Anda di halaman 1dari 21

MODUL

NYERI SENDI

Latar Belakang
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi kronis yang menyerang
membran sinovium, tulang rawan dan tulang. Pada artritis reumatoid
terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas pro dan anti inflamasi yang
mengakibatkan induksi autoimunitas, inflamasi kronis dan pada akhirnya
kerusakan sendi. Penyebab munculnya penyakit ini belum diketahui,
kemungkinan karena faktor mekanis, interaksi neuroimunologis dan
perubahan fungsi mikrovaskular artikular. Faktor genetik diduga juga
berhubungan dengan penyakit ini. Patogenesis artritis reumatoid
melibatkan kompleks humoral dan reaksi selular termasuk pembentukan
kompleks imun, reaksi vaskular serta infiltrasi limfosit dan monosit ke
dalam sinovium. Adanya autoantibodi seperti anticyclic citrullinated
peptide (anti-CCP) dan peningkatan C-reactive protein (CRP) beberapa
tahun sebelum munculnya gejala klinis mengindikasikan adanya
disregulasi respons imun dalam patogenesis penyakit ini. Sejumlah sitokin
terlibat secara langsung. Sitokin memegang peranan dalam proses
inflamasi, kerusakan sendi dan komorbiditas yang berhubungan dengan
penyakit artritis reumatoid.

SKENARIO 3
Seorang wanita umur 35 tahun, Ibu Rumah Tangga, mengeluh nyeri
pada jari-jari tangan kiri dan kanan, keluhan dialami sejak 3 bulan terakhir
ini. Kaku pagi hari (+), berlangsung sekitar 30 menit 1 jam. Keluhan
demam tidak menggigil sering dialami.

Kata Sulit :

Kaku : Keras, tidak dapat dilentukkan


(Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Kata Kunci :

Wanita 35 tahun
Ibu Rumah Tangga
Nyeri pada jari tangan kiri dan kanan
Sejak 3 bulan terakhir

Kaku pada pagi hari


Berlangsung selama 30 menit 1 jam
Demam tidak menggigil sering dialami

Pertanyaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jelaskan struktur anatomi Regio Manus !


Apakah nyeri pada jari tangan akibat inflamasi atau nyeri mekanik ?
Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri ?
Bagaimana diagnosis banding pada skenario diatas ?
Sebutkan faktor-faktor resiko AR !
Jelaskan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis pada skenario diatas ?
7. Mengapa kakunya hanya terjadi pada pagi hari ?
8. Apa hubungan demam tidak menggigil dengan penyakit yang
diderita oleh pasien ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario diatas ?

Jawaban :
1. Anatomi Regio Manus

TULANG (Osteologi)

OTOT (Myologi)

JARINGAN IKAT

ARTERI

VENA

NERVUS

(Sumber : Anatomi Manusia Sobotta Jilid I)

2. Pengertian nyeri dan pembagiannya


Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan
baik secara actual maupun potensial, atau menggambarkan keadaan

kerusakan (International Association for Study of Pain/IASP dalam Sudoyo,


2006).
(Sumber :http://www.psychologymania.com/2012/08/pengertian-nyeri.html)

Nyeri Inflamasi
Pada proses inflamasi, misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi
karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator
biokimiawi. Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologi yang
dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses oleh antigen
presenting cels (APC) yang kemudian diekskresikan ke permukaan sel
dengan determinan HLA yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut
akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T
membentuk kompleks trimolekuler. Kompleks trimolekuler tersebut akan
mencetuskan rangkaian reaksi imunologi dengan pelepasan berbagai
sitokin sehingga terjadi aktifasi, mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel
T yang teraktifasi juga akan menghasilkan berbagai limfokin dan mediator
inflamasi yang bekerja merangsang makrofak untuk meningkatkan
aktifitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktifitas sel B
untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan
mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh
pembebasan metabolit asam arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim
protease, yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ target
tersebut.
Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin seperti PGE 1,
PGE2, PGI2, PGD2 dan PGA2, dapat menimbulkan fasodilatasi dan demam.
Diantara berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI 2, merupakan
fasodilator terkuat.
Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeri pada proses
inflamasi ternyata lebih kompleks. Pemberian PGE pada binatang
percobaan tidak terbukti dapat memprofokasi nyeri secara langsung,
tetapi harus ada kerja sama sinergistik dengan mediator inflamasi yang
lain seperti histamine dan bradikinin.
Selain itu, tidak dapat terbukti bahwa prostaglandin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan secara langsung. Seagian kerusakan
jaringan pada proses inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksil bebas
yang terbentuk selama konfersi enzimatik dari PGG 2 menjadi PGH2,atau
pada proses fagositosis.

