Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

MANAJEMEN MOLA HIDATIDOSA PASCA KURETASE


DUA KALI PADA MULTIPARA KEMOTERAPI ATAU
HISTEREKTOMI

Disusun Oleh :
Fanny Indah Prammita
Gianjar Sukma Putra
Hendro Mandela
Nurvayani
Siska Firmanila
Vellia Rahman

Pembimbing:
dr. M.Yusuf, Sp.OG (k)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2014
1

BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan sasaran prioritas dalam
pembangunan bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi
yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu hal ini merupakan
prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat yang utama di Negara
kita.Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu hamil dan bersalin. 1,2
Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik
yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum. Salah satu penyebab perdarahan saat
kehamilan adalah mola hidatidosa. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita pada
masa reproduksi (usia 15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya
paritas kemungkinan menderita mola hidatidosa dan lebih besar. Dan mola hidatidosa
adalah salah satu penyakit trofoblas yang jinak.3,4
Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial
dan komplet, koriokarsinoma, mola invasive dan placental site trophoblastic tumors.
Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini
sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis
jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai
borderline keganasan.
Insidensi

5,6

mola

hidatidosa

dilaporkan

Moore

dkk

pada

bagian

barat AmerikaSerikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan.


Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis.
Di Asiainsidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan
Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000
kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi
mola lebih tinggi lagi yaitu 1:120 kehamilan.

Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola


saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk
memastikan prognosis penyakit tersebut.7

BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. S

Nama Suami : Tn. R

Umur

: 37 tahun

Umur

: 37 tahun

Pendidikan

: SMA

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: TNI AU

Suku

: Jawa

Suku

: Melayu

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Alamat

: kompleks camar no 93, lanut rusmin nujadi

RM

: 87 04 89

Alamat

: kompleks camar no 93, lanut rusmin nujadi

Di VK IGD RSUD AA (1 November 2014, pukul 22.00 WIB)


ANAMNESIS
Keluhan Utama

Keluar darah dari kemaluan sejak 6 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


+ 6 jam SMRS, Pasien mengeluhkan mengalami perdarahan yang keluar dari
kemaluan. Darah yang keluar banyak dan mengalir, berwarna merah segar,tidak
menggumpal, keluar darah seperti mata ikan (-), membasahi 1 pembalut penuh, perut
tegang (-), mules-mules (-), mual dan muntah (-), demam (-), riwayat trauma (-), tidak
ada penurunan nafsu makan, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Pasien mengaku
hamil 9-10 minggu dengan HPHT 25 agustus 2014 T\P 1 juni 2015. Karena keluhan
ini, pasien berobat ke klinik dokter kebidanan dan dilakukan USG, hasil USG
dikatakan pasien mengalami hamil anggur, dan disarankan untuk kuret. Lalu pasien
berobat ke RS AURI namun karena keterbatasan alat pasien di rujuk ke RSAA.
4

+ 1 bulan SMRS pasien mengontrol kehamilannya di SPOG satu kali, saat di USG
dikatakan tidak ada tanda-tanda kehamilan, namun tes kehamilannya positif, dan
pasien diberi vitamin untuk kehamilan.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM, Hipertensi, penyakit jantung, asma , alergi dan kanker (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM, Hipertensi, penyakit jantung, asma , alergi dan kanker (-)

Riwayat abortus pada keluarga (-)

Riwayat Haid

Menarche usia 15 tahun, haid pasien teratur, 1 kali dalam 1 bulan selama 4 hari,
nyeri haid (-)

HPHT : 25 Agustus 2014.

Riwayat Kehamilan / Persalinan / Abortus : G3P1A1


Anak 1: 2003, perempuan, 2750 gr, normal, bidan
Anak 2: 2014, abortus dengan usia kehamilan 14-15 minggu, kuret
Anak 3 : kehamilan saat ini

Riwayat Pemakaian Kontrasepsi

Pasien pernah memakai suntik KB 3 bulan selama 9 bulan pada tahun 2013. Tidak
teratur, sering ganti suntik 1 bulan karena haid tidak lancer.

Riwayat Operasi Sebelumnya

Riwayat kuretase (+) pada bulan juni tahun 2014


5

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran

: Komposmentis

TD

: 120/70 mmHg

HR

: 70 x/menit

: 36,5 0C

RR

: 18 x/menit

Kepala

: Konjungtiva anemi -/-

Thoraks

: Jantung : DBN
Paru

: DBN

Abdomen

: Status ginekologis

Genitalia

: Status ginekologis

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2

Status Ginekologis
Muka

: Kloasma gravidarum (-).

