NYERI SENDI
Latar Belakang
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi kronis yang menyerang
membran sinovium, tulang rawan dan tulang. Pada artritis reumatoid
terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas pro dan anti inflamasi yang
mengakibatkan induksi autoimunitas, inflamasi kronis dan pada akhirnya
kerusakan sendi. Penyebab munculnya penyakit ini belum diketahui,
kemungkinan karena faktor mekanis, interaksi neuroimunologis dan
perubahan fungsi mikrovaskular artikular. Faktor genetik diduga juga
berhubungan dengan penyakit ini. Patogenesis artritis reumatoid
melibatkan kompleks humoral dan reaksi selular termasuk pembentukan
kompleks imun, reaksi vaskular serta infiltrasi limfosit dan monosit ke
dalam sinovium. Adanya autoantibodi seperti anticyclic citrullinated
peptide (anti-CCP) dan peningkatan C-reactive protein (CRP) beberapa
tahun sebelum munculnya gejala klinis mengindikasikan adanya
disregulasi respons imun dalam patogenesis penyakit ini. Sejumlah sitokin
terlibat secara langsung. Sitokin memegang peranan dalam proses
inflamasi, kerusakan sendi dan komorbiditas yang berhubungan dengan
penyakit artritis reumatoid.
SKENARIO 3
Seorang wanita umur 35 tahun, Ibu Rumah Tangga, mengeluh nyeri
pada jari-jari tangan kiri dan kanan, keluhan dialami sejak 3 bulan terakhir
ini. Kaku pagi hari (+), berlangsung sekitar 30 menit 1 jam. Keluhan
demam tidak menggigil sering dialami.
Kata Sulit :
Kata Kunci :
Wanita 35 tahun
Ibu Rumah Tangga
Nyeri pada jari tangan kiri dan kanan
Sejak 3 bulan terakhir
Pertanyaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jawaban :
1. Anatomi Regio Manus
TULANG (Osteologi)
OTOT (Myologi)
JARINGAN IKAT
ARTERI
VENA
NERVUS
Nyeri Inflamasi
Pada proses inflamasi, misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi
karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator
biokimiawi. Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologi yang
dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses oleh antigen
presenting cels (APC) yang kemudian diekskresikan ke permukaan sel
dengan determinan HLA yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut
akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T
membentuk kompleks trimolekuler. Kompleks trimolekuler tersebut akan
mencetuskan rangkaian reaksi imunologi dengan pelepasan berbagai
sitokin sehingga terjadi aktifasi, mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel
T yang teraktifasi juga akan menghasilkan berbagai limfokin dan mediator
inflamasi yang bekerja merangsang makrofak untuk meningkatkan
aktifitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktifitas sel B
untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan
mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh
pembebasan metabolit asam arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim
protease, yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ target
tersebut.
Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin seperti PGE 1,
PGE2, PGI2, PGD2 dan PGA2, dapat menimbulkan fasodilatasi dan demam.
Diantara berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI 2, merupakan
fasodilator terkuat.
Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeri pada proses
inflamasi ternyata lebih kompleks. Pemberian PGE pada binatang
percobaan tidak terbukti dapat memprofokasi nyeri secara langsung,
tetapi harus ada kerja sama sinergistik dengan mediator inflamasi yang
lain seperti histamine dan bradikinin.
Selain itu, tidak dapat terbukti bahwa prostaglandin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan secara langsung. Seagian kerusakan
jaringan pada proses inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksil bebas
yang terbentuk selama konfersi enzimatik dari PGG 2 menjadi PGH2,atau
pada proses fagositosis.
Nyeri Psikogenik
Nyeri dapat merupakan keluhan utama berbagai kelainan pisikiatrik,
pisikosomatik dan depresi terselubung. Pasien nyeri kronik akibat trauma
yang berat, misalnya kecelakaan, peperangan dan sebagainya, sering kali
menunjukkan gambaran posttraumatic stress disorder, dimana pasien
selalu merasa dirinya sakit walaupun secara medic kelainan fisiknya
sudah sembuh. Dalam hal ini, pasien harus diyakinkan bahwa keadaan
psikologi ini sering terjadi dan dia harus berusaha untuk mengatasinya
dengan baik karena keadaan fisiknya sebenarnya sudah sembuh.
