Anda di halaman 1dari 391

351.770.

212
Ind
p

PROFIL KESEHATAN INDONESIA


TAHUN 2013

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


2014

351.770.212
Ind
P

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI


Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. -Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2014
ISBN 978-602-235-645-5
1. Judul
I. HEALTH STATISTICS

Buku ini diterbitkan oleh


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta 12950
Telepon no: 62-21-5229590, 5221432, 5277168
Fax no: 62-21-5203874
E-mail: pusdatin@depkes .go.id
Web site: http://www.kemkes.go.id

ii

TIM PENYUSUN
Pengarah
dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS
Sekretaris Jenderal Kemenkes RI

Ketua
drg. Oscar Primadi, MPH
Kepala Pusat Data dan Informasi

Editor

drg. Vensya Sitohang, M.Epid


Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes
Boga Hardhana, S.Si, MM
drg. Titi Aryati Soenardi, M.Kes

Anggota
Farida Sibuea, SKM, MScPH; Ir. Zulfi, MM;
Marlina Indah Susanti, SKM, M.Epid; Supriyono Pangribowo, SKM, MKM;
Budi Prihantoro, S.Si ; Margiyono, SKom;
Dewi Roro Kumbini, S.Pd, MKM; Annisa Harpini, SKM, MKM;
Sarinah Bintang, SKM, Eka Satriyani Sakti, SKM;
B.B. Sigit; Hellena Maslinda; Hadi Nuramsyah

Kontributor

Biro Perencanaan dan Anggaran; Biro Kepegawaian; Biro Keuangan dan BMN;
Pusat Promosi Kesehatan;Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
Set. Ditjen Bina Gizi dan KIA; Dit. Bina Kesehatan Ibu; Dit. Bina Kesehatan Anak;
Dit. Bina Gizi; Set. Ditjen Bina Upaya Kesehatan; Dit. Bina Upaya Kesehatan Dasar;
Dit. Bina Upaya Kesehatan Rujukan; Set. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
Set. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; Dit. Surveilans Imunisasi,
Karantina, dan Kesehatan Matra; Dit. Pengendalian Penyakit Menular Langsung;
Dit. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang; Dit. Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
Set. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Set. Badan PPSDM Kesehatan;
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

iii

KATA PENGANTAR
SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Indonesia 2013 ini
dengan baik. Profil Kesehatan Indonesia merupakan salah satu media
publikasi data dan informasi yang terkait dengan situasi dan kondisi
kesehatan yang relatif komprehensif.
Sumber data Profil Kesehatan Indonesia berasal dari unit teknis di
lingkungan Kementerian Kesehatan serta institusi lain yang memiliki
data terkait bidang kesehatan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Data yang ditampilkan pada Profil Kesehatan Indonesia dapat membantu kita dalam
membandingkan capaian pembangunan kesehatan antara satu provinsi dengan provinsi
lainnya, mengukur capaian pembangunan kesehatan di Indonesia, serta sebagai dasar untuk
perencanaan program pembangunan kesehatan selanjutnya.
Terdapat perbedaan Profil Kesehatan Indonesia 2013 dibandingkan dengan Profil Kesehatan
Indonesia yang diterbitkan pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu perubahan sistematika bab.
Pada Profil Kesehatan Indonesia terdahulu, sistematika bab secara berurutan terdiri dari ;
Pendahuluan, Gambaran Umum, Situasi Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya
Kesehatan, dan Perbandingan antara negara. Sedangkan pada Profil Kesehatan Indonesia 2013
urutan bab terdiri dari Demografi, Sarana Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Pembiayaan
Kesehatan, Kesehatan Keluarga (Kesehatan Ibu & Kesehatan Anak), serta Pengendalian
Penyakit dan Kesehatan Lingkungan.
Buku Profil Kesehatan Indonesia 2013 ini disajikan dalam bentuk cetakan dan soft copy (CD)
serta dapat diunduh di website www.kemkes.go.id. Semoga publikasi ini dapat berguna bagi
semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi, sektor swasta dan masyarakat
serta berkontribusi secara positif bagi pembangunan kesehatan di Indonesia. Kritik dan saran
kami harapkan sebagai penyempurnaan profil yang akan datang.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil Kesehatan Indonesia
2013 ini, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, Juli 2014


Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan

dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS


NIP. 195408112010061001
iv

KATA SAMBUTAN
MENTERI KESEHATAN RI

Data dan informasi merupakan salah satu komponen krusial dalam


pembangunan kesehatan yang berperan pada tahap perencanaan
sebelum pengambilan keputusan dilakukan. Oleh karena itu, Saya
menyambut gembira atas terbitnya Profil Kesehatan Indonesia 2013.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan secara
gamblang mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas informasi
dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Dengan demikian sudah menjadi tugas kita bersama selaku pemangku
kepentingan di sektor kesehatan untuk menyediakan data dan
informasi yang berkualitas.
Profil Kesehatan Indonesia 2013 sebagai media publikasi data dan informasi kesehatan terus
melakukan perbaikan dan pembenahan sehingga dapat menyajikan data dan informasi yang
lebih berkualitas, valid, dan konsisten. Pemenuhan kelengkapan data dan ketepatan waktu
pengiriman data baik dari segi cakupan wilayah maupun indikator merupakan masalah utama
yang ditemui dalam proses penyusunan Profil Kesehatan Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan
penguatan komitmen terhadap integrasi data dan informasi serta koordinasi antara pusat dan
daerah.
Apresiasi yang setinggi-tingginya Saya berikan kepada semua pihak yang berperan dalam
proses penyusunan Profil Kesehatan Indonesia 2013 dari hulu sampai hilir. Saya sangat
berharap publikasi ini bisa menjadi acuan dalam hal data dan informasi bagi semua pihak yang
berkepentingan terhadap upaya pembangunan kesehatan di Indonesia.

Jakarta, Juli 2014


Menteri Kesehatan

DAFTAR SINGKATAN

xvi
vi

3M Plus

Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari


gigitan nyamuk

ABH

Anak yang Berhadapan Hukum

ACT

Artemisinin-based Combination Therapy

ADB

Asian Development Bank

ADD

Anak Dengan Disabilitas

AFP

Acute Flaccid Paralysis

AHH

Angka Harapan Hidup


Jumlah rata-rata usia yang diperkirakan pada
seseorang atas dasar angka kematian pada masa
tersebut yang cenderung tidak berubah di masa
mendatang

AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome

AKABA

Angka Kematian Balita

AKB
- Infant Mortality Rate (IMR)

Angka Kematian Bayi

AKI
- Maternal Mortalite Rate (MMR)

Angka Kematian Ibu

AKN
- Neonatal Mortality Rate

Angka Kematian Neonatal

AMH

Angka Melek Huruf

AMP

Audit Maternal Perinatal

Andikpas

Anak didik pemasyarakatan

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

API

Annual Parasite Incidence

APK

Angka Partisipasi Kasar

APM

Angka Partisipasi Murni

APS

Angka Partisipasi Sekolah

ASEAN

Association of Southeast Asian Nations

ASI Eksklusif

Pemberian Air Susu Ibu saja tanpa tambahan makanan


dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai usia
6 bulan.

BABS

Buang Air Besar Sembarangan

BB/TB

Status gizi berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi


Badan

BB/U

Status gizi berdasarkan Berat Badan menurut Umur

BBLR

Berat Bayi Lahir Rendah

BCG

Bacille Calmette-Gurin

BJP

Bukan Jaringan Perpipaan

BOK

Biaya Operasional Kesehatan

BPS

Badan Pusat Statistik

BTA +

Basil Tahan Asam positif

BUMN

Badan Umum Milik Negara

CBE

Clinical Breast Examiniation

CBR

Crude Birth Rate = Angka Kelahiran Kasar

CDR

Case Detection Rate

CFR

Case Fatality Rate

CNR

Case Notification Rate

CR

Cure Rate = Angka Kesembuhan

CRPD

Convention on the Rights of Persons with Disabilities

CSR

Corporate Social Responsibility

CTKI

Calon Tenaga Kerja Indonesia

D/S

Cakupan penimbangan balita di posyandu

DAK

Dana Alokasi Khusus

DBD

Demam Berdarah Dengue

DBK

Daerah yang Bermasalah Kesehatan

DIPA

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

vii

viii

DJJ

Denyut Jantung Janin

DO Rate

Drop Out Rate

DPT

Diphteri Pertusis Tetanus

DTPK

Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan

EKG

Elektrokardiogram

EMAS

Expanding Maternal and Neonatal Survival

FCP

Female Cancer Program

FGD

Focus Group Discussion

GHPR

Gigitan Hewan Penular Rabies

HAM

Hak Asasi Manusia

Hb

Hemoglobin

HDI

Human Development Index

HDK

Hipertensi Dalam Kehamilan

HIV

Human Immunodeficiency Virus

ICCP

Indonesian Cancer Control Progam

ICWRMIP

Integrated Citarum Water Resources Management


Investment Program

IDAI

Ikatan Dokter Anak Indonesia

IDU

Injecting Drug User

IEBA

Industri Ekstrak Bahan Alam

IMD

Inisiasi Menyusu Dini

IMS

Infeksi Menular Seksual

IMT
Body Mass Index (BMI)

Indeks Massa Tubuh

IMT/U

Status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut


Umur

IOT

Industri Obat Tradisional

IPM

Indeks Pembangunan Manusia

IR

Incidence Rate

ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

IVA

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat

IUD

Intra Uterine Device

Jamkesmas

Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jampersal

Jaminan Persalinan

JMP

Joint Monitoring Program

K1

Kunjungan baru ibu hamil, yaitu kunjungan ibu hamil


pertama kali pada masa kehamilan.

K4

Kontak minimal empat kali selama masa kehamilan


untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri
atas minimal satu kali kontak pada trimester pertama,
satukali pada trimester kedua dan duakali pada
trimester ketiga.

KB

Keluarga Berencana

KF 3

Kunjungan Nifas; Pelayanan kepada ibu nifas


sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca persalinan s.d 3
hari; pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI
termasuk pemberian vitamin A 2 kali serta persiapan
dan/atau pemasangan KB pasca persalinan.

KIA

Kesehatan Ibu dan Anak

KIE

Komunikasi, Informasi dan Edukasi

KKI

Konsil Kedokteran Indonesia

KKS

Kabupaten/Kota Sehat

KLB

Kejadian Luar Biasa

KMS

Kartu Menuju Sehat

KN1

Kunjungan Neonatus 1; pelayanan kesehatan neonatal


dasar, kunjungan ke-1 (pertama) pada 6-24 jam
setelah lahir.

KN Lengkap

Kunjungan Neonatus Lengkap ; pelayanan kesehatan


neonatal dasar meliputi ASI ekslusif, pencegahan
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian
vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir,
pemberian imunisasi hepatitis B1 bila tidak diberikan
pada saat lahir, dan manajemen terpadu bayi muda.
Dilakukan sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24
jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28 hari
setelah lahir yang dilakukan di fasilitas kesehatan

ix

maupun kunjungan rumah.

KOMNAS

Komisi Nasional

KPDT

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal

KT

Konseling dan Tes HIV

KtA

Kekerasan Terhadap Anak

KTR

Kawasan Tanpa Rokok

KUHAP

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

KVA

Kekurangan Vitamin A

Lapas

Lembaga Pemasyarakatan

LBH

Lembaga Bantuan Hukum

LIL

Lima Imunisasi Dasar Lengkap

LILA

Lingkar Lengan Atas

LKSA

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

LMKM

Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui

LP/LS

Lintas Program / Lintas Sektor

LPA

Lembaga Perlindungan Anak

LPP

Laju Pertumbuhan Penduduk

LSL

Lelaki Seks dengan Lelaki

LSM

Lembaga Swadaya Masyarakat

MA

Madrasah Aliyah

MAK

Manajemen Aktif Kala

MB

Multi Basiler

MDGs

Millenium Development Goals

MOP

Metode Operatif Pria; cara kontrasepsi dengan


tindakan pembedahan pada saluran sperma pria.

MOW

Metode Operatif Wanita; cara kontrasepsi dengan


tindakan pembedahan pada saluran telur wanita.

MP ASI

Makanan Pendamping Air Susu Ibu

MTBM

ManajemenTerpadu Balita Muda; suatu pendekatan


keterpaduan dalam tata laksana bayi umur 1 hari 2
bulan, baik yang sehat maupun yang sakit, baik yang

datang ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan


dasar maupun yang dikunjungi oleh tenaga kesehatan
pada saat kunjungan neonatal.

MTBS

ManajemenTerpadu Balita Sakit; suatu pendekatan


yang terintegrasi/terpadu dalam tata laksana balita
sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59
bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan
merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit.

MTs

Madrasah Tsanawiyah

NAPZA

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain

NCDR

Newly Case Detection Rate

NSPK

Norma Standar Prosedur Kriteria

P4K

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan


Komplikasi

PAK

Penyakit Akibat Kerja

PAK

Penyalur Alat Kesehatan

PAMSTBM

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total Berbasis


Masyarakat

PBB

Perserikatan Bangsa-Bangsa

PBF

Pedagang Besar Farmasi

PD3I

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

PDAM

Perusahaan Daerah Air Minum

Perpres

Peraturan Presiden

PET

Post Exposure Treatment

PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PJK

Penyakit Jantung Koroner

PJPD

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

PK

Penanganan Komplikasi Maternal

PKH

Program Keluarga Harapan

PKHS

Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat

xi

xii

PKK

Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

PKPR

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

PKRT

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

PKT

Pusat Krisis Terpadu

PMS

Penyakit Menular Seksual

PN (Salinakes)

Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

PNS

Pegawai Negeri Sipil

POGI

Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia

Polindes

Pondok Bersalin Desa

POLRI

Polisi Republik Indonesia

Poltekkes

Politeknik Kesehatan

POMP

Pemberian Obat Massal Pencegahan; program untuk


filariasis

PONED

Pelayanan emergensi Obstetrik dan Neonatal Dasar

PONEK

Pelayanan emergensi Obstetrik dan Neonatal


Komprehensif

Posbindu

Pos Pembinaan Terpadu

Poskesdes

Pos Kesehatan Desa

Posyandu

Pos Pelayanan Terpandu

PP

Peraturan Pemerintah

PPA

Project Partnership Agreement

PPT

Pusat Pelayanan Terpadu

PSN

Pemberantasan Sarang Nyamuk

PTM

Penyakit Tidak Menular

PTT

Pegawai Tidak Tetap

PUS

Pasangan Usia Subur

Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat

Pustu

Puskesmas Pembantu

RAN

Rencana Aksi Nasional

Renstra

Rencana Strategis

Riskesdas

Riset Kesehatan Dasar

RITL

Rawat Inap Tingkat Lanjut

RITP

Rawat Inap Tingkat Pertama

RJTL

Rawat Jalan Tingkat Lanjut

RJTP

Rawat Jalan Tingkat Pertama

RPJMN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RPSA

Rumah Perlindungan Sosial Anak

RPTC

Rumah Perlindungan Trauma Center

RSIA

Rumah Sakit Ibu Anak

RSK

Rumah Sakit Khusus

RSU

Rumah Sakit Umum

Rutan

Rumah Tahanan

Satker

Satuan Kerja

SD

Sekolah Dasar

SDIDTK

Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang

SDKI

Survei Demografi Kesehatan Indonesia

SDM

Sumber Daya Manusia

SEARO

WHO South-East Asia Regional

Sentra P3T

Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan


Tradisional

SK

Surat Keputusan

SKRT

Survei Kesehatan Rumah Tangga

SLB

Sekolah Luar Biasa

SLTA

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SLTP

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SMK

Sekolah Menengah Kejuruan

SMP

Sekolah Menengah Pertama

SPAL

Saluran Pembuangan Air Limbah

xiii

xiv

SPM

Standar Pelayanan Minimal

SR

Success Rate = Angka Keberhasilan Pengobatan

SpOG

Spesialis Obstetri Ginekologi/ Spesialis Kebidanan dan


Kandungan

Srikandi

Sistem Registrasi Kanker di Indonesia

STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

STBP

Survei Terpadu Biologis dan Perilaku

STR

Surat Tanda Registrasi

STRA

Surat Tanda Registrasi Apoteker

STRTTK

Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian

STTB

Surat Tanda Tamat Belajar

Susenas

Survei Sosial Ekonomi Indonesia

TB

Tuberkulosis

TB

Tinggi Badan

TB/U

Status gizi berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur

THT

Telinga, Hidung, dan Tenggorokan

TKI

Tenaga Kerja Indonesia

TNI

Tentara Nasional Indonesia

Toga

Tokoh Agama

Toma

Tokoh Masyarakat

TOT

Training of Trainer

TPT

Tingkat Pengangguran Terbuka

TT

Tetanus Toksoid

UCI

Universal Child Immunization; tercapainya imunisasi


dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu
hamil, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat
dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1
dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis hepatitis
B, 1 dosis campak. Pada ibu hamil dan wanita usia
subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat
dasar rneliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak dan 2 dosis
TT.

UKBM

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat;


Bentuk UKBM yang adalah Poskesdes, Polindes, Pos
UKK, Poskestren, TOGA, Saka Bhakti Husada, dan lainlain.

UKGS

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah

UKOT

Usaha Kecil Obat Tradisional

UKS

Usaha Kesehatan Sekolah

UMOT

Usaha Mikro Obat Tradisional

UNICEF

United Nations Children's Fund

UPPA

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

UPT

Unit Pelaksana Teknis

VAR

Vaksin Anti Rabies

VCT

Voluntary, Counseling, and Testing

WDF

World Diabetes Foundation

WHO

World Health Organization

WNA

Warga Negara Asing

WUS

Wanita Usia Subur; keadaan organ reproduksinya


berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun.

xv

DAFTAR GAMBAR
BAB I. DEMOGRAFI
GAMBAR 1.1

JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN


TAHUN 2010 2013 .............................................................................................................

GAMBAR 1.2

JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ...............................

GAMBAR 1.3

PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2013 ...............................................

GAMBAR 1.4

PETA PERSEBARAN KEPADATAN PENDUDUK INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

GAMBAR 1.5

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2009 2013 (%) ............

GAMBAR 1.6

PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN PER KAPITA/BULAN


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

10

PERSENTASE TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT


PENDIDIKAN DI INDONESIA KONDISI AGUSTUS 2013 .....................................

12

GAMBAR 1.8

GARIS KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2009 2013 ...............................

13

GAMBAR 1.9

PETA PERSEBARAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

14

PETA PERSEBARAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL


DI INDONESIA TAHUN 2013 ............................................................................................

15

RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE


ATAS MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 ................................

16

PERSENTASE PENDUDUK USIA 15 TAHUN KEATAS MENURUT STTB


TERTINGGI YANG DIMILIKI TAHUN 2012 ................................................................

17

PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG MELEK


HURUF MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ............................................................

18

PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH PENDIDIKAN MENURUT


USIA SEKOLAH DI INDONESIA TAHUN 2008 2013 ..........................................

19

PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR PENDIDIKAN DI INDONESIA


TAHUN 2008 2013 .............................................................................................................

20

PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI PENDIDIKAN DI INDONESIA


TAHUN 2008 2013 .............................................................................................................

21

GAMBAR 1.17

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA TAHUN 2008 2012 ....

22

GAMBAR 1.18

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA MENURUT PROVINSI TAHUN 2012

22

GAMBAR 1.19

ANGKA HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR (DALAM TAHUN) INDONESIA


TAHUN 2008 2012 .............................................................................................................

23

GAMBAR 1.7

GAMBAR 1.10
GAMBAR 1.11
GAMBAR 1.12
GAMBAR 1.13
GAMBAR 1.14
GAMBAR 1.15
GAMBAR 1.16

xvi

BAB II. SARANA KESEHATAN


GAMBAR 2.1

JUMLAH PUSKESMAS TAHUN 2009 2013 .............................................................

28

GAMBAR 2.2

RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK TAHUN 2009 2013 ............

28

GAMBAR 2.3

RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK TAHUN 2013 ............................

29

GAMBAR 2.4

JUMLAH PUSKESMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP TAHUN


2009 2013 ..............................................................................................................................

30

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI SYARAT MINIMAL


4 PUSKESMAS PONED DI INDONESIA TAHUN 2013 ...........................................

31

JUMLAH
PUSKESMAS
YANG
MELAKSANAKAN
PELAYANAN
KESEHATAN PEDULI REMAJA DI INDONESIA TAHUN 2013 ..........................

32

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN RUMAH SAKIT


KHUSUS DI INDONESIA TAHUN 2009 2013 .........................................................

36

PERSENTASE RUMAH SAKIT KHUSUS (RSK) MENURUT JENIS DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

36

RASIO JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK


DI INDONESIA TAHUN 2009 2013 ...........................................................................

37

RASIO TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

38

PERSENTASE RUMAH SAKIT MENURUT KELAS DI INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

38

JUMLAH SARANA PRODUKSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


DI INDONESIA TAHUN 2013 ............................................................................................

40

JUMLAH SARANA DISTRIBUSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


DI INDONESIA TAHUN 2013 ............................................................................................

41

PERSENTASE RATA-RATA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI


FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TAHUN 2013 ...........................................

42

GAMBAR 2.15

PERSENTASE DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF TAHUN 2013 ...........

43

GAMBAR 2.16

PERSENTASE POSYANDU MENURUT STRATA DI INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

44

RASIO POSYANDU TERHADAP DESA/KELURAHAN DI INDONESIA


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

45

JUMLAH PROGRAM STUDI POLTEKKES DIPLOMA III DAN IV DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

46

JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III POLTEKKES DI INDONESIA


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

46

JUMLAH LULUSAN DIPLOMA III POLTEKKES DI INDONESIA TAHUN


2013 ................................................................................................................................................

47

GAMBAR 2.5
GAMBAR 2.6
GAMBAR 2.7
GAMBAR 2.8
GAMBAR 2.9
GAMBAR 2.10
GAMBAR 2.11
GAMBAR 2.12
GAMBAR 2.13
GAMBAR 2.14

GAMBAR 2.17
GAMBAR 2.18
GAMBAR 2.19
GAMBAR 2.20

xvii

BAB III. TENAGA KESEHATAN


GAMBAR 3.1
GAMBAR 3.2
GAMBAR 3.3
GAMBAR 3.4
GAMBAR 3.5
GAMBAR 3.6
GAMBAR 3.7
GAMBAR 3.8

RASIO DOKTER UMUM TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

52

RASIO PERAWAT TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

53

RASIO BIDAN TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

54

RASIO DOKTER UMUM DI PUSKESMAS TERHADAP JUMLAH


PUSKESMAS DI INDONESIA TAHUN 2013 ................................................................

55

JUMLAH TENAGA KESEHATAN MENURUT JENIS DI PUSKESMAS DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

55

JUMLAH TENAGA KESEHATAN MENURUT JENIS DI RUMAH SAKIT DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

56

JUMLAH DOKTER UMUM PTT, DOKTER GIGI PTT DAN BIDAN PTT
AKTIF MENURUT KRITERIA WILAYAH DI INDONESIA TAHUN 2013 .......

57

JUMLAH PENGANGKATAN DOKTER/DOKTER GIGI SPESIALIS, DOKTER


UMUM, DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP
(PTT) MENURUT KRITERIA WILAYAH DI INDONESIA TAHUN 2013 ........

58

BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN


GAMBAR 4.1

ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI


TAHUN 2008 2013 .............................................................................................................

63

GAMBAR 4.2

PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP APBD MENURUT


PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 .....................................................................

64

GAMBAR 4.3

JUMLAH KUNJUNGAN RJTP, RITP, RJTL & RITL DI INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

66

GAMBAR 4.4

PENCAPAIAN JUMLAH KUNJUNGAN RJTP, RITP, RJTL & RITL DI


INDONESIA TAHUN 2009-2013 .....................................................................................

66

GAMBAR 4.5

PERSENTASE PENYERAPAN DANA BANTUAN OPERASIONAL


KESEHATAN (BOK) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ..................................

68

BAB V. KESEHATAN KELUARGA


GAMBAR 5.1
GAMBAR 5.2

xviii

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K1 DAN K4 DI


INDONESIA TAHUN 2004 2013 ..................................................................................

73

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4 MENURUT


PROVINSI, TAHUN 2013 .....................................................................................................

74

GAMBAR 5.3

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K1 DAN K4 IDEAL DI


INDONESIA, TAHUN 2013 .................................................................................................

75

CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN


DI INDONESIA TAHUN 2004 2013 ............................................................................

76

CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN


MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ..............................................................................

76

PROPORSI KELAHIRAN BERDASARKAN TEMPAT BERSALIN DI


INDONESIA, RISKESDAS 2013 .........................................................................................

77

CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 DAN CAKUPAN PERTOLONGAN


PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2004
2013 ...........................................................................................................................................

78

PROPORSI
PENOLONG PERSALINAN DENGAN KUALIFIKASI
TERTINGGI DI INDONESIA, RISKESDAS TAHUN 2013 .......................................

78

PROPORSI PERSALINAN SESAR DARI KELAHIRAN PERIODE 1 JANUARI


2010 SAMPAI SAAT WAWANCARA MENURUT KARAKTERISTIK DI
INDONESIA, RISKESDAS 2013 .........................................................................................

79

CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI INDONESIA TAHUN 2008


2013 ................................................................................................................................................

80

CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN DI INDONESIA


TAHUN 2008 2013 .............................................................................................................

81

CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN MENURUT


PROVINSI TAHUN 2013 ......................................................................................................

81

GAMBAR 5.13

PENYEBAB KEMATIAN IBU DI INDONESIA TAHUN 2010 ...............................

82

GAMBAR 5.14

PERSENTASE PEMAKAIAN ALAT/CARA KB PADA WANITA USIA SUBUR


(15-49 TAHUN) YANG BERSTATUS KAWIN DI INDONESIA, RISKESDAS
2013 ..............................................................................................................................................

84

PERSENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI


DI INDONESIA TAHUN 2013 ............................................................................................

84

GAMBAR 5.16

PERSENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ...

85

GAMBAR 5.17

PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

86

GAMBAR 5.18

CAKUPAN PESERTA KB BARU MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ...........

86

GAMBAR 5.19

PERSENTASE BERAT BAYI LAHIR RENDAH MENURUT PROVINSI,


RISKESDAS 2013 ....................................................................................................................

88

CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI NEONATAL MENURUT


PROVINSI TAHUN 2013 ......................................................................................................

89

CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA DI INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

91

GAMBAR 5.4
GAMBAR 5.5
GAMBAR 5.6
GAMBAR 5.7

GAMBAR 5.8
GAMBAR 5.9

GAMBAR 5.10
GAMBAR 5.11
GAMBAR 5.12

GAMBAR 5.15

GAMBAR 5.20
GAMBAR 5.21

xix

GAMBAR 5.22

CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP DI INDONESIA TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

91

CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP DI INDONESIA TAHUN


2009-2013 ..................................................................................................................................

92

GAMBAR 5.24

CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI DI INDONESIA TAHUN 2013 ............................

93

GAMBAR 5.25

PERSENTASE BAYI MULAI MENDAPAT ASI KURANG DARI 1 JAM


PERTAMA (INISIASI MENYUSU DINI) PADA ANAK UMUR 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS TAHUN 2013 ..................................................

95

CAKUPAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI 0-6 BULAN MENURUT PROVINSI


TAHUN 2013 .............................................................................................................................

96

PERSENTASE PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA ANAK UMUR (659 BULAN) MENURUT PROVINSI, RISKESDAS TAHUN 2013 .........................

99

GAMBAR 5.23

GAMBAR 5.26
GAMBAR 5.27

xx

GAMBAR 5.28

PERSENTASE PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA ANAK UMUR (659 BULAN) SELAMA ENAM BULAN TERAKHIR MENURUT PROVINSI,
RISKESDAS TAHUN 2013 ................................................................................................... 100

GAMBAR 5.29

CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA (D/S) DI INDONESIA TAHUN 2013

GAMBAR 5.30

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DI INDONESIA TAHUN


2013 .............................................................................................................................................. 103

GAMBAR 5.31

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK PADA ANAK UMUR 12-23


BULAN DI INDONESIA TAHUN 2013 ........................................................................... 104

GAMBAR 5.32

PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP DI INDONESIA


TAHUN 2013 ............................................................................................................................. 105

GAMBAR 5.33

CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI DI INDONESIA TAHUN 2013 ...............

GAMBAR 5.34

ANGKA DROP OUT CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB1 - CAMPAK PADA


BAYI DI INDONESIA TAHUN 2007-2013 .................................................................. 107

GAMBAR 5.35

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA DI INDONESIA


TAHUN 2013 ............................................................................................................................. 108

GAMBAR 5.36

CAKUPAN SEKOLAH DASAR YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN


SISWA SD/SETINGKAT KELAS 1 DI INDONESIA TAHUN 2013 ..................... 110

GAMBAR 5.37

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA DENGAN MINIMAL 4 PUSKESMAS


MAMPU TATA LAKSANA PKPR DI INDONESIA TAHUN 2013 ........................ 112

GAMBAR 5.38

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA DENGAN MINIMAL 2 PUSKESMAS


MAMPU TATA LAKSANA KTA DI INDONESIA TAHUN 2013 ........................... 115

GAMBAR 5.39

PERSENTASE BALITA KEKURANGAN GIZI BERDASARKAN BERAT


BADAN MENURUT UMUR BB/U DI INDONESIA TAHUN 2013 ..................... 119

GAMBAR 5.40

PERSENTASE BALITA DENGAN TINGGI BADAN DI BAWAH NORMAL


BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR TB/U DI INDONESIA
TAHUN 2013 ............................................................................................................................. 120

GAMBAR 5.41

PERSENTASE BALITA KURUS BERDASARKAN BERAT BADAN


MENURUT TINGGI BADAN (BB/TB) DI INDONESIA, RISKESDAS TAHUN
2013 .............................................................................................................................................. 121

101

106

GAMBAR 5.42

PERSENTASE KELEBIHAN BERAT BADAN PADA PENDUDUK DEWASA


BERDASARKAN KATEGORI INDEKS MASA TUBUH MENURUT
PROVINSI, RISKESDAS, TAHUN 2013 .......................................................................... 122

BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN


GAMBAR 6.1

PROPORSI KASUS BARU BTA + MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN


2013 .............................................................................................................................................

128

GAMBAR 6.2

PROPORSI BTA POSITIF DI ANTARA SELURUH KASUS TB PARU DI


INDONESIA TAHUN 2008-2013 ..................................................................................... 128

GAMBAR 6.3

PROPORSI BTA POSITIF DI ANTARA SELURUH KASUS TB PARU


MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 .............................................................................. 129

GAMBAR 6.4

ANGKA NOTIFIKASI KASUS BTA+ DAN SELURUH KASUS PER 100.000


PENDUDUK TAHUN 2008-2013 ..................................................................................... 130

GAMBAR 6.5

ANGKA NOTIFIKASI KASUS TB PARU BTA+PER 100.000 PENDUDUK


MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 .............................................................................. 130

GAMBAR 6.6

ANGKA KESEMBUHAN DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB BTA+DI


INDONESIA TAHUN 2008-2013 ..................................................................................... 131

GAMBAR 6.7

JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIF DI INDONESIA SAMPAI TAHUN


2013 .............................................................................................................................................. 133

GAMBAR 6.8

PETA EPIDEMI HIV DI INDONESIA TAHUN 2012 ................................................

GAMBAR 6.9

JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS YANG


TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN DI INDONESIA
SAMPAI TAHUN 2013 .......................................................................................................... 134

GAMBAR 6.10

PROPORSI KASUS BARU AIDS MENURUT JENIS KELAMIN DI


INDONESIA TAHUN 2013 .................................................................................................. 135

GAMBAR 6.11

PERSENTASE KASUS BARU AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR DI


INDONESIA TAHUN 2013 .................................................................................................. 135

GAMBAR 6.12

PERSENTASE KASUS AIDS MENURUT FAKTOR RISIKO DI INDONESIA


TAHUN 2013 ............................................................................................................................. 136

GAMBAR 6.13

ANGKA KEMATIAN AKIBAT AIDS YANG DILAPORKAN DI INDONESIA


TAHUN 2000-2013 ................................................................................................................ 136

GAMBAR 6.14

PERIOD PREVALENCE PNEUMONIA MENURUT PROVINSI RISKESDAS


2007 DAN 2013 .......................................................................................................................

134

139

GAMBAR 6.15

CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA PADA BALITA DI INDONESIA


TAHUN 2008-2013 ................................................................................................................ 140

GAMBAR 6.16

ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA


(NCDR) TAHUN 2008-2013 .............................................................................................. 141

GAMBAR 6.17

ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA PER 100.000 PENDUDUK


MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 ............................................. 141
xxi

GAMBAR 6.18
GAMBAR 6.19
GAMBAR 6.20

142

ANGKA CACAT TINGKAT II KUSTA PER 1.000.000 PENDUDUK PER


PROVINSI TAHUN 2013 ......................................................................................................

142

PROPORSI KUSTA MB DAN PROPORSI KUSTA PADA ANAK TAHUN


2008-2013 ..................................................................................................................................

143

GAMBAR 6.21

PERIOD PREVALENCE DIARE (> 2 MINGGU 1 BULAN SEBELUM


WAWANCARA)MENURUT GEJALA, RISKESDAS 2013 ........................................ 144

GAMBAR 6.22

INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK MENURUT


PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................... 145

GAMBAR 6.23

PROPORSI KASUS CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR DI


INDONESIA TAHUN 2013 .................................................................................................. 146

GAMBAR 6.24

PROPORSI KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

147

GAMBAR 6.25

NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK < 15 TAHUN DI INDONESIA
TAHUN 2013 ............................................................................................................................ 147

GAMBAR 6.26

PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT AFP MENURUT PROVINSI TAHUN


2013 ..............................................................................................................................................

148

GAMBAR 6.27

ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000


PENDUDUK TAHUN 2008-2013 ..................................................................................... 149

GAMBAR 6.28

ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000


PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ...................................................

150

GAMBAR 6.29

JUMLAH KABUPATEN/KOTA TERJANGKIT DBD DI INDONESIA TAHUN


2008-2013 ..................................................................................................................................

150

GAMBAR 6.30

ANGKA BEBAS JENTIK DI INDONESIA TAHUN 2008-2013 .............................

151

GAMBAR 6.31

JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA TAHUN 2008-2013 .........

152

GAMBAR 6.32

JUMLAH KASUS KLINIS FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2008 2013


........................................................................................................................................................... 152

GAMBAR 6.33

PETA ENDEMISITAS MALARIA DI INDONESIA TAHUN 2012 DAN 2013 .

153

GAMBAR 6.34

PERSENTASE KABUPATEN/KOTA MENURUT TINGKAT ENDEMISITAS


TAHUN 2011-2013 ................................................................................................................

153

ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE /API)


PER 1.000 PENDUDUK BERISIKO TAHUN 2005-2013 .......................................

154

GAMBAR 6.36

SITUASI RABIES DI INDONESIA TAHUN 2009 2013 .......................................

155

GAMBAR 6.37

SEBARAN KASUS GHPR DAN KEMATIAN AKIBAT RABIES (LYSSA) DI


INDONESIA TAHUN 2013 ................................................................................................. 156

GAMBAR 6.38

SITUASI LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA TAHUN 2008 2013 .....................

157

GAMBAR 6.39

JUMLAH KASUS DAN CFR ANTRAKS DI INDONESIA TAHUN 2008-2013

158

GAMBAR 6.35

xxii

ANGKA CACAT TINGKAT II PER 1.000.000 PENDUDUK TAHUN 20082013 ..............................................................................................................................................

GAMBAR 6.40

JUMLAH KASUS, KEMATIAN, DAN CASE FATALITY RATE (CFR) FLU


BURUNG DI INDONESIA TAHUN 2005-2013 ........................................................... 159

GAMBAR 6.41

PREVALENSI STROKE PADA UMUR 15 TAHUN () BERDASARKAN


DIAGNOSIS DOKTER MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 DAN 2013 ......... 162

GAMBAR 6.42

PREVALENSI PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA UMUR 15 TAHUN


BERDASARKAN DIAGNOSIS DOKTER/GEJALA MENURUT PROVINSI
TAHUN 2013 ............................................................................................................................. 163

GAMBAR 6.43

PREVALENSI HIPERTENSI PADA UMUR 18 TAHUN BERDASARKAN


WAWANCARA MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 DAN 2013....................... 163

GAMBAR 6.44

PREVALENSI PREVALENSI PENYAKIT KANKER () BERDASARKAN


DIAGNOSIS DOKTER/GEJALA MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 .............

165

GAMBAR 6.45

PREVALENSI DIABETES PADA UMUR 15 TAHUN BERDASARKAN


DIAGNOSIS DOKTER/GEJALA MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 DAN
2013 .............................................................................................................................................. 167

GAMBAR 6.46

PREVALENSI PPOK PADA UMUR > 30 TAHUN BERDASARKAN GEJALA


(%) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 .............................................................. 170

GAMBAR 6.47

PETA PREVALENSI PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS PADA UMUR


15 TAHUN DI INDONESIA TAHUN 2013 .................................................................... 170

GAMBAR 6.48

PREVALENSI PENYAKIT ASMA BERDASARKAN GEJALA (%) MENURUT


ROVINSI TAHUN 2013 ......................................................................................................... 171

GAMBAR 6.49

PROPORSI PENDUDUK BERDASARKAN USIA PERTAMA KALI


MEROKOK TIAP HARI DI INDONESIA TAHUN 2013 ..........................................

172

GAMBAR 6.50

PROPORSI PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MEROKOK TIAP


HARI MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 ................................................................. 172

GAMBAR 6.51

PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN JENIS SUMBER AIR


MINUM DI INDONESIA, RISKESDAS 2013 .................................................................

174

PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MENGOLAH AIR MINUM SEBELUM


DIMINUM DI INDONESIA, RISKESDAS 2013 ............................................................

175

PROPORSI RUMAH BERDASARKAN CARA PENGOLAHAN AIR MINUM


SEBELUM DIMINUM DI INDONESIA, RISKESDAS 2013 .....................................

176

PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP


SUMBER AIR MINUM IMPROVED BERDASARKAN KRITERIA JMP WHOUNICEF 2006, RISKESDAS 2013 .....................................................................................

177

PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENGGUNAAN FASILITAS


BUANG AIR BESAR DI INDONESIA, RISKESDAS 2013 ........................................

178

PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN JENIS TEMPAT BUANG


AIR BESAR DI INDONESIA, RISKESDAS 2013 .........................................................

179

PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP


FASILITAS SANITASI IMPROVED BERDASARKAN KRITERIA JMP WHOUNICEF 2006, RISKESDAS 2013 .....................................................................................

180

GAMBAR 6.52
GAMBAR 6.53
GAMBAR 6.54

GAMBAR 6.55
GAMBAR 6.56
GAMBAR 6.57

xxiii

DAFTAR TABEL
TABEL 1.1

TABEL 1.2
TABEL 1.3
TABEL 1.4
TABEL 2.1

JUMMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT


JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN NON
PRODUKTIF DI INDONESIA TAHUN 2013 .................................................................

PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DI


INDONESIA TAHUN 2013 ..................................................................................................

PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJADAN


PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2011 2013 ...............

11

PERSEBARAN JUMLAH DAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN MENURUT


KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2011 2013 .................

14

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN DI


INDONESIA TAHUN 2011 2013 ..................................................................................

35

TABEL 6.1

PREVALENSI TB PARU BERDASARKAN DIAGNOSIS DAN GEJALA TB


PARU MENURUT KARAKTERISTIK,RISKESDAS 2013 ........................................ 132

TABEL 6.2

PERSENTASE WANITA UMUR 15-49 TAHUN DAN PRIA KAWIN 15-54


TAHUN1 YANG PERNAH MENDENGAR TENTANG HIV AIDS MENURUT
KARAKTERISTIK LATAR BELAKANG TAHUN 2012 ............................................ 137

TABEL 6.3

PERSENTASE WANITA UMUR 15-49 TAHUN DAN PRIA KAWIN 15-541


TAHUN TENTANG CARA MENGURANGI RISIKO TERKENA HIV AIDS
MENURUT KARAKTERISTIK LATAR BELAKANG TAHUN 2012 .................... 138

TABEL 6.4

DISTRIBUSI KASUS LEPTOSPIROSIS DI 9 PROVINSI DI INDONESIA


TAHUN 2005 2013 .............................................................................................................

****

xxiv

157

DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. DEMOGRAFI
Lampiran 1.1

Pembagian Wilayah
Tahun 2013

Administrasi

Pemerintahan

Menurut

Provinsi

Lampiran 1.2

Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur dan Jenis


Kelamin Tahun 2013

Lampiran 1.3

Estimasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin
Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.4

Estimasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Luas Wilayah dan


Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.5

Estimasi Jumlah Lahir Hidup, Jumlah Bayi (0 Tahun), Jumlah Batita (0-2
Tahun), Jumlah Anak Balita (1 - 4 Tahun), Jumlah Balita (0 - 4 Tahun)
Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.6

Estimasi Jumlah Penduduk Menurut Penduduk Usia Muda, Usia Produktif dan
Usia Non Produktif Menurut Jenis Kelamin Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.7

Estimasi Jumlah Wanita Usia Subur (15 - 49 Tahun), WUS Imunisasi (15 - 39
Tahun), Ibu Hamil, Ibu Bersalin Dan Ibu Nifas Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.8

Estimasi Jumlah Anak Pra Sekolah, Jumlah Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat,
dan Jumlah Anak Usia SD/Setingkat Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.9

Indeks Gini Menurut Provinsi Tahun 2010 - 2013

Lampiran 1.10

Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan


Tahun 2000 - 2013

Lampiran 1.11

Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi


dan Tipe Daerah Tahun 2013

Lampiran 1.12

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)


Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 1.13

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Menurut Provinsi Tahun 2010


2012

Lampiran 1.14

Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Menurut Provinsi Tahun 2010


2012

Lampiran 1.15

Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menurut Provinsi Tahun 20102012

Lampiran 1.16

Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Melek Huruf Menurut


Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2010 - 2012

Lampiran 1.17

Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Provinsi Tahun 20112012

Lampiran 1.18

Jumlah dan Persentase Kabupaten Tertinggal Menurut Provinsi Tahun 2010


2013
xxv

BAB II. SARANA KESEHATAN

xxvi

Lampiran 2.1

Jumlah Puskesmas dan Rasionya Terhadap Penduduk Menurut Provinsi


Tahun 2009 2013

Lampiran 2.2

Jumlah Puskesmas Perawatan Rawat Inap dan Non Rawat Inap Menurut
Provinsi Tahun 2009 - 2013

Lampiran 2.3

Jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit dengan Pelayanan Pengembangan


Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 2.4

Jumlah Kabupaten/Kota dengan Puskesmas yang Nakesnya Dilatih Kesehatan


Tradisional, Alternatif Dan Komplementer Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 2.5

Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Pengelola dan Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 2.6

Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Menurut Pengelola


Tahun 2009 - 2013

Lampiran 2.7

Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidur Menurut Jenis Rumah Sakit
Tahun 2009 - 2013

Lampiran 2.8

Jumlah Rumah Sakit dan Tempat Tidur Menurut Kelas Rumah Sakit dan
Provinsi Tahun 2013

Lampiran 2.9

Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit Menurut Kelas Perawatan dan Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 2.10

Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut


Provinsi Tahun 2011-2013

Lampiran 2.11

Jumlah Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menurut


Provinsi Tahun 2011-2013

Lampiran 2.12

Jumlah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Menurut


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 2.13

Jumlah RW, Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Serta Posyandu Menurut Provinsi
dan Tingkatan (Strata) di Indonesia Tahun 2013

Lampiran 2.14

Jumlah Program Studi Diploma IV Institusi Politeknik Kesehatan (Poltekkes)


Menurut Provinsi Sampai dengan Desember Tahun 2013

Lampiran 2.15

Jumlah Jurusan/Program Studi Diploma III Institusi Politeknik Kesehatan


(Poltekkes) Menurut Jurusan dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 2.16

Jumlah Perserta Didik Diploma III Poltekkes Menurut Jenis Tenaga Kesehatan
Tahun Ajaran 2011/2012 Sampai Dengan 2013/2014

Lampiran 2.17

Jumlah Peserta Didik Program Diploma III Poltekkes Berdasarkan Jenis


Tenaga Kesehatan Tahun 2013

Lampiran 2.18

Jumlah Lulusan Program Studi Diploma III Poltekkes Menurut Jenis Tenaga
Kesehatan Tahun 2011-2013

Lampiran 2.19

Jumlah Lulusan Program Studi Diploma III Poltekkes Menurut Jenis Program
Studi Tahun 2013

Lampiran 2.20

Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Indonesia Sampai Dengan Bulan


November 2013

Lampiran 2.21

Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Indonesia Sampai Dengan Bulan


November 2013

Lampiran 2.22

Penggunaan Obat Generik pada Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut


Provinsi Tahun 2013

BAB III. TENAGA KESEHATAN


Lampiran 3.1

Rekapitulasi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Menurut Jenis Tenaga


dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.2

Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di Puskesmas Menurut Jenis


Tenaga dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.3

Rasio Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat, dan Bidan Terhadap Jumlah
Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.4

Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di Rumah Sakit Menurut


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.5

Jumlah Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter Gigi Spesialis
yang Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Menurut Provinsi Sampai Dengan
Desember Tahun 2013

Lampiran 3.6

Jumlah Tenaga Kesehatan Yang Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)


Menurut Provinsi Tahun 2011 Sampai Dengan Desember Tahun 2013

Lampiran 3.7

Jumlah Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis Sebagai Pegawai Tidak
Tetap (PTT) Aktif Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.8

Jumlah Dokter Umum Sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Menurut
Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.9

Jumlah Dokter Gigi Sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Menurut Kriteria
Wilayah dan Provinsi Kondisi 31 Desember 2013

Lampiran 3.10

Jumlah Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Menurut Kriteria
Wilayah dan Provinsi Kondisi 31 Desember 2013

Lampiran 3.11

Jumlah Keberadaan Aktif Tenaga Residen dan Tenaga Penugasan Khusus D-III
Kesehatan Di Kabupaten Prioritas DTPK dan DBK Menurut Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 3.12

Jumlah Pengangkatan Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis Sebagai


Pegawai Tidak Tetap (PTT) Menurut Kriteria Wilayah dan Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 3.13

Jumlah Pengangkatan Dokter Umum Sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT)


Menurut Kriteria Wilayah Dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.14

Jumlah Pengangkatan Dokter Gigi Sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT)


Menurut Kriteria Wilayah Dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 3.15

Jumlah Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) Menurut


Kriteria Wilayah dan Provinsi Tahun 2013

xxvii

Lampiran 3.16

Jumlah Pengangkatan Tenaga Residen Dan Tenaga Penugasan Khusus D-III


Kesehatan di Kabupaten Prioritas DTPK dan DBK Menurut Provinsi Tahun
2013

BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN


Lampiran 4.1

Alokasi Dan Realisasi Anggaran Kementerian Kesehatan Ri Menurut Eselon I


Tahun 2013

Lampiran 4.2

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi


Menurut Fungsi dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 4.3

Alokasi Dan Realisasi Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) Menurut


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 4.4

Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun 2013

Lampiran 4.5

Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di Puskesmas Menurut Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 4.6

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Peserta Jamkesmas


Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 4.7

Jumlah Kunjungan Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) Peserta Jamkesmas


Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 4.8

Jumlah Kunjungan Peserta Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) Menurut


Provinsi Tahun 2013

BAB V. KESEHATAN KELUARGA

xxviii

Lampiran 5.1

Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1, K4, Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan,
dan Kunjungan Ibu Nifas Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.2

Persentase Kelahiran Menurut Riwayat Pemeriksaan Kehamilan pada Masa


Kehamilannya, Serta Cakupan Indikator ANC Menurut Provinsi, Riskesdas
Tahun 2013

Lampiran 5.3

Cakupan Pemberian 90 Tablet Tambah Darah Pada


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.4

Persentase Kelahiran Berdasarkan Jumlah Hari Mengkonsumsi Zat Besi (Fe)


Selama Masa Kehamilan Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.5

Cakupan Imunisasi TT Pada Wanita Usia Subur Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.6

Cakupan Imunisasi TT Pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.7

Proporsi Penolong Persalinan Dengan Kualifikasi Tertinggi Menurut Provinsi,


Riskesdas 2013

Lampiran 5.8

Proporsi Penolong Persalinan Dengan Kualifikasi Terendah Menurut Provinsi,


Riskesdas 2013

Lampiran 5.9

Proporsi Kelahiran Berdasarkan Tempat Bersalin Menurut Provinsi,


Riskesdas 2013

Lampiran 5.10

Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan Menurut Provinsi Tahun 2013

Ibu Hamil Menurut

Lampiran 5.11

Proporsi Pelayanan Kesehatan Masa Nifas Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.12

Cakupan Peserta KB Baru dan KB Aktif Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.13

Persentase Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi dan Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 5.14

Persentase Peserta KB Baru Menurut Tempat Pelayanan dan Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 5.15

Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi dan Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 5.16

Persentase pemakaian Alat/Cara KB pada Wanita Usia Subur (15 49)


Tahun) Yang Berstatus Kawin Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.17

Persentase pemakaian Alat/Cara KB pada Wanita Usia Subur (15 49)


Tahun) Yang Berstatus Kawin Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.18

Proporsi WUS Kawin yang Menggunakan Alat/Cara KB Modern Berdasarkan


Jenis dan Jangka Waktu Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.19

Jumlah Kunjungan Peserta Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) Menurut


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.20

Persentase Balita (0-59 Bulan) Menurut Berat Badan Lahir dan Provinsi,
Riskesdas Tahun 2013

Lampiran 5.21

Persentase Proses Mulai Mendapat ASI pada Anak Umur 0-23 Bulan Menurut
Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.22

Cakupan Kunjungan Neonatal Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.23

Cakupan Penanganan Neonatal Dengan Komplikasi Menurut Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 5.24

Cakupan Imunisasi Dasar Pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.25

Cakupan Imunisasi Dasar Pada Anak Umur 12-23 Bulan Menurut Provinsi,
Riskesdas 2013

Lampiran 5.26

Drop Out Rate Cakupan Imunisasi Dpt/Hb(1) - Campak dan Cakupan


Imunisasi DPT/HB(1) DPT/HB(3) pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 20112013

Lampiran 5.27

Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Dan Anak Balita Menurut Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 5.28

Persentase Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak Umur 12-23 Bulan Menurut
Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.29

Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) Menurut


Provinsi Tahun 2010-2013

Lampiran 5.30

Cakupan Imunisasi Anak Sekolah Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.31

Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita 6-59 Bulan Menurut


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.32

Persentase Anak Umur 6-59 Bulan yang Menerima kapsul Vitamin A selama
Enam Bulan Terakhir Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

xxix

Lampiran 5.33

Cakupan Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi 0-6 Bulan Menurut Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 5.34

Cakupan Balita Ditimbang Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.35

Kasus Gizi Buruk Pada Balita Ditemukan Dan Mendapat Perawatan Menurut
Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.36

Persentase Kabupaten/Kota Dengan Minimal 2 Puskesmas Mampu


Tatalaksana Kasus Kekerasan Terhadap Anak Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.37

Persentase Kabupaten/Kota Dengan Minimal 4 Puskesmas Mampu Laksana


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.38

Jumlah Puskesmas Yang Melakukan Pembinaan Kesehatan Anak Di Panti


Anak Terlantar Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.39

Cakupan Sekolah Dasar (SD) Yang Melaksanakan Penjaringan Siswa SD/MI


Kelas 1 menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.40

Puskesmas Membina Lapas/Rutan Anak Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 5.41

Puskesmas Membina Kesehatan Anak Penyandang Cacat Melalui Program


UKS di Sekolah Luar Biasa Sampai Dengan Tahun 2013

Lampiran 5.42

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.43

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur


(TB/U) Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.44

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan
(BB/TB) Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 5.45

Prevalensi Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur Dan
Berat Badan Menurut Tinggi Badan (TB/U Dan BB/TB) Menurut Provinsi,
Riskesdas 2013

Lampiran 5.46

Prevalensi Status Gizi Penduduk Dewasa (>18 Tahun) Berdasarkan Kategori


Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Provinsi, Riskesdas 2013

BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

xxx

Lampiran 6.1

Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin dan Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 6.2

Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Kelompok Umur, Jenis
Kelamin dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.3

Hasil Cakupan Penemuan Kasus Penyakit TB Paru Menurut Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 6.4

Prevalensi TB Paru Berdasarkan Diagnosis dan Gejala TB Paru Menurut


Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.5

Cakupan TB Paru BTA Positif Sembuh, Pengobatan Lengkap dan Angka


Keberhasilan Pengobatan (Success Rate) Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.6

Jumlah Kasus Baru Aids dan Kasus Kumulatif Aids Menurut Provinsi sampai
dengan Desember 2013Lampiran 6.7 Jumlah Kasus Baru Infeksi HIV Menurut
Provinsi Tahun 2011 - 2013

Lampiran 6.8

Jumlah Dan Persentase Kasus Aids pada Pengguna Napza Suntikan (IDU)
Menurut Provinsi Sampai Dengan Desember 2013

Lampiran 6.9

Jumlah Layanan dan Kunjungan Konseling Dan Tes HIV Menurut Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 6.10

Jumlah Kasus Pneumonia Pada Balita Menurut Provinsi Dan Kelompok Umur
Tahun 2013

Lampiran 6.11

Case Fatality Rate Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi dan Kelompok
Umur Tahun 2013

Lampiran 6.12

Period Prevalence ISPA, Pneumonia, Pneumonia Balita, dan Prevalensi


Pneumonia Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.13

Insiden Diare dan Diare Balita serta Period Prevalence Diare Menurut
Provinsi, Riskesdas Tahun 2013

Lampiran 6.14

Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Menurut Provinsi Tahun 2011 - 2013

Lampiran 6.15

Penemuan Kasus Diare Ditangani Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.16

Jumlah Kasus Baru Kusta dan Case Detection Rate (CDR) Per 100.000
Penduduk Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2013

Lampiran 6.17

Proporsi Kecacatan Kusta Tingkat 2 dan Kasus Kusta pada Anak 0-14 Tahun
Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.18

Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko Menurut Provinsi


Tahun 2013

Lampiran 6.19

Jumlah Kasus, Meninggal, dan Incidence Rate (IR) Campak Menurut Provinsi
Tahun 2013

Lampiran 6.20

Jumlah Kasus Campak dan Kasus Campak yang Divaksinasi Menurut


Kelompok Umur dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.21

Frekuensi KLB Dan Jumlah Kasus pada KLB Campak

Lampiran 6.22

KLB Campak Berdasarkan Konfirmasi Laboratorium Menurut Provinsi Tahun


2013

Lampiran 6.23

Jumlah Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur Dan Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.24

Non Polio AFP Rate Per 100.000 Penduduk Usia < 15 Tahun dan Persentase
Spesimen Adekuat Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.25

Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Malaria Per 1.000 Penduduk Berisiko
Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.26

Insiden dan Prevalensi Malaria Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.27

Annual Parasite Insidence (API) Malaria Menurut Provinsi Tahun 2010-2013

Lampiran 6.28

Proporsi Penderita Malaria yang Diobati Dengan Pengobatan Sesuai Program


dan Penderita Malaria yang Mengobati Sendiri Menurut Provinsi, Riskesdas
2013

xxxi

xxxii

Lampiran 6.29

Jumlah Penderita, Incidence Rate Per 100.000 Penduduk, Kasus Meninggal,


dan Case Fatality Rate (%)Demam Berdarah Dengue Lampiran 6.38
Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Sumber Air Menurut Provinsi
Tahun 2013 (DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.30

Jumlah Kabupaten/Kota Yang Terjangkit Demam Berdarah Dengue Menurut


Provinsi Tahun 2011 - 2013

Lampiran 6.31

Situasi Rabies Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2013

Lampiran 6.32

Jumlah Penderita Filariasis Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009-2013

Lampiran 6.33

Jumlah Kasus, Meninggal, dan Case Fatality Rate (CFR) Leptospirosis Menurut
Provinsi Tahun 2011 2013; Situasi Antraks Pada Manusia Menurut Provinsi
Tahun 2011 2013

Lampiran 6.34

Prevalensi Penyakit asma, PPOK, dan Kanker Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.35

Prevalensi Diabetes, Hipertiroid, dan Hipertensi pada Umur 18 Tahun


Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.36

Prevalensi Penyakit Jantung Koroner, Gagal Jantung, dan Stroke Pada Umur
15 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.37

Prevalensi Penyakit Gagal ginjal Kronis, Batu Ginjal, dan Sendi pada Umur
15 Tahun Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.38

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Pengolahan Air Minum Sebelum


Diminum Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.39

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Kualitas Fisik Air Minum Menurut


Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.40

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Pengolahan Air Minum Sebelum


Diminum Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.41

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Cara Pengolahan Air Minum Sebelum


Diminum Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.42

Proporsi Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Sumber Air Minum
Berdasarkan Kriteria JMP WHO - Unicef 2006 Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.43

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Penggunaan Fasilitas Buang Air Besar


Menurut Provinsi Tahun 2013

Lampiran 6.44

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Tempat Buang Air Besar Menurut


Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.45

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Tempat Pembuangan Akhir Tinja


Menurut Provinsi, Riskesdas 2013

Lampiran 6.46

Proporsi Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi


Berdasarkan Kriteria Jmp Who - Unicef 2006 Menurut Provinsi, Riskesdas
2013

Lampiran 6.47

Jumlah Lokasi Desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Tahun 2013

Lampiran 6.48

Pencapaian Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)


Tahun 2013

Lampiran 6.49

Proporsi Rumah Tangga Berdasarkan Lokasi Rumah Menurut Provinsi,


Riskesdas 2013

Lampiran 6.50

Jumlah Kabupaten/Kota Penyelenggara Kabupaten/Kota Sehat (KKS) di


Indonesia Tahun 2013

Lampiran 6.51

Peraturan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tingkat Provinsi dan Kabupaten/


Kota Tahun 2013
***

xxxiii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................................................................................
iv
Kata Sambutan ..................................................................................................................................................................
v
Daftar Singkatan ...............................................................................................................................................................
vi
Daftar Gambar ................................................................................................................................................................... xvi
Daftar Tabel ........................................................................................................................................................................ xxiv
Daftar Lampiran ............................................................................................................................................................... xxv
Daftar Isi ............................................................................................................................................................................... xxxiv

xxxiv

BAB 1 DEMOGRAFI .......................................................................................................................................................


A. KEADAAN PENDUDUK .................................................................................................................................
B. KEADAAN EKONOMI .....................................................................................................................................
C. KEADAAN PENDIDIKAN ..............................................................................................................................
D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ......................................................................................................

3
3
9
16
21

BAB 2 SARANA KESEHATAN....................................................................................................................................


A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT .......................................................................................................
1. Puskesmas dengan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) ...............................................................................................................................................
2. Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) .........................
3. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja ......................................................................
4. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Olahraga ..............................................................
5. Puskesmas dengan Tatalaksana Kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA) ..........
6. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer ........................
B. RUMAH SAKIT....................................................................................................................................................
1. Jumlah dan Jenis Rumah Sakit ..................................................................................................
2. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) ............
C. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN .........................................................................
1. Sarana Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan................
2. Ketersediaan Obat dan Vaksin..................................................................................................
3. Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan ...................................
D. UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT ............................................................
E. INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN POLTEKKES..................................................
1. Jumlah Poltekkes .............................................................................................................................
2. Peserta Didik......................................................................................................................................
3. Lulusan ..................................................................................................................................................

27
27

BAB 3 TENAGA KESEHATAN ..................................................................................................................................


A. JUMLAH DAN RASIO TENAGA KESEHATAN ......................................................................................
1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas.............................................................................................
2. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit .........................................................................................
B. TENAGA KESEHATAN DENGAN STATUS PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) ........................
C. TENAGA KESEHATAN DENGAN STATUS PENUGASAN KHUSUS ............................................
D. REGISTRASI TENAGA KESEHATAN........................................................................................................

51
51
54
56
56
58
59

30
32
32
33
34
34
34
35
39
39
39
41
42
42
45
45
46
47

BAB 4 PEMBIAYAAN KESEHATAN .......................................................................................................................


A. ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN .........................................................................................
B. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) BIDANG KESEHATAN ...
C. JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT .................................................................................................
D. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN ..............................................................................................

63
63
64
65
67

BAB 5 KESEHATAN KELUARGA ............................................................................................................................


A. KESEHATAN IBU ..............................................................................................................................................
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ..............................................................................................
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin .........................................................................................
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas ................................................................................................
4. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan .............................................................
5. Pelayanan Kontrasepsi .................................................................................................................
B. KESEHATAN ANAK..........................................................................................................................................
1. Berat Badan Lahir Bayi .................................................................................................................
2. Penanganan Komplikasi Neonatal ..........................................................................................
3. Pelayanan Kesehatan Neonatal ................................................................................................
4. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi ..............................................................................................
5. Proses Bayi Mulai Mendapat ASI .............................................................................................
6. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif ..........................................................................................
7. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6 59 Bulan ............................
8. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) ..........................................................
9. Imunisasi .............................................................................................................................................
a. Imunisasi Dasar pada Bayi ............................................................................................
b. Universal Child Immunization ......................................................................................
10. Pelayanan Kesehatan Anak Balita...........................................................................................
11. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan Setingkat .....................................................
12. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) ...................................................................
13. Pelayanan Kesehatan pada Kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA).....................
14. Pelayanan Kesehatan Anak Terlantar dan Anak Jalanan di Panti ..........................
15. Pelayanan Kesehatan Anak Dengan Disabilitas (ADD) ................................................
16. Pelayanan Kesehatan Anak yang Berhadapan Hukum (ABH) .................................
C. STATUS GIZI ........................................................................................................................................................
1. Status Gizi Balita ..............................................................................................................................
2. Status Gizi Penduduk Dewasa...................................................................................................

71
71
72
75
79
80
83
87
87
88
89
92
93
95
97
100
102
102
105
107
108
110
113
116
116
118
118
118
122

BAB 6 PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN ..........................................


A. PENGENDALIAN PENYAKIT .......................................................................................................................
1. PenyakitMenular..............................................................................................................................
a. Tuberkulosis Paru ..............................................................................................................
b. HIV & AIDS..............................................................................................................................
c. Pneumonia..............................................................................................................................
d. Kusta ..........................................................................................................................................
e. Diare ..........................................................................................................................................
f. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) ...............................
g. Demam Berdarah Dengue (DBD) ...............................................................................
h. Chikungunya..........................................................................................................................
i. Filariasis ..................................................................................................................................

127
127
127
127
133
139
140
143
144
148
151
152
xxxv

j. Malaria ......................................................................................................................................
k. Rabies........................................................................................................................................
l. Leptospirosis.........................................................................................................................
m. Antraks .....................................................................................................................................
n. Flu Burung ..............................................................................................................................
2. PENYAKIT TIDAK MENULAR ....................................................................................................
a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ..................................................................
b. Penyakit Kanker ..................................................................................................................
c. Penyakit Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik .........................................
d. Penyakit Kronis dan Degeneratif ...............................................................................
B. KESEHATAN LINGKUNGAN ........................................................................................................................
1. Air Minum............................................................................................................................................
2. SanitasiLayak .....................................................................................................................................
3. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat .......................................................................................
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ............................................................................................
5. Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat ...........................................................................

xxxvi

153
155
156
158
158
159
161
164
166
167
173
173
178
181
181
182

DEMOGRAFI
Secara geografis Indonesia terletak di antara dua benua, Benua Asia dan Australia, di
antara dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Secara astronomis Indonesia
terletak antara 6o Lintang Utara sampai 11o Lintang Selatan dan 95o sampai 141o Bujur Timur
yang meliputi rangkaian pulau antara Sabang sampai Merauke. Data yang bersumber dari
Badan Informasi Geospasial, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan
jumlah pulau sebesar 13.466, luas daratan sebesar 1.922.570 km2 dan luas perairan sebesar
3.257.483 km2.
Tahun 2013, secara administratif wilayah Indonesia terbagi atas 33 provinsi, 497
kabupaten/kota (399 kabupaten dan 98 kota), 6.994 kecamatan, 8.309 kelurahan dan 72.944
desa. Kondisi ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013
tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, Kementerian Dalam Negeri.
Pembagian wilayah Indonesia secara administratif menurut provinsi pada tahun 2013 dapat
dilihat pada Lampiran 1.1.

A. KEADAAN PENDUDUK
Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan dengan bimbingan dari Badan Pusat
Statistik menghitung estimasi penduduk dengan metode geometrik. Metode ini menggunakan
prinsip bahwa parameter dasar demografi yaitu parameter fertilitas, mortalitas, dan migrasi per
tahun tumbuh konstan. Metode ini lebih mudah dilakukan dengan mengkaji pertumbuhan
penduduk di dua atau lebih titik waktu yang berbeda.
GAMBAR 1.1
JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 2010 - 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010, Hasil Sensus Penduduk


Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013, Hasil Estimasi

Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar 248.422.956 jiwa, yang terdiri
atas jumlah penduduk laki-laki sebesar 125.058.484 jiwa dan jumlah penduduk perempuan

Demografi

123.364.472 jiwa. Jumlah penduduk di Indonesia meningkat dengan relatif cepat. Diperlukan
kebijakan untuk mengatur atau membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan
dan kesejahteraan penduduk makin meningkat. Rasio jenis kelamin pada tahun 2013 sebesar
101. Angka ini berarti bahwa terdapat 101 laki-laki diantara 100 perempuan. Rincian jumlah
penduduk menurut jenis kelamin dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.3.
GAMBAR 1.2
JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013, Hasil Estimasi

Pada Gambar 1.2, berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk tertinggi di Indonesia
terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar 45.472.830, Jawa Timur
sebesar 38.268.825 dan Jawa Tengah sebesar 32.684.579. Sedangkan jumlah penduduk
terendah terdapat di Provinsi Papua Barat dengan jumlah penduduk sebesar 846.711,
Gorontalo sebesar 1.110.294 dan Maluku Utara sebesar 1.114.917.
Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam bentuk
piramida penduduk. Berdasarkan estimasi jumlah penduduk yang telah dilakukan, dapat
disusun sebuah piramida penduduk tahun 2013. Dasar piramida menunjukkan jumlah
penduduk, badan piramida bagian kiri menunjukkan banyaknya penduduk laki-laki dan badan
piramida bagian kanan menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Piramida tersebut
merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, dewasa,
dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya, dan
ekonomi.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 1.3
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013, Hasil Estimasi

Pada Gambar 1.3 ditunjukkan bahwa struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur
penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda yang
masih tinggi. Badan piramida besar, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia produktif
terutama pada kelompok umur 25-29 tahun dan 30-34 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan. Jumlah golongan penduduk usia tua juga cukup besar, terutama perempuan. Hal ini
dapat dimaknai dengan semakin tingginya usia harapan hidup, terutama perempuan. Kondisi ini
menuntut kebijakan terhadap penduduk usia tua. Bertambahnya jumlah penduduk tua dapat
dimaknai sebagai meningkatnya tingkat kesejahteraan, meningkatnya kondisi kesehatan tetapi
juga dapat dimaknai sebagai beban karena kelompok usia tua ini sudah tidak produktif lagi.
Rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Indonesia tahun 2013
dapat dilihat pada Lampiran 1.2.
Konsentrasi penduduk disuatu wilayah dapat di pelajari dengan menggunakan
kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1
kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin
padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Kepadatan rata-rata penduduk di
Indonesia berdasarkan hasil estimasi sebesar 130 penduduk per km2. Kepadatan penduduk
berguna sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk.
Kepadatan penduduk menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.4.

Demografi

GAMBAR 1.4
PETA PERSEBARAN KEPADATAN PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013, Hasil Estimasi

Pada Gambar 1.4, kepadatan penduduk di Indonesia belum merata. Kepadatan


penduduk tertinggi tertinggi terdapat di Pulau Jawa. Kepadatan penduduk terendah terdapat di
Pulau Papua dan Kalimantan. Kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi
DKI Jakarta sebesar 15.063 penduduk per km2, Jawa Barat sebesar 1.285 penduduk per km2,
dan Banten sebesar 1.193 penduduk per km2. Kepadatan penduduk terendah di Indonesia
terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 9 penduduk per km2, Papua sebesar 10 penduduk per
km2 dan Kalimantan Tengah sebesar 15 penduduk per km2.
Untuk pemerataan penduduk di Indonesia dapat digunakan cara, antara lain :
transmigrasi atau program memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang
jarang penduduknya baik dilakukan atas bantuan pemerintah maupun keinginan diri sendiri;
pemerataan lapangan kerja dengan mengembangkan industri, terutama untuk provinsi yang
berada di luar Pulau Jawa; pengendalian jumlah penduduk dengan menurunkan jumlah
kelahiran melalui program keluarga berencana atau penundaan umur nikah pertama.
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan
untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban Tanggungan atau Dependency
Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara
banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas)
dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur 1564 tahun). Secara kasar
perbandingan angka beban tanggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur
produktif terhadap umur nonproduktif. Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang
secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi persentase
dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang
produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin
rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang
belum produktif dan tidak produktif lagi.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

TABEL 1.1
JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN
MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN NON PRODUKTIF
DI INDONESIA TAHUN 2013

No

Usia

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki dan
Perempuan

0 14 Tahun

36.890.004

34.818.903

71.708.907

15 64 Tahun

82.545.369

81.615.459

164.160.828

65 Tahun ke atas

5.623.111

6.930.110

12.553.221

Jumlah

125.058.484

123.364.472

248.422.956

Angka Beban Tanggungan

51,5

51,2

51,3

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013, Hasil Estimasi

Pada Tabel 1.1, Angka Beban Tanggungan penduduk Indonesia pada tahun 2013 sebesar
51,3. Hal ini berarti bahwa 100 penduduk Indonesia yang produktif, di samping menanggung
dirinya sendiri, juga menanggung 51,3 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Apabila
dibandingkan antar jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggungan laki-laki sedikit lebih besar
jika dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2013, angka beban tanggungan laki-laki
sebesar 51,5, yang berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, di samping
menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 51,5 penduduk laki-laki yang
belum/sudah tidak produktif lagi.
Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang
serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan dibidang kesehatan, harus didasarkan
pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam
program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab
dari sektor kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya seperti sektor penididikan, sektor
ekonomi, sektor sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Untuk
mendukung upaya tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai penduduk sebagai sasaran
program pembangunan kesehatan.

Demografi

TABEL 1.2
PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2013

No

Sasaran Program

Bayi

Kelompok
Umur/Formula

Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki

Perempuan

0 Tahun

2.360.851

2.235.686

4.596.537

Batita

0 2 Tahun

7.206.110

6.813.909

14.020.019

Anak Balita

1 4 Tahun

9.826.945

9.277.194

19.104.139

Balita

0 4 Tahun

12.187.810

11.512.866

23.700.676

Pra Sekolah

5 6 Tahun

4.910.185

4.627.189

9.537.374

Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat

7 Tahun

2.504.571

2.359.109

4.863.680

Anak Usia SD/Setingkat

7 12 Tahun

14.963.805

14.099.541

29.063.346

Penduduk Usia Muda

< 15 Tahun

36.890.004

34.818.903

71.708.907

Penduduk Usia Produktif

15 64 Tahun

82.545.369

81.615.459

164.160.828

10

Penduduk Pra Usia Lanjut

45 59 Tahun

18.083.505

17.511.166

35.594.671

11

Penduduk Usia Lanjut

60 Tahun

8.666.060

10.195.760

18.861.820

12

Penduduk Usia Lanjut Risiko


Tinggi

70 Tahun

3.280.197

4.341.648

7.621.845

13

Wanita Usia Subur

15 49 Tahun

68.133.634

68.133.634

14

Wanita Usia Subur Imunisasi

15 39 Tahun

52.239.003

52.239.003

15

Ibu Hamil

1,1 X lahir hidup

5.212.568

5.212.568

16

Ibu Bersalin

1,05 X lahir hidup

4.975.633

4.975.633

17

Ibu Nifas

1,05 X lahir hidup

4.975.633

4.975.633

18

Lahir Hidup

2.433.864

2.304.828

4.738.692

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013, Hasil Estimasi

Data penduduk sasaran program sangat diperlukan bagi pengelola program terutama
untuk menyusun perencanaan (tahunan, lima tahunan) serta evaluasi hasil pencapaian upaya
kesehatan yang telah dilaksanakan. Dalam perencanaan biasanya diperlukan untuk menghitung
sasaran, menyusun rencana kegiatan serta kebutuhan sumber daya dalam pelaksanaan
kegiatan.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

B. KEADAAN EKONOMI
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan
keberhasilan pembangunan suatu negara. Berdasarkan data dari BPS, Besaran Pertumbuhan
Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai
Rp 9.084,0 triliun, naik sebesar Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012. Atas dasar harga
konstan (tahun 2000) Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 mencapai Rp 2.770,3
triliun, naik Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp 2.618,9 triliun).
Produk Domestik Bruto per kapita merupakan Produk Domestik Bruto atas dasar harga
berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Dalam kurun waktu 20092013,
Produk Domestik Bruto per kapita atas dasar harga berlaku terus mengalami peningkatan,
tahun 2009 sebesar Rp 23,9 juta, tahun 2010 sebesar Rp 27,0 juta, tahun 2011 sebesar
Rp 30,7 juta, tahun 2012 sebesar Rp 33,5 juta, dan tahun 2013 sebesar Rp 36,5 juta.
GAMBAR 1.5
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2009 2013 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 1.5, data BPS menunjukkan bahwa Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun
2013 meningkat sebesar 5,78% terhadap tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada
tahun 2013 ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada
tahun 2012 dan 2011. Hal ini disebabkan terjadinya krisis pada perekonomian global, sehingga
mempengaruhi pendapatan dari sektor ekspor dan kunjungan wisatawan di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2009-2013 belum stabil, yang antara lain
dipengaruhi oleh kondisi politik dan iklim investasi yang ada.
Besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga dapat menggambarkan
kesejahteraan suatu masyarakat. Namun data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga
dilakukan pendekatan melalui data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga yang
terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana
penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Walaupun harga antar daerah
berbeda, namun nilai pengeluaran rumah tangga masih dapat menunjukkan perbedaan tingkat
kesejahteraan penduduk antar provinsi khususnya dilihat dari segi ekonomi.

Demografi

GAMBAR 1.6
PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN PER KAPITA/BULAN INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.6, berdasarkan hasi Susenas Modul Konsumsi Triwulan I tahun 2013,
persentase pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan non makanan lebih
rendah jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk makanan. Kondisi ini mencerminkan ciri
dari suatu negara berkembang. Pengeluaran untuk non makanan sebesar 49,34% dan
pengeluaran untuk makanan sebesar 50,66%. Pengeluaran makanan terbesar untuk makanan
jadi, padi-padian dan tembakau/sirih. Pengeluaran non makanan terbesar untuk perumahan
dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa serta barang-barang tahan lama. Biaya kesehatan
per kapita sebulan hanya sebesar 3,44% dari total pengeluaran per kapita sebulan. Nilai ini
masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan terhadap pengeluaran untuk tembakau
dan sirih sebesar 6,24%.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan kesempatan kerja di Indonesia. Penduduk
dilihat dari sisi ketenagakerjaan merupakan suplai bagi pasar tenaga kerja, namun tidak semua
penduduk mampu melakukannya karena hanya penduduk yang masuk usia kerja yang dapat
menawarkan tenaganya di pasar kerja. Penduduk usia kerja dibagi menjadi dua golongan yaitu
yang termasuk angkatan kerja dan yang bukan angkatan kerja. Angkatan kerja sendiri terdiri
dari mereka yang aktif bekerja dan mereka yang sedang mencari pekerjaan. Mereka yang
sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan suatu usaha dan mereka yang sudah
memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja itulah yang dinamakan sebagai pengangguran
terbuka.

10

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

TABEL 1.3
PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA
DAN PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2011 2013
2011
Keadaan
Februari

Jumlah Angkatan
Kerja
Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja
(%)
Jumlah penduduk
yang bekerja

2011
Agustus

2012
Februari

2012
Agustus

2013
Februari

2013
Agustus

119.399.375 117.370.485 120.417.046 118.053.110 121.191.712 118.192.778

69,96

68,34

69,66

67,88

69,21

66,90

111.281.744 109.670.399 112.802.805 110.808.154 114.021.189 110.804.041

Pengangguran
terbuka

8.117.631

7.700.086

7.614.241

7.244.956

7.170.523

7.388.737

Tingkat
pengangguran
terbuka (%)

6,80

6,56

6,32

6,14

5,92

6,25

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Tabel 1.3 dapat diketahui keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada Tahun 2013.
Kondisi Agustus 2013 terjadi penurunan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan
terjadi peningkatan jumlah pengangguran terbuka dibandingkan dengan kondisi Februari 2013.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 118,2 juta orang, lebih rendah
jika dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja Februari 2013 sebanyak 121,2 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 110,8 juta orang,
lebih sedikit jika dibandingkan keadaan pada Februari 2013. Berdasarkan tingkat partisipasi
angkatan kerja pada bulan Agustus 2013 menurun jika dibandingkan dengan periode bulan
Februari 2013 maupun bulan Agustus 2012.
Berdasarkan publikasi data BPS, pada bulan Agustus 2013 terjadi kenaikan angka
pengangguran. Jumlah pengangguran pada Agustus 2013 mencapai 7,4 juta orang, meningkat
dari kondisi Agustus 2012. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kondisi Agustus 2013 sebesar
6,25% meningkat jika dibandingkan dengan kondisi Agustus 2012 dan Februari 2013. Proporsi
pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna untuk acuan pemerintah dalam pembukaan
lapangan kerja baru di masa mendatang..
Pembahasan yang cukup menarik tentang pengangguran adalah pengangguran
berdasarkan tingkat pendidikan. Persentase pengangguran terbuka adalah perbandingan antara
jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka di sini didefinisikan
sebagai orang yang sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan usaha atau
juga yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan,
termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran
terbuka tidak termasuk orang yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga

Demografi

11

GAMBAR 1.7
PERSENTASE TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN
DI INDONESIA KONDISI AGUSTUS 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.7, dapat ditunjukkan bahwa pengangguran tertinggi ada pada penduduk
yang pendidikan pada tingkat SLTA sebesar 43,11%. Pengangguran tertinggi kedua ada pada
penduduk dengan tingkat pendidikan SLTP sebesar 22,76%. Tingkat pengangguran tertinggi
ketiga adalah penduduk dengan tingkat pendidikan SD sebesar 18,12%. Tingkat pengangguran
pada tingkat pendidikan diploma/universitas sebesar 8,50%. Hal ini menunjukkan bahwa pada
tahun 2013 masih terdapat pengangguran yang berpendidikan relatif tinggi (SLTA ke atas).
Pengukuran kemiskinan dari BPS menggunakan konsep memenuhi kebutuhan dasar
(basic need approach). Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu memenuhi hakhak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Distribusi pendapatan merupakan salah satu
aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan
relatif. Karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini
didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Kemiskinan dipahami sebagai
ketidakmampuan ekonomi penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non
makanan yang diukur dari pengeluaran.
Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan maupun untuk non makanan yang harus dipenuhi seseorang
untuk hidup secara layak. Nilai standar kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis
pembatas untuk memisahkan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis pembatas
tersebut yang sering disebut dengan garis kemiskinan.Kategori penduduk miskin adalah
penduduk dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan.

12

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 1.8
GARIS KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2009 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 1.8 menunjukkan peningkatan garis kemiskinan di Indonesia. Pada tahun 2013,
jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah penduduk dengan tingkat pengeluaran per kapita
per bulan kurang dari Rp 292.951,00 lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar
Rp 259.520,00 per kapita per bulan. Perhitungan garis kemiskinan dilakukan 2 kali pengukuran
penduduk miskin, yaitu bulan Maret dan September. Pengukuran dibedakan atas wilayah desa,
kota serta desa dan kota. Pada perhitungan kondisi September 2013, kategori penduduk miskin
di desa adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan kurang dari Rp
275.779,00 dan penduduk miskin di kota adalah mereka dengan tingkat pengeluaran per kapita
per bulan kurang dari Rp 308.826,00. Rincian lengkap mengenai garis kemiskinan per tahun
desa dan kota dapat dilihat pada Lampiran 1.11.
Untuk meningkatkan efektifitas upaya penanggulangan kemiskinan, Presiden telah
mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga delapan
s.d. sepuluh persen pada akhir tahun 2014. Pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin
berjumlah 28,55 jiwa, turun jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang berjumlah 28,59 jiwa.
Secara persentase, penduduk miskin tahun 2013 sebesar 11,47%. Persentase ini masih cukup
tinggi bila dibandingkan dengan target yang telah dicanangkan pada tahun 2014, yaitu sebesar
delapan s.d. sepuluh persen. Secara persentase kemiskinan semakin turun jika dibandingkan
per tahun, tetapi jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar. Secara lengkap
jumlah dan persentase penduduk miskin terdapat pada Lampiran 1.11.

Demografi

13

GAMBAR 1.9
PETA PERSEBARAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.9 ditunjukkan peta persebaran persentase penduduk miskin di


Indonesia keadaan September 2013. Persentase penduduk miskin terbesar terdapat di Pulau
Papua. Pada Pulau Jawa, Provinsi DI Yogyakarta mempunyai persentase penduduk miskin yang
besar, berada pada persentase 15-20%. Hal berbeda ditunjukkan di Pulau Kalimantan yang
semua provinsi mempunyai persentase penduduk miskin kurang dari 10%. Persentase
penduduk miskin terbesar pada tahun 2013 terdapat di Provinsi Papua dengan persentase
penduduk miskin 31,53% dan Provinsi Papua Barat dengan persentase penduduk miskin
sebesar 27,14% dan Nusa Tenggara Timur sebesar 20,24%. Penduduk miskin terendah di
Indonesia terdapat di Provinsi DKI Jakarta dengan persentase penduduk miskin sebesar 3,72%
dan Provinsi Bali Jakarta dengan persentase penduduk miskin sebesar 4,49%, dan Kalimantan
Selatan sebesar 4,76%.
TABEL 1.4
PERSEBARAN JUMLAH DAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN
MENURUT KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2011 2013

2011
No

Kelompok Pulau

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Jumlah
(ribu)

2012
%

Jumlah
(ribu)

2013
%

Jumlah
(ribu)

6.451,6

21,5

6.177,2

21,6

6.190,1

21,7

16.726,9

55,7

15.882,6

55,3

15.546,9

54,4

969,5

3,2

932,9

3,3

978,7

3,4

Bali dan Nusa Tenggara

2.073,9

6,9

1.989,6

7,0

1.998,1

7,0

Sulawesi

2.144,6

7,1

2.045,6

7,1

2.139,6

7,5

Maluku dan Papua

1.652,3

5,5

1.626,8

5,7

1.700,5

6,0

30.018,9

100

28.594,7

100

28.553,9

100

Total
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Jumlah dan proporsi penduduk miskin antar pulau menunjukkan perbedaan. Tabel 1.4
memperlihatkan bahwa lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa.

14

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk di Pulau Jawa yang jauh lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah penduduk di pulau lainnya. Jumlah penduduk di Pulau Jawa lebih dari 141 juta
jiwa atau hampir 57% penduduk Indonesia. Wilayah Maluku dan Papua mempunyai jumlah
penduduk yang kecil, tetapi mempunyai persentase penduduk miskin yang besar.
Masalah kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk miskin saja,
ada dimensi lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh
rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan
memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Rincian
mengenai indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan dapat dilihat pada
Lampiran 1.12.
Ukuran yang dapat menggambarkan ketimpangan pendapatan adalah koefisien
Gini/Indeks Gini (Gini Ratio). Indeks Gini adalah suatu koefisien yang menunjukkan tingkat
ketimpangan atau kemerataan distribusi pendapatan secara menyeluruh. Nilai indeks Gini ada
diantara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan pendapatan
yang semakin tinggi. Apabila nilai indeks Gini adalah 0 artinya terdapat kemerataan sempurna
pada distribusi pendapatan, sedangkan jika bernilai 1 berarti terjadi ketidakmerataan
pendapatan yang sempurna. Rincian mengenai indeks Gini dapat dilihat pada Lampiran 1.9.
Pembangunan ekonomi diharapkan mampu mendorong kemajuan, di segenap pelosok
negeri terutama wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi
daerah tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu: geografis, sumber daya alam, sumber
daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik sosial, dan kebijakan
pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai bidang termasuk di dalamnya
kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
GAMBAR 1.10
PETA PERSEBARAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2014

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) telah menetapkan 183


kabupaten yang dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal. Ketetapan ini berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 2014. Saat
ini di Indonesia terdapat 45 kabupaten perbatasan, 33 pulau-pulau kecil terluar berpenduduk,
183 daerah tertinggal dan 158 Kabupaten Prioritas Percepatan Pembangunan Kualitas

Demografi

15

Kesehatan Berbasis Perdesaan di Daerah Tertinggal. Rincian kabupaten tertinggal per provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 1.18.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar juga
memprioritaskan pembangunan pada Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
Salah satu agenda kegiatan adalah pembangunan kesehatan di 45 Kabupaten Prioritas Nasional
di Perbatasan dengan Negara Tetangga. Dengan menggunakan skala prioritas, terdapat 45
kabupaten prioritas dan 101 puskesmas prioritas kabupaten prioritas nasional di perbatasan
dengan negara tetangga.

C. KEADAAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur
tingkat pembangunan manusia suatu negara. Pendidikan berkontribusi terhadap perubahan
perilaku masyarakat. Pendidikan menjadi pelopor utama dalam rangka penyiapan sumber daya
manusia dan merupakan salah satu aspek pembangunan yang merupakan syarat mutlak untuk
mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk peningkatan peran pendidikan dalam
pembangunan, maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan salah satunya dengan
meningkatkan rata-rata lama sekolah.
GAMBAR 1.11
RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.11, berdasarkan perhitungan dari Susenas Triwulan I tahun 2013, ratarata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah 8,14 tahun. Walaupun
rata-rata lama sekolah dari tahun ke tahun semakin meningkat, tetapi angka ini belum
memenuhi tujuan program wajib belajar 9 tahun. Rata-rata lama sekolah tertinggi terdapat di
provinsi DKI Jakarta sebesar 10,62 tahun dan terendah di provinsi Papua sebesar 6,1 tahun.

16

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pada provinsi DKI Jakarta dapat disebabkan lokasi sekolah yang mudah dijangkau, ketersediaan
fasilitas yang memadai, guru yang berkualitas yang menyebabkan rata-rata lama sekolah dapat
memenuhi tujuan dari wajib belajar 9 tahun. Sedangkan pada provinsi Papua, jumlah sekolah
yang masih sedikit diikuti dengan akses menuju sekolah yang jauh dan sulit dimungkinkan
menjadi penyebab rendahnya rata-rata lama sekolah.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan manusia. Peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan
membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga
pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Ijazah/STTB
tertinggi yang dimiliki seseorang merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal.
Semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara semakin tinggi
taraf intelektualitas negara tersebut.
GAMBAR 1.12
PERSENTASE PENDUDUK USIA 15 TAHUN KEATAS MENURUT STTB
TERTINGGI YANG DIMILIKI TAHUN 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.12, berdasarkan perhitungan dari Susenas Triwulan I tahun 2013,
ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki tertinggi pada tingkat pendidikan SD/MI/Paket A dan
SMP/MTs/Paket B. Penduduk dengan ijazah/STTB tertinggi Diploma/Akademi/Sarjana sebesar
6,78%. Penduduk yang tidak memiliki ijazah/STTB masih cukup tinggi, yaitu 19,34%. Apabila
dibandingkan per jenis kelamin, persentase penduduk laki-laki yang mempunyai ijazah/STTB
SD ke atas relatif lebih tinggi daripada penduduk perempuan.
Kemampuan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan
oleh penduduk untuk menuju kehidupan yang lebih sejahtera. Kemampuan membaca dan
menulis tercermin dari angka melek huruf dan angka buta huruf. Kemampuan baca tulis
tercermin dari penduduk 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin, huruf
arab, dan huruf lainnya. Angka buta huruf berkorelasi dengan angka kemiskinan, penduduk
yang tidak dapat membaca secara tidak langsung mendekatkan mereka pada kebodohan,
sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan mereka pada kemiskinan.

Demografi

17

Secara nasional persentase penduduk yang buta huruf pada tahun 2013 sebesar 5,86%
lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 6,75%. Persentase penduduk
yang buta huruf terkecil terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,81% dan tertinggi terdapat
di Provinsi Papua sebesar 32,4%. Apabila dibandingkan antar perdesaan dan perkotaan, angka
buta huruf lebih tinggi di kawasan perdesaan. Hal ini dimungkinkan karena kesempatan belajar
yang didukung dengan banyaknya fasilitas belajar mengajar lebih banyak di kawasan
perkotaan.
Indikator pendidikan lainnya adalah Angka Melek Huruf (AMH) yaitu persentase
penduduk berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis serta mengerti sebuah
kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan AMH adalah untuk :
1. Mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah
perdesaan yang masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak
tamat SD;
2. Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari
berbagai media;
3. Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis.
Angka melek huruf mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus
kontribusi terhadap pembangunan daerah. Semakin besar angka melek huruf diharapkan dapat
mengurangi tingkat kemiskinan sehingga tingkat kesejahteraan dapat semakin meningkat.
GAMBAR 1.13
PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.13, persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melek huruf
secara nasional sebesar 94,14% lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2012 yang

18

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

sebesar 93,25%. Persentase penduduk yang melek huruf tertinggi di DKI Jakarta dan terendah
di Provinsi Papua. Persentase penduduk yang melek huruf lebih tinggi laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Apabila dibandingkan antar daerah perkotaan dan perdesaan, persentase
penduduk yang melek huruf relatif lebih tinggi di daerah perkotaan. Hal ini dimungkinkan
dengan relatif majunya fasilitas pendidikan dan relatif baiknya akses sarana menuju tempat
pendidikan. Rincian persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melek huruf per
provinsi dan per jenis kelamin dapat dilihat pada Lampiran 1.16.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah
murid kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah pada berbagai jenjang pendidikan
dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase.
Indikator ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang masih bersekolah
di semua jenjang pendidikan. APS dari BPS secara umum dikategorikan menjadi 3 kelompok
umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat
SMP/MTs, dan 16-18 tahun mewakili umur setingkat SMA/SMK. Semakin tinggi APS berarti
semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah. Berdasarkan angka ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin rendah nilai APS.
GAMBAR 1.14
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH PENDIDIKAN MENURUT USIA SEKOLAH
DI INDONESIA TAHUN 2008 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 1.14 menunjukkan nilai APS Pendidikan Indonesia menurut usia sekolah dari
tahun 2008 s.d. 2013. Semakin tinggi kelompok umur maka tingkat partisipasi sekolahnya
semakin kecil. Hal ini dimungkinkan pada kelompok umur 16-18 tahun dan 19-24 tahun telah
masuk dalam angkatan kerja dan bekerja. APS pada kelompok umur 712 tahun dan 1315
tahun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa program
pendidikan sembilan tahun semakin baik dijalankan. Rincian APS menurut provinsi dan
kelompok umur dari tahun 2008 s.d. 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.13.
Analisis tentang kondisi pendidikan di Indonesia dapat menggunakan dua indikator
partisipasi sekolah, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Kedua ukuran tersebut mengukur partisipasi penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan.
Perbedaan di antara keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang
pendidikan. Usia standar yang dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan
umum dipakai untuk setiap jenjang pendidikan.

Demografi

19

APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat
pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu
jenjang pendidikan. Angka ini merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur
daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Hasil perhitungan APK
ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan
tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK menunjukkan semakin banyak anak usia
sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah.
APK membagi jumlah siswa dengan tingkat pendidikan tanpa menggunakan batasan
kelompok umur. Hal ini memungkinkan nilai APK yang melebihi 100%. Kondisi ini sering terjadi
pada jenjang pendidikan SD/MI. Nilai diatas 100% ini terjadi karena terdapat penduduk dengan
umur dibawah 7 tahun yang sudah bersekolah ditingkat sekolah dasar, atau penduduk yang
berusia lebih dari 12 tahun yang masih bersekolah pada tingkat SD/MI.
GAMBAR 1.15
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR PENDIDIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2008 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Pada Gambar 1.15 diketahui nilai APK untuk SD/MI melebihi 100%, sedangkan untuk
pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA lebih rendah dari nilai APK SD. Pada tahun 2013 nilai
APK untuk SD/sederajat sebesar 107,69%, SMP/sederajat sebesar 89,98% dan SMA/sederajat
sebesar 68,34%. Kondisi pada tahun 2013 ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2012
pada semua jenjang pendidikan. Rincian persentase APK per provinsi dapat dilihat pada
Lampiran 1.14.
Nilai APK ini kurang bagus untuk mencerminkan kondisi pendidikan, karena
memasukkan semua penduduk dalam jenjang pendidikan tanpa dibatasi dengan kelompok
umur yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Sehingga diperlukan indikator yang lebih
mencerminkan partisipasi sekolah, yaitu APM.
APM didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah
pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dengan usianya.
Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah
pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Semakin tinggi APM menandakan
semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Jika dibandingkan APK,
APM merupakan indikator pendidikan yang lebih baik karena memperhitungjkan juga

20

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar
tersebut.
GAMBAR 1.16
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI PENDIDIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2008 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

APM membagi jumlah siswa dengan jenjang pendidikan dengan menggunakan batasan
kelompok umur. Kondisi ini tidak memungkinkan nilai APM yang melebihi 100%, sehingga nilai
APM lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai APK. Pada Gambar 2.16, tahun 2012 nilai APM
untuk tingkat SD/MI sebesar 92,49%, SMP/MTs 70,84% dan SMA/SMK 51,46%. Nilai APM ini
jika dibandingkan dengan tahun 2011 mengalami kenaikan pada semua jenjang pendidikan.
Kondisi APM ini lebih mencerminkan kondisi partisipasi sekolah. Rincian APM per provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 1.15.

D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA


Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan suatu ukuran standar
pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI). Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator, yaitu angka harapan hidup,
angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan
hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah mencerminkan capaian pembangunan di bidang pendidikan. Sedangkan
indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat
dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan yang mewakili capaian
pembangunan untuk hidup lebih layak.