Mammae

: Tidak membesar, hiperpigmentasi areola (-).

Abdomen
Inspeksi

: Perut tampak datar, distensi (-), scar (-).

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-),nyeri lepas (-), TFU tidak teraba

Perkusi

: Timpani.

Auskultasi : BU (+) normal.


Genitalia
Inspeksi

: Vulva dan uretra tenang, pendarahan aktif (+).

Inspekulo : Portio licin, OUE tertutup, valsava (-), fluksus (+), fluor (-),
Pooling (-).

Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin : Hb

: 12,1gr%

Ht

: 35,6 vol%

MCV

: 86,2 Fl

MCH

: 29,4 pg

MCHC

: 34,0 g/dl

Leukosit

: 10.300 /mm3

Trombosit : 278.000/ mm3


Kimia Darah : GLU

: 59 mg/dl

ALB

: 4,06 G/dl

URE

: 9 mg / dl

CRE

: 0,42 mg/dl

AST

: 16 IU/L

ALT

: 20 U/L

Globulin : 2,14 g/dl


Urinalisis

BUN

: 4,2 mg/dl

: warna

: kuning

Eritrosit

: 10-12

Kejernihan : keruh

Leukosit

: 2-3

Protein

: (-)

Sel epitel : 3-5

Glukosa

: (-)

Kristal

:0

Bilirubin : (-)

Silinder

:0

Urobilinogen : 0,2

Bakteri

: (-)

pH

: 6,5

Jamur

: (-)

Bj

: 1.030

Darah

: positif 2

Keton

: (-)

Nitrit

: (-)

Imunoserologi : TOTAL T.3 : 1,76 mmol/l


TOTAL T.4

: 96,14 mmol/l

FREE T4

: 11,18 mmol/l
7

HCG

: 90.540 mlU/ml

Diagnosis Kerja : P1A1H1 dengan koriokarsinoma klinis


Pemeriksaan Penunjang:
USG abdomen : uterus sedikit membesar dengan ukuran 8.2 x 4.3 cm dengan
gambaran massa intra uteri dengan echo internal inhomogen, vaskularisasi meningkat
di korpus lateral dekstra dan gambaran infiltrasi massa di korpus posterior. Dinding
korpus anterior sebagian masih normal, mulai dari fundus ke portio, struktur dinding
uterus menjadi tidak utuh.
Terapi :

observasi KU, TV, tanda tanda syok

Observasi perdarahan

IVFD RL 500 cc per 8 jam

Kemoterapi dengan methotrexat 50 gram

Asam folat 4 x 1

SF 2 x 1

FOLLOW UP
Hari/Tang
Perjalanan Penyakit
gal
2
S : Lemas (+), perdarahan pervaginam (-)
November O :
2014
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 100/60 mmHg RR = 20 x/I
HR = 86 x/I T = 36,7 C

Keterangan
observasi KU, TV,
Perdarahan,Tanda
tanda syok
IVFD RL 500 cc per
8 jam
Asam folat 4 x 1

St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)


8

SF 2 x 1

St. gynekologis :

Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),


scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-),Nyeri
lepas (-),TFU 2 jari
dibawah pusat
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
tenang, perdarahan aktif (-)
A : P3A1H3 post kuretase a/i mola hari ke 3,
anemia normositik normokrom ec perdarahan
uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast
ganas.

3
November
2014

S : Lemas (+), perdarahan pervaginam (+)


O:
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 100/60 mmHg RR = 20 x/I
HR = 86 x/I T = 36,7 C

observasi KU, TV,


Perdarahan,Tanda
tanda syok
IVFD RL 500 cc per
8 jam
Tampon

terpasang

St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)


sampai
12
jam
St. gynekologis :
(sampai
dengan
Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),
pukul 10.00)
scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Rencana transfuse 2
Perkusi : Timpani
WB Cek DPL
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-),Nyeri
ulang
lepas (-),TFU 2 jari
dibawah pusat
Rencana
USG
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
Konfirmasi
tenang, perdarahan aktif (-)
Ceftriaxon 2x1 gr IV
A : P3A1H3 post kuretase a/i mola hari ke 3,
bolus
anemia normositik normokrom ec perdarahan
9

uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast


4 Januari
2014
20.00
4 Januari
2014
21.40

ganas.
Tampon dibuka

S : perdarahan pervaginam (+), nyeri abdomen


(+)
O:
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 110/60 mmHg RR = 20 x/I
HR = 86 x/I T = 36,7 C
St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)
St. gynekologis :
Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),
scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan
(+),Nyeri lepas (-),TFU 2
jari dibawah pusat
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
tenang, perdarahan aktif (+)

A : P3A1H3 post kuretase a/I mola hari ke 3,


anemia normositik normokrom ec perdarahan
uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast
ganas.
5 Januari
S : perdarahan pervaginam (+) berupa flek flek,
2014
demam (+), nyeri perut (+),
07.00 WIB O :
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 100/60 mmHg RR = 20 x/I
HR = 80 x/I T = 37,6 C
St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)
10

Advice konsulen jaga :


Inj. Kalnex/6jam
Inj. Ketorolac 1
amp/ 8 jam
Pasang tampon jika
perdrahan masi ada
setelah pemberian
kalnex.