Pada proses inflamasi, terjadi interaksi empat sistim imun yaitu


system pembekuan darah, sistim kinin, sistim fibronolisis dan sistim
komplemen, yang akan membebaskan berbagai protein inflamatif baik
amin faso aktif maupun zat kemotaktik yang akan menarik lebih banyak
sel radang kedaerah inflamasi.
Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonuklear, terjadi
peningkatan konsumsi O2 dan produksi radikal ogsigen bebas seperti
anion superoksida (O2-) dan hydrogen peroksida (H 2O2). Kedua radikal
oksigen bebas akan membentuk radikal hidroksil reaktif yang dapat
menyebabkan depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak rawan
sendi dan menurunkan viskositas cairan sendi.

Nyeri Psikogenik
Nyeri dapat merupakan keluhan utama berbagai kelainan pisikiatrik,
pisikosomatik dan depresi terselubung. Pasien nyeri kronik akibat trauma
yang berat, misalnya kecelakaan, peperangan dan sebagainya, sering kali
menunjukkan gambaran posttraumatic stress disorder, dimana pasien
selalu merasa dirinya sakit walaupun secara medic kelainan fisiknya
sudah sembuh. Dalam hal ini, pasien harus diyakinkan bahwa keadaan
psikologi ini sering terjadi dan dia harus berusaha untuk mengatasinya
dengan baik karena keadaan fisiknya sebenarnya sudah sembuh.
Nyeri merupakan salah satu kelainan psikosomatik, dimana pasien
mengekspresikan konflik yang tidak disadarinya sebagai keluhan fisik.
Keluhan dapat sedemikian beratnya sehingga mempengaruhi aktifitas
sehari-harinya. Pasien dengan nyeri psikosomatik akan mengeluh nyeri
pada satu bagian tubuhnya atau lebih sedemikian beratnya sehingga
membutuhkan perhatian dokter.
(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Hal. 2437)

3. Mekanisme terjadinya nyeri

Organ indra untuk nyeri terdiri dari ujung-ujung saraf telanjang


yang dapat dijumpai pada hampir semua jaringan tubuh. Impuls nyeri
nantinya akan dihantarkan p susunan sistem saraf pusat oleh 2 sistem
serabut. Yaitu:
1. Sistem nosiseptor yang terbentuk dari serabut-serabut A kecil
bermielin dengan diameter 2-5 m yang akan menghantar dengan
kecepatan sebesar 12-30 m/det.
2. Serabut C tak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 m, serabut yang
terakhir akan bertemu di lateral radiks dorsalis sehingga serabut ini
disebut juga serabut C radiks dorsalis yang akan menghantar
dengan kecepatan 0,5-2 m/det.
Kedua kelompok serabut ini berakhir di kornu dorsalis; serabut A
berakhir terutama di neuron-neuron lamina I dan V, sementara serabut C
radiks dorsalis berakhir di neuron di lamina I dan II. Transmitter sinaps
yang disekresi oleh serabut aferen primer yang menhantarkan nyeri
ringan cepat adalah glutamate, dan transmitter yang menghantarkan
nyeri hebat lambat adalah substansi P.
Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxiuos
sampai terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian
elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu :
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor
oleh stimulus noxiuos pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan
stimulasi nosiseptor dimana disini stimulus noxiuos tersebut akan dirubah
menjadi potensial aksi. Proses ini disebut disebut transduksi atau
aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan
menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri.

Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen


primer ke kornu dorsalis medula spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron
aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini
jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju
batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik
antara thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang
mengurusi respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri.
Tetapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan
sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat
proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri
tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu
dorsalis medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan
nyeri di relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak
menyenangkan.
(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3)

4. Faktor-faktor resiko terjadinya AR


Faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR
antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang
menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok.
Konsumsi kopi lebih dari 3 cangkir sehari, khususnya kopi
decaffeinated mungkin juga beresiko. Makanan tinggi vitamin D,
konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan
penurunan resiko. Tiga dari empat perempuan dengan AR mengalami
perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya
kembali setelah melahirkan.
(Sumber: Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Hal. 2496)

5. Diagnosis Banding

Untuk membedakan reumatoid artritis (RA), Gout dan


osteoartritis (OA) kita perlu memulai dengan penyebab masing-masing.
Reumatoid artritis (RA) adalah penyakit di mana sistem kekebalan tubuh
secara keliru menyerang jaringan yang sehat, menyebabkan peradangan
yang merusak sendi. Gout disebabkan kelebihan asam urat di dalam
tubuh (hiperurikemia) yang berlangsung bertahun-tahun sehingga terjadi
penumpukan asam urat yang mengkristal di sendi yang terkena.
Sedangkan osteoartritis adalah kerusakan dan keausan tulang rawan yang
berfungsi sebagai bantalan. Penyebab osteoartritis adalah proses
penuaan, cedera, kelemahan tulang atau penggunaan sendi berulang/
terlalu berat. Ketiga penyakit itu sama-sama menimbulkan rasa sakit,
kekakuan dan peradangan di persendian, tetapi polanya berbeda.
Sendi-sendi yang terlibat pada Arthritis Rheumatoid antara lain
yaitu Metacarpophalangeal (MCP), pergelangan tangan, Proximal
interphalangeal (PIP), dll.

RA dapat memengaruhi setiap sendi di tubuh, tetapi sendi tulang


kecil di tangan dan kaki yang paling terpengaruh. Di sisi lain, gout
biasanya mempengaruhi sendi yang lebih besar di pergelangan
kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan, jari, siku dll. OA paling umum
menyerang bantalan sendi berat seperti pinggul dan lutut.

RA biasanya menyebabkan nyeri atau kekakuan berkepanjangan


(berlangsung lebih dari 30 menit) di pagi hari atau setelah istirahat
panjang. Kekakuan akibat gout hadir hanya pada saat serangan
terjadi, yang biasanya di malam hari setelah mengkonsumsi
makanan tinggi purin atau obat perangsang air seni (diuretik). Pada

OA, rasa sakit timbul setelah beraktivitas. Kekakuan di pagi hari


hanya berlangsung singkat (kurang dari setengah jam), dan rasa
sakit persendian dapat memburuk di ssepanjang hari.

RA memengaruhi sendi yang sama di kedua sisi tubuh (simetris),


meskipun pada awalnya mungkin hanya satu sisi. Sedangkan Gout
dan OA dapat melibatkan hanya satu sendi tunggal.

RA tiga kali lebih umum pada perempuan dan seringkali dimulai


antara usia 25 dan 55. Gout lebih umum pada laki-laki, terutama
mereka yang berusia antara 40 dan 50. Wanita lebih jarang
mengembangkan gout sebelum menopause. OA bisa menyerang
laki-laki maupun perempuan, tapi insidennya lebih umum pada
mereka
yang
kelebihan
berat
badan.
Pada
umumnya
pengembangan OA dimulai pada usia yang lebih tua daripada RA
dan gout.

RA mungkin hanya berlangsung untuk waktu yang singkat, atau


gejala bisa datang dan pergi. Bentuk RA yang berat dapat
berlangsung seumur hidup. Rasa sakit dan bengkak gout dapat
hilang dengan pengobatan dan perubahan gaya hidup. Bila timbul
kembali, gout biasanya menyerang sendi yang sama atau sendi
yang sama di sisi lain tubuh. Kerusakan sendi OA bersifat permanen.