Demografi

21

GAMBAR 1.17
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA TAHUN 2008 - 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Nilai IPM Indonesia tahun 2012 sebesar 73,29 lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kondisi tahun 2011 yang sebesar 72,77. Nilai ini masuk dalam kategori nilai IPM sedang.
Peningkatan ini dikarenakan meningkatnya nilai dari komponen pembuat IPM ini, yaitu
kenaikan pada komponen angka harapan hidup dan angka melek huruf. Pada tahun 2008 nilai
IPM Indonesia sebesar 71,17 dan nilai ini meningkat menjadi 71,76 pada tahun 2009, dan pada
tahun 2012 sebesar 73,29.
GAMBAR 1.18
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA MENURUT PROVINSI TAHUN 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

22

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Gambar 1.18 menunjukkan nilai IPM di Indonesia tahun 2012. Pembagian nilai IPM
dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu nilai IPM tinggi, sedang dan rendah. IPM tinggi mempunyai
nilai 80, IPM sedang mempunyai nilai 50-79,9 dan IPM rendah kurang < 50. Berdasarkan
pembagian tersebut, belum ada provinsi di Indonesia yang mempunyai nilai IPM tinggi. Semua
provinsi di Indonesia masuk dalam kategori IPM sedang. Nilai IPM tertinggi terdapat di Provinsi
DKI Jakarta sebesar 78,33 dan IPM terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 65,86.
Strategi pembangunan nasional menempatkan sumber daya manusia sebagai perspektif
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi seiring dengan peningkatan sumber daya
manusia. Beberapa faktor penting dalam pembangunan yang sangat efektif bagi pembangunan
manusia adalah pendidikan dan kesehatan. Kedua faktor ini merupakan kebutuhan dasar
manusia yang perlu dimiliki untuk meningkatkan potensinya dalam pembangunan. Pendidikan
tercermin dalam rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf sedangkan pembangunan
bidang kesehatan tercermin dalam angka harapan hidup waktu lahir.
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas (kematian) menurut umur. Angka ini adalah angka
pendekatan yang menunjukkan kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama. AHH merupakan
alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk
pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.
GAMBAR 1.19
ANGKA HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR (DALAM TAHUN)
INDONESIA TAHUN 2008 - 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Gambar 1.19 menunjukkan peningkatan AHH yang terjadi di Indonesia selama tahun
2008-2012. Pada tahun 2012, nilai AHH Indonesia mencapai 69,87 tahun lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai AHH tahun 2011 yang sebesar 69,65 tahun. Provinsi dengan nilai
AHH tertinggi terdapat di DKI Jakarta dengan nilai 73,49 dan DI Yogyakarta sebesar 73,33.
Provinsi dengan nilai AHH terendah terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 62,73 dan
Kalimantan Selatan sebesar 64,52. Rincian lengkap mengenai nilai AHH dan IPM dapat dilihat
pada Lampiran 1.17.
***

Demografi

23

Pedoman pelaksanaan kegiatan

24

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

SARANA KESEHATAN
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana
kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan
kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari : puskesmas,
Rumah Sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT


Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas mendefinisikan puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan,
pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, dan pusat
pelayanan kesehatan perorangan primer, puskesmas berkewajiban memberikan upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.
Upaya kesehatan wajib terdiri dari
1. Upaya promosi kesehatan
2. Upaya kesehatan lingkungan
3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana
4. Upaya perbaikan gizi
5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
6. Upaya pengobatan
Jumlah puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember 2013 sebanyak 9.655 unit.
Jumlah tersebut terdiri dari 3.317 unit puskesmas rawat inap dan 6.338 unit puskesmas non
rawat inap. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 9.510 unit. Dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah puskesmas memang mengalami peningkatan seperti yang
terdapat pada gambar berikut.

Sarana Kesehatan

27

GAMBAR 2.1
JUMLAH PUSKESMAS TAHUN 2009 2013

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2014

Gambar di atas menunjukkan peningkatan jumlah puskesmas dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2013. Peningkatan jumlah puskesmas tidak mengindikasikan secara langsung
seberapa baik keberadaan puskesmas mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
primer di masyarakat. Indikator yang mampu menggambarkan secara kasar tercukupinya
kebutuhan pelayanan kesehatan primer oleh puskesmas adalah rasio puskesmas terhadap
30.000 penduduk. Rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk pada tahun 2013 sebesar 1,17
puskesmas per 30.000 penduduk. Rasio ini menunjukkan kecenderungan peningkatan
setidaknya sejak tahun 2009 sampai dengan 2013, yaitu 1,13 puskesmas per 30.000 penduduk
menjadi 1,17 puskesmas per 30.000 penduduk. Kecenderungan peningkatan ini ditampilkan
pada gambar berikut.
GAMBAR 2.2
RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK TAHUN 2009 2013

Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013

28

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Rasio puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2013 sebesar 1,17. Angka ini tidak
menunjukkan peningkatan maupun penurunan dibandingkan tahun 2012. Provinsi dengan
rasio tertinggi adalah Papua Barat sebesar 5,07 per 30.000 penduduk, sedangkan Provinsi
Banten memiliki rasio terendah sebesar 0,6 per 30.000 penduduk. Rasio puskesmas per 30.000
penduduk belum menggambarkan kondisi real aksessibilitas masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dasar. Sebagai contoh, 3 provinsi dengan rasio tertinggi semuanya berada di wilayah
timur yaitu Papua Barat, Papua, dan Maluku. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk
yang relatif sedikit sedangkan wilayah kerja sangat luas.
GAMBAR 2.3
RASIO PUSKESMAS PER 30.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013

Pada gambar di atas nampak bahwa selain Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur juga
memiliki rasio rendah yaitu sebesar 0,69 dan 0,75 per 30.000 penduduk. Selain 3 provinsi
tersebut, seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki rasio puskesmas yang rendah. Hal ini
disebabkan karena jumlah dan kepadatan populasi yang tinggi. Jika dilihat dari rasio terhadap
jumlah penduduk, memang seluruh provinsi di Jawa memiliki angka yang rendah, namun
demikian dalam hal keberadaan pelayanan kesehatan dasar, provinsi di Jawa memiliki kondisi
baik yang berasal dari penyedia sektor swasta. Kondisi seperti ini sebetulnya tetap harus
diperhatikan, karena meskipun kebutuhan pelayanan kesehatan dasar dapat dipenuhi oleh
sektor swasta, suatu wilayah tetap membutuhkan entitas yang berperan sebagai
penanggungjawab upaya kesehatan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dasar,
puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan yang diberikan terdiri dari pelayanan rawat jalan
dan rawat inap untuk puskesmas tertentu jika dianggap diperlukan. Meskipun pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan inti dari puskesmas, pelayanan kesehatan perorangan juga
menjadi perhatian dari Pemerintah. Bagi daerah yang termasuk DTPK, Dana Alokasi Khusus

Sarana Kesehatan

29

(DAK) digelontorkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota untuk, pembangunan pustu dan
puskesmas serta peningkatan puskesmas non rawat inap menjadi puskesmas rawat inap. Bagi
daerah di luar kategori DTPK, DAK bisa digunakan untuk rehabilitasi puskesmas/rumah dinas,
dan peningkatan PONED
Berikut ini disajikan perkembangan jumlah puskesmas rawat inap dan non rawat inap
dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
GAMBAR 2.4
JUMLAH PUSKESMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP
TAHUN 2009 2013

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2013

Pada gambar di atas diketahui bahwa jumlah puskesmas non rawat inap meningkat dari
6.033 unit pada tahun 2009 menjadi 6.338 unit pada tahun 2013. Meskipun demikian, terjadi
penurunan dari 6.358 unit pada tahun 2012 menjadi 6.338 unit pada tahun 2013. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya perubahan status dari puskesmas non rawat inap menjadi
puskesmas rawat inap. Peningkatan jumlah juga terjadi pada puskesmas rawat inap yaitu dari
2.704 unit pada tahun 2009 menjadi 3.317 unit pada tahun 2013.
Selain enam upaya kesehatan wajib yang harus diberikan, puskesmas juga
menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat berupa berupa pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED),
pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR), upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan olahraga,
dan tatalaksana kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA). Upaya kesehatan pengembangan
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan yang ada di wilayah kerja. Sebagai contoh upaya
kesehatan kerja dibutuhkan pada puskesmas dengan wilayah kerja yang memiliki banyak pusat
industri. Gambaran lebih rinci tentang jumlah dan jenis puskesmas menurut provinsi terdapat
pada Lampiran 2.1 dan Lampiran 2.2.

1. Puskesmas dengan Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar


(PONED)
Salah satu upaya pengembangan puskesmas yang penting adalah Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Upaya kesehatan ini dilakukan untuk mendekatkan

30

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

akses masyarakat kepada pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Akses
masyarakat yang semakin mudah terhadap pelayanan kegawatdaruratan diharapkan dapat
berkontribusi kepada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Badan kesehatan dunia (WHO) menargetkan agar minimal terdapat 4 Puskesmas
PONED di tiap kabupaten/kota. Sampai dengan tahun 2013 jumlah kumulatif Puskesmas
PONED sebanyak 2.782 unit. Terdapat 333 kabupaten/kota (67%) yang telah memenuhi syarat
minimial tersebut. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 304 kabupaten/kota
(61,17%). Pada tahun 2013, jumlah kabupaten/kota yang hanya memiliki 1-3 Puskesmas
PONED sebanyak 131 dan terdapat 33 kabupaten/kota yang belum memiliki Puskesmas
PONED.
Provinsi dengan persentase kabupaten/kota yang telah memenuhi syarat minimal
empat Puskesmas PONED tertinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Tegah, dan
Sulawesi Barat dengan masing-masing persentase 100%. Sedangkan provinsi dengan
persentase terendah adalah Papua sebesar 10,34%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 18,18%
dan Kepulauan Bangka Belitung 28,57%. Persentase kabupaten/kota yang telah memenuhi
syarat minimal 4 Puskesmas PONED terdapat pada gambar berikut.
GAMBAR 2.5
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
YANG MEMENUHI SYARAT MINIMAL 4 PUSKESMAS PONED
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen. Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Konsep rawat inap yang digunakan dalam Puskesmas PONED berbeda dengan konsep
yang digunakan puskesmas rawat inap. Konsep rawat inap pada Puskesmas PONED adalah
perawatan inap kepada pasien pasca tindakan emergensi (one day care). Dengan demikian,
puskesmas non rawat inap yang memiliki tempat tidur dan mampu melakukan tindakan
emergensi obstetri dan neonatal dasar, dapat menyelenggarakan PONED.

Sarana Kesehatan

31

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan menetapkan indikator persentase puskesmas


rawat inap yang mampu PONED dengan target pada tahun 2013 sebesar 90%. Jumlah
puskesmas rawat inap yang mampu PONED pada tahun 2013 sebanyak 2.782 puskesmas
dengan persentase sebesar 95,86%. Angka ini telah memenuhi target 90% pada tahun 2013.

2. Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Sejak tahun 2003 telah dikembangkan program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR). Upaya pelayanan kesehatan ini diselenggarakan di puskesmas yang terdiri dari
penyuluhan, pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang, konseling, Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya serta
pelayanan rujukan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di dalam dan di luar gedung ini
memiliki sasaran kelompok remaja sekolah dan kelompok luar sekolah seperti kelompok anak
jalanan, karang taruna, remaja masjid/gereja/vihara/pura, pondok pesantren, asrama dan
kelompok remaja lainnya.
Jumlah puskesmas mampu PKPR pada tahun 2013 sebesar 2.745. Jumlah tersebut lebih
rendah dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 3.191. Informasi lebih rinci menurut provinsi
tentang jumlah Puskesmas PKPR tahun 2013 dapat dilihat pada gambar berikut. Data dan
informasi mengenai jumlah puskesmas yang memiliki PKPR terdapat pada Lampiran 2.3.
GAMBAR 2.6
JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2013

3. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Kerja


Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya
kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari

32

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan
kerja juga berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja dan
juga bagi kesehatan pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara
serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Upaya kesehatan kerja di puskesmas diselenggarakan sesuai dengan keadaan dan
permasalahan yang ada di wilayah puskesmas atau spesifik lokal. Dengan demikian sampai saat
ini upaya kesehatan kerja di puskesmas lebih dititikberatkan pada wilayah industri.
Pembinaan upaya kesehatan kerja dilaksanakan melalui kegiatan penguatan pelayanan
kesehatan kerja, seperti pelatihan peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam bidang
kesehatan kerja, pelatihan diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK), peningkatan fasilitas
pelayanan kesehatan bidang kesehatan kerja, gerakan pekerja perempuan sehat dan produktif
termasuk kesehatan reproduksi di tempat kerja dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja di
sektor informal dan formal termasuk perkantoran serta pembinaan Calon Tenaga Kerja
Indonesia (CTKI) dengan fokus kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI).
Terdapat peningkatan jumlah puskesmas yang memiliki pelayanan upaya kesehatan
kerja, yaitu 764 puskesmas pada tahun 2012 menjadi 1.034 puskesmas pada tahun 2013.
Sampai dengan tahun 2013 puskesmas yang memiliki pelayanan upaya kesehatan kerja
tersebar di 26 provinsi. Jumlah provinsi tersebut meningkat dibandingkan tahun 2012 ketika
hanya 18 provinsi yang memiliki puskesmas dengan upaya kesehatan kerja. Data dan informasi
mengenai jumlah puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan kerja terdapat pada
Lampiran 2.3.

4. Puskesmas dengan Upaya Kesehatan Olahraga


Upaya kesehatan olahraga diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
dan kebugaran jasmani masyarakat sebagai upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar,
prestasi kerja dan prestasi olahraga melalui aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga seperti
tercantum dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009. Upaya kesehatan olahraga dapat
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas maupun pelayanan kesehatan
rujukan.
Upaya kesehatan olahraga yang diselenggarakan di puskesmas meliputi pembinaan dan
pelayanan kesehatan olahraga. Pembinaan kesehatan olahraga berupa pendataan kelompok,
pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan kesehatan olahraga, ditujukan pada kelompok
olahraga di sekolah, klub jantung sehat, Posyandu usia lanjut, kelompok senam ibu hamil,
kelompok senam diabetes, kelompok senam pencegahan osteoporosis, pembinaan kebugaran
jasmani jemaah calon haji, fitness center dan kelompok olahraga/latihan fisik lain. Pelayanan
kesehatan olahraga antara lain konsultasi kesehatan olahraga, pengukuran tingkat kebugaran
jasmani, penanganan cedera olahraga akut dan sebagai tim kesehatan pada event olahraga.
Terdapat 671 puskesmas yang telah menyelenggarakan upaya kesehatan olahraga
sampai dengan tahun 2013. Upaya pengembangan secara bertahap akan dilakukan sehingga
peningkatan tidak hanya dalam hal jumlah puskesmas, namun juga jumlah kabupaten/kota dan
provinsi yang sampai tahun 2013 hanya 28 provinsi yang telah memiliki puskesmas dengan
pelayanan upaya kesehatan olahraga. Jumlah provinsi tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun
2012, yaitu hanya 17 provinsi yang memiliki puskesmas dengan upaya kesehatan olahraga. Data
dan informasi lebih detil tentang jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan
olahraga menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.3.

Sarana Kesehatan

33

5. Puskesmas dengan Tatalaksana Kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA)


Anak merupakan salah satu aset berharga dalam pembangunan kesehatan. Tindak
kekerasan terhadap anak sangat berdampak pada kesehatan anak yang menjadi korban. Dengan
demikian, dibutuhkan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan berkualitas. Pelayanan
kesehatan bagi korban KtA dapat diberikan melalui pelayanan di tingkat dasar, salah satunya
puskesmas. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan telah menetapkan agar setiap
kabupaten/kota harus memiliki minimal 2 (dua) puskesmas mampu tatalaksana kasus
kekerasan terhadap anak.
Jumlah puskesmas mampu tatalaksana KtA sampai dengan tahun 2013 sebesar 1.526
unit yang telah tersebar di 33 Provinsi di Indonesia. Namun demikian, hanya 76,26%
kabupaten/kota yang telah memiliki minimal 2 puskemas yang mampu tatalaksana kasus
kekerasan terhadap anak. Informasi lebih rinci mengenai jumlah puskesmas yang mampu
tatalaksana kasus kekerasan terhadap anak menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.3.

6. Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer


Program pelayanan kesehatan tradisional terus berkembang dan mendapat perhatian
khusus dari pemerintah. Pelayanan kesehatan tradisional merupakan pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun
temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat. Pengobatan secara tradisional dilakukan penelitian dan bila
dapat dibuktikan secara ilmiah menjadi pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat
sehingga dapat diterapkan di fasilitas kesehatan sebagai pengobatan alternatif dan
komplementer.
Unit yang melakukan penelitian/pengkajian/pengujian ini yaitu Sentra Pengembangan
dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T). Fungsi lainnya dari Sentra P3T yaitu
pelayanan kesehatan tradisional, institusi pendidikan dan pelatihan pelayanan kesehatan
tradisional yang aman dan bermanfaat, dan menyelenggarakan jaringan informasi dan
dokumentasi pelayanan kesehatan tradisional.
Pada tahun 2013 terdapat 846 puskesmas dan 224 kabupaten/kota dengan tenaga
kesehatan puskesmas terlatih. Adapun persentase kabupaten/kota dengan tenaga kesehatan
puskesmas terlatih adalah 44,27%. Terdapat empat provinsi dengan persentase
kabupaten/kota memiliki tenaga kesehatan terlatih sebesar 100% yaitu Daerah Istimewa
Yogyakarta, Banten, Bali, dan Sulawesi Selatan. Angka 100% artinya seluruh kabupaten/kota
yang ada di provinsi tersebut telah memiliki puskesmas dengan tenaga kesehatan terlatih,
meskipun belum semua puskesmas yang ada di kabupaten/kota tersebut. Gambaran menurut
provinsi mengenai jumlah puskesmas, kabupaten/kota, dan persentase kabupaten/kota dengan
tenaga kesehatan terlatih dapat dilihat pada Lampiran 2.4.

B. RUMAH SAKIT
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga diperlukan upaya
kuratif dan rehabilitatif selain upaya promotif dan preventif. Upaya kesehatan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai
penyedia pelayanan kesehatan rujukan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan
Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit publik
dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola Pemerintah,

34

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat
adalah rumah sakit yang dikelola oleh bahan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
perseroan terbatas atau persero.

1. Jumlah dan Jenis Rumah Sakit


Rumah sakit publik di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, TNI/Polri, kementerian lain serta swasta non profit
(organisasi keagamaan dan organisasi sosial). Jumlah rumah sakit publik di Indonesia sampai
dengan tahun 2013 sebanyak 1.562 unit, yang terdiri atas Rumah Sakit Umum (RSU) berjumlah
1.277 unit dan Rumah Sakit Khusus (RSK) berjumlah 285 unit.
Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah sakit privat dikelola oleh BUMN dan swasta
(perorangan, perusahaan dan swasta lainnya). Pada tahun 2013 terdapat 666 unit rumah sakit
privat di Indonesia yang terdiri dari 448 unit RSU dan 218 unit RSK.
Jumlah rumah sakit publik maupun privat menunjukkan peningkatan pada kurun waktu
2011 sampai dengan 2013 seperti yang disajikan pada tabel berikut.
TABEL 2.1
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN
DI INDONESIA TAHUN 2011 2013

No
1

Pengelola/Kepemilikan

2012

2013

Publik
Kementerian Kesehatan dan
Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota

614

656

676

TNI/Polri

134

154

159

Kementerian Lain

Swasta Non Profit

655

727

724

1.540

1.562

Jumlah Publik
2

2011

1.406

Privat
BUMN

77

75

67

Swasta

238

468

599

315

543

666

1.721

2.083

2.228

Jumlah Privat
Jumlah

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus pada tahun 2013 adalah 1.725 unit
dan 503 unit. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2012 yang masing-masing

Sarana Kesehatan

35

sebesar 1.608 dan 475. Gambar berikut ini menggambarkan perkembangan jumlah rumah sakit
umum dan rumah sakit khusus dalam lima tahun terakhir.
GAMBAR 2.7

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN RUMAH SAKIT KHUSUS


DI INDONESIA TAHUN 2009 2013

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Jumlah RSK pada tahun 2013 sebagain besar adalah rumah sakit ibu dan anak berjumlah
159 unit dengan persentase 31,61%. Proporsi jenis RSK di Indonesia pada tahun 2013 terdapat
pada gambar berikut.
GAMBAR 2.8
PERSENTASE RUMAH SAKIT KHUSUS (RSK)
MENURUT JENIS DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

36

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa persentase tertinggi adalah Rumah Sakit Ibu
dan Anak. Persentase rumah sakit khusus lainnya juga memiliki proporsi yang besar yaitu
29,82% yang terdiri dari RS Jantung, RS Kanker, RS Orthopedi, RS Penyakit Infeksi, RS Stroke,
RS Anak dan Bunda, RSK Anak, RSK Bedah, RSK Ginjal, RSK Gigi dan Mulut, RSK Otak, RSK
Penyakit Dalam, dan RSK THT.
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan
dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur terhadap 1.000
penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2014 adalah 1,12 per
1.000 penduduk. Rasio ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 sebesar 0,95 per 1.000
penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2009 sampai dengan
tahun 2013 ditampilkan pada gambar berikut.
GAMBAR 2.9
RASIO JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT
PER 1.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2009 2013

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Jika dilihat secara nasional pada tahun 2013 memang nampaknya jumlah tempat tidur
telah mencukupi, namun masih terdapat beberapa provinsi dengan rasio kurang dari 1 tempat
tidur per 1.000 penduduk.
Pada tingkat provinsi terdapat 13 provinsi dengan dengan rasio kurang dari 1 per 1.000
penduduk. Rasio tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 2,92, DKI Jakarta sebesar
2,19, dan Sulawesi Utara sebesar 2,16. Sedangkan provinsi dengan rasio terendah adalah Nusa
Tenggara Barat sebesar 0,65, Sulawesi Barat sebesar 0,67, dan Banten sebesar 0,72.

Sarana Kesehatan

37

GAMBAR 2.10
RASIO TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT
PER 1.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Rumah sakit juga dikelompokkan menurut kelas berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan menjadi Kelas A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Pada tahun 2013, terdapat 57 unit RS
kelas A, 293 unit kelas B, 741 unit RS kelas C, 517 unit RS kelas D, dan sebanyak 620 unit RS
belum ditetapkan kelasnya.
GAMBAR 2.11
PERSENTASE RUMAH SAKIT MENURUT KELAS
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

38

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa Rumah Sakit kelas C memiliki persentase
tertinggi sebesar 33,26%. Sedangkan persentase terendah adalah rumah sakit kelas A sebesar
2,56%. Informasi lebih rinci tentang rumah sakit menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.5,
26, 2.7, 2.8, dan 2.9.

2. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)


Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif adalah upaya yang
dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Anak. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa kematian ibu dan kematian anak banyak terjadi di Rumah
Sakit. Rumah Sakit berkontribusi terhadap 40-70% Angka Kematian Ibu, persalinan di rumah
berkontribusi sebesar 20-35%, dan persalinan yang terjadi di perjalanan sebesar 10-18%
(Lancet, 2005). Dengan melihat fakta tersebut maka dapat dikatakan bahwa dibutuhkan adanya
upaya penurunan AKI yang difokuskan di rumah sakit.
Salah satu program kesehatan yang dilaksanakan untuk menurunkan kematian ibu
adalah implementasi Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
Jumlah Rumah Sakit PONEK sampai dengan tahun 2013 sebanyak 424 unit. Jumlah ini
meningkat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 410 unit rumah sakit melaksanakan PONEK.

C. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


1. Sarana Produksi dan Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan memiliki peran yang signifikan dalam
pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap obat khususnya obat esensial merupakan
salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban
bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun privat. Sebagai
komoditi khusus, semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar
dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan
untuk menjamin mutu obat hingga diterima konsumen adalah menyediakan sarana
penyimpanan obat dan alat kesehatan yang dapat menjaga keamanan secara fisik serta dapat
mempertahankan kualitas obat di samping tenaga pengelola yang terlatih.
Salah satu kebijakan pelaksanaan dalam Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
adalah pengendalian obat dan perbekalan kesehatan diarahkan untuk menjamin keamanan,
khasiat dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Hal ini bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan atau penggunaan yang salah/tidak tepat serta tidak memenuhi mutu keamanan dan
pemanfaatan yang dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga penggunaannya di
masyarakat. Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan
tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan. Yang termasuk sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Ekstrak Bahan
Alam (IEBA), Industri Kosmetika, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat
Tradisional (UMOT), Produksi Alat Kesehatan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT), dan Industri Kosmetika.
Sarana produksi dan distribusi di Indonesia masih menunjukkan adanya ketimpangan
dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi maupun distribusi berlokasi di
Indonesia bagian Barat yaitu Sumatera dan Jawa dengan proporsi, yaitu sebesar 94,4% sarana
produksi dan 78,4% sarana distribusi. Ketersediaan ini terkait dengan sumberdaya yang

Sarana Kesehatan

39

dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu
acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi
kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia bagian Tengah dan Timur, sehingga terjadi
pemerataan jumlah sarana tersebut di seluruh Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk
membuka akses terhadap keterjangkauan masyarakat terhadap sarana kesehatan di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan.
Jumlah sarana produksi pada tahun 2013 sebesar 3.828 sarana. Jumlah ini lebih tinggi
dibandingkan tahun 2012 yang sebanyak 2.958 sarana produksi. Pada tahun 2013 terdapat 8
provinsi yang tidak memiliki ke-enam jenis industri kefarmasian dan alat kesehatan yang
disebutkan di atas. Provinsi dengan jumlah sarana produksi terbanyak adalah Jawa Barat
sebesar 1.031 sarana. Hal ini dapat disebabkan karena Jawa Barat memiliki populasi yang besar
dan wilayah yang luas. Jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun
2013 terdapat pada gambar berikut.
GAMBAR 2.12
JUMLAH SARANA PRODUKSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan yang dipantau jumlahnya oleh Ditjen
Binfar dan Alkes antara lain yaitu : Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek, Toko Obat dan
Penyalur Alat Kesehatan (PAK). Jumlah sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan pada
tahun 2013 sebesar 33.731 sarana. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan tahun 2012 yaitu
sebesar 29.137 sarana. Gambar berikut menyajikan jumlah sarana distribusi kefarmasian pada
tahun 2013. Data lebih rinci menurut provinsi mengenai jumlah sarana produksi dan distrbusi
kefarmasian terdapat pada Lampiran 2.10 dan Lampiran 2.11.

40

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 2.13
JUMLAH SARANA DISTRIBUSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

2. Ketersediaan Obat dan Vaksin


Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah
yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga terjangkau serta
mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai. Kementerian Kesehatan telah menetapkan
indikator rencana strategis tahun 2010-2014 terkait program kefarmasian dan alat kesehatan,
yaitu meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau
oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2014 yaitu
persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Dalam rangka mencapai target
tersebut, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah peningkatan ketersediaan obat esensial
generik di sarana pelayanan kesehatan dasar.
Pemantauan ketersediaan obat digunakan untuk mengetahui kondisi tingkat
ketersediaan obat di berbagai unit sarana kesehatan seperti Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
(IFK) dan puskesmas. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pemerintah pusat dan daerah
dalam rangka menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan
datang. Di era otonomi daerah, pengelolaan obat merupakan salah satu kewenangan yang
diserahkan ke kabupaten/kota, akibatnya sulit bagi pemerintah pusat untuk mengetahui
kondisi ketersediaan obat di seluruh Indonesia. Dengan tidak adanya laporan secara periodik
yang dikirim oleh provinsi, maka relatif sulit bagi pemerintah pusat untuk menentukan langkahlangkah yang harus dilakukan. Adanya data ketersediaan obat di provinsi atau kabupaten/kota
akan mempermudah penyusunan prioritas bantuan maupun intervensi program di masa yang
akan datang.
Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia, dilakukan
pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang dipantau ketersediaannya merupakan
obat indikator yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung
pelaksanaan program kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 144 item obat dan
vaksin yang terdiri dari 135 item obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan 9 jenis vaksin
untuk imunisasi dasar.

Sarana Kesehatan

41

Indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2013 memiliki target sebesar
95%, dari data dan perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Binfar dan Alkes didapatkan
persentase ketersediaan rata-rata nasional pada tahun 2013 sebesar 96,93%. Dengan demikian
apabila dibandingkan dengan target tahun 2013, maka capaian kinerja indikator persentase
ketersediaan obat dan vaksin tersebut adalah sebesar 102,03%. Data dan informasi lebih rinci
mengenai ketersediaan obat dan vaksin 144 item terdapat pada Lampiran 2.20 dan 2.21.

3. Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan juga memantau pemanfaatan obat
generik melalui indikator persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
yaitu di puskesmas dan rumah sakit. Rata-rata penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan pada tahun 2013 sebesar 85,49%. Penggunaan tersebut telah memenuhi target tahun
2013 yaitu sebesar 75%.
GAMBAR 2.14
PERSENTASE RATA-RATA PENGGUNAAN OBAT GENERIK
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2013

Target Renstra 2013 :


75%

Sumber : Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar provinsi telah memenuhi
target 75%, yaitu 31 provinsi (93,94%). Provinsi dengan rata-rata penggunaan tertinggi adalah
Maluku Utara sebesar 96,31% diikuti oleh Sumatera Barat sebesar 95,11% dan Aceh sebesar
95%. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Riau sebesar 73,04% diikuti oleh
Jawa Timur sebesar 74,21% dan Lampung sebesar 76,11%. Data dan informasi lebih rinci
menurut provinsi mengenai penggunaan obat generik terdapat pada Lampiran 2.22.

D. UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT


Pembangunan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya juga memerlukan peran masyarakat. Melalui konsep Upaya Kesehatan

42

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), masyarakat berperan serta aktif dalam penyelenggaraan


upaya kesehatan. Bentuk UKBM antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan
Desa (Poskesdes), dan RW/desa/kelurahan siaga aktif.
RW/Desa/kelurahan Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai pemberi pelayanan
kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan, surveilans berbasis
masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan perilaku
sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Terdapat 54.570 RW/Desa/kelurahan Siaga Aktif dengan persentase sebesar 65,2%.
Provinsi dengan persentase tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 99,99%, Bali sebesar 97,76%,
dan Sulawesi Selatan sebesar 96,49%. Sedangkan persentase terendah adalah Provinsi Papua
Barat sebesar 1,99%, Aceh sebesar 8,94% dan Nusa Tenggara Timur sebesar 15,69%. Dalam
memberikan pelayanan kesehatan, RW/Desa/kelurahan Siaga Aktif terbagi menjadi empat
strata, yaitu pratama, madya, purnama, dan mandiri. RW/Desa/kelurahan Siaga Aktif pratama
sebanyak 28.404, madya sebanyak 10.976, purnama sebanyak 4.910, dan mandiri sebanyak
1.550.
GAMBAR 2.15
PERSENTASE DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Jenis UKBM lainnya adalah Poskesdes, yaitu UKBM yang dibentuk di desa untuk
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa sehingga mempermudah akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan utama poskesdes yaitu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat desa berupa pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan
ibu menyusui, pelayanan kesehatan anak, pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans
penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku berisiko, surveilans lingkungan dan masalah
kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan serta kesiapsiagaan terhadap
bencana. Jumlah poskesdes yang beroperasi pada tahun 2013 sebanyak 54.731 unit. Jumlah ini
meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 54.142 unit.

Sarana Kesehatan

43

bencana. Jumlah poskesdes yang beroperasi pada tahun 2013 sebanyak 54.731 unit. Jumlah ini
meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 54.142 unit.
Salah satu UKBM yang memiliki peran signifikan dalam pemberdayaan masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah posyandu. Posyandu dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat terutama ibu, bayi dan anak balita. Posyandu memiliki 5 program prioritas
yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi serta pencegahan dan
penanggulangan diare.
Terdapat 280.225 Posyandu pada tahun 2013 di Indonesia. Dari jumlah tersebut,
posyandu pratama sebanyak 32,7%, madya sebanyak 29,1%, purnama sebanyak 29,9%, dan
mandiri sebanyak 8,3%.
GAMBAR 2.16
PERSENTASE POSYANDU MENURUT STRATA DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi adalah posyandu pratama
dan proporsi terendah adalah posyandu mandiri. Dengan demikian diperlukan upaya intensif
untuk meningkatkan jumlah posyandu mandiri. Dalam menjalankan fungsinya, perlu diketahui
rasio kecukupan posyandu terhadap masyarakat yang ada. Pada tahun 2013, rasio posyandu
terhadap jumlah desa/kelurahan adalah 3,35. Pada tingkat nasional, rasio posyandu terhadap
jumlah desa/keluarahan memang nampak telah mencukupi yaitu lebih dari satu. Namun jika
dilihat pada tingkat provinsi terdapat dua provinsi yang memiliki rasio kurang dari satu, yaitu
Papua dan Papua Barat.

44

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 2.17
RASIO POSYANDU TERHADAP DESA/KELURAHAN
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Gambar di atas menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki rasio tertinggi sebesar 8,29.
Papua dan Papua Barat memiliki rasio kurang dari satu, masing-masing sebesar 0,62 dan 0,72.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan juga memerlukan peran serta kader dan tokoh
masyarakat/agama. Sampai dengan dengan tahun 2013 terdapat 336.586 kader/toma/toga
terlatih. Rasio kader/toga/toma terlatih terhadap desa/kelurahan di Indonesia sebesar 4,02.
Terdapat 11 provinsi dengan rasio kader/toga/toma terlatih terhadap desa/kelurahan kurang
dari satu. Data/informasi lebih rinci mengenai jumlah UKBM menurut provinsi tahun 2013
terdapat pada Lampiran 2.12, dan Lampiran 2.13.

E. INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN POLTEKKES


1. Jumlah Poltekkes
Pembangunan kesehatan berkelanjutan membutuhkan tenaga kesehatan yang memadai
baik dari segi jenis, jumlah maupun kualitas. Untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang
berkualitas tentu saja dibutuhkan proses pendidikan yang berkualitas pula. Kementerian
Kesehatan RI merupakan institusi dari sektor pemerintah yang berperan di dalam penyediaan
tenaga kesehatan yang berkualitas tersebut.
Institusi pendidikan tenaga kesehatan selain tenaga medis terdiri dari Politeknik
Kesehatan (Poltekkes) dan Non Politeknik Kesehatan (Non Poltekkes). Kementerian Kesehatan
melakukan pembinaan terhadap institusi Poltekkes. Sampai dengan Desember 2013, terdapat
38 Poltekkes di Indonesia yang terdiri dari program studi strata Diploma IV sebanyak 133
jurusan/program studi, dan strata Diploma III terdiri dari 262 jurusan/program studi.

Sarana Kesehatan

45

GAMBAR 2.18
JUMLAH PROGRAM STUDI POLTEKKES DIPLOMA III DAN IV
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Gambar di atas menunjukkan bahwa jurusan/program studi terbanyak adalah


keperawatan dengan jumlah 151 pada Diploma III dan 79 pada diploma IV. Jurusan/program
studi keperawatan terdiri dari keperawatan, kebidanan, dan keperawatan gigi.
Jurusan/program studi keterapian fisik yang terdiri fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara,
akupunktur memilki jumlah terendah yaitu 5 program studi pada diploma III dan 6 program
studi pada diploma IV.

2. Peserta Didik
Peserta didik pada Diploma III yang dimiliki oleh Poltekkes di Indonesia pada tahun
2013 terdiri dari peserta didik tingkat I (tahun ajaran 2011/2012), tingkat II (tahun ajaran
2012/2013), dan tingkat III (tahun ajaran 2013/2014) yaitu berjumlah 208.363 orang. Jumlah
tersebut terdiri 66.699 peserta didik tingkat I, 70.890 peserta didik tingkat II, dan 70.774
peserta didik tingkat III. Jumlah peserta didik terbanyak berasal dari Program Studi
Keperawatan sebanyak 135.017 peserta didik atau 64,8% dari seluruh peserta didik. Sedangkan
jumlah peserta didik terendah berasal dari program studi keterapian fisik sebanyak 4.388
peserta didik atau 2,11% dari seluruh peserta didik.
GAMBAR 2.19
JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III POLTEKKES
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

46

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Data dan informasi lebih rinci mengenai jumlah peserta didik di institusi Poltekkes
terdapat pada Lampiran 2.16 dan 2.17.

3. Lulusan
Peserta didik yang telah selesai menempuh pendidikan akan menjadi lulusan Poltekkes.
Jumlah lulusan pada tahun 2013 adalah sebanyak 22.797 orang. Jumlah ini meningkat
dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 21.630 orang. Sesuai dengan jumlah peserta didik
yang memiliki jumlah terbesar dari program studi keperawatan, hal serupa juga terjadi pada
jumlah lulusan dengan jumlah lulusan terbanyak adalah program studi keperawatan sebanyak
15.781 orang atau 69,22% dari total lulusan.
GAMBAR 2.20
JUMLAH LULUSAN DIPLOMA III POLTEKKES
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Pada tingkat provinsi, terdapat 3 provinsi yang menghasilkan jumlah lulusan terbanyak
dari Poltekkes yaitu Jawa Tengah sebanyak 2.398 lulusan, Jawa Timur sebanyak 2.124 lulusan,
dan DKI Jakarta sebanyak 1.365 lulusan. Tiga provinsi tersebut memang memiliki jumlah
Poltekkes lebih dari satu. Jumlah lulusan Poltekkes menurut program studi terdapat pada
Lampiran 2.18 dan 2.19.
***

Sarana Kesehatan

47

Pemeriksaan kadar gula darah

48

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

TENAGA KESEHATAN
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 21 menyebutkan
bahwa pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan
bahwa untuk melaksanakan upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan
diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan
kualitasnya serta terdistribusi secara adil dan merata.
Sumber daya manusia kesehatan yang disajikan pada bab ini lebih diutamakan pada
kelompok tenaga kesehatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan memutuskan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga
keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian
fisik dan tenaga keteknisian medis.
Gambaran mengenai jumlah, jenis, dan kualitas, serta penyebaran tenaga kesehatan di
seluruh wilayah Indonesia dilakukan dengan cara pengumpulan data pada sarana pelayanan
kesehatan baik di wilayah dinas kesehatan kabupaten/kota maupun dinas kesehatan provinsi.
Pengumpulan data tenaga kesehatan meliputi tenaga kesehatan yang berstatus PNS pusat, PNS
daerah, Pegawai Tidak Tetap (PTT), TNI/POLRI, dan swasta. Metode pengumpulan data yang
digunakan melalui mekanisme pemutakhiran data secara berjenjang mulai dari dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi dan secara nasional dikelola oleh Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Badan PPSDMK)
Kementerian Kesehatan RI melalui Sistem Informasi SDMK.

A. JUMLAH DAN RASIO TENAGA KESEHATAN


Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah
tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat. Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pendataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Badan PPSDMK menggunakan
pendekatan tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas sesuai dengan fungsinya. Berdasarkan
pendekatan tersebut, pada tahun 2013 jumlah SDM Kesehatan yang tercatat sebanyak 877.088
orang yang terdiri atas 681.634 tenaga kesehatan dan 195.454 tenaga non kesehatan. Tenaga
kesehatan terdiri atas 90.444 tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi),
288.405 perawat, 137.110 bidan, 40.181 tenaga farmasi, dan 125.494 tenaga kesehatan lainnya.
Rincian lengkap mengenai rekapitulasi sumber daya manusia kesehatan menurut jenis tenaga
dapat dilihat pada Lampiran 3.1.
Sedangkan pendataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Sekretariat Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) menggunakan pendekatan jumlah dokter/dokter spesialis, dokter

Tenaga Kesehatan

51

gigi/dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR). Berdasarkan hal
tersebut, jumlah dokter umum di Indonesia berjumlah 94.727. Berdasarkan jumlah dokter dan
jumlah penduduk disusun rasio dokter per 100.000 penduduk. Rasio dokter umum di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 38,1 dokter umum per 100.000 penduduk. Rasio dokter umum
terhadap jumlah penduduk menurut provinsi pada tahun 2013 terlihat pada Gambar 3.1 berikut
ini.
GAMBAR 3.1
RASIO DOKTER UMUM TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA
TAHUN 2013

Sumber : Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia, Kemenkes RI, 2014

Provinsi dengan rasio dokter umum terhadap 100.000 penduduk tertinggi terdapat di
Provinsi DKI Jakarta sebesar 155,5 dan Sulawesi Utara sebesar 83,3. Sedangkan rasio dokter
umum per 100.000 penduduk terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 8,8 dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 10,5 dokter umum per 100.000 penduduk. Jumlah
dokter gigi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 24.598 dan jumlah dokter gigi spesialis sebesar
2.182 orang. Rasio dokter gigi per 100.000 penduduk sebesar 9,9 dokter gigi per 100.000
penduduk. Rincian lengkap mengenai jumlah tenaga dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan
dokter gigi spesialis yang mempunyai STR dapat dilihat pada Lampiran 3.5.
Jenis tenaga kesehatan berikutnya adalah tenaga keperawatan, yang terdiri dari tenaga
perawat
dan
bidan.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah perawat pada
tahun 2013 tercatat sebanyak 288.405 orang. Rasio perawat terhadap jumlah penduduk
menurut provinsi pada tahun 2013 terlihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

52

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 3.2
RASIO PERAWAT TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA
TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Rasio perawat terhadap penduduk sebesar 116,1 perawat per 100.000 penduduk.
Provinsi dengan rasio tertinggi terdapat di Papua Barat sebesar 320,1 perawat per 100.000
penduduk, Maluku sebesar 305,2 perawat per 100.000 penduduk dan Maluku Utara sebesar
280,1 perawat per 100.000 penduduk. Provinsi dengan rasio perawat terendah terdapat di
Sumatera Utara sebesar 65,7 perawat per 100.000 penduduk, Jawa Barat sebesar 68,2 perawat
per 100.000 penduduk dan Banten sebesar 68,4 perawat per 100.000 penduduk.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/MENKES/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan
bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara Republik Indonesia
serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga
profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan
untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasihat selama hamil, masa kehamilan dan masa
nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi
baru lahir dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,
deteksi komplikasi pada ibu dan anak, akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
Jumlah bidan di Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebanyak 137.110 orang, dengan
rasio bidan terhadap penduduk sebesar 55,2 bidan per 100.000 penduduk. Rasio bidan
terhadap jumlah penduduk menurut provinsi pada tahun 2013 terlihat pada Gambar 3.3.
Provinsi dengan rasio bidan terhadap penduduk tertinggi tertinggi terdapat di Aceh
sebesar 204,3 bidan per 100.000 penduduk, Bengkulu sebesar 141,7 bidan per 100.000
penduduk dan Papua Barat sebesar 105,7 bidan per 100.000 penduduk. Rasio bidan terhadap
penduduk terendah terdapat di DKI Jakarta sebesar 28,8 bidan per 100.000 penduduk, Jawa
Barat sebesar 29,2 bidan per 100.000 penduduk dan Banten sebesar 30,5 bidan per 100.000

Tenaga Kesehatan

53

penduduk. Jumlah sumber daya manusia kesehatan tahun 2013 menurut provinsi dapat dilihat
pada Lampiran 3.1.
GAMBAR 3.3
RASIO BIDAN TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA
TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas


Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Kinerja dari puskesmas sangat
dipengaruhi ketersediaan sumber daya manusia yang dimiliki, terutama ketersediaan tenaga
kesehatan. Pada tahun 2013, terdapat 349.198 orang yang bertugas di puskesmas dengan
rincian 314.363 tenaga kesehatan dan 34.835 tenaga non kesehatan. Dari seluruh jumlah tenaga
kesehatan, dokter umum yang bertugas di puskesmas sebanyak 17.767 orang, dengan rasio 1,84
dokter umum per puskesmas. Rasio dokter umum di puskesmas terhadap jumlah puskesmas
tahun 2013 menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Rasio dokter umum terhadap puskesmas tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau
sebesar 4,6 dokter umum per puskesmas, DI Yogyakarta sebesar 3,02 dokter umum per
puskesmas dan Riau sebesar 2,79 dokter umum per puskesmas. Rasio dokter umum per
puskesmas terendah terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 0,43 dokter umum per
puskesmas, Sulawesi Tenggara sebesar 1 dokter umum per puskesmas dan Papua sebesar 1,01
dokter umum per puskesmas.

54

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 3.4
RASIO DOKTER UMUM DI PUSKESMAS TERHADAP JUMLAH PUSKESMAS
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Jumlah dokter spesialis di puskesmas di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 135 orang.
Jumlah tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 34 orang dan Jawa Timur sebesar 31
orang. Jumlah dokter gigi yang bertugas di puskesmas pada tahun 2013 sebanyak 6.883 orang.
Bila dibandingkan dengan jumlah seluruh puskesmas di Indonesia (9.655) maka dapat diartikan
bahwa belum seluruh puskesmas memiliki dokter gigi. Sedangkan jumlah perawat gigi di
Indonesia sebesar 10.150 orang. Jumlah tenaga kesehatan di puskesmas di sajikan dalam
Gambar 3.5 berikut.
GAMBAR 3.5
JUMLAH TENAGA KESEHATAN MENURUT JENIS DI PUSKESMAS
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Tenaga Kesehatan

55

Jumlah perawat di seluruh puskesmas sebanyak 115.747 orang, sehingga rata-rata tiap
puskesmas memiliki 12 orang perawat. Jumlah perawat gigi sebesar 10.150 orang perawat gigi.
Jumlah tenaga bidan sebanyak 102.176 orang, sehingga rata-rata tiap puskesmas memiliki 11
orang bidan. Rincian jumlah tenaga kesehatan di puskesmas dapat dilihat pada Lampiran 3.2.

2. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sumber daya manusia kesehatan
memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang
bertugas di rumah sakit pada tahun 2013 berjumlah 458.340 orang dengan rincian 319.707
tenaga kesehatan dan 138.633 tenaga non kesehatan.
GAMBAR 3.6
JUMLAH TENAGA KESEHATAN MENURUT JENIS DI RUMAH SAKIT
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Dari seluruh jumlah tenaga kesehatan, dokter spesialis yang bertugas di rumah sakit
sebanyak 36.081 orang, dengan rata-rata 16 dokter spesialis per rumah sakit; dokter umum
yang bertugas di rumah sakit sebanyak 21.283 orang, dengan rata-rata 10 dokter umum per
rumah sakit dan dokter gigi yang bertugas di rumah sakit sebanyak 4.295 orang, dengan ratarata 2 dokter gigi per rumah sakit. Perawat yang bertugas di rumah sakit sebanyak 164.309
orang, dengan rata-rata 74 perawat per rumah sakit dan bidan yang bertugas di rumah sakit
sebanyak 31.254 orang, dengan rata-rata 14 bidan per rumah sakit. Rincian jumlah tenaga
kesehatan di rumah sakit pemerintah dapat dilihat pada Lampiran 3.4.

B. TENAGA KESEHATAN DENGAN STATUS PEGAWAI TIDAK TETAP


(PTT)
Permasalahan distribusi tenaga kesehatan masih merupakan isu yang sampai saat ini
masih ada dalam sistem kesehatan di Indonesia. Indonesia mempunyai ciri geografis yang
khusus antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dan keadaan sosial ekonomi yang
menunjukkan perbedaan yang cukup tinggi ditambah dengan desentralisasi yang belum mampu

56

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

menunjukkan hasil yang diharapkan dalam menyelesaikan permasalahan pemerataan tenaga


kesehatan, terutama pada daerah sangat terpencil, terpencil dan perbatasan.
Pemenuhan tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan terutama puskesmas dan
jaringannya pada daerah terpencil/sangat terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan
(DTPK) serta daerah bermasalah kesehatan (DBK), salah satunya diisi dengan cara
pengangkatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Penugasan Khusus.
Pemenuhan tenaga kesehatan dengan status PTT terdiri dari dokter umum, dokter gigi,
dokter spesialis, dokter gigi spesialis dan bidan. Konstribusi yang diberikan cukup besar
pengaruhnya dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Sampai dengan 31 Desember
2013 tercatat sebanyak 46.512 tenaga kesehatan PTT Pusat yang masih aktif bertugas dengan
komposisi dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sejumlah 56 orang, dokter umum sejumlah
3.153 orang, dokter gigi sejumlah 1.168 orang dan bidan sejumlah 42.135 orang.
GAMBAR 3.7
JUMLAH DOKTER UMUM PTT, DOKTER GIGI PTT DAN BIDAN PTT AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

Pada Gambar 3.7, tahun 2013 dapat dilihat jumlah tenaga PTT terutama untuk dokter
umum dan dokter gigi terbesar ada pada daerah dengan kriteria sangat terpencil dan terpencil.
Dokter PTT di di daerah sangat terpencil berjumlah 1.815 orang, daerah terpencil berjumlah
1.112 orang dan dokter PTT di daerah biasa hanya 226 orang. Jumlah dokter gigi PTT aktif di
daerah sangat terpencil dan terpencil juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah di
daerah biasa. Jumlah dokter gigi di daerah sangat terpencil berjumlah 628 orang, daerah
terpencil berjumlah 495 orang sedangkan di daerah biasa hanya berjumlah 45 orang.
Hal berbeda terjadi pada tenaga bidan PTT aktif. Jumlah bidan PTT di daerah biasa lebih
besar jika dibandingkan dengan daerah terpencil atau daerah sangat terpencil. Jumlah bidan di
daerah biasa berjumlah 21.452 orang, sedangkan jumlah bidan di daerah terpencil berjumlah
11.991 orang dan daerah sangat terpencil berjumlah 8.692 orang. Rincian lengkap mengenai
jumlah dokter/dokter gigi spesialis PTT, dokter umum PTT, dokter gigi PTT, bidan PTT aktif
menurut kriteria wilayah dan provinsi di Indonesia tahun 2013 dapat dilihat di Lampiran 3.7
s.d. 3.10.
Pada tahun 2013 telah diangkat tenaga kesehatan PTT untuk daerah dengan kriteria
biasa, terpencil, dan sangat terpencil sebanyak 15.931 orang, yang terdiri dari dokter spesialis

Tenaga Kesehatan

57

dan dokter gigi spesialis PTT sejumlah 57 orang, dokter umum PTT sejumlah 3.075 orang,
dokter gigi PTT sebanyak 1.169 orang dan bidan PTT sejumlah 11.630 orang.
GAMBAR 3.8
JUMLAH PENGANGKATAN DOKTER/DOKTER GIGI SPESIALIS, DOKTER UMUM,
DOKTER GIGI DAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
MENURUT KRITERIA WILAYAH DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

Gambar 3.8 menunjukkan jumlah pengangkatan tenaga kesehatan PTT didaerah biasa,
terpencil dan sangat terpencil pada tahun 2013 untuk tenaga dokter/dokter gigi spesialis,
dokter umum, dokter gigi dan bidan. Jumlah pengangakatan dokter/dokter gigi spesialis hanya
ada pada daerah terpencil, sebesar 57 orang. Jumlah pengangkatan dokter umum dan dokter
gigi terbesar pada daerah sangat terpenci. Pada pengangkatan bidan, lebih banyak di daerah
biasa dibandingkan dengan daerah terpencil dan sangat terpencil. Rincian lengkap mengenai
jumlah pengangkatan dokter/dokter gigi spesialis, dokter umum, dokter gigi dan bidan dapat
dilihat pada Lampiran 3.12 s.d. 3.15.

C. TENAGA KESEHATAN DENGAN STATUS PENUGASAN KHUSUS


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penugasan
Khusus Tenaga Kesehatan, penugasan khusus adalah pendayagunaan secara khusus tenaga
kesehatan dalam kurun waktu tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan
kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan,
Daerah Bermasalah Kesehatan serta Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D di kabupaten yang
memerlukan pelayanan medik spesialistik. Jenis tenaga kesehatan yang dapat diangkat dalam
penugasan khusus pada fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari Residen dan tenaga kesehatan
dengan pendidikan diploma III.
Residen merupakan dokter/dokter gigi yang sedang menempuh pendidikan dokter
spesialis/dokter gigi spesialis. Tenaga kesehatan dengan pendidikan diploma III terdiri dari
bidan, perawat, sanitarian, tenaga gizi, dan analis kesehatan. Tenaga kesehatan penugasan
khusus ditempatkan pada (1) Puskesmas dan jejaringnya, (2) Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D
yang telah memiliki peralatan kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi serta fasilitas
lain sesuai kebutuhan medik spesialistik (tidak termasuk Rumah Sakit Bergerak), (3) Rumah
Sakit yang membutuhkan jenis pelayanan medik spesialistik tertentu.

58

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Selama tahun 2013 telah dilakukan pengangkatan penugasan khusus sebanyak 2.379
orang, yang terdiri dari 873 residen, 927 perawat, 203 tenaga gizi, 181 tenaga kesehatan
lingkungan, 105 analis kesehatan, 15 bidan, 52 farmasi, 20 tenaga kesehatan gigi, 1 fisioterapis,
1 radiografer dan 1 perekam dan info kesehatan. Jumlah penugasan khusus tenaga kesehatan
terbesar terdapat di Provinsi Aceh sebanyak 290 orang, Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak
249 orang dan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 229 orang. Sedangkan jumlah
penugasan khusus tenaga kesehatan tidak terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.
Secara lengkap, jumlah pengangkatan tenaga residen dan tenaga penugasan khusus dapat
dilihat pada Lampiran 3.16.

D. REGISTRASI TENAGA KESEHATAN


Registrasi tenaga kesehatan (selain tenaga medis dan kefarmasian) diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 dan direvisi dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR). STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Untuk mendapatkan STR, tenaga kesehatan harus memiliki ijazah dan sertifikat
kompetensi. STR berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang setiap lima tahun. Rincian
jumlah tenaga kesehatan (selain tenaga medis dan kefarmasian) yang telah memiliki STR
menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.6.
Registrasi tenaga medis diatur pelaksanaannya dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran. Praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan
kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi, dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Setiap dokter
dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR) dokter dan STR dokter gigi termasuk dokter dan dokter gigi lulusan luar
negeri. STR dokter dan dokter gigi diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan
berlaku selama lima tahun dan diregistrasi ulang setiap lima tahun sekali.
Data yang tercatat di KKI sampai dengan 31 Desember 2013 yaitu dokter dan dokter gigi
yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sejumlah 146.048 orang yang terdiri dari dokter
umum 94.727 orang, dokter spesialis 24.541 orang, dokter gigi 24.598 orang dan dokter gigi
spesialis 2.182 orang. Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan
praktik kedokteran di Indonesia juga harus memiliki STR sementara atau STR bersyarat. STR
sementara diberikan kepada dokter dan dokter gigi Warga Negara Asing (WNA) yang akan
melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di
bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia. STR sementara
berlaku selama satu tahun dan dapat diperpanjang untuk satu tahun berikutnya. STR bersyarat
diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis WNA
yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2013, data
STR dokter dan dokter gigi WNA, yaitu STR sementara sebanyak delapan orang dan STR
bersyarat sebanyak dua belas orang.
Registrasi tenaga kefarmasian diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda
registrasi. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan

Tenaga Kesehatan

59

termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan


pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian
(STRTTK) berlaku selama 5 (lima) tahun. Surat tanda registrasi juga diperlukan untuk apoteker
warga negara asing lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia (surat tanda registrasi apoteker khusus/STRA Khusus). STRA, STRTTK dan STRA
Khusus dikeluarkan oleh Komite Farmasi Nasional.
***

60

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

PEMBIAYAAN KESEHATAN
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan memerlukan komponen pembiyaan. UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan
bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Pembiayaan kesehatan terdiri dari
pembiayaan bersumber pemerintah dan pembiayaan bersumber masyarakat.

A. ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN


Alokasi anggaran kesehatan yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan pada tahun
2014 sebesar 38,64 trilyun rupiah dengan realisasi sebesar 35,42 trilyun rupiah. Besar alokasi
maupun realisasi anggaran mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012, yaitu alokasi
sebesar 33,29 trilyun rupiah dengan realisasi sebesar 30,66 trilyun rupiah . Meskipun dalam hal
besaran anggaran mengalami peningkatan, namun persentase realisasi tahun 2103 mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2012, yaitu 92,08% pada tahun 2012 menjadi 91,66% pada
tahun 2013.
GAMBAR 4.1
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2008 2013

Sumber : Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2014

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan alokasi dan realisasi


anggaran Kementerian Kesehatan dalam lima tahun terakhir. Pada Tahun 2008 Kementerian
Kesehatan RI memiliki alokasi anggaran sebesar 18,55 trilyun rupiah dengan realisasi 15,89
trilyun rupiah dan persentase realisasi sebesar 85,62%, jumlah tersebut meningkat pada tahun
2013 menjadi 38,64 trilyun rupiah dengan realisasi sebesar 35,42 trilyun rupiah dan persentase
realisasi sebesar 91,66%.

Pembiayaan Kesehatan

63

Distribusi anggaran Kementerian Kesehatan RI menurut unit kerja eselon I


menunjukkan bahwa alokasi terbesar terdapat pada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
(Ditjen BUK) sebesar 25,27 trilyun rupiah, sedangkan alokasi terendah untuk Inspektorat
Jenderal sebesar 96,08 miliar rupiah. Anggaran yang dialokasikan pada Ditjen BUK tersebut
didistribusikan pada 429 satuan kerja (kantor pusat, kantor daerah, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan), sedangkan anggaran yang dialokasikan pada Inspektorat Jenderal hanya untuk
satu Satuan Kerja (Satker). Unit Eselon I dengan persentase realisasi anggaran tertinggi adalah
Badan Litbangkes sebesar 95,01%, sedangkan realisasi terendah adalah Inspektorat Jenderal
dengan persentase realisasi sebesar 79,66%. Data dan Informasi mengenai alokasi dan realisasi
anggaran Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013 terdapat pada Lampiran 4.1.

B. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) BIDANG


KESEHATAN
Pembiayaan kesehatan harus mampu menjamin kesinambungan jumlah yang
mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna
sehingga pembangunan kesehatan demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya dapat terlaksana. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain.
Sesuai Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, anggaran
kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki alokasi minimal sepuluh
persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di luar gaji (belanja
pegawai). Persentase anggaran kesehatan Pemerintah Daerah Provinsi terhadap total APBD di
33 provinsi di Indonesia disajikan pada Gambar berikut.
GAMBAR 4.2
PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP APBD
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Biro Perencanaan dan Anggaran, Kemkes, 2013

64

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Persentase anggaran kesehatan Pemda Provinsi terhadap total APBD di atas termasuk
dengan gaji pegawai. Pada gambar di atas terdapat tujuh provinsi dengan persentase melebihi
sepuluh persen. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2012 ketika hanya 6 provinsi
dengan persentase anggaran kesehatan di atas sepuluh persen. Tujuh provinsi dengan
persentase anggaran kesehatan di atas sepuluh persen pada tahun 2013 yaitu Kalimantan
Selatan, Bali, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Maluku. Sedangkan 26
provinsi lainnya memiliki anggaran kesehatan pada APBD provinsinya kurang dari sepuluh
persen. Data dan informasi lebih rinci mengenai APBD provinsi pada tahun 2013 terdapat pada
Lampiran 4.2.

C. JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT


Sampai dengan Desember 2013 terdapat 181.292.912 orang yang memiliki jaminan
kesehatan dengan persentase terhadap jumlah penduduk sebesar 76,18%. Jumlah ini lebih
tinggi dibandingkan tahun 2012 ketika terdapat 163.547.921 orang yang memiliki jaminan
kesehatan atau sebesar 66,82% terhadap jumlah penduduk. Salah satu program jaminan
kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah Jamkesmas.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan untuk meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin
agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Jamkesmas
diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi dan
balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan
bagi masyarakat miskin. Program ini telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan akses
pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan hampir miskin di puskesmas dan jaringannya,
pelayanan kesehatan di rumah sakit serta memberikan perlindungan finansial dari pengeluaran
kesehatan akibat sakit.
Penduduk yang menjadi sasaran program Jamkesmas adalah tetap sejak tahun 2008,
yaitu sebanyak 76,4 juta jiwa yang terdiri dari masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak
mampu. Jumlah tersebut terdiri atas 73.726.290 jiwa kepesertaan berdasarkan Surat Keputusan
(SK) Bupati/Walikota dan selebihnya adalah peserta di luar SK Bupati/Walikota yang berjumlah
2.673.710 jiwa. Kepesertaan di luar SK Bupati/Walikota terdiri dari gelandangan, pengemis,
anak terlantar, panti sosial, penghuni rutan/lapas, korban bencana pasca tanggap darurat,
peserta program keluarga harapan (PKH), dan penderita thalasemia mayor.
Cakupan program Jamkesmas terdiri dari pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan
pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit. Kunjungan di pelayanan kesehatan di Puskesmas
terdiri dari Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP).
Sedangkan kunjungan di pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari Rawat Jalan Tingkat
Lanjut (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL). Gambar berikut ini menyajikan jumlah
kunjungan peserta Jamkesmas di puskesmas dan rumah sakit.

Pembiayaan Kesehatan

65

GAMBAR 4.3
JUMLAH KUNJUNGAN
RJTP, RITP, RJTL & RITL DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Pada gambar di atas nampak bahwa jumlah kunjungan rawat jalan pada tingkat pertama
jauh lebih besar dibandingkan rawat inap. Pola yang sama juga nampak pada layanan kesehatan
tingkat lanjut di rumah sakit, yaitu jumlah kunjungan rawat jalan lebih besar dibandingkan
rawat inap.
Pada tahun 2013, terdapat 76,29 juta kunjungan peserta jamkesmas ke pelayanan
kesehatan rawat jalan, yang terdiri dari 69,51 juta kunjungan rawat jalan tingkat pertama dan
6,78 juta kunjungan rawat jalan tingkat lanjut. Sedangkan gambaran pada pelayanan kesehatan
rawat inap adalah sebanyak 5,12 juta yang terdiri dari 3,48 juta kunjungan rawat inap tingkat
pertama dan 1,64 juta kunjungan rawat inap tingkat lanjut. Jumlah kunjungan di pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan jumlah
kunjungan pada tahun 2012 seperti yang terdapat pada gambar berikut.
GAMBAR 4.4
JUMLAH KUNJUNGAN
RJTP, RITP, RJTL & RITL DI INDONESIA TAHUN 2009-2013

Sumber : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

66

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Sejak tahun 2011 telah dilakukan perluasan program Jamkesmas dengan


diluncurkannya Jaminan Persalinan (Jampersal) sesuai dengan surat edaran Menkes RI Nomor
TU/Menkes/E/391/II/2011 tentang Jaminan Persalinan. Jampersal adalah pembiayaan
pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan
nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Jampersal
melingkupi seluruh ibu yang belum memiliki jaminan kesehatan. Jumlah kunjungan Jampersal
tertinggi terdapat pada pelayanan pasca persalinan sebanyak 6.828.137 kunjungan, pelayanan
pada Ante Natal Care (K1 dan K4) sebanyak 5.760.455 kunjungan, dan persalinan normal
sebanyak 2.226.845 kunjungan. Kunjungan pada ANC yang tinggi diharapkan dapat membantu
menurunkan komplikasi maternal dan neonatal serta kematian ibu dan anak melalui
pendeteksian dini kehamilan berisiko tinggi. Data dan informasi lebih rinci menurut provinsi
mengenai cakupan pelayanan Jamkesmas dan Jampersal terdapat pada Lampiran 4.4, 4.5 4.6,
4.7, dan 4.8.

D. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN


Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan bantuan dana dari Pemerintah
melalui Kementerian Kesehatan RI dalam membantu pemerintahan kabupaten/kota untuk
meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan
Puskesmas untuk mendukung tercapainya target Millennium Development Goals (MDGs) bidang
kesehatan tahun 2015. Selain itu diharapkan dengan bantuan ini dapat meningkatkan kualitas
manajemen Puskesmas, terutama dalam perencanaan tingkat Puskesmas dan lokakarya mini
Puskesmas, meningkatkan upaya untuk menggerakkan potensi masyarakat dalam
meningkatkan derajat kesehatannya, dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh Puskesmas dan jaringannya serta
Poskesdes dan Posyandu.
Pemanfaatan dana BOK difokuskan pada beberapa upaya kesehatan promotif dan
preventif meliputi KIA, KB, imunisasi, perbaikan gizi masyarakat, promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan dan pengendalian penyakit, dan upaya kesehatan lain sesuai risiko dan masalah
utama kesehatan di wilayah setempat dengan tetap mengacu pada pencapaian target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan serta target MDGs Bidang Kesehatan tahun 2015.
Pada proses pelaksanaan, penyaluran dana BOK melalui Tugas Pembantuan
telah dilakukan berbagai upaya penyempurnaan. Realisasi pemanfaatan dana BOK pada tahun
2013 sebesar Rp 1.096.020.049.109 dari alokasi sebesar Rp 1.113.255.075.000 dengan
persentase realisasi 98,45%. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang
sebesar 96,7%.

Pembiayaan Kesehatan

67

GAMBAR 4.5

PERSENTASE PENYERAPAN DANA BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)


MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen. BinaGizi dan KIA, Kemenkes RI, 2013

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa Provinsi Bengkulu memiliki penyerapan
dana BOK tertinggi sebesar 99,92% dan Provinsi Kalimantan Timur memiliki penyerapan
terendah sebesar 89,6%. Pada tahun 2013, terdapat 8 provinsi dengan realisasi lebih rendah
dari persentase penyerapan nasional. Data dan informasi mengenai alokasi serta realisasi dana
BOK menurut provinsi tahun 2013 terdapat pada Lampiran 4.3..
BOK merupakan salah satu program strategis Kementerian Kesehatan RI disamping
Jamkesmas/Jampersal sehingga terus diupayakan perbaikan agar BOK dimanfaatkan dengan
optimal oleh Puskesmas. Dinas kesehatan provinsi sebagai perpanjangan tangan Kementerian
Kesehatan juga memiliki peran serta yaitu melakukan pembinaan dan evaluasi pelaksanaan
BOK di kabupaten/kota. Dengan kehadiran BOK diharapkan petugas kesehatan/kader
kesehatan tidak lagi mengalami kendala dalam melakukan kegiatan untuk mendekatkan akses
pada masyarakat. Hal penting yang perlu dipahami, BOK bukan merupakan dana utama
penyelenggaraan upaya kesehatan di kabupaten/kota, namun hanya dana tambahan yang
bersifat bantuan sehingga tidak dapat menjawab semua permasalahan kesehatan. Sumber
pembiayaan kesehatan yang utama tetap harus disediakan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota.

***

68

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

KESEHATAN KELUARGA
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan biasanya memiliki
hubungan darah atau perkawinan, dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga memiliki
fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan diantara anggotanya.
Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan gizi dan
merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya.
Anak dan ibu merupakan dua anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja
upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan Angka
Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk
aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri.

A. KESEHATAN IBU
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika dibandingkan dengan
negaranegara tetangga.
Sejak tahun 1990 upaya strategis yang dilakukan dalam upaya menekan Angka
Kematian Ibu (AKI) adalah dengan pendekatan safe motherhood, dengan menganggap bahwa
setiap kehamilan mengandung risiko, walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama
kehamilan dalam keadaan baik. Di Indonesia Safe Motherhood initiative ditindaklanjuti dengan
peluncuran Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden yang melibatkan berbagi sektor
pemerintahan di samping sektor kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk
mengatasi masalah kematian ibu adalah penempatan bidan di tingkat desa secara besarbesaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
ke masyarakat. Di tahun 2000, Kementerian Kesehatan RI memperkuat strategi intervensi
sektor kesehatan untuk mengatasi kematian ibu dengan mencanangkan strategi Making
Pregnancy Safer. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding
Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan
neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah
kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi-provinsi tersebut dikarenakan
52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut.
Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan
dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan.
Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui program
EMAS dilakukan dengan cara:

Kesehatan Keluarga

71

Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150
rumah sakit (PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas (PONED).
Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit.

Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari
saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan
memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping
itu, pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa
muda dalam upaya percepatan penurunan AKI.

1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan antenatal
sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi waktu minimal 1 kali
pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal 1 kali pada trimester kedua
(usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal 2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan
24minggu - lahir). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan
penanganan dini komplikasi kehamilan.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

j)

Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas, yaitu :


Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;
Pengukuran tekanan darah;
Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA);
Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai
status imunisasi;
Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);
Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk
keluarga berencana);
Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya); dan
Tatalaksana kasus.

Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator
Cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu
wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil
yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuai
jadwal yang dianjurkan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada
kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan
terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke
tenaga kesehatan.
Gambaran kecenderungan cakupan K1 dan K4 sejak tahun 2004 hingga tahun 2013
dapat dilihat pada gambar 5.1.

72

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.1
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K1 DAN K4 DI INDONESIA TAHUN 2004 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar 5.1 di atas terlihat bahwa secara umum cakupan pelayanan kesehatan ibu
hamil K1 dan K4 mengalami kenaikan. Cakupan K1 dan K4 yang secara umum mengalami
kenaikan tersebut menunjukkan semakin baiknya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan ibu hamil yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dari gambar tersebut juga dapat
dilihat bahwa kenaikan cakupan K1 dari tahun ke tahun relatif lebih stabil jika dibandingkan
dengan cakupan K4. Cakupan K1 selalu mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2013 dimana
angkanya mengalami penurunan dari 96,84% pada tahun 2012 menjadi 95,25% pada tahun
2013. Hal itu sedikit berbeda dengan cakupan K4 yang pernah mengalami kenaikan yang cukup
signifikan dari 80,26% pada 2007 menjadi 86,04% pada 2008, namun setelah itu mengalami
penurunan menjadi 84,54% di tahun berikutnya. Kemudian setelah terus mengalami kenaikan,
cakupan K4 kembali menurun pada 2013 menjadi 86,85% dari 90,18% pada tahun sebelumnya.
Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada
tahun 2013 belum dapat mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan
tahun yang sama, yakni sebesar 93%. Meski demikian, terdapat 4 (empat) provinsi yang
angkanya telah dapat mencapai target tersebut. Keempat provinsi tersebut adalah DKI Jakarta
(95,76%), Jambi (93,61%), Sumatera Selatan (93,21%), dan Bali (93,06%). Capaian pelayanan
kesehatan ibu hamil K4 dari masing-masing provinsi dapat dilihat pada gambar 5.2.

Kesehatan Keluarga

73

GAMBAR 5.2
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4 MENURUT PROVINSI, TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar 5.2 dapat diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) provinsi yang memiliki
cakupan pelayanan ibu hamil K4 relatif rendah, yakni Papua (31,90%), Papua Barat (50,09%),
dan Nusa Tenggara Timur (61,78%). Secara nasional, cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil
K4 pada tahun 2013 adalah sebesar 86,85%.
Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan untuk
semakin mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat hingga
ke pelosok desa, termasuk untuk meningkatkan cakupan pelayanan antenatal. Dari segi sarana
dan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga bulan Desember 2013, tercatat terdapat 9.655
Puskesmas di seluruh Indonesia. Dengan demikian rasio Puskesmas terhadap 30.000 penduduk
sudah melampaui rasio ideal 1:30.000 penduduk. Demikian pula dengan Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Poskesdes dan Posyandu. Sampai dengan tahun
2013, tercatat terdapat 54.731 Poskesdes yang beroperasi dan 280.225 Posyandu di Indonesia.
Upaya meningkatkan cakupan pelayanan antenatal juga makin diperkuat dengan adanya
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010 dan diluncurkannya Jaminan
Persalinan (Jampersal) sejak tahun 2011, dimana keduanya saling bersinergi. BOK dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti pendataan, pelayanan di Posyandu,
kunjungan rumah, sweeping kasus drop out, pelaksanaan kelas ibu hamil serta penguatan
kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu Jampersal mendukung paket pelayanan antenatal,
termasuk yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau sweeping, baik pada kehamilan
normal maupun kehamilan dengan risiko tinggi.
Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai program yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta diharapkan dapat
mendorong tercapainya target cakupan pelayanan antenatal.

74

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.3
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K1 DAN K4 IDEAL DI INDONESIA, TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, dan Badan Litbangkes, Kemenkes RI, 2014

Gambar 5.3 di atas memperlihatkan perbedaan antara hasil pencatatan rutin dan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengambangan Kesehatan. Untuk cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K1 ideal, data
menurut pencatatan rutin adalah 95,25%, sedangkan menurut Riskesdas 81,6%. Untuk cakupan
K4 idealnya, menurut pencatatan rutin adalah sebesar 86,85%, sedangkan menurut Riskesdas
adalah 70,4%. Perbedaan ini dikarenakan pada Riskesdas 2013, sampel penelitian adalah ibu
yang pernah hamil anak terakhir sejak 1 Januari 2010 hingga pada saat wawancara dilakukan.
Selain itu, masih terdapat perbedaan persepsi di daerah mengenai definisi operasional dari
cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K1 dan K4. Data dan informasi terkait pelayanan
kesehatan ibu hamil disajikan pada lampiran 5.1 5.6.

2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan
kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan yang dimulai pada kala I
sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui
indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Pn). Indikator ini
memperlihatkan diantaranya tingkat kemampuan pemerintah dalam menyediakan pelayanan
persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
Dari gambar 5.4 dapat diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Cakupan secara
nasional pada tahun 2013 adalah sebesar 90,88%, dimana angka ini telah dapat memenuhi
target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2013 yakni sebesar 89%.
Sebagian besar provinsi (21 provinsi) telah dapat mencapai target renstra tersebut, dan
selebihnya yakni sebanyak 12 provinsi belum dapat mencapai target. Tiga provinsi dengan
cakupan tertinggi adalah Jawa Tengah (99,89%), Sulawesi Selatan (99,78%), dan Sulawesi Utara
(99,59%). Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua (33,31%), Papua
Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). Pada ketiga provinsi dengan cakupan
terendah tersebut, hanya Papua saja yang cakupannya mengalami penurunan dari tahun

Kesehatan Keluarga

75

sebelumnya, dua provinsi yang lain mengalami kenaikan. Cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan di provinsi Papua pada 2013 adalah 33,31%, sedangkan capaian pada tahun
sebelumnya adalah sebesar 43,54%. Selengkapnya tentang cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan di Indonesia menurut provinsi tahun 2013 disajikan pada gambar 5.5.
GAMBAR 5.4
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA
TAHUN 2004 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014


GAMBAR 5.5
CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

76

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu pada tahun 2010
membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/
fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap
turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/fasilitas, jika persalinan dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan
bahwa seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan didorong untuk dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
menggariskan bahwa pembangunan Puskesmas harus satu paket dengan rumah dinas tenaga
kesehatan. Demikian pula dengan pembangunan Poskesdes yang harus bisa sekaligus menjadi
rumah tinggal bagi bidan di desa. Dengan disediakan rumah tinggal, maka tenaga kesehatan
termasuk bidan akan siaga di tempat tugasnya dan dapat memberikan pertolongan persalinan
setiap saat.
Untuk daerah dengan akses sulit, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah dengan
mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para
dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban yang jelas. Pemeriksaan
kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan oleh dukun, namun dirujuk ke
bidan.
Bagi ibu hamil yang di daerah tempat tinggalnya tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas
pelayanan kesehatan, maka menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di
dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu
Kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus maupun di rumah sanak saudara yang
dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 juga telah
meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan jaminan paket pembiayaan sejak
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, hingga pelayanan nifas termasuk pelayanan
bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Penyediaan Jampersal diyakini turut meningkatkan
cakupan Pn di seluruh wilayah Indonesia. Keberhasilan pencapaian target indikator Pn
merupakan hasil dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta.
GAMBAR 5.6
PROPORSI KELAHIRAN BERDASARKAN TEMPAT BERSALIN DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes, Kemenkes RI 2014

Kesehatan Keluarga

77

Seperti terlihat pada gambar 5.6 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
kelahiran dilakukan di Rumah Bersalin/Klinik/Praktek Tenaga Kesehatan yakni sebesar 38,0%.
Terbanyak ke dua adalah di rumah (29,6%), kemudian di Rumah Sakit (21,4%). Dari data
tersebut terlihat bahwa persalinan yang dilakukan di rumah masih cukup tinggi, dimana rumah
merupakan tempat ke dua terbanyak sebagai tempat melahirkan. Sedangkan
Polindes/Poskesdes merupakan tempat bersalin yang paling sedikit, dimana hanya 3,7% saja
yang memanfaatkannya sebagai tempat bersalin. Selain itu, sebesar 7,3% kelahiran dilakukan di
Puskesmas/Pustu.
GAMBAR 5.7
CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 DAN CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN
OLEH TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2004 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Dari gambar 5.7 dapat dilihat bahwa meski cakupan pelayanan ibu hamil K4 secara
nasional mengalami penurunan, namun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
mengalami kenaikan. Persentasenya bahkan melebihi cakupan K4. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi Pemerintah. Pelayanan antenatal memiliki peranan yang sangat penting, di
antaranya agar dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini komplikasi yang dapat timbul
pada saat persalinan. Apabila seorang ibu datang langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan
tanpa adanya riwayat pelayanan antenatal sebelumnya, maka faktor risiko dan kemungkinan
komplikasi saat persalinan akan lebih sulit diantisipasi.
GAMBAR 5.8
PROPORSI PENOLONG PERSALINAN DENGAN KUALIFIKASI TERTINGGI
DI INDONESIA, RISKESDAS TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes, Kemenkes RI 2014

78

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Dalam analisis Riskesdas, penolong persalinan dinyatakan dalam penolong persalinan


kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi
yakni apabila terdapat lebih dari satu penolong maka dipilih yang kualifikasinya paling tinggi.
Begitu juga dengan kualifikasi yang terendah. Dari gambar 5.8 terlihat bahwa penolong
persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter
(18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran dilakukan tanpa
ada penolong, dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat sebagai tenaga dengan
kualifikasi tertinggi. Data dan informasi terkait pelayanan kesehatan ibu bersalin disajikan pada
lampiran 5.7 - 5.9.
Selain melalui persalinan normal, persalinan juga dapat dilakukan dengan cara bedah
perut/sesar. Pada Riskesdas 2013 ditanyakan mengenai proses persalinan yang dialami.
Gambar 5.9 menyajikan proporsi persalinan dengan bedah sesar menurut karakteristik. Dari
gambar tersebut dapat diketahui bahwa secara umum pola persalinan melalui bedah sesar
menurut karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada ibu yang menyelesaikan D1D3/perguruan tinggi (PT) nya (25,1%), pekerjaannya sebagai pegawai (20,9%), tinggal di
perkotaan (13,8%), dan kuintil indkes kepemilikannya teratas (18,9%).
GAMBAR 5.9
PROPORSI PERSALINAN SESAR DARI KELAHIRAN PERIODE 1 JANUARI 2010
SAMPAI SAAT WAWANCARA MENURUT KARAKTERISTIK DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes, Kemenkes RI 2014

3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang
dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada 6 jam
sampai dengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 pasca
persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan.
Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi :
a) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b) Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;

Kesehatan Keluarga

79

e) Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi
baru lahir, termasuk keluarga berencana;
f) Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan pelayanan
kesehatan ibu nifas (Cakupan KF3). Indikator ini menilai kemampuan negara dalam
menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang berkualitas sesuai standar.
GAMBAR 5.10
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI INDONESIA TAHUN 2008 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa capaian cakupan kunjungan nifas (KF3) di
Indonesia dalam kurun waktu 6 tahun terakhir mengalami kenaikan. Capaian indikator KF
lengkap yang meningkat dalam 6 tahun terakhir merupakan hasil dari berbagai upaya yang
dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat termasuk sektor swasta. Program penempatan
Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk dokter dan bidan terus dilaksanakan. Selain itu, dengan
diluncurkannya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010, Puskesmas,
Poskesdes, dan Posyandu lebih terbantu dalam mengintensifkan implementasi upaya kesehatan
termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan ibu nifas, di antaranya kegiatan sweeping atau
kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Dukungan
Pemerintah makin meningkat sejak diluncurkannya Jampersal pada tahun 2011, dimana
pelayanan nifas termasuk paket manfaat yang dijamin oleh Jampersal. Data dan informasi
terkait pelayanan kesehatan ibu nifas disajikan pada lampiran 5.11.

4. Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan


Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan atau
janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan
tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau janin, yang tidak disebabkan oleh
trauma/kecelakaan. Pencegahan dan penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan
kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan
penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan
dasar dan rujukan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencegahan dan penanganan
komplikasi kebidanan adalah cakupan penanganan komplikasi kebidanan (Cakupan PK).
Indikator ini mengukur kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi.

80

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Capaian indikator penanganan komplikasi kebidanan di Indonesia dari tahun 2008


hingga tahun 2013 disajikan pada Gambar berikut.
GAMBAR 5.11
CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN DI INDONESIA TAHUN 2008 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar 5.11 di atas dapat diketahui bahwa secara umum, cakupan penanganan
komplikasi kebidanan di Indonesia selama kurun waktu 6 tahun terakhir mengalami kenaikan,
meski pada tahun 2009 sempat mengalami penurunan. Cakupan penanganan komplikasi
kebidanan secara nasional pada tahun 2013 ialah 73,31%.
GAMBAR 5.12
CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Kesehatan Keluarga

81

Gambaran mengenai cakupan penanganan komplikasi kebidanan pada tahun 2013


menurut provinsi yang disajikan pada gambar 5.12 menunjukkan bahwa cakupan penanganan
komplikasi kebidanan tertinggi yaitu di Provinsi Jawa Tengah (102, 2%). Angka cakupan yang
melebihi 100% ini dimungkinkan karena jumlah sasaran yang digunakan adalah perkiraan,
yakni diperkirakan pada kurun waktu 1 tahun sebanyak 20% dari jumlah sasaran ibu hamil di
suatu wilayah kerja akan mengalami komplikasi kebidanan. Cakupan tertinggi ke dua dan ke
tiga berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (98%) dan DIY (87,3%). Sedangkan cakupan
terendah berturut-turut yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat (19,2%), serta Sumatera Utara
(30,3%).
Lima penyebab kematian ibu terbesar adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK), infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi
oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan
infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi
cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari
30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh HDK.
GAMBAR 5.13
PENYEBAB KEMATIAN IBU DI INDONESIA TAHUN 2010

Sumber:

Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, Hasil Analisis Lanjut
Sensus Penduduk Tahun 2010

Seperti telah disebutkan di atas, bahwa diperkirakan 20% kehamilan akan mengalami
komplikasi. Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar komplikasi
dapat dicegah dan ditangani bila : 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2)
tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan
partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif kala
III (MAK III) untuk mencegah perdarahan pasca-salin; 3) tenaga kesehatan mampu melakukan
identifikasi dini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan
pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan;
5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna.
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian
dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu
mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai; 2) pertolongan persalinan yang
bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran;
serta 3) pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif
(PONEK) yang dapat dijangkau.

82

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Upaya terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia salah satunya melalui
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang menitikberatkan
fokus totalitas monitoring yang menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari risiko
kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan
salah satu unsur dari Desa Siaga. P4K mulai diperkenalkan pada tahun 2007. Sampai dengan
tahun 2013, tercatat 66.629 (86%) desa/kelurahan telah melaksanakannya. . Pelaksanaan P4K
di desa-desa tersebut perlu dipastikan agar mampu membantu keluarga dalam membuat
perencanaan persalinan yang baik dan meningkatkan kesiap-siagaan keluarga dalam
menghadapi tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang
tepat.
Sesuai Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, ditargetkan pada
akhir tahun 2014 di setiap kabupaten/kota terdapat minimal 4 (empat) Puskesmas rawat inap
mampu PONED dan 1 (satu) Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan
PONEK. Melalui pengelolaan pelayanan PONED dan PONEK, Puskesmas dan Rumah Sakit
diharapkan bisa menjadi institusi terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi
dengan cepat dan tepat.
Standardisasi PONEK untuk rumah sakit dilakukan oleh Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Rujukan bekerjasama dengan organisasi profesi yang terkait (POGI, IDAI dan IBI)
serta Badan PPSDMKes Kemenkes RI. Lokakarya PONEK dilakukan selama 5 hari, meliputi
materi manajemen dan klinik PONEK yang kemudian diikuti dengan latihan on the job training
PONEK untuk mengenalkan cara melakukan bimbingan teknis untuk perbaikan kinerja Tim
PONEK rumah sakit. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, jumlah
rumah sakit siap PONEK di Indonesia sampai dengan Desember 2013 sebanyak 424 rumah sakit
dari 750 rumah sakit umum milik Pemerintah, sedangkan jumlah Puskesmas PONED sampai
dengan Desember tahun 2013 adalah 2.782 puskesmas. Data dan informasi selengkapnya
mengenai rumah sakit siap PONEK dan Puskesmas PONED disajikan pada lampiran 2.3 dan 2.5.
Selain itu dilakukan pula kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP), yang merupakan
upaya dalam penilaian pelaksanaan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir melalui pembahasan kasus kematian ibu atau bayi baru lahir sejak di level
masyarakat sampai di level fasilitas pelayanan kesehatan. Kendala yang timbul dalam upaya
penyelamatan ibu pada saat terjadi kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir akan dapat
menghasilkan suatu rekomendasi intervensi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan ibu dan bayi di masa mendatang. Data dan informasi terkait pelayanan/penanganan
komplikasi maternal disajikan pada lampiran 5.10.

5. Pelayanan Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi
kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20
tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di
atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta
perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan
perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak,
berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak.
Baik suami maupun istri memiliki hak yang sama untuk menetapkan berapa jumlah
anak yang akan dimiliki dan kapan akan memiliki anak. Melalui tahapan konseling pelayanan

Kesehatan Keluarga

83

KB, pasangan usia subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi
dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan
dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan.
Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran
atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia
15-49 tahun.
GAMBAR 5.14
PERSENTASE PEMAKAIAN ALAT/CARA KB PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN)
YANG BERSTATUS KAWIN DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

Dari gambar 5.14 dapat kita lihat bahwa sebagian besar WUS saat ini menggunakan
kontrasepsi, yakni sebanyak 59,7%. Dimana sebanyak 59,3% wanita usia subur menggunakan
kontrasepsi modern, dan hanya 0,4% nya yang menggunakan kontrasepsi cara tradisional.
Selain itu, dapat diketahui pula bahwa sebanyak 24,8% dari wanita usia subur mengaku pernah
menggunakan kontrasepsi, meski saat ini tidak sedang menggunakannya. Sedangkan 15,5%
wanita usia subur mengaku tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
GAMBAR 5.15
PERSENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

84

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Dari gambar 5.15 dapat dilihat bahwa metode kontrasepsi yang paling banyak
digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (46,87%) dan terbanyak ke dua adalah pil
(24,54%). Sedangkan metode kontrasepsi yang paling sedikit dipilih oleh peserta KB aktif
adalah Metoda Operasi Pria (MOP), yakni sebanyak 0,69%, kemudian kondom sebanyak 3,22%.
Persentase peserta KB aktif di tiap provinsi selengkapnya dapat dilihat pada gambar 5.16.
GAMBAR 5.16
PERSENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

Gambar 5.16 di atas menunjukkan bahwa provinsi dengan persentase peserta KB aktif
tertinggi ialah Provinsi Aceh (89,9%), kemudian DIY (89,08%), dan Bali (86,16%). Sedangkan
provinsi dengan persentase peserta KB aktif terendah ialah Provinsi Papua Barat (4,80%) dan
Provinsi Papua (16,09%). Secara nasional, persentase peserta KB aktif pada tahun 2013 ialah
sebesar 76,73%.
Sedangkan pada peserta KB baru, persentase metode kontrasepsi yang terbanyak
digunakan adalah suntikan, yakni sebesar 48,56%. Metode terbanyak ke dua adalah pil, sebesar
26,60%. Metode yang paling sedikit dipilih oleh para peserta KB baru adalah metode operasi
pria (MOP) sebanyak 0,25%, kemudian metode operasi wanita (MOW) sebanyak 1,52%, dan
kondom (6,09%). Gambaran mengenai persentase peserta KB baru menurut metode
kontrasepsi tahun 2013 selengkapnya dapat dilihat pada gambar 5.17. Selain itu, persentase
peserta KB baru menurut provinsi tahun 2013 disajikan pada gambar 5.18.

Kesehatan Keluarga

85

GAMBAR 5.17
PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI TAHUN 2013

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

GAMBAR 5.18
CAKUPAN PESERTA KB BARU MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

Dari gambar 5.18 di atas dapat dilihat bahwa provinsi dengan persentase peserta KB
baru tertinggi ialah Provinsi DKI Jakarta (36,35%), kemudian Bengkulu (28,79%), dan Sumatera
Selatan (24,9%). Sedangkan provinsi dengan persentase peserta KB baru terendah ialah
Provinsi Papua (8,85%), Bali (11,21%), dan Papua Barat (11,59%). Secara nasional, persentase
peserta KB baru pada tahun 2013 adalah sebesar 18,49%. Data dan informasi terkait
kontrasepsi selengkapnya disajikan pada lampiran 5.12 5.18.

86

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

B. KESEHATAN ANAK
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka
kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih
dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan angka
kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan anak adalah Angka Kematian
Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA).
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup menurun dari
20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23 per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil
SDKI 2002. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi
penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi.
Untuk mencapai target penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal)
menjadi prioritas utama. Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian
anak yaitu menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 19902015.
Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indikator
kesehatan anak yang meliputi prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR), penanganan
komplikasi neonatal, kunjungan neonatal, pelayanan kesehatan bayi, inisiasi menyusu dini,
pemberian ASI eksklusif, pemberian vitamin A, penimbangan balita di Posyandu, imunisasi
dasar, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan pada siswa SD/setingkat, pelayanan
kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan pada kasus kekerasan anak, dan pelayanan
kesehatan anak terlantar dan anak jalanan di panti.

1. Berat Badan Lahir Bayi


Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama
setelah lahir. Hubungan antara waktu kelahiran dengan umur kehamilan, kelahiran bayi dapat
dikelompokan : bayi kurang bulan (prematur), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi
(kehamilan) < 37 minggu (<259 hari). Bayi cukup bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa
gestasi antara 37-42 minggu (259 - 293 hari); dan bayi lebih bulan, bayi yang dilahirkan dengan
masa gestasi > 42 minggu (>294 hari).
Berkaitan dengan berat badan bayi lahir, bayi dapat dikelompokkan berdasarkan berat
lahirnya:, yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir <2500 gram, bayi berat lahir
sedang, yaitu berat lahir antara 2500-3999 gram, dan berat badan lebih, yaitu berat lahir 4000
gram. Persentase balita (0-59 bulan) menurut berat badan lahir menurut provinsi hasil
Riskesdas tahun 2013 disajikan pada lampiran 5.20.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah prematuritas dengan
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Persentase berat bayi lahir rendah disajikan
pada gambar 5.15 berikut ini.

Kesehatan Keluarga

87

GAMBAR 5.19
PERSENTASE BERAT BAYI LAHIR RENDAH
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0-59 bulan) dengan
BBLR sebesar 10,2%. Persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%)
dan terendah di Sumatera Utara (7,2%).
Masalah pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama pada prematur terjadi
karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir rendah mempunyai
kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang komplikasi.
Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf
pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal, termoregulasi.

2. Penanganan Komplikasi Neonatal


Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang
dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus
neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan
pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada
pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir
rendah dan infeksi (Riskesdas, 2007). Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani.
Namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan

88

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini dan
kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan.
Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap neonatal sakit
dan atau neonatal dengan kelainan atau komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat
pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik di
rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan.
Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, manajemen Asfiksia Bayi
Baru Lahir, manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di
tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya.
Pada gambar 5.16 berikut ini disajikan gambaran cakupan penanganan neonatal dengan
komplikasi menurut provinsi tahun 2013.
GAMBAR 5.20
CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI NEONATAL
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami peningkatan dari tahun


2012 yang sebesar 48,48% menjadi 51,47% pada tahun 2013. Meskipun terjadi peningkatan
capaian, namun masih terdapat disparitas yang cukup besar antar provinsi. Capaian tertinggi
diperoleh Provinsi DI Yogyakarta dengan angka sebesar 90,60% diikuti oleh Jawa Tengah
sebesar 75,36%, dan Bali sebesar 71,27%. Capaian terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar 15,34%, diikuti oleh Papua sebesar 15,38%, dan Sumatera Utara sebesar
18,69%.
Informasi lebih rinci menurut provinsi tentang penanganan komplikasi neonatal
terdapat pada lampiran 5.23.

