Anda di halaman 1dari 199

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT


MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

ANNA MARIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi


saya yang berjudul :
RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS
Merupakan

gagasan

atau

hasil

penelitian

disertasi

saya

sendiri,

dengan

pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan


rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2005

Anna Mariana
995148 - Teknologi Industri Pertanian

ABSTRAK
ANNA MARIANA. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada
Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis. Dibimbing
oleh: IRAWADI JAMARAN sebagai ketua, M. SYAMSUL MAARIF, TUN
TEDJA IRAWADI, AMRIL AMAN, dan DARNOKO masing-masing sebagai
anggota.
Pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat dengan
produksi relatif tetap, telah menempatkan Indonesia saat ini sebagai salah satu negara
pengimpor bahan bakar minyak. Kenaikan harga minyak dunia yang mencapai 60
USD per barel telah memperbesar subsidi BBM menjadi lebih dari 100 triliun pada
tahun 2005 berjalan. Untuk mengantisipasi kelangkaan BBM di masa mendatang
perlu dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui, antara
lain yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengganti BBM solar adalah
Biodisel Kelapa Sawit (BDS) yang bersifat ramah lingkungan .
Dalam rangka mendukung salah satu pengembangan investasi enerji
terbarukan di Indonesia perlu disusun suatu rancang bangun sistem penunjang
keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan model sistem
dinamis. Secara garis besar model ini terdiri dari lima submodel
yaitu : (1)
sumberdaya, (2) teknis produksi, (3) analisis finansial, (4) pasar, (5) lingkungan.
Rancang bangun sistem penunjang keputusan didesain dengan menggunakan
metodologi analisis deskriptif dari data sekunder pada masing-masing sub model.
Keterkaitan sub model diagregasikan dengan hubungan fungsi logika dan teori yang
dibangun melalui kaidah sistem dinamis.
Hasil analisis dan validasi faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi,
menunjukkan ketersediaan bahan baku CPO, jika diolah menjadi biodisel kelapa sawit
cukup untuk mensubstitusi 5-10% kebutuhan BBM solar di dalam negeri. Peluang
pasar ekspor dan pendanaan investasi dapat dikaitkan dengan program carbon trade
yang telah diratifikasi melalui Protokol Kyoto, karena sifat BDS yang ramah
lingkungan. Ketersediaan teknologi proses cukup banyak dan dapat dirancang sesuai
keinginan pengguna. Perhitungan nilai investasi pabrik BDS kapasitas produksi
100.000 ton/tahun memerlukan dana 17.82 juta USD dengan komponen biaya bahan
baku CPO mencapai 79.23% dari biaya produksi, dengan asumsi harga CPO 360
USD/ton. Jika margin keuntungan 15% maka harga jual di tingkat konsumen Rp
5603/liter. Biaya produksi biodisel di luar negeri mencapai 600 USD/ton sedang dari
hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi sebesar 629.5 USD/ton. Hasil analisis
penghitungan nilai beban lingkungan dari hujan asam, panas global dan efek
fotokimia yang ditimbulkan oleh emisi gas buang yang menggunakan bahan bakar
biodisel lebih rendah dibandingkan dengan emisi gas buang yang menggunakan bahan
bakar solar.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model sistem penunjang keputusan
dapat digunakan untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa sawit
oleh pengambil keputusan. Hasil validasi menunjukkan industri BDS saat ini layak
untuk dikembangkan jika didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat antara
lain kebijakan penggunaan enerji terbarukan, kemudahan perijinan, beban pajak dan
bunga bank yang terjangkau , dan adanya insentif bagi industri.
Kata kunci : Biodisel, CPO, Sistem Penunjang Keputusan, Investasi, Model Sistem
Dinamis

ABSTRACT
ANNA MARIANA. The Design Of Investment Decision Support System On Palm
Oil Biodiesel Industry Using Dynamic System Models. Under the Guidance by
IRAWADI JAMARAN as a chairman, M. SYAMSUL MAARIF, TUN TEDJA
IRAWADI, AMRIL AMAN, and DARNOKO as members of advisory committee.

The gap between oil compsumption and production in the last few years has
put indonesia into the oil net importer country. The increased of world oils price up
to $60 US per barrel has increased the goverment subsidies more than 100 trillions
rupiah in 2005. In order to anticipate the scarcity of oil in the future, the government
has to search other energy resources especially renewable energy such as palm
biodiesel that can be used as an alternative fuel of petroleum diesel and also known as
ecolabelling product.
In the frame work to support the development of palm biodiesel investment in
Indonesia, this research is aimed to formulate the decision support system (dss) for
palm biodiesel investment using dynamic models. The system consist of
5 submodels ie : The assesment of (1) Raw material resources, (2) production
technology, (3) financial planning, (4) marketing, (5) environmental impact
assesment. The correlation and interaction between submodel are based on logical
function and theoritical framework by using system dynamic approach.
The result of model validation shows that the availability of CPO as a raw
material for oil palm biodiesel is still adequate to subtitute 5 10% of domestic
petroleum diesels demand. The potential export market and foreign investment can
be related to the Protocol Kyoto scheme due to the ecolabelling product. The various
processing technologies are easily available and could be designed according to the
owners or users need. The financial analysis shows the investment cost to produce
biodiesel with the capacity 100.000/ton per year is $ 17,82 million US. The raw
material cost reach about 79.93%, of the cost structure, with the the asumption of
CPO price $360 US/ton. Under the assumption of profit margin 15 %, the selling price
of palm biodiesel about Rp.5603/litres, meanwhile the product cost is $ 629.5 US/ton.
The validation of environmental sub model which assess the environmental burden
value of acidity, global warming and photochemical ozone (smog) creation impact
caused by the emission of biodiesel is smaller compare to the emission of petroleum
diesel.
The result of this reseach concluded that the decision support system model
can be utilize by decision maker in assessing the invesment on biodiesel industry.
However, the decession should also be followed by the appropriate government
regulations and policies i.e, in the use of renewable energy, tax, interest rate, insentive
for industry .
Key words : biodiesel,crude palm oil, decision support system, investment, Dynamic
System Models

Hak cipta milik Anna Mariana, tahun 2005


Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

RANCANG BANGUN SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN


INVESTASI PADA INDUSTRI BIODISEL KELAPA SAWIT
MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

ANNA MARIANA

DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Disertasi

: Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi pada Industri


Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis

Nama

: Anna Mariana

NRP

: 995148

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Irawadi Jamaran


Ketua

Prof. Dr. Ir. Syamsul Maarif, M.Eng.


Anggota

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS


Anggota

Dr. Ir. Amril Aman, MSc.


Anggota

Dr. Ir. Darnoko, MSc.


Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi


Teknologi Industri Pertanian

Dr.Ir. Irawadi Jamaran

Tanggal Ujian : 6 September 2005

Dekan Sekolah Pascasarjana


Institut Pertanian Bogor

Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Lulus:

PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karuniaNya, disertasi yang berjudul Rancang Bangun Sistem Penunjang
Keputusan Investasi Pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model
Sistem Dinamisdapat diselesaikan dengan baik. Dari lubuk hati yang dalam dan
tulus, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak Dr.Ir Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
memberi dukungan perhatian dan bimbingan dengan penuh dedikasi selama
penulis menempuh studi sampai dengan penyelesaian disertasi ini;
2. Ibu Prof.Dr.Ir.Tun Tedja Irawadi MS yang telah memberi inspirasi dalam
pemilihan judul disertasi, membimbing, dan memberi dukungan dengan penuh
kearifan dan bijaksana setiap saat diperlukan;
3. Bapak Prof Dr.Ir.Syamsul Maarif`M.Eng yang telah membimbing dan
memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini
serta selalu meluangkan waktunya untuk konsultasi walaupun ditengah
kesibukannya;
4. Bpk Dr.Ir.Amril Aman MSc, yang telah mengajarkan kepada penulis filosofi
ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan membimbing serta mengarahkan
penyusunan disertasi dengan penuh kesabaran dan pengertian;
5. Bpk Dr.Ir.Darnoko MSc, yang telah membimbing dan memberi referensi yang
bermanfaat bagi penulisan disertasi ini dan selalu berusaha hadir pada sidang
komisi dan sidang lainnya walau jauh dari Medan ke Bogor;
6. Bpk Dr.Ir.Anas Miftah Fauzi M.Eng yang telah bersedia menjadi penguji luar
pada sidang tertutup serta banyak memberikan inspirasi kepada penulis dalam
melakukan pengkajian terhadap aspek teknoekonomi;
7. Dr.Ir.Tirto Prakoso M.Eng, staf pengajar pada jurusan Teknik Kimia ITB yang
telah bersedia menjadi penguji luar dan memberi referensi yang bermanfaat
dalam penulisan disertasi;
8. Ir. Achmad Manggabarani MM (Sekdit Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian) yang telah mengijinkan penulis untuk meyelesaikan studi ini;
9. Ayahanda alm Yacob Ali dan Ibunda almh Fatimah Ibrahim tercinta, yang
telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan memberikan
teladan yang sangat berharga bagi kehidupan penulis;
10. Suami tercinta dr M.Jusuf Syammaun SpOG dan anak-anakku tercinta
M.Rikky Jusuf, M.Irsan Jusuf,dan M.Adriansyah Jusuf yang selalu memberi
semangat dan pengertiannya;
11. Adinda dra.Rosmery MA. dan Ir.Sabri Basyah, dra Erlindawati dan suami
serta Ir.Mirza Pahlevi MSc beserta istri ,abang dan adik penulis semua yang
telah banyak memberi dukungan dalam menyelesaikan disertasi ini;
12. Sahabat / Rekan peserta program S-3 TIP,IPB, Ir. A. Basith MSc,
Dr.Ir.Hermawan, Ir Tyas MM danYulia Nurendah SE. MM, yang selalu
memberi dorongan untuk menyelesaikan disertasi ini;
13. Rekan-rekan di Deptan terutama Ir.Sri Dewi Yudawi MM yang selalu penuh
pengertian dan memberi dukungan untuk menyelesaikan disertasi ini;
Semoga semua kebaikan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat dan mendapat
balasan dari Allah swt.
Bogor. September 2005
ANNA MARIANA

PRAKATA
Sejalan dengan perkembangan kemajuan zaman dan teknologi pada berbagai
bidang di dunia, kebutuhan enerji telah menjadi universal bagi manusia. Enerji juga
telah mengubah tatanan ekonomi suatu negara

maupun tatanan ekonomi dunia.

Setiap negara perlu mengelola sumber enerjinya dengan benar dan bijaksana agar
tidak mengalami kemunduran ekonomi.
Penelitian Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi Pada
Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis merupakan
salah satu alat bantu untuk menilai kelayakan investasi pada industri biodisel kelapa
sawit (BDS). BDS merupakan enerji alternatif dan bersifat ramah lingkungan serta
dapat diperbaharui (renewable), digunakan sebagai pengganti solar. Keluaran
penelitian ini berupa program perangkat lunak komputer yang dapat digunakan untuk
menilai keputusan investasi dalam waktu yang relatif cepat (Decision Support
System)
Penelitian ini tersusun berkat bimbingan komisi pembimbing yang sangat
kompeten pada berbagi bidang/disiplin ilmu pengetahuan yaitu Dr. Ir. Irawadi
Jamaran (ketua komisi), Prof. Dr. Ir. Syamsul Maarif, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja
Irawadi, MSc, Dr. Ir. Amril Aman, MSc, Dr. Ir. Darnoko, MSc masing-masing
sebagai anggota komisi pembimbing.
Penulis menyadari penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan dan
kelemahan namun bagi yang berminat memperdalam bidang ini, penulis dengan
senang hati mempersembahkan hasil karya ini. Semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat.

Bogor, September 2005

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 1 Maret 1957 dari ayah
Alm. Yacob Ali dan ibu Alm Fatimah Ibrahim, sebagai anak ke tiga dari tujuh
bersaudara. Menikah dengan DR H.M Jusuf Syammaun, SpOG. Penulis dikaruniai
tiga orang putra yaitu M. Rikky Jusuf, M. Irsan Jusuf dan M. Adriansyah Jusuf.
Pada tahun 1980 Penulis meraih gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Jurusan
Proteksi Tanaman IPB. Pada tahun 1999 memperoleh gelar Magister Manajemen
Agribisnis IPB dengan bea siswa dari Asian Development Bank .
Sejak bulan April 1980 sampai 2000 penulis bekerja sebagai karyawati pada
Direktorat Jenderal Perkebunan. Sejak di Direktorat Jenderal Perkebunan penulis
telah ditempatkan sebagai karyawati di berbagai Direktorat yaitu Direktorat Bina
Produksi, Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Perluasan dan Rehabilitasi
Tanaman Perkebunan, dan Direktorat Kelembagaan. Penulis juga dipercaya untuk
mengelola proyek bantuan luar negeri yaitu proyek bantuan ADB National Estate
Crop Protection Project ( 7 tahun) dan proyek Suistainable Agriculture
Development Project in Irian Jaya ( 6 tahun). Penulis telah mengikuti berbagai
macam training, seminar nasional dan internasional pada bidang agribisnis dan
agroindustri. Dari tahun 2001 sampai sekarang bekerja pada Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. Penulis
ditempatkan pada Sub Direktorat Pemasaran Internasional Tanaman Perkebunan
sampai tahun 2003. sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis memperoleh
ijin untuk menyelesaikan desertasi pada program TIP IPB.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

I. PENDAHULUAN ..........................................................................................

1.1. Latar Belakang ......................................................................................


1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................................
1.3. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................

1
4
4
5

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

2.1. Sistem Penunjang Keputusan (SPK) ....................................................


2.2. Model Sistem Dinamis .........................................................................
2.3. Model Dinamik ....................................................................................
2.4. Model Logistik .....................................................................................
2.5. Analisis Finansial .................................................................................
2.6. Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel ....................................................
2.7. Sifat Fisiko-Kimia Biodisel ................................................................
2.8. Standar/Spesifikasi Biodisel ................................................................
2.9. Teknologi Pengolahan Biodisel ...........................................................
2.10. Investasi Biodisel ................................................................................
2.11. Perkembangan Penelitian Biodisel......................................................
2.12. Perkembangan Industri Biodisel .........................................................

6
9
10
11
13
18
20
21
23
25
26
27

III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................

30

3.1. Kerangka Pemikiran .............................................................................


3.1.1. Pendekatan Sistem ....................................................................
3.1.2. Identifikasi Sistem.....................................................................
3.1.3. Batasan Sistem ..........................................................................
3.2. Permodelan Sistem ................................................................................
3.2.1. Tahap Seleksi Konsep ..
3.2.1. Tahap Rekayasa Model
3.2.3. Tahap Implementasi Komputer
3.2.4. Tahap Validasi .
3.2.5. Tahap Analisis Sensitifitas ..
3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas .
3.2.7. Aplikasi Model

30
31
31
32
33
34
34
34
34
34
35
35

3.3. Permodelan Subsistem .


3.3.1. Submodel Sumberdaya .............................................................
3.3.2. Submodel Teknis Produksi .......................................................
3.3.3. Submodel Pasar .........................................................................
3.3.4. Submodel Analisis Finansial .....................................................
3.3.5. Submodel Lingkungan ..............................................................

37
37
51
51
58
99

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

102

4.1. Rekayasa Model SPK............................................................................


4.2. Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri
Biodisel Kelapa Sawit ........................................................................
4.2.1. Simulasi Model Sistem Dinamis ..
4.2.1.1. Simulasi Submodel Sumberdaya.................................
4.2.1.2. Simulasi Submodel Teknis Produksi ..........................
4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar ...........................................
4.2.1.4. Simulasi Submodel Analisis Finansial ........................
4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan .................................

102
105
105
105
107
110
112
113

4.2.2. Validasi Model Sitem................................................................


4.2.2.1. Submodel Sumberdaya..............................................
4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi .......................................
4.2.2.3. Submodel Pasar .........................................................
4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial .....................................
4.2.2.5. Submodel Lingkungan ..............................................

115
116
122
130
137
149

V. ANALISIS KEBIJAKAN .............................................................................

153

5.1. Submodel Sumberdaya .........................................................................


5.2. Submodel Teknis Produksi ...................................................................
5.3. Submodel Pasar .....................................................................................
5.4. Submodel Analisis Finansial .................................................................
5.5. Submodel Lingkungan ..........................................................................

153
153
154
155
156

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

157

6.1. Kesimpulan ...........................................................................................


6.2. Saran......................................................................................................

157
159

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

160

LAMPIRAN .......................................................................................................

167

COMPACT DISC DATA DAN PROGRAM APLIKASI

ii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.

Perbandingan sifat biodisel dan solar............................................

19

Tabel 2.

Perbandingan spesifikasi biodisel Malaysia dan Indonesia ..........

22

Tabel 3.

Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model ..................

34

Tabel 4.

Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat ...............

117

Tabel 5.

Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara


(data mulai tahun ke-5) .................................................................

118

Tabel 6.

Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta .....

120

Tabel 7.

Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil


ester CPO ......................................................................................

129

Tabel 8.

Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia .

132

Tabel 9.

Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar


Indonesia .... 135-136

Tabel 10.

Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik


pengolahan biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam
Dolar AS) ...................................................................................... 138-140

Tabel 11.

Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel ...................

142

Tabel 12.

Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan


biodisel ..........................................................................................

144

Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel (dalam


Dolar AS) ......................................................................................

145

Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan saldo kas
bersih pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun ................

147

Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per


tahun pada berbagai harga CPO ....................................................

148

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

iii

Halaman
Tabel 16.

Tabel 17.

tabel 18.

Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per


tahun pada berbagai harga jual biodisel ........................................

148

Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan


disel dan campuran disel dan biodisel...........................................

150

Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan


bakar kendaraan ............................................................................

151

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.

Kurva logistik .............................................................................

12

Gambar 2.

Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari CPO


dan Metanol................................................................................

24

Gambar 3.

Diagram input output SPK investasi industri biodisel ...............

31

Gambar 4 .

Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi ..................

32

Gambar 5.

Diagram alir permodelan............................................................

36

Gambar 6.

Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari


perkebunan kelapa sawit rakyat .................................................

38

Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari


perkebunan swasta .....................................................................

41

Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari


perkebunan negara .....................................................................

44

Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO


nasional ......................................................................................

45

Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO sebagai


bahan baku biodisel ....................................................................

46

Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan


CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng .....................

49

Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan CPO


sebagai bahan baku industri oleokimia ......................................

50

Diagram alir deskriptif untuk menentukan kelayakan teknis


produksi biodisel ........................................................................

51

Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan


impor minyak bumi Indonesia ...................................................

54

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Gambar 14.

Halaman
Gambar 15.

Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan


pemakaian BBM solar ................................................................

55

Gambar 16.

Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel.................

57

Gambar 17.

Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya variabel pabrik


biodisel.

63

Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya produksi


pabrik biodisel ............................................................................

65

Diagram alir deskriptif untuk menentukan investasi


pembangunan pabrik biodisel ....................................................

67

Gambar 20.

Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya penyusutan ....

73

Gambar 21.

Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya


pemeliharaan peralatan/mesin pada pabrik biodisel ..................

78

Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya asuransi


peralatan/mesin pada pabrik biodisel .........................................

83

Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran


dan biaya administrasi pabrik biodisel ......................................

84

Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya gaji


karyawan pabrik biodisel ...........................................................

85

Gambar 25.

Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi.........................

88

Gambar 26.

Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana .....................

89

Gambar 27.

Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca ............................

91

Gambar 28.

Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan ......................

95

Gambar 29.

Diagram alir deskriptif sub-submodel analisis finansial ............

96

Gambar 30.

Diagram alir deskriptif submodel lingkungan............................

101

Gambar 31.

Hubungan antara sub model dari SPK investasi pada


Indonesia Biodisel Kelapa Sawit (influence diagram)...............

103

Gambar 18.

Gambar 19.

Gambar 22.

Gambar 23.

Gambar 24.

vi

Halaman
Gambar 32.

Alur hubungan variabel pada Sistem Penunjang Keputusan


Investasi .....................................................................................

104

Tampilan awal program I Think SPK investasi Industri


biodisel di Indonesia ..................................................................

105

Gambar 34.

Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya ........

106

Gambar 35.

Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO


pada submodel sumberdaya .......................................................

107

Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel


teknis produksi ...........................................................................

108

Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000


ton/th ..........................................................................................

109

Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000


ton/th .........................................................................................

109

Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas


100.000 ton/th ............................................................................

110

Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000


ton/th ..........................................................................................

110

Gambar 41.

Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar ....

111

Gambar 42.

Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel


pasar ...........................................................................................

111

Gambar 43.

Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel ..

112

Gambar 44.

Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada


submodel analisis finansial ........................................................

113

Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel


lingkungan ..................................................................................

114

Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming


submodel lingkungan .................................................................

114

Gambar 33.

Gambar 36.

Gambar 37.

Gambar 38.

Gambar 39.

Gambar 40.

Gambar 45.

Gambar 46.

vii

Halaman
Gambar 47

Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia


submodel lingkungan .................................................................

115

Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari


perkebunan rakyat dengan menggunakan model dinamis .........

117

Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari


perkebunan negara dengan menggunakan model dinamis .........

118

Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari


perkebunan besar swasta dengan menggunakan model
dinamis .......................................................................................

119

Gambar 51.

Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel ..........

122

Gambar 52.

Diagram balok neraca bahan proses produksi biodisel dari


Crude Palm Oil ........................................................................

124

Diagram balok neraca enerji proses produksi biodisel dari


Crude Palm Oil ..........................................................................

125

Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia


dengan menggunakan model dinamis ........................................

131

Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia


dengan menggunakan model dinamis ........................................

131

Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia dengan


menggunakan model kecenderungan kuadratik .........................

133

Validasi model proyeksi produksi BBM solar Indonesia


dengan menggunakan model dinamis ........................................

134

Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia


dengan menggunakan model dinamis ........................................

134

Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar Indonesia


tahun 2003-2032 ........................................................................

135

Gambar 60.

Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata ...............

141

Gambar 61.

Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel.........

143

Gambar 48.

Gambar 49.

Gambar 50.

Gambar 53.

Gambar 54.

Gambar 55.

Gambar 56.

Gambar 57.

Gambar 58.

Gambar 59.

viii

Halaman
Gambar 62.

Gambar 63.

Gambar 64.

Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak


pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun............

144

Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas


100.000 ton per tahun.................................................................

146

Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi


Sisa Gas Pembakaran .................................................................

152

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1.

Perbandingan standar biodisel di beberapa negara ....................

167

Lampiran 2.

Produsen dan total produksi biodisel di Eropa tahun 2000 ........

169

Lampiran 3.

Skenario pembangunan pabrik biodisel .....................................

171

Lampiran 4.

Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas


100.000 ton per tahun (US $) .....................................................

174

Lampiran 5.

Diagram alir unit proses persiapan umpan .................................

178

Lampiran 6.

Diagram alir unit proses transesterifikasi...................................

179

Lampiran 7.

Diagram alir unit proses separasi ...............................................

180

Lampiran 8.

Diagram alir unit proses purifikasi .............................................

181

I.
1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan

kemajuan

teknologi

dan

industri

telah

memacu

pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa


terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi tatanan ekonomi global, regional,
maupun ekonomi suatu negara. Penggunaan enerji yang berasal dari minyak
mineral di dunia diperkirakan mencapai 140 miliar ton dalam 5 tahun terakhir.
Kebutuhan enerji dimasa mendatang akan semakin meningkat, sedang faktor
penyediaannya relatif tetap bahkan cenderung menurun dengan faktor harga
berfluktuasi atau sulit diprediksi (Kurtubi 2005).
Menurut Departemen Enerji dan Sumberdaya Mineral (2002), kebutuhan
enerji yang berasal dari minyak mineral nasional semakin meningkat yaitu 1,35
juta barel per hari (bph), sedang rata-rata produksi hanya sekitar 1,1 juta bph
minyak mentah. Oleh karena itu, pemerintah harus mengimpor minyak mentah
sejumlah 250.000 bph

serta mengimpor BBM sejumlah 300.000

bph.

Soerawidjaja dan Tahar (2003) memperkirakan konsumsi minyak solar dalam


negeri akan semakin meningkat yaitu mencapai 30 miliar liter pada tahun 2006,
dimana ketergantungan akan produk solar impor tidak dapat dihindari disebabkan
pertambahan kapasitas pengilangan minyak tidak dapat mengimbangi volume
pertumbuhan konsumsi yang besar.
Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai sekarang, relatif
belum ada investasi baru di bidang eksplorasi minyak mineral. Jika keadaan ini
terus berlanjut, maka akan semakin memberatkan beban anggaran pemerintah
yang dikeluarkan untuk mensubsidi harga BBM nasional (Kurtubi 2005).
Subsidi BBM pada tahun 2004 mencapai 75 triliun rupiah, dan sejalan
dengan kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini mencapai $ 60 juga akan
menyebabkan penambahan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah
mencapai lebih dari 100 triliun rupiah sampai dengan kwartal ketiga tahun 2005
(Kurtubi 2005).
Dalam rangka mengantisipasi kelangkaan enerji dimasa mendatang, perlu
dikaji potensi sumber enerji lain terutama enerji yang dapat diperbaharui.

2
Indonesia diketahui memiliki berbagai macam sumber enerji yang dapat
diperbaharui seperti enerji air, angin, matahari, panas bumi dan enerji biomas.
Salah satu sumber enerji biomas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
adalah enerji biomas yang berasal dari minyak kelapa sawit atau disebut Biodisel
Kelapa Sawit (BDS).
BDS dapat dijadikan alternatif pengganti minyak solar yang banyak
digunakan sebagai bahan bakar terutama pada sektor transportasi dan industri.
BDS merupakan salah satu produk yang mempunyai prospek dan peluang yang
cukup baik untuk dikembangkan terutama ditinjau dari aspek kontinuitas
penyediaan bahan baku, sifat produk yang ramah lingkungan, dan merupakan
sumber enerji yang dapat diperbaharui (renewable).
Potensi bahan baku BDS ditunjukkan oleh besarnya luas areal perkebunan
kelapa sawit yaitu mencapai 5,2 juta hektar lahan dengan produksi mencapai 10
juta ton pada tahun 2004. Pengembangan tanaman kelapa sawit secara besarbesaran dilakukan sejak tahun 1980 melalui berbagai macam program perluasan
areal atau ekstensifikasi terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Sejak
tahun 1994 mulai dikembangkan berbagai macam produk agroindustri sawit
(Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan 2002).
Minyak kelapa sawit dapat dijadikan berbagai macam produk industri
antara (produk oleokimia dasar) atau produk industri hilir seperti minyak goreng,
produk kosmetik, sabun/detergen dan lain-lain. Konsumsi minyak sawit dalam
negeri berkisar 3,5-4 juta ton per tahun terutama digunakan oleh industri minyak
goreng dan makanan serta industri oleokimia, selebihnya minyak sawit tersebut
diekspor ke berbagai negara industri, terutama ke negara-negara Eropa, India dan
Cina. Umumnya produk tersebut di negara tujuan diolah lebih lanjut menjadi
produk-produk oleokimia akhir yang bernilai tambah tinggi ( Biro Data Indonesia
2000 ).
Mencermati masalah kelangkaan enerji fosil dan dampak lingkungan
akibat emisi yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berbahan bakar minyak fosil
yang terus meningkat, serta meningkatnya harga minyak mentah, maupun BBM
selama ini maka pengembangan enerji alternatif yang ramah lingkungan dan dapat

3
diperbaharui perlu mendapat perhatian yang cukup besar, terutama oleh
pemerintah.
Selain hal tersebut, konvensi internasional di Rio de Jeneiro tahun 1992,
Kyoto tahun 1997, dan Birma tahun 2001 telah menetapkan bahwa strategi
pengembangan bioenerji harus diarahkan pada penghematan enerji melalui
peningkatan efisiensi teknologi, diversifikasi sumber enerji, dan penambahan
enerji yang dapat diperbaharui (Murdiyarso 2003).
Pengembangan BDS di Indonesia baru dilakukan oleh beberapa
perusahaan dan Lembaga Penelitian

dalam skala Pilot plant. Biaya investasi

pada industri biodisel terutama industri yang berskala besar,

relatif mahal

(Korbitz 1997). Sejak tahun 1997, pengembangan investasi dalam bidang enerji
mengalami pertumbuhan yang

negatif, hal ini terutama ditunjukan oleh

meningkatnya jumlah impor BBM nasional akibat adanya perubahan kebijakan


struktur industri yang semula vertikal menjadi horizontal, serta kendala lainnya
(LIPI 2005).
Pengembangan investasi industri biodisel sangat dipengaruhi oleh
kebijaksanaan pemerintah dalam mengimplementasikan program diversifikasi
enerji terbarukan. Kendala pengembangan investasi yang dihadapi oleh negara
produsen di dunia saat ini adalah mahalnya biaya produksi biodisel terutama
disebabkan oleh harga bahan baku yang relatif tinggi (Soerawidjaja dan Tahar
2003 ).
Dalam rangka mendukung program pengembangan BDS nasional secara
komersial diperlukan suatu pengkajian terhadap keputusan investasi. Diketahui
faktor yang mempengaruhi suatu keputusan investasi banyak dan kompleks serta
dapat berubah baik besaran maupun nilai menurut waktu dan kondisi yang terjadi.
Untuk membantu pengambil keputusan mengetahui keputusan investasi yang
tepat dan relatif cepat, maka penelitian ini menyusun model sistem penunjang
keputusan investasi pada industri BDS menggunakan model sistem dinamis.
Pendekatan model sistem dinamis dinilai tepat untuk digunakan dalam
menganalisis keputusan investasi BDS karena faktor yang berpengaruh pada
investasi dinilai cukup kompleks dan dapat berubah-ubah menurut waktu dan
kondisi. Sistem dinamis telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan

4
dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, enerji, dan lingkungan
(Muhamadi et al. 2001).
Penelitian di bidang investasi biodisel diharapkan dapat bermanfaat bagi
pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat pengguna yang
merupakan motor penggerak bagi pengembangan investasi pada industri BDS.
Penggunaan produk tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah polusi yang
terjadi dan dapat mengatasi masalah kelangkaan sumber enerji mineral dimasa
yang akan datang.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancang bangun sistem
penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit menggunakan
model sistem dinamis.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Biodisel kelapa sawit merupakan sumber energi baru di Indonesia yang
belum banyak dikembangkan secara komersial. Mengingat biodisel kelapa sawit
merupakan salah satu sumber energi yang dapat terbarukan dan bahan bakunya
tersedia didalam negeri maka perlu dikaji potensi dan manfaat serta masalah yang
akan dihadapi apabila investasi BDS dilakukan. Untuk menilai kelayakan
investasi tersebut perlu disusun suatu model sistem penunjang
investasi biodisel kelapa sawit.

Dalam merepresentasikan

keputusan

model digunakan

model sistem dinamis, karena model sistem ini dapat merepresentasikan berbagai
skenario permasalahan yang bersifat kompleks, stokastik dan bersifat dinamis
atau berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi. Secara garis besar ruang lingkup
pada penelitian adalah sebagai berikut :
1. Biodisel kelapa sawit yang dikaji pada penelitian ini adalah biodisel yang
berasal dari minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil)
2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat
transportasi.
3. Analisis faktor yang berpengaruh pada pengembangan investasi biodisel
kelapa sawit didasarkan atas faktor yang terkait secara langsung atau

5
faktor intrinsik. Faktor tidak langsung seperti kondisi suatu negara atau
country risk dan keadaan moneter diasumsikan dalam keadaan tetap.
4. Perhitungan simulasi proses pengolahan biodisel kelapa sawit didasarkan
pada proses pengolahan berskala besar dengan kapasitas produksi 100 ribu
ton per tahun, dengan hasil biodisel dan gliserin murni.
5. Implementasi Sistem Penunjang Keputusan didesain menggunakan
software I Think.
6. Pengolahan data pada sub model dilakukan dengan software Lotus
Smartsuite, Microsoft Excel dan Minitab.
7. Validasi model dilakukan dengan landasan teori atau data empiris yang
ada.
1.4. Manfaat Penelitian
Industri biodisel di Indonesia relatif baru dan belum berkembang secara
luas, untuk itu diperlukan sosialisasi dan masukan berupa kajian dan penelitian di
bidang biodisel kelapa sawit kepada para pihak yang terkait dalam
pengembangannya yaitu pemerintah (sebagai regulator dan fasilitator), pelaku
usaha dan masyarakat sebagai pengguna. Pada dasarnya manfaat penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Secara ilmiah menghasilkan suatu model sistem berupa perangkat lunak atau
program komputer yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil
keputusan dalam melakukan penilaian terhadap kelayakan investasi pada
industri biodisel kelapa sawit.
2. Membantu pelaku usaha atau calon investor dalam menyusun perencanaan
investasi dibidang biodisel kelapa sawit.
3. Memberi masukan kepada pemerintah dalam memformulasikan kebijakan
dibidang enerji terbarukan.

II.

2.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Penunjang Keputusan


Setiap hari manusia selalu membuat keputusan baik keputusan individu

maupun keputusan organisasi atau manajemen yang dibuat oleh para manajer.
Manajemen adalah suatu usaha pemanfaatan sumberdaya manusia, uang, enerji,
material, ruang dan waktu yang semuanya disebut masukan atau input, untuk
selanjutnya diproses menjadi keluaran atau output untuk mencapai tujuan
organisasi (Turban et al. 2004).
Keberhasilan suatu manajemen sangat ditentukan oleh kemampuan para
pimpinan dan manajer untuk mengambil suatu keputusan. Para manajer atau
pengambil keputusan dari suatu organisasi sering dihadapkan pada tantangan
internal dan eksternal sehingga memerlukan perubahan dan penyempurnaan pada
fungsi manajerialnya (Mintzberg dan Quim 1996).
Analisis sistem merupakan suatu studi yang mempelajari masalah yang
ada pada dunia bisnis dalam rangka mencari rekomendasi yang tepat untuk
penyelesaian masalah (Whitten dan Bentley 1998). Sedang menurut Eriyatno
(1998), ilmu sistem adalah suatu ilmu yang mempelajari perilaku dari elemen
yang berhubungan dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Hubungan antar sub
sistem atau elemen dapat berupa transaksi, interaksi, transisi, koneksi atau relasi.
Menurut Marimin (2005), sistem adalah sekelompok metode, prosedur, teknik
atau objek yang berhubungan dan teroganisir saling keterkaitan satu sama lain
untuk membentuk kesatuan keseluruhan untuk mencapai tujuan tertentu.
Perkembangan ilmu sistem saat ini banyak diarahkan pada soft system
yaitu ilmu sistem yang mempelajari sistem penalaran sesuai dengan sistem kerja
syaraf manusia (Marimin 2005).