- Observasi KU, TV,


Perdarahan
- Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Ketorolac 2 x 30 mg
- Pct 3 x 500 mg

St. gynekologis :
Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),
scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan
(+),Nyeri lepas (-),TFU 2
jari dibawah pusat
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
tenang, perdarahan aktif (-)
A : P3A1H3 post kuretase a/i mola hari ke 4,
anemia normositik normokrom ec perdarahan
uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast
ganas.
6 Januari
S : perdarahan pervaginam (+) sebanyak 1
2014
sendok makan, demam (-), nyeri perut (+),
07.00 WIB O :
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 100/70 mmHg RR = 20 x/I
HR = 86 x/I T = 36,8 C
St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)
St. gynekologis :
Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),
scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan
(+),Nyeri lepas (-),TFU 2
jari dibawah pusat
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
tenang, perdarahan aktif (-)
A : P3A1H3 post kuretase a/i mola hari ke 5,
anemia normositik normokrom ec perdarahan
uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast
ganas.
11

- Observasi KU, TV,


Perdarahan
- Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Ketorolac 2 x 30
mg
- Rencana USG

6 Januari
2014
10.00

USG (terlampir) tampak uterus membesar,


terdapat jaringan di cavum uteri, diameter 4,7
cm, kesan : molahidatidosa.

7 januari
2014

S : perdarahan pervaginam (-) sebanyak 1


sendok makan, demam (-), nyeri perut (+),
O:
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 100/70 mmHg RR = 19 x/I
HR = 86 x/I T = 36,8 C
St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)
St. gynekologis :
Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),
scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan
(+),Nyeri lepas (-),TFU 2
jari dibawah pusat
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
tenang, perdarahan aktif (-)
A : P3A1H3 post kuretase a/i mola hari ke 6,
anemia normositik normokrom ec perdarahan
12

Rencana kuret besok


(7 januari 2014)
Cek BTCT
Transfusi

Perbaiki KU
Ceftriaxone/12
jam
Traansamin/ 8
jam
Transfuse PRC
Cegah Infeksi
Cek BhcG bila
menetap dan
naik
kemoterapi

8 januari
2014

uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast


ganas.
S : perdarahan pervaginam (-), demam (-), nyeri
perut (+),
O:
ku : tampak sakit sedang
Kes : composmentis
TTV : TD = 100/70 mmHg RR = 20 x/I
HR = 86 x/I T = 36,8 C
St.generalis : konjungtiva anemis (+/+)
St. gynekologis :
Abdomen : Inspeksi : tampak datar, distensi (-),
scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan
(+),Nyeri lepas (-),TFU 2
jari dibawah pusat
Genitalia eksterna : inspeksi : vulva / uretra
tenang, perdarahan aktif (-)
A : P3A1H3 post kuretase a/i mola hari ke 7,
anemia normositik normokrom ec perdarahan
uterus abnormal ec susp. Penyakit trofoblast
ganas.

BAB III
13

Perbaiki KU
Transfusi
PRC
Tunggu hasil
B hcG
Nilai
higth
risk
mola
atau low risk
mola
Setuju

kemoterapi

TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional
dan dapat mengalami transformasi menjadi bentuk ganasnya yaitu koriokarsinoma.
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofik. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang
menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik.4
3.2. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor faktor yang dapat
menyebabkan mola antara lain :7,8
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas.
3. Keadaan sosioekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggi.
5. Kekurangan protein.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
7. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam
risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, vitamin A
dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola.

