah yang
akan dihadapi apabila investasi BDS dilakukan. Untuk menilai kelayakan
investasi tersebut perlu disusun suatu model sistem penunjang
investasi biodisel kelapa sawit.
Dalam merepresentasikan
keputusan
model digunakan
model sistem dinamis, karena model sistem ini dapat merepresentasikan berbagai
skenario permasalahan yang bersifat kompleks, stokastik dan bersifat dinamis
atau berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara garis besar ruang lingkup
pada penelitian adalah sebagai berikut :
1. Biodisel kelapa sawit yang dikaji pada penelitian ini adalah biodisel yang
berasal dari minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil)
2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat
transportasi.
3. Analisis faktor yang berpengaruh pada pengembangan investasi biodisel
kelapa sawit didasarkan atas faktor yang terkait secara langsung atau
5
faktor intrinsik. Faktor tidak langsung seperti kondisi suatu negara atau
country risk dan keadaan moneter diasumsikan dalam keadaan tetap.
4. Perhitungan simulasi proses pengolahan biodisel kelapa sawit didasarkan
pada proses pengolahan berskala besar dengan kapasitas produksi 100 ribu
ton per tahun, dengan hasil biodisel dan gliserin murni.
5. Implementasi Sistem Penunjang Keputusan didesain menggunakan
software I Think.
6. Pengolahan data pada sub model dilakukan dengan software Lotus
Smartsuite, Microsoft Excel dan Minitab.
7. Validasi model dilakukan dengan landasan teori atau data empiris yang
ada.
1.4. Manfaat Penelitian
Industri biodisel di Indonesia relatif baru dan belum berkembang secara
luas, untuk itu diperlukan sosialisasi dan masukan berupa kajian dan penelitian di
bidang biodisel kelapa sawit kepada para pihak yang terkait dalam
pengembangannya yaitu pemerintah (sebagai regulator dan fasilitator), pelaku
usaha dan masyarakat sebagai pengguna. Pada dasarnya manfaat penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Secara ilmiah menghasilkan suatu model sistem berupa perangkat lunak atau
program komputer yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil
keputusan dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan investasi pada
industri biodisel kelapa sawit.
2. Membantu pelaku usaha atau calon investor dalam menyusun perencanaan
investasi dibidang biodisel kelapa sawit.
3. Memberi masukan kepada pemerintah dalam memformulasikan kebijakan
dibidang enerji terbarukan.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
maupun keputusan organisasi atau manajemen yang dibuat oleh para manajer.
Manajemen adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya manusia, uang, enerji,
material, ruang dan waktu yang semuanya disebut masukan atau input, untuk
selanjutnya diproses menjadi keluaran atau output untuk mencapai tujuan
organisasi (Turban et al. 2004).
Keberhasilan suatu manajemen sangat ditentukan oleh kemampuan para
pimpinan dan manajer untuk mengambil suatu keputusan. Para manajer atau
pengambil keputusan dari suatu organisasi sering dihadapkan pada tantangan
internal dan eksternal sehingga memerlukan perubahan dan penyempurnaan pada
fungsi manajerialnya (Mintzberg dan Quim 1996).
Analisis sistem merupakan suatu studi yang mempelajari masalah yang
ada pada dunia bisnis dalam rangka mencari rekomendasi yang tepat untuk
penyelesaian masalah (Whitten dan Bentley 1998). Sedang menurut Eriyatno
(1998), ilmu sistem adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku dari elemen
yang berhubungan dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Hubungan antar sub
sistem atau elemen dapat berupa transaksi, interaksi, transisi, koneksi atau relasi.
Menurut Marimin (2005), sistem adalah sekelompok metode, prosedur, teknik
atau objek yang berhubungan dan teroganisir saling keterkaitan satu sama lain
untuk membentuk kesatuan keseluruhan untuk mencapai tujuan tertentu.
Perkembangan ilmu sistem saat ini banyak diarahkan pada soft system
yaitu ilmu sistem yang mempelajari sistem penalaran sesuai dengan sistem kerja
syaraf manusia (Marimin 2005).
digunakan
untuk
7
Perkembangan dan penerapan SPK telah dimulai sejak 35 tahun yang lalu
yaitu dimulai dengan pengembangan SPK yang berorientasi model pada akhir
tahun 1960. Pada tahun 1970 dilakukan pengembangan teori dan implementasi
sistem perencanaan finansial. Pada pertengahan dan akhir 1980, diperkenalkan
sistem informasi eksekutif (Executive Information System/EIS), SPK kelompok
(Group Decision Support System/GDSS) dan SPK organisasional (Organizational
Decision Support System/ODSS) tersusun dari pengguna tunggal dan SPK
berorientasi model. Sekitar awal tahun 1990, data warehousing dan on-line
analytical processing (OLAP) memulai perluasan bidang SPK dengan pendekatan
milenium atau aplikasi analisis berbasis web juga mulai diperkenalkan (Power
2002).
Pada tatanan konseptual
2002):
(1) SPK yang berbasis komunikasi (communication-driven DSS)
(2) SPK yang berbasis data (data-driven DSS)
(3) SPK yang berbasis dokumen (document-driven DSS)
(4) SPK yang berbasis pengetahuan (knowledge-driven DSS) dan
(5) SPK yang berbasis model (model-driven DSS).
SPK yang berbasis model menekankan akses dan manipulasi model-model
statistik, finansial, optimasi dan simulasi. SPK yang berbasis model menggunakan
data dan parameter yang diberikan oleh pemakai SPK untuk membantu para
pengambil keputusan dalam menganalisis suatu situasi, tetapi mereka tidak
memerlukan data yang intensif.
Pada tatanan sistem, Power (2000), membagi SPK menjadi 2 bagian :
(1) Enterprise-wide DSS, berhubungan dengan penyimpanan data yang besar dan
melayani banyak manajer dalam suatu perusahaan
(2) Desktop atau single-user DSS adalah sistem kecil yang diperuntukkan pada
PC manajer individual
Sprague dan Carlson (1982) mengidentifikasi 3 komponen dasar SPK
yaitu :
(1) Sistem manajemen database (Database Management System/DMBS)
8
(2) Sistem manajemen basis model (Model-Base Management Model/MBMS)
dan
(3) Generasi dialog dan sistem manajemen (Dialog Generation and Management
System/DGMS)
Menurut Marakas (1999), struktur SPK terdiri dari 5 komponen berbeda
yaitu :
(1) Sistem manajemen data,
(2) Sistem manajemen model,
(3) Mesin pengetahuan,
(4) Antarmuka pemakai dan
(5) Pemakai.
Sprague dan Watson (1980) membagi SPK ke dalam 3 sub-sistem utama
yaitu :
(1) User-system interface, yaitu dimana para pembuat keputusan dapat
berinteraksi langsung dengan sistem.
(2) Sub-sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan
menganalisis data yang relevan dan dikenal dengan istilah Sistem
Manajemen Basis Data (Data Base Management System = DBMS).
(3) Sub-sistem yang
9
analisis what-if, goal seeking, analisis sensitivitas, analisis laporan pengecualian,
peramalan, simulasi, analisis grafik, analisis statistik dan permodelan.
Aplikasinya, SPK baru dapat dikatakan
dari
basis
data
yang
sangat
besar
sehingga
sulit
mendayagunakannya.
(2) Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai
keputusan.
(3) Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam
prosesnya.
(4) Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan
dan mengetahui pokok permasalahan serta mengembangkan alternatif dan
pemilihan solusi.
2.2
sistem yang dikembangkan untuk menyelidiki suatu umpan balik dari suatu
informasi tertentu menggunakan suatu model yang didesain untuk memperbaiki
struktur dan kebijakan suatu organisasi. Sistem dinamis merupakan suatu
pengembangan dari sistem kontrol atau sistem manajemen pengendalian suatu
permasalahan yang kompleks dan berubah-ubah baik parameter maupun waktu.
Pemodelan
aktual. Dewasa ini dalam membantu para eksekutif, manager perusahaan industri
banyak menggunakan pemodelan sistem dinamis, karena sistem ini dinilai dapat
melakukan pemecahan masalah yang dinamis atau berubah menurut waktu dan
dapat mengintegrasikan pemecahan masalah berbagai disiplin, seperti bidang
sosial, ekonomi, administrasi, manajemen, politik dan lain-lain (Ford 1999).
Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem
dinamis yaitu: 1) pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis adalah
merupakan
proses
berpikir
menyeluruh
dan
terpadu
yang
mampu
10
menganalisa mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar unsur atau
elemen
(2)
(3)
(4)
(5)
yang
diperlukan
(System
Dynamics
society,
dinyatakan sebagai
11
x&1
x&2
M
x&m
dengan x&i =
=
=
M
=
f1 ( x1 (t ), x2 (t ),..., xm (t ); t; p)
f 2 ( x1 (t ), x2 (t ),..., xm (t ); t ; p) ......................
M
f m ( x1 (t ), x2 (t ),..., xm (t ); t; p)
(1)
dxi
. Dengan notasi vektor, sistem persamaan diferensial (1) dapat
dt
dinyatakan sebagai:
x& = f (t , x, p ), x& R m , t [0, T ], p R p ..........
(2)
Bila diketahui nilai pengamatan yi yang merupakan fungsi dari t dan peubah xi
maka parameter p dapat diduga melalui tahapan sbb.:
i. Misalkan nilai pengamatan yi dinyatakan sebagai
yi = g (x(ti , p)) + i
............................
(3)
....................
(4)
i =1
Model Logistik
Model logistik adalah suatu bentuk khusus model dinamik yang dapat
...................
(5)
12
Suku r (1 Y / K ) dapat diinterpretasikan sebagai laju pertumbuhan.
Laju ini
menurun ketika pertumbuhan Y(t) meningkat sampai batas atasnya K yang sering
disebut daya dukung lingkungan.
Solusi dari persamaan tersebut adalah
Y (t ) =
K
1 + b exp( a t )
Dimana b > 0 ditentukan dengan kondisi awal Y(0) < 0. Bentuk kurvanya dapat
dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan bentuknya kurva logistik juga sering disebut
sebagai kurva S (Luenberger 1979).
titik belok
Y0
t
13
2.5.
Analisis Finansial
Dalam menilai tingkat keberhasilan
a.
akan diterima pada akhir periode tertentu di masa yang akan datang yang
bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan.
FVn = Ao (1 + i)n
Dimana: FVn
............................................
(7)
Ao
FVn
(1 + i) n
............................................
(8)
14
Metode nilai sekarang (present value method) adalah metode penilaian
kelayakan investasi yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi
nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor
pengurang (diskon) pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan.
PVt = At (1 + i)t
Dimana: PVt
............................................
(9)
At
= periode 1, 2, 3,, n
TPV =
i ==1
Dimana: TPV
At
(1 + i )t
(10)
At
(1 + i ) t
............................................
............................................
(11)
TPV
Io
= investasi awal
Net Income Cash Flow (NICF) yaitu arus kas bersih sesudah pajak
NICF = laba bersih + Depresiasi + (1 t) Bunga ..........
(12)
(13)
Jika nilai sekarang NICF lebih besar nilai sekarang Io; maka proyek
dipandang layak karena mampu memikul beban yang ada, sekaligus membentuk
laba untuk investor atau pemilik perusahaan.
dikurangkan, maka akan diperoleh nilai sekarang bersih (Net Present Value atau
NPV) dari proyek.
Kriteria nilai sekarang neto (Net Present Value NPV) didasarkan pada
konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto
semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai
15
sekarang, kemudian menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya
dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Hal tersebut berarti
sekaligus dua hal telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan
(selisih) besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian, amat membantu
pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lumpsum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai
usaha (Rp) tersebut pada saat ini.
NPV =
Dimana: NPV
(C )t
t
t = 0 (1 + i )
n
(Co)t
(1 + i)
t =0
..............................
(14)
(C)t
(C0)t
= waktu
Jika NPV lebih besar 0 atau positif, berarti proyek layak dan jika NPV < 0
atau negatif berarti proyek tidak layak.
b.
IRR = I1 + [
NPV2
] ( I 2 I1 )
..................
(15)
NPV2 NPV1
Dimana: IRR
I1
I2
NPV1
16
NPV2
c.
..............
(16)
Biaya C pada rumus di atas dapat dianggap sebagai biaya pertama (Cf)
sehingga rumusnya menjadi:
BCR =
Dimana: BCR
( PV ) B
Cf
....................................
(17)
Ratio)
(PV)B = nilai sekarang benefit
(PV)C = nilai sekarang biaya
Kriteria BCR akan memberikan petunjuk sebagai berikut:
BCR > 1 usulan proyek diterima
BCR < 1 usulan proyek ditolak
BCR = 1 netral
d.
pendapatan.
pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain
dapat mengungkapkan hubungan antara volume produksi, harga satuan dan laba,
analisis titik impas bagi manajemen akan memberikan informasi mengenai
hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Dengan asumsi bahwa harga
penjualan per unit produksi adalah konstan maka jumlah unit pada titik impas
dihitung sebagai berikut :
17
Pendapatan = biaya produksi
= biaya tetap + biaya tidak tetap
= FC + Qi x VC
Qi x P = FC + Qi x VC
FC
Qi =
.. ..........................................
(18)
P VC
= jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada
titik impas
= biaya tetap
= harga penjualan per unit
= biaya tetap per unit
Dimana: Qi
FC
P
VC
Io
A
x 1 tahun
................................................
(19)
18
19
tidak mengandung logam sulfur (Biodiesel Development Corporation
1999).
Perbandingan sifat fisiko kimia solar dan biodisel tertera pada Tabel 1 dibawah
ini.
Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar
No.
Sifat Fisik/Kimia
Biodisel
Solar
Komposisi
Metil ester dari asam
Hidrokarbon
1
lemak
2
Massa jenis, mg/ml
0.8624
0.8750
Viskositas kinem pd
3
5.55
4.0
40 C, mm2/s ( cSt)
0
4
Titik kilat, C
172
98
5
Angka setana
62.4
53
6
Kelembaban, %
0.1
0.3
Tenaga yang
Tenaga yang dihasilkan
7
Tenaga Mesin
dihasilkan 130.000
128.000 BTU
BTU
8
Putaran mesin
Sama
Sama
9
Modifikasi mesin
Tidak perlu
Konsumsi bahan
Sama
10
bakar
11
Pelumasan
Lebih tinggi
Lebih rendah
Lebih rendah karbon Lebih tinggi karbon
monoksida,
jumlah monoksida,
jumlah
12
Emisi
hidrokarbon,
sulfur hidrokarbon,
sulfur
dioksida, nitro oksida
dioksida
13
Handling
Kurang mudah terbakar Lebih mudah terbakar
14
Lingkungan
Toksisitas rendah
15
Provisi
Terbarukan
Toksisitas 10 kali
lebih tinggi
Tak terbarukan
Sumber : Penelitian Lemigas (Gafar 2001) dan US Department of Energy, National Renewable
Energy Laboratory ( 2000 ), diolah.