Nyeri merupakan salah satu kelainan psikosomatik, dimana pasien
mengekspresikan konflik yang tidak disadarinya sebagai keluhan fisik.
Keluhan dapat sedemikian beratnya sehingga mempengaruhi aktifitas
sehari-harinya. Pasien dengan nyeri psikosomatik akan mengeluh nyeri
pada satu bagian tubuhnya atau lebih sedemikian beratnya sehingga
membutuhkan perhatian dokter.
(Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Hal. 2437)
5. Diagnosis Banding
Osteoarthritis
Sensitivitas
dan
Spesifitas
dan
Pemeriksaan
Spesifisita
s (%)
s (%)
55
89
84
45
96
92
Anti-CCP
41
98
96
Anti RA-33
28
90
74
Autoantibodi
RF Titer > 20
U/ml
RF Titer tinggi
(50 U/ml)
PPV* (%)
Foto polos sendi, mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau
erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan
tangan dan pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai
lebih rinci.
Anti-CCP (Anticyclic Citrullinated Peptide Antibody), berkorelasi dengan
perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila dikombinasikan
dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak
negatif.
Hipergamaglobulinemia
Sindrom Sjorgen
SLE
Penyakit jaringan
SBE
penghubung
campuran
Arthritis juvenile
TB
Lepra
kronik
Malaria
Sifilis
Sarkoidosis
Paraproteinemia, misalnya
Gambar radiologi AR :
myeloma multiple
Dini :
Pembengkakan jaringan lunak
Osteoporosis periartikular
Periostitis
Erosi --- periartikular
Kista subartikular
Lanjut :
Ruangan sendi menyempit
Iregularitas permukaan artikular
Osteoporosis
Subluksasi
Ankilosis
Osteoarthritis sekunder
(bengkak)
penyakit lain
berdasarkan skor)
0
A. Keterlibatan sendi
1
1 sendi besar
2 - 10 sendi besar
2
1 - 3 sendi kecil (dengan atau
tanpa keterlibatan sendi besar)
4 - 10 sendi kecil (dengan atau
tanpa keterlibatan sendi besar)
> 10 sendi (paling sedikit 1 sendi
kecil)
D. Durasi gejala
< 6 minggu
6 minggu
0
1
Sumber :
9. Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Terapi Farmakologik :
OAINS mengatasi nyeri sendi dan demam akibat inflamasi yang
sering dijumpai. OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk
mengurangi nyeri dan pembengkakan. Penderita AR mempunyai
resiko 2x lebih sering mengalami komplikasi serius akibat
penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita Osteoatritis,
oleh karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala
efek samping gastrointestinal.
DMARDs
Mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi sendi tetapi
tidak mencegah kerusakan tulang rawan sendi tulang. Saat ini
dikenal obat antireumatik yang tidak hanya bersifat simtomatik
tetapi menghambat proses memburuknya penyakit. Berbeda
dengan OAINS obat ini bekerja lambat, efek baru dirasakan
enam minggu enam bulan setelah pengobatan. Obat yang
tergolong kelompok ini ialah : metotreksat, azatioprin,
penisilamin, hidroksiklorokuin, senyawa emas dan sulfasalazin.
Glukortikoid
Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal kerena
risiko tinggi mengalami efek samping efek samping seperti
osteoporosis, katarak, gejala cushuingoid dan gangguan kadar
gula darah. ACR merekomendasikan bahwa penderita yang
mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian
kalsium 1500 mg dan vitamin D 400 800 IU per hari. Gejala
mungkin akan kambuh kembali bila steroid dihentikan, terutama
bila menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakan
reumatologis menghentikan steroid secara perlahan dalam satu
bulan atau lebih untuk menghindari rebound effect.
Kortikosteroid
Injeksi kortikosteroid intra-artikular seperti metiprednisolon
asetat atau triamsinolon bisa digunakan dengan dosis terbatas.
Kortikosteroid sistemik dapat digunakan sesekali.
Intervensi bedah juga diperlukan seperti artroplasti, artroplasti,
artrodesis, sinovektomi, dan transplantasi tendon.
Reaksi berlawanan
rheumatoid :
Penisilamin :
dari
penyakit
yang
dimodifikasi
obat
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Farmakologi
dan
Terapeutik
FK
UI.
2011.