Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit
Dasar Dasar Pengobatan Topikal Penyakit Kulit
PENDAHULUAN
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya
kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang
pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang
berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik
dengan yang
rasional.4,5 Tujuannya
adalah
untuk mengadakan
hemostasis
yaitu
mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepatcepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasa
gatal dan panas. 4,5
Pada masa kini pengobatan topikal untuk penyakit kulit bukanlah merupakan masalah
lagi dengan tersedianya berbagai macam obat paten berbentuk krim, salep, losio dan
sebagainya. Seperti halnya barang dagang lainya obat obatan paten tersebut cukup mahal
harganya dan sering tidak terjangkau oleh golongan masyarakat ekonomi lemah.
Secara
ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun kimiawi. Kalau obat topikal
digunakan secara rasional, maka hasilnya akan optimal, sebaliknya kalau di gunakan secara
salah obat topikal menjadi tidak efektif dan menyebabkan penyakit iatrogenik. 4,5,6
Bahan penyusun obat topikal untuk penyakit kulit ada 2 macam, yaitu bahan aktif dan
bahan dasar atau vehikulum atau basis. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan topikal
penyakit kulit tergantung pada beberapa hal, yaitu penentuan basis yang tepat bagi jenis
erupsi atau radang yang terjadi, pemilihan bahan aktif yang sesuai dengan etiologi penyakit
tersebut, serta penetrasi obat kedalam kulit. Prinsip terapi topikal adalah pemilihan basis yang
sesuai dengan kondisi dematosis, yaitu keringkan bila basah, dan basahkan bila kering (if it
dry, wet it and if it wet, dry it) . Tidak jarang pemakain basis obat saja telah dapat
memberikan hasil yang memuaskan.3,5
Dalam penulisan ini akan dibicarakan macam macam bahan dasar, bahan aktif, prinsip
prinsip pemilihan jenis basis obat, juga sedikit disinggung mengenai pemilihan bahan aktif,
serta penetrasi obat topikal. Sehingga dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan kita
dalam pengobatan penyakit kulit khususnya pengobatan topikal serta memperkenalkan
bentuk dan cara pengobatan topikal yang disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit. Juga
diharapkan pengetahuan ini akan dapat diterapkan dalam hal mengobati dan menyembuhkan
penyakit kulit yang di diagnosis. 4,5
PEMBAHASAN
Definisi
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Dengan adanya
kemajuan-kemajuan dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga berkembang
pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang
berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spseifik
dengan yang rasional. 4,5
Tujuan
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal di dapatkan dari pengaruh fisik dan
kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain
mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,
dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan
hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan sekitarnya ke keadaan
fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang
menganggu, misalnya rasa gatal dan panas. 4,5
dasar juga sering mempengharui berbagai efektifitas bahan aktif, misalnya pengenceran krim
kortikosteroid dengan basis yang tidak tepat bahkan menginaktivasi kortikosteroid tersebut.
Selain itu dalam basis suatu obat sering ditambahkan bahan bahan tertentu sebagai emulgator,
pengawet agar basis tersebut stabil dan tidak mudah rusak oleh mikroorganisme. Hanya tidak
jarang bahan pengawet tersebut merupakan pemeka (sensitizer) yang dapat menimbulkan
reaksi alergi. . 4,5
Bahan-bahan yang dapat digolongkan sebagai serbuk antara lain amilum (kanji), seng
oksida, seng strearat, bentonium, talkum venetum. Sedangkan bahan-bahan yang termasuk
lemak antara lain oleum kokos, oleum olivarium, oleum sesami, oleum arakidis, vaselin
album, parafin liquidum, parafin solidum. Yang termasuk bahan cair selain air, air suling,
juga alkohol, propilen glikol, gliserin, solusio kalsii hidroksida (air kapur), eter, kolodium
(campuran alkohol, eter dan larutan selulose nitrat). 1,3
Suatu obat yang dibuat dengan bahan dasar bedak disebut bedak, misal bedak salisil.