3.3. Klasifikasi
14

Berdasarkan gambaran histologi, mola hidatidosa dibagi atas mola komplit


dan mola parsial.4,9
a) Mola Hidatidosa Komplit (klasik)
Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Struktur yang
gambaran histologinya ditandai oleh :4
1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus.
2. Tidak adanya pembuluh darah dalam vili yang membengkak.
3. Proliferasi epitel trofoblas hingga mencapai derajat yang beragam.
4. Tidak ditemukannya janin dan amnion.
Ovum dibuahi oleh sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi
kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak
tidak aktif. Tetapi, semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan kadangkadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46,XY.4
b) Mola Hidatidosa Parsial (inkomplit)
Perubahan mola hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih
terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola
hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan
hidatidosa yang berjalan lambat sementara vili lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi
darah fetus yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.4

Tabel 3.1. Perbedaan mola hidatidosa komplit dan parsial4,9


Gambaran
Koriotip
Edema vilus
Profilerasi trofoblas
Atipia
hCG serum
hCG di jaringan
Perilaku

Mola komplit
46,XX (46,XY)
Semua vilus
Difus, sirkumferensial
Sering ditemukan
Meningkat
++++
2% koriokarsinoma
15

Mola parsial
Triploid (69,XXY)
Sebagian vilus
Fokal; sedikit
Tidak ada
Kurang meningkat
+
Jarang koriokarsinoma

Jaringan embrio/janin
Pembengkakan

Tidak ada
Difus

Ada
Fokal

hidatidosa pada vili


Inklusi stroma
Lekukan vilosa

Ada
Tidak ada

Tidak ada
Ada

Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan patogenesis dari


penyakit trofoblas.4
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Hal ini
mengakibatkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembunggelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan kekurangan gizi
berupa asam folat dan histidin. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan
angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori yang disampaikan oleh Park ini mengatakan bahwa sel trofoblas yang
abnormal memiliki fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resopsi cairan yang
berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
3.4. Diagnosis
Kita perlu secepat mungkin membedakan apakah suatu kehamilan itu normal
atau mola hidatidosa, bila diagnosis tidak tepat, ada kemungkinan kita mengeluarkan
kehamilan yang baik atau sebaliknya mempertahankan kehamilan yang patologik.4,10
Diagnosis mola hidatidosa tidak sulit jika pasien telah mengeluarkan vesikel
mola. Tetapi USG tetap diperlukan untuk menyingkirkan adanya janin (pada mola
parsial atau kehamilan kembar), serta mendeteksi adanya dan besarnya kista lutein.4,10
Ringkasan gambaran diagnostik yang berhubungan dengan mola hidatidosa
adalah sebagai berikut :4,10
1. Perdarahan
Perdarahan merupakan gejala yang mencolok, mulai dari spotting sampai
perdarahan yang banyak. Perdarahan dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau
16

timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Akibat dari
perdarahan tersebut, muncul anemia. Kadang-kadang terdapat perdarahan
tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus. Kadang terlihat anemia
megaloblastik. Hal ini mungkin diakibatkan karena asupan makanan yang jelek
akibat nausea dan vomitus, ditambah lagi dengan meningkatnya kebutuhan folat
karena trofoblas yang mengadakan proliferasi cepat.4,10
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dan cepat dari lazimnya. Kadang ovarium yang sangat
membesar karena adanya kista teka-lutein multipel sulit dibedakan dengan uterus
yang membesar. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih
lunak.4,10
3. Aktivitas janin
Tidak ditemukan aktivitas jantung janin. Kadang-kadang terdapat plasenta
kembar pada kehamilan mola komplit.4,10
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma vilus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut
dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli
pulmoner akut bahkan kematian.4,10
5. Hiperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum didapatkan pada 1/4 wanita dengan kehamilan mola
hidatidosa terutama pada mereka yang mempunyai ukuran uterus yang besar dan
kadar HCG yang sangat tinggi.4,10
6. Disfungsi tiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami
kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak
secara klinik, tidak begitu sering dijumpai.4,10
7. Ekspulsi spontan
Gelembung mola keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya terjadi pada kehamilan
sekitar 16 minggu dan jarang lebih lambat dari usia kehamilan 28 minggu.4,10
8. Hipertensi
Hal yang terutama penting adalah kaitan yang sering ditemukan antara
preeklamsia dan kehamilan mola yang bertahan hingga kehamilan trimester kedua
karena hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan kadang kala terlihat sebelum
17

kehamilan 24 minggu, preeklamsia yang terjadi sebelum saat ini sangat sugestif
ke arah mola hidatidosa atau perubahan mola yang luas.4,10
3.5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