Ilmu sistem dapat dijadikan dasar untuk

merancang Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yang

digunakan

untuk

membantu para pimpinan atau manajer membuat keputusan terutama keputusan


yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta tidak dapat atau sulit diprediksi.
SPK juga merupakan aplikasi dari sistem informasi yang dirancang untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan (Whitten et
al. 2001).

7
Perkembangan dan penerapan SPK telah dimulai sejak 35 tahun yang lalu
yaitu dimulai dengan pengembangan SPK yang berorientasi model pada akhir
tahun 1960. Pada tahun 1970 dilakukan pengembangan teori dan implementasi
sistem perencanaan finansial. Pada pertengahan dan akhir 1980, diperkenalkan
sistem informasi eksekutif (Executive Information System/EIS), SPK kelompok
(Group Decision Support System/GDSS) dan SPK organisasional (Organizational
Decision Support System/ODSS) tersusun dari pengguna tunggal dan SPK
berorientasi model. Sekitar awal tahun 1990, data warehousing dan on-line
analytical processing (OLAP) memulai perluasan bidang SPK dengan pendekatan
milenium atau aplikasi analisis berbasis web juga mulai diperkenalkan (Power
2002).
Pada tatanan konseptual

SPK terbagi menjadi 5 bagian yaitu (Power

2002):
(1) SPK yang berbasis komunikasi (communication-driven DSS)
(2) SPK yang berbasis data (data-driven DSS)
(3) SPK yang berbasis dokumen (document-driven DSS)
(4) SPK yang berbasis pengetahuan (knowledge-driven DSS) dan
(5) SPK yang berbasis model (model-driven DSS).
SPK yang berbasis model menekankan akses dan manipulasi model-model
statistik, finansial, optimasi dan simulasi. SPK yang berbasis model menggunakan
data dan parameter yang diberikan oleh pemakai SPK untuk membantu para
pengambil keputusan dalam menganalisis suatu situasi, tetapi mereka tidak
memerlukan data yang intensif.
Pada tatanan sistem, Power (2000), membagi SPK menjadi 2 bagian :
(1) Enterprise-wide DSS, berhubungan dengan penyimpanan data yang besar dan
melayani banyak manajer dalam suatu perusahaan
(2) Desktop atau single-user DSS adalah sistem kecil yang diperuntukkan pada
PC manajer individual
Sprague dan Carlson (1982) mengidentifikasi 3 komponen dasar SPK
yaitu :
(1) Sistem manajemen database (Database Management System/DMBS)

8
(2) Sistem manajemen basis model (Model-Base Management Model/MBMS)
dan
(3) Generasi dialog dan sistem manajemen (Dialog Generation and Management
System/DGMS)
Menurut Marakas (1999), struktur SPK terdiri dari 5 komponen berbeda
yaitu :
(1) Sistem manajemen data,
(2) Sistem manajemen model,
(3) Mesin pengetahuan,
(4) Antarmuka pemakai dan
(5) Pemakai.
Sprague dan Watson (1980) membagi SPK ke dalam 3 sub-sistem utama
yaitu :
(1) User-system interface, yaitu dimana para pembuat keputusan dapat
berinteraksi langsung dengan sistem.
(2) Sub-sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan
menganalisis data yang relevan dan dikenal dengan istilah Sistem
Manajemen Basis Data (Data Base Management System = DBMS).
(3) Sub-sistem yang

menggunakan model atau kumpulan model untuk

melakukan sejumlah tugas analisis, dan dikenal dengan istilah Sistem


Manajemen Basis Model (Model Base Management System = MBMS).
Menurut Sarma (1994) dan Dyer (1993), pendekatan sistematik (normatif)
dalam pengambilan keputusan terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
(1) Mengenali problem-problem dalam mengambil keputusan
(2) Mengerti dan memodelkan sistem dan lingkungannnya
(3) Mengenali para pembuat keputusan
(4) Mengenali tujuan-tujuan para pengambil keputusan dan preferensinya
(5) Menganalisis pembatas-pembatas
(6) Mengembangkan alternatif-alternatif, dan
(7) Memilih alternatif-alternatif tersebut.
Menurut Bidgoli et al. (1987), SPK memberikan kemampuan untuk
melakukan sejumlah fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi-fungsi tersebut meliputi

9
analisis what-if, goal seeking, analisis sensitivitas, analisis laporan pengecualian,
peramalan, simulasi, analisis grafik, analisis statistik dan permodelan.
Aplikasinya, SPK baru dapat dikatakan

bermanfaat apabila terdapat

kondisi sebagai berikut :


(1) Eksistensi

dari

basis

data

yang

sangat

besar

sehingga

sulit

mendayagunakannya.
(2) Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai
keputusan.
(3) Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam
prosesnya.
(4) Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan
dan mengetahui pokok permasalahan serta mengembangkan alternatif dan
pemilihan solusi.
2.2

Model Sistem Dinamis


Menurut Forester (1961 diacu dalam Coyle 1996), sistem dinamis adalah

sistem yang dikembangkan untuk menyelidiki suatu umpan balik dari suatu
informasi tertentu menggunakan suatu model yang didesain untuk memperbaiki
struktur dan kebijakan suatu organisasi. Sistem dinamis merupakan suatu
pengembangan dari sistem kontrol atau sistem manajemen pengendalian suatu
permasalahan yang kompleks dan berubah-ubah baik parameter maupun waktu.
Pemodelan

merupakan suatu abstraksi dari sebuah situasi nyata atau

aktual. Dewasa ini dalam membantu para eksekutif, manager perusahaan industri
banyak menggunakan pemodelan sistem dinamis, karena sistem ini dinilai dapat
melakukan pemecahan masalah yang dinamis atau berubah menurut waktu dan
dapat mengintegrasikan pemecahan masalah berbagai disiplin, seperti bidang
sosial, ekonomi, administrasi, manajemen, politik dan lain-lain (Ford 1999).
Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem
dinamis yaitu: 1) pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis adalah
merupakan

proses

berpikir

menyeluruh

dan

terpadu

yang

mampu

menyederhanakan kerumitan tanpa kehilangan esensi atau unsur utama yang


menjadi objek dari perhatian; 2) metode sistem dinamis sesuai digunakan untuk

10
menganalisa mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar unsur atau
elemen

suatu sistem yang rumit, berubah menurut waktu dan mengandung

ketidakpastian; 3) dapat merepresentasikan alternatif-alternatif keputusan dengan


cepat melalui simulasi dari model yang dibangun ( Coyle 1996).
Dalam membangun model perlu dilakukan beberapa proses berikut
(Muhamadi et al. 2001) :
(1)

Identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata.

(2)

Identifikasi kejadian yang diinginkan.

(3)

Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dan keinginan.

(4)

Identifikasi dinamika untuk mengatasi kesenjangan.

(5)

Analisis kebijakan yang diperlukan


Secara garis besar, tahapan analisis sistem dinamis menurut masyarakat

pemerhati sistem dinamis meliputi: 1) identifikasi masalah; 2) merumuskan


hipotesis sistem dinamis; 3) menyusun kausal sebab-akibat atau Influence
Diagram; 4) membangun model simulasi pada komputer; 5) melakukan pengujian
model apakah dapat diterapkan pada dunia nyata, dengan menilai model ini
apakah dapat digunakan untuk
kebijakan

yang

pemecahan masalah dan memformulasikan

diperlukan

(System

Dynamics

society,

http://www.albany.edu/cpr/sds/, 20 Januari 2003).


Dalam khasanah ilmu sistem, metode sistem dinamis dimasukan dalam
kategori white box atau proses pengolahan input menjadi output dapat dijelaskan
dengan lebih akurat. Beberapa

alat perangkat lunak yang digunakan dalam

peramalan sistem dinamis adalah program komputer Powersim, Vensim, Stella, I


think analist dan Mathematica (Muhamadi et al. 2001).
2.3. Model Dinamik
Secara umum model dinamik kontinu yang melibatkan m state variable x1,
x2, ..., xm dapat dinyatakan dengan m buah persamaan diferensial biasa yang
bergantung pada waktu t dan k buah parameter yaitu p = { p1 , p2 ,..., pk } dapat

dinyatakan sebagai

11
x&1
x&2
M
x&m
dengan x&i =

=
=
M
=

f1 ( x1 (t ), x2 (t ),..., xm (t ); t; p)
f 2 ( x1 (t ), x2 (t ),..., xm (t ); t ; p) ......................
M
f m ( x1 (t ), x2 (t ),..., xm (t ); t; p)

(1)

dxi
. Dengan notasi vektor, sistem persamaan diferensial (1) dapat
dt

dinyatakan sebagai:
x& = f (t , x, p ), x& R m , t [0, T ], p R p ..........

(2)

Bila diketahui nilai pengamatan yi yang merupakan fungsi dari t dan peubah xi
maka parameter p dapat diduga melalui tahapan sbb.:
i. Misalkan nilai pengamatan yi dinyatakan sebagai
yi = g (x(ti , p)) + i

............................

(3)

dimana i merupakan sisaan (residual) model.


ii. Misalkan x (t , p) adalah solusi (1). Penduga parameter p dapat diperoleh
dengan metode kuadrat terkecil (least square method) dengan cara
meminimumkan jumlah kuadrat sisaan i :
n

min{S (p) = ( yi g (x (ti , p))) 2 }

....................

(4)

i =1

Dari (4) akan diperoleh penduga parameter p, yaitu p = { p1 , p 2 ,..., p k }


(Luenberger, 1979)
2.4.

Model Logistik
Model logistik adalah suatu bentuk khusus model dinamik yang dapat

dinyatakan dengan persamaan diferensial:


dY &
Y
= Y (t ) = r Y (1 )
dt
K

...................

(5)

12
Suku r (1 Y / K ) dapat diinterpretasikan sebagai laju pertumbuhan.

Laju ini

menurun ketika pertumbuhan Y(t) meningkat sampai batas atasnya K yang sering
disebut daya dukung lingkungan.
Solusi dari persamaan tersebut adalah
Y (t ) =

K
1 + b exp( a t )

..................... (Luenberger, 1979) (6)

Dimana b > 0 ditentukan dengan kondisi awal Y(0) < 0. Bentuk kurvanya dapat
dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan bentuknya kurva logistik juga sering disebut
sebagai kurva S (Luenberger 1979).

Terlihat bahwa diawal, laju

pertumbuhannya meningkat pesat menyerupai pertumbuhan eksponensial sampai


pada suatu titik, lalu perlahan-lahan menurun hingga lajunya mendekati 0 saat
mendekati daya dukung lingkungan K. Titik di mana terjadi laju pertumbuhan
maksimum disebut titik belok.
Y

titik belok

Y0
t

Gambar 1. Kurva Logistik


Model logistik banyak digunakan untuk menduga pertambahan populasi
yang awalnya bertambah tetapi pada suatu saat laju pertambahan menurun karena
adanya faktor pembatas misalnya digunakan untuk menduga pertambahan
penduduk di negara yang baru berkembang dan perkembangan pertumbuhan
tanaman dan lain lain.

13

2.5.

Analisis Finansial
Dalam menilai tingkat keberhasilan

suatu perusahaan, pengambil

keputusan memerlukan informasi tentang kinerja keuangan, yang tersusun dalam


bentuk akuntansi keuangan. Pengambil keputusan terdiri dari pihak internal
(seperti dewan direksi, manajemen dan karyawan) dan pihak eksternal seperti
kreditor dan investor. Perusahaan bersaing untuk mendapatkan pendanaan
eksternal karena pemakai eksternal memiliki beragam alternatif investasi. Kualitas
informasi akuntansi yang disediakan bagi pemakai eksternal akan membantu
untuk menentukan (1) apakah pendanaan akan diterima, dan (2) biaya yang
berkenaan dengan pendanaan tersebut. Laporan keuangan yang biasanya
digunakan untuk menilai kinerja suatu perusahaan secara umum terdiri dari
laporan neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas (Stice dan Skousen 2004).
Beberapa dasar perhitungan kriteria investasi adalah sebagai berikut
(Haming dan Basalamah 2003):

a.

Penghitungan Net Present Value (NPV)


Future Value (nilai akan datang) ialah nilai dari uang atau arus kas yang

akan diterima pada akhir periode tertentu di masa yang akan datang yang
bertumbuh sebesar tingkat bunga yang diperhitungkan.
FVn = Ao (1 + i)n
Dimana: FVn

............................................

(7)

= nilai akan datang pada akhir periode n

Ao

= nominal arus kas pada periode dasar, atau periode ke-0

= tingkat bunga yang diperhitungkan

= periode waktu, 0, 1, 2, 3,,n

Present Value (nilai sekarang) adalah jumlah uang yang harus


diinvestasikan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna
mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu di masa
datang.
PVo =
Dimana: PVo
FVn
i

FVn
(1 + i) n

............................................

= nilai sekarang pada periode 0


= nilai akan datang pada akhir periode ke-n
= tingkat bunga

(8)

14
Metode nilai sekarang (present value method) adalah metode penilaian
kelayakan investasi yang menyelaraskan nilai yang akan datang arus kas menjadi
nilai sekarang dengan melalui pemotongan arus kas dengan memakai faktor
pengurang (diskon) pada tingkat biaya modal tertentu yang diperhitungkan.
PVt = At (1 + i)t
Dimana: PVt

............................................

(9)

= nilai sekarang dari arus kas periode ke-t

At

= arus kas nominal pada periode ke-t

= tingkat bunga yang diperhitungkan

= periode 1, 2, 3,, n
TPV =

i ==1

Dimana: TPV

At
(1 + i )t

(10)

= nilai sekarang total

At
(1 + i ) t

= nilai sekarang arus kas A setiap periode ke-t

NPV = -Io + TPV


Dimana: NPV

............................................

............................................

(11)

= Nilai Sekarang NICF Nilai Sekarang

TPV

= nilai sekarang total

Io

= investasi awal

Net Income Cash Flow (NICF) yaitu arus kas bersih sesudah pajak
NICF = laba bersih + Depresiasi + (1 t) Bunga ..........

(12)

Jika pendanaan proyek dilakukan oleh investor dengan dananya sendiri


(self financing) maka beban bunga tidak ada sehingga arus kas sesudah pajak
menjadi:
NICF = laba sesudah pajak (EAT) + Depresiasi .......

(13)

Jika nilai sekarang NICF lebih besar nilai sekarang Io; maka proyek
dipandang layak karena mampu memikul beban yang ada, sekaligus membentuk
laba untuk investor atau pemilik perusahaan.

Jika kedua besaran arus kas

dikurangkan, maka akan diperoleh nilai sekarang bersih (Net Present Value atau
NPV) dari proyek.
Kriteria nilai sekarang neto (Net Present Value NPV) didasarkan pada
konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto
semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai

15
sekarang, kemudian menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya
dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Hal tersebut berarti
sekaligus dua hal telah diperhatikan, yaitu faktor nilai waktu dari uang dan
(selisih) besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian, amat membantu
pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV menunjukkan jumlah lumpsum yang dengan arus diskonto tertentu memberikan angka berapa besar nilai
usaha (Rp) tersebut pada saat ini.
NPV =
Dimana: NPV

(C )t

t
t = 0 (1 + i )
n

(Co)t

(1 + i)
t =0

..............................

(14)

= nilai sekarang neto

(C)t

= aliran kas masuk tahun ke-t

(C0)t

= aliran kas keluar tahun ke-t

= umur unit usaha hasil investasi

= arus pengembalian (rate of return)

= waktu

Jika NPV lebih besar 0 atau positif, berarti proyek layak dan jika NPV < 0
atau negatif berarti proyek tidak layak.

b.

Penghitungan Internal Rate of Return (IRR)


Tingkat kemampulabaan internal (Internal Rate of Return) adalah metode

analisis kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat balikan internal


sewaktu nilai sekarang arus kas masuk (TPV) sama dengan nilai sekarang
pengeluaran investasi (Io), atau sewaktu NPV sama dengan 0. Jika IRR lebih
besar dari tingkat bunga, maka proyek tersebut layak diterima.

IRR = I1 + [

NPV2

] ( I 2 I1 )

..................

(15)

NPV2 NPV1
Dimana: IRR

= Internal Rate of Return

I1

= tingkat bunga yang kecil

I2

= tingkat bunga yang besar

NPV1

= nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I2


(negatif)

16
NPV2
c.

= nilai sekarang bersih yang diperoleh dari faktor I1


(positif)

Penghitungan Benefit-Cost Ratio


Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang

disebut Benefit-Cost Ratio (BCR). Penggunaannya amat dikenal dalam


mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
BCR =

Nilai sekarang benefit


( PV ) B
=
Nilai sekarang biaya
( PV )C

..............

(16)

Biaya C pada rumus di atas dapat dianggap sebagai biaya pertama (Cf)
sehingga rumusnya menjadi:
BCR =
Dimana: BCR

( PV ) B
Cf

....................................

(17)

= perbandingan manfaat terhadap biaya (Benefit-Cost

Ratio)
(PV)B = nilai sekarang benefit
(PV)C = nilai sekarang biaya
Kriteria BCR akan memberikan petunjuk sebagai berikut:
BCR > 1 usulan proyek diterima
BCR < 1 usulan proyek ditolak
BCR = 1 netral

d.

Penghitungan Titik Impas (Break Even Point)


Titik impas adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan

pendapatan.

Titik impas menunjukkan bahwa tingkat telah menghasilkan

pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Selain
dapat mengungkapkan hubungan antara volume produksi, harga satuan dan laba,
analisis titik impas bagi manajemen akan memberikan informasi mengenai
hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Dengan asumsi bahwa harga
penjualan per unit produksi adalah konstan maka jumlah unit pada titik impas
dihitung sebagai berikut :

17
Pendapatan = biaya produksi
= biaya tetap + biaya tidak tetap
= FC + Qi x VC
Qi x P = FC + Qi x VC

FC

Qi =

.. ..........................................

(18)

P VC
= jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada
titik impas
= biaya tetap
= harga penjualan per unit
= biaya tetap per unit

Dimana: Qi
FC
P
VC

e. Penghitungan Payback Period

Jangka waktu pemulihan modal (payback period) adalah jangka waktu


yang diperlukan, biasanya dinyatakan dalam satuan tahun, untuk mengembalikan
seluruh modal yang diinvestasikan. Masa pemulihan modal ini dihitung dengan
menggunakan dua macam acuan, yaitu:
1. Metode arus kumulatif, dan
2. Metode arus rata-rata
Metode arus kas kumulatif dipakai sebagai alat penilai kelayakan jika arus
kas proyek tidak seragam, atau berbeda dari tahun ke tahun selama usia ekonomis
proyek. Sedang metode arus kas rata-rata dipakai jika arus kas proyek seragam,
atau sama besarnya dari tahun ke tahun selama usia ekonomis proyek ini.
Informasi masa pemulihan modal dapat dipakai sebagai alat prediksi
ketidakpastian dimasa datang, dimana proyek yang memiliki masa pemulihan
modal yang lebih singkat diidentifikasi sebagai proyek yang memiliki masa
pemulihan modal yang relatif lama akan memiliki pula resiko di masa mendatang
yang lebih besar.
T=
Dimana: T
Io

Io
A

x 1 tahun

................................................

= periode pemulihan modal


= investasi inisial
= arus kas tahunan yang seragam

(19)

18

Pengertian Dan Spesifikasi Biodisel


Biodisel merupakan salah satu bahan bakar cair yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti solar. Biodisel dapat diolah dari minyak nabati,
minyak hewani maupun dari minyak goreng bekas (used frying oil). Secara kimia
biodisel merupakan suatu alkil ester asam lemak rantai panjang. Secara teknis
biodisel yang langsung diolah dari minyak nabati dikenal sebagai VOME
(Vegetable Oil Methyl Ester) dan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester (Germany
dan Bruna 2001).
Hasil produk pertanian yang dapat dijadikan biodesel diantaranya adalah
minyak kedele, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak jarak, minyak
kelapa, minyak sawit, minyak goreng bekas dan lain-lain. Perkiraan jumlah
biodisel di dunia yang berasal dari minyak kanola (rapeseed oil ) mencapai 84%;
minyak bunga matahari (sun flower oil) 13%; minyak kacang kedelai 1%; minyak
sawit dan minyak kelapa 1% dan lainnya 1% ( Ralf 2001 ).
Selain sebagai produk subsitusi dari solar yang digunakan pada sektor
transportasi, biodisel dapat juga digunakan sebagai minyak bakar atau minyak
pemanas (heating oil) pada wilayah sensitif seperti wilayah perairan/ laut, dan di
area

pertambangan. Penggunaan biodisel di wilayah ini bertujuan untuk

mengurangi polusi karena emisinya tidak membahayakan lingkungan (Biodiesel


Development Corporation 1999).
Beberapa perusahaan otomotif di dunia telah menggunakan biodisel tanpa
memodifikasi mesin. Biodisel dapat digunakan secara murni atau disebut B100
dan penggunaannya dapat juga dicampur dengan solar pada berbagai komposisi
campuran, misalnya B20 merupakan campuran biodisel 20% dan solar 80%. Pada
saat ini biodisel yang tersedia secara komersial di Amerika dan Eropa adalah B20,
Perancis B05, dan berbagai komposisi campuran lainnya (Korbitz 1997).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colorado Institute terhadap
perbandingan emisi kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan biodisel
menunjukkan bahwa emisi kendaraan yang menggunakan biodisel (B20) lebih
rendah dibandingkan emisi kendaraan yang menggunakan solar. Komponen emisi
yang lebih rendah adalah total partikulat 14%, hidrokarbon 13% dan karbon
monoksida 7% pada biodisel dibandingkan dengan solar, serta emisi biodisel juga

19
tidak mengandung logam sulfur (Biodiesel Development Corporation

1999).

Perbandingan sifat fisiko kimia solar dan biodisel tertera pada Tabel 1 dibawah
ini.
Tabel 1. Perbandingan sifat biodisel dan solar
No.
Sifat Fisik/Kimia
Biodisel
Solar
Komposisi
Metil ester dari asam
Hidrokarbon
1
lemak
2
Massa jenis, mg/ml
0.8624
0.8750
Viskositas kinem pd
3
5.55
4.0
40 C, mm2/s ( cSt)
0
4
Titik kilat, C
172
98
5
Angka setana
62.4
53
6
Kelembaban, %
0.1
0.3
Tenaga yang
Tenaga yang dihasilkan
7
Tenaga Mesin
dihasilkan 130.000
128.000 BTU
BTU
8
Putaran mesin
Sama
Sama
9
Modifikasi mesin
Tidak perlu
Konsumsi bahan
Sama
10
bakar
11
Pelumasan
Lebih tinggi
Lebih rendah
Lebih rendah karbon Lebih tinggi karbon
monoksida,
jumlah monoksida,
jumlah
12
Emisi
hidrokarbon,
sulfur hidrokarbon,
sulfur
dioksida, nitro oksida
dioksida
13
Handling
Kurang mudah terbakar Lebih mudah terbakar
14

Lingkungan

Toksisitas rendah

15

Provisi

Terbarukan

Toksisitas 10 kali
lebih tinggi
Tak terbarukan

Sumber : Penelitian Lemigas (Gafar 2001) dan US Department of Energy, National Renewable
Energy Laboratory ( 2000 ), diolah.

Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan negara produsen untuk


mengembangkan biodisel adalah: 1) ketersediaan bahan baku di negaranya;
2) minyak nabati yang akan diolah menjadi biodisel merupakan tanaman asli atau
budidaya asli negeri tersebut sehingga pasokan bahan baku dapat terjamin; 3)
kapasitas produksi disesuaikan dengan besarnya permintaan produk di negara
tersebut; 4) kesadaran terhadap kelangkaan sumber enerji dimasa yang akan
datang (Soerawidjaja dan Tahar 2003).

20

2.7.

Sifat Fisiko-Kimia Biodisel


Sifat fisiko kimia dari biodisel dan solar relatif sama. Beberapa spesifikasi

atau parameter penting adalah ukuran, massa jenis Viskositas, angka setana, titik
kilat, titik awan/mendung (Germani dan Bruna, 2001). Ditinjau dari sumbernya
biodisel merupakan bioenerji yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan
sedangkan solar tidak dapat diperbaharui dan penggunaannya tidak ramah
lingkungan akibat kandungan CO, CO2, dan logam berat yang relatif tinggi
(Schafer 1998).
Enerji yang dihasilkan biodisel relatif sama dengan yang dihasilkan oleh
solar. Biodisel yang diaplikasikan pada motor bakar menghasilkan suara mesin
yang lebih halus karena memiliki angka setana yang lebih tinggi dari solar (Gafar

et al. 2001).
Minyak sawit atau CPO merupakan senyawa yang tersusun dari unsur
C, H, dan O. Minyak sawit juga terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan
perbandingan yang hampir sama. Minyak sawit mengandung beberapa jenis asam
lemak yang berikatan dengan gliserol membentuk trigliserida. Jumlah asam lemak
mencapai 95% dari berat total molekul trigliserida sehingga hal ini mempengaruhi
sifat fisika/kimia dari minyak tersebut (Ketaren 1986).
Parameter mutu biodisel dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu:
1) parameter untuk menguji minyak disel; 2) parameter yang berhubungan dengan
komposisi kimia dan kemurnian metil ester. Parameter seperti densitas, angka
setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak nabati yang
digunakan dalam pemurniannya (Mittelbach 2001).
Biodisel relatif tidak memproduksi asap dan emisinya lebih mudah
diuraikan karena mempunyai sifat toksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan solar karena biodisel tidak mengandung senyawa hidrokarbon aromatik
(Pacific Biodisel 2003). Penyimpanan dan penangganan biodisel cukup aman
dibandingkan dengan solar karena tidak menghasilkan uap yang berbahaya pada
suhu kamar. Biodisel tidak menghasilkan efek rumah kaca karena karbon yang
dihasilkan masih dalam siklus karbon yang tertutup sehingga bersifat ramah
lingkungan (Biodiesel Development Corporation 1999).

21

2.8.

Standar/Spesifikasi Biodisel
Standarisasi biodisel selama ini dilakukan oleh masing-masing negara

pengguna atau produsen. Standarisasi biodisel yang digunakan di Amerika


umumnya biodisel yang berasal dari minyak kedelai dan minyak goreng bekas
(used frying oil) distandarisasi oleh ASTM (American Standard for Testing and

Material). Biodisel yang biasanya digunakan di Jerman umumnya menggunakan


standar DIN series, misalnya DIN51606 banyak digunakan di negara Eropa,
sedang Jepang, Canada, Australia dan negara lainnya mempunyai standar sendiri.
Pada saat ini Uni Eropa sedang merumuskan acuan standar penggunaan biodisel
untuk Uni Eropa tetapi belum diberlakukan (Korbitz 1997).
Pada dasarnya standar atau spesifikasi biodisel ditentukan sesuai dengan
penggunaannya. Ada dua kegunaan biodisel yaitu, untuk bahan bakar otomotif
dan untuk enerji minyak bakar ( heating oil). Namun parameter penting untuk
kedua jenis penggunaan tersebut adalah kemurnian ester metil, viskositas, titik
kilat, bebas gliserol, kadar monogliserida, digliserida, trigliserida serta kadar CCR
atau Conradson Carbon Residu (Germany dan Bruna 2001) .
Di

Indonesia

telah

terbentuk

Forum

Biodisel

Indonesia

yang

beranggotakan Departemen ESDM, Pertanian, Kementrian LH, Lembaga


Penelitian,

Perguruan

Tinggi

dan

praktisi.

Forum

Biodisel

Indonesia

mengeluarkan acuan standar biodisel dengan mempertimbangkan beberapa


alternatif bahan baku yang tersedia di dalam negeri dan memiliki sifat yang sama
atau mendekati sifat fisiko kimia dari minyak solar yang digunakan di
Indonesia.Standar biodisel yang ada di Malaysia saat ini mengacu pada standar
minyak disel yang digunakan pada angkutan umum bus di sana. Parameter
penting adalah kandungan monogliserida 0,8%, digliserida

dan trigliserida

masing-masing 0,1%. Perbandingan standar biodisel di Malaysia dan Indonesia


dapat dilihat pada Tabel 2 .
Perbedaan standar biodisel Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh
adanya perbedaan jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat biodisel di

Indonesia adalah

minyak kelapa sawit dan turunannya, minyak jarak, dan minyak goreng.
Sedangkan bahan baku yang digunakan di Malaysia hanya minyak sawit dan

22
turunannya

saja.

Spesifikasi

minyak

biodisel

di

Indonesia

telah

mempertimbangkan kisaran nilai atau angka parameter yang dapat memenuhi


standar biodisel diantaranya angka setana, angka asam dan bilangan iodium
(Soerawidjaja dan Tahar 2003).
Tabel 2. Perbandingan Spesifikasi Biodisel Malaysia dan Indonesia
Malaysia
Parameter
Satuan
Nilai
Kadar Ester Alkali
% m/m
96,5
Massa jenis pada 15 0C
Kg/m3
860-900
Massa jenis pada 40 C
Viskositas @ 40 0C
mm2/s
3,5 - 9
0
Titik kilat
C
120
Conradson (CCR)
% m/m
0,3
Angka setana
51
Angka Asam
Mg KOH/g
0,5
Grams
Angka iodium
120
Iodine/100 g
Methyl ester dari linolenic acid
% m/m
12
Kadar Ester berikatan rangkap >4 % m/m
1
Metanol
% m/m
0,02
Kadar monogliserida
% m/m
0,80
Kadar digeliserida
% m/m
0,20
Kadar trigliserida
% m/m
0,20
Gliserol bebas
% m/m
0,02
Gliserin total
% m/m
0,25
Kadar (Na+K), ppm-b
% m/m
5
Fosfor, ppm-b
% m/m
10,0
0
Titik Awan
C
5
Cold Filter Plugging Point (CFPP) % b
Korosi strip Tembaga(3jam/50C)
Residu Karbon
- dalam contoh asli
%b
- dalam 10% ampas distilasi
%b
Air dan sedimen
%b
Air
ppm b
Kontaminasi total
Ppm-b
Temperatur distilasi 90 %
C
Abu tersulfatkan, %-b
%b
Belerang, ppm-b
%b
Uji Halphen
Sumber

Indonesia
Nilai
96,5
0.85 - 0.89
2.3 - 6.0
100
48
0,8
115
0.02
0.25
10
18
3
0.05
0.3
0.05
360
0.02
50
Negatif

: Malaysian Palm Oil dalam Shaz-Lan Group of Companies, Malaysia 2002;


Budiman 2004. diolah.
Keterangan : 1. % m/m adalah persen massa per massa
2. indikator mutu yang masih kosong artinya belum ada informasi tetapi diperlukan
3. % b adalah persen terhadap berat

23

2.9. Teknologi Pengolahan Biodisel


Proses pengolahan biodisel telah dikembangkan sejak tahun 1895 oleh
DR. Rudolf Disel dengan mengekstrak minyak bunga matahari, minyak kelapa,
dan minyak kacang dan diuji cobakan penggunaannya sebagai bahan bakar mesinmesin disel (Korbitz 1997). Pada saat ini berbagai macam proses teknologi
tersedia di pasaran mulai dari kapasitas produksi skala kecil, yaitu lebih kecil dari
10.000 ton per tahun, dan kapasitas produksi dengan skala besar, yaitu kapasitas
30.000-100.000 ton per tahun. Proses pengolahan biodisel dapat dilakukan
secara bertahap atau disebut batch process, dan dengan cara berkesinambungan
atau disebut continous process. Produk yang ingin dihasilkan dapat dirancang
sesuai dengan keinginan pengguna

atau taylor made, misalnya biodisel dan

gliserin (Lohrlein 2002).


Teknologi pengolahan biodisel

berskala besar dan sedang banyak

dihasilkan oleh perusahaan besar yang ada di Uni Eropa dan di Amerika.
Sedangkan teknologi pengolahan yang berskala kecil banyak dihasilkan oleh
bengkel kerja yang ada di Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian atau asosiasi
petani terutama di negara Uni Eropa, Amerika dan Australia (Korbitz 1997).
Pengolahan minyak kelapa sawit atau CPO untuk menghasilkan biodisel
dapat dilakukan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi
adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis
asam (H2SO4), reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan yang terlihat pada
persamaan

berikut.
O

OH
Asam Karboksilat

Ester

adalah

H2SO4

ROH
Alkohol

turunan

+ H2 O

OR
Ester karboksilat

asam karboksilat

yang

Air

gugus OH

dari

karboksilatnya diganti dengan gugus OR dari alkohol. Ester dapat berikatan


hidrogen dengan air, sehingga dalam pengolahan biodisel air harus dihilangkan.