20
2.7.
atau parameter penting adalah ukuran, massa jenis Viskositas, angka setana, titik
kilat, titik awan/mendung (Germani dan Bruna, 2001). Ditinjau dari sumbernya
biodisel merupakan bioenerji yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan
sedangkan solar tidak dapat diperbaharui dan penggunaannya tidak ramah
lingkungan akibat kandungan CO, CO2, dan logam berat yang relatif tinggi
(Schafer 1998).
Enerji yang dihasilkan biodisel relatif sama dengan yang dihasilkan oleh
solar. Biodisel yang diaplikasikan pada motor bakar menghasilkan suara mesin
yang lebih halus karena memiliki angka setana yang lebih tinggi dari solar (Gafar
et al. 2001).
Minyak sawit atau CPO merupakan senyawa yang tersusun dari unsur
C, H, dan O. Minyak sawit juga terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan
perbandingan yang hampir sama. Minyak sawit mengandung beberapa jenis asam
lemak yang berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida. Jumlah asam lemak
mencapai 95% dari berat total molekul trigliserida sehingga hal ini mempengaruhi
sifat fisika/kimia dari minyak tersebut (Ketaren 1986).
Parameter mutu biodisel dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:
1) parameter untuk menguji minyak disel; 2) parameter yang berhubungan dengan
komposisi kimia dan kemurnian metil ester. Parameter seperti densitas, angka
setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak nabati yang
digunakan dalam pemurniannya (Mittelbach 2001).
Biodisel relatif tidak memproduksi asap dan emisinya lebih mudah
diuraikan karena mempunyai sifat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan solar karena biodisel tidak mengandung senyawa hidrokarbon aromatik
(Pacific Biodisel 2003). Penyimpanan dan penangganan biodisel cukup aman
dibandingkan dengan solar karena tidak menghasilkan uap yang berbahaya pada
suhu kamar. Biodisel tidak menghasilkan efek rumah kaca karena karbon yang
dihasilkan masih dalam siklus karbon yang tertutup sehingga bersifat ramah
lingkungan (Biodiesel Development Corporation 1999).
21
2.8.
Standar/Spesifikasi Biodisel
Standarisasi biodisel selama ini dilakukan oleh masing-masing negara
Indonesia
telah
terbentuk
Forum
Biodisel
Indonesia
yang
Perguruan
Tinggi
dan
praktisi.
Forum
Biodisel
Indonesia
dan trigliserida
Indonesia adalah
minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak jarak, dan minyak goreng.
Sedangkan bahan baku yang digunakan di Malaysia hanya minyak sawit dan
22
turunannya
saja.
Spesifikasi
minyak
biodisel
di
Indonesia
telah
Indonesia
Nilai
96,5
0.85 - 0.89
2.3 - 6.0
100
48
0,8
115
0.02
0.25
10
18
3
0.05
0.3
0.05
360
0.02
50
Negatif
23
dihasilkan oleh perusahaan besar yang ada di Uni Eropa dan di Amerika.
Sedangkan teknologi pengolahan yang berskala kecil banyak dihasilkan oleh
bengkel kerja yang ada di Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian atau asosiasi
petani terutama di negara Uni Eropa, Amerika dan Australia (Korbitz 1997).
Pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO untuk menghasilkan biodisel
dapat dilakukan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi
adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis
asam (H2SO4), reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan yang terlihat pada
persamaan
berikut.
O
OH
Asam Karboksilat
Ester
adalah
H2SO4
ROH
Alkohol
turunan
+ H2 O
OR
Ester karboksilat
asam karboksilat
yang
Air
gugus OH
dari
24
Ester yang berbobot molekul rendah sedikit larut dalam air tetapi ester yang terdiri
dari empat atau lima karbon lebih tidak larut dalam air.
Transesterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ester dalam
bentuk lain, yang diperoleh dengan mereaksikan ester karboksilat dengan metanol
dengan bantuan katalis basa (KOH). Dengan demikian, proses transesterifikasi
pada pengolahan biodisel merupakan proses pengubahan trigliserida dari CPO
atau RBDPO menjadi metil atau etil ester sebagai biodisel. Reaksinya dapat
ditulis sebagai berikut :
O
R1
C
O
OCH2
R1
C
O
OCH
R1
OCH2
Trigliserida
HOCH2
3CH3OH
KOH
HOCH
3R1
OCH3
HOCH2
Metanol
Gliserin
Metil Ester
25
a) Unit operasi pembersihan bahan baku (Physical refining), sebelum
direaksikan
bahan
baku
dibersihkan
untuk
menghilangkan
et al. 2005).
Kelayakan suatu investasi adalah suatu pengkajian yang bersifat
menyeluruh terhadap semua aspek yang mempengaruhi investasi tersebut
misalnya potensi pasar, kelayakan teknis, finansial dan lain-lain. Sebelum
dilakukan pengkajian suatu investasi baru sebaiknya dilakukan suatu analisa
persaingan dari posisi industri tersebut atau analisa posisi industri serta faktor atau
26
elemen yang mempengaruhinya. Hasil analisa ini akan membantu pengambil
keputusan dalam memformulasikan faktor atau elemen penting yang akan
mempengaruhi investasi (Mintzberg dan Quin 1996).
Pada dasarnya pengembangan investasi dibidang agroindustri terdiri dari
pengkajian tiga aspek dasar, yaitu pemasaran (marketing), proses pengolahan
(processing), dan penyediaan bahan baku (raw material supply). Masing-masing
aspek dasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti lingkungan,
kebijakan dan stakeholder yang saling berinteraksi dan memberikan umpan balik
membentuk suatu rantai (chain). Pengembangan suatu investasi yang tepat selalu
diawali
dengan
analisis
berorientasi
pasar
market
oriented
analysis
27
fisikokimia biodisel atau spesifikasi produk dan pengujian emisi (Anderson et al.
2003; Zhang et al. 2003).
Menurut Forum Biodisel Dunia (2004), motivasi penelitian biodisel di
negara maju cukup besar disebabkan oleh adanya kesadaran terhadap kelangkaan
sumber enerji mineral dimasa yang akan datang, kesadaran terhadap penggunaan
produk yang ramah lingkungan dan keinginan untuk mendukung program
diversifikasi enerji nasionalnya.
dilakukan dalam bentuk studi kelayakan proyek oleh perusahaan yang akan
mengembangkan biodisel dan dilakukan secara spesifik sesuai dengan visi dan
misi perusahaan yang bersangkutan.
Beberapa penelitian di bidang proses pengolahan biodisel antara lain
dilaporkan oleh Tapasvi et al. (2004), yaitu pendekatan permodelan proses
pengolahan biodisel dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dan
produksi dari biodisel. Dengan memodelkan berbagai komposisi neraca bahan dan
neraca enerji pada pengolahan biodisel maka akan diketahui komposisi mana yang
memberikan keuntungan paling optimum atau proses yang paling layak untuk
dikembangkan.
Zhang et al. (2003) melaporkan bahwa pengolahan biodisel yang berasal
dari minyak goreng bekas menggunakan katalis asam lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan katalis basa. Hal ini disebabkan pengolahan biodisel yang
berasal dari minyak goreng bekas yang menggunakan katalis basa memerlukan
jumlah bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan proses yang
menggunakan katalis asam.
Menurut penelitian oleh Hanif (2003), pemakaian biodisel 100% berbasis
minyak sawit akan menghasilkan jumlah emisi hidrokarbon 42%, karbon
monoksida 54% dan karbon dioksida 42% lebih rendah dibandingkan dengan
minyak solar yang dijual bebas di Indonesia. Wuryaningsih et al. (2003)
melaporkan pengujian terhadap penggunaan biodisel kelapa sawit dan minyak
jarak pada kendaraan akan menurunkan emisi CO, HC, partikulat dan Nox.
28
alternatif di antaranya enerji biomas. Hal lainnya yang mendorong perkembangan
industri biodisel adalah semakin sadarnya masyarakat negara tersebut akan
terjadinya sumber kelangkaan sumber enerji yang berasal dari minyak mineral
yang tidak dapat diperbaharui serta kesadaran akan pentingnya melestarikan
lingkungan melalui penggunaan produk-produk yang ramah lingkungan.
Sehubungan dengan kedua hal tersebut negaranegara maju seperti Eropa,
Amerika, Jepang, dan Australia telah lama mulai mengembangkan industri
biodisel nasionalnya (Krause 2001).
Perkembangan biodisel di negara Eropa mengalami peningkatan yang
pesat ditunjukkan dengan meningkatnya kapasitas produksi biodisel dari negaranegara yang ada di Uni Eropa dari 500.000 ton pada tahun 2000 menjadi hampir 2
juta ton pada tahun 2004. Peningkatan konsumsi biodisel ini terutama disebabkan
oleh kekuatiran akan langkanya enerji fosil dimasa mendatang dan kesadaran akan
keamanan lingkungan yang tinggi sehingga pemerintah di negara tersebut
mendukung pengembangan investasi. Pelaku usaha yang menanamkan investasi
pada industri tersebut umumnya mendapat berbagai macam kemudahan dan
fasilitas
dari
pemerintah
berupa
kebijakan/regulasi
yang
mendukung
29
tidak hanya digunakan bagi transportasi umum tetapi digunakan juga pada lokasilokasi yang sensitif terhadap kerusakan lingkungan seperti lokasi perairan dan
pertambangan (Forum Enerji Dunia, www. Worldenergy.net/article chemical
maker htm, 17 Mei 2003). Jepang mengembangkan E-oil yang menggunakan
proses daur ulang dari minyak goreng bekas rumah tangga atau disebut tempura
III.
METODOLOGI PENELITIAN
31
3.1.2. Identifikasi Sistem
Hasil analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan menjadi landasan
untuk identifikasi parameter yang berpengaruh. Hubungan antar parameter sistem
tersebut digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Gambar 3).
Input Lingkungan
1. Kebijakan Pemerintah di Bidang Enerji
2. Kebijakan Pemerintah di Bidang Lingkungan
3. Kebijakan Pemerintah di Bidang Investasi
Output Dikehendaki
Input Terkendali
Manajemen Pengendalian
32
Start
-Analisis Sumberdaya
-Analisis Produksi Biodisel
-Analisis Finansial
-Analisis Lingkungan
-Analisis Pasar
Layak
tidak
ya
Formulasi
Implementasi
Selesai
33
Metode
Pengumpulan
Data
Sumber Data
Metoda
Analisis
Sumberdaya
(pengukuran
ketersediaan
sumberdaya)
Luas lahan,
produktivitas,
dan
penggunaan
CPO
Data sekunder
diolah
Data statistik
perkebunan,
literatur
Forcasting,
model logistik
Pasar
(Pengukuran
potensi pasar)
Pangsa, harga,
produk BBM
solar dan
produk BDS
Wawancara
dengan pelaku
usaha dan
pengguna,
data sekunder
Departemen
ESDM,
internet
Forcasting
(deskriptif)
Kelayakan
produksi
Jumlah bahan
dan Jumlah
enerji proses
pengolahan
Biodisel skala
laboratorium
Data sekunder
diolah
Kelayakan
finansial
Struktur biaya
investasi
Data sekunder
diolah,
wawancara
Analisa
Lingkungan
(pengukuran
kerugian
akibat emisi)
Pengukuran
Emisi BDS Vs
produk
Data sekunder
subtitusi,
diolah
spesifikasi
produk
SPK Investasi
Input sub
model
Sub Model
3.2.
Data primer
Tehnik Kimia
ITB, PT
Ecogreen, PT
Sumi Asih,
studi literatur,
internet
Literatur, data
sekunder
diolah
Hasil
penelitian
industri
Biodisel di
Uni Eropa,
Lab. PPKS
dan Puspitek
Serpong, Lab
Lemigas
Sub model
Perhitungan
neraca bahan
dan neraca
enerji untuk
skala industri
(scaling up)
Analisis rasio
keuangan
Enviromental
burden (beban
lingkungan
dari gas sisa
pembakaran)
Software I
think
Permodelan Sistem
Model yang dibangun menggambarkan abstraksi dari suatu obyek atau
34
3.2.1. Tahap Seleksi Konsep
Seleksi dilakukan untuk menentukan alternatif-alternatif
mana yang
35
3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas
Dalam sistem dinamik sering ditemukan perilaku tidak stabil yang
destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat
berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang
eksplosit sehingga besarannya tidak realistis lagi. Analisis stabilitas dapat
menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan
simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. Dalam
tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag, dan fungsi turunan
ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik.
3.2.7. Aplikasi Model
Pada tahap ini model dioperasikan untuk menganalisis secara terinci
kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi ini adalah
gugusan terinci dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses
ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses
analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa
pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik adalah suatu proses yang
berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu.
Secara skematis, tahapan-tahapan permodelan sistem dapat dilihat pada
Gambar 5, dalam bentuk diagram alir permodelan.
36
Konsep-konsep yang layak
Seleksi Konsep
Tidak
Terbaik ?
Konsep Pilihan
Permodelan dari Konsep
Tidak
Lengkap ?
Implementasi Komputer
Realistik?
Tidak
Model Komputer
Validasi
Tidak
Diterima ?
Model yang Dapat Digunakan
Analisis Sensitifitas
Tidak
Lengkap ?
Parameter dan Input Terkontrol yang Sensitif
Analisis Stabilitas
Tidak
Lengkap ?
Terbaik ?
Ya
Keputusan yang tepat dan terbaik
Tidak
37
3.3
Pemodelan Subsistem
Data diperiksa
kembali
r2
memuaskan ?
ya
a
tidak
38
Proyeksi
memuaskan ?
tidak
ya
Proyeksi CPO dari
perkebunan rakyat
selesai
dinamis. Proyeksi luas perkebunan rakyat juga dibatasi oleh luas lahan untuk
39
perkebunan kelapa sawit rakyat maksimal yang dapat ditanami. Sedangkan
persamaan matematis yang digunakan adalah sebagai berikut :
Luas Perkebunan Rakyat (t)
Model Dinamis
x1 = 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ......... (20)
Keterangan :
x1
: Luas lahan tahun ke-1
x2
: Luas lahan tahun ke-2
: Luas lahan tahun ke-m
xm
x1
: Proyeksi luas lahan perkebunan rakyat
(proyeksi tahun ke-1)
Jika Luas Perkebunan Rakyat(t)>Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat,
maka Luas Perkebunan Rakyat(t)=Lahan Maksimum Perkebunan
Rakyat
Prod CPO Rakyat (t) = Luas Perkebunan Rakyat (t) x Prod Kebun
Rakyat ...................................................................(21)
Keterangan :
Luas Perkebunan Rakyat (t)
CPO
yang
dihasilkan
dari
: produktivitas
perkebunan
rakyat
(ton
CPO/ha/tahun)
t
40
dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan kelapa sawit swasta maksimal yang
dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan swasta dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan persamaan matematis
yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut.