diperlukan

sebelum

mengevakuasi

mola,

diantaranya -hCG, CBC, crossmatch, dan faktor pembekuan. Ketepatan diagnostik


yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas pada mola hidatidosa. Cara
lainnya dengan amniogram, yaitu penggunaan bahan radioopak yang dimasukkan ke
dalam uterus secara transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas
pada kasus mola hidatidosa. Kavum uteri ditembus dengan jarum untuk
amniosintesis. 20 mL Hypaque disuntikkan segera dan 5 hingga 10 menit kemudian
dibuat foto anteroposterior. Pola sinar-x seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh
bahan kontras yang mengelilingi gelembung-gelembung korion. Selanjutnya bisa
juga dengan cara mengukur kadar korionik gonadotropin. Pengukuran kadar korionik
gonadotropin secara seri dipakai dalam mendeteksi penyakit trofoblasik kehamilan
yang persisten setelah pengosongan mola.4
3.6. Diagnosis Banding
Hampir 20% mola hidatidosa komplit berlanjut menjadi koriokarsinoma,
sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai
tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.
Mola hidatidosa dapat didiagnosis banding dengan koriokarsinoma, missed abortion,
threatened abortion, hidramnion, dan gemeli.11
3.7. Penatalaksanaan
Tingkat kematian akibat mola pada saat ini telah berkurang mendekati nol
dengan diagnosis yang tepat dan terapi yang tepat. Ada dua prinsip dasar yang
penting dalam manajemen seluruh kehamilan dengan mola. Yang pertama adalah
mengevakuasi mola, dan yang kedua adalah tindak lanjut rutin untuk mendeteksi
penyakit trofoblas persisten. Kebanyakan dokter melakukan rontgen thorax preoperasi, tetapi walaupun terdapat adanya bukti penyakit ekstrauterin, computed
tomography (CT) atau magnetic resonance (MR) imaging untuk mengevaluasi hati
atau otak tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan laboratorium mencakup
18

hemogram untuk menilai anemia, golongan darah dan uji antibodi, tingkat
transaminase serum hati untuk menilai keterlibatan hati, dan kadar serum
-hCG (Soper, 2006). Seperti yang dikatakan, Knowles dkk (2007) menganalisis
efektivitas pengujian pre-evakusi untuk kehamilan yang dicurigai dengan mola.
Mereka menyimpulkan bahwa hemogram dan golongan darah dengan uji antibodi
sendiri telah tepat untuk sebagian besar pasien tanpa tanda-tanda mencurigakan atau
tanpa gejala.12
Keadaan yang tidak biasa, bila kelahiran kembar dengan mola lengkap
ditambah janin dan plasenta menjadi problematika, terutama jika tidak ada anomali
janin ditemukan dengan sonografi atau penilaian kariotipe. Baik risiko ibu maupun
kemungkinan keturunan yang sehat telah ditetapkan jika kehamilan dilanjutkan
(Vejerslev, 1991).12
Kemoterapi profilaksis12
Prognosis jangka panjang untuk wanita dengan mola hidatidosa tidak
membaik dengan kemoterapi profilaksis (Goldstein dan Berkowitz, 1995). Karena
toksisitas termasuk angka kematian yang cukup signifikan, hal ini tidak dianjurkan
secara rutin (American College of Obstetricians dan Gynecologists, 2004).
Suction kuret12
Evakuasi molar dengan kuretase suction biasanya merupakan pengobatan
pilihan terlepas dari ukuran rahim. Untuk mola yang besar, anestesi yang cukup, dan
adanya dukungan bank darah menjadi keharusan. Dengan leher rahim tertutup,
dilatasi pra operasi dengan dilator osmotik mungkin dapat membantu. Leher rahim
tersebut kemudian melebar untuk memungkinkan penyisipan dari kuret hisap ukuran
10-12 mm. Setelah sebagian besar jaringan mola telah dikeluarkan, diberikan
oksitosin. Setelah miometrium berkontraksi, kuretase menyeluruh tapi lembut dengan
kuret tajam besar biasanya dilakukan. Disebutkan bahwa sonografi intraoperatif
membantu untuk memastikan bahwa rongga rahim telah dikosongkan.
Metode terminasi lain12
19