24
Ester yang berbobot molekul rendah sedikit larut dalam air tetapi ester yang terdiri
dari empat atau lima karbon lebih tidak larut dalam air.
Transesterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ester dalam
bentuk lain, yang diperoleh dengan mereaksikan ester karboksilat dengan metanol
dengan bantuan katalis basa (KOH). Dengan demikian, proses transesterifikasi
pada pengolahan biodisel merupakan proses pengubahan trigliserida dari CPO
atau RBDPO menjadi metil atau etil ester sebagai biodisel. Reaksinya dapat
ditulis sebagai berikut :
O
R1

C
O

OCH2

R1

C
O

OCH

R1

OCH2

Trigliserida

HOCH2

3CH3OH

KOH

HOCH

3R1

OCH3

HOCH2
Metanol

Gliserin

Metil Ester

Gambar 2. Persamaan reaksi kimia pembentukan biodisel dari trigliserida


dan metanol
Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150 F dan
20 Psia) dengan katalis basa (NaOH atau KOH) dengan hasil rendemen biodisel
mencapai 98 % dari bahan baku utamanya (Reksowardoyo et al. 2002). Sumber
bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodisel dapat berasal dari
minyak sawit kasar (CPO) atau produk turunanya RBD Olein, RBD Stearin
serta dari CPO Parit (limbah minyak CPO yang ada di pabrik). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh BPPT (2002), kadar asam lemak bebas atau FFA yang
terdapat pada minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku CPO terdiri
dari: 1) CPO dengan kadar FFA lebih kecil dari 5%; 2) CPO off grade atau
dengan kadar FFA lebih besar 5 %; 3) CPO pond atau kadar FFA berkisar 4070
%; dan

4) FFA distilat atau kadar FFA mencapai 75 % dan biasanya

merupakan limbah dari pabrik pengolahan minyak goreng.


Secara garis besar, Lohrlein (2002) membagi proses pengolahan biodisel
dalam tiga tahapan unit proses sebagai berikut:
1)

Unit proses preparasi yang meliputi:

25
a) Unit operasi pembersihan bahan baku (Physical refining), sebelum
direaksikan

bahan

baku

dibersihkan

untuk

menghilangkan

padatan/kotoran yang terdapat pada minyak sawit kasar. Kadar asam


lemak bebas yang sangat besar dapat juga dihilangkan melalui
penguapan dengan menggunakan alat destilasi volume pada tekanan 10
Torr dan temperatur 250 0C.
b) Unit operasi pencampuran metanol dan katalis. Kegiatan ini bertujuan
untuk mencampurkan metanol dan katalis sehingga diperoleh suatu
larutan yang homogen.
2)

Unit proses transesterifikasi yaitu mereaksikan bahan baku dan metanol


dengan bantuan katalis. Reaksi berlangsung pada

kondisi atmosfir dan

temperatur 6070 C. Hasil reaksi diperoleh campuran biodisel, gliserol,


metanol, katalis dan senyawa lainnya (impuritas).
3)

Unit proses pemurnian

biodisel dan gliserin yang dihasilkan. Proses

pemurnian dilaksanakan dengan melakukan pencucian terhadap metil ester


dan pendestilasian terhadap gliserin, untuk memperoleh metil ester atau
biodisel dan gliserin yang murni.

2.10. Investasi Biodisel


Investasi adalah penanaman modal jangka panjang untuk menghasilkan
keuntungan di masa yang akan datang. Penanaman modal terbagi dalam dua
kategori yaitu: 1) penanam modal dalam bentuk aset riil (real asset); dan 2)
penanaman modal dalam bentuk aset keuangan (financial asset). Penanaman
modal jangka panjang mengandung ketidakpastian dan resiko sehingga setiap
pengambil keputusan investasi perlu pertimbangan yang matang sebelum
melakukan investasi dengan menggunakan kriteria investasi yang terkait (Bodie

et al. 2005).
Kelayakan suatu investasi adalah suatu pengkajian yang bersifat
menyeluruh terhadap semua aspek yang mempengaruhi investasi tersebut
misalnya potensi pasar, kelayakan teknis, finansial dan lain-lain. Sebelum
dilakukan pengkajian suatu investasi baru sebaiknya dilakukan suatu analisa
persaingan dari posisi industri tersebut atau analisa posisi industri serta faktor atau

26
elemen yang mempengaruhinya. Hasil analisa ini akan membantu pengambil
keputusan dalam memformulasikan faktor atau elemen penting yang akan
mempengaruhi investasi (Mintzberg dan Quin 1996).
Pada dasarnya pengembangan investasi dibidang agroindustri terdiri dari
pengkajian tiga aspek dasar, yaitu pemasaran (marketing), proses pengolahan
(processing), dan penyediaan bahan baku (raw material supply). Masing-masing
aspek dasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti lingkungan,
kebijakan dan stakeholder yang saling berinteraksi dan memberikan umpan balik
membentuk suatu rantai (chain). Pengembangan suatu investasi yang tepat selalu
diawali

dengan

analisis

berorientasi

pasar

market

oriented

analysis

(Brown et al. 1994).


Suatu investasi dikatakan sehat atau baik apabila ditopang oleh prinsipprinsip ekonomi yang universal yang mendorong kegiatan disegala bidang seperti,
tersedianya produk yang diminta oleh pasar, tersedianya lapangan kerja,
meningkatnya tingkat penghasilan, tumbuhnya kegiatan ekonomi lainnya seperti
usaha dan jasa. Untuk itu kelayakan investasi dapat dilakukan dengan mengkaji
manfaat finansial dan non finansial yang akan diperoleh dan perkiraan faktor
resiko yang akan dihadapi serta implikasi kebijakan yang diperlukan (Soeharto
1999).

2.11. Perkembangan Penelitian Biodisel


Penelitian biodisel telah banyak dilakukan terutama di Amerika, Uni
Eropa, Jepang dan Australia, terutama dalam bidang teknologi proses, uji emisi,
uji penggunaan (Road test), pemasaran, dan kebijakan. Universitas Idaho di
Amerika banyak melakukan penelitian biodisel dalam bidang pemilihan bahan
baku, pengujian spesifikasi produk dan pengujian emisi yang dikeluarkan oleh
biodisel (Korbits 1997). Studi dan implementasi kebijakan penggunaan biodisel,
antara lain ketentuan jumlah emisi yang diperbolehkan, kebijakan pajak dan
kebijakan pemberian perijinan investasi pada industri biodisel dilakukan oleh
organisasi biodisel Amerika dan pemerintah, yaitu Departemen Lingkungan
Hidup dan Departemen Pertanian (Tapsavi et al. 2004). Penelitian biodisel di
Uni Eropa umumnya dibidang pengujian bahan baku, teknologi proses, sifat

27
fisikokimia biodisel atau spesifikasi produk dan pengujian emisi (Anderson et al.
2003; Zhang et al. 2003).
Menurut Forum Biodisel Dunia (2004), motivasi penelitian biodisel di
negara maju cukup besar disebabkan oleh adanya kesadaran terhadap kelangkaan
sumber enerji mineral dimasa yang akan datang, kesadaran terhadap penggunaan
produk yang ramah lingkungan dan keinginan untuk mendukung program
diversifikasi enerji nasionalnya.

Penelitian di bidang investasi umumnya

dilakukan dalam bentuk studi kelayakan proyek oleh perusahaan yang akan
mengembangkan biodisel dan dilakukan secara spesifik sesuai dengan visi dan
misi perusahaan yang bersangkutan.
Beberapa penelitian di bidang proses pengolahan biodisel antara lain
dilaporkan oleh Tapasvi et al. (2004), yaitu pendekatan permodelan proses
pengolahan biodisel dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomi dan
produksi dari biodisel. Dengan memodelkan berbagai komposisi neraca bahan dan
neraca enerji pada pengolahan biodisel maka akan diketahui komposisi mana yang
memberikan keuntungan paling optimum atau proses yang paling layak untuk
dikembangkan.
Zhang et al. (2003) melaporkan bahwa pengolahan biodisel yang berasal
dari minyak goreng bekas menggunakan katalis asam lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan katalis basa. Hal ini disebabkan pengolahan biodisel yang
berasal dari minyak goreng bekas yang menggunakan katalis basa memerlukan
jumlah bahan baku yang lebih besar dibandingkan dengan proses yang
menggunakan katalis asam.
Menurut penelitian oleh Hanif (2003), pemakaian biodisel 100% berbasis
minyak sawit akan menghasilkan jumlah emisi hidrokarbon 42%, karbon
monoksida 54% dan karbon dioksida 42% lebih rendah dibandingkan dengan
minyak solar yang dijual bebas di Indonesia. Wuryaningsih et al. (2003)
melaporkan pengujian terhadap penggunaan biodisel kelapa sawit dan minyak
jarak pada kendaraan akan menurunkan emisi CO, HC, partikulat dan Nox.

2.12. Perkembangan Industri Biodisel


Terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973 telah mendorong
sejumlah negara maju untuk mengadakan serangkaian penelitian terhadap enerji

28
alternatif di antaranya enerji biomas. Hal lainnya yang mendorong perkembangan
industri biodisel adalah semakin sadarnya masyarakat negara tersebut akan
terjadinya sumber kelangkaan sumber enerji yang berasal dari minyak mineral
yang tidak dapat diperbaharui serta kesadaran akan pentingnya melestarikan
lingkungan melalui penggunaan produk-produk yang ramah lingkungan.
Sehubungan dengan kedua hal tersebut negaranegara maju seperti Eropa,
Amerika, Jepang, dan Australia telah lama mulai mengembangkan industri
biodisel nasionalnya (Krause 2001).
Perkembangan biodisel di negara Eropa mengalami peningkatan yang
pesat ditunjukkan dengan meningkatnya kapasitas produksi biodisel dari negaranegara yang ada di Uni Eropa dari 500.000 ton pada tahun 2000 menjadi hampir 2
juta ton pada tahun 2004. Peningkatan konsumsi biodisel ini terutama disebabkan
oleh kekuatiran akan langkanya enerji fosil dimasa mendatang dan kesadaran akan
keamanan lingkungan yang tinggi sehingga pemerintah di negara tersebut
mendukung pengembangan investasi. Pelaku usaha yang menanamkan investasi
pada industri tersebut umumnya mendapat berbagai macam kemudahan dan
fasilitas

dari

pemerintah

berupa

kebijakan/regulasi

yang

mendukung

berkembangnya investasi tersebut misalnya penerapan tax holiday dibidang


perijinan dan pemasaran, persyaratan emisi bahan bakar yang diperbolehkan serta
kebijakan lainnya ( European Commision-DG XVII 1996).
Dewasa ini produksi minyak biodisel dunia diperkirakan lebih dari lima
juta ton dimana lebih dari 85% dari jumlah tersebut diproduksi di negara Eropa,
terutama Jerman, Austria, Perancis, Belanda, Italia serta sisanya oleh negara
lainnya seperti Amerika, Jepang, Australia, Malaysia, dan lain-lain (Korbitz
1997). Banyaknya produsen dan total produksi biodisel di Eropa pada tahun 2000
tertera pada Lampiran 2. Pemerintah di negara-negara Eropa, Amerika dan
Australia memberikan insentif yang cukup besar bagi pengembangan industri
biodisel misalnya berupa keringanan pajak mulai dari perijinan pabrik sampai
dengan keringanan pajak bagi pengguna produk biodisel. Adanya aturan dari
batasan emisi yang dapat ditolerir yang dikeluarkan oleh negara-negara produsen
biodisel memberikan pengaruh yang sangat positif bagi perkembangan investasi
industri tersebut (Germany dan Bruna 2001). Penggunaan biodisel di Amerika

29
tidak hanya digunakan bagi transportasi umum tetapi digunakan juga pada lokasilokasi yang sensitif terhadap kerusakan lingkungan seperti lokasi perairan dan
pertambangan (Forum Enerji Dunia, www. Worldenergy.net/article chemical
maker htm, 17 Mei 2003). Jepang mengembangkan E-oil yang menggunakan
proses daur ulang dari minyak goreng bekas rumah tangga atau disebut tempura

Yu dan digunakan sebagai bahan bakar transpor umum (Yukawa 2001).

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran


Penelitian ini diawali dengan pengkajian faktor-faktor yang berpengaruh
serta keterkaitan antar faktor dalam pengembangan investasi biodisel kelapa sawit
di Indonesia. Tiap faktor dimodelkan sebagai suatu submodel dimana masingmasing submodel akan dianalisis sesuai dengan landasan teoritis maupun empiris
yang sesuai dengan submodel tersebut.
Berdasarkan hasil analisis pada masingmasing submodel akan disusun
suatu rancang bangun model sistem penunjang keputusan investasi pada industri
BDS yang merupakan model agregasi dari submodel tersebut menggunakan
model sistem dinamis. Rancang bangun yang dihasilkan diharapkan dapat
digunakan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan untuk menilai kelayakan
investasi pada industri biodisel kelapa sawit.
Dari hasil validasi rancang bangun sistem penunjang keputusan investasi
pada industri BDS menggunakan sistem dinamis diharapkan dapat diambil suatu
kesimpulan terhadap penilaian kelayakan investasi dan stategi pengembangannya.
Disamping hal tersebut, dapat pula ditetapkan sasaran investasi berupa penentuan
struktur industri dan posisi produk sebagai pengganti produk substitusi solar di
dalam negeri dan sebagai produk ekspor.
Strategi pengembangan investasi yang diinginkan adalah jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Saran rekomendasi terhadap implikasi
kebijakan yang diperlukan terutama kebijakan dibidang investasi dan dibidang
penggunaan produk.
3.1.1. Pendekatan Sistem
Dalam pengembangan model sistem penunjang keputusan investasi pada
industri BDS menggunakan model sistem dinamis maka dilakukan beberapa
tahapan identifikasi sistem, batasan sistem dan penetapan metoda analisis.

31
3.1.2. Identifikasi Sistem
Hasil analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan menjadi landasan
untuk identifikasi parameter yang berpengaruh. Hubungan antar parameter sistem
tersebut digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Gambar 3).

Input Lingkungan
1. Kebijakan Pemerintah di Bidang Enerji
2. Kebijakan Pemerintah di Bidang Lingkungan
3. Kebijakan Pemerintah di Bidang Investasi

Output Dikehendaki

Input Tak Terkendali

1. Terjadinya Investasi BDS secara bertahap dan


terencana
2. Pasar Biodisel di DN & LN
3. Program Diversifikasi E nerji Terlaksana
4. Perbaikan Kualitas Lingkungan

1. Fluktuasi Harga Bahan Baku


2. Tingkat Suku Bunga Bank
3. Iklim Investasi Belum Membaik
4. Perubahan Kurs

SPK INVESTASI PADA INDUSTRI BDS


MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIS

Input Terkendali

Output Tidak Dikehendaki

1. Potensi Sumber Bahan Baku, Teknolog i,


Finansial, SDM
2.Skenario Pengembangan Investasi

1. Harga Produk BDS lebih mahal daripada Produk


Subtitusi
2. Harga Pokok Produksi Tinggi
3. Resiko Investasi

Manajemen Pengendalian

Gambar 3. Diagram input output SPK investasi industri biodisel.


Secara garis besar diagram alir sistem penunjang keputusan investasi tertuang
pada Gambar 4. Metode analisis yang digunakan pada tiap sub model disusun
pada Tabel 4.

32
Start

-Analisis Sumberdaya
-Analisis Produksi Biodisel
-Analisis Finansial
-Analisis Lingkungan
-Analisis Pasar

Agregasi penilaian Kelayakan Investasi


berdasarkan model SPK yang diformulaskan

Layak

tidak

ya
Formulasi
Implementasi

Selesai

Gambar 4. Diagram alir sistem penunjang keputusan investasi

3.1.3. Batasan sistem


Batasan sistem dalam pemodelan yang dibangun adalah dibatasi pada
pengkajian faktor internal yang dapat dimodelkan atau disimulasikan yaitu faktor
sumber daya, faktor teknis produksi, faktor finansial, faktor lingkungan dan faktor
pasar.

33

Tabel 3. Metoda analisis yang digunakan pada tiap sub model


Data yang
diperlukan

Metode
Pengumpulan
Data

Sumber Data

Metoda
Analisis

Sumberdaya
(pengukuran
ketersediaan
sumberdaya)

Luas lahan,
produktivitas,
dan
penggunaan
CPO

Data sekunder
diolah

Data statistik
perkebunan,
literatur

Forcasting,
model logistik

Pasar
(Pengukuran
potensi pasar)

Pangsa, harga,
produk BBM
solar dan
produk BDS

Wawancara
dengan pelaku
usaha dan
pengguna,
data sekunder

Departemen
ESDM,
internet

Forcasting
(deskriptif)

Kelayakan
produksi

Jumlah bahan
dan Jumlah
enerji proses
pengolahan
Biodisel skala
laboratorium

Data sekunder
diolah

Kelayakan
finansial

Struktur biaya
investasi

Data sekunder
diolah,
wawancara

Analisa
Lingkungan
(pengukuran
kerugian
akibat emisi)

Pengukuran
Emisi BDS Vs
produk
Data sekunder
subtitusi,
diolah
spesifikasi
produk

SPK Investasi

Input sub
model

Sub Model

3.2.

Data primer

Tehnik Kimia
ITB, PT
Ecogreen, PT
Sumi Asih,
studi literatur,
internet
Literatur, data
sekunder
diolah
Hasil
penelitian
industri
Biodisel di
Uni Eropa,
Lab. PPKS
dan Puspitek
Serpong, Lab
Lemigas
Sub model

Perhitungan
neraca bahan
dan neraca
enerji untuk
skala industri
(scaling up)
Analisis rasio
keuangan

Enviromental
burden (beban
lingkungan
dari gas sisa
pembakaran)

Software I
think

Permodelan Sistem
Model yang dibangun menggambarkan abstraksi dari suatu obyek atau

situasi aktual yang memperlihatkan hubungan-hubungan langsung atau tidak


langsung serta kaitan timbal balik setiap aspek yang terkait dalam pengembangan
industri biodisel kelapa sawit. Adapun tahapan-tahapan permodelan adalah
sebagai berikut.

34
3.2.1. Tahap Seleksi Konsep
Seleksi dilakukan untuk menentukan alternatif-alternatif

mana yang

bermanfaat dan bernilai cukup memadai untuk dilakukan permodelan abstraksi


dan juga pertimbangan ketersediaan data dan informasi serta efisiensi dari sistem
yang dihasilkan.
3.2.2. Tahap Rekayasa Model
Tahapan dimulai dari menetapkan jenis model abstraksi yang akan
diterapkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Kemudian melakukan
penelaahan yang teliti tentang asumsi model, konsistensi normal pada parameter,
hubungan fungsional antar variabel, dan memperbandingkan model dengan
kondisi aktual. Tahap ini akan menghasilkan deskripsi dari model abstrak yang
melalui uji permulaan dan validitasnya.
3.2.3. Tahap Implementasi Komputer
Dalam tahap ini diwujudkan model abstrak dalam berbagai bentuk
persamaan, diagram alir dan diagram blok dengan menggunakan bahasa
program/komputer untuk implementasi model. Setelah program komputer
dirancang, selanjutnya dilakukan tahap pembuktian atau verifikasi bahwa model
komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji.
3.2.4. Tahap Validasi
Tahap ini merupakan tahapan untuk menilai apakah model sistem tersebut
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan
kesimpulan yang meyakinkan. Model mungkin telah mencapai status valid
(absah) walaupun masih menghasilkan kekurang-benaran output. Suatu model
adalah absah dicirikan oleh konsistensinya atau hasilnya tidak bervariasi lagi.
3.2.5. Tahap Analisis Sensitivitas
Tahapan ini untuk menentukan variabel keputusan mana yang penting untuk
dikaji lebih lanjut pada aplikasi model. Analisis ini mampu mengeliminasi faktor
yang kurang penting, sehingga pemusatan dapat ditekankan pada variabel
keputusan kunci serta menambahkan efisiensi kunci, serta meningkatkan efisiensi
dari proses pengambilan keputusan.

35
3.2.6. Tahap Analisis Stabilitas
Dalam sistem dinamik sering ditemukan perilaku tidak stabil yang
destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat
berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang
eksplosit sehingga besarannya tidak realistis lagi. Analisis stabilitas dapat
menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan
simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. Dalam
tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag, dan fungsi turunan
ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik.
3.2.7. Aplikasi Model
Pada tahap ini model dioperasikan untuk menganalisis secara terinci
kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi ini adalah
gugusan terinci dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses
ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses
analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa
pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik adalah suatu proses yang
berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu.
Secara skematis, tahapan-tahapan permodelan sistem dapat dilihat pada
Gambar 5, dalam bentuk diagram alir permodelan.

36
Konsep-konsep yang layak

Seleksi Konsep
Tidak
Terbaik ?

Konsep Pilihan
Permodelan dari Konsep

Tidak
Lengkap ?

Implementasi Komputer

Realistik?

Tidak

Model Komputer
Validasi

Tidak
Diterima ?
Model yang Dapat Digunakan
Analisis Sensitifitas

Tidak
Lengkap ?
Parameter dan Input Terkontrol yang Sensitif
Analisis Stabilitas

Tidak
Lengkap ?

Kondisi Untuk Stabil


Aplikasi Model

Terbaik ?

Ya
Keputusan yang tepat dan terbaik

Gambar 5. Diagram alir permodelan

Tidak

37
3.3

Pemodelan Subsistem

3.3.1. Submodel Sumberdaya


Submodel ini digunakan untuk memproyeksikan ketersediaan CPO
sebagai bahan baku industri biodisel.

Secara umum, model ini terdiri dari

beberapa sub-submodel yaitu sub-submodel untuk menghitung produksi CPO dari


perkebunan rakyat,

perkebunan swasta dan perkebunan negara, serta sub-

submodel untuk menghitung penggunaan CPO baik untuk ekspor maupun


pemakaian CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng dan industri
oleokimia lainnya. Diagram alir deskriptif sub-sub model produksi CPO dari
perkebunan rakyat dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.
Mulai

* Data luas perkebunan kelapa sawit rakyat


* Produksi CPO dari perkebunan rakyat

Hitung Peningkatan luas perkebunan rakyat


kelapa sawit

Proyeksikan luas perkebunan


rakyat kelapa sawit

Data diperiksa
kembali

Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan rakyat


kelapa sawit (menggunakan statistik kesalahan r2)

r2
memuaskan ?
ya
a

tidak

38

Produktivitas perkebunan kelapa


sawit rakyat ( ton CPO /ha/tahun)

Proyeksikan produksi CPO dari


perkebunan rakyat

Hitung tingkat akurasi proyeksi produksi


CPO dari perkebunan rakyat

Proyeksi
memuaskan ?

tidak

ya
Proyeksi CPO dari
perkebunan rakyat

selesai

Gambar 6. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari


perkebunan kelapa sawit rakyat
Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Rakyat
Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan rakyat. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan rakyat diperoleh
dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat
yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari perkebunan
rakyat.

Luas perkebunan rakyat diproyeksikan dengan menggunakan model

dinamis. Proyeksi luas perkebunan rakyat juga dibatasi oleh luas lahan untuk

39
perkebunan kelapa sawit rakyat maksimal yang dapat ditanami. Sedangkan
persamaan matematis yang digunakan adalah sebagai berikut :
Luas Perkebunan Rakyat (t)
Model Dinamis
x1 = 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ......... (20)
Keterangan :
x1
: Luas lahan tahun ke-1
x2
: Luas lahan tahun ke-2
: Luas lahan tahun ke-m
xm
x1
: Proyeksi luas lahan perkebunan rakyat
(proyeksi tahun ke-1)
Jika Luas Perkebunan Rakyat(t)>Lahan Maksimum Perkebunan Rakyat,
maka Luas Perkebunan Rakyat(t)=Lahan Maksimum Perkebunan
Rakyat
Prod CPO Rakyat (t) = Luas Perkebunan Rakyat (t) x Prod Kebun
Rakyat ...................................................................(21)
Keterangan :
Luas Perkebunan Rakyat (t)

: proyeksi luas perkebunan rakyat (ha) pada


tahun ke-t.

Lahan Maksimum Perkebunan : lahan perkebunan rakyat maksimum yang


Rakyat
Prod CPO Rakyat (t)

dapat ditanami dengan kelapa sawit.


: proyeksi

CPO

yang

dihasilkan

dari

perkebunan rakyat (ton) pada tahun ke-t


(ton).
Prod Kebun Rakyat

: produktivitas

perkebunan

rakyat

(ton

CPO/ha/tahun)
t

: 1, 2, ..., jumlah proyeksi

Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Swasta


Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan besar swasta
diperoleh dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan
besar swasta yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha dari
perkebunan besar swasta. Luas perkebunan besar swasta diproyeksikan dengan
menggunakan model dinamis. Proyeksi luas perkebunan besar swasta juga

40
dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan kelapa sawit swasta maksimal yang
dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari
perkebunan swasta dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan persamaan matematis
yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut.

Mulai

* Data luas perkebunan kelapa sawit swasta


* Produksi CPO dari perkebunan swasta

Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa


sawit swasta

Proyeksikan luas perkebunan


kelapa sawit swasta

Data diperiksa
kembali

Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan


kelapa sawit swasta(menggunakan statistik
kesalahan r2

r2
memuaskan ?

tidak

ya

Produktivitas perkebunan kelapa


sawit swasta ( ton CPO /ha/tahun)

Proyeksikan produksi CPO dari


perkebunan swasta

Hitung tingkat akurasi proyeksi


produksi CPO dari perkebunan swasta

41
a

Proyeksi
memuaskan ?
tidak
Proyeksi CPO dari
perkebunan swasta
ya
selesai

Gambar 7. Diagram alir deskriptif sub-submodel


produksi CPO dari perkebunan swasta
Luas Perkebunan Swasta (t)
x1

Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
:
xm
x1
:

= 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (22)

Luas lahan tahun ke-1


Luas lahan tahun ke-2
Luas lahan tahun ke-m
Proyeksi luas lahan perkebunan swasta

Jika Luas Perkebunan Swasta(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Swasta,


maka Luas Perkebunan Swasta (t) = Lahan Maksimum Perkebunan Swasta
Prod CPO Swasta (t) = Luas Perkebunan Swasta (t) x Prod Kebun
Swasta ......................................................................(23)
Keterangan :
Luas Perkebunan Swasta (t)

proyeksi luas perkebunan besar swasta


(ha) pada tahun ke-t.

Maksimum

Perkebunan :

lahan perkebunan swasta maksimum


yang dapat ditanami dengan kelapa
sawit.

Prod CPO Swasta (t)

proyeksi CPO yang dihasilkan dari


perkebunan besar swasta (ton) pada
tahun ke-t (ton).

Prod Kebun Swasta

produktivitas perkebunan besar swasta


(ton CPO/ha/tahun)

1, 2, ..., jumlah proyeksi

Lahan
Swasta

42
Sub-Submodel Produksi CPO dari Perkebunan Negara
Submodel ini digunakan untuk menghitung CPO yang dihasilkan dari
perkebunan negara. Proyeksi produksi CPO dari perkebunan negara diperoleh
dengan memproyeksikan luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara
yang kemudian dikalikan dengan produktivitas CPO per ha-nya. Luas perkebunan
negara diproyeksikan dengan menggunakan model dinamis. Proyeksi luas
perkebunan negara juga dibatasi oleh luas lahan untuk perkebunan negara
maksimal yang dapat ditanami. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi
CPO dari perkebunan negara dapat dilihat pada Gambar 8 sedangkan persamaan
matematis yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:
Luas Perkebunan Negara (t) = Model dinamis
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
:
xm
x1
:

x1

1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ....... (24)

Luas lahan tahun ke-1


Luas lahan tahun ke-2
Luas lahan tahun ke-m
Proyeksi luas lahan perkebunan negara

Jika Luas Perkebunan Negara(t) > Lahan Maksimum Perkebunan Negara,


maka Luas Perkebunan Negara(t) = Lahan Maksimum Perkebunan Negara
Prod CPO Negara (t) = Luas Perkebunan Negara (t) x Prod Kebun
Negara.......................................................................(25)
Keterangan :
Luas Perkebunan Negara (t)

: proyeksi luas perkebunan milik negara


(BUMN) (ha) pada tahun ke-t.
Lahan Maksimum Perkebunan : lahan perkebunan negara maksimum yang
Negara
dapat ditanami dengan kelapa sawit.
Prod CPO Negara (t)
: proyeksi CPO yang dihasilkan dari
perkebunan milik negara (ton) pada tahun
ke-t.
Prod Kebun Negara
: produktivitas perkebunan milik negara
(ton CPO/ha/tahun)
t
: 1, 2, ..., jumlah proyeksi .
Dari hasil proyeksi produksi CPO dari tiga jenis perkebunan tersebut,
maka selanjutnya diproyeksikan produksi CPO nasional dengan menjumlahkan
seluruh produksi CPO pada tahun yang sama. Diagram alir deskriptif sub-

43
submodel proyeksi CPO nasional dapat dilihat pada Gambar 9. Persamaan
matematis yang digunakan dalam proyeksi produksi CPO adalah sebagai berikut :
Prod CPO (t) = Prod CPO Rakyat (t) + Prod CPO Swasta (t)
+ Prod CPO Negara (t)
................................. .... (26)
Keterangan :
Prod CPO (t)

: proyeksi total CPO yang dihasilkan dari perkebunan rakyat,


perkebunan besar swasta dan perkebunan milik negara
(ton) pada tahun ke-t.

Sub-Submodel Penggunaan CPO sebagai Bahan Baku Biodisel


Produksi CPO nasional pada tahun ke-t tidak seluruhnya diekspor, tetapi
sebagian digunakan untuk kebutuhan bahan baku minyak goreng dan bahan baku
industri oleokimia lainnya. Sisa CPO yaitu seluruh produksi CPO dikurangi
dengan CPO yang diekspor, CPO sebagai bahan baku minyak goreng dan industri
oleokimia lainnya selanjutnya digunakan sebagai bahan baku biodisel. Diagram
alir deskriptif sub-submodel proyeksi CPO sebagai bahan baku biodisel dapat
dilihat pada Gambar 10. Persamaan matematis yang digunakan dalam proyeksi
ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel adalah sebagai berikut :
Prod CPO Ekspor (t) = Prod CPO (t) x CPO Ekspor .......................... (27)
Prod CPO Dalam Negeri (t) = Prod CPO (t) Prod CPO Ekspor(t) ...... (28)
Demand CPO Dalam Negeri(t) = Bahan Baku MG (t) +
Bahan Baku Oleo (t) ...........................(29)
Prod CPO Sisa (t) > 0 = Prod CPO Dalam Negeri (t) Demand CPO Dalam Negeri (t) .................... (30)
Keterangan :
Prod CPO Ekspor (t)
CPO Ekspor
Prod CPO Dalam Negeri (t)
Demand CPO Dalam Negeri (t)

: proyeksi total CPO yang diekspor (ton)


pada tahun ke-t.
: rata-rata persentase CPO yang diekspor
dari seluruh produksi CPO nasional.
: proyeksi total CPO yang tersisa di dalam
negeri (ton) pada tahun ke-t.
: proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan
di dalam negeri (ton) pada tahun ke-t.

44
Mulai

* Data luas perkebunan kelapa sawit negara


* Produksi CPO dari perkebunan negara
Hitung Peningkatan luas perkebunan kelapa
sawit negara
Data diperiksa
kembali

Proyeksikan luas perkebunan


kelapa sawit negara
Hitung tingkat akurasi proyeksi perkebunan kelapa
sawit negara(menggunakan statistik kesalahan r2

r2
memuaskan ?

tidak

ya
Produktivitas perkebunan kelapa
sawit negara ( ton CPO /ha/tahun)

Proyeksikan produksi CPO dari


perkebunan negara

Hitung tingkat akurasi proyeksi


produksi CPO dari perkebunan negara

Proyeksi
memuaskan ?

tidak

ya
Proyeksi CPO dari
perkebunan negara

selesai

Gambar 8. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi CPO dari


perkebunan negara

45

Bahan Baku MG (t)


Bahan Baku Oleo (t)
Prod CPO Sisa (t)

: proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan


bahan baku industri minyak goreng (ton)
pada tahun ke-t.
: proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan
bahan baku industri oleochemical (ton)
pada tahun ke-t.
: proyeksi produksi CPO yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
biodisel pada tahun ke-t.
Mulai

*
*

Proyeksi produksi CPO dari


perkebunan rakyat
Proyeksi produksi CPO dari
perkebunan swasta
Data produksi CPO dari perkebunan
negara
Proyeksikan produksi CPO
nasional

Hitung tingkat akurasi proyeksi


produksi CPO nasional

tidak

Proyeksi
memuaskan ?
ya
Produksi CPO nasional

Selesai

Gambar 9. Diagram alir deskriptif sub-submodel


produksi CPO nasional

46
Mulai

Proyeksi produksi CPO


nasional

Prosentase CPO yang


diekspor

Hitung CPO yang diekspor dan CPO


yang tersedia dalam negeri

CPO yang diekspor


Ketersediaan CPO dalam negeri

Proyeksi konsumsi CPO untuk


keperluan :
Industri minyak goreng
Industri oleochemical
Industri biodisel

CPO di dalam
negeri cukup ?

tidak

ya
Kelebihan stok produksi CPO untuk
industri biodisel

Selesai

Gambar 10. Diagram alir deskriptif sub-submodel produksi


CPO sebagai bahan baku biodisel

47
Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Minyak
Goreng
Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dalam model ini dihitung
dengan mengalikan antara konsumsi per kapita per tahun dengan total jumlah
penduduk.

Oleh karena itu, dilakukan proyeksi jumlah penduduk dengan

menggunakan model pertumbuhan eksponensial dengan input jumlah penduduk


pada saat perencanaan dan laju pertumbuhan penduduk per tahun. Tidak
seluruhnya kebutuhan minyak goreng ini dipenuhi dari CPO, tetapi sebagian
menggunakan bahan baku selain CPO.
Dari kebutuhan minyak goreng yang dipenuhi dari CPO tersebut
selanjutnya diproyeksikan kebutuhan CPO sebagai bahan baku minyak goreng.
Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi CPO sebagai bahan baku
minyak goreng dapat dilihat pada Gambar 11. Persamaan matematis yang
digunakan dalam memproyeksikan kebutuhan CPO untuk bahan baku minyak
goreng adalah :
Jum Penduduk (t) = Jum Penduduk (0) x (1 + Laju Penduduk)t ............. (31)
Konsumsi MG (t) = Jum Penduduk (t) x Kons PerKapita

.............. (31)

MG CPO (t) = Konsumsi MG (t) x Persen MG CPO

.............. (32)

Bahan Baku MG (t) = MG CPO (t) x Rendemen CPO MG

.............. (33)

Keterangan :
Jum Penduduk (t)

: proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t.