Mulai
Data diperiksa
kembali
r2
memuaskan ?
tidak
ya
41
a
Proyeksi
memuaskan ?
tidak
Proyeksi CPO dari
perkebunan swasta
ya
selesai
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
:
xm
x1
:
Maksimum
Perkebunan :
Lahan
Swasta
42
Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Negara
Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan negara. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara diperoleh
dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara
yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha-nya. Luas perkebunan
negara diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas
perkebunan negara juga dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan negara
maksimal yang dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi
CPO dari perkebunan negara dapat dilihat pada Gambar 8 sedangkan persamaan
matematis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:
Luas Perkebunan Negara (t) = Model dinamis
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
:
xm
x1
:
x1
43
submodel proyeksi CPO nasional dapat dilihat pada Gambar 9. Persamaan
matematis yang digunakan dalam proyeksi produksi CPO adalah sebagai berikut :
Prod CPO (t) = Prod CPO Rakyat (t) + Prod CPO Swasta (t)
+ Prod CPO Negara (t)
................................. .... (26)
Keterangan :
Prod CPO (t)
44
Mulai
r2
memuaskan ?
tidak
ya
Produktivitas perkebunan kelapa
sawit negara ( ton CPO /ha/tahun)
Proyeksi
memuaskan ?
tidak
ya
Proyeksi CPO dari
perkebunan negara
selesai
45
*
*
tidak
Proyeksi
memuaskan ?
ya
Produksi CPO nasional
Selesai
46
Mulai
CPO di dalam
negeri cukup ?
tidak
ya
Kelebihan stok produksi CPO untuk
industri biodisel
Selesai
47
Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Minyak
Goreng
Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dalam model ini dihitung
dengan mengalikan antara konsumsi per kapita per tahun dengan total jumlah
penduduk.
.............. (31)
.............. (32)
.............. (33)
Keterangan :
Jum Penduduk (t)
Laju Penduduk
Konsumsi MG (t)
(kg/kapita/tahun).
MG CPO (t)
: proyeksi
kebutuhan
minyak
goreng
yang
48
Bahan Baku MG (t)
Rendemen CPO MG
Mulai
Proyeksikan pertambahan
penduduk
49
a
Selesai
proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia dapat dilihat pada
Gambar 12.
Mulai
50
Prosentase peningkatan
konsumsi CPO untuk industri
oleokimia
Proyeksi
memuaskan ?
tidak
Selesai
% Laju BB Oleo
51
3.3.2. Submodel Teknis Produksi
Sub model teknis produksi digunakan untuk menentukan disain proses
pengolahan untuk produksi biodisel yang berkapasitas 100.000 ton/tahun.
Simulasi disain proses diperoleh dari hasil scale up proses skala kecil yang
dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Diagram alir deskriptif untuk
menentukan kelayakan teknis produksi biodisel dapat dilihat pada Gambar 13.
Mulai
Selesai
52
bumi masih tersedia dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan
biodisel. Namun untuk Indonesia, kondisinya cukup memprihatinkan dimana pada
tahun-tahun mendatang akan lebih banyak mengimpor daripada mengekspornya.
Dengan demikian,
semakin membesar. Oleh karena itu model peluang pasar biodisel dibangun dari
proyeksi ekspor dan impor baik minyak mentah maupun BBM solar. Selanjutnya
diskenariokan 5-10 persen dari kebutuhan BBM solar akan dipenuhi dari biodisel.
Kebutuhan biodisel ini selanjutnya dikonversi menjadi kebutuhan CPO sebagai
bahan baku utamanya dan dibandingkan dengan ketersediaan CPO yang telah
diperoleh dari submodel sebelumnya. Submodel pasar terdiri beberapa subsubmodel yang dapat dilihat di bawah ini.
Sub-Submodel Proyeksi Ekspor dan Impor Minyak Bumi
Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia digunakan untuk
melihat sampai kapan Indonesia akan menjadi negara pengekspor minyak bumi
dan menghitung proporsi ekspor terhadap impornya.
proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia menggunakan model dinamis.
Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi
dapat dilihat pada Gambar 14 Persamaan-persamaan matematis yang digunakan
dalam sub-submodel ini adalah sebagai berikut.
Ekspor Minyak Bumi (t)
x1
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
xm
:
x1
:
53
............. (36)
Keterangan :
Ekspor Minyak Bumi (t)
: perbandingan
ekspor
dengan
impor
54
Mulai
Data diperiksa
kembali
tidak
r2
memuaskan ?
ya
Hitung proporsi ekspor dan
impor minyak bumi
selesai
55
dinamis sementara itu untuk proyeksi penggunaan BBM solar menggunakan
model dinamis.
masing-masing.
Mulai
Data diperiksa
kembali
r2
memuaskan ?
tidak
ya
Hitung proporsi produksi dan
pemakaian BBM solar
selesai
56
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-submodel ini adalah:
Produksi BBM Solar (t)
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
xm
:
x2
:
x2
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
xm
:
x2
:
Proporsi Produksi Konsumsi (t) = Produksi BBM Solar (t)/ Konsumsi BBM
Solar (t)
.................... (38)
Keterangan :
Produksi BBM Solar (t)
Konsumsi BBM Solar (t)
Proporsi Produksi Konsumsi (t)
57
Kebutuhan CPO (t) = Pasar Biodisel (t) x (1/RendemenCPOBiodisel) x BJ
CPO
(40)
Keterangan :
Pasar Biodisel (t)
BJ CPO
Mulai
Proyeksi kebutuhan
biodisel sebagai substitusi
BBM solar
selesai
58
3.3.4. Submodel Analisis Finansial
Sub-Submodel Perencanaan Produksi
Submodel ini digunakan untuk menentukan rencana produksi biodisel
untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selanjutnya perencanaan produksi tersebut
digunakan sebagai landasan perencanaan strategik dan penyusunan anggaran
perusahaan mulai dari perencanaan investasi sampai dengan perencanaan biaya
dan perencanaan penjualan. Persamaan matematis yang digunakan dalam
submodel rencana produksi adalah sebagai berikut :
.................... (41)
Keterangan :
Produksi Biodisel(t)
% Kapasitas(t)
Kap Produksi
59
Biaya Produksi (t) = Biaya Tetap(t) + BiayaVariabel (t)
Biaya Tetap (t)
........... (42)
Biaya Variabel (t) = Biaya CPO (t) + Biaya Metanol (t) + Biaya H3PO4 (t) +
Biaya KOH (t) + BiayaKatalis (t) + Biaya Air (t)
+ Biaya BBM (t)
.......................... (44)
Penyusutan (t)
Pemeliharaan (t)
Asuransi (t)
Pemasaran (t)
BiayaGaji (t)
BiayaVariabel (t)
t
Biaya Metanol (t)
60
Bahan Baku CPO (t) = Produksi Biodisel (t) x (1/Rendemen CPO) ........ (46)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)
Rendemen CPO
Biaya CPO (t) = Bahan Baku CPO (t) x Hrg CPO x (1 + %HrgCPO)t ... (47)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)
Hrg CPO
% Hrg CPO
Biaya Metanol (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Metanol CPO x Hrg
Metanol x (1 + %HrgMetanol)t................................. (48)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)
Hrg Metanol
% Hrg Metanol
Biaya H3PO4 (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb H3PO4 CPO x Hrg H3PO4
................................... (49)
x (1 + %Hrg H3PO4)t
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)
% Hrg H3PO4
61
Biaya KOH (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb KOH CPO x Hrg KOH
...................................... (50)
x (1 + %HrgKOH)t
Keterangan :
BahanBaku CPO (t)
Hrg KOH
% Hrg KOH
Biaya Katalis (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb Katalis CPO x Hrg Katalis x
(1 + %HrgKatalis)t
...................................... (51)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)
Hrg Katalis
% Hrg Katalis
Biaya Air (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Air CPO x Hrg Air
x (1 + % Hrg Air)t
...................................... (52)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)
Hrg Air
%Hrg Air
Biaya BBM (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb BBM CPO x Hrg BBM
x (1 + % Hrg BBM)t
...................................... (53)
Keterangan :
62
Bahan Baku CPO (t)
Hrg BBM
% Hrg BBM
Mulai
Rendemen CPO
menjadi biodisel
63
a
Harga CPO
Harga metanol
Harga H3PO4
Harga KOH
Harga katalis
Harga air
Harga bahan bakar
Selesai
64
Mulai
Rencana produksi
biodisel
65
a
tidak
ya
Subsidi ?
tidak
ya
Selesai
66
Gedung(t) + Investasi Effluent(t) + Investasi
Kendaraan (t)......................................................................(54)
Keterangan :
Investasi Weighbridge (t)
67
Mulai
Selesai
InvestasiStorageTank(t) =
j=1
Keterangan :
n2
JumStorageTank(tj) x
HrgStorageTank(tj).........................(56)
68
Jum Storage Tank (tj)
harga per unit storage tank ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
n3
j=1
Keterangan :
n3
jumlah unit peralatan dan mesin ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
j=1
Keterangan :
n4
jumlah unit peralatan water treatment yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
69
Hrg W Treatment (t)
jumlah
paket
pemasangan
pipa
yang
Investasi Listrik (t) = Jum Listrik (t) x Hrg Listrik (t) .......................... (61)
Keterangan :
Jum Listrik (t)
jumlah
paket
peralatan
listrik
yang
listrik yang
n5
Investasi Gedung (t)
j=1
Keterangan :
n5
Jum Gedung (tj)
: harga
per
unit
bangunan
ke-j
yang
70
direncanakan dibangun pada tahun ke-t.
Investasi Effluent (t) = Jum Effluent (t) x Hrg Effluent (t) . ................... . (64)
Keterangan :
Jum Effluent (t)
: harga
per
paket
perlengkapan
effluent
j=1
Sub-Submodel Penjualan
Submodel ini digunakan untuk menentukan anggaran atau target
pendapatan periodik. Pendapatan diperoleh dari penjualan biodisel sebagai produk
utama dan gliserin sebagai produk samping. Persamaan matematis yang
digunakan dalam submodel penjualan adalah sebagai berikut :
Penjualan Biodisel (t)
Penjualan (t)
Keterangan :
Penjualan Biodisel (t)
Produksi (t)
Hrg Biodisel
% Hrg Biodisel
Hrg Gliserin
71
Fraksi Gliserin
% Hrg Biodisel
digunakan adalah metoda garis lurus dengan input utama nilai pembelian dan
umur ekonomis mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir deskriptif untuk
menentukan biaya penyusutan dapat dilihat pada Gambar 20. Persamaanpersamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya penyusutan
adalah sebagai berikut.
Penyusutan(t) = Penyusutan Weighbridge (t) + Penyusutan Storage Tank (t)
+ Penyusutan Industri (t) + Penyusutan Power House (t) +
Penyusutan Water Treatment (t) + Penyusutan Pipa (t) +
Penyusutan Listrik (t) + Penyusutan Lab (t) + Penyusutan
Gedung (t) + Penyusutan Effluent (t) + Penyusutan
Kendaraan (t)
............................................................. (69)
Keterangan :
Penyusutan (t)
72
ke-t
Penyusutan Water Treatment (t)
Penyusutan
Weighbridge (t)
..................................(70)
Keterangan :
Umur Weighbridge
n2
j=1
..(71)
Keterangan :
n2
73
Mulai
Biaya pembelian peralatan /
gedung / kendaraan
Selesai
n3
j=1
...(71)
Keterangan :
n3
jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli pada tahun ke-t.
n4
j=1
InvestasiPowerHouse(tj)
UmurPowerHouse(j)
.(73)
74
Keterangan :
n4
...(74)
Penyusutan Pipa (t )=
...(75)
Umur Pipa
Keterangan :
Investasi Pipa(t)
Umur Pipa
PenyusutanListrik(t)
...(76)
UmurListrik
Keterangan :
Investasi Listrik (t)
Umur Listrik
...(77)
75
Keterangan :
Investasi Lab (t)
: jumlah
investasi
paket
perlengkapan
n5
j=1
InvestasiGedung(tj)
...(78)
UmurGedung(j)
Keterangan :
n5
Umur Gedung
(j)
PenyusutanEffluent(t) = InvestasiEffluent(t)/UmurEffluent .................. (79)
Keterangan :
Investasi Effluent (t)
Umur Effluent
n6
j=1
InvestasiKendaraan(tj)
...(80)
UmurKendaraan(j)
Keterangan :
n6
Investasi Kendaraan (tj)
Umur Kendaraan (j)
76
Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya
pemeliharaan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penghitungan biaya
pemeliharaan yang digunakan adalah dengan mengalikan persentase biaya
pemeliharaan dengan nilai pembelian mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir
deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 21.
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menghitung biaya
pemeliharaan adalah sebagai berikut:
Pemeliharaan(t) = PemeliharaanWeighbridge(t) +
PemeliharaanStorageTank(t) +
PemeliharaanIndustri(t) +
PemeliharaanPowerHouse(t) +
PemeliharaanWaterTreatment(t) +
PemeliharaanPipa(t) + PemeliharaanListrik(t) +
PemeliharaanLab(t) + PemeliharaanGedung(t) +
PemeliharaanEffluent(t) +
PemeliharaanKendaraan(t)
.................... (81)
Keterangan :
Pemeliharaan Weighbridge (t)
biaya
pemeliharaan
tanki-tanki
biaya
pemeliharaan
peralatan
77
Pemeliharaan Gedung (t)
biaya
pemeliharaan
gedung
pada
tahun ke-t.
Pemeliharaan Effluent (t)
................. (82)
Keterangan :
% Rawat Weighbridge
n2
Pemeliharaan Storage Tank (t) =
j=1
InvestasiStorageTank(tj)
...(83)
Keterangan :
n2
n3
Pemeliharaan Industri (t) =
j=1
InvestasiAlatMesin(tj) x
....(84)
%RawatAlatMesin(j)
Keterangan :
n3
78
% Rawat Alat Mesin (j)
persentase
biaya
pemeliharaan
item
Selesai
j=1
Keterangan :
79
:
n4
persentase
biaya
pemeliharaan
item
Pemeliharaan (t) =
....(86)
% Rawat W Treatment
Keterangan :
Investasi Water Treatment (t) :
% Rawat W Treatment
Pemeliharaan Pipa (t) = Investasi Pipa (t) x % Rawat Pipa ................. (87)
Keterangan :
Investasi Pipa (t)
% Rawat Pipa
... (88)
Keterangan :
Investasi Listrik (t)
peralatan listrik
persentase
biaya
pemeliharaan
.................... (89)
Keterangan :
Investasi Lab (t)
jumlah
investasi
paket
perlengkapan
80
tahun ke-t.