RA dapat memengaruhi bagian tubuh selain sendi, seperti mulut, mata,


ginjal, jantung dan paru-paru sehingga menyebabkan kelelahan ekstrim,
penurunan berat badan dan malaise (lesu). Gout dan OA hanya
memengaruhi sendi.
Foto Polos Rheumatoid Arthritis

Foto Polos Arthritis Gout

Osteoarthritis

Sumber : Ilmu Penyakit Dalam Jilid III (teori)


www.google.com (gambar)

6. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah), sering meningkat lebih dari 30

mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.


C-reactive protein (CRP), umumnya meningkat sampai lebih dari 0,7

picogram/ml, bias digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.


Titer Rheumatoid Factor seperti Rose Waaler untuk protein. RF bisa
negative selama stadium dini penyakit dan bisa tetap negative sampai
30% kasus.
Positif palsu :
Scleroderma
SLE
SBE
Hepatitis aktif kronik
TB
Lepra
Sifilis
Sarkoidosis
Paraproteinemia, misalnya myeloma multiple
Sindrom Sjorgen
Penyakit jaringan penghubung campuran
Arthritis juvenile kronik
Malaria

Sensitivitas

dan

Spesifitas

dan

Pemeriksaan

Autoantibodi pada Arthritis Rheumatoid


Sensitivita

Spesifisita

s (%)

s (%)

55

89

84

45

96

92

Anti-CCP

41

98

96

Anti RA-33

28

90

74

Autoantibodi
RF Titer > 20
U/ml
RF Titer tinggi
(50 U/ml)

*PPV = positive predictive value

PPV* (%)

Pemeriksaan jumlah leukosit, mungkin meningkat.

Pemeriksaan jumlah trombosit, biasanya meningkat

Fungsi hati, dimana normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat

Foto polos sendi, mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau
erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan
tangan dan pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai

pembanding dalam penelitian selanjutnya.


MRI (Magnetic Resonance Imaging), mampu mendeteksi adanya erosi
sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos, tampilan struktur sendi

lebih rinci.
Anti-CCP (Anticyclic Citrullinated Peptide Antibody), berkorelasi dengan
perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila dikombinasikan
dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak

semua laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP.


Anti-RA33, merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP

negatif.
Hipergamaglobulinemia

Fibrinogen meningkat, komplemen sirkulasi biasanya normal (kadar

cairan synovial menurun) urinalisis untuk protein


Artroskopi dan biopsy synovial

Titer Rheumatoid Factor seperti Rose Waaler untuk protein. RF bisa


negative selama stadium dini penyakit dan bisa tetap negative sampai
30% kasus.
Positif palsu :
Scleroderma

Sindrom Sjorgen

SLE

Penyakit jaringan

SBE

penghubung

Hepatitis aktif kronik

campuran
Arthritis juvenile

TB
Lepra

kronik
Malaria

Sifilis
Sarkoidosis

Paraproteinemia, misalnya

Gambar radiologi AR :

myeloma multiple

Dini :
Pembengkakan jaringan lunak
Osteoporosis periartikular

Periostitis
Erosi --- periartikular
Kista subartikular
Lanjut :
Ruangan sendi menyempit
Iregularitas permukaan artikular
Osteoporosis
Subluksasi
Ankilosis
Osteoarthritis sekunder

Kriteria Artritis Reumatoid Berdasarkan American


College of Rheumatology (ACR)/European League
Against Rheumatism (EULAR) 2010
Populasi target (Siapa yang harus

dites?): Pasien yang


Skor

1. Paling sedikit memiliki 1 sendi

dengan sinovitis klinis definitif

(bengkak)

2. Dengan sinovitis yang tidak

lebih baik dijelaskan dengan

penyakit lain

Kriteria klasifikasi RA (algoritme

berdasarkan skor)
0
A. Keterlibatan sendi

1
1 sendi besar

2 - 10 sendi besar
2
1 - 3 sendi kecil (dengan atau
tanpa keterlibatan sendi besar)
4 - 10 sendi kecil (dengan atau
tanpa keterlibatan sendi besar)
> 10 sendi (paling sedikit 1 sendi
kecil)