Di Amerika Serikat, jarang dilakukan induksi atau histerotomi untuk evakuasi


mola. Keduanya akan meningkatkan kehilangan darah dan dapat meningkatkan
kejadian penyakit trofoblas persisten (American College of Obstetricians dan
Gynecologists, 2004).
Histerektomi12
Jika tidak lagi diinginkan adanya kehamilan, histerektomi mungkin lebih
disukai dibandingkan dengan kuretase. Tindakan ini merupakan prosedur yang logis
pada wanita berusia 40 tahun dan lebih tua, karena setidaknya sepertiga dari wanitawanita ini terus berkembang menjadi neoplasia trofoblas gestasional persisten.
Meskipun histerektomi tidak menghilangkan kemungkinan ini, itu nyata mengurangi
kemungkinannya (Soper, 2006). Akhirnya, histerektomi merupakan tambahan penting
untuk pengobatan tumor chemoresistant (Doumplis dkk, 2007; Lurain dkk, 2008).
3.8. Pengamatan Post Evakuasi
Tindak lanjut yang konsisten sangat penting bagi wanita dengan kehamilan
mola yang telah dievakuasi. Tujuan jangka panjang adalah untuk memastikan resolusi
lengkap penyakit trofoblas, dengan kemoterapi jika perlu. Langkah-langkah berikut
ini dianjurkan :4,12
1) Mencegah kehamilan selama minimal 6 bulan dengan menggunakan kontrasepsi
hormonal.
2) Setelah kadar serum -hCGdiperoleh dalam waktu 48 jam setelah evakuasi,
kadarnya masih dipantau setiap 1 sampai 2 minggu jika masih tinggi. Hal ini
penting untuk mendeteksi penyakit trofoblas persisten. Bahkan sejumlah kecil
jaringan trofoblas dapat dideteksi dengan tes ini. Kadarnya akan menurun menjadi
tidak terdeteksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
3) Kemoterapi tidak diindikasikan selama ini tingkat serum terus menurun. Sebuah
kenaikan atau plateu terus-menerus menuntut evaluasi untuk penyakit trofoblas
gestasional persisten dan biasanya memerlukan pengobatan. Peningkatan

20

proliferasi trofoblas menandakan bahwa kemungkinan besar ganas kecuali wanita


tersebut hamil lagi.
4) Setelah kadar -hCG turun ke nilai normal, kadar serum -hCG dinilai bulanan
selama 6 bulan. Jika tidak terdeteksi, pengawasan dapat dihentikan dan kehamilan
kembali diperbolehkan.

Gambar 3.1. Skema ilustrasi penurunan -hCG serum pada kehamilan mola
sebagian dan total post evakuasi.
Pemantauan intensif ini memungkinkan tingkat ketidakpatuhan yang tinggi.
Untungnya, pengamatan terbaru menunjukkan verifikasi bahwa penilaian kadar hCG selama 6 bulan mungkin tidak perlu. Sejumlah peneliti telah melaporkan bahwa
tidak ada wanita dengan mola parsial atau lengkap yang kadar serum -hCG tidak
21

terdeteksi kemudian berkembang menjadi penyakit persisten (Chan, 2006; Lavie,


2005; Wolfberg, 2004, 2006, dan semua rekan-rekan mereka). Seperti ditunjukkan
dalam Gambar 1, waktu median untuk hal ini adalah 7 dan 9 minggu, masing-masing.
Meskipun bukan bagian rutin dari pengawasan, pemeriksaan sonografi rahim postevacuation dapat mengungkapkan nodul miometrium atau hipervaskularisasi, yang
mungkin berhubungan dengan prediktor neoplasia trofoblas gestasional berikutnya
(GTN) (Garavaglia dkk, 2009).12

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari uraian kasus didapatkan permasalahan yakni sbb :
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?
2. Faktor risiko apa pada pasien sehingga pasien mengalami koriokarsinoma?
3. Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
Diagnosis masuk : tepat
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang. Anamnesis pada pasien

ini ditemukan adanya perdarahan

pervaginam, banyak dan mengalir, berwarna merah segar. Pasien mengaku hamil 910 minggu yang merupakan kehamilan trimester pertama. Pasien memiliki riwayat
abortus 5 bulan yang lalu dan sebelumnya pasien juga telah didiagnosa menderita
mola hidatidosa. Dari hasil inspekiulo portio licin, OUE tertutup, valsava (-) fluksus
(+) flour (-) poaling (-). Dari hasil laboratorium didapatkan kadar HCG 90,540
mIU/ml. Berdasarkan USG serta test pack yang positif meskipun tanda-tanda
kehamilannya tidak ada. Hal tersebut merupakan etiologi dari koriokarsinoma.
Menurut International federation of ginekology and obstetric (FIGO) kejadian
koriokarsinoma pada mola sekitar 60 % dan pada abortus sekitar 40%.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini sudah dilakukan. Pada insperksi genitalia
eksterna tidak terdapat perdarahan aktif. Sedangkan pemeriksaan palpasi bimanual
22

tidak dilakukan.Seharusnya dilakukan palpasi bimanual untuk menentukan ukuran


uterus dan perabaan fornix. Pada pemeriksaan ginekologi yang mengarah kepada
koriokarsinoma salah satunya uterus yang membesar dan lunak. Pemeriksaan
penunjang didapatkan kadar HCG 90,540 mIU/ml. menurut literature meningkatkan
kadar HCG yang berkisar antara 10.000-100.000 dan adanya perdarahan pervaginam
sangat mengarahkan pada koriokarsinoma resiko rendah. Total T3 1,76 mmol/L, total
T4 96,14 mmol/L dan Free t4 11,18 mmol/l yang menun ju7kkan adanya
peningkatan. Literatur menyebutkan indikator yang terbaik untuk menentukan adanya
hipertiroid adalah free T4 dan TSH. Sehingga pada pasien sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang terhadap free T4 dan TSH untuk memastikan apakah ada penyulit
hipertiroid pada pasien.