% Rawat Lab
....(90)
j=1
Keterangan :
n5
jumlah
investasi
untuk
perlengkapan
persentase
biaya
pemeliharaan
.(92)
j=1
Keterangan :
n6
jumlah
persentase
biaya
kendaraan ke-j
pemeliharaan
item
81
Biaya Asuransi
Biaya asuransi yang dimaksud adalah biaya asuransi untuk perlindungan
gedung dan peralatan serta mesin-mesin pabrik yang dihitung dengan persentase
biaya asuransi dengan total investasi yang dibutuhkan. Diagram alir deskriptif
untuk menentukan biaya asuransi dapat dilihat pada Gambar 22. Persamaanpersamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya asuransi adalah
sebagai berikut.
Asuransi(t) = Investasi (t) x % Asuransi .................................................. (93)
Keterangan :
Asuransi (t)
% Asuransi
Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran digunakan untuk lebih mensosialisasikan penggunaan
biodisel
banyak
.................... (94)
Keterangan :
Pemasaran(t)
%BiayaPemasaran
Penjualan(t)
82
Biaya Gaji
Biaya gaji dihitung dengan menjumlahkan gaji yang diterima masingmasing karyawan untuk setiap posisi/jabatan. Diagram alir deskriptif untuk
menentukan biaya gaji dapat dilihat pada Gambar 24.
Persamaan-persamaan
matematis yang digunakan dalam menentukan biaya gaji adalah sebagai berikut.
n
Biaya Gaji (t) =
.......... (95)
j=1
Keterangan :
:
JumKaryawan(tj)
GajiKaryawan(tj)
83
Mulai
Selesai
84
Mulai
Prosentase biaya
Mulaipemasaran
terhadap omzet penjualan
Prosentase biaya administrasi
Total
penjualan
biodisel
dan
terhadap
omzet
penjualan
hasil sampingannya
Total penjualan biodisel dan
biaya pemasaran
hasilHitung
sampingannya
Total
biaya
pemasaran
per tahun
Hitung
biaya
administrasi
Selesai
85
Mulai
Selesai
86
Gambar 25. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel laba rugi
adalah sebagai berikut.
Laba Sebelum Pajak (t) = Penjualan (t) Biaya Produksi (t)
....... (96)
.... (98)
87
Sub-Submodel Aliran Dana
Submodel ini
..... (101)
Saldo Kas Akhir (t) = Saldo Kas Awal (t-1) + (Penerimaan (t)
Pengeluaran Dana (t))
............................. (102)
Keterangan :
Penerimaan Dana(t)
Modal Sendiri(t)
Pinjaman Bank(t)
Penjualan (t)
88
Mulai
Aturan perpajakan
tidak
Rugi ?
ya
Kebijakan pemerintah
Selesai
89
Mulai
Kas masuk
Kas keluar
tidak
tidak
Negatif ?
ya
Kebijakan pemerintah
Selesai
90
Sub-Submodel Neraca
Dalam submodel ini dapat ditentukan proyeksi posisi neraca untuk industri
biodisel. Diagram alir deskriptif untuk sub-submodel neraca dapat dilihat pada
Gambar 27. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel neraca adalah
sebagai berikut.:
TotalAktiva(t) = Saldo Kas Akhir (t) + (Nilai Buku Weighbridge (t) + Nilai
Buku Storage Tank (t) + Nilai Buku Pabrik (t) + Nilai Buku
Power House (t) + Nilai Buku W Treatment (t) + Nilai
Buku Pipa (t) + Nilai Buku Listrik (t) +
Nilai Buku Lab (t) + Nilai Buku Effluent (t) + Nilai Buku
Kendaraan (t) .............................................................. (103)
Total Pasivat = Hutangt + Modal Sendirit + Laba Ditahant
................. (105)
................................ (106)
91
Nilai Buku Pipa (t)
nilai
buku
asset
pipa
yaitu
nilai
perolehannya
dikurangi
dengan
92
1
...................................... (108)
FaktorDiskonto(t) =
t
(1 + SukuBunga)
n
NPV =
t=1
Hutang jangka
panjang
Mulai
Modal sendiri
Total pasiva
Total aktiva
tidak
Total pasiva =
Total aktiva ?
ya
Neraca
Selesai
93
NPV Positif
.............................(110)
Profitability Indeks =
Investasi Awal
Keterangan :
Saldo Kas Bersih (t)
Suku Bunga
NPV
IRR
iNPV Positif
iNPV Negatif
Investasi Awal
(WACC)
yang
dipergunakan
dalam
kriteria
investasi
dengan
Persamaan
matematis yang digunakan dalam submodel biaya modal adalah sebagai berikut :
WACC(t)= (PersentaseModalSendiri(t)x BiayaModalSendiri) +
(PersentaseHutang(t) x SukuBunga x (1PajakEfektifRataRata(t))) ................................................... (112)
PajakEfektifRataRata(t)= (PersentasePajak5%(t) x 5%) +
(PersentasePajak10%(t) x 10%) +
(PersentasePajak15%(t) x 15%) +
(PersentasePajak30%(t) x 30%) +
(PersentasePajak35%(t)t x 35%) ................ (113)
94
Keterangan :
Total Aktiva (t)
WACC (t)
Suku Bunga
95
Mulai
Kas masuk
Kas keluar
Faktor diskonto
Biaya modal
Layak ?
Kebijakan pemerintah
Selesai
96
pada Gambar 29. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel analisis
finansial adalah sebagai berikut :
Saldo Kas Akhir (t)
...(114)
Keterangan :
Total Debt To Equity Ratio (t)
Hutang(t)
Modal Sendiri (t) + Laba Ditahan (t)
... (115)
Hutang (t)
Hutang (t)
Total Debt To Total Capital Assets(t) =
.......................... (116)
Total Aktiva (t)
Keterangan :
Total Debt ToTotal Capital
Assets(t)
Hutang (t)
97
Mulai
Kinerja keuangan
Rentabilitas
Likuiditas
Solvabilitas
Rasio overage
Rasio aktivitas
Memuaskan ?
tidak
ya
Selesai
Penjualan (t)
98
Penjualan (t)
Keterangan :
Operating Ratio (t)
Penjualan (t)
Penjualan (t)
Penjualan (t)
................................... (120)
Penjualan (t)
Earning Power (t) = Gross Profit Margin (t) x Total Assets Turnover (t)..(121)
Laba Setelah Pajak (t)
ROI (t) =
atau
Total Aktiva (t)
Net Profit Margin (t) x Total Asset Turnover (t)......................(122)
Keterangan :
ROI (t)
....................... (123)
99
Modal Sendiri (t)
Keterangan :
Rate Return For The Owner (t)
Penjualan (t)
Konversi emisi BBM solar dan emisi biodisel dengan dampak iklim global
menurut standar UNEP.
Dalam analisis ini parameter yang digunakan untuk menilai perubahan iklim
global tersebut adalah hujan asam, pemanasan global dampak fotokimia yang
merupakan polutan-polutan pencemaran udara yang ada di atmosfir dan bumi.
Analisa Beban Lingkungan (Environmental Burden = EB) dari emisi sisa
pembakaran bahan bakar kendaraan. Perbandingan antara Bahan Bakar Disel dan
Biodisel dengan Analisa Beban Lingkungan dapat diperoleh dari penghitungan
yang terdiri dari :
1.
Indeks EB Asiditas
100
2.
3.
Indeks EB Fotokimia
Setelah diperoleh hasil penilaian terhadap masing-masing sub model,
101
Mulai
Selisih emisi
tidak
Selisih positif
ya
Penghitungan pengurangan emisi
jika menggunakan biodisel
Selesai
IV.
2.
3.
4.
5.
103
di luar negeri dikaitkan dengan kesepakatan iklim Carbon Trade yang
tertuang dalam Protokol Kyoto.
5. Industri biodisel diasumsikan terdiri dari agregasi pengolahan/pabrik besar
(kapasitas 100.000 ton/tahun). Industri jangka panjang 10-15 tahun dengan
perbandingan modal sendiri dibanding hutang 60:40.
6. Analisa
dampak
lingkungan
dilakukan
secara
global
dengan
SM Sumberdaya
IK Sumberdaya
IK Teknis Produksi
Model SPK
SM Finansial
Investasi
IK Finansial
SM Lingkungan
SM Pasar
IK Lingkungan
IK Pasar
Keterangan
SM : Submodel
IK : Implikasi Kebijakan
Gambar 31. Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada industri
biodisel kelapa sawit (Influence Diagram)
Skenario permodelan diperoleh dari hasil analisis keragaan penggunaan
CPO nasional saat ini. Penggunaan CPO nasional terdiri dari penggunaannya di
dalam negeri yaitu untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia.
Sedangkan penggunaan di luar negeri adalah untuk diekspor ke berbagai negara
tujuan. Jika industri biodisel kelapa sawit akan dikembangkan di Indonesia maka
104
akan menambah kegunaan CPO yaitu sebagai bahan baku bagi pembuatan
biodisel. Dalam rangka menentukan apakah industri BDS akan memberikan
manfaat atau keuntungan jika dikembangkan di Indonesia maka diperlukan
pengkajian terhadap investasi tesebut. Dalam menilai kelayakan investasi industri
baik kelayakan finansial maupun kelayakan non finansial seperti ketersediaan
bahan baku industri, ketersediaan dan keterjangkauan teknologi pengolahannya,
manfaat dari produk ramah lingkungan dan efek ganda (multiplayer effect) yang
diperoleh dari penggunaan produk kelapa sawit sebagai bahan bakunya.
Hubungan antar variabel pada permodelan disusun berdasarkan fenomena tersebut
diatas.
105
mudah melakukan perubahan suatu skenario jika dikehendaki. Gambar tampilan
awal program I Think SPK investasi Industri biodisel di Indonesia tertera pada
Gambar 33 dibawah ini.
106
Proyeksi perkembangan luas lahan perkebunan baik yang dikelola oleh
rakyat (PR), swasta (PBS) maupun negara (PBN) dilakukan dengan pendekatan
model dinamik atau model logistik. Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan
dan tingkat produktivitas lahan dengan korelasi positif. Semakin besar luas lahan
dan tingkat produktivitas suatu lahan maka akan semakin besar produksinya. Luas
lahan dan produktivitas dapat berubah menurut waktu sesuai dengan kondisi yang
terjadi di lapangan. Hasil simulasi produksi CPO pada berbagai tingkat
produktivitas dari PR, PBS, PN dan total perkebunan nasional direkayasa pada
submodel sumberdaya.
Gambar 34 menunjukkan proyeksi perkembangan produksi CPO dengan
produktivitas 1,9 ton/ha pada PR, dan masing-masing 3 ton/ha untuk PBS dan
PBN. Jika tingkat produktivitas diubah maka segera dapat diketahui perubahan
produksi CPO yang akan dihasilkan.
107
biodisel maka perkembangan permintaan CPO nasional untuk masing-masing
industri disimulasikan pada submodel sumberdaya.
Perkembangan kebutuhan CPO untuk minyak goreng dilakukan dengan
pendekatan perkembangan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita (16.5
kg/kapita). Permintaan pada indutri oleokimia diskenariokan laju permintaan
bertambah 5% setiap tahunnya. Selebihnya diekspor dan digunakan untuk
memasok industri biodisel. Rekayasa submodel yang dibangun adalah
mensimulasikan perubahan permintaan CPO sesuai dengan besarnya prosentase
substitusi solar oleh biodisel yang diinginkan oleh pengguna. Gambar 35 di bawah
ini menunjukkan proyeksi perkembangan permintaan CPO nasional jika
prosentase substitusi solar oleh biodisel adalah 10%.
submodel
teknis
produksi
memberikan
gambaran
perkembangan produksi biodisel dan gliserin mulai dari perusahaan berdiri sampai
dengan akhir masa proyek atau umur investasi. Pada Gambar 36, produksi
108
biodisel dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton per tahun. Besarnya
kapasitas terpasang dapat disimulasikan sehingga besaran dan perubahan produksi
biodisel dan gliserin tiap tahun dapat diketahui. Rekayasa submodel sistem teknis
produksi dapat memberikan gambaran perubahan produksi biodisel dan gliserin
jika kapasitas terpasangnya diubah sesuai perubahan waktu yang terjadi.
Kapasitas terpasang semakin besar produksi biodisel dan gliserin juga semakin
besar atau berkorelasi positif. Perubahan juga akan diikuti oleh perubahan neraca
bahan dan neraca enerji yang diperlukan. Gambar 36 menunjukkan tampilan
perkembangan produksi biodisel dan gliserin dengan kapasitas produksi terpasang
100.000 ton/tahun.
Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel teknis
produksi
2. Simulasi Kebutuhan Bahan Baku pada Industri Biodisel
Kebutuhan bahan baku industri biodisel yang terdiri dari bahan baku CPO,
Metanol, KOH, H3PO4 dan bahan bakar. Besarnya kebutuhan bahan baku industri
biodisel dapat disimulasikan berdasarkan kapasitas terpasang. Sebagai contoh
Gambar 37 mensimulasikan kebutuhan bahan baku pada kapasitas produksi
indutri biodisel sebesar 100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 38
109
mensimulasikan kebutuhan bahan baku industri biodisel pada kapasitas 30.000
ton/tahun.
Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000 ton/th
Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000 ton/th
3. Simulasi Kebutuhan Enerji pada Industri Biodisel
Submodel teknis produksi juga dapat mensimulasikan kebutuhan enerji
pada berbagai kapasitas produksi industri yang diinginkan oleh pengguna. Sebagai
contoh pada Gambar 39 mensimulasikan kebutuhan enerji pada kapasitas produksi
100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 40 mensimulasikan kebutuhan enerji
pada industri biodisel kapasitas produksi 30.000 ton/tahun.
110
Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 100.000 ton/th
Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000 ton/th
4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar
Submodel pasar terdiri dari analisa produk yang disubstitusi oleh biodisel
yaitu pendugaan perbandingan produksi dan konsumsi solar nasional, proyeksi
perbandingan ekspor dan impor minyak bumi nasional dan simulasi penghematan
subsidi solar terutama jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel.
1. Simulasi Perbandingan Produksi dan Konsumsi Solar Nasional
Hasil proyeksi menunjukkan proyeksi kenaikan konsumsi lebih besar dari
kenaikan produksi setiap tahunnya. Gambar 41 di bawah ini menunjukkan
111
perbandingan kenaikan produksi dan konsumsi nasional sejak tahun 2005 sampai
dengan tahun 2019.
Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar
2. Simulasi Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Bumi
Gambar 42 dibawah ini menunjukkan proyeksi ekspor minyak bumi
semakin menurun sedangkan proyeksi impor semakin meningkat setiap tahunnya.
Gambar 42, menunjukkan perbandingan proyeksi ekspor dan impor minyak bumi
nasional pada tahun 2005 sampai dengan 2019.
Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel pasar
112
3. Simulasi Penghematan Subsidi Solar
Submodel pasar juga dapat memberikan gambaran penghematan subsidi
solar jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel. Pada submodel
ini dapat disimulasikan besarnya persentase substitusi solar oleh biodisel sehingga
dapat memberikan gambaran terhadap besarnya penghemtan subsidi terhadap
solar oleh pemerintah. Gambar 43 menunjukkan besarnya penghematan subsidi
terhadap solar yang dikeluarkan oleh pemerintah dari tahun 2005 sampai dengan
2019 jika solar solar yang disubstitusi oleh biodisel adalah 10%.
113
Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada
submodel analisis finansial
4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan
Submodel ini memberikan gambaran perbandingan besarnya indeks beban
lingkungan atau EB (Environmental Burden) dari sisa pembakaran biodisel dan
solar. Pada submodel lingkungan perbandingan besarnya nilai EB pada
pembakaran solar dan biodisel terdiri dari tiga yaitu EB Asiditas (efek hujan
asam), EB Global Warming (efek pemanasan global) dan EB Smog Fotokimia
(efek asap hitam). Perbandingan besarnya masing-masing nilai EB dalam 1 tahun
untuk setiap 100.000 ton biodisel dan solar yang digunakan tertera pada gambar
45, gambar 46, dan gambar 47, di bawah ini.
1. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Asiditas
Gambar 45 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan asiditas
antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.
114
115
116
Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan
produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir.
Pemilihan model proyeksi luas lahan
perkebunan besar swasta, dan 11,38% lahan untuk perkebunan besar negara.
Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004
atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas
lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang
tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi.
Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik,
proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai
persamaan seperti yang tertera dibawah ini.
1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat
Yt =
..............
(125)
117
GBR PR
PR (Hektar)
4,000,000.00
3,000,000.00
2,000,000.00
model
1,000,000.00
0.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
THN
R2
t
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Y(t)
196.279,00
223.832,00
291.338,00
384.594,00
439.468,00
502.332,00
572.544,00
658.536,00
738.887,00
813.175,00
890.506,00
1.038.289,00
1.190.154,00
1.566.031,00
1.795.321,00
1.810.641,00
= 0.9748
Ypred(t)
196.279,00
236.302,27
283.672,58
339.389,48
404.444,10
479.753,27
566.073,45
663.897,47
773.342,12
894.040,32
1.025.057,23
1.164.852,09
1.311.304,60
1.461.815,81
1.613.478,43
1.763.295,44
R2 Corrected
(Ypred(t)-Y(t))/Y(t)
0,00
0,06
-0,03
-0,12
-0,08
-0,04
-0,01
0,01
0,05
0,10
0,15
0,12
0,10
-0,07
-0,10
-0,03
= 0.9730
118
Dari hasil perhitungan validasi model logistik dapat diketahui luas lahan
yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup kecil
yaitu rata-rata berkisar 6 persen dan ditunjukkan dengan nilai R2 yang diperoleh
sebesar 0,97. Hal ini berarti tingkat keakuratan pendugaan cukup tinggi.
2. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar negara
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan negara
Yt =
3.65516 x 1011e0.0824692t
960000. + 380746 (-1 + e0.0824692t)
.......................... (126)
GBR PBN
PBN (Hektar)
1.000.000,00
800.000,00
600.000,00
model
400.000,00
200.000,00
0,00
1
7 10 13 16 19 22 25 28 31
THN
Y(t)
380.746,00
386.309,00
404.732,00
426.804,00
Ypred(t)
380.745,83
399.852,16
419.223,96
438.799,72
(Ypred(t)-Y(t))/Y(t)
0,00
0,04
0,04
0,03
119
Tabel 5. Lanjutan
4
448.735,00
5
489.143,00
6
516.447,00
7
528.716,00
8
540.728,00
9
556.323,00
10
560.557,00
11
576.999,00
12
588.125,00
13
609.947,00
14
631.566,00
15
645.823,00
R2
458.515,29
478.304,61
498.100,64
517.836,25
537.445,16
556.862,76
576.027,00
594.879,13
613.364,40
631.432,60
649.038,52
666.142,31
R2 Corrected
=0.9695;
0,02
-0,02
-0,04
-0,02
-0,01
0,00
0,03
0,03
0,04
0,04
0,03
0,03
=0.9661
Validasi model logistik pada proyeksi luas lahan perkebunan besar negara
menunjukkan luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya mempunyai
perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata kurang dari 3%. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai R2 sebesar 0,97.
3. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar swasta
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan besar swasta
Yt
1.17268 x 1012e0.207195t
4.x106+293171(-1+e0.207195t)
........................... (127)
GBR PBS
PBS (Hektar)
6.000.000,00
4.000.000,00
2.000.000,00
0,00
model
9 13 17 21 25 29 33
THN
120
Dari grafik proyeksi luas lahan perkebunan besar swasta terlihat terjadi
peningkatan areal sejak tahun 1988 (tahun ke-1) sampai dengan tahun 2020 (tahun
ke-30) yaitu dari luas lahan 500.000 ha menjadi 4 juta ha. Akan tetapi kemudian
mengalami laju yang tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia
untuk dijadikan lahan perkebunan besar swasta.
Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta
t
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
R2
Y(t)
293.171,00
383.668,00
463.093,00
531.219,00
638.241,00
730.109,00
845.296,00
961.718,00
1.083.823,00
1.254.169,00
1.409.134,00
1.617.427,00
2.050.739,00
2.314.209,00
2.430.222,00
2.554.882,00
=0.9889;
Ypred(t)
293.171,00
354.680,93
427.607,49
513.416,72
613.488,42
728.987,17
860.703,88
1.008.879,37
1.173.032,34
1.351.823,33
1.542.991,38
1.743.395,92
1.949.180,21
2.156.046,89
2.359.607,89
2.555.750,02
R2 Corrected
(Ypred(t)-Y(t))/Y(t)
0,00
-0,08
-0,08
-0,03
-0,04
0,00
0,02
0,05
0,08
0,08
0,09
0,08
-0,05
-0,07
-0,03
0,00
=0.9881
Dari hasil validasi data proyeksi dengan data sebenarnya diketahui nilai
data yang diproyeksi mempunyai perbedaan yang cukup kecil atau rata-rata
sebesar 3%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,99, atau tingkat akurasi
model cukup tinggi.
Luas lahan maksimum dapat berubah jika pemerintah menetapkan
kebijakan baru dibidang konversi lahan misalnya dengan mengkonversikan
sebagian hutan sekunder atau lahan komoditi lain yang tidak produktif untuk
dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pendugaan 10 15 tahun mendatang luas
lahan maksimum kelapa sawit 8 juta hektar mengingat selain terbatasnya lahan
yang tersedia juga iklim investasi nasional yang belum cukup baik.
121
kebutuhan
minyak
goreng
nasional
dilakukan
dengan
122
mengingat nilai strategisnya minyak kelapa sawit baik di pasar ekspor maupun
pasar domestik untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia di dalam
negeri, maka diperlukan suatu regulasi yang khusus mengatur penyediaan CPO
sebagai bahan baku biodisel. Strategi pengurangan ekspor CPO (minyak sawit
kasar) dan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan.
Keragaan penyediaan CPO nasional diuraikan pada gambar berikut ini.
25.000.000
Nilai (Ton)
20.000.000
15.000.000
10.000.000
5.000.000
2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
Tahun
Produksi CPO
Ekspor CPO
Bahan Baku Minyak Goreng
Bahan Baku Oleochemical
Bahan Baku Biodiesel
Total Kebutuhan
123
berkesinambungan (continous process) dan diperoleh dari hasil scalling up dan
modifikasi dari perhitungaan desain proses yang dilakukan oleh Fakultas Teknik
Kimia ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun. Diagram blok neraca bahan dan
neraca enerji proses pengolahan biodisel tertera pada Gambar 52 dan Gambar 53
berikut. Proses pembuatan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit terdiri
dari 4 tahapan, yaitu persiapan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pemisahan
dan pemurnian produk.
124
125
126
Ekstraksi yang dilakukan bertujuan untuk mengambil asam lemak bebas (FFA)
dan air yang terkandung dalam minyak tersebut, karena kadar asam lemak bebas
yang tinggi dalam minyak dapat merusak katalis (KOH) pada reaksi
tranesterifikasi. Untuk memisahkan FFA dari minyak sawit digunakan ekstraksi
pelarut karena kelarutan FFA dalam metanol lebih tinggi dibandingkan dengan
trigliserida.
yaitu dengan
mengalirkan minyak lemak yang mengandung asam lemak bebas tinggi (FFA)
dari bagian atas dan metanol dari bagian bawah kolom.
Tahap ekstraksi akan menghasilkan aliran produk FFA dan metanol pada
bagian atas kolom dan minyak nabati dengan kandungan FFA rendah (bilangan
asam <1) pada bagian bawah kolom. Minyak nabati yang memiliki bilangan asam
< 1 kemudian dimasukkan dalam tangki penyimpanan dan siap untuk dipakai
pada reaksi tranesterifikasi. Produk atas kolom ekstraksi kemudian direaksikan
dengan katalis asam (H2SO4) yang terpasang sebagai packing dalam kolom pada
temperatur 5565 oC, sampai menghasilkan metil ester, metanol sisa dan air.
Untuk memperoleh hasil transesterifikasi yang sempurna dan untuk
melakukan penyerapan seluruh air yang terbentuk dari reaksi, produk dan reaktan
akan mengalami sirkulasi melalui kolom desikan. Air yang terdapat pada produk
akan diserap oleh absorban (CaCl2) yang terdapat dalam kolom desikan. CaCl2
dipilih sebagai absorban karena kemampuannya menyerap air dengan
perbandingan mol 1:4. Setelah kandungan air dihilangkan, metanol dan ester
yang diperoleh selanjutnya dipindahkan pada reaktor transesterifikasi.
Proses penyiapan bahan baku dapat dilakukan secara kontinu karena
produk metil ester dapat disiapkan pada tanki penyimpanan.
menghilangkan
Untuk
regenerasi dengan mengalirkan udara panas dari bagian bawah kolom. Agar
proses penyiapan umpan tidak terhambat akibat regenerasi kolom desikan, perlu
dipasang 2 kolom secara paralel dan digunakan secara bergantian.
127
2.
biodisel (ester metil) dan gliserin. Reaksi dilakukan dalam dua tahap dengan
bantuan katalis KOH. Pada tahap 1, reaksi dilaksanakan pada temperatur sekitar
6070oC selama 1-2 jam hingga diperoleh konversi sekitar 96% dari bahan baku
dan 68,56% dari bahan yang masuk
3.
Tahap Pemisahan/Separasi
Fasa bawah dari tangki pengendapan 1 mengandung ester metil, metanol,
dan gliserin.
128
penambahan asam posfat (H3PO4) sehingga terbentuk garam kalium posfat
(K3PO4). Ester metil, metanol, dan gliserin dimasukkan ke tangki pengendapan,
sehingga didapatkan ester metil pada bagian atas dan metanol-gliserin pada bagian
bawah tangki. Ester metil ditampung pada kolom penyangga biodisel, sedangkan
metanol-gliserin dimasukkan ke unit evaporator untuk mendapatkan kembali
metanol yang masih terbawa. Metanol yang teruapkan digunakan kembali untuk
ekstraksi dan reaksi tranesterifikasi, sedangkan gliserin ditampung pada tangki
penyimpanan.
4.
Tahap Pemurnian/Purifikasi
Fasa bawah dari tangki pengendapan 2 mengandung metanol, air, dan gliserin.
Campuran tersebut dialirkan menuju kolom penukar ion untuk memisahkan ionion yang terdapat dalam campuran produk kemudian dimasukkan ke unit
evaporator.
129
Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil ester
CPO
Unit Proses/
Unit Operasi
1. Persiapan Umpan
1.1. Leaching
Bahan Masuk
CPO
Metanol
Tidak ada
Ekstrak ALB
Metanol
Esterifikasi ALB
O
O
H2SO4
R C OH + CH3OH
R C OCH3 + H2O
Metanol Kotor
Kolom CaCl2
Transesterifikasi
H
RCOCR
O
KOH
CPO bebas
ALB
EkstrakALB
Ester Metil
ALB
(Ester Kasar)
Kolom CaCl2
Jenuh
CaO + 2HCl
CaCl2 + H2O
Produk
H
H C OH
Metil Ester
Kasar
Gliserol
3H3CO C R + H C OH
R C O C R + 3CH3OH
O
H C OH
H
RCOCR
2.2. Transesterifikasi 2
Trigliserida sisa
Metil Ester Kasar
KOH
Metanol
RCOCR
O
KOH
R C O C R + 3CH3OH
H
H C OH
3H3CO C R + H C OH
O
H C OH
H
RCOCR
2.3. Pengendapan
3. Separasi
3.1. Netralisasi
3.3. Evaporasi
3.4. Destilasi
4. Purifikasi
4.1. Pencucian
4.2. Pengeringan
Sumber : Data Diolah 2004
Metil Ester
Kasar yang
mengandung
KOH, H3PO4
Gliserol
Endapan
Kotoran dan
Sabun
Reaksi netralisasi
Campuran Gliserol,
Metanol dan Metil
Ester Netral
Campuran Gliserol
dan Metanol
Campuran Metanol
dan air
Garam
Kalium,
Metil Ester
Netral
Campuran
netral tidak
bermuatan
Gliserol dan
Metanol kasar
Metanol
3KOH + H3PO4
K3PO4 + 3H2O
Metil Ester
bersih
Metil Ester
nurni
130
4.2.2.3. Submodel Pasar
Pasar Dalam Negeri
Penciptaan pasar biodisel di dalam negeri dapat dilakukan dengan
mensubsitusi sebagian dari pemakaian. petroleum disel atau solar nasional selama
ini. Untuk mengetahui peluang pangsa pasar yang dapat disubsitusi oleh biodisel
kelapa sawit maka perlu diketahui keragaan proyeksi ekspor/impor BBM dan
proyeksi produksi dan konsumsi BBM solar nasional. Dari data proyeksi dapat
perkirakan jumlah atau pangsa pasar BBM solar yang dapat disubsitusi biodisel
yang berasal dari minyak kelapa sawit. Keragaan ketersedian BBM yang berasal
dari minyak bumi dapat diuraikan sebagai berikut :
Proyeksi ekspor impor minyak bumi nasional
Biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO merupakan
salah satu sumber energi bahan bakar cair yang dapat mensubstitusi BBM solar.
Diantaranya adalah adanya asumsi bahwa Indonesia memiliki energi minyak bumi
yang melimpah dan harganya yang relatif murah karena disubsidi oleh pemerintah
telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Terjadinya ketidakseimbangan
produksi dan konsumsi
menjadi membesarnya jumlah BBM yang harus dipenuhi dari impor dan
membesarnya jumlah subsidi yang dikeluarkan pemerintah .