B. Serologis (paling sedikit 1 hasil


tes dibutuhkan untuk klasifikasi)

RF negatif dan anti-CCP negatif


RF positif rendah atau anti-CCP
positif rendah

RF positif tinggi atau anti-CCP


positif tinggi

C. Acute-phase reactant (paling


sedikit 1 hasil tes dibutuhkan
untuk klasifikasi)
CRP normal dan laju endap darah
normal
CRP abnormal atau laju endap
darah abnormal

D. Durasi gejala
< 6 minggu
6 minggu

0
1

Sumber : Ilmu Sumber :


Penyakit Dalam Jilid III
Eular, 2010. http://medicalnewstoday.com

7. Penyebab kaku hanya terjadi pada pagi hari

Adanya kekakuan pada pagi hari (morning stiffness)


disebabkan imobilisasi pasien saat tidur,sehingga otot tendo mengalami
pemendekan. Sehingga memerlukan waktu untuk mengembalikan otot
dan tendo seperti normal. Pada pasien arthritis rheumatoid waktu yang
diperlukan lebih lama, yaitu sekitar 1-2 jam. Adanya nyeri dan pain of
motion (kesakitan dalam bergerak) disebabkan oleh erosi tulang dan
tulang rawan, deformitas dan disarsitektur sendi yang merupakan
manifestasi dari pathogenesis arthritis rheumatoid. Gejala Klinis yang
berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah kaku pagi hari.

Kekakuan pada pagi hari merupakan gejala yang selalu


dijumpai pada RA aktif. Berbeda dengan rasa kaku yang dialami oleh
pasien osteoarthritis atau kadang-kadang oleh orang normal. Kaku pagi
hari pada RA berlangsung lebih lama,yang pada umumnya lebih dari 1
jam. Lamanya kaku pagi hari pada RA agaknya berhubungan dengan
lamanya imobilisasi pada saat pasien tidur serta beratnya inflamasi.
Gejala kaku akan menghilang jika remisi dapat tercapai.

Faktor lain penyebab kaku pagi hari adalah inflamasi akibat


sinovitis. Inflamasi akan menyebabkan terjadinya imobilisasi persendian
yang jika berlangsung lama akan mengurangi pergerakan sendi baik aktif
maupun pasif. Otot dan tendon yang berdekatan dengan persendian yang
mengalami peradangan cenderung untuk mengalami spasme dan
pemendekan.

Sumber :

Cheng, Michelle Y. et al. 2002.Prokineticin 2 Transmits The Behavioural Circadian


Rhythm Of The Suprachiasmatic Nucleus. diakses darihttp://www.mrcgene.com

Cunha, John P. 2010. Jet Lag. Diakses darihttp://www.medicinenet.com

8. Hubungan demam tidak menggigil dengan penyakit yang


diderita oleh pasien adalah...
Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik
tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen yang selain efek-efeknya dalam melawan
infeksi, bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
meningkatkan
patokan
termostat.
Hipotalamus
sekarang
mempertahankan
suhu
di
tingkat
yang
baru
dan
tidak
mempertahankannya di suhu normal tubuh. Jika, sebagai contoh,
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 102 o F (38,9oC),
maka hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal pra demam terlalu
dingin sehingga bagian otak ini memicu mekanisme-mekanisme
respon dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 102 oF.
Secara
spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera
meningkat dan mendorong vasokontriksi kulit untuk mengurangi
pengeluaran panas. Kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan
menyebabkan demam. Namun pada kasus ini, pasien tidak menggigil
karena pirogen endogen yang dikeluarkan hanya sedikit sehingga
menyebabkan pengeluaran prostaglandin juga sedikit maka tidak
menyebabkan demam menggigil (mengalami demam subfebris).

(Sumber : Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 6, Lauralee Sherwood)

9. Penatalaksanaan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tujuan terapi pada penderita AR :


Mengurangi nyeri
Mempertahankan status fungsional
Mengurangi inflamasi
Mengendalikan keterlibatan sistemik
Proteksi sendi dan struktur ekstraartikuler
Mengendalikan progresifitas penyakit
Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

Terapi Non Farmakologi :


Edukasi :
Pasien
Keluarga Pasien
Diet
Fisioterapi
Proteksi sendi : Bidai sendi
Terapi puasa, suplementasi asam lemak dan terapi spa,
menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak ikan
bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agens. Pada penderita AR

memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam


perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek.

Terapi Farmakologik :
OAINS mengatasi nyeri sendi dan demam akibat inflamasi yang
sering dijumpai. OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk
mengurangi nyeri dan pembengkakan. Penderita AR mempunyai
resiko 2x lebih sering mengalami komplikasi serius akibat
penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita Osteoatritis,
oleh karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala
efek samping gastrointestinal.
DMARDs
Mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi sendi tetapi
tidak mencegah kerusakan tulang rawan sendi tulang. Saat ini
dikenal obat antireumatik yang tidak hanya bersifat simtomatik
tetapi menghambat proses memburuknya penyakit. Berbeda
dengan OAINS obat ini bekerja lambat, efek baru dirasakan
enam minggu enam bulan setelah pengobatan. Obat yang
tergolong kelompok ini ialah : metotreksat, azatioprin,
penisilamin, hidroksiklorokuin, senyawa emas dan sulfasalazin.
Glukortikoid
Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal kerena
risiko tinggi mengalami efek samping efek samping seperti
osteoporosis, katarak, gejala cushuingoid dan gangguan kadar
gula darah. ACR merekomendasikan bahwa penderita yang
mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian
kalsium 1500 mg dan vitamin D 400 800 IU per hari. Gejala
mungkin akan kambuh kembali bila steroid dihentikan, terutama
bila menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakan
reumatologis menghentikan steroid secara perlahan dalam satu
bulan atau lebih untuk menghindari rebound effect.
Kortikosteroid
Injeksi kortikosteroid intra-artikular seperti metiprednisolon
asetat atau triamsinolon bisa digunakan dengan dosis terbatas.
Kortikosteroid sistemik dapat digunakan sesekali.
Intervensi bedah juga diperlukan seperti artroplasti, artroplasti,
artrodesis, sinovektomi, dan transplantasi tendon.

Reaksi berlawanan
rheumatoid :
Penisilamin :

dari

penyakit

yang

dimodifikasi

obat

Bercak pada kulit, hilangnya pengecapan, demam, mual,


muntah, glomerulonefritis, sindrom goodpastrure, sindrom mirio
SLE, sindrom miastenik, trombositopenia, pansitopenia, ulkus
mulut.
Senyawa emas :
Ulkus mulut, sindrom nefrotik, bercak kulit pruritus,
enterokolitis, anemia aplastik, glomerulonefritis.
Sulfasalazin :
Penekanan sumsum tulang, bercak kulit, mual.
Klorokuin :
Diare, toksisitas okular-deposit kornea yang reversible bila
obat dihentikan, retinopati menetap, anemia hemolitik.

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Hal. 2504-2508

Farmakologi dan Terapi FKUI

Kesimpulan

Berdasarkan gejala-gejala yang berada pada skenario, contohnya


kaku pada pagi hari, mengalami nyeri simetris pada jari-jari tangan dan
mengalami demam tidak menggigil, menunjukkan bahwa 90% pasien
mengalami Arthritis Rheumatoid, dimana terjadi nyeri inflamasi di cavum
sinovium.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen

Farmakologi

dan

Terapeutik

FK

UI.

2011.

Farmakologi dan Terapi. Edisi-5. Jakarta: FK UI.


Hayes, Peter C. & Thomas W. Mackay. 1997. Diagnosis dan
Terapi. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Edisi-6. Jakarta: EGC

W. F. Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi-22.


Jakarta: EGC.

W. Sudoyo, Aru dkk., Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit


Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi-5.
Jakarta: Interna Publishing

Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume-2 Edisi-7. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai