Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara
organisme dan lingkungannya. Menurut Odum (1971) dalam Dharmono
(2015) ekologi mutakhir adalah studi yang mempelajari struktur dan fungsi
ekosistem atau alam dimana manusia adalah bagian dari alam.
Struktur di sini menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada
waktu dan tempat tertentu termasuk kerapatan atau kepadatan, biomas,
penyebaran potensi unsur-unsur hara (materi), energi, faktor-faktor fisik dan
kimia lainnya yang mencirikan keadaan sistem tersebut, sedangkan
fungsinya menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam
sistem. Jadi pokok utama ekologi adalah mencari pengertian bagaimana
fungsi organisme di alam.
Ekologi hewan bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan (Dharmono, 2015).
Salah satu bab pada mata kuliah ekologi hewan ini yaitu Respon dan
Adaptasi Hewan, berisi tentang; macam respon dasar hewan, adaptasi
hewan (adaptasi struktural, adaptasi fungsional), dan pola tingkah laku
hewan.
Pada makalah ini akan dikaji mengenai pola migrasi dan tingkah
laku gastropoda/bekicot.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana pola migrasi pada hewan gastropoda/bekicot?
2. Bagaimana tingkah laku pada gastropoda/bekicot ?
1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam makalah ini adalah:


1. Pola migrasi pada hewan gastropoda/bekicot.
2. Tingkah laku pada gastropoda/bekicot.
1.4. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.
2.

Menganalisis Pola migrasi pada hewan gastropoda/bekicot.


Menganalisis tingkah laku pada gastropoda/bekicot.

1.5. Manfaat Penulisan


Secara garis besar penyusunan makalah penelitian ini bertujuan untuk :
1. Sebagai media informasi bagi para pembaca mengenai pola migrasi dan
2.

tingkah laku gastropoda/bekicot.


Sebagai bahan acuan dalam penyusunan berbagai macam tulisan, buku
ataupun manuskrip berkaitan dengan gastropoda/bekicot.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Gastropoda


Salah satu kelas dari Molluska yang bernilai ekonomis penting adalah
Gastropoda. Secara umum, kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari
Mollusca lebih dari 60.000 sampai 80.00 spesies yang telah teridentifikasi
dan 15.000 diantaranya dapat dilihat dalam bentuk fosilnya. Kelas ini
dikenal juga dengan nama bekicot dan siput atau dalam bahasa Inggris snail
dan slugs. Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal
zaman Cambrian. Meskipun nama bekicot sering digunakan untuk semua
anggota kelas ini, namun biasanya hanya jenis yang memiliki shell eksternal
dimana bagian-bagian lunak dapat menarik dirinya ke dalam cangkangnya
sedangkan jenis yang hanya memiliki shell yang kecil disebut sebagai siput.
Kelas Gastropoda memiliki keanekaragaman habitat yang sangat luas.
Gastropoda umumnya hidup di laut tetapi ada sebagian yang hidup di darat.
Beberapa jenis juga bisa ditemukan di danau, sungai, selokan kecil, muara,
intertidal yang berbatu atau berpasir, laut, bahkan di gurun pasir juga ada.
Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, dapat disimpulkan
bahwa Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses di antara kelas yang
lain. Anatomi, perilaku, makan dan adaptasi reproduksi dari Gastropoda
sangat bervariasi antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

Gambar. 2.1. Bekicot (Achatina fulica)

2.2. Taksonomi Bekicot (Achatina fulica)

Klasifikasi :
Phylum : Mollusca
Class

: Gastropoda

Ordo

: Pulmonata

Subordo : Stylommotophora
Famili

: Achatinidae

Genus

: Achatina

Species : Achatina fulica


(Sumber : Jasin, 1984: 141)
2.3. Pola Migrasi
Migrasi adalah perpindahan suautu individu dari suatu tempat
ketempat lainnya. Migrasi sering terjadi sepanjang masa sejak dahulu
sampai sekarang. Yang menjadi motivasi migrasi adalah karena kesulitan
hidup di daerah asal dan mencari tempat hidup serta sumber pangan yang
lebih baik lagi. Selain itu migrasi juga terjadi karena adanya bencana yang
terjadi di daerah asal, sehingga untuk melanjutkan hidup memerlukan
habitat yang sesuai dengan populasi tersebut.
Migrasi hewan adalah sebuah gerakan periodik hewan dari tempat
di mana ia telah tinggal ke daerah yang baru dan kemudian melakukan
perjalanan kembali ke habitat asli. Faktor hewan bermigrasi merupakan
biasanya untuk mencari makanan yang berlimpah dan tempat yang baik
untuk berkembang biak. Migrasi hewan musiman merupakan fenomena
yang paling menakjubkan dari elemen alam.
2.4. Tingkah Laku
Perilaku adalah aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu
stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan
diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa
organisme

tadi

melihat

dan

merasakan

seperti

kita.

Ini

adalah

antropomorfisme (Y: anthropos = manusia), yaitu interpretasi perilaku


organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal
suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara
antropomorfik.
Kelas Gastropoda biasanya disebut keong atau siput. Bentuk
cangkang keong pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar

seperti konde (gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang


tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar
disebut body whorl dan gelung-gelung di atasnya disebut spire (ulir). Alat
indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia dan statocyt. Mata
sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel yang
berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang
atau dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor
(Howells, 2005 dalam Mustamin, B. 2011).
Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis
(perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses
belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada
perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang
menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan
pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan atau pemeliharaan, hal ini
merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari berbagai hasil kajian,
diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu
genetis

dan

lingkungan

(proses

belajar),

sehingga

terjadi

suatu

perkembangan sifat.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan makalah
berjudul Pola Migrasi dan Tingkah Laku Gastropoda/Bekicot adalah
dengan praktikum dan pengumpulan data dari literatur. Berikut langkahlangkah praktikumnya :
1. Menyiapkan 8 ekor bekicot yang berukuran relatif sama kemudian
membagi menjadi 2 kelompok bekicot.
2. Meletakkan masing-masing kelompok bekicot pada daerah berbeda yaitu
daerah gelap dan terang.
3. Mengamati setiap 3 jam sekali mengenai jarak yang ditempuh dari setiap
titik awal, sudut pergerakan dari setiap titik awal, arah pergerakan, dan
aktivitas yang dilakukan yaitu aktivitas makan, aktivitas kawin dan
aktivitas ekskresi.
4. Membuat grafik jarak dan pergerakan yang dilakukan oleh masingmasing bekicot.
3.2. Tempat dan Waktu Pengumpulan Data
a. Tempat pengumpulan data
Tempat penelitian dalam penyusunan makalah ini yaitu di Desa
Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, tepatnya di pulau
Pinus.
b. Waktu pengambilan data
Waktu prngumpulan data yaitu pada hari Rabu, 18 Februari
2015 sampai hari Kamis, 19 Februari 2015.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian
Tabel Hasil Pengamatan Pola Migrasi & Tingkah Laku Gastropoda
A. Daerah Terang
Tabel 4.1. Pengamatan Daerah Terang
Bekicot
12.I
12.II
12.III
12.IV

Waktu
03.00
03.00
03.00
03.00

Sudut (o)
200
310
150
95

Jarak (cm)
336
580
520
160

Kegiatan
Memanjat pohon
Berjalan
Memanjat pohon
Makan

12.I
12.II
12.III
12.IV

06.00
06.00
06.00
06.00

220
335
158
110

410
577
505
162

Diam
Berjalan
Diam
Diam

12.I, 12.II,

00.00

No
1

12.III, 12.IV

B. Daerah Gelap

Tabel 4.2. Pengamatan Daerah Gelap


Bekicot
12.I
12.II
12.III
12.IV

Waktu
03.00
03.00
03.00
03.00

Sudut (o)
70
80
350
260

Jarak (cm)
243
28
760
155

Kegiatan
Diam
Berjalan
Berjalan
Berjalan

12.I
12.II
12.III
12.IV

06.00
06.00
06.00
06.00

70
85
345
47

243
29
1278
285

Diam
Berjalan
Berjalan
Diam

12.I, 12.II,

00.00

No
1

12.III, 12.IV

Tabel Parameter Lingkungan


A. Gelap (pukul 03.00)
Tabel 4.3. Parameter Daerah Gelap pukul 03.00
Pengulangan
No
1

Nama Alat
Altimeter

Kegunaan
Mengukur ketinggian

40

40

40

Kisaran

Satuan

40

mdpl

Hygrometer

tempat
Mengukur

92

92

93

92-93

4 in 1

kelembapan udara
Mengukur intensitas

Lux

Soil tester

cahaya
Mengukur

100

100

100

100

Termometer

Kelembapan tanah
Mengukur pH tanah
Mengukur suhu udara

6,2
25

6,2
25

6,4
24

6,2-6,4
24-25

Kisaran

Satuan

B. Terang (pukul 03.00)


Tabel 4.4. Parameter Daerah Terang pukul 03.00
Pengulangan
No

Nama Alat

Kegunaan

Altimeter

Mengukur ketinggian

40

40

40

40

mdpl

Hygrometer

tempat
Mengukur

94

93

95

93-95

Soil tester

kelembapan udara
Mengukur

100

100

100

100

Termometer

Kelembapan tanah
Mengukur pH tanah
Mengukur suhu udara

6,5
25

6,5
26

6,4
25

6,4-6,5
25-26

C. Gelap (pukul 06.00)


Tabel 4.5. Parameter Daerah Gelap pukul 06.00
Pengulangan
No

Nama Alat

Kegunaan

Kisaran

Satuan

Altimeter

Mengukur ketinggian

40

40

40

40

mdpl

Hygrometer

tempat
Mengukur

92

94

94

92-94

4 in 1

kelembapan udara
Mengukur intensitas

442

453

604

442-604

Lux

Soil tester

cahaya
Mengukur

50

43

50

43-50

Termometer
Anemometer

Kelembapan tanah
Mengukur pH tanah
Mengukur suhu udara
Mengukur kecepatan

6,5
25
0

6,5
25
0

6,6
25
0

6,5-6,6
25
0

C
m/s

5
6.

Pengulangan
No

Nama Alat

Kegunaan

Kisaran

Satuan

Kisaran

Satuan

angin

D. Terang (jam 06.00)


Tabel 4.6. Parameter Daerah Terang pukul 06.00
Titik
pengambilan
I

II

III

Pengulangan
No

Nama Alat

Kegunaan

Anemometer

m/s

Termometer

25

25

25

25

4 in 1

356

356

356

356

Lux

Termometer

26,9

26,9

26,9

26,9

Higrometer

88,9

89

88,9

88,9-89

Anemometer

m/s

Termometer

25

25

25

25

4 in 1

1384

1885

1384

1384-1885

Lux

Termometer

26,7

26,8

26,9

26,7-26,9

Higrometer

Mengukur
kecepatan
angin
Mengukur
suhu udara
Mengukur
intensitas
cahaya
Mengukur
suhu udara
Mengukur
kelembapan
udara
Mengukur
kecepatan
angin
Mengukur
suhu udara
Mengukur
intensitas
cahaya
Mengukur
suhu udara
Mengukur
kelembapan
udara

97

96,5

96

96-97

Anemometer

m/s

Termometer

25

25

25

25

4 in 1

1256

1384

1253

1253-1384

Lux

Higrometer

Mengukur
kecepatan
angin
Mengukur
suhu udara
Mengukur
intensitas
cahaya
Mengukur
kelembapan
udara

96

96

96

96

Sketsa pergerakan bekicot

10

Gambar 4.1. Sketsa bekicot 1-4 (daerah terang)

Gambar 4.2. Sketsa bekicot 1-2 (daerah gelap)

11

Gambar 4.3. Sketsa bekicot 3-4 (daerah gelap)

4.2. Pembahasan

12

Praktikum awal dilakukan pada hari Rabu (Kamis dini hari) pukul
00.00. Pengamatan dilakukan tiap 3 jam sekali, yaitu pukul 03.00, 06.00,
dan pada pukul 00.00. Hanya saja pada pukul 00.00 (pengamatan terakhir)
tejadi hujan lebat sehingga praktikum dihentikan sebelum selesai.
Pengamatan dilakukan pada waktu malam karena hewan ini termasuk
hewan nokturnal (melakukan kebanyakan aktivitas hidupnya di malam hari).
Bekicot yang diamati dalam praktikum ini berjumlah 8 ekor, di mana
4 ekor untuk daerah yang agak terang dan 4 ekor lagi di daerah yang agak
gelap. Daerah terang merupakan daerah yang lebih dekat ke sumber cahaya
light trap, sedangkan daerah gelap berada lebih jauh dari light trap. Pada
awal kegiatan diletakkan di titik yang sama, menghadap ke utara, barat,
timur dan selatan. Setelah beberapa jam kemudian diamati ternyata bekicot
memiliki arah pergerakan yang berbeda dengan jarak tempuh bekicot yang
berbeda pula.
Beberapa aktivitas yang dilakukuan bekicot ini diantaranya berdiam
diri, berjalan, hingga ada yang menaiki pohon. Namun pada umumnya
bekicot tidak banyak melakukan aktivitas karena hewan ini banyak terlihat
diam dan istirahat. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa bekicot lebih
banyak melakukan aktivitas di tempat teduh atau istirahat di bawah semaksemak, berlindung dari cahaya sekitar (cahaya dari light trap). Hal ini karena
bekicot termasuk hewan noktural yaitu hewan yang tidak suka terhadap
cahaya sehingga pada siang dan pagi hari bekicot lebih banyak diam dan
pada malam hari bergerak aktif menjauhi sumber cahaya atau mencari
makanan terdekat.
Bekicot bergerak menggunakan kaki yang melebar yang terdapat di
bawah badan. Gerakan ini berupa kontraksi berurutan yang dilakukan oleh
otot tubuh. Pada bagian bawah kaki terdapat kelenjar yang dapat
mengeluarkan lendir pada saat berjalan.
Bekicot termasuk keong darat yang pada umumnya mempunyai
kebiasaan hidup di tempat lembab dan aktif di malam hari (nocturnal). Sifat
nocturnal bekicot bukan semata-mata ditentukan oleh faktor gelap di waktu

13

malam tetapi ditentukan oleh faktor suhu dan kelembaban lingkungannya


(Ahmad, 2013).
Bekicot senang berada di tempat yang lembab dan banyak terdapat
sampah. Hewan ini memakan berbagai tanaman budidaya,oleh karena itu
bekicot termasuk salah satu hama tanaman. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
bekicot sebagai hewan yang rakus, cepat berkembang biak, dan mampu
menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan. Bekicot memiliki toleransi yang
luas terhadap berbagai macam makanan. Bahkan dikatakan bahwa bekicot
tahan terhadap persediaan makanan yang terbatas. Bekicot tidak tahan
terhadap sinar matahari langsung. Kondisi lingkungan optimal untuk
hidupnya adalah di daerah tropis basah. Suhu minimal letal adalah 45 F
atau 7,22 C dan bekicot senang di daerah yang mempunyai pH antara 7-8
(Ahmad, 2013).
Dari hasil pengamatan parameter lingkungan untuk kawasan Pulau
Pinus, Desa Tiwingan Baru Kecamatan Aranio Kab. Banjar memiliki suhu
yang cocok untuk kehidupan dari hewan Mollusca ini. Menurut Dharma
(1988) bahwa Mollusca merupakan salah satu hewan yang sangat berhasil
menyesuikan diri untuk hidup di beberapa tempat dengan berbagai kedaaan.
Daerah ini juga tergolong lembap, yang mana kondisi ini cukup disukai oleh
bekicot. pH tanah mendekati netral.

14

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bekicot memiliki pola pergerakan yang mendekati

1.

tempat yang lembab, makanan atau menjauhi cahaya.


2.

Bekicot selama pengamatan memiliki berbagai


aktivitas, diantaranya makan, berjalan, hingga menaiki pohon.

5.2 Saran
Setelah membaca dan memahami makalah ini, diharapkan pembaca
mendapat pengetahuan yang lebih baik lagi tentang pola migrasi dan tingkah
laku gastropoda, khususnya bekicot. Diharapkan nantinya dilakukan
penelitian lebih lanjut lagi pada kondisi lain sehingga didapat pengetahuan
yang lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mujahidin. 2013. Petunjuk Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang :
UIN.

15

Dharma. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I (Indonesian Shell). Jakarta : PT


Sarana Graha.
Dharmono. Buku Ajar Ekologi Hewan. 2015. Banjarmasin : Universitas Lambung
Mangkurat Press.
Gambar 2.1. Bekicot (Achatina fulica) Iman, Aidil. 2012. http:/
/imandos.blogspot.com/2012/02/gastropoda-mollusca-bekicot.html.
Diakses pada 26 Mei 2015.
Gambar 4.1. Sketsa bekicot 1-4 (daerah terang). Dokumentasi Pribadi.
Gambar 4.2. Sketsa bekicot 1-2 (daerah gelap). Dokumentasi Pribadi.
Gambar 4.2. Sketsa bekicot 3-4 (daerah gelap). Dokumentasi Pribadi.
Howells, R. 2005. Invasive Applesnail In Texas: Status of these Harmful Snails
through Spring 2005. Texas Parks and Wildlife Department, Texas. Dalam
https://musbiology08.wordpress.com/2011/04/23/ ekologi-hewan-bekicotachatina-fulica . Diakses pada 26 Mei 2015.
Jasin, M. 1989. Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya : Sinar
Wijaya.
Manurung, Binari. 1995. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Medan : Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP.
Mustamin,
B.
2011.
Ekologi
Hewan
(Bekicot).
https://musbiology08.wordpress.com/2011/04/23/ekologi-hewan-bekicotachatina-fulica ). diakses pada 26 Mei 2015.
Naparin, Akhmad & Dharmono. 2015. Banjarmasin : Penuntun Praktikum
Ekologi Hewan. PMIPA FKIP UNLAM.

16

Anda mungkin juga menyukai