Model yang digunakan untuk memproyeksi ekspor dan impor minyak
bumi dipilih adalah model dinamis, menggunakan kurva logistik atau kurva yang
berbentuk S. Validasi model dinamis untuk memproyeksikan ekspor minyak bumi
menghasilkan nilai R2 0.5269 Sementara itu, validasi model proyeksi impor
minyak bumi menghasilkan nilai R2 0.8845. Data yang digunakan dalam proses
validasi ini adalah data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia mulai tahun
1992 sampai dengan tahun 2001.
Proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan metode
model dinamis dapat dilihat pada Gambar 44 berikut ini. Dengan menggunakan
model dinamis diperoleh persamaan proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia
sebagai berikut, Yt = 379968 7598.47t
131
data
model
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun
data
model
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun
132
Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia
No.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Proporsi Ekspor
dengan Impor
113,34%
105,33%
98,00%
91,26%
85,05%
79,30%
73,97%
69,01%
64,38%
60,06%
56,01%
52,21%
48,63%
45,26%
42,08%
39,07%
36,22%
33,52%
30,96%
28,52%
26,20%
23,99%
21,87%
19,86%
17,93%
16,08%
133
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
Tahun
Proyeksi Ekspor
Proyeksi Impor
Indonesia.
Model
dinamis
juga
paling
sesuai
digunakan
untuk
134
Model Dinamis Produksi Solar
20,000
Produksi 15,000
solar
10,000
data
model
5,000
0
1
10
tahun
data
model
5,000.00
0.00
1
9 10
tahun
Gambar 58.
135
50.000
45.000
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
Tahun
Proyekjsi Produksi Solar
Tahun
Proyeksi
Proyeksi Produksi
BBM Solar
(Juta liter)
Kebutuhan BBM
Solar Nasional
(Juta liter)
Proporsi produksi
terhadap konsumsi
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
18.220,31
18.712,38
19.204,45
19.696,52
20.188,60
20.680,67
21.172,74
21.664,81
22.156,88
22.648,96
23.141,03
23.633,10
24.125,17
24.617,24
25.109,32
25.601,39
26.093,46
26.585,53
27.077,60
27.569,68
26.680,79
27.509,94
28.339,08
29.168,23
29.997,38
30.826,53
31.655,68
32.484,83
33.313,98
34.143,13
34.972,28
35.801,43
36.630,57
37.459,72
38.288,87
39.118,02
39.947,17
40.776,32
41.605,47
42.434,62
68,29%
68,02%
67,77%
67,53%
67,30%
67,09%
66,88%
66,69%
66,51%
66,34%
66,17%
66,01%
65,86%
65,72%
65,58%
65,45%
65,32%
65,20%
65,08%
64,97%
136
Tabel 19 Lanjutan
23
2025
24
2026
25
2027
26
2028
27
2029
28
2030
28.061,75
28.553,82
29.045,89
29.537,96
30.030,04
30.522,11
43.263,77
44.092,92
44.922,06
45.751,21
46.580,36
47.409,51
64,86%
64,76%
64,66%
64,56%
64,47%
64,38%
137
2. Pasar Luar Negeri (Pasar Ekspor)
Potensi pasar luar negeri dapat dikaitkan dengan Perjanjian Kyoto yang
telah diratifikasi pada bulan Pebruari 2005 yang lalu berupa carbon trade. Negara
yang menghasilkan emisi carbon yang lebih sedikit dapat melakukan transaksi
dengan negara yang menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dari yang
dipersyaratkan sehingga secara agregat dapat menurunkan dampak iklim global
yang ditimbulkan. (Murdiyarso, 2003). Biodisel merupakan salah satu energi
alternatif yang ramah lingkungan sehingga penggunaannya akan memberi andil
dalam pengurangan dampak emisi gas buangnya atau memberikan pengaruh
perubahan iklim global yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan BBM
solar. Dengan demikian investasi pada industri biodisel mempunyai peluang yang
cukup besar untuk dibiayai oleh proyek luar negeri yang tergabung dalam
mekanisme pembangunan bersih, terutama negara-negara maju seperti Amerika,
Uni Eropa, dan Jepang.
4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial
Submodel Kelayakan Investasi Industri Biodisel
138
Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik pengolahan
biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam Dolar AS)
Harga
($ AS/unit)
Jumlah
(Unit)
Total Biaya
($ AS)
No.
Uraian
A.
1.
MESIN PENGOLAHAN
Penerimaan Bahan
1.1. Jembatan timbang
1.2. Tangki CPO
1.3. Tangki bahan bakar
1.4. Tangki metanol
21.000
35.841
48.988
3.879
1
5
2
6
321.455
21.000
179.205
97.976
23.274
Pre Treatment
2.1. Pompa minyak
2.2. Pompa metanol
2.3. Kolom ekstraksi
2.4. Mixer metanol
2.5. Reaktor esterifikasi
2.6. Kolom desicant
2.7. Pompa metanol recovery
6.784
8.500
21.946
5.903
29.309
3.929
5.100
1
1
2
1
1
2
1
107.346
6.784
8.500
43.892
5.903
29.309
7.858
5.100
Transesterifikasai
3.1. KOH dosing pump
3.2. Reaktor transester 1
3.3. Motor pengaduk
3.4. Tangki Pengendapan 1
3.5. Reaktor transester 2
3.6. Mater mixer tank
3.7. Tangki pengendapan 2
3.8. Soap residu tank
3.9. Metanol pump
3.10. KOH mixing tank
8.000
87.223
8.200
25.238
87.223
23.000
25.238
7.500
7.300
9.801
1
2
3
3
2
1
3
3
1
1
595.521
8.000
174.446
24.600
75.714
174.446
23.000
75.714
22.500
7.300
9.801
Separasi
4.1. Pompa asam fosfat
4.2. Tangki netralisasi
4.3. Motor penggerak
4.4. Kolom penukar ion
4.5 Filter garam
4.6. Tangki pengendapan
4.7. Crude ester pump
4.8. Evaporator
4.9. Kolom destilasi
4.10. Tangki gliserol
4.11. Cooling tower
4.12. Cooling fan
8.000
11.000
11.100
30.000
23.000
9.774
22.000
91.000
72.000
8.518
17.000
10.600
1
2
1
2
1
2
1
2
3
2
3
1
642.284
8.000
22.000
11.100
60.000
23.000
19.548
22.000
182.000
216.000
17.036
51.000
10.600
Purifikasi
5.1. Pompa air
5.2. Kolom pencucian
9.000
11.000
1
2
142.264
9.000
22.000
2.
3.
4.
5.
139
Tabel 10 Lanjutan
6.
7.
8.
9.774
28.000
13.000
11.358
2
2
1
2
19.548
56.000
13.000
22.716
Produk Akhir
6.1. Tangki produk metil ester
6.2. Tangki gliserol
6.3. Bak penampung garam
32.280
6.951
10.000
9
1
1
307.471
290.520
6.951
10.000
Utilitas
7.1. Boiler
7.2. Water treatment
7.3. Disel dan alternator
7.4. Thermopack
7.5. Panel utama
7.6. Air compressor
7.7. Steam piping line
7.8. Water piping line
7.9. Oil piping line
7.10. Electricity line
7.11. Penerangan
7.12. Menara air boiller
1
1
1
1
1
1
84
18
195
1
1
1
10.970.886
1.418.086
83.000
202.000
98.000
61.000
61.000
2.520.000
630.000
5.850.000
16.800
18.000
13.000
71.000
52.000
93.000
78.000
1
1
1
1
294.000
71.000
52.000
93.000
78.000
Laboratory Equipment
160.000
160.000
10.
Safety Instrument
101.000
101.000
11.
Transportasi
11.1. Forklif
11.2. Dump truck
11.3. Other vessel
70.000
100.000
40.000
2
1
2
320.000
140.000
100.000
80.000
98.000
96.000
70.000
24.000
1
1
1
1
288.000
98.000
96.000
70.000
24.000
9.
12.
Water Treatment
8.1. Instalasi pengolah air limbah (IPAL)
8.2. Soap residu treatment
8.3. Incenerator
8.4. Vapor absorber
1.418.086
83.000
202.000
98.000
61.000
61.000
30.000
35.000
30.000
16.800
18.000
13.000
Maintenance
12.1. Mesin perawatan mekanik
12.2. Mesin perawatan listrik
12.3. Perawatan kendaraan
12.4. Laboratorium elektronik
14.250.227
128.25
140
Tabel 10 Lanjutan
B.
1.
2.
3.
INFRASTRUKTUR PABRIK
Lahan (m2)
1.1. Areal sediaan
1.2. Pabrik
1.3. Perkantoran
1.4. Utilitas
1.5. Pengolahan limbah
1.6. Areal penyangga
1.7. Jalan
5
7
9
7
5
6
5
1.388
7.423
800
2.500
625
100.000
6.941
721.431
6.940
51.961
7.200
17.500
3.125
600.000
34.705
Bangunan (m2)
2.1. Pabrik
2.2. Bengkel
2.3. Laboratorium
2.4. Gudang
2.5. Perkantoran
2.6. Pos pengamanan
2.7. Fasum dan Fasos
75
55
45
55
55
35
35
22.268
900
250
1.800
1.600
200
2.100
1.998.350
1.670.100
49.500
11.250
99.000
88.000
7.000
73.500
Lingkungan (m2)
3.1. Jalan
3.2. Taman
3.3. Pagar
3.4. Rumah pompa
3.5. Gardu listrik
18
12
8
23
11
40.000
10.000
310
200
200
849.280
720.000
120.000
2.480
4.600
2.200
3.569.061
17.819.288
160.38
141
umumnya berkisar antara 9,4% sampai dengan 15% seperti terlihat pada Gambar
50. Nilai biaya modal inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam
menentukan tingkat kelayakan industri biodisel. Jika nilai IRR lebih besar
daripada biaya modal maka industri biodisel yang dirancang layak secara finansial
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
16
14
12
10
8
6
4
2
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
- 0
Tahun
Perhitungan biaya manajemen (gaji pegawai) dihitung atas dasar jumlah pegawai
yang terlibat dan gaji yang diterima. Perhitungan biaya gaji pegawai selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
142
Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan diskenariokan masing-masing
sebesar 2% dari nilai perolehan aset pabrik pengolahan biodisel. Biaya asuransi
dan biaya pemeliharaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Biaya modal diperhitungkan sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, yang
pada saat investasi diperkirakan mencapai 12%. Perhitungan biaya penyusutan
aset dilakukan dengan menggunakan metoda garis lurus (straight line method)
sesuai dengan masa manfaatnya (umur ekonomis). Hasil perhitungan biaya
penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 13. Atas dasar perhitungan komponen
biaya produksi tersebut dilakukan perhitungan biaya pokok produksi
dalam
bentuk nominal dan persentase seperti dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Secara
rata-rata persentase biaya pokok produksi untuk masing-masing komponen biaya
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel
NO.
I
II
URAIAN
RATA-RATA
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
0,23%
BIAYA PRODUKSI BIODISEL
79,93%
1. Bahan Baku Utama
60,07%
2. Metanol
4,98%
3. KOH
5,78%
4. Bahan Bakar
0,64%
5. H3PO4
0,00%
6. Air
0,00%
7. Uap air
8,22%
8. Listrik
0,23%
III
BIAYA PEMASARAN
12,03%
IV
BIAYA BUNGA BANK
0,84%
V
ASURANSI
0,74%
VI
PEMELIHARAAN
0,74%
VII PENYUSUTAN
5,49%
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
100,00%
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
143
5.603,- yang jauh di atas harga BBM solar yang saat ini harganya sekitar Rp
2.160. Proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel dapat dilihat pada
Gambar 51. Sementara itu, perhitungan biaya pokok produksi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
7000
6000
Rp/Liter
5000
4000
3000
2000
1000
20
19
20
18
20
17
20
16
20
15
20
14
20
13
20
12
20
11
20
10
20
09
20
08
20
07
20
06
20
05
Tahun
Biaya Produksi per Liter
Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel
Sub-Submodel Penjualan
Dalam penetapan perkiraan harga jual biodisel dan gliserin digunakan satuan
uang Dolar AS. Dengan asumsi harga jual seperti telah diuraikan dalam skenario
model, maka proyeksi penjualan produk tahun 20052019 dapat dilihat pada
Lampiran CD 2 dan Tabel 12.
Sub-Submodel Rugi Laba
Sesuai dengan periode jangka waktu analisis keuangan, proyeksi rugi laba
dibuat untuk jangka waktu 15 tahun sesuai dengan umur proyek. Hasil
perhitungan proyeksi rugi laba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak dapat dilihat pada Gambar
52. Sementara itu rata-rata proyeksi rugi laba selama 15 tahun umur pabrik
biodisel dapat dilihat pada Tabel 12.
144
Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel
Tahun
2005
2006
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Produksi (Ton)
Biodisel
Gliserin
90.000
7.919
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
80,000,000
70,000,000
60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
Tahun
Penjualan
Biaya Usaha
Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak
pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per
tahun.
145
Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel
(dalam Dolar AS)
No.
Uraian
Jumlah
I
HASIL PENJUALAN :
75.208.809,69
1. Penjualan Biodisel
69.533.333,33
2. Penjualan Gliserin
5.675.476,35
II
BIAYA USAHA :
62.510.915,08
1. Biaya Produksi Biodisel
49.964.859,69
2. Biaya Pemasaran
7.520.880,97
3. Biaya Bunga Bank
527.095,49
4. Biaya Asuransi
460.707,37
5. Biaya Pemeliharaan
460.707,37
6. Biaya Penyusutan
3.434.644,18
7. Biaya Gaji
142.020,00
III
LABA SEBELUM PAJAK
12.697.894,61
IV
PPH PASAL 25
4.441.068,67
V
LABA SETELAH PAJAK
8.256.825,94
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik
biodisel
mencapai 700 Dolar AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Harga jual biodisel yang
digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini.
Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga
jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya
biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan
cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai
campuran bahan bakar solar pada transportasi publik.
Sub-Submodel Aliran Kas
146
CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam
keadaan saldo positif.
1 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
1 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
N il 1 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
ai
1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0
(D
o la 8 0 ,0 0 0 ,0 0 0
r
A S 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
)
4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
P e n e rim a a n D a n a
P e n g e lu a ra n d a n a
S a ld o K a s A w a l
S a ld o K a s A kh ir
aktiva
tetap
yaitu
nilai
perolehan
147
yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi
arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return (IRR), Net Present
Value (NPV) dan Pay Back Period.
Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR (Internal Rate
of Return), NPV (Net Present Value) dana untuk mengetahui Pay Back Period
dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih
dilakukan dengan ketentuan bahwa 40% dana investasi diperoleh dari lembaga
perbankan dengan tingkat bunga 12%. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai
sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana
dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut.
Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel
tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay
Back Period dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih
pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
No.
1
Uraian
IRR (%)
Nilai
25,95%
26.010.650,99
6-7
104.455.007,90
148
membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar
AS/ton (sekitar Rp. 3.600/kg) membuat industri biodisel menjadi tidak layak.
Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel
dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri
belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar
AS/ton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di
bawah 425 Dolar AS/ton (sekitar Rp 3.300 per liter) membuat industri biodisel
menjadi tidak layak.
Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
pada berbagai harga CPO
No.
1
2
3
4
5
Harga CPO
IRR
(%)
74,50
47,48
29,03
14,83
8,41
NPV
(Dolar AS)
82.195.892,31
56.657.146,26
31.118.400,20
5.579.654,15
-7.189.718,87
Harga BDS
(Dolar
AS/ton)
586,70
649,07
711,45
773,82
805,01
Harga
BDS
(Rp/liter)
4.541,05
5.023,83
5.506,61
5.989,39
6.230,78
Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
pada berbagai harga jual biodisel
No.
1
Analisis Sensitivitas
Kondisi Awal : 700 Dolar AS/ton
IRR(%)
25,95
15,37
4,69
6.350.033,08
-13.310.584,84
Multiplier Effect
Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung
berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan
sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan (tahun 2003),
luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan
149
menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan
demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta
hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di
sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit
menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta
petani.
berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan,
pupuk organik (dari TBS/Tandan Buah Segar) dan pupuk anorganik, alat dan
mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap
tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit
yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri.
4.2.2.5. Submodel Lingkungan
150
dengan penggunaan bahan bakar solar.
terhadap penghitungan 3 parameter yaitu indeks hujan asam atau asiditas, indeks
fotokimia dan indeks pemanasan global.
Indeks hujan asam, fotokimia dan pemanasan global diperoleh berdasarkan
perhitungan jumlah emisi yang dihasilkan dikonversikan dengan indeks EB.
Standar EB yang digunakan adalah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh ICI
mengenai Safety, Health and Environmental Performance pada tahun 1996.
Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran
solar dan biodisel (PPKS, 2000) dengan berbagai tingkat perbandingan tertera
pada Tabel 17 dan Tabel 18.
Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan
campuran disel dan biodisel.
Disel
No
Tolak Ukur
Satuan
Minyak
Bumi
Ester
Murni
75 :25
70 : 30
65 : 35
1 Efisiensi Thermal
1,125
2 Efisiensi Volumetrik
1.0184
Emisi Hidrokarbon
(beban maksimum)
ppm
18
14
16
Emisi Karbon
4 monooksida
(beban maksimum)
ppm
1650
710
1390
% Volume
11.4
11
10,931.25
9,208.75
Emisi Karbon
Dioksida
11
6 Emisi Nox
ppm
7 Partikulat
Dugaan emisi SOx
8 (maksimum)
gram/km
0.497
0.178
% berat
0.14
0.03
0.1
9 Nilai Kalor
kj/kg
40,297.32 37,114.13
151
Tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan
Estimasi
No
1
2
3
4
5
Tolak Ukur
BAHAN BAKAR
DISEL
Dugaan Total Gas
Buang
Emisi Hidrokarbon
(beban maksimum)
Emisi Karbon
monooksida (beban
maksimum)
Emisi Karbon
Dioksida
Emisi Nox
6 Partikulat
Satuan
Substansi EB Value
Tunggal Asiditas
Ton
96,083
Ton
435,8
3
Ton
4,439.
03
Ton
Ton
Ton
48,88
9.48
31,50
9.28
4,775.
65
13,45
1.65
EB Value
Eb Value
EB Value
230.99
13,317.13
133.17
48,899.48
693.20 1,260,371.12
945.28
417,00
672.58
1,110.21 1,322,587.72
1,751.03
5
6
Emisi Nox
Partikulat
Dugaan emisi SOx
7
(maksimum)
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
97,32
1
392.4
0
207.97
3,787.
72
49,79
1
26,88
6.07
1,732.
31
9,732.
07
11,363.17
113.63
47,791.43
591.49 1,075,442.75
806.58
301.69
486.60
893.19 1,134,597.35
1,406.82
Jika seluruh hasil BDS digunakan sebagai bahan bakar maka perbandingan
emisi gas buang sesuai standar yang ditetapkan UNEP dan ICI (diolah) adalah:
emisi sisa bahan bakar yang menggunakan disel adalah, indeks EB asiditas
152
417.00, indeks EB pemanasan global 1,322,567.72, dan indeks EB fotokimia
1,751.03. Indeks EB pada emisi kendaraan yang menggunakan biodisel adalah
indeks EB asiditas 301.69, indeks EB pemanasan global 1,134,597.35 dan indeks
EB fotokimia 1,406.82. Perbandingan indeks EB emisi gas sisa pembakaran
secara histogram tertera pada gambar 50
Sisa Gas
Dari gambar diatas terlihat dampak indeks hujan asam atau asiditas, indeks
pemanasan global dan indeks fotokimia pada biodisel mempunyai beban atau
dampak lingkungan lebih kecil dibandingkan disel minyak bumi.
V.
ANALISIS KEBIJAKAN
Sumber Daya
Untuk menjamin ketersediaan sumberdaya bahan baku bagi industri
biodisel kelapa sawit diperlukan pengalokasian sejumlah 1,5-2 juta hektar lahan
sawit untuk menghasilkan 5 juta ton biodisel yang digunakan sebagai pengganti
510 persen BBM solar di dalam negeri dalam jangka panjang.
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada sub model sumberdaya,
ketersediaan bahan baku CPO untuk mensubtitusi 510 % produk BBM solar
adalah cukup, yaitu membutuhkan 500.0001000.000 ha lahan atau 1,5-3 juta ton
CPO. Sedangkan produksi total CPO dalam negeri pada 15 tahun kedepan
mencapai hampir
biodisel
nasional
pemerintah
perlu
memfasilitasi
kesinambungan
penyediaan bahan baku biodisel baik berupa penambahan lahan ataupun mengolah
sebagian dari CPO dalam negeri menjadi menjadi biodisel. Namun, apabila
subsitusi dari produk BBM solar lebih kecil dari 3% maka lahan yang tersedia
saat ini diperkirakan cukup untuk menyediakan bahan baku biodisel.
5.2. Teknis Produksi
Ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi pengolahan biodisel tidak
mempunyai kendala atau dapat didesain sesuai dengan keinginan penggunanya.
Kegunaan biodisel juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM
solar atau disel serta sebagai bahan bakar mesin pemanas atau heating Oil seperti
genset.
Berdasarkan validasi sub model teknis produksi dari scalling up proses
pengolahan biodisel yang dilakukan oleh ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun,
154
maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan neraca bahan dan neraca enerji pada
proses pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton/tahun. Dari hasil scaling
up tersebut disarankan beberapa kebijakan dibidang teknis produksi sebagai
berikut :
1. Penggunaan biodisel untuk bahan bakar kendaraan yang digunakan pada
alat transportasi sebaiknya diproduksi dalam skala besar yaitu 30 100
ribu ton kapasitas per tahunnya agar dapat memenuhi volume
pertumbuhan konsumsi bahan bakar solar yang besar yang tidak
terimbangi oleh peningkatan kapasitas produksinya saat ini.
2.
155
lebih dari 5-10% BBM solar. Dalam rangka menjamin pasar biodisel di dalam
negeri diperlukan pengakuan pemerintah akan biodisel sebagai sumber enerji
terbarukan. Kebijakan pasar biodisel di dalam dan luar negeri yang diusulkan
secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Fasilitasi pangsa pasar (create market) dalam negeri misalnya dengan
mendiversivikasikan penggunaan bahan bakar solar untuk transpotasi
dengan penggunaan biodisel dan solar.
2. Pasar luar negeri dapat diciptakan atau dikaitkan dengan Protocol Kyoto
yaitu dengan skim Carbon Trade. Mengingat enerji yang dihasilkan
oleh biodisel adalah ramah lingkungan, maka terbuka peluang pasar
ekspor biodisel terutama ke negara industri yang berkewajiban
mengurangi emisinya seperti Jepang dan Jerman.
3. Subsidi harga dalam bentuk keringanan pajak atau Tax Holiday bagi
pengguna biodisel.
5.4. Finansial
Berdasarkan validasi sub model analisi finansial, biaya investasi pabrik
kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 ton/tahun mencapai 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku merupakan biaya terbesar atau 79,23% dari biaya
produksi biodisel. Dari simulasi hasil perhitungan, harga jual ditingkat konsumen
mencapai Rp 5603/liter dengan asumsi marjin keuntungan 15%, sedangkan biaya
BBM solar dalam negeri Rp 2400/liter untuk angkutan umum dan Rp 5400/liter
untuk industri. Sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang
mencapai lebih dari 60 USD/barel maka terjadi peningkatan subsidi BBM yang
cukup besar yang harus ditanggung oleh pemerintah disebabkan 30 persen dari
total kebutuhan minyak mentah dan BBM masih harus diimpor.
Untuk mendukung terjadinya investasi biodisel dengan skala komersial di
dalam negeri, pemerintah perlu mengeluarkan serangkaian kebijakan dibidang
investasi pada setiap tahap mulai dari perkebunan, industri, dan distribusi.
Insentif pajak yang menarik bagi investor, kemudahan perijinan dan suku bunga
investasi yang kecil. Semua kebijakan yang diperlukan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan keuntungan investasi sehingga lebih menarik bagi investor. Untuk
156
mendukung
berkembangnya
investasi
biodisel
nasional
perlu
diberikan
VI.
6.1. Kesimpulan
Industri biodisel kelapa sawit relatif baru di Indonesia dan belum banyak
dikembangkan secara komersial dan belum tersosialisasikan kepada masyarakat
luas di Indonesia. Dalam rangka menilai kelayakan investasi industri biodisel
kelapa sawit maka disusun rancang bangun SPK investasi pada industri biodisel
kelapa sawit. Rancang bangun direpresentasikan melalui program komputer
dengan bantuan software I Think versi 6.0. Secara garis besar rancang bangun
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rancang bangun SPK menggunakan model sistem dinamis dapat digunakan
secara cepat oleh pengambil keputusan untuk menilai kelayakan investasi pada
industri BDS. Simulasi variabel yang diinginkan dapat didesain sesuai dengan
keinginan pengguna.
2. Rancang bangun SPK yang merupakan agregasi dari sub model yang
dikaitkan berdasarkan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun
menggunakan model sistem dinamis
3. Model ini terdiri dari 5 sub model yang saling berkaitan yaitu: 1) sub model
sumber daya; 2) sub model teknis produksi; 3) sub model pasar; 4) sub model
analisis finansial dan; 5) sub model lingkungan. Setiap sub model berpengaruh
kepada kelayakan investasi.
4. Keterkaitan dari faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi ini adalah: sub
model sumber daya berpengaruh pada sub model teknis produksi berupa
jaminan penyediaan bahan baku bagi industri. Sub model pasar berpengaruh
pada sub model analisis finansial dan sub model teknis produksi. Potensi pasar
termasuk harga pasar yang cukup baik akan menyebabkan perhitungan
kelayakan finansial akan semakin baik. Permintaan pasar juga akan
menentukan spesifikasi produk tertentu yang harus diproduksi oleh produsen.
Sub model lingkungan mendukung sub model pasar dan sub model sumber
daya.
5. Hasil validasi pada sub model sumber daya CPO sebagai bahan baku biodisel,
jika digunakan untuk mensubsitusi BBM solar antara 5-10 persen masih dapat
158
dipenuhi dari potensi luas lahan kelapa sawit yang telah direncanakan oleh
pemerintah (Departemen Pertanian) asalkan laju pertumbuhan kenaikan
ekspor CPO mentah harus dikurangi atau dengan penambahan lahan
perkebunan kelapa sawit menjadi 9 juta hektar.
6. Hasil validasi pada sub model teknis produksi menunjukkan ketersediaan
teknologi relatif mudah dan dapat didesain sesuai dengan keinginan pengguna.
7. Hasil validasi pada sub model kelayakan finansial diperoleh biaya investasi
pabrik biodisel berkapasitas 100.000 ton/tahun adalah 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku adalah sebesar 79,3 persen dari total biaya
produksi (dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton). Harga pokok produksi Rp
4874/liter dan jika margin keuntungan 15 persen maka harga ditingkat
konsumen Rp 5603.
8. Hasil validasi sub model pasar dapat dilakukan dengan memfasilitasi pasar
DN dan LN. Pasar DN dikaitkan dengan mensubsitusi sebagian atau 5-10
persen BBM solar dengan biodisel. Pasar LN dapat dikaitkan dengan program
carbon trade yang telah diratifikasi melalui Protocol Kyoto mengingat
biodisel bersifat ramah lingkungan.
9. Hasil validasi sub model lingkungan menunjukkan emisi dan beban
lingkungan yang dihasilkan oleh biodisel lebih kecil dibandingkan dengan
emisi dan beban lingkungan yang dihasilkan oleh disel.
10. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk investasi diperoleh berdasarkan
hasil analisis dari setiap sub model. Keterkaitan sub model tersebut dapat
digambarkan pada Influence Diagram yang digambarkan dalam program I
think.
11. Rancang bangun SPK investasi biodisel pada industri biodisel kelapa sawit
menggunakan model sistem dinamis yang dihasilkan dapat memperkuat atau
menkonfirmasi permodelan sistem dinamis, yaitu sistem yang dapat didesain
untuk memecahkan masalah manajemen yang kompleks dan berubah menurut
waktu secara cepat dibandingkan dengan model program komputer lainnya.
159
6.2.
Saran
Mencermati
kondisi
perekonomian
nasional
serta
ketergantungan
masyarakat terhadap BBM dan hasil penilaian terhadap kelayakan investasi maka
perlu diadakan percepatan realisasi pengembangan investasi energi baru dan
terbarukan diantaranya biodisel kelapa sawit. Untuk menunjang percepatan
realisasi pengembangan investasi tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran
kepada para pihak terkait sebagai berikut:
1. Sehubungan dengan besarnya biaya investasi biodisel yaitu mencapai 17,6 juta
USD (kapasitas 100 ribu ton/tahun), disarankan agar sumber dana untuk
investasi BDS di dalam negeri dapat diupayakan dari sebagian dana subsidi
BBM. Sumber dana investasi dari luar negeri disarankan agar diupayakan oleh
pemerintah melalui
masyarakat.
3. Rancang bangun SPK yang dihasilkan disarankan untuk diaplikasikan pada
penilaian kelayakan investasi pada biodisel yang menggunakan bahan baku
lainnya yang ada di Indonesia seperti minyak jarak, minyak goreng bekas,
RBD-PO dan RBD-olein.