Sedangkan bila bahan dasarnya lemak disebut salep, misal salep 2-4. Dan bila bahan
dasarnya cair maka disebut losio, solusio, tingtura. 1,3
Dalam berbagai kondisi penyakit kulit sering diperlukan bahan dasar yang merupakan
campuran dariketiga macam bahan dasar tersebut. Kombinasi antara bahan dasar serbuk dan
lemak akan membentuk suatu pasta berlemak (pasta zinsi oleosa), misal abos. Kombinasi
antara bahan dasar serbuk dan air disebut bedak kocok (shake lotion), dan bila liniment.
Campuran antara air dan lemak akan menghasilkan bentuk krim dan tergantung dari fasenya
dikenal krim W/O (water in oil) atau krim O/W (oil in water). Kombinasi bahan-bahan dasar
dapat ini dibuatsesuai dengan kondisi lesi kulit (lihat prinsip pemilihan basis obat). Sehingga
jelaslah dengan berbekal pengetahuan mengenai bahan dasar suatu obat topikal kita dapat
membuat suatu basis obat yang paling sesuai dengan kondisi lesi penyakit kulit. 1,3
SERBUK
LEMAK
bedak kocok
pasta
CAIR
c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah
terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang
makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.
kondisi sub akut ini adalah basis krim, karena krim tersusun dari campuran minyak
dan air. Jika lesi sub akut tersebut lebih ke arah akut, diguanakn krim minyak dalam
air (O/W), sebaliknya jika lesi sub akut lebih ke arah kronis, digunakan krim air
dalam minyak (W/O). Contoh krim minyak dalam air misal Krim Canesten, krim
Hidrokortison, sedangkan krim air dalam minyak misalnya cold cream/vanishing
cream.
3. Basis obat untuk radang kronis. 3
Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis,
likenifikasi, fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan
bertambah kering bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi kering
dapat dibersihkan dengan mengompresnya terlebih dahulu sehingga debris menjadi
lunak dan mudah diangkat. Pemberian basis minyak akan mencegah penguapan,
sehingga air yang menguap dari stratum korneum dapat dihambat, terjadi hidrasi
startum korneum.
dapat menyebabkan kerontokan rambut dan kerusakan ginjal. Jangan gunakan bahan
ini untuk bayi, dan jangan gunakan pada luka terbuka yang luas karena dapat
diabsorbsi secara sistematik.
3. Asam salisilat (acidum salicylicum) , mempunyai daya keratoplastik pada konsentrasi
1-2 (3%), berdaya antipruritus pada konsentrasi 0,5-3%, berdaya keratolitik pada
konsentrasi lebih dari 3%, juga mempunyai daya antiseptik.efek keratolitik inilah
dapat menyebabkan asam salisilat juga berfungsi sebagai antifungal pada infeksi
jamur superfisial. Asam salsilat berupa hablur putih yang sukar larut dalam air,
mudah larut dalm alkohol (1/4) dan dalam minyak misalnya oleum ricini (1/10).
Asam salsilatr dapat diapsorbsi secara sistematim menyebabkan salisilema dengan
gejala nausea, vomitus, dispnea dan halusinasi. Kemungkinan terjadinya absorpsi
sistemik ini dapat diperkecil bila luas daerah yang diobati terbatas, dengan
konsentrasi kurang dari 7% dan pengolesan dua kali sehari. Hati-hati pada
penggunaan untuk bayi karena bersifat iritatif, dan jangan dipakai lpada lesi terbuka
(denuded skin). Pada umur kurang dari 2 tahun dapat diberikan pada konsentrasi
0,5%, tetapi jangan diberikan dalam basis bedak.\
4. Dermatol (bismuthi subgallas), merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air,
bersifat antiseptik dan astringentia. Jangan diberikan pada lesi terbuka yang luas
karena dapat menimbulkan intoksikasi.
5.
6. Ikatan perak (Ag), yang banyak dipakai dalam dermatologi adalah perak nitrat
(argentinitras atau AgNO3) yang berupa kristal putih yang larut dalam air. Bahan ini
dipergunakan dalamkonsentrasi 0,5-1% untuk daya antiseptiknya, astringentia dan
juga dapat merangsang granulasi dan epitelialisasi. Sedang pada konsentrasi lebih
dari 3% bersifat kaustik. Hati-hati karena mewarnai kulit.
7
7. Ikatan halogen, yang banyak dipakai dermatologi adalah iod. Berupa kristal
lembayung tua yang larut dalam larutan iodida. Dipakai pada konsentrasi 1-3%
sebagai tingtur bersifat antiseptik kuat, antifungal serta mempunyai pengaruh
hemostatik karena mengkoagulasi protein. Bahan ini dapat menimbulkan iritasi.
8. Ikatan yang mengoksidasi yaitu hidrogen peroksida dan kalium permanganat.
Larutan hidrogen peroksida dipergunakan dalam konsentrasi 1-3% sebagai antiseptik,
dan pada konsentrasi tinggi sebagai pemutih (bleaching agent). Kalium permanganat
(PK) berupa kristal berwarna ungu tua yang larut dalam air. PK dipergunakan sebagai
larutan dalam konsentrasi 1/5000-1/10.000, mempunyai daya antiseptik dan
astringensia. Larutan PK ini dapat menodai pakaian terutama bila dipergunakan
dalam konsentrasi tinggi. Hati-hati kristal PK bersifat kaustik.
9. Alkohol dan derivatnya, selain sebagai bahan dasar juga mempunyai sifat aktif. Misal
Etil Alkohol 70% dipergunakan sebagai antiseptik, formaldehid (formalin) bersifat
antiseptik dan astringensia, dan propilen glikol berfungsi sebagai pengikat air,
sehingga pada konsentrasi 30-40%dalam air dipergunakan sebagai perlembab.
10. Mentol (mentobolum) berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan
lemak. Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai antipruritus, antiseptik, juga
dapat menimbulkan vasokonstriksi.
11. Gentian violet (metbylrosanilinii), berupa serbuk berwarna ungu tua yang larut dalam
air (1/40) dan alkohol (1/10). Dipergunakan dalam konsentrasi 0,5-1% sebagai
antiseptik ringan, antikandida, dan astringensia. Obat ini sekarang jarang
dipergunakan karena menodai pakaian sehingga sehingga tidak disukai penderita.
12. Vioform (hydroxyquinoline) adalah serbuk berwarna kuning kecoklatan yang sukar
larut dalam air. Dipergunakan dalam konsenterasi 1-3% sebagai antiseptik, antifungal
dan antiprotosa. Bahan ini juga dapat menodai pakaian.
13. Seng oksida (zinc oxidum) selain dipakai sebagai bahan dasar juga mempunyai sifat
astrigensia dan antiseptik. Berupa serbuk yang berwarna putih dan tidak larut dalam
air.
14. Sulfur presipitatum merupakan serbuk kuning yang tidak larut dalam air
dipergunakan dengan konsentrasi 2-10%. Selain bersifat antiseptik,antimikotik dan
8
antiparasit juga diduga bersifat antisebore, antipruritus dan pada konsentrasi tinggi
mempunyai efek keratolitik (>2%). Efek keratoplastik didapat pada konsentrasi
rendah (<1%). Diperkirakan 1% dari sulfur yang dipakai secara topikal ternyata di
absorpsi secara sistemik, juga pernah dilaporkan mengenai efek samping pemakaian
sulfur seperti dermatitis kontak alergi, sedangkan adanya efek komedogenik masih
diperdebatkan. Akan tetapi sampai saat ini sulfur masih dinyatakan, hanya bau yang
ditimbulkannya sering tidak disukai penderita.
15. Iktiol (ichtammol), merupakan tir batubara yang larut dalam alkohol dan gliserin
serta dapat bercampur dengan lemak dan vaselin. Dipergunakan dalam konsentrasi 110%, mempunyai daya antiseptik dan antiradang.
16. Derivat tir lainnya seperti oleum kadini, liquor carbonis detergens (tir batubara), tir
olie, selain bersifat antiradang juga bersifat antimitotik, antiparasit, dan antipruritus.
keratolitik. Pada kasus ini, penambahan asam salisilat akan merusak komposisi krim,
sehingga harus ditambahkan emulgator lagi.
4. Banyak penyakit kulit yang dapat disembuhkan hanya dengan efek fisikokimia dari
basis obat, tanpa zat aktif di dalamnya. Atau zat aktif diberikan secara oral jika
memungkinkan. Misalnya sering kita gunakan larutan kalium permanganas (PK)
untuk lesi eksudatif/membasah/eksematus. Pengunaan larutan PK ini tidak keliru, jika
kita gunakan dalam konsentrasi yang benar. Akan tetapi prakteknya pada penderita
sering diberikan kristal PK dan penderita diminta melarutkan sendiri. Jika larutan
yang dibuat penderita terlalu kental (lebih dari 1/8000) akan menimbulkan iritasi,
padahal lesi eksudatif tersebut dapat diatasi hanya dengan air dingin yang bersih. Juga
pernah terjadi penderita meminum kristal PK yang diberikan tersebut. Sehingga
banyak dokter merasa lebih aman memberikan kompres larutan air garam, yang
dibuat dengan melarutkan 1 sendok teh garam dalam 500 cc air matang. Seperti juga
larutan PK, larutan air garam tersebut juga mempunyai efek astringensia. Untuk
menghindari kecelakaan sebaiknya menulis resep obat kompres dalam bentuk jadi
(misal : larutan PK 1/10.000 1 liter), jangan dalambentuk bubuk.
BEBERAPA CONTOH OBAT TOPIKAL
1. Larutan Natrium Tiosulfas
R/
Na. Thiosulfas
20
Aqua ad
100
Ac.salicyl
Glycerin
Alkohol
70%
96
Untuk ketombe.
3. Shake Lotion
10
R/
Oxid Zinci
10-20%
Talc.venetum
10-20%
Glycerin
5-10%
Aqua ad
q.s
Ac.salicyl
0,5%
Talc.venetum
5%
Oxid Zinci
5%
Amyl oryzae
5%
Spir.dil. ad
qs
Untuk miliaria
5. Losio Kummerfeldi :
R/
Camphora
1,0
Sol.calcii hydrokxidi
45
Spir.forte ketonatus
3,0
Sulfur praecipt
6,7
2,0
Oleum rosarum
gtt
1,0
Aqua ad
105
Atau
R/
Camphora
10
11
Sulfur praecipt
66
Spir.forte ml
30
Sol.Cal.hydroxid
ml
Cera lanette
400
15
Ol rosar
gtt
10
Aqua ad
ml
1000
Sulf.praecipt
20
Camphor
Mucil Gumm.Arab
10
Sol.cal hydrat
134
Aqua rosar ad
300
Atau
R/
volatil maupun volatil., disini penguapan komponen volatil setelah aplikasi akan
meningkatkan konsentrasi dari bahan aktif. Selain itu molekul kecil tentunya lebih
mudah larut sehingga lebih mudah diabsorpsi dibandingkan molekul yang besar.
Derajat penetrasi suatu bahan aktif ditentukan oleh perbedaan daya kelarutannya di
dalam basis dan di dalam stratum korneum. Bahan aktif yang mempunyai daya larut
atau afinitas yang tinggi dalam basisnya tentunya akan sulit dilepaskan kedalam kulit.
3
Setelah bahan aktif dilepaskan dari basisnya maka penetrasi kedalam kulit
dapat terjadi baik secara intraseluler untuk bahan-bahan yang hidrofilik maupun yang
interseluler untuk bahan-bahan yang lipofilik. Walaupun jumlahnya cukup kecil
dibandingkan penetrasi melalui stratum korneum, absorpsi obat topikal juga terjadi
melalui aparatus pilosebaseus dan saluran kelenjar keringat. Selaput lendir sekitar 1050 kali lebih permeabel dibandingkan kulit, selain karena ketiadaan stratum korneum
juga tidak bisa disingkarkan adanya suhu yang lebih tinggi serta kelembaban yang
lebih tinggi pada selaput lendir. 1,2,3
Stratum korneum merupakan barier utama dan penyimpanan (resorvoir)
pertama dalam penetrasi obat topikal kedalam kulit. Sehingga keadaan yang
mempengharui stratum korneum akan mempengharui penetrasi obat, antara lain
ketebalan stratum korneum yang pada keadaan normal menunjukkan variasi regional,
individu, dan umur, hidrasi, kerusakan stratum korneum atau gangguan keratinisasi.
1,2,3
penetrasi terhadap obat topikal pada bayi jauh lebih tinggi dibandingkan dewasa,
walaupun ketebalan stratum korneum pada bayi, anak dan dewasa relatif tidak
berbeda. Demikian pula bila ditinjau dari reaktifitas mikrosirkulasi, ternyata tidak
dijumpai perbedaan penetrasi obat topikal dipandang dari segi usia.
13
tubuh sebanyak 20-30 gram. Sedang sekali pengolesan seluruh tubuh memerlukan
losio sekitar 50 ml. Frekuensi aplikasi sebanyak 1-2 kali sehari dianggap sudah cukup.
3,5
KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Pada masa kini kortikosteroid topikal merupakan sediaan yang paling banyak
dipakai dalam dermatologi, disamping obat-obat antijamur topikal, dan pada saat ini
di pasaran dapat dijumpai tidak kurang dari 70 sediaan kortikosteroid topikal dengan
bermacam-macam nama dagang. Banyaknya sediaan kortikosteroid topikal di pasaran
selain memang karena perbedaan turunan steroidnya, pada umumnya hanya
didasarkan atas perbedaan basis, ada tidaknya kombinasi dengan antimikroba atau
kombinasi dengan bahan-bahan peningkat penetrasi steroid. Beberapa perusahaan
juga memproduksi steroid yang sama tetapi dalam berbagai konsentrasi dan dengan
variasi untuk lokasi lokasi tertentu, seperti untuk kepala atau muka dan sebagainya.3
A. Indikasi kortikosteroid topikal
Penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid topikal dapat
digolongkan menjadi: 1,3
15
indikasi
penyakit,
pemilihan
kortikosteroid
topikal
perlu
Potensi
antiinflamasi
antimitosis
lemah
II
sedang
++
III
kuat
+++
++
IV
Sangat kuat
++++
+++
16
Kortikosteroid topikal tersedia dalam berbagai basis, seperti salep, krim, losio,
jeli, aerosol dan tingtura. Untuk pemilihan basis perlu dipertimbangkan faktor
akseptibilitas penderita, kosmetika serta harus diingat prinsip-prinsip dasar
pemakaian topikal. 3
C. Dosis dan cara pemberian
Pada umumnya kortikosteroid topikal sudah cukup di oleskan 1-2 kali sehari.
Pengolessan beberapa kali sehari ternyata tidak jauh berbeda dengan pengolesan
1-2 kali sehari, bahkan akan mempercepat timbulnya takifilaksis, yaitu
berkurangnya efek terapeutik setelah dipakai beberapa kali. Pengolesannya juga
cukup dilakukan tipis karena selain karena efek terapeutiknya sudah cukup
maksimal, juga ekonomis dan tidak mengotori kulit dengan adanya kerak salep
atau krim yang tebal. 3,7
Untuk lesi yang berat dapat diberikan steroid kuat untuk terapi inisial,
kemudian di ganti dengan steroid sedang atau lemah untuk terapi pemeliharaan.
Pada beberapa dermatosis yang kurag responsif terhadap steroid, penetrasi
steroid dapat di tingkatkan selain dengan penambahan bahan-bahan seperti
propilen glikol atau urea, dapat juga dilakukan dengan cara okusi, yaitu menutup
lesi yang telah di olesi kortikosteroid dengan bahan impermeabel (polietilen atau
plastik) sehingga udara akan keluar dan stratum korneum menjadi lembab yang
akan meningkatkan permeabilitas stratum korneum tersebut. Dengan cara oklusi
dikatakan potensi steroid dapat di tingkatkan sampai 10 kali (Malibach, 1976).
Oklusi sebaiknya dilakukan pada malam hari, tetapi di hindari cara oklusi ini
untuk lesi yang luas.
D. Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal
Ternyata semakin poten sediaan kortikosteroid topikal, semakin besar pula
kemungkinan efek samping yang terjadi. Pemakaian yang terlalu lama akan
meningkatkan risiko timbulnya efek samping ini. Sehingga pemakainan steroid
yang poten seyogyanya tidak lebih dari 2-3 minggu. Efek samping ini berisfat
lokal maupun sistemik. 3,7
Efek Lokal 3,7
17
1,3
banyak obat-obat antijamur untuk jamur superfisial baik yang di pakai secara
topikal maupun sistemik. Membanjirnya jenis-jenis obat antijamur tersebut
dipasaran mengharuskan seorang dokter dapat memilih dengan tepat obat-obat
anti jamur yang diperlukan.
Obat antijamur topikal yang lama pada umumnya mempunyai aktivitas
antijamur yang lemah, spektrumnya sempit dan kadang-kadang menyebabkan
iritasi, tetapi harganya murah. Sebaliknya obat-obat antijamur topikal yang baru
umumnya mempunyai anktivitas jamur yang kuat, spektrumnya luas, tersedia
18
dalam sediaan yang menyenangkan, tetapi harganya mahal. Untuk itu pemilihan
obat antijamur harus didasarkan atas diagnosis yang tepat, anatomi atau lokasi
lesi, derajat dan luasnya lesi, dan pertimbangan harga. 4
Ada bermacam-macam obat antijamur topikal, dengan variasi potensi dan efek
sampingnya. Kebanyakan sediaan topikal yang lama, seperti asam benzoat dan
asam undesilenat mempunyai aktivitas jamur rendah yang hanya mengantungkan
efek keratolitiknya saja. Selain itu obat-obat ini kebanyakan bersifat iritatif,
sehingga dianjurkan pengunaannya terbatas pada lesi-lesi noninflamai dan tidak
aktif. 4,5
Secara garis besar obat-obat antijamur topikal dapat di golongkan menjadi 11
golongan:3,4
1. Golongan asam-asam organik
2. Golongan asam undesilenat
3. Golongan sulfur
4. Golongan zat warna trifenilmetan
5. Golongan hidroksikuinolon
6. Golongan tiokarbonat
7. Golongan antbiotik polien
8. Golongan haloprogin
9. Golongan imidazol
10. Golongan siklopiroksolamin
11. Golongan alilamin
1. Golongan asam organik
Yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat dan asam benzoat. Kedua
obat ini biasanya terdapat dalam sediaan kombinasi salep Whietfield, yang terdiri
atas 3% asam salisilat dan 6% asam benzoat (USP). Sediaan ini bersifat
19
golongan imidazol. Efek sampingnya dapat berupa iritasi dan rasa terbakar. Di
pasaran tersedia hanya dalam bentuk salep.
9. Golongan imidazol
Penemuan obat antijamur golongan imidazol di anggap merupakan revolusi
baru dalam bidang pengobatan penyakit jamur, karena hampir semua persyaratan
obat antijamur yang sekaideal terpenuhi. Selain kemanfaatannya tinggi,
spektrumnya luas dan hampir tanpa efek samping, sehingga tidak aneh kalau
banyak pabrik obat sekarang berlomba-lomba memproduksi obat ini.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur
yang penting untuk intergritas membran sel. Dalam konsentrasi rendah bersifat
fungistatik dan dalam konsentrasi tinggi bersifat fungisid.
Beberapa turunan imidazol yang saat ini telah beredar di pasaran antara lain:
klotrimoxazol, mikonaziol, ekonazol, tionazol, bifonazol, ketokonazol. Bifonazol
dan ketokonazol merupakan derivat imidazol yang mempunyai kelebihan yaitu
cukup dioleskan sekali dengan efektifitas yang sama. Preparat- preparat tersebut
dalam bentuk krim, losio, atau bedak.
22
Yang termasuk golongan ini adala naftitin. Kerjanya melalui epoksidase skualen
dan menghambat sintesis ergosterol, lanosterol dan kolesterol pada membran sel.
Obat ini dikatakan sangat baik terhadap dermatofita dan hanya berefek sedang
pada kandida.
KESIMPULAN
Pengobatan topikal adalah pemberikan obat secara lokal pada kulit atau pada
membran pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum Tujuannya
adalah untuk mengadakan hemostasis yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan
jaringan sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk
menghilangkan gejala-gejala yang menganggu, misalnya rasa gatal dan panasBahan
dasar untuk pembuatan obat topikal dikenal ada 3 macam : (1) bahan padat berbentuk
serbuk atau bedak, (2) lemak atau minyak, (3) bahan cair. Dari ketiga macam macam
bahan dasar ini dapat dibuat berbagai macam kombinasi komposisi dari basis atau
bahan dasr suatu obat topikal sesuai dengan jenis dermatosis. Adapun prinsip- prinsip
pemilihan obat antara lain basis obat untuk radang akut, basis obat untuk radang
subakut, basis obat untuk radang kronis. Bahan-bahan Aktif untuk pengobatan topikal
antara lain asam benzoat (acidum benzoicum), asam borat (acidum borcium) ,
dipergunakan sebagai antiseptik ringan dan astringensia ringan dalam konsentrasi 13%, asam salisilat (acidum salicylicum), dermatol (bismuthi subgallas), Derivat fenol,
Ikatan perak (Ag), ikatan halogen, ikatan yang mengoksidasi yaitu hidrogen peroksida
dan kalium permanganat, alkohol dan derivatnya, selain sebagai bahan dasar juga
mempunyai sifat aktif, misal Etil Alkohol 70% dipergunakan sebagai antiseptik,
formaldehid (formalin) bersifat antiseptik dan astringensia, mentol (mentobolum)
berupa kristal tak berwarna larut dalam alkohol, parafin dan lemak, Gentian violet
(metbylrosanilinii), Vioform (hydroxyquinoline), seng oksida (zinc oxidum), sulfur
presipitatum, iktiol (ichtammol), derivat tir lainnya seperti oleum kadini, liquor
carbonis detergens (tir batubara), tir olie, selain bersifat antiradang juga bersifat
antimitotik, antiparasit, dan antipruritus. 3,4,5
Pemilihan bahan aktif ada beberapa yang harus diperhatikan yaitu a). Zat akitf
harus sesuai dengan diagnosis, misal skabies di obati dengan sulfur (salep2-4), tinea
glabrosa dengan mikonazol, dan sebagainya, b). Zat aktif harus larut dalam basis obat
23
yang terpilih. Ada perbedaan pandangan antara ahli faramasi dan ahli kulit. c). Zat
aktif harus tidak merusak komposisi basis obat. d). Banyak penyakit kulit yang dapat
disembuhkan hanya dengan efek fisikokimia dari basis obat, tanpa zat aktif di
dalamnya. Atau zat aktif diberikan secara oral jika memungkinkan. Misalnya sering
kita gunakan larutan kalium permanganas (PK). Penetrasi Obat Topikal dan difusi
suatu obat topikal ke dalam kulit bergantung kepada faktor obat, serta faktor keadaan
kulit sendiri. Faktor obat antara lain struktur kimiawi, besar molekul, konsentrasi
obat, jenis basis, pelepasan bahan aktif dari basis dan cara penggunaannya. Sedang
faktor keadaan kulit antara lain stratum korneum, sirkulasi darah dalam dermis,
kepadatan folikel rambut dan kelenjar keringat, serta PH kulit.4,5
Perkembangan dermatoterapi terjadi dengan pesatnya setelah ditemukannya
kortikosteroid. Pada masa kini kortikosteroid merupakan obat yang paling banyak
dipergunakan dalam dermatoterapi baik secara topikal maupun sistemik. Cukup
seriusnya efek samping yang dapat terjadi pada pemakaian kortikosteroid,
mengharuskan seorang dokter mempertimbangkan secara matang dan teliti antara
keuntungan dan kerugiannya. Pada masa kini kortikosteroid topikal merupakan
sediaan yang paling banyak dipakai dalam dermatologi.3,6
Penyakit jamur superfisialis adalah penyakit kulit yang sering dijumpai di pusatpusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Dan pada masa kini cukup banyak obat-obat
antijamur untuk jamur superfisial baik yang di pakai secara topikal maupun sistemik.
Membanjirnya jenis-jenis obat antijamur tersebut dipasaran mengharuskan seorang
dokter dapat memilih dengan tepat obat-obat anti jamur yang diperlukan. Ada
bermacam-macam obat antijamur topikal, dengan variasi potensi dan efek
sampingnya. Secara garis besar obat-obat antijamur topikal dapat di golongkan
menjadi 11 golongan yaitu 1). golongan asam-asam organik, 2). golongan asam
undesilenat, 3). golongan sulfur, 4). golongan zat warna trifenilmetan, 5). golongan
hidroksikuinolon, 6). golongan tiokarbonat, 7). golongan antbiotik polien, 8).
golongan haloprogin, 9). golongan imidazol, 10). golongan siklopiroksolamin, 11).
golongan alilamin.3,4,5
24
25