Selain itu, pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan

adalah pemeriksaan histopatologi dan foto thorax. Foto thorax pada pasien ini dalam
batas normal, namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Berdasarkan teori, untuk menegakkan koriokarsinoma dapat ditemukan villus pada
pemeriksaan histopatologi.
Koriokarsinoma terjadi perubahan pada trofoblas normal yang cenderung
menjadi invasif dan erosi pembuluh darah yang berlebihan. Metastase sering terjadi
lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah, jarang melalui kelenjar getah
bening. Tempat metastase yang paling sering adalah paru-paru (75%) dan vagina
(50%). Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, hepar, ginjal, dan
otak. Anamnesis penting sekali ditanyakan adanya keluhan yang berasal dari organ
lain seperti batuk yang semakin hebat hingga berdarah, benjolan ditempat lain,
adanya nyeri kepala yang progresif.
Dari hasil USG didapatkan kesan koriokarsinoma dengan diagnosis banding
mola invasif. Menurut literatur, USG sangat diperlukan untuk menilai penyulit dan
metastase yang ditimbulkan koriokarsinoma.
Berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu
Stadium I yang terbatas pada uterus, Stadium II sudah mengalami metastase ke
parametrium, serviks dan vagina, Stadium III sudah mengalami metastase ke paruparu, Stadium IV sudah mengalami metastase ke organ lain seperti usus, hepar dan

23

otak. Diagnosis pada pasien ini kurang tepat, seharusnya juga dilengkapi dengan
stadium.
2. Faktor risiko apa pada pasien sehingga pasien mengalami koriokarsinoma?
Menurut

literatur

ada

beberapa

faktor

resiko

yang

menyebabkan

koriokarsinoma, diantaranya riwayat kehamilan, status gizi yang rendah, paritas yang
tinggi, dan infeksi virus. Pada pasien ini ada dua faktor yang menyebabkan
koriokarsinoma yaitu riwayat mola hidatidosa dan riwayat abortus. Seperti yang kita
ketahui, sebelumnya pasien memiliki riwayat abortus pada bulan Juni 2014 dan
riwayat mola hidatidosa pada bulan oktober 2014. Pasien tidak menjalani kuretase.
Salah satu faktor resiko terjadinya mola adalah imuno selektif dari trofoblast, yaitu
dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma
vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast. Saat
mengalami mola dan abortus pasien berumur 37 tahun, dimana ini merupakan faktor
resiko tinggi untuk terjadinya mola hidatidosa dan akan bias meningkatkan kejadian
koriokarsinoma.
3. Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat yaitu diberikan metrotrexat dan
asam folat. Hal ini sesuai dengan anjuran terapi untuk resiko rendah kriteria WHO
pada koriokarsinoma.
4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
Prognosis pada pasien ini menurut kriteria FIGO (WHO), sebagai berikut :
Skor Faktor Resiko menurut
FIGO (WHO) dengan Staging
FIGO
Usia
Kehamilan sebelumnya
Inrterval dengan kehamilan
tersebut
(bulan)

< 40 tahun

>40 tahun

Mola

Abortus

Aterm

<4

4-6

7-12

>12

24

Kadar HCG sebelum terapi


<1000
(mIU/ml)
Ukuran tumor terbesar
termasuk uterus
Lokasi metastase termasuk
Paru-paru
uterus
Jumlah metastase yang
didentifikasi
Prognosis pada pasien ini berdasarkan

100010.000

>10.000
100.000

>100.0
00

3.4 cm

>5cm

Limfa,
ginjal

Traktus
gastrointestinal

Otak,
hepar

1-4

5-8

>8

skor WHO didapatkan skor 3, yaitu

abortus=1, kadar HCG sebelum terapi 90,540=2.

25

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1.

Diagnosis pasien ini sudah tepat, yaitu G3P1A1H1 koriokarsinoma dd mola

2.

invasif
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat menggunakan metotrexat dan asam

3.

folat.
Prognosis pada pasien ini adalah baik hal ini berdasarkan International
Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) dengan nilai faktor risiko 3
yang berarti risiko rendah.