4. Strategi pengembangan investasi disarankan untuk dilaksanakan dalam 3
tahap yaitu: 1) jangka pendek 1 tahun melalui fasilitas terbitnya UU/PP
tentang penggunaan enerji terbarukan (renewable) terutama biodisel untuk
transportasi; 2) jangka menengah 5 tahun, subsidi 2-5% BBM solar dengan
BDS dan; 3) jangka panjang >5-10 tahun, subsidi BBM solar 6-10%.
167
Standar /Spesifikasi
Austria
Republik
(1)
Ceko
ON C1191
Perancis
Jerman
Italia
CSN 65
Journal
DIN V
6507
Officiel
51606
Swedia
USA
ASTM
PS121-99
Tanggal
Jul 97
Sep 98
Sep 97
Sep 97
Apr 97
Nov 96
Jul 99
Aplikasi
FAME
RME
VOME
FAME
VOME
VOME
FAMAE
0.85 0.89 0.87 - 0.89 0.87 0.90 0.87 - 0.90 0.86 -0.90 0.87 - 0.90
Densitas
15C g/cm
Viscos. 40C mm2/s
Distillat.95% C
Flashpoint C
CFPP C (F) summer
3.5-5.0
3.5-5.0
3.5-5.0
3.5-5.0
3.5-5.0
3.5-5.0
1.9-6.0
<360
<360
>100
>110
>100
>110
>100
>100
>100
- max. 0 (32)
-5
max. 0
(32)
-5
max. -15
(5)
-
<-10
<0/ <-15
Sulfur, % massa
<0.02
<0.02
<0.01
<0.01
<0.001
<0.05
<0.05
<0.05
<0.05
<0.05
<0.3
<0.5
<0.02
<0.02
<0.03
<0.02
<0.01
<0.01
Water mg / kg
<500
<200
<300
<700
<300
<0.05%
Total contam. mg / kg
<24
<20
<20
Cu-Corros. 3h/50C
<No.3
>49
>48
>49
>49
>48
>40
<0.8
<0.5
<0.5
<0.5
<0.5
<0.6
<0.8
<0.20
<0.1
<0.3
<0.2
<0.2
>96.5
>98
>98
Cetane No.
Neutral. No./ mg
KOH/g
Methanol, % mass
Ester content, % mass
168
Lampiran 1. Lanjutan
Austria
Republik
(1)
Ceko
Monoglyceride, %
Perancis
Jerman
Italia
Swedia
USA
<0.8
<0.8
<0.8
<0.8
Diglyceride, % mass
<0.2
<0.4
<0.2
<0.1
Triglyceride, % mass
<0.2
<0.4
<0.1
<0.1
<0.02
<0.02
<0.02
<0.02
<0.05
<0.02
<0.02
<0.24
<0.24
<0.25
<0.25
<0.24
Iodine No.
<120
<115
<115
<125
<15
<20
<20
<10
<10
<10
<10
<10
<5
<5
<10
mass
169
Perusahaan
Lokasi
Produksi
in t/yr
Heating Berproduksi
Cleochem
Jerman
Henkel
Dusseldorf
Connemenn/OMH Leer
Oil
sejak
200.000
160.000
100.000
10.000
75.000
10.000
91/93/95
Oelmuhle
Hamburg
100.00
10.000
60.000
20.000
99/00
Hbg/Adm
Wittenberg
50.000
20.000
1999
Bio-diesel
Ochsenfurt
50.000
20.000
99/00
VNR
Rudisleben
40.000
20.000
99/00
L.U.T.
Mainburg
5.000
4.000
1996
Hallertauer/Agran Henningsleben
3.000
4.000
1997
2.000
2.000
1997
180.000
205.000
30.000
40.000
40.000
94/96
120.000
120.000
1995
70.000
30.000
40.000
93/95
Navaol/Icl
60.000
5.000
55.000
30.000
255.000
Grossfriesen
ADIBAPV
Jumlah
415.000Vogtlander
Perancis
Robbe/Diester
Corrpiegne
Diester
Rouen
Ver dun
266.000(henkel, Diester)
Jumlah
Bakelite
Solbiate
30.000
5.000
20.000
1996
Novaol + others
Livorno
90.000
20.000
60.000
1993
Oleifici Italiari
Bari
20.000
5.000
1995
30.000
5.000
1995
Focus Petroli
Ancona
20.000
5.000
Slsas + diverse
Milano
50.000
10.000
30.000
35.000
125.000
80.000
10.000
20.000
20.000
Ertvelde
30.000
30.000
Otter up
Finlandia
Norwegia
Italia
160.000
Belgia
Slsas
86.000Oleofina
Denmark
Jumlah
Feluy
1995
1995
170
Lampiran 2. Lanjutan
Negara +
Perusahaan
Lokasi
Produksi
Inggris
RME Bruck
Bruck
Spanyol
Biocat
Barcelona
Swedia
Ecobransle +
Skive
1.006.000
15.000
5.000
5.000
1999?
6.000
6.000
5.000
1992
5.000
2.000
1.000
1996
30.000
30.000
1995
17.000
14.000
92/94
Used in vehicles:
95
Bebolna
Total Capacity
1.270.000
240.000 245.000
oleochem
390.000
145.000
1.020.000
1994
90/94
Oil
Total Capacity
1996
15.000
6.000others
Hunggaria
2.000
sejak
Rep. Ceko
Oil
Hull
2.000Cargill
Austria
in t/yr
171
Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel
No.
1
2
3
4
5
6
7
Skenario
Satuan
2005
%
%
%
Ha
Ha
Ha
Ha
Y=
8
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
36.76
51.86
11.38
8,000,000
2,940,800
4,148,800
910,400
3.65518x1011 e0,0824692t
Y=
960000+ 380746(1 + e0,0824692t )
Y=
10
Nilai
Ton CPO/ha/Tahun
Ton CPO/ha/Tahun
Ton CPO/ha/Tahun
Jiwa
Persentase
kg
Persentase
Ton
Persentase
(Y = 379968-7598,47t)
(Y = 85401,6 + 11142t)
1.9
3
3
210,000,000
1.5
16.5
83.8
1,000,000
5
172
Lampiran 3. Lanjutan
No.
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Skenario
Proyeksi Produksi Solar (Model dinamik )
Proyeksi Penggunaan Solar (Model dinamik )
Biaya Emisi dan Subsidi
Biaya emisi penggunaan BBM Solar
Besaran subsidi pemakaian BBM solar
Pemasaran Biodiesel
Substitusi BBM solar oleh biodiesel
Harga Minyak Dunia
Harga minyak mentah rata-rata
Kurs
Nilai tukar I Dolar AS terhadap Rupiah
Harga Rata-Rata :
Biodiesel
Gliserin
Harga Faktor-Faktor Produksi
CPO
Metanol
KOH
H3PO4
BBM Solar
Air
Uap air
Listrik
Biaya Pemasaran dan Distribusi
Biaya Pemeliharaan
Biaya Asuransi
Faktor Konversi
Berat Jenis Biodiesel
Kebutuhan Metanol terhadap CPO
Kebutuhan KOH terhadap CPO
Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO
Kebutuhan Bahan Bakar terhadap Biodiesel
Kebutuhan uap air terhadap Biodiesel
Kebutuhan listrik terhadap Biodiesel
Kebutuhan Air terhadap jumlah CPO
Rendemen
CPO ke minyak goreng
Satuan
Nilai
(Y = 11331,3 + 492,072t)
(Y = 15072,7 + 829,149t)
Dolar AS/Kiloliter
Rp/liter
0
960
Persentase
10.00
35.00
Rp
9,000
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
700.00
588.00
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
Dolar AS/kilo liter
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
per MWh
Persentase dari Omzet
Persentase dari nilai perolehan
Persentase dari nilai perolehan
360
222
289
180
200.0
0.55
10.00
50.00
10.0
2.0
2.0
g/ml
Jumlah kg/ton CPO
Jumlah kg/ton CPO
Jumlah kg/ton CPO
Liter BB/ton biodiesel
Jumlah kg/ton CPO
KWh/ton CPO
Jumlah kg/ton CPO
Persentase
0.86
203.48
120.00
0.09
20.00
4,928.08
27.50
46.13
74
173
Lampiran 3. Lanjutan
No.
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Skenario
CPO ke Biodiesel
Distribusi CPO
Ekspor
Dalam Negeri
Debt to Equity Ratio (DER)
Hutang
Modal Sendiri
Biaya Modal
Suku bunga bank
Biaya modal sendiri
Rasio Laba Ditahan dengan Deviden
Laba Ditahan
Deviden
Kapasitas Produksi
Biodiesel
Rendemen Gliserin (persentase dari produksi real biodiesel)
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
Tahun 11
Tahun 12
Tahun 13
Tahun 14
Tahun 15
Satuan
Nilai
Persentase
95.24
Persentase
Persentase
60.00
40.00
%
%
40
60
%
%
12.00
15.00
%
%
100
0
Ton/tahun
%
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
100,000
9.776
90
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (USD)
No.
I
II
2005
142,020.00
46,720,093.82
34,020,000.00
4,273,128.00
3,276,000.00
360,000.00
1,574.64
2,397.56
4,657,036.77
129,956.85
6,765,611.33
1,976,608.08
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
59,255,094.23
658.39
98.76
757.15
0.57
5,095.94
764.39
5,860.33
2006
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
1,694,235.49
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
63,258,473.98
632.58
94.89
727.47
0.54
4,896.21
734.43
5,630.64
2007
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
1,411,862.91
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
62,976,101.40
629.76
94.46
724.23
0.54
4,874.35
731.15
5,605.50
2008
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
1,129,490.33
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
62,693,728.82
626.94
94.04
720.98
0.54
4,852.49
727.87
5,580.37
2009
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
847,117.75
357,879.44
357,879.44
2,954,793.38
62,431,147.50
624.31
93.65
717.96
0.54
4,832.17
724.83
5,557.00
I
II
III
IV
V
VI
VIII
0.00
59,255,094.23
658.39
0.57
5,095.94
764.39
5,860.33
0.00
63,258,473.98
632.58
0.54
4,896.21
734.43
5,630.64
0.00
62,976,101.40
629.76
0.54
4,874.35
731.15
5,605.50
0.00
62,693,728.82
626.94
0.54
4,852.49
727.87
5,580.37
0.00
62,431,147.50
624.31
0.54
4,832.17
724.83
5,557.00
III
IV
V
VI
VII
IX
174
X
XI
XII
XIII
XIV
Uraian
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
BIAYA PRODUKSI BIODIESEL
1. Bahan Baku Utama
2. Metanol
3. KOH
4. Bahan Bakar
5. H3PO4
6. Air
7. Uap air
8. Listrik
BIAYA PEMASARAN
BIAYA BUNGA BANK
BIAYA ASURANSI
BIAYA PEMELIHARAAN
PENYUSUTAN
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton)
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL
BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter)
Lampiran 4. Lanjutan
No.
I
II
2010
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
564,745.16
360,613.44
360,613.44
2,979,399.38
62,178,848.91
621.79
93.27
715.06
0.53
4,812.64
721.90
5,534.54
2011
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
282,372.58
360,825.44
360,825.44
2,980,989.38
61,898,490.33
618.98
92.85
711.83
0.53
4,790.94
718.64
5,509.58
2012
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
360,825.44
360,825.44
2,980,989.38
61,616,117.75
616.16
92.42
708.59
0.53
4,769.09
715.36
5,484.45
2013
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
364,136.28
364,136.28
3,008,014.81
61,649,764.86
616.50
92.47
708.97
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45
2014
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
364,136.28
364,136.28
3,008,014.81
61,649,764.86
616.50
92.47
708.97
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45
I
II
III
IV
V
VI
VIII
0.00
62,178,848.91
621.79
0.53
4,812.64
721.90
5,534.54
0.00
61,898,490.33
618.98
0.53
4,790.94
718.64
5,509.58
0.00
61,616,117.75
616.16
0.53
4,769.09
715.36
5,484.45
0.00
61,649,764.86
616.50
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45
0.00
61,649,764.86
616.50
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45
III
IV
V
VI
VII
IX
175
X
XI
XII
XIII
XIV
Uraian
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
BIAYA PRODUKSI BIODIESEL
1. Bahan Baku Utama
2. Metanol
3. KOH
4. Bahan Bakar
5. H3PO4
6. Air
7. Uap air
8. Listrik
BIAYA PEMASARAN
BIAYA BUNGA BANK
BIAYA ASURANSI
BIAYA PEMELIHARAAN
PENYUSUTAN
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton)
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL
BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter)
Lampiran 4. Lanjutan
No.
I
II
III
IV
V
VI
VII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
Uraian
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
BIAYA PRODUKSI BIODIESEL
1. Bahan Baku Utama
2. Metanol
3. KOH
4. Bahan Bakar
5. H3PO4
6. Air
7. Uap air
8. Listrik
BIAYA PEMASARAN
BIAYA BUNGA BANK
BIAYA ASURANSI
BIAYA PEMELIHARAAN
PENYUSUTAN
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton)
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL
BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter)
2016
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
662,605.58
662,605.58
4,363,425.16
63,602,113.81
636.02
95.40
731.42
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22
2017
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
662,817.58
662,817.58
4,365,015.16
63,604,127.81
636.04
95.41
731.45
0.55
4,922.96
738.44
5,661.40
2018
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
664,311.26
664,311.26
4,381,819.06
63,623,919.07
636.24
95.44
731.68
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17
2019
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
664,311.26
664,311.26
4,381,819.06
63,623,919.07
636.24
95.44
731.68
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17
0.00
63,602,113.81
636.02
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22
0.00
63,602,113.81
636.02
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22
0.00
63,604,127.81
636.04
0.55
4,922.96
738.44
5,661.40
0.00
63,623,919.07
636.24
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17
0.00
63,623,919.07
636.24
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17
176
2015
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
662,605.58
662,605.58
4,363,425.16
63,602,113.81
636.02
95.40
731.42
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22
177
Lampiran 4 Lanjutan.
Ringkasan struktur biaya pengolahan biodisel kelapa sawit dengan kapasitas
100.000 ton/tahun
NO.
I
II
III
IV
V
VI
VII
URAIAN
RATA-RATA
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
0,23%
BIAYA PRODUKSI BIODISEL
79,93%
1. Bahan Baku Utama
60,07%
2. Metanol
4,98%
3. KOH
5,78%
4. Bahan Bakar
0,64%
5. H3PO4
0,00%
6. Air
0,00%
7. Uap air
8,22%
8. Listrik
0,23%
BIAYA PEMASARAN
12,03%
BIAYA BUNGA BANK
0,84%
ASURANSI
0,74%
PEMELIHARAAN
0,74%
PENYUSUTAN
5,49%
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
100,00%
178
179
180
181