Jum Penduduk (0)

: jumlah penduduk pada awal proyeksi

Laju Penduduk

: persentase peningkatan jumlah penduduk

Konsumsi MG (t)

: proyeksi konsumsi minyak goreng nasional


tahun ke-t.
: konsumsi minyak goreng rata-rata per kapita

Kons Per Kapita

(kg/kapita/tahun).
MG CPO (t)

: proyeksi

kebutuhan

minyak

goreng

yang

dipenuhi dari bahan baku CPO pada tahun ke-t.


Persen MG CPO

: persentase kebutuhan minyak goreng nasional


yang dipenuhi dari bahan baku CPO.

48
Bahan Baku MG (t)

: proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan bahan


baku industri minyak goreng (ton) pada tahun
ke-t.

Rendemen CPO MG

: rendemen CPO menjadi minyak goreng (ton


CPO/ton minyak goreng).

Mulai

Data jumlah penduduk


Laju pertambahan penduduk

Proyeksikan pertambahan
penduduk

Hitung ketepatan proyeksi


jumlah penduduk
tidak
Proyeksi
memuaskan ?
ya
Konsumsi minyak goreng
per kapita / tahun

Hitung kebutuhan minyak goreng


nasional

Proyeksi kebutuhan minyak


goreng nasional

Prosentase minyak goreng


yang dipenuhi dari CPO

49
a

Hitung kebutuhan minyak goreng


yang dipenuhi dari CPO

Proyeksi kebutuhan min


* Laju ekspor dan impor

Rendemen dari CPO ke


minyak goreng

Hitung CPO yang har


disediakan untuk industri minyak
Proyeksi produksi CPO yang harus
dialokasikan untuk industri minyak
goreng

Selesai

Gambar 11. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi kebutuhan


CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng

Sub-Submodel Kebutuhan CPO sebagai Bahan Baku Industri Oleokimia


Sub-submodel ini digunakan untuk memproyeksikan kebutuhan CPO
sebagai bahan baku industri oleokimia yang dihitung dengan menggunakan
metoda pertumbuhan eksponensial.

Diagram alir deskriptif sub-submodel

proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia dapat dilihat pada
Gambar 12.

Mulai

50

Data kebutuhan CPO untuk


industri oleokimia

Prosentase peningkatan
konsumsi CPO untuk industri
oleokimia

Hitung CPO yang harus disediakan


untuk industri oleokimia

Proyeksi
memuaskan ?

tidak

Proyeksi kebutuhan CPO


untuk industri oleokimia

Selesai

Gambar 12. Diagram alir deskriptif sub-submodel kebutuhan


CPO sebagai bahan baku industri oleokimia
Bahan Baku Oleo (t) = Bahan Baku Oleo(t-1) x (1 + %Laju BB Oleo) ... (34)
Keterangan :
Bahan Baku Oleo (t)

: proyeksi kebutuhan CPO untuk keperluan


bahan baku industri oleokimia (ton) pada
tahun ke-t.

% Laju BB Oleo

: peningkatan rata-rata kebutuhan CPO


untuk keperluan bahan baku industri
oleokimia (%).

51
3.3.2. Submodel Teknis Produksi
Sub model teknis produksi digunakan untuk menentukan disain proses
pengolahan untuk produksi biodisel yang berkapasitas 100.000 ton/tahun.
Simulasi disain proses diperoleh dari hasil scale up proses skala kecil yang
dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Diagram alir deskriptif untuk
menentukan kelayakan teknis produksi biodisel dapat dilihat pada Gambar 13.
Mulai

Kapasitas produksi yang


direncanakan
Disain proses yang dipilih
Asumsi proses

Kebutuhan bahan baku CPO


Kebutuhan bahan penolong
Kebutuhan alat

Hitung Neraca bahan dan


neraca enerji

Rendemen CPO menjadi


biodisel
Hasil produk samping

Selesai

Gambar 13. Diagram alir deskriptif untuk menentukan


kelayakan teknis produksi biodisel
3.3.3. Submodel Pasar
Biodisel merupakan salah satu enerji alternatif sebagai pengganti BBM
solar yang dapat diperbaharui. Peluang pemasaran biodisel sebagai salah satu
enerji alternatif akan banyak mendapat tantangan sepanjang bahan bakar minyak

52
bumi masih tersedia dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan
biodisel. Namun untuk Indonesia, kondisinya cukup memprihatinkan dimana pada
tahun-tahun mendatang akan lebih banyak mengimpor daripada mengekspornya.
Dengan demikian,

beban pemerintah untuk memberikan subsidi BBM akan

semakin membesar. Oleh karena itu model peluang pasar biodisel dibangun dari
proyeksi ekspor dan impor baik minyak mentah maupun BBM solar. Selanjutnya
diskenariokan 5-10 persen dari kebutuhan BBM solar akan dipenuhi dari biodisel.
Kebutuhan biodisel ini selanjutnya dikonversi menjadi kebutuhan CPO sebagai
bahan baku utamanya dan dibandingkan dengan ketersediaan CPO yang telah
diperoleh dari submodel sebelumnya. Submodel pasar terdiri beberapa subsubmodel yang dapat dilihat di bawah ini.
Sub-Submodel Proyeksi Ekspor dan Impor Minyak Bumi
Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia digunakan untuk
melihat sampai kapan Indonesia akan menjadi negara pengekspor minyak bumi
dan menghitung proporsi ekspor terhadap impornya.

Secara umum, model

proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia menggunakan model dinamis.
Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan impor minyak bumi
dapat dilihat pada Gambar 14 Persamaan-persamaan matematis yang digunakan
dalam sub-submodel ini adalah sebagai berikut.
Ekspor Minyak Bumi (t)
x1

Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
xm
:
x1
:

= 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ....... (35)

Ekspor minyak bumi tahun ke-1


Ekspor minyak bumi tahun ke- 2
Ekspor minyak bumi tahun ke- m
Proyeksi ekspor minyak bumi (tahun proyeksi ke-1)

Impor Minyak Bumi (t)


Model Dinamis
x2 = 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p)
Keterangan :
x1
: Impor minyak bumi tahun ke-1
x2
: Impor minyak bumi tahun ke- 2
: Impor minyak bumi tahun ke- m
xm
x2
: Proyeksi impor minyak bumi (tahun proyeksi ke-2)

53

Proporsi Ekspor Impor (t) =

Ekspor Minyak Bumi (t)


Impor Minyak Bumi (t)

............. (36)

Keterangan :
Ekspor Minyak Bumi (t)

: proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia


pada tahun ke-t.

Impor MinyakBumi (t)

: proyeksi impor minyak bumi Indonesia


pada tahun ke-t.

Proporsi Ekspor Impor (t)

: perbandingan

ekspor

dengan

impor

minyak bumi Indonesia pada tahun ke-t.

54
Mulai

* Data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia


* Laju ekspor dan impor minyak bumi

Proyeksikan ekspor dan impor


minyak bumi

Data diperiksa
kembali

Hitung tingkat akurasi ekspor dan


impor minyak bumi

tidak

r2
memuaskan ?
ya
Hitung proporsi ekspor dan
impor minyak bumi

Proyeksi ekspor dan impor


minyak bumi dan
proporsinya

selesai

Gambar 14. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi ekspor dan


impor minyak bumi Indonesia

Sub-Submodel Produksi dan Pemakaian BBM solar


Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar di dalam negeri digunakan untuk
melihat keseimbangan antara produksi dengan pemakaian BBM solar. Peluang
pasar biodisel akan semakin terbuka jika proporsi produksi dengan pemakaian
BBM solar semakin kecil. Proyeksi produksi BBM solar menggunakan model

55
dinamis sementara itu untuk proyeksi penggunaan BBM solar menggunakan
model dinamis.

Model tersebut adalah yang paling cocok dengan pola data

masing-masing.

Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan

pemakaian BBM solar dapat dilihat pada Gambar 15.

Mulai

* Data produksi dan pemakaian BBM solar


* Laju produksi dan pemakaian BBM solar

Hitung Proyeksikan produksi dan


pemakaian BBM solar

Data diperiksa
kembali

Hitung tingkat akurasi produksi dan pemakaian BBM


solar (menggunakan statistik kesalahan

r2
memuaskan ?

tidak

ya
Hitung proporsi produksi dan
pemakaian BBM solar

Proyeksi produksi dan


pemakaian BBM solar dan
proporsinya

selesai

Gambar 15. Diagram alir deskriptif sub-submodel proyeksi produksi dan


pemakaian BBM solar

56
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam sub-submodel ini adalah:
Produksi BBM Solar (t)
Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
xm
:
x2
:

x2

= 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (37)

Produksi BBM solar tahun ke-1


Produksi BBM solar tahun ke- 2
Produksi BBM solar tahun ke- m
Proyeksi produksi BBM solar (tahun proyeksi ke-2)

Konsumsi BBM Solar (t)


x2

Model Dinamis
Keterangan :
x1
:
x2
:
xm
:
x2
:

= 1(x1(t), x2 (t), ....., xm (t) ; t ; p) ...... (37)

Konsumsi BBM solar tahun ke-1


Konsumsi BBM solar tahun ke- 2
Konsumsi BBM solar tahun ke- m
Proyeksi konsumsi BBM solar (tahun proyeksi ke-2)

Proporsi Produksi Konsumsi (t) = Produksi BBM Solar (t)/ Konsumsi BBM
Solar (t)

.................... (38)

Keterangan :
Produksi BBM Solar (t)
Konsumsi BBM Solar (t)
Proporsi Produksi Konsumsi (t)

: proyeksi produksi BBM solar pada tahun


ke-t.
: proyeksi penggunaan BBM solar pada
tahun ke-t.
: perbandingan
produksi
dengan
penggunaan BBM solar pada tahun ke-t.

Sub-Submodel Pasar Biodisel


Untuk menjamin pemasaran biodisel, maka diskenariokan sebagian dari
penggunaan BBM solar harus menggunakan biodisel. Jaminan pemasaran ini
merupakan suatu kebijakan dari pemerintah untuk lebih mendorong penggunaan
enerji alternatif biodisel dan mendorong tumbuhnya industri biodisel di dalam
negeri. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel dapat dilihat pada
Gambar 16. Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam subsubmodel pasar biodisel adalah sebagai berikut :
Pasar Biodisel (t) = Persen Solar Biodisel x Konsumsi BBM Solar(t)....... (39)

57
Kebutuhan CPO (t) = Pasar Biodisel (t) x (1/RendemenCPOBiodisel) x BJ
CPO
(40)
Keterangan :
Pasar Biodisel (t)

Rendemen CPO Biodisel

: proyeksi kebutuhan biodisel sebagai


substitusi BBM solar (liter).
: persentase dari kebutuhan solar yang akan
disubstitusi dengan biodisel
: proyeksi kebutuhan CPO sebagai bahan
baku biodisel sebagai substitusi BBM solar
pada tahun tahun ke-t (kg).
: rendemen CPO menjadi biodisel (%).

BJ CPO

: berat jenis CPO (g/ml atau kg/liter)

Persen Solar Biodisel


Kebutuhan CPO (t)

Mulai

* Proyeksi pemakaian BBM solar


* Persentase pemakaian BBM solar yang
akan disubsitusi oleh biodisel

Proyeksikan kebutuhan biodisel


sebagai substitusi BBM solar

Proyeksi kebutuhan
biodisel sebagai substitusi
BBM solar

Hitung kebutuhan CPO


sebagai bahan baku biodisel

Proyeksi kebutuhan CPO


sebagai bahan baku
biodisel

selesai

Gambar 16. Diagram alir deskriptif sub-submodel pasar biodisel

58
3.3.4. Submodel Analisis Finansial
Sub-Submodel Perencanaan Produksi
Submodel ini digunakan untuk menentukan rencana produksi biodisel
untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selanjutnya perencanaan produksi tersebut
digunakan sebagai landasan perencanaan strategik dan penyusunan anggaran
perusahaan mulai dari perencanaan investasi sampai dengan perencanaan biaya
dan perencanaan penjualan. Persamaan matematis yang digunakan dalam
submodel rencana produksi adalah sebagai berikut :

Produksi Biodisel (t) = % Kapasitas (t) x Kap Produksi

.................... (41)

Keterangan :
Produksi Biodisel(t)

: jumlah produksi biodisel (dalam satuan ton) pada


tahun ke-t.

% Kapasitas(t)

: persentase kapasitas terpasang yang digunakan


untuk produksi biodisel.

Kap Produksi

: kapasitas terpasang industri biodisel (ton/tahun).

Sub-Submodel Biaya Produksi


Sub-Submodel biaya produksi digunakan untuk menghitung total biaya
produksi dan harga pokok produksi. Submodel ini terdiri dari biaya tetap dan
biaya produksi variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan, biaya pemeliharaan,
biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya gaji/administrasi dan biaya bunga. Biaya
variabel terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku
dan bahan penolong lainnya seperti, CPO, Metanol, H3PO4, KOH, katalis, air dan
bahan bakar. Dari proyeksi biaya produksi tersebut selanjutnya dihitung biaya
pokok produksi biodisel per satuan berat atau per satuan volume (liter). Diagram
alir desktiptif submodel biaya produksi dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar
18. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel biaya produksi adalah
sebagai berikut :

59
Biaya Produksi (t) = Biaya Tetap(t) + BiayaVariabel (t)
Biaya Tetap (t)

........... (42)

= Penyusutan (t) + Pemeliharaan (t) + Asuransi (t) +


Pemasaran (t) + Biaya Gaji (t) + Biaya Bunga (t)..(43)

Biaya Variabel (t) = Biaya CPO (t) + Biaya Metanol (t) + Biaya H3PO4 (t) +
Biaya KOH (t) + BiayaKatalis (t) + Biaya Air (t)
+ Biaya BBM (t)

.......................... (44)

Biaya Produksi (t)


........................... (45)

HPP Biodisel (t) =


Produksi (t)
Keterangan :
Biaya Produksi(t)

: total biaya produksi industri biodisel pada tahun


ke-t.

Biaya Tetap (t)

: total biaya tetap industri biodisel pada tahun ke-t.

Penyusutan (t)

: biaya penyusutan industri biodisel pada tahun ke-t

Pemeliharaan (t)

: biaya pemeliharaan industri biodisel pada tahun


ke-t.

Asuransi (t)

: biaya asuransi industri biodisel pada tahun ke-t.

Pemasaran (t)

: biaya pemasaran industri biodisel pada tahun ke-t.

BiayaGaji (t)

: biaya gaji industri biodisel pada tahun ke-t

Biaya Bunga (t)

: biaya bunga industri biodisel pada tahun ke-t

BiayaVariabel (t)

: total biaya produksi variabel industri biodisel pada


tahun ke-t.
: biaya pembelian bahan baku (CPO) pada tahun ke-

Biaya CPO (t)

t
Biaya Metanol (t)

: biaya pembelian metanol pada tahun ke-t.

Biaya H3PO4 (t)

: biaya pembelian H3PO4 pada tahun ke-t.

Biaya KOH (t)

: biaya pembelian KOH pada tahun ke-t.

Biaya Katalis (t)

: biaya pembelian katalis pada tahun ke-t.

Biaya Air (t)

: biaya pembelian air pada tahun ke-t.

Biaya BBM (t)

: biaya pembelian bahan bakar pada tahun ke-t

HPP Biodisel (t)

: harga pokok produksi per ton biodisel pada tahun


ke-t

60
Bahan Baku CPO (t) = Produksi Biodisel (t) x (1/Rendemen CPO) ........ (46)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Produksi Biodisel (t)

: jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t.

Rendemen CPO

: besarnya rendemen CPO yang menjadi biodisel (%).

Biaya CPO (t) = Bahan Baku CPO (t) x Hrg CPO x (1 + %HrgCPO)t ... (47)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksibiodisel pada tahun ke-t.

Hrg CPO

: harga CPO pada awal perencanaan.

% Hrg CPO

: persentase peningkatan harga CPO per tahun.

Biaya Metanol (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Metanol CPO x Hrg
Metanol x (1 + %HrgMetanol)t................................. (48)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb Metanol CPO

: jumlah metanol yang diperlukan per ton CPO


sebagai bahan baku biodisel.

Hrg Metanol

: harga metanol pada awal perencanaan.

% Hrg Metanol

: persentase peningkatan harga metanol per tahun.

Biaya H3PO4 (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb H3PO4 CPO x Hrg H3PO4
................................... (49)
x (1 + %Hrg H3PO4)t
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb H3PO4 CPO


Hrg H3PO4

: jumlah H3PO4 yang diperlukan per ton CPO sebagai


bahan baku biodisel.
: harga H3PO4 pada awal perencanaan.

% Hrg H3PO4

: persentase peningkatan harga H3PO4 per tahun.

61

Biaya KOH (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb KOH CPO x Hrg KOH
...................................... (50)
x (1 + %HrgKOH)t
Keterangan :
BahanBaku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb KOH CPO

: jumlah KOH yang diperlukan per ton CPO sebagai


bahan baku biodisel.

Hrg KOH

: harga KOH pada awal perencanaan.

% Hrg KOH

: persentase peningkatan harga KOH per tahun.

Biaya Katalis (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb Katalis CPO x Hrg Katalis x
(1 + %HrgKatalis)t
...................................... (51)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb Katalis CPO

: jumlah katalis yang diperlukan per ton CPO sebagai


bahan baku biodisel.

Hrg Katalis

: harga katalis pada awal perencanaan.

% Hrg Katalis

: persentase peningkatan harga katalis per tahun.

Biaya Air (t) = Bahan Baku CPO (t) x Keb Air CPO x Hrg Air
x (1 + % Hrg Air)t
...................................... (52)
Keterangan :
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb Air CPO

: jumlah air yang diperlukan per ton CPO sebagai


bahan baku biodisel.

Hrg Air

: harga air pada awal perencanaan.

%Hrg Air

: persentase peningkatan harga air per tahun.

Biaya BBM (t) = Bahan Baku CPO(t) x Keb BBM CPO x Hrg BBM
x (1 + % Hrg BBM)t
...................................... (53)
Keterangan :

62
Bahan Baku CPO (t)

: jumlah bahan baku (CPO) yang dibutuhkan untuk


memproduksi biodisel pada tahun ke-t.

Keb BBM CPO

: jumlah BBM yang diperlukan per ton CPO sebagai


bahan baku biodisel.

Hrg BBM

: harga BBM pada awal perencanaan.

% Hrg BBM

: persentase peningkatan harga BBM per tahun.

Mulai

Kapasitas produksi biodisel yang


direncanakan
Prosentase kapasitas yang
digunakan

Hitung rencana produksi biodisel

Rencana produksi biodisel

Rendemen CPO
menjadi biodisel

Hitung kebutuhan CPO untuk


produksi biodisel

Kebutuhan CPO untuk produksi


biodisel

63
a

Kebutuhan metanol terhadap CPO


Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO
Kebutuhan KOH terhadap CPO
Kebutuhan katalis terhadap CPO
Kebutuhan air terhadap CPO
Kebutuhan bahan bakar terhadap
biodisel

Hitung kebutuhan metanol, H3PO4,


KOH, katalis, air dan bahan bakar

Kebutuhan metanol, H3PO4, KOH,


katalis, air, dan bahan bakar per tahun

Harga CPO
Harga metanol
Harga H3PO4
Harga KOH
Harga katalis
Harga air
Harga bahan bakar

Hitung biaya pembelian CPO, metanol,


H3PO4, KOH, katalis, air, dan bahan
bakar per tahun

Hitung total biaya pembelian bahan baku


dan bahan penolong

Total biaya pembelian bahan baku dan


bahan penolong per tahun (biaya
variabel)

Selesai

Gambar 17. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya


variabel pabrik biodisel

64

Mulai

Rencana produksi
biodisel

Biaya gaji, biaya penyusutan,


biaya pemeliharaan, biaya
asuransi, biaya administrasi,
biaya pemasaran, biaya bunga

Hitung total biaya tetap

Total biaya tetap per tahun

Total biaya variabel


produksi biodisel

Hitung total biaya produksi biodisel

Total biaya produksi biodisel per tahun

65
a

Hitung harga pokok produksi / harga


pokok penjualan biodisel per ton

Harga pokok penjualan biodisel per ton

tidak

Lebih mahal dari


minyak solar ?

ya
Subsidi ?

tidak

ya
Selesai

Gambar 18. Diagram alir deskriptif untuk menentukan


biaya produksi pabrik biodisel

Sub-sub Model Investasi


Submodel ini digunakan untuk menghitung kebutuhan dana investasi
untuk pembangunan pabrik biodisel sekaligus dengan peralatan dan mesinmesinnya. Secara umum investasi yang dibutuhkan adalah jumlah dari seluruh
komponen mesin/peralatan dikalikan dengan harganya masing-masing. Diagram
alir desktiptif sub-submodel investasi dapat dilihat pada Gambar 19. Persamaan
matematis yang digunakan dalam submodel ini adalah sebagai berikut.
Investasi (t) =

Investasi Weighbridge (t) + Investasi Storage Tank (t) +


Investasi Industri (t) + Investasi Power House (t) +
Investasi Water Treatment (t) + Investasi Pipa (t) +
Investasi Listrik (t) + Investasi Lab (t) + Investasi

66
Gedung(t) + Investasi Effluent(t) + Investasi
Kendaraan (t)......................................................................(54)
Keterangan :
Investasi Weighbridge (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan


weighbridge pada tahun ke-t.

Investasi Storage Tank(t)

investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan


tanki-tanki penyimpanan pada tahun ke-t.

Investasi Industri (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembelian


peralatan/mesin industri utama pada tahun ke-t.

Investasi Power House (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan


power house pada tahun ke-t.

Investasi Water Treatment (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan


water treatment pada tahun ke-t.

Investasi Pipa (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan


pipa pada tahun ke-t.

Investasi Listrik (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pemasangan


sambungan listrik pada tahun ke-t.

Investasi Lab (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan


peralatan laboratorium pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan


gedung pada tahun ke-t.

Investasi Effluent (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan


effluent treatment pada tahun ke-t.

Investasi Kendaraan (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembelian


kendaraan pada tahun ke-t.

67

Mulai

Input jumlah fisik dan harga satuan


untuk :
Weighbridge
Storage tank
Pabrik utama
Power house
Water treatment
Pipa dan instalasi
Listrik
Peralatan lab
Gedung
Effluent treatment
Transportasi

Hitung investasi pembangunan pabrik biodisel

Biaya investasi pembangunan pabrik


biodisel

Selesai

Gambar 19. Diagram alir deskriptif untuk menentukan


investasi pembangunan pabrik biodisel
Investasi Weighbridge (t) = Jum Weighbridge (t) x Hrg Weighbridge (t).(55)
Keterangan :
Investasi Weighbridge (t)

investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan


weighbridge pada tahun ke-t.

Jum Weighbridge (t)

jumlah weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Weighbridge (t)

harga weighbridge yang dibeli pada tahun ke-t.


n2

InvestasiStorageTank(t) =

j=1
Keterangan :
n2

JumStorageTank(tj) x
HrgStorageTank(tj).........................(56)

jumlah item storage tank yang dibeli pada tahun


ke-t.

68
Jum Storage Tank (tj)

jumlah unit storage tank ke-j yang direncanakan


dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Storage Tank (tj)

harga per unit storage tank ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
n3

Investasi Industri (t)

j=1

Jum Alat Mesin (tj) x Hrg Alat


Mesin (tj)..........................................(57)

Keterangan :
n3

jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli


pada tahun ke-t.

Jum Alat Mesin (tj)

jumlah unit peralatan dan mesin ke-j yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Alat Mesin(tj)

harga per unit peralatan dan mesin ke-j


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
n4

Investasi Power House (t)

j=1

Jum Power House (tj) x Hrg Power


House (tj)......................................... (58)

Keterangan :
n4

jumlah item peralatan power house yang dibeli


pada tahun ke-t.

Jum Power House(tj)

jumlah unit peralatan power house ke-j yang


direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Power House (tj)

harga per unit peralatan power house ke-j yang


direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi WaterTreatment (t) =


Keterangan :
JumW Treatment (t)

Jum W Treatment (t) x Hrg W


Treatment(t).......................................(59)

jumlah unit peralatan water treatment yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

69
Hrg W Treatment (t)

harga per unit peralatan water treatment yang


direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Pipa (t) = Jum Pipa (t) x HrgPipa (t)........................................... (60)


Keterangan :
Jum Pipa (t)

jumlah

paket

pemasangan

pipa

yang

direncanakan pada tahun ke-t.


Hrg Pipa (t)

harga per paket pemasangan pipa yang


direncanakan pada tahun ke-t

Investasi Listrik (t) = Jum Listrik (t) x Hrg Listrik (t) .......................... (61)
Keterangan :
Jum Listrik (t)

jumlah

paket

peralatan

listrik

yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.


Hrg Listri k(t)

harga per paket peralatan

listrik yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t.


Investasi Lab (t) = Jum Lab (t) x Hrg Lab (t) ................. ......................... (62)
Keterangan :
Jum Lab (t)

: jumlah paket perlengkapan laboratorium yang


direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Lab (t)

: harga per paket perlengkapan laboratorium


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

n5
Investasi Gedung (t)

j=1

Jum Gedung (tj) x Hrg


Gedung (tj) ................................... (63)

Keterangan :
n5
Jum Gedung (tj)

: jumlah item bangunan yang direncanakan


dibangun pada tahun ke-t.
: jumlah unit bangunan ke-j yang direncanakan
dibangun pada tahun ke-t.

Hrg Gedung (tj)

: harga

per

unit

bangunan

ke-j

yang

70
direncanakan dibangun pada tahun ke-t.
Investasi Effluent (t) = Jum Effluent (t) x Hrg Effluent (t) . ................... . (64)
Keterangan :
Jum Effluent (t)

: jumlah paket perlengkapan effluent treatment


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Hrg Effluent (t)

: harga

per

paket

perlengkapan

effluent

treatment yang direncanakan dibeli pada tahun


ke-t.
n6

Investasi Kendaraan (t)

j=1

Jum Kendaraan (tj) x Hrg Kendaraan


(tj) ..................................................(65)

Sub-Submodel Penjualan
Submodel ini digunakan untuk menentukan anggaran atau target
pendapatan periodik. Pendapatan diperoleh dari penjualan biodisel sebagai produk
utama dan gliserin sebagai produk samping. Persamaan matematis yang
digunakan dalam submodel penjualan adalah sebagai berikut :
Penjualan Biodisel (t)

= Produksi Biodisel (t) x HrgBiodisel


x (1 + % Hrg Biodisel)t
.................... (66)

Penjualan Gliserin (t)

= Produksi Biodisel (t) x Fraksi Glierin x


HrgGliserin x (1 + %HrgGliserin)t................. (67)

Penjualan (t)

= Penjualan Biodisel (t) + Penjualan Gliserin (t) (68)

Keterangan :
Penjualan Biodisel (t)

nilai penjualan biodisel pada tahun ke-t.

Produksi (t)

jumlah produksi biodisel pada tahun ke-t.

Hrg Biodisel

harga biodisel pada awal tahun proyeksi.

% Hrg Biodisel

persentase kenaikan harga biodisel per tahun

Penjualan Gliserin (t)

nilai penjualan gliserin pada tahun ke-t.

Hrg Gliserin

harga gliserin pada awal tahun proyeksi.

71
Fraksi Gliserin

fraksi gliserin yang dihasilkan sebagai produk


samping dari biodisel (satuan persen).

% Hrg Biodisel

persentase kenaikan harga biodisel per tahun

Sub-Submodel Biaya Tetap


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa biaya tetap terdiri dari
penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya pemasaran, biaya
gaji/administrasi dan biaya bunga.
Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya
penyusutan peralatan dan mesin yang digunakan.

Metoda penyusutan yang

digunakan adalah metoda garis lurus dengan input utama nilai pembelian dan
umur ekonomis mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir deskriptif untuk
menentukan biaya penyusutan dapat dilihat pada Gambar 20. Persamaanpersamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya penyusutan
adalah sebagai berikut.
Penyusutan(t) = Penyusutan Weighbridge (t) + Penyusutan Storage Tank (t)
+ Penyusutan Industri (t) + Penyusutan Power House (t) +
Penyusutan Water Treatment (t) + Penyusutan Pipa (t) +
Penyusutan Listrik (t) + Penyusutan Lab (t) + Penyusutan
Gedung (t) + Penyusutan Effluent (t) + Penyusutan
Kendaraan (t)
............................................................. (69)
Keterangan :
Penyusutan (t)

total biaya penyusutan industri biodisel


pada tahun ke-t.

Penyusutan Weighbridge (t)

biaya penyusutan weighbridge pada tahun


ke-t.

Penyusutan Storage Tank (t)

biaya penyusutan tanki-tanki


penyimpanan pada tahun ke-t.

Penyusutan Industri (t)

biaya penyusutan peralatan/mesin industri


utama pada tahun ke-t.

Penyusutan Power House (t)

biaya penyusutan power house pada tahun

72
ke-t
Penyusutan Water Treatment (t)

biaya penyusutan water treatment pada


tahun ke-t.

Penyusutan Pipa (t)

biaya penyusutan pipa pada tahun ke-t

Penyusutan Listrik (t)

biaya penyusutan sambungan listrik pada


tahun ke-t.

Penyusutan Lab (t)

biaya penyusutan peralatan laboratorium


pada tahun ke-t.

Penyusutan Gedung (t)

biaya penyusutan gedung pada tahun ke-t.

Penyusutan Effluent (t)

biaya penyusutan effluent treatment pada


tahun ke-t.

Penyusutan Kendaraan (t)

biaya penyusutan kendaraan pada tahun


ke-t.

Penyusutan
Weighbridge (t)

= Investasi Weighbridge (t)


Umur Weighbridge

..................................(70)

Keterangan :
Umur Weighbridge

umur ekonomis peralatan weighbridge

n2

Penyusutan Storage Tank (t) =

j=1

Investasi Storage Tank (tj)

..(71)

Umur Storage Tank (j)

Keterangan :
n2

jumlah item storage tank yang dibeli pada


tahun ke-t.

Investasi Storage Tank (tj)

investasi untuk item storage tank ke-j


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Storage Tank (j)

umur ekonomis item storage tank ke-j.

73

Mulai
Biaya pembelian peralatan /
gedung / kendaraan

Umur ekonomis setiap peralatan /


gedung / kendaraan

Hitung biaya penyusutan untuk setiap


peralatan / gedung / kendaraan

Hitung total biaya penyusutan

Total biaya penyusutan per


tahun

Selesai

Gambar 20. Diagram alir deskriptif untuk menghitung biaya


penyusutan

n3

Penyusutan Industri (t) =

j=1

Investasi Alat Mesin (tj)

...(71)

Umur Alat Mesin (j)

Keterangan :
n3

jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Alat Mesin (tj)

investasi untuk peralatan dan mesin ke-j


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Alat Mesin (j)

umur ekonomis item peralatan dan mesin


ke-j.

n4

Penyusutan Power House (t) =

j=1

InvestasiPowerHouse(tj)
UmurPowerHouse(j)

.(73)

74

Keterangan :
n4

: jumlah item peralatan power house yang dibeli


pada tahun ke-t

Investasi Power House (tj)

: investasi untuk peralatan power house ke-j


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

Umur Power House (j)

: umur ekonomis peralatan power house ke-j.


Investasi Water Treatment(t)

Penyusutan Water Treatment(t) =

...(74)

Umur W Treatment Tank (j)


Keterangan :
Investasi Water Treatment (t) : investasi water treatment pada tahun ke-t.
Umur W Treatment

: umur ekonomis peralatan water treatment.


InvestasiPipa(t)

Penyusutan Pipa (t )=

...(75)

Umur Pipa
Keterangan :
Investasi Pipa(t)

: jumlah investasi untuk pemasangan pipa yang


direncanakan pada tahun ke-t.

Umur Pipa

: umur ekonomis pipa.


Investasi Listrik (t)

PenyusutanListrik(t)

...(76)

UmurListrik
Keterangan :
Investasi Listrik (t)

: jumlah investasi untuk peralatan listrik pada


tahun ke-t.

Umur Listrik

umur ekonomis perlengkapan peralatan listrik


Investasi Lab (t)

Penyusutan Lab (t) =


UmurLab

...(77)

75
Keterangan :
Investasi Lab (t)

: jumlah

investasi

paket

perlengkapan

laboratorium yang direncanakan dibeli pada


tahun ke-t.
Umur Lab

: umur ekonomis perlengkapan laboratorium

n5

Penyusutan Gedung (t) =

j=1

InvestasiGedung(tj)

...(78)

UmurGedung(j)

Keterangan :
n5

: jumlah item bangunan yang direncanakan


dibangun pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (tj)

: jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang


direncanakan dibangun pada tahun ke-t.

Umur Gedung

: umur ekonomis bangunan ke-j.

(j)
PenyusutanEffluent(t) = InvestasiEffluent(t)/UmurEffluent .................. (79)
Keterangan :
Investasi Effluent (t)

: jumlah investasi untuk perlengkapan effluent


treatment pada tahun ke-t.

Umur Effluent

: umur ekonomis perlengkapan effluent treatment

n6

Penyusutan Kendaraan (t) =

j=1

InvestasiKendaraan(tj)

...(80)

UmurKendaraan(j)

Keterangan :
n6
Investasi Kendaraan (tj)
Umur Kendaraan (j)

: jumlah item kendaraan yang direncanakan


dibeli pada tahun ke-t.
: jumlah investasi kendaraan ke-j yang
direncanakan dibeli pada tahun ke-t.
: umur ekonomis item kendaraan ke-j.