SARAN
1.
Perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) tentang penatalaksanaan
pasien koriokarsinoma di rumah sakit guna mempermudah dan mempercepat
2.

proses terapi yang akan diberikan kepada pasien.


Perlunya menegakkan dan penatalaksanaan terhadap pasien yang berisiko
terjadinya koriokarsinoma sehingga metastase pada pasien dapat dicegah
sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian pada pasien.

26

DAFTAR PUSTAKA
1.

Stenchever. 2002. Comprehensive Gynecology 4th edition (September 6, 2002)


by Morton A. MD Stenchever (Editor), William, MD Droegemueller (Editor),
MD Herbst Arthur L. (Editor), Daniel R., Jr, MD Mishell (Editor), Arthur L.
Herbst

2.

Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. 2006.
Williams Obstetrics, 21th ed. Vol.2. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto,
penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC

3.

Bankowski, Brandon J. 2002. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and


Obstetrics 2nd edition (May 2002): By Brandon J., Md. Bankowski (Editor),
Amy E., MD Hearne (Editor), Nicholas C., MD Lambrou (Editor), Harold E.,
MD Fox (Editor), Edward E., MD Wallach (Editor), The Johns Hopkins
University Department (Producer) By Lippincott Williams & Wilkins
Publishers

4.

Alan H. DeCherney and Lauren Nathan. 2007. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition : by The McGraw-Hill Companies, Inc

5.

Danforth, David N. 2003. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed: James
R., Md. Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md.
Haney, David N. Danforth By Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 9 th
edition (August 2003)

6.

Manuaba, I.B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi


edisi 2. Jakarta: EGC

7.

Soekimin. 2005. Penyakit Trofoblas Ganas.

8.

Cunningham F. G, Kenneth L, Steven B, John H, Larry G, Katharine W. 2005.


Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental
Development;; 22nd ed; McGraw Hill: Philadelphia; Hlm 49-82

9.

Winkjosastro H. 1992. Plasentasi dan Likuor Amnii; Ilmu Kebidanan;


YBPSP:Jakarta; hlm 66-73
27

10.

Knuppel R. A. 1998. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and


Treatment: Maternal-Fetal-Placental Unit-;Fetal and Early NeonatalPhysiology.
USA. Appleton and Lange Hlm 155-63

11.

Cunningham F. G, Kenneth L, Steven B, John H, Larry G, Katharine W. 2005.


Williams Obstetrics: Implantation, Embryogenesis, and Placental
Development;; 22nd ed; McGraw Hill: Philadelphia; Hlm 619-26.
Cunningham, MacDonald,Gant. Gestationnal Trofoblastic Tumors, Willm
Obstetric 9th. 1990:746-50

12.
13.

Anonymous. Penyakit Trofoblast Ganas, Dalam: Pedoman Diagnosis dan


Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin, Edisi ke-2, Hidayat W,
Achmad S, Wiryawan P, Tina DJ, penyunting. Bandung: Bagian/SMF Obstetri
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP Dr. Hasan
Sadikin, 2005

14.

Hacker & Moore. Essensial


Jakarta:Hipokrates, 2001

15.

FIGO. Staging classifications and clinical practice guidelines of gynaecologic


cancers. International Journal Gynecology and obstetrics, 70 (2000) 207-312.
Elsevier

16.

Sorbi F, Sisti G, Pieralli A, Di Tommaso M., Livi L, Buccoliero AM, Fambrini


M. Cervicoisthmic choriocarcinoma mimicking cesarean section scar ectopic
pregnancy. J Res Med Sci 2013;18:914-7

17.

Kumar S et al. Metastatic vulvo-vaginal choriocarcinoma mimicking a


Bartholin cyst and vulvar hematoma-two unusual presentations. J Turk Ger
Gynecol Assoc. 2012; 13(3): 218220.

18.

Hammond, Charles. Gestational Trophoblastic Diseases. 2008. Available from


URL : www. glob. libr. women's med.com

19.

Berkowitz, Ross and Donald P Goldstein. Molar Pregnancy. 2009.

20.

Snyman LC. Gestational trophoblastic disease: An overview in SA. 2009.


Journal of Gynaecological Oncology. University of Pretoria : U.K.

21.

World Health Organization. Medical Eligibility Criteria for Contraception Use


4th ed.. U.S. : WHO Library Cataloguing. 2010.

Obstetri

28

dan

Ginekologi,

Edisi

2.

Anda mungkin juga menyukai