PENDAHULUAN
Kepustakaan paling awal mengenai adanya bedah endoskopi ditemukan pada
masa Talmud dari Babylon, sedangkan istilah endokopi itu sendiri pertama kali
diperkenalkan oleh Avicenna antara tahun 980 dan 1037 AD. Teknik laparaskopi
mulai dipopulerkan oleh Abbulkasim antara tahun 912 dan 1013 AD.Pada tahun 1587
Tuleo Caesare Aranzi di Venice telah menggunakan sumber cahaya untuk bedah
laparaskopi. Kemudian teknik laparaskopi dikembangkan oleh Boesch (1936), Palmer
(1948), Semm (1955), dan Barnes (1958).
Dalam dua dekade terakhir ini, kemajuan laparaskopi demikian pesat. Bedah
laparaskopi menggunakan kauterisasi atau laser untuk pengobatan endometriosis
stadium lanjut mulai digunakan sejak tahun 80an. Seiring dengan populernya
penggunaan laparaskopi, ditemukan berbagai komplikasi seperti komplikasi akibat
penggunaan jarum Verres atau trokar, serta komplikasi akibat penggunaan
elektrokauterisasi. Sehingga operator perlu mengetahui dan memahami prinsip dasar
bedah laparaskopi untuk meminimalisir komplikasi yang mungkin terjadi.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BEDAH LAPARASKOPI
Persetujuan operasi merupakan suatu keharusan disamping pasien harus
mengerti prosedur yang akan dilakukan dan keterbatasan-keterbatasan pada bedah
laparaskopi. Komplikasi yang mungkin terjadi, seperti infeksi, ileus, trauma terhadap
pembuluh darah, usus, ureter atau vesika urinaria harus dijelaskan kepada pasien.
Disamping itu komplikasi yang jarang terjadi, seperti emboli dan kolaps pembuluh
darah atau masalah yang berhubungan dengan anestesi juga harus didiskusikan.
Obstruksi usus
Ileus
Peritonitis
Perdarahan intraperitoneal
Hernia diafragmatika
Penyakit kardiorespirasi
INSTRUMEN LAIN
1. Probe
2. Forseps
3. Gunting dan pisau
4. Aspirator dan irrigator
5. Morselator
6. elektrokoagulasi
7. Thermokoagulasi
8. Laser
LAPAROSKOP
Laparoskop diagnostik tersedia dalam berbagai macam sudut pandang, baik yang
lurus ( 0 degre deflection ) atau yang foreoblique. Pemilihan jenis laparoskop
tergantung operator, tetapi yang lurus penyesuaiannya lebih mudah dan lebih sering
digunakan. Laparoskop diagnostik dan operatif juga bervariasi dalam ukuran
diameternya, antara 4-12 mm. Laparoskop yang kecil lebih lebih memuaskan untuk
diagnostik dan bermanfaat untuk pasien dengan risiko tinggi tertusuk trokar karena
tenaga yang dibutuhkan untuk menembus abdomen lebih kecil.
Sedangkan pada laparaskopi operatif digunakan laparoskop yang lebih besar , karena
akan dilalui instrument dengan diameter bervariasi antara 3-8 mm.
JARUM PNEUMOPERITONEAL
Tersedia dua tipe jarum, jarum Tuohy dirancang untuk anestesi epidural, mudah
pengadaannya dan tidak mahal. Jarum Verres dirancang untuk mengurangi
kecelakaan pada saat penusukan, jarum ini memiliki per yang akan mengalami
retraksi bagian tumpul jarum saat melewati dinding abdomen, setelah itu bagian
tumpul jarum keluar lagi untuk melindungi struktur atau organ intraabdomen.
TROKAR
Trokar akan menembus dinding abdomen setelah dilakukan insuflasi. Terdapat dua
model dasar trokar yaitu flapper valve dan trumpet valve. Flapper valve
memungkinkan memasukkan dan mengeluarkan laparoskop serta instrument lain
tanpa kehilangan gas.Ujung trokar berbentuk piramid atau kerucut. Mekanisme
memasukkan trokar kedalam abdomen seperti melakukan insersi jarum Verres.
INSUFLATOR GAS
Insuflator gas digunakan untuk membuat pneumoperitoneum yang terkontrol.