76
Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya
pemeliharaan peralatan dan mesin yang digunakan. Metoda penghitungan biaya
pemeliharaan yang digunakan adalah dengan mengalikan persentase biaya
pemeliharaan dengan nilai pembelian mesin atau peralatan tersebut. Diagram alir
deskriptif untuk menentukan biaya pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 21.
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menghitung biaya
pemeliharaan adalah sebagai berikut:
Pemeliharaan(t) = PemeliharaanWeighbridge(t) +
PemeliharaanStorageTank(t) +
PemeliharaanIndustri(t) +
PemeliharaanPowerHouse(t) +
PemeliharaanWaterTreatment(t) +
PemeliharaanPipa(t) + PemeliharaanListrik(t) +
PemeliharaanLab(t) + PemeliharaanGedung(t) +
PemeliharaanEffluent(t) +
PemeliharaanKendaraan(t)
.................... (81)
Keterangan :
Pemeliharaan Weighbridge (t)

biaya pemeliharaan weighbridge pada


tahun ke-t.

Pemeliharaan Storage Tank(t)

biaya

pemeliharaan

tanki-tanki

penyimpanan pada tahun ke-t.


Pemeliharaan Industri (t)

biaya pemeliharaan peralatan/mesin


industri utama pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Power House (t)

biaya pemeliharaan power house pada


tahun ke-t.

Pemeliharaan Water Treatment (t)

biaya pemeliharaan water treatment


pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Pipa (t)

biaya pemeliharaan pipa pada tahun


ke-t.

Pemeliharaan Listrik (t)

biaya pemeliharaan sambungan listrik


pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Lab (t)

biaya

pemeliharaan

laboratorium pada tahun ke-t.

peralatan

77
Pemeliharaan Gedung (t)

biaya

pemeliharaan

gedung

pada

tahun ke-t.
Pemeliharaan Effluent (t)

biaya pemeliharaan effluent treatment


pada tahun ke-t.

Pemeliharaan Kendaraan (t)

biaya pemeliharaan kendaraan pada


tahun ke-t.

Pemeliharaan Weighbridge (t) = Investasi Weighbridge (t)


x % Rawat Weighbridge

................. (82)

Keterangan :
% Rawat Weighbridge

persentase biaya pemeliharaan peralatan


weighbridge.

n2
Pemeliharaan Storage Tank (t) =

j=1

InvestasiStorageTank(tj)

...(83)

Rawat Storage Tank (j)

Keterangan :
n2

jumlah item storage tank yang dibeli pada


tahun ke-t.

Investasi Storage Tank (tj)

investasi untuk item storage tank ke-j yang


direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

% Rawat Storage Tank (j)

persentase biaya pemeliharaan item storage


tank ke-j.

n3
Pemeliharaan Industri (t) =
j=1

InvestasiAlatMesin(tj) x
....(84)
%RawatAlatMesin(j)

Keterangan :
n3

jumlah item peralatan dan mesin yang dibeli


pada tahun ke-t.

Investasi Alat Mesin (tj)

investasi untuk peralatan dan mesin ke-j


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

78
% Rawat Alat Mesin (j)

persentase

biaya

pemeliharaan

item

peralatan dan mesin ke-j.


Mulai

Biaya pembelian peralatan / gedung /


kendaraan

Prosentase biaya pemeliharaan untuk


setiap peralatan / gedung / kendaraan

Hitung biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan /


gedung / kendaraan

Hitung total biaya pemeliharaan

Total biaya pemeliharaan per tahun

Selesai

Gambar 21. Diagram alir deskriptif untuk menentukan


biaya pemeliharaan peralatan/mesin pada
pabrik biodisel
n4
Investasi Power House (tj) x
Pemeliharaan Power House (t) =

j=1
Keterangan :

x Rawat Power House (j) ....(85)

79
:

n4

jumlah item peralatan power house yang


dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Power House (tj)

investasi untuk peralatan power house ke-j


yang direncanakan dibeli pada tahun ke-t.

% Rawat Power House (j)

persentase

biaya

pemeliharaan

item

peralatan power house ke-j.

Pemeliharaan (t) =

Investasi Water Treatment (t) x

....(86)

% Rawat W Treatment
Keterangan :
Investasi Water Treatment (t) :
% Rawat W Treatment

investasi water treatment pada tahun ke-t.


persentase biaya pemeliharaan peralatan
water reatment

Pemeliharaan Pipa (t) = Investasi Pipa (t) x % Rawat Pipa ................. (87)
Keterangan :
Investasi Pipa (t)

jumlah investasi untuk pemasangan pipa


yang direncanakan pada tahun ke-t.

% Rawat Pipa

persentase biaya perawatam pipa

Pemeliharaan Listrik (t) = Investasi Listrik (t) x % Rawat Listrik

... (88)

Keterangan :
Investasi Listrik (t)

jumlah investasi untuk

peralatan listrik

pada tahun ke-t.


% Rawat Listrik

persentase

biaya

pemeliharaan

perlengkapan peralatan listrik


Pemeliharaan Lab (t) = Investasi Lab (t) x % Rawat Lab

.................... (89)

Keterangan :
Investasi Lab (t)

jumlah

investasi

paket

perlengkapan

laboratorium yang direncanakan dibeli pada

80
tahun ke-t.
% Rawat Lab

persentase biaya pemeliharaan perlengkapan laboratorium


n5

Pemeliharaan Gedung (t) =

Investasi Gedung (tj) x


%Rawat Gedung (j)

....(90)

j=1
Keterangan :
n5

jumlah item bangunan yang direncanakan


dibangun pada tahun ke-t.

Investasi Gedung (tj)

jumlah investasi untuk bangunan ke-j yang


direncanakan dibangun pada tahun ke-t.

% Rawat Gedung (j)

persentase biaya pemeliharaan bangunan


ke-j

Pemeliharaan Effluent (t) = Investasi Effluent (t) x % Rawat Effluent......(91)


Keterangan :
Investasi Effluent (t)

jumlah

investasi

untuk

perlengkapan

effluent treatment pada tahun ke-t.


% Rawat Effluent

persentase

biaya

pemeliharaan

perlengkapan effluent treatment


n6

Pemeliharaan Kendaraan (t) =

Investasi Kendaraan (tj) x


% Rawat Kendaraan (j)

.(92)

j=1
Keterangan :
n6

jumlah item kendaraan yang direncanakan


dibeli pada tahun ke-t.

Investasi Kendaraan (tj)

jumlah

investasi kendaraan ke-j yang

direncanakan dibeli pada tahun ke-t


% Rawat Kendaraan (j)

persentase

biaya

kendaraan ke-j

pemeliharaan

item

81
Biaya Asuransi
Biaya asuransi yang dimaksud adalah biaya asuransi untuk perlindungan
gedung dan peralatan serta mesin-mesin pabrik yang dihitung dengan persentase
biaya asuransi dengan total investasi yang dibutuhkan. Diagram alir deskriptif
untuk menentukan biaya asuransi dapat dilihat pada Gambar 22. Persamaanpersamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya asuransi adalah
sebagai berikut.
Asuransi(t) = Investasi (t) x % Asuransi .................................................. (93)
Keterangan :
Asuransi (t)

biaya asuransi pada tahun ke-t

% Asuransi

persentase biaya asuransi terhadap total


investasi

Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran digunakan untuk lebih mensosialisasikan penggunaan
biodisel

dan menyadarkan masyarakat bahwa penggunaan biodisel

banyak

memberikan manfaat, baik langsung maupun tidak langsung dibandingkan dengan


mengggunakan bahan bakar solar. Biaya pemasaran dihitung dengan mengalikan
persentase biaya pemasaran dengan total penjualan per tahunnya. Diagram alir
deskriptif untuk menentukan biaya pemasaran dapat dilihat pada Gambar 23.
Persamaan-persamaan matematis yang digunakan dalam menentukan biaya
pemasaran adalah sebagai berikut.

Pemasaran (t) = Penjualan (t) x % Biaya Pemasaran

.................... (94)

Keterangan :
Pemasaran(t)

biaya pemasaran pada tahun ke-t (US $).

%BiayaPemasaran

persentase biaya pemasaran terhadap total


nilai penjualan

Penjualan(t)

total nilai penjualan pada tahun ke-t (US $)

82
Biaya Gaji
Biaya gaji dihitung dengan menjumlahkan gaji yang diterima masingmasing karyawan untuk setiap posisi/jabatan. Diagram alir deskriptif untuk
menentukan biaya gaji dapat dilihat pada Gambar 24.

Persamaan-persamaan

matematis yang digunakan dalam menentukan biaya gaji adalah sebagai berikut.
n
Biaya Gaji (t) =

Jum Karyawan (tj) x Gaji


Karyawan (tj)

.......... (95)

j=1
Keterangan :
:

jumlah jenis karyawan

JumKaryawan(tj)

jumlah karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t.

GajiKaryawan(tj)

gaji karyawan tipe ke-j pada tahun ke-t

83

Mulai

Biaya pembelian peralatan /


gedung / kendaraan

Prosentase biaya asuransi untuk


setiap peralatan / gedung /
kendaraan

Hitung biaya asuransi untuk setiap


peralatan / gedung / kendaraan

Hitung total biaya asuransi

Total biaya asuransi per tahun

Selesai

Gambar 22. Diagram alir deskriptif untuk menentukan biaya


asuransi peralatan/mesin pada pabrik biodisel

84
Mulai

Prosentase biaya
Mulaipemasaran
terhadap omzet penjualan
Prosentase biaya administrasi
Total
penjualan
biodisel
dan
terhadap
omzet
penjualan
hasil sampingannya
Total penjualan biodisel dan
biaya pemasaran
hasilHitung
sampingannya

Total
biaya
pemasaran
per tahun
Hitung
biaya
administrasi

Total biaya administrasi per tahun


Selesai

Selesai

Gambar 23. Diagram alir deskriptif untuk menentukan


biaya pemasaran dan biaya administrasi
pabrik biodisel

85
Mulai

Jumlah personalia di tingkat


manajemen puncak
Gaji per bulan untuk manajemen
puncak

Jumlah personalia di tingkat


manajemen bawah
Gaji per bulan untuk manajemen
bawah

Jumlah personalia di tingkat


pelaksana / operator
Gaji per bulan untuk setiap
pekerja pelaksana /operator

Hitung total gaji untuk personalia di tingkat :


Manajemen puncak
Manajemen bawah
Pelaksana / operator

Hitung total gaji seluruh personalia

Total gaji per tahun

Selesai

Gambar 24. Diagram alir deskriptif untuk menentukan


biaya gaji karyawan pabrik biodisel

Sub-Submodel Laba Rugi


Submodel ini dipakai untuk menentukan proyeksi laporan laba rugi industri
biodisel. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi dapat dilihat pada

86
Gambar 25. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel laba rugi
adalah sebagai berikut.
Laba Sebelum Pajak (t) = Penjualan (t) Biaya Produksi (t)

....... (96)

Laba Kena Pajak (t) = Laba Sebelum Pajak (t) Akumulasi


Kerugian (t) ............................................................ (97)
Laba Setelah Pajak (t) = Laba Kena Pajak (t) Pph Pasal 25 (t)

.... (98)

Penentuan pajak penghasilan :


Jika Laba Kena Pajak (t) 25.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = 5% x Laba Kena Pajak (t)
Jika 25.000.000 < Laba Kena Pajak (t) 50.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + 10% x (Laba Kena Pajak (t)
25.000.000)
Jika 50.000.000 < Laba Kena Pajak (t) 100.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + 15% x (Laba
Kena Pajak(t) 50.000.000)
Jika 100.000.000 < Laba Kena Pajak (t) 200.000.000, maka :
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + (15% x
50.000.000) + 30% x (Laba Kena Pajak (t) 100.000.000)
Jika Laba Kena Pajak (t) > 200.000.000, maka:
PPh Pasal 25 (t) = (5% x 25.000.000) + (10% x 25.000.000) + (15% x
50.000.000) + (30% x 100.000.000) + 35% x (LabaKenaPajak(t)
200.000.000)
Keterangan :
Laba Sebelum Pajak (t)

laba sebelum pajak pada tahun ke-t industri


biodisel.

Laba Kena Pajak (t)

Akumulasi Kerugian (t)

laba yang terkena pajak pada tahun ke-t


industri biodisel
akumulasi kerugian pada tahun ke-t industri
biodisel

Pph Pasal 25 (t)

pajak penghasilan badan atau perusahaan


industri biodisel pada tahun ke-t

87
Sub-Submodel Aliran Dana
Submodel ini

dikembangkan untuk menentukan aliran kas industri

biodisel dalam kegiatan-kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan dalam


satu periode keuangan. Di sini dapat ditentukan besarnya perubahan kas pada
awal dan akhir periode. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana dapat
dilihat pada Gambar 26. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel
aliran dana adalah sebagai berikut :
Penerimaan Dana (t) = Modal Sendiri (t) + Pinjaman Bank (t) +
Penjualan(t)
...................................... (99)
Pengeluaran Dana (t)= Investasi(t) + Biaya Produksi(t)
+ Pembayaran Deviden (t)
............................. (100)
Saldo Kas Awal (1) = Penerimaan Dana(1) PengeluaranDana(1)

..... (101)

Saldo Kas Akhir (t) = Saldo Kas Awal (t-1) + (Penerimaan (t)
Pengeluaran Dana (t))
............................. (102)
Keterangan :
Penerimaan Dana(t)

total kas masuk pada tahun ke-t

Modal Sendiri(t)

suntikan dana segar dari modal sendiri pada


tahun ke-t.

Pinjaman Bank(t)

suntikan dana yang diperoleh dari pinjaman


bank pada tahun ke-t

Penjualan (t)

total nilai penjualan pada tahun ke-t

Saldo Kas Awal (t)

saldo kas awal pada tahun ke-t

Saldo Kas Akhir (t)

saldo kas akhir pada tahun ke-t

88

Mulai

Total penjualan per


tahun

Total biaya produksi


biodisel per tahun

Aturan perpajakan

Hitung laba rugi pabrik biodisel

Laporan laba atau rugi pabrik


biodisel

tidak

Rugi ?

ya
Kebijakan pemerintah

Selesai

Gambar 25. Diagram alir deskriptif sub-submodel laba rugi

89

Mulai

Setoran dana awal


Pinjaman dari pihak ketiga
Penjualan produk (biodisel dan gliserin )

Hitung total kas masuk

Kas masuk

Investasi pembangunan pabrik biodisel


Biaya produksi biodisel
Pembayaran angsuran pokok
Pembayaran deviden
Hitung total kas keluar

Kas keluar

Hitung kas akhir

Saldo Kas akhir

tidak
tidak

Negatif ?

ya
Kebijakan pemerintah

Selesai

Gambar 26. Diagram alir deskriptif sub-submodel aliran dana

90
Sub-Submodel Neraca
Dalam submodel ini dapat ditentukan proyeksi posisi neraca untuk industri
biodisel. Diagram alir deskriptif untuk sub-submodel neraca dapat dilihat pada
Gambar 27. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel neraca adalah
sebagai berikut.:
TotalAktiva(t) = Saldo Kas Akhir (t) + (Nilai Buku Weighbridge (t) + Nilai
Buku Storage Tank (t) + Nilai Buku Pabrik (t) + Nilai Buku
Power House (t) + Nilai Buku W Treatment (t) + Nilai
Buku Pipa (t) + Nilai Buku Listrik (t) +
Nilai Buku Lab (t) + Nilai Buku Effluent (t) + Nilai Buku
Kendaraan (t) .............................................................. (103)
Total Pasivat = Hutangt + Modal Sendirit + Laba Ditahant

................. (105)

................................ (106)

Total Aktivat = Total Pasivat


Keterangan :
Total Aktiva (t)

total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap


pada tahun ke-t.

Saldo Kas Akhir (t)

saldo kas pada akhir tahun ke-t.

Nilai Buku Weighbridge (t)

nilai buku asset weighbridge yaitu nilai


perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Storage Tank (t)

nilai buku asset storage tank yaitu nilai


perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Pabrik (t)

nilai buku asset peralatan dan mesin pabrik


yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Power House (t)

nilai buku asset perlengkapan power house


yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Wtreatment (t)

nilai buku asset peralatan water treatment


yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

91
Nilai Buku Pipa (t)

nilai

buku

asset

pipa

yaitu

nilai

perolehannya dikurangi dengan akumulasi


penyusutannya pada tahun ke-t.
Nilai Buku Listrik (t)

nilai buku asset peralatan listrik yaitu nilai


perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Lab (t)

nilai buku asset peralatan laboratorium yaitu


nilai

perolehannya

dikurangi

dengan

akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.


Nilai Buku Effluent (t)

nilai buku asset peralatan effluent treatment


yaitu nilai perolehannya dikurangi dengan
akumulasi penyusutannya pada tahun ke-t.

Nilai Buku Kendaraan (t)

nilai buku asset kendaraan yaitu nilai


perolehannya dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya pada tahun ke-t.

Total Pasiva (t)

total pasiva yang berupa hutang dan modal


pada tahun ke-t.

Modal Sendiri (t)

akumulasi modal sendiri yang disetor


sampai dengan tahun ke-t.

Laba Ditahan (t)

akumulasi dari laba ditahan sampai dengan


tahun ke-t.

Sub-sub Model Kelayakan


Submodel ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan
investasi, sehingga diperoleh hasil tentang kelayakan ekonomis pendirian industri
biodisel. Diagram alir sub-submodel kelayakan dapat dilihat pada Gambar 31.
Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel kelayakan investasi adalah
sebagai berikut :
SaldoKasBersiht = Penjualant (BiayaPraoperasionalt + TotalInvestasit
+BiayaManajement + BiayaPemeliharaanTMt +
BiayaPemupukant + BiayaPanenDanPengangkutant +
BiayaPengolahant + BiayaPemasarant + BiayaBungat +
Pph Pasal 25t ) .............................................................(107)

92
1
...................................... (108)

FaktorDiskonto(t) =
t

(1 + SukuBunga)
n
NPV =

Faktor Diskonto (t) x Saldo Kas Bersih (t) ................ ..............(109)

t=1
Hutang jangka
panjang

Mulai

Modal sendiri

Saldo kas akhir

Nilai perolehan aset


Penyusutan aset

Akumulasi laba / rugi


ditahan

Hitung total pasiva

Hitung akumulasi penyusutan aset

Hitung nilai buku aset

Nilai buku aset

Hitung total aktiva

Total pasiva

Total aktiva
tidak
Total pasiva =
Total aktiva ?
ya
Neraca

Selesai

Gambar 27. Diagram alir deskriptif sub-submodel neraca

93
NPV Positif
.............................(110)

IRR = iNPV Positif +


(NPV Positif NPV Negatif)
x (iNPVNegatif iNPVPositif)
NPV

........................ ............. (111)

Profitability Indeks =
Investasi Awal
Keterangan :
Saldo Kas Bersih (t)

aliran kas bersih pada tahun ke-t industri


biodisel

Suku Bunga

tingkat suku bunga pinjaman

Faktor Diskonto (t)

faktor diskonto pada tahun ke-t.

NPV

Net Present Value

IRR

Internal Rate of Return

iNPV Positif

tingkat suku bunga yang masih membuat


nilai NPV tetap positif

iNPV Negatif

tingkat suku bunga yang mulai membuat


nilai NPV negatif.

Investasi Awal

suntikan dana awal yang diperoleh dari


modal sendiri dan modal pinjaman.

Sub-submodel Analisa Rasio (NPV, IRR, B/C, PI, PBP)


Submodel ini dipakai untuk menentukan angka Weighted Average Cost of
Capital

(WACC)

yang

dipergunakan

dalam

kriteria

investasi

mempertimbangkan nilai waktu dari uang pada industri biodisel.

dengan

Persamaan

matematis yang digunakan dalam submodel biaya modal adalah sebagai berikut :
WACC(t)= (PersentaseModalSendiri(t)x BiayaModalSendiri) +
(PersentaseHutang(t) x SukuBunga x (1PajakEfektifRataRata(t))) ................................................... (112)
PajakEfektifRataRata(t)= (PersentasePajak5%(t) x 5%) +
(PersentasePajak10%(t) x 10%) +
(PersentasePajak15%(t) x 15%) +
(PersentasePajak30%(t) x 30%) +
(PersentasePajak35%(t)t x 35%) ................ (113)

94
Keterangan :
Total Aktiva (t)

total aktiva yang berupa kas dan aktiva tetap


pada tahun ke-t.

Pajak Efektif Rata-rata (t)

persentase pajak rata-rata yang ditanggung


industri pengolahan biodisel pada tahun ket.

Persentase Pajak 5% (t)

persentase total pajak penghasilan yang


terkena pajak penghasilan 5% pada tahun
ke-t.

Persentase Pajak 10% (t)

persentase total pajak penghasilan yang


terkena pajak penghasilan 10% pada tahun
ke-t.

Persentase Pajak 15% (t)

persentase total pajak penghasilan yang


terkena pajak penghasilan 15% pada tahun
ke-t.

Persentase Pajak 30% (t)

persentase total pajak penghasilan yang


terkena pajak penghasilan 30% pada tahun
ke-t.

Persentase Pajak 35% (t)

persentase total pajak penghasilan yang


terkena pajak penghasilan 35% pada tahun
ke-t.

WACC (t)

biaya modal rata-rata pada tahun ke-t.

Persentase Modal Sendiri (t)

persentase modal sendiri terhadap total


modal yang dimiliki pada tahun ke-t.

Biaya Modal Sendiri

Persentase Hutang (t)

biaya yang harus ditanggung jika


menggunakan modal sendiri yaitu harapan
pemilik modal terhadap modal yang telah
ditanamkan (dinyatakan dalam satuan
persen)
persentase modal yang diperoleh dari
pinjaman terhadap total modal yang dimiliki
pada tahun ke-t.

Suku Bunga

tingkat suku bunga yang berlaku

95

Mulai

Kas masuk
Kas keluar

Penghitungan kas bersih

Kas bersih (net cash flow )

Faktor diskonto
Biaya modal

Penghitungan NPV, IRR,


B/C, PI, dan PBP

NPV, IRR, B/C, PI, PBP


ya

Layak ?

Kebijakan pemerintah

Selesai

Gambar 28. Diagram alir deskriptif sub-submodel kelayakan


Submodel ini juga digunakan untuk menentukan kinerja keuangan industri
biodisel dengan menggunakan angka-angka rasio yang diperoleh dari laporan laba
rugi dan neraca. Diagram alir deskriptif submodel analisis finansial dapat dilihat

96
pada Gambar 29. Persamaan matematis yang digunakan dalam submodel analisis
finansial adalah sebagai berikut :
Saldo Kas Akhir (t)
...(114)

Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva (t) =


Total Aktiva (t)
Keterangan :
Rasio Modal Kerja

TerhadapTotal Aktiva (t)


Saldo Kas Akhir (t)

Total Debt To Equity Ratio (t)

rasio modal kerja terhadap total aktiva pada


tahun ke-t.

Keterangan :
Total Debt To Equity Ratio (t)

saldo kas akhir pada tahun ke-t.

Hutang(t)
Modal Sendiri (t) + Laba Ditahan (t)

... (115)

: rasio antara total hutang dengan modal


sendiri pada tahun ke-t.

Hutang (t)

: hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.

Modal Sendiri (t)

akumulasi modal sendiri yang disetor


sampai dengan tahun ke-t.

Laba Ditahan (t)

: akumulasi laba ditahan sampai dengan


tahun ke-t

Hutang (t)
Total Debt To Total Capital Assets(t) =

.......................... (116)
Total Aktiva (t)

Keterangan :
Total Debt ToTotal Capital

Assets(t)
Hutang (t)

rasio antara total hutang dengan total modal


kerja pada tahun ke-t.

hutang yang dimiliki pada tahun ke-t.

97

Mulai

Laporan laba rugi


Neraca

Penghitungan kinerja keuangan dengan


menggunakan analisis rasio

Kinerja keuangan
Rentabilitas
Likuiditas
Solvabilitas
Rasio overage
Rasio aktivitas

Memuaskan ?
tidak

ya
Selesai

Gambar 29. Diagram alir deskriptif sub-submodel


analisis finansial

Laba SebelumPajak (t)


................................... (117)

Gross Profit Margin (t) =


Penjualan (t)
Keterangan :
Gross Profit Margin (t)

: margin keuntungan kotor pada tahun ke-t.

Laba Sebelum Pajak (t)

: laba sebelum pajak pada tahun ke-t.

Penjualan (t)

: total nilai penjualan hasil produksi pada


tahun ke-t.
Biaya Produksi (t)
Operating Ratio (t) =
............................................ (118)

98
Penjualan (t)
Keterangan :
Operating Ratio (t)

: rasio operasi pada tahun ke-t.

Biaya Produksi (t)

: total biaya produksi pada tahun ke-t.

Penjualan (t)

: total nilai penjualan pada tahun ke-t.


Laba Setelah Pajak (t)
................................... (119)

Net Profit Margin (t) =


Penjualan (t)
Keterangan :
Net Profit Margin (t)

: margin keuntungan bersih pada tahun ke-t.

Laba Setelah Pajak (t)

: laba setelah pajak pada tahun ke-t.

Penjualan (t)

: total nilai penjualan pada tahun ke-t.

Penjualan (t)
................................... (120)

Total Assets Turnover (t) =


Total Aktiva (t)
Keterangan :
Total Assets Turnover (t)

: tingkat perputaran asset pada tahun ke-t.

Penjualan (t)

: total nilai penjualan pada tahun ke-t.

Total Aktiva (t)

: total aktiva pada tahun ke-t.

Earning Power (t) = Gross Profit Margin (t) x Total Assets Turnover (t)..(121)
Laba Setelah Pajak (t)
ROI (t) =

atau
Total Aktiva (t)
Net Profit Margin (t) x Total Asset Turnover (t)......................(122)

Keterangan :
ROI (t)

: return on investment pada tahun ke-t.

Laba Setelah Pajak (t)

: laba setelah pajak pada tahun ke-t

Total Aktiva (t)

: total aktiva pada tahun ke-t.


Laba Setelah Pajak (t)

Rate Return For The Owner (t) =

....................... (123)

99
Modal Sendiri (t)
Keterangan :
Rate Return For The Owner (t)

: tingkat pengembalian kepada pemilik


modal pada tahun ke-t

Laba Setelah Pajak (t)

: laba setelah pajak pada tahun ke-t

Modal Sendiri (t)

: akumulasi modal sendiri yang disetor


sampai dengan tahun ke-t
Penjualan(t)
....................... (124)

Working Capital Turnover (t) =


Saldo Kas Akhir(t)
Keterangan :
Working Capital Turnover(t)

: tingkat perputaran modal kerja pada


tahun ke-t

Penjualan (t)

: total nilai penjualan hasil produksi pada


tahun ke-t

Saldo Kas Akhir (t)

: saldo kas akhir pada tahun ke-t.

3.3.5. Submodel Lingkungan


Submodel ini digunakan untuk menghitung besarnya perubahaan iklim
global akibat penggunaan bahan bakar BBM solar dan biodisel.
Dalam analisis lingkungan dilakukan beberapa perhitungan sebagai berikut :

Selisih emisi BBM solar dengan emisi biodiesel

Konversi emisi BBM solar dan emisi biodisel dengan dampak iklim global
menurut standar UNEP.

Dalam analisis ini parameter yang digunakan untuk menilai perubahan iklim
global tersebut adalah hujan asam, pemanasan global dampak fotokimia yang
merupakan polutan-polutan pencemaran udara yang ada di atmosfir dan bumi.
Analisa Beban Lingkungan (Environmental Burden = EB) dari emisi sisa
pembakaran bahan bakar kendaraan. Perbandingan antara Bahan Bakar Disel dan
Biodisel dengan Analisa Beban Lingkungan dapat diperoleh dari penghitungan
yang terdiri dari :
1.

Indeks EB Asiditas

100
2.

Indeks EB Global Warming

3.

Indeks EB Fotokimia
Setelah diperoleh hasil penilaian terhadap masing-masing sub model,

maka disusun keterkaitannya variabel berdasarkan persamaan yang dibangun.


Penilaian terhadap Sistem Penunjang Keputusan Investasi secara keseluruhan
dilakukan bersamaan dengan validasi model. Pada model Sistem Penunjang
Keputusan Investasi dapat dilakukan simulasi terhadap variabel-variabel yang
diinginkan sehingga pengguna dapat mengetahui beberapa alternatif keputusan
yang diperlukan.

101

Mulai

Emisi penggunaan BBM solar


Emisi penggunaan biodisel

Penghitungan selisih emisi BBM solar


dengan biodisel

Selisih emisi

tidak

Selisih positif
ya
Penghitungan pengurangan emisi
jika menggunakan biodisel

konversi terhadap lingkungan


yang ditetapkan oleh UNEP

Dampak terhadap iklim global akibat


penggunaan biodisel dan BBM solar

Selesai

Gambar 30. Diagram alir deskriptif submodel lingkungan

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rekayasa Model SPK


Model penunjang keputusan investasi pada industri biodisel kelapa sawit
bertujuan untuk menilai faktor-faktor yang berpengaruh dalam melakukan
investasi pada industri tersebut. Faktor yang berpengaruh terdiri dari 5 faktor yang
disebut sebagai submodel yaitu :
1.

Submodel sumberdaya untuk menilai potensi ketersediaan bahan baku


CPO yang akan dijadikan biodisel.

2.

Submodel teknis produksi untuk menilai ketersediaan teknologi dan


persyaratan yang diperlukan dalam mengolah bahan baku CPO
menjadi biodisel.

3.

Submodel pasar untuk menilai potensi pasar biodisel di dalam dan di


luar negeri.

4.

Submodel analisis finansial untuk menilai kelayakan finansial dari sisi


pengeluaran, penerimaan dan biaya investasinya.

5.

Submodel lingkungan untuk menilai perbedaan dampak penggunaan


biodisel dan solar terhadap lingkungan

Hubungan antara submodel penyusun model SPK investasi industri


biodisel pada permodelan software I Think tertera pada gambar 31. Asumsi dasar
keterkaitan alir variabel dalam submodel sistem penunjang keputusan diatas
meliputi :
1. Biodisel kelapa sawit diproses dari bahan baku minyak CPO (Crude Palm
Oil).
2. Biodisel yang dihasilkan digunakan sebagai produk subsitusi dari bahan
bakar minyak solar yang digunakan sebagai bahan bakar cair pada alat
transportasi.
3. Simulasi desain pabrik yang digunakan dalam perhitungan investasi
berkapasitas 100.000 ton biodisel per tahun dengan hasil produk samping
gliserin lebih kurang 10.000 ton/tahun.
4. Pangsa pasar biodisel di dalam negeri diasumsikan sebagai pengganti 510% produk bahan bakar minyak solar per tahun. Potensi pangsa biodisel

103
di luar negeri dikaitkan dengan kesepakatan iklim Carbon Trade yang
tertuang dalam Protokol Kyoto.
5. Industri biodisel diasumsikan terdiri dari agregasi pengolahan/pabrik besar
(kapasitas 100.000 ton/tahun). Industri jangka panjang 10-15 tahun dengan
perbandingan modal sendiri dibanding hutang 60:40.
6. Analisa

dampak

lingkungan

dilakukan

secara

global

dengan

membandingkan perbedaan iklim global yang ditimbulkan akibat


penggunaan biodisel dan BBM solar, menggunakan standar acuan yang
diterbitkan oleh UNEP (United Nation Environment Program).
Secara diagram keterkaitan (influence diagram) antara submodel terlihat
pada gambar 31.
SM Teknis Produksi

SM Sumberdaya

IK Sumberdaya

IK Teknis Produksi

Model SPK

SM Finansial

Investasi

IK Finansial

SM Lingkungan

SM Pasar

IK Lingkungan

IK Pasar

Keterangan

SM : Submodel
IK : Implikasi Kebijakan

Gambar 31. Hubungan antar submodel dari SPK investasi pada industri
biodisel kelapa sawit (Influence Diagram)
Skenario permodelan diperoleh dari hasil analisis keragaan penggunaan
CPO nasional saat ini. Penggunaan CPO nasional terdiri dari penggunaannya di
dalam negeri yaitu untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia.
Sedangkan penggunaan di luar negeri adalah untuk diekspor ke berbagai negara
tujuan. Jika industri biodisel kelapa sawit akan dikembangkan di Indonesia maka

104
akan menambah kegunaan CPO yaitu sebagai bahan baku bagi pembuatan
biodisel. Dalam rangka menentukan apakah industri BDS akan memberikan
manfaat atau keuntungan jika dikembangkan di Indonesia maka diperlukan
pengkajian terhadap investasi tesebut. Dalam menilai kelayakan investasi industri
baik kelayakan finansial maupun kelayakan non finansial seperti ketersediaan
bahan baku industri, ketersediaan dan keterjangkauan teknologi pengolahannya,
manfaat dari produk ramah lingkungan dan efek ganda (multiplayer effect) yang
diperoleh dari penggunaan produk kelapa sawit sebagai bahan bakunya.
Hubungan antar variabel pada permodelan disusun berdasarkan fenomena tersebut
diatas.

Gambar 32. Alur hubungan variabel pada Permodelan Sistem Penunjang


Keputusan Investasi
Dalam merekayasa model maka abstraksi dari semua keterkaitan tersebut
dimodelkan dengan mengakisisi pengetahuan dari masing-masing variabel, untuk
selanjutnya pengetahuan tersebut diolah pada program komputer.
Sistem penunjang keputusan investasi pada industri biodisel dirancang
dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel, Lotus smart suite dan I Think
versi 6.0. Model dibangun dengan memperhatikan keterkaitan antar submodel
dengan submodel lainnya, dimana dalam spreadsheet keterkaitan tersebut dapat
berupa hubungan antar sel dan hubungan antar spreadsheet. Representasi dari
model SPK yang dikembangkan

menggunakan bantuan perangkat lunak I

Think. Aplikasi SPK disajikan secara interaktif sehingga pengambil keputusan

105
mudah melakukan perubahan suatu skenario jika dikehendaki. Gambar tampilan
awal program I Think SPK investasi Industri biodisel di Indonesia tertera pada
Gambar 33 dibawah ini.

Gambar 33. Tampilan awal program I Think SPK investasi Industri


biodisel di Indonesia
Model yang dikembangkan dengan perangkat lunak I Think selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran dalam bentuk CD 1.
4.2. Simulasi dan Validasi Model Sistem Dinamis Investasi Industri Biodisel
Kelapa Sawit
4.2.1. Simulasi Model Sistem Dinamis
Simulasi yang dilakukan pada masing-masing submodel yang direkayasa
pada SPK investasi industri biodisel kelapa sawit dipilih berdasarkan keperluan
manajemen atau pengguna.
4.2.1.1. Simulasi Submodel Sumberdaya
1. Simulasi Perkembangan Produksi CPO

106
Proyeksi perkembangan luas lahan perkebunan baik yang dikelola oleh
rakyat (PR), swasta (PBS) maupun negara (PBN) dilakukan dengan pendekatan
model dinamik atau model logistik. Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan
dan tingkat produktivitas lahan dengan korelasi positif. Semakin besar luas lahan
dan tingkat produktivitas suatu lahan maka akan semakin besar produksinya. Luas
lahan dan produktivitas dapat berubah menurut waktu sesuai dengan kondisi yang
terjadi di lapangan. Hasil simulasi produksi CPO pada berbagai tingkat
produktivitas dari PR, PBS, PN dan total perkebunan nasional direkayasa pada
submodel sumberdaya.
Gambar 34 menunjukkan proyeksi perkembangan produksi CPO dengan
produktivitas 1,9 ton/ha pada PR, dan masing-masing 3 ton/ha untuk PBS dan
PBN. Jika tingkat produktivitas diubah maka segera dapat diketahui perubahan
produksi CPO yang akan dihasilkan.

Gambar 34. Hasil simulasi produksi CPO pada submodel sumberdaya


2. Simulasi Perkembangan Permintaan CPO Nasional
Penggunaan CPO di Indonesia selama ini terserap pada industri minyak
goreng, industri oleokimia dan untuk diekspor ke berbagai negara tujuan. Jika
sebagian dari CPO nasional digunakan untuk dijadikan bahan baku pada industri

107
biodisel maka perkembangan permintaan CPO nasional untuk masing-masing
industri disimulasikan pada submodel sumberdaya.
Perkembangan kebutuhan CPO untuk minyak goreng dilakukan dengan
pendekatan perkembangan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita (16.5
kg/kapita). Permintaan pada indutri oleokimia diskenariokan laju permintaan
bertambah 5% setiap tahunnya. Selebihnya diekspor dan digunakan untuk
memasok industri biodisel. Rekayasa submodel yang dibangun adalah
mensimulasikan perubahan permintaan CPO sesuai dengan besarnya prosentase
substitusi solar oleh biodisel yang diinginkan oleh pengguna. Gambar 35 di bawah
ini menunjukkan proyeksi perkembangan permintaan CPO nasional jika
prosentase substitusi solar oleh biodisel adalah 10%.

Gambar 35. Hasil simulasi proyeksi perkembangan permintaan CPO


pada submodel sumberdaya
4.2.1.2. Simulasi Submodel Teknis Produksi
1. Simulasi Produksi Biodisel dan Gliserin Berdasarkan Kapasitas Terpasang
Pembangunan

submodel

teknis

produksi

memberikan

gambaran

perkembangan produksi biodisel dan gliserin mulai dari perusahaan berdiri sampai
dengan akhir masa proyek atau umur investasi. Pada Gambar 36, produksi

108
biodisel dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton per tahun. Besarnya
kapasitas terpasang dapat disimulasikan sehingga besaran dan perubahan produksi
biodisel dan gliserin tiap tahun dapat diketahui. Rekayasa submodel sistem teknis
produksi dapat memberikan gambaran perubahan produksi biodisel dan gliserin
jika kapasitas terpasangnya diubah sesuai perubahan waktu yang terjadi.
Kapasitas terpasang semakin besar produksi biodisel dan gliserin juga semakin
besar atau berkorelasi positif. Perubahan juga akan diikuti oleh perubahan neraca
bahan dan neraca enerji yang diperlukan. Gambar 36 menunjukkan tampilan
perkembangan produksi biodisel dan gliserin dengan kapasitas produksi terpasang
100.000 ton/tahun.

Gambar 36. Hasil simulasi produksi industri biodisel pada submodel teknis
produksi
2. Simulasi Kebutuhan Bahan Baku pada Industri Biodisel
Kebutuhan bahan baku industri biodisel yang terdiri dari bahan baku CPO,
Metanol, KOH, H3PO4 dan bahan bakar. Besarnya kebutuhan bahan baku industri
biodisel dapat disimulasikan berdasarkan kapasitas terpasang. Sebagai contoh
Gambar 37 mensimulasikan kebutuhan bahan baku pada kapasitas produksi
indutri biodisel sebesar 100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 38

109
mensimulasikan kebutuhan bahan baku industri biodisel pada kapasitas 30.000
ton/tahun.

Gambar 37. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 100.000 ton/th

Gambar 38. Kebutuhan bahan baku industri biodisel kapasitas 30.000 ton/th
3. Simulasi Kebutuhan Enerji pada Industri Biodisel
Submodel teknis produksi juga dapat mensimulasikan kebutuhan enerji
pada berbagai kapasitas produksi industri yang diinginkan oleh pengguna. Sebagai
contoh pada Gambar 39 mensimulasikan kebutuhan enerji pada kapasitas produksi
100.000 ton/tahun, sedangkan pada Gambar 40 mensimulasikan kebutuhan enerji
pada industri biodisel kapasitas produksi 30.000 ton/tahun.

110

Gambar 39. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 100.000 ton/th

Gambar 40. Kebutuhan enerji pada industri biodisel berkapasitas 30.000 ton/th
4.2.1.3. Simulasi Submodel Pasar
Submodel pasar terdiri dari analisa produk yang disubstitusi oleh biodisel
yaitu pendugaan perbandingan produksi dan konsumsi solar nasional, proyeksi
perbandingan ekspor dan impor minyak bumi nasional dan simulasi penghematan
subsidi solar terutama jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel.
1. Simulasi Perbandingan Produksi dan Konsumsi Solar Nasional
Hasil proyeksi menunjukkan proyeksi kenaikan konsumsi lebih besar dari
kenaikan produksi setiap tahunnya. Gambar 41 di bawah ini menunjukkan

111
perbandingan kenaikan produksi dan konsumsi nasional sejak tahun 2005 sampai
dengan tahun 2019.

Gambar 41. Proyeksi produksi dan konsumsi solar pada submodel pasar
2. Simulasi Perbandingan Ekspor dan Impor Minyak Bumi
Gambar 42 dibawah ini menunjukkan proyeksi ekspor minyak bumi
semakin menurun sedangkan proyeksi impor semakin meningkat setiap tahunnya.
Gambar 42, menunjukkan perbandingan proyeksi ekspor dan impor minyak bumi
nasional pada tahun 2005 sampai dengan 2019.

Gambar 42. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi pada submodel pasar

112
3. Simulasi Penghematan Subsidi Solar
Submodel pasar juga dapat memberikan gambaran penghematan subsidi
solar jika sebagian dari solar tersebut disubstitusi oleh biodisel. Pada submodel
ini dapat disimulasikan besarnya persentase substitusi solar oleh biodisel sehingga
dapat memberikan gambaran terhadap besarnya penghemtan subsidi terhadap
solar oleh pemerintah. Gambar 43 menunjukkan besarnya penghematan subsidi
terhadap solar yang dikeluarkan oleh pemerintah dari tahun 2005 sampai dengan
2019 jika solar solar yang disubstitusi oleh biodisel adalah 10%.

Gambar 43. Penghematan subsidi solar dengan adanya substitusi biodisel.


4.2.1.4. Simulasi Submodel Analisis Finansial
Rekayasa submodel sistem finansial pada industri biodisel ditujukan untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan dengan mensimulasikan kriteria investasi.
Pada submodel ini kinerja keuangan yang disimulasikan adalah perubahan
besarnya NPV, BCR, rugi laba, aliran kas, dan struktur biaya produksi pada
berbagai tingkat suku bunga, harga biodisel dan harga CPO. Sebagai contoh pada
Gambar 44 memberikan contoh hasil simulasi kinerja keuangan dengan penetapan
suku bunga sebesar 12%, harga biodisel sebesar 700 $ US dan harga CPO sebesar
360 $ US/ton. Pada gambar tersebut terlihat nilai NPV sebesar 20.010.659 $ US
sedangkan nilai BCR sebesar 1,05.

113

Gambar 44. Hasil simulasi analisis NPV dan BCR industri biodisel pada
submodel analisis finansial
4.2.1.5. Simulasi Submodel Lingkungan
Submodel ini memberikan gambaran perbandingan besarnya indeks beban
lingkungan atau EB (Environmental Burden) dari sisa pembakaran biodisel dan
solar. Pada submodel lingkungan perbandingan besarnya nilai EB pada
pembakaran solar dan biodisel terdiri dari tiga yaitu EB Asiditas (efek hujan
asam), EB Global Warming (efek pemanasan global) dan EB Smog Fotokimia
(efek asap hitam). Perbandingan besarnya masing-masing nilai EB dalam 1 tahun
untuk setiap 100.000 ton biodisel dan solar yang digunakan tertera pada gambar
45, gambar 46, dan gambar 47, di bawah ini.
1. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Asiditas
Gambar 45 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan asiditas
antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.

114

Gambar 45. Nilai indek EB (Environmental Burden) asiditas submodel


lingkungan
2. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Global Warming
Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan global
warming antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.

Gambar 46. Nilai indek EB (Environmental Burden) global warming


submodel lingkungan
3. Simulasi Perbandingan Beban Lingkungan atau Indeks EB Smog Fotokimia
Gambar 46 menunjukkan perbandingan indeks beban lingkungan Smog
Fotokimia antara solar dan biodisel setiap penggunaan 100.000 ton per tahunnya.

115

Gambar 47. Nilai indek EB (Environmental Burden) smog fotokimia


submodel lingkungan
4.2.2. Validasi Model Sistem
Validasi pada masing-masing submodel dilakukan dengan menetapkan
beberapa skenario yang nilainya baik langsung diperoleh dari berbagai sumber
maupun melalui pengolahan data terlebih dulu. Skenario yang digunakan dalam
sistem penunjang keputusan investasi industri BDS dapat dilihat pada lampiran 3.
Hasil validasi pada tiap submodel seperti berikut.
4.2.2.1. Submodel Sumberdaya
Proyeksi luas lahan perkebunan dan produksi CPO
Submodel ketersediaan CPO digunakan untuk melihat seberapa besar
ketersediaan CPO di dalam negeri yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodisel. Penggunaan CPO untuk bahan baku biodisel diskenariokan diperoleh
dari sisa CPO yang tidak digunakan untuk ekspor, bahan baku industri minyak
goreng dan bahan baku industri oleokimia. Skenario yang digunakan adalah CPO
ekspor sebesar 60% dari total produksi CPO nasional, sedangkan sisanya (40%)
adalah CPO yang digunakan di dalam negeri terutama pada industri minyak
goreng dan industri oleokimia.
CPO nasional dipenuhi dari tiga jenis perkebunan yaitu perkebunan rakyat,
perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO
dari ketiga perkebunan tersebut dilakukan dengan melakukan terlebih dahulu
proyeksi terhadap luas lahan dari ketiga jenis pengusahaan perkebunan tersebut.

116
Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan
produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir.
Pemilihan model proyeksi luas lahan

perkebunan kelapa sawit untuk

masing-masing jenis pengusahaan perkebunan dilakukan dengan menggunakan


permodelan dinamis atau disebut model logistik. Permodelan logistik dilakukan
dengan pendugaan parameter model dinamis. Tahapan permodelan yaitu: 1)
memformulasikan model sesuai dengan fenomena sebenarnya; 2) menetapkan
asumsi; 3) memformulasikan masalah matematis; 4) pemecahan masalah
matematis; 5) merumuskan solusi; 6) melakukan validasi model dan; 7)
Penggunaan model untuk proyeksi. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2004,
luas lahan perkebunan selama 15 tahun terakhir (data tahun 19892004) untuk
Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Besar
Negara (PBN) maka diketahui besarnya laju pertambahan luas lahan setiap
tahunnya. Berdasarkan peta kesesuaian lahan perkebunan dapat diperhitungkan
potensi luas lahan yang dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perkiraan luas
lahan sampai dengan 10 15 tahun yang akan datang adalah 8 juta ha dengan
komposisi 36,76% lahan untuk perkebunan

rakyat, 51,86% lahan untuk

perkebunan besar swasta, dan 11,38% lahan untuk perkebunan besar negara.
Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004
atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas
lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang
tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi.
Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik,
proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai
persamaan seperti yang tertera dibawah ini.
1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat
Yt =

5.96688 x 1011 e0.199749t


3.04 x 106 + 196279 (-1 + e0.199749t)

..............

(125)

117

GBR PR
PR (Hektar)
4,000,000.00
3,000,000.00
2,000,000.00

model

1,000,000.00
0.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33

THN

Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa


sawit dari perkebunan rakyat dengan menggunakan
model dinamis
Dari hasil grafik proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat
tersebut diatas dapat dilihat peningkatan areal luas lahan sejak tahun 1988 (tahun1) sampai tahun 2021 (tahun ke-33) yaitu dari 500.000 ha menjadi 3,5 juta ha.
Setelah itu laju pertumbuhan tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang
tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan rakyat.
Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat

R2

t
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Y(t)
196.279,00
223.832,00
291.338,00
384.594,00
439.468,00
502.332,00
572.544,00
658.536,00
738.887,00
813.175,00
890.506,00
1.038.289,00
1.190.154,00
1.566.031,00
1.795.321,00
1.810.641,00
= 0.9748

Ypred(t)
196.279,00
236.302,27
283.672,58
339.389,48
404.444,10
479.753,27
566.073,45
663.897,47
773.342,12
894.040,32
1.025.057,23
1.164.852,09
1.311.304,60
1.461.815,81
1.613.478,43
1.763.295,44

R2 Corrected

(Ypred(t)-Y(t))/Y(t)
0,00
0,06
-0,03
-0,12
-0,08
-0,04
-0,01
0,01
0,05
0,10
0,15
0,12
0,10
-0,07
-0,10
-0,03
= 0.9730

118
Dari hasil perhitungan validasi model logistik dapat diketahui luas lahan
yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup kecil
yaitu rata-rata berkisar 6 persen dan ditunjukkan dengan nilai R2 yang diperoleh
sebesar 0,97. Hal ini berarti tingkat keakuratan pendugaan cukup tinggi.
2. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar negara
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan negara
Yt =

3.65516 x 1011e0.0824692t
960000. + 380746 (-1 + e0.0824692t)

.......................... (126)

GBR PBN

PBN (Hektar)
1.000.000,00
800.000,00
600.000,00
model

400.000,00
200.000,00
0,00
1

7 10 13 16 19 22 25 28 31

THN

Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa


sawit dari perkebunan negara dengan menggunakan
model dinamis
Dari grafik hasil proyeksi luas lahan perkebunan besar negara terlihat laju
kenaikan pertambahan luas sejak tahun 1993 (tahun-1) sampai dengan tahun 2026
(tahun ke-33). Kemudian mengalami keadaan yang tetap akibat tidak adanya
lahan perkebunan cadangan tersedia. Lahan maksimum yang tersedia berkisar
900.000 ha.
Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan
besar negara (data mulai tahun ke-5)
t
0
1
2
3

Y(t)
380.746,00
386.309,00
404.732,00
426.804,00

Ypred(t)
380.745,83
399.852,16
419.223,96
438.799,72

(Ypred(t)-Y(t))/Y(t)
0,00
0,04
0,04
0,03

119
Tabel 5. Lanjutan
4
448.735,00
5
489.143,00
6
516.447,00
7
528.716,00
8
540.728,00
9
556.323,00
10
560.557,00
11
576.999,00
12
588.125,00
13
609.947,00
14
631.566,00
15
645.823,00
R2

458.515,29
478.304,61
498.100,64
517.836,25
537.445,16
556.862,76
576.027,00
594.879,13
613.364,40
631.432,60
649.038,52
666.142,31

R2 Corrected

=0.9695;

0,02
-0,02
-0,04
-0,02
-0,01
0,00
0,03
0,03
0,04
0,04
0,03
0,03

=0.9661

Validasi model logistik pada proyeksi luas lahan perkebunan besar negara
menunjukkan luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya mempunyai
perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata kurang dari 3%. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai R2 sebesar 0,97.
3. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar swasta
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan besar swasta
Yt

1.17268 x 1012e0.207195t
4.x106+293171(-1+e0.207195t)

........................... (127)

GBR PBS
PBS (Hektar)
6.000.000,00
4.000.000,00
2.000.000,00
0,00

model

9 13 17 21 25 29 33
THN

Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa


sawit dari perkebunan besar swasta dengan
menggunakan model dinamis

120
Dari grafik proyeksi luas lahan perkebunan besar swasta terlihat terjadi
peningkatan areal sejak tahun 1988 (tahun ke-1) sampai dengan tahun 2020 (tahun
ke-30) yaitu dari luas lahan 500.000 ha menjadi 4 juta ha. Akan tetapi kemudian
mengalami laju yang tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia
untuk dijadikan lahan perkebunan besar swasta.
Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta

t
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
R2

Y(t)
293.171,00
383.668,00
463.093,00
531.219,00
638.241,00
730.109,00
845.296,00
961.718,00
1.083.823,00
1.254.169,00
1.409.134,00
1.617.427,00
2.050.739,00
2.314.209,00
2.430.222,00
2.554.882,00
=0.9889;

Ypred(t)
293.171,00
354.680,93
427.607,49
513.416,72
613.488,42
728.987,17
860.703,88
1.008.879,37
1.173.032,34
1.351.823,33
1.542.991,38
1.743.395,92
1.949.180,21
2.156.046,89
2.359.607,89
2.555.750,02

R2 Corrected

(Ypred(t)-Y(t))/Y(t)
0,00
-0,08
-0,08
-0,03
-0,04
0,00
0,02
0,05
0,08
0,08
0,09
0,08
-0,05
-0,07
-0,03
0,00

=0.9881

Dari hasil validasi data proyeksi dengan data sebenarnya diketahui nilai
data yang diproyeksi mempunyai perbedaan yang cukup kecil atau rata-rata
sebesar 3%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,99, atau tingkat akurasi
model cukup tinggi.
Luas lahan maksimum dapat berubah jika pemerintah menetapkan
kebijakan baru dibidang konversi lahan misalnya dengan mengkonversikan
sebagian hutan sekunder atau lahan komoditi lain yang tidak produktif untuk
dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pendugaan 10 15 tahun mendatang luas
lahan maksimum kelapa sawit 8 juta hektar mengingat selain terbatasnya lahan
yang tersedia juga iklim investasi nasional yang belum cukup baik.

121

Proyeksi penggunaan CPO Nasional


Produksi CPO nasional tersebut di atas, diperoleh dengan mengalikan luas
lahan dan produktivitasnya untuk masing-masing jenis pengusahaan kebun. Total
produktivitas nasional diasumsikan diekspor sebesar 60% dan sisanya yang 40%
digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yaitu untuk kebutuhan konsumsi
minyak goreng dan pabrik industri hilir lainnya. Besarnya ekspor CPO
berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti perkembangan harga CPO
internasional. Pada tahun 2002 ekspor CPO sebesar 6,3 juta ton atau sekitar 63%
total produksi CPO nasional (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
2004).
Proyeksi

kebutuhan

minyak

goreng

nasional

dilakukan

dengan

mengalikan antara jumlah penduduk dengan konsumsi minyak goreng rata-rata


per kapita per tahun yang besarnya 16,5 kg/tahun. Kebutuhan minyak goreng ini
dipenuhi dari CPO sebesar 83,8%, sementara sisanya dipenuhi dari minyak lain
termasuk kelapa biasa. Proyeksi kebutuhan CPO untuk memenuhi kebutuhan
minyak goreng ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 28. Di samping
untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng, CPO juga digunakan sebagai bahan
baku industri hilir lainnya.
Kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia sekitar 1 juta ton
per tahun dengan peningkatan rata-rata diskenariokan 5% per tahun. Sedangkan
laju kenaikan tahun sebelumnya hanya 2% dan dari sisa CPO di dalam negeri
inilah yang selanjutnya digunakan untuk diolah lebih lanjut menjadi biodisel.
Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 29. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel
dihitung dengan skenario bahwa 510% pemakaian solar akan disubstitusi dengan
biodisel dari CPO. Gambar 51 memperlihatkan jika jumlah CPO yang tersedia
dikurangi kebutuhan ekspor, bahan baku minyak goreng dan industri oleokimia
maka dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri biodisel kelapa
sawit.
Dengan demikian, CPO sebagai bahan baku utama biodisel dilihat dari
ketersediaan dan kontinuitasnya

dapat dikembangkan lebih lanjut, namun

122
mengingat nilai strategisnya minyak kelapa sawit baik di pasar ekspor maupun
pasar domestik untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia di dalam
negeri, maka diperlukan suatu regulasi yang khusus mengatur penyediaan CPO
sebagai bahan baku biodisel. Strategi pengurangan ekspor CPO (minyak sawit
kasar) dan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan.
Keragaan penyediaan CPO nasional diuraikan pada gambar berikut ini.

25.000.000

Nilai (Ton)

20.000.000

15.000.000

10.000.000

5.000.000

2032
2031
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
Tahun

Produksi CPO
Ekspor CPO
Bahan Baku Minyak Goreng
Bahan Baku Oleochemical
Bahan Baku Biodiesel
Total Kebutuhan

Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel


Dari grafik diatas dapat diketahui tingkat perkembangan masing-masing
kebutuhan CPO bagi industri minyak goreng oleokimia ekspor dan industri
biodisel. Sebagai contoh, proyeksi kebutuhan 2010 bagi industri minyak goreng
4,2 juta ton, industri oleokimia 1,28 juta ton, CPO ekspor 10,68 juta ton, dan
kebutuhan disel 2,54 juta ton. Sedangkan proyeksi produksi CPO nasional 17,80
juta ton. Jumlah ini cukup jika laju kenaikan ekspor CPO nasional diasumsikan
tetap.

4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi


Desain proses dirancang untuk menghasilkan biodisel atau metil ester,
yang berkapasitas 100.000 ton pertahun dengan hasil produk sampingnya gliserin
sejumlah 1012 ribu ton per tahun. Cara proses yang dipilih adalah proses yang

123
berkesinambungan (continous process) dan diperoleh dari hasil scalling up dan
modifikasi dari perhitungaan desain proses yang dilakukan oleh Fakultas Teknik
Kimia ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun. Diagram blok neraca bahan dan
neraca enerji proses pengolahan biodisel tertera pada Gambar 52 dan Gambar 53
berikut. Proses pembuatan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit terdiri
dari 4 tahapan, yaitu persiapan bahan baku, reaksi transesterifikasi, pemisahan
dan pemurnian produk.

124

125

126

1. Tahap Persiapan Bahan Baku/Persiapan Umpan


Komposisi bahan baku minyak CPO yang direaksikan sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia diasumsikan terdiri dari Trigliserida 94,7 %, Asam
lemak bebas 5% dan kotoran 0,3%. Sebelum minyak kelapa sawit direaksikan
pada reaktor

dilakukan ekstraksi minyak lemak tersebut dengan metanol.

Ekstraksi yang dilakukan bertujuan untuk mengambil asam lemak bebas (FFA)
dan air yang terkandung dalam minyak tersebut, karena kadar asam lemak bebas
yang tinggi dalam minyak dapat merusak katalis (KOH) pada reaksi
tranesterifikasi. Untuk memisahkan FFA dari minyak sawit digunakan ekstraksi
pelarut karena kelarutan FFA dalam metanol lebih tinggi dibandingkan dengan
trigliserida.

Ekstraksi dilakukan secara counter current

yaitu dengan

mengalirkan minyak lemak yang mengandung asam lemak bebas tinggi (FFA)
dari bagian atas dan metanol dari bagian bawah kolom.
Tahap ekstraksi akan menghasilkan aliran produk FFA dan metanol pada
bagian atas kolom dan minyak nabati dengan kandungan FFA rendah (bilangan
asam <1) pada bagian bawah kolom. Minyak nabati yang memiliki bilangan asam
< 1 kemudian dimasukkan dalam tangki penyimpanan dan siap untuk dipakai
pada reaksi tranesterifikasi. Produk atas kolom ekstraksi kemudian direaksikan
dengan katalis asam (H2SO4) yang terpasang sebagai packing dalam kolom pada
temperatur 5565 oC, sampai menghasilkan metil ester, metanol sisa dan air.
Untuk memperoleh hasil transesterifikasi yang sempurna dan untuk
melakukan penyerapan seluruh air yang terbentuk dari reaksi, produk dan reaktan
akan mengalami sirkulasi melalui kolom desikan. Air yang terdapat pada produk
akan diserap oleh absorban (CaCl2) yang terdapat dalam kolom desikan. CaCl2
dipilih sebagai absorban karena kemampuannya menyerap air dengan
perbandingan mol 1:4. Setelah kandungan air dihilangkan, metanol dan ester
yang diperoleh selanjutnya dipindahkan pada reaktor transesterifikasi.
Proses penyiapan bahan baku dapat dilakukan secara kontinu karena
produk metil ester dapat disiapkan pada tanki penyimpanan.
menghilangkan

Untuk

kandungan air yang jenuh pada kolom desikan, dilakukan

regenerasi dengan mengalirkan udara panas dari bagian bawah kolom. Agar
proses penyiapan umpan tidak terhambat akibat regenerasi kolom desikan, perlu
dipasang 2 kolom secara paralel dan digunakan secara bergantian.

127

2.

Tahap Reaksi Transesterifikasi


Tahap reaksi transesterifikasi merupakan tahap reaksi pembentukan

biodisel (ester metil) dan gliserin. Reaksi dilakukan dalam dua tahap dengan
bantuan katalis KOH. Pada tahap 1, reaksi dilaksanakan pada temperatur sekitar
6070oC selama 1-2 jam hingga diperoleh konversi sekitar 96% dari bahan baku
dan 68,56% dari bahan yang masuk

secara keseluruhan. Selanjutnya reaksi

tahap 2 dilaksanakan dengan kondisi temperatur rendah yaitu sekitar 30-32oC


untuk mencapai konversi hingga 98% dari bahan baku dan 76,57% dari hasil
bahan yang masuk.
Reaksi dilakukan melalui dua tahap untuk memperoleh konversi yang
lebih tinggi dan sekaligus untuk mempermudah proses pemisahan yang dilakukan.
Gliserin dalam campuran hasil reaksi akan menghambat reaksi bergeser ke arah
produk, sehingga dilakukan pemisahan gliserin terlebih dahulu sebelum reaksi
tahap kedua dilakukan.
Untuk memisahkan antara ester metil, gliserin, sisa metanol, dan sisa
trigliserida yang belum terkonversi maka dilakukan pemisahan menggunakan
settling tank. Pada tangki akan didapatkan campuran gliserin-metanol pada bagian
bawah dan campuran ester metil-trigliserida pada bagian atas. Fasa campuran
ester metil-gliserin-metanol selanjutnya akan dialirkan menuju tahap pemisahan
sedangkan fasa campuran ester metil trigliserida dimasukkan menuju reaktor
tahap 2. Pada reaktor ini akan ditambahkan metanol untuk mencapai perbandingan
molar antara metanol dengan minyak nabati sebesar 6:1.
Produk hasil reaksi tahap 2 selanjutnya dialirkan menuju tangki pemisahan
ke dua. Untuk memisahkan metanol dengan ester metil maka ditambahkan air
sebagai pelarut Metanol akan terlarut dalam air sedangkan ester metil tidak.
Sehingga akan didapatkan fasa campuran metanol-air pada bagian bawah dan
ester metil pada bagian atas tangki. Selanjutnya ester metil (biodisel) ditampung
dalam tangki penyangga biodisel, sedangkan metanol-air dialirkan menuju kolom
penukar ion.

3.

Tahap Pemisahan/Separasi
Fasa bawah dari tangki pengendapan 1 mengandung ester metil, metanol,

dan gliserin.

Campuran tersebut dialirkan menuju tangki penetralan, dengan

128
penambahan asam posfat (H3PO4) sehingga terbentuk garam kalium posfat
(K3PO4). Ester metil, metanol, dan gliserin dimasukkan ke tangki pengendapan,
sehingga didapatkan ester metil pada bagian atas dan metanol-gliserin pada bagian
bawah tangki. Ester metil ditampung pada kolom penyangga biodisel, sedangkan
metanol-gliserin dimasukkan ke unit evaporator untuk mendapatkan kembali
metanol yang masih terbawa. Metanol yang teruapkan digunakan kembali untuk
ekstraksi dan reaksi tranesterifikasi, sedangkan gliserin ditampung pada tangki
penyimpanan.

4.

Tahap Pemurnian/Purifikasi
Fasa bawah dari tangki pengendapan 2 mengandung metanol, air, dan gliserin.

Campuran tersebut dialirkan menuju kolom penukar ion untuk memisahkan ionion yang terdapat dalam campuran produk kemudian dimasukkan ke unit
evaporator.

Produk atas evaporator

masih berupa campuran metanol-air,

sehingga untuk memurnikan metanol diperlukan unit pemisahan distilasi. Gliserin


yang telah dipisahkan dari unit evaporator ditampung pada tangki penyimpanan.
Diagram alir pada masing-masing unit proses pengolahan biodisel kelapa
sawit tertera pada Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8. Asumsi
reaksi/transformasi kimia yang terjadi pada simulasi proses produksi pengolahan
biodisel tertera pada Tabel 7 berikut :

129
Tabel 7. Ringkasan teknologi transformasi kimia pada pembuatan metil ester
CPO
Unit Proses/
Unit Operasi
1. Persiapan Umpan
1.1. Leaching

1.2. Esterifikasi ALB

Bahan Masuk

Reaksi Transformasi Kimia

CPO
Metanol

Tidak ada

Ekstrak ALB
Metanol

Esterifikasi ALB
O

O
H2SO4

R C OH + CH3OH

1.3. Kolam desikan


2. Transesterifikasi
2.1. Transesterifikasi 1

R C OCH3 + H2O

Metanol Kotor
Kolom CaCl2

Pengambilan air dari metanol

CPO bebas ALB


Ester Metil ALB
KOH
Metanol

Transesterifikasi
H

RCOCR
O

KOH

CPO bebas
ALB
EkstrakALB
Ester Metil
ALB
(Ester Kasar)
Kolom CaCl2
Jenuh

CaO + 2HCl

CaCl2 + H2O

Produk

H
H C OH

Metil Ester
Kasar
Gliserol

3H3CO C R + H C OH

R C O C R + 3CH3OH
O

H C OH
H

RCOCR

2.2. Transesterifikasi 2

Trigliserida sisa
Metil Ester Kasar
KOH
Metanol

Transesterifikasi sisa Trigliserida


H

RCOCR
O

KOH

R C O C R + 3CH3OH

H
H C OH

3H3CO C R + H C OH

O
H C OH
H

RCOCR

2.3. Pengendapan

3. Separasi
3.1. Netralisasi

3.2. Penukaran ion

3.3. Evaporasi
3.4. Destilasi
4. Purifikasi
4.1. Pencucian
4.2. Pengeringan
Sumber : Data Diolah 2004

Metil Ester
Kasar yang
mengandung
KOH, H3PO4
Gliserol

Metil Ester Kasar


Sabun Kalium
Air

Tidak ada, pemisahan fisik secara


grafitasi

Endapan
Kotoran dan
Sabun

Metil Ester Kasar


yang mengandung
KOH, H3PO4

Reaksi netralisasi

Campuran Gliserol,
Metanol dan Metil
Ester Netral
Campuran Gliserol
dan Metanol
Campuran Metanol
dan air

Pengambilan ion H+ sisa dari katalis


H2SO4 yang terbawa

Garam
Kalium,
Metil Ester
Netral
Campuran
netral tidak
bermuatan
Gliserol dan
Metanol kasar
Metanol

Metil Ester Netral


Air
Metil Ester Bersih

Pencucian kotoran dari metil ester


kasar dengan air
Penguapan sisa air pada Metil Ester
dengan perubahan fasa

3KOH + H3PO4

K3PO4 + 3H2O

Tidak ada reaksi kimia, pemisahan


dengan perubahan fasa
Tidak ada reaksi kimia, pemisahan
dengan perubahan fasa

Metil Ester
bersih
Metil Ester
nurni

130
4.2.2.3. Submodel Pasar
Pasar Dalam Negeri
Penciptaan pasar biodisel di dalam negeri dapat dilakukan dengan
mensubsitusi sebagian dari pemakaian. petroleum disel atau solar nasional selama
ini. Untuk mengetahui peluang pangsa pasar yang dapat disubsitusi oleh biodisel
kelapa sawit maka perlu diketahui keragaan proyeksi ekspor/impor BBM dan
proyeksi produksi dan konsumsi BBM solar nasional. Dari data proyeksi dapat
perkirakan jumlah atau pangsa pasar BBM solar yang dapat disubsitusi biodisel
yang berasal dari minyak kelapa sawit. Keragaan ketersedian BBM yang berasal
dari minyak bumi dapat diuraikan sebagai berikut :
Proyeksi ekspor impor minyak bumi nasional
Biodisel yang berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO merupakan
salah satu sumber energi bahan bakar cair yang dapat mensubstitusi BBM solar.
Diantaranya adalah adanya asumsi bahwa Indonesia memiliki energi minyak bumi
yang melimpah dan harganya yang relatif murah karena disubsidi oleh pemerintah
telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Terjadinya ketidakseimbangan
produksi dan konsumsi

minyak mentah maupun minyak yang telah diolah

menjadi membesarnya jumlah BBM yang harus dipenuhi dari impor dan
membesarnya jumlah subsidi yang dikeluarkan pemerintah .
Model yang digunakan untuk memproyeksi ekspor dan impor minyak
bumi dipilih adalah model dinamis, menggunakan kurva logistik atau kurva yang
berbentuk S. Validasi model dinamis untuk memproyeksikan ekspor minyak bumi
menghasilkan nilai R2 0.5269 Sementara itu, validasi model proyeksi impor
minyak bumi menghasilkan nilai R2 0.8845. Data yang digunakan dalam proses
validasi ini adalah data ekspor dan impor minyak bumi Indonesia mulai tahun
1992 sampai dengan tahun 2001.
Proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia dengan menggunakan metode
model dinamis dapat dilihat pada Gambar 44 berikut ini. Dengan menggunakan
model dinamis diperoleh persamaan proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia
sebagai berikut, Yt = 379968 7598.47t

131

Model Dinamis Ekspor BBM


500,000.00
400,000.00
Ekspor BBM 300,000.00
200,000.00
100,000.00
0.00

data
model

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun

Gambar 54. Validasi model proyeksi ekspor minyak bumi Indonesia


dengan menggunakan model dinamis
Sementara itu, proyeksi impor minyak bumi Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 45 berikut ini. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan
proyeksi impor minyak bumi Indonesia sebagi berikut, Yt = 85401.6 + 11142t
Model Dinamis Impor BBM
250,000.00
Impor BBM 200,000.00
150,000.00
100,000.00
50,000.00
0.00

data
model

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tahun

Gambar 55. Validasi model proyeksi impor minyak bumi Indonesia


dengan menggunakan model dinamis
Dengan menggunakan model dinamis, maka dapat dilakukan proyeksi
ekspor dan impor minyak bumi Indonesia tahun 20052030. Sementara itu pada
Tabel 8 di bawah ini ditampilkan proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak
bumi Indonesia tahun 20052030.

132
Tabel 8. Proyeksi proporsi ekspor dengan impor minyak bumi Indonesia
No.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Tahun Proyeksi Ekspor Proyeksi Impor


Proyeksi (Ribu Barrel)
(Ribu Barrel)
2005
273.589,42
241.389,60
2006
265.990,95
252.531,60
2007
258.392,48
263.673,60
2008
250.794,01
274.815,60
2009
243.195,54
285.957,60
2010
235.597,07
297.099,60
2011
227.998,60
308.241,60
2012
220.400,13
319.383,60
2013
212.801,66
330.525,60
2014
205.203,19
341.667,60
2015
197.604,72
352.809,60
2016
190.006,25
363.951,60
2017
182.407,78
375.093,60
2018
174.809,31
386.235,60
2019
167.210,84
397.377,60
2020
159.612,37
408.519,60
2021
152.013,90
419.661,60
2022
144.415,43
430.803,60
2023
136.816,96
441.945,60
2024
129.218,49
453.087,60
2025
121.620,02
464.229,60
2026
114.021,55
475.371,60
2027
106.423,08
486.513,60
2028
98.824,61
497.655,60
2029
91.226,14
508.797,60
2030
83.627,67
519.939,60

Proporsi Ekspor
dengan Impor
113,34%
105,33%
98,00%
91,26%
85,05%
79,30%
73,97%
69,01%
64,38%
60,06%
56,01%
52,21%
48,63%
45,26%
42,08%
39,07%
36,22%
33,52%
30,96%
28,52%
26,20%
23,99%
21,87%
19,86%
17,93%
16,08%

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa peranan ekspor minyak bumi


Indonesia dari tahun ke tahun sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Jika
tidak ada penambahan investasi dan penemuan sumur-sumur minyak baru, maka
impor minyak bumi Indonesia semakin besar. Dengan demikian, jumlah impor
minyak bumi mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga
menghabiskan cadangan devisa yang dimiliki Indonesia. Proyeksi ekspor dan
impor minyak Indonesia dapat dilihat pada Gambar 42. Untuk mengurangi
besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor minyak bumi, perlu diupayakan
untuk terus mencari sumber-sumber energi alternatif terbaharukan salah satunya
adalah biodisel dari CPO.

133

Jumlah (Ribu Barrel)

600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
Tahun

Proyeksi Ekspor

Proyeksi Impor

Gambar 56. Proyeksi ekspor dan impor minyak bumi Indonesia


dengan menggunakan model dinamis
Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar nasional
Keragaan proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar dimodelkan
dengan model dinamis. Model proyeksi produksi BBM solar menunjukkan bahwa
model dinamis paling sesuai digunakan untuk memproyeksikan produksi BBM
solar

Indonesia.

Model

dinamis

juga

paling

sesuai

digunakan

untuk

memproyeksikan konsumsi BBM solar Indonesia.


Model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar mampu menjelaskan
94,90% dari pola data produksi BBM solar Indonesia periode tahun 1992 sampai
dengan tahun 2001. Sementara itu, model dinamis untuk proyeksi penggunaan
BBM solar mampu menjelaskan 74,08% dari pola data penggunaan BBM solar
Indonesia pada periode yang sama.
Validasi model proyeksi produksi BBM solar dengan menggunakan model
dinamis menghasilkan nilai R2 sebesar 0.9175. Sementara itu, validasi model
dinamis konsumsi BBM solar dengan menggunakan model dinamis menghasilkan
nilai R2 sebesar 0.74. Data yang digunakan dalam proses validasi ini adalah data
ekspor dan impor minyak solar Indonesia mulai tahun 1992 sampai dengan tahun
2001. Data realisasi dan proyeksi produksi BBM solar dapat dilihat pada Gambar
47. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi produksi
BBM solar Indonesia sebagai berikut, Yt = 11331.3 + 492.072t

134
Model Dinamis Produksi Solar
20,000
Produksi 15,000
solar
10,000

data
model

5,000
0
1

10

tahun

Gambar 57. Validasi model proyeksi produksi BBM solar


Indonesia dengan menggunakan model dinamis
Sementara itu, data dan proyeksi pemakaian BBM solar Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 48. Dengan menggunakan model dinamis diperoleh
persamaan proyeksi konsumsi BBM solar Indonesia Yt = 15072.7 + 829.149t.

Model Dinamis Konsumsi Solar


25,000.00
konsumsi 20,000.00
15,000.00
solar
10,000.00

data
model

5,000.00
0.00
1

9 10

tahun

Gambar 58.

Validasi model proyeksi konsumsi BBM solar


Indonesia dengan menggunakan model dinamis

Dengan menggunakan model dinamis untuk proyeksi produksi BBM solar


dan konsumsi BBM solar, maka dapat dilakukan proyeksi produksi dan
pemakaian BBM solar Indonesia tahun 20052030. Gambar 49 menunjukkan
bahwa produksi BBM solar Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan
BBM solar sehingga sebagian masih harus tetap diimpor.

Jumlah (Juta liter)

135

50.000
45.000
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
2030
2029
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005

Tahun
Proyekjsi Produksi Solar

Proyeksi Konsumsi Solar

Gambar 59. Proyeksi produksi dan pemakaian BBM solar


Indonesia tahun 2005-2030
Sementara itu Tabel 9 di bawah ini menampilkan proyeksi proporsi
produksi dengan konsumsi BBM solar Indonesia tahun 2005-2030.
Tabel 9. Proyeksi proporsi produksi dengan pemakaian BBM solar Indonesia
No.

Tahun
Proyeksi

Proyeksi Produksi
BBM Solar
(Juta liter)

Kebutuhan BBM
Solar Nasional
(Juta liter)

Proporsi produksi
terhadap konsumsi

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024

18.220,31
18.712,38
19.204,45
19.696,52
20.188,60
20.680,67
21.172,74
21.664,81
22.156,88
22.648,96
23.141,03
23.633,10
24.125,17
24.617,24
25.109,32
25.601,39
26.093,46
26.585,53
27.077,60
27.569,68

26.680,79
27.509,94
28.339,08
29.168,23
29.997,38
30.826,53
31.655,68
32.484,83
33.313,98
34.143,13
34.972,28
35.801,43
36.630,57
37.459,72
38.288,87
39.118,02
39.947,17
40.776,32
41.605,47
42.434,62

68,29%
68,02%
67,77%
67,53%
67,30%
67,09%
66,88%
66,69%
66,51%
66,34%
66,17%
66,01%
65,86%
65,72%
65,58%
65,45%
65,32%
65,20%
65,08%
64,97%

136

Tabel 19 Lanjutan
23
2025
24
2026
25
2027
26
2028
27
2029
28
2030

28.061,75
28.553,82
29.045,89
29.537,96
30.030,04
30.522,11

43.263,77
44.092,92
44.922,06
45.751,21
46.580,36
47.409,51

64,86%
64,76%
64,66%
64,56%
64,47%
64,38%

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Jumlah pemakaian BBM solar selalu lebih besar dibandingkan dengan


produksinya seperti dapat dilihat pada Tabel 9. Dengan demikian, jumlah impor
BBM solar mengalami peningkatan yang berarti dari tahun ke tahun sehingga
menghabiskan cadangan devisa yang kita miliki.
Hasil analisa proyeksi impor dan ekspor minyak bumi Indonesia
menunjukkan, bahwa Indonesia mulai tahun 2005 sudah merupakan Net importer
country dimana jumlah minyak bumi yang diimpor lebih besar dari jumlah
minyak bumi yang diekspor. Penggunaan BBM solar juga lebih besar dari
produksinya sehingga sebagian besar kekurangannya harus diimpor yang berarti
pengeluaran devisa negara.
Untuk mengurangi besarnya penurunan cadangan devisa untuk impor
minyak bumi, perlu diupayakan untuk terus mencari sumber-sumber energi
alternatif terbaharukan salah satunya adalah biodisel. Biodisel dari CPO lebih
diarahkan sebagai alternatif pengganti dari sebagian penggunaan BBM solar pada
sektor transportasi. Hal ini diasumsikan sesuai karena pola permintaan solar
sebagai bahan bakar cair diperkirakan dapat dipenuhi dengan jaminan
ketersediaan minyak sawit nasional.
Penggunaan BBM yang berasal dari minyak bumi atau fosil juga telah
menyebabkan pencemaran udara yang cukup besar terutama di kota-kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, dan lain-lain.
Mencermati masalah akan semakin langkanya ketersediaan BBM fosil dan
masalah lingkungan maka energi alternatif biodisel dapat diposisikan sebagai
pengganti dari sebagian bahan bakar BBM solar yaitu 510% dalam 15 tahun
kedepan.

Berdasarkan skenario ini maka dunia usaha di dalam negeri akan

tertarik untuk melakukan investasi pada biodisel.

137
2. Pasar Luar Negeri (Pasar Ekspor)

Potensi pasar luar negeri dapat dikaitkan dengan Perjanjian Kyoto yang
telah diratifikasi pada bulan Pebruari 2005 yang lalu berupa carbon trade. Negara
yang menghasilkan emisi carbon yang lebih sedikit dapat melakukan transaksi
dengan negara yang menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dari yang
dipersyaratkan sehingga secara agregat dapat menurunkan dampak iklim global
yang ditimbulkan. (Murdiyarso, 2003). Biodisel merupakan salah satu energi
alternatif yang ramah lingkungan sehingga penggunaannya akan memberi andil
dalam pengurangan dampak emisi gas buangnya atau memberikan pengaruh
perubahan iklim global yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan BBM
solar. Dengan demikian investasi pada industri biodisel mempunyai peluang yang
cukup besar untuk dibiayai oleh proyek luar negeri yang tergabung dalam
mekanisme pembangunan bersih, terutama negara-negara maju seperti Amerika,
Uni Eropa, dan Jepang.
4.2.2.4. Submodel Analisis Finansial
Submodel Kelayakan Investasi Industri Biodisel

Pembangunan pabrik pengolahan biodisel dilakukan mulai tahun 2003


dengan kapasitas 100.000 ton biodisel per tahun. Rencana produksi awal
dirancang hanya 90% kapasitas tersebut dan meningkat menjadi 100% pada tahun
kedua sampai tahun terakhir umur pabrik. Umur pabrik didesain sampai dengan
15 tahun sehingga masa ekonomis mulai tahun 2005 - 2019. Perhitungan biaya
investasi, eksploitasi dan penjualan dilakukan dengan menggunakan mata uang
Dolar AS.
Dasar perhitungan biaya investasi pabrik diperoleh dari simulasi perhitungan
scaling up desain proses yang dirancang untuk pengolahan biodisel. Ringkasan
hasil perhitungan investasi pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun
disajikan pada Tabel 10. Dari Tabel 10 tampak bahwa kebutuhan dana investasi
untuk pembangunan pabrik pengolahan biodisel dan sarana-sarana penunjangnya
17.819.288 Dolar AS.

Jika ditambah dengan dana pra operasional 6 bulan

menjadi 41.179.335 Dolar AS.

138
Tabel 10. Proyeksi kebutuhan biaya investasi pembangunan pabrik pengolahan
biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (dalam Dolar AS)
Harga
($ AS/unit)

Jumlah
(Unit)

Total Biaya
($ AS)

No.

Uraian

A.
1.

MESIN PENGOLAHAN
Penerimaan Bahan
1.1. Jembatan timbang
1.2. Tangki CPO
1.3. Tangki bahan bakar
1.4. Tangki metanol

21.000
35.841
48.988
3.879

1
5
2
6

321.455
21.000
179.205
97.976
23.274

Pre Treatment
2.1. Pompa minyak
2.2. Pompa metanol
2.3. Kolom ekstraksi
2.4. Mixer metanol
2.5. Reaktor esterifikasi
2.6. Kolom desicant
2.7. Pompa metanol recovery

6.784
8.500
21.946
5.903
29.309
3.929
5.100

1
1
2
1
1
2
1

107.346
6.784
8.500
43.892
5.903
29.309
7.858
5.100

Transesterifikasai
3.1. KOH dosing pump
3.2. Reaktor transester 1
3.3. Motor pengaduk
3.4. Tangki Pengendapan 1
3.5. Reaktor transester 2
3.6. Mater mixer tank
3.7. Tangki pengendapan 2
3.8. Soap residu tank
3.9. Metanol pump
3.10. KOH mixing tank

8.000
87.223
8.200
25.238
87.223
23.000
25.238
7.500
7.300
9.801

1
2
3
3
2
1
3
3
1
1

595.521
8.000
174.446
24.600
75.714
174.446
23.000
75.714
22.500
7.300
9.801

Separasi
4.1. Pompa asam fosfat
4.2. Tangki netralisasi
4.3. Motor penggerak
4.4. Kolom penukar ion
4.5 Filter garam
4.6. Tangki pengendapan
4.7. Crude ester pump
4.8. Evaporator
4.9. Kolom destilasi
4.10. Tangki gliserol
4.11. Cooling tower
4.12. Cooling fan

8.000
11.000
11.100
30.000
23.000
9.774
22.000
91.000
72.000
8.518
17.000
10.600

1
2
1
2
1
2
1
2
3
2
3
1

642.284
8.000
22.000
11.100
60.000
23.000
19.548
22.000
182.000
216.000
17.036
51.000
10.600

Purifikasi
5.1. Pompa air
5.2. Kolom pencucian

9.000
11.000

1
2

142.264
9.000
22.000

2.

3.

4.

5.

139
Tabel 10 Lanjutan

6.

7.

8.

5.3. Tangki pengendapan


5.4. Kolom pengering
5.5. Tangki penampung air
5.6. Tangki penampung ester

9.774
28.000
13.000
11.358

2
2
1
2

19.548
56.000
13.000
22.716

Produk Akhir
6.1. Tangki produk metil ester
6.2. Tangki gliserol
6.3. Bak penampung garam

32.280
6.951
10.000

9
1
1

307.471
290.520
6.951
10.000

Utilitas
7.1. Boiler
7.2. Water treatment
7.3. Disel dan alternator
7.4. Thermopack
7.5. Panel utama
7.6. Air compressor
7.7. Steam piping line
7.8. Water piping line
7.9. Oil piping line
7.10. Electricity line
7.11. Penerangan
7.12. Menara air boiller

1
1
1
1
1
1
84
18
195
1
1
1

10.970.886
1.418.086
83.000
202.000
98.000
61.000
61.000
2.520.000
630.000
5.850.000
16.800
18.000
13.000

71.000
52.000
93.000
78.000

1
1
1
1

294.000
71.000
52.000
93.000
78.000

Laboratory Equipment

160.000

160.000

10.

Safety Instrument

101.000

101.000

11.

Transportasi
11.1. Forklif
11.2. Dump truck
11.3. Other vessel

70.000
100.000
40.000

2
1
2

320.000
140.000
100.000
80.000

98.000
96.000
70.000
24.000

1
1
1
1

288.000
98.000
96.000
70.000
24.000

9.

12.

Water Treatment
8.1. Instalasi pengolah air limbah (IPAL)
8.2. Soap residu treatment
8.3. Incenerator
8.4. Vapor absorber

1.418.086
83.000
202.000
98.000
61.000
61.000
30.000
35.000
30.000
16.800
18.000
13.000

Maintenance
12.1. Mesin perawatan mekanik
12.2. Mesin perawatan listrik
12.3. Perawatan kendaraan
12.4. Laboratorium elektronik

Jumlah Investasi Mesin Pengolahan


Jumlah Total (Rp Milyar)

14.250.227
128.25

140
Tabel 10 Lanjutan
B.
1.

2.

3.

INFRASTRUKTUR PABRIK
Lahan (m2)
1.1. Areal sediaan
1.2. Pabrik
1.3. Perkantoran
1.4. Utilitas
1.5. Pengolahan limbah
1.6. Areal penyangga
1.7. Jalan

5
7
9
7
5
6
5

1.388
7.423
800
2.500
625
100.000
6.941

721.431
6.940
51.961
7.200
17.500
3.125
600.000
34.705

Bangunan (m2)
2.1. Pabrik
2.2. Bengkel
2.3. Laboratorium
2.4. Gudang
2.5. Perkantoran
2.6. Pos pengamanan
2.7. Fasum dan Fasos

75
55
45
55
55
35
35

22.268
900
250
1.800
1.600
200
2.100

1.998.350
1.670.100
49.500
11.250
99.000
88.000
7.000
73.500

Lingkungan (m2)
3.1. Jalan
3.2. Taman
3.3. Pagar
3.4. Rumah pompa
3.5. Gardu listrik

18
12
8
23
11

40.000
10.000
310
200
200

849.280
720.000
120.000
2.480
4.600
2.200

Jumlah Investasi Infrastruktur


TOTAL INVESTASI (US $)
TOTAL INVESTASI (Rp Milyar)

3.569.061
17.819.288
160.38

Sumber : Hasil Analisis, 2004

Sub-Submodel Biaya Modal

Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya


biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana
dari suatu sumber. Biaya modal dimaksudkan untuk menentukan biaya modal
rata-rata dari keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan. Biaya modal
rata-rata biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau
tidaknya suatu usul investasi yaitu dengan membandingkan rate of return dari
suatu usul investasi dengan biaya modal rata-ratanya. Dari hasil analisis dengan
menggunakan ratio modal sendiri dengan hutang adalah 60:40, dimana tingkat
suku bunga yang digunakan adalah 12% dan keuntungan yang diharapkan dari
pemilik modal sebesar 15%. Biaya modal rata-rata selama proyek berlangsung

141
umumnya berkisar antara 9,4% sampai dengan 15% seperti terlihat pada Gambar
50. Nilai biaya modal inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam
menentukan tingkat kelayakan industri biodisel. Jika nilai IRR lebih besar
daripada biaya modal maka industri biodisel yang dirancang layak secara finansial
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
16

Biaya Modal (%)

14
12
10
8
6
4
2

20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19

- 0

Tahun

Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata


Sub-Submodel Biaya Produksi Biodisel

Rencana produksi pabrik pengolahan biodisel dirancang sebesar 100.000


ton per tahun dan digunakan untuk tahun pertama hanya 90% dari kapasitas
tersebut. Selanjutnya untuk tahun kedua sampai dengan tahun kelimabelas
digunakan maksimal sebesar 100%. Di samping itu, pabrik pengolahan biodisel
juga menghasilkan produk sampingan atau by product berupa gliserin. Rencana
produksi biodisel dan kebutuhan bahan baku serta bahan penolongnya selama 15
tahun masa ekonomis pabrik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Komponen biaya pokok produksi pengolahan biodisel terdiri dari: 1) biaya
manajemen/umum (gaji pegawai); 2) biaya produksi biodisel; 3) biaya bunga
bank;

4) biaya asuransi; 5) biaya pemeliharaan dan; 6) biaya penyusutan.

Perhitungan biaya manajemen (gaji pegawai) dihitung atas dasar jumlah pegawai
yang terlibat dan gaji yang diterima. Perhitungan biaya gaji pegawai selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.

142
Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan diskenariokan masing-masing
sebesar 2% dari nilai perolehan aset pabrik pengolahan biodisel. Biaya asuransi
dan biaya pemeliharaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Biaya modal diperhitungkan sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, yang
pada saat investasi diperkirakan mencapai 12%. Perhitungan biaya penyusutan
aset dilakukan dengan menggunakan metoda garis lurus (straight line method)
sesuai dengan masa manfaatnya (umur ekonomis). Hasil perhitungan biaya
penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 13. Atas dasar perhitungan komponen
biaya produksi tersebut dilakukan perhitungan biaya pokok produksi

dalam

bentuk nominal dan persentase seperti dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Secara
rata-rata persentase biaya pokok produksi untuk masing-masing komponen biaya
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel
NO.
I
II

URAIAN
RATA-RATA
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
0,23%
BIAYA PRODUKSI BIODISEL
79,93%
1. Bahan Baku Utama
60,07%
2. Metanol
4,98%
3. KOH
5,78%
4. Bahan Bakar
0,64%
5. H3PO4
0,00%
6. Air
0,00%
7. Uap air
8,22%
8. Listrik
0,23%
III
BIAYA PEMASARAN
12,03%
IV
BIAYA BUNGA BANK
0,84%
V
ASURANSI
0,74%
VI
PEMELIHARAAN
0,74%
VII PENYUSUTAN
5,49%
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
100,00%
Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa komponen biaya produksi biodisel


menempati porsi yang paling besar yaitu 79,93 %, dengan komponen biaya bahan
baku utama (CPO) mencapai 60,07% (dengan asumsi harga CPO 360 US$/ton).
Jika diasumsikan pabrik biodisel mengambil margin keuntungan 15% dari total
biaya, maka harga yang akan ditanggung oleh konsumen per liternya mencapai Rp

143
5.603,- yang jauh di atas harga BBM solar yang saat ini harganya sekitar Rp
2.160. Proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel dapat dilihat pada
Gambar 51. Sementara itu, perhitungan biaya pokok produksi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
7000

6000

Rp/Liter

5000

4000

3000

2000

1000

20
19

20
18

20
17

20
16

20
15

20
14

20
13

20
12

20
11

20
10

20
09

20
08

20
07

20
06

20
05

Tahun
Biaya Produksi per Liter

Harga Biodiesel per Liter

Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel

Sub-Submodel Penjualan

Dalam penetapan perkiraan harga jual biodisel dan gliserin digunakan satuan
uang Dolar AS. Dengan asumsi harga jual seperti telah diuraikan dalam skenario
model, maka proyeksi penjualan produk tahun 20052019 dapat dilihat pada
Lampiran CD 2 dan Tabel 12.
Sub-Submodel Rugi Laba

Sesuai dengan periode jangka waktu analisis keuangan, proyeksi rugi laba
dibuat untuk jangka waktu 15 tahun sesuai dengan umur proyek. Hasil
perhitungan proyeksi rugi laba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak dapat dilihat pada Gambar
52. Sementara itu rata-rata proyeksi rugi laba selama 15 tahun umur pabrik
biodisel dapat dilihat pada Tabel 12.

144

Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel
Tahun

2005
2006
2007
2008
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019

Produksi (Ton)
Biodisel
Gliserin
90.000
7.919
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776
100.000
9.776

Penjualan (Dolar AS)


Biodisel
Gliserin
Total
63.000.000 4.656.113 67.656.113
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288
70.000.000 5.748.288 75.748.288

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

80,000,000

Nilai (Dolar AS)

70,000,000
60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000

20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19

Tahun
Penjualan

Biaya Usaha

Laba Setelah Pajak

Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak
pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per
tahun.

145
Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel
(dalam Dolar AS)
No.
Uraian
Jumlah
I
HASIL PENJUALAN :
75.208.809,69
1. Penjualan Biodisel
69.533.333,33
2. Penjualan Gliserin
5.675.476,35
II
BIAYA USAHA :
62.510.915,08
1. Biaya Produksi Biodisel
49.964.859,69
2. Biaya Pemasaran
7.520.880,97
3. Biaya Bunga Bank
527.095,49
4. Biaya Asuransi
460.707,37
5. Biaya Pemeliharaan
460.707,37
6. Biaya Penyusutan
3.434.644,18
7. Biaya Gaji
142.020,00
III
LABA SEBELUM PAJAK
12.697.894,61
IV
PPH PASAL 25
4.441.068,67
V
LABA SETELAH PAJAK
8.256.825,94
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik
biodisel

dalam keadaan memperoleh laba jika diasumsikan harga biodisel

mencapai 700 Dolar AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Harga jual biodisel yang
digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini.
Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga
jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya
biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan
cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai
campuran bahan bakar solar pada transportasi publik.
Sub-Submodel Aliran Kas

Proyeksi anggaran kas dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dana


segar dari pihak penyandang dana dalam proses pembangunan dan mengkaji
kemampuan proyek dalam menghasilkan dana. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel
dapat dilihat pada Gambar 53. Sementara itu, perhitungan proyeksi anggaran kas
selama 15 tahun sampai dengan 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

146
CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam
keadaan saldo positif.
1 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
1 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
N il 1 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
ai
1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0
(D
o la 8 0 ,0 0 0 ,0 0 0
r
A S 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
)
4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
P e n e rim a a n D a n a

P e n g e lu a ra n d a n a

S a ld o K a s A w a l

S a ld o K a s A kh ir

Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas


100.000 ton per tahun.
Sub-Sub model Neraca

Neraca menunjukkan posisi aktiva dan passiva suatu perusahaan dalam


suatu kurun waktu umumnya dalam tahun tertentu. Dalam model ini digunakan
beberapa asumsi salah satunya adalah penjualan dilakukan secara tunai dalam
tahun yang bersangkutan sehingga posisi dari aktiva hanya menunjukkan harta
lancar yang berupa kas dan aktiva tetap. Aktiva tetap menunjukkan nilai buku
suatu

aktiva

tetap

yaitu

nilai

perolehan

dikurangi dengan akumulasi

penyusutannya. Proyeksi neraca untuk proyek pabrik pengolahan biodisel dapat


dilihat pada Lampiran CD 2.
Sub-Submodel Kelayakan Investasi

Periode waktu analisis kelayakan investasi adalah 15 tahun yaitu dari


tahun 2005 sampai tahun 2019. Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk
mengkaji sampai sejauh mana rencana investasi dan eksploitasi dari pembangunan
pabrik pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun dengan bahan
baku utama CPO mampu memberikan dampak finansial yang positif bagi
pengelola proyek dan masyarakat sekitarnya. Kelayakan investasi juga dilakukan
analisis sensitivitas yang meliputi peningkatan biaya produksi khususnya harga
CPO dan penurunan harga jual biodisel. Beberapa parameter penilaian proyek

147
yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi
arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return (IRR), Net Present
Value (NPV) dan Pay Back Period.
Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR (Internal Rate
of Return), NPV (Net Present Value) dana untuk mengetahui Pay Back Period
dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih
dilakukan dengan ketentuan bahwa 40% dana investasi diperoleh dari lembaga
perbankan dengan tingkat bunga 12%. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai
sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana
dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut.
Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel
tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay
Back Period dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih
pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
No.
1

Uraian

IRR (%)

NPV, pada tingkat bunga 12% (Dolar AS)

Pay Back Period (Tahun)

Saldo Kas Akhir (Kumulatif) Tahun 2019 (Dolar AS)

Nilai
25,95%

26.010.650,99
6-7
104.455.007,90

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Dari Tabel 14 tersebut tampak proyek pembangunan pabrik pengolahan


biodisel layak dikembangkan jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar
AS/ton atau sekitar Rp 5.603/liter. Namun demikian, agar harga biodisel ini dapat
bersaing dengan harga BBM solar maka perlu campur tangan pemerintah yang
lebih serius untuk membantu kalangan investor yang akan mendirikan industri
biodisel dengan melakukan serangkaian kebijakan.
Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga CPO dilakukan
karena biaya bahan baku CPO merupakan komponen biaya terbesar dalam
industri biodisel. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa peningkatan sampai pada harga 400 Dolar AS/ton masih

148
membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar
AS/ton (sekitar Rp. 3.600/kg) membuat industri biodisel menjadi tidak layak.
Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel
dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri
belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar
AS/ton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di
bawah 425 Dolar AS/ton (sekitar Rp 3.300 per liter) membuat industri biodisel
menjadi tidak layak.
Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
pada berbagai harga CPO
No.

1
2
3
4
5

Harga CPO

250 Dolar AS/ton


300 Dolar AS/ton
350 Dolar AS/ton
400 Dolar AS/ton
425 Dolar AS/ton

IRR
(%)

74,50
47,48
29,03
14,83
8,41

NPV
(Dolar AS)

82.195.892,31
56.657.146,26
31.118.400,20
5.579.654,15
-7.189.718,87

Harga BDS
(Dolar
AS/ton)
586,70
649,07
711,45
773,82
805,01

Harga
BDS
(Rp/liter)
4.541,05
5.023,83
5.506,61
5.989,39
6.230,78

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
pada berbagai harga jual biodisel
No.
1

Analisis Sensitivitas
Kondisi Awal : 700 Dolar AS/ton

Harga Biodisel 650 Dolar AS/ton

Harga Biodisel 600 Dolar AS/ton

IRR(%)
25,95

15,37
4,69

NPV (Dolar AS)


26.010.650,99

6.350.033,08
-13.310.584,84

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Multiplier Effect
Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung
berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan
sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan (tahun 2003),
luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan

149
menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan
demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta
hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di
sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit
menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta
petani.

Peningkatan luas kebun kelapa sawit akan mendorong tumbuhnya

berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan,
pupuk organik (dari TBS/Tandan Buah Segar) dan pupuk anorganik, alat dan
mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap
tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit
yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri.
4.2.2.5. Submodel Lingkungan

Penggunaan biodisel dapat mengurangi efek pemanasan global dan


pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena biodisel dibuat dari minyak lemak
nabati atau hewani, maka emisi gas buang CO2 yang dilepaskan dari mesin yang
berbahan bakar biodisel tidak diklasifikasikan sebagai emisi CO2 yang
menyebabkan pemanasan global. Selain itu, biodisel juga mengandung atom
atom oksigen yang terikat dalam senyawa dari ester asam lemak penyusunnya
sehingga pembakarannya didalam mesin menjadi sempurna dan membutuhkan
nisbah udara dibandingkan bahan bakar lebih kecil. Dengan demikian emisi
senyawa karbon non CO2/CO2 minimal maka mesin penggunanya menjadi lebih
efisien.
Biodisel mempunyai kadar belerang yang amat rendah. Menurut penelitian
kadar belerang biodisel adalah berkisar 0-24 ppm dan umumnya lebih kecil dari
15 ppm. Sedangkan solar mempunyai kadar belerang berkisar 1500-4100 ppm.
Hal ini menyebabkan emisi SO2 dan partikulat SPM (Solid Particulate Matters)
pada mesin yang menggunakan biodisel relatif nihil.
Berdasarkan analisa beban lingkungan yang dilakukan terhadap emisi sisa
pembakaran bahan bakar kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan
biodisel diperoleh hasil penggunakan biodisel memberikan dampak atau beban
lingkungan

(Environmental Burden) atau EB yang lebih kecil dibandingkan

150
dengan penggunaan bahan bakar solar.

Perhitungan indeks EB dilakukan

terhadap penghitungan 3 parameter yaitu indeks hujan asam atau asiditas, indeks
fotokimia dan indeks pemanasan global.
Indeks hujan asam, fotokimia dan pemanasan global diperoleh berdasarkan
perhitungan jumlah emisi yang dihasilkan dikonversikan dengan indeks EB.
Standar EB yang digunakan adalah berdasarkan standar yang ditetapkan oleh ICI
mengenai Safety, Health and Environmental Performance pada tahun 1996.
Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan campuran
solar dan biodisel (PPKS, 2000) dengan berbagai tingkat perbandingan tertera
pada Tabel 17 dan Tabel 18.
Tabel 17. Data emisi sisa pembakaran kendaraan yang menggunakan disel dan
campuran disel dan biodisel.
Disel
No

Tolak Ukur

Satuan

Beberapa Komposisi Biodisel

Minyak
Bumi

Disel-Ester Disel-Ester Disel-Ester

Ester
Murni

75 :25

70 : 30

65 : 35

1 Efisiensi Thermal

1,125

2 Efisiensi Volumetrik

1.0184

Emisi Hidrokarbon
(beban maksimum)

ppm

18

14

16

Emisi Karbon
4 monooksida
(beban maksimum)

ppm

1650

710

1390

% Volume

11.4

11

10,931.25

9,208.75

Emisi Karbon
Dioksida

11

6 Emisi Nox

ppm

7 Partikulat
Dugaan emisi SOx
8 (maksimum)

gram/km

0.497

0.178

% berat

0.14

0.03

0.1

9 Nilai Kalor

kj/kg

40,297.32 37,114.13

151
Tabel 18. Analisa beban lingkungan dari emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan
Estimasi
No

1
2
3

4
5

Tolak Ukur

BAHAN BAKAR
DISEL
Dugaan Total Gas
Buang
Emisi Hidrokarbon
(beban maksimum)
Emisi Karbon
monooksida (beban
maksimum)
Emisi Karbon
Dioksida
Emisi Nox

6 Partikulat

Satuan

Dugaan Nilai Beban Lingkungan (EB Value)

Substansi EB Value
Tunggal Asiditas

Ton

96,083

Ton

435,8
3

Ton

4,439.
03

Ton
Ton
Ton

7 Dugaan emisi SOx


Ton
(maksimum)
Indeks EB

48,88
9.48
31,50
9.28
4,775.
65
13,45
1.65

EB Value

Eb Value

EB Value

Panas Global Penipisan 03 Fotokimia

230.99
13,317.13

133.17

48,899.48
693.20 1,260,371.12

945.28

417,00

672.58

1,110.21 1,322,587.72

1,751.03

BAHAN BAKAR BIODISEL 30 : 70


Dugaan Total Gas
Buang
Emisi Hidrokarbon
2
(beban maksimum)
Emisi Karbon
3 monooksida (beban
maksimum)
Emisi Karbon
4
Dioksida
1

5
6

Emisi Nox

Partikulat
Dugaan emisi SOx
7
(maksimum)

Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton

97,32
1
392.4
0

207.97

3,787.
72
49,79
1
26,88
6.07
1,732.
31
9,732.
07

11,363.17

113.63

47,791.43
591.49 1,075,442.75

806.58

301.69

486.60

893.19 1,134,597.35

1,406.82

Jika seluruh hasil BDS digunakan sebagai bahan bakar maka perbandingan
emisi gas buang sesuai standar yang ditetapkan UNEP dan ICI (diolah) adalah:
emisi sisa bahan bakar yang menggunakan disel adalah, indeks EB asiditas

152
417.00, indeks EB pemanasan global 1,322,567.72, dan indeks EB fotokimia
1,751.03. Indeks EB pada emisi kendaraan yang menggunakan biodisel adalah
indeks EB asiditas 301.69, indeks EB pemanasan global 1,134,597.35 dan indeks
EB fotokimia 1,406.82. Perbandingan indeks EB emisi gas sisa pembakaran
secara histogram tertera pada gambar 50

Gambar 64. Perbandingan Indeks EB (Environmental Burden) Emisi


Pembakaran Biodisel dan Disel Minyak Bumi

Sisa Gas

Dari gambar diatas terlihat dampak indeks hujan asam atau asiditas, indeks
pemanasan global dan indeks fotokimia pada biodisel mempunyai beban atau
dampak lingkungan lebih kecil dibandingkan disel minyak bumi.

V.

ANALISIS KEBIJAKAN

Implikasi kebijakan merupakan pernyataan dari pemerintah yang


diperlukan dalam mewujudkan suatu keadaan atau kondisi yang memungkinkan
diterapkannya strategi dan program pengembangan investasi pada industri
biodisel kelapa sawit dengan baik. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk
mendukung pengembangan investasi biodisel sebagai berikut:
5.1.

Sumber Daya
Untuk menjamin ketersediaan sumberdaya bahan baku bagi industri

biodisel kelapa sawit diperlukan pengalokasian sejumlah 1,5-2 juta hektar lahan
sawit untuk menghasilkan 5 juta ton biodisel yang digunakan sebagai pengganti
510 persen BBM solar di dalam negeri dalam jangka panjang.
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada sub model sumberdaya,
ketersediaan bahan baku CPO untuk mensubtitusi 510 % produk BBM solar
adalah cukup, yaitu membutuhkan 500.0001000.000 ha lahan atau 1,5-3 juta ton
CPO. Sedangkan produksi total CPO dalam negeri pada 15 tahun kedepan
mencapai hampir
biodisel

nasional

22 juta ton. Untuk mendukung berkembangnya industri


maka

pemerintah

perlu

memfasilitasi

kesinambungan

penyediaan bahan baku biodisel baik berupa penambahan lahan ataupun mengolah
sebagian dari CPO dalam negeri menjadi menjadi biodisel. Namun, apabila
subsitusi dari produk BBM solar lebih kecil dari 3% maka lahan yang tersedia
saat ini diperkirakan cukup untuk menyediakan bahan baku biodisel.
5.2. Teknis Produksi
Ditinjau dari aspek ketersediaan teknologi pengolahan biodisel tidak
mempunyai kendala atau dapat didesain sesuai dengan keinginan penggunanya.
Kegunaan biodisel juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM
solar atau disel serta sebagai bahan bakar mesin pemanas atau heating Oil seperti
genset.
Berdasarkan validasi sub model teknis produksi dari scalling up proses
pengolahan biodisel yang dilakukan oleh ITB dengan kapasitas 400 ton/tahun,

154
maka dapat dihitung perkiraan kebutuhan neraca bahan dan neraca enerji pada
proses pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton/tahun. Dari hasil scaling
up tersebut disarankan beberapa kebijakan dibidang teknis produksi sebagai
berikut :
1. Penggunaan biodisel untuk bahan bakar kendaraan yang digunakan pada
alat transportasi sebaiknya diproduksi dalam skala besar yaitu 30 100
ribu ton kapasitas per tahunnya agar dapat memenuhi volume
pertumbuhan konsumsi bahan bakar solar yang besar yang tidak
terimbangi oleh peningkatan kapasitas produksinya saat ini.
2.

Acuan sementara spesifikasi produk biodisel memenuhi standar yang


telah ditetapkan oleh Forum Biodisel Indonesia dan perusahaan otomotif
yang akan menggunakan biodisel.

3. Disain alat pengolahan dirancang agar dapat digunakan oleh berbagai


jenis bahan bakar (multifeedstock).
4. Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku karena sifat
minyak sawit yang mudah rusak.
5. Pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk mengembangkan
teknologi pengolahan yang efisien dan murah sehingga dapat bersaing
dengan teknologi yang dihasilkan oleh negara-negara maju.
5.3. Pasar
Berdasarkan validasi sub model Pasar, laju produksi BBM solar lebih
rendah dari pada laju konsumsinya. Demikian juga laju ekspor minyak mentah
fosil lebih rendah daripada laju impor, sehingga untuk menjamin penyediaan
bahan bakar minyak perlu dipertimbangkan sumber enerji cair lainnya terutama
yang dapat terbarukan.
Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah perlu menerapkan program
diversifikasi enerji terutama enerji cair dan dapat terbarukan (renewable energy)
diantara lain adalah biodisel kelapa sawit. Program diversivikasi enerji harus
dimasukan dalam UU enerji. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap
misalnya jangka menengah 5 tahun, biodisel diproyeksikan untuk mensubstitusi 25% dari BBM solar sedang dalam jangka 10 tahun diproyeksikan mensubsitusi

155
lebih dari 5-10% BBM solar. Dalam rangka menjamin pasar biodisel di dalam
negeri diperlukan pengakuan pemerintah akan biodisel sebagai sumber enerji
terbarukan. Kebijakan pasar biodisel di dalam dan luar negeri yang diusulkan
secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Fasilitasi pangsa pasar (create market) dalam negeri misalnya dengan
mendiversivikasikan penggunaan bahan bakar solar untuk transpotasi
dengan penggunaan biodisel dan solar.
2. Pasar luar negeri dapat diciptakan atau dikaitkan dengan Protocol Kyoto
yaitu dengan skim Carbon Trade. Mengingat enerji yang dihasilkan
oleh biodisel adalah ramah lingkungan, maka terbuka peluang pasar
ekspor biodisel terutama ke negara industri yang berkewajiban
mengurangi emisinya seperti Jepang dan Jerman.
3. Subsidi harga dalam bentuk keringanan pajak atau Tax Holiday bagi
pengguna biodisel.
5.4. Finansial
Berdasarkan validasi sub model analisi finansial, biaya investasi pabrik
kelapa sawit dengan kapasitas 100.000 ton/tahun mencapai 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku merupakan biaya terbesar atau 79,23% dari biaya
produksi biodisel. Dari simulasi hasil perhitungan, harga jual ditingkat konsumen
mencapai Rp 5603/liter dengan asumsi marjin keuntungan 15%, sedangkan biaya
BBM solar dalam negeri Rp 2400/liter untuk angkutan umum dan Rp 5400/liter
untuk industri. Sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang
mencapai lebih dari 60 USD/barel maka terjadi peningkatan subsidi BBM yang
cukup besar yang harus ditanggung oleh pemerintah disebabkan 30 persen dari
total kebutuhan minyak mentah dan BBM masih harus diimpor.
Untuk mendukung terjadinya investasi biodisel dengan skala komersial di
dalam negeri, pemerintah perlu mengeluarkan serangkaian kebijakan dibidang
investasi pada setiap tahap mulai dari perkebunan, industri, dan distribusi.
Insentif pajak yang menarik bagi investor, kemudahan perijinan dan suku bunga
investasi yang kecil. Semua kebijakan yang diperlukan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan keuntungan investasi sehingga lebih menarik bagi investor. Untuk

156
mendukung

berkembangnya

investasi

biodisel

nasional

perlu

diberikan

kemudahan perijinan pendirian pabrik, keringanan bea masuk barang modal,


insentif pajak dan suku bunga investasi yang rendah.
5.5. Lingkungan
Validasi sub model lingkungan menunjukkan bahwa emisi gas buang
biodisel dan disel menunjukkan perbedaan yang besar baik ditinjau dari jumlah
polutan yang diakibatkan maupun dari beban lingkungan yang ditimbulkan.
Penggunaan biodisel memberikan jumlah polutan dan beban lingkungan yang
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan disel. Untuk mendukung keamanan
lingkungan perlu diterapkan kebijakan sebagai berikut :
1. Untuk mendukung program pembangunan yang berkelanjutan maka perlu
diterapkan batasan emisi sisa gas buang kendaraan
2. Perlu dipertimbangkan penggunaan biodisel diwilayah yang sensitif
dengan pencemaran lainnya seperti wilayah perairan dan pertambangan.
3. Keringanan pajak bagi pengguna biodisel juga dapat dipertimbangkan
untuk mengurangi pencemaran udara.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Industri biodisel kelapa sawit relatif baru di Indonesia dan belum banyak
dikembangkan secara komersial dan belum tersosialisasikan kepada masyarakat
luas di Indonesia. Dalam rangka menilai kelayakan investasi industri biodisel
kelapa sawit maka disusun rancang bangun SPK investasi pada industri biodisel
kelapa sawit. Rancang bangun direpresentasikan melalui program komputer
dengan bantuan software I Think versi 6.0. Secara garis besar rancang bangun
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rancang bangun SPK menggunakan model sistem dinamis dapat digunakan
secara cepat oleh pengambil keputusan untuk menilai kelayakan investasi pada
industri BDS. Simulasi variabel yang diinginkan dapat didesain sesuai dengan
keinginan pengguna.
2. Rancang bangun SPK yang merupakan agregasi dari sub model yang
dikaitkan berdasarkan hubungan fungsi logika dan teori yang dibangun
menggunakan model sistem dinamis
3. Model ini terdiri dari 5 sub model yang saling berkaitan yaitu: 1) sub model
sumber daya; 2) sub model teknis produksi; 3) sub model pasar; 4) sub model
analisis finansial dan; 5) sub model lingkungan. Setiap sub model berpengaruh
kepada kelayakan investasi.
4. Keterkaitan dari faktor-faktor yang berpengaruh pada investasi ini adalah: sub
model sumber daya berpengaruh pada sub model teknis produksi berupa
jaminan penyediaan bahan baku bagi industri. Sub model pasar berpengaruh
pada sub model analisis finansial dan sub model teknis produksi. Potensi pasar
termasuk harga pasar yang cukup baik akan menyebabkan perhitungan
kelayakan finansial akan semakin baik. Permintaan pasar juga akan
menentukan spesifikasi produk tertentu yang harus diproduksi oleh produsen.
Sub model lingkungan mendukung sub model pasar dan sub model sumber
daya.
5. Hasil validasi pada sub model sumber daya CPO sebagai bahan baku biodisel,
jika digunakan untuk mensubsitusi BBM solar antara 5-10 persen masih dapat

158
dipenuhi dari potensi luas lahan kelapa sawit yang telah direncanakan oleh
pemerintah (Departemen Pertanian) asalkan laju pertumbuhan kenaikan
ekspor CPO mentah harus dikurangi atau dengan penambahan lahan
perkebunan kelapa sawit menjadi 9 juta hektar.
6. Hasil validasi pada sub model teknis produksi menunjukkan ketersediaan
teknologi relatif mudah dan dapat didesain sesuai dengan keinginan pengguna.
7. Hasil validasi pada sub model kelayakan finansial diperoleh biaya investasi
pabrik biodisel berkapasitas 100.000 ton/tahun adalah 17.819 juta USD.
Komponen biaya bahan baku adalah sebesar 79,3 persen dari total biaya
produksi (dengan asumsi harga CPO 360 USD/ton). Harga pokok produksi Rp
4874/liter dan jika margin keuntungan 15 persen maka harga ditingkat
konsumen Rp 5603.
8. Hasil validasi sub model pasar dapat dilakukan dengan memfasilitasi pasar
DN dan LN. Pasar DN dikaitkan dengan mensubsitusi sebagian atau 5-10
persen BBM solar dengan biodisel. Pasar LN dapat dikaitkan dengan program
carbon trade yang telah diratifikasi melalui Protocol Kyoto mengingat
biodisel bersifat ramah lingkungan.
9. Hasil validasi sub model lingkungan menunjukkan emisi dan beban
lingkungan yang dihasilkan oleh biodisel lebih kecil dibandingkan dengan
emisi dan beban lingkungan yang dihasilkan oleh disel.
10. Implikasi kebijakan yang diperlukan untuk investasi diperoleh berdasarkan
hasil analisis dari setiap sub model. Keterkaitan sub model tersebut dapat
digambarkan pada Influence Diagram yang digambarkan dalam program I
think.
11. Rancang bangun SPK investasi biodisel pada industri biodisel kelapa sawit
menggunakan model sistem dinamis yang dihasilkan dapat memperkuat atau
menkonfirmasi permodelan sistem dinamis, yaitu sistem yang dapat didesain
untuk memecahkan masalah manajemen yang kompleks dan berubah menurut
waktu secara cepat dibandingkan dengan model program komputer lainnya.

159
6.2.

Saran
Mencermati

kondisi

perekonomian

nasional

serta

ketergantungan

masyarakat terhadap BBM dan hasil penilaian terhadap kelayakan investasi maka
perlu diadakan percepatan realisasi pengembangan investasi energi baru dan
terbarukan diantaranya biodisel kelapa sawit. Untuk menunjang percepatan
realisasi pengembangan investasi tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran
kepada para pihak terkait sebagai berikut:
1. Sehubungan dengan besarnya biaya investasi biodisel yaitu mencapai 17,6 juta
USD (kapasitas 100 ribu ton/tahun), disarankan agar sumber dana untuk
investasi BDS di dalam negeri dapat diupayakan dari sebagian dana subsidi
BBM. Sumber dana investasi dari luar negeri disarankan agar diupayakan oleh
pemerintah melalui

kerjasama dengan negara maju yang berkewajiban

mengurangi emisi globalnya dalam skim Carbon Trade.


2. Pemerintah dan para pemangku kepentingan disarankan untuk segera
mensosialisasikan

pengenalan dan penggunaan produk biodisel kepada

masyarakat.
3. Rancang bangun SPK yang dihasilkan disarankan untuk diaplikasikan pada
penilaian kelayakan investasi pada biodisel yang menggunakan bahan baku
lainnya yang ada di Indonesia seperti minyak jarak, minyak goreng bekas,
RBD-PO dan RBD-olein.
4. Strategi pengembangan investasi disarankan untuk dilaksanakan dalam 3
tahap yaitu: 1) jangka pendek 1 tahun melalui fasilitas terbitnya UU/PP
tentang penggunaan enerji terbarukan (renewable) terutama biodisel untuk
transportasi; 2) jangka menengah 5 tahun, subsidi 2-5% BBM solar dengan
BDS dan; 3) jangka panjang >5-10 tahun, subsidi BBM solar 6-10%.

167

Lampiran 1. Perbandingan standar biodiesel di beberapa negara

Standar /Spesifikasi

Austria

Republik

(1)

Ceko

ON C1191

Perancis

Jerman

Italia

CSN 65

Journal

DIN V

6507

Officiel

51606

Swedia

USA

UNI 10635 SS 155436

ASTM
PS121-99

Tanggal

Jul 97

Sep 98

Sep 97

Sep 97

Apr 97

Nov 96

Jul 99

Aplikasi

FAME

RME

VOME

FAME

VOME

VOME

FAMAE

0.85 0.89 0.87 - 0.89 0.87 0.90 0.87 - 0.90 0.86 -0.90 0.87 - 0.90

Densitas
15C g/cm
Viscos. 40C mm2/s
Distillat.95% C
Flashpoint C
CFPP C (F) summer

CFPP C (F) winter


Pour point C

3.5-5.0

3.5-5.0

3.5-5.0

3.5-5.0

3.5-5.0

3.5-5.0

1.9-6.0

<360

<360

>100

>110

>100

>110

>100

>100

>100

- max. 0 (32)

-5

max. 0
(32)

-5

max. -15

max. -20 (4)

(5)
-

<-10

<0/ <-15

Sulfur, % massa

<0.02

<0.02

<0.01

<0.01

<0.001

<0.05

CCR 100%, % massa

<0.05

<0.05

<0.05

<0.05

<0.3

<0.5

<0.02

<0.02

<0.03

<0.02

(Oxid) Ash, % mass

<0.01

<0.01

Water mg / kg

<500

<200

<300

<700

<300

<0.05%

Total contam. mg / kg

<24

<20

<20

Cu-Corros. 3h/50C

<No.3

>49

>48

>49

>49

>48

>40

<0.8

<0.5

<0.5

<0.5

<0.5

<0.6

<0.8

<0.20

<0.1

<0.3

<0.2

<0.2

>96.5

>98

>98

10% dist. resid., %


massa
Sulphated ash, %
massa
% massa

Cetane No.
Neutral. No./ mg
KOH/g
Methanol, % mass
Ester content, % mass

168

Lampiran 1. Lanjutan
Austria

Republik

(1)

Ceko

Monoglyceride, %

Perancis

Jerman

Italia

Swedia

USA

<0.8

<0.8

<0.8

<0.8

Diglyceride, % mass

<0.2

<0.4

<0.2

<0.1

Triglyceride, % mass

<0.2

<0.4

<0.1

<0.1

Free glycerol, % mass

<0.02

<0.02

<0.02

<0.02

<0.05

<0.02

<0.02

Total glycerol, % mass

<0.24

<0.24

<0.25

<0.25

<0.24

Iodine No.

<120

<115

<115

<125

<15

<20

<20

<10

<10

<10

<10

<10

<5

<5

<10

mass

C18:3 and high.


Unsat.acids
% mass
Phosphor, mg / kg
Alkalinity mg/kg

RME: Rapeseed oil methyl ester


FAME: Fatty acid methyl ester
VOME: Vegetable oil methyl ester
FAMAE: Fatty acid mono alkyl ester
(1) based on the world's first BioDiesel standard, NORM C 1190 (Feb 1991)
* All standards information courtesy of BLT Wieselburg Austria.
Sumber: http://.biodfuelsystem.com/chemistry.htm. (tanggal, 10 Februari 2004)

169

Lampiran 2. Produsen biodiesel di Eropa tahun 2000


Negara +

Perusahaan

Lokasi

Produksi

TE Capacity Market Segments and estd. Supply


t/yr

in t/yr

Heating Berproduksi

Cleochem
Jerman

Henkel

Dusseldorf

Connemenn/OMH Leer

Oil

sejak

200.000

160.000

100.000

10.000

75.000

10.000

91/93/95

Oelmuhle

Hamburg

100.00

10.000

60.000

20.000

99/00

Hbg/Adm

Wittenberg

50.000

20.000

1999

Bio-diesel

Ochsenfurt

50.000

20.000

99/00

VNR

Rudisleben

40.000

20.000

99/00

L.U.T.

Mainburg

5.000

4.000

1996

Hallertauer/Agran Henningsleben

3.000

4.000

1997

2.000

2.000

1997

180.000

205.000

30.000

40.000

40.000

94/96

120.000

120.000

1995

Sldobre Slnnova Boussens

70.000

30.000

40.000

93/95

Navaol/Icl

60.000

5.000

55.000

30.000

255.000

Grossfriesen

ADIBAPV

Jumlah

415.000Vogtlander
Perancis

Robbe/Diester

Corrpiegne

Diester

Rouen

Ver dun

266.000(henkel, Diester)

Jumlah

Bakelite

Solbiate

30.000

5.000

20.000

1996

Novaol + others

Livorno

90.000

20.000

60.000

1993

Oleifici Italiari

Bari

20.000

5.000

1995

Distillerie Palma Neapel

30.000

5.000

1995

Focus Petroli

Ancona

20.000

5.000

Slsas + diverse

Milano

50.000

10.000

30.000

35.000

125.000

80.000

10.000

20.000

20.000

Ertvelde

30.000

30.000

Otter up

Finlandia

Norwegia

Italia

160.000
Belgia

Slsas
86.000Oleofina

Denmark

Jumlah

Feluy

1995

1995

170

Lampiran 2. Lanjutan
Negara +

Perusahaan

Lokasi

Produksi
Inggris

TE Capacity Market Segments and estd. Supply Heating Berproduksi


t/yr
2.000

United Oil Seeds/ Liverpool

RME Bruck

Bruck

Spanyol

Biocat

Barcelona

Swedia

Ecobransle +

Skive

Milo Oloumuc + Olmutz


32.000others

1.006.000

15.000

5.000

5.000

1999?

6.000

6.000

5.000

1992

5.000

2.000

1.000

1996

30.000

30.000

1995

17.000

14.000

92/94

Used in vehicles:

95

Bebolna
Total Capacity

1.270.000

240.000 245.000

oleochem

390.000

145.000

Biodiesel + Admixed Heating

Europe EU-15: in year 2000


Total FAME in t/yr :
= 1.210.000 t/yr

1.020.000

1994
90/94

Oil

Total Capacity

1996

15.000

6.000others

Hunggaria

2.000

sejak

STEEG + others Mureck

Rep. Ceko

Oil

Hull

2.000Cargill
Austria

in t/yr

171
Lampiran 3. Skenario pembangunan pabrik biodisel
No.
1
2
3
4
5
6
7

Skenario

Satuan

Tahun awal perencanaan


Persentase Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Rakyat
Perkebunan Besar Swasta
Perkebunan negara
Luas Lahan maksimal yang tersedia
Perkebunan Rakyat
Perkebunan Besar Swasta
Perkebunan negara

2005
%
%
%
Ha
Ha
Ha
Ha

Y=
8

Proyeksi Luas Perkebunan Rakyat (Model Dinamik)

Proyeksi Luas Perkebunan Besar Negara (Model Dinamik)

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Proyeksi Luas Perkebunan Besar Swasta (Model Dinamik)

Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit


Perkebunan Rakyat
Perkebunan Besar Swasta
Perkebunan Negara
Proyeksi Kebutuhan CPO untuk minyak goreng
Jumlah penduduk pada Tahun 2003
Laju pertumbuhan penduduk per tahun
Konsumsi minyak goreng per kapita per tahun
Kebutuhan minyak goreng dari minyak kelapa sawit (CPO)
Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical
Kebutuhan CPO untuk Industri Oleochemical pada Tahun 2003
Laju permintaan CPO untuk industri oleochemical
Proyeksi Ekspor Minyak Mentah (Model dinamik )
Proyeksi Impor Minyak Mentah (Model dinamik )

36.76
51.86
11.38
8,000,000
2,940,800
4,148,800
910,400

5,96688x 1011 e0,199749t


3,4 x 106 + 196279 (1 + e0,199749t)

3.65518x1011 e0,0824692t
Y=
960000+ 380746(1 + e0,0824692t )

Y=
10

Nilai

1.17268x 1012 e0,207195t


4 x 106 + 293171(1 + e0,207195t)

Ton CPO/ha/Tahun
Ton CPO/ha/Tahun
Ton CPO/ha/Tahun
Jiwa
Persentase
kg
Persentase
Ton
Persentase
(Y = 379968-7598,47t)
(Y = 85401,6 + 11142t)

1.9
3
3
210,000,000
1.5
16.5
83.8
1,000,000
5

172
Lampiran 3. Lanjutan
No.
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51

Skenario
Proyeksi Produksi Solar (Model dinamik )
Proyeksi Penggunaan Solar (Model dinamik )
Biaya Emisi dan Subsidi
Biaya emisi penggunaan BBM Solar
Besaran subsidi pemakaian BBM solar
Pemasaran Biodiesel
Substitusi BBM solar oleh biodiesel
Harga Minyak Dunia
Harga minyak mentah rata-rata
Kurs
Nilai tukar I Dolar AS terhadap Rupiah
Harga Rata-Rata :
Biodiesel
Gliserin
Harga Faktor-Faktor Produksi
CPO
Metanol
KOH
H3PO4
BBM Solar
Air
Uap air
Listrik
Biaya Pemasaran dan Distribusi
Biaya Pemeliharaan
Biaya Asuransi
Faktor Konversi
Berat Jenis Biodiesel
Kebutuhan Metanol terhadap CPO
Kebutuhan KOH terhadap CPO
Kebutuhan H3PO4 terhadap CPO
Kebutuhan Bahan Bakar terhadap Biodiesel
Kebutuhan uap air terhadap Biodiesel
Kebutuhan listrik terhadap Biodiesel
Kebutuhan Air terhadap jumlah CPO
Rendemen
CPO ke minyak goreng

Satuan

Nilai

(Y = 11331,3 + 492,072t)
(Y = 15072,7 + 829,149t)
Dolar AS/Kiloliter
Rp/liter

0
960

Persentase

10.00

Dolar AS per barrel

35.00

Rp

9,000

Dolar AS/ton
Dolar AS/ton

700.00
588.00

Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
Dolar AS/kilo liter
Dolar AS/ton
Dolar AS/ton
per MWh
Persentase dari Omzet
Persentase dari nilai perolehan
Persentase dari nilai perolehan

360
222
289
180
200.0
0.55
10.00
50.00
10.0
2.0
2.0

g/ml
Jumlah kg/ton CPO
Jumlah kg/ton CPO
Jumlah kg/ton CPO
Liter BB/ton biodiesel
Jumlah kg/ton CPO
KWh/ton CPO
Jumlah kg/ton CPO
Persentase

0.86
203.48
120.00
0.09
20.00
4,928.08
27.50
46.13
74

173

Lampiran 3. Lanjutan
No.
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62

Skenario
CPO ke Biodiesel
Distribusi CPO
Ekspor
Dalam Negeri
Debt to Equity Ratio (DER)
Hutang
Modal Sendiri
Biaya Modal
Suku bunga bank
Biaya modal sendiri
Rasio Laba Ditahan dengan Deviden
Laba Ditahan
Deviden
Kapasitas Produksi
Biodiesel
Rendemen Gliserin (persentase dari produksi real biodiesel)
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
Tahun 11
Tahun 12
Tahun 13
Tahun 14
Tahun 15

Satuan

Nilai

Persentase

95.24

Persentase
Persentase

60.00
40.00

%
%

40
60

%
%

12.00
15.00

%
%

100
0

Ton/tahun
%
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas
Persen Kapasitas

100,000
9.776
90
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Lampiran 4. Perhitungan rencana biaya produksi pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun (USD)
No.
I
II

2005
142,020.00
46,720,093.82
34,020,000.00
4,273,128.00
3,276,000.00
360,000.00
1,574.64
2,397.56
4,657,036.77
129,956.85
6,765,611.33
1,976,608.08
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
59,255,094.23
658.39
98.76
757.15
0.57
5,095.94
764.39
5,860.33

2006
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
1,694,235.49
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
63,258,473.98
632.58
94.89
727.47
0.54
4,896.21
734.43
5,630.64

2007
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
1,411,862.91
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
62,976,101.40
629.76
94.46
724.23
0.54
4,874.35
731.15
5,605.50

2008
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
1,129,490.33
356,385.76
356,385.76
2,937,989.48
62,693,728.82
626.94
94.04
720.98
0.54
4,852.49
727.87
5,580.37

2009
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
847,117.75
357,879.44
357,879.44
2,954,793.38
62,431,147.50
624.31
93.65
717.96
0.54
4,832.17
724.83
5,557.00

I
II
III
IV
V
VI
VIII

SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :


SUBSIDI EMISI
BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI
BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter)

0.00
59,255,094.23
658.39
0.57
5,095.94
764.39
5,860.33

0.00
63,258,473.98
632.58
0.54
4,896.21
734.43
5,630.64

0.00
62,976,101.40
629.76
0.54
4,874.35
731.15
5,605.50

0.00
62,693,728.82
626.94
0.54
4,852.49
727.87
5,580.37

0.00
62,431,147.50
624.31
0.54
4,832.17
724.83
5,557.00

III
IV
V
VI
VII
IX

174

X
XI
XII
XIII
XIV

Uraian
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
BIAYA PRODUKSI BIODIESEL
1. Bahan Baku Utama
2. Metanol
3. KOH
4. Bahan Bakar
5. H3PO4
6. Air
7. Uap air
8. Listrik
BIAYA PEMASARAN
BIAYA BUNGA BANK
BIAYA ASURANSI
BIAYA PEMELIHARAAN
PENYUSUTAN
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton)
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL
BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter)

Lampiran 4. Lanjutan
No.
I
II

2010
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
564,745.16
360,613.44
360,613.44
2,979,399.38
62,178,848.91
621.79
93.27
715.06
0.53
4,812.64
721.90
5,534.54

2011
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
282,372.58
360,825.44
360,825.44
2,980,989.38
61,898,490.33
618.98
92.85
711.83
0.53
4,790.94
718.64
5,509.58

2012
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
360,825.44
360,825.44
2,980,989.38
61,616,117.75
616.16
92.42
708.59
0.53
4,769.09
715.36
5,484.45

2013
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
364,136.28
364,136.28
3,008,014.81
61,649,764.86
616.50
92.47
708.97
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45

2014
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
364,136.28
364,136.28
3,008,014.81
61,649,764.86
616.50
92.47
708.97
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45

I
II
III
IV
V
VI
VIII

SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :


SUBSIDI EMISI
BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI
BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter)

0.00
62,178,848.91
621.79
0.53
4,812.64
721.90
5,534.54

0.00
61,898,490.33
618.98
0.53
4,790.94
718.64
5,509.58

0.00
61,616,117.75
616.16
0.53
4,769.09
715.36
5,484.45

0.00
61,649,764.86
616.50
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45

0.00
61,649,764.86
616.50
0.53
4,771.69
715.75
5,487.45

III
IV
V
VI
VII
IX

175

X
XI
XII
XIII
XIV

Uraian
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
BIAYA PRODUKSI BIODIESEL
1. Bahan Baku Utama
2. Metanol
3. KOH
4. Bahan Bakar
5. H3PO4
6. Air
7. Uap air
8. Listrik
BIAYA PEMASARAN
BIAYA BUNGA BANK
BIAYA ASURANSI
BIAYA PEMELIHARAAN
PENYUSUTAN
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton)
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL
BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter)

Lampiran 4. Lanjutan
No.
I
II

III
IV
V
VI
VII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV

Uraian
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
BIAYA PRODUKSI BIODIESEL
1. Bahan Baku Utama
2. Metanol
3. KOH
4. Bahan Bakar
5. H3PO4
6. Air
7. Uap air
8. Listrik
BIAYA PEMASARAN
BIAYA BUNGA BANK
BIAYA ASURANSI
BIAYA PEMELIHARAAN
PENYUSUTAN
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Dolar AS/ton)
BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL
BIAYA PRODUKSI SEBELUM SUBSIDI(Rp/Liter)
MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/liter)

2016
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
662,605.58
662,605.58
4,363,425.16
63,602,113.81
636.02
95.40
731.42
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22

2017
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
662,817.58
662,817.58
4,365,015.16
63,604,127.81
636.04
95.41
731.45
0.55
4,922.96
738.44
5,661.40

2018
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
664,311.26
664,311.26
4,381,819.06
63,623,919.07
636.24
95.44
731.68
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17

2019
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
664,311.26
664,311.26
4,381,819.06
63,623,919.07
636.24
95.44
731.68
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17

0.00
63,602,113.81
636.02
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22

0.00
63,602,113.81
636.02
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22

0.00
63,604,127.81
636.04
0.55
4,922.96
738.44
5,661.40

0.00
63,623,919.07
636.24
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17

0.00
63,623,919.07
636.24
0.55
4,924.49
738.67
5,663.17

176

SETELAH ADANYA KEBIJAKAN SUBSIDI EMISI :


I
SUBSIDI EMISI
II
BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI
III
BIAYA PRODUKSI PER TON BIODIESEL SETELAH SUBSIDI
IV BIAYA PRODUKSI PER LITER BIODIESEL SETELAH SUBSIDI
V
BIAYA PRODUKSI SETELAH SUBSIDI(Rp/Liter)
VI MARGIN KEUNTUNGAN (15%)
VIII HARGA DI TINGKAT KONSUMEN (Rp/Liter)
Sumber: Hasil analisis, 2004.

2015
142,020.00
50,196,628.69
37,800,000.00
3,033,333.33
3,640,000.00
400,000.00
1,749.60
2,663.95
5,174,485.30
144,396.50
7,574,828.80
0.00
662,605.58
662,605.58
4,363,425.16
63,602,113.81
636.02
95.40
731.42
0.55
4,922.80
738.42
5,661.22

177

Lampiran 4 Lanjutan.
Ringkasan struktur biaya pengolahan biodisel kelapa sawit dengan kapasitas
100.000 ton/tahun
NO.
I
II

III
IV
V
VI
VII

URAIAN
RATA-RATA
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM
0,23%
BIAYA PRODUKSI BIODISEL
79,93%
1. Bahan Baku Utama
60,07%
2. Metanol
4,98%
3. KOH
5,78%
4. Bahan Bakar
0,64%
5. H3PO4
0,00%
6. Air
0,00%
7. Uap air
8,22%
8. Listrik
0,23%
BIAYA PEMASARAN
12,03%
BIAYA BUNGA BANK
0,84%
ASURANSI
0,74%
PEMELIHARAAN
0,74%
PENYUSUTAN
5,49%
JUMLAH TOTAL (I S/D VII)
100,00%

Sumber : Hasil Analisis, 2004.

Lampiran 5. Diagram alir unit proses persiapan umpan

178

Lampiran 6. Diagram alir unit proses transesterifikasi

179

Lampiran 7. Diagram alir unit proses separasi

180

Lampiran 8. Diagram alir unit proses purifikasi

181

Anda mungkin juga menyukai