3. Pelayanan Kesehatan Neonatal

Kesehatan Keluarga

89

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, dimana terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa
ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan
merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Pada usia
yang rentan ini, berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Tanpa penanganan yang tepat, bisa
berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada
kelompok ini diantaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai
standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa neonatus
(bayi baru lahir umur 0-28 hari). Menurut hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5%
dari kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Komplikasi yang menjadi penyebab
kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi.
Dengan melihat adanya risiko kematian yang tinggi dan berbagai serangan komplikasi
pada minggu pertama, maka setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan sesuai
standar lebih sering (minimal 2 kali) dalam minggu pertama. Langkah ini dilakukan untuk
menemukan secara dini jika terdapat penyakit atau tanda bahaya pada neonatus sehingga
pertolongan dapat segera diberikan untuk mencegah penyakit bertambah berat yang dapat
menyebabkan kematian. Kunjungan neonatus merupakan salah satu intervensi untuk
menurunkan kematian bayi baru lahir.
Terkait hal tersebut, pada tahun 2008 ditetapkan perubahan kebijakan dalam
pelaksanaan kunjungan neonatal, dari 2 kali yaitu satu kali pada minggu pertama dan satu kali
pada 8-28 hari, menjadi 3 kali yaitu dua kali pada minggu pertama dan satu kali pada 8 28
hari. Dengan demikian, jadwal kunjungan neonatal yang dilaksanakan saat ini adalah pada umur
6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen
program Kesehatan Ibu Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan neonatal yang
komprehensif.
Kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah cakupan pelayanan kesehatan bayi baru
lahir (umur 6 jam - 48 jam) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani
sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan. Pelayanan
yang diberikan saat kunjungan neonatal adalah pemeriksaan sesuai standar Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru lahir termasuk ASI eksklusif
dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan neonatal pertama (KN1), bayi baru lahir
mendapatkan vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada saat
lahir. Cakupan indikator kunjungan neonatal pertama menurut provinsi, digambarkan pada
gambar 5.17.
Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi neonatal adalah
KN lengkap yang mengharuskan agar setiap bayi baru lahir memperoleh pelayanan Kunjungan
Neonatal minimal 3 kali, yaitu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada 3-7 hari, 1 kali pada 8-28 hari
sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun

90

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.21
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Capaian KN lengkap di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 87,23%. Capaian ini telah
memenuhi target program tahun 2013 sebesar 84%. Terdapat 27 provinsi telah memenuhi
target tersebut. Gambaran cakupan kunjungan KN lengkap menurut provinsi di Indonesia
terdapat pada gambar 5.18 berikut ini.
GAMBAR 5.22
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Kesehatan Keluarga

91

Pada gambar di atas terlihat bahwa pencapaian indikator KN lengkap cukup baik di
Indonesia yang dapat dilihat dari capaian yang cukup tinggi di sebagian besar provinsi.
Terdapat 26 provinsi telah mencapai Renstra 2013, yaitu 84%, dimana capaian tertinggi
terdapat di Provinsi Jawa Tengah sebesar 95,41%, diikuti oleh Kepulauan Bangka Belitung
sebesar 94,47%, dan DI Yogyakarta sebesar 94,33%. Sedangkan provinsi dengan capaian
terendah adalah Papua sebesar 25,41%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 51,79%, dan Sumatera
Utara sebesar 68,22%.
Capaian KN lengkap secara nasional mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012,
yaitu dari 87,79% menjadi 87,23% pada tahun 2013. Gambar berikut ini menampilkan cakupan
KN lengkap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2008, mulai ditetapkan
kebijakan KN lengkap yang mensyaratkan 3 kali kunjungan.
GAMBAR 5.23
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP
DI INDONESIA TAHUN 2009-2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Cakupan KN lengkap nampak mengalami sedikit penurunan dari 78,04% pada tahun
2009 menjadi 71,5% pada tahun 2010. Cakupan ini kembali meningkat menjadi 84,14% pada
tahun 2011. Kemudian cakupan KN lengkap menunjukkan kecenderungan peningkatan seiring
dengan pemberlakuannya kebijakan KN lengkap tahun 2008 yang mensyaratkan 3 kali
kunjungan diimplementasikan.
Informasi lebih lanjut mengenai kunjungan neonatal dapat dilihat pada lampiran 5.22.

4. Pelayanan Kesehatan Pada Bayi


Bayi juga merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap gangguan kesehatan
maupun serangan penyakit. Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan
kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal. Pelayanan kesehatan bayi termasuk salah satu
dari beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan
bayi dan balita. Pelayanan kesehatan pada bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari sampai dengan
11 bulan dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) minimal 4
kali, yaitu pada 29 hari 2 bulan, 3 5 bulan, 6 8 bulan dan 9 12 bulan sesuai standar di satu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

92

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pelayanan ini terdiri dari penimbangan berat badan, pemberian imunisasi dasar (BCG,
DPT/ HB1-3, Polio 1-4, dan Campak), Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK) bayi, pemberian vitamin A pada bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi
serta penyuluhan ASI Eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) dan lain-lain.
Cakupan pelayanan kesehatan bayi dapat menggambarkan upaya pemerintah dalam
meningkatan akses bayi untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini
mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
serta peningkatan kualitas hidup bayi.
Gambaran capaian indikator ini di 33 provinsi menunjukkan bahwa sebagian besar
provinsi telah memenuhi target Renstra tahun 2013 seperti yang disajikan pada gambar berikut
ini.
GAMBAR 5.24
CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar 5.20 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 18 provinsi (54,5%) dengan
capaian melebihi 87%. Provinsi DKI Jakarta memiliki capaian tertinggi sebesar 97,29% diikuti
oleh Bali sebesar 96,39% dan Jawa Timur sebesar 95,76%. Provinsi Kepulauan Riau memiliki
capaian terendah sebesar 31,72% diikuti oleh Papua sebesar 35,12%, dan Papua Barat sebesar
56,39%. Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait pelayanan kesehatan pada bayi tahun
2013 terdapat pada lampiran 5.27.

5. Proses Bayi Mulai Mendapat Air Susu Ibu


Kategori proses bayi mulai mendapat air susu ibu (ASI) menurut Riskesdas 2013 adalah
kurang dari 1 jam (inisiasi menyusu dini/IMD), antara 1 sampai 6 jam, 7 sampai 23 jam, 24
sampai 47 jam dan sama dengan atau lebih dari 47 jam.

Kesehatan Keluarga

93

Dua puluh empat jam pertama setelah ibu melahirkan adalah saat yang sangat penting
untuk keberhasilan menyusui selanjutnya. Pada jam-jam pertama setelah melahirkan
dikeluarkan hormon oksitosin yang bertanggung jawab terhadap produksi ASI.
Waktu pertama kali mendapatkan ASI segera setelah lahir secara bermakna
meningkatkan kesempatan hidup bayi. Jika bayi mulai menyusui dalam waktu 1 jam setelah
lahir, 22 % bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama (setara dengan sekitar satu juta bayi
baru lahir setiap tahun di dunia) sebenarnya dapat dicegah. Jika proses menyusui ini dimulai
dalam satu hari pertama, maka hanya 16 % bayi yang dapat diselamatkan.
Inisiasi menyusu dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, dimana
bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya.,
bagi bayi kehangatan saat menyusu menurunkan risiko kematian karena hypothermia
(kedinginan). Selain itu juga, bayi memperoleh bakteri tak berbahaya dari ibu, menjadikannya
lebih kebal dari bakteri lain di lingkungan. Dengan kontak pertama, bayi memperoleh
kolostrum, yang penting untuk kelangsungan hidupnya, dan bayi memperoleh ASI (makanan
awal) yang tidak mengganggu pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi sehingga bayi akan lebih
berhasil menyusu ASI eksklusif dan mempertahankan menyusui. Sedangkan manfaat bagi ibu
adalah menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan
merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum).
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan
inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini
dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. Maka diharapkan
semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan dapat mensosialisasikan
program tersebut.
Hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa persentase proses mulai mendapat ASI kurang
dari satu jam (inisiasi menyusu dini) pada anak umur 0-23 bulan di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 34,5%. Persentase proses mulai mendapat ASI antara 1 6 jam sebesar 35,2%,
persentase proses mulai mendapat ASI antara 7 23 jam sebesar 3,7%, sedangkan persentase
proses mulai mendapat ASI antara 24 47 jam sebesar 13,0% dan persentase proses mulai
mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7%.
Persentase proses mulai mendapat ASI kurang dari satu jam (inisiasi menyusu dini)
tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 52,9% diikuti oleh Sulawesi Selatan sebesar
44,9%, dan Sumatera Barat sebesar 44,2%. Sedangkan persentase inisiasi menyusu dini
terendah terdapat di provinsi Papua Barat sebesar 21,7%, diikuti oleh provinsi Riau sebesar
22,1%, dan Kepulauan Riau sebesar 22,7%. Gambaran proses mulai mendapat ASI kurang dari
satu jam (inisiasi menyusu dini) menurut provinsi disajikan pada gambar 5.25.

94

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.25
PERSENTASE BAYI MULAI MENDAPAT ASI KURANG DARI 1 JAM PERTAMA
(INISIASI MENYUSU DINI) PADA ANAK UMUR 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS TAHUN 2013

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Data dan Informasi mengenai persentase proses mulai mendapat ASI pada anak umur 023 bulan pada tahun 2013 terdapat pada lampiran 5.21.

6. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif


Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara
eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur
24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai
dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih, protein
dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan perkembangan anak
secara optimal serta melindungi terhadap penyakit.
Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 54,3%, sedikit meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 48,6%.
Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 79,74%,
diikuti oleh Sumatera Selatan sebesar 74,49%, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 74,37%.
Sedangkan persentase pemberian ASI eksklusif terendah terdapat di Provinsi Maluku sebesar

Kesehatan Keluarga

95

25,21%, diikuti oleh Jawa Barat sebesar 33,65% dan Sulawesi Utara sebesar 34,67%. Gambaran
pemberian ASI eksklusif menurut provinsi disajikan pada gambar berikut ini.
GAMBAR 5.26
CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI 0-6 BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA Kemenkes RI, 2014

Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif antara lain :


a)

Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg tidak ada
masalah medis
b) Masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan tidak memberi
kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan untuk melaksanakan pemberian
ASI secara eksklusif. Hal ini terbukti dengan belum tersedianya ruang laktasi dan
perangkat pendukungnya
c) Masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau belum
berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif, yaitu masih
mendorong untuk memberi susu formula pada bayi 0-6 bulan.
d) Masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI
e) Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait
pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10 Langkah Menuju
Keberhasilan Menyusui (LMKM).
Upaya yang dilakukan dalam memecahkan masalah tersebut yaitu:
a) Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
ASI Eksklusif
b) Melakukan pelatihan konseling menyusui dan konseling Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI). Sampai tahun 2012 telah dilakukan pelatihan konseling menyusui kepada
3.929 orang dan MP-ASI sebanyak 416 orang.

96

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

c) Melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM), yaitu:


1) Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada
semua staf pelayanan kesehatan ;
2) Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan
menyusui tersebut;
3) Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen
menyusui;
4) Membantu ibu menyusui dini dalam 30 menit pertama persalinan;
5) Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu
dipisah dari bayinya;
6) Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;
7) Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam);
8) Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi;
9) Tidak memberi dot kepada bayi;
10) Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu
kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan;
d) Sosialisasi dan kampanye ASI Eksklusif
e) KIE melalui media cetak dan elektronik
f) Mengembangkan Strategi Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif
g) Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui melalui
peraturan perundang-undangan dan kebijakan atau PP
h) Penguatan sarana pelayanan kesehatan (RS/RSIA, Puskesmas perawatan, klinik
bersalin) dalam menerapkan 10 LMKM
i) Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatan, melindungi,
dan mendukung pemberian ASI
j) Pemberdayaan ibu, keluarga, dan masyarakat dalam praktek pemberian ASI
k) Menjamin terlaksananya strategi pemberian ASI
l) Pengembangan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan atau PP
m) Pelaksanaan revitalisasi RS dan sarana pelayanan kesehatan sayang bayi
n) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan
o) Pemberdayaan ibu, bapak, dan keluarga, serta masyarakat
p) Perlindungan pekerja perempuan
q) Bekerjasama dengan lintas sektor terkait dalam pengawasan pemasaran susu
formula dan produk makanan bayi sesuai standar produk makanan (codex
alimentarius)
r) Advokasi dan promosi peningkatan pemberian ASI
Data dan informasi mengenai pemberian ASI Eksklusif pada tahun 2013 terdapat pada
lampiran 5.33.

7. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6 59 Bulan


Sampai dengan usia enam bulan, ASI merupakan sumber utama vitamin A jika ibu
memiliki vitamin A yang cukup berasal dari makanan atau suplemen. Anak yang berusia enam
bulan sampai lima tahun dapat memperoleh vitamin A dari berbagai makanan seperti hati, telur,
ikan, minyak sawit merah, mangga dan papaya, jeruk, ubi, sayur daun berwarna hijau dan
wortel.
Anak memerlukan vitamin A untuk membantu melawan penyakit, melindungi
penglihatan mereka, serta mengurangi risiko meninggal. Anak yang kekurangan vitamin A
kurang mampu melawan berbagai potensi penyakit yang fatal dan berisiko rabun senja. Oleh
karena itu dilakukan pemberian kapsul vitamin A dalam rangka mencegah dan menurunkan

Kesehatan Keluarga

97

prevalensi kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Cakupan yang tinggi dari pemberian kapsul
vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat.
Di beberapa negara dimana kekurangan vitamin A telah terjadi secara luas, dan anak
sering meninggal karena diare, dan campak, vitamin A dalam bentuk kapsul dosis tinggi
dibagikan dua kali dalam setahun kepada anak usia enam bulan hingga lima tahun. Diare dan
campak dapat menguras vitamin A dari tubuh anak. Anak yang menderita diare atau campak,
atau menderita kurang gizi harus diobati dengan suplemen vitamin A dosis tinggi yang bisa
diperoleh dari petugas kesehatan terlatih.
Masalah vitamin A pada balita secara klinis bukan lagi masalah kesehatan masyarakat
(prevalensi xeropthalmia < 0,5%). Hasil studi masalah gizi mikro di 10 kota pada 10 provinsi
tahun 2006, diperoleh prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13%, sedangkan hasil survey
vitamin A pada tahun 1992 menunjukkan prevalensi xeropthalmia sebesar 0,33%.
Namun demikian KVA subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata,
masih ada pada kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan
memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Selain itu, sebaran cakupan
pemberian vitamin A pada balita menurut provinsi masih ada yang dibawah 75%. Dengan
demikian kegiatan pemberian vitamin A pada balita masih perlu dilanjutkan, karena bukan
hanya untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, namun lebih penting lagi, vitamin A
meningkatkan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak.
Pemberian kapsul vitamin A dilakukan terhadap bayi (6-11 bulan) dengan dosis
100.000 SI, anak balita (12-59 bulan) dengan dosis 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul
vitamin A 200.000 SI, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI.
Pemberian Kapsul Vitamin A diberikan secara serentak setiap bulan Februari dan Agustus pada
balita usia 6-59 bulan.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Indonesia tahun
2013 mencapai 83,9%. Capaian ini sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang sebesar
82,8%. Dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi, maka masih diperlukan upaya untuk
meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Upaya tersebut antara lain melalui
peningkatan integrasi pelayanan kesehatan anak, sweeping pada daerah yang cakupannya
masih rendah dan kampanye pemberian kapsul vitamin A.
Provinsi dengan cakupan pemberian vitamin A tertinggi pada tahun 2013 adalah DI
Yogyakarta sebesar 98,88%, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 98,61% dan Bali sebesar 96,79%.
Sedangkan cakupan terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 45,92%, diikuti oleh Papua
Barat sebesar 50,70% dan Maluku sebesar 62,91%. Cakupan pemberian kapsul vitamin A
menurut provinsi ditampilkan pada gambar 5.27.

98

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.27
CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA (6-59 BULAN)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Data dan informasi tentang pemberian vitamin A pada balita yang dirinci menurut
provinsi pada tahun 2013 dapat dilihat pada lampiran 5.31.
Menurut data Riskesdas 2013, persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul
vitamin A selama enam bulan terakhir tahun 2013 di Indonesia tahun 2013 mencapai 75,5%.
Provinsi dengan cakupan pemberian vitamin A tertinggi berdasarkan Riskesdas 2013
adalah Nusa Tenggara Barat sebesar 89,20%, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 84,40% dan
Jawa Tengah sebesar 84,00%. Sedangkan cakupan terendah terdapat di Provinsi Sumatera
Utara sebesar 52,30%, diikuti oleh Papua sebesar 53,10% dan Sulawesi Barat sebesar 59,60%.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A menurut provinsi dari hasil Riskesdas tahun 2013
ditampilkan pada gambar berikut ini.

Kesehatan Keluarga

99

GAMBAR 5.28
PERSENTASE PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA ANAK UMUR (6-59 BULAN)
SELAMA ENAM BULAN TERAKHIR
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS TAHUN 2013

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Data dan informasi tentang pemberian vitamin A pada balita selama enam bulan
terakhir yang dirinci menurut provinsi pada tahun 2013 dari hasil Riskesdas dapat dilihat pada
lampiran 5.32.

8. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)


Sejak lahir sampai dengan usia lima tahun, anak seharusnya ditimbang secara teratur
untuk mengetahui pertumbuhannya. Cara ini dapat membantu untuk mengetahui lebih awal
tentang gangguan pertumbuhan, sehingga segera dapat diambil tindakan tepat secepat
mungkin.
Hasil penimbangan, dapat mengetahui apakah seorang anak terlalu cepat bertambah
berat badannya dibandingkan usianya atau tidak bertambah berat badannya. Untuk itu
memerlukan pemeriksaan berat badan anak lebih lanjut terkait dengan tinggi badannya, yang
dapat menentukan apakah seorang anak mempunyai berat badan berlebih/kurang.
Kegiatan penimbangan balita di Posyandu (D/S) menjadi salah satu indikator yang
ditetapkan pada Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Indikator ini berkaitan
dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya
imunisasi serta penanganan prevalensi gizi kurang pada balita. Dengan cakupan D/S yang
tinggi, diharapkan semakin tinggi pula cakupan vitamin A, cakupan imunisasi dan semakin
rendah prevalensi gizi kurang.

100

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
80,30%. Cakupan ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 75,1%. Capaian pada
tahun 2013 telah memenuhi target Renstra 2013 sebesar 80%. Pada tingkat provinsi terdapat
18 provinsi dengan capaian melebihi target 80% seperti yang ditampilkan pada gambar berikut.
GAMBAR 5.29
CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA (D/S)
DI INDONESIATAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar diatas diketahui bahwa provinsi yang memiliki capaian tertinggi adalah
Jawa tengah sebesar 89,43%, diikuti oleh Gorontalo sebesar 88,42%, dan Jawa Timur sebesar
88,36%. Sedangkan capaian terendah terdapat di Provinsi Papua sebesar 38,85%, diikuti oleh
DKI Jakarta sebesar 54,37% dan Papua Barat sebesar 56,50%.
Setiap anak harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdapat dalam buku KIA
agar dapat dipantau pertumbuhannya. Dengan KMS terlihat apakah anak tumbuh dengan baik
sesuai usianya. KMS diberikan pada orang tua pada saat kunjungan balita ke Posyandu. Maka
kunjungan balita ke Posyandu sangat berkaitan dengan indikator D/S.
Namun demikian terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait dengan kunjungan
balita ke posyandu. Permasalahan tersebut antara lain : dana operasional dan sarana prasarana
untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas
dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat
terhadap manfaat Posyandu, serta pelaksanaan pembinaan kader. Data dan informasi tentang
penimbangan balita di posyandu pada tahun 2013 terdapat pada lampiran 5.34.

Kesehatan Keluarga

101

9. Imunisasi
Setiap tahun lebih 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang
sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke
dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain : Difteri, Tetanus,
Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru-paru, pertusis, dan polio. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian.
Proses perjalanan penyakit diawali ketika virus/ bakteri/ protozoa/ jamur, masuk ke
dalam tubuh. Setiap makhluk hidup yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dianggap benda
asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen. Secara alamiah sistem kekebalan tubuh
akan membentuk zat anti yang disebut antibodi untuk melumpuhkan antigen. Pada saat
pertama kali antibodi berinteraksi dengan antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat.
Hal ini disebabkan antibodi belum mengenali antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang
ke-2 dan seterusnya, sistem kekebalan tubuh sudah memiliki memori untuk mengenali
antigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak dan dalam
waktu yang lebih cepat.
Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut imunisasi
alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah upaya stimulasi
terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam upaya melawan penyakit
dengan melumpuhkan antigen yang telah dilemahkan yang berasal dari vaksin. Imunisasi
adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya sakit ringan.
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap
penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan
terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, anak usia sekolah, wanita usia subur, dan ibu hamil.
a. Imunisasi Dasar pada Bayi
Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan atau diteteskan
melalui mulut. Pada beberapa negara hepatitis masih menjadi masalah. Sepuluh dari 100 orang
akan menderita hepatitis sepanjang hidupnya jika tidak diberi vaksin hepatitis B. Sampai
dengan seperempat dari jumlah anak yang menderita hepatitis B dapat berkembang menjadi
kondisi penyakit hati yang serius, seperti kanker hati. Disamping itu wajib diberikan imunisasi
hepatitis B segera setelah bayi lahir untuk mencegah penularan virus hepatitis dari ibu kepada
anaknya.
Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi DPT dapat
mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan
kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan
dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan
dana dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu.
Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalah tungkai tibatiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio, maka satu orang
akan menjadi cacat sepanjang hidupnya.

102

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib
mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4
dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang
diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang
dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk
mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa
campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan
campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita.
Indonesia memiliki cakupan imunisasi campak pada tahun 2013 sebesar 97,85%.
Capaian tersebut telah memenuhi target 90% yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup
regional. Cakupan pada tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 yang
sebesar 99,3%. Pada tingkat provinsi, terdapat 21 provinsi yang telah berhasil mencapai target
90% seperti yang disajikan pada gambar 5.25 berikut.
GAMBAR 5.30
PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki capaian
tertinggi sebesar 109,37% diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 107,9% dan Jambi sebesar
104,86%. Sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua sebesar 66,93%, diikuti
oleh Papua Barat sebesar 76,59% dan Nusa Tenggara Timur sebesar 80,69%.
Sedangkan berdasarkan laporan Riskesdas 2013, persentase imunisasi campak secara
pada anak 12 23 bulan secara nasional sebesar 82,1%. Capaian tersebut belum memenuhi
target 90% yang menjadi komitmen Indonesia pada lingkup regional. Menurut Riskesdas 2013,

Kesehatan Keluarga

103

pada tingkat provinsi, hanya 8 provinsi yang telah berhasil mencapai target 90% seperti yang
disajikan pada gambar 5.26 berikut.
GAMBAR 5.31
CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK
PADA ANAK UMUR 12-23 BULAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2014

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa yang memiliki capaian tertinggi adalah
Provinsi DI Yogyakarta sebesar 98,1% diikuti oleh Gorontalo sebesar 94,9% dan Sulawesi Utara
sebesar 94,4%%. Sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua sebesar 56,8%,
diikuti oleh Aceh sebesar 62,4% dan Banten sebesar 66,7%.
Program imunisasi pada bayi mengharapkan agar setiap bayi mendapatkan kelima jenis
imunisasi dasar lengkap. Keberhasilan seorang bayi dalam mendapatkan 5 jenis imunisasi dasar
tersebut diukur melalui indikator imunisasi dasar lengkap. Capaian indikator ini di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 90,00%. Angka ini telah memenuhi target Renstra pada tahun 2013
yang sebesar 88%. Dengan demikian terdapat 15 provinsi (45,45%) yang telah memenuhi
target Renstra tahun 2013.

104

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.32
CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

Tiga provinsi dengan capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi yang tertinggi pada
tahun 2013 adalah di Provinsi Jawa Tengah sebesar 100,73% diikuti oleh Nusa Tenggara Barat
sebesar 99,47%, dan Jawa Timur sebesar 99,31%. Sedangkan tiga provinsi dengan capaian
terendah adalah Papua sebesar 66,57%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 67,66%, dan Sulawesi
Tenggara sebesar 69,90%. Data dan informasi terkait imunisasi dasar pada bayi yang dirinci
menurut provinsi tahun 2013 terdapat pada lampiran 5.24.
b. Universal Child Immunization
Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi adalah
Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu
desa/kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan
tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada Renstra tahun 2013 adalah
sebesar 95%. Pada tahun 2013 terdapat 9 provinsi yang memiliki persentase desa UCI melebihi
target 95% seperti yang nampak pada gambar berikut ini.

Kesehatan Keluarga

105

GAMBAR 5.33
CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

Pada Gambar 5.14 dapat diketahui bahwa terdapat tiga provinsi memiliki capaian
tertinggi sebesar 100%, yaitu DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jambi. Kemudian diikuti oleh
Lampung sebesar 99,27%. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar
13,05%, diikuti oleh Papua Barat sebesar 41,21%, dan Sulawesi Tenggara sebesar 56,50%.
Informasi terkait capaian desa UCI pada tahun 2011 - 2013 menurut provinsi terdapat pada
lampiran 5.29.
Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya.
Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun
demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara
lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi yang
mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan
imunisasi campak, disebut Drop Out Rate DPT/HB1- Campak. Indikator ini diperoleh dengan
menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi
DPT/HB1.
Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2013 sebesar 3,3%. Angka ini
lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,6%. DO Rate DPT/HB1-Campak menunjukkan
kecenderungan penurunan sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 yang artinya semakin
sedikit bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kecenderungan
penurunan tersebut dijelaskan pada gambar berikut.

106

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 5.34
ANGKA DROP OUT CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB1 - CAMPAK PADA BAYI
DI INDONESIA TAHUN 2007-2013

Sumber: Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

DO rate DPT/HB1-campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut
telah berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Pada tahun 2013 terdapat
19 provinsi dengan DO rate 5%. Data dan informasi lebih rinci mengenai drop out rate
cakupan imunisasi pada tahun 2013 DPT/HB1-campak tahun 2013 terdapat pada lampiran
5.26.

10. Pelayanan Kesehatan Anak Balita


Kehidupan anak, usia dibawah lima tahun merupakan bagian yang sangat penting. Usia
tersebut merupakan landasan yang membentuk masa depan kesehatan, kebahagiaan,
pertumbuhan, perkembangan, dan hasil pembelajaran anak di sekolah, keluarga, masyarakat
dan kehidupan secara umum.
Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan kesehatan mereka selalu
dalam kondisi optimal. Untuk itu dipakai indikator-indikator yang bisa menjadi ukuran
keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita, salah satu diantaranya adalah
pelayanan kesehatan anak balita. Adapun batasan anak balita adalah setiap anak yang berada
pada kisaran umur 12 sampai dengan 59 bulan.
Pelayanan kesehatan pada anak balita dilakukan oleh tenaga kesehatan dan
memperoleh :
1. Pelayanan Pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun (Penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan minimal 8 kali dalam setahun).
2. Pemberian vitamin A dua kali dalam setahun yakni setiap bulan Februari dan
Agustus
3. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang balita minimal 2 kali dalam
setahun.
4. Pelayanan Anak Balita Sakit sesuai standar menggunakan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).
Capaian Indikator pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2013 sebesar 70,12%
dan itu berarti belum memenuhi target Renstra pada tahun 2013 yang sebesar 83%. Capaian

Kesehatan Keluarga

107

indikator ini juga mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 73,52%.
Capaian indikator menurut provinsi juga menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi di
Indonesia memiliki capaian di bawah 83% seperti yang terlihat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.35
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Penurunan terjadi dari kondisi pada tahun 2012 dimana terdapat 7 provinsi yang
memiliki capaian kurang dari target 81%, pada tahun 2013 tampak hanya 4 provinsi yang
memiliki capaian melebihi target 83%, yaitu DKI Jakarta, Bali, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah,
seperti yang tampak pada gambar 5.2.9 diatas. DKI Jakarta memiliki capaian tertinggi yaitu
sebesar 93,80%, diikuti oleh Bali sebesar 87,98%, dan DI Yogyakarta sebesar 85,46%.
Sedangkan provinsi dengan capaian terendah adalah Papua sebesar 8,43%, diikuti oleh
Kepulauan Riau sebesar 25,23%, dan Sulawesi Tengah sebesar 38,60%. Data dan informasi
menurut provinsi terkait upaya pelayanan kesehatan anak balita disajikan pada lampiran 5.27

11. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan Setingkat


Mulai masuk sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak
masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan
menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan
masalah gizi. Pelayanan kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah.
Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program
kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah
dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan
untuk siswa SD/sederajat kelas 1. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter kecil). Tenaga kesehatan

108

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

disini adalah tenaga medis, tenaga keperawatan atau petugas puskesmas lainnya yang telah
dilatih sebagai tenaga pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang
ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS. Dokter
kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas 4 dan 5 SD dan
setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil.
Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran tentang kebersihan dan kesehatan gigi bisa
dilaksanakan sedini mungkin. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan siswa
tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada khususnya dan kesehatan tubuh
serta lingkungan pada umumnya.
Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan
terhadap murid SD/MI kelas 1 juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi
keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan
selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah sehingga dapat
dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk
memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah,
maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan
evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Kegiatan penjaringan kesehatan ini terdiri dari :
1. Pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit dan kuku)
2. Pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri
3. Pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran)
4. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
5. Pemeriksaan laboratorium untuk anemia dan kecacingan
6. Pengukuran kebugaran jasmani
7. Deteksi dini masalah mental emosional.
Penjaringan kesehatan dinilai dengan menghitung persentase SD/MI yang melakukan
penjaringan kesehatan terhadap seluruh SD/MI yang menjadi sasaran penjaringan. Cakupan SD
atau sederajat yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk siswa kelas 1 pada tahun 2013
di Indonesia yang sebesar 73,91% mengalami penurunan dibandingkan cakupan tahun 2012
yang sebesar 83,95%. Selain terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, capaian
tersebut juga belum memenuhi target Renstra 2013 yang sebesar 94%.

Kesehatan Keluarga

109

GAMBAR 5.36
CAKUPAN SEKOLAH DASAR/SETINGKAT YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN
SISWA SD/SETINGKAT KELAS 1 MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Dari gambar 5.30 diketahui bahwa sebagian besar provinsi belum memenuhi target
94%, hanya 6 provinsi yang telah mencapai target Renstra 2013 yaitu Bali, DI Yogyakarta,
Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Riau. Ada dua provinsi dengan
capaian 100%, yakni provinsi Bali dan DI Yogyakarta. Kemudian diikuti oleh Kepulauan Bangka
Belitung sebesar 99,63%, DKI Jakarta sebesar 99,07%, Sumatera Barat sebesar 96,83%, dan
Riau sebesar 94,98%. Sedangkan capaian terendah terdapat di Provinsi Maluku sebesar
13,69%, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 17,81%, dan Papua sebesar 17,85%.
Sedikitnya jumlah provinsi yang telah memenuhi target Renstra Kemenkes berarti sulit
terpenuhinya target penjaringan SD/MI. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa masalah.
Masalah utama yang sering ditemukan di daerah adalah kurangnya tenaga di Puskesmas
sedangkan jumlah SD/MI cukup banyak, sehingga untuk melaksanakan penjaringan kesehatan
membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu juga manajemen pelaporan belum terintegrasi
dengan baik. Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah dilaksanakan di Puskesmas
namun di beberapa Provinsi, pengelola program UKS di Kabupaten/Kota berada pada struktur
organisasi yang berbeda sehingga menjadi penyebab koordinasi pencatatan dan pelaporan
tidak berjalan dengan baik . Data dan informasi tentang cakupan penjaringan siswa
SD/sederajat kelas 1 menurut provinsi terdapat pada lampiran 5.39.

12. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Salah satu upaya kesehatan anak yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden adalah
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas. Program ini mulai dikembangkan

110

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

pada tahun 2003 yang bertujuan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat serta memberikan pelayanan
kesehatan yang berkualitas kepada remaja.
Puskesmas yang memiliki PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun di luar
gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis sekolah ataupun masyarakat. Hal ini
dilakukan agar layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja (10-19
tahun). Kriteria yang ditetapkan bagi Puskesmas yang mampu laksana PKPR yaitu :
1) Melakukan pembinaan pada minimal 1 sekolah (sekolah umum, sekolah berbasis
agama) dengan melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di
sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun;
2) Melatih Kader Kesehatan Remaja di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah murid
di sekolah binaan; dan
3) Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang
kontak dengan petugas PKPR.
Layanan PKPR merupakan upaya komprehensif yang menekankan pada langkah
promotif/preventif berupa pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial
dengan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS). Layanan konseling menjadi ciri dari
PKPR mengingat permasalahan remaja yang tidak hanya berhubungan dengan fisik tetapi juga
psikososial. Upaya penjangkauan terhadap kelompok remaja juga dilakukan melalui kegiatan
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), Focus Group Discussion (FGD), dan penyuluhan ke
sekolah-sekolah dan kelompok remaja lainnya.
Fenomena peer groups (kelompok sebaya) juga menjadi perhatian pada program PKPR.
Oleh karena itu, program ini juga memberdayakan remaja sebagai konselor sebaya yang
diharapkan mampu menjadi agen pengubah di kelompoknya. Konselor sebaya ini sangat
potensial karena adanya kecenderungan pada remaja untuk memilih teman sebaya sebagai
tempat berdiskusi dan rujukan informasi.
Selain pemberian informasi dan edukasi, dan kegiatan seperti disebutkan diatas,
pelayanan kesehatan sekolah ini meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan perkembangan
kecerdasan, pemberian imunisasi, penemuan kasus-kasus dini yang mungkin terjadi,
pengobatan sederhana, pertolongan pertama serta rujukan bila menemukan kasus yang tidak
dapat ditanggulangi di sekolah.
Persentase kabupaten/kota dengan minimal 4 puskesmas mampu tata laksana PKPR
pada tahun 2013 terdapat pada gambar 5.31.

Kesehatan Keluarga

111

GAMBAR 5.37
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 4 PUSKESMAS MAMPU TATA LAKSANA PKPR
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Berdasarkan target tahun 2013 yang ditentukan oleh program yaitu 70%, terdapat 27
provinsi telah melampaui target tersebut. Hanya 6 provinsi yang belum mencapai target tahun
2013. Persentase kabupaten/kota dengan minimal 4 puskesmas mampu tata laksana PKPR di
Indonesia tahun 2013 sebesar 81,6%, mengalami peningkatan dari tahun 2012 yang sebesar
77,67%.
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat 81,69%
kabupaten/kota di Indonesia yang telah memiliki 4 puskesmas mampu laksana PKPR. Pada
tahun 2013 terdapat 11 provinsi dengan persentase 100%, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan
tahun 2012 yang sebanyak 10 provinsi. Provinsi dengan persentase 100% artinya seluruh
kabupaten telah memiliki sedikitnya 4 Puskesmas mampu PKPR. Jumlah kab/kota yang
memiliki minimal 4 puskesmas PKPR pada tahun 2013 sebanyak 406 kab/kota. Jumlah
puskesmas PKPR tahun 2013 sebesar 3.077 puskesmas tersebar di 33 provinsi. Data dan
informasi lebih rinci menurut provinsi terkait persentase kabupaten/kota dengan puskesmas
mampu laksana PKPR disajikan pada lampiran 5.37.
Untuk keberhasilan dalam pengembangan pelaksanaan PKPR digunakan strategi
sebagai berikut:
1. Peningkatan Akses dan Kualitas Penyelenggaraan PKPR
Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan terlatih tentang penyelenggraan PKPR
khususnya dalam memberikan konseling. Pelatihan di tingkat provinsi didukung oleh
dana dekon terutama untuk provinsi yang belum mencapai target indikator
Kabupaten/Kota yang memiliki minimal 4 puskesmas mampu laksana PKPR.

112

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pengembangan Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) agar


mutu penyelenggaraannya PKPR terutama di Puskesmas ditingkatkan mutunya secara
berkesinambungan.
2. Kemitraan
Pertemuan Koordinasi Lintas Sektor, Lintas Program, Lembaga Swadaya Masyarakat,
donor agency untuk meningkatnya komitmen, koordinasi dan komunikasi terkait
kegiatan kesehatan remaja.
3. Pemberdayaan Remaja
Pelatihan Konselor remaja
Melibatkan remaja dalam perencanaan dan pelaksanaan PKPR
4. Dukungan Manajemen
Pembinaan Teknis Bagi Pengelola Program Anak Usia Sekolah Dan Remaja di
Provinsi dan kabupaten/kota.
Penyediaan dan distribusi buku-buku pedoman/juknis, untuk memberikan acuan/
panduan bagi pengelola program dalam melaksanakan PKPR.
Penyediaan dan distribusi media KIE kesehatan remaja (poster, lembar balik, puzzle,
kartu kwartet, celemek dan panthom kesehatan reproduksi).

13. Pelayanan Kesehatan pada Kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA)


Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan. Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpastisipasi, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 131 Tentang Kesehatan menyebutkan
bahwa :
(1)
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas dan berkualitas serta menurunkan angka
kematian bayi dan anak.
(2)
Upaya pemeliharaan kesehatan anak dimulai sejak anak masih dalam kandungan,
dilahirkan, setelah dilahirkan dan sampai berusia 18 tahun.
(3)
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga,
masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dari jutaan anak di dunia yang tidak mendapat perlindungan penuh, banyak diantara
mereka terlibat dalam kekerasan, terbuang, terlantar, dijadikan pekerja, terabaikan dan
dilecehkan. Berbagai bentuk kekerasan membatasi kesempatan anak-anak untuk bertahan
hidup, tumbuh, berkembang dan mewujudkan impian mereka.
Menurut KOMNAS Perlindungan Anak (2006), pemicu kekerasan terhadap anak
diantaranya adalah : 1) Kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam keluarga terjadi kekerasan
yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Anak seringkali menjadi
sasaran kemarahan orang tua, 2) Disfungsi keluarga, yaitu peran orang tua tidak berjalan
sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran
ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi, 3) Faktor ekonomi, yaitu kekerasan
timbul karena tekanan ekonomi. 4) Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orang
tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola
asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua. Disamping itu, kekerasan pada anak terinspirasi
dari tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya yang tersebar dilingkungan
masyarakat.

Kesehatan Keluarga

113

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekerasan terhadap anak sebagai


semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi, komersial atau lainnya, yang
mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam
konteks hubungan tanggungjawab.
Dalam bidang kesehatan, pemerintah melakukan intervensi dalam bentuk penyediaan
akses pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan pada anak yang terdiri dari pelayanan di
tingkat dasar melalui puskesmas mampu tatalaksana kekerasan terhadap anak dan Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT) di rumah sakit untuk penanganan kasus rujukan. Kegiatan yang
dilakukan meliputi upaya pencegahan, deteksi dan penanganan kasus termasuk rujukan oleh
puskesmas yang bekerjasama dengan LP/LS terkait melalui :
o pelayanan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT) di
RSUP/RS Swasta/RS Bhayangkara dan
o Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) di polres setempat.
o Lembaga Perlindungan Anak/LPA,
o Lembaga Bantuan Hukum/LBH,
o Rumah Perlindungan Trauma Center/RPTC,
o Rumah Perlindungan Sosial Anak/RPSA dan lain-lain
Pendekatan pelayanan kesehatan KtA di Puskesmas dilakukan melalui 3 aspek yaitu
meliputi aspek medis (pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang), medikolegal (Visum et
repertum) dan psikososial (rumah aman). Penatalaksanaan kasus merupakan multidisiplin
dengan melibatkan lembaga pelayanan kesehatan, lembaga perlindungan anak, lembaga
bantuan hukum, aparat penegak hukum dan lembaga sosial lainnya, yang terbentuk dalam
mekanismes kerja jejaring.
Pelayanan kesehatan lebih difokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti
penyuluhan mengenai dampak KtA terhadap tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun
psikologis di sekolah melalui program UKS dan di tingkat masyarakat memberikan penyuluhan
kepada ibu-ibu PKK dan lain-lain. Selain itu, puskesmas juga memberikan pelayanan kuratif
yaitu penanganan darurat medis, pelayanan rehabilitatif dengan memberikan konseling.
pelayanan rujukan medikolegal dan psikososial.
Program KtA diarahkan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan secara
komprehensif di pelayanan tingkat dasar dan rujukan. Target Puskesmas mampu Tatalaksana
KtA adalah setiap Kab/Kota memiliki minimal 2 puskesmas Mampu tatalaksana KtA. Kriterianya
adalah memiliki tenaga terlatih tatalaksana kasus KtA yaitu dokter atau doker gigi dan perawat
atau bidan dan melakukan pelayanan rujukan kasus KtA.
Upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan melalui penyiapan
fasilitator pusat dan daerah serta tenaga pemberi pelayanan di puskesmas yang dilakukan
dengan menyelenggarakan pelatihan (TOT) secara berjenjang dalam rangka menyediakan
Puskesmas Mampu Tatalaksana KtA dengan menggunakan dana APBN maupun dekon. Selain
itu, pada tahun 2012 2013 telah dilaksanakan penguatan pelayanan rujukan di rumah sakit.
Hasil cakupan Puskesmas Mampu Tatalaksana KtA pada tahun 2013 adalah 1535 puskesmas
(76,26%) yang melampaui target nasional yaitu 60% dan tersebar di 379 Kabupaten/Kota.
Target Puskesmas Mampu Tatalaksana KtA pada tahun 2014 adalah 90%. Saat ini, sudah
tersedia 67 RS Umum/RS Bhayangkara di 28 provinsi yang memiliki PPT/PKT (menjadi Pusat
Pelayanan Terpadu untuk korban KtA) dan 34 RS di 22 provinsi yang melakukan pelayanan KtA
di IGD oleh tenaga kesehatan terlatih.

114

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Kekerasan terhadap anak merupakan tindak pidana berat, dalam Pasal 108 KUHAP ayat
(3) menyatakan bahwa setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera
melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. Untuk itu, telah dibuat Permenkes nomor
68 tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi layanan Kesehatan untuk memberikan informasi
atas adanya dugaan kekerasan terhadap anak. Diharapkan dengan Permenkes ini, tenaga
kesehatan di lapangan dapat bekerja secara profesional dan aman.
GAMBAR 5.38
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 2 PUSKESMAS MAMPU TATA LAKSANA KTA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber : Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar 5.32 di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat 76,26%
kabupaten/kota di Indonesia yang telah memiliki 2 puskesmas mampu laksana KtA. Pada tahun
2013 terdapat 14 provinsi dengan persentase 100%, jumlah ini sama dengan kondisi pada
tahun 2012 yaitu sebanyak 13 provinsi. Provinsi dengan persentase 100% artinya seluruh
kabupaten/kota di provinsi tersebut telah memiliki sedikitnya 2 Puskesmas mampu
Tatalaksana KtA. Provinsi tersebut yaitu Papua Barat, Maluku, Sulawesi Tenggara, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, NTB, Bali, Banten, DIY, Jakarta, Sumatera Selatan, Jambi dan
Sulawesi Utara. Sedangkan provinsi yang capaiannya dibawah target (75 %) adalah Papua,
Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Maluku Utara, Kepulauan Riau, Bengkulu, Sulawesi barat dan
Kalimantan Barat. Data dan informasi lebih rinci menurut provinsi terkait persentase
kabupaten/kota dengan puskesmas mampu laksana KtA disajikan pada lampiran 5.36.

Kesehatan Keluarga

115

14. Pelayanan Kesehatan Anak Terlantar dan Anak Jalanan di Panti


Upaya kesehatan anak juga dilakukan untuk menjangkau kelompok yang terpinggirkan
yaitu anak terlantar dan anak jalanan. Kelompok umur remaja (usia 14 18 tahun) merupakan
bagian terbesar dari kelompok anak jalanan. Masalah kesehatan yang dihadapi anak jalanan
terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa kondisi
anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal yang sehat. Anak jalanan menghabiskan
sebagian besar waktunya di jalanan yang meningkatkan kerentanan mereka terhadap gangguan
kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan, diare, kulit dan lain sebagainya.
Anak jalanan secara psikologis memiliki konsep diri negatif, tidak atau kurang percaya
diri, mudah tersinggung, ketergantungan pada orang lain, dan emosi yang tidak stabil. Kondisi
ini menyebabkan mereka mudah terpengaruh orang lain dan cenderung berperilaku antisosial
(berkelahi, mencuri, merampas, menggunakan NAPZA dan menjalankan bisnis NAPZA, dan
perilaku seks bebas). Selain itu, anak dapat mengalami berbagai bentuk kekerasan baik fisik,
psikis dan seksual. Mereka juga dapat mengalami eksploitasi fisik dan seksual terutama oleh
orang dewasa hingga kehilangan nyawa, sehingga timbul masalah kesehatan yang terkait
kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS.
Upaya kesehatan bagi anak terlantar dilakukan pada kelompok-kelompok sasaran
seperti di panti/LKSA anak terlantar/anak jalanan, shelter, rumah singgah dan lain-lain. Upaya
kesehatan yang dilakukan mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui
pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas bekerjasama dengan
unsur dari sektor terkait dan LSM memberikan pelayanan kesehatan bagi anak terlantar dan
anak jalanan.
Puskesmas melakukan pembinaan kesehatan bagi bayi, balita, anak usia sekolah dan
remaja di panti (LKSA) adalah puskesmas yang melakukan pelayanan kesehatan terhadap anak
dipanti/LKSA serta diberikan berdasarkan paket-paket pelayanan yang disesuaikan dengan
kelompok usia anak yang meliputi: Pelayanan kesehatan bayi, pelayanan kesehatan anak balita
dan pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pengobatan, pelayanan imunisasi, pelayanan gizi, promosi kesehatan, penyehatan lingkungan,
pengendalian penyakit, kesehatan jiwa dan pemeriksaan serta pemeliharaan kebersihan diri.
Pada tahun 2013 terdapat 1.751 puskesmas yang memiliki panti anak terlantar di
wilayah kerjanya. Dari seluruh puskesmas yang memiliki panti anak terlantar, terdapat 1.270
(72,53%) puskesmas yang telah melakukan pembinaan. Angka ini meningkat dari tahun 2012
yakni sebesar 1.003 (57,28%) puskesmas yang memiliki panti anak terlantar. Saat ini sasaran
panti yang dibina oleh 1751 puskesmas yang berada di 33 provinsi berjumlah 3348 panti.
Target pembinaan kesehatan Anak di Panti/LKSA yaitu 33 provinsi dimana setiap puskesmas
membina Panti/LKSA yang berada di wilayah kerjanya dan melakukan pelayanan rujukan di
Rumah Sakit. Upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan pada
tahun 2013 yaitu, pembinaan kesehatan anak di Panti/LKSA, Pertemuan Koordinasi Yankes
perlindungan Anak LP/LS Tingkat Pusat di Jakarta dan Forum Teknis Perlindungan Kesehatan
Anak. Tahun 2014 akan diadakan Konsolidasi Program Yankes anak di Panti yang melibatkan
LP/LS, Organisasi Profesi dan LSM. Data dan informasi berdasarkan provinsi terkait puskesmas
yang melakukan pembinaan di Panti Anak Terlantar dapat dilihat pada lampiran 5.38.

15. Pelayanan Kesehatan Anak Dengan Disabilitas (ADD)


Anak dengan disabilitas merupakan bagian dari anak Indonesia yang perlu mendapat
perhatian dan perlindungan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga sesuai dengan amanat
dari Undang undang Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak.

116

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Upaya perlindungan bagi anak dengan disabilitas adalah sama dengan anak lainnya
yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak, agar mereka dapat hidup, tumbuh dan
berkembang secara optimal serta berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kebutuhan dasar anak tersebut meliputi asah, asih dan asuh yang dapat diperoleh melalui
upaya di bidang kesehatan maupun pendidikan dan sosial.
Sebagai salah satu negara yang melakukan ratifikasi terhadap konvensi hak-hak
penyandang disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/ CRPD) melalui UU
nomor 19 tahun 2011, Indonesia memiliki kewajiban untuk agar isi Konvensi agar sepenuhnya
dapat dilakukan di Indonesia. Prinsip umum konvensi adalah meningkatkan pemenuhan hakhak penyandang disabilitas termasuk dalam hal aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan.
Terkait anak dengan disabilitas pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan
upaya diantaranya deteksi dini, stimulasi dan intervensi tumbuh kembang anak, skrining
hipotiroid kongenital dan melibatkan anak dengan disabilitas untuk menjadi kader kesehatan di
SLB melalui UKS.
Program ADD merupakan salah satu program yang harus dilaporkan bersama dengan
program kesehatan bagi penyandang disabilitas oleh Kementerian Kesehatan melalui
Kementerian Luar Negeri di tingkat internasional setiap 4 tahun, mengingat Indonesia telah ikut
meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Conventinon of The Right of People with
Disability).
Pengembangan program yang dilakukan bagi ADD melalui dua pendekatan yaitu
melalui program UKS di SLB dan melalui pembinaan kesehatan ADD di tingkat keluarga.
Program pembinaan ADD di SLB melalui UKS.
Pembinaan kesehatan ADD di tingkat keluarga dikembangkan, mengingat sebagian
besar ADD berada di masyarakat sehingga perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
(community awareness) tentang hak-hak anak dengan disabilitas dan upaya pemberdayaan
masyarakat/keluarga/orangtua, agar dapat melakukan pengasuhan yang benar apabila
memiliki Anak dengan Disabilitas.
Diharapkan program ini dapat menumbuhkan kemandirian orangtua/keluarga untuk
mampu membimbing dan melatih anak tentang aktivitas hidup sehari-hari seperti toilet
training, kebersihan diri termasuk menyikat gigi sendiri, memperhatikan tumbuh kembang
anak dengan memberikan asupan gizi yang memadai, mengenal tanda-tanda penyakit dan
upaya pencegahannya serta memberikan latihan sederhana bagi anak agar dapat mencapai
kemampuan optimal sesuai potensi yang dimiliki.
Target pembinaan SLB oleh puskesmas adalah puskesmas yang melakukan 1 (satu) atau
lebih pelayanan kesehatan melalui UKS di SLB, antara lain penyuluhan tentang kesehatan anak,
penyuluhan tentang kesehatan lingkungan, penjaringan kesehatan, pemberantasan sarang
nyamuk, imunisasi, pengobatan, dan lain - lain.
Tahun 2013 capaian Rencana Aksi Nasional Hak Azasi Manusia (RAN HAM) untuk
pembinaan kesehatan anak di SLB sudah dilakukan di 22 Provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat,
Lampung, Riau, Kalsel, Banten, Sumatera Selatan, NTB, Sulawesi Utara, Sumatera Utara,
Gorontalo, Kalimantan Barat, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau) capaian
100%. Sejalan dengan sasaran provinsi yang melaksanakan program UKS dengan mengacu pada
buku Pedoman Pembinaan Kesehatan Anak di SLB bagi petugas kesehatan. Kegiatan yang sudah
dilakukan di tahun 2013 yaitu, Revisi Modul RBM untuk yankes anak penyandang cacat dan
pertemuan koordinasi yankes anak penyandang cacat di SLB (Tipe A dan Tipe B).

Kesehatan Keluarga

117

Sedangkan tahun 2014 target pembinaan pelayanan kesehatan oleh puskesmas melalui
UKS di SLB dilaksanakan di 27 propinsi yaitu 22 prov di tahun 2013 ditambah 5 provinsi
pengembangan baru yaitu, NTT, Aceh, Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

16. Pelayanan Kesehatan Anak yang Berhadapan Hukum (ABH)


Data tentang ABH setiap tahun diperkirakan sekitar 5000-7000 anak yang berhadapan
dengan hukum terdapat di Lapas/Rutan anak maupun dewasa. ABH di Lapas/Rutan mayoritas
adalah anak usia remaja (12-18 tahun) dengan berbagai masalah kesehatan baik pada yang
didapat dari anak maupun akibat pengaruh dampak lingkungan baik fisik maupun psikis. Alasan
utama yang menyebabkan anak terpaksa menjalani hukuman pidana di Lapas, yaitu: terkait 1)
kasus narkoba (NAPZA), 2) perbuatan asusila (pencabulan, perkosaan), 3) dan masalah
kriminal lainnya (pencurian, pembunuhan). ABH dengan kasus asusila dan narkoba sangat erat
terkait dengan masalah kesehatan reproduksi remaja; hal ini berdampak pada gangguan fisik
maupun psikologis. Hasil pemantauan program perlindungan kesehatan anak pada tahun 2011
2012 ditemukan sebagai penyebab tertinggi kekerasan seksual pada anak didik
pemasyarakatan (andikpas) berada di Lapas Anak Kota Kupang NTT (100%), Lapas anak
Gianyar Bali (70%) dan Lapas Sulawesi Selatan (50%).

Sementara itu, gambaran masalah kesehatan pada ABH, pada umumnya meliputi:
Infeksi kulit, seperti scabies,
Infeksi Saluran Pernafasan: ISPA, TB,
Masalah kesehatan reproduksi remaja: Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
HIV & AIDS,
Masalah narkoba: NAPZA termasuk rokok
Kondisi sanitasi lingkungan Lapas masih kurang

Kebijakan dan strategi dalam program kesehatan bagi ABH dikembangkan sesuai
dengan indikator pada Inpres No 3 Tahun 2010-2011 dilanjutkan pada tahun 2012 2014
sebagai RAN HAM, yaitu: pembinaan kesehatan bagi ABH di Lapas/Rutan dan rujukan di Rumah
Sakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan PHBS, penyuluhan tentang kesehatan anak,
penyuluhan tentang kesehatan lingkungan, penjaringan kesehatan, pemberantasan sarang
nyamuk, imunisasi, pengobatan, dan lain lain.
Target program puskesmas membina lapas adalah puskesmas yang melakukan 1 (satu)
atau lebih pelayanan kesehatan di lapas. Tahun 2013 capaian RAN HAM untuk pembinaan
kesehatan di Lapas/Rutan sudah dilaksanakan di 25 provinsi yaitu 96%. Sedangkan tahun 2014
target pembinaan pelayanan kesehatan oleh puskesmas terhadap ABH dilaksanakan di 29
propinsi yaitu 25 prov di tahun 2013 ditambah 4 provinsi pengembangan baru yaitu
Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, Gorontalo dan Maluku Utara.

C. STATUS GIZI
1. Status Gizi Balita
Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah
kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu yang mengalami
kekurangan gizi pada saat hamil, atau anaknya mengalami kekurangan gizi pada usia 2 tahun
pertama, pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mentalnya akan lambat.
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai pencapaiannya dalam MDGs adalah status
gizi balita. Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan

118

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

(TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu :
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan
indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah
gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan
tinggi badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena pendek
(masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut).
Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang
terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% balita
dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan
tahun 2010 (17,9 %), prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat.
Balita kekurangan gizi tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9%
berstatus gizi buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun
2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015
yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 %
dalam periode 2013 sampai 2015.
Gambaran kekurangan gizi balita pada tahun 2013 terdapat pada gambar berikut ini.
GAMBAR 5.39
PERSENTASE BALITA KEKURANGAN GIZI
BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR BB/U
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS TAHUN 2013

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Diantara 33 provinsi di Indonesia, 19 provinsi memiliki prevalensi balita kekurangan


gizi di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 19,7% sampai dengan 33,1 persen.
Atas dasar sasaran MDG 2015, terdapat tiga provinsi yang memiliki prevalensi balita
kekurangan gizi sudah mencapai sasaran yaitu: (1) Bali (13,2%), (2) DKI Jakarta (14,0%), (3)

Kesehatan Keluarga

119

Kepulauan Bangka Belitung (15,1%). Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila
prevalensi kekurangan gizi pada balita antara 20,0-29,0%, dan dianggap prevalensi sangat
tinggi bila 30 persen (WHO, 2010). Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi kekurangan
gizi pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti masalah kekurangan gizi pada balita di
Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi.
Diantara 33 provinsi, terdapat dua provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu
Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (33,0%).
Indikator gizi yang lain yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) memberikan indikasi
masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya:
kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari
sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator status gizi
berdasarkan indeks BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat
dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Misalnya: terjadi wabah
penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus.
Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk. Masalah
kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degeneratif
pada saat dewasa.
Pada tahun 2013 terdapat 37,2% balita dengan tinggi badan di bawah normal yang
terdiri dari 18,0% balita sangat pendek dan 19,2% balita pendek. Dibandingkan tahun 2010,
terjadi peningkatan persentase balita pendek dan sangat pendek pada tahun 2013 dari 35,6%
menjadi 37,2%. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8
% tahun 2007 dan 18,5% tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0% pada tahun
2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013. Gambaran balita dengan tinggi badan di bawah normal
pada tahun 2013 terdapat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.40
PERSENTASE BALITA DENGAN TINGGI BADAN DI BAWAH NORMAL
BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR TB/U
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS, TAHUN 2013

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

120

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Menurut provinsi, prevalensi balita pendek terendah terjadi di Kepulauan Riau (26,3%),
DI Yogyakarta (27,3%), dan DKI Jakarta (27,5%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi balita
pendek tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Timur (51,7%), Sulawesi Barat (48,0%). Dan Nusa
Tenggara Barat (45,2%).
Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30 39
% dan serius bila prevalensi pendek 40% (WHO 2010). Sebanyak 13 provinsi termasuk
kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi termasuk kategori serius. Ke 15 provinsi tersebut
adalah: Papua (40,1%), Maluku (40,6%), Sulawesi Selatan (40,9%), Sulawesi Tengah (41,0%),
Maluku Utara (41,1%), Kalimantan Tengah (41,3%), Aceh (41,5%), Sumatera Utara (42,5%),
Sulawesi Tenggara (42,6%), Lampung (42,6%), Kalimantan Selatan (44,2%), Papua Barat
(44,7%), Nusa Tenggara Barat (45,2%), Sulawesi Barat (48,0%). dan Nusa Tenggara Timur
(51,7%).
Indikator antropometri lain untuk menilai status gizi balita yaitu berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB). Pada tahun 2013 terdapat 12,1% balita wasting (kurus) yang terdiri dari
6,8% balita kurus dan 5,3% sangat kurus. Gambaran balita kurus dengan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) pada tahun 2013 terdapat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.41
PERSENTASE BALITA KURUS BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN (BB/TB)
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS TAHUN 2013

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Angka ini menurun dibandingkan tahun 2010 dengan persentase 13,3%. Prevalensi
sangat kurus secara nasional tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu 5,3 %, terdapat penurunan
dibandingkan tahun 2010 (6,0 %) dan tahun 2007 (6,2%). Demikian pula halnya dengan
prevalensi kurus sebesar 6,8 persen juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen
(tahun 2010) dan 7,4 % (tahun 2007).
Terdapat 17 provinsi dimana prevalensi balita kurus diatas angka nasional, dengan
urutan dari prevalensi tertinggi, adalah: Kalimantan Barat, Maluku, Aceh, Riau, Nusa Tenggara

Kesehatan Keluarga

121

Timur, Papua Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Papua, Banten, Jambi, Kalimantan Selatan,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau dan Maluku Utara.
Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,0
14,0%, dan dianggap kritis bila 15,0 persen (WHO 2010). Pada tahun 2013, secara nasional
prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1 persen, yang artinya masalah kurus di Indonesia
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Diantara 33 provinsi, terdapat 23
provinsi yang masuk kategori serius, dan 6 provinsi termasuk kategori kritis, yaitu Kalimantan
Barat, Maluku, Aceh dan Riau

2. Status Gizi Penduduk Dewasa


Gambaran status gizi pada kelompok umur dewasa >18 tahun dapat diketahui melalui
prevalensi gizi berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Status gizi pada kelompok
dewasa berusia 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga
masih cukup tinggi. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada
kelompok umur dewasa sebanyak 14,76% dan berat badan lebih sebesar 11,48%. Dengan
demikian prevalensi kelompok dewasa kelebihan berat badan sebesar 26,23%. Sedangkan
prevalensi penduduk dewasa kurus 11,09%.
Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih
tinggi dari tahun 2007. Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa 32,9%, naik
18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%). Pada semua kelompok
umur penduduk dewasa, kelebihan berat badan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan lakilaki. Rata-rata prevalensi kelebihan berat badan relatif tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun
pada laki-laki maupun perempuan. Pada usia tersebut, sekitar sepertiganya mengalami
kelebihan berat badan di kelompok perempuan dan sekitar seperlimanya di kelompok laki-laki.
GAMBAR 5.42
PERSENTASE KELEBIHAN BERAT BADAN PADA PENDUDUK DEWASA
BERDASARKAN KATEGORI INDEKS MASA TUBUH
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS, TAHUN 2013

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

122

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Menurut laporan Riskesdas tahun 2013 provinsi dengan prevalensi kelebihan berat
badan pada penduduk >18 tahun terendah yaitu Nusa Tenggara Timur (12,95%), Lampung
(18,52%), Nusa Tenggara Barat (19,47%). Provinsi dengan prevalensi kelebihan berat badan
tertinggi yaitu Sulawesi Utara (40,54%), Kalimantan Timur (35,38%), dan DKI Jakarta
(34,67%).
Prevalensi penduduk kurus terendah di Provinsi Sulawesi Utara (5,6%) dan tertinggi di
Nusa Tenggara Timur (19,5%). Dua belas provinsi dengan prevalensi penduduk dewasa kurus
diatas prevalensi nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Jawa
Timur, Maluku, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi penduduk obesitas terendah di
provinsi Nusa Tenggara Timur (6,2%) dan tertinggi di Sulawesi Utara (24,0%). Enam belas
provinsi dengan prevalensi diatas nasional, yaitu Jawa Barat, Bali, Papua, DI Yogyakarta, Aceh,
Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau,
Maluku Utara, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Berdasarkan karakteristik, masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk
yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang
tertinggi. Rincian status gizi pada balita dan dewasa menurut provinsi dapat dilihat pada
lampiran 5.42 sampai lampiran 5.46.
***

Kesehatan Keluarga

123

Pelatihan SIKDA Generik

124

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Bab 6 berisi pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan. Data mengenai
pengendalian penyakit terdiri atas penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit
menular meliputi penyakit menular langsung dan penyakit yang ditularkan melalui binatang.
Situasi penyakit, baik kesakitan maupun kematian, merupakan indikator dalam menilai derajat
kesehatan suatu masyarakat.

A. PENGENDALIAN PENYAKIT
Selain membahas pengendalian penyakit yang menjadi prioritas pembangunan
kesehatan nasional, pada subbab ini juga dibahas pengendalian penyakit di daerah tropis yang
salah satunya disebabkan oleh nyamuk, juga neglected disease seperti filariasis.

1. Penyakit Menular
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi
basil tuberkulosis.
Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan case notification rate
(CNR) dan prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu
tertentu) dan mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam
jangka waktu tertentu).
i. Kasus Baru BTA Positif
Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak 196.310
kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar
202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah
penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga
provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu
hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di
seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada
laki-laki dua kali lipat dari kasus pada perempuan.
Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok
umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41%
dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39%. Proporsi kasus baru BTA+ menurut
kelompok umur dapat dilihat pada Gambar 6.1 berikut ini.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

127

GAMBAR 6.1
PROPORSI KASUS BARU BTA+ MENURUT KELOMPOK UMUR
TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Kasus baru BTA+ pada kelompok umur 0-14 tahun merupakan proporsi yang paling
rendah. Dari Gambar 6.1 terlihat bahwa kasus tuberkulosis rata-rata terjadi pada orang dewasa.
ii. Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus Tb
Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus Tb menggambarkan prioritas
penemuan pasien Tb yang menular di antara seluruh pasien Tb paru yang diobati. Angka ini
diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Apabila proporsi pasien baru BTA+ di bawah 65%
maka hal itu menunjukkan mutu diagnosis yang rendah dan kurang memberikan prioritas
untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA+).
GAMBAR 6.2
PROPORSI BTA+ DI ANTARA SELURUH KASUS TB PARU
DI INDONESIA TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

128

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Gambar 6.2 memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2013 proporsi pasien baru
BTA+ di antara seluruh kasus belum mencapai target yang diharapkan meskipun tidak terlalu
jauh berada di bawah target minimal yang sebesar 65%. Hal itu mengindikasikan kurangnya
prioritas menemukan kasus BTA+. Namun, sebanyak 18 provinsi (54,55%) provinsi telah
mencapai target tersebut. Papua Barat, DKI Jakarta, dan Papua merupakan provinsi dengan
proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus yang terendah yaitu masih di bawah 40%.
GAMBAR 6.3
PROPORSI BTA+ DI ANTARA SELURUH KASUS TB PARU
MENURUT PROVINSITAHUN 2013

INDONESIA

60

Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
Jambi
Gorontalo
Sulawesi Barat
Kalimantan Barat
Aceh
Sumatera Utara
Lampung
Sulawesi Tengah
Bengkulu
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Timur
Sumatera Barat
Maluku Utara
Kalimantan Selatan
Sumatera Selatan
Riau
Nusa Tenggara Barat
Kep. Bangka Belitung
Kalimantan Timur
Banten
Kalimantan Tengah
Maluku
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Tengah
Bali
DI Yogyakarta
Kepulauan Riau
Papua
DKI Jakarta
Papua Barat

95
92
90
89
88
83
82
77
77
75
75
73
72
70
68
67
67
67
65
63
58
58
57
57
56
54
51
49
48

44
38
36
35
0

10

20

30

40

50

target
minimal 65%

60

70

80

90

100

(%)

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

iii. Angka notifikasi kasus atau case notification rate (CNR)


Angka notifikasi kasus adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang
ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun
di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat
atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
Gambar 6.4 menunjukkan angka notifikasi kasus baru Tb paru BTA+ dan angka
notifikasi seluruh kasus Tb per 100.000 penduduk dari tahun 2008-2013. Angka notifikasi
kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia sebesar 81,0 per 100.000 penduduk.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

129

GAMBAR 6.4
ANGKA NOTIFIKASI KASUS BTA+ DAN SELURUH KASUS
PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Gambar 6.5 berikut memperlihatkan besarnya angka notifikasi atau CNR BTA+ menurut
provinsi tahun 2013.
GAMBAR 6.5
ANGKA NOTIFIKASI KASUS TB PARU BTA+
PER 100.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

130

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Provinsi dengan CNR BTA+ terendah yaitu DI Yogyakarta (35,2), Bali (40,1), dan Jawa
Tengah (60,6). Sedangkan provinsi yang tertinggi yaitu Sulawesi Utara (224,2), Sulawesi
Tenggara (183,9), dan Gorontalo (177,3).
iv. Angka Keberhasilan Pengobatan
Salah satu upaya untuk mengendalikan TB yaitu dengan pengobatan. Indikator yang
digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan (success rate). Angka
keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Berikut ini digambarkan angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan tahun 2008-2013.
GAMBAR 6.6
ANGKA KESEMBUHAN DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB BTA+
DI INDONESIA TAHUN 2008-2013
100

91,0

91,0

91,2

90,3

90,2

90,5

81,5

82,9

83,9

83,7

83,7

82,8

90
80
70

60
% 50
40
30

20

Angka keberhasilan pengobatan


Angka kesembuhan

10
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pada Gambar 6.6 terlihat perkembangan angka keberhasilan pengobatan tahun 2008-2013.
Pada tahun 2013 angka keberhasilan pengobatan sebesar 90,5%. WHO menetapkan standar angka
keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Dengan demikian pada tahun 2013, Indonesia telah
mencapai standar tersebut.
Sementara Kementerian Kesehatan menetapkan target Renstra minimal 87% untuk angka
keberhasilan pengobatan pada tahun 2013. Berdasarkan hal tersebut, capaian angka keberhasilan
pengobatan tahun 2013 yang sebesar 90,5% juga telah memenuhi target Renstra.
Informasi mengenai Tuberkulosis menurut provinsi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran
6.1-6.5.
v. Prevalensi tuberkulosis
Menurut hasil Riskesdas 2013, prevalensi Tb berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari
jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400
orang yang didiagnosis kasus Tb oleh tenaga kesehatan. Penyakit Tb paru ditanyakan pada
responden untuk kurun waktu 1 tahun berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga
kesehatan melalui pemeriksaan dahak, foto toraks atau keduanya. Hasil Riskesdas 2013
tersebut tidak berbeda dengan Riskesdas 2007 yang menghasilkan angka prevalensi TB paru
0,4%.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

131

Prevalensi Tb paru berdasarkan gejala batuk 2 minggu secara nasional sebesar 3,9%
dan prevalensi TB paru berdasarkan gejala batuk darah sebesar 2,8%.
Provinsi dengan prevalensi Tb paru berdasarkan diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat
sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%. Sedangkan Provinsi Riau,
Lampung, dan Bali merupakan provinsi dengan prevalensi Tb paru berdasarkan diagnosis
terendah yaitu masing-masing sebesar 0,1%.
Berdasarkan karakteristik, semakin tinggi kelompok umur semakin tinggi pula
prevalensi Tb paru (diagnosis), kecuali untuk kelompok umur 1-4 tahun dengan prevalensi
yang cukup tinggi (0,4%). Sebaliknya berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin rendah prevalensi TB paru (diagnosis).
Tabel berikut ini memperlihatkan angka prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis dan
gejala menurut karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan, dan tempat tinggal.
TABEL 6.1
PREVALENSI TB PARU BERDASARKAN DIAGNOSIS DAN GEJALA TB PARU MENURUT KARAKTERISTIK,
RISKESDAS 2013

Karakteristik
Kelompok umur (tahun)
<1
14
5 14
15 24
25 34
35 44
45 54
55 64
65 74
75
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD/MI
Tamat SD/MI
Tamat SMP/MTs
Tamat SMA/MA
Tamat D1-D3/PT
Tempat tinggal
Perkotaan
Perdesaan
Jumlah

Diagnosis
TB paru (%)

Gejala TB paru (%)


Batuk 2
Batuk darah
minggu

0,2
0,4
0,3
0,3
0,3
0,3
0,5
0,6
0,8
0,7

3,6
3,3
3,4
3,7
4,5
5,6
6,6
7,0

1,3
1,5
2,2
3,0
2,9
3,4
3,4
3,7

0,4
0,3

4,2
3,7

3,1
2,6

0,5
0,4
0,4
0,3
0,3
0,2

5,6
4,5
4,1
3,5
3,2
2,9

3,6
3,0
3,7
2,7
2,3
2,6

0,4
0,3

3,6
4,3

2,3
3,3

0,4

3,9

2,8

Prevalensi TB paru pada laki-laki sebesar 0,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan yang sebesar 0,3%. Prevalensi TB paru pada penduduk di perkotaan sebesar 0,4%,
lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di perdesaan yang sebesar 0,3%.

132

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

b. HIV & AIDS


HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut
menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk
terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah
HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary,
Counseling, and Testing(VCT), sero survey, dan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP).
i. Jumlah kasus HIV positif dan AIDS
Setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil, perkembangan jumlah kasus
baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan secara signifikan, dengan
kenaikan mencapai 35% dibanding tahun 2012. Perkembangan HIV positif sampai tahun 2013
disajikan pada Gambar 6.7 berikut ini.
GAMBAR 6.7
JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIF
DI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pemetaan epidemi HIV di Indonesia dibagi menjadi lima kategori, yaitu <90 kasus, 90206 kasus, 207-323 kasus, 324-440 kasus, dan >440 kasus. Gambar 6.8 berikut ini
memperlihatkan distribusi HIV di Indonesia.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

133

GAMBAR 6.8
PETA EPIDEMI HIV DI INDONESIA
TAHUN 2012

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar 6.8, terlihat bahwa lebih dari dua per lima provinsi (14 provinsi) di
Indonesia memiliki jumlah kasus HIV > 440, meliputi seluruh provinsi di Pulau Papua dan Pulau
Jawa Bali serta beberapa provinsi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Jumlah kasus HIV
pada kelompok tersebut menyumbang hampir 90% dari seluruh jumlah kasus HIV di Indonesia.
Provinsi dengan jumlah HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta, Papua, dan Jawa Timur.
Sebanyak 6 provinsi memiliki jumlah kasus HIV kurang dari 90 kasus. Bahkan Sulawesi
Barat tidak dilaporkan adanya kasus baru HIV positif pada tahun 2013.
Gambar berikut ini menampilkan kasus baru dan kumulatif penderita AIDS yang terjadi
sampai dengan tahun 2013.
GAMBAR 6.9
JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS
YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN
DI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

134

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pada gambar di atas terlihat adanya kecenderungan peningkatan penemuan kasus baru
sampai tahun 2012. Namun pada tahun 2013 terjadi penurunan kasus baru AIDS menjadi
sebesar 5.608 kasus. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2013 sebesar 52.348
kasus.
Menurut jenis kelamin, persentase kasus baru AIDS tahun 2013 pada kelompok laki-laki
1,9 kali lebih besar dibandingkan pada kelompok perempuan seperti digambarkan berikut ini.
GAMBAR 6.10
PROPORSI KASUS BARU AIDS MENURUT JENIS KELAMIN
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Penderita AIDS pada laki-laki sebesar 55,1% dan pada perempuan sebesar 29,7%.
Sebesar 15,2% penderita AIDS tidak diketahui jenis kelaminnya. DKI Jakarta merupakan
provinsi yang tidak melaporkan jenis kelamin penderita AIDS.
Pada Gambar 6.11 berikut ini disajikan penderita AIDS menurut kelompok umur.
GAMBAR 6.11
PERSENTASE KASUS BARU AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR
DI INDONESIA TAHUN 2013

tidak
melaporkan
umur
25,7%

< 1 tahun 1-4 tahun


0,3%
1,8%

5-14 tahun
0,8%
15-19 tahun
3,8%

20-29 tahun
25,3%
60 tahun
0,7%
50-59 tahun
4,0%

40-49 tahun
11,6%

30-39 tahun
26,0%

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Gambaran kasus baru AIDS menurut kelompok umur menunjukkan bahwa sebagian
besar kasus baru AIDS terdapat pada usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan 40-49 tahun.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

135

Kelompok umur tersebut masuk ke dalam kelompok usia produktif yang aktif secara seksual
dan termasuk kelompok umur yang menggunakan NAPZA suntik.
HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara penularan, yaitu hubungan seksual
lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL),
penggunaan alat suntik secara bergantian, transfusi darah dan dari ibu ke anak. Berikut ini
disajikan persentase kasus AIDS menurut cara penularan tersebut.
GAMBAR 6.12
PERSENTASE KASUS AIDS MENURUT FAKTOR RISIKO
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pada gambar di atas nampak bahwa hubungan heteroseksual masih merupakan cara
penularan dengan persentase tertinggi pada kasus AIDS yaitu sebesar 78%, diikuti oleh
penasun atau Injecting Drug User (IDU) sebesar 9,3% dan homoseksual sebesar 4,3%.
ii. Angka kematian akibat AIDS
Angka kematian (Case Fatality Rate) akibat AIDS sejak 2004 cenderung menurun seperti
Gambar 6.13 berikut ini. Pada tahun 2013 CFR AIDS di Indonesia sebesar 1,67%.
GAMBAR 6.13
ANGKA KEMATIAN AKIBAT AIDS YANG DILAPORKAN
DI INDONESIA TAHUN 2004-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

136

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

iii. Pengetahuan tentang HIV/AIDS


Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan
seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih baik dibandingkan dengan yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa persentase wanita umur 15-49 tahun yang pernah
mendengar tentang HIV AIDS sebesar 76,7%. Sedangkan pria kawin umur 15-54 tahun yang
pernah mendengar tentang HIV AIDS sebesar 82,3%. Tabel berikut ini memperlihatkan
persentase responden yang pernah mendengar tentang HIV AIDS menurut karakteristik latar
belakang.
TABEL 6.2
PERSENTASE WANITA UMUR 15-49 TAHUN DAN PRIA KAWIN 15-54 TAHUN1 YANG PERNAH MENDENGAR
TENTANG HIV AIDS MENURUT KARAKTERISTIK LATAR BELAKANG
TAHUN 2012

Karakteristik latar belakang


Umur
15-24
15-19
20-24
25-29
30-39
40-49
50-54
Status perkawinan
Belum kawin
Pernah berhubungan seks
Tidak pernah berhubungan seks
Kawin atau hidup bersama
Cerai/janda/duda
Tempat tinggal
Perkotaan
Perdesaan
Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tidak tamat SMTA
Tamat SMTA+
Jumlah

Kelompok Umur (Tahun)


Wanita
Pria
84,4
84,8
84,0
82,2
78,3
62,8
t.a.d

83,8
79,6
84,1
85,4
88,9
79,6
68,2

88,2
82,6
88,3
74,3
62,6

t.a.d
t.a.d
t.a.d
82,3
t.a.d

87,0
65,6

91,5
72,8

88,2
82,6
88,3
74,3
62,6

t.a.d
t.a.d
t.a.d
82,3
t.a.d

76,7

82,3

t.a.d = tidak sesuai


pria berstatus hidup bersama

1 Termasuk

Data pada Tabel 6.2 memperlihatkan bahwa persentase penduduk yang oernah
mendengan tentang HIV AIDS di perkotaan lebih tinggi dibanding di perdesaan baik pada
wanita maupun pria kawin. Persentase wanita yang pernah mendengar tentang HIV-AIDS
meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan.
Hasil SDKI 2012 juga menunjukkan bahwa persentase wanita umur 15-49 tahun yang
memiliki pengetahuan tentang cara mengurangi risiko HIV AIDS dengan menggunakan kondom
dan membatasi berhubungan seks dengan satu pasangan sebesar 37,3%. Sedangkan pria kawin
umur 15-54 tahun yang memiliki pengetahuan yang sama sebesar 49,1%. Tabel berikut ini

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

137

memperlihatkan persentase responden yang memiliki pengetahuan tentang cara mengurangi


HIV AIDS menurut karakteristik latar belakang.
TABEL 6.3
PERSENTASE WANITA UMUR 15-49 TAHUN DAN PRIA KAWIN 15-541 TAHUN
TENTANG CARA MENGURANGI RISIKO TERKENA HIV AIDS
MENURUT KARAKTERISTIK LATAR BELAKANG TAHUN 2012
Persentase wanita yang mengatakan HIV-AIDS
dapat dihindari dengan:

Menggunakan
kondom2

Membatasi
berhubungan
seks hanya
dengan satu
pasangan3

Menggunaka
n kondom
dan
membatasi
berhubungan
seks hanya
dengan satu
pasangan3

44,5
40,5
49,0
47,6
45,9
34,6
t.a.d

62,5
61,0
64,0
62,5
60,4
45,8
t.a.d

46,4

Persentase pria yang mengatakan HIV-AIDS


dapat dihindari dengan:

Menggunakan
kondom2

Membatasi
berhubungan
seks hanya
dengan satu
pasangan3

Menggunakan
kondom dan
membatasi
berhubungan
seks hanya
dengan satu
pasangan3

38,2
34,3
42,5
41,4
40,5
30,0
t.a.d

53,2
61,1
52,6
60,9
65,8
56,3
t.a.d

63,2
62,3
63,3
63,8
69,6
60,1
49,8

44,2
58,4
43,0
50,4
55,8
47,3
35,8

65,9

40,0

t.a.d

t.a.d

t.a.d

50,9

62,5

46,2

t.a.d

t.a.d

t.a.d

46,3

66,0

39,9

t.a.d

t.a.d

t.a.d

42,5
32,5

56,0
44,7

37,1
27,9

58,0
t.a.d

62,1
t.a.d

48,3
t.a.d

51,5
33,5

68,2
46,0

45,4
28,4

68,2
48,4

72,0
53,2

57,2
40,6

Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tidak tamat
SMTA
Tamat SMTA+

5,9
14,0
28,6
43,0

8,1
22,6
41,2
60,7

4,1
10,6
23,8
36,1

15,7
25,6
49,3
62,8

14,5
31,8
51,6
68,1

10,9
20,6
38,2
52,7

63,9

80,6

57,8

77,3

81,9

67,3

Jumlah

42,9

57,6

37,3

58,5

62,8

49,1

Karakteristik
latar belakang

Umur
15-24
15-19
20-24
25-29
30-39
40-49
50-54
Status perkawinan
Belum kawin
Pernah
berhubungan
seks
Tidak pernah
berhubungan
seks
Kawin atau hidup
bersama
Cerai/janda/duda

Tempat tinggal
Perkotaan
Perdesaan

t.a.d = tidak sesuai


1 Termasuk pria yang berstatus hidup bersama
2 Menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks
3 Pasangan yang tidak memiliki pasangan lain

Pengetahuan pria mengenai HIV-AIDS relatif lebih tinggi dibanding wanita Sebanyak
37,3% wanita dan 49,1% pria kawin mengetahui cara mengurangi risiko penularan HIV AIDS
dengan menggunakan kondom dan membatasi seks hanya dengan satu partner (pasangan).
Pengetahuan tentang cara mengurangi risiko terkena HIV-AIDS (menggunakan kondom
dan membatasi berhubungan seks hanya dengan satu pasangan) lebih tinggi di perkotaan

138

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

dibandingkandi perdesaan baik pada wanita maupun pria kawin. Pengetahuan mengenai HIVAIDS meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan wanita.
c. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman pneumococcus, staphylococcus,
streptococcus, dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala,
batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Populasi yang rentan terserang pneumonia
adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang
memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).
Menurut hasil Riskesdas 2013, period prevalence pneumonia berdasarkan diagnosis
selama 1 bulan sebelum wawancara sebesar 0,2%. Sedangkan berdasarkan diagnosis/gejala
sebesar 1,8%.
Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007 yang sebesar 2,13%, period prevalence
pneumonia berdasarkan diagnosis/gejala pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi
1,8%.Pada balita, period prevalence berdasarkan diagnosis sebesar 2,4 per 1.000 balita dan
berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 18,5 per 1.000 balita.
GAMBAR 6.14
PERIOD PREVALENCE PNEUMONIA BERDASARKAN DIAGNOSIS/GEJALA
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2007 DAN 2013

Sumber: Balitbangkes Kemenkes RI, Riskesdas 2007 & 2013

Pada Gambar 6.14 terlihat bahwa sebagian besar provinsi mengalami penurunan period
prevalence pneumonia pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2007. Terdapat 11 provinsi
(33,3%) yang mengalami kenaikan period prevalence pneumonia pada tahun 2013.
Menurut umur, period prevalence pneumonia tertinggi terjadi pada kelompok umur
balita terutama usia <1 tahun. Menurut daerah tempat tinggal, di perdesaan period prevalence
pneumonia (2,0%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (1,6%). Sedangkan menurut status
ekonomi dengan menggunakan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah kuintil indeks
kepemilikan semakin tinggi period prevalence pneumonia.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan
meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia pada balita di

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

139

suatu wilayah sebesar 10% dari jumlah balita di wilayah tersebut. Berikut ini gambaran
penemuan peneumonia pada balita tahun 2008-2013.
GAMBAR 6.15
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA PADA BALITA
DI INDONESIA TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Sampai dengan tahun 2013, angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak
mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 23%-27%. Selama beberapa tahun
terakhir cakupan penemuan pneumonia tidak pernah mencapai target nasional, termasuk
target tahun 2013 yang sebesar 80%.
Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 1,19%. Pada kelompok bayi
angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun
yang sebesar 0,20%. Cakupan penemuan pneumonia dan kematiannya menurut provinsi dan
kelompok umur dapat dilihat pada Lampiran 6.10 dan 6.11.
d. Kusta
Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama
antara 23 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia.
Kuman kusta memiliki masa inkubasi 25 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5
tahun. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata.
Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada tahun 2013
merupakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka
prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000
penduduk) dan telah mencapai target < 1 per 10.000 penduduk (< 10 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2013 dilaporkan 16.856 kasus baru kusta, lebih rendah dibandingkan tahun
2012 yang sebesar 18.994 kasus. Sebesar 83,4% kasus di antaranya merupakan tipe Multi
Basiler. Sedangkan menurut jenis kelamin, 35,7% penderita berjenis kelamin perempuan.

140

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.16
ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR)
TAHUN 2008-2013

10

9,4

9,6

9,1

9,1

(per 100.000 penduduk)

8,4

7,9

8,30
7,60

7,49

7,22

7,76
6,79

2
Angka prevalensi kusta per 100.000 penduduk
Angka penemuan kasus baru kusta per 100.000 penduduk

0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta tinggi (high
burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high burden jika NCDR (new
case detection rate: angka penemuan kasus baru)> 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah
kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan
atau jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus.
Pada Gambar 6.17 terlihat bahwa sebanyak 14 provinsi (42,4%) termasuk dalam beban
kusta tinggi. Sedangkan 19 provinsi lainnya (57,6%) termasuk dalam beban kusta rendah.
Hampir seluruh provinsi di bagian timur Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta
tinggi.
GAMBAR 6.17
ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi kasus sejak dini.
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru
kusta yaitu angka cacat tingkat II. Angka cacat tingkat II pada tahun 2013 sebesar 6,82 per 1 juta
penduduk, menurun dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 8,71 per 1 juta penduduk.
Berikut grafik angka cacat tingkat 2 selama enam tahun terakhir.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

141

GAMBAR 6.18
ANGKA CACAT TINGKAT II PER 1.000.000 PENDUDUK
TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Provinsi dengan angka cacat tingkat II per 1 juta penduduk tertinggi pada tahun 2013
yaitu Papua (26,88), Aceh (18,62), dan Papua Barat (17,72). Hal itu menunjukkan kemampuan
mendeteksi kasus baru kusta di ketiga provinsi tersebut masih rendah.
GAMBAR 6.19
ANGKA CACAT TINGKAT II KUSTA PER 1.000.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
INDONESIA

6,82

Kalimantan Barat
DI Yogyakarta
Riau
Kalimantan Tengah
Bali
Lampung
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Timur
DKI Jakarta
Jambi
Kepulauan Bangka Belitung
Sulawesi Barat
Sumatera Barat
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Selatan
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Bengkulu
Sulawesi Tenggara
Maluku
Sulawesi Tengah
Sumatera Selatan
Maluku Utara
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Gorontalo
Sulawesi Utara
Papua Barat
Aceh
Papua

0,00
0,00
0,16
0,43
0,48
1,02
1,03
1,72
1,76
1,81
2,70
2,70
2,99
3,19
3,38
4,94
5,47
5,55
5,78
6,03
6,11
6,33
7,82
8,25
8,27
10,76
13,24
13,61
14,41
14,86
17,72
18,62
26,88

10

20

30

40

50

60

(per 1.000.000 penduduk)

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Indikator lain yang digunakan pada penyakit kusta yaitu proporsi kusta MB dan
proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun) di antara penderita baru yang

142

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

memperlihatkan sumber dan tingkat penularan di masyarakat. Proporsi kusta MB dan proporsi
pada anak periode 2008-2013 ditunjukkan pada grafik berikut ini.
GAMBAR 6.20
PROPORSI KUSTA MBDAN PROPORSI KUSTA PADA ANAK
TAHUN 2008-2013
100
90
80
70

82,15

82,43

80,73

80,4

82,69

83,42

11,39

12,01

11,19

12,25

10,78

11,88

2008

2009

2010

2011

2012

2013

60
(%) 50
40
30
20

10
0
Proporsi kusta MB

Proporsi kusta pada anak

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Menurut provinsi, Kalimantan Selatan, DKI Jakarta, dan Riau merupakan tiga provinsi
dengan proporsi kusta MB tertinggi pada tahun 2013 yaitu masing-masing sebesar 93,79%,
92,93%, dan 92,59%.
Provinsi dengan proporsi kusta pada anak tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur
(43,40%), Papua Barat (30,15%), dan Sumatera Utara (28,57%). Data/informasi terkait
penyakit kusta menurut provinsi terdapat pada Lampiran 6.16 dan Lampiran 6.17.
e. Diare
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, Diare
merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%),
sedangkan pada golongan semua umur merupakanpenyebab kematianyang ke empat (13,2%).
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi
1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).
Sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur (>2 minggu-1 bulan terakhir
sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. Gambar
6.21 berikut ini menggambarkan period prevalencediare menurut provinsi.
Jumlah penderita pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan dibandingkan
tahun 2012 dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. KLB diare pada tahun 2013
terjadi di 6 provinsi dengan penderita terbanyak terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 294
kasus. Sedangkan angka kematian (CFR) akibat KLB diare tertinggi terjadi di Sumatera Utara
yaitu sebesar 11,76%.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

143

GAMBAR 6.21
PERIOD PREVALENCE DIARE (> 2 MINGGU 1 BULAN SEBELUM WAWANCARA)
MENURUT GEJALA, RISKESDAS 2013

Sumber: Balitbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2013

Secara nasional angka kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2013 sebesar 1,08%.
Sedangkan target CFR pada KLB Diare diharapkan <1%. Dengan demikian secara nasional, CFR
KLB diare hampir memenuhi target program.
f. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
i. Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh
melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh
pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus Tetanus Neonatorum banyak
ditemukan di negara berkembang khususnya dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang rendah.
Pada tahun 2013, dilaporkan terdapat 78 kasus Tetanus Neonatorum dengan jumlah
meninggal 42 kasus. Dengan demikian, Case Fatality Rate (CFR) Tetanus Neonatorum pada
tahun 2013 sebesar 53,8%, meningkat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 49,6%. Kasus
yang meninggal tersebut dilaporkan dari 11 provinsi.
Gambaran kasus menurut faktor risiko status imunisasi menunjukkan bahwa sebagian
besar kasus terjadi pada kelompok yang tidak diimunisasi yaitu 51 kasus (65,4%). Sebanyak 55
kasus (70,5%) melakukan pemeriksaan kehamilan dengan bidan/perawat. Namun, menurut
faktor penolong persalinan, 56 kasus (71,8%) ditolong oleh penolong persalinan tradisional,
misalnya dukun. Untuk pemotongan tali pusat, sebagian besar kasus dilakukan pemotongan tali

144

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

pusat dengan gunting yaitu 55 kasus (70,5%). Rincian kasus Tetanus Neonatorum beserta
persentase kasus menurut faktor risiko dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.18.
ii. Campak
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak, golongan Paramyxovirus. Penularan
dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (ludah) orang yang telah
terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD.
Jika seseorang pernah menderita campak, maka dia akan mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit tersebut seumur hidupnya.
Pada tahun 2013, dilaporkan terdapat 11.521 kasus campak, lebih rendah dibandingkan
tahun 2012 yang sebesar 15.987 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 2 kasus, yang
dilaporkan dari Provinsi Aceh dan Maluku Utara. Incidence rate (IR) campak pada tahun 2013
sebesar 4,64 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 6,53 per
100.000 penduduk.
GAMBAR 6.22
INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Gambar 6.22 menyajikan IR campak menurut provinsi. Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, dan Sumatera Utara merupakan provinsi dengan IR campak terendah. Bahkan
di NTT hanya dilaporkan satu kasus campak. Sedangkan Kepulauan Riau, Aceh, dan DI
Yogyakarta merupakan provinsi dengan IR campak tertinggi.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

145

Menurut kelompok umur, kasus campak pada kelompok umur 1-4 tahun dan kelompok
umur 5-9 tahun merupakan yang terbesar yaitu masing-masing sebesar 27,5% dan 26,9%.
Namun jika dihitung rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi <1 tahun, merupakan
yang tertinggi, yaitu sebanyak 1.120 kasus (9,7%). Gambar 6.23 berikut memperlihatkan
proporsi kasus campak per kelompok umur.
GAMBAR 6.23
PROPORSI KASUS CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR
DI INDONESIA TAHUN 2013
< 1 tahun
9,7%

> 14 tahun
21,6%

1-4 tahun
27,5%
10-14 tahun
14,3%
5-9 tahun
26,9%

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu
4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan
epidemiologis. Pada tahun 2013, jumlah KLB campak yang terjadi sebanyak 128 KLB dengan
jumlah kasus sebanyak 1.677 kasus. Berdasarkan konfirmasi laboratorium, 24 kejadian (18,8%)
diantaranya merupakan rubella.
Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Banten sebanyak 36 kejadian dengan 247
kasus. Namun provinsi dengan jumlah kasus terbanyak terjadi di Lampung yaitu sebesar 309
kasus pada 8 KLB. Diikuti Jawa Barat sebanyak 18 KLB dengan 205 kasus dan Sumatera Barat
serta Jawa Tengah masing-masing 9 KLB. Jumlah kasus yang meninggal pada KLB campak
tersebut hanya satu kasus yang dilaporkan dari Maluku Utara.
iii. Difteri
Penyakit difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang
sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10
tahun.
Jumlah kasus difteri pada tahun 2013 sebanyak 778 kasus dengan jumlah kasus
meninggal sebanyak 39 kasus sehingga CFR difteri sebesar 5,01%. Dari 19 provinsi yang
melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur yaitu sebanyak 610
kasus (78,4%). Dari seluruh kasus tersebut, hampir setengah di antaranya (47,8%) terjadi pada
penderita yang tidak mendapatkan vaksin DPT.

146

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.24
PROPORSI KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR
DI INDONESIA TAHUN 2013
< 1 tahun
1,7%
1-4 tahun
24,0%
> 14 tahun
32,4%

10-14 tahun
14,4%

5-9 tahun
27,5%

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Gambaran kasus menurut kelompok umur pada tahun 2013 menunjukkan jumlah
distribusi kasus tertinggi terjadi pada kelompok umur > 14 tahun, 5-9 tahun, dan1-4 tahun.
Namun kelompok umur 14 tahun memiliki rentang usia yang panjang dibanding kelompok
umur lainnya.
iv. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)
Polio disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf sehingga penderita
mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berusia 0-3 tahun ini
ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di
tungkai dan lengan.
AFP merupakan kelumpuhan yang sifatnya flaccid yang bersifat lunglai, lemas atau
layuh (bukan kaku), atau terjadi penurunan kekuatan otot, dan terjadi secara akut (mendadak).
Sedangkan non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. Kementerian Kesehatan
menetapkan non polio AFP Rate minimal 2/100.000 populasi anak usia < 15 tahun. Pada tahun
2013, secara nasional non polio AFP Rate sebesar 2.74/100.000 populasi anak < 15 tahun yang
berarti telah mencapai standar minimal penemuan.
GAMBAR 6.25
NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK < 15 TAHUN
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

147

Dari 33 provinsi, 29 di antaranya (87,8%) telah mencapai target non polio AFP rate> 2
per 100.000 penduduk pada tahun 2013. Sebanyak empat provinsi yang belum mencapai target
non polio AFP rate yaitu Riau, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans, akan
dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar. Untuk
itu diperlukan spesimen adekuat yang sesuai dengan persyaratan yaitu diambil 14 hari
setelah kelumpuhan dan suhu spesimen 0C - 8C sampai di laboratorium.
GAMBAR 6.26
PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT AFP
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Standar spesimen adekuat yaitu 80%. Pada tahun 2013 spesimen adekuat di Indonesia
sebesar 87,7%. Dengan demikian spesimen adekuat secara nasional telah sesuai standar.
Sebanyak 25 provinsi (75,8%) telah mencapai standar spesimen adekuat tahun 2013.
Sedangkan 8 provinsi lainnya (24,2%) tidak mencapai standar tersebut. Informasi lebih rinci
mengenai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi menurut provinsi dan kelompok umur
dapat dilihat pada Lampiran 6.12-6.24.
g. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. PenyakitDBD dapat muncul sepanjang tahun dan

148

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat.
Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus
dengan jumlah kematian 871 orang (Incidence Rate/Angka kesakitan= 45,85 per 100.000
penduduk dan CFR/angka kematian= 0,77%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun
2013 dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus dengan IR 37,27. Target Renstra
Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2013 sebesar 52 per 100.000
penduduk, dengan demikian Indonesia telah mencapai target Renstra 2013. Berikut tren IR DBD
selama kurun waktu 2008-2013.
GAMBAR 6.27
ANGKA KESAKITAN (IR) DEMAM BERDARAH DENGUE
PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Gambaran angka kesakitan DBD menurut provinsi tahun 2013 dapat dilihat pada
Gambar 6.28 Pada tahun 2013 terdapat sebanyak 26 provinsi (78,8%) yang telah mencapai
target 2013. Provinsi dengan IR DBD tertinggi tahun 2013 yaitu Bali sebesar 168,48, DKI Jakarta
sebesar 104,04, dan DI Yogyakarta sebesar 95,99 per 100.000 penduduk.
Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR > 2%. Dengan demikian pada tahun
2013 terdapat tiga provinsi yang memiliki CFR tinggi yaitu Provinsi Jambi, Kep. Bangka
Belitung, dan Nusa Tenggara Timur. Pada provinsi tersebut masih perlu upaya peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah
sakit dan puskesmas (dokter, perawat, dan lain-lain) termasuk peningkatan sarana-sarana
penunjang diagnostik dan penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana pelayanan
kesehatan.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

149

GAMBAR 6.28
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Berbeda dengan peningkatan jumlah penderita/angka kesakitan, jumlah


kabupaten/kota terjangkit DBD mengalami penurunan, dari 417 (83,9%) pada tahun 2012
menjadi 412 Kabupaten/Kota (82,9%) pada tahun 2013. Berikut ini gambaran jumlah
kabupaten/kota terjangkit tahun 2008-2013. Selama periode tahun 2008 sampai tahun 2013
jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD cenderung meningkat.
GAMBAR 6.29
JUMLAH KABUPATEN/KOTA TERJANGKIT DBD
DI INDONESIA TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

150

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Salah satu indikator yang digunakan untuk upaya pengendalian penyakit DBD yaitu
angka bebas jentik. Sampai tahun 2013 angka bebas jentik secara nasional belum mencapai
target yang sebesar 95%.
GAMBAR 6.30
ANGKA BEBAS JENTIK
DI INDONESIA TAHUN 2010-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pada tahun 2013 angka bebas jentik di Indonesia sebesar 80,09%. Sampai tahun 2013
angka bebas jentik belum mencapai target nasional yang sebesar 95%. Belum semua provinsi
melaporkan angka bebas jentik.
Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan penyakit DBD dapat dilihat pada
Lampiran 6.29 dan Lampiran 6.30.
h. Chikungunya
Demam chikungunya (demam chik) adalah suatu penyakit menular dengan gejala utama
demam mendadak, nyeri pada persendian, terutama pada sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan
tangan serta tulang belakang, serta ruam pada kulit. Demam chik ditularkan oleh nyamuk Aedes
albopictus dan Aedes aegypty yang juga merupakan nyamuk penular penyakit demam berdarah
Dengue (DBD).
Demam chik dijumpai terutama di daerah tropis/subtropis dan sering menimbulkan
epidemi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam chik yaitu rendahnya status
kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya
tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan.
Selama tahun 2013 terdapat dua kabupaten/kota dari satu provinsi yang melaporkan
terjadinya KLB Chikungunya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Tasikmalaya di Provinsi
Jawa Barat.
Kejadian Demam Chikungunya mengalami penurunan kasus yang cukup signifikan pada
tahun 2009-2012, namun kembali meningkat secara signifikan pada tahun 2013. Hingga saat ini
belum pernah dilaporkan adanya kematian akibat Chikungunya.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

151

GAMBAR 6.31
JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA
TAHUN 2009-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2013

Faktor penyebab turunnya kasus antara lain kondisi cuaca yang relatif kering dengan
curah hujan yang rendah dan adanya imunitas pada daerah yang pernah terjangkit.
i. Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang
terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penyakit
inimenginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang
mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh
menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di
kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital.
GAMBAR 6.32
JUMLAH KASUS KLINIS FILARIASIS
DI INDONESIA TAHUN 2010 2013

15.000

(jumlah kasus)

12.500

11.969

12.066

11.902

2010

2011

2012

12.714

10.000
7.500
5.000
2.500
0
2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Provinsi dengan kasus klinis filariasis tertinggi pada tahun 2013 yaitu Aceh (2.359
kasus), Nusa Tenggara Timur (2.203 kasus), dan Papua (1.346 kasus).
Pada tahun 2013 terdapat sebanyak 302 kabupaten/kota endemis filariasis. Dari jumlah
tersebut hanya 92 kabupaten/kota (30,5%) yang melaksanakan Pemberian Obat Massal

152

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Pencegahan (POMP) filariasis dan sebanyak 32 Kabupaten/Kota yang telah selesai POMP
filariasis selama lima tahun berturut-turut. Belum semua kabupaten endemis filariasis
melaksanakan POMP, hal itu disebabkan kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam
menyediakan biaya operasional POMP selama minimal lima tahun berturut- turut yang menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah. Sedangkan tanggung jawab pemerintah pusat yaitu
menyediakan obat.
j. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada
semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Berikut gambaran peta
endemisitas malaria per kabupaten/kota di Indonesia.
GAMBAR 6.33
PETA ENDEMISITAS MALARIA DI INDONESIA
TAHUN 2012 DAN 2013
Tahun 2012

Tahun 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Dari gambaran peta dan tabel endemisitas malaria di kabupaten/kota terlihat


penurunan jumlah daerah endemis tinggi dimana pada tahun 2011 kabupaten/kota yang
termasuk daerah endemis tinggi sebanyak 18%, pada tahun 2012 sebanyak 16% dan pada
tahun 2012 menjadi 14%. Sebaliknya, persentase kabupaten/kota dengan endemisitas rendah
meningkat. Gambar 6.34 berikut ini memperlihatkan perubahan persentase endemisitas
malaria tahun 2011-2013.
GAMBAR 6.34
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA MENURUT TINGKAT ENDEMISITAS
TAHUN 2011-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

153

i. Angka Kesakitan Malaria


Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 20052013 cenderung menurun
yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2005 menjadi 1,38 per 1.000 penduduk
berisiko pada tahun 2013. Sementara target Rencana Strategi Kementerian Kesehatan untuk
angka kesakitan malaria (API/annual parasite incidence) tahun 2013 <1,25 per 1.000 penduduk
berisiko. Dengan demikian cakupan API 2013 tidak mencapai target Renstra 2013. Penurunan
API tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
GAMBAR 6.35
ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE /API)
PER 1.000 PENDUDUK BERISIKO TAHUN 2005-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Tiga provinsi dengan API tertinggi yaitu Papua (42,65), Papua Barat (38,44) dan Nusa
Tenggara Timur (16,37). Sedangkan provinsi dengan API terendah yaitu DKI Jakarta, Bali, dan
Jawa Timur. Pada tahun 2013 di DKI Jakarta dan Bali tidak ditemukan kasus positif malara,
sedangkan di Jawa Timur hanya ditemukan 7 kasus. Secara nasional, sebesar 85% sediaan
darah dites dengan pemeriksaan mikroskopis dan 15% lainnya dites dengan Rapid Diagnostic
Test (Lampiran 6.25).
Menurut Riskesdas 2013, insiden malaria berdasarkan diagnosis sebesar 0,35% atau 3,5
per 1.000 penduduk. Pada survei ini 3 provinsi dengan insiden tertinggi sama dengan hasil
laporan rutin yaitu Papua (6,1%), Papua Barat (4,5%), dan Nusa Tenggara Timur (2,6%).
Sementara insiden malaria berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 1,9% atau 19 per 1.000
penduduk.
ii. Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria harus dilakukan secara efektif. Pemberian jenis obat harus benar
dan cara meminumnya harus tepat waktu yang sesuai dengan acuan program pengendalian
malaria. Pengobatan efektif adalah pemberian ACT (Artemicin-based Combination Therapy) pada
24 jam pertama pasien panas dan obat harus diminum habis dalam 3 hari. Hasil Riskesdas 2013
menyatakan bahwa proporsi pengobatan efektif Indonesia sebesar 45,5%. Lima provinsi
tertinggi dalam mengobati malaria secara efektif yaitu Kep. Bangka Belitung (59,2%), Sumatera
Utara (55,7%), Bengkulu (53,6%), Kalimantan Tengah (50,5%), dan Papua (50,0%).
Informasi lengkap mengenai jumlah kasus malaria, jenis tes sediaan darah, dan angka
kesakitan serta pengobatannya dapat dilihat pada Lampiran 6.25 sampai dengan Lampiran 6.28.

154

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

k. Rabies
Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus (golongan Rabdovirus)
yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan
serigala yang di dalam tubuhnya mengandung virus.
Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam memantau upaya pengendalian
rabies, yaitu: GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular Rabies), PET/Post Exposure Treatment
(penatalaksanaan kasus gigitan), dan kasus yang positif rabies dan mati berdasarkan uji Lyssa.
Pada tahun 2013 terdapat 25 provinsi (termasuk Kalimantan Utara) tertular rabies dari
34 provinsi di Indonesia (sesuai SK Menteri Pertanian). Sedangkan sebanyak sembilan provinsi
bebas rabies, lima diantaranya provinsi bebas historis (Papua, Papua Barat, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, dan NTB), dan empat provinsi dibebaskan (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur, dan DKI Jakarta). Provinsi Kalimantan Barat sejak tahun 2006 hingga saat ini tidak
dilaporkan adanya kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) begitu juga tidak ada kasus
Lyssa. Namun, status daerah kasus tertular rabies masih belum dicabut oleh Kementerian
Pertanian.
Kasus kematian karena rabies (Lyssa) di tahun 2013 secara signifikan mengalami
penurunan dari 195 pada tahun 2009 menjadi 119 kasus Lyssa pada tahun 2013. Demikian juga
dengan jumlah kasus Gigitan Hewan Penular Rabies pada tahun 2013 mengalami penurunan
dibandingkan dengan kasus GHPR dalam tiga tahun terakhir. Kasus GHPR di tahun 2013
mengalami penurunan sebesar 18,4% jika dibandingkan dengan kasus GHPR tahun 2012.
Gambar 6.36 memperlihatkan bahwa penatalaksanaan kasus gigitan/Post Exposure
Treatment (PET) menurun, baik secara jumlah dari 74.331menjadi 54.059, maupun persentase
PET/VAR terhadap GHPR dari 87,7% pada tahun 2012 menjadi 78,5% pada tahun 2013.
GAMBAR 6.36
SITUASI RABIES DI INDONESIA
TAHUN 2009 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Gambar 6.37 berikut ini merupakan sebaran kasus rabies di Indonesia selama tahun
2013.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

155

GAMBAR 6.37
SEBARAN KASUS GHPR DAN KEMATIAN AKIBAT RABIES (LYSSA) DI INDONESIA
TAHUN 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pada tahun 2013 terdapat 69.136 kasus gigitan hewan penular rabies. Kasus GHPR
paling banyak terjadi di Bali yaitu sebanyak 37.066 kasus dengan kasus meninggal berdasarkan
tes lyssa yang positif rabies dan mati berjumlah satu orang. Diikuti oleh Riau dengan 5.106
GHPR dan dua belas positif rabies serta Nusa Tenggara Timur sebanyak 5.067 GHPR dan enam
positif rabies.
l. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan zoonosis yang diakibatkan bakteri Leptospira sp. Sumber
infeksi pada manusia biasanya akibat kontak secara langsung atau tidak langsung dengan urine
hewan yang terinfeksi. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah yang beriklim sedang masa
puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor
yang mempengaruhi kelangsungan hidup Leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi selama musim hujan.
Provinsi yang melaporkan adanya kasus leptopirosis tahun 2013 yaitu Provinsi
Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, dan
Banten. Selama lima tahun terakhir, Sumatera Selatan baru melaporkan kasus leptospirosis
pada tahun 2013.

156

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

TABEL 6.4
DISTRIBUSI KASUS LEPTOSPIROSIS DI 9 PROVINSI
DI INDONESIATAHUN 2009 2013

Provinsi
Sumatera Selatan
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan
Total

2009

2010

0
8
0
232
95
0
0
0
0
335

0
15
1
133
230
19
0
0
11
409

Tahun
2011
2012
0
0
11
10
29
0
184
129
626
72
5
28
0
0
2
0
0
0
857
239

2013
1
66
1
156
163
244
10
0
0
641

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Dibandingkan tahun 2012, terdapat kenaikan jumlah kasus yang signifikan yaitu dari
239 kasus menjadi 641 kasus pada tahun 2013. Lonjakan kasus Leptospirosis terjadi di Jawa
Timur, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta. Peningkatan kasus tersebut salah satunya karena KLB di
Kabupaten Sampang Madura yang menyebabkan 96 kasus dengan sembilan kasus meninggal
(CFR=9,37%). KLB terjadi akibat air banjir yang terkontaminasi kencing tikus, lingkungan yang
kurang sehat, dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat masih kurang.
Angka kematian akibat leptospirosis selama enam tahun terakhir dapat dilihat pada
Gambar 6.38 berikut ini.
GAMBAR 6.38
SITUASI LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA
TAHUN 2008 - 2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Walaupun jumlah kasus pada tahun 2013 meningkat dibandingkan tahun 2012, namun
angka kematian (case fatality rate/CFR)akibat leptospirosis menurun dari 12,13% pada tahun
2012 menjadi 9,38% pada tahun 2013. Upaya yang dilakukan untuk menekan angka kematian
cukup efektif.
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis ditujukan pada upaya
penemuan dini serta pengobatan segera penderita untuk mencegah kematian, intervensi

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

157

lingkungan untuk mencegah munculnya sarang-sarang atau tempat persembunyaian tikus, dan
vaksinasi hewan peliharaan terhadap Leptospira.
m. Antraks
Penyakit antraks disebabkan oleh kuman antraks (Bacillus anthracis). Kuman ini dapat
membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan hidup
selama 60 tahun didalam tanah, sehingga sulit untuk dimusnahkan. Sumber penularan antraks
adalah hewan peliharaan seperti sapi, kerbau, kambing dan domba yang terinfeksi Bacillus
anthracis.
Pada tahun 2013 telah dilaporkan sebanyak sebelas kasus antraks dari satu provinsi
yaitu Sulawesi Selatan dengan kematian sebanyak satu orang (CFR=9,1%). Tahun 2012
ditemukan 18 kasus antraks di Nusa Tenggara Timur dan empat kasus di Sulawesi Selatan.
Sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 27 kasus antraks ditemukan di Jawa Tengah dan empat
belas kasus di Nusa Tenggara Timur. Berikut ini digambarkan distribusi kasus antraks selama
enam tahun terakhir.
GAMBAR 6.39
JUMLAH KASUS DAN CFR ANTRAKS
DI INDONESIA TAHUN 2008-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Pengendalian kasus antraks dapat dilakukan dengan peningkatan kegiatan surveilans


yang intensif terhadap kasus antraks dengan fokus daerah endemis atau daerah rawan lainnya.
Kegiatan surveilans diintensifkan pada hari-hari perayaan keagamaan seperti Hari Raya Idul
Fitri, Idul Adha, Natal ataupun perayaan hari besar lainnya dan juga saat dimungkinkan
konsumsi daging meningkat.
n. Flu Burung
Pengendalian flu burung yang dilakukan secara terpadu secara signifikan telah berhasil
menurunkan jumlah kasus konfirmasi flu burung H5N1 di Indonesia pada tahun 2013.
Dibandingkan tahun 2012 yang sebesar sembilan kasus, jumlah kasus konfirmasi flu burung
menurun pada tahun 2013 menjadi tiga kasus konfirmasi. Ketiga kasus tersebut terjadi di
Provinsi Jawa Barat yaitu dua kasus di Kota Bekasi dan satu kasus di Kabupaten Bekasi.
Namun, keseluruhan kasus konfirmasi flu burung pada tahun 2013 tersebut meninggal.
Gambaran penurunan jumlah kasus konfirmasi flu burung H5N1 dapat dilihat pada grafik
berikut ini.

158

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.40
JUMLAH KASUS, KEMATIAN, DANCASE FATALITY RATE (CFR)FLU BURUNG
DI INDONESIA TAHUN 2005-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014

Sejak dilaporkan kasus pertama pada tahun 2005, penyebaran kasus flu burung H5N1
pada manusia telah terjadi di lima belas provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan.
Secara kumulatif, jumlah kasus tertinggi ditemukan di Provinsi DKI Jakarta sebesar 52
kasus, Jawa Barat sebesar 51 kasus, dan Banten sebesar 32 kasus.
Berdasarkan hasil Penyelidikan Epidemiologi yang dilakukan oleh Tim terpadu (Ditjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Balitbangkes) beberapa hal yang
mempengaruhi tingginya CFR pada tahun 2013 yaitu:
1. Keterlambatan diagnosis dan keterlambatan pemberian Oseltamivir, disamping itu
juga faktor virulensi virus dan hostnya.
2. Dua dari tiga kasus tersebut tidak diberikan Oseltamivir.
3. Beberapa kasus memiliki histori kontak secara tidak langsung dengan faktor risiko,
sehingga petugas kesehatan menjadi kurang waspada terhadap gejala yang
mengarah ke Flu Burung.
2. PENYAKIT TIDAK MENULAR
Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes
melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan
63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun (WHO,
2010). Di Indonesia sendiri, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting
dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut
menjadi beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang harus dihadapi
dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan PTM berdampak negatif pada
ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan
memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM merupakan penyakit kronik dan/atau katastropik
yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM
adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen. Secara global, regional, dan
nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi transisi epidemiologi dari penyakit menular
menjadi penyakit tidak menular.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

159

Berbagai faktor risiko PTM antara lain ialah: merokok dan keterpaparan terhadap asap
rokok, minum minuman beralkohol, diet/pola makan, gaya hidup, kegemukan, obat-obatan, dan
riwayat keluarga (keturunan). Prinsip upaya pencegahan tetap lebih baik dari pengobatan.
Upaya pencegahan penyakit tidak menular lebih ditujukan kepada faktor risiko yang telah
diidentifikasi. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan program pengendalian PTM sejak
tahun 2005. Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa promosi
Perilaku Bersih dan Sehat serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa Pemerintah Daerah
telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan membentuk Aliansi
Walikota/Bupati dalam Pengendalian Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Sedangkan untuk
pengaturan makanan berisiko, ke depan akan dibuat regulasi antara lain tentang gula, garam
dan lemak dalam makanan yang dijual bebas. Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika
hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor,
baik pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan
masyarakat. Data dan informasi mengenai penyakit tidak menular di Indonesia menurut
provinsi berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 disajikan pada lampiran 6.34 6.37.
Beberapa kegiatan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam
upayanya untuk mengendalikan penyakit tidak menular pada tahun 2013 adalah sebagai
berikut.

160

1.

Posbindu PTM
Kegiatan yang mulai dikembangkan pada tahun 2011 ini merupakan salah satu wujud
peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini
terhadap faktor risiko PTM secara terpadu dan terintegrasi dengan kegiatan rutin di
masyarakat, seperti di lingkungan tempat tinggal dalam wadah desa/kelurahan siaga aktif.
Selain itu, kegiatan tersebut pada saat ini telah dikembangkan pada kelompok khusus
seperti di Perusahaan Outobus (PO), kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH), sekolah, dan
tempat kerja.

2.

Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM di Puskemas


Pada tahun 2013 setiap kabupaten/kota minimal memiliki satu puskesmas dengan
program unggulan pelayanan PTM yang dilengkapi dengan sumber daya manusia yang
terlatih PTM, fasilitas, dan peralatan untuk penatalaksanaan kasus PTM. Upaya tersebut
antara lain peningkatan promosi kesehatan (health promotion) yang dilakukan melalui
gaya hidup sehat, melaksanakan deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM dan Pandu
PTM, dan atau layanan khusus PTM lainnya (jantung, stroke, Cedera, Tisan, skrining
Thalasemia, SLE, kanker anak, layanan upaya berhenti merokok, diet, aktivitas fisik, stres,
Tisan, PAL, IVA + CBE, rehabilitasi dan atau paliatif PTM).

3.

Pengendalian Tembakau
Pengendalian tembakau di Indonesia merupakan salah satu upaya pengendalian faktor
risiko PTM, guna menurunkan prevalensi penyakit tidak menular. beberapa upaya yang
telah dikembangkan adalah:
a. Pengembangan kawasan tanpa rokok
b. Upaya berhenti rokok di Fasyankes Primer
c. Kebijakan pengendalian rokok
d. Jajak pendapat masyarakat mengenai penerapan larangan total iklan, promosi dan
sponsorship rokok.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

4.

Upaya Pengendalian Kecelakaan Lalu Lintas pada Situasi Mudik Lebaran 2013
Pada musim mudik Hari Raya Idul Fitri tahun 2013, Kemenkes RI menerbitkan Buku
Monitoring Evaluasi Kesehatan Pengemudi yang digunakan untuk mengamati
perkembangan kesehatan para pengemudi angkutan umum.

a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah


Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) yang
menjadi tanggung jawab Sub Direktorat Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan meliputi hipertensi essensial,
penyakit ginjal hipertensi, penyakit jantung hipertensi, stroke, gagal jantung, Penyakit Jantung
Koroner (PJK), kardiomipathy, penyakit jantung rheumatic, penyakit jantung bawaan, dan
infark miocard akut. Prioritas program pengendalian tahun 2010 memperhatikan pada
pengendalian faktor risiko PJPD berbasis masyarakat, deteksi dini, dan jejaring kerja dengan
tahapan kegiatan sebagai berikut :
Penyusunan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK). Sampai dengan tahun 2010,
NSPK yang telah disusun berupa :
a Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 854/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Pedoman
Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
b Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 853/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Jejaring
Kerja Nasional
c Buku pedoman Pengendalian Hipertensi pada Ibu Hamil
d Buku Deteksi Dini Faktor Risiko penyakit Jantung dan pembuluh Darah
1. Pengembangan SDM yang terdiri dari Training of Trainers (TOT) di 15 wilayah, dan
kalakarya di lokasi pelaksanaan bimbingan teknis dan sosialisasi.
2. Penyediaan alat stimulan berupa masscrening yang terdiri dari timbangan badan, alat ukur
tinggi badan, lingkar pinggang, tekanan darah, cardiochek, dan EKG yang didistribusikan ke
17 provinsi dan 36 kabupaten/kota.
3. Surveilans Epidemiologi. Kegiatan ini berupa penemuan dan tata laksana penyakit jantung
dan pembuluh darah. Salah satu kegiatan pokok pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah yaitu penemuan dan tatalaksana yang dilaksanakan melalui deteksi dini
faktor risiko. Lokasi deteksi dini yang dilakukan pada tahun 2010 adalah Bireuen, Kota
Cimahi, Pontianak, Lamongan, Badung, Kota Balikpapan, Kota Pare Pare, dan Kota Banjar
Baru.
4. Pengendalian faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah berbasis masyarakat
melalui peningkatan pemberdayaan peran serta masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan
melatih kader-kader Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) di 17 provinsi dan 36
kabupaten/kota.
5. Jejaring kerja berdasarkan faktor risiko PJPD. Kegiatan ini dilakukan dengan menjalin
kerjasama dengan lintas sektor, lintas program dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Gambaran prevalensi stroke di Indonesia sebagai salah satu penyakit jantung dan
pembuluh darah hasil Riskesdas tahun 2007 dan 2013 menurut provinsi disajikan pada gambar
berikut.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

161

GAMBAR 6.41
PREVALENSI STROKE PADA UMUR 15 TAHUN () BERDASARKAN DIAGNOSIS DOKTER
MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 DAN 2013

Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI

Dari gambar 6.41 di atas dapat dilihat bahwa provinsi dengan prevalensi stroke pada
umur 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala yang tertinggi pada tahun 2013 ialah
Provinsi Sulawesi Selatan (17,9), kemudian disusul DI Yogyakarta (16,9), dan Sulawesi
Tengah (16,6). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Riau (5,2), kemudian
disusul oleh Jambi (5,3), dan Lampung (5,4). Kenaikan prevalensi tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan, yakni dari 7,4 pada tahun 2007 menjadi 17,9 pada 2013.
Sedangkan penurunan prevalensi terbanyak terdapat di Provinsi Kepulauan Riau, yaitu dari
14,9 pada 2007 menjadi 8,5 pada 2013. Data dan informasi mengenai stroke menurut
provinsi pada tahun 2013 disajikan pada lampiran 6.36.
Selain stroke, penyakit jantung koroner juga merupakan salah satu penyakit jantung dan
pembuluh darah. Gambaran prevalensi penyakit jantung koroner hasil Riskesdas tahun 2013 di
Indonesia menurut provinsi disajikan pada gambar 6.42.

162

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.42
PREVALENSI PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA UMUR 15 TAHUN BERDASARKAN DIAGNOSIS
DOKTER/GEJALA MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

Dari gambar 6.42 di atas terlihat bahwa menurut Riskesdas tahun 2013, provinsi
dengan prevalensi penyakit jantung koroner pada umur 15 tahun menurut diagnosis
dokter/gejala tertinggi ialah Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%). Kemudian disusul oleh
Sulawesi Tengah (3,8%) dan Sulawesi Selatan (2,9%). Sedangkan prevalensi terendah terdapat
di Provinsi Riau (0,3%), Lampung (0,4%), dan Jambi (0,5%).
GAMBAR 6.43
PREVALENSI HIPERTENSI PADA UMUR 18 TAHUN BERDASARKAN WAWANCARA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 DAN 2013

Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

163

Dari gambar 6.43 dapat dilihat bahwa secara nasional terjadi peningkatan prevalensi
hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat
hipertensi) dari 7,6 persen pada tahun 2007 menjadi 9,5 persen pada tahun 2013. Dari gambar
tersebut juga dapat dilihat bahwa provinsi dengan prevalensi hipertensi pada umur 18 tahun
berdasarkan wawancara yang tertinggi pada tahun 2013 ialah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%),
kemudian disusul Provinsi Kalimantan Selatan (13,3%), dan DI Yogyakarta (12,9).
Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Papua (3,3%), kemudian disusul oleh
Papua Barat (5,2%), dan Riau (6,1%). Kenaikan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi
Sulawesi Barat, yakni dari 4,7% pada tahun 2007 menjadi 9,6% pada 2013. Sedangkan
penurunan prevalensi terbanyak terdapat di Provinsi Riau, yaitu dari 8,2% pada 2007 menjadi
6,1% pada 2013. Data dan informasi mengenai hipertensi menurut provinsi pada tahun 2013
disajikan pada lampiran 6.35.
b. Penyakit Kanker
Program pengedalian penyakit kanker dilakukan untuk semua jenis kanker, tetapi saat
ini masih diprioritaskan pada dua kanker tertinggi di Indonesia yaitu kanker leher rahim dan
kanker payudara. Kegiatan yang dilakukan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer dilakukan melalui pengendalian faktor risiko dan peningkatan komunikasi,
informasi dan edukasi. Pencegahan sekunder dilakukan melalui deteksi dini dan tatalaksana
yang dilakukan di Puskesmas dan rujukan ke rumah sakit. Deteksi dini kanker leher rahim
menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan krioterapi untuk IVA (lesi
pra kanker leher rahim) positif, sedangkan deteksi dini kanker payudara menggunakan metode
Clinical Breast Examiniation (CBE). Pencegahan tersier dilakukan melalui perawatan paliatif dan
rehabilitatif di unit-unit pelayanan kesehatan yang menangani kanker dan pembentukan
kelompok survivor kanker di masyarakat.
Selain itu, dilakukan juga pengembangan registrasi kanker sebagai suatu sistem
surveilans dengan menggunakan software SriKanDI (Sistem Registrasi Kanker di Indonesia) di
DKI Jakarta sebagai model, yang akan dikembangkan ke daerah lain di Indonesia. Kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pengendalian penyakit kanker antara lain :
1. Pencegahan dan pengendalian faktor risiko.
Sampai dengan tahun 2010 telah disusun Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker yang
menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan berbagai pihak yang terlibat dalam pengendalian
kanker. Pengendalian faktor risiko kanker juga dilakukan dengan memberikan konseling dan
penyuluhan bagi perempuan yang melakukan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara
di Puskesmas. Sampai tahun 2010 terdapat layanan konseling di 68 kabupaten/kota pada 14
provinsi.
2. Penemuan dan tatalaksana kasus.
Program deteksi dini dan tatalaksana yang dilakukan masih diprioritaskan pada 2 kanker
tertinggi di Indonesia yaitu kanker payudara dan kanker leher rahim. Program ini dimulai
sejak tahun 2007 dan telah dicanangkan sebagai program nasional yang dicanangkan oleh
Ibu Negara pada 21 April 2008. Program tersebut dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan dan Female Cancer Program (FCP).
Sampai dengan tahun 2013 program deteksi dini kanker leher rahim dan payudara sampai
tahun 2013, program deteksi dini kedua kanker tersebut telah berkembang di 207
kabupaten pada 32 provinsi, yang dilaksanakan oleh 717 dari 9500 Puskesmas. Saat ini, telah
ada 405 pelatih atau trainers yang terdiri dari dokter spesialis obstetri ginekologi, dokter
spesialis bedah onkologi, dokter spesialis bedah, dokter umum serta bidan dan diperkuat
oleh 1.682 providers atau pelaksana program terdiri dari dokter umum dan bidan. Jumlah

164

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

diskrining sebanyak 644.951 perempuan atau 1,75% dari target perempuan usia 30-50
tahun, 28.850 (4,47%) IVA positif, curiga kanker leher rahim 840 (1,3 per 1000), benjolan
pada payudara 1.682 (2,6 per 1000).
3. Peningkatan surveilans epidemiologi.
Dalam upaya meningkatkan kualitas surveilans epidemiologi penyakit kanker, agar
diperoleh data kanker yang valid dan tidak ada duplikasi pencatatan di masyarakat, maka
dikembangkan modeling registrasi kanker berbasis populasi di DKI Jakarta. Program
tersebut akan dikembangkan ke daerah lain di Indonesia. Sampai tahun 2010, registrasi di
DKI Jakarta telah dilaksanakan di 79 rumah sakit, 2 klinik, 90 laboratorium patologi, dan 34
Puskesmas kecamatan yang membawahi 301 Puskesmas kelurahan.
4. Peningkatan jejaring kerja dan kemitraan.
Dalam mengembangkan program pengendalian kanker di Indonesia, Kementerian Kesehatan
bekerja sama dengan lintas sektor terkait, pemerintah daerah, organisasi profesi, LSM dalam
dan luar negeri, dan pihak-pihak lainnya. Kerjasama ini diantaranya diwujudkan dalam
penyusunan rencana kerja 5 tahun (2010-2014), yaitu Indonesian Cancer Control Program
(ICCP) yang disusun dari rencana kerja semua pihak yang diintegrasikan. Rencana kerja
tersebut meliputi aspek pencegahan, deteksi dini, diagnosis dan pengobatan, pelayanan
paliatif, surveilans epidemiologi, riset/penelitian, support dan rehabilitasi. Rencana kerja ini
diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun rencana kegiatan
pengendalian kanker di masing-masing daerah.
Gambaran mengenai prevalensi penyakit kanker berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2013 menurut provinsi dapat dilihat pada gambar 6.44.
GAMBAR 6.44
PREVALENSI PENYAKIT KANKER () BERDASARKAN DIAGNOSIS DOKTER/GEJALA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

165

Berdasarkan gambar 6.44 tersebut, dapat dilihat bahwa prevalensi penyakit kanker
menurut diagnosis dokter/gejala hasil Riskesdas tahun 2013 yang tertinggi adalah di Provinsi
DI Yogyakarta (4,1), kemudian Jawa Tengah (2,1), dan Bali (2,0). Sedangkan prevalensi
terendah terdapat di Provinsi Gorontalo (0,2), disusul oleh Nusa Tenggara Barat, dan Papua
Barat (0,6).
c. Penyakit Diabetes Melitus dan penyakit metabolik
Ruang lingkup pengendalian penyakit diabetes melitus dan penyakit metabolik yang
ditangani oleh Subdirektorat Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik adalah
diabetes melitus, obesitas, gangguan kelenjar tiroid, dislipidemia, gangguan metabolisme
kalsium, gangguan sekresi korteks adrenal, dan gangguan kelenjar hipotalamus.
Diabetes melitus disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang
aktifitas fisik, dan stress. Tujuan program pengendalian diabetes melitus dan penyakit
metabolik adalah terselenggaranya peningkatan kemandirian masyarakat dalam pencegahan
dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular dengan melibatkan pengelola
program pusat, daerah, UPT, lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, LSM dan
masyarakat.
Kegiatan pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik yang telah
dilaksanakan terdiri dari pokok-pokok kegiatan yakni sebagai berikut.
1. Penyusunan pedoman
Sampai dengan tahun 2010 telah disusun 7 pedoman dengan revisi sebanyak 3 kali.
Sosialisasi dan advokasi sampai dengan tahun 2010 juga telah dilakukan di 33 provinsi.
2. Peningkatan kapasitas SDM
Upaya ini telah dilakukan melalui training of trainer (TOT) deteksi dini dan tatalaksana
diabetes melitus dan penyakit metabolik di 16 provinsi. Selain itu juga dilaksanakan
pelatihan terhadap 180 dokter spesialis penyakit dalam dan 180 dokter umum di 6 kota,
yaitu Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar.
3. Menjalin kemitraan
Upaya lain terkait pencegahan dan penanggulangan faktor risiko adalah menjalin kemitraan
dengan lintas program/lintas sektor melalui pembentukan jejaring kelompok kerja diabetes
melitus, pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengendalian diabetes dan penyakit
metabolik di 10 provinsi, serta pengembangan Forum Diabetes Melitus di Indonesia. Pada
tahun 2010 di bentuk Project Partnership Agreement (PPA) antara Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia melalui Ditjen PPPL dengan World Diabetes Foundation (WDF) yaitu
lembaga swasta dunia yang berdedikasi dalam pencegahan dan pengobatan diabetes melitus
di negara berkembang. Tujuan dari kerja sama ini adalah melakukan intervensi pada
masyarakat dalam rangka pencegahan dan pengendalian diabetes melitus beserta faktor
risikonya.

166

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.45
PREVALENSI DIABETES PADA UMUR 15 TAHUN BERDASARKAN DIAGNOSIS DOKTER/GEJALA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2007 DAN 2013

Sumber: Riskesdas 2007 dan 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI

Prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara tahun 2013 adalah 2,1%.


Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi
(93,9%) menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup berarti. Prevalensi tertinggi
Diabetes pada umur 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala hasil Riskesdas tahun 2013
adalah di Provinsi Sulawesi Tengah (3,7%). Kemudian disusul Sulawesi Utara (3,6%) dan
Sulawesi Selatan (3,4%). Sedangkan yang terendah ialah di Provinsi Lampung (0,8%), kemudian
Bengkulu dan Kalimantan Barat (1,0%). Provinsi dengan kenaikan prevalensi terbesar adalah
Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu 0,8% pada tahun 2007 menjadi 3,4% pada 2013. Sedangkan
provinsi dengan penurunan prevalensi terbanyak adalah Provinsi Papua Barat, yakni 1,4% pada
tahun 2007 menjadi 1,2% pada 2013.
d. Penyakit Kronis dan Degeneratif
Lingkup pengendalian penyakit kronik dan degeneratif adalah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), osteoporosis, asma, gagal ginjal kronik, thalasemia, SLE/Lupus, osteoartritis,
dan rhinitis kronis. Kegiatan pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik yang telah
dilaksanakan terdiri dari pokok-pokok kegiatan yaitu sebagai berikut.
1. Penyusunan NSPK PPKD
Sampai dengan tahun 2013, NSPK yang telah disusun adalah Pedoman Pengendalian
Penyakit Kronik dan Degeneratif (PPOK), Kepmenkes No. 1022/Menkes/SK/XI/2008 Tgl. 3
Nopember 2008, Modul TOT PPOK, 2007 Pedoman Pengendalian Penyakit Asma,
Kepmenkes No. 1023/Menkes/SK/XI.2008 Tgl. 3 Nopember 2008, Pedoman Pengendalian
Osteoporosis, Kepmenkes No. 1142/Menkes/SK/XII/ 2008 Tgl. 4 Desember 2008, Petunjuk
Teknis Pengendalian Penyakit Ginjal Kronik, 2008, Standar Prosedur Operasional
Penggunaan Alat Penyakit Kronis Degeneratif, 2010, pedoman teknis thalasemia, 2013,
pedoman teknis SLE, 2013, pedoman teknis, upaya berhenti merokok di fasyankes.
2. Deteksi dini PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) melalui pendekatan praktis penyakit
paru-paru (PAL) dalam perawatan kesehatan primer.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

167

3. Pengendalian Tembakau
Pengendalian tembakau di Indonesia merupakan salah satu upaya pengendalian faktor
risiko PTM, guna menurunkan prevalensi penyakit tidak menular. beberapa upaya yang
telah dikembangkan adalah sebagai berikut.
a. Pengembangan kawasan tanpa rokok
Kemenkes RI menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai salah satu upaya
untuk melindungi masyarakat terhadap dampak paparan asap rokok terhadap
kesehatan. KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan
kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok. Ruang lingkup
KTR meliputi tempat-tempat umum, tempat kerja tertutup, sarana kesehatan,tempat
proses belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Sampai dengan tahun 2014 (Juni 2014), sebanyak 144 kab/kota di 32 provinsi telah
memiliki kebijakan mengenai KTR.
b.

Upaya berhenti rokok di Fasyankes Primer


Penyediakan layanan upaya berhenti merokok khususnya pada pelayanan kesehatan
primer sebagai ujung tombak sarana pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tenaga
kesehatan akan melakukan konseling, bagaimana cara menghindar untuk menjadi
seorang perokok, dan bagi yang sudah terlanjur menjadi perokok adalah bagimana
cara berhenti dari ketergantungan merokok. Tujuan upaya ini adalah melindungi
kesehatan masyarakat dari dampak buruk akibat merokok. Pada tahun 2013 upaya ini
sudah dikembangkan dengan tersedianya buku upaya berhenti merokok di fasyankes
primer, dan pada tahun 2014 akan dilakukan pelatihan tenaga kesehatan pada 33
provinsi.

c.

Aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)


untuk membuktikan komitmen Indonesia dalam pengendalian dampak merokok
terhadap kesehatan, Indonesia berkeinginan untuk mengaksesi Framework
Convention on Tobacco Control (FCTC). Kemenkes sebagai pemprakarsa mengajukan
izin aksesi FCTC kepada presiden melalui Menteri Luar Negeri mengacu pada UndangUndang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Peraturan Presiden
No.68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, melalui Peraturan Presiden.
Jajak Pendapat masyarakat mengenai penerapan larangan total iklan, promosi dan
sponsorship rokok. Survey ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran umum pendapat masyarakat mengenai penerapan larangan total iklan,
promosi dan sponsorship rokok. Survei dilaksanakan di 5 kota, yakni Palembang,
Samarinda, Manado, Yogyakarta, dan Denpasar.
Total larangan iklan rokok/tembakau
Pada tahun 2013 telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun
2013 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau bagi Kesehatan yang mengatur peringatan kesehatan bergambar, kawasan
tanpa rokok (KTR), kandungan di dalam rokok (bahan tambahan, nikotin dan tar),
jumlah minimum kemasan, penjualan/peredaran, pengendalian iklan, promosi,
sponsor dan corporate social responsibility (CSR), perlindungan anak dan perempuan
hamil, tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, serta peran serta
masyarakat.

d.

168

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

4. Pengendalian Systemic lupus erythematosus (SLE)


Penyakit Lupus eritematosus sistemik (Systemic lupus erythematosus/SLE) merupakan
penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya. Penyakit ini terutama
menyerang wanita usia produktif dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor
genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam perjalanan
penyakit ini. Penyakit Lupus ini dikenal juga dengan istilah penyakit seribu wajah, karena
memiliki variasi gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang
beragam. Kekeliruan dalam pengenalan penyakit ini masih sering terjadi, sehingga
seringkali terlambat dalam diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengembangan program ini
pada tahun 2013 adalah penyusunan juknis SLE dan pengembangannya pada dua daerah
yaitu di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
5. Pengendalian Thalasemia
Program pencegahan thalassemia perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien
thalassemia mayor/homozigot di Indonesia. Dari sisi biaya, pencegahan thalassemia
membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien thalassemia mayor/homozigot
(Thalassemia mayor: thalassemia dengan gejala klinis yang paling berat, melakukan
transfusi darah rata-rata sebulan sekali seumur hidupnya). Konseling dan tes genetik
disarankan untuk keluarga yang membawa sifat Thalasemia. Dengan skrining diharapkan
dapat mengurangi insiden thalassemia, termasuk skrining pranikah dan pra-natal.
Dianjurkan, setiap orang yang belum menikah (Pria dan Wanita) dan setiap pasangan
menikah sebelum rencana kehamilan harus memastikan melakukan skrining untuk
Thalasemia. Pengembangan program pengendalian Thalasemia sampai dengan tahun 2013
adalah penyusunan juknis dan pilot project di dua daerah yaitu Kota Bandung dan Kab.
Garut.
6. Fasilitasi, bantuan teknis dan bimbingan pengembangan Kawasan Tanpa asap Rokok
7. Pengembangan SDM: pelatihan deteksi dini PPOK untuk perawatan kesehatan primer
8. Sosialisasi PPOK
9. Deteksi Dini PPOK melalui uji spirometri dalam kelompok masyarakat berisiko tinggi /
individu secara teratur, yaitu perokok, pekerja pertambangan, ibu rumah tangga yang
menggunakan kayu bakar
10. Membangun dan memperkuat jejaring kemitraan dengan departemen / lembaga dan LSM
Gambaran penyakit kronis dan degeneratif berdasarkan riskesdas 2013 adalah sebagai
berikut.
a. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
Provinsi dengan prevalensi tertinggi PPOK pada umur > 30 tahun berdasarkan gejala
menurut hasil Riskesdas tahun 2013 adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (10,0%),
kemudian Sulawesi Tengah (8,0%), dan Sulawesi Barat (6,7%). Sedangkan prevalensi PPOK
terendah menurut riset yang sama di tahun yang sama adalah Provinsi Lampung (1,4%),
kemudian Provinsi Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau (2,1%). Gambaran mengenai
prevalensi PPOK menurut provinsi pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 6.46
berikut.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

169

GAMBAR 6.46
PREVALENSI PPOK PADA UMUR > 30 TAHUN BERDASARKAN GEJALA (%)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

b. Gagal Ginjal Kronis


Peta prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia menurut hasil Riskesdas tahun
2013 dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 6.47
PETA PREVALENSI PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS PADA UMUR 15 TAHUN
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

170

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis pada umur 15 tahun menurut provinsi tahun 2013
ialah antara 0,1% hingga 0,5%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah
dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan
Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Riau.
c. Asma
Prevalensi tertinggi penyakit asma berdasarkan gejala tahun 2013 ialah di Provinsi
Sulawesi Tengah (7,8%). Tertinggi ke dua di Provinsi Nusa Tenggara Timur (7,3%),
kemudian di DI Yogyakarta (6,9%). Sementara itu, prevalensi terendah terdapat di Provinsi
Lampung (1,6%), kemudian diikuti Riau, dan Bengkulu (2%). Gambaran mengenai
prevalensi penyakit asma di Indonesia menurut provinsi tahun 2013 dapat dilihat pada
gambar berikut.
GAMBAR 6.48
PREVALENSI PENYAKIT ASMA BERDASARKAN GEJALA (%)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

Data dan informasi mengenai prevalensi penyakit asma menurut provinsi berdasarkan
hasil Riskesdas 2013 disajikan di lampiran 6.34.
d. Merokok
Usia pertama kali merokok tiap hari di Indonesia pada tahun 2013 terbanyak berada pada
kelompok umur 15 19 tahun (50%). Terbesar ke dua berada pada kelompok umur 20
24 tahun (27%). Gambaran mengenai usia pertama kali merokok tiap hari di Indonesia
pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 6.49.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

171

GAMBAR 6.49
PROPORSI PENDUDUK BERDASARKAN USIA PERTAMA KALI MEROKOK TIAP HARI
DI INDONESIA TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

Proporsi penduduk berumur 10 tahun yang merokok tiap hari terbanyak berada di
Provinsi Kepulauan Riau (27,2%), kemudian Provinsi Jawa Barat dan Bengkulu (27,1%).
Sedangkan proporsi yang terendah berada di Provinsi Papua (16,3%), kemudian Bali (18%),
dan Nusa Tenggara Timur (19,7%). Gambaran mengenai Proporsi penduduk berumur 10
tahun yang merokok tiap hari menurut provinsi pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar
berikut.
GAMBAR 6.50
PROPORSI PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN YANG MEROKOK TIAP HARI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Sumber: Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2014

172

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

B. KESEHATAN LINGKUNGAN
Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, menurut WHO
(World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang
harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya meliputi penyediaan air
minum serta pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran.
Berdasarkan hal tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan mengadakan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 (Riskesdas 2013). Tujuan dari
Riskesdas 2013 topik kesehatan lingkungan adalah mengevaluasi program yang sudah ada,
menindaklanjuti upaya perbaikan yang akan dijalankan, dan mengidentifikasi faktor risiko
lingkungan berbagai jenis penyakit dan gangguan kesehatan.

1. Air Minum
Komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs) yaitu memastikan
kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga setengahnya proporsi rumah
tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga 2015.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Penyelenggara air minum dapat berasal dari badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah, koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau
individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum. Tidak semua air dapat
diminum, syarat-syarat kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
dimaksud, diantaranya adalah sebagai berikut :
Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna;

Parameter Mikrobiologi E Coli dan total Bakteri Kolifrom, kadar maksimum yang di
perbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel;

Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks
500 mg/l), pH 6,5-8,5;

Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air);

Dan parameter tambahan lainnya.

Salah satu parameter air minum adalah parameter fisik. Parameter fisik yang harus
dipenuhi pada air minum yaitu harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
Selain itu, air minum tidak menimbulkan endapan. Jika air yang kita konsumsi menyimpang dari
hal ini, maka sangat mungkin air telah tercemar. Secara nasional, berdasarkan hasil Riskesdas
2013, kualitas fisik air minum di Indonesia termasuk dalam kategori baik (tidak keruh, tidak
berwarna, tidak berasa tidak berbusa dan tidak berbau) sebesar 94,1%. Rincian lengkap hasil
Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum dapat
dilihat pada Lampiran 6.39.
Pembahasan air minum meliputi, proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air
minum, proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum, proporsi rumah tangga
berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum, proporsi rumah tangga berdasarkan
cara pengolahan air minum sebelum diminum, dan proporsi rumah tangga yang memiliki akses
terhadap sumber air minum berdasarkan kriteria JMP WHO-INICEF 2006.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

173

GAMBAR 6.51
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN JENIS SUMBER AIR MINUM
DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Gambar 6.51 hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga
berdasarkan jenis sumber air minum di Indonesia terbesar pada sumur gali terlindung sebesar
22,5%, kemudian air isi ulang sebesar 21 % dan sumur bor/pompa sebesar 12,8%. Proporsi
rumah tangga yang menggunakan air isi ulang dan air kemasan mempunyai persentase yang
cukup besar. Hal ini terjadi seiring dengan kemajuan teknologi serta semakin tinggi tingkat
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan terutama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih
untuk minum, sementara itu persediaan air tanah yang selama ini menjadi sumber utama air
minum telah semakin berkurang, rumah tangga kini mulai beralih kepada produk air minum
dalam kemasan/isi ulang. Produk ini merupakan salah satu solusi untuk konsumsi air minum
karena produk dapat langsung diminum karena telah melalui proses produksi. Rincian lengkap
hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air minum per
provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.38.
Air yang layak diminum, mempunyai standar tertentu yaitu telah memenuhi
persyaratan fisik, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi
apabila ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk
diminum. Agar air layak untuk diminum maka diperlukan pengolahan air sebelum diminum.

174

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.52
PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MENGOLAH AIR MINUM SEBELUM DIMINUM
DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Gambar 6.52 menunjukkan proporsi rumah tangga yang mengolah air minum sebelum
diminum. Secara nasional proporsi rumah tangga yang mengolah air minum sebelum diminum
sebesar 70,1%. Proporsi terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara sebesar 92,7%, Nusa
Tenggara Timur sebesar 90,6%. Proporsi terendah rumah tangga yang mengolah air minum
sebelum diminum terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 33,5%, Kepulauan Riau
sebesar 36,6%. Provinsi DKI Jakarta mempunyai proporsi rumah tangga yang mengolah air
minum sebelum diminum relatif kecil (41,6%). Hal ini dimungkinkan banyaknya rumah tangga
yang menggunakan air mineral (air kemasan dan air isi ulang). Pengolahan air sebelum
diminum meliputi dimasak, penyinaran matahari, ditambah larutan tawas, disaring dan tambah
larutan tawas, disaring saja. Rincian lengkap hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah
tangga yang mengolah air minum sebelum diminum dapat dilihat pada Lampiran 6.40.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

175

GAMBAR 6.53
PROPORSI RUMAH BERDASARKAN CARA PENGOLAHAN AIR MINUM SEBELUM DIMINUM
DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Gambar 6.53 menunjukkan proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air
minum sebelum diminum. Hasil Riskesdas 2013, rumah tangga yang mengolah air minumnya
dengan cara dimasak sebesar 96,5%. Cara ini merupakan yang paling banyak dilakukan oleh
rumah tangga. Persentase tertinggi terdapat di Provinsi Banten sebesar 97,8%, Lampung
sebesar 97,6%. Sedangkan persentase terkecil terdapat di Provinsi Maluku sebesar 90,6% dan
Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 92,6%. Pengolahan air sebelum diminum dengan cara
penyinaran matahari sebesar 2,3%. Cara ini paling banyak dilakukan di Provinsi Bengkulu
sebesar 3,8%. Pengolahan air sebelum diminum dengan cara disaring saja sebesar 0,8%. Cara
ini paling banyak dilakukan di Provinsi Maluku sebesar 6,2%. Pengolahan air sebelum diminum
dengan cara menambah larutan tawas serta disaring dan menambah larutan tawas sebesar
0,2%. Rincian lengkap hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga berdsarkan cara
mengolah air minum sebelum diminum dapat dilihat pada Lampiran 6.41.
Berdasarkan kriteria dari JMP WHO-UNICEF 2006, akses ke sumber air minum
dibedakan menjadi dua, yaitu improved dan unimproved. Improved yaitu rumah tangga yang
mempunyai akses ke sumber air minum air ledeng/PDAM, sumur bor/pompa, sumur gali
terlindung, mata air terlindung, penampungan air hujan, air kemasan (hanya jika sumber air
untuk keperluan rumah tangga lainnya improved). Unimproved yaitu rumah tangga yang
mempunyai akses ke sumber air minum air kemasan, air isi ulang, air ledeng eceran/membeli,
sumur gali tidak terlindung, mata air tidak terlindung, air sungai/danau/irigasi.

176

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.54
PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SUMBER AIR MINUM IMPROVED
BERDASARKAN KRITERIA JMP WHO-UNICEF 2006, RISKESDAS 2013

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Gambar 6.54 menunjukkan hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga yang
memiliki akses terhadap sumber air minum improved. Secara nasional proporsi rumah tangga
yang telah memiliki akses terhadap sumber air minum improved sebesar 66,8%, sedangkan
rumah tangga yang mempunyai akses terhadap sumber air minum unimproved sebesar 33,2%.
Persentase terbesar rumah tangga yang mempunyai akses terhadap sumber air minum
improved terdapat di provinsi Bali sebesar 82% dan DI Yogyakarta sebesar 81,7%. Persentase
terendah rumah tangga yang mempunyai akses terhadap sumber air minum improved terdapat
di Provinsi Kepulan Riau sebesar 24% dan Kalimantan Timur sebesar 35,2%. Rincian lengkap
hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air
minum dilihat pada Lampiran 6.42.
Upaya untuk dapat meningkatkan akses air minum dan kualitas air minum yang layak
secara nasional terus menerus dilakukan, akan tetapi masih banyak kendala dalam
pencapaiannya. Kendala tersebut antara lain :
1. Adanya kecenderungan meningkatnya penggunaan air kemasan dan isi ulang sebagai
sumber air minum, sementara itu air kemasan dan isi ulang tidak termasuk sebagai sumber
air minum layak. Hal ini terjadi disebabkan oleh pendataan yang dilakukan saat ini hanya
memotret akses terhadap sumber air yang digunakan untuk minum, belum
memperhitungkan kondisi rumah tangga yang memiliki lebih dari satu sumber air yang
layak untuk diminum;
2. Penyediaan infrastruktur air minum yang ada belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan
penduduk, maupun faktor urbanisasi dan peningkatan konsumsi;

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

177

3.

4.

Untuk penyediaan air minum perpipaan, beberapa permasalahan pada tingkat operator air
minum yaitu minimnya biaya operasional dan pemeliharaan, rendahnya tarif, terbatasnya
SDM yang kompeten dan pengelolaan yang kurang efisien;
Terdapat kerusakan di berbagai sarana air minum yang dipakai di masyarakat, termasuk
sumber air minum bukan jaringan perpipaan (BJP) yang tidak terlindungi yang mencapai
10,54%.

2. Sanitasi Layak
Akses terhadap sanitasi layak merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang
sehat. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia.
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan,
mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum
bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.
GAMBAR 6.55
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENGGUNAAN
FASILITAS BUANG AIR BESAR DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Gambar 6.55 menunjukkan hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga
berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar. Secara nasional, proporsi rumah tangga yang
menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri sebesar 76,2%, milik bersama 6,7%, umum
4,2% dan buang air besar secara sembarangan sebesar 12,9%. Provinsi yang mempunyai
persentase terbesar rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air besar sendiri terdapat
di Provinsi Riau sebesar 88,4%, menyusul Lampung dan Kepulauan Riau (keduanya sebesar
88,1%) dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo sebesar 50,2%, menyusul Sulawesi Barat
sebesar 52,8% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 57,8%. Rincian lengkap hasil Riskesdas 2013
tentang proporsi rumah tangga berdasarkan penggunaan fasilitas buang air besar menurut
provinsi dilihat pada Lampiran 6.43.

178

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

GAMBAR 6.56
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN JENIS TEMPAT BUANG AIR BESAR
DI INDONESIA, RISKESDAS 2013

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Menurut jenis tempat buang air besar yang digunakan, sebagian besar rumah tangga di
Indonesia menggunakan kloset berjenis leher angsa sebesar 84,4%, plengsengan sebesar 4,8%,
cemplung/cubluk/lubang tanpa lantai sebesar 7,2%, dan cemplung/cubluk/lubang dengan
lantai sebesar 3,7%. Rincian lengkap hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga
berdasarkan jenis tempat buang air besar menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.44.
Berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja, berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
sebesar 66% rumah tangga di Indonesia menggunakan tangki septik sebagai tempat
pembuangan akhir tinja. Rumah tangga yang menggunakan tempat pembuangan akhir tinja
SPAL sebesar 4%, kolam/sawah sebesar 4,4%, sungai/danau/laut sebesar 13,9%, lubang tanah
sebesar 8,6%, pantai/tanah lapang/kebun sebesar 2,7%. Rincian lengkap hasil Riskesdas 2013
tentang proporsi rumah tangga berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja menurut provinsi
dapat dilihat pada Lampiran 6.45.
Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, akses sanitasi layak apabila penggunaan
fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis
leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau Sarana
Pembuangan Air Limbah (SPAL). Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban
dengan syarat sebagai berikut :
1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur
3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan,
harus dibatasi seminimal mungkin
6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
Untuk akses terhadap fasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteria JMP
WHO - Unicef tahun 2006. Menurut kriteria tersebut, rumah tangga yang memiliki akses

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

179

terhadap fasilitas sanitasi improved adalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air
besar milik sendiri, jenis tempat buang air besar jenis leher angsa atau plengsengan, dan tempat
pembuangan akhir tinja jenis tangki septik.
GAMBAR 6.57
PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP FASILITAS SANITASI IMPROVED
BERDASARKAN KRITERIA JMP WHO-UNICEF 2006, RISKESDAS 2013

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, 2014

Pada Gambar 6.57 proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas
sanitasi improved berdasarkan kriterian JMP WHO-UNICEF 2006 di Indonesia sebesar 59,8%.
Proporsi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 78,2%, Kepulauan Riau sebesar
74,8% dan Kalimantan Timur sebesar 74,1%. Proporsi terendah rumah tangga yang memiliki
akses terhadap fasilitas sanitasi improved terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua
sebesar 30,5%. Rincian lengkap hasil Riskesdas 2013 tentang proporsi rumah tangga
berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran
6.46.
Upaya untuk dapat meningkatkan sanitasi yang layak secara nasional terus menerus
dilakukan, akan tetapi masih banyak kendala dalam pencapaiannya. Kendala tersebut antara
lain :
1. Pembangunan sanitasi belum menjadi kegiatan prioritas di provinsi dan kabupaten / kota.
2. Masih minimnya investasi sektor sanitasi, karena belum mempunyai nilai ekonomis secara
langsung,
3. Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara instan, cenderung
membutuhkan waktu yang relatif lama dan kecukupan pendampingan petugas kepada
masyarakat untuk menerapkan perilaku yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari
secara berkesinambungan.

180

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

4.

Belum meratanya ketersediaan sarana sanitasi yang mudah, murah, dan terjangkau oleh
masyarakat

Upaya terobosan/inovasi dalam rangka akselerasi pencapaian target melalui


pengalokasian dana APBN dalam bentuk kegiatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (PAMSTBM) yang diharapkan dapat meningkatkan akses penduduk
terhadap sumber air dan sanitasi yang layak di 158 Kabupaten pada 31 Provinsi melalui
mekanisme Tugas Pembantuan dengan komponen kegiatan Rehabilitasi Sarana Air Minum
Bukan Jaringan Perpipaan dan Pembangunan Sarana Air Minum.
Selain itu dilakukan upaya penguatan Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) yakni
melibatkan LSM Lokal/Nasional/Internasional, CSR (Corporate Social Responsibility), donor
agency internasional, seperti World Bank, ADB yang diimplementasikan melalui kegiatan
Pamsimas dan ICWRMIP, serta kegiatan lain yang berorientasi pada pembinaan, penyediaan
sarana air minum dan sanitasi dasar yang layak serta terbangunnya perilaku hidup bersih dan
sehat bagi masyarakat dengan menggunakan pendekatan STBM.
3. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah desa yang sudah stop BABS
minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja STBM atau natural leader, dan telah mempunyai
rencana kerja STBM atau rencana tindak lanjut. STBM menjadi ujung tombak keberhasilan
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. Sanitasi total
berbasis masyarakat sebagai pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah
perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode
pemicuan dalam rangka mencapai target MDGs. Dalam pelaksanaan STBM mencakup 5 (lima)
pilar yaitu:
1. Stop buang air besar sembarangan,
2. Cuci tangan pakai sabun,
3. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga,
4. Pengelolaan sampah dengan benar, dan
5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman.
Jumlah desa STBM mengalami peningkatan dari 6.235 jumlah desa pada tahun 2011
kemudian menjadi 11.165 desa. Pada tahun 2013 dari target desa yang melaksanakan STBM
sebanyak 16.000 desa telah tercapai sebanyak 16.228 desa. Jika dilihat jumlah desanya, maka
yang terbanyak adalah di Jawa Timur yaitu 3.618 desa, diikuti oleh Jawa Tengah, Nusa Tenggara
Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan untuk mempercepat pelaksanaan STBM dilakukan bersama penyediaan air
minum dalam satu kegiatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(PAMSTBM). Kegiatan ini dilaksanakan di 158 kabupaten yang berada di 31 provinsi melalui
mekanisme Tugas Pembantuan. Hasil kegiatan ini berupa pembangunan 119 sarana air
komunal dan 14.865 sarana air bukan jaringan perpipaan yang direhabilitasi serta 4.001 desa
dilakukan pemicuan STBM.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Dalam upaya meningkatkan kesehatan anggota keluarga, Pusat Promosi Kesehatan
Kemenkes berupaya meningkatkan persentase rumah tangga ber-PHBS. PHBS di rumah tangga
adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

181

di masyarakat. Untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS, terdapat perilaku hidup bersih dan
sehat yang dipantau, yaitu
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan orang yang ahli
dalam membantu persalinan. Jika ada kelainan dapat diketahui dan ditolong. Peralatan
tenaga kesehatan aman, bersih, dan steril.
2. Memberi bayi ASI eksklusif. Keunggulan ASI diantaranya kandungan gizinya sesuai
kebutuhan bayi, mengandung zat kekebalan, melindungi alergi, terjamin kebersihannya,
tidak basi, memperbaiki refleks menghisap, menelan, dan pernapasan bayi.
3. Menimbang balita setiap bulan. Manfaat yang didapatkan diantaranya mengetahui apakah
balita tumbuh sehat, mencegah gangguan pertumbuhan balita, mengetahui balita sakit,
berat badan dibawah garis merah, gizi buruk, kelengkapan imunisasi, penyuluhan gizi.
4. Menggunakan air bersih. Manfaat air bersih yaitu menghindarkan dari gangguan penyakit
seperti diare, kolera thypus dan lain-lain. Sumber air bersih dari mata air, sumur atau
pompa, ledeng, air hujan atau air kemasan.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Mencuci tangan membunuh kuman yang ada
di tangan, mencegah penularan penyakit seperti diare, ISPA, penyakit kulit.
6. Menggunakan jamban sehat. Syarat jamban sehat yaitu tidak mencemari sumber air
minum, tidak berbau, kotoran tidak dapaat dijamah serangga dan tikus, tidak mencemari
tanah sekitar, aman dan mudah dibersihkan, dilengkapi dinding dan atap, penerangan dan
ventilasi cukup, lantai kedap air dan luas ruangan memadai, tersedia air, sabun dan alat
pembersih.
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan cara 3M plus (Menguras, Menutup, Mengubur, plus Menghindari gigitan nyamuk).
Menguras dan menyikat tempat penampungan air. Menutup rapat tempat penampungan
air. Mengubur atau menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.
8. Makan sayur dan buah setiap hari. Manfaat makanan berserat diantaranya mencegah
diabetes, melancarkan buang air besar, menurunkan berat badan, membantu pembersihan
racun, mencegah kanker, mengatasi anemia, membantu perkembangan bakteri baik dalam
usus.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari. Dilakukan sedikitnya 30 menit setiap hari berupa
pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang penting bagi
pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap
sehat dan bugar sepanjang hari.
Pada tahun 2013, persentase rumah tangga yang ber-PHBS tertinggi di provinsi
Kalimantan Timur sebesar 75,26% diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah sebesar 75,14%.
Sedangkan persentase terendah di Provinsi Papua Barat sebesar 25,50% kemudian Provinsi
Nusa Tenggara Barat sebesar 28,94%.
5. Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat
Kabupaten/Kota Sehat (KKS) merupakan salah satu indikator pelaksanaan kegiatan
penyehatan lingkungan dalam RPJMN dan Renstra 2010-2014. KKS adalah suatu kondisi
kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai
melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang
disepakati masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota.
Peraturan bersama antara Menteri Dalam Negeri dengan Menteri Kesehatan Nomor 34
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kab/Kota Sehat (KKS) merupakan dasar
kegiatan penyehatan lingkungan untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Sehat yang dimulai sejak

182

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

tahun 1998. Kegiatan tersebut diawali di Cianjur, Balikpapan, Bandar Lampung, Pekalongan,
Malang, dan Jakarta Timur.
Penghargaan bagi daerah yang melaksanakan KKS berupa penghargaan SWASTISABA
dengan tiga kategori yaitu padapa, wiwerda, dan wistara. Pemberian penghargaan ini telah
diselenggarakan sejak tahun 2005 dan dilakukan setiap dua tahun sekali.
Pendekatan KKS tidak hanya mengutamakan pada terselenggaranya upaya peningkatan
lingkungan fisik tapi juga sosial dan budaya, serta perilaku dan pelayanan kesehatan agar
dilaksanakan secara adil, merata, dan terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi
sumber daya di kabupaten/kota tersebut secara mandiri sehingga diharapkan dapat
mewujudkan kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas dan
ekonomi wilayah dan masyarakat dalam meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Pada tahun 2013, kabupaten/kota yang menyelenggarakan program KKS sebanyak 325
kabupaten/kota. Provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya telah mencapai KKS sebanyak 12
provinsi. Terdapat 4 provinsi belum ada kabupaten/kotanya yang mencapai KKS yaitu Maluku,
Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
***

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

183

Sebagian peserta Pelatihan Teknis Penyusunan Profil Kesehatan tingkat nasional di Bali.

184

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Provinsi. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Kesehatan
Indonesia 2012. BPS, Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2012. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia 2013. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia,
Februari 2014. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 45, Februari 2014. BPS,
Jakarta.
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. 2011. Data 101 Puskesmas Prioritas Nasional DTPK
Tahun 2007-2010 Edisi 5. Kemenkes, Jakarta.
Kementerian Dalam Negeri RI. 2013. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013
Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Kementerian Dalam
Negeri, Jakarta.
Kementerian
Kesehatan
RI.
2007.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta.
Kementerian
Kesehatan
RI.
2010.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian
Kesehatan
RI.
2011.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2007. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas Dalam Angka 2013.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

185

Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal RI, 2010. Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun 2010, Tentang RPJMN 2010 2014. Jakarta.
Pusat Data dan Informasi. 2011. Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan
2011-2014. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

***

186

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013

Lampiran 1.1
PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Kementerian Dalam Negeri, 2013

Pembagian Wilayah
Kabupaten

Kota

Kabupaten + Kota

Kecamatan

Kelurahan

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

18
25
12
10
9
11
9
12
6
5
1
17
29
4
29
4
8
8
20
12
13
11
10
11
10
21
10
5
5
9
7
10
28

399

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013

5
8
7
2
2
4
1
2
1
2
5
9
6
1
9
4
1
2
1
2
1
2
4
4
1
3
2
1
0
2
2
1
1

98

23
33
19
12
11
15
10
14
7
7
6
26
35
5
38
8
9
10
21
14
14
13
14
15
11
24
12
6
5
11
9
11
29

497

289
436
179
163
138
228
126
225
47
65
44
626
573
78
664
155
57
116
306
174
136
152
151
167
171
306
205
77
69
118
112
174
467

6.994

Desa
(8)

0
664
259
241
162
376
168
205
67
141
267
639
769
46
783
278
80
139
319
89
138
143
224
332
169
784
370
72
71
34
112
77
91

8.309

6.464
5.281
886
1.594
1.391
2.768
1.356
2.375
313
274
0
5.295
7.809
392
7.722
1.273
634
941
2.881
1.897
1.420
1.866
1.268
1.458
1.767
2.240
1.772
657
533
1.135
1.039
1.477
4.766

72.944

Lampiran 1.2
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kelompok Umur
(2)

0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75+
Jumlah

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013

Laki-Laki
(3)

12.192.415
12.518.639
12.192.890
11.095.683
10.334.210
11.112.770
10.400.346
9.760.871
8.700.187
7.351.899
6.132.107
4.600.113
3.059.983
2.326.065
1.601.000
1.679.306

125.058.484

Perempuan

Total

(4)

(5)

11.516.429
11.791.615
11.521.632
10.729.820
10.453.214
11.161.338
10.328.297
9.582.502
8.573.652
7.325.898
5.953.237
4.231.429
3.273.268
2.580.641
2.012.171
2.329.329

123.364.472

23.708.844
24.310.254
23.714.522
21.825.503
20.787.424
22.274.108
20.728.643
19.343.373
17.273.839
14.677.797
12.085.344
8.831.542
6.333.251
4.906.706
3.613.171
4.008.635

248.422.956

Lampiran 1.3
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN RASIO JENIS KELAMIN MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013

Laki-Laki

Perempuan

Total

Rasio Jenis Kelamin

(3)

(4)

(5)

(6)

2.336.235
6.686.105
2.496.318
3.163.482
1.701.091
3.998.335
918.667
4.055.310
694.047
993.305
5.069.248
23.136.432
16.239.620
1.758.098
18.893.068
5.893.367
2.085.318
2.255.609
2.468.008
2.303.134
1.213.109
1.943.008
2.088.597
1.201.332
1.427.328
4.054.974
1.189.631
555.584
626.895
839.425
569.204
446.542
1.758.058

125.058.484

2.335.639
6.705.126
2.538.993
2.980.192
1.628.796
3.859.102
881.001
3.825.459
645.727
944.272
4.932.695
22.336.398
16.444.959
1.801.982
19.375.757
5.629.651
2.054.372
2.396.039
2.503.794
2.205.834
1.115.714
1.897.539
1.879.196
1.153.336
1.359.836
4.250.180
1.180.918
554.710
625.176
823.540
545.713
400.169
1.552.657

123.364.472

4.671.874
13.391.231
5.035.311
6.143.674
3.329.887
7.857.437
1.799.668
7.880.769
1.339.774
1.937.577
10.001.943
45.472.830
32.684.579
3.560.080
38.268.825
11.523.018
4.139.690
4.651.648
4.971.802
4.508.968
2.328.823
3.840.547
3.967.793
2.354.668
2.787.164
8.305.154
2.370.549
1.110.294
1.252.071
1.662.965
1.114.917
846.711
3.310.715

248.422.956

100,0
99,7
98,3
106,2
104,4
103,6
104,3
106,0
107,5
105,2
102,8
103,6
98,8
97,6
97,5
104,7
101,5
94,1
98,6
104,4
108,7
102,4
111,1
104,2
105,0
95,4
100,7
100,2
100,3
101,9
104,3
111,6
113,2

101,4

Lampiran 1.4
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN, LUAS WILAYAH DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Laki-Laki
(3)

2.336.235
6.686.105
2.496.318
3.163.482
1.701.091
3.998.335
918.667
4.055.310
694.047
993.305
5.069.248
23.136.432
16.239.620
1.758.098
18.893.068
5.893.367
2.085.318
2.255.609
2.468.008
2.303.134
1.213.109
1.943.008
2.088.597
1.201.332
1.427.328
4.054.974
1.189.631
555.584
626.895
839.425
569.204
446.542
1.758.058
125.058.484

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, Kemendagri, 2013

Perempuan

Total

Luas Wilayah (Km )

Kepadatan Penduduk
2
(Jiwa per Km )

(4)

(5)

(6)

(7)

2.335.639
6.705.126
2.538.993
2.980.192
1.628.796
3.859.102
881.001
3.825.459
645.727
944.272
4.932.695
22.336.398
16.444.959
1.801.982
19.375.757
5.629.651
2.054.372
2.396.039
2.503.794
2.205.834
1.115.714
1.897.539
1.879.196
1.153.336
1.359.836
4.250.180
1.180.918
554.710
625.176
823.540
545.713
400.169
1.552.657
123.364.472

4.671.874
13.391.231
5.035.311
6.143.674
3.329.887
7.857.437
1.799.668
7.880.769
1.339.774
1.937.577
10.001.943
45.472.830
32.684.579
3.560.080
38.268.825
11.523.018
4.139.690
4.651.648
4.971.802
4.508.968
2.328.823
3.840.547
3.967.793
2.354.668
2.787.164
8.305.154
2.370.549
1.110.294
1.252.071
1.662.965
1.114.917
846.711
3.310.715
248.422.956

57.956,00
72.981,23
42.012,89
87.023,66
50.058,16
91.592,43
19.919,33
34.623,80
16.424,06
8.201,72
664,01
35.377,76
32.800,69
3.133,15
47.799,75
9.662,92
5.780,06
18.572,32
48.718,10
147.307,00
153.564,50
38.744,23
204.534,34
13.851,64
61.841,29
46.717,48
38.067,70
11.257,07
16.787,18
46.914,03
31.982,50
99.671,63
319.036,05
1.913.578,68

80,61
183,49
119,85
70,60
66,52
85,79
90,35
227,61
81,57
236,24
15.062,94
1.285,35
996,46
1.136,26
800,61
1.192,50
716,20
250,46
102,05
30,61
15,17
99,13
19,40
169,99
45,07
177,77
62,27
98,63
74,58
35,45
34,86
8,50
10,38
129,82

Lampiran 1.5
ESTIMASI JUMLAH LAHIR HIDUP, JUMLAH BAYI (0 TAHUN), JUMLAH BATITA (0-2 TAHUN), JUMLAH ANAK BALITA (1 - 4 TAHUN), JUMLAH BALITA (0 - 4 TAHUN) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat

Papua
Indonesia

Jumlah Lahir Hidup

Jumlah Bayi (0 tahun)

Jumlah Batita (0-2 tahun)

Jumlah Anak Balita (1 - 4 tahun)

Jumlah Balita (0 - 4 tahun)

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

50.714

47.889

98.603

158.126

149.352

307.478

212.333

200.707

413.040

263.056

248.587

103.752

158.181

149.952

308.133

215.523

202.084

417.607

268.501

252.854

51.734

48.851

100.585

52.907

108.043

155.503

149.084

72.822

68.343

55.136
35.707
84.211
19.347
83.833
14.801
25.215
87.605

33.838

149.327

143.165

292.492

141.165

70.658

66.313

136.971

69.545

79.861

164.072

78.274

162.107

23.315

48.530

18.321
13.898

37.668
28.699

87.173

174.778

271.165

563.707

443.621

420.341

27.805

26.479

292.542

304.587

52.946
34.646
80.866
18.578
80.504
14.361
24.466
85.878

50.806
32.833

219.238
105.948

206.552
100.435

157.556

75.166

155.670

238.441

224.361

22.622

47.088

73.550

17.594
13.486

36.172
27.847

85.455

171.333

265.824

552.602

430.441

407.854

54.284

27.257

25.958

247.649

431.537

76.690

863.962

286.778

67.479

452.951

55.936
43.143

265.418

234.661
52.836

884.488
425.790
206.383
482.310
108.772

616.563
296.992
142.828
333.648
76.013

583.635

1.200.198

280.672

577.664

135.403
315.402
71.622

462.802

312.248

295.168

68.490

142.040

95.047

89.243

40.699

254.579

83.842

519.997

57.382

357.600

54.422

332.653

278.231
649.050
147.635

765.894
367.663
177.481
414.522
94.599

1.492.686

346.974

714.637

168.229
392.084
89.208

607.416

392.741

370.339

184.290

119.518

111.858

111.804
690.253

71.749

443.372

67.902

418.209

838.295

1.312.134

1.242.049

2.554.183

1.801.610

1.702.863

3.504.473

2.232.065

2.110.707

53.215

82.729

78.068

160.797

108.660

101.984

210.644

135.917

127.940

847.099

794.447

1.641.546

1.118.066

1.059.136

2.177.202

1.404.726

511.643

726.792

1.325.055

521.355
345.710
806.606
183.807
763.080
139.651
231.376
861.581

4.342.772
2.729.781
263.857

297.538

284.695

582.233

291.676

279.086

570.762

893.840

852.229

1.746.069

1.233.387

1.172.190

2.405.577

1.525.074

1.451.270

2.976.344

36.056

32.949

69.005

35.346

32.300

67.646

110.135

101.716

211.851

148.797

138.780

287.577

184.146

171.078

355.224

114.734
53.201
63.167
46.917
23.396
40.863
44.884
21.165
30.138
84.853
29.627
11.669
14.741
20.077
13.084
10.617
27.255

2.433.864

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013

108.312

223.046

49.944

103.145

44.400

91.317

60.207
22.102
38.444
42.325
20.133
28.637

123.374
45.498
79.307
87.209
41.298
58.775

80.862

165.715

11.064

22.733

28.170
14.026
19.316
12.600
10.044
24.748

2.304.828

57.797
28.767
39.393
25.684
20.661
52.003

4.738.692

110.178
51.088
60.658
45.054
22.935
39.240
43.999
20.536
28.941
81.483
28.450
11.206
14.156
19.279
12.565
10.196
26.445

2.360.851

104.011
47.961

214.189
99.049

57.817

118.475

21.667

44.602

42.637
36.918
41.492
19.536
27.500

87.691

342.869
148.535
186.844
139.912
73.189

323.490
140.165
178.017
132.367
69.196

76.158

116.636

109.604

40.072

62.987

59.481

85.491
56.441

135.177
90.581

127.265
85.724

77.652

159.135

246.717

233.650

10.625

21.831

34.355

32.427

27.052
13.469
18.550
12.100
9.645

24.013

2.235.686

55.502
27.625
37.829
24.665
19.841
50.458

4.596.537

85.685
44.019
60.533
40.171
31.874

101.508

7.206.110

81.066
41.652

666.359
288.700
364.861
272.279
142.385
226.240
262.442
122.468

192.566
102.735

249.472
182.470
97.137

154.879

145.449

87.295

81.713

180.617

169.609
120.890

166.751

117.784

110.962

480.367
66.782
85.671

29.997

61.871

6.813.909

262.419

190.410

128.067

118.277

91.568

200.751

447.026

176.305

57.744
38.533

474.222

78.704

193.076

14.020.019

337.856
47.193
62.284
84.881
57.215
43.453

166.031

9.826.945

318.442
44.575

921.248
391.161
511.891
375.036
199.872
300.328
350.226
169.008
248.957
656.298
228.746
91.768

58.823

121.107

54.649

111.864

80.156
40.778

148.669

9.277.194

584.408
251.842
323.088
237.627
125.679
194.126
224.624
107.846
157.021
419.372
146.243
58.407
76.450

165.037

104.169

84.231

53.654

314.700

19.104.139

69.786

192.444

12.187.810

551.035
238.364
307.283
225.103
118.798
182.355
211.093
101.236
148.380
396.060
138.005
55.192
72.283
98.699
66.745
50.417

172.732

11.512.866

1.135.443
490.206
630.371
462.730
244.477
376.481
435.717
209.082
305.401
815.432
284.248
113.599
148.733
202.868
136.531
104.071
365.176

23.700.676

Lampiran 1.6
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDUDUK USIA MUDA, USIA PRODUKTIF DAN USIA NON PRODUKTIF MENURUT JENIS KELAMIN PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah Penduduk Usia Muda (<15 Tahun)

Jumlah Penduduk Usia Produktif (15-64 Tahun) Jumlah Penduduk Usia Non Produktif (65+ Tahun)

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

766.308
2.284.638
826.453
1.046.134
521.223
1.219.592
282.235
1.191.210
201.983
292.467
1.225.817
6.820.939
4.409.137
401.420
4.815.562
1.775.069
553.101
741.742
951.957
734.991
370.076
575.512
625.211
338.640
475.683
1.317.333
427.149
181.727
231.696
310.167
203.893
149.359
621.580
36.890.004

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013

725.766
2.158.616
777.243
986.531
493.938
1.153.263
266.697
1.123.834
192.159
274.939
1.161.694
6.457.014
4.170.286
379.000
4.573.175
1.667.445
516.602
704.560
899.777
698.571
349.198
540.633
586.119
315.985
448.563
1.244.015
401.894
173.249
218.792
290.044
192.174
139.172
537.955
34.818.903

1.492.074
4.443.254
1.603.696
2.032.665
1.015.161
2.372.855
548.932
2.315.044
394.142
567.406
2.387.511
13.277.953
8.579.423
780.420
9.388.737
3.442.514
1.069.703
1.446.302
1.851.734
1.433.562
719.274
1.116.145
1.211.330
654.625
924.246
2.561.348
829.043
354.976
450.488
600.211
396.067
288.531
1.159.535
71.708.907

1.492.680
4.181.621
1.553.784
2.040.638
1.122.620
2.629.835
603.398
2.671.322
469.716
681.090
3.697.455
15.330.091
10.783.631
1.207.109
12.920.694
3.968.874
1.405.521
1.414.643
1.396.875
1.487.582
809.226
1.308.563
1.414.790
804.787
902.052
2.543.614
721.197
356.269
371.634
497.238
349.814
289.430
1.117.576
82.545.369

1.507.208
4.239.722
1.589.202
1.911.748
1.072.948
2.531.328
576.953
2.507.246
426.441
648.832
3.607.528
14.747.793
10.965.193
1.231.881
13.234.143
3.783.006
1.389.761
1.576.511
1.473.831
1.424.297
731.754
1.275.917
1.245.908
762.789
859.063
2.740.124
729.035
358.728
378.285
497.588
336.403
254.250
1.000.043
81.615.459

2.999.888
8.421.343
3.142.986
3.952.386
2.195.568
5.161.163
1.180.351
5.178.568
896.157
1.329.922
7.304.983
30.077.884
21.748.824
2.438.990
26.154.837
7.751.880
2.795.282
2.991.154
2.870.706
2.911.879
1.540.980
2.584.480
2.660.698
1.567.576
1.761.115
5.283.738
1.450.232
714.997
749.919
994.826
686.217
543.680
2.117.619
164.160.828

77.247
219.846
116.081
76.710
57.248
148.908
33.034
192.778
22.348
19.748
145.976
985.402
1.046.852
149.569
1.156.812
149.424
126.696
99.224
119.176
80.561
33.807
58.933
48.596
57.905
49.593
194.027
41.285
17.588
23.565
32.020
15.497
7.753
18.902
5.623.111

102.665
306.788
172.548
81.913
61.910
174.511
37.351
194.379
27.127
20.501
163.473
1.131.591
1.309.480
191.101
1.568.439
179.200
148.009
114.968
130.186
82.966
34.762
80.989
47.169
74.562
52.210
266.041
49.989
22.733
28.099
35.908
17.136
6.747
14.659
6.930.110

179.912
526.634
288.629
158.623
119.158
323.419
70.385
387.157
49.475
40.249
309.449
2.116.993
2.356.332
340.670
2.725.251
328.624
274.705
214.192
249.362
163.527
68.569
139.922
95.765
132.467
101.803
460.068
91.274
40.321
51.664
67.928
32.633
14.500
33.561
12.553.221

Lampiran 1.7
ESTIMASI JUMLAH WANITA USIA SUBUR (15 - 49 TAHUN), WUS IMUNISASI (15 - 39 TAHUN), IBU HAMIL, IBU BERSALIN
DAN IBU NIFAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013

Jumlah Wanita Usia Subur (15 - Jumlah WUS Imunisasi


49 tahun)
- 39 tahun)
(3)

(4)

1.297.379
3.566.110
1.294.275
1.691.253
925.340
2.157.139
497.437
2.124.701
360.991
588.266
3.111.642
12.405.443
8.776.034
970.733
10.575.339
3.329.343
1.131.968
1.330.767
1.226.077
1.211.846
642.504
1.091.768
1.097.357
614.713
733.460
2.269.148
627.218
301.266
322.570
420.517
290.361
225.885
924.784
68.133.634

1.038.732
2.767.175
991.998
1.365.431
733.000
1.696.201
392.051
1.642.575
287.100
500.139
2.468.100
9.590.149
6.388.763
705.171
7.682.285
2.664.420
841.880
1.051.216
948.815
957.465
515.774
850.060
868.505
457.013
576.102
1.750.359
504.357
234.083
257.613
333.171
235.255
183.871
760.174
52.239.003

(15

Jumlah Ibu Hamil


(5)

110.644
335.046
118.847
155.281
76.500
180.479
41.435
178.318
31.569
53.383
192.255
950.358
620.078
59.713
640.456
245.351
75.906
113.460
135.712
100.449
50.048
87.238
95.930
45.428
64.653
182.287
63.577
25.007
31.644
43.333
28.253
22.727
57.203
5.212.568

Jumlah Ibu Bersalin/Nifas


(6)

105.615
319.817
113.445
148.223
73.023
172.275
39.552
170.213
30.134
50.957
183.516
907.160
591.893
56.999
611.344
234.199
72.456
108.303
129.543
95.883
47.773
83.273
91.570
43.363
61.714
174.001
60.687
23.870
30.206
41.363
26.969
21.694
54.603
4.975.636

Lampiran 1.8
ESTIMASI JUMLAH ANAK PRA SEKOLAH, JUMLAH ANAK USIA KELAS 1 SD/SETINGKAT, DAN JUMLAH ANAK USIA SD/SETINGKAT MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah Anak Prasekolah (5 - 6 tahun)

Jumlah Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat (7 Tahun)

Jumlah Anak Usia SD/Setingkat (7 - 12 Tahun)

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

Total

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013

97.337
308.786
111.327
145.974
69.954
164.514
37.711
151.495
27.721
42.858
167.652
908.807
558.139
51.754
621.869
231.984
73.979
95.104
137.733
100.199
51.127
77.660
86.635
48.380
69.218
175.121
59.625
26.340
32.671
43.770
29.431
21.285
84.025
4.910.185

92.144
290.541
103.697
137.918
66.218
154.608
35.440
142.539
26.426
40.572
155.720
857.146
530.439
48.889
589.659
218.157
69.423
90.450
129.980
95.428
48.209
72.931
80.933
44.754
65.311
164.838
56.003
25.153
30.975
40.719
27.881
19.974
74.114
4.627.189

189.481
599.327
215.024
283.892
136.172
319.122
73.151
294.034
54.147
83.430
323.372
1.765.953
1.088.578
100.643
1.211.528
450.141
143.402
185.554
267.713
195.627
99.336
150.591
167.568
93.134
134.529
339.959
115.628
51.493
63.646
84.489
57.312
41.259
158.139
9.537.374

50.340
154.632
55.922
71.568
35.219
82.312
18.822
77.428
13.840
19.987
83.909
465.830
291.368
26.418
324.935
119.062
38.038
49.385
66.607
51.580
26.042
40.248
42.910
24.134
34.513
91.458
29.378
12.785
16.460
21.701
14.230
10.139
43.371
2.504.571

47.658
145.385
52.158
67.505
33.311
77.302
17.699
72.676
13.206
18.903
78.787
439.441
276.274
25.050
307.942
111.773
35.673
46.902
62.669
49.179
24.524
37.792
40.047
22.297
32.561
86.130
27.574
12.258
15.613
20.107
13.413
9.501
37.799
2.359.109

97.998
300.017
108.080
139.073
68.530
159.614
36.521
150.104
27.046
38.890
162.696
905.271
567.642
51.468
632.877
230.835
73.711
96.287
129.276
100.759
50.566
78.040
82.957
46.431
67.074
177.588
56.952
25.043
32.073
41.808
27.643
19.640
81.170
4.863.680

306.155
913.162
336.947
407.166
207.684
483.815
113.162
481.987
78.363
102.717
473.628
2.775.025
1.819.239
159.142
1.992.576
724.156
225.837
299.432
378.085
303.252
149.442
232.245
242.066
138.230
194.779
553.074
170.457
73.759
94.782
125.329
80.478
57.853
269.781
14.963.805

289.832
859.108
315.697
383.710
196.625
457.366
106.962
455.671
74.895
96.545
445.234
2.627.265
1.724.217
150.072
1.886.721
678.132
211.675
284.221
355.935
288.339
140.869
217.914
226.671
128.580
183.255
520.804
159.728
70.477
89.213
116.238
75.168
53.599
228.803
14.099.541

595.987
1.772.270
652.644
790.876
404.309
941.181
220.124
937.658
153.258
199.262
918.862
5.402.290
3.543.456
309.214
3.879.297
1.402.288
437.512
583.653
734.020
591.591
290.311
450.159
468.737
266.810
378.034
1.073.878
330.185
144.236
183.995
241.567
155.646
111.452
498.584
29.063.346

Lampiran 1.9
INDEKS GINI MENURUT PROVINSI TAHUN 2010 - 2013

No

Provinsi

2010

(2)

(3)

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

2011

2012

(4)

0,30
0,35
0,33
0,33
0,30
0,34
0,37
0,36
0,30
0,29
0,36
0,36
0,34
0,41
0,34
0,42
0,37
0,40
0,38
0,37
0,30
0,37
0,37
0,37
0,37
0,40
0,42
0,43
0,36
0,33
0,34
0,38
0,41

0,38

(5)

0,33
0,35
0,35
0,36
0,34
0,34
0,36
0,37
0,30
0,32
0,44
0,41
0,38
0,40
0,37
0,40
0,41
0,36
0,36
0,40
0,34
0,37
0,38
0,39
0,38
0,41
0,41
0,46
0,34
0,41
0,33
0,40
0,42

0,41

Keterangan : Indeks Gini adalah suatu koefisien yang menunjukkan tingkat ketimpangan atau kemerataan distribusi pendapatan, nilai koefisien adalah 0 - 1
Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat merata dan nilai 1 menunjukkan distribusi yang timpang

2013
(6)

0,32
0,33
0,36
0,40
0,34
0,40
0,35
0,36
0,29
0,35
0,42
0,41
0,38
0,43
0,36
0,39
0,43
0,35
0,36
0,38
0,33
0,38
0,36
0,43
0,40
0,41
0,40
0,44
0,31
0,38
0,34
0,43
0,44

0,41

0,34
0,35
0,36
0,37
0,35
0,38
0,39
0,36
0,31
0,36
0,43
0,41
0,39
0,44
0,36
0,40
0,40
0,36
0,35
0,40
0,35
0,36
0,37
0,42
0,41
0,43
0,43
0,44
0,35
0,37
0,32
0,43
0,44

0,41

Lampiran 1.10
JUMLAH PENDUDUK MISKIN, PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DAN GARIS KEMISKINAN
TAHUN 2000 - 2013
Jumlah Penduduk Miskin (dalam Juta Orang)

Persentase Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

No

Tahun

Kota

Desa

Kota + Desa

Kota

Desa

Kota + Desa

Kota

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Maret 2011
September 2011
Maret 2012
September 2012
Maret 2013
September 2013

12,31
8,60
13,32
12,26
11,37
12,40
14,49
13,56
12,77
11,91
11,10
11,05
10,95
10,65
10,51
10,33
10,63

26,43
29,27
25,08
25,08
24,78
22,7
24,81
23,61
22,19
20,62
19,93
18,97
18,94
18,49
18,09
17,74
17,92

38,74
37,87
38,39
37,34
36,15
35,1
39,3
37,17
34,96
32,53
31,02
30,02
29,89
29,13
28,59
28,07
28,55

14,6
9,79
14,46
13,57
12,13
11,68
13,47
12,52
11,65
10,72
9,87
9,23
9,09
8,78
8,6
8,39
8,52

22,38
24,84
21,1
20,23
20,11
19,98
21,81
20,37
18,93
17,35
16,56
15,72
15,59
15,12
14,7
14,32
14,42

19,14
18,41
18,2
17,42
16,66
15,97
17,75
16,58
15,42
14,15
13,33
12,49
12,36
11,96
11,66
11,37
11,47

91.632,00
100.011,00
130.499,00
138.803,00
143.455,00
165.565,00
174.290,00
187.942,00
204.895,99
222.123,10
232.989,00
253.015,51
263.593,84
267.407,53
277.381,99
289.042,00
308.626,00

73.648,00
80 382,00
96 512,00
105.888,00
108.725,00
117.365,00
130.584,00
146.837,00
161.830,79
179.834,57
192.353,83
213.394,51
223.180,69
229.225,78
240.441,35
253.273,00
275.779,00

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Desa

Lampiran 1.11
GARIS KEMISKINAN, JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MENURUT PROVINSI DAN TIPE DAERAH TAHUN 2013
Maret
Kota
No

Provinsi

(1)

(2)

Garis Kemiskinan Jumlah (ribu


(Rp/kapita/bulan)
orang)
(3)

September

Desa

(4)

Persentase
Penduduk
Miskin (%)
(5)

Kota+Desa

Garis Kemiskinan Jumlah (ribu


(Rp/kapita/bulan)
orang)
(6)

(7)

Persentase
Penduduk
Miskin (%)
(8)

Garis Kemiskinan Jumlah (ribu


(Rp/kapita/bulan)
orang)
(9)

(10)

Aceh

359.217

156,37

11,59

319.416

684,34

19,96

330.654

Sumatera Barat

332.837

119,53

6,17

288.215

287,94

9,39

305.502

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

307.352
346.796
337.930
311.606

654,04
146,30
100,00

9,98
6,15

13,77

310.464

233,01

11,59

383.332

99,67

390.488
407.437
258.538
254.800

91,91
22,73

354,19

2.501,00

6,23
3,55
8,44

265.203

1.550,46

8,57

287.551

96,35

273.828

363,80

13,43
4,76
3,90

286.020

391,40

20,28

263.058

71,75

5,30

308.059
287.333
298.518
401.132
242.840
298.646

113,57
33,23
52,05
90,42
63,81
59,79

221.892

147,97

224.622

17,84

215.910
218.429
315.012
284.374

31,72
27,14
48,75
9,19

382.905

14,21

289.042

10.325,53

362.401

51,90

252.497
281.468
265.105

3,47

12,87

315,47

258.408

16,64

1.911,21

297.391

312.591

9,89

384,77

328.972

263.061

11,54
4,30
3,25
3,71
6,04
8,90
4,89
4,92
4,77
9,19
7,93
2,99
5,65
6,11

8,39

409.901
-

326.819
240.945
235.202
256.558

685,12
322,98
166,15

8,73
7,27

725,60

14,50

930,05

16,00

235,44
46,49

26,99

19,10
6,91

7,48

1.796,04

11,59

234,73

19,29

2.821,74

250.530

3.220,80

249.446

66,17

242.331

10,13

292,45

15,99
16,15
7,72
4,04

243.620

439,45

16,32

242.321

297,26

9,51

217.918
298.172
272.614
349.935
233.415
265.582
192.161
200.058
219.827
211.850
285.967
248.026

879,99
103,72
129,69
147,54
120,59

22,13
6,75
5,88
9,90
9,40

345,63

16,53

269,99

15,82

639,69
174,75
126,86
273,09
74,25

12,24
24,07
13,27
26,35
9,22

355.839

210,06

35,64

253.273

17.741,03

14,32

298.395

965,46

39,92

Persentase
Penduduk
Miskin (%)
(11)

407,47

8,14

360.768

124,89

6,38

321.252

255,74

8,30

336.606

266,15

10,06
7,72
8,07

14,86

372.941

126,67

252.496

4.297,04

327,35
69,22

354,19

18,34
5,21
6,46
3,55
9,52

4.732,95

14,56

257.510

4.771,26

12,55

272.349

162,51

248.592
294.543
283.515
381.706
237.672
273.624
203.070
204.406
221.457
213.403
296.778
258.060
363.929
315.025

271.626

(19)

348.172

1.163,06

235.805

(18)

20,14

276.759

261.318

(17)

698,92

14,24

263.398

(16)

337.962

1.110,37

283.454

(15)

Garis Kemiskinan Jumlah (ribu


(Rp/kapita/bulan)
orang)

11,55

273.682

244.161

(14)

Persentase
Penduduk
Miskin (%)

156,80

469,28

407.437

(13)

Kota+Desa

Garis Kemiskinan Jumlah (ribu


(Rp/kapita/bulan)
orang)

374.261

325.978

400.324

(12)

Persentase
Penduduk
Miskin (%)

17,60

1.339,16

296.171

Desa

Garis Kemiskinan Jumlah (ribu


(Rp/kapita/bulan)
orang)

840,70

284.853

282.803

Kota

550,19
656,24

15,43
5,74
3,95

830,84

17,97

369,01

8,24

993,56
136,95
181,74
237,96
184,40

20,03
5,93
4,77
6,06
7,88

405,42

14,67

301,71

12,83

154,01

12,30

787,67
192,58
321,84
83,44

9,54

17,51
19,49
7,50

224,27

26,67

28.066,55

11,37

1.017,36

31,13

330.517
366.057
369.835
328.335
358.294

689,21
162,71

10,41

97,66

17,29

375,96
222,75

405.578

95,34

434.322
281.189
268.397

23,07

375,70

2.626,16

5,79
3,72
8,69

1.622,03

8,90

298.449

105,14

299.886
321.163
280.423
299.970
313.691
435.313
255.566
324.072

414,46

5,68

45,76
60,97
98,88
65,06
64,32

237.600

22,84

358.068
317.176
414.900
387.789

308.826

4,17

77,77

160,53

230.973

5,27
18,69

235.488
240.089

13,73

364,08
98,05

36,71
24,59
51,11
11,06
12,85
45,41

10.634,47

270.166
313.265
284.504

3,47

278.653
300.109

280.660

10,89

12,53

325,53

339.829

13,28

1.870,73

317.925

292.186

6,68

106,36

326.468
416.935

10,45

10,10
5,80
3,75
3,99
6,12
9,45
5,23
5,52
6,00
8,57
7,96
3,56
4,89
5,22

8,52

436.899
-

364.773
268.251
256.368
275.786

701,59
359,82
175,20

9,55
7,54

732,25

14,50

911,53

15,62

222,75
47,83

29,68

17,97
6,97

9,21

1.756,49

11,42

209,66

17,62

2.834,14

269.294

3.243,79

261.613

81,38

264.632

10,33

268,25

16,05
16,23
7,22
5,00

263.107

438,37

16,22

265.898

316,40

10,07

234.141
311.647

911,10
99,60

290.576

122,31

245.872

135,10

389.784
293.567
207.023
221.905
232.048
228.346
339.466
281.482
389.163
322.079

275.779

22,69
6,45
5,50

157,03

10,24

335,78

15,89

696,91
290,00
178,13
129,61
271,40
74,77

10,46
13,31
16,92
24,22
13,31
26,30
9,20

221,38

36,89

17.919,46

14,42

1.012,57

40,72

(20)

855,71

17,72

380,63

7,56

311.063

1.390,80

350.129

522,53

307.885

Persentase
Penduduk
Miskin (%)

281,57

10,39
8,42
8,42

291.058

1.108,21

14,06

295.395

1.134,28

14,39

398.903

125,02

276.825

4.382,65

327.358
427.081
434.322
261.881

320,41
70,90

375,70

17,75
5,25
6,35
3,72
9,61

4.704,87

14,44

273.758

4.865,82

12,73

284.009

186,53

303.843
288.733
278.514

535,18
682,71

394,17

8,74

307.698

145,36

417.902
250.249
301.000
217.547
226.990
233.942
228.944
346.599
291.352
397.003
339.096

292.951

4,49

17,25

1.009,15

300.329

5,89

802,45

251.080
270.306

15,03

183,27
255,91
200,16

20,24
6,23
4,76
6,38
8,50

400,09

14,32

326,71

13,73

857,45
200,97
154,20
322,51
85,82

10,32
18,01
12,23
19,27
7,64

234,23

27,14

28.553,93

11,47

1.057,98

31,53

Lampiran 1.12
INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Maret
No

Provinsi

(1)

(2)

September

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) *

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)**

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) *

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)**

Kota

Desa

Kota+Desa

Kota

Desa

Kota+Desa

Kota

Desa

Kota+Desa

Kota

Desa

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

Kota+Desa

Aceh

2,34

3,44

3,13

0,72

0,90

0,85

1,96

3,68

3,20

0,51

0,95

0,83

Riau

1,15

1,20

1,18

0,33

0,29

0,30

0,99

1,30

1,18

0,21

0,26

0,24

2
3
5
6
7
8
9

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali

18 Nusa Tenggara Barat

19 Nusa Tenggara Timur


20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara

25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat
30 Maluku

31 Maluku Utara
32 Papua Barat

33 Papua
Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

1,49
1,00
1,42
1,95
2,29
1,99
0,37
0,75
0,63
1,18
2,01
2,08
1,31
0,66
0,60
2,96
1,41
0,60
0,63
0,36
0,42
0,94
1,71
0,61
0,51
0,32
0,82
1,49
0,31
0,60

1,11
1,25

1,58
1,02
0,80
2,15
3,32
2,37
0,71
0,44
0,00
1,60
2,38
3,02
2,32
0,76
0,28
2,59
3,88
1,45
0,98
0,65
1,50
1,38
3,54
2,28
2,74
4,65
2,21
5,30
0,95
8,81

8,92
2,24

1,54
1,01
0,99
2,08
3,00
2,27
0,54
0,69
0,63
1,32
2,21
2,40
1,84
0,70
0,47
2,74
3,39
1,19
0,86
0,53
0,83
1,18
3,09
1,67
2,12
3,18
1,89
3,88
0,78
6,35

6,89
1,75

0,36
0,24
0,33
0,43
0,51
0,50
0,07
0,17
0,17
0,27
0,53
0,50
0,33
0,17
0,14
0,64
0,45
0,12
0,13
0,07
0,10
0,21
0,48
0,14
0,08
0,03
0,20
0,41
0,05
0,11

0,29
0,31

0,38
0,19
0,14
0,48
0,84
0,53
0,15
0,07
0,00
0,37
0,56
0,63
0,52
0,13
0,03
0,59
0,98
0,34
0,22
0,14
0,32
0,31
1,22
0,68
0,74
1,34
0,61
1,61
0,18
3,03

2,88
0,56

0,37
0,21
0,19
0,46
0,74
0,52
0,11
0,15
0,17
0,30
0,54
0,55
0,43
0,16
0,10
0,61
0,88
0,28
0,19
0,11
0,19
0,26
1,04
0,48
0,56
0,90
0,52
1,16
0,14
2,16

2,21
0,43

1,63
1,12
1,22
2,13
3,11
1,67
0,35
1,04
0,39
1,53
2,06
2,18
1,42
1,14
0,80
3,60
1,91
0,80
0,38
0,47
0,80
0,96
1,32
0,88
0,60
0,65
0,48
1,13
0,27
0,63

0,48
1,41

1,80
1,36
1,07
2,69
3,29
2,43
0,89
0,93
-

1,89
2,64
2,03
2,66
0,77
0,55
2,09
3,31
1,52
1,34
0,70
1,98
1,32
2,59
2,10
2,31
4,55
1,54
5,00
1,13
8,20

8,69
2,37

1,72
1,27
1,12
2,49
3,24
2,23
0,62
1,02
0,39
1,65
2,37
2,13
2,07
1,02
0,70
2,72
3,04
1,30
1,02
0,61
1,25
1,16
2,28
1,65
1,83
3,22
1,30
3,52
0,89
5,89

6,56
1,89

Catatan :

0,44
0,29
0,25
0,52
0,82
0,39
0,04
0,27
0,07
0,44
0,51
0,52
0,34
0,37
0,20
0,97
0,50
0,17
0,04
0,10
0,27
0,22
0,28
0,26
0,09
0,10
0,05
0,24
0,04
0,12

0,10
0,37

*) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing - masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
**) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

0,47
0,31
0,26
0,85
0,92
0,65
0,19
0,21
-

0,45
0,66
0,34
0,66
0,12
0,10
0,43
0,73
0,38
0,44
0,13
0,59
0,33
0,61
0,49
0,56
1,24
0,33
1,36
0,21
2,60

2,67
0,60

0,46
0,30
0,26
0,73
0,89
0,59
0,12
0,26
0,07
0,44
0,59
0,46
0,50
0,29
0,16
0,66
0,69
0,32
0,30
0,11
0,39
0,28
0,53
0,40
0,43
0,85
0,27
0,93
0,16
1,84

2,01
0,48

LAMPIRAN 1.13
ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010 - 2013

No

Provinsi
(2)

2010

2011

2012

2013

7 - 12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun 19-24 Tahun 7 - 12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun 19-24 Tahun 7 - 12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun 19-24 Tahun 7 - 12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun 19-24 Tahun
(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

Aceh

99,19

94,99

73,53

24,11

99,03

94,07

72,41

27,48

99,35

94,41

74,44

28,67

99,66

95,20

74,60

29,45

Sumatera Barat

98,24

89,51

65,65

21,26

98,10

89,64

68,12

22,00

98,38

90,79

71,38

27,64

98,81

92,22

74,07

31,26

(1)

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat

Papua
Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

(3)

98,90
98,75
98,27
98,00
98,67
98,71
97,10
99,35
99,16
98,29
98,95
99,69
98,74
98,01
98,69
98,26
96,49
97,04
98,70
97,90
98,68
98,30
97,52
97,00
97,81
96,86
95,93
98,27
97,23
94,43

76,22
98,02

(4)

92,26
92,09
85,56
85,41
88,25
86,62
80,59
92,16
91,45
82,73
85,33
94,02
88,82
81,70
89,26
86,52
81,24
84,48
86,83
80,59
92,49
89,06
84,17
82,63
88,17
81,78
77,92
92,85
90,76
90,25

74,35
86,24

(5)

66,94
64,54
56,11
54,79
59,63
51,34
47,51
66,56

(6)

15,65
14,02
12,81
12,07
16,95
9,82
8,90
8,64

61,99

17,91

53,72

11,34

47,82
73,06
59,39
50,90
65,22
57,71
49,22
50,35
54,50
50,23
64,76
56,75
50,06
53,00
59,93
49,61
44,54
72,40
64,12
60,12

48,28
56,01

10,38
44,03
12,43
11,70
15,31
15,39
14,44
11,43
11,06
12,18
14,88
13,30
14,69
18,64
18,28
12,87
10,47
21,88
17,04
14,66

13,18
13,77

(7)

98,33
97,71
98,34
97,91
98,29
97,90
97,02
97,84
98,09
97,85
98,62
99,46
98,26
98,23
98,45
97,76
95,96
96,19
98,10
97,62
98,68
97,93
96,58
97,16
97,36
96,87
95,33
98,18
97,04
94,38

73,36
97,58

(8)

89,10
87,94
88,07
85,32
90,82
85,85
83,54
96,42
92,01
85,69
88,39
97,59
90,04
88,36
92,22
91,52
85,88
83,67
85,64
82,89
92,78
87,79
84,14
84,04
86,88
82,95
81,10
91,89
89,89
88,59

71,29
87,78

(9)

67,54
65,06
59,49
55,93
62,34
55,41
49,17
65,74

16,42
15,21
15,36
12,25
16,81
10,01
8,86
8,71

58,56

17,13

55,00

11,17

50,37
75,85
58,79
56,16
68,91
60,45
60,21
49,89
54,33
54,08
67,60
61,09
57,59
56,66
62,66
57,90
55,72
67,21
64,70
65,40

50,55
57,85

10,71
41,73
12,73
12,53
17,83
16,84
15,37
12,11
12,59
13,81
16,56
14,25
14,40
20,40
19,87
19,33
13,23
23,65
16,80
18,31

13,32
14,26

98,59
98,14
98,65
98,04
98,96
98,59
97,74
98,27
98,97
98,34
98,87
99,77
98,66
98,29
99,20
98,19
96,12
96,63
98,50
97,90
99,17
98,22
96,54
97,59
97,41
97,52
95,66
98,30
98,24
95,56

75,34
97,95

90,85
87,64
90,83
88,52
92,63
90,03
83,52
94,96
93,79
88,51
89,59
98,32
91,70
90,97
95,15
91,55
88,68
85,22
85,55
85,35
96,53
88,50
84,42
87,69
87,85
82,57
81,13
94,66
90,87
91,65

68,99
89,66

69,73
65,79
59,11
58,31
66,71
59,80
50,89
69,72

17,36
16,00
15,23
13,55
19,32
11,60
8,67
9,60

60,81

17,79

58,56

11,78

55,69
80,22
61,68
58,58
70,80
60,75
62,15
54,65
54,06
57,55
71,16
65,43
59,60
61,60
65,26
57,82
56,37
68,40
68,26
67,18

50,66
61,06

12,09
44,32
14,35
15,55
18,62
17,59
18,36
14,18
13,65
16,68
19,22
16,25
16,23
22,76
23,70
20,07
14,21
29,00
21,70
19,90

13,80
15,84

Keterangan :

Penurunan beberapa indikator pendidikan perbandingan tahun 2010 dan 2011 disebabkan:

1. Perbedaan metodologi penghitungan estimasi. Pada tahun 2010, penghitungan inflate tidak didasarkan pada kelompok umur 5 tahunan, sedangkan pada tahun 2011, penghitungan inflatenya berdasarkan kelompok umur 5 tahunan.

2. Pengumpulan data pada tahun 2010 dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun, sedangkan pada bulan Juli dilakukan triwulanan. Hal ini mempengaruhi penghitungan karena tahun ajaran sekolah yang dimulai pada bulan Juli berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya

99,04
98,59
98,78
98,52
99,47
99,03
98,12
98,61
99,35
98,86
99,28
99,96
99,06
98,60
99,27
98,16
97,34
96,86
99,01
98,80
99,46
98,91
97,67
98,21
98,02
97,92
95,03
98,77
97,97
95,58

75,51
98,36

92,01
90,10
91,53
89,17
92,81
90,99
83,86
96,25
95,28
89,20
90,73
96,71
92,87
90,90
95,83
92,29
89,39
85,65
85,88
86,31
96,62
90,45
86,84
89,55
89,05
85,91
83,72
94,32
93,28
92,81

73,27
90,68

71,18
69,36
63,51
60,08
70,51
64,36
55,23

21,91
21,70
19,89
13,88
24,04
16,32
8,93

69,36

13,29

59,37

17,20

65,54
59,81
81,50
62,11
62,31
73,95
66,13
64,90
58,49
58,39
59,78
73,10
66,81
64,80
62,23
65,81
58,69
58,27
69,90
68,67
72,04

53,28
63,48

19,45
17,43
46,73
19,29
17,73
19,48
22,64
22,86
19,52
19,49
16,68
23,99
16,29
21,22
27,65
24,11
24,00
17,43
33,92
25,99
24,00

17,69
19,97

LAMPIRAN 1.14
ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010 - 2013
2010
No

Provinsi

SD/MI/Paket A

SMP/Mts/
Paket B

2011
SM/SMK/MA/
SD/MI/Paket A
Paket C

SMP/Mts/
Paket B

2012
SM/SMK/MA/
SD/MI/Paket A
Paket C

SMP/Mts/
Paket B

2013
SM/SMK/MA/
SD/MI/Paket A
Paket C

SMP/Mts/
Paket B

SM/SMK/MA/
Paket C

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

115,06
114,20
110,63
114,73
113,02
113,75
112,83
111,18
116,19
111,61
110,45
110,31
113,19
108,16
110,20
111,28
111,56
109,47
115,59
115,61
117,70
112,77
113,85
115,61
112,08
108,57
114,77
109,16
110,88
118,13
116,74
115,31
93,27
111,68

87,99
89,83
80,34
85,43
79,29
82,12
81,34
82,05
68,75
89,68
91,42
79,27
80,60
93,47
83,10
74,19
76,69
85,07
68,52
69,65
74,60
75,59
90,86
82,92
74,46
75,05
77,28
73,50
65,09
86,76
80,52
67,32
60,05
80,59

80,96
72,69
72,82
67,94
63,21
60,87
68,83
57,81
60,59
79,63
63,14
51,37
61,61
79,29
67,06
58,35
82,36
62,89
58,95
57,55
57,61
55,75
72,39
71,31
60,32
67,71
73,02
61,93
52,17
86,92
74,96
72,91
48,20
62,85

105,59
104,56
104,08
103,93
105,55
103,84
106,04
103,78
106,43
102,33
98,03
101,26
102,70
104,52
100,88
103,63
99,95
102,57
111,09
107,20
105,08
102,72
104,83
102,47
103,13
102,09
103,63
104,57
102,30
104,56
108,25
104,57
84,59
102,58

96,46
89,02
87,49
89,49
85,98
89,62
90,55
88,61
80,82
98,86
90,78
87,56
92,65
89,40
92,89
92,14
91,71
92,49
80,47
78,60
89,59
88,18
97,62
93,57
84,94
87,15
92,38
84,56
81,30
97,80
90,04
87,63
68,69
89,57

78,92
79,69
69,18
71,64
66,23
63,12
66,51
60,71
60,53
78,48
71,76
55,92
64,04
86,50
63,61
59,61
84,34
69,24
58,72
52.00
56,92
56,04
73.00
75,95
65,96
66,17
72,33
60,60
61,95
85,69
80,61
66,74
47,69
64,66

108,39
106,26
106,99
103,99
106,78
106,09
107,70
106,84
109,80
105,24
97,85
103,43
104,79
107,13
102,38
104,46
98,87
104,60
112,40
108,27
109,40
104,11
107,76
104,92
103,80
102,81
108,04
105,78
103,24
108,24
108,24
105,21
84,16
104,30

96,47
88,55
87,90
93,07
88,26
86,62
95,84
93,25
77,10
94,61
94,04
87,14
91,57
88,99
93,68
87,75
95,73
94,24
81,98
81,92
79.00
84,38
93,24
93,84
79,22
88,40
89,29
79,58
80,10
91,69
86,96
90,95
70,99
89,38

77,35
80,58
72,17
67,24
64,83
69.00
65,80
61,16
58,39
71,42
74,37
64,11
66,90
83,09
67,09
68,55
86,47
67,92
59,94
51,67
59,02
66,42
80,08
75,70
69,73
73,90
71,32
60,86
62,76
82,88
85,75
70,48
44,48
68,22

110,44
109,90
109,86
107,52
109,54
110,81
111,32
110,70
110,77
109,18
103,28
106,87
108,86
108,31
105,88
107,38
105,84
107,87
113,49
110,73
110,88
108,87
107,57
107,60
103,96
108,56
110,26
109,91
106,12
110,48
110,70
105,30
86,39
107,69

94,42
86,67
85,51
88,14
84,79
85,85
84,62
85,23
72,93
89,79
86,60
85,04
87,49
83,26
90,31
89,42
93,87
88,79
80,21
75,33
80,77
79,14
91,06
131,84
141,54
114,17
122,54
100,52
100,71
116,42
117,18
138,06
93,45
89,98

74,90
76,99
70,81
69,07
65,05
62,85
71,71
63,48
67,54
75,36
71,97
59,52
63,92
89,74
62,72
62,63
80,08
64,46
64,76
58,37
69,84
85,56
116,46
103,19
89,39
85,48
83,13
72,26
79,52
94,28
89,37
90,80
63,41
68,34

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Keterangan : Penurunan beberapa indikator pendidikan perbandingan tahun 2010 dan 2011 disebabkan:

1. Perbedaan metodologi penghitungan estimasi. Pada tahun 2010, penghitungan inflate tidak didasarkan pada kelompok umur 5 tahunan (0-4, 5-9, 10-14,..), sedangkan pada tahun 2011, penghitungan inflatenya berdasarkan kelompok umur 5 tahunan.

2. Pengumpulan data pada tahun 2010 dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun yaitu pada bulan Juli, sedangkan pada tahun 2011 dilakukan triwulanan. Hal ini mempengaruhi penghitungan indikator pendidikan
karena tahun ajaran sekolah yang dimulai pada bulan Juli berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.

LAMPIRAN 1.15

ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2010 - 2013
2010
No

Provinsi

(1)

2011
SM/SMK/MA/
Paket C

SMP/Mts/ Paket
SD/MI/Paket A
B

2012
SM/SMK/MA/
Paket C

SMP/Mts/ Paket
SD/MI/Paket A
B

2013
SM/SMK/MA/
Paket C

SMP/Mts/ Paket
SD/MI/Paket A
B

SM/SMK/MA/
Paket C

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

Aceh

97,32

78,58

62,42

92,57

74,76

61,43

94,60

78,84

61,71

96,98

82,58

63,31

Sumatera Barat

95,51

68,22

55,06

93,47

67,10

54,05

95,74

70,03

55,54

97,05

72,57

60,96

2
4
5
6
7
8
9

(2)

SMP/Mts/ Paket
SD/MI/Paket A
B

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 B a l i

18 Nusa Tenggara Barat

19 Nusa Tenggara Timur


20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara

25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat
30 Maluku

31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua

Indonesia

95,33
96,24
95,61
94,17
95,53
95,20
92,86
94,56
94,59
95,02
95,93
94,76
95,63
94,73
95,53
95,16
93,03
94,76
96,63
95,00
94,14
92,25
93,54
92,86
95,06
90,81
93,94
95,00
93,97
92,29
76,22

94,76

74,76
71,36
66,91
66,27
70,39
69,61
53,58
72,92
71,96
68,43
69,92
75,55
70,17
60,32
67,83
71,73
51,03
56,06
61,30
60,90
72,56
67,07
60,83
62,32
67,14
53,83
54,24
71,88
66,01
50,10
49,62

67,73

55,72
52,24
45,31
43,49
49,97
41,97
38,69
54,74
50,57
38,84
45,00
59,35
48,60
39,61
57,14
49,35
34,93
36,83
39,62
36,24
53,66
50,70
40,23
42,75
48,54
39,15
34,03
59,80
52,68
44,75
36,06

45,59

91,46
91,67
92,69
89,79
92,75
91,47
91,12
92,01
89,79
92,26
90,19
91,98
91,88
92,18
90,39
92,69
92,13
92,18
92,25
92,01
92,23
85,91
89,99
89,48
88,80
90,04
89,35
88,00
89,95
88,28
70,13

91,03

67,96
65,98
66,54
64,12
68,55
66,56
60,19
73,34
68,85
69,57
69,77
69,15
71,77
71,12
69,16
76,70
56,74
58,75
66,35
65,79
72,40
61,22
61,74
65,29
64,31
59,17
60,34
64,33
65,92
57,66
46,03

68,12

57,83
53,07
48,55
45,34
49,91
45,06
40,91
54,25
49,27
42,50
47,34
59,68
49,32
46,17
60,54
53,93
40,84
36,28
43,93
43,01
54,58
50,55
46,99
47,89
52,16
44,33
46,83
52,64
51,88
47,88
32,45

47,97

93,26
92,99
94,15
92,67
94,04
93,48
94,22
94,10
90,14
93,45
92,00
96,03
92,92
93,61
91,06
93,56
92,28
92,96
96,01
93,04
94,37
88,01
91,08
90,61
92,37
92,21
91,31
90,21
92,65
88,97
70,79

92,49

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Keterangan : Penurunan beberapa indikator pendidikan perbandingan tahun 2010 dan 2011 disebabkan:

70,51
70,22
69,48
67,75
71,47
71,64
62,00
79,52
70,40
73,28
72,51
72,64
74,52
73,80
75,07
77,81
55,89
59,30
64,65
66,61
74,37
62,27
60,98
69,52
68,43
59,82
60,89
65,81
64,33
59,76
43,38

70,84

60,02
52,39
45,42
48,98
49,59
45,56
42,12
61,71
53,61
50,61
50,98
64,02
52,12
51,86
63,28
53,31
38,37
36,82
42,39
48,90
59,75
51,40
50,75
53,60
50,57
44,67
43,76
49,79
56,82
46,46
30,05

51,46

1. Perbedaan metodologi penghitungan estimasi. Pada tahun 2010, penghitungan inflate tidak didasarkan pada kelompok umur 5 tahunan (0-4, 5-9, 10-14,..), sedangkan pada tahun 2011, penghitungan inflatenya berdasarkan kelompok umur 5 tahunan.
2. Pengumpulan data pada tahun 2010 dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun yaitu pada bulan Juli, sedangkan pada tahun 2011 dilakukan triwulanan. Hal ini mempengaruhi penghitungan indikator pendidikan
karena tahun ajaran sekolah yang dimulai pada bulan Juli berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.

95,60
95,33
96,41
95,06
97,34
97,37
95,86
97,60
95,79
97,12
95,65
98,72
96,10
96,10
94,28
96,63
93,60
94,38
97,41
96,75
95,91
91,69
90,68
95,67
95,14
95,87
93,47
92,52
95,46
89,94
72,90

95,53

73,89
73,72
72,75
71,78
72,66
74,62
63,48
82,59
75,56
76,50
75,02
75,82
77,29
77,52
80,69
80,18
59,24
59,17
67,88
69,21
76,01
64,61
62,91
69,80
69,30
63,95
61,15
66,89
70,60
60,99
45,88

73,72

62,19
58,16
51,77
50,92
59,52
53,38
49,75
63,45
54,99
51,67
51,72
64,92
53,05
52,76
67,10
57,62
47,31
44,36
44,68
49,75
62,22
57,08
56,97
53,79
55,35
47,83
51,08
55,36
59,07
54,20
36,53

53,89

LAMPIRAN 1.16
PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2010 - 2012

No

Provinsi

(1)

(2)

Laki-Laki

Perempuan

Total

2010

2011

2012

2010

2011

2012

2010

2011

2012

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

Aceh

97,82

97,68

97,92

95,97

94,05

94,35

96,88

95,84

96,11

Sumatera Barat

97,82

97,60

97,86

96,40

94,84

95,54

97,09

96,20

96,67

2
4
5
6
7
8
9

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 B a l i

18 Nusa Tenggara Barat

19 Nusa Tenggara Timur


20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara

25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat

98,41
98,82
97,41
98,18
97,58
96,45
97,34
98,20
99,43
97,76
93,59
95,83
92,77
97,56
93,01
85,94
90,76
92,86
98,21
97,60
97,69
99,41
96,85
90,21
94,71
96,44

91,0

30 Maluku

98,11

32 Papua Barat

97,04

31 Maluku Utara
33 Papua

Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

97,49
72,86
95,35

98,17
98,52
97,57
98,07
97,52
97,31
97,56
98,28
99,47
97,65
94,38
96,28
93,25
97,90
94,60
88,57
89,84
94,41
98,18
97,72
98,11
99,01
96,02
90,30
94,50
94,42
91,36
97,48
97,44
95,12

70,72
95,59

98,60
98,73
98,07
98,37
97,83
97,36
97,87
98,49
99,66
97,84
94,50
95,75
93,60
98,42
95,30
88,74
90,52
94,81
98,48
98,19
98,41
99,03
96,04
90,84
94,24
95,03
90,98
98,03
97,82
96,77

71,74
95,87

96,26
97,87
94,31
96,52
92,99
92,73
93,45
96,21
98,83
94,60
86,48
86,11
84,16
94,81
83,79
76,74
86,56
87,58
96,69
94,26
96,33
99,18
95,28
85,54
89,07
95,58
86,03
96,83
94,66
92,99

63,29
90,52

95,50
96,67
93,41
95,18
92,65
92,57
93,51
97,06
98,21
94,24
86,46
87,09
84,05
94,56
83,84
78,64
85,58
85,55
95,44
93,65
95,75
98,69
92,95
86,06
88,16
94,96
83,95
95,77
94,51
89,57

56,74
90,07

96,13
96,80
93,76
95,40
93,46
92,77
93,70
97,08
98,48
94,46
86,54
88,46
85,18
94,53
85,03
79,17
87,04
87,31
96,38
94,65
96,57
98,66
93,80
86,80
88,81
95,41

97,32
98,35
95,88
97,36
95,30
94,64
95,46
97,19
99,13
96,18
89,95
90,84
88,34
96,20
88,40
81,05
88,59
90,26
97,48
95,94
97,05
99,30
96,08
87,75
91,85

96,0

86,66

88,48

94,98

96,08

96,13
92,44

58,87
90,64

97,46
95,12

68,27
92,91

96,83
97,61
95,52
96,65
95,13
95,02
95,60
97,67
98,83
95,96
90,34
91,49
88,52
96,25
89,17
83,24
87,63
90,03
96,86
95,66
96,99
98,85
94,51
88,07
91,29
94,69
87,61
96,63
96,01
92,41

64,08
92,810

97,35
97,79
95,97
96,90
95,69
95,13
95,88
97,80
99,07
96,18
90,45
92,02
89,28
96,51
90,17
83,68
88,73
91,13
97,48
96,43
97,55
98,85
94,95
88,73
91,49
95,22
88,79
97,08
96,43
94,74

65,69
93,25

LAMPIRAN 1.17
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KOMPONEN MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 - 2012
2011
No.

Provinsi

Angka Harapan
Hidup (Tahun)

Rata-rata Lama
Sekolah (Tahun)

Angka Melek
Huruf (%)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

2012
Pengeluaran
Riil / Kapita
(Rp.000)
(6)

IPM

Peringkat

Angka Harapan
Hidup (Tahun)

Rata-rata Lama
Sekolah (Tahun)

Angka Melek
Huruf (%)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

Pengeluaran
Riil / Kapita
(Rp.000)
(12)

IPM

Peringkat

(13)

(14)

19

Aceh

68,80

8,90

96,95

615,60

72,16

18

68,94

8,93

96,99

618,79

72,51

Riau

71,55

8,63

98,42

650,83

76,53

71,69

8,64

98,45

654,48

76,90

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

69,65
69,76
69,25
69,80
70,16
69,75
69,05
69,85

8,91
8,57
8,05
7,84
8,33
7,82
7,58
9,73

73,35

10,95

73,27

9,20

68,40
71,55
69,86
65,05
70,78
62,41
67,76
66,75
71,30
64,17
71,40
72,33
66,86
70,20
68,00
67,11
68,00
67,60
66,31
68,81
68,85

69,65

8,06
7,29
7,34
8,41
8,35
6,97
7,05
6,89
8,06
7,68
9,19
8,92
8,03
7,92
8,21
7,45
7,15
8,82
8,86
8,26
6,69

7,94

97,46
97,16
96,16
97,44
95,40
95,02
95,83
97,67
99,15
96,29
90,34
91,49
88,52
96,25
89,17
83,24
88,74
90,51
97,84
96,14
97,21
99,46
96,12
88,07
91,95
96,10
88,54
98,15
96,19
93,39
75,81

92,99

640,23
638,73
637,60
633,57
631,86
621,77
645,37
644,96
632,17
635,80
640,41
650,16
647,46
633,64
637,86
642,80
607,31
635,85
640,73
640,73
646,01
639,57
633,31
640,30
621,44
626,77
635,84
617,75
603,20
599,28
609,18

638,05

74,65
74,28

8
9

73,30

13

71,94

20

73,42
73,40
73,37
75,78
77,97

10
11
12
6
1

72,73

16

72,18

17

72,94
76,32
70,95
72,84
66,23
67,75
69,66
75,06
70,44
76,22
76,54

14
4

23
15
32
31
28
7

26
5
2

71,62

22

70,82

24

72,14
70,55
70,11
71,87
69,47
69,65
65,36

72,77

19
25
27
21
30
29
33

69,81
70,02
69,44
70,05
70,39
70,05
69,21
69,91

9,07
8,60
8,20
7,99
8,48
7,87
7,68
9,81

73,49

10,98

73,33

9,21

68,60
71,71
70,09
65,23
70,84
62,73
68,04
66,92
71,41
64,52
71,58
72,44
67,11
70,45
68,21
67,47
68,27
67,84
66,65
69,14
69,12

69,87

8,08
7,39
7,45
8,61
8,57
7,19
7,09
7,14
8,15
7,89
9,22
9,00
8,13
7,95
8,25
7,49
7,32
9,15
8,71
8,45
6,87

8,08

97,51
97,23
96,20
97,50
95,69
95,13
95,88
97,80
99,21
96,39
90,45
92,02
89,28
96,51
90,17
83,68
89,23
91,13
97,88
96,43
97,55
99,53
96,16
88,73
92,04
96,16
88,79
98,17
96,43
93,74
75,83

93,25

643,63
641,85
640,82
637,47
634,74
625,52
648,49
648,92
635,29
638,90
643,53
653,78
651,04
636,73
640,86
645,72
610,29
638,82
644,21
643,66
649,85
643,20
637,34
643,59
625,81
630,01
639,56
620,08
606,22
601,56
611,99

641,04

75,13
74,70

8
9
3

73,78

13

72,45

20

73,99
73,93
73,78
76,20
78,33

10
11
12
6
1

73,11

16

72,83

17

73,36
76,75
71,49
73,49
66,89
68,28
70,31
75,46
71,08
76,71
76,95

15
4

23
14
32
31
28
7

25
5
2

72,14

22

71,31

24

72,70
71,05
70,73
72,42
69,98
70,22
65,86

73,29

18
26
27
21
30
29
33

LAMPIRAN 1.18

JUMLAH DAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL MENURUT PROVINSI TAHUN 2010 - 2013
2010

2011

No

Provinsi

Jumlah
Kab/Kota

Kabupaten
Tertinggal

(1)

(2)

(3)

(4)

2012

(%)

Jumlah
Kab/Kota

Kabupaten
Tertinggal

(5)

(6)

(7)

2013

(%)

Jumlah
Kab/Kota

Kabupaten
Tertinggal

(8)

(9)

(10)

(%)

Jumlah
Kab/Kota

Kabupaten
Tertinggal

(%)

(11)

(12)

(13)

(14)

Aceh

23

12

52,17

23

12

52,17

23

12

52,17

23

12

52,17

Riau

12

0,00

12

0,00

12

0,00

12

0,00

2
3
5
6
7
8
9

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta

33
19
11
15
10
14
7
7
6

12 Jawa Barat

26

15 Jawa Timur

38

13 Jawa Tengah

14 DI Yogyakarta
16 Banten
17 Bali

35
5
8
9

18 Nusa Tenggara Barat

10

21 Kalimantan Tengah

14

19 Nusa Tenggara Timur


20 Kalimantan Barat

22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara

25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat
30 Maluku

31 Maluku Utara
32 Papua Barat

33 Papua
Indonesia

6
8
0

14,29

6
4
2
0
2

11

29
497

Sumber: Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2014

14
7
7
6

80,00

10

7,14

14

2
0

10
1
3
3

10

38

11

0,00

15

13,16

10

28,57

11

11
12

28,57

19

26

24

60,00

33

7,69

13
15

0,00

46,67

20

14

42,11

21
14

18,18

4
9

0,00
0,00

25,00
0,00

95,24
71,43
15,38
21,43
20,00
90,91
16,67
75,00
50,00

100,00

72,73

8
7

27
183

35
5
8
9

8
0

14,29

4
2
0
2

93,10
36,82

29
497

11

10
14
7
7
6

38

80,00

10

7,14

14

2
0

10
1
3
3

11

0,00

15

13,16

6
5

28,57

11

10

12

28,57

19

26

11
24

60,00

33

7,69

15

0,00

13
14

42,11
46,67

20

14

18,18

21

72,73
77,78

4
9

0,00
0,00

25,00
0,00

95,24
71,43
15,38
21,43
20,00
90,91
16,67
75,00
50,00

100,00

72,73

8
7

27
183

35
5
8
9

8
0

14,29

4
2
0
2

93,10
36,82

29
497

11

10
14
7
7
6

38

80,00

10

7,14

14

2
0

10
1
3
3

11

0,00

15

13,16

6
5

28,57

11

10

12

28,57

19

26

11
24

60,00

33

7,69

15

0,00

13
14

42,11
46,67

20

14

18,18

21

72,73
77,78

4
9

0,00
0,00

25,00
0,00

95,24
71,43
15,38
21,43
20,00
90,91
16,67
75,00
50,00

100,00

72,73

8
7

27
183

35
5
8
9

8
0

14,29

4
2
0
2
0
0

10
1
3
3

11

93,10
36,82

29
497

11

0,00
7,69
0,00
0,00

80,00

6
5

28,57

10

12

28,57

13,16

11
24

60,00

15

0,00

13
14

42,11
46,67

20

14

18,18

21

72,73
77,78

4
9

25,00
0,00

95,24
71,43
7,14

15,38
21,43
20,00
90,91
16,67
75,00
50,00

100,00

72,73

8
7

27
183

72,73
77,78

93,10
36,82

Lampiran 2.1
JUMLAH PUSKESMAS DAN RASIONYA TERHADAP PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2009 - 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2014

Rasio Puskesmas

Jumlah Puskesmas

per 30.000 Penduduk

2009

2010

2011

2012

2013

2009

2010

2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

309
500
242
176
163
284
167
264
55
61
339
1.008
849
119
944
196
114
145
288
229
169
213
207
159
165
395
223
75
77
135
96
105
266

8.737

315
506
246
193
169
293
170
265
58
66
341
1.028
867
121
946
217
114
150
309
231
174
214
217
170
160
416
233
76
81
156
100
106
297

9.005

325
542
254
203
174
304
178
269
58
67
340
1.046
867
121
956
226
114
152
342
235
179
224
215
170
173
421
249
86
86
170
115
126
334

9.321

330
555
260
207
176
317
178
276
60
69
340
1.046
873
121
960
228
118
157
349
237
190
226
217
177
176
425
258
87
91
178
119
128
381

9.510

334
570
262
207
176
319
180
280
60
70
340
1.050
873
121
960
230
120
158
362
237
194
228
222
183
183
440
264
91
92
190
125
143
391

9.655

2,12
1,13
1,50
1,00
1,73
1,18
3,01
1,06
1,45
1,21
1,10
0,73
0,77
1,02
0,76
0,60
0,96
0,98
1,87
1,59
2,43
1,83
1,96
2,14
2,00
1,50
3,16
2,29
2,20
3,02
2,95
4,23
3,80

1,13

2,10
1,17
1,52
1,05
1,64
1,18
2,97
1,04
1,42
1,18
1,06
0,72
0,80
1,05
0,76
0,61
0,88
1,00
1,98
1,58
2,36
1,77
1,83
2,25
1,82
1,55
3,13
2,19
2,10
3,05
2,89
4,18
3,14

1,14

2,14
1,24
1,55
1,06
1,65
1,20
3,06
1,05
1,38
1,14
1,05
0,72
0,80
1,04
0,76
0,62
0,86
1,00
2,15
1,59
2,39
1,82
1,75
2,22
1,93
1,55
3,28
2,43
2,17
3,24
3,24
4,80
3,36
1,16

2,15
1,26
1,57
1,05
1,63
1,23
3,01
1,06
1,38
1,12
1,03
0,70
0,80
1,03
0,76
0,61
0,87
1,02
2,15
1,59
2,49
1,80
1,70
2,28
1,93
1,55
3,33
2,40
2,24
3,30
3,28
4,70
3,64
1,17

2,14
1,28
1,56
1,01
1,59
1,22
3,00
1,07
1,34
1,08
1,02
0,69
0,80
1,02
0,75
0,60
0,87
1,02
2,18
1,58
2,50
1,78
1,68
2,33
1,97
1,59
3,34
2,46
2,20
3,43
3,36
5,07
3,54

1,17

Lampiran 2.2
JUMLAH PUSKESMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP
MENURUT PROVINSI TAHUN 2009 - 2013
Jumlah Puskesmas Rawat Inap
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah Puskesmas Non Rawat Inap

2009

2010

2011

2012

2013

2009

2010

2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(9)

(10)

(11)

(12)

115
129
81
51
56
80
37
51
20
24
51
171
234
41
365
46
27
80
93
94
55
46
100
72
63
205
69
22
31
48
27
36
84
2.704

116
140
85
53
59
82
39
58
18
26
52
237
252
42
396
50
28
81
110
93
69
48
93
84
68
208
70
23
35
56
27
36
86
2.920

137
153
86
55
62
86
43
60
19
26
52
220
265
40
400
53
28
84
123
94
69
48
94
85
72
218
74
23
35
56
28
39
92
3.019

144
157
89
63
62
106
43
69
20
26
52
220
268
42
441
56
29
84
128
96
70
49
94
88
72
225
74
23
35
61
28
39
99
3.152

149
164
88
75
68
95
45
91
20
26
30
176
309
42
504
56
34
109
128
94
73
45
127
88
78
225
79
25
43
63
27
39
102
3.317

(8)

199
366
161
140
110
211
131
207
40
40
289
791
615
79
550
167
86
69
199
138
105
166
124
86
92
208
163
53
46
100
73
70
211
6.085

188
389
168
148
112
218
135
209
39
41
288
826
602
81
556
173
86
68
219
141
110
176
121
85
101
203
175
63
51
114
87
87
242
6.302

186
398
171
144
114
211
135
207
40
43
288
826
605
79
519
172
89
73
221
141
120
177
123
89
104
200
184
64
56
117
91
89
282
6.358

185
406
174
132
108
224
135
189
40
44
310
874
564
79
456
174
86
49
234
143
121
183
95
95
105
215
185
66
49
127
98
104
289
6.338

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Ditjen. Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

194
371
161
125
107
204
130
213
35
37
288
837
615
78
579
150
87
65
195
135
114
167
107
87
102
190
154
53
46
87
69
69
182
6.033

Lampiran 2.3
JUMLAH PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT DENGAN PELAYANAN PENGEMBANGAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Puskesmas
No

Provinsi

Pelayanan
Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR)

Upaya
Kesehatan
Kerja

Upaya
Kesehatan
Olahraga

Upaya Kesehatan
Tradisional,
Alternatif dan
Komplementer

Pembinaan Panti
Anak Terlantar

Tatalaksana
Kasus Kekerasan
terhadap Anak

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

38

30

(1)

Aceh

Riau

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta

88

114

69

80

149
94
58

241

20

54

29

19

105

122

24

32

54
82
25
17

47
53
26
22

30

16

13

28

21
8

29
18
37

6
0

12
4

Jawa Timur

283

273

218

156

55

40

18

DI Yogyakarta
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat

Indonesia

68
72
46

76

189
50

94

150

60

52

66
57
96
87
88

140
73
23
39
57
34
21
33

2.782

47
27

153
43
0

124

12

55

18

18
77
41
16
48

25

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA, Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

47
27

122
4

11
0
0

1.034

0
0
1
1

671

7
8

24
9

28
19
26
5
5

17

846

28
19
27
17
53
25
44
37
20
11
67
48
16
15
16
10
0
0

1.270

13
12
16
7

11
6
7

16

28

59

36

25

25

12

70

17

31

22

145

19

20

324

35

39

110

30

29

108

69

20

17

13

33

100

34

21

47

29

11

15

2.745

30

10

22

22
41

30

17

93

23
29

59

42

209

34

459

293

14

33

45

(11)

22

48

31

(11)

41

68

(10)

17

130

26

Pelayanan Obstetrik
Pelayanan
Pelayanan
dan Neonatal
Pencegahan
Perawatan,
Emergensi
Penularan HIV dari
Dukungan, dan
Komprehensif (PONEK)
Ibu ke Anak
Pengobatan (PDP)
HIV/AIDS

38

13

15

232

Jawa Tengah

25

25

Jawa Barat

Papua

Rumah Sakit

Pelayanan Obstetrik
dan Neonatal
Emergensi Dasar
(PONED)

141
104
18
20
96
91

7
9

14
13
9

20

74
14
40
19

1.526

1
3
8

10

18
10

10

28

16

41
22

51

12

37

11

17
26

16

32
40

7
3
3
4
4
8

424

Catatan: PONED = Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar


PONEK = Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
Angka Pelayanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) HIV/AIDS : merupakan angka yang diperoleh dari Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 481/MENKES/SK/XII/2013 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang dengan HIV dan AIDS

6
1
5
4
5
2
0
1
3
3

11
8
2
3
3
8

52
40
35
5

39
10
12
4
9
8
5
2
9
5

10

3
2
0
3
1
2

12

108

14
2
1
3
3

15
66

418

Lampiran 2.4
JUMLAH KABUPATEN/KOTA DENGAN PUSKESMAS YANG NAKESNYA DILATIH KESEHATAN TRADISIONAL, ALTERNATIF DAN KOMPLEMENTER
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Jumlah Kabupaten/Kota Dengan Tenaga Persentase Kabupaten/Kota Dengan


Kesehatan Puskesmas Terlatih
Tenaga Kesehatan Puskesmas Terlatih

(3)

(4)

Jumlah Puskesmas Dengan Tenaga


Kesehatan Terlatih

(5)

Aceh

13

56,52

38

Riau

11

91,67

30

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta

10
3

13
3

14
4
3
5

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

4
2

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

42,86

9
8

100,00

Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

57,14

59

12

Kalimantan Selatan

93,33

42

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

30,00

41

100,00

Bali

76,47

26

Jawa Timur
Banten

27,27

25

15

11

DI Yogyakarta

52,63

83,33

Jawa Barat

Jawa Tengah

9,09

40,74
25,71
21,05

100,00
40,00
9,09

29
34
39
70
36
9
6

85,71

30

30,00

11

24

100,00

110

66,67

17

2
3
6
2

12
4
9
2
2
1

224

Sumber: Direktorat Bina Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, Ditjen Bina Gizi dan KIA, Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

14,29
23,08
40,00
15,38
85,71
66,67
81,82
20,00
15,38
3,45

44,27

7
8

24
9

28
19
26
5
5

17

846

Lampiran 2.5
JUMLAH RUMAH SAKIT DI INDONESIA
MENURUT PENGELOLA DAN PROVINSI TAHUN 2013
Rumah Sakit Publik
No

Provinsi

(1)

(2)

Kemenkes/Pemda

TNI/POLRI

RS
Umum

RS
Khusus

Jumlah

RS
Umum

RS
Khusus

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Kementerian Lain
Jumlah RS Umum
(8)

(9)

Swasta Non Profit

Swasta

RS
Khusus

Jumlah

RS
Umum

RS
Khusus

Jumlah

RS
Umum

RS
Khusus

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

Aceh

25

27

13

13

Sumatera Barat

20

22

11

20

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

35
16
13
22
12
12

Kepulauan Riau

11

Jawa Barat

DKI Jakarta

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

11
16
15
14
16
17
13
29
13

9
7

Papua Barat

10

Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014


Keterangan : Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS

15

Papua

Maluku

Maluku Utara

13

13

19

Kalimantan Timur

13

51

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Selatan

27

10

51

10

Kalimantan Tengah

14

41

10

Bali

Kalimantan Barat

19

11

54

Nusa Tenggara Barat

38

Jawa Timur
Banten

12
20

592

9
9

19
60

2
9

12

63

28

12

1
1
0
3
1
2
3
1
1
7
1
0
0

10
12
19
19
16
16
19
18
14
36
14

9
7

16

10

0
2

84

12
22

676

2
2
5
5
1
4
4
4
2
8
2
0
0
4
2
2
6

155

0
0
0
0
0
0
0
0

8
4
2
4
3
2
0
2

11

12

0
0

13
4

30

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

2
2
5
5
1
4
4
4
2
8
2
0
0
4
2
2
6

159

0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Semua RS

Rumah Sakit Privat

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

59
5
1
7
2

14

11

10

26

16

11

17

11

1
1
0
0

2
2
3

1
2

17

55

34

24

101

43

144

34

22

82

34

116

22

0
0
0
0

26
11
17

13

0
0
0

7
3
5

14

0
0

0
0
0
0
0
0
0

13
5
0

74
39
16
4

16

1
4
1

8
7

4
1
5

527

0
0
0

197

5
1
3
0
2

18

0
0
4
0
0

4
1
7
4
1
5

724

2
7
0
1
1
0
0
2
2

388

5
1
7
0
2
4

0
0
0
0

211

0
0
2
4
4
3
0
0

13

20

48

6
4

11

15

96

43

16

23

56

22

11

131

10

12

38

53
30

58

12

14

11

93

23
20

4
1
0
0
2
2

599

RS
Khusus

Jumlah

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

22

RS
Umum

11

Jumlah

13

14

RS
Khusus

28

32
54

(18)

2
0

Jumlah RS Umum
(17)

68

BUMN

1
0
0
1
0
2
3
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0

60

51

53

14

141

15

156

44

10

54

0
0
0
0
0
0
1
1
0
1

1
0
5
0
0
0
2
5

39
26

11

39

10

22

18
13

45

0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

1
0
2
3
0
0
2
1
0
0

53
22
38
32
16
25

25

12

57

24
1
3
8
1
6
3

57

25

11

16

18
33

1.725

69

319

20

274

90

20

37

1
67

21

14

26

69

40

0
0

14

275

48

49

74

229

19

201

51

150

13

29

59

205

61

91

2
0

40

5
3

22

5
0

77
23
41
40
17
31
54
40
26
82
25
12

27

16

0
2

503

18
35

2.228

Lampiran 2.6
JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN TEMPAT TIDUR
MENURUT PENGELOLA TAHUN 2009 - 2013
Tahun 2009
No

Pengelola

(1)

(2)

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

RS

TT

RS

TT

RS

TT

RS

TT

RS

TT

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

Kementerian Kesehatan

13

9.131

13

8.873

14

9.724

14

10.832

14

11.028

Pemerintah Provinsi

44

14.029

45

13.854

47

14.065

49

16.292

53

18.526

Pemerintah Kab/Kota

416

47.811

445

43.341

472

52.536

508

74.741

525

84.694

TNI/POLRI

123

11.821

129

11.771

132

12.272

151

19.830

155

20.832

Kementerian Lain dan BUMN

71

6.747

72

6.925

73

8.535

71

8.040

63

7.444

Swasta dan Swasta Non Profit

535

52.064

591

52.306

634

52.694

815

74.033

915

102.816

1.202

141.603

137.070

1.372

149.826

1.608

203.768

1.725

245.340

Jumlah
Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014
Keterangan : Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS

1.295

Lampiran 2.7
JUMLAH RUMAH SAKIT KHUSUS DAN TEMPAT TIDUR
MENURUT JENIS RUMAH SAKIT TAHUN 2009 - 2013
Tahun 2009
No

Jenis Rumah Sakit

(1)

(2)

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

RS

TT

RS

TT

RS

TT

RS

TT

RS

TT

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

RS Jiwa

51

9.206

52

8.760

52

7.541

53

8.542

51

10.349

RS Kusta

22

2.224

23

2.326

23

1.854

22

1.989

18

2.048

RS Tuberkulosa Paru

10

731

10

757

10

778

12

915

11

919

RS Mata

11

423

12

448

13

519

14

520

15

647

RS Bersalin

61

2.475

62

2.453

65

2.334

94

3.150

99

3.457

RS Ibu dan Anak

95

4.591

106

4.809

114

5.267

169

7.697

159

8.147

RS Khusus Lainnya

71

2.427

72

2.521

72

2.537

111

4.851

150

7.543

Jumlah

321

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014


Keterangan : Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS

22.077

337

22.074

349

20.830

475

27.664

503

33.110

Lampiran 2.8

JUMLAH RUMAH SAKIT, TEMPAT TIDUR, DAN RASIO TEMPAT TIDUR PER 1.000 PENDUDUK
MENURUT KELAS RUMAH SAKIT DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

Jumlah
Penduduk

Kelas A
Persentase RS

RS

TT

Persentase RS

RS

TT

Persentase RS

RS

TT

Persentase RS

RS

TT

Persentase RS

RS

TT

Rasio TT

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(19)

3,77

5.035.311

276

1,64

7.857.437
1.799.668
7.880.769
1.339.774
1.937.577

1
1
0

755
182
0

1.806

0
0
0

0
0
0

10.001.943

12

5.219

Jawa Tengah

32.684.579

4.072

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

45.472.830
3.560.080

38.268.825
11.523.018
4.139.690
4.651.648
4.971.802
4.508.968
2.328.823
3.840.547
3.967.793
2.354.668
2.787.164
8.305.154
2.370.549
1.110.294
1.252.071
1.662.965
1.114.917

846.711

3.310.715

248.422.956

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014


Keterangan : Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS

Total

(4)

844

3.329.887

Belum Ditetapkan Kelas

TT

6.143.674

Kelas D

(3)

4.671.874

13.391.231

Kelas C

RS

DKI Jakarta
Jawa Barat

Kelas B

8
3

2.474
986

3.689

1.096

1
0

294
0

163

1.087

250

0
1
0

261
0

1.588

0
0
0
0
0
0

57

0
0
0
0
0
0

25.042

1.277

1.580

0,64

21

1,85

0,00
0,00
0,00

1,85
2,50

909

47

12.035

17,15

100

10.958

11

2.470

15,94

11

4.393

0,00

1.372

637
379

15,58
10,53
13,04

13.095

99

11.918

16

1.817

22
8

2,44

11

11,76

1.330
1.510

6,45

14

2.174

5,00

16

2.354

522

2.487

14,81

1.044

11,54

587

8,00

1.168

16
9

21,95

32

646

16,67

478

7,41

1
2

293

4.122

10

1.662

519

2,56

3.383

12,23

106

3.216

0,00

9.818

11,64

40

10,00

0,00
0,00

17.662

25,33

695

1.446

0,00

8.811

18

0,00

7,14

461

3,66
0,00

125

2.775

16,00

0,00

10,53

18

1.352

916

6,45

580

10

2.292

2.656

0,00

6,90

22

6.523

24

2,50

541

53

8,16

0,00

15

1.353

12

0,00

36,07

39

5,26

2.936

9,80

32

1,30

22

1.084

2,91
1,88

6,56

38

4,35

10

14,81

8,00
2,92

45,28

2.224

0,00

3.315

13,46

0,00

24

5.736

5,88

9,43

295
484

85.781

0,00
5,56
0,00
5,71

13,15

7
2
5
3
4
9

741

1.227

809

2.391
1.261
4.734

664
325
372
575
303
728

1.806

93.536

33,97
40,74
34,48

10
7
5

26,67

13

38,55

86

15,94
31,03
28,57

65
6

22,22

6
2

10
9
7
4
2

25,00

33,26

4.270

11

517

22,64

927

31,15

57

4.622

11

450

11
14
3

745
879
211

31,27

43

2.146

18

997

841

22,81

19

821

1.925

56,10

163

7,79

47,83

223
867
678
424
882

35.400

15,79

11

661

10,98

20

22,22
55,56
50,00
37,50
31,43

23,20

11
9
3
5
5
5
6

13

620

707
945
490
147
245
445
133
377
553

38.691

19
49
14
25

7.335
1.781
5.678
1.406
2.447

15,64

275

42.778

26,09

274
69

34,48

319

33,33

57

46,75
4,35

11,76

406

51

3.109

21.943

68

29

150

776

61

31,33

14,63

25,00

33,33

7,14

305
423

28,00

28,57

11

11,54

231

53

6,45

35,29

219
566

2.367

12

42,59

495

36

32,50

825
647

27,45

26,28

72

6.863

386

37,93

4.652

3.773

110

553

5.973

28,00

47

1,24

54

439

8,67

6.266

20,37

88

1,50

19.641

20,00

7.031

156

1.138

50,00

53

36,54

14

20,38

1.356

15

25,71

5.803

13

18,52
16,67

924

1.010

25,00

183

11

34,62
28,00

498

839

14,29

37,68

23

39,02

531

52,63

1.545

29,63
40,00

529

21,57

26

23

45,16

791

20,69

17,15

26,83
41,18

471

22,22

3.431

13

25,00

19

15,38

47

28,07
34,78

24,59

825

36,50

547

12

48,98
36,00

12

2.005

11

35,71

18,87

24

35,29
21,05

756

30,00
35,48
11,11
27,50
42,31
24,39
36,00
25,00
55,56

77
23
41
40
17
31
54
40
26

33.550
10.391
36.558
8.259
5.947
3.030
4.119
4.968
1.785
4.366
6.370
5.080
3.231

82

11.884

12

1.349

25
9

2.307

840

18,52

27

2.365

37,50

16

1.529

27,78
37,14

27,83

18
35

2.228

1.409
3.725

278.450

1,47
0,97
0,93
0,93
0,99
0,72
1,05
1,26
2,19
0,74
1,31
2,92
0,96
0,72
1,44
0,65
0,83
1,10
0,77
1,14
1,61
2,16
1,16
1,43
0,97
1,21
0,67
1,42
1,26
1,81
1,13

1,12

Lampiran 2.9
JUMLAH TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT
MENURUT KELAS PERAWATAN DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Sumatera Utara

Riau

3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Bangka Belitung
Kepulauan Riau

Total
Tempat
Tidur*
(3)

Kelas Perawatan
VVIP

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

419
175

51

127

5.678

145

2.447

21
35
41

DKI Jakarta

21.943

772

Jawa Tengah

42.778

631

Jawa Barat

D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

33.550
10.391
36.558

8.259
5.947
3.030
4.119
4.968
1.785

111
159

27
28
24
32
81

3.231

130

11.884

305

1.349

31

2.307
840

Papua Barat

1.529

Indonesia

572

5.080

2.365

Papua

183

129

Maluku

Maluku Utara

434

4.366
6.370

1.409
3.725

278.450

16
21
15
39

23

5.043

1,61
2,13
2,28
2,93
1,64
1,73
1,18
2,55
2,49
1,68
3,52
1,29
1,48
1,76
1,56
1,34
2,67
0,89
0,68
0,48
1,79
2,95
2,04
1,59
0,12
2,57
0,69
2,30
2,50
0,63
2,77
0,39
0,62

1,81

437

1.374

417
550
297
470
131
365

68

155

2.244
2.365
3.183

484

2.885

610
718
249
230
216
190
380
595
227
221

1.116

146
126

50

124
128

47

124

20.922

6,22
7,00
6,65
9,21
9,55
6,41
7,36
6,43
4,84
6,33

10,23

7,05
7,44
4,66
7,89
7,39

12,07

8,22
5,58
4,35

10,64

8,70
9,34
4,47
6,84
9,39
6,33
9,34
5,95
5,24
9,08
3,07
3,33

7,51

Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2014


Keterangan :

Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS

*
**
***

Ruang Non Perawatan ***

Jumlah

7.335
1.406

Ruang Perawatan Lainnya**

143

1.781

Kelas III

Jumlah

6.266
3.109

Kelas II

113

5.973

Kelas I

Jumlah

7.031

19.641

VIP

Total tempat tidur mencakup VVIP, VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III, Tempat tidur perawatan lainnya

Tempat tidur perawatan lainnya mencakup ICU, PICU, NICU, HCU, ICCU, Tempat tidur bayi baru lahir, dan tempat tidur ruang isolasi
Tempat tidur non perawatan mencakup tempat tidur di IGD, Kamar Bersalin dan Ruang Operasi

561

2.900

786
585
395
894
179
610
144
268

3.016
4.081
4.562

909

4.708
1.227

675
384
322
442
169
455
781
479
299

1.330

224

93
70

194
137

91

275

32.245

7,98

14,77
12,54

9,79

12,71
12,19
10,05
10,74
10,24
10,95
13,74
12,16
10,66

8,75

12,88
14,86
11,35
12,67

7,82
8,90
9,47

10,42
12,26

9,43
9,25

11,19

9,71
6,89
8,33
8,20
9,72
5,95
7,38

11,58

819

4.399
1.179
1.022

519

1.487

346

1.133

284
460

4.423
6.537
6.044
1.623
7.403
1.768

990
370
612
831
310
855

1.261
1.040

438

1.813

359
213
142
365
207
218
731

50.201

11,65
22,40
18,82
17,11
16,69
20,27
19,43
19,95
20,20
18,80
20,16
19,48
14,13
15,62
20,25
21,41
16,65
12,21
14,86
16,73
17,37
19,58
19,80
20,47
13,56
15,26
15,56
15,79
16,90
15,43
14,69
14,26
19,62

18,03

3.670
7.416
2.656
2.419
1.215
3.297

679

2.408

609

1.057
7.569

13.157
21.893

5.986

14.065

2.899
2.285
1.271
2.056
2.492

719

1.734
2.360
2.419
1.543
4.701
1.036

627
354

1.206

606
887

1.851

119.142

52,20
37,76
42,39
40,50
39,08
44,95
38,12
42,41
43,31
43,20
34,49
39,22
51,18
57,61
38,47
35,10
38,42
41,95
49,92
50,16
40,28
39,72
37,05
47,62
47,76
39,56
44,91
46,48
42,14
50,99
43,01
58,01
49,69

42,79

747

1.980

592
737
347
629
228
591
124
269

2.536
4.221
4.127

798

4.338

916
691
408
463
556
231
496
724
450
484

1.524

214
139

80

232
155
110
322

30.459

10,62
10,08

9,45

12,34
11,16

8,58

12,80
10,41

8,82

10,99
11,56
12,58

9,65
7,68

11,87
11,09
11,62
13,47
11,24
11,19
12,94
11,36
11,37

8,86

14,98
12,82

9,28

10,30

9,52
9,81

11,00

7,19
8,64

10,94

684

1.153

493
485
285
431
197
426
142
197

1.383
2.755
2.338

408

2.587

728
429
321
408
407
134
317
519
384
242

1.095

312
120
123
229
137

9,73
5,87
7,87
8,12
9,17
5,88

11,06

7,50

10,10

8,05
6,30
8,21
5,47
3,93
7,08
8,81
7,21

10,59

9,91
8,19
7,51
7,26
8,15
7,56
7,49
9,21

13,52

8,90

14,64

9,68
9,72

170

11,12

20.438

7,34

399

10,71

Lampiran 2.10
JUMLAH SARANA PRODUKSI
BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2011-2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Industri Farmasi

Industri Obat Tradisional (IOT)

Usaha Kecil Obat Tradisional


(UKOT)

2012

2013

2011

2012

2013

2011

2012

2013

2011

2012

2013

2011

2012

2013

2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

10

10

21

21

21

Aceh

Sumatera Barat

4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

9
0
0
1
0
0
0
0

9
0
0
1
0
0
0
0

5
0
0
1
0
0
0
0

2
0
0
0
0
0
0
0

94

102

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

3
0
0
4
0
0

94

94

3
0
0
4
0
0

3
0
0
5
0
0

DKI Jakarta

45

50

50

10

11

102

176

179

179

Jawa Tengah

22

23

23

15

12

283

289

285

283

Jawa Barat

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Industri Kosmetika

2011

1
2

Produksi Perbekalan Kesehatan dan


Rumah Tangga (PKRT)

Produksi Alat Kesehatan

87
1

94
2

94
2

42
0

46
0

45

46

47

15

15

1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

212

Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

239

30
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

253

19
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0

107

19
1
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0

110

215
73

207
64

206
64

14

14

33

31

31

52

47

45

0
1
0
0
0
4

1
0
1
0
0
0
5

1
0
1
0
0
0
5

35

56

41

11

17

17

215

114

73

79
7

0
0
0
0
0
0
0

62

0
0
0
1
0
0
1

68

10

16

14

14

13

14

26

3
0
0

0
0

0
0

12

12

864

15

26

15

26

15

1
0

0
0

1.205

0
0

1.229

8
9
0
1
0
1
0
0
0

1.237

2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

234

2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

237

67

53

95

77

44

29

151

28
25

135

27
23

277

24

221
58

12

277

22

229
25

266

136
64

79

15
58

22
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

220

71
0
0
0
0
0
0
1
0
4
0
1
0
0
0
0
0

509

24

0
0
0

0
0

579

45
10
24

0
0
0

109
0
0
0
0

54
0
0
1
0

107
0
0
1
0

21

21

21

0
0
0

151

21

0
0

67

12

11

0
0

116

125

0
0

113

114

45

99

73
0

38

12

0
0
0
0
0
0

648

0
0
5
0
0
0
0
0
0
0

553

0
0
5
0
0
0
0
0
0
0

564

0
0
2
0
0
0
0
0
0
0

606

Lampiran 2.11
JUMLAH SARANA DISTRIBUSI
BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2011-2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

Pedagang Besar Farmasi

Apotek

Toko Obat

2011

2012

2013

2011

2012

2013

2011

2012

2013

2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

70

67

26

168

250

298

637

495

433

11

11

53

464

422

486

305

319

319

28

115

116

133

91

89

89

51
34
98
22
56
15
37

49
35
98
18
55

34

34
65
18
55
15
34

971
117
218
355
155
350
105
182

977

1.056

442

480

231
410
190
412
124
190

266
439
209
429
140

48

1.819

1.657

2.302

Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

381

9
5

16

37

26

13

0
0
2

4
2

8
1

605

880

950

950

381

38

93

87

141

163

15

163

15

367

2.422

2.380

3.259

297

307

372

59

131

250

74

77

75

525

571

603

206

226

239

10

17

40

82
40
33
54
15
53
51
47
27
90
16

8
0

96
30
37
48
14

97
29
24
46

425

450

27

94

102

14

260
123
217
411
175

78
60

17

106

Papua Barat

14

10

10

2.695

2.860

2.846

47

Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

43

74

44
39

28

178
160

47

12

154

208

162

41

28

253

719

46
45

349

15

Indonesia

381

605

44

341

16

Papua

544

29

224

Maluku

Maluku Utara

523

54

46

333

471

96

47

333

50

53

65

528

337

48

77

134

1.326

Jawa Tengah

51

98

58

170

1.038

1.843

DI Yogyakarta

46

1.281

2.143
2.959

78

140

193

3.821

1.987
3.207

147

176

16

247

432
513

161

187

551

218

404
513

325

114

207

372
446

805

243

DKI Jakarta
Jawa Barat

Penyalur Alat Kesehatan (PAK)

46

272
185
215
404
209

89
46

900
281
189
218
217
317
460
184

111
158

122

127

127

174

237

236

111
790
57

231

113

46

61

121

181

109

67

130

125

289
674

175

377
37
45

41

790
102
134
377
127

36
45

316
517
238
100
197
377

91
35
45

80

127

112

112

112

122

122

122

52

52

52

16.735

17.613

86

210

97

224

103
234

21.103

23
26

8.247

18
40

7.040

21
40

7.861

62
2
0

75
13

75
13
25

18

12

12

0
2
0

0
5
1

22

17

27

57

0
0
1
0
0
0

1.249

1
0
1
3
0
0

1.624

2
0
3
3
0
0

1.921

Lampiran 2.12
JUMLAH UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Desa

Kelurahan

Desa dan
Kelurahan

RW, Desa dan


Kelurahan Siaga
Aktif

Persentase RW,
Desa dan
Kelurahan Siaga
Aktif

Poskesdes yang
Beroperasi

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta*
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

6.464
5.281
886
1.594
1.391
2.768
1.356
2.375
313
274
5.295
7.809
392
7.722
1.273
634
941
2.881
1.897
1.420
1.866
1.268
1.458
1.767
2.240
1.772
657
533
1.135
1.039
1.477
4.766

0
664
259
241
162
376
168
205
67
141
639
769
46
783
278
80
139
319
89
138
143
224
332
169
784
370
72
71
34
112
77
91

6.464
5.945
1.145
1.835
1.553
3.144
1.524
2.580
380
415
2.705
5.934
8.578
438
8.505
1.551
714
1.080
3.200
1.986
1.558
2.009
1.492
1.790
1.936
3.024
2.142
729
604
1.169
1.151
1.554
4.857

578
2.956
1.014
983
1.309
2.789
1.438
2.289
296
369
2.006
4.945
8.577
413
7.968
1.331
698
930
502
832
629
1.581
948
689
1.313
2.899
1.001
357
216
808
859
31
1.016

8,94
49,72
88,56
53,57
83,52
88,71
94,36
85,74
77,89
84,58
74,16
83,33
99,99
94,29
93,69
85,82
97,76
86,11
15,69
41,89
40,37
78,70
63,54
38,49
67,82
96,49
46,73
48,97
35,76
69,12
74,63
1,99
20,92

2.234
3.835
2.453
1.152
924
2.461
1.547
1.447
303
198
1.176
5.490
7.670
421
8.598
521
490
804
648
1.349
513
1.707
655
1.048
1.154
2.820
1.055
303
107
598
252
79
719

Indonesia

72.944

8.309

83.691

54.570

65,20

54.731

Posyandu

(9)

7.385
15.303
7.101
5.037
3.250
6.352
1.863
7.797
992
1.191
4.297
49.193
48.315
2.708
45.882
10.640
4.760
6.743
8.573
4.281
2.236
3.724
4.566
2.066
3.267
9.377
2.877
1.302
1.731
1.902
1.401
1.122
2.991

280.225

Sumber : Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan per 17 Januari 2014


Keterangan :
*) Jumlah desa dan kelurahan di Provinsi DKI Jakarta merupakan jumlah RW
Jumlah Desa dan Kelurahan berasal dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013
Jumlah desa siaga di Provinsi DKI Jakarta merupakan jumlah RW Siaga Aktif dan jumlah Desa Siaga Aktif di Provinsi Sumatera Barat merupakan jumlah Desa Siaga Aktif ditambah Nagari Siaga Aktif
Data Poskesdes yang Beroperasi merupakan data gabungan dari Dirjen Bina Gizi dan KIA tahun 2009 , Laporan DAK Kab/Kota Tahun 2012 dan Laporan DAK Kab/Kota Tahun 2013

Kader / Toma /
Toga Terlatih

Rasio Posyandu
terhadap
Desa/Kelurahan

Rasio
Kader/Toma
terhadap
Desa/Kelurahan

(10)

(11)

(12)

4.500
3.548
20.813
17.918
2.122
7.487
3.695
7.488
714
2.350
12.393
37.622
80.896
432
4.086
33.308
780
2.664
600
1.142
1.170
10.006
4.575
4.515
17.616
35.029
1.968
612
1.227
1.880
100
360
12.970

1,14
2,57
6,20
2,74
2,09
2,02
1,22
3,02
2,61
2,87
1,59
8,29
5,63
6,18
5,39
6,86
6,67
6,24
2,68
2,16
1,44
1,85
3,06
1,15
1,69
3,10
1,34
1,79
2,87
1,63
1,22
0,72
0,62

0,70
0,60
18,18
9,76
1,37
2,38
2,42
2,90
1,88
5,66
4,58
6,34
9,43
0,99
0,48
21,48
1,09
2,47
0,19
0,58
0,75
4,98
3,07
2,52
9,10
11,58
0,92
0,84
2,03
1,61
0,09
0,23
2,67

336.586

3,35

4,02

Lampiran 2.13
JUMLAH RW, DESA DAN KELURAHAN SIAGA AKTIF SERTA POSYANDU
MENURUT PROVINSI DAN TINGKATAN (STRATA) DI INDONESIA TAHUN 2013
RW, Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Posyandu

Pratama

Madya

Purnama

Mandiri

Jumlah

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

578
200
470
735
2.789
961
1.206
235
534
3.386
176
4.674
974
698
667
832
629
1.255
630
368
1.180
1.636
833
246
133
780
583
1.016
28.404

354
326
353
0
331
670
92
549
3.247
158
2.519
350
0
193
0
186
159
126
112
757
118
84
83
12
197
0
10.976

578
2.956
1.014
983
1.309
2.789
1.438
2.289
296
369
2.006
4.945
8.577
413
7.968
1.331
698
930
502
832
629
1.581
948
689
1.313
2.899
1.001
357
216
808
859
31
1.016
54.570

350
119
103
0
140
316
32
598
1.507
66
689
7
0
65
0
28
139
192
15
421
35
26
0
0
62
0
4.910

110
68
118
0
6
97
10
325
437
13
86
0
0
5
0
112
20
3
6
85
15
1
0
16
17
0
1.550

Pratama

Madya

Purnama

Mandiri

Jumlah

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

1.826
2.761
344
1.037
439
761
567
429
71
146
23
49.193
5.018
86
2.460
2.768
123
1.339
8.573
1.322
1.021
1.159
906
248
953
1.659
561
32
777
909
526
1.122
2.560
91.719

4.170
6.661
2.775
1.904
1.475
2.149
867
2.821
376
571
287
0
15.320
641
15.412
5.298
1.643
2.831
0
2.013
854
1.769
1.702
882
1.455
3.360
1.284
975
696
712
525
0
116
81.544

1.226
4.293
3.005
1.553
1.036
3.018
363
3.540
418
389
1.586
0
18.693
1.129
25.771
2.094
2.658
2.281
0
863
300
699
1.552
916
782
3.446
830
286
239
274
309
0
128
83.677

163
1.588
977
543
300
424
66
1.007
127
85
2.401
0
9.284
852
2.239
480
336
292
0
83
61
97
406
20
77
912
202
9
19
7
41
0
187
23.285

7.385
15.303
7.101
5.037
3.250
6.352
1.863
7.797
992
1.191
4.297
49.193
48.315
2.708
45.882
10.640
4.760
6.743
8.573
4.281
2.236
3.724
4.566
2.066
3.267
9.377
2.877
1.302
1.731
1.902
1.401
1.122
2.991
280.225

Sumber : Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan per 17 Januari 2014


Keterangan : Jumlah desa siaga di Provinsi DKI Jakarta merupakan jumlah RW Siaga Aktif dan jumlah Desa Siaga Aktif di Provinsi Sumatera Barat merupakan jumlah Desa Siaga Aktif ditambah Nagari Siaga Aktif

Lampiran 2.14
JUMLAH PROGRAM STUDI DIPLOMA IV INSTITUSI POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES)
SAMPAI DENGAN DESEMBER TAHUN 2013
Jurusan/Program Studi

Fisioterapi

Okupasi
Terapi

Terapi Wicara

Akupunktur

Analis
Kesehatan

Teknik
Elektromedik

Teknik
Radiodiagnosti
k

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

Ortotik
Prostetik

Gizi

Keteknisian Medis

Kesehatan
Lingkungan

(2)

Keterapian Fisik

Farmasi

(1)

Gizi

Keperawatan
Gigi

Poltekkes

Kesehatan Masyarakat

Kebidanan

No

Kefarmasian

Keperawatan

Keperawatan

(16)

Total

(17)

Aceh

Riau

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Medan

Padang

Jambi

Palembang
Bengkulu

Tanjung Karang
Tanjung Pinang
Pangkal Pinang
Jakarta I

Jakarta II

Jakarta III
Bandung

Tasikmalaya
Semarang
Surakarta

DI Yogyakarta
Surabaya
Malang
Banten

1
1
0
0
0
0
0
1
2
2
1
1
1
2
1

Mataram

Kupang

Pontianak

Palangkaraya
Banjarmasin

Kalimantan Timur
Manado
Palu

Makassar

1
2
1
1
1
1
1
1

Kendari

Gorontalo

Mamuju

Maluku

Ternate
Sorong

Denpasar

Jayapura

1
Total

Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

1
1

34

1
1
1
1
1
2
0
0
0
0
1
1
2
2
1
1
1
3
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1

36

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0

13

1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0

19

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

3
3
3
3
3
5
0
0
1
4
3
6
5
8
7
6
6
6
1
4
5
2
6
3
6
2
4
2
8
2
2
0
0
2
3
2

133

Lampiran 2.15
JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI DIPLOMA III INSTITUSI POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES)
MENURUT JURUSAN DAN PROVINSI TAHUN 2013

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

Perekam
Informasi
Kesehatan

(13)

Ortotik
Prostetik

(12)

Teknik Gigi

Okupasi Terapi

Fisioterapi
(11)

Teknik
Radiodiagnostik

(10)

Teknik
Elektromedik

(9)

Analis
Kesehatan

(8)

Keteknisian Medis
Akupunktur

(7)

Keterapian Fisik

Gizi

Terapi Wicara

Gizi

(6)

Kesehatan
Lingkungan

(5)

Kesmas

Jamu

(4)

Farmasi

(3)

Keperawatan
Gigi

(2)

(1)

Kebidanan

Poltekkes

Keperawatan

No

Kefarmasian
Analis Farmasi
& Makanan

Jurusan / Program Studi


Keperawatan

Total

(19)

(20)

(21)

Aceh

10

Riau

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Medan

Padang

Jambi

Palembang

Bengkulu

Tanjung Karang

Tanjung Pinang

Pangkal Pinang

Jakarta I

Jakarta II

Jakarta III

Bandung

Tasikmalaya

Semarang

Surakarta

DI Yogyakarta

Surabaya

Malang

Banten

Denpasar

Mataram

Kupang

Pontianak

Palangkaraya

Banjarmasin

Kalimantan Timur

Manado

Palu

Makassar

Kendari

Gorontalo

Mamuju

Maluku

Ternate

Jayapura
Sorong

Jumlah

1
7
3

71

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

3
2
1
1
2
2
1
1
1
0
2
3
2
4
1
1
3
3
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
4
2

62

1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0

18

1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0

12

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
2
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0

24

1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1

33

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0

22

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

9
7
4
8
7

10

0
0
0
0

3
4
7
5

10

2
1
0

10
16
6

13

1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

8
3
5
9
6
3
6
4
7
6
9
4
3
4
8
5

16
6

262

Lampiran 2.16
JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2011/2012 SAMPAI DENGAN 2013/2014

No

Institusi Poltekkes
(2)

(1)

KEPERAWATAN
1 Keperawatan
2 Kebidanan

3 Keperawatan Gigi

Sub Total

KEFARMASIAN

1 Analisa Farmasi dan Makanan


2 Farmasi

Jumlah

2011/2012

2012/2013

2013/2014

(3)

(4)

(5)

(6)

21.596

22.931

22.250

66.777

42.809

44.810

47.398

135.017

16.323

4.890

285

2.085

16.959

4.920

285

2.305

19.278

5.870

222

2.490

52.560
15.680

792

6.880

3 Jamu

Sub Total

2.370

2.590

101
2.813

101
7.773

1 Kesehatan Lingkungan

Sub Total

6.790
6.790

7.000
7.000

5.945
5.945

19.735
19.735

1 Akademi Gizi (AKZI)

Sub Total

7.065

7.065

7.570

7.570

6.097

6.097

20.732
20.732

1 Fisioterapi

590

760

944

2.294

4 Akupunktur

160

220

191

571

KESEHATAN MASYARAKAT

GIZI

KETERAPIAN FISIK

2 Okupasi Terapi
3 Terapi Wicara

Peserta Didik Poltekkes

250
Sub Total

KETEKNISIAN MEDIS

1 Analis Kesehatan
2 Teknik Gigi

3 Program Teknologi & Tranfusi Darah


4 Teknik Radiologi & Radioterapi
5 Rekam Medis dan Info Kes
6 Teknik Elektro Medik
7 Refraksi dan Optisi
8 Ortetik Prostetik

Sub Total
Total

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

160

300
220

334
259

884
639

1.160

1.500

1.728

4.388

4.095

4.730

4.766

13.591

875

915

910

2.700

380

120
715

320
6.505
66.699

440
180
715

440
7.420
70.890

294
119
503

201
6.793
70.774

1.114
419

1.933

961
20.718
208.363

Lampiran2.17
JUMLAH PESERTA DIDIK PRORAM DIPLOMA III POLTEKKES BERDASARKAN JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2013

Aceh

Pekanbaru

2
3
5
6
7
8
9

Medan

Padang
Jambi

Bengkulu

Palembang
T.Karang

Gorontalo

10 Jakarta I

11 Jakarta II

12 Jakarta III
13 Bandung

14 Tasikmalaya
15 Semarang
16 Surakarta

17 Yogyakarta
18 Malang

19 Surabaya

20 Denpasar
21 Mataram
22 Kupang

23 Pontianak

24 Palangkaraya
25 Banjarmasin
26 Samarinda
27 Manado
28 Palu

29 Makassar
30 Kendari
31 Ambon

32 Ternate

33 Jayapura

34 Pangkal Pinang
35 Banten

36 Mamuju
37 Sorong

38 Tanjung Pinang
Total

(15)

253

309

181

348

0
133

167

340
481
274
465
838
620
554
219
0

494
506
438

963
551
408
550
426

392
220
543
356
650
888
527

1.094
429

1.658
136
254
145
688
240

22.250

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

0
0

362

211

513
731
436

705

697

222

779
935

290

158

1.093

264

597

954
833

0
148

1.246

305

284

590

1.435
545

270

490
310
675
154

0
136
0
211
317
0
365
439
242
96

388

0
1.116

318

233

377
618
812
343
432
388
554
462
480
735
139
230
148
460
252

19.278

232
150
0
221
0
396
350
0
0
0
0
0
0
0
0

5.870

288

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

119
0
0

87
0

0
0
0
0
0

249

0
0
0
0

353
0
0
0

135

0
0
0

222

0
0
0
0

0
0
0

2.490

303
288
103
159
0

296
0
0

345

0
0
0

0
0

101

398

0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

211
325
0

368
0

416

298
409
195
257
0

341

174
232
318
246
292
0

307
55

215
0
0

101

5.945

126

0
0
0
0
0
0
0

313

236

0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

166
257
0

218
0

265
60

0
0
0
0
0
0
0
0

288

296

181

281
0

127
0

123
127

6.097

0
0
0
0
0
0
0
0

944

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

334

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

259

696

282

127

147

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

191

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

294

320

0
0
0
0
0

4.162

(23)

315

68

(22)

527

191

(20)

204

259

(19)

334

(18)

90

554

313

(17)

Jumlah

160

274

94

411

230

124

112

285

116

0
0

299

(16)

PIKES

(14)

Transfusi

(13)

209

Ortotik
Prostetik

(12)

Teknik
Elektromedik

(11)

320

Refraksi
Optisi

(10)

1.198

Teknik
Radiologi dan
Radio Terapi

Teknik Gigi

(9)

1.873

Analis
Kesehatan

Akupunktur

(8)

Terapi

(7)

Okupasi
Terapi

(6)

Fisioterapi

(5)

Keteknisian Medis

Gizi

(4)

Keterapian Fisik

Gizi

Kesehatan
Lingkungan

Jamu

(3)

Farmasi

(2)

Farmasi dan
Makanan

(1)

Kesmas

Keperawatan
Gigi

Poltekkes

Kefarmasian

Kebidanan

No

Keperawatan

Keperawatan

242
294

0
0
0
0
0

230

595

422
259
144
210
201
203
0

180
0

207
0

486
0

70
45
0
0

170
0
0
0

4.766

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

910

0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0

0
0

45

211

0
0

0
0

0
0
0
0

156

292

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

503

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

201

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0

1.408

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

918

0
0

1.889
1.599

119

2.747

0
0

(24)

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

119

2.108
2.378
558

2.527
1.343
2.270
1.440
4.461
2.630
2.083
2.486
2.785
898

1.860
3.569
2.080
1.160
1.343
1.587
1.959
1.388
3.387
1.431
2.214
1.190
2.608
537
654
528

1.275
618

70.774

Lampiran 2.18
JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III POLTEKKES
MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011-2013
Institusi Diknakes

No
(1)

B
C
D
E

KEPERAWATAN
1 Keperawatan
2 Kebidanan
3 Keperawatan Gigi

(2)

Sub Total
KEFARMASIAN
1 Analisa Farmasi dan Makanan
2 Farmasi
Sub Total
KESEHATAN MASYARAKAT
1 Kesehatan Lingkungan
Promkes
Sub Total
GIZI
1 Gizi
Sub Total
KETERAPIAN FISIK
1 Fisioterapi
2 Okupasi Terapi
3 Terapi Wicara
4 Akupunktur
Sub Total
KETEKNISIAN MEDIS
1 Analis Kesehatan
2 Teknik Gigi
3 Teknik Radiologi & Radioterapi
4 Rekam Medis dan Info Kes
5 Teknik Elektro Medik
6 Ortetik Prostetik
Sub Total
Total

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

7.276
5.025
1.655
13.956

7.183
5.652
1.641
14.476

6.608
7.604
1.569
15.781

125
625
750

125
885
1.010

72
672
744

2.065

2.065

2.089

2.089

1.676
10
1.686

2.265
2.265

2.068
2.068

2.034
2.034

190
50
40

123
52
36
33
244

243
99
46
42
430

1.105
100
100

1.125
92
285
0
225
16
1.743
21.630

1.384
80
346
38
230
44
2.122
22.797

280

225
20
1.550
20.866

Lampiran 2.19
JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III POLTEKKES
MENURUT JENIS PROGRAM STUDI TAHUN 2013

Keperawatan
Gigi

Kesehatan
Lingkungan

Gizi

Farmasi

Analis Kesehatan

Teknik Elektro
Medik

Teknik Radio
Diagnostik

Teknik Gigi

Analis Farmasi
Dan Makanan

Fisioterapi

Okupasi Etrapi

Ortetik Prostetik

Terapi Wicara

Akupunktur

Jamu

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Aceh
Medan
Padang
Pekanbaru
Jambi
Bengkulu
Palembang
T.Karang
Gorontalo
Jakarta I
Jakarta II
Jakarta III
Bandung
Tasikmalaya
Semarang
Surakarta
Yogyakarta
Malang
Surabaya
Denpasar
Mataram
Kupang
Pontianak
Palangkaraya
Banjarmasin
Samarinda
Manado
Palu
Makassar
Kendari
Ambon
Ternate
Jayapura
T. Pinang
Pangkal Pinang
Banten
Mamuju
Sorong
Total

327
108
146
44
89
109
232
122
113
68
0
253
124
81
475
185
114
297
286
160
332
485
202
131
74
153
103
184
274
6
252
155
519
84
26
80
38
177
6.608

392
362
176
139
122
151
169
292
236
40
0
153
289
217
469
239
137
465
376
83
246
456
123
336
141
241
137
146
182
162
116
155
273
72
32
71
43
165
7.604

156
72
101
0
68
0
80
34
0
64
0
0
93
100
198
0
135
0
131
25
0
47
52
0
59
0
66
0
88
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.569

92
95
71
0
51
40
0
113
0
0
96
0
87
0
111
0
109
0
149
62
0
56
80
0
40
0
87
46
91
0
74
0
54
40
0
0
32
0
1.676

96
116
66
42
0
57
56
48
67
0
91
0
85
76
112
0
110
157
0
33
88
58
36
58
71
0
62
0
107
64
67
67
30
0
33
0
36
45
2.034

Nama
Poltekkes

Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

56
89
0
0
0
0
75
29
0
0
112
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
44
0
0
0
0
64
0
162
0
0
0
0
0
41
0
0
0
672

0
80
0
0
0
37
49
114
0
0
0
90
104
0
48
0
146
0
133
37
111
40
61
0
80
37
34
0
145
0
0
0
0
0
0
38
0
0
1.384

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
100
0
0
0
0
0
0
0
130
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
230

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
151
0
0
0
195
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
346

0
0
0
0
0
0
0
19
0
0
61
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
72
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
72

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
149
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
94
0
0
0
0
0
0
0
0
0
243

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
99
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
99

0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
0
0
0
0
30
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
44

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
46
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
46

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
42
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
42

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Promkes

Kebidanan

(1)

No

Perekam dan
Informasi
Kesehatan

Keperawatan

PROGRAM STUDI

(20)

(21)

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
38
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
38

0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10

Total

(22)

1.119
922
560
225
330
394
661
781
416
186
683
496
782
512
1.608
790
751
919
1.205
400
777
1.186
554
525
465
431
553
376
1.143
232
509
377
876
196
132
189
149
387
22.797

Lampiran 2.20
PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN DI INDONESIA
SAMPAI DENGAN BULAN NOVEMBER 2013
No

Nama Obat

(1)

(2)

Kemasan
(3)

Kebutuhan
(4)

Ketersediaan

Ketersediaan
(%)

No

(5)

(6)

(1)

Nama Obat
(2)

Alopurinol tablet 100 mg

tablet

36.741.378

42.334.202

115,22

37

Etakridin larutan 0,1%

Aminofilin injeksi 24 mg/ml

tablet

1.010.547

918.987

90,94

39

Fenobarbital Injeksi I.m/I.v 50 mg/ml

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Aminofilin tablet 200 mg

Amitripilin tablet salut 25 mg (HCL)


Amoksisilin kapsul 250 mg
Amoksisilin kaplet 500 mg

Amoksisilin sirup kering 125 mg/ 5 mg


Metampiron tablet 500 mg

Metampiron injeksi 250 mg

Antasida DOEN I tablet kunyah, kombinasi: Aluminium


Hidroksida 200 mg + Magnesium Hidroksida 200 mg

Anti Bakteri DOEN saleb kombinasi: Basitrasin 500 IU/g +


polimiksin 10.000 IU/g

tablet
tablet

572.572.531

106,47

tablet

182.539.479

202.597.283

110,99

tablet

330.010.245

325.645.937

tube

3.203.739

2.853.474

89,07

47

pot

1.628.366

1.770.725

108,74

49

150.345

107.220

71,32

51

105.686.877

botol

15.290.917

kaplet

ampul

tablet
tablet
vial

3.099.226

1.478.236

6.538.399
2.358.049

88.240.406
18.436.875

3.128.248

1.287.945

4.894.153
2.298.768

Asam Askorbat (vitamin C) tablet 50 mg

tablet

340.682.306

303.200.999

Asam Asetisalisilat tablet 500 mg (Asetosal)

tablet

2.601.517

1.926.273

Asam Asetisalisilat tablet 100 mg (Asetosal)


Atropin sulfat tablet 0,5 mg
Atropin tetes mata 0,5%

tablet
tablet
botol

Atropin injeksi l.m/lv/s.k. 0,25 mg/mL - 1 mL (sulfat)

ampul

Deksametason Injeksi I.v. 5 mg/ml

ampul

Dekstran 70-larutan infus 6% steril

botol

Betametason krim 0,1 %

Deksametason tablet 0,5 mg

Dekstrometorfan sirup 10 mg/5 ml (HBr)


Dekstrometorfan tablet 15 mg (HBr)

krim

9.155.228
1.991.758

35.022

539.197

5.755.275

14.415.848

6.310.510
1.678.949

33.144

480.025

5.661.965

12.692.243

87,13

74,85
97,49
89,00
68,93
74,04
84,29
94,64
89,03
98,38
88,04

6.835.227

6.894.880

100,87

2.509.416

122,97

6.812.972

118,10

8.298.543

106,69

16.871.982

81,02

2.983.469

2.967.441

tablet

37.895.932

35.906.365

Difenhidramin Injeksi I.M. 10 mg/ml (HCL)

ampul

6.624.732

5.314.084

Efedrin tablet 25 mg (HCL)

tablet

36.176.115

27.878.710

ampul

1.621.856

1.158.745

ampul

Diazepam tablet 5 mg

tablet

Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, Kemenkes RI, 2014

98,68

botol

Diazepam Injeksi 5mg/ml

Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCL)

100,94

299.112.407
107.941.489

Ekstrks belladona tablet 10 mg

120,57

300.226.668
124.225.667

Diagoksin tablet 0,25 mg

83,49

tablet
tablet

Diazepam tablet 2 mg

38

537.766.318

kapsul

Antimigren: Ergotamin tartrat 1 mg + Kofein 50 mg


Aqua Pro Injeksi Steril, bebas pirogen

95,83

103,29

supp

Antiparkinson DOEN tablet kombinasi: Karbidopa 25 mg +


Levodopa 250 mg

6.105.441

31.018.777

6.306.266

Antihemoroid DOEN kombinasi: Bismut Subgalat 150 mg +


Heksaklorofen 250 mg
Antifungi DOEN Kombinasi: Asam Benzoat 6% + Asam
Salisilat 3%

32.367.841

tablet
tablet

2.040.659
5.768.851
7.778.533

20.825.531

99,63
99,46
86,89
94,75
80,22
77,06
71,45

40
41
42
43
44
45
46

48

50
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72

Kemasan

Kebutuhan

Ketersediaan

Ketersediaan
(%)

(3)

(4)

(5)

(6)

botol

769.775

763.763

99,22

ampul

926.935

737.193

79,53

Fenitoin Natriun Injeksi 50 mg/ml

ampul

Fenobarbital tablet 30 mg

tablet

25.873.858

24.125.745

tablet

3.976.891

3.836.773

Fenoksimetil Penisilin tablet 250 mg


Fenoksimetil Penisilin tablet 500 mg
Fenol Gliserol tetes telinga 10%

tablet
botol

Fitomenadion (Vit. K1) injeksi 10 mg/ml

ampul

Furosemid tablet 40 mg

tablet

Fitomenadion (Vit. K1) tablet salut gula 10 mg

89.475

2.255.883
1.182.712
5.034.528

85.887

2.092.079
1.171.617
4.726.099

95,99
93,24
92,74
96,48
99,06
93,87

tablet

17.655.327

15.966.112
17.867.571

111,94

Gameksan lotion 1 %

botol
sach

1.059.419

46.047.937

1.059.427

43.038.223

100,00

Gentian Violet Larutan 1 %

botol

2.257.820

2.411.131

106,79
110,17

Garam Oralit I serbuk Kombinasi: Natrium 0,70 g, Kalium


klorida 0,30 g, Tribatrium Sitrt dihidrat 0,58 g

Glibenklamida tablet 5 mg

tablet

Gliserin

botol

Gliseril Gualakolat tablet 100 mg


Glukosa larutan infus 5%

Glukosa larutan infus 10%

56.488.673

59.082.656

tablet

368.900.378

406.434.985

botol

6.339.081

4.919.017

botol

Glukosa larutan infus 40% steril (produk lokal)

ampul

Haloperidol tablet 0,5 mg

tablet

Griseofulvin tablet 125 mg, micronized

15.961.933

3.706.973
275.831
616.452

3.088.958
267.391

138,05

12.265.559

tablet

80.079.223

74.450.572

Ibuprofen tablet 200 mg

tablet

63.225.521

58.370.076

Isosorbid Dinitrat Tablet Sublingual 5 mg

tablet

11.721.833

13.425.991

Hidroklorotiazida tablet 25 mg
Hidrkortison krim 2,5%

Ibuprofen tablet 400 mg

Kalsium Laktat (Kalk) tablet 500 mg


Kaptopril tablet 12,5 mg
Kaptopril tablet 25 mg

Karbamazepim tablet 200 mg


Ketamin Injeksi 10 mg/ml

Klofazimin kapsul 100 mg microzine


Kloramfenikol kapsul 250 mg

Kloramfenikol tetes telinga 3 %

tube

tablet

7.370.766

71.559.108

96,94

7.031.126

10.635.642

5.093.137

77,60

107,82

tablet
tablet

83,33

4.141.750

25.653.672

Haloperidol tablet 5 mg

104,59

129,39

26.115.814

Haloperidol tablet 1,5 mg

93,46

797.604

tablet

3.841.418

90,43

7.656.761

68.636.382

98,23

115,33
92,97

103,88

92,32
95,92

114,54

tablet

215.793.410

202.333.681

tablet

103.261.367

108.669.139

105,24

597.739

468.165

78,32

tablet
tablet
vial

kapsul
kapsul
botol

55.391.360
5.528.909
2.268.599

62.485.884
17.647.929

52.556.553
6.314.310
2.019.134

58.872.542
17.258.489

93,76
94,88

114,21

89,00
94,22
97,79

Lampiran 2.21
PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN DI INDONESIA
SAMPAI DENGAN BULAN NOVEMBER 2013
No

Nama Obat

(1)

(2)

73

Kloraniramina mealeat (CTM) tablet 4 mg

75

Klorpromazin injeksi i.m 25 mg/ml (HCL)

74
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99

Kemasan
(3)

661.683.428

ampul

216.884

201.435

Klorpromazin tablet salut 25 mg (HCL)

tablet

Kuinin (kina) tablet 200 mg

Kuinin Dihidrokklorida injeksi 25%-2 ml

Lidokain injeksi 2% (HCL) + Epinefrin 1 : 80.000-2 ml


Magnesium Sulfat inj (IV) 20%-25 ml
Magnesium Sulfat inj (IV) 40%-25 ml
Magnesium Sulfat serbuk 30 gram
Mebendazol sirup 100 mg / 5 ml

tablet
tablet
botol

330.795

404.876

101 Oksitetrasiklin injeksi I.m. 50 mg/ml-10 ml

30.349

2.048.135

12.014
25.907

1.440.136

32.560.494

30.872.390

botol

301.519

352.437

2.867.774

35.942.591

2.704.927

38.137.390

botol

1.873.012

2.852.711

tablet

2.892.119

2.783.582

botol

7.594.207

6.925.863

tube
vial

102 Oksitosin injeksi 10 UI/ml-1 ml

ampul

104 Paracetamol tablet 100 mg

tablet

106 Pilokarpin tetes mata 2 % (HCL/Nitrat)

botol

103 Paracetamol sirup 120 mg / 5 ml

13.517

162.553

tablet

tablet

100 Oksitetrasiklin HCL salep mata 1 %

199.738

828.505

12.586.280

Nistatin Vaginal tablet salut 100.000 IU/g


Obat Batuk hitam ( O.B.H.)

454.800

13.496.864

ampul

Nistatin tablet salut 500.000 IU/g

22.869.557

tablet

Natrium Thiosulfat injeksi I.v. 25 %

113.074

3.521.164
5.522.378
654.266

4.644.722

74.832

4.022.642
4.014.960
673.121

3.555.612

botol

16.616.812

17.210.176

tablet

720.242.482

733.288.918

107 Pirantel tab. Score (base) 125 mg

tablet

14.620.822

13.423.908

109 Povidon Iodida larutan 10 %

botol

105 Paracetamol tablet 500 mg

108 Piridoksin (Vitamin B6) tablet 10 mg (HCL)


Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, Kemenkes RI, 2014

tablet

92,88 112 Primakuin tablet 15 mg

96,94 113 Propillitiourasil tablet 100 mg

100,67 118 Salep 2-4, kombinasi: Asam Salisilat 2% + Belerang


endap 4%

vial

tablet

108,89 111 Prednison tablet 5 mg

23.022.671

9.811.841

Natrium Bikarbonat tablet 500 mg

(2)

104,56

2.550.092

7.895.129

botol

(1)

102,40 110 Povidon Iodida larutan 10 %

13.045.693

3.585.606

vial

sach

(6)

12.476.443

4.773.743

vial

Nama Obat

121,86 114 Propanol tablet 40 mg (HCL)

4.626.081

ampul

No

15.297.339

tablet

tablet

ampul

Natrium Klorida larutan infus 0,9 %

9.814.482

Ketersediaan
(%)

12.552.718

115.548.192

Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg -1 ml


Natrium Fluoresein tetes mata 2 %

10.123.877

6.339.503

108.313.585

tablet

Metronidazol tablet 250 mg

5.821.838

tablet

Mebendazol tablet 100 mg

Metilergometrin Maleat (Metilergometrin) tablet salut


0,125 mg

(5)

646.187.787

ampul

Anti Malaria DOEN Kombinasi Pirimetamin 25 mg +


Sulfadoxin 500 mg
Kotrimosazol Suspensi Kombinasi :Sulfametoksazol 200
mg + Trimetoprim 40 mg/ 5 ml
Kotrimosazol DOEN I (dewasa) Kombinasi :
Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg
Kotrimosazol DOEN II (pediatrik) Kombinasi :
Sulfametoksazol 100 mg, Trimetoprim 20 mg

(4)

tablet

Klorpromazin injeksi i.m 5 mg/ml-2ml (HCL)


Klorpromazin HCl tablet salut 100 mg (HCL)

Kebutuhan Ketersediaan

23.421.018
1.543.926

244.575.456
4.078.766

24.770.440
1.902.304

251.829.854
2.889.733

71,12 115 Reserpin tablet 0,10 mg

106,68

116 Reserpin tablet 0,25 mg

117 Ringer Laktat larutan infus

103,19 119 Salisil bedak 2%

182,17 120 Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 5 ml (ABU I)


124,28

121 Serum Anti Bisa Ular Polivalen injeksi 50 ml (ABU II)

81,38 122 Serum Anti Difteri Injeksi 20.000 IU/vial (A.D.S.)

122,39 123 Serum Anti Tetanus Injeksi 1.500 IU/ampul (A.T.S.)


88,88 124 Serum Anti Tetanus Injeksi 20.000 IU/vial (A.T.S.)
85,36 125 Sianokobalamin (Vitamin B12) injeksi 500 mcg
70,31 126 Sulfasetamida Natrium tetes mata 15 %
93,25

127 Tetrakain HCL tetes mata 0,5%

94,32 128 Tetrasiklin kapsul 250 mg


94,82 129 Tetrasiklin kapsul 500 mg

106,11 130 Tiamin (vitamin B1) injeksi 100 mg/ml

116,89 131 Tiamin (vitamin B1) tablet 50 mg (HCL/Nitrat)

152,31 132 Tiopental Natrium serbuk injeksi 1000 mg/amp


66,18 133 Triheksifenidil tablet 2 mg
96,25 134 Vaksin Rabies Vero

114,24 135 Vitamin B Kompleks tablet


91,20

VAKSIN

Kemasan
(3)

botol

Kebutuhan

Ketersediaan

Ketersediaan
(%)

(4)

(5)

(6)

3.337.799

2.571.479

77,04

29.806.909

136,88

6.773.676

141,79

tablet

219.167.208

191.072.186

tablet

7.467.236

7.083.664

tablet
tablet
tablet

21.775.804
4.777.147
771.009

554.624

87,18
94,86
71,93

tablet

19.275.427

19.966.404

103,58

tube

3.182.571

3.150.565

98,99

botol

kotak
vial
vial
vial

10.516.896

11.639.028

3.846.436

3.851.217

100,12

2.727

2.242

82,20

64.437
7.480

55.473
5.027

ampul

179.216

143.582

ampul

19.588.634

18.335.587

vial

botol
botol

110,67

234.135

2.674.677
747.233

175.746

86,09
67,20
80,12
75,06
93,60

2.827.680

105,72

569.976

76,28

kapsul

63.927.978

64.900.467

101,52

ampul

8.324.631

7.458.053

89,59

kapsul

28.922.494

28.161.006

tablet

302.431.227

295.392.889

tablet

18.839.500

22.393.709

tablet

405.270.082

384.525.173

ampul
vial

128.458

3.833.869

97,37
97,67

214.503

166,98

3.058.360

79,77

118,87
94,88

72,70 136 BCG

vial

2.882.530

1.895.697

65,77

76,55 138 D T

vial

1.892.211

1.223.396

64,65

102,88 137 T T

103,57 139 CAMPAK 10 Dosis


105,76 140 POLIO 10 Dosis
101,81 141 DTP-HB

123,21 142 HEPATITIS B 0,5 ml ADS


91,81 143 POLIO 20 Dosis

102,97 144 CAMPAK 20 Dosis


70,85

vial
vial
vial
vial
vial
vial
vial

2.126.071
5.891.506
5.123.173
4.995.588
5.711.913
326.250

167.352

1.854.353
4.716.072
3.374.080
3.805.607
3.658.140
478.898

112.761

87,22
80,05
65,86
76,18
64,04

146,79
67,38

Lampiran 2.22
PENGGUNAAN OBAT GENERIK PADA SARANA PELAYANAN KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, Kemenkes RI, 2014

Penggunaan di Puskesmas

Penggunaan di Rumah Sakit

Rata-Rata Penggunaan

(3)

(4)

(5)

98,96
99,29
99,86
88,09
96,68
87,55
93,25
85,70
100,00
90,21
95,50
98,37
96,40
98,80
96,88
97,09
99,68
99,50
100,00
95,73
95,52
97,76
92,47
99,68
91,45
100,00
96,96
97,17
97,55
97,28
99,36
100,00
88,77
96,11

91,04
63,88
90,35
57,99
67,38
80,18
63,07
66,51
89,59
83,04
66,31
69,44
66,39
83,23
51,54
60,66
68,21
74,50
81,72
78,22
75,60
76,89
61,76
82,74
68,94
71,69
86,60
77,83
76,71
81,23
93,26
88,04
76,15
74,87

95,00
81,59
95,11
73,04
82,03
83,87
78,16
76,11
94,80
86,63
80,91
83,91
81,40
91,02
74,21
78,88
83,95
87,00
90,86
86,98
85,56
87,33
77,12
91,21
80,20
85,85
91,78
87,50
87,13
89,26
96,31
94,02
82,46
85,49

Lampiran 3.1
REKAPITULASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN
MENURUT JENIS TENAGA DAN PROVINSI TAHUN 2013
Jumlah Tenaga Kesehatan
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Dokter Spesialis

Dokter Umum

Dokter Gigi

(3)

(4)

(5)

854
2.191
816
781
429
923
121
453
103
255
5.931
5.562
4.397
1.237
4.786
1.603
1.146
382
275
343
129
491
613
447
274
1.402
120
137
33
118
84
108
202

1.446
3.161
1.230
1.182
719
1.100
433
1.019
333
540
2.728
4.757
4.821
1.408
4.574
1.382
1.069
651
698
639
465
779
1.080
1.010
534
1.464
445
249
233
390
272
297
733

265
857
405
359
179
212
109
270
61
135
1.086
1.565
1.258
394
1.512
509
292
154
160
130
97
191
321
63
106
597
116
35
100
119
48
54
98

36.746

41.841

11.857

Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Perawat

Bidan

Farmasi

Lainnya

(6)

(7)

(8)

(9)

10.890
8.796
7.513
6.986
5.314
8.861
3.258
6.805
2.566
3.932
19.418
31.030
31.802
6.746
32.833
7.882
6.515
5.041
6.422
9.467
4.607
6.239
7.181
5.645
6.804
12.436
3.801
1.598
1.627
5.075
3.123
2.710
5.482

288.405

9.545
13.585
4.633
4.476
3.259
4.804
2.550
3.761
899
1.170
2.877
13.263
16.833
1.699
15.555
3.516
2.252
2.211
3.139
2.308
1.851
2.771
2.356
1.469
2.495
5.264
1.769
680
895
1.323
1.086
895
1.921

137.110

1.707
2.436
1.376
1.202
977
1.211
869
711
283
314
2.458
3.420
5.525
2.155
4.229
1.035
588
550
1.142
634
525
824
809
791
674
1.468
540
322
241
171
246
238
510

40.181

7.613
7.378
4.422
3.159
3.125
6.068
2.664
3.103
1.124
1.002
4.881
9.407
13.412
3.033
11.218
2.666
2.721
2.873
3.648
2.522
2.030
3.080
2.500
1.545
2.557
7.600
2.704
1.276
1.259
1.127
1.146
726
1.905

125.494

Jumlah

Tenaga Non
Kesehatan

(10)

(11)

32.320
38.404
20.395
18.145
14.002
23.179
10.004
16.122
5.369
7.348
39.379
69.004
78.048
16.672
74.707
18.593
14.583
11.862
15.484
16.043
9.704
14.375
14.860
10.970
13.444
30.231
9.495
4.297
4.388
8.323
6.005
5.028
10.851

681.634

4.923
7.986
3.913
3.974
3.255
5.779
1.700
3.579
1.563
1.763
16.469
24.809
31.134
6.951
30.543
4.986
5.823
3.718
4.464
2.653
2.100
2.776
4.891
2.196
1.750
4.934
1.085
1.359
413
1.010
554
743
1.658

195.454

Total SDM
Kesehatan
(12)

37.243
46.390
24.308
22.119
17.257
28.958
11.704
19.701
6.932
9.111
55.848
93.813
109.182
23.623
105.250
23.579
20.406
15.580
19.948
18.696
11.804
17.151
19.751
13.166
15.194
35.165
10.580
5.656
4.801
9.333
6.559
5.771
12.509

877.088

Lampiran 3.2
JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN DI PUSKESMAS
MENURUT JENIS TENAGA DAN PROVINSI TAHUN 2013
Jumlah Tenaga Kesehatan
No

Provinsi

(1)

(2)

Dokter
Spesialis

Dokter
Umum

Dokter
Gigi

(3)

(4)

(5)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

0
7

DKI Jakarta

34

Jawa Tengah

Jawa Barat

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

394

585

287

2.955

365

578

338
458
254

1.931

738

320

1
1
0
3
0
0
0
1
0
2
3

135

38

484

1.832

66

645

31

93

96

365

106

322

140

217

193

1.889

529

514

(7)

5.378

6
0

(6)

156

1.442

Perawat
Gigi

773

6
0

Perawat

475
254
370
314
273

806
177

105
109
79
58

209
63

690

386

121

21

219
145
61

393

17.767

1.752

70

2.171

211

9.651

1.250

1.108

245

1.029
2.693
8.143
2.009
2.769
3.369
6.353
2.763
3.145
2.851
2.075
3.844
5.290
2.345
701

65

1.221

33

2.049

91
14
46

6.883

96

3.626
1.241
2.933

115.747

Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

90

151
223
201
538
111
46
56
93
49
25
36

10.150

(14)

(17)

19.344

1.253

20.597

3.838

800

906

305

284

39

141

10.508

707

11.215

120

25

64

137

2.593
3.565
2.091
2.989
617
813

1.233
526
487

1.077
492
472

628

1.588

439

724

586
119
163
389

636
238
184

423
192
246
468
160
330
74
71

746
154
269
162
144

1.840

1.751

838

906

11.374

1.928

971

1.296

228

409

776

314

2.436
1.645
2.361
1.845
1.496
2.266
1.559
1.025
1.880
3.874
1.387
453
787
981

293
274
627
448
252
525
426
313
340

461
348
485
543
368
795
622
176
855

1.907

229

382

294
137
74

112

1.353

198

102.176

93

741

801
530

926

67

17.383

558
270
257
424
170
420

21.849

890
163
835
137
213
387
491
282
177
338
198
276

11

9.296

11

165

17

129
366

51

2.457
4.121

93

3.517

21

4.275

8
0

3
3
6

36

6.546

2.232

70
77

168

10.559

148

79

210

9.598

7
1
3

652

6.710

196

4.782

8.367

39.577

512

4.787

747

7.293

8.947

32

155

35.724

524

132

22

7.469

30.941

8.423

5.847

143

154

1.265

4.485

65

20

14.799

174

3.910

2.806

11.539

129

16

364

690

38

383

9.880

349

6.058

10.849

8.508

560

341

584

270

37

14

643

7.555

12.000

1.187

23

95

8.842

6.378

242

355

24.961

794

5.618

27.031

49

386

30.106

46

31.210

543

1.181

72

707

6.288

47

229
176

15

5.788

228

18

311

83

294
291

7.169

10

212

8.299

11.206

795
886

29

24.254

102

69

39

20
27

192

1.092

70

386

9.667

47

(15)

(16)

59

213

392

(13)

Total SDM
Kesehatan

159

977

209

(12)

Tenaga Non
Kesehatan

484

12.714

651

(11)

Jumlah

747

927

370

Keteknisian
Medis

1.955

1.029

186

Keterapian
Fisik

(10)

235

198

Gizi

(9)

3.078

378

Sanitarian

1.261

176
308

Kesmas

(8)

11.080

278

Farmasi

7.977

472

3.552

1.271

26

153

3.700

170

273

479
265

2.440

11.312

134

244

2.848

945

446
479

7.160

Bidan

53
9
4
8
2
6

1.464

4.859
7.885
5.823
3.048
5.704
3.845
2.269
5.769

314.363

692
384
991
209
364

7.565
9.200
6.231
7.701
5.068
8.249

909

15.708

291

2.523

227
177
257
123
48

205

34.835

6.050
3.225
5.961
3.968
2.317
5.974

349.198

Lampiran 3.3
RASIO DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, PERAWAT DAN BIDAN TERHADAP JUMLAH PUSKESMAS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah
Puskesmas

Dokter Umum

Dokter Gigi

(2)

(1)

Perawat

Bidan

Rasio Dokter
Umum terhadap
Puskesmas

Rasio Dokter Gigi


terhadap
Puskesmas

Rasio Perawat
terhadap
Puskesmas

Rasio Bidan
terhadap
Puskesmas

(8)

(9)

(10)

(11)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Aceh

334

773

156

5.378

7.977

2,31

0,47

16,10

23,88

Riau

207

578

217

2.848

3.078

2,79

1,05

13,76

14,87

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

570

1.442

176

338

262
319
180
280
60
70

340

120
158
362
237
194
228
222
183
183
440
264
91
92

190

Papua

391

Papua Barat

Indonesia

125
143

9.655

93
66

514

193

645

484

365

177

140

38

322

1.832

230

106

254

960

121

287

458

1.889

Maluku

Maluku Utara

585

1.050
873

529

96

806

1.931

738

475
370

58

446

134

244

63

479

209

479

26

690

386

153

65

265

70

121

21

219

91

145
61

393

17.767

33
14
46

6.883

Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

3.700
1.752
3.552
1.029
2.171
2.693
9.651

3.838
3.565
2.091
2.989
617
813

1.029
9.667

8.143

12.714

2.009

2.436

1.108

2.769

79

273

2.593

105
109

314

2.440

2.955

11.312

170

254

11.080

945
273

320

7.160

1.271
3.369
6.353
2.763
3.145
2.851
2.075
3.844
5.290
2.345
701

1.221
3.626
2.049
1.241
2.933

115.747

776

11.374
1.296
1.645
2.361
1.845
1.496
2.266
1.559
1.025
1.880
3.874
1.387
453
787
981
801
530

1.353

102.176

2,53
2,23
1,92
1,44
1,41
1,84
2,33
4,60
1,90
1,80
2,21
3,02
1,91
2,07
2,67
1,61
1,02
1,32
1,41
1,96
2,16
2,62
1,33
1,57
1,00
1,33
1,66
1,15
1,16
0,43
1,01

1,84

0,93
1,10
0,60
0,29
0,37
0,69
0,63
1,37
1,42
0,77
0,85
1,46

12,56
11,28
13,86
11,60
9,73

12,69
17,15
31,01
7,92
9,19

0,30
0,59
0,94
0,14
0,34
0,88
0,27
0,23

10,59
9,31

26,81
14,24
13,79
12,84
11,34

3,03
9,21
6,41

11,85
10,80
10,41
6,52
7,78
7,71
9,94
7,02
5,60

4,98

8,88

8,68

0,71

11,61

7,70

12,02

0,10
0,12

10,28

10,27

13,27

0,26

10,68

21,01

0,71
0,48

11,62

10,59

17,53

0,33

11,18

8,73

9,16

0,66
0,30

14,73

14,56

11,78

1,42

14,65

9,33

0,98
1,19

19,44

19,08
16,39
7,50

11,99

8,80
5,25
8,55
5,16
6,41
3,71
3,46

10,58

Lampiran 3.4
JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah Rumah
Sakit

(2)

(3)

(1)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

53

Jumlah Tenaga Kesehatan


Dokter Spesialis

Dokter Umum

Dokter Gigi

Perawat

Bidan

Farmasi

Lainnya

(4)

(5)

(6)

(9)

(10)

851

610

174

2.087

10.455

2.874

13.329

99

4.198

668

391

1.399

8.134

2.797

10.931

65

2.638

54

775

552

113

606

115

453

59

29
51
19
49
14
25

412

343

915
120

175

442
101

159

237

194

(13)

1.406

250

583

(12)

(8)

5.231

1.437

796

Total SDM
Kesehatan

(7)

2.164

41
19
36

939

2.237

4.028

1.349

4.950

1.162

3.077

675

1.368
1.255
1.532

546
383
225
289

738
513
273

1.907
1.259
949

450

1.759

158

862

179
83
98

805
475
366

(11)

Tenaga Non
Kesehatan

96

156
61

Jumlah

9.672
8.589
5.226
9.957

5.663
2.989
2.162

15.335
11.578
7.388

4.378

14.335

5.726

2.609

8.335

2.752

1.224

3.071
2.317

819
863

3.890
3.180
3.976

DKI Jakarta

150

5.873

2.033

578

16.680

1.838

2.015

3.865

32.882

15.074

47.956

Jawa Tengah

275

4.250

2.368

414

22.098

3.164

1.488

5.501

39.283

20.908

60.191

Jawa Barat

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

274
69

319
77
57
23
41
40
17
31
54
40
26

5.514
1.080

2.580

1.134

672

1.595

769

376

338

274

308

339

303

125

160

481

326

612

530

438

417

272

1.397

12

135

596

4.740

82
25

2.701

275

120
117

162

Papua Barat

16

82

132

Papua

Indonesia

18
35

2.228

84

197

36.081

119
309

21.283

Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

649

2.122
476

3.927

1.711

109

5.152

896

273

196
41
44
44
29
55
90
34
41
14

27

4.966

3.440

21.245

120
59

21.060

513

198

Maluku

Maluku Utara

115

741
153

33

723

38
16

5.708
2.065
2.894
2.947
1.723
3.064
4.204
3.297
2.836

1.001
436
703
455
316
493
737
379
590

7.096

1.361

864

217

1.317
332

321
98

26

1.409

334

22

1.041

213

4.295

164.309

15
47

938

2.157

552
141

1.533
1.164

9.400

4.759

1.070
702
516

279
197
265

708
913
647
523
708

10.891
4.099
6.107
4.933
3.048
5.528
7.099
5.285
4.987

635

2.871

14.299

49

321

1.720

154
48
75

109

470

196

57

14.769

3.990

20.158

179
196

9.415

19.332

40.781

1.526

137

40.506

6.065

358

276
31.254

4.946

650
127

2.753
713

403

2.526

222

1.769

293
574

47.716

1.834
3.950

319.707

3.982
1.778
3.380
1.792
1.269
2.068
3.223
1.665
1.184

59.838
13.405
60.939
14.873
14.159
5.877
9.487
6.725
4.317
7.596

10.322
6.950
6.171

3.682

17.981

934

2.654

540
133

3.293
846

621

3.147

552

2.321

386
845

138.633

2.220
4.795

458.340

Lampiran 3.5
JUMLAH DOKTER UMUM, DOKTER SPESIALIS, DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS YANG MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI (STR)
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER TAHUN 2013

2.192

Sumatera Barat

2.416

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

190

127

217

2.268

43

61

38

76

852

84
18

2.217

Lampung

1.500

33

629

11

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

18

188

Sumatera Selatan
Bengkulu

66

6.820

479
315

98
9

10

52
15

54
18

30

30

42

12

29

13

32

13

13

195

19

30
9

11

35

11

12

2
3

20

221

42

188

69

238

43

183

Spesialis Kedokteran Gigi


Anak

Spesialis Penyakit Mulut

Spesialis Radiologi
Kedokteran Gigi

(19)

(20)

(21)

7
1

(18)

577

11

(17)

123

588

13

(16)

11

191

(15)

1.598

21

(14)

512

Spesialis Prostodonsia

(13)

138

68

17

(12)

34

110

(11)

67

54

83

Spesialis Ortodonsia

(10)

Spesialis Periodonsia

(9)

21

Spesialis Konservasi Gigi

(8)

51

Spesialis Bedah Mulut


dan Maksilofasial

(7)

31

Dokter Gigi

(6)

55

Spesialis Lain

(5)

45

Dokter Gigi Spesialis Dasar

Spesialis Patologi
Anatomi

Spesialis Radiologi

(4)

Spesialis Patologi Klinik

Spesialis Anestesiologi

(3)

Aceh

Spesialis Obstetri dan


Ginekologi

(2)

Spesialis Bedah

(1)

Spesialis Anak

Provinsi

Dokter Spesialis Penunjang

Spesialis Penyakit Dalam

No

Dokter Umum

Dokter Spesialis Dasar

12
17

324

91
71

0
2
0
3
1
2

4
1
0
2
0
0
1
0

2.790

3.523

30

2
0
1
1
0

1
4
1
3
0
1

1
0
0
0
0
0
0
0

4
1
0
0
0
0
0
1

2
2
1
1
0
1
0
2

DKI Jakarta

15.549

527

637

314

676

323

188

142

68

2.399

5.112

87

78

167

182

27

54

92

Jawa Tengah

9.227

344

274

230

297

165

111

66

34

939

1.591

19

11

32

26

13

Jawa Barat

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

15.048
2.813

12.115
4.507

15

769
501

1.961

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

93

522

721

Sulawesi Utara

Sulawesi Selatan

376
108

1.001

Sulawesi Tengah

136

2.933

Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur

377

1.516
411

19

524
127

264

116

90

147
18
12
28

19

57

57

31

49
17

40
12

192
634

94.727

Sumber: Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia, Kemenkes RI, 2014

30

21

253
148

22

101

226

63

22

24

136

110

83

379

3.530
352

267

11
4
6
7
4

10

2.918

9
4
4
5
8

17

3.090

36
12

470
111

228
59

159
44

139

42

416

200

186

144

149

70

29

135
23
12
26
15

70
7
2
7
3

33

12

51

15

62
18

31
5
6
9
6

14

16

292

817

24
4
8
7
3

946

3.699

330

3.827

1.551

11

14

20

1.350

62

22

47

14

8
2
2
1
4

362
42
16
49
23

163
147
166

91

77

189

128

81

128

36

1.446

408

77

95

135

66

59

44

19

400

1.315

14

37

11

3
6
4
7

16

1.983

21

6
8
4
7

13

3.345

4
0
0
0

6
1
1

1.450

980

7
1
1
2
1
6

824

2
0

20
5

15

0
1

399

25

9.552

140

55
55
34
33
90

24.598

80
24
32
15

3
1
0
2
1
0
5
2
1
8
0
1
0
0
0
0
1

307

59
30

66
40

97
38

10

143

101

18

2
0
2
2
1
4
1
0
5
1
1
0
1
0
0
0

306

23

0
0
0
0
2
5
3
0
6
0
0
0
2
1
0
0

514

17

2
0
0
0
1
7
2
0
6
0
0
0
0
0
0
0

537

20

68
22

(22)

4
0

Total

1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

64

36

2
0
0
0
1
1
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
1

152

51
15
75
16

5
0
0
1
0
0
2
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0

288

2
0
0
0
0
0
0
0

9.914
3.246
1.185
3.144

629

1.993

450
972

26.623

13.386

4
1

22.820
4.870

19.869

4.664

0
0
0

6.988
1.019

748

1.110

1.417

2.406

0
0
0

689

2.318
599

5.935

346

0
0
0
0
0
0

14

584
189
327
211
260
824

146.048

Lampiran 3.6
JUMLAH TENAGA KESEHATAN YANG MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI (STR)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 SAMPAI DENGAN DESEMBER TAHUN 2013

No

Provinsi

Perawat

Bidan

Fisioterapi

Perawat
Gigi

Refraksionis
Optisien

Terapis
Wicara

Radiografer

Okupasi
Terapis

Gizi

Rekam
Medis

Teknisi Gigi

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

Aceh

5.425

16.320

508

914

Sumatera Barat

5.695

8.118

186

296

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta

9.709

19.514

2.688

1.739

14.908

196

1.798

1.304

2.271

1.300

5.478

8.518

3.090

3.166

7.181

8.740

3.547

Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

5.021

13.757

3.406

2.552

3.708

2.072

4.552
6.051
979

3.200

644

198.414

721

369

1.209

1.397

632

120

596

734
223

17

77
44
39
18
15

16

Papua

Indonesia

935

22

237

16

588
547
609
117
108
271

56
53
34

21
15
27

7
3
7
7
2
1

15

79

69

5.861

30

831

28

200.609

Sumber: Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Kemenkes RI, 2014

406

476

38

11

57

830

391

287

32
12.693

4
4
0
0

3.068

109
13
24

7
1
1
1

865
139
547
234

13
55
73

126

48

3
2
0
2
0

124

22
27
48
29

23

762

110

420

88

418

256

38

244

27

1.205

153

20

18

177

354

278

64

61
4
0

567

120

471

202
191

8
0

100
14
58
14

1
0
0
6
8
2
5
0
1
0

1
7
5

715

1.072

586

120

2.194

1.451

509

513

180

59

1.484
685
519
741
621
518
693
287
381
400
398
191
109

755
364
18
81
25
34

11

3
0
9

0
0
4

277

711

26

6.843

0
1

656

871
567
149
344

19.750

1
5
5
6

5.697

662

4.772

270

1.525

375

3.749

13
49

175
58

3.234
941

50

10

17.623

11

0
0
0
0
0

1
0
0
2
1
0
1

429

36

290
496
245
657
118

1.019

518

17

1.227

26

41
16

48

15

129

51
26
25
58
20

9
9

24

233

787

58

62

10

143

17.943

955

19

31

98

643

23

229

63

242

2.672

29.494

159

41.867

37

509

19.140

57

51

15

1
6

19

2.343

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

6
0
0
4
3
0
1
0
0
0

38

0
0
0
0

248

0
0
0
0

187

3.722

23

74

88

4.151

35

10

6.311

25.917

18.067

66

32.390

253

244

395

181

320

13

11

41

182

547

35

473

265

4.147

45

678

669

1.146

25

27.375

327

642

1
0

166

14

20

(22)

Total

642

115

609

75

1.166

11

95

1.359

256

49

167

28

22

211

534

26

405

78

38

14

178

1.034

1.164

10

69

24

37

34
11

19

28

57

0
0

107

35

330

108

649

944

348

543

1.352

31

(21)

603

1.031

12

(20)

878

455

50

(19)

5
0

(18)

36

184
228

(17)

1.097

4
8

Teknisi
Transfusi
Darah

158

962

60

Ortotis
Prostetis

1.383

318

78

(16)

Fisika
Medis

17

9
0

(15)

Tenaga
Akupunktur

241

10

34

202

11

(14)

Perawat
Anestesi

844

68

170

78

1.745

91

396

2.884

29
171

14.902

1.915

1.203

44

65

593

53

Maluku Utara
Papua Barat

233

1.000
1.501

672

70

122

1.679
4.158

372

1.124

19.685

45

407
315

109

4.462
2.358

2.656

38

32

145

1.353

4.111

137

3.498
1.320

4.075

61

10

461

7.153

177

409

55

242

3.065

232

1.637

26.096

240

743

33.764

344

16.081

DI Yogyakarta

15.236

351

140

239

10.442

318

6.254

18.540

Jawa Timur

78

8.077

Jawa Barat

Jawa Tengah

298

56

Teknologi
Kesehatan Elektromed
Laboratoriu
Lingkungan
is
m

116

254

1
0
0
0
0
0

97
11

42.282
73.310
11.944
30.089

8.198
7.943

10.372

15

12.547

7.227

29
11

12.497

19

2
0

7.168

7
0

9.829
4.358
4.394
2.368
2.362
3.514

15

40.260

1.153

0
0
0
0

143

6
3
4
7

1.129

7.882
6.055
2.160
4.655

509.130

Lampiran 3.7
JUMLAH DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2013

Jumlah Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis

No

Provinsi
Biasa

Terpencil

Sangat Terpencil

Jumlah

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Indonesia

56

56

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
2
0
1
0
0
0
2
0
6
0
0
0
0
0
0
1
1
2
3
13
1
2
3
3
5
0
0
0
1
2
3
4

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
2
0
1
0
0
0
2
0
6
0
0
0
0
0
0
1
1
2
3
13
1
2
3
3
5
0
0
0
1
2
3
4

Lampiran 3.8
JUMLAH DOKTER UMUM SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Biasa

Provinsi

(1)

(2)

Jumlah

(3)

(4)

Aceh

10

Riau

20

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu

Terpencil

58

61,7

16

17,0

94

8,0
0,0

DKI Jakarta

15

100,0

DI Yogyakarta

18

100,0

Jawa Barat

Jawa Tengah
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

17
26
36
5

11
4
0
0
0
0
0
3
0

11,1
6,7

100,0
100,0
100,0
100,0
100,0

0
0

226

44
49
51
7
9
0
0
0
0
0
0
0

53,1
53,8
88,0
53,3
68,0
77,8
60,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0

0,0

57

46,3

0,0
0,0
0,0
2,2
0,0

0,0

50

59,4

63,0

0
0

34

29

0,0

11,0

111

8,7

11
0

(9)

21,3

4,7

13,3

(8)

325

10

Kepulauan Riau

(7)

43,4

6,5

(6)

141

Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

(5)

Total

Jumlah

53,5

6
0

174

13,4

Jumlah
3,1

25
3

Sangat Terpencil

0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0

7,2

51
26
54
34
37
57
67
26
27
8

11
15
8

18

1.112

51
27
37
2

43
14
1
5
0
0
0
0
0
0
0

102
21
97

36,1

101

46,6

31

14,1
16,7

22

158
40

6,6

155

8,2

201

15,8
6,2

35,3

46,7
18,7
11,1
33,3
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0

53,7

38

67,0

4,0

66

58,7
27,0

39,8

28,3

231

61,8

42,2

13

18,1
20,3

27,3

80

122

1.815

187
64
93
50
92
75
9

15
15
17
26
18
36
5

11
46

81,9

282

41,3

92

79,7
38,2

128
123
55

70,8

137

85,9

184

63,9
22,0
53,4
83,3

158
100
58
48

93,4

166

91,8

219

84,2
93,8

57,6

95

130

3.153

Lampiran 3.9
JUMLAH DOKTER GIGI SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI KONDISI 31 DESEMBER 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

Biasa

Terpencil

Jumlah

Jumlah

(3)

(4)

(5)

0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
2
4
4
28
0
4
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0

45

0,00
0,00
2,27
0,00
0,00
0,00
0,00
3,23
0,00
0,00
0,00
100,00
100,00
100,00
100,00
0,00
100,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5,88
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

3,85

40
45
30
34
31
24
6
20
1
7
0
0
0
0
0
0
0
17
14
7
21
32
22
8
19
58
23
11
6
1
5
3
10

495

Sangat Terpencil
%

Jumlah

(6)

(7)

54,05
70,31
68,18
80,95
56,36
88,89
31,58
64,52
25,00
43,75
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
68,00
16,47
21,88
47,73
64,00
50,00
47,06
36,54
74,36
19,01
50,00
26,09
1,61
13,51
17,65
24,39

42,38

34
19
13
8
24
3
13
10
3
9
0
0
0
0
0
0
0
8
71
25
23
18
22
8
33
20
98
11
17
61
32
14
31

628

Total

(8)

(9)

45,95
29,69
29,55
19,05
43,64
11,11
68,42
32,26
75,00
56,25
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
32,00
83,53
78,13
52,27
36,00
50,00
47,06
63,46
25,64
80,99
50,00
73,91
98,39
86,49
82,35
75,61

74
64
44
42
55
27
19
31
4
16
0
2
4
4
28
0
4
25
85
32
44
50
44
17
52
78
121
22
23
62
37
17
41

53,77

1.168

Lampiran 3.10
JUMLAH BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI KONDISI 31 DESEMBER 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Riau

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta

Biasa
%

(3)

(4)

340

168

1.481

57
78

2.038

Jawa Timur

3.314

DI Yogyakarta
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

5.004

656

44,20

261

17,59

1.484

141

16,59

73,00
19,76
69,37
61,96
40,00

0,00

11
29

29

1
0
0
6

21.452

541
495

25
95

55

42,98
25,95
47,31
26,14
63,65
23,19
27,17
48,72

0,00

18,55

1,09
0,00

455
135
233

159

10
22

0
0
0
0

2,49

55

36,39

50

7,09

17,41

0,86
7,45

10,87
11,28

0,00

5.858
1.904
1.338

811
850

2.135

92

195

0,00

2.502

1,59

3.455

0,00
0,00

274

25,61

0,24

205

16,68

1.021

83,08

1.229

66,33

105

26,38

398

55,26

3,82
3,19
7,29

32,64

2,44
2,21

21,02

5,56
0,35
0,00
0,00
1,52

50,91

218
238
165
264
138

37

365
500
272
138
242

83
22
58

11.991

5,56

33,66
47,83
37,00
25,69
37,13
29,29
21,50
39,20
46,36

1,05

13,86

5,84

14,68

28,46

442
169
144

60

594
219
965
140
251
282
516
355
331

8.692

0,00

5.059

273

25

7,77

74,39

57,88

74

212

86

988

28

633

95,92

98,91

24,40

24

494

464

91
47

2.518

81,45

94,44

27

(9)

38,21

66,96

425

(8)

4.381

100,00

331

(7)

Total

35,84

274
793

(6)

1.570

35,28

592

(5)

Jumlah

56,40

472

567

2.471

49,25

1.275

Sangat Terpencil

Jumlah

7,76

2.885

Jawa Barat

Jawa Tengah

Terpencil

Jumlah

0,00
8,35

62,52
48,99
38,61
41,67
60,43

1.066

450
599
707
345
373
144
983

12,83

1.707

48,08

522

76,28
39,77
98,60
86,14
94,16
83,80

20,63

1.265

352
286
599
377
395

42.135

Lampiran 3.11
JUMLAH KEBERADAAN AKTIF TENAGA RESIDEN DAN TENAGA PENUGASAN KHUSUS D-III KESEHATAN
DI KABUPATEN PRIORITAS DTPK DAN DBK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

(1)

(6)

Analis
Kesehatan
(7)

Bidan
(8)

Farmasi
(9)

Kesehatan Gigi

Fisioterapis

Radiografer

Perekam dan
Infokes

Total

(10)

(11)

(12)

(13)

95

51

35

22

11

254

Sumatera Barat

32

37

4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepuluan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

18

25

20

29

17

Jawa Timur

20

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur

25
12

Banten

21

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

19

9
1
9

0
1
6

25
0

39

Sulawesi Tenggara

18
8

Maluku

13

Papua Barat

13

Maluku Utara
Papua

Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

21
15

441

25

24

23

3
0

14
16

10

45

927

8
4
5

10
3

203

11

181

0
0

105

15

0
0

0
1

52

0
0

0
0

20

0
0

0
0

0
0

0
0

36

103

105

220
21
16
85
31
78
43

245

65

42

0
0

15

0
0

34

71

48

30

17

20

32

53

17

0
0

37

16

136

0
0

10

11

55

52

0
0

(14)

57

19

Sulawesi Barat

Sulawesi Tengah
Gorontalo

27

77
56

Sulawesi Selatan

17

8
4

11

16

Sulawesi Utara

13

118

16

48

17
12

(5)

Kesehatan
Lingkungan

29
25

(4)

Tenaga Gizi

Aceh

Sumatera Utara

(3)

Perawat

1
2

(2)

Residen

0
0

46
0

43
37
70

1.947

Lampiran 3.12
JUMLAH PENGANGKATAN DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

Keterangan : Pengangkatan Baru + Pengangkatan Kembali

Biasa

Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis


Terpencil
Sangat Terpencil

Jumlah

(3)

(4)

(5)

(6)

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
2
0
1
0
0
0
2
0
7
0
0
0
0
0
0
1
1
2
3
13
1
2
3
3
5
0
0
0
1
2
3
4

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
2
0
1
0
0
0
2
0
7
0
0
0
0
0
0
1
1
2
3
13
1
2
3
3
5
0
0
0
1
2
3
4

57

57

Lampiran 3.13
JUMLAH PENGANGKATAN DOKTER UMUM SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

Biasa

Terpencil

Jumlah

Jumlah
(5)

Jumlah

(6)

(7)

(3)

(4)

Aceh

176

55,5

141

44,5

317

Riau

59

77,6

17

22,4

76

3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

Keterangan : Gabungan Pengangkatan + Pengangkatan Kembali

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

10,0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0

51
51

10

0
0
0
0
0
0
0

95,7
54,3
78,5
80,0
66,7
0
0
0
0
0
0
0

57

46,0

0
0
0
0

44

57,5

69,8

0
0

50

55,0

30

2,9

33

68,5

4
0

113

0
0
0
0
0
0
0
0

0,2

51
29
57
35
37
60
68
26
27

12
16

20

1.137

(8)

Total

1
2

(2)

Sangat Terpencil
%

52
27
37

43
14

1
5
0
0
0
0
0
0
0

103

23
97

36,4

105

46,6

31

14,1
16,7

23

158

40

6,6

169

7,4

1.933

16,2
6,1

7,4

45,7
21,5
10,0
33,3
0
0
0
0
0
0
0

54,0

40

74,7

4,3

67

58,8
26,8

42,5

30,2

254

60,3

45,0

13

16,7
22,0

31,5

83

138
250

(9)

165

60
87
46
94
65
10
15

0
0
0
0
0
0
0

43

83,3

305

41,2

97

78,0
39,7

132
124

58

70,3

138

85,9

184

63,6
25,3
53,4
83,3

165

91
58
48

93,4

181

92,6

3.075

83,8
93,9
62,9

99

147
270

Lampiran 3.14
JUMLAH PENGANGKATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Biasa

Provinsi

(1)

(2)

Terpencil

Jumlah

(3)

(4)

Sangat Terpencil

Total

Jumlah

Jumlah

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Aceh

39

52,70

35

47,30

74

Riau

38

82,61

17,39

46

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0

Keterangan : Gabungan Pengangkatan + Pengangkatan Kembali

25
2
7
0
0
0
0
0
0
0

21

0
0
0

28

0
0

31

17

5,56

30

1
0

46

0
0
0
0
0
0
0
0

0,09

70,77
69,77
56,36
87,50
35,0

67,57
50,0

43,75
0
0
0
0
0
0
0

68,0

19
13
24
4

13
12
2
9
0
0
0
0
0
0
0
8

29,23
30,23
43,64
12,50
65,0

32,43
50,0

56,25
0
0
0
0
0
0
0

35

66,04

18

33,96

22
8

20
58
23
11
6
1
5
3

10

516

48,89
44,44
37,04
73,42
18,85
50,0

26,09
1,56

13,51
17,65
20,0

44,14

23
23
9

34
21
99
11
17
63
32
14
40

652

20
37
4

16
0
0
0
0
0
0
0

44

83,52

47,73

32

52,27

76
25

55

25

16,48
24,24

43

32,0

15
8

65

75,76
51,11
50,0

62,96
26,58

91
33
53
45
18
54
79

81,15

122

98,44

64

50,0

73,91
86,49
82,35
80,0

55,77

22
23
37
17
50

1.169

Lampiran 3.15
JUMLAH PENGANGKATAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT)
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

Biasa

Terpencil

Sangat Terpencil

Total

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

57
643
554
152
120
298
30
397
25
34
0
542
1.429
36
764
222
78
105
3
7
2
12
32
15
0
340
2
11
15
0
0
0
4

5
48
69
36
30
76
18
65
83
41
0
84
99
100
96
76
92
56
1
3
4
17
49
31
0
59
1
19
7
0
0
0
2

36
5
5
16
16
0
21
8
0
7
0
0
0
0
2
0
0
3
80
50
46
37
8
48
71
8
81
36
43
99
84
100
90

1.176
1.331
804
425
394
391
169
614
30
83
0
645
1.447
36
800
294
85
188
333
226
46
71
65
48
228
578
225
58
215
108
106
162
249

5.929

Keterangan : Gabungan Pengangkatan + Pengangkatan Kembali

51

691
627
209
206
212
92
104
166
5
43
0
103
18
0
19
72
7
78
63
105
23
33
28
10
65
190
41
26
108
1
17
0
20

3.382

59
47
26
48
54
24
62
27
17
52
0
16
1
0
2
24
8
41
19
46
50
46
43
21
29
33
18
45
50
1
16
0
8

29

428
61
41
67
62
1
35
51
0
6
0
0
0
0
17
0
0
5
267
114
21
26
5
23
163
48
182
21
92
107
89
162
225

2.319

20

11.630

Lampiran 3.16
JUMLAH PENGANGKATAN TENAGA RESIDEN DAN TENAGA PENUGASAN KHUSUS D-III KESEHATAN
DI KABUPATEN PRIORITAS DTPK DAN DBK MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Residen

Perawat

Tenaga Gizi

Kesehatan
Lingkungan

Analis
Kesehatan

Bidan

Farmasi

Kesehatan Gigi

Fisioterapis

Radiografer

Perekam dan
Infokes

(2)

(1)

Total

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

Aceh

65

95

51

35

22

11

290

Sumatera Barat

61

66

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepuluan Bangka Belitung

63
45
15
14
44
5
7

Kepulauan Riau

47

Jawa Barat

16

DI Yogyakarta

DKI Jakarta

Jawa Tengah

29

Jawa Timur

37

Bali

Banten

17

Nusa Tenggara Barat

16

Kalimantan Barat

23

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

26
17
25
27
5

Sulawesi Tengah

39

Sulawesi Tenggara

22

Sulawesi Selatan
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2014

42
16
15
36
41

19
25
0
3

20
2
0

29
0

17
1
0
6

25
0

3
4
0
2
5
0
0
8
0
1
1
0
3
0
0

3
1
0
3
1
1
0
6
0
2
1
0
4
2
0

0
4
0
3
6
0
0
3
0
1
0
0
5
0
0

48

13

11

17

77

118
9
0

56
25
39

24
3
0
2
2

23
0
0
6
0

17
0
0
5
0

10

136

37

32

17

48

11
30
14
16

3
7
8
4

1
6

10
1

2
0
0
1
1

4
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
2
0
0
3

3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
2

20

1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

1
0
0
0
3
1
5
0
0
0
0

0
0
0
0
0
1
0
0
0
4
0
0
1
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

59
44
1

229
30
25
96
32
98
58

249

72

0
0
0

873

927

203

181

105

15

52

20

32

116

110

11

76

41

11
3

25

15

93

10

45

82

24
33

95

59
69
63
48
88

2.379

Lampiran 4.1
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
MENURUT ESELON I TAHUN 2013
Anggaran Kementerian Kesehatan
No

Kantor Pusat

Unit Eselon I

Kantor Daerah

Dekonsentrasi

Tugas Pembantuan
Jumlah Alokasi (Rp)

Alokasi (Rp)
(1)

Alokasi (Rp)

Realisasi (Rp)

(4)

(5)

Alokasi (Rp)

(16)

(17)

Alokasi (Rp)

Realisasi (Rp)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

3.354.088.501.000

3.133.410.585.542

93,42

96.084.865.000

76.541.806.535

79,66

(6)

(7)

(8)

3.207.446.261.000

3.002.376.952.382

93,61

Inspektorat Jenderal

96.084.865.000

76.541.806.535

79,66

Ditjen Bina Gizi dan KIA

631.568.943.000

558.665.343.729

88,46

27.628.369.000

25.476.883.903

92,21

308.792.333.000

258.159.056.790

83,60

1.167.839.163.000

1.148.666.304.539

98,36

2.135.828.808.000

1.990.967.588.961

93,22

Ditjen Bina Upaya Kesehatan

9.403.056.564.000

8.953.084.159.344

95,21

10.696.999.413.000

9.818.569.242.827

91,79

131.736.160.000

114.131.453.078

86,64

5.042.371.404.000

4.406.388.638.847

87,39

25.274.163.541.000

23.292.173.494.096

92,16

Ditjen Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan

1.343.318.308.000

1.360.516.214.595

101,28

697.908.538.000

592.953.610.571

84,96

163.007.850.000

135.391.780.087

83,06

136.886.680.000

107.889.713.678

78,82

2.341.121.376.000

2.196.751.318.931

93,83

Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

1.633.970.185.000

1.511.040.872.449

92,48

61.763.014.000

55.112.944.209

89,23

Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan

264.129.044.000

248.839.285.748

94,21

300.257.865.000

287.357.286.814

95,70

1.009.893.041.000

787.602.253.567

77,99

2.116.675.750.000

1.792.984.436.271

84,71

48.762.602.000

42.784.771.860

93,80 13.839.469.935.000 12.517.341.460.386

90,45

860.704.199.000

736.613.639.184

Kementerian Kesehatan
Sumber: Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2014

17.589.467.211.000 16.498.666.888.349

(9)

Jumlah Realisasi (Rp)

Realisasi (Rp)

Sekretariat Jenderal

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan


SDM Kesehatan

(3)

(2)

Realisasi (Rp)

146.642.240.000
0

131.033.633.160
0

89,36
0

(15)

1.695.733.199.000

1.566.153.816.658

92,36

564.386.909.000

536.196.572.562

95,01

87,74

3.175.331.393.000

2.623.371.461.698

82,62

85,58

6.347.097.247.000

5.662.944.657.064

38.636.738.592.000

35.415.566.644.983

91,66

89,22

Lampiran 4.2
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) PEMERINTAH PROVINSI
MENURUT FUNGSI DAN PROVINSI TAHUN 2013
Fungsi
No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

D.I. Yogyakarata
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Ekonomi (Rp)
(3)

Lingkungan
Hidup (Rp)

(4)

(5)

(6)

1.828.113

886.579

61.671

411.470

354.437

19.983

508.603
803.987
342.045
522.880
252.272
297.208
275.722
327.405

297.944
540.024
252.248
176.955
219.206
391.229
86.154

125.661

5.206.236

4.634.051

969.393

1.248.836

2.170.665

2.070.310

468.642

677.394

1.188.627
316.479
251.251
279.261
265.880
457.870
269.135
459.172

443.864
169.184
382.842
227.398
177.060
298.337
189.191
689.024

(7)

3.632.367

11.779.837

7,53

25.303

44.350

1.580.849

151.520

58.173

667.074

3.313.160

10,70

2.652.827

9,51

13.480
14.947
7.424

11.742

17.026

12.229

27.068

214.267

22.679.566

17.586.537

497.038

82.906

29.161

267.404

69.947

375.531

39.599

247.931
387.785

3,07

1.768.330

12,40

1.909.259

4,51

4.410.555
2.762.575

8,87
4,55

70.686

8.837.713

318.511

206.733

960.284

12.730.237

9,81

30.581
63.780
17.961
25.649
26.064

209.612
18.427
19.533

70.037

14.237
8.693

16.340

11.073
33.594

29.918
18.263
29.688

56.497

106.843

10.952

30.579

96.121

48.051

24.932

9.021

18.067
7.452

36.539

22.120
23.121
22.960
33.940
18.802
33.611
68.453
50.634
24.720
57.977
14.133

1.318.084
9.219.662
3.539.504
2.502.193
1.480.119
1.539.661

831.950
251.362

3.524.985
1.183.768

237.859

63.958

251.183

4.316.449

15,69

2.400.818

7,37

301.333
45.332
87.185

215.133
804.208
115.954
135.804
119.067
87.481

17.697

8.800

17.506

23.937

24.249

44.179

5.654.580

218.341

1.302.803

4.527.914

2.188.831

108.572.782

21.475.981

98.047

5.990

51.597

7.611

19.772
30.446

488.901

117.485

859.346

92.018

565.345
639.563

2.774.192

6,89

13,48

389.799

1.017.681

2.454.919

2,53

15.356.564

2.092.025
1.021.342

242.923

17.516.652

1.005.735

128.645

6.592.988

51.384

980.454

156.672

1.703.151
1.226.922

123.874

514.846

29.663
8.802

5.609

13.623.038

7.487

19.552

672.966

1.001.419

338.545

46.837

43.661

94.442

617.213

207.894

89.531

159.049

5.763.278

74.420

19.114

15.577

159.331

1.559.613

1.073.895

6,40

10,17

50.404

210.811

48.545

980.603

61.763

8.432.096

45.576.329

7.035

54.612

2.214.965

20.849

337.021

580.113

6.832.570

19.927

199.968

24.526

2.368.693

20.542

714.593

14.275

135.946

788.297

117.343

233.974

3,36

12.815.351

13.089

232.619

3.495.015

743.331

8.866.921

10.947.178

179.235
340.656

17.196

1.167.084

921.890

901.115

438.041
562.300

29.491

3.642.221

85.413

3.436.731

196.985

122.589

19.722

272.544

(13)

88.505

1.155.524

286.967

51.549

6.477.069

(12)

% Kesehatan

182.720

29.539

(11)

Total (Rp)

(10)

41.390
21.532

Perumahan dan
Fasilitas Umum
(Rp)

(9)

90.318

30.118

Perlindungan
Sosial (Rp)

738.234

74.630

(8)

Pendidikan (Rp)

4.315.123

220.488

51.310

Pelayanan
Umum (Rp)

106.170

53.432
23.618

Pariwisata dan
Budaya (Rp)

28.861

1.340.132

Sumber: Biro Perencanaan dan Anggaran, Kemenkes RI, 2014


Keterangan : dalam juta rupiah

Kesehatan (Rp)

Ketertiban dan
Ketentraman
(Rp)

48.825
44.537

135.262

75.974
38.041
38.002
30.749
33.371
47.338

1.446.781
360.680
234.188
644.841
567.235
606.035

6.052.003
2.488.709
3.337.135
2.547.202

6,25

30.906

354.085

2.207.836

1.077.433

20.704

154.373

18.666
13.756
21.134
19.975
65.193
76.617

2.742.244

339.792
219.227
183.439
351.716
714.077
507.198

32.104.917

7,43

1.961.890

12.900.000

38.815

8,94
15,79

2.618.939
303.157

9,14

4.364.989

89.177
35.530

6,33

5.787.460
2.039.366
1.078.802
1.143.813

8,96
8,12
5,89
6,67
5,06
4,41

1.570.083

10,15

8.034.736

8,38

1.403.442
4.253.303

213.181.575

6,73
1,95

8,25

Lampiran 4.3
ALOKASI DAN REALISASI BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

(1)

(2)

Alokasi (Rp)
(3)

Realisasi (Rp)
(4)

%
(5)

Aceh

29.248.100.000

28.950.191.695

98,98

Sumatera Barat

23.332.192.000

23.133.983.750

99,15

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau

49.783.180.000
18.039.550.000
15.353.300.000
26.942.600.000
15.733.700.000
24.060.870.000
5.468.850.000
6.715.200.000

49.227.184.889
17.867.663.900
15.276.021.150
26.751.478.850
15.720.791.240
23.938.699.150
5.391.990.799
6.566.324.200

DKI Jakarta

28.517.025.000

28.229.401.700

Jawa Tengah

75.269.250.000

75.149.032.927

Jawa Barat

89.715.300.000

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten

83.260.250.000
18.743.145.000

Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

10.681.460.000

Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Keterangan : Data kumulatif sampai dengan 31 Desember 2013

10.149.100.000
41.862.900.000
95.719.000.000
28.248.800.000
22.664.428.000
25.842.800.000
26.579.800.000
21.343.000.000
20.459.835.000
48.456.800.000
28.377.440.000
10.310.600.000
10.223.000.000
39.422.000.000
26.663.000.000
35.302.200.000

100.766.400.000

1.113.255.075.000

86.759.038.240
10.648.421.375
82.464.925.160
18.296.659.000
10.119.280.875
41.287.509.644
94.418.415.134
28.005.926.778
21.853.607.500
25.278.316.350
23.814.984.555
21.284.830.512
20.393.797.650
48.211.823.988
28.315.066.275
10.288.090.600
10.133.900.960
38.462.881.457
26.539.856.056
33.705.682.150
99.534.270.600

1.096.020.049.109

98,88
99,05
99,50
99,29
99,92
99,49
98,59
97,78
98,99
96,70
99,84
99,69
99,04
97,62
99,71
98,63
98,64
99,14
96,42
97,82
89,60
99,73
99,68
99,49
99,78
99,78
99,13
97,57
99,54
95,48
98,78

98,45

Lampiran 4.4
CAKUPAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2013
Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Jiwa)
No

Provinsi

(1)

(2)

Aceh

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Jumlah Penduduk*

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

D.I. Yogyakarata
Jawa Timur
Banten

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Pusat

Indonesia
Sumber: Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

Keterangan : *) Jumlah Penduduka berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010

(5)

4.842.238

100,00

4.846.909

3.215.162

66,33

12.982.204
5.538.367
3.092.265
7.450.394

6.346.377
3.043.366
1.411.809

48,89
54,95
45,66

7.450.394

100,00

7.608.405

7.608.405

100,00

1.679.163

599.764

35,72

1.715.518
1.223.296
9.607.787

935.823

1.096.720
6.406.352

43.053.732

22.166.255

3.457.491

3.326.650

32.382.657

19.218.385

54,55
89,65
66,68
51,49
59,35
96,22

37.476.757

19.866.221

3.890.757

3.890.757

100,00

3.776.229

80,62

4.500.212
4.683.827
4.395.983
2.212.089
3.626.616
3.553.143
2.270.596
2.635.009
8.034.776

4.145.872
3.133.961
2.324.143
1.557.872
2.167.044
3.101.462
1.996.958
1.890.827

53,01
38,99
69,64
52,87
70,43
59,75
87,29
87,95
71,76

8.034.776

100,00

1.040.164

100,00

1.533.506

1.533.506

100,00

760.422

760.422

100,00

28.806.898

76,18

2.232.586
1.040.164
1.158.651
1.038.087

Papua Barat

(4)

Persentase Kepesertaan

4.842.238

10.632.166

Bali

Papua

(3)

Total Jaminan

2.833.381
237.989.154

1.352.752
645.248
766.719

2.833.381

181.292.912

60,59
55,69
73,86

100,00

Lampiran 4.5
JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA JAMKESMAS DI PUSKESMAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Rawat Jalan
Tingkat Pertama/RJTP (Kunjungan)

Rawat Inap
Tingkat Pertama/RITP
(Orang)

(3)

(4)

(5)

2.170.960
4.192.297
1.533.170
1.304.716
821.557
2.433.669
628.605
3.087.541
212.826
333.633
1.271.291
14.758.325
14.151.037
1.572.153
14.001.871
3.221.969
904.859
2.259.558
2.671.319
1.343.859
449.376
753.526
784.013
790.860
1.131.065
2.944.923
984.912
504.292
504.423
754.627
328.965
2.833.381
760.422

3.826.299
3.921.522
899.815
781.863
131.687
289.403
1.722.812
85.429
443.419
2.965.653
1.701
10.056.075
3.437.381
9.636.116
1.651.555
6.599.027
425.100
1.447.641
3.374.806
1.681.534
245.726
544.760
477.157
5.363.156
299.621
776.864
2.633.039
681.470
1.150.849
749.454
256.758
199.191
2.749.689

Sasaran (Kuota)
Masyarakat Miskin

86.400.000

Sumber : Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2014


Keterangan: RJTP = Rawat Jalan Tingkat Pertama, RITP = Rawat Inap Tingkat Pertama

69.506.572

69.163
13.433
19.665
2.649
1.065
253.449
5.908
57.747
340.609
1.730.101
11
359.792
37.209
165.581
9.925
180.754
1.017
73.232
22.461
9.018
1.736
2.645
3.145
27.600
3.405
12.610
23.137
6.969
11.614
3.425
1.777
335
31.988

3.483.175

Lampiran 4.6
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN TINGKAT LANJUT (RJTL)
PESERTA JAMKESMAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I.Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
NusaTenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2014

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut


Laki-laki

Perempuan

(3)

(4)

179.894
143.636
85.765
22.665
17.748
58.734
21.100
51.152
4.078
14.050
32.533
498.745
668.416
141.411
458.261
65.355
58.047
60.412
34.238
37.805
7.385
19.139
36.028
32.575
18.833
112.998
18.478
9.536
8.067
4.810
3.811
47.252
57.317

3.030.274

249.585
171.418
108.338
29.426
19.869
72.293
21.631
58.228
5.497
17.561
40.081
622.936
847.957
179.048
568.888
80.287
48.946
66.099
50.333
38.430
8.752
20.980
40.104
38.173
22.632
140.778
23.883
15.591
10.127
5.163
3.906
53.274
69.920

3.750.134

Laki-laki + Perempuan
(5)

429.479
315.054
194.103
52.091
37.617
131.027
42.731
109.380
9.575
31.611
72.614
1.121.681
1.516.373
320.459
1.027.149
145.642
106.993
126.511
84.571
76.235
16.137
40.119
76.132
70.748
41.465
253.776
42.361
25.127
18.194
9.973
7.717
100.526
127.237

6.780.408

Lampiran 4.7
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT INAP TINGKAT LANJUT (RITL)
PESERTA JAMKESMAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I.Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
NusaTenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2014

Jumlah Rawat Inap Tingkat Lanjut


Laki-laki

Perempuan

(3)

(4)

43.347
38.459
14.202
5.981
4.801
9.397
8.017
16.940
1.105
2.730
2.837
99.121
175.180
25.813
97.019
14.606
10.692
17.657
23.294
9.896
3.068
5.177
9.377
10.419
8.844
30.458
6.768
5.158
2.878
1.714
1.864
8.049
10.139

725.007

58.918
42.346
18.921
7.166
5.745
12.784
8.105
17.821
1.372
3.680
3.509
124.129
218.829
32.749
119.989
19.263
9.715
20.947
36.557
11.220
3.390
6.211
10.715
12.100
11.552
39.438
9.588
8.696
3.632
2.668
2.306
14.742
15.073

913.876

Laki-laki + Perempuan
(5)

102.265
80.805
33.123
13.147
10.546
22.181
16.122
34.761
2.477
6.410
6.346
223.250
394.009
58.562
217.008
33.869
20.407
38.604
59.851
21.116
6.458
11.388
20.092
22.519
20.396
69.896
16.356
13.854
6.510
4.382
4.170
22.791
25.212

1.638.883

Lampiran 4.8
JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Jampersal
No

Provinsi

(1)

(2)

Ante Natal Care (ANC)

Post Natal Care (PNC)

Persalinan Normal

Pra-Rujukan

IUD+Implant

Suntik

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Aceh

158.002

170.867

Sumatera Barat

135.958

130.707

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

Pelayanan KB

619.463
100.765

14.600
76.225

1.611

19.257

23.751

43.357

2.274

1.654

14.835

714.836

214.367

136.573

33.814

10.256

4.216

69.794

23.794

50.932

12.177

130.495

170.600

55.998

55.564

43.250

63.146

60.356
22.415

3.872
1.597

120
639

1.092

606

874

114.452

2.570

Jawa Barat

685.565

1.197.584

393.896

DI Yogyakarta

468.895

761.551

Jawa Tengah
Jawa Timur

342.207
35.017

329.194
40.154

172

989

317.071

78.040

669

1.400

480

249.358

78.370

1.586

674

Kepulauan Riau
DKI Jakarta

1.722

21

18.213
5.870

289

4.021
3.976

651

3.368

1.747

173.176

14.082

749.024

36.349

229.161

10.416

27.608

53.219

30.202
85.665
15.298

5.294
1.086

2.723
1.731

86

22.896
1.463

Banten

692.559

852.072

281.554

12.992

21.457

55.089

Nusa Tenggara Barat

218.642

175.886

68.832

11.179

6.617

21.264

Kalimantan Barat

236.005

232.670

57.244

1.382

444

2.427

75.214

75.148

Bali

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur

48.757

105.801
41.339
61.948

47.428
92.668
34.366
76.388

29.453
32.882
12.399
25.171
21.788

1.158
1.013
1.139
1.304

358

Sulawesi Utara

398.040

313.920

150.600

Sulawesi Selatan

109.919

104.522

28.085

1.653

30.729

40.946

12.763

255

Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

37.692

232.823

36.792

237.670

86.550

104.179

37.572

42.041

80.516
67.512

4.669

5.760.455

Sumber : Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2014

70.666
52.736

4.316

6.828.137

8.182

1.017
383
211
125
183
180

1.053
8.649
2.324
1.748
1.673
2.220

645

3.522

3.731

1.189

22.989

745

221

3.104

11.544

599

462

1.455

1.277

72.715
21.844
19.304
24.892
2.226.845

10

431
84.905

568
4

481
572

848.924

427

5.189

269

6.705
4.698

817

504.263

Lampiran 5.1
CAKUPAN KUNJUNGAN IBU HAMIL K1, K4, DAN PERSALINAN DITOLONG TENAGA KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Ibu Hamil
No

Jumlah
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Ibu Bersalin

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

K1

% K1

(3)

(4)

(5)

118.012
314.492
111.947
143.423
78.298
188.609
38.160
187.441
31.192
64.389
165.369
1.081.827
624.732
50.218
679.440
242.559
73.886
120.837
124.934
104.826
49.310
78.756
87.638
48.669
63.660
168.169
57.307
22.198
28.779

106.745
287.910
106.115
137.989
76.579
183.189
37.561
177.358
30.166
62.138
165.125
1.051.541
616.321
50.218
645.954
235.727
71.749
118.331
103.932
100.364
47.613
71.592
85.813
45.747
57.561
166.234
47.535
22.219
27.342

90,45
91,55
94,79
96,21
97,80
97,13
98,43
94,62
96,71
96,50
99,85
97,20
98,65
100,00
95,07
97,18
97,11
97,93
83,19
95,74
96,56
90,90
97,92
94,00
90,42
98,85
82,95
100,09
95,01
91,44
86,94
81,97
50,85
95,25

42.164
27.121
22.720
57.203
5.298.285

38.555
23.579
18.624
29.085
5.046.512

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014 (Update sampai dengan 12 Maret 2014)

K4
(6)

96.479
265.630
92.830
129.585
73.296
175.804
35.452
166.875
28.173
58.743
158.360
951.926
575.546
46.209
593.531
209.108
68.755
108.988
77.183
93.224
44.242
61.442
74.483
42.096
50.684
154.106
43.551
19.477
22.360

33.107
20.689
11.380
18.250
4.601.564

% K4
(7)

81,75
84,46
82,92
90,35
93,61
93,21
92,90
89,03
90,32
91,23
95,76
87,99
92,13
92,02
87,36
86,21
93,06
90,19
61,78
88,93
89,72
78,02
84,99
86,49
79,62
91,64
76,00
87,74
77,70
78,52
76,28
50,09
31,90
86,85

Jumlah
(8)

98.934
266.644
95.180
127.525
69.208
156.943
32.259
160.579
26.038
43.268
141.304
911.708
525.527
44.177
577.232
207.639
63.210
100.715
108.181
88.893
41.824
66.989
73.324
38.156
47.344
153.270
52.980
20.803
26.214

35.857
23.455
18.641
48.595
4.492.618

Ditolong Nakes
(9)

85.678
217.887
82.079
120.385
65.107
139.823
31.493
142.277
25.847
42.352
136.469
798.021
524.949
40.651
562.964
195.916
62.669
93.627
80.140
76.853
39.457
56.243
57.743
37.998
42.728
152.934
49.419
18.881
23.982

27.237
21.245
13.646
16.186
4.082.886

% Ditolong Nakes
(10)

86,60
81,71
86,24
94,40
94,07
89,09
97,63
88,60
99,27
97,88
96,58
87,53
99,89
92,02
97,53
94,35
99,14
92,96
74,08
86,46
94,34
83,96
78,75
99,59
90,25
99,78
93,28
90,76
91,49
75,96
90,58
73,20
33,31
90,88

Lampiran 5.2
*)

PERSENTASE KELAHIRAN MENURUT RIWAYAT PEMERIKSAAN KEHAMILAN PADA MASA KEHAMILANNYA,


SERTA CAKUPAN ANC MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep.Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
INDONESIA

ANC Pertama1

ANC K1 Ideal2

ANC Min 4x3

ANC K44

Tidak ANC
(7)

(3)

(4)

(5)

(6)

94,9
91,9
96,2
92,2
94,0
92,7
96,8
95,0
97,9
97,7
97,9
95,9
99,0
99,1
97,7
95,6
99,6
98,9
88,1
89,8
90,5
93,8
97,3
96,3
93,6
95,7
94,3
97,6
88,6
83,2
88,1
83,9
71,7
95,4

86,0
79,9
84,3
83,0
83,6
81,2
78,2
87,9
82,7
85,1
86,9
82,7
86,6
88,8
84,8
83,0
90,3
86,0
68,4
76,9
69,7
76,4
81,5
73,6
65,9
72,7
67,0
66,0
66,3
59,2
65,9
61,0
56,2
81,6

76,3
70,7
80,4
75,5
75,0
72,2
83,2
85,9
86,1
90,7
91,1
87,2
92,0
96,5
90,1
81,6
95,8
90,2
72,4
71,4
71,6
82,1
84,2
81,5
70,3
75,9
74,0
78,2
69,7
55,8
62,2
60,6
50,9
83,5

65,4
61,9
66,7
67,2
62,8
59,2
65,7
78,1
72,8
78,7
78,3
74,4
79,7
85,5
77,2
70,2
84,7
73,6
55,5
59,0
54,0
64,2
68,5
63,8
51,0
56,9
55,0
54,9
51,3
41,4
44,5
44,6
43,8
70,4

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013


*)
Ket:
Periode kehamilan 1 Januari 2010 sampai saat wawancara
1)
ANC Pertama = Frekuensi ANC minimal 1 kali selama kehamilan
2)
ANC K1 Ideal = ANC pertama kali pada trimester 1
3)
ANC Min 4x = Frekuensi ANC minimal 4 kali selama kehamilan tanpa memperhatikan periode umur kandungan
4)
ANC K4 = ANC 1-1-2, yaitu frekuensi ANC minimal 1x pada trimester 1, minimal 1x pada trimester 2, dan minimal 2x pada trimester 3

4,6

5,1
8,1
3,8
7,8
6,0
7,3
3,2
5,0
2,1
2,3
2,1
4,1
1,0
0,9
2,3
4,4
0,4
1,1
11,9
10,2
9,5
6,2
2,7
3,7
6,4
4,3
5,7
2,4
11,4
16,8
11,9
16,1
28,3

Lampiran 5.3
CAKUPAN PEMBERIAN 90 TABLET TAMBAH DARAH PADA IBU HAMIL
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah Ibu Hamil

Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah


Jumlah
%

(3)

(4)

(5)

117.907
306.116
109.792
138.214
77.602
124.579
37.966
182.298
31.114
62.745
165.369
1.040.748
616.169
52.579
645.726
206.584
69.759
119.496
123.663
104.445
49.131
75.026
86.978
45.362
56.457
169.212
54.304
22.078
28.296
41.205
26.035
21.653
47.937
5.056.545

104.873
205.264
94.667
125.313
72.271
104.291
34.951
136.156
28.209
38.228
131.673
908.197
515.366
42.609
553.966
164.826
61.676
108.211
89.810
75.469
38.756
64.838
55.311
41.235
36.200
150.809
43.979
18.898
22.738
28.648
17.958
9.220
19.845
4.144.461

88,9
67,1
86,2
90,7
93,1
83,7
92,1
74,7
90,7
60,9
79,6
87,3
83,6
81,0
85,8
79,8
88,4
90,6
72,6
72,3
78,9
86,4
63,6
90,9
64,1
89,1
81,0
85,6
80,4
69,5
69,0
42,6
41,4
82,0

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014 (Update s.d. 6 Februari 2014)

Lampiran 5.4
PERSENTASE KELAHIRAN BERDASARKAN JUMLAH HARI MENGONSUMSI ZAT BESI (Fe)
*)

SELAMA MASA KEHAMILAN MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013


Konsumsi Fe
No

Provinsi

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep.Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
INDONESIA

Konsumsi 90+

*)

Periode 1 Januari 2010 s.d. Waktu wawancara

Konsumsi Fe Lupa Jumlah

Tidak mengonsumsi

(3)

(4)

(5)

(6)

19,1
19,7
30,4
20,8
32,5
23,2
21,5
15,4
33,1
45,0
43,7
39,8
39,3
58,1
36,5
40,1
45,3
45,2
37,3
20,9
17,5
23,6
24,9
27,9
20,4
21,9
23,0
31,2
18,4
18,6
27,6
22,4
21,1
33,3

45,8
34,2
34,8
41,9
33,7
37,8
32,0
40,2
38,1
22,5
22,0
31,4
31,2
12,9
34,5
31,8
19,3
38,4
31,3
41,3
49,9
38,7
33,0
39,2
54,5
50,1
47,3
56,8
44,9
45,2
40,5
37,5
25,1
34,4

19,0
29,6
22,8
22,2
22,2
20,2
33,7
31,4
20,4
26,2
24,8
18,7
24,1
24,7
20,4
18,2
33,4
10,9
17,6
18,2
12,5
23,3
33,7
25,3
9,5
17,5
16,1
6,3
19,7
15,6
14,1
21,1
22,6
21,4

16,2
16,4
12,1
15,1
11,6
18,8
12,7
13,0
8,4
6,3
9,5
10,1
5,4
4,3
8,6
9,9
1,9
5,6
13,8
19,6
20,1
14,4
8,4
7,6
15,6
10,5
13,5
5,7
17,0
20,7
17,8
19,0
31,2
10,9

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014


Ket :

Konsumsi < 90

Lampiran 5.5
CAKUPAN IMUNISASI TT PADA WANITA USIA SUBUR
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

Jumlah WUS
15-39 Tahun
(3)

1.038.732
2.767.175
991.998
1.365.431
733.000
1.696.201
392.051
1.642.575
287.100
500.139
2.468.100
9.590.149
6.388.763
705.171
7.682.285
2.664.420
841.880
1.051.216
948.815
957.465
515.774
850.060
868.505
457.013
576.102
1.750.359
504.357
234.083
257.613
333.171
235.255
183.871
760.174
52.239.003

TT1

TT2

Jumlah

Jumlah

(4)

(5)

(6)

(7)

83.368
64.616
43.100
28.333
45.086
117.137
22.067
67.465
2.541
22.703
33.347
719.103
317.926
1.864
59.480
126.764
113
94.461
31.526
15.899
27.426
26.875
20.758
96.005
20.557
16.929
15.760
51.143
15.233
5.205
2.192.790

8,0
2,3
4,3
2,1
6,2
6,9
5,6
4,1
0,9
4,5
1,4
7,5
5,0
0,3
0,8
4,8
0,0
9,0
6,1
1,9
3,2
5,9
3,6
5,5
4,1
7,2
6,1
15,4
6,5
2,8
4,2

75.861
55.549
37.816
28.541
39.385
112.201
20.853
64.661
6.222
18.587
30.559
652.544
537.647
1.454
47.026
121.414
142
91.252
26.893
12.587
25.972
23.441
18.498
81.407
18.115
14.704
13.337
41.477
12.985
4.176
2.235.306

7,3
2,0
3,8
2,1
5,4
6,6
5,3
3,9
2,2
3,7
1,2
6,8
8,4
0,2
0,6
4,6
0,0
8,7
5,2
1,5
3,0
5,1
3,2
4,7
3,6
6,3
5,2
12,4
5,5
2,3
4,3

Update sampai dengan 27 Februari 2014 (data sasaran menggunakan data Sekjen)

Wanita Usia Subur Diimunisasi


TT3
Jumlah
%
(8)

57.910
27.445
25.063
28.629
15.398
1.284
2.911
33.742
8.074
9.927
18.404
142.509
264.393
27.199
91.145
59.554
4.901
0
3.044
4.945
20.263
1.399
6.151
20.077
6.371
2.458
3.038
12.590
3.685
3.137
905.646

(9)

5,6
1,0
2,5
2,1
2,1
0,1
0,7
2,1
2,8
2,0
0,7
1,5
4,1
3,9
1,2
2,2
0,6
0,0
0,6
0,6
2,3
0,3
1,1
1,1
1,3
1,1
1,2
3,8
1,6
1,7
1,7

TT4

TT5

Jumlah

Jumlah

(10)

(11)

(12)

(13)

43.287
18.041
19.969
27.253
9.252
445
2.768
30.960
6.661
6.852
19.818
87.126
212.708
15.818
132.124
45.569
18.326
0
1.538
3.089
17.807
439
3.741
14.701
4.599
1.723
985
8.253
2.180
2.738
758.770

4,2
0,7
2,0
2,0
1,3
0,0
0,7
1,9
2,3
1,4
0,8
0,9
3,3
2,2
1,7
1,7
2,2
0,0
0,3
0,4
2,1
0,1
0,6
0,8
0,9
0,7
0,4
2,5
0,9
1,5
1,5

41.028
15.115
21.077
22.616
7.109
300
2.596
28.758
7.004
7.302
21.383
72.145
180.988
12.374
162.101
43.958
40.642
0
1.203
1.926
22.047
513
2.612
11.455
4.303
1.021
981
8.308
2.160
2.809
745.834

3,9
0,5
2,1
1,7
1,0
0,0
0,7
1,8
2,4
1,5
0,9
0,8
2,8
1,8
2,1
1,6
4,8
0,0
0,2
0,2
2,5
0,1
0,5
0,7
0,9
0,4
0,4
2,5
0,9
1,5
1,4

Lampiran 5.6
CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014

TT1

TT2

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

37.707
40.990
33.259
24.092
36.355
116.802
20.534
52.193
2.185
16.284
30.476
719.103
135.747
809
12.856
116.952
113
94.461
21.420
26.970
10.754
17.483
24.906
19.946
86.875
20.557
16.068
15.505
22.181
13.545
2.159
1.789.287

34,1
12,2
28,0
15,5
47,5
64,7
49,6
29,3
6,9
30,5
15,9
75,7
21,9
1,4
2,0
47,7
0,1
83,3
21,3
53,9
12,3
18,2
54,8
30,9
47,7
32,3
64,3
49,0
51,2
47,9
9,5

34,3

Update sampai dengan 27 Februari 2014 (data sasaran menggunakan data Sekjen)
Ket:

TT2+ Adalah penjumlahan dari TT2, TT3, TT4, dan TT5

35.753
37.678
33.006
25.210
34.211
112.047
19.476
51.433
5.613
14.550
28.013
652.544
372.254
880
15.033
109.027
142
91.252
20.707
24.605
10.229
16.277
22.681
18.079
78.975
18.115
14.081
13.185
20.259
12.058
2.087
1.909.460

32,3
11,2
27,8
16,2
44,7
62,1
47,0
28,8
17,8
27,3
14,6
68,7
60,0
1,5
2,3
44,4
0,2
80,4
20,6
49,2
11,7
17,0
49,9
28,0
43,3
28,5
56,3
41,7
46,8
42,7
9,2

36,6

20.226
16.863
19.501
24.327
12.646
1.284
1.949
23.974
7.317
7.400
15.914
142.509
113.002
14.519
24.465
41.947
3.993
0
8.627
2.702
3.097
10.393
1.274
5.794
18.566
6.371
1.730
2.947
4.951
2.442
1.556
562.286

Ibu Hamil Diimunisasi


TT3
%
Jumlah
(8)

18,3
5,0
16,4
15,7
16,5
0,7
4,7
13,4
23,2
13,9
8,3
15,0
18,2
24,3
3,8
17,1
5,3
0,0
8,6
5,4
3,6
10,8
2,8
9,0
10,2
10,0
6,9
9,3
11,4
8,6
6,8

10,8

(9)

13.962
11.786
16.081
24.694
7.293
445
1.573
23.127
6.017
4.777
17.175
87.126
97.167
13.775
39.391
29.425
17.993
0
6.157
1.284
2.427
8.613
401
3.523
13.801
4.599
1.113
949
2.035
1.280
1.050
459.039

TT4

TT5

TT2+

Jumlah

Jumlah

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

12,6
3,5
13,5
15,9
9,5
0,2
3,8
13,0
19,1
8,9
8,9
9,2
15,7
23,1
6,2
12,0
23,7
0,0

13.227
9.593
13.601
20.828
5.426
300
1.518
21.381
6.478
5.113
18.637
72.145
80.015
10.694
58.956
26.186
40.313
0
5.846
967
1.573
9.229
475
2.421
10.751
4.303
715
954
2.243
1.297
1.232
446.417

12,0
2,9
11,4
13,4
7,1
0,2
3,7
12,0
20,5
9,6
9,7
7,6
12,9
17,9
9,2
10,7
53,1
0,0

6,1
2,6
2,8
9,0
0,9
5,4
7,6
7,2
4,5
3,0
4,7
4,5
4,6

8,8

5,8
1,9
1,8
9,6
1,0
3,7
5,9
6,8
2,9
3,0
5,2
4,6
5,4

8,6

83.168
75.920
82.189
95.059
59.576
114.076
24.516
119.915
25.425
31.840
79.739
954.324
662.438
39.868
137.845
206.585
62.441
91.252
41.337
29.558
17.326
44.512
24.831
29.817
122.093
33.388
17.639
18.035
29.488
17.077
5.925
3.377.202

75,2
22,7
69,2
61,2
77,9
63,2
59,2
67,2
80,5
59,6
41,5
100,4
106,8
66,8
21,5
84,2
82,3
80,4
41,2
59,1
19,9
46,4
54,7
46,1
67,0
52,5
70,5
57,0
68,0
60,4
26,1

64,8

Lampiran 5.7
PROPORSI PENOLONG PERSALINAN DENGAN KUALIFIKASI TERTINGGI
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

Persentase Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan Kualifikasi Tertinggi


No

Provinsi
Dokter

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep.Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
INDONESIA

Bidan

Perawat

74,6
74,0
69,9
71,2
75,5
72,8
84,1
80,7
69,8
61,2
61,8
67,0
73,3
56,2
73,7
65,4
58,8
81,9
58,2
65,4
61,0
69,3
70,8
51,1
59,3
62,3
69,0
67,5
53,5
51,1
46,5
55,7
41,9
68,6

0,2
0,2
0,4
0,3
1,1
1,0
0,3
0,2
0,3
0,6
0,4
0,2
0,1
0,0
0,2
0,1
0,0
0,1
0,8
0,5
2,0
0,5
0,1
0,9
1,2
0,3
0,8
0,0
0,6
1,7
0,5
1,8
1,2
0,3

(3)

15,9
18,3
21,8
15,6
11,4
15,4
10,7
7,9
19,8
33,8
35,8
14,7
22,7
43,7
20,3
18,7
40,1
9,5
7,8
8,6
11,0
14,8
18,7
30,7
15,3
18,9
8,3
23,6
7,2
7,3
13,6
13,3
15,8
18,5

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013


Ket :
Periode 1 Januari 2010 s.d. saat wawancara
* Apabila penolong persalinan > 1 penolong, maka dipilih yang kualifikasi tertinggi

(4)

Non Nakes
(5)

8,5
6,4
6,3
12,2
11,6
9,9
4,5
10,8
10,0
3,5
1,8
17,6
3,5
0,0
5,1
15,1
1,0
7,4
32,2
24,7
25,4
15,0
9,8
16,5
22,9
17,3
21,0
8,4
37,2
38,7
38,4
28,6
33,2
11,8

Tidak ada penolong


(6)

0,7
1,0
1,7
0,7
0,4
0,9
0,5
0,4
0,1
0,9
0,2
0,6
0,4
0,1
0,7
0,6
0,2
1,1
1,0
0,7
0,6
0,4
0,7
0,8
1,3
1,2
0,8
0,6
1,6
1,2
1,0
0,6
7,9
0,8

Lampiran 5.8
PROPORSI PENOLONG PERSALINAN DENGAN KUALIFIKASI TERENDAH
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

Persentase Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan Kualifikasi Terendah


No

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep.Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
INDONESIA

Dokter

Bidan

Perawat

Non Nakes

Tidak ada penolong

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

13,4
15,4
18,7
12,9
9,4
12,0
8,0
6,1
15,5
28,4
29,1
11,2
17,3
34,3
16,6
14,2
27,0
5,7
5,2
7,0
7,8
11,6
16,3
19,6
12,1
10,4
5,4
9,2
5,0
5,0
5,1
7,8
9,3
14,2

75,0
73,6
70,5
67,6
67,0
70,4
82,7
76,7
71,6
62,3
64,7
62,5
71,9
58,9
73,5
62,0
68,1
74,2
56,9
62,1
54,6
64,6
71,0
55,4
53,4
59,3
55,2
65,5
45,7
49,2
44,9
59,9
42,8
66,6

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013


Ket :
Periode 1 Januari 2010 s.d. saat wawancara
* Apabila penolong persalinan > 1 penolong, maka dipilih yang kualifikasi terendah

0,5
2,0
2,7
3,3
0,8
2,9
1,7
1,1
0,8
4,0
3,1
1,2
2,3
5,0
2,0
3,2
2,5
1,1
2,5
1,1
2,9
1,4
0,4
4,2
1,4
4,2
1,2
3,3
1,0
2,4
4,5
2,1
2,9
2,1

10,2
8,0
6,4
15,5
22,4
13,8
7,2
15,8
12,0
4,3
2,8
24,5
8,1
1,7
7,1
19,9
2,1
18,0
34,5
29,0
34,1
22,0
11,5
20,0
31,8
25,0
37,3
21,5
46,7
42,2
44,6
29,6
36,9
16,3

0,7
1,0
1,7
0,7
0,4
0,9
0,5
0,4
0,1
0,9
0,2
0,6
0,4
0,1
0,7
0,6
0,2
1,1
1,0
0,7
0,6
0,4
0,7
0,8
1,3
1,2
0,8
0,6
1,6
1,2
1,0
0,6
7,9
0,8

Lampiran 5.9
PROPORSI KELAHIRAN BERDASARKAN TEMPAT BERSALIN MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Tempat Bersalin
No

Provinsi

RB/Klinik/ Praktek
Nakes

Puskesmas/ Pustu

Polindes/ Poskesdes

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

20,0
19,8
19,2
19,8
13,0
17,4
13,2
9,1
22,3
35,4
33,6
16,5
25,8
41,0
23,5
21,4
41,6
16,3
19,3
14,2
12,6
19,8
29,0
33,3
19,7
21,4
9,6
27,8
9,1

25,3
32,0
42,3
36,6
24,6
38,2
23,5
57,0
34,0
49,1
47,2
43,9
51,9
50,0
51,0
39,3
49,3
10,0
2,7
21,1
14,9
18,8
36,0
13,8
7,8
17,7
7,7
6,9
3,2

7,1
1,5
13,0
2,8
6,1
2,6
4,6
2,3
4,7
3,4
15,1
5,0
3,4
7,8
6,7
5,3
6,3
28,0
29,4
7,3
3,6
1,9
7,6
13,8
9,8
16,1
14,0
19,1
18,2

5,2
1,8
8,4
0,5
0,7
4,9
1,2
0,8
9,5
1,8
0,0
1,1
2,8
0,2
9,2
0,7
1,3
28,9
6,4
3,5
1,0
2,0
0,4
2,4
3,6
2,4
1,5
14,9
0,9
0,1
2,3
0,2
0,6
3,7

42,4
44,9
17,0
40,3
55,6
36,9
57,4
30,9
29,4
10,3
4,1
33,6
16,1
1,1
9,6
33,3
1,4
16,7
42,1
53,9
67,9
57,5
27,0
36,7
59,2
42,3
67,2
31,3
68,7

RS
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013


Ket:
Periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara

20,4
20,3
31,0
26,1
21,4

1,6
4,6
3,3
7,3
38,0

3,1
5,6
10,1
10,1
7,3

Rumah/ Lainnya

74,9
67,3
55,4
55,9
29,6

Lampiran 5.10
CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah Ibu Hamil

Perkiraan Komplikasi
Kebidanan

(1)

(2)

(3)

(4)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

118.012
314.492
111.947
143.423
78.298
188.609
38.160
187.441
31.192
64.389
165.369
1.081.827
624.732
50.218
679.440
242.559
73.886
120.837
124.934
104.826
49.310
78.756
87.638
48.669
63.660
168.169
57.307
22.198
28.779

42.164
27.121
22.720
57.203
5.298.285

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014 (Update sampai dengan 12 Maret 2014)

23.602
62.898
22.389
28.685
15.660
37.722
7.632
37.488
6.238
12.878
33.074
216.365
124.946
10.044
135.888
48.512
14.777
24.167
24.987
20.965
9.862
15.751
17.528
9.734
12.732
33.634
11.461
4.440
5.756
8.433
5.424
4.544
11.441
1.059.657

Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan


Jumlah

(5)

(6)

11.635
19.069
14.054
13.303
12.017
25.196
5.678
24.993
4.809
8.704
28.868
166.215
127.650
8.771
116.501
40.732
11.164
23.687
11.627
12.791
4.386
12.959
13.075
7.903
7.294
21.860
6.215
3.646
3.337
2.973
2.612
873
2.196
776.793

49,30
30,32
62,77
46,38
76,74
66,79
74,40
66,67
77,09
67,59
87,28
76,82
102,16
87,33
85,73
83,96
75,55
98,01
46,53
61,01
44,47
82,27
74,60
81,19
57,29
64,99
54,23
82,12
57,98
35,26
48,15
19,21
19,19
73,31

Lampiran 5.11
1)

PROPORSI PELAYANAN KESEHATAN MASA NIFAS MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013


Periode Mendapat Pelayanan Kesehatan Masa Nifas (KF)
No

KF Lengkap2)

Provinsi
6 Jam - 3 Hari

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

7 - 28 Hari

29 - 42 Hari

(3)

(4)

(5)

(6)

85,5
86,0
83,3
85,0
85,5
77,8
92,1
78,8
82,6
76,9
90,3
76,6
89,2
93,5
87,1
78,5
91,4
87,4
61,5
73,3
75,4
85,0
84,8
81,0
77,1
81,2
78,5
88,4
72,2

44,6
34,7
32,1
23,7
44,4
38,6
40,1
44,9
27,4
46,6
76,7
59,0
60,4
74,2
66,0
56,4
67,1
55,7
37,1
26,5
32,6
35,6
47,7
59,7
33,7
26,9
34,9
56,2
28,6

25,1
21,2
29,6
16,2
35,2
33,2
29,4
39,9
29,5
30,7
68,3
53,6
42,3
50,0
52,7
52,1
64,4
54,0
43,5
27,3
26,1
27,8
45,0
56,0
26,7
29,4
29,9
48,1
21,4
31,5
25,8
16,0
32,3
43,4

21,4
13,7
20,7
11,7
28,5
20,7
22,5
24,8
16,8
17,8
55,5
37,8
34,9
43,7
42,9
38,5
50,2
38,9
25,1
17,0
19,1
18,3
34,1
40,4
19,6
15,5
21,5
41,2
15,7

55,4
64,0
59,1
54,9
81,9

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013


Ket:
1) Dari riwayat kelahiran periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara
2) KF3 = Menerima KF1 (6 jam - 3 hari), KF2 (7 - 28 hari), dan KF3 (29 - 42 hari)

33,4
31,7
18,3
34,2
51,8

19,5
18,5
8,8
19,1
32,1

Lampiran 5.12
CAKUPAN PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Jumlah PUS

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Dki Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Di Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Peserta KB Baru
Jumlah

Peserta KB Aktif
Jumlah
%

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

747.344
2.210.958
796.810
881.168
654.256
1.638.864
362.362
1.650.668
267.435
277.581
1.241.204
9.047.576
6.602.519
499.584
7.740.907
2.023.773
676.945
1.045.880
698.186
861.174
444.641
781.482
576.138
445.125
502.096
1.363.999
430.937
202.845
203.045
264.266
209.615
146.097
476.705
45.972.185

177.694
450.688
168.568
205.080
132.078
408.028
104.318
376.012
40.976
61.373
451.172
1.545.118
1.015.041
60.158
1.169.731
382.625
75.863
191.408
106.865
155.532
94.119
159.748
91.114
105.031
98.314
335.868
84.298
45.904
40.280
64.143
43.969
16.931
42.200
8.500.247

23,78
20,38
21,16
23,27
20,19
24,90
28,79
22,78
15,32
22,11
36,35
17,08
15,37
12,04
15,11
18,91
11,21
18,30
15,31
18,06
21,17
20,44
15,81
23,60
19,58
24,62
19,56
22,63
19,84
24,27
20,98
11,59
8,85
18,49

671.861
1.454.090
620.932
669.196
543.086
1.400.871
302.364
1.189.577
221.259
225.189
1.050.086
7.071.978
5.388.214
445.006
6.113.945
1.441.796
583.279
787.933
503.405
516.631
355.496
641.112
324.293
342.808
421.643
997.109
298.236
161.631
146.657
175.095
127.633
7.011
76.683
35.276.105

89,90
65,77
77,93
75,94
83,01
85,48
83,44
72,07
82,73
81,13
84,60
78,16
81,61
89,08
78,98
71,24
86,16
75,34
72,10
59,99
79,95
82,04
56,29
77,01
83,98
73,10
69,21
79,68
72,23
66,26
60,89
4,80
16,09
76,73

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

Lampiran 5.13
PERSENTASE PESERTA KB BARU
MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

IUD
Jumlah

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Dki Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Di Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

5.007
30.383
13.436
7.206
3.684
11.540
5.465
30.820
1.831
2.313
56.893
133.892
98.115
17.969
112.511
25.093
23.437
19.762
8.238
10.924
1.231
1.752
5.646
6.008
6.529
8.557
1.788
3.062
1.059
1.683
1.230
281
1.287
658.632

%
(4)

2,82
6,74
7,97
3,51
2,79
2,83
5,24
8,20
4,47
3,77
12,61
8,67
9,67
29,87
9,62
6,56
30,89
10,32
7,71
7,02
1,31
1,10
6,20
5,72
6,64
2,55
2,12
6,67
2,63
2,62
2,80
1,66
3,05
7,75

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

MOW
Jumlah
%
(5)

1.507
11.384
2.523
2.647
929
2.331
901
2.491
464
788
5.162
22.195
22.811
1.783
23.236
2.775
3.050
1.713
5.324
2.329
791
776
1.938
1.212
1.328
2.752
648
579
377
572
380
137
960
128.793

(6)

0,85
2,53
1,50
1,29
0,70
0,57
0,86
0,66
1,13
1,28
1,14
1,44
2,25
2,96
1,99
0,73
4,02
0,89
4,98
1,50
0,84
0,49
2,13
1,15
1,35
0,82
0,77
1,26
0,94
0,89
0,86
0,81
2,27
1,52

MOP
Jumlah
(7)

33
4.722
925
237
110
595
64
215
97
78
1.443
3.235
1.206
386
2.584
416
312
1.076
102
1.191
80
383
51
115
340
414
174
108
121
190
162
72
137
21.374

%
(8)

0,02
1,05
0,55
0,12
0,08
0,15
0,06
0,06
0,24
0,13
0,32
0,21
0,12
0,64
0,22
0,11
0,41
0,56
0,10
0,77
0,08
0,24
0,06
0,11
0,35
0,12
0,21
0,24
0,30
0,30
0,37
0,43
0,32
0,25

Kondom
Jumlah
%
(9)

18.143
60.898
16.797
12.653
4.796
39.441
7.372
28.011
2.607
9.007
31.396
41.067
46.707
4.791
42.996
28.150
5.445
6.875
5.696
10.062
5.045
5.929
4.768
5.739
5.911
30.301
6.529
2.245
3.397
8.517
1.805
1.124
13.418
517.638

(10)

10,21
13,51
9,96
6,17
3,63
9,67
7,07
7,45
6,36
14,68
6,96
2,66
4,60
7,96
3,68
7,36
7,18
3,59
5,33
6,47
5,36
3,71
5,23
5,46
6,01
9,02
7,75
4,89
8,43
13,28
4,11
6,64
31,80
6,09

Implan
Jumlah
%
(11)

4.578
51.082
22.263
15.651
10.961
45.476
14.756
36.293
2.985
2.456
18.774
100.667
132.188
5.282
119.088
29.356
3.857
29.177
23.332
9.504
6.565
8.777
3.206
13.249
9.490
23.916
10.490
8.542
2.692
5.899
9.810
1.375
2.478
784.215

(12)

Suntikan
Jumlah
%
(13)

2,58
77.786
11,33
149.241
13,21
76.987
7,63
106.670
8,30
67.813
11,15
182.388
14,15
45.757
9,65
152.989
7,28
19.504
4,00
26.963
4,16
216.882
6,52
803.448
13,02
542.615
8,78
25.627
10,18
609.927
7,67
190.294
5,08
32.495
15,24
103.160
21,83
51.034
6,11
73.029
6,98
48.497
5,49
69.964
3,52
54.331
12,61
52.555
9,65
42.457
7,12
158.495
12,44
33.899
18,61
18.469
6,68
17.418
9,20
29.108
22,31
21.863
8,12
9.192
5,87
17.258
9,23 ########

(14)

Pil
Jumlah
(15)

43,78
70.640
33,11
142.978
45,67
35.637
52,01
60.016
51,34
43.785
44,70
126.257
43,86
30.003
40,69
125.193
47,60
13.488
43,93
19.768
48,07
120.622
52,00
440.614
53,46
171.399
42,60
4.320
52,14
259.389
49,73
106.541
42,83
7.267
53,90
29.645
47,76
13.139
46,95
48.493
51,53
31.910
43,80
72.167
59,63
21.174
50,04
26.153
43,19
32.259
47,19
111.433
40,21
30.770
40,23
12.899
43,24
15.216
45,38
18.174
49,72
8.719
54,29
4.750
40,90
6.662
48,56 ########

%
(16)

39,75
31,72
21,14
29,26
33,15
30,94
28,76
33,29
32,92
32,21
26,74
28,52
16,89
7,18
22,18
27,84
9,58
15,49
12,29
31,18
33,90
45,18
23,24
24,90
32,81
33,18
36,50
28,10
37,78
28,33
19,83
28,06
15,79
26,60

Total
(17)

177.694
450.688
168.568
205.080
132.078
408.028
104.318
376.012
40.976
61.373
451.172
1.545.118
1.015.041
60.158
1.169.731
382.625
75.863
191.408
106.865
155.532
94.119
159.748
91.114
105.031
98.314
335.868
84.298
45.904
40.280
64.143
43.969
16.931
42.200
8.500.247

Lampiran 5.14
PERSENTASE PESERTA KB BARU
MENURUT TEMPAT PELAYANAN DAN PROVINSI TAHUN 2013
Klinik KB
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Dki Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Di Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Pemerintah

Swasta

Dokter Praktik Swasta

Bidan Swasta

Peserta

Peserta

Peserta

Peserta

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

64,86
80,99
68,24
61,34
63,12
69,06
73,78
78,09
73,79
47,06
40,11
62,99
54,27
42,91
66,67
60,61
38,15
92,32
96,28
70,00
69,43
60,32
61,31
72,95
88,13
85,15
94,45
81,31
87,33
88,33
85,99
92,85
93,30
66,40

21.626
51.331
1.129
15.259
2.869
52.362
3.535
6.835
1.650
11.317
27.963
222.111
74.646
13.950
59.084
29.418
6.161
6.768
2.667
24.867
7.216
4.532
9.317
18.683
4.458
15.250
453
3.644
1.606
3.741
1.914
736
2.425
709.523

12,17
11,39
0,67
7,44
2,17
12,83
3,39
1,82
4,03
18,44
6,20
14,38
7,35
23,19
5,05
7,69
8,12
3,54
2,50
15,99
7,67
2,84
10,23
17,79
4,53
4,54
0,54
7,94
3,99
5,83
4,35
4,35
5,75
8,35

823
2.007
1.919
6.109
3.514
3.518
1.768
3.951
194
2.572
42.854
16.418
22.117
721
7.808
7.648
2.754
649
73
398
1.222
2.478
1.321
1.777
942
1.400
443
300
107
727
495
46
66
139.139

115.247
365.010
115.024
125.793
83.371
281.782
76.961
293.635
30.238
28.885
180.985
973.219
550.839
25.815
779.844
231.913
28.939
176.706
102.887
108.876
65.349
96.355
55.865
76.621
86.641
285.990
79.616
37.324
35.176
56.656
37.808
15.721
39.372
5.644.463

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

0,46
0,45
1,14
2,98
2,66
0,86
1,69
1,05
0,47
4,19
9,50
1,06
2,18
1,20
0,67
2,00
3,63
0,34
0,07
0,26
1,30
1,55
1,45
1,69
0,96
0,42
0,53
0,65
0,27
1,13
1,13
0,27
0,16
1,64

39.998
32.340
50.496
57.919
42.324
70.366
22.054
71.591
8.894
18.599
199.370
333.370
367.439
19.672
322.995
113.646
38.009
7.285
1.238
21.391
20.332
56.383
24.611
7.950
6.273
33.228
3.786
4.636
3.391
3.019
3.752
428
337
2.007.122

22,51
7,18
29,96
28,24
32,04
17,25
21,14
19,04
21,71
30,30
44,19
21,58
36,20
32,70
27,61
29,70
50,10
3,81
1,16
13,75
21,60
35,29
27,01
7,57
6,38
9,89
4,49
10,10
8,42
4,71
8,53
2,53
0,80
23,61

Jumlah
Peserta
(11)

177.694
450.688
168.568
205.080
132.078
408.028
104.318
376.012
40.976
61.373
451.172
1.545.118
1.015.041
60.158
1.169.731
382.625
75.863
191.408
106.865
155.532
94.119
159.748
91.114
105.031
98.314
335.868
84.298
45.904
40.280
64.143
43.969
16.931
42.200
8.500.247

Lampiran 5.15
PERSENTASE PESERTA KB AKTIF
MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Dki Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Di Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah PUS
(3)

747.344
2.210.958
796.810
881.168
654.256
1.638.864
362.362
1.650.668
267.435
277.581
1.241.204
9.047.576
6.602.519
499.584
7.740.907
2.023.773
676.945
1.045.880
698.186
861.174
444.641
781.482
576.138
445.125
502.096
1.363.999
430.937
202.845
203.045
264.266
209.615
146.097
476.705
########

Peserta KB Aktif

IUD

MOW

Metode Kontrasepsi
Implan

MOP

Kondom

Suntikan

Pil

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

671.861
1.454.090
620.932
669.196
543.086
1.400.871
302.364
1.189.577
221.259
225.189
1.050.086
7.071.978
5.388.214
445.006
6.113.945
1.441.796
583.279
787.933
503.405
516.631
355.496
641.112
324.293
342.808
421.643
997.109
298.236
161.631
146.657
175.095
127.633
7.011
76.683
35.276.105

Sumber: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014

89,90
65,77
77,93
75,94
83,01
85,48
83,44
72,07
82,73
81,13
84,60
78,16
81,61
89,08
78,98
71,24
86,16
75,34
72,10
59,99
79,95
82,04
56,29
77,01
83,98
73,10
69,21
79,68
72,23
66,26
60,89
4,80
16,09
76,73

22.275
149.276
66.119
37.879
36.160
79.977
21.368
163.157
12.725
16.633
225.979
841.835
474.292
106.445
903.865
159.222
273.346
101.411
59.480
39.059
7.838
11.646
33.965
44.532
31.714
48.599
11.990
23.035
6.877
8.544
4.135
33
2.231
4.025.642

3,32
10,27
10,65
5,66
6,66
5,71
7,07
13,72
5,75
7,39
21,52
11,90
8,80
23,92
14,78
11,04
46,86
12,87
11,82
7,56
2,20
1,82
10,47
12,99
7,52
4,87
4,02
14,25
4,69
4,88
3,24
0,47
2,91
11,41

6.438
101.753
19.723
10.951
4.401
49.432
6.295
16.312
5.399
5.351
39.162
179.829
291.928
21.540
308.432
26.176
22.227
17.425
26.674
9.486
4.184
7.633
6.802
7.833
8.379
17.643
6.053
2.954
2.431
3.968
1.860
3.084
1.241.758

0,96
7,00
3,18
1,64
0,81
3,53
2,08
1,37
2,44
2,38
3,73
2,54
5,42
4,84
5,04
1,82
3,81
2,21
5,30
1,84
1,18
1,19
2,10
2,28
1,99
1,77
2,03
1,83
1,66
2,27
1,46
4,02
3,52

218
10.475
2.096
1.418
1.278
5.958
1.212
14.233
378
881
12.252
60.709
54.882
3.400
29.191
16.719
3.470
4.324
4.472
3.386
641
2.457
871
1.307
1.126
1.742
1.617
820
510
1.171
733
179
244.126

0,03
0,72
0,34
0,21
0,24
0,43
0,40
1,20
0,17
0,39
1,17
0,86
1,02
0,76
0,48
1,16
0,59
0,55
0,89
0,66
0,18
0,38
0,27
0,38
0,27
0,17
0,54
0,51
0,35
0,67
0,57
0,23
0,69

21.198
159.497
83.514
58.418
77.053
272.087
56.986
185.471
20.668
15.349
83.717
353.609
592.714
28.926
584.395
136.734
12.469
133.330
79.348
37.684
37.598
47.804
17.092
57.877
40.018
107.219
42.717
31.155
15.212
21.418
21.750
502
5.924
3.439.453

3,16
10,97
13,45
8,73
14,19
19,42
18,85
15,59
9,34
6,82
7,97
5,00
11,00
6,50
9,56
9,48
2,14
16,92
15,76
7,29
10,58
7,46
5,27
16,88
9,49
10,75
14,32
19,28
10,37
12,23
17,04
7,16
7,73
9,75

61.150
108.722
31.644
25.727
12.225
89.143
12.799
33.035
8.574
15.085
44.166
103.096
124.003
28.861
105.576
42.527
19.863
20.833
16.012
17.322
10.405
13.659
10.261
12.313
25.426
68.633
15.859
6.383
13.983
11.451
8.583
2.635
16.856
1.136.810

9,10
7,48
5,10
3,84
2,25
6,36
4,23
2,78
3,88
6,70
4,21
1,46
2,30
6,49
1,73
2,95
3,41
2,64
3,18
3,35
2,93
2,13
3,16
3,59
6,03
6,88
5,32
3,95
9,53
6,54
6,72
37,58
21,98
3,22

297.239
477.396
307.394
301.203
221.490
547.668
122.331
411.561
99.184
95.428
376.837
3.673.263
3.038.341
204.745
2.929.197
703.408
203.307
370.335
256.935
216.437
167.208
230.786
145.296
131.555
164.877
439.462
115.753
53.635
51.650
82.903
57.427
2.738
36.117
16.533.106

44,24
32,83
49,51
45,01
40,78
39,09
40,46
34,60
44,83
42,38
35,89
51,94
56,39
46,01
47,91
48,79
34,86
47,00
51,04
41,89
47,04
36,00
44,80
38,38
39,10
44,07
38,81
33,18
35,22
47,35
44,99
39,05
47,10
46,87

263.343
446.971
110.442
233.600
190.479
356.606
81.373
365.808
74.331
76.462
267.973
1.859.637
812.054
51.089
1.253.289
357.010
48.597
140.275
60.484
193.257
127.622
327.127
110.006
87.391
150.103
313.811
104.247
43.649
55.994
45.640
33.145
1.103
12.292
8.655.210

39,20
30,74
17,79
34,91
35,07
25,46
26,91
30,75
33,59
33,95
25,52
26,30
15,07
11,48
20,50
24,76
8,33
17,80
12,01
37,41
35,90
51,02
33,92
25,49
35,60
31,47
34,95
27,01
38,18
26,07
25,97
15,73
16,03
24,54

Lampiran 5.16
PERSENTASE PEMAKAIAN ALAT/CARA KB PADA WANITA USIA SUBUR
(15-49 TAHUN) YANG BERSTATUS KAWIN MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Persentase Contraceptive Prevalence Rate (CPR)
Modern Dan Tradisional
No

Provinsi
Cara modern

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka belitung
kepulauan riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
INDONESIA

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013

Cara tradisional

Pernah KB

Tidak pernah
(6)

(3)

(4)

(5)

48,9
45,5
53,2
55,0
69,2
67,0
67,3
70,3
63,4
44,6
53,4
64,2
62,0
54,2
61,8
61,2
62,6
58,5
39,2
70,0
68,9
66,3
56,7
65,6
58,8
49,6
51,9
65,5
49,7
38,0
48,7
41,5
19,6
59,3

0,6
1,2
0,4
0,7
0,3
0,7
0,9
0,3
1,2
0,4
0,6
0,2
0,4
1,3
0,4
0,2
0,4
0,1
0,5
0,3
0,5
0,3
0,4
0,4
0,6
0,6
0,3
0,2
0,5
0,3
0,1
0,6
0,3
0,4

28,8
25,4
27,1
25,5
20,5
19,3
19,9
19,8
23,1
25,0
28,0
26,3
24,1
26,5
23,7
27,3
22,2
31,7
25,3
19,2
22,0
24,4
27,4
26,1
25,0
28,3
25,0
21,4
24,9
26,4
28,1
24,6
11,3
24,7

21,7
27,9
19,3
18,8
9,9
13,0
11,9
9,7
12,3
30,0
18,0
9,3
13,6
18,0
14,1
11,2
14,7
9,7
35,1
10,5
8,6
9,0
15,6
7,9
15,6
21,5
22,8
12,9
24,9
35,4
23,1
33,3
68,8
15,5

Lampiran 5.17
PERSENTASE PEMAKAIAN ALAT/CARA KB PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN)
YANG BERSTATUS KAWIN MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Persentase KB Modern
No

Provinsi

Susuk/
implant

(1)

(2)

(3)

1
Aceh
2
Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
4
Riau
5
Jambi
6
Sumatera Selatan
7
Bengkulu
8
Lampung
9
Kepulauan Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo
29 Sulawesi Barat
30 Maluku
31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua
INDONESIA

1,4
3,9
6,4
2,6
4,5
5,4
8,4
5,7
3,0
1,0
1,1
2,0
5,1
3,8
3,4
2,2
1,9
6,6
6,5
1,3
2,7
3,0
2,0
9,7
3,6
3,1
4,6
14,3
4,6
4,7
7,6
2,1
1,7
3,5

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013

Steril Pria

Steril
Wanita

IUD/AKDR
/spiral

(4)

(5)

(6)

2,4
2,6
5,1
2,2
2,4
1,7
3,3
3,0
1,9
4,7
7,1
5,1
5,4
12,9
4,3
3,6
18,2
3,2
3,8
2,3
0,9
1,5
3,7
3,8
2,5
1,5
1,3
4,9
0,8
0,7
0,9
0,8
0,5
4,3

0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,3
0,0
0,1
0,0
0,0
0,2
0,2
0,1
0,1
0,0
0,2
0,1
0,2
0,1
0,1
0,2
0,2
0,1
0,0
0,1
0,2
0,1
0,1
0,0
0,0
0,6
0,0
0,1

0,8
4,3
1,9
1,4
0,9
1,7
1,8
1,0
1,7
2,2
1,4
2,1
3,6
2,8
3,1
1,5
4,3
1,3
1,9
1,3
0,9
0,9
1,2
1,1
1,1
0,9
0,7
1,1
0,8
0,7
0,5
1,7
1,1
2,3

Persentase KB Tradisional

Pil KB

Diafragma/
Kondom
Wanita

Kondom
pria

Menyusui/
Metode
Amenorea
Laktasi
(MAL)

Pantang
berkala/
kalender

Senggama
terputus

Lainnya

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

29,9
20,9
31,2
32,6
41,3
46,7
41,7
45,0
33,6
21,5
29,2
37,0
37,9
22,9
35,7
39,7
27,8
39,8
22,4
42,6
40,9
31,1
27,6
31,1
26,9
30,4
26,0
25,4
21,2
24,9
31,8
26,6
13,0
34,3

13,8
12,6
7,5
14,8
19,2
10,8
10,2
14,9
21,9
13,6
13,3
17,2
8,8
7,4
14,5
13,2
8,9
7,4
4,3
22,0
23,0
28,9
21,3
19,3
24,4
13,3
18,9
19,5
21,8
7,0
7,6
9,6
3,2
13,9

Suntikan

0,1
0,1
0,0
0,1
0,1
0,1
0,3
0,1
0,0
0,1
0,1
0,1
0,1
0,3
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1

0,5
1,1
0,9
1,3
0,8
0,5
1,2
0,5
1,2
1,5
1,1
0,5
0,9
3,9
0,7
0,7
1,3
0,1
0,1
0,3
0,4
0,7
0,8
0,4
0,3
0,3
0,2
0,2
0,2
0,0
0,3
0,1
0,1
0,7

0,1
0,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,1
0,1
0,0
0,1
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,2
0,0
0,1
0,0
0,0
0,1
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
0,1
0,1

0,1
0,6
0,2
0,1
0,1
0,3
0,6
0,1
0,6
0,1
0,2
0,1
0,2
0,9
0,2
0,1
0,2
0,1
0,3
0,2
0,2
0,1
0,3
0,3
0,2
0,2
0,1
0,1
0,2
0,1
0,1
0,4
0,1
0,2

0,2
0,3
0,2
0,5
0,1
0,4
0,2
0,1
0,5
0,3
0,2
0,0
0,1
0,3
0,1
0,1
0,3
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
0,1
0,3
0,4
0,2
0,1
0,2
0,2
0,0
0,0
0,1
0,1

0,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,2
0,0
0,0

Lampiran 5.18
PROPORSI WUS KAWIN YANG MENGGUNAKAN ALAT/CARA KB MODERN
BERDASARKAN JENIS DAN JANGKA WAKTU MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
No

Provinsi

Cara Modern

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jenis
Non Hormonal2

MKJP3

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

48,9
45,4
53,1
54,9
69,2
66,8
67,1
70,2
63,3
44,6
53,4
64,1
61,9
54,2
61,8
61,1
62,6
58,5
39,1
70,0
68,8
66,2
56,6
65,5
58,7
49,5
51,8
65,5
49,6
37,9
48,6
41,4
19,6
59,3

45,1
37,3
45,1
49,9
65,0
62,8
60,1
65,7
58,4
36,1
43,6
56,2
51,7
34,1
53,6
55,2
38,5
53,7
33,2
65,9
66,5
63,0
50,7
60,1
54,8
46,7
49,5
59,1
47,5

3,8
8,2
8,0
5,1
4,2
4,1
6,9
4,6
4,9
8,5
9,8
7,9
10,2
20,1
8,2
5,9
24,0
4,7
6,0
4,1
2,3
3,3
5,9
5,4
3,9
2,8
2,4
6,3
2,1
1,4
1,7
3,2
1,8
7,5

4,7
10,9
13,5
6,2
7,8
8,9
13,7
9,8
6,6
7,9
9,6
9,4
14,2
19,6
10,9
7,3
24,6
11,2
12,4
5,1
4,6
5,5
7,1
14,7
7,2
5,6
6,7
20,3
6,3
6,1
9,0
5,2
3,3
10,2

44,2
34,5
39,6
48,7
61,4
57,9
53,3
60,4
56,7
36,6
43,8
54,7
47,7
34,6
50,8
53,8
38,0
47,3
26,8
64,9
64,2
60,8
49,5
50,8
51,5
44,0
45,1
45,1
43,3
31,8
39,6
36,2
16,2
49,1

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013


Ket:
1
) Hormonal = Jenis KB modern susuk, suntikan KB, pil.
2
) Non hormonal = Jenis KB modern IUD, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, diafragma/kondom.
3
) MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) = Susuk, sterilisasi pria, sterilisasi wanita, IUD
4
Non MKJP = Suntikan, pil, diafragma, kondom

Jangka Waktu

Hormonal1

36,5
46,9
38,2
17,8
51,8

Non MKJP4

Lampiran 5.19
JUMLAH KUNJUNGAN PESERTA JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Jampersal
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Ante Natal Care (ANC)

Post Natal Care (PNC)

Pelayanan KB

Persalinan Normal

Pra-Rujukan
(6)

(3)

(4)

(5)

158.002
619.463
135.958
100.765
76.225
130.495
55.998
249.358
43.250
14.600
78.370
685.565
468.895
35.017
692.559
342.207
48.757
218.642
105.801
236.005
41.339
75.214
61.948
398.040
109.919
232.823
86.550
37.692
30.729
80.516
37.572
4.669
67.512
5.760.455

170.867
714.836
130.707
136.573
69.794
170.600
55.564
317.071
50.932
10.256
78.040
1.197.584
761.551
40.154
852.072
329.194
47.428
175.886
92.668
232.670
34.366
75.148
76.388
313.920
104.522
237.670
104.179
36.792
40.946
70.666
42.041
4.316
52.736
6.828.137

63.146
214.367
43.357
33.814
23.794
60.356
22.415
114.452
12.177
4.216
30.202
393.896
229.161
15.298
281.554
85.665
29.453
68.832
32.882
57.244
12.399
25.171
21.788
150.600
28.085
72.715
21.844
8.182
12.763
19.304
11.544
1.277
24.892
2.226.845

Sumber : Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kemenkes RI, 2014

1.611
3.872
2.274
1.597
639
674
989
2.570
480
120
606
14.082
10.416
1.086
12.992
5.294
1.158
11.179
1.013
1.382
1.139
1.304
358

1.653
3.731
745
645
255
10
599
1
431
84.905

IUD+Implant
(7)

19.257
1.722
1.654
1.586
172
1.400
1.092
1.747
21
669
874
749.024
27.608
1.731
21.457
2.723
1.017
6.617
383
444
211
125
183
180
568
1.189
221
3.522
4
481
462
8
572
848.924

Suntik
(8)

23.751
18.213
14.835
5.870
4.021
3.976
3.368
173.176
651
289
86
36.349
53.219
1.463
55.089
22.896
1.053
21.264
8.649
2.427
2.324
1.748
1.673
2.220
5.189
22.989
3.104
427
269
6.705
1.455
817
4.698
504.263

Lampiran 5.20
PERSENTASE BALITA (0-59 BULAN) MENURUT BERAT BADAN LAHIR
DAN PROVINSI, RISKESDAS 2013
Persentase Berat Badan Lahir Balita (0-59 bulan)
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

<2500 gram
(3)

8,6
7,2
7,3
8,6
8,2
9,3
9,7
8,0
9,4
9,2
9,3
10,8
9,7
9,4
11,2
9,7
8,8
12,2
15,5
14,4
13,7
10,1
10,8
8,0
16,8
12,4
9,4
13,2
11,9
11,1
11,6
11,0
15,6

10,2

2500-3999 gram
(4)

83,1
82,2
86,8
85,0
86,3
86,0
81,9
89,0
85,8
87,4
87,0
85,5
86,9
89,3
85,2
83,6
86,7
80,8
80,6
82,5
80,6
85,5
84,0
85,7
75,6
82,4
81,3
80,3
80,6
74,1
78,4
83,2
77,1

85,0

> 4000 gram


(5)

8,3
10,6
5,9
6,4
5,5
4,7
8,4
3,0
4,8
3,4
3,7
3,8
3,4
1,3
3,6
6,7
4,6
7,0
3,9
3,1
5,8
4,5
5,2
6,2
7,7
5,2
9,3
6,5
7,5
14,8
10,0
5,8
7,3
4,8

Lampiran 5.21
PERSENTASE PROSES MULAI MENDAPAT ASI PADA ANAK UMUR 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Kategori Proses Mulai Mendapat ASI


<1 jam (IMD)

1-6 jam

7-23 jam

24-47 jam

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

39,7
22,9
44,2
22,1
41,1
29,6
35,7
24,1
37,4
22,7
41,9
35,7
37,5
39,3
33,3
33,8
42,2
52,9
40,5
29,6
23,9
28,6
35,1
29,0
29,0
44,9
33,2
42,7
34,0
24,8
27,0
21,7
31,5

27,7
32,9
36,6
43,9
34,5
36,4
34,0
46,3
26,4
39,5
27,3
37,4
34,6
39,4
33,5
37,7
33,2
30,8
40,3
36,9
34,8
32,8
41,0
34,7
24,7
26,0
35,3
35,0
35,5
42,4
39,6
43,5
40,5

2,9
4,2
3,9
5,1
2,8
5,3
1,0
4,1
2,0
7,0
3,5
3,7
5,0
2,0
3,3
3,7
1,6
1,4
3,2
1,9
2,7
2,6
2,0
4,1
4,2
3,7
3,0
1,8
3,2
3,8
3,8
3,2
3,0

35,2

3,7

15,7
17,1
9,3
10,9
11,0
11,7
18,9
13,6
14,6
14,5
16,1
11,3
9,9
10,8
15,3
13,5
13,5
10,2
9,1
16,3
21,0
15,9
10,5
15,7
15,7
10,2
12,0
11,6
9,9
9,7
12,6
18,0
19,2

14,0
22,9
6,1
18,0
10,6
17,0
10,3
12,0
19,6
16,4
11,3
11,9
13,0
8,4
14,7
11,4
9,5
4,6
6,8
15,3
17,5
20,0
11,4
16,4
26,4
15,1
16,5
8,9
17,4
19,2
17,0
13,7
5,8

34,5

13,0

>48 jam

13,7

Lampiran 5.22
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Kunjungan Neonatus
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Jumlah Bayi

(2)

(3)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D I Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

103.971
283.624
102.664
131.002
72.383
174.935
34.620
168.996
27.698
58.281
150.408
949.392
572.255
45.436
598.967
217.382
67.137
109.384
114.888
96.934
45.342
72.758
80.224
44.066
56.441
152.999
52.284
21.409
25.831
38.387
24.172
19.843
50.460
4.764.573

KN1

% KN1

KN Lengkap

%KN Lengkap

(4)

(5)

(6)

(7)

95.582
240.673
93.748
118.932
64.142
164.664
31.466
156.155
27.245
55.024
148.895
884.680
556.538
45.295
583.932
213.346
61.483
102.531
86.754
86.934
41.844
65.153
70.867
40.395
48.947
140.363
46.611
19.953
23.675
31.729
20.469
11.293
19.706
4.399.024

91,93
84,86
91,32
90,79
88,61
94,13
90,89
92,40
98,36
94,41
98,99
93,18
97,25
99,69
97,49
98,14
91,58
93,73
75,51
89,68
92,29
89,55
88,34
91,67
86,72
91,74
89,15
93,20
91,65
82,66
84,68
56,91
39,05
92,33

91.685
193.479
89.602
114.696
62.722
161.338
30.290
150.521
26.167
50.193
141.841
850.592
545.983
42.860
533.568
190.480
59.526
99.969
82.246
83.674
41.312
62.422
65.422
39.181
47.608
131.075
45.355
18.437
23.240
30.845
19.912
10.276
12.822
4.156.008

88,18
68,22
87,28
87,55
86,65
92,23
87,49
89,07
94,47
86,12
94,30
89,59
95,41
94,33
89,08
87,62
88,66
91,39
71,59
86,32
91,11
85,79
81,55
88,91
84,35
85,67
86,75
86,12
89,97
80,35
82,38
51,79
25,41
87,23

Lampiran 5.23
CAKUPAN PENANGANAN NEONATAL DENGAN KOMPLIKASI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Cakupan Penanganan Neonatal


Komplikasi
Jumlah
%

Provinsi

Jumlah Bayi

Neonatal
Komplikasi

(2)

(3)

(4)

(5)

15.596
42.544
15.400
19.650
10.857
26.240
5.193
25.349
4.155
8.742
22.561
142.409
85.838
6.815
89.845
32.607
10.071
16.408
17.233
14.540
6.801
10.914
12.034
6.610
8.466
22.950
7.843
3.211
3.875
5.758
3.626
2.976
7.569

6.654
7.953
3.609
5.414
6.433
13.983
3.185
10.576
2.933
3.515
14.762
65.371
64.689
6.175
62.973
21.583
7.177
9.977
2.644
6.485
2.262
6.029
5.334
3.769
2.853
11.597
2.237
1.220
1.723
1.623
1.333
629
1.164

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

103.971
283.624
102.664
131.002
72.383
174.935
34.620
168.996
27.698
58.281
150.408
949.392
572.255
45.436
598.967
217.382
67.137
109.384
114.888
96.934
45.342
72.758
80.224
44.066
56.441
152.999
52.284
21.409
25.831
38.387
24.172
19.843
50.460

4.764.573

714.686

367.864

(6)

42,67
18,69
23,44
27,55
59,25
53,29
61,33
41,72
70,59
40,21
65,43
45,90
75,36
90,60
70,09
66,19
71,27
60,81
15,34
44,60
33,26
55,24
44,33
57,02
33,70
50,53
28,52
37,99
44,47
28,19
36,76
21,13
15,38

51,47

Lampiran 5.24
CAKUPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1 Aceh
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
4 Riau
5 Jambi
6 Sumatera Selatan
7 Bengkulu
8 Lampung
9 Kepulauan Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo
29 Sulawesi Barat
30 Maluku
31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua
Indonesia

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2014


Update sampai dengan 02 Mei 2014

BCG

HB0

DPT/HB1

DPT/HB3

Polio 4

Campak

Imunisasi Dasar Lengkap

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

89.678
278.768
95.865
128.439
70.907
160.835
36.518
158.337
26.991
45.205
171.592
945.454
571.370
47.934
592.107
217.375
67.867
104.079
106.238
83.172
44.071
67.469
73.575
38.833
51.786
156.407
48.809
21.577
24.791
35.071
21.209
15.365
34.867
4.632.560

89,2
91,5
88,7
91,0
102,0
98,0
96,9
97,7
94,0
93,1
98,2
109,4
101,4
105,5
101,7
97,5
98,4
100,9
86,1
91,1
96,9
85,1
84,4
94,0
88,1
94,4
84,4
94,9
86,2
89,0
82,6
74,4
67,0
97,8

81.863
241.652
84.759
102.690
63.115
142.164
30.635
136.765
26.530
39.797

137.588
886.254
547.634
47.315
555.154
203.142
64.675
98.088
74.747
60.184
31.562
58.157
57.546
28.517
35.415
141.408
27.172
19.715
22.527
22.058
16.697
7.956
21.498
4.114.979

81,4
79,3
78,4
72,7
90,8
86,6
81,3
84,4
92,4
82,0

78,7
102,6
97,1
104
95,3
91,1
93,7
95,1
60,6
65,9
69,4
73,3
66,0
69,1
60,3
85,3
47,0
86,7
78,3
56,0
65,0
38,5
41,3
86,8

89.918
283.854
95.318
129.714
72.628
162.931
36.177
158.809
26.806
46.827
167.537
778.405
571.009
35.396
594.741
215.237
66.696
66.826
103.392

84.242
43.695
67.256
74.054
39.271

52.189
157.489
48.611
21.619
24.849
36.829
21.379
15.279

36.684
4.425.667

91,2
97,0
91,9
94,7
107,6
103,4
100,0
102,0
96,3
99,4
97,8
92,9
103,3
78,7
104,2
100,5
98,6
67,5
87,3
96,1
98,0
88,3
86,6
98,0
92,5
99,0
87,6
99,0
90,0
97,4
86,7
77,0
72,7
96,3

84.706
276.303
91.809
126.541
71.816
160.047
34.489
160.222
25.842
46.698
164.119
826.594
572.127
38.689
589.938
207.432
54.322
76.767
97.469
80.763
41.957
63.726
71.845
38.791

50.311
154.681
44.897
21.998
27.692
34.970
20.584
15.532

31.597
4.405.273

85,9
94,5
88,5
92,4
106,4
101,6
95,3
102,9
92,8
99,2
95,8
98,6
103,5
86,0
103,4
96,8
80,3
77,5
82,3
92,1
94,1
83,7
84,0
96,8
89,1
97,2
80,9
100,8
100,2
92,4
83,5
78,3
62,6
95,8

87.890
274.907
92.553
125.392
72.089
160.163
34.216
160.536
25.993
46.518
165.107
913.411

573.273
3.126
585.235
208.156
65.931
107.340
94.282
81.172
41.840
63.558
71.064
38.456

50.444
155.024
44.819
22.019
24.592
33.976

20.258
15.924
31.121
4.490.385

89,1
94,0
89,2
91,5
106,8
101,7
94,6
103,1
93,3
98,8
96,4
109,0
103,7
6,9
102,5
97,2
97,5
108,4
79,6
92,6
93,8
83,5
83,1
96,0
89,4
97,4
80,8
100,9
89,0
89,8
82,1
80,3
61,7
97,7

84.762
274.375
89.180
124.321
70.756
157.868
34.512
158.089
26.033
45.449
161.645
916.870
568.959
44.306
583.596
204.062
65.537
106.880
95.595
78.669
41.140
62.184
69.803
37.101
48.637
152.625
44.942
21.504
24.642
34.705
20.176
15.197

33.772
4.497.892

86,0
93,8
86,0
90,8
104,9
100,2
95,4
101,6
93,5
96,5
94,3
109,4
103,0
98,5
102,2
95,3
96,9
107,9
80,7
89,7
92,2
81,7
81,6
92,6
86,2
95,9
81,0
98,5
89,2
91,7
81,8
76,6
66,9
97,9

81.797
238.497
87.684
114.936
62.329
139.369
32.623
150.665
26.201
41.649
155.860
758.360
556.612
43722
566.825
186.681
65.628
98.528
82.819
72.105
40.782
61.211
67.350
35.251
44.682
140.506
38.796
21.453
23.414
34.402
18.921
13.424
33.589
4.136.670

83,0
81,5
84,5
83,9
92,4
88,5
90,2
96,8
94,1
88,4
91,0
90,5
100,7
97,2
99,3
87,2
97,0
99,5
69,9
82,2
91,4
80,4
78,8
88,0
79,2
88,3
69,9
98,3
84,8
90,9
76,7
67,7
66,6
90,0

Lampiran 5.25
CAKUPAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK UMUR 12-23 BULAN
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Jenis Imunisasi Dasar

Provinsi
HB-0

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

BCG

DPT-HB-3

Polio-4

Campak

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

64,8
63,0
70,5
68,8
79,1
70,8
81,0
79,9
87,5
87,4
87,8
78,8
90,5
98,4
91,2
76,9
93,4
92,7
70,7
62,3
57,7
69,1
83,4
82,4
64,7
72,9
59,8
87,5
67,6
47,8
57,3
50,6
45,7
79,1

72,9
78,1
81,0
81,4
85,5
84,9
93,0
90,0
92,8
92,0
90,9
87,8
94,8
98,9
93,3
83,6
97,6
92,2
84,2
81,2
77,0
83,2
87,3
97,3
84,3
84,8
84,8
97,2
79,3
73,6
83,6
80,4
59,5
87,6

52,9
63,1
60,2
70,0
76,7
73,6
86,7
82,5
83,7
87,4
79,1
71,5
89,2
95,1
85,7
63,3
90,4
85,2
66,0
71,9
67,9
72,0
81,4
83,3
72,6
69,5
75,3
93,0
67,1
53,8
68,9
60,0
40,8
75,6

58,3
67,5
64,4
70,9
77,4
76,3
87,6
84,6
88,3
88,0
76,7
73,9
87,6
88,3
86,2
64,0
92,4
87,7
68,5
74,1
69,9
73,2
81,6
81,4
74,0
70,9
76,9
95,8
70,2
61,8
71,9
62,8
48,8
77,0

62,4
70,1
71,4
77,3
79,7
82,6
90,2
87,9
86,4
91,9
85,3
80,8
92,6
98,1
89,0
66,7
93,5
90,6
84,1
77,3
77,4
74,1
84,1
94,4
76,7
76,9
83,8
94,9
72,5
70,5
80,3
76,9
56,8
82,1

Lampiran 5.26
DROP OUT RATE CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB(1) - CAMPAK DAN CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB(1) - DPT/HB(3)
PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2011-2013
Tahun
No

2011

Provinsi

DPT/HB(1)-Campak
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2012


Update sampai dengan 02 Mei 2014

2012
DPT/HB(1) DPT/HB(3)

DPT/HB(1)-Campak

2013
DPT/HB(1) DPT/HB(3)

DPT/HB(1)-Campak

DPT/HB(1) DPT/HB(3)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

7,7
3,9
5,7
5,4
2,1
2,1
2,6
4,5
7,4
9,1
4,6
3,3
3,5
-0,8
5,3
5,8
2,9
6,3
6,8
5,1
4,7
7,2
7,9
3,9
4,4
4,4
6,2
2,6
3,2
5,6
9,5
2,6
0,5

6,1
3,7
3,7
4,2
2,2
1,4
3,2
1,0
5,4
4,8
2,6
2,3
1,3
0,6
2,6
4,3
3,1
1,3
7,8
5,1
6,9
6,6
4,1
4,9
4,8
2,2
9,2
-0,9
2,3
7,2
6,4
11,2
12,0

5,0
5,1
7,7
3,9
0,0
2,5
1,5
1,5
5,9
6,9
7,1
2,4
1,7
1,4
2,6
5,6
3,2
1,7
7,3
6,7
7,7
7,0
4,9
4,2
6,0
3,5
5,2
5,1
4,1
6,7
7,8
10,6
7,6

5,3
3,1
5,0
3,4
0,4
2,1
2,9
0,0
5,8
2,7
1,0
1,5
0,2
2,0
0,3
3,5
2,9
0,6
5,9
4,0
3,3
5,5
3,4
2,6
5,1
1,9
3,6
2,7
3,0
7,2
4,0
11,1
11,1

5,7
3,3
6,4
4,2
2,6
3,1
4,6
0,5
2,9
2,9
3,5
3,9
0,4
2,2
1,9
5,2
1,7
-0,9
7,5
6,6
5,8
7,5
5,7
5,5
6,8
3,1
7,5
0,5
0,8
5,8
5,6
0,5
7,9

5,8
2,7
3,7
2,4
1,1
1,8
4,7
-0,9
3,6
0,3
2,0
1,0
-0,2
5,1
0,8
3,6
2,5
0,2
5,7
4,1
4,0
5,2
3,0
1,2
3,6
1,8
7,6
-1,8
-11,4
5,0
3,7
-1,7
13,9

4,4

3,1

3,6

2,1

3,3

1,8

Lampiran 5.27
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah Bayi

Jumlah Anak Balita

(1)

(2)

(3)

(4)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

103.971
283.624
102.664
131.002
72.383
174.935
34.620
168.996
27.698
58.281
150.408
949.392
572.255
45.436
598.967
217.382
67.137
109.384
114.888
96.934
45.342
72.758
80.224
44.066
56.441
152.999
52.284
21.409
25.831
38.387
24.172
19.843
50.460

4.764.573

417.778
1.386.922
398.524
622.514
294.019
714.893
132.982
797.288
110.996
184.300
669.518
3.453.029
2.195.357
200.936
2.473.615
1.071.144
297.400
456.337
503.428
406.856
210.200
349.022
456.693
203.123
248.957
775.192
212.671
89.770
90.428
178.910
99.882
100.917
365.176

20.168.777

Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi

Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak


Balita

Jumlah

Jumlah

(5)

(6)

(7)

(8)

89.818
241.827
90.510
109.071
62.913
158.094
31.462
152.611
26.356
18.487
146.325
831.559
546.991
41.279
573.576
204.988
64.714
102.892
79.714
78.155
39.511
47.776
61.270
39.657
39.206
139.204
46.816
16.131
24.459
28.060
19.304
11.190
17.721

4.181.647

86,39
85,26
88,16
83,26
86,92
90,37
90,88
90,30
95,15
31,72
97,29
87,59
95,59
90,85
95,76
94,30
96,39
94,06
69,38
80,63
87,14
65,66
76,37
89,99
69,46
90,98
89,54
75,35
94,69
73,10
79,86
56,39
35,12

87,77

292.099
1.105.485
273.925
426.701
205.625
562.384
99.795
522.821
77.212
46.502
627.984
2.458.339
1.823.780
171.713
1.941.686
589.570
261.651
313.884
365.830
230.147
137.272
135.099
207.152
142.048
96.104
521.978
118.854
38.618
60.011
130.156
62.034
65.366
30.769

14.142.594

69,92
79,71
68,73
68,54
69,94
78,67
75,04
65,57
69,56
25,23
93,80
71,19
83,07
85,46
78,50
55,04
87,98
68,78
72,67
56,57
65,31
38,71
45,36
69,93
38,60
67,34
55,89
43,02
66,36
72,75
62,11
64,77
8,43

70,12

Lampiran 5.28
PERSENTASE IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA ANAK UMUR 12-23 BULAN
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Kelengkapan Imunisasi Dasar
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Lengkap

Tidak Lengkap

Tidak Imunisasi

(3)

(4)

(5)

38,3
39,1
39,7
52,2
60,3
48,3
62,1
62,4
67,7
71,6
64,5
56,6
76,9
83,1
74,5
45,8
80,8
75,4
50,3
47,4
42,0
52,0
65,9
60,9
47,1
49,5
47,3
80,6
52,4
29,7
42,6
35,6
29,2
59,2

41,9
44,5
46,9
31,9
27,5
40,2
33,0
31,1
27,3
23,2
30,7
35,1
19,5
15,7
21,7
43,9
18,0
21,1
40,2
38,3
43,2
33,9
26,3
36,7
42,7
41,7
41,8
16,7
31,0
48,6
46,8
45,8
34,3
32,1

19,8
16,4
13,4
15,8
12,3
11,6
4,9
6,5
5,1
5,3
4,8
8,3
3,5
1,1
3,7
10,4
1,2
3,6
9,6
14,2
14,8
14,0
7,8
2,3
10,1
8,7
10,9
2,8
16,7
21,7
10,6
18,6
36,6
8,7

Lampiran 5.29
CAKUPAN DESA/KELURAHAN UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION (UCI) MENURUT PROVINSI TAHUN 2011-2013
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Jumlah Desa

Desa UCI

Jumlah Desa

Desa UCI

Jumlah Desa

Desa UCI

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

4.020
3.012
3.256
1.123
1.310
2.730
1.077
2.182
322
277
266
4.653
8.254
438
4.645
1.189
679
893
2.051
1.342
1.136
1.416
947
1.243
1.365
2.507
1.492
317
409
718
670
414
750
57.103

62,32
52,53
86,60
68,18
94,93
87,92
79,96
88,63
89,69
78,92
99,63
78,96
96,28
100,00
54,60
77,46
94,83
93,90
72,42
70,78
75,23
71,48
65,86
74,30
75,12
84,70
71,32
50,96
67,83
75,18
62,85
55,35
55,11
74,13

6.497
5.823
3.827
1.681
1.381
3.188
1.504
2.503
367
356
267
5.918
8.555
438
8.515
1.542
716
1.107
2.952
1.973
1.527
1.979
1.348
1.708
1.844
2.984
2.136
728
645
1.090
1.073
1.419
2.435
80.026

4.508
3.991
3.483
1.146
1.276
2.892
1.217
2.252
349
284
267
5.427
8.454
438
7.298
1.343
675
986
2.150
1.387
1.112
1.330
879
1.247
1.535
2.598
1.627
488
486
774
752
420
403
##########

69,39
68,54
91,01
68,17
92,40
90,72
80,92
89,97
95,10
79,78
100,00
91,70
98,82
100,00
85,71
87,09
94,27
89,07
72,83
70,30
72,82
67,21
65,21
73,01
83,24
87,06
76,17
67,03
75,35
71,01
70,08
29,60
16,55
79,32

6.451
5.734
3.760
1.647
1.380
3.105
1.347
2.462
359
351
267
5.893
8.573
438
8.507
1.535
716
951
2.832
1.896
1.510
1.981
1.438
1.673
1.817
2.960
2.092
622
603
955
1.066
748
1.361
77.030

Update sampai dengan 02 Mei 2014 sumber Subdit Imunisasi

6.489
5.797
3.959
1.655
1.416
3.167
1.508
2.463
366
353
267
5.905
8.577
438
8.503
1.535
716
1.079
2.893
1.967
1.527
2.000
1.465
1.691
1.815
2.982
2.154
723
641
998
1.071
1.427
3.579
81.126

4.622
4.393
2.817
1.327
1.416
2.900
1.334
2.445
354
250
267
5.687
8.503
438
7.215
1.259
689
1.028
2.248
1.370
1.136
1.628
1.097
1.414
1.599
2.720
1.217
584
525
733
817
588
467
65.087

71,23
75,78
71,15
80,18
100,00
91,57
88,46
99,27
96,72
70,82
100,00
96,31
99,14
100,00
84,85
82,02
96,23
95,27
77,70
69,65
74,39
81,40
74,88
83,62
88,10
91,21
56,50
80,77
81,90
73,45
76,28
41,21
13,05
80,23

Lampiran 5.30
CAKUPAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Sasaran (Siswa SD/Sederajat)
No

Provinsi

(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Ditjen PPPL, Kemenkes RI, 2013


Update sampai dengan 02 Mei 2014

Kelas 1
Kelas 1 DT
Kelas 2
Campak
(3)
(4)
(5)
106.543
106.543
100.896
339.604
339.604
318.084
117.127
120.353
115.738
150.009
150.009
139.295
75.661
75.661
71.536
186.361
186.361
178.910
42.121
41.777
40.322
172.593
172.593
165.293
29.445
27.887
25.972
40.921
40.921
38.290
159.554
159.046
150.618
864.918
864.918
853.970
597.815
582.800
581.424
50.352
50.234
50.140
643.549
643.549
631.745
235.082
219.564
222.854
72.088
72.088
69.053
123.662
122.983
116.275
153.610
153.610
134.028
119.626
119.626
108.700
47.653
53.967
50.461
82.979
82.655
78.632
93.299
93.299
85.397
48.890
48.890
47.422
62.334
62.334
59.635
180.187
180.187
173.707
61.018
61.018
60.484
27.490
27.490
26.028
30.217
30.217
29.487
31.660
31.660
20.754
30.242
30.242
28.247
16.329
16.329
15.022
20.147
20.147
17.952
5.013.086 4.988.562 4.806.370,5

Kelas 3
(6)
93.695
307.265
116.468
136.533
71.143
174.743
39.703
165.296
25.407
37.360
146.449
837.473
569.425
48.625
659.504
218.227
69.692
115.696
134.028
105.583
49.254
78.632
82.706
48.234
59.050
173.837
59.310
25.488
30.205
21.512
27.624
14.219
17.267
4.759.653

Campak (Kelas 1)
Kelas 2+3
(7)
194.591
625.349
232.206
275.828
142.679
353.653
80.025
330.589
51.379
75.650
297.067
1.691.443
1.150.849
98.765
1.291.249
441.081
138.745
231.971
272.430
214.283
99.715
157.264
168.103
95.656
118.685
347.544
119.794
51.516
59.692
42.266
55.871
29.241
35.219
9.570.398

Jumlah
(8)
95.919
266.531
108.901
134.208
73.821
182.954
40.547
165.899
28.812
35.554
147.461
820.299
591.339
49.701
630.596
223.183
71.391
119.008
131.321
108.448
44.809
80.054
81.585
39.360
59.935
163.629
55.979
21.839
28.052
24.193
28.123
13.399
14.973
4.681.823

%
(9)
90,0
78,5
93,0
89,5
97,6
98,2
96,3
96,1
97,9
86,9
92,4
94,8
98,9
98,7
98,0
94,9
99,0
96,2
85,5
90,7
94,0
96,5
87,4
80,5
96,2
90,8
91,7
79,4
92,8
76,4
93,0
82,1
74,3
93,4

DT (Kelas 1)
Jumlah
(10)
96.159
268.861
111.093
135.499
73.844
181.038
38.228
166.309
26.947
36.121
145.716
807.027
577.149
49.324
629.959
207.945
71.334
119.557
126.380
113.204
50.863
79.058
83.503
39.434
57.628
173.797
55.626
25.981
27.596
26.931
28.191
14.349
20.788
4.665.439

%
(11)
90,3
79,2
92,3
90,3
97,6
97,1
91,5
96,4
91,5
88,3
91,6
93,3
99,0
98,2
97,9
94,7
99,0
96,7
82,3
94,6
94,2
95,6
89,5
80,7
92,5
96,5
91,2
94,5
91,3
85,1
93,2
87,9
103,2
93,1

Td (Kelas 2)
Jumlah
(12)
91.846
309.029
108.558
124.729
70.089
174.288
37.391
159.835
24.555
32.973
140.087
798.622
571.334
49.405
619.117
183.554
68.301
113.275
105.442
104.145
47.518
73.263
76.128
38.000
56.224
167.707
55.445
25.074
27.730
16.755
26.399
11.612
17.180
4.525.610

%
(13)
91,0
97,2
93,8
89,5
98,0
97,4
92,7
96,7
94,5
86,1
93,0
93,5
98,3
98,5
98,0
82,4
98,9
97,4
78,7
95,8
94,2
93,2
89,1
80,1
94,3
96,5
91,7
96,3
94,0
80,7
93,5
77,3
95,7
94,2

Td (Kelas 3)
Jumlah
(14)
86.093
299.189
108.164
123.876
70.008
170.340
37.277
158.989
23.067
32.491
135.232
792.997
571.334
47.943
644.547
207.265
68.986
112.421
105.442
103.781
46.564
73.263
74.193
38.179
55.854
168.334
52.253
24.282
28.000
17.204
25.851
6.961
15.923
4.526.303

%
(15)
91,9
97,4
92,9
90,7
98,4
97,5
93,9
96,2
90,8
87,0
92,3
94,7
100,3
98,6
97,7
95,0
99,0
97,2
78,7
98,3
94,5
93,2
89,7
79,2
94,6
96,8
88,1
95,3
92,7
80,0
93,6
49,0
92,2
95,1

Td (Kelas 2+3)
Jumlah
(16)
177.939
608.218
216.722
248.605
140.097
344.628
74.668
318.824
47.622
65.464
275.319
1.591.619
1.142.668
97.348
1.263.664
390.819
137.287
225.696
212.996
207.926
94.082
146.525
150.321
76.179
112.078
336.041
107.698
49.356
55.730
33.959
52.250
18.573
33.103
9.054.024

%
(17)
91,4
97,3
93,3
90,1
98,2
97,4
93,3
96,4
92,7
86,5
92,7
94,1
99,3
98,6
97,9
88,6
98,9
97,3
78,2
97,0
94,4
93,2
89,4
79,6
94,4
96,7
89,9
95,8
93,4
80,3
93,5
63,5
94,0
94,6

Lampiran 5.31
CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA 6 - 59 BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Vitamin A Bayi 6-11 Bulan

Vitamin A Anak Balita 12-59 Bulan

No

Provinsi

Jumlah Bayi 6-11


Bulan

Dapat Vitamin A

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Aceh

108.836

Riau

142.322

2
3
5
6
7
8
9

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali

18 Nusa Tenggara Barat

19 Nusa Tenggara Timur


20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara

25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat
30 Maluku

31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua

Indonesia

Sumber: Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

28.080
51.445

420.315

90,6

134.783

94,7

559.651

469.041

83,8

701.973

603.824

86,0

101.052
152.312
34.712

139.017
26.286
41.310

46.022

45.485

898.435
227.588
55.601

133.198
109.130
94.721
43.852
62.110
82.245
52.848
45.945

834.899
307.776
844.054
211.990

57.143
63.773
47.449
37.797

145.986

26.799

21.137

24.285
-

19.619
9.639

4.756.483

45.822
19.073
-

16.764
10.071

4.202.126

672.719

87,1

114.731

89,1

612.511

87,4

105.486

93,6

194.043

80,3

669.518

77,9

560.328
340.200
215.146
573.574
102.045
423.929

92.666

150.464
451.544

82,6

3.329.829

2.717.658

93,9

2.473.597

1.989.013

1.993.754

99,5

179.340

98,8

856.002

93,1

76,9

39.613

254.822

87,4

72.849

94.676

405.915

98,4

100,9

110.305

697.034

81,5

56.116

157.743
53.303

%
(11)

463.920

135.800

309.289

(10)

91,6

174.263

1.011.320

(9)

325.237

65.123

159.072

%
(8)

355.084

74.498
38.939

(7)

87,4

193.875

174.920

(6)

Vitamin A Balita 6-59 Bulan


Jumlah Balita 6Dapat Vitamin A
59 Bulan

95.078

237.762
102.654

Jumlah Anak
Dapat Vitamin A
Balita 12-59 Bulan

194.304
366.163

82,8

327.847

86,8

390.736
138.575

90,3

289.109

92,0

435.639

77,5

140.103

89,8

143.756

82,3

602.663

92,5

200.444

86,0

78.628

78,5

96.258

78,9

85,4

104,5
88,3

76.791
57.705

17.012.757

1.963.180

177.360
726.669
185.768
352.282
277.502
312.964
114.944
250.019
267.552
124.756
118.373
524.405
163.570

64.043
77.012
-

61.007
24.071

14.196.322

80,4
83,8
84,4
85,3
88,9
69,2
87,8
77,5
67,4

934.796
508.569
329.320
847.639
153.670
771.583
133.566
245.488
843.781

754.203
441.252
280.269
725.886
136.757
562.946
118.952
191.774
587.344

81,6

4.341.149

3.552.557

80,4

3.372.032

2.833.067

98,5
98,9
84,9
95,6
96,2
84,6
80,1
82,9
95,9
61,4
89,0
82,3
87,0
81,6
81,5
80,0
-

79,4
41,7
0,0

83,4

2.303.043
225.362

1.083.590
249.905
499.361
436.977
485.457
182.427
351.219
517.884
192.951
189.701
760.406
253.747
102.913
123.057

2.270.956
222.845
938.659
241.884
462.587
372.178
385.813
154.557
307.162
331.325
172.205
156.170
670.391
209.392
83.116
98.149

274.230

172.531

200.598

92.116

96.410
67.344

22.244.068

77.771
34.142

18.663.095

80,7
86,8
85,1
85,6
89,0
73,0
89,1
78,1
69,6
81,8
98,6
98,9
84,0
86,6
96,8
92,6
85,2
79,5
84,7
87,5
64,0
89,2
82,3
88,2
82,5
80,8
79,8
62,9
80,7
50,7
45,9

83,9

Lampiran 5.32
PERSENTASE ANAK UMUR 6-59 BULAN YANG MENERIMA KAPSUL VITAMIN A
SELAMA ENAM BULAN TERAKHIR MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Menerima kapsul vitamin A (%)


(3)

73,8
52,3
70,9
60,8
74,5
66,0
73,8
73,6
69,2
68,8
74,5
81,6
84,0
84,4
83,4
74,1
76,0
89,2
72,0
67,5
65,4
72,9
80,3
80,9
69,3
67,9
73,3
83,4
59,6
64,8
64,6
64,4
53,1

75,5

Lampiran 5.33
CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI 0-6 BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
16
13
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Bayi 0-6 Bulan

Eksklusif

(2)

(3)

(4)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

67.381
68.909
33.623
98.455
31.747
91.256
26.363
103.360
17.294
12.420
27.264
579.593
294.312
13.669
352.603
111.292
30.210
93.782
68.130
51.584
17.755
19.005
19.105
18.597
14.531
78.815
21.628
7.310
33.416
13.224
5.103
11.611
50.138
2.483.485

Sumber: Ditjen. Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014 (06 Februari 2014)

32.856
28.434
23.168
55.039
16.292
58.330
19.639
61.402
8.778
6.530
17.103
195.045
171.780
9.288
249.745
53.289
20.934
74.786
50.669
24.411
7.702
11.161
11.249
6.448
9.051
52.425
12.115
3.953
22.051
3.334
3.202
6.212
23.128
1.349.549

Persentase Mendapat ASI Eksklusif


(5)

48,8
41,3
68,9
55,9
51,3
63,9
74,5
59,4
50,8
52,6
62,7
33,7
58,4
67,9
70,8
47,9
69,3
79,7
74,4
47,3
43,4
58,7
58,9
34,7
62,3
66,5
56,0
54,1
66,0
25,2
62,7
53,5
46,1
54,3

Lampiran 5.34
CAKUPAN BALITA DITIMBANG
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

Jumlah Balita

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

462.762
1.390.962
482.641
688.164
295.262
806.088
154.235
790.492
133.444
235.205
832.437
4.279.221
2.543.956
208.857
3.000.292
862.394
227.931
468.869
463.474
453.838
163.512
345.502
329.207
168.996
429.540
748.425
219.000
98.451
115.972
204.300
113.531
68.107
339.964

22.125.031

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014 (03 Februari 2014)

Balita Ditimbang (D/S)


Jumlah
(4)

407.942
1.149.210
419.070
443.987
246.114
634.886
128.276
646.733
94.273
187.334
452.559
3.444.689
2.275.054
171.128
2.651.031
748.920
192.227
399.965
364.108
286.722
112.665
259.571
215.188
142.382
325.749
604.074
180.941
87.055
97.428
150.139
77.096
38.478
132.067

17.767.061

Cakupan (%)
(5)

88,15
82,62
86,83
64,52
83,35
78,76
83,17
81,81
70,65
79,65
54,37
80,50
89,43
81,94
88,36
86,84
84,34
85,30
78,56
63,18
68,90
75,13
65,37
84,25
75,84
80,71
82,62
88,42
84,01
73,49
67,91
56,50
38,85

80,30

Lampiran 5.35
KASUS GIZI BURUK PADA BALITA DITEMUKAN DAN MENDAPAT PERAWATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Kasus Gizi Buruk Mendapat Perawatan
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Kasus Gizi Buruk Ditemukan

Kasus Gizi Buruk Dirawat

(3)

(4)

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014 (Update: 03 Februari 2014)

807
3.088
747
119
184
201
135
175
114
223
1.254
4.898
5.540
397
7.965
3.102
96
591
4.038
310
63
132
392
75
310
317
340
587
246
223
328
1.379
2.379

40.755

807
3.088
747
119
184
201
135
175
114
223
1.254
4.898
5.540
397
7.965
3.102
96
591
4.038
310
63
132
392
75
310
317
340
587
246
223
328
1.379
2.379

40.755

%
(5)

100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

100

Lampiran 5.36
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 2 PUSKESMAS MAMPU TATALAKSANA KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

Provinsi

Jumlah Puskesmas dengan Tatalaksana


Kasus Kekerasasan terhadap Anak

Jumlah Kabupaten/Kota dengan


Minimal 2 Puskesmas Mampu
Tatalaksana Kasus Kekerasasan
terhadap Anak

Persentase Kabupaten/Kota dengan


Minimal 2 Puskesmas Mampu
Tatalaksana Kasus Kekerasasan
terhadap Anak

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

No

Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

38
130
47
22
33
33
29
35
20
22
12
108
141
28
145
104
18
20
96
91
17
26
37
41
22
18
28
10
8
74
14
40
19

1.526

18
13
15
11
11
15
6
13
7
4
6
23
30
5
22
8
9
10
19
10
3
13
14
15
9
18
12
5
3
11
5
11
5

379

78,26
81,82
78,95
91,67
100,00
100,00
60,00
92,86
100,00
57,14
100,00
88,46
85,71
100,00
52,63
100,00
100,00
100,00
90,48
71,43
21,43
100,00
100,00
100,00
81,82
75,00
100,00
83,33
60,00
100,00
55,56
100,00
17,24

76,26

Lampiran 5.37
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA
DENGAN MINIMAL 4 PUSKESMAS MAMPU LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Jumlah
Kabupaten/Kota

Jumlah Puskesmas
Mampu PKPR

Jumlah
Kabupaten/Kota
dengan PKPR

Persentase
Kabupaten/Kota
dengan PKPR

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

23
33
19
12
11
15
10
14
7
7
6
26
35
5
38
8
9
10
21
14
14
13
14
15
11
24
12
6
5
11
9
11
29
497

114
241
89
80
54
122
47
53
32
26
22
459
231
76
273
189
50
40
150
124
18
52
55
77
41
81
48
23
29
93
22
41
25
3.077

23
33
19
9
10
15
8
9
6
5
5
23
31
5
37
8
9
10
19
13
1
13
10
13
9
15
12
6
5
7
4
9
5
406

100,00
100,00
100,00
75,00
90,91
100,00
80,00
64,29
85,71
71,43
83,33
88,46
88,57
100,00
92,11
100,00
100,00
100,00
90,48
92,86
7,14
100,00
71,43
80,00
81,82
62,50
100,00
83,33
100,00
63,64
44,44
81,82
17,24
81,69

Lampiran 5.38
JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKUKAN PEMBINAAN KESEHATAN ANAK
DI PANTI ANAK TERLANTAR MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Puskesmas Memiliki
Panti Anak Terlantar

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

83
28
68
51
48
63
22
57
11
19
33
100
25
28
415
19
27
85
90
54
25
44
37
23
11
140
48
16
15
20
17
2
27

1.751

Puskesmas Membina Panti Anak Terlantar


Jumlah

Persentase (%)

(4)

(5)

2
13
68
31
48
45
13
30
9
19
31
100
25
28
324
19
27
59
17
53
25
44
37
20
11
67
48
16
15
16
10
-

1.270

2,41
46,43
100,00
60,78
100,00
71,43
59,09
52,63
81,82
100,00
93,94
100,00
100,00
100,00
78,07
100,00
100,00
69,41
18,89
98,15
100,00
100,00
100,00
86,96
100,00
47,86
100,00
100,00
100,00
80,00
58,82
,00
,00
72,53

Jumlah Seluruh Panti di


Wilayah Kerja
(6)

111
21
102
68
48
125
28
60
16
52
80
117
33
66
993
23
60
237
180
115
44
84
50
33
18
291
73
22
14
36
21
3
124

3.348

Lampiran 5.39

CAKUPAN SEKOLAH DASAR (SD) YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN SISWA SD/MI KELAS 1
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah SD/MI

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Ditjen Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

3.932
6.305
4.193
3.483
2.646
4.729
1.308
5.294
813
720
3.434
13.924
22.744
2.016
24.283
4.082
2.483
3.690
2.976
4.328
2.528
3.472
2.145
2.155
2.819
6.603
2.369
1.052
1.265
1.644
1.192
751
2.151

147.529

Cakupan SD/MI Melaksanakan Penjaringan Siswa SD/MI Kelas


1
Jumlah

(4)

(5)

2.738
4.109
4.060
3.308
2.354
1.210
1.128
4.304
810
665
3.402
4.410
20.750
2.016
22.771
3.715
2.483
3.385
530
2.048
1.208
2.067
1.580
1.816
1.539
5.562
2.066
952
554
225
577
312
384

109.038

70
65
97
95
89
26
86
81
100
92
99
32
91
100
94
91
100
92
18
47
48
60
74
84
55
84
87
90
44
14
48
42
18

74

Lampiran 5.40
PUSKESMAS MEMBINA LAPAS/RUTAN ANAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No

Provinsi

(1)

(2)

Kabupaten/Kota

Puskesmas

(3)

Lapas/Rutan Anak

(4)

(5)

1 Aceh

Kota Banda Aceh

Puskesmas Lhoknga

Lapas Lhoknga

3 Sumatera Barat

Kab. Lima Puluh Koto

Puskesmas Tanjung Pati

Lapas anak Tanjung Pati

2 Sumatera Utara
4 Riau

5 Jambi

6 Sumatera Selatan
7 Bengkulu
8 Lampung

9 Kepulauan Riau

10 DKI Jakarta
11 Jawa Barat

12 Jawa Tengah
13 Jawa Timur
14 Banten
15 Bali

16 Nusa Tenggara Barat

17 Nusa Tenggara Timur


18 Kalimantan Barat

19 Kalimantan Selatan
20 Sulawesi Utara

21 Sulawesi Selatan

Kota Medan

Puskesmas Helvetia

Kota Pekanbaru

Puskesmas Harapan Raya

Kab. Batang hari

Puskesmas Muara Bulian

Kab Rejang Lebong

Puskesmas Curup

Kota Palembang

Lapas Anak Muara Bulian


Lapas anak Palembang
Lapas Rejang Lebong

Puskesmas Kotabumi

Kota Batam

Lapas anak Kotabumi

Puskesmas Sei Lekop

Jakarta Timur

Lapas Barelang

Puskesmas Duren Sawit

Kota Bandung

Rutan Pondok Bambu

Puskesmas Ibrahim

Kabupaten Purworejo

Rutan Kebon Waru

Puskesmas Kutoarjo

Kota Blitar

Lapas anak Kutoarjo

Puskesmas Sananwetan

Kota Tangerang

Lapas Anak Blitar

Puskesmas Tanah Tinggi

Kab. Karang Asem

Lapas Anak Banten

Puskesmas Karang Asem

Kab Lombok Tengah

Lapas Anak Gianyar

Puskesmas Aik Darek

Kota Kupang

Lapas Anak Mataram

Puskesmas Oesapa

Kab. Kubu Raya

Lapas Anak Kupang

Puskesmas Sui Dalam

Kab. Banjar

Lapas Anak Sungai Raya

Puskesmas Pelambuan

Kota Tomohon

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

Lapas Anak Riau

Puskesmas Pakjo

Kab. Lampung Utara

Kota Pare-Pare

Lapas anak Medan

Lapas Anak Martapura

Puskesmas Matani
-

Puskesmas Lompoe

Lapas Anak Tomohon


-

Lapas Anak Pare Pare

Lampiran 5.41
PUSKESMAS MEMBINA KESEHATAN ANAK PENYANDANG CACAT
MELALUI PROGRAM UKS DI SEKOLAH LUAR BIASA SAMPAI DENGAN TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah Kabupaten/Kota Membina


Kesehatan Anak Penyandang Cacat
melalui program UKS di SLB

Jumlah Puskesmas Membina


Kesehatan Anak Penyandang Cacat
melalui program UKS di SLB

(1)

(2)

(3)

(4)

1 Sumatera Utara
2 Sumatera Barat
3 Riau

4 Jambi

5 Sumatera Selatan
6 Lampung

7 Kepulauan Bangka Belitung


8 Kepulauan Riau
9 DKI Jakarta

10 Jawa Barat

11 Jawa Tengah

12 D I Yogyakarta
13 Jawa Timur
14 Banten
15 Bali

18

95

10

11

16

3
2
5

4
2
5

22

144

44

18
38
5

18
38
6

12

10

19 Kalimantan Timur

13

26

21 Sulawesi Selatan

23

28

16 Nusa Tenggara Barat


17 Kalimantan Barat

18 Kalimantan Selatan
20 Sulawesi Utara

22 Gorontalo
Indonesia

Sumber: Ditjen Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, 2014

5
4
1

6
219

8
7
1

8
498

Lampiran 5.42
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U)
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Status Gizi Menurut BB/U
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Gizi Buruk (%)

Gizi Kurang (%)

(3)

7,9
8,3
6,9
9,0
5,7
6,3
6,0
6,9
2,8
4,0
2,8
4,4
4,1
4,0
4,9
4,3
3,0
6,3
11,5
10,3
6,6
8,2
3,9
3,7
6,6
6,6
8,0
6,9
7,0
10,5
9,2
11,9
9,2
5,7

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Gizi Baik (%)

Gizi Lebih (%)

(4)

(5)

(6)

18,4
14,1
14,3
13,5
14,0
12,0
12,7
11,9
12,3
11,6
11,2
11,3
13,5
12,2
14,2
12,9
10,2
19,4
21,5
16,2
16,7
19,2
12,7
12,8
17,5
19,0
15,9
19,2
22,1
17,8
15,7
19,0
12,6
13,9

70,7
72,8
76,0
70,8
75,6
74,5
73,3
73,7
80,4
81,7
78,5
79,9
78,9
80,3
76,7
78,1
81,4
71,5
64,4
68,5
72,3
69,2
77,6
79,0
73,5
71,5
72,2
70,9
66,9
67,2
71,7
66,2
71,9
75,9

2,9
4,8
2,8
6,7
4,8
7,2
8,0
7,6
4,6
2,6
7,5
4,3
3,5
3,5
4,1
4,7
5,5
2,8
2,5
5,0
4,4
3,4
5,8
4,5
2,5
2,9
3,9
3,0
4,0
4,5
3,4
2,9
6,3
4,5

Lampiran 5.43
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U)
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Status Gizi Menurut TB/U
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Sangat Pendek (%)

Pendek (%)

Normal (%)

(3)

(4)

(5)

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2013

20,1
22,7
18,4
20,0
19,0
19,9
22,5
27,6
12,6
10,0
12,1
16,9
16,8
8,2
16,8
16,4
13,1
20,5
26,2
22,5
18,4
20,4
11,8
17,0
17,7
16,4
21,2
14,7
22,3
20,4
18,3
21,9
25,0
18,0

21,4
19,8
20,8
16,8
18,9
16,8
17,2
15,0
16,1
16,3
15,4
18,4
19,9
19,1
19,0
16,6
19,5
24,7
25,5
16,1
22,9
23,8
15,8
17,8
23,3
24,5
21,4
24,2
25,7
20,2
22,8
22,8
15,1
19,2

58,5
57,5
60,8
63,2
62,1
63,3
60,3
57,4
71,3
73,7
72,5
64,7
63,2
72,8
64,2
67,0
67,5
54,7
48,3
61,4
58,7
55,8
72,5
65,2
58,9
59,1
57,4
61,1
52,0
59,4
59,0
55,4
59,9
62,8

Lampiran 5.44
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN (BB/TB)
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Status Gizi Menurut BB/TB
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Sangat Kurus (%)

Kurus (%)

Normal (%)

Gemuk (%)

(3)

(4)

(5)

(6)

6,1
7,5
5,2
6,9
5,8
5,9
6,9
5,6
4,0
6,0
4,4
5,0
4,5
4,7
4,4
6,5
3,4
5,2
7,4
10,4
5,4
4,5
3,9
3,4
3,6
3,8
5,9
5,6
4,6
6,1
3,9
6,2
8,0
5,3

9,6
7,4
7,4
8,7
7,7
6,4
7,9
6,2
6,2
6,3
5,8
5,9
6,6
4,7
7,0
7,3
5,4
6,7
8,1
8,3
7,0
8,3
7,7
6,5
5,8
7,2
5,5
6,1
6,2
10,1
8,3
9,2
6,8
6,8

74,5
72,2
77,3
70,2
73,3
70,9
68,7
66,8
76,1
78,7
78,1
77,3
76,9
80,2
76,9
74,4
78,6
79,7
76,6
68,9
76,7
77,4
75,9
79,6
82,1
82,2
79,0
81,4
81,3
77,4
80,5
77,1
70,2
76,1

9,8
12,8
10,1
14,3
13,1
16,7
16,4
21,4
13,6
8,9
11,7
11,8
12,0
10,3
11,8
11,8
12,6
8,5
8,0
12,5
10,9
9,9
12,6
10,5
8,5
6,8
9,6
6,9
7,9
6,4
7,3
7,5
15,0
11,8

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2013

Lampiran 5.45
PREVALENSI STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR DAN
BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN (TB/U DAN BB/TB) MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Pendek-Kurus
(%)

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

(3)

4,13
3,51
2,23
3,58
3,16
2,24
2,00
2,46
2,40
0,98
1,06
1,98
1,80
1,81
2,45
1,93
1,58
2,96
5,25
3,51
3,31
5,08
2,12
2,25
2,55
3,11
3,44
3,18
2,54
5,60
4,33
5,73
2,71
2,53

Pendek-Normal
(%)
(4)

31,00
30,00
30,18
25,19
25,22
23,73
26,08
26,31
20,79
20,29
20,56
26,35
27,02
22,23
26,55
23,46
24,10
36,88
41,35
27,27
30,73
33,29
19,08
25,94
32,91
34,11
32,58
32,18
40,91
30,34
31,90
33,65
27,03
27,46

Status Gizi Menurut TB/U dan BB/TB


Pendek-Gemuk
Normal-Kurus
(%)
(%)
(5)

6,16
8,34
7,00
7,88
8,27
9,89
9,87
12,60
5,79
4,45
4,49
6,65
7,28
2,89
6,18
6,84
6,18
5,32
5,93
7,50
7,42
5,42
5,31
5,98
5,35
3,54
6,66
3,65
4,47
4,13
4,95
5,25
9,80
6,70

(6)

11,54
11,41
10,36
11,97
10,42
10,13
12,84
9,38
7,84
11,33
9,13
8,91
9,30
7,67
8,95
11,85
7,25
8,91
10,19
15,15
9,06
7,68
9,41
7,67
6,82
7,89
7,98
8,52
8,26
10,58
7,83
9,70
12,10
9,59

Normal-Normal
(%)
(7)

43,48
42,22
47,09
44,97
48,05
47,18
42,66
40,45
55,36
58,46
57,57
50,93
49,85
57,99
50,30
50,91
54,46
42,77
35,24
41,61
45,98
44,09
56,84
53,67
49,23
48,06
46,42
49,26
40,41
47,08
48,62
43,44
43,18
48,66

Normal-Gemuk
(%)
(8)

3,69
4,51
3,13
6,41
4,88
6,83
6,55
8,79
7,83
4,49
7,18
5,18
4,75
7,41
5,57
5,00
6,42
3,15
2,04
4,96
3,51
4,43
7,25
4,48
3,14
3,29
2,92
3,21
3,41
2,27
2,37
2,23
5,19
5,06

Lampiran 5.46
PREVALENSI STATUS GIZI PENDUDUK DEWASA (>18 TAHUN)
BERDASARKAN KATEGORI INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN PROVINSI, RISKESDAS 2013
Kategori IMT
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Kurus (%)

Normal (%)

BB Lebih (%)

Obese (%)

(3)

(4)

(5)

(6)

11,07
6,46
11,84
8,89
10,42
11,08
8,77
8,41
9,20
8,58
9,28
10,97
12,22
15,15
11,97
12,46
8,70
15,05
19,50
9,93
11,45
15,10
7,87
5,56
10,46
12,74
10,31
8,59
11,59
12,11
7,73
8,14
6,98
11,09

61,08
62,47
64,62
65,39
66,84
68,14
67,53
73,08
60,34
60,94
55,85
62,09
64,20
58,26
59,97
62,72
62,56
65,48
67,54
69,91
65,53
60,22
56,75
53,90
61,42
63,05
66,30
56,74
67,61
62,94
61,66
61,39
63,40
62,68

11,57
12,97
10,08
12,05
10,42
9,86
10,84
9,80
12,50
12,30
14,03
11,75
10,77
10,82
11,69
11,18
13,27
9,24
6,72
9,72
10,79
10,67
14,78
16,47
11,75
10,65
10,99
13,69
10,63
10,89
12,30
12,42
13,77
11,48

16,28
18,09
13,46
13,68
12,32
10,92
12,86
8,72
17,96
18,18
20,84
15,19
12,81
15,76
16,36
13,64
15,46
10,23
6,23
10,45
12,23
14,01
20,61
24,07
16,37
13,56
12,40
20,98
10,16
14,06
18,30
18,04
15,86
14,76

Lampiran 6.1
JUMLAH KASUS BARU TB PARU BTA POSITIF
MENURUT JENIS KELAMIN DAN PROVINSI TAHUN 2013
Jenis Kelamin
No

Laki-laki

Provinsi
Jumlah

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

(3)

2.226
11.302
3.156
2.250
1.922
3.609
1.080
3.953
638
850
5.264
19.286
11.472
728
13.329
4.807
891
2.505
2.395
2.987
915
2.093
1.649
3.148
1.645
5.270
2.446
1.104
756
1.277
650
401
1.440
117.444

Perempuan
%

Jumlah

(4)

(5)

65,0
66,8
65,6
64,0
61,6
61,8
63,4
61,7
65,1
59,5
61,0
57,6
56,1
57,0
56,2
60,2
60,4
60,5
55,7
65,6
63,3
61,1
63,5
60,8
60,8
59,0
58,1
60,5
59,5
57,0
62,0
54,5
56,1
59,8

1.198
5.628
1.654
1.263
1.198
2.229
623
2.458
342
579
3.363
14.174
8.974
550
10.374
3.178
584
1.637
1.908
1.568
531
1.331
946
2.027
1.060
3.662
1.764
721
514
965
399
335
1.129
78.866

%
(6)

35,0
33,2
34,4
36,0
38,4
38,2
36,6
38,3
34,9
40,5
39,0
42,4
43,9
43,0
43,8
39,8
39,6
39,5
44,3
34,4
36,7
38,9
36,5
39,2
39,2
41,0
41,9
39,5
40,5
43,0
38,0
45,5
43,9
40,2

Laki-laki+ Perempuan
(7)

3.424
16.930
4.810
3.513
3.120
5.838
1.703
6.411
980
1.429
8.627
33.460
20.446
1.278
23.703
7.985
1.475
4.142
4.303
4.555
1.446
3.424
2.595
5.175
2.705
8.932
4.210
1.825
1.270
2.242
1.049
736
2.569
196.310

Lampiran 6.2
JUMLAH KASUS BARU TB PARU BTA POSITIF
MENURUT KELOMPOK UMUR, JENIS KELAMIN DAN PROVINSI TAHUN 2013

No

0 - 14

Provinsi

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Aceh

16

Riau

14

3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kep. Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara

Keterangan: L = Laki-laki

P = Perempuan

232

485

236

Total
P

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

420

199

180

367

134

108

1.301

2.333

1.203

2.607

1.130

1.972

21

236

209

386

265

379

246

384

243

344

19
20
8

20
2
5

24

22
11
10
11
20
2

10
19

430

320

295

253

446

335

113

83

397

377

82

69

133

144

984

81

109

1.499

1.824

18

18

15
2

19
31
6

10
10
21
11
11
6

12
2

23
5

26
38
5

15
6

27
13
17
15
7
6

14

18

45

43

12
7

765

1.590

1.798

136
866

723

124

101

302

257

328

399

329

225

95

101

248

201

214

187

427

309

189

187

660

677

296

310

153

136

95

109

207

180

113
92

428

16.747

86

390

15.658

16,51%

T = Jumlah laki-laki dan Perempuan

91

481

194

146

759

560

151

80

250

133

3.418

326

777

131

3.502

348

535

1.376

118
72

682

808

83

0,72%

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

419

2.260

642

Indonesia

250

(12)

1.009

Papua

450

(11)

1.482

11

Papua Barat

211

(10)

55 - 64

43

Jawa Timur

256

(9)

198

1.975

1.254

829

184

153

469

342

502

386

571

316

184

116

373

255

356

209

539

388

329

225

994
456
225
165
256
149
124
433

24.600

120
361

17.410

21,40%

667

291

422

220

714

469

227

121

736

480

113

57

121

70

970

639

616

270
168

644

335

229

85

766

391

88

45

101

42

633

297

1.922

60

23

95

431
58

52

2.826

1.738

1.213

972

603

177

119

440

306

358

328

618

334

199

101

448

310

341

223

581

435

337

229

458
228
124
66

253

22.645

52

171

15.468

19,41%

303

614

320

205

111

460

297

344

175

668

372

334

153

82

326

432

105
181

81

515

1.067

139

560

159

732
313

218

829

194
728

517

322

223

135
86

270

175

103
58

176

23.346

61
31

103

14.726

19,39%

72

658

342

137

68

548

293

437

277

576

254

161

76

393

193

260

109

579

326

284

143

994

599

508

307

197

123

132

78

184
104
45
85

20.441

213
108
213

49

20

28

46
14

9.023

6,65%

579

3.363

6.411
980

1.429
8.627

23.703

2.505

1.637

98
57
95
81
21
37

97

59

5.264

342

1.703

10.374

205
76

850

2.458

5.838

13.329

170

507

638

623

3.513

561

481

333
161

3.953

3.120

2.229

4.810

33.460

60

124

1.080

1.198

1.654

14.174

161

65

3.609

16.930

19.286

189

248

3.156

3.424

5.628

549

319

118

10.798

15,91%

1.025

132
52

17

85

2.225

1.275

116

163
104

3.057

2.178

45

183

1.942

82

52

143

2.348

1.684

113

294

1.235

133

1.263

58

1.568

2.298

2.250

172

291

2.859

91

1.198

11.302

2.399

1.719

2.226

212

3.348

2.087

65

603

2.829

150

90

98

604

730

3.740

103
200

66

182

1.037

144

467

142

657
400

132

844

121

2.305

456

214

119

1.945

267

714

1.094

3.293

290

509

829

4.519
2.260

514

65

45

34

DI Yogyakarta

Kelompok Umur (Tahun)


35 - 44
45 - 54
L
P
L
P

25 - 34

L
1
2

15 - 24

69

252
37
27
79
16
6

12

4.041

11.472
728

4.807
891

2.395
2.987
915

2.093
1.649
3.148
1.645
5.270
2.446
1.104
756

1.277
650
401

1.440

117.444

8.974
550

3.178
584

1.908
1.568
531

1.331
946

2.027
1.060
3.662
1.764
721
514
965
399
335

1.129

78.866

20.446
1.278
7.985
1.475
4.142
4.303
4.555
1.446
3.424
2.595
5.175
2.705
8.932
4.210
1.825
1.270
2.242
1.049
736

2.569

196.310

Lampiran 6.3
HASIL CAKUPAN PENEMUAN KASUS PENYAKIT TB PARU
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Cakupan Penemuan
No

(1)
1 Aceh

(2)

Sumatera Utara

Jambi

3
4
6
7
8
9

Semua Kasus

Provinsi

Sumatera Barat
Riau

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kep. Bangka Belitung

10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat

13 Jawa Tengah

14 DI Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali

18 Nusa Tenggara Barat

19 Nusa Tenggara Timur


20 Kalimantan Barat

21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Sulawesi Utara

25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan

27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat
30 Maluku

31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua

Indonesia

Case Detection Rate

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Laki-laki

Perempuan

(3)

(4)

2.676

1.485

3.305

1.942

14.545

4.455
2.129
5.280
1.445
5.055

968

1.931

BTA Positif
Laki-laki +
Perempuan
(5)
4.161

3.314
3.583
1.606
3.069
2.750
3.402
2.190
7.206
2.557
1.244

858

3.422

837

3.286

597

1.299

27.293
17.869
19.263

5.851
1.229
2.653
2.676
1.917

950

2.015
1.744
2.204
1.402

8.702
2.282
8.341
1.565
3.230

3.669
189.974

3.166
137.120

1.170

620
962

3.953

638
850

5.264

3.120

115,5

103,5

105,7

81,3

2.229

623

2.458

342
579

3.363

4.810
3.513
5.838
1.703
6.411

980

1.429
8.627

10.374

23.703

2.505

1.637

13.833

3.027
6.378
5.990
5.500
2.556
5.084
4.494
5.606
3.592
4.424
2.057
3.968
1.548
2.132

6.835
327.094

728

4.807

891

2.395
2.987

915

2.093
1.649
3.148
1.645
5.270
2.446
1.104

756

1.277

650
401

1.440
117.444

73,9

1.198

1.654

13.329

11.472

(10)

89,8

120,5

42.381

39.704

(9)
156,3

33.460

1.446

1.734

1.080

BTA Positif

16.930

14.174

588

813

3.609

Semua Kasus

5.628

19.286

12.211

1.867

3.156

3.424

61.721

5.005

2.234

928

1.263

1.922

5.247

2.679

3.725

2.250

3.482

6.873

1.208

1.798

1.198

1.353

2.418

1.471
7.982

(7)

2.226

11.302

24.091

23.118

(6)

21.954

10.043

21.835

Perempuan

7.409

14.048
34.428

Laki-laki

Case Notification Rate (CNR)


Laki-laki +
Perempuan
(8)

8.974

550

3.178

584

1.908
1.568

531

1.331

946

2.027
1.060
3.662
1.764

721
514
965
399
335

1.129
78.866

20.446

1.278
7.985
1.475
4.142
4.303
4.555
1.446
3.424
2.595
5.175
2.705
8.932
4.210
1.825
1.270
2.242
1.049

736

2.569
196.310
80,99%

135,2

91,0

114,3
129,4
130,6
180,9
254,1
141,0
117,7

73,8

111,6
131,5

82,3

135,6
120,8
119,8
116,5
137,8
130,4

94,6
60,9
76,7
96,5
81,8
80,0
91,0
76,4
60,6
35,2
62,4
75,9
40,1
88,1
86,8
99,2
65,9
92,8
75,3

242,9

224,2

193,3

183,9

135,8
147,0
199,9
130,4
280,5
149,2
267,0

302,3
135,0

102,3
107,5
177,3
114,5
158,5
101,1

92,2

113,6
81,0

Lampiran 6.4
PREVALENSI TB PARU BERDASARKAN DIAGNOSIS DAN GEJALA TB PARU
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Gejala TB paru (%)

No

Provinsi

Diagnosis TB
(%)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

0,3
0,2
0,2
0,1
0,2
0,2
0,2
0,1
0,3
0,2
0,6
0,7
0,4
0,3
0,2
0,4
0,1
0,3
0,3
0,2
0,3
0,3
0,2
0,3
0,2
0,3
0,2
0,5
0,3
0,3
0,2
0,4
0,6
0,4

4,2
3,8
3,2
1,8
2,7
3,2
3,2
2,5
3,8
2,3
4,2
3,3
3,8
4,9
5,0
2,7
4,0
4,4
8,8
2,8
3,2
4,4
2,5
4,1
4,9
6,6
4,3
4,6
4,6
3,4
4,7
3,5
5,1
3,9

3,5
2,7
3,0
2,5
2,7
2,8
1,8
2,2
2,2
2,5
1,9
2,8
3,0
0,9
2,4
3,2
2,5
3,8
4,0
3,0
2,8
3,1
1,6
3,7
3,7
3,3
4,4
4,8
3,1
3,8
4,3
2,7
4,5
2,8

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2013

Batuk 2 minggu

Batuk darah

Lampiran 6.5
CAKUPAN TB PARU BTA POSITIF SEMBUH, PENGOBATAN LENGKAP
DAN ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN (SUCCESS RATE) MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Sembuh
No

Provinsi

(1)

(2)

Kasus BTA Positif*

Jumlah

(3)

(4)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014
Keterangan: *kohort tahun 2012
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

2.712
18.095
4.618
3.066
2.938
5.272
1.498
6.166
1.062
1.219
8.878
34.194
20.266
1.220
25.461
8.707
1.430
3.834
4.134
2.847
1.382
3.378
2.618
4.942
2.856
9.394
3.672
1.645
1.381
2.260
1.028
589
2.091
194.853

2.381
16.474
3.819
2.180
2.491
4.518
1.290
5.381
907
627
5.919
28.825
16.440
957
21.771
7.347
1.073
3.096
3.553
2.630
911
3.017
1.978
4.389
2.427
7.880
3.157
1.344
1.128
1.542
429
292
1.192
161.365

Pengobatan Lengkap

Keberhasilan Pengobatan

Jumlah

Jumlah

(5)

(6)

(7)

(8)

87,8
91,0
82,7
71,1
84,8
85,7
86,1
87,3
85,4
51,4
66,7
84,3
81,1
78,4
85,5
84,4
75,0
80,8
85,9
92,4
65,9
89,3
75,6
88,8
85,0
83,9
86,0
81,7
81,7
68,2
41,7
49,6
57,0
82,8

119
635
296
320
159
469
136
361
19
271
1.281
2.628
1.373
67
1.493
922
169
406
268
54
311
141
219
245
243
388
317
222
100
427
381
120
404
14.964

4,4
3,5
6,4
10,4
5,4
8,9
9,1
5,9
1,8
22,2
14,4
7,7
6,8
5,5
5,9
10,6
11,8
10,6
6,5
1,9
22,5
4,2
8,4
5,0
8,5
4,1
8,6
13,5
7,2
18,9
37,1
20,4
19,3
7,7

2.500
17.109
4.115
2.500
2.650
4.987
1.426
5.742
926
898
7.200
31.453
17.813
1.024
23.264
8.269
1.242
3.502
3.821
2.684
1.222
3.158
2.197
4.634
2.670
8.268
3.474
1.566
1.228
1.969
810
412
1.596
176.329

Success Rate/ Angka


Keberhasilan
Pengobatan
(9)

92,2
94,6
89,1
81,5
90,2
94,6
95,2
93,1
87,2
73,7
81,1
92,0
87,9
83,9
91,4
95,0
86,9
91,3
92,4
94,3
88,4
93,5
83,9
93,8
93,5
88,0
94,6
95,2
88,9
87,1
78,8
69,9
76,3
90,5

Lampiran 6.6
JUMLAH KASUS BARU AIDS DAN KASUS KUMULATIF AIDS
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Jumlah Kasus
Kumulatif

Jumlah Kasus Baru


2011

2012

2013

1987-2013

(3)

(4)

(5)

(6)

32
30
130
118
47
41
18
11
34
31
1.332
480
546
34
1.261
188
567
81
41
160
20
65
91
133
21
212
66
8
3
42
76
1.367

7.286

27
260
120
130
62
62
6
137
28
99
1.187
184
798
243
1.276
208
650
123
44
89
7
80
34
144
43
213
56
14
3
117
38
17
2.111

8.610

47
150
163
79
5
94
59
7
640
33
524
134
1.038
188
641
77
76
11
72
146
81
250
51
14
3
125
42
9
849

5.608

165
1.301
952
992
437
322
160
423
303
382
7.477
4.131
3.339
916
8.725
1.042
3.985
456
496
1.699
97
334
332
798
190
1.703
212
68
6
437
165
187
10.116

52.348

Lampiran 6.7
JUMLAH KASUS BARU INFEKSI HIV
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 - 2013
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Jumlah infeksi HIV


2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

31
1.251
132
439
105
265
33
295
103
674
4.012
1.429
1.057
310
2.715
433
1.557
132
352
499
68
83
429
222
37
611
49
11
5
440
46
356
2.850

21.031

26
1.337
133
314
203
230
40
335
132
792
3.926
1.416
1.110
272
2.912
395
1.737
110
242
465
46
88
392
212
86
524
71
8
7
295
92
535
3.028

21.511

46
1.603
222
412
208
262
79
189
97
926
5.865
3.041
2.322
489
3.391
502
1.690
170
259
525
57
174
467
264
147
792
100
26
0
236
54
448
3.974

29.037

Lampiran 6.8
JUMLAH DAN PERSENTASE KASUS AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIKAN (IDU)
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN DESEMBER 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Jumlah Kasus Baru


AIDS

Jumlah Kasus Baru


AIDS pada IDU

(2)

(3)

(4)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

47
150
163
79
5
94
59
7
640
33
524
134
1.038
188
641
77
76
11
72
146
81
250
51
14
3
125
42
9
849
5.608

3
0
15
14
19
0
0
13
3
0
171
2
8
2
74
55
4
0
0
0
0
1
0
5
4
77
0
0
0
0
5
0
0
475

Jumlah
Persentase
Persentase Kasus
Jumlah
Kasus Kumulatif AIDS Kasus Kumulatif AIDS
Baru AIDS pada IDU Kasus Kumulatif AIDS
pada IDU
pada IDU
(5)

(6)

6,4

10,0
8,6
24,1
0,0
13,8
5,1
0,0
26,7
6,1
1,5
1,5
7,1
29,3
0,6
0,0
0,0
0,0
1,4
3,4
4,9
30,8
0,0
0,0
0,0
0,0
11,9
0,0
0,0
8,5

165
1.301
952
992
437
322
160
423
303
382
7.477
4.131
3.339
916
8.725
1.042
3.985
456
496
1.699
97
334
332
798
190
1.703
212
68
6
437
165
187
10.116
52.348

(7)

32
382
342
163
213
107
70
179
56
28
171
2.493
283
193
1.547
441
421
32
7
283
11
37
39
68
13
652
6
8
1
80
38
5
6
8.407

(8)

19,4
29,4
35,9
16,4
48,7
33,2
43,8
42,3
18,5
7,3
2,3
60,3
8,5
21,1
17,7
42,3
10,6
7,0
1,4
16,7
11,3
11,1
11,7
8,5
6,8
38,3
2,8
11,8
16,7
18,3
23,0
2,7
0,1
16,1

Lampiran 6.9
JUMLAH LAYANAN DAN KUNJUNGAN KONSELING DAN TES HIV
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No

Provinsi

Jumlah
Layanan

Jumlah Klien
Berkunjung

Jumlah Klien Mengikuti


Konseling Sebelum Tes HIV

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
7
2.447
1.941
Sumatera Utara
47
35.329
35.104
Sumatera Barat
17
6.418
6.434
Riau
22
23.763
23.587
Jambi
9
2.751
2.751
Sumatera Selatan
20
23.358
23.441
Bengkulu
7
3.987
4.070
Lampung
10
4.317
4.273
Kepulauan Bangka Belitung
4
1.288
1.288
Kepulauan Riau
11
32.674
28.417
DKI Jakarta
68
97.471
73.095
Jawa Barat
275
115.701
127.915
Jawa Tengah
109
41.925
45.698
DI Yogyakarta
19
4.471
6.588
Jawa Timur
77
44.920
55.626
Banten
35
8.332
9.032
Bali
36
23.221
20.818
Nusa Tenggara Barat
13
11.983
12.781
Nusa Tenggara Timur
14
5.857
5.858
Kalimantan Barat
21
16.404
18.005
Kalimantan Tengah
5
1.202
1.193
Kalimantan Selatan
8
2.719
2.613
Kalimantan Timur
26
18.282
17.951
Sulawesi Utara
12
14.187
13.623
Sulawesi Tengah
7
2.359
2.359
Sulawesi Selatan
19
24.335
24.067
Sulawesi Tenggara
3
6.127
6.324
Gorontalo
1
1.518
1.525
Sulawesi Barat
2
0
0
Maluku
7
2.063
2.055
Maluku Utara
3
746
746
Papua Barat
15
9.534
12.806
Papua
61
91.246
76.217
Indonesia
990
680.935
668.201
Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2014

Jumlah Klien
Menjalani Tes HIV

Jumlah Klien Mengikuti


Konseling Setelah Tes HIV

Jumlah Klien
Positif HIV

% Klien Positif
HIV

(6)

(7)

(8)

(9)

1.926
35.154
6.166
23.747
2.750
23.399
4.070
4.266
1.287
27.711
72.204
127.631
45.788
6.606
55.671
9.050
20.918
12.654
5.819
17.905
1.192
2.614
18.209
13.591
2.334
24.075
6.325
1.532
0
2.059
746
12.469
75.041
664.909

1.894
35.118
6.339
23.745
2.750
23.384
4.062
4.257
1.287
27.693
73.272
125.954
45.424
6.469
55.445
8.962
20.613
12.632
5.908
17.905
1.141
2.665
18.206
13.999
2.334
23.874
6.325
1.529
0
2.043
745
12.449
73.973
662.396

46
1.603
222
412
208
262
79
189
97
926
5.865
3.041
2.322
489
3.391
502
1.690
170
259
525
57
174
467
264
147
792
100
26
0
236
54
448
3.974
29.037

2,4
4,6
3,6
1,7
7,6
1,1
1,9
4,4
7,5
3,3
8,1
2,4
5,1
7,4
6,1
5,5
8,1
1,3
4,5
2,9
4,8
6,7
2,6
1,9
6,3
3,3
1,6
1,7
11,5
7,2
3,6
5,3
4,4

Lampiran 6.10
JUMLAH KASUS PNEUMONIA PADA BALITA
MENURUT PROVINSI DAN KELOMPOK UMUR TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Target
Penemuan
Pneumonia
Balita
(3)

47.258
135.914
49.377
58.136
31.916
76.084
18.159
123.223
13.374
18.580
97.620
438.440
322.978
383.188
111.438
39.694
46.066
46.849
42.771
7.830
36.988
22.640
27.415
83.290
23.252
11.167
11.638
11.071
-

2.336.354

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Realisasi Penemuan Penderita Pneumonia Balita


Pneumonia
< 1 Tahun
(4)

624
6.566
2.546
12.377
1.225
13.995
341
3.140
1.963
581
6.827
58.433
18.457
23.535
10.658
1.088
9.216
638
970
28
3.867
179
3.522
2.223
1.300
1.702
463
107
186.571

Pneumonia Berat

Jumlah

1-4 Tahun

< 1 Tahun

1-4 Tahun

< 1 Tahun

(5)

(6)

(7)

(8)

1.602
8.752
8.382
7.256
4.117
27.488
830
5.972
4.586
1.288
14.283
99.444
34.868
53.623
20.559
2.448
15.152
812
2.121
107
9.208
386
6.954
5.130
3.229
2.499
835
249
342.180

67
89
167
9.946
48
826
30
192
186
176
2.331
3.690
1.303
1.014
417
25
793
143
35
3
156
6
171
122
12
65
18
2
22.033

88
183
231
10.121
70
529
45
216
281
160
1.000
3.272
1.304
1.191
454
35
741
27
51
70
231
3
158
211
41
28
18
4
20.763

691
6.655
2.713
22.323
1.273
14.821
371
3.332
2.149
757
9.158
62.123
19.760
24.549
11.075
1.113
10.009
781
1.005
31
4.023
185
3.693
2.345
1.312
1.767
481
109
208.604

1-4 Tahun
(9)

1.690
8.935
8.613
17.377
4.187
28.017
875
6.188
4.867
1.448
15.283
102.716
36.172
54.814
21.013
2.483
15.893
839
2.172
177
9.439
389
7.112
5.341
3.270
2.527
853
253
362.943

Jumlah

(10)

(11)

2.381
15.590
11.326
39.700
5.460
42.838
1.246
9.520
7.016
2.205
24.441
164.839
55.932
79.363
32.088
3.596
25.902
1.620
3.177
208
13.462
574
10.805
7.686
4.582
4.294
1.334
362
571.547

5,04
11,47
22,94
68,29
17,11
56,30
6,86
7,73
52,46
12
25,04
37,60
17,32
20,71
28,79
9,06
56,23
3,46
7,43
2,66
36,40
3
39,41
9,23
20
38,45
11,46
3,27
24,46

Lampiran 6.11
CASE FATALITY RATE PNEUMONIA PADA BALITA
MENURUT PROVINSI DAN KELOMPOK UMUR TAHUN 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah Kematian Balita Karena


Pneumonia

Penderita Pneumonia

CFR (%)

< 1 Tahun

1-4 Tahun

Jumlah

< 1 Tahun

1-4 Tahun

Jumlah

< 1 Tahun

1-4 Tahun

0-4 Tahun

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

691
6.655
2.713
22.323
1.273
14.821
371
3.332
2.149
757
9.158
62.123
19.760
24.549
11.075
1.113
10.009
781
1.005
31
4.023
185
3.693
2.345
1.312
1.767
481
109
208.604

1.690
8.935
8.613
17.377
4.187
28.017
875
6.188
4.867
1.448
15.283
102.716
36.172
54.814
21.013
2.483
15.893
839
2.172
177
9.439
389
7.112
5.341
3.270
2.527
853
253
362.943

2.381
15.590
11.326
39.700
5.460
42.838
1.246
9.520
7.016
2.205
24.441
164.839
55.932
79.363
32.088
3.596
25.902
1.620
3.177
208
13.462
574
10.805
7.686
4.582
4.294
1.334
362
571.547

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

0
2
29
0
0
1
114
0
5
0
0
5.799
36
6
0
0
20
6
1
0
0
0
2
5
10
2
0
0
6.038

0
0
13
0
0
1
306
0
0
2
0
360
31
2
0
0
8
2
0
0
0
0
2
4
3
1
1
0
736

0
2
42
0
0
2
420
0
5
2
0
6.159
67
8
0
0
28
8
1
0
0
0
4
9
13
3
1
0
6.774

0,00
0,03
1,07
0,00
0,00
0,01
30,73
0,00
0,23
0,00
0,00
9,33
0,18
0,02
0,00
0,00
0,20
0,77
0,10
0,00
0,00
0,00
0,05
0,21
0,76
0,11
0,00
0,00
2,89

0,00
0,00
0,15
0,00
0,00
0,00
34,97
0,00
0,00
0,14
0,00
0,35
0,09
0,00
0,00
0,00
0,05
0,24
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
0,07
0,09
0,04
0,12
0,00
0,20

0,00
0,01
0,37
0,00
0,00
0,00
33,71
0,00
0,07
0,09
0,00
3,74
0,12
0,01
0,00
0,00
0,11
0,49
0,03
0,00
0,00
0,00
0,04
0,12
0,28
0,07
0,07
0,00
1,19

Lampiran 6.12
PERIOD PREVALENCE ISPA, PNEUMONIA, PNEUMONIA BALITA, DAN PREVALENSI PNEUMONIA
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Balitbangkes, Riskesdas 2013

Period prevalence ISPA


(%)
Diagnosis/
Diagnosis
Gejala
(3)

20,1
10,9
16,1
10,9
9,8
11,3
13,0
12,0
9,2
8,9
12,5
13,2
15,7
11,3
15,6
16,4
12,2
13,2
19,2
11,1
14,3
10,6
14,8
13,3
8,9
11,9
13,4
9,5
9,3
13,3
6,9
18,9
17,2
13,8

Period prevalence Pneumonia (%)


Diagnosis

(4)

(5)

30,0
19,9
25,7
17,1
17,0
20,2
20,8
17,8
23,4
19,6
25,2
24,8
26,6
23,3
28,3
25,8
22,6
28,9
41,7
18,2
25,0
26,7
22,7
24,7
23,6
24,9
22,2
23,2
20,9
24,9
17,7
25,9
33,1
25,0

0,4
0,1
0,2
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,3
0,1
0,2
0,1
0,2
0,3
0,2
0,2
0,3
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,5
0,2

Diagnosis/
Gejala
(6)

2,6
1,3
1,2
0,9
0,9
0,9
0,8
0,6
2,4
1,4
2,4
1,9
1,9
1,7
1,7
1,5
1,5
2,2
4,6
1,1
2,0
2,4
1,0
2,3
3,5
2,8
2,2
1,7
3,1
2,3
2,0
1,3
2,6
1,8

Keterangan: Periode prevalence ISPA/Pneumonia/Pneumonia Balita : dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir sebelum wawancara
Prevalensi Pneumonia : dihitung dalam kurun waktu > 1 bulan - 12 bulan terakhir sebelum wawancara

Prevalensi pneumonia
(%)
Diagnosis/
Diagnosis
Gejala
(7)

1,8
1,1
1,4
1,0
1,7
0,9
1,3
1,2
0,9
1,3
1,8
2,0
2,0
1,2
1,3
1,6
0,8
1,5
1,4
1,1
1,4
1,1
1,2
1,9
1,5
1,7
1,5
1,2
1,0
1,4
0,8
2,0
2,9
1,6

(8)

5,4
3,2
3,1
2,1
3,1
2,4
2,7
2,3
4,3
3,2
5,9
4,9
5,0
4,6
4,2
3,8
3,1
5,1
10,3
2,7
4,4
4,8
3,0
5,7
7,2
6,8
5,2
4,1
6,1
4,9
4,5
4,2
8,2
4,5

Period Prevalence Pneumonia


Balita (permil)
Diagnosis/
Diagnosis
Gejala
(9)

6,1
1,0
3,4
1,7
0,0
0,8
0,0
0,0
4,1
0,0
2,9
3,5
2,8
3,2
2,0
2,2
1,6
4,1
2,0
2,1
5,8
0,7
2,0
4,3
0,9
1,0
3,2
2,7
0,0
1,5
0,0
2,8
4,2
2,4

(10)

35,6
12,4
10,2
8,3
9,8
10,8
8,8
7,7
34,8
22,0
19,6
18,5
19,0
27,8
15,8
19,3
8,6
20,3
38,5
15,5
32,7
25,0
6,6
23,2
29,9
30,3
29,0
10,7
34,8
27,9
18,7
14,1
21,2
18,5

Lampiran 6.13
INSIDEN DIARE, INSIDEN DIARE PADA BALITA SERTA PERIOD PREVALENCE DIARE
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Balitbangkes, Riskesdas 2013

Insiden Diare
(%)

Insiden Diare Balita


(%)

Period Prevalence Diare


(%)

Diagnosis

Gejala

Diagnosis

Gejala

Diagnosis

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

4,1
2,1
2,3
1,6
1,4
1,3
1,6
1,3
1,2
1,1
2,5
2,5
2,3
1,7
2,3
2,4
1,9
2,6
2,6
1,3
1,8
1,7
1,5
1,8
2,2
2,8
2,0
2,1
2,5
1,8
0,9
1,7
4,1

5,0
3,3
3,1
2,3
1,9
2,0
2,0
1,6
1,9
1,7
4,3
3,9
3,3
3,1
3,8
3,5
2,8
4,1
4,3
1,9
2,6
3,3
2,4
3,0
4,4
5,2
3,4
3,6
4,7
2,9
1,8
2,2
6,3

9,0
4,9
5,6
4,1
3,5
3,9
5,3
3,5
3,5
3,0
6,7
6,1
5,4
3,9
5,1
6,3
4,0
5,3
4,6
3,5
4,4
3,9
2,6
2,9
3,8
5,3
3,9
4,5
4,5
4,6
2,5
5,1
6,8

10,2
6,7
7,1
5,2
4,1
4,8
6,3
3,9
3,9
3,7
8,9
7,9
6,5
5,0
6,6
8,0
5,0
6,6
6,7
4,4
5,5
5,6
3,3
4,2
6,8
8,1
5,9
5,9
7,2
6,6
4,6
5,6
9,6

7,4
4,3
4,8
3,5
3,5
2,9
3,8
2,9
2,1
2,3
5,0
4,9
4,7
3,8
4,7
4,3
3,6
5,3
6,3
2,8
3,7
3,2
3,4
4,1
4,5
5,6
4,1
4,3
5,3
3,7
2,6
3,9
8,7

9,3
6,7
6,6
5,4
4,8
4,5
5,2
3,7
3,4
3,5
8,6
7,5
6,7
6,6
7,4
6,4
5,5
8,5
10,9
3,9
5,4
6,3
5,3
6,6
8,8
10,2
7,3
7,1
10,1
6,0
4,7
5,2
14,7

2,2

3,5

2 minggu terakhir sebelum wawancara


Keterangan: Insiden Diare/Diare Balita : dihitung dalam kurun waktu

Period Prevalence Diare : dihitung dalam kurun waktu > 2 minggu - 1 bulan terakhir sebelum wawancara

5,2

6,7

4,5

Gejala

7,0

Lampiran 6.14
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DIARE
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 - 2013
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau

Bengkulu

5
6
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Jambi

Sumatera Selatan
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta

Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014


Ket .

: CFR = Case Fatality Rate

2011

2012

2013

Penderita

Meninggal

CFR (%)

Penderita

Meninggal

CFR (%)

Penderita

Meninggal

CFR (%)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

40
0
0
163

2
2

5,00

0
0

33

1.426

0
229
153
0
32
268
0
0
50
0
179
0
0
0

170

0
0
0
0
1.426
0
0
0
4.169

1
1
-

2
12

46,15
1,22
2,55

1,23

13
245
274
0

6
3
7
-

292

17

5,88

28

3,57

74

0,00
-

0,14
0,44

0
0
0

2,74
-

0
17
0
0

2
-

11,76
-

0
0
0

1
2
1
1
-

2,33
1,16
1,33

0
43
173
75
81
84
22
0
12
0

0
0
294
0
59
0
0
0
0
0

0,37

1,18
0,14

0,29

0
0
0

97

0
52
0
0
0
40
0
60
1.654

3
34

1,19

1,03
5,00

2,06

0
0
0

167

81
0
0
0
0
0
0
0
646

2,40

1,08

Lampiran 6.15
PENEMUAN KASUS DIARE DITANGANI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Perkiraan Diare
di Fasilitas Kesehatan

Diare Ditangani

% Diare Ditangani

(2)

(3)

(4)

(5)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

102.593
325.228
107.756
111.955
60.121
156.679
39.710
163.136
28.671
41.464
189.880
922.558
689.820
74.807
770.184
201.156
83.277
97.627
98.958
96.492
49.837
82.188
84.911
50.390
59.645
164.129
46.810
22.316
24.007
20.989
22.567
18.120
70.849
5.078.830

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2014

97.901
134.448
112.986
118.286
14.613
188.028
9.531
27.816
223.709
1.170.420
293.883
672.700
247.714
35.303
189.778
23.561
52.126
7.789
17.931
177.836
10.331
27.427
43.435
5.441
3.902.993

95,43
41,34
104,85
105,65
24,31
120,01
24,00
97,02
117,82
126,87
42,60
87,34
123,15
42,39
194,39
23,81
54,02
15,63
35,58
108,35
22,07
122,90
180,93
24,11
87,46

Lampiran 6.16
JUMLAH KASUS BARU KUSTA DAN CASE DETECTION RATE (CDR) PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2013
Penduduk
No

Provinsi
Laki-laki

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

(3)

2.336.235
6.686.105
2.496.318
3.163.482
1.701.091
3.998.335
918.667
4.055.310
694.047
993.305
5.069.248
23.136.432
16.239.620
1.758.098
18.893.068
5.893.367
2.085.318
2.255.609
2.468.008
2.303.134
1.213.109
1.943.008
2.088.597
1.201.332
1.427.328
4.054.974
1.189.631
555.584
626.895
839.425
569.204
446.542
1.758.058

125.058.484

Perempuan
(4)

2.335.639
6.705.126
2.538.993
2.980.192
1.628.796
3.859.102
881.001
3.825.459
645.727
944.272
4.932.695
22.336.398
16.444.959
1.801.982
19.375.757
5.629.651
2.054.372
2.396.039
2.503.794
2.205.834
1.115.714
1.897.539
1.879.196
1.153.336
1.359.836
4.250.180
1.180.918
554.710
625.176
823.540
545.713
400.169
1.552.657

123.364.472

Klasifikasi

Jenis Kelamin

Laki-laki +
Perempuan

PB

MB

PB + MB

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki +
Perempuan

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

404
144
66
75
73
174
28
118
26
33
263
1.957
1.521
50
3.602
607
81
255
86
20
27
151
143
327
255
1.035
223
195
128
328
425
434
808

575
175
90
81
90
196
35
133
30
41
283
2.180
1.765
57
4.132
702
88
347
159
26
37
161
157
361
324
1.172
243
214
174
397
518
733
1.180

337
109
65
60
61
119
26
92
23
32
203
1.463
1.172
43
2.519
424
71
196
133
23
34
130
122
228
225
769
167
139
110
215
327
489
709

4.671.874
13.391.231
5.035.311
6.143.674
3.329.887
7.857.437
1.799.668
7.880.769
1.339.774
1.937.577
10.001.943
45.472.830
32.684.579
3.560.080
38.268.825
11.523.018
4.139.690
4.651.648
4.971.802
4.508.968
2.328.823
3.840.547
3.967.793
2.354.668
2.787.164
8.305.154
2.370.549
1.110.294
1.252.071
1.662.965
1.114.917
846.711
3.310.715

248.422.956

171
31
24
6
17
22
7
15
4
8
20
223
244
7
530
95
7
92
73
6
10
10
14
34
69
137
20
19
46
69
93
299
372

2.794

14.062

16.856

10.835

238
66
25
21
29
77
9
41
7
9
80
717
593
14
1.613
278
17
151
26
3
3
31
35
133
99
403
76
75
64
182
191
244
471

6.021

575
175
90
81
90
196
35
133
30
41
283
2.180
1.765
57
4.132
702
88
347
159
26
37
161
157
361
324
1.172
243
214
174
397
518
733
1.180

16.856

Case Detection Rate


per 100.000 Penduduk
Laki-laki +
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
(12)

14,42
1,63
2,60
1,90
3,59
2,98
2,83
2,27
3,31
3,22
4,00
6,32
7,22
2,45
13,33
7,19
3,40
8,69
5,39
1,00
2,80
6,69
5,84
18,98
15,76
18,96
14,04
25,02
17,55
25,61
57,45
109,51
40,33
8,66

(13)

10,19
0,98
0,98
0,70
1,78
2,00
1,02
1,07
1,08
0,95
1,62
3,21
3,61
0,78
8,32
4,94
0,83
6,30
1,04
0,14
0,27
1,63
1,86
11,53
7,28
9,48
6,44
13,52
10,24
22,10
35,00
60,97
30,34
4,88

(14)

12,31
1,31
1,79
1,32
2,70
2,49
1,94
1,69
2,24
2,12
2,83
4,79
5,40
1,60
10,80
6,09
2,13
7,46
3,20
0,58
1,59
4,19
3,96
15,33
11,62
14,11
10,25
19,27
13,90
23,87
46,46
86,57
35,64
6,79

Lampiran 6.17
PROPORSI KECACATAN KUSTA TINGKAT 2 DAN KASUS KUSTA PADA ANAK 0-14 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Cacat Tingkat 2

0 - 14 Tahun

No

Provinsi

Jumlah
Penderita Baru

Jumlah

Jumlah

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

575
175
90
81
90
196
35
133
30
41
283
2.180
1.765
57
4.132
702
88
347
159
26
37
161
157
361
324
1.172
243
214
174
397
518
733
1.180
16.856

87
23
17
1
9
65
11
8
4
2
27
263
197
0
521
64
2
23
9
0
1
21
7
35
23
110
15
16
4
13
12
15
89
1.694

15,13
13,14
18,89
1,23
10,00
33,16
31,43
6,02
13,33
4,88
9,54
12,06
11,16
0,00
12,61
9,12
2,27
6,63
5,66
0,00
2,70
13,04
4,46
9,70
7,10
9,39
6,17
7,48
2,30
3,27
2,32
2,05
7,54
10,05

82
50
12
5
4
7
0
5
5
2
26
191
111
2
362
110
4
62
69
2
3
9
12
35
42
70
22
22
28
54
79
221
294
2.002

14,26
28,57
13,33
6,17
4,44
3,57
0,00
3,76
16,67
4,88
9,19
8,76
6,29
3,51
8,76
15,67
4,55
17,87
43,40
7,69
8,11
5,59
7,64
9,70
12,96
5,97
9,05
10,28
16,09
13,60
15,25
30,15
24,92
11,88

Lampiran 6.18
JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DAN FAKTOR RISIKO
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

update per 30 April 2014

Tidak Diimunisasi

Tidak Diketahui

Dokter

Bidan/Perawat

Tradisional

Tidak Diketahui

Alkohol/Iodium

Tradisional

Lain-lain

Tidak Diketahui

Gunting

Bambu

Lain-lain

Tidak Diketahui

Ya

Tidak

Tidak Diketahui

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

TT1

0,0
0,0
50,0
50,0
80,0
66,7
50,0
47,4
70,8
100,0
30,0
100,0
50,0
0,0
53,8

TT2+

(5)

0
0
1
1
4
2
1
9
17
2
3
1
1
0
42

Dirawat di RS

Tidak Diketahui

(4)

4
1
0
0
2
2
0
5
0
0
0
3
2
0
19
24
0
0
2
10
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
1
78

Pemotongan Tali Pusat

Tanpa pemeriksaan

(3)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Perawatan Tali Pusat

Tradisional

Case Fatality Rate (%)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Penolong Persalinan

Bidan/Perawat

Meninggal

(1)

No

Status Imunisasi

Dokter

Provinsi

Total

Faktor Risiko
Pemeriksaan Kehamilan

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

(28)

(29)

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

4
0
0
0
1
0
0
2
0
0
0
2
2
0
17
15
0
0
2
7
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
1
55

0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3

0
0
0
0
1
2
0
2
0
0
0
0
0
0
2
9
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
17

0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2

2
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
1
2
0
3
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
12

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
3
3
0
0
0
2
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
11

2
0
0
0
2
2
0
2
0
0
0
1
0
0
13
20
0
0
1
7
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
51

0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

4
0
0
0
2
0
0
2
0
0
0
0
2
0
2
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
18

0
0
0
0
0
2
0
3
0
0
0
2
0
0
15
20
0
0
2
10
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
56

0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4

2
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
7
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
16

0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
12
0
0
1
6
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
23

1
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
1
1
0
17
1
0
0
0
4
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
30

1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
4
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9

3
0
0
0
2
0
0
2
0
0
0
3
2
0
14
19
0
0
1
6
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
1
55

1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
4
0
0
0
3
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14

0
1
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

2
1
0
0
2
2
0
2
0
0
0
3
2
0
17
24
0
0
2
9
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
1
70

2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Lampiran 6.19
JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Jumlah Penduduk

Kasus

Incidens Rate
(per 100.000 Penduduk)

Meninggal

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

update per 30 April 2014

4.671.874
13.391.231
5.035.311
6.143.674
3.329.887
7.857.437
1.799.668
7.880.769
1.339.774
1.937.577
10.001.943
45.472.830
32.684.579
3.560.080
38.268.825
11.523.018
4.139.690
4.651.648
4.778.348
4.433.728
2.250.539
3.840.547
3.967.793
2.354.668
2.787.164
8.305.154
2.370.549
1.110.294
1.252.071
1.662.965
1.114.917
846.711
3.310.715
248.075.978

908
74
543
185
348
299
134
464
34
461
1.362
671
603
641
1.134
1.910
67
5
1
249
59
63
340
38
189
450
40
13
14
28
144
6
44
11.521

19,44
0,55
10,78
3,01
10,45
3,81
7,45
5,89
2,54
23,79
13,62
1,48
1,84
18,01
2,96
16,58
1,62
0,11
0,02
5,62
2,62
1,64
8,57
1,61
6,78
5,42
1,69
1,17
1,12
1,68
12,92
0,71
1,33
4,64

1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
2

Lampiran 6.20
JUMLAH KASUS CAMPAK DAN KASUS CAMPAK YANG DIVAKSINASI
MENURUT KELOMPOK UMUR DAN PROVINSI TAHUN 2013
Jumlah Kasus Menurut Kelompok Umur (Tahun)
No

Provinsi

(1)

(2)

<1 Tahun

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Total

Divaksinasi

Total

Divaksinasi

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

313

80

251

63

160

33

97

10

908

194

21,37

45

18

62

26

33

16

28

11

185

73

39,46

Jambi

Bengkulu

14

27

Lampung

Kep. Bangka Belitung


Jawa Barat

124

58

Banten
Bali

Kalimantan Timur

20

3
1

Sulawesi Utara

32

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Maluku

Maluku Utara

14

update per 30 April 2014

11
5

1.120

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

16
1

23

Kalimantan Selatan

38

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

20

45

Nusa Tenggara Timur

96
20

Nusa Tenggara Barat

20

305

16

Jawa Timur

76

78

DI Yogyakarta

141

186
231

Jawa Tengah

152

21

32

DKI Jakarta

30

35
8

Kepulauan Riau

38
39

Sumatera Selatan

Indonesia

(15)

Divaksinasi

(7)

Sumatera Barat

Papua

(14)

Total

(6)

Sumatera Utara

Papua Barat

(13)

Divaksinasi

(5)

17

Proporsi
Divaksinasi
terhadap Kasus

Total

Riau

Total
Divaksinasi

(4)

4
6

Total Kasus

Divaksinasi

87

15 Tahun

10-14 Tahun

(3)

Aceh

5-9 Tahun

Total
1
2

1-4 Tahun

4
0
7
0
0
0

76
14
82

18
86
91
62
20
68
9

10
10

104
206
23
6
8

51

40

41

11

12
1

62

41
88
8

168

98
41

93

163

78

288

271

112

115

4
1

313

273
43
7

18
80

226

146
68
91

44

133

58
54
4

232

171

134

12

19
6

51
7

21
1

391
194
170
293

2
0
7

3.167

1.454

3.103

14
0

83
4

1
1

60
5

1
2

12

1.438

1.648

8
0

3
0

52

0
0
7
0
0

788

543
461
348
134
299
34

464

1.362

84

603

34
28
8

1.910

671
641

1.134

21

13

63

94
29
9

6
4

10
0
1
2
3
4
0

2.483

249
59

49

298
256
219
106
245
21

310
0

562
225
408
23

748
73
17
35

26

340

178

189

51

40

46

15

19

36

14

44

100

18
2

21

38

13
1

31

74

131

323

42

106

158

167

128

10

22
8

59

79

16

73
12

107

20

87

60

22

35

29

54

40

28

86

16

11

35

45

57

54

13

66

37

56

113

14

61

55

42

12

88

73

17

63

114

75

101

225

105
1

36

144

144
2

104

536

9
0

17

209

72

803
186

24

0
0
0
0
0
0
0

626

38
13

10
7

450

271

67

46

14
5
1

24
2
0

28

11

144
44

11.521

40
20

4.532

66,22
54,88
55,53
62,93
79,10
81,94
61,76
66,81
0,00

29,42
33,53
67,66
3,59

65,96
29,32
28,81
55,56
52,35
26,32
53,85
26,98
60,22
42,86
60,00
68,66
40,00
0,00

39,29
27,78
45,45
66,67

39,34

Lampiran 6.21
FREKUENSI KLB DAN JUMLAH KASUS PADA KLB CAMPAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Laporan KLB
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014


update per 30 April 2014

Total KLB

Frekuensi KLB dengan


Spesimen > 5

Frekuensi KLB dengan


Investigasi Penuh

Frekuensi KLB dengan


Laporan ke Pusat

Total Kasus

Meninggal

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

2
0
9
0
5
7
2
8
1
0
0
18
9
1
0
36
0
0
0
5
0
8
0
0
5
1
6
1
0
2
1
0
1
128

1
0
8
0
4
7
2
8
0
0
0
11
9
0
0
27
0
0
0
3
0
8
0
0
5
1
3
1
0
2
1
0
1
102

1
0
7
0
4
6
2
8
0
0
0
11
9
0
0
25
0
0
0
3
0
8
0
0
5
0
3
1
0
1
1
0
1
96

35
0
98
0
46
93
33
309
6
0
0
205
164
20
0
247
0
0
0
57
0
100
0
0
48
20
52
5
0
62
26
0
51
1.677

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1

0
0
3
0
2
2
1
4
0
0
0
0
6
0
0
10
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
40

Lampiran 6.22
KLB CAMPAK BERDASARKAN KONFIRMASI LABORATORIUM
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
Konfirmasi Laboratorium
No

Provinsi

Total Darah
(Serum) Sampel

(1)

(2)

(3)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014


update per 30 April 2014

9
0
45
0
28
10
35
53
6
0
0
83
45
4
0
172
0
0
0
20
0
40
0
0
26
5
23
5
0
13
5
0
7

634

Campak

Gabungan

Rubella

Negatif

(Campak dan Rubella)

Pending Lab.

Tanpa Spesimen

Frekuensi

Kasus

Frekuensi

Kasus

Frekuensi

Kasus

Frekuensi

Kasus

Frekuensi

Kasus

Frekuensi

Kasus

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0
6
5
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
2
1
0
0
0
0
0

0
0
5
0
0
0
19
0
0
0
0
66
55
20
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
10
5
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
27
0
66
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

2
0
6
0
4
1
4
2
0
0
0
10
0
0
0
32
0
0
0
1
0
0
0
0
2
0
3
0
0
2
1
0
1

71

35
0
72
0
40
19
63
14
0
0
0
130
0
0
0
226
0
0
0
3
0
0
0
0
27
0
35
0
0
62
26
0
51

803

0
0
1
0
1
1
1
5
0
0
0
2
4
0
0
0
0
0
0
2
0
3
0
0
2
1
1
0
0
0
0
0
0

24

0
0
12
0
6
14
11
45
0
0
0
9
109
0
0
0
0
0
0
27
0
34
0
0
16
20
7
0
0
0
0
0
0

310

0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
9
0
0
0
0
250
0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

269

20

191

104

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Lampiran 6.23
JUMLAH KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR DAN PROVINSI
TAHUN 2013
5-9

Jumlah Kasus Menurut Kelompok Umur (Tahun)


No

Provinsi

(1)

(2)

<1 Tahun

1-4 Tahun

5-9 Tahun

10-14 Tahun

15 Tahun

Kasus

Divaksinasi

Kasus

Divaksinasi

Kasus

Divaksinasi

Kasus

Divaksinasi

Kasus

Divaksinasi

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

Total Kasus

Total
Divaksinasi

Proporsi
Divaksinasi
Terhadap Total
Kasus

Total
Meninggal

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

Aceh

33,33

Sumatera Barat

2
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Riau

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kep. Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur


Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

update per 30 April 2014

0
0
2
0
0
0
0
0
0
1
0
0
9
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

13

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
7
0
0
0
1
0
2
1
1
0

0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
1
0

0
1
1
0
0
3
0
0
0
2
0
1

0
0
1
0
0
3
0
0
0
0
0
1

0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
6
0

0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
5
0

0
2
2
0
0
0
0
0
1
4
2
1

0
0

0
3

13

0
0
0
0
0
0
0
1

0
3
1
0
4
9
9
2

0
0

53,85

100,00

0,00

66,67

100,00

10

50,00

137

75

54

205

27

610

353

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
7
0
6
3
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0

187

0
0
4
0
0
2
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0

145

1
0
9
0
6
3
1
0
3
0
0
0
0
0
0
0

214

2
0
0
1
0
3
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0

150

8
0
0
9
0
1
1
0
4
4
0
0
0
0
0
0
0

112

6
0
0
1
0
0
1
0

0
0
0
3
0
2
8
0

15

0
0
0
0
0
0
0

68

4
0
0
0
0
0
0

252

0
0
0

20
1
0

29

15

0
3

15

19

0
0
0
0
0
0
0

34

12
0
0
0
0
0
0

778

0,00

174
7

0,00

127
2

147
5

0,00

8
0

0
0
0
0

100,00

8,33

6
0
0
0
0
0
0
0
0

406

40,00
0,00
-

52,19

0,00

20,00

0,00

0
3

0,00
0,00

7,69

100,00
20,69

4
6

33,33

24

0,00

33,33

57,87

Case
Fatality
Rate
(%)

0,00
0,00
3,93

25,00

0,00

0,00
-

10,34

20,00

0,00

0
0
0
0
0

0,00
0,00
0,00
-

0
0

39

5,01

Lampiran 6.24
NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK USIA < 15 TAHUN DAN PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

Jumlah Kasus Non Polio AFP

(2)

(3)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

54
93
41
36
30
76
12
69
18
11
71
345
233
34
221
106
39
40
115
38
12
25
25
25
34
53
23
20
5
16
15
5
23

1.963

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2014

update per 18 Maret 2014

Non Polio AFP Rate


per 100.000 Penduduk
Usia < 15 Tahun

Spesimen adekuat
(%)

(4)

(5)

3,60
2,09
2,56
1,76
3,00
3,17
2,18
3,00
4,50
2,00
2,96
2,59
2,71
4,25
2,35
3,07
3,71
2,76
6,39
2,71
1,71
2,27
2,08
3,85
3,78
2,08
2,71
5,71
1,11
2,67
3,75
1,67
2,00

2,74

88,8
83,3
95,1
83,3
76,6
89,4
75,0
91,3
44,4
90,9
76,0
92,1
97,8
97,0
86,8
97,1
87,1
97,5
73,9
86,8
83,3
88,0
80,0
92,0
88,2
75,4
82,6
90,0
60,0
87,5
86,6
100,0
69,5

87,7

Lampiran 6.25
JUMLAH KASUS DAN ANGKA KESAKITAN MALARIA PER 1.000 PENDUDUK BERISIKO
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Populasi
Berisiko
(3)

4.671.874
13.391.231
5.035.311
6.143.674
3.329.887
7.857.437
1.799.668
7.880.769
1.339.774
1.937.577
10.001.943
45.472.830
32.684.579
3.560.080
38.268.825
11.523.018
4.139.690
4.651.648
4.971.802
4.508.968
2.328.823
3.840.547
3.967.793
2.354.668
2.787.164
8.305.154
2.370.549
1.110.294
1.252.071
1.662.965
1.114.917
846.711
3.310.715

248.422.956

Sediaan Darah Diperiksa


Suspek
(4)

46.136
102.586
5.764
17.650
43.866
43.056
45.818
24.194
62.067
7.094
0
31.235
55.357
80
29.726
2.859
10.616
91.994
377.734
37.598
25.371
13.511
26.465
22.506
41.682
55.893
21.019
13.850
22.138
48.818
21.630
123.283
361.660

1.833.256

Pemeriksaan
Mikroskopik

Rapid Diagnostic
Test

(5)

(6)

39.912
57.109
5.150
10.192
27.540
22.361
28.046
18.685
54.914
4.439
0
31.231
55.049
80
29.554
1.342
10.616
78.263
339.479
21.744
12.121
10.477
7.690
15.215
23.815
44.473
13.470
6.982
17.234
38.127
16.054
101.447
305.169

1.447.980

5.747
25.072
400
5.632
6.171
6.168
10.703
5.323
6.052
2.161
0
4
308
0
172
89
0
13.731
13.823
14.722
12.542
4.121
10.108
8.048
12.075
10.177
7.507
6.868
13.352
4.260
3.704
10.096
41.045

260.181

Total
(7)

45.659
82.181
5.550
15.824
33.711
28.529
38.749
24.008
60.966
6.600
0
31.235
55.357
80
29.726
1.431
10.616
91.994
353.302
36.466
24.663
14.598
17.798
23.263
35.890
54.650
20.977
13.850
30.586
42.387
19.758
111.543
346.214

1.708.161

Positif

Persentase
persediaan darah
positif

(8)

(9)

2.058
17.404
1.292
1.404
3.705
3.080
7.004
2.678
1.721
958
0
212
1.157
73
7
97
0
2.666
81.386
1.047
4.660
5.508
1.862
2.605
3.140
2.109
1.472
1.204
504
13.721
5.030
32.547
141.216

343.527

4,51
21,18
23,28
8,87
10,99
10,80
18,08
11,15
2,82
14,52
0,68
2,09
91,25
0,02
6,78
0,00
2,90
23,04
2,87
18,89
37,73
10,46
11,20
8,75
3,86
7,02
8,69
1,65
32,37
25,46
29,18
40,79

20,11

Annual Parasite
Incidence (API)
per 1.000
penduduk
(10)

0,44
1,30
0,26
0,23
1,11
0,39
3,89
0,34
1,28
0,49
0,00
0,00
0,04
0,02
0,00
0,01
0,00
0,57
16,37
0,23
2,00
1,43
0,47
1,11
1,13
0,25
0,62
1,08
0,40
8,25
4,51
38,44
42,65

1,38

Lampiran 6.26
INSIDEN DAN PREVALENSI MALARIA
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Balitbangkes, Riskesdas 2013

Insiden Malaria
(%)

Prevalensi Malaria
(%)

Diagnosis

Diagnosis/Gejala

Diagnosis

Diagnosis/Gejala

(3)

(4)

(5)

(6)

0,3
0,3
0,3
0,1
0,5
0,2
1,5
0,2
0,9
0,1
0,0
0,1
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,5
2,6
0,4
0,4
0,1
0,2
0,7
1,3
0,2
0,2
0,2
0,4
1,2
1,1
4,5
6,1

2,4
1,4
1,4
0,6
1,3
1,0
2,3
0,7
2,6
0,8
2,0
1,6
1,5
1,4
1,8
1,4
0,8
3,0
6,8
1,4
1,5
2,8
0,9
2,7
5,1
3,1
1,9
1,9
2,8
3,8
3,2
6,7
9,8

0,3

1,9

1,6
1,2
1,1
0,8
1,9
1,3
5,7
1,3
4,4
1,5
0,3
0,5
0,6
0,5
0,5
0,4
0,4
2,5
10,3
1,6
2,2
1,1
1,4
3,7
4,0
1,0
1,2
1,1
1,3
3,9
4,7
12,2
17,5

1,4

6,1
5,2
4,3
2,5
4,7
4,0
9,3
3,4
8,7
4,2
5,8
4,7
5,1
5,3
5,2
4,3
2,7
9,0
23,3
4,6
6,4
7,3
4,3
10,0
12,5
8,1
5,6
5,6
7,5
10,7
11,3
19,4
28,6

6,0

Lampiran 6.27
ANNUAL PARASITE INSIDENCE (API) MALARIA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2010-2013
API
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

2010

2011

2012

2013

(3)

(4)

(5)

(6)

0,88
0,95
0,38
1,02
2,18
1,80
6,86
0,54
7,77
6,59
0,00
0,43
0,10
0,01
0,10
0,01
0,03
2,08
31,72
6,18
4,34
1,56
1,92
6,11
5,69
0,54
1,00
2,29
1,07
8,98
12,32
61,18
54,94

0,76
0,85
0,09
0,15
1,08
0,22
3,89
0,49
3,66
1,91
0,00
0,01
0,01
0,00
0,00
0,01
0,00
0,93
22,09
2,21
3,74
2,31
1,46
3,21
3,35
0,38
1,48
2,14
2,22
8,34
4,57
73,21
52,80

0,44
0,84
0,25
0,20
1,29
0,20
5,32
0,18
2,66
2,47
0,00
0,01
0,03
0,06
0,02
0,02
0,00
0,82
19,41
0,85
3,48
2,06
1,15
2,35
2,49
0,19
0,79
1,64
1,23
7,42
5,08
52,27
60,56

0,44
1,30
0,26
0,23
1,11
0,39
3,89
0,34
1,28
0,49
0,00
0,00
0,04
0,02
0,00
0,01
0,00
0,57
16,37
0,23
2,00
1,43
0,47
1,11
1,13
0,25
0,62
1,08
0,40
8,25
4,51
38,44
42,65

1,98

1,75

1,69

1,38

Lampiran 6.28
PROPORSI PENDERITA MALARIA YANG DIOBATI DENGAN PENGOBATAN SESUAI PROGRAM
DAN PENDERITA MALARIA YANG MENGOBATI SENDIRI MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Pengobatan malaria sesuai program
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Balitbangkes, Riskesdas 2013

Mendapatkan
obat ACT program
(3)

33,1
20,9
18,9
13,4
21,7
22,4
28,6
13,9
47,9
43,7
14,3
7,9
18,7
11,6
21,1
10,8
23,2
36,4
55,0
17,8
25,5
29,9
39,4
34,9
29,9
29,8
27,8
44,8
26,8
39,6
52,3
42,8
49,6

33,7

Mendapatkan obat
dalam 24 jam pertama

Minum obat selama 3 hari

Pengobatan efektif
dengan ACT

Minum obat anti malaria


dengan/tanpa
gejala khas malaria

(4)

(5)

(6)

(7)

44,1
62,9
42,2
60,0
59,4
48,0
62,7
45,1
67,1
37,9
20,1
25,3
50,1
51,6
50,4
44,3
53,7
52,3
52,9
59,7
56,2
48,4
54,2
55,5
48,9
35,8
34,8
46,2
44,0
54,6
49,6
63,4
55,2

70,4
84,8
69,4
76,4
72,2
76,6
81,9
71,4
86,4
83,6
81,6
78,6
84,8
71,0
65,1
69,0
89,2
70,6
86,8
70,6
81,6
69,7
88,1
85,2
72,4
74,1
67,1
75,3
72,2
78,1
80,5
78,0
83,6

33,3
55,7
30,2
48,8
46,1
41,5
53,6
36,5
59,2
33,6
20,1
24,0
45,2
40,3
34,1
32,4
49,1
36,1
48,3
44,9
50,5
31,2
48,4
47,2
40,4
27,9
20,4
32,2
34,5
44,6
42,0
49,6
50,0

0,7
0,8
0,7
0,2
0,4
0,6
1,1
0,4
0,9
0,7
0,5
0,4
0,3
0,4
0,4
0,2
0,3
0,8
2,7
0,7
0,6
0,9
0,4
1,7
2,8
0,8
0,6
1,0
0,8
1,9
2,3
5,1
4,1

52,9

81,1

45,5

0,6

Lampiran 6.29
JUMLAH PENDERITA, INCIDENCE RATE PER 100.000 PENDUDUK, KASUS MENINGGAL, DAN CASE FATALITY RATE (%)
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD/DHF)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumber

Provinsi

Jumlah Penduduk

(2)

(3)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Keterangan: update tanggal 5 Mei 2014

4.726.001
12.893.642
4.730.613
6.143.674
3.249.012
7.593.425
1.821.649
7.049.523
1.266.391
1.941.159
9.761.992
45.736.365
36.745.961
3.457.491
38.054.487
10.690.278
4.043.773
4.058.506
4.804.719
4.249.142
2.393.471
3.449.117
3.874.580
2.265.937
2.660.974
8.386.763
2.221.448
1.012.191
1.145.922
1.501.359
1.106.631
564.085
1.793.969
245.394.250

Jumlah Kasus
(4)

1.369
3.223
2.206
1.398
638
1.436
414
4.573
741
913
10.156
23.118
15.144
3.319
14.895
3.977
6.813
1.703
449
775
1.035
1.085
3.593
1.151
1.778
4.261
1.135
238
500
33
242
48
152
112.511

Demam Berdarah Dengue


Incidence Rate
Jumlah Kasus Meninggal
per 100.000 Penduduk
(5)

28,97
25,00
46,63
22,76
19,64
18,91
22,73
64,87
58,51
47,03
104,04
50,55
41,21
95,99
39,14
37,20
168,48
41,96
9,34
18,24
43,24
31,46
92,73
50,80
66,82
50,81
51,09
23,51
43,63
2,20
21,87
8,51
8,47
45,85

(6.)

13
12
16
11
18
3
0
45
20
7
20
162
182
16
156
30
5
5
10
13
7
11
29
9
11
43
10
3
0
0
4
0
0
871

Case Fatality Rate (%)


(7)

0,95
0,37
0,73
0,79
2,82
0,21
0,00
0,98
2,70
0,77
0,20
0,70
1,20
0,48
1,05
0,75
0,07
0,29
2,23
1,68
0,68
1,01
0,81
0,78
0,62
1,01
0,88
1,26
0,00
0,00
1,65
0,00
0,00
0,77

Lampiran 6.30
JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 - 2013
Kabupaten/kota terjangkit
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

Jumlah Kab/Kota
(3)

23
33
19
12
11
15
10
14
7
7
6
26
35
5
38
8
9
10
21
14
14
13
14
15
11
24
12
6
5
11
9
11
29
497

2011

2012

2013

Jumlah

Jumlah

Jumlah

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

22
23
17
12
9
14
10
11
7
4
6
26
35
5
38
8
9
8
6
12
11
11
14
8
10
20
5
4
3
2
4
0
0
374

95,65
69,70
89,47
100,00
81,82
93,33
100,00
78,57
100,00
57,14
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
80,00
28,57
85,71
78,57
84,62
100,00
53,33
90,91
83,33
41,67
66,67
60,00
18,18
44,44
0,00
0,00
75,25

22
25
18
12
9
14
10
11
7
5
6
26
35
5
38
8
9
9
11
14
13
13
14
12
11
23
7
6
4
6
5
3
6
417

95,65
75,76
94,74
100,00
81,82
93,33
100,00
78,57
100,00
71,43
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
90,00
52,38
100,00
92,86
100,00
100,00
80,00
100,00
95,83
58,33
100,00
80,00
54,55
55,56
27,27
20,69
83,90

20
26
17
12
11
13
10
14
7
4
6
26
35
5
38
8
9
9
7
12
12
13
14
14
11
22
8
6
5
4
7
6
1
412

86,96
78,79
89,47
100,00
100,00
86,67
100,00
100,00
100,00
57,14
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
90,00
33,33
85,71
85,71
100,00
100,00
93,33
100,00
91,67
66,67
100,00
100,00
36,36
77,78
54,55
3,45
82,90

Lampiran 6.31
SITUASI RABIES MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2011-2013
No

Provinsi

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Sumber
Ket

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung*
Kepulauan Riau*
DKI Jakarta*
Jawa Barat
Jawa Tengah*
DI Yogyakarta*
Jawa Timur*
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat*
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat*
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat*
Papua*
Indonesia

Persentase VAR/GHPR
: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

2011

2012

GHPR

VAR

LYSSA

GHPR

VAR

LYSSA

GHPR

VAR

LYSSA

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

546
3.909
2.586
930
764
1.585
788
1.047
0
0
0
383
0
0
0
30
52.798
0
5.500

537
2.745
1.923
698
555
1.374
563
942
0
0
0
174
0
0
0
0
49.900
0
4.871

2
31
7
6
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
23
0
12

138
4.563
2.606
1.500
674
982
775
450
0
0
0
530
0
0
0
14
55.836
0
5.564

103
3.816
1.975
1.252
516
681
607
413
0
0
0
192
0
0
0
9
52.250
0
5.176

0
18
14
0
0
1
3
1
0
0
0
1
0
0
0
0
8
0
7

524
3.468
3.037
5.106
778
772
926
1.102
0
0
0
396
0
0
0
48
37.066
0
5.067

323
2.721
2.274
4.359
638
234
736
945
0
0
0
317
0
0
0
18
30.359
0
4.172

1
5
8
12
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
6

179

171

119

241

201

935
315

2.961

976
2.454
1.134
440
307
237
3.206
0
0
84.010

636
260

1.086

660
1.053
959
226
204
232
2.074
0
0
71.843
85,5%

0
2
1

26
21
0
5
3
0
6
31
0
0
184

1.265

92

3.527

1.197
1.201
413
458
603
198
2.045
0
0
84.750

825

74

1.706

960
841
389
292
601
152
1.501
0
0
74.331

87,7%

: GHPR = Gigitan Hewan Penular Rabies (belum confirmed lab), VAR = Kasus digigit yang diberi Vaksin Anti Rabies, LYSSA = Positif rabies dan mati
* daerah bebas rabies

2013

0
5
0

35

4
9
3
6
0
3
19
0
0
137

778
141

2.795

1.239
2.022
614
507
678
1.528
303
0
0
69.136

581
111

1.331

1.066
997
541
350
215
1.275
295
0
0
54.059

78,2%

0
0
2

30

8
6
12
8
1
11
5
0
0
119

Lampiran 6.32
JUMLAH PENDERITA FILARIASIS MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2009-2013
No

Provinsi

(1)

(2)

Jumlah Kasus Klinis Filariasis


2009

2010

2011

2012

(3)

(4)

(5)

(6)

2013
(7)

1
2
3
4
5
6
7
8

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

2.359
141
274
532
257
210
94
74

2.359
141
274
532
221
210
94
74

2.359
148
274
532
222
210
94
74

2.359
186
193
310
300
185
85
74

20

Kalimantan Barat

253

253

269

269

2.359
186
193
310
300
185
85
74
105
39
53
877
412
37
238
81
18
71
2.203
269

409

409

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia
Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

207
31
53
474
412
37
219
76
18
71
1.730
225
385
409
30

451
128
201
224
96
70
27
988
1.158
11.914

207
31
53
474
412
37
219
76
18
71
1.730
225
385
409
30

451
128
107
224
96
70
27
988
1.343
11.969

207
31
53
480
412
37
238
81
18
71
1.730
238
385
409
30

468
129
119
224
96
70
27
988
1.343
12.066

207
39
53
480
412
37
238
81
18
71
1.730
238
422
30

474
133
119
224
96
70
27
988
1.346
11.903

238
422
30

517
133
119
224
96
70
27
988
1.346
12.714

Lampiran 6.33
JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN CASE FATALITY RATE (CFR) LEPTOSPIROSIS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 - 2013
2011
No

Provinsi

(1)

(2)

Sumatera Selatan

Jawa Barat

2
4
5
6
7
8

CFR

CFR

CFR

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

13,79

43

6,87

Jawa Tengah

184

33

Banten

Kalimantan Timur
Indonesia

Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014


Ket.

11

Jawa Timur

2013

DKI Jakarta

DI Yogyakarta

2012

29

626

0
2

857

10

17,93

129

40,00

28

0,00

82

9,57

72
0
0

239

66

20

15,50

7,14

0
7
-

29

9,72
-

12,13

0,00

10,61

156

17

10,90

244

25

10,25

163
10

641

8
3

60

0,00
4,91

30,00
-

9,36

: K= Kasus, M= Meninggal, CFR=Case Fatality Rate

SITUASI ANTRAKS PADA MANUSIA


MENURUT PROVINSI TAHUN 2011 - 2013
No.
(1)

Provinsi
(2)

Jawa Tengah

Sulawesi Selatan
Indonesia

Nusa Tenggara Timur

Sumber: Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014

2011

2012

2013

Kasus

Diobati

Meninggal

Kasus

Diobati

Meninggal

Kasus

Diobati

Meninggal

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

27

27

14

0
41

14
41

0
1

18

4
22

18

4
22

0
0
0

11
11

11
11

1
1

Lampiran 6.34
PREVALENSI PENYAKIT ASMA, PPOK, DAN KANKER
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

NO
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

PROVINSI
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Prevalensi Asma
Berdasarkan Gejala

Prevalensi PPOK pada Umur > 30 Prevalensi Kanker Menurut


Tahun Berdasarkan Gejala (%) Diagnosis Dokter
()

(3)

(4)

(5)

4,0
2,4
2,7
2,0
2,4
2,5
2,0
1,6
4,3
3,7
5,2
5,0
4,3
6,9
5,1
3,8
6,2
5,1
7,3
3,2
5,7
6,4
4,1
4,7
7,8
6,7
5,3
5,4
5,8
5,3
5,0
3,6
5,8
4,5

4,3
3,6
3,0
2,1
2,1
2,8
2,3
1,4
3,6
2,1
2,7
4,0
3,4
3,1
3,6
2,7
3,5
5,4
10,0
3,5
4,3
5,0
2,8
4,0
8,0
6,7
4,9
5,2
6,7
4,3
5,2
2,5
5,4
3,7

1,4
1,0
1,7
0,7
1,5
0,7
1,9
0,7
1,3
1,6
1,9
1,0
2,1
4,1
1,6
1,0
2,0
0,6
1,0
0,8
0,7
1,6
1,7
1,7
0,9
1,7
1,1
0,2
1,1
1,0
1,2
0,6
1,1
1,4

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014


Keterangan: PPOK = Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(%)

Lampiran 6.35
PREVALENSI DIABETES, HIPERTIROID PADA UMUR 15 TAHUN DAN HIPERTENSI PADA UMUR 18 TAHUN
MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

NO

DIABETES
(%)

PROVINSI
D*
(2)

(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

D*
D**
D/G

Berdasarkan diagnosis dokter


Berdasarkan diagnosis nakes
Berdasarkan diagnosis dokter/gejala

HIPERTENSI

(%)

Wawancara
D/G

D*

D**

D/O

Pengukuran
U

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

1,8
1,8
1,3
1,0
1,1
0,9
0,9
0,7
2,1
1,3
2,5
1,3
1,6
2,6
2,1
1,3
1,3
0,9
1,2
0,8
1,2
1,4
2,3
2,4
1,6
1,6
1,1
1,5
0,8
1,0
1,2
1,0
0,8
1,5

2,6
2,3
1,8
1,2
1,2
1,3
1,0
0,8
2,5
1,5
3,0
2,0
1,9
3,0
2,5
1,6
1,5
1,3
3,3
1,0
1,6
2,0
2,7
3,6
3,7
3,4
1,9
2,8
2,2
2,1
2,2
1,2
2,3
2,1

0,3
0,3
0,3
0,1
0,2
0,1
0,2
0,2
0,4
0,2
0,7
0,5
0,5
0,7
0,6
0,4
0,4
0,2
0,4
0,1
0,2
0,2
0,3
0,5
0,4
0,5
0,3
0,3
0,3
0,2
0,2
0,2
0,2
0,4

9,7
6,6
7,8
6,0
7,4
7,0
7,8
7,4
9,9
8,8
10,0
10,5
9,5
12,8
10,7
8,6
8,7
6,7
7,2
8,0
10,6
13,1
10,3
15,0
11,6
10,3
7,6
11,1
9,5
6,6
6,9
5,0
3,2
9,4

9,8
6,7
7,9
6,1
7,4
7,0
7,9
7,4
10,0
8,8
10,1
10,6
9,5
12,9
10,8
8,6
8,8
6,8
7,4
8,1
10,7
13,3
10,4
15,2
11,9
10,5
7,8
11,3
9,6
6,8
7,0
5,2
3,3
9,5

21,5
24,7
22,6
20,9
24,6
26,1
21,6
24,7
30,9
22,4
20,0
29,4
26,4
25,7
26,2
23,0
19,9
24,3
23,3
28,3
26,7
30,8
29,6
27,1
28,7
28,1
22,5
29,0
22,5
24,1
21,2
20,5
16,8
25,8

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014


Ket :

HIPERTIROID (%)

D/O
U

Berdasarkan diagnosis nakes/minum obat


Berdasarkan pengukuran tekanan darah

Lampiran 6.36
PREVALENSI PENYAKIT JANTUNG KORONER, GAGAL JANTUNG, DAN STROKE
PADA UMUR 15 TAHUN MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

NO

PROVINSI

(1)

(2)

1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

JANTUNG KORONER (%)

GAGAL JANTUNG

(%)

STROKE

D*

D/G

D*

D/G

D**

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

0,3
0,2
0,1
0,2
0,1
0,1
0,1
0,3
0,3
0,3
0,3
0,4
0,3
0,2
0,3
0,2
0,8
0,2
0,2
0,3
0,1
0,4
0,7
0,5
0,2
0,2
0,3
0,4
0,2
0,2
0,5
0,3

7,4
4,2
3,6
5,2
7,0
3,7
9,7
7,6
9,7
6,6
7,7
10,3
9,1
5,1
5,3
4,5
4,2
5,8
6,2
9,2
7,7
10,8
7,4
7,1
4,8
8,3
5,9
4,2
4,6
4,2
2,3
7,0

0,7
0,5

0,6
0,2
0,2
0,4
0,3
0,2
0,6
0,4
0,7
0,5
0,5
0,6
0,5
0,5
0,4
0,2
0,3
0,3
0,3
0,5
0,5
0,7
0,8
0,6
0,4
0,4
0,3
0,5
0,2
0,3
0,2
0,5

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

2,3
1,1

1,2
0,3
0,5
0,7
0,6
0,4
1,2
1,1
1,6
1,6
1,4
1,3
1,3
1,0
1,3
2,1
4,4
0,9
1,7
2,2
1,0
1,7
3,8
2,9
1,7
1,8
2,6
1,7
1,7
1,2
1,3
1,5

0,10
0,13

0,13
0,12
0,04
0,07
0,10
0,08
0,05
0,17
0,15
0,14
0,18
0,25
0,19
0,09
0,13
0,04
0,10
0,08
0,07
0,06
0,08
0,14
0,12
0,07
0,04
0,06
0,07
0,09
0,02
0,08
0,07
0,13

0,3
0,3

6,6
6,0

()
D/G
(8)

10,5
10,3

12,2
5,2
5,3
7,8
9,4
5,4
14,6
8,5
14,6
12,0
12,3
16,9
16,0
9,6
8,9
9,6
12,1
8,2
12,1
14,5
10,0
14,9
16,6
17,9
8,8
12,3
15,5
8,7
10,7
5,8
9,4
12,1

Lampiran 6.37
PREVALENSI PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS, BATU GINJAL, DAN SENDI
PADA UMUR 15 TAHUN MENURUT PROVINSI TAHUN 2013

NO

PROVINSI

(1)

(2)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

GAGAL GINJAL KRONIS


(%)

BATU GINJAL (%)

D*

D*

D**

(3)

(4)

(5)

0,4
0,2
0,2
0,1
0,2
0,1
0,2
0,3
0,1
0,1
0,1
0,3
0,3
0,3
0,3
0,2
0,2
0,1
0,3
0,2
0,2
0,2
0,1
0,4
0,5
0,3
0,2
0,4
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2

Sumber : Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

0,9
0,3
0,4
0,2
0,4
0,3
0,4
0,5
0,1
0,3
0,5
0,8
0,8
1,2
0,7
0,4
0,7
0,3
0,7
0,4
0,4
0,4
0,4
0,5
0,8
0,5
0,5
0,6
0,2
0,5
0,4
0,3
0,4
0,6

PENYAKIT SENDI

18,3
8,4
12,7
6,8
8,6
8,4
10,2
11,5
5,8
5,9
8,9
17,5
11,2
5,6
11,1
9,5
19,3
9,8
12,6
13,3
12,6
9,5
8,2
10,3
11,4
10,6
12,0
10,4
8,0
8,9
5,9
8,3
15,4
11,9

(%)
D/G
(6)

25,3
19,2
21,8
10,8
14,2
15,6
16,5
18,9
17,8
11,6
21,8
32,1
25,5
22,7
26,9
20,6
30,0
23,7
33,1
22,3
21,8
25,8
16,0
19,1
26,7
27,7
20,8
17,7
22,5
18,8
17,4
15,4
26,5
24,7

Lampiran 6.38
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN JENIS SUMBER AIR MINUM MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Jenis Sumber Air Minum
No

Provinsi

(1)

Air Isi Ulang

Air Ledeng

Sumur
Bor/Pompa

Sumur Gali
Terlindung

Sumur Gali Tak


Terlindung

Mata Air
Terlindung

(9)

Air
Mata Air Tak Penampungan
Sungai/Danau/
Terlindung
Air Hujan
Irigasi

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(10)

(11)

(12)

Aceh

2,4

37,4

7,2

3,3

3,6

29,3

7,3

4,2

1,7

0,6

3,0

Riau

1,9

47,2

1,0

0,9

7,9

15,0

5,2

0,5

0,2

19,3

0,9

2,2

0,1

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Air Kemasan

Air Ledeng
Eceran/
Membeli

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

5,3
4,1
3,5
2,3
1,2
5,7

Kepulauan Bangka Belitung

11,6

Jawa Barat

12,1

Kepulauan Riau
DKI Jakarta

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

4,9

33,2
6,2

10,6
12,8
20,3
30,6
4,8
0,6
3,2
3,7
3,2
4,1

11,9
1,8
1,9
1,9
3,5
0,8
1,4
1,4
3,0

1,6
9,7

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

32,2

15,4

23,3

11,6

32,7
19,0
18,2
11,3
41,6
65,9

13,8
15,4
14,3
3,4
1,9
5,5

35,6

13,8

11,5

10,6

22,6
11,0
12,1
28,7
10,2
12,6
4,1

14,3
27,0

6,6

15,6
11,5
5,2

23,0
20,0
26,7
7,5
8,2

20,7

24,8

18,8

21,3

56,7
29,0
25,2
14,1
23,7
13,4
11,9
8,6

30,5

17,6
21,0

16,3
16,7
14,0
27,7
19,3
11,8
22,1
23,1
14,3

7,7
11,9

1,0

15,0

0,4

4,1

0,5
0,3
0,3
0,9
0,2
1,8

4,1
4,5
4,2
5,3
8,3
2,5

1,7

14,7

0,3

5,4

1,3
2,7
1,8
1,0
2,5
3,4
2,2
0,8

16,2
13,0
20,3
22,1
3,5
9,4
2,2
2,3

1,0

11,0

0,8

5,9

3,5
1,0

9,6
2,6

1,0

14,7

1,2

8,1

1,5
2,4
0,1
3,4
0,3
1,8

0,7
1,6

16,3
6,7
7,9
6,8
5,0
2,2

1,1
12,8

14,2
19,7

3,1
5,1

28,3

12,4

56,4

10,1

35,9
45,4
23,4
10,2
0,7

22,6
30,3
49,6
24,4
13,2
7,1

31,6
17,8
5,8

11,5
13,1
5,1

15,4
14,3
17,7
27,1
36,9

8,9

10,7
10,5
5,4
0,2
3,7

6,0
8,9
1,7
1,4
1,7
3,2
0,5
1,0
0,0
8,2

5,3

12,3

2,8

4,1

4,6
4,7

2,4
9,2

1,4

15,7

3,7

4,3

7,1
9,5
4,3
5,7
2,0

8,7

18,6
4,4
2,6
1,8

5,4

11,2

5,3

9,3

4,5
7,2
2,9

13,7
8,4
2,8

18,8

11,6

26,1

16,7

3,4

3,5

18,2
32,8

5,3
22,5

8,9
8,3

3,0
4,9

17,4
5,6

10,1
7,6

2,4
6,3
0,6
1,1
1,3
0,1
1,9
0,0
5,5
2,3
0,9
2,1
1,7
1,9
1,7
9,9

2,2
1,5

10,0
6,1
0,8
1,1
0,5
0,1
0,3
0,7
3,9
0,5
0,5
3,4
0,2
3,7

4,4

45,3

1,1

5,8

2,1
0,5
2,3
5,7
5,1
1,7
0,9
4,3
3,7
1,4
1,9

22,8
3,2

(13)

3,1
3,3
4,0
5,2
1,8
1,6
0,7
0,4
0,0
1,0
0,4
0,2
0,6
0,4
0,7
0,4
4,5
8,4

10,1

16,7

1,1

0,3

1,9
1,0
2,2
2,2
0,0
0,7
2,8
7,7

15,7
20,0
2,9

14,1
3,5
3,2
0,5
1,6
0,7
4,3
3,5
5,8
7,0

9,9
1,9

Lampiran 6.39
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN KUALITAS FISIK AIR MINUM MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Kualitas Fisik Air Minum


Tidak Keruh

Tidak Berwarna

Tidak Berasa

Tidak Berbusa

Tidak Berbau

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Baik*
(8)

Aceh

91,6

93,6

96,0

98,8

96,2

88,1

Riau

97,6

97,7

98,2

99,4

98,7

95,4

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

94,5
96,9
96,1
95,5
93,3
97,3
99,3
98,9
98,4
97,3
97,1
97,4
98,2
97,8
97,4
98,2
90,9
97,0
94,0
95,3
97,2
97,6
95,3
95,5
96,4
95,8
96,8
94,0
97,2
96,2
84,3

96,7

Keterangan : * Tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbusa dan tidak berbau

97,1
98,2
98,3
97,7
97,2
98,8
99,6
99,2
99,1
98,7
98,9
98,9
99,1
98,3
99,2
98,8
97,3
97,8
95,1
96,6
98,7
98,7
98,1
98,7
98,2
98,2
98,5
97,7
98,5
98,0
93,4

98,4

96,9
97,4
98,5
97,7
97,5
98,8
98,1
99,6
98,6
97,1
98,4
98,9
98,1
96,3
99,3
95,5
92,1
97,1
94,6
90,9
97,7
97,9
94,6
97,6
97,2
98,9
97,6
97,6
95,7
97,5
92,7

97,4

99,1
99,3
99,3
99,4
99,1
99,7
99,8
99,9
99,5
99,4
99,5
99,7
99,6
99,6
99,9
99,6
99,3
99,6
99,4
99,5
99,5
99,7
99,2
99,5
99,1
99,5
99,3
99,5
99,3
99,1
99,1

99,5

97,9
98,2
98,6
98,9
98,1
99,2
99,2
99,4
98,3
98,6
98,4
99,0
99,1
98,5
99,6
98,9
98,6
98,5
96,4
97,6
98,7
99,4
98,8
98,5
98,4
99,1
98,8
99,3
98,8
97,6
97,8

98,6

91,9
94,6
94,6
93,2
91,2
96,2
97,0
98,3
96,3
94,3
95,2
96,4
96,2
93,8
96,4
93,4
85,2
93,7
88,2
87,1
95,2
95,0
90,8
93,0
93,1
95,0
95,3
92,6
92,9
94,2
78,6

94,1

Lampiran 6.40
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENGOLAHAN AIR MINUM SEBELUM DIMINUM MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Pengolahan Air Minum Sebelum Dikonsumsi


Ya

Tidak

(3)

(4)

Aceh

59,90

40,10

Riau

58,40

41,60

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara

69,50

Sumatera Barat

71,70

Jambi

78,60

Sumatera Selatan

81,90

Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

49,40
36,60
41,60
85,90

DI Yogyakarta

80,30

Jawa Timur

70,00

Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

56,40
48,50
33,50
90,60
80,70
64,80
77,50
54,20
66,70
78,80
72,00
84,40
82,50
82,70
87,80

Maluku Utara
Papua

83,60

69,10

Jawa Tengah

Papua Barat

85,80

92,70
Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

69,10
57,00

70,10

30,50
28,30
21,40
18,10
14,20
16,40
50,60
63,40
58,40
30,90
14,10
19,70
30,00
43,60
51,50
66,50
9,40

19,30
35,20
22,50
45,80
33,30
21,20
28,00
15,60
17,50
17,30
12,20
7,30

30,90
43,00

29,90

Lampiran 6.41
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN CARA PENGOLAHAN AIR MINUM SEBELUM DIMINUM MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Cara Pengolahan Air *
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014


Keterangan : * Rumah tangga yang melakukan pengolahan air

Pemanasan/ Dimasak

Penyinaran Matahari

Tambah Larutan Tawas

Disaring dan Tambah


Larutan Tawas

Disaring Saja

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

1,7
2,4
2,3
2,2
1,9
3,7
3,8
2,1
2,0
1,8
1,6
2,8
2,3
2,4
2,1
1,6
2,3
2,0
2,1
3,5
1,8
2,1
1,7
1,8
1,5
1,2
1,8
2,3
2,4
3,0
3,7
2,1
2,8

0,1
0,0
0,0
0,0
0,2
0,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,1
0,1
0,4
0,1
0,0
0,0
2,8
2,1
1,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0

0,3
0,1
0,1
0,1
0,0
0,6
0,1
0,2
0,1
0,3
0,0
0,0
0,1
0,0
0,4
0,0
0,2
0,4
0,2
0,1
0,6
1,2
0,2
0,2
0,9
0,5
0,3
0,0
0,4
0,1
0,4
0,3
0,3

2,1
1,0
0,7
0,4
0,7
0,8
0,3
0,1
0,8
2,4
1,5
0,7
0,3
0,6
0,7
0,5
1,5
1,2
0,5
0,4
2,1
1,0
2,1
1,9
1,9
1,2
0,5
0,2
0,9
6,2
0,4
0,4
2,2

95,9
96,5
97,0
97,3
97,2
94,6
95,8
97,6
97,1
95,4
96,9
96,5
97,2
97,0
96,7
97,8
95,6
96,4
97,1
96,0
92,6
93,6
94,8
96,1
95,7
97,1
97,4
97,4
96,3
90,6
95,6
97,2
94,7

96,5

2,3

0,2

0,2

0,8

Lampiran 6.42
PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SUMBER AIR MINUM BERDASARKAN KRITERIA
JMP WHO - UNICEF 2006 MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Akses Ke Sumber Air Minum


Improved*

Unimproved**

(3)

(4)

Aceh

47,1

52,9

Riau

45,5

54,5

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

58,6
65,3
66,7
74,3
44,3
24,0
61,6
65,1
81,7

Jawa Timur

77,9

Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

65,0
82,0
74,4
69,7
67,8
48,1
54,7
35,2
61,0
66,7
60,3
74,7
70,4
66,1
68,5

Maluku Utara
Papua

51,3

77,8

DI Yogyakarta

Papua Barat

57,9

75,3

Indonesia

55,2

45,7
66,8

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI, 2014


Keterangan : * Air ledeng/PDAM, sumur bor,/pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung, penampungan air hujan, air kemasan
(HANYA JIKA sumber air untuk keperluan RT lainnyaimproved )
** Air kemasan, air isi ulang (DAM), air ledeng eceran/membeli, sumur gali tidak terlindung, mata iar tidak terlindung,
air sungai/danau/irigasi

42,1
48,7
41,4
34,7
33,3
25,7
55,7
76,0
38,4
34,9
22,2
18,3
22,1
35,0
18,0
25,6
30,3
32,2
51,9
45,3
64,8
39,0
33,3
39,7
25,3
29,6
33,9
31,5
24,7
44,8

54,3
33,2

Lampiran 6.43
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENGGUNAAN FASILITAS BUANG AIR BESAR MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Fasilitas Tempat Buang Air Besar


Milik Sendiri

Milik Bersama

Umum

(3)

(4)

(5)

Aceh

64,6

5,7

7,0

Riau

88,4

4,1

1,7

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

80,2
68,3
81,7
76,1
76,4
88,1
77,0
88,1
86,2
78,2
78,6

6,1
5,8
3,1
5,4
4,8
4,2
5,9
6,6
8,8
7,6
5,3

84,5

11,0

77,8

12,5

69,4

6,5

73,4
76,7
57,8
70,2

6,2
6,7
9,5
6,5

68,5

13,2

75,5

8,2

69,4
87,8
59,3
71,2
70,0

9,2
3,8
6,9
8,4
5,3

3,4
4,9
3,5
3,9
2,0
1,4
2,6
2,4
4,5
7,0

0,6
3,4
2,0
2,3
9,8
6,6
3,6
4,0
5,5
3,6
4,5

5,1

15,8

6,7

4,2

66,5
59,9

76,2

8,2
6,5

5,8

11,7
14,6
16,9
6,4

14,5
2,8
0,4
7,2

13,2

3,1

60,2

5,3

21,0

3,4

1,5

14,9

62,3

10,2

13,4

10,8
5,4

(6)

22,7

2,7

50,2
52,8

Sembarangan

7,4
9,1

14,8
5,7

3,0

17,3
9,1

29,3
21,3
21,8
8,5

14,8
4,8

12,4
28,2
16,9
20,2
24,1
34,4
23,4
19,0
10,4
27,9

12,9

Lampiran 6.44
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN TEMPAT BUANG AIR BESAR MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Jenis Tempat BAB *
No

Provinsi

(1)

Plengsengan

Cemplung/Cubluk/ Lubang
Tanpa Lantai

Cemplung/Cubluk/ Lubang
Dengan Lantai

(3)

(4)

(5)

(6)

Aceh

84,9

3,7

7,4

4,0

Riau

78,4

6,5

5,5

9,5

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

(2)

Leher Angsa

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

84,2
83,1
76,9
79,4
91,1
78,3
96,8
88,2
95,4
83,7
88,2
91,8
80,7
92,3
98,8
91,8

5,4
5,6
7,6

6,4
8,0
8,9

2,6

13,3

1,0

1,6

1,8
3,3
2,8
2,4
6,3
2,7
0,9
5,8
3,0
0,8
5,8

4,5

12,5
5,0
1,4
7,9
6,5
4,1
9,4
4,1
0,3
1,5

58,0

17,4

17,2

78,3

1,4

8,0

84,5
65,8
88,4
92,8
87,0
87,4
87,6
95,8
87,9
88,8
93,0
79,8

46,1
84,4

Keterangan : * Rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, bersama, umum

4,9
3,0
2,1
3,7
6,6
5,8
2,3
1,4
6,7
5,4
1,9
8,7

13,2
4,8

3,8

4,0
3,3
6,6
4,7
2,6
5,9
0,6
4,1
0,8
2,1
2,5
3,2
4,1
0,6
0,1
0,9
7,4
6,8

8,2

23,0

1,8

1,7

3,8
3,6
5,4
6,2
1,8
2,6
3,0
2,4
9,2

24,3
7,2

12,3
5,7
2,8
1,4
3,9
1,0
2,8
2,8
2,7
2,4

16,5
3,7

Lampiran 6.45
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TINJA MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013
Tempat Pembuangan Akhir Tinja
No

Provinsi

(1)

(2)

Tangki Septik

SPAL

Kolam/Sawah

Sungai/Danau/laut

Lubang Tanah

Pantai/Tanah
Lapang/Kebun

Lainnya

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

2,0

16,7

10,3

4,5

0,7

1,2

10,4

15,5

1,4

0,5

16,1

10,3

Aceh

63,3

2,6

Riau

66,4

4,5

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

Jawa Tengah

DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat
Maluku

Maluku Utara
Papua Barat

Papua
Indonesia

72,5
53,9
61,9
63,2
66,6
64,1
81,6
81,4
88,8
62,9
67,9
82,7
63,2
74,7
84,6

2,8
6,3

12,5

3,6

2,4

3,4
3,5
5,2
1,0
1,5
3,0

74,8
64,3
64,2
67,0
69,4
55,9
66,5
74,2
72,6
34,6

66,0

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

0,2

3,0
4,0
4,4
1,9
2,4
2,0
3,3
2,2
7,5
2,9
4,2
2,0
3,5
2,7
4,2
2,8

4,0

11,4
20,4
19,2
18,2

6,5
4,3

0,3

11,7

5,3

14,7

0,3

1,1

4,7

0,8

78,7

3,8

2,8

3,4

55,1
61,0

1,4

12,9

13,1

60,6

1,0

5,5

50,3
34,7

1,6

1,1

5,9

15,7

4,1

9,0
5,1

12,3
10,6
19,7

2,6
2,3
1,9
2,4
7,4
7,0

2,0
1,3
1,8
1,6
1,9
0,6
9,8
1,4
0,1
0,4
0,8
0,2

17,4

13,4

1,5

18,0

6,3

10,3

0,5

34,0

8,8

0,6

7,5
0,1
0,2
0,5
0,3
0,5
0,5
1,0
0,8
0,3

7,6
3,9

39,4

27,6

7,5

18,6
11,7
10,3
19,1

4,4

9,1
3,8

21,5

10,4

7,7

11,2

1,8

5,7
10,9

0,4
0,4

10,5

8,5

12,7

0,3

2,8

1,3

0,7
1,1

1,6

11,7
14,9
11,7

13,9

12,2

1,7
5,4
4,4

19,2

7,3
0,9
1,1
1,4
8,5
7,6
9,2

2,3

10,2

2,7

8,1

4,2
3,3

32,2
8,6

8,5

13,3

4,5

14,6
2,7

0,6
0,5
0,3
0,4
0,2
0,1
0,4
1,4
0,0
0,1
0,4
0,1
0,3
0,2
0,2
0,5
0,8
0,6
0,2
0,2
0,3
0,6
1,2
0,5
0,7
0,3
0,7
0,5
0,7
0,1
2,2

0,4

Lampiran 6.46
PROPORSI RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP FASILITAS SANITASI BERDASARKAN
KRITERIA JMP WHO - UNICEF 2006 MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Akses Ke Fasilitas Sanitasi


Improved*

Unimproved**

(3)

(4)

Aceh

53,4

46,6

Riau

64,2

35,8

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

Kepulauan Bangka Belitung


Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat

59,5
58,8
61,9
60,8
73,9
74,8
78,2
58,1
72,1

DI Yogyakarta

57,5

Jawa Timur
Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

68,3
72,5
41,1
30,5
56,0
51,1
54,5
74,1
63,4
52,6
54,9
58,0
45,9
42,9
54,2

Maluku

54,9

Maluku Utara
Papua

49,9

62,7

Jawa Tengah

Papua Barat

66,8

Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI, 2014

54,9
30,5

59,8

Keterangan : * Fasilitas sendiri, sarana jamban leher angsa dan atau plengsengan, pembuangan akhir tinja di tangki septik

** Fasilitas milik bersama, umum, dan atau BAB sembarangan, sarana jamban cemplung, pembuangan akhir tinja tidak di tangki septik

33,2
50,1
40,5
41,2
38,1
39,2
26,1
25,2
21,8
41,9
37,3
27,9
42,5
31,7
27,5
58,9
69,5
44,0
48,9
45,5
25,9
36,6
47,4
45,1
42,0
54,1
57,1
45,8
45,1
45,1
69,5

40,2

Lampiran 6.47
JUMLAH LOKASI DESA SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi

2011

2012

2013

(2)

(3)

(4)

(5)

11
6
360
187
149
459
99
25
56
28
0
371
971
8
1.248
63
8
334
557
182
177
220
25
0
186
175
5
76
81
43
48
54
23
6.235

87
109
639
363
159
617
112
71
91
35
2
504
1.423
34
2.838
116
10
834
1.084
206
330
342
56
26
298
268
36
111
132
59
72
65
36
11.165

122
121
647
387
169
633
125
256
95
96
2
779
2.817
63
3.618
149
672
1.071
1.531
252
451
391
56
50
318
331
118
319
192
77
107
100
113
16.228

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2014

Lampiran 6.48
PENCAPAIAN RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TAHUN 2013
No
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Sumber : Pusat Promosi Kesehatan, Kemkes RI

Jumlah Rumah Tangga


(3)

1.066.346
3.037.306
1.152.378
1.328.461
770.610
1.813.436
432.867
1.934.431
311.144
441.750
2.508.869
11.493.124
8.703.499
1.037.852
10.379.484
2.596.432

1.028.171
1.252.516
1.013.882
1.022.980
572.790
975.168
870.912
581.872
620.404
1.847.825
502.047
243.981
258.559
316.597
214.316
168.076
658.584
61.156.669

Jumlah Rumah Tangga Yang Dipantau


(4)

208.157
950.436
752.580
286.214
318.301
1.121.582
318.074
1.043.237
41.170
199.668
852.556
5.405.403
3.154.402
387.889
1.995.195
661.027

192.217
72.551
242.617
131.556
30.933
202.554
264.645
170.117
82.943
1.131.725
253.922
57.610
90.165
183.048
26.066
22.275
498.894
21.349.729

Rumah Tangga Ber - PHBS


(5)

68.844
596.005
523.419
118.760
197.582
702.184
208.097
571.361
22.946
95.613
559.779
2.613.893
2.370.336
137.743
898.271
233.590

133.388
20.999
118.942
65.799
15.861
121.713
199.184
120.280
31.707
620.999
111.225
39.965
48.354
70.268
10.883
5.681
186.790
11.840.461

Pencapaian (%)
(6)

33,07
62,71
69,55
41,49
62,07
62,61
65,42
54,77
55,73
47,89
65,66
48,36
75,14
35,51
45,02
35,34

69,39
28,94
49,02
50,02
51,28
60,09
75,26
70,70
38,23
54,87
43,80
69,37
53,63
38,39
41,75
25,50
37,44
55,46

Lampiran 6.49
PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN LOKASI RUMAH MENURUT PROVINSI, RISKESDAS 2013

No

Provinsi

(1)

(2)

Lokasi Rumah di Daerah Kumuh


Ya
(3)

Tidak
(4)

Aceh

12,9

87,1

Riau

10,7

89,3

2
3
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Sumatera Utara

12,7

Sumatera Barat

20,4

Jambi

Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung

14,2
18,4
9,5
9,2

Kepulauan Bangka Belitung

10,9

Jawa Barat

26,7

Kepulauan Riau
DKI Jakarta

Jawa Tengah

25,8
29,4
15,3

DI Yogyakarta

12,2

Jawa Timur

17,0

Banten
Bali

Nusa Tenggara Barat


Nusa Tengara Timur
Kalimantan Barat

Kalimantan Tangah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Gorontalo

Sulawesi Barat

24,0
10,0
22,2
14,6
16,6
13,6
26,5
19,4
12,5
11,2
15,5
14,6
8,9
6,9

Maluku

13,4

Papua

21,4

Maluku Utara
Papua Barat

13,9
Indonesia

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014

22,9

18,7

87,3
79,6
85,8
81,6
90,5
90,8
89,1
74,2
70,6
73,3
84,7
87,8
83,0
76,0
90,0
77,8
85,4
83,4
86,4
73,5
80,6
87,5
88,8
84,5
85,4
91,1
93,1
86,6
86,1
77,1
78,6

81,3

Lampiran 6.50
JUMLAH KABUPATEN/KOTA PENYELENGGARA KABUPATEN/KOTA SEHAT (KKS) DI INDONESIA
TAHUN 2013
No.
(1)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Provinsi
(2)

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

Jumlah Kabupaten/Kota

Jumlah Kabupaten/
Kota Penyelenggara KKS

KKS (%)

(3)

(4)

(5)

23
33
19
12
11
15
10
14
7
7
6
26
35
5
38
8
9
10
21
14
14
13
14
15
11
24
12
6
5
11
9
11
29
497

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2014

2
17
19
9
8
13
8
9
7
2
6
26
35
5
38
6
9
10
7
8
1
10
13
10
5
24
7
6
5
0
0
0
0
325

8,70
51,52
100,00
75,00
72,73
86,67
80,00
64,29
100,00
28,57
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
75,00
100,00
100,00
33,33
57,14
7,14
76,92
92,86
66,67
45,45
100,00
58,33
100,00
100,00
0,00
0,00
0,00
0,00
65,39

Lampiran 6.51
PERATURAN TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK TINGKAT PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2013
No

Provinsi

Kabupaten/Kota

(1)

(2)

(3)

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Jambi

Riau

Bengkulu

Sumatera Selatan

Kep. Bangka Belitung

Simeulue
Aceh Barat
Aceh Tengah
Aceh Barat Daya
Kota Banda Aceh

Mandailing Natal
Kota Tebing Tinggi
Kota Medan
Lima Puluh Kota
Padang Pariaman
Pasaman
Pesisir Selatan
Sijunjung
Tanah Datar
Pasaman Barat
Padangpanjang
Kota Payakumbuh

Kota Sawahlunto
Solok
Kota Bukittinggi
Kota Padang
Kota Pariaman
Bungo

Keterangan
(4)

Surat Edaran No. 338/18186 Tahun 2012 tentang larangan merokok dalam ruangan kerja dan gedung kantor
Ranperbup
Ranperda
Perda No. 10 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
Edaran No. 061.2/950/2013
Perwali No. 47 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Pergub No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintah Prov. Sumatera Utara
Perda No. 5 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok
Perwali No. 3 Tahun 2013
Perda Tahun 2013
Perda No. 8 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup untuk Tingkat Sekolah
Himbauan Bupati
Perbup untuk Tingkat Sekolah
Perbup No. 45 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Edaran No. 443.52/362/Dinkes 2009 tentang Kawasan Bebas Rokok
Perbup untuk Tingkat Sekolah
Perbup No. 23 Tahun 2009 tentang Larangan Merokok
Perda No. 8 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok
SK No. 451/Kesra/PKK/IV/2004 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Edaran No. 297/ST-WK/Pyk-2005 tentang Dilarang Merokok
Perwali No. 440,05/430/WK-Pyk/2005 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Instruksi No. 17/P.WK/Pyk-2009 tentang Dilarang Merokok
Perda No. 15 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Instruksi No. 440/2226/Dinkes/V/2009
Perwali Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah
Perda No. 1/2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
PerwaliNo. 14 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Ranperda

Kota Jambi

Perda No. 10 Tahun 2010 tentang Larangan Merokok di Tempat Umum


Perbup No. 11 Tahun 2012 tentang Larangan Merokok
Perwali No. 189 Tahun 2010 tentang Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

Rejang Lebong
Kota Bengkulu

Perbup No. 20 Tahun 2007 tentang Kawasan Dilarang Merokok


Perwali No. 38 Tahun 2011 tentang Kawasan Dilarang Merokok

Kep. Meranti
Kota Dumai

Kota Palembang
Bangka Barat

Perbup No. 68 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok


Perwali No. 11 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Perwali No. 18 Tahun 2010


Perda No. 7/2009

Perbup No. 10 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Tanpa Rokok

No

Provinsi

Kabupaten/Kota

(1)

(2)

(3)

Lampung

Kepulauan Riau
10 DKI Jakarta
11 Jawa Barat

Belitung Timur
Kota Pangkal Pinang
Lampung Selatan
Lampung Barat
Kota Metro

Bintan
Kota Batam
Kota Tanjung Pinang
Bandung
Bogor
Cianjur
Indramayu
Karawang
Sukabumi
Kota Bandung
Kota Bogor

Kota Cirebon
Kota Sukabumi
Kota Bekasi
Kota Depok
12 Jawa Tengah

Kota Tasikmalaya
Boyolali
Karanganyar
Kebumen
Pekalongan
Purbalingga
Purworejo
Rembang
Sragen
Wonosobo

Keterangan
(4)

Perbup
Perwali

SK Bupati No. 128/SOS/HK-LS/2007 tentang Kawasan Bebas Rokok di Sekolah


Perbup No. 04 Tahun 2011 tentang Kawasan Dilarang Merokok
Edaran No. 440/130/02/2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Edaran No. 441.7/8778/D2/VI/2008
Perbup No. 5 Tahun 2013

Edaran Bupati
Ranperda
Ranperda
Perda No. 2 Tahun 2005 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Pergub No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok
Perbup No. 15 Tahun 2008 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok
Perbup No. 54 Tahun 2012
Perbup No. 53 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 6 Tahun 2011
Perbup No. 6 Tahun 2011
Perda No. 11 Tahun 2005
Perda No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perwali No. 7/2010 Tentang Petunjuk pelaksanaan Perda Kota Bogor No. 12 Tahun 2009 ttg Kawasan Tanpa Rokok
SK No. 27A Tahun 2006 tentang Perlindungan Masyarakat Bukan Perokok di Kota Cirebon
SK Walikota No. 55 Tahun 2006 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok di Tempat Kerja Di Lingkungan Pemerintah Kota Sukabumi
Perwali No. 3 Tahun 2007 tentang Kendaraan Umum yang Bersih, Higienis, dan Bebas Asap Rokok
Perwali No. 89 Tahun 2008 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok
Edaran No. 40/874-Huk/2008 tentang Larangan Merokok
Perda No. 16 Tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum
Perwali No. 18 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Perbup No. 26 Tahun 2011 Ttentang Kawasan Tanpa Rokok pada fasilitas dan tempat proses belajar mengajar di Kabupaten Boyolali
Instruksi No. 3 Tahun 2009
Edaran No. 440/7350.3
Perbup No. 91 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
Instruksi No. 1 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 19 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup No. 73 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup No. 57 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
SK Kadinkes No. 443.5/03/2011 tentang Kawasan Terbatas Merokok di Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang
Perbup No. 72 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Kab Sragen No. 1 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 1 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Instruksi No. 442/079/2006 tentang Kawasan Bebas Rokok pada tempat kerja dan Rapat, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan umum, Kantor
pemerintah dan swasta serta Sekolah.

No

Provinsi

Kabupaten/Kota

(1)

(2)

(3)

Kota Surakarta
Kota Semarang

Kota Pekalongan
13 D.I. Yogyakarta

Kota Tegal

Gunung Kidul

14 Jawa Timur

Sleman
Kulonprogo
Kota Yogyakarta
Banyuwangi
Jombang
Malang
Probolinggo
Sidoarjo

Tulungagung
Kota Surabaya

15 Banten

16 Bali

Kota Pasuruan
Kota Probolinggo
Lebak
Tangerang
Kota Tangerang
Badung
Bangli

Gianyar
Jembrana
Karangasem

Keterangan
(4)

Perwali No. 13 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
Perwali No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok Kota Semarang
Perda No. 3 Tahun 2013
Perwali No. 5A Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 19 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
SK No. 440/209/2010 tentang Penetapan Kawasan Tanpa Asap Rokok pada Institusi Pendidikan dan Kesehatan Kota Tegal
Perwali No. 440/209/2009 tentang Penetapan Kawasan Tanpa Asap Rokok
Perda No. 5 Tahun 2007 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Pergub No. 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok
SK Kadinkes No. 188/05113/IV.2 Tahun 2012 tentang Pembentukan Satuan Tugas Kawasan Dilarang Merokok
Edaran No. 440/0880 Tahun 2009 tentang Penerapan Kawasan Dilarang Merokok
Perbup No. 22 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok
Perbup No. 42 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup No. 61/2009 tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok
Edaran No. 440/004/SE/2010 tentang Larangan Merokok di Komp.Balaikota Yogyakarta

SK No. 134 Tahun 2003 tentang Penetapan Kaawasan Bebas Rokok Bagi Seluruh Sekolah di Kabupaten Banyuwangi
SK No.188.4/039/415.44/2011 SK Direktur RSUD Kab. Jombang tentang RSUD Kab.Jombang sebagai Kawasan Bebas Rokok
Perbup No. 18 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup No. 13 Tahun 2009 tentang Pengendalian Merokok di Tempat Kerja di Lingkungan Pemerintah Kab. Malang
Perbup No. 188 .................
Perbup No. 58 Tahun 2011
Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
Perda No. 9 Tahun 2010 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Terbatas Merokok
Edaran No. 4 Tahun 2004
Perda No. 5 Tahun 2008
SK No. 188.45/330/436.1.2/2009 tentang Tim Pemantau Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Dilarang Merokok di Kota Surabaya
Perwali No. 25 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Perda Kota Surabaya
Instruksi No. 4 Tahun 2004 tentang Kawasan Bebas Rokok di Sekolah Negeri dan Swasta
Perda No. 12 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
SK No. 180/AUK-35/2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok
Perbup No. 16 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perwali No. 54 Tahun 2008 tentang Larangan Merokok Bagi Guru dan Siswa Sekolah
Perda No. 5 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Merokok
Perda No. 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Pergub No. 8 Tahun 2012
Perbup No. 15 Tahun 2008 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok
Perda No. 8 Tahun 2013
SK No 443/80/2011 tentang Pembentukan Tim Pembina dan Pengawasan Larangan Merokok Pada Tempat-Tempat Tertentu
Perbup No. 24 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Edaran No. 658.2/2036.a/Diskes/2010 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok Kepada SKPD Gianyar
Perbup No. 16 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup No. 1 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok

No

Provinsi

Kabupaten/Kota

(1)

(2)

(3)

17 Nusa Tenggara Barat

18 Nusa Tenggara Timur


19 Kalimantan Barat

20 Kalimantan Tengah

21 Kalimantan Selatan

22 Kalimantan Timur

23 Sulawesi Utara

24 Sulawesi Tengah
25 Sulawesi Selatan

Kota Denpasar
Lombok Barat
Lombok Timur
Sumbawa
Kota Mataram
Flores Timur

Kota Pontianak
Kapuas
Kotawaringin Barat
Seruyan
Kota Palangkaraya

Keterangan
(4)

Perwali No.25 A Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok


Perda No. 7 Tahun 2013

Perda No. 4 Tahun 2013


Instruksi No. 2 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan PHBS Kab. Lombok Timur
SK No. 447.7/224/Dikes/V/2008
Perbup
Perda No. 4 Tahun 2013
SE Bupati tentang Kawasan Tanpa Rokok

SK No. 44,/3446.a/D-Kes/P3/2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok


Perwali No. 67 Tahun 2012
Perda No. 10/2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Kutai Timur
Kota Balikpapan
Kota Samarinda
Kota Bontang
Kota Tarakan

Instruksi No. 24/Admin/Kesra/2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok Tempat Kerja


MOU
SE Bupati
Perwali No. 9 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Di Kalsel
Perbup No. 10 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Institusi Kesehatan dan Di Institusi Pendidikan
Edaran No. 441.7/2/5/KES/2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok
Perbup No. 26 Tahun 2011 tentang Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok di Fasyankes Di Kab Tanah Laut
Edaran No. 188/150/KUM tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 7/2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Pergub No. 1 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
SK No. 487/SK-Bup/HK/2010 tentang Kawasan Bebas Asap Rokok di Tempat Kerja dan Lingkungan Sekolah se-Kabupaten Kutai
Kartanegara
Perbup
Perwali No. 4 Tahun 2012
Perwali No. 51 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 5 Tahun 2012 tentang KBAR
Perda No. 3/2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok

Banggai Kepulauan
Tojo Una-una
Kota Palu

SK Bupati No. 440/875/Dinkes/2013


Perda No. 6 Tahun 2013
Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan Daerah

Barito Kuala
Hulu Sungai Tengah
Tanah Laut
Tapin
Kota Banjarmasin
Kutai Kartanegara

Minahasa
Talaud
Kota Manado
Kota Bitung

Enrekang

Perbup No. 11 Tahun 2011 tentang Kawasan Dilarang Merokok


Perbup No. 28 Tahun 2013
Perbup No. 5 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perda No. 5 Tahun 2013
Perwali Nomor 10 Tahun 2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Rancangan

No

Provinsi

Kabupaten/Kota

(1)

(2)

(3)

Kep. Selayar
Luwu Utara
Kota Makassar
26 Sulawesi Tenggara
27 Gorontalo
28 Sulawesi Barat
29 Maluku
30 Maluku Utara
31 Papua Barat

Kota Pare-pare
Kota Palopo
Kota Kendari
Kota Bau-bau

Gorontalo
Bone Bolango
Halmahera Selatan
Kota Tidore
Kota Sorong

Keterangan
(4)

Perbup Kawasan Tanpa Rokok


Perbup No. 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok
Perwali No. 13 Tahun 2011 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dan Sekolah Negeri Menjadi Kawasan Tanpa Asap Rokok
Perda No. 4 Tahun 2013
Rancangan
Perwali No. 8 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Perbup No. 70 Tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Tanpa Rokok dalam Wilayah Kota Kendari
Perwali

Edaran No. 1 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok (Kawasan Tanpa Rokok) di Instansi dan Tempat-Tempat Umum
Perbup No. 48 Tahun 2011 tentang Kawasan Bebas Rokok
Ranperda
Perda No. 1 Tahun 2014
Perbup No. 1 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Edaran No. 441/1545/10/2013

Instruksi No. 440/02 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Sorong

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI, 2014

Anda mungkin juga menyukai