Tindakan laparaskopi hanya mungkin dilakukan bila pneumoperitoneum terpelihara
saat berbagai alat dimasukkan. Prosedur laparaskopi operatif memerlukan beberapa
tempat insersi yang memungkinkan adanya kebocoran gas. Irigasi yang kemudian
diikuti dengan aspirasi juga mempunyai kontribusi terhadap hilangnya gas. Oleh
karena itu ditekankan tersedianya insuflator dengan aliran tinggi pada prosedur
laparaskopi operatif.
SUMBER CAHAYA
Visualisasi yang adekuat tergantung pada kualitas dan kekuatan sumber cahaya.
Sumber cahaya dengan intensitas tinggi menggunakan halogen dan xenon. Cahaya
ditransmisikan melalui kabel fiberoptik, yang harus utuh untuk memelihara
visualisasi yang optimal. Fiber yang rusak akan terlihat sebagai spot yang gelap.
KAMERA
Kamera terdiri dari dua komponen, kamera utama dengan kabelnya dan unit kontrol
kamera. Gambar diterima melalui lensa kamera (yang menempel pada laparoskpo),
lalu dirubah dan ditransmisikan ke unit control kamera melalui kabel kamera.
Gambar kemudian dikirim ke monitor, dimana terjadi perubahan dari gambar
elektronik ke gambar optic.
PROBE
Probe yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah blunt probe. Penting
untuk visualisasi yang memerlukan manipulasi seperti ovarium.
FORSEPS
Kemampuan untuk mempertahankan struktur jaringan agar tidak traumatis
merupakan kunci bagi banyak prosedur operatif. Forseps atraumatis lebih sering
digunakan. Forsep kecil digunakan untuk memegang tuba falopii dan fimbrioplasti.
Forsep dengan sendok besar digunakan untuk mengambil jaringan trofoblastik pada
salpongostomi, untuk mengangkat dinding kista ovarium dan untuk mengambil irisan
jaringan miom.
GUNTING DAN PISAU
Gunting harus tajam, karena bila tumpul akan menyebabkan kerusakan jaringan.
Tersedia berbagai jenis gunting seperti : toothed, serrated micro dan hooked scissor.
Pisau dengan berbagai ukuran dan bentuk tersedia untuk digunakan dalam
laparaskopi. Elektrokoagulasi monopolar dapat dihubungkan ke gunting atau pisau
pada laparaskopi. Kombinasi antara memotong dan koagulasi berguna baik untuk
adhesiolisis maupun salpingostomi linier.
ASPIRATOR DAN IRIGATOR
Aspirasi dapat dilakukan dan diatur secara mekanik atau manual dengan spuit yang
besar. Kecepatan mengevakuasi hemoperitoneum sangat penting untuk mendapatkan
visualisasi yang optimum.
MORSELATOR
Morselasi biasa dilakukan selama miomektomi, terkadang pada oophorectomy.
ELEKTROKOAGULASI
Unit electrosurgical modern lebih aman daripada generator pertama, dimana pada
generator modern mempunyai voltase yang rendah, freuensi tinggi.
Pada sistim unipolar, arus listrik berjalan dari generator melalui instrument ke ground
dan lalu kembali ke generator. Ground harus tertutup oleh jeli yang konduktif untuk
mempertahankan kontak dengan pasien. Unit generator akan berhenti secara otomatis
dan mengeluarkan suara peringatan bila ditemukan adanya perubahan resistensi
jaringan. Harus diingat bahwa intensitas arus listrik disesuaikan dengan penggunaan
dan diatur oleh operator. Ujung instrument harus terlihat oleh operator saat arus listrik
aktif. Operator harus waspada terhadap arus listruk lateral yang menyebar dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan pada jarak tertentu. Kerusakan jaringan akan terlihat
pada sejauh 2-3 cm dari koagulasi unipolar.
Sistim bipolar menggunakan dua gigi penyekat pada instrument untuk membawa arus
listrik ke dan dari generator. Forsep bipolar menggunakan frekuensi tinggi, voltase
rendah. Densitas power dicapai lebih rendah pada arus koagulasi daripada arus
cutting, karena arus koagulasi mengeringkan permukaan jaringan, meningkatkan
resistensi jaringan. Kerusakan perifer karena koagulasi bipolar lebih sedikit
dibandingkan dengan unipolar. Kerusakan kira-kira 1-2 cm sekeliling titik koagulasi,
bila terjadi pada area yang lebih luas maka jaringan akan lepas.
PENJAHITAN
Penjahitan ternyata telah menambah dimensi baru dalam laparaskopi operatif.
Beberapa Ligasi loop merupakan modifikasi dari tonsilektomi atau polip rektal. Loop
dapat ditempatkan pada sekitar struktur dan diikatkan pada jaringan atau pembuluh
darah.
PERSIAPAN SEBELUM OPERASI
Pasien yang akan dilakukan operasi pagi hari, diharuskan puasa sejak jam 10 malam
sebelum operasi. Untuk mengantisipasi bila akan dilakukan pelepasan perlengketan
dengan usus, harus dilakukan persiapan kolon. Bila pada pemeriksaan klinis dicurigai
terdapat massa di rongga pelvis, maka perlu dilakukan pemeriksaan USG.
10
Insuflator
Gen Elektosurgikal
Aspirator
Irrigator
11
INSISI KULIT
Lokasi insisi
Pemilihan lokasi insisi merupakan hal yang penting. Secara kosmetik sebaiknya
dibuat sepanjang garis Langer pada lipatan umbilicus baik vertical maupun
horizontal.
Sebagian besar operator memilih insisi bagian bawah dari umbilicus.
Ukuran insisi
Insisi kulit untuk tempat masuk trokar harus tepat ukurannya.Besarnya insisi dapat
dinilai dengan bagian belakang pisau standar ( lebarnya sekitar 1 cm )atau secara
langsung dengan memasukkan jari telunjuk operator kedalam lubang insisi.
Teknik insersi
Gambar dibawah ini memperlihatkan prinsip yang harus dilakukan saat memasukkan
jarum Verres secara aman. Abdomen bagian bawah antara simfisis dengan umbilicus
dibagi dalam dua bagian, bagian bawah (bagian diatas simfisis dekat area vesika
urinaria) digenggam dan diangkat oleh tangan kiri operator membentuk sudut 45
derajat keatas dan kaudal. Pengangkatan ini akan meninggikan umbilicus dan
peritoneum dibawahnya, sehingga peritoneum akan menjadi satu bidang yang tegak
lurus terhadap sumbu pelvis. Kemudian jarum Verres dimasukkan secara tepat
12
melalui umbilicus lurus terhadap sumbu pelvis. Selama manuver dengan dua tangan
ini, operator perlu mengingat tiga hal utama yaitu :
1. Menuju kearah uterus
2. Menjauhi pembuluh darah pelvis
3. Membentuk sudut terhadap kulit (jarak paling pendek terhadap peritoneum)
Dengan manuver ini diharapkan lemak preperitoneal yang dilewati akan minimal.
13
14
15
Operator tidak perlu melihat melalui laparoskop selama insersi trokar kedua, lebih
baik melihat langsung ke trokar dari luar dan diarahkan menuju ke uterus menjauhi
pembuluh darah illiaka komunis.
Saat kulit dan fascia ditembus, peritoneum di suprapubik lebih longgar dan perlu
menembus secara hati-hati. Lebih aman dilakukan dengan visualisasi laparoskopi.
Pangkal trokar harus terlihat setiap saat, langsung ke cavum Douglas menjauhi
pembuluh darah epigastrik.
PENUTUPAN LUKA
Peritoneum dan fascia akan menutup tanpa perlu penjahitan setelah trokar diangkat.
Jahitan kulit diperlukan untuk bekas luka trokar 10 mm, luka dijahit secara
subkutikuler dengan benang 3.0 (absorbable). Sedangkan bekas luka trokar 5 mm
dijahit dengan vicryl 4.0.
PERAWATAN PASCA OPERASI
Kebanyakan pasien dirawat selama 1 hari setelah operasi. Jika timbul komplikasi ,
maka diperlukan perawatan yang lebih lama. Penggunaan analgesi baik intramuskuler
maupun intravena saat di ruang pemulihan akan mengurangi nyeri pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Garry R, Reich Herry. Laparoscopic Hysterectomy 1st ed. Cambridge: Blackwell Scientific
Publications; 1993:46-60
2.
Hulka and Reich. Textbook of Laparoscopy 2nd ed. W.B. Philadelphia: Saunders Company;
1994:85-95
3.
Munro MG. Gynecology Endoscopy. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology
12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996:677-90
4.
Namnoum AB, Murphy AA. Diagnostic and Operative Laparoscopy. In: Rock JA, Thompson JD.
Te Lindes Operative Gynecology 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven; 1997:389